imunisasi di puskesmas alak

11
IMUNISASI DI PUSKESMAS ALAK Oleh : 1. Adelbertice Date Kotan, S. Ked 2. Adrianus Hongi Rau, S. Ked 3. Yohana M. N. Kean, S. Ked Imunisasi berasal dari kata imun yang berasal dari bahasa latin, immunitas yang berarti pembebasan atau kekebalan. Imunisasi adalah metode memasukan bakteri atau virus yang dilemahkan ke dalam tubuh. 1 Imunisasi dasar harus diberikan sampai usia 1 tahun. Pada usia 1 – 4 tahun imunisasi yang diberikan merupakan imunisasi ulangan yang bertujuan memperpanjang masa kekebalan imunisasi dasarnya. Imunisasi dasar di Indonesia yang harus diterima seorang anak adalah hepatitis, BCG, polio, DPT dan campak. Sedangkan beberapa imunisasi tambahan lain adalah pneumokokus dan influenza. Setiap imunisasi ini berfungsi untuk mencegah terjangkitnya penyakit seperti hepatitis, tubekulosis, polio, difteri, pertusis, tetanus, dan campak. Bayi dan anak yang telah diimunisasi masih dapat tertular penyakit tersebut, namun jauh lebih ringan dibanding terkena penyakit secara alami. 2 Indonesia sendiri telah mencapai cakupan 90% anak yang telah diimunisasi pada tahun 1990. Cakupan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Program pemberian imunisasi terus dilanjutkan di Indonesia dengan harapan mencapai tujuan akhir sesuai dengan

Upload: betrice-kotan

Post on 02-Oct-2015

259 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

IMUNISASI DI PUSKESMAS ALAKOleh : 1. Adelbertice Date Kotan, S. Ked2. Adrianus Hongi Rau, S. Ked3. Yohana M. N. Kean, S. Ked

Imunisasi berasal dari kata imun yang berasal dari bahasa latin, immunitas yang berarti pembebasan atau kekebalan. Imunisasi adalah metode memasukan bakteri atau virus yang dilemahkan ke dalam tubuh.1 Imunisasi dasar harus diberikan sampai usia 1 tahun. Pada usia 1 4 tahun imunisasi yang diberikan merupakan imunisasi ulangan yang bertujuan memperpanjang masa kekebalan imunisasi dasarnya.Imunisasi dasar di Indonesia yang harus diterima seorang anak adalah hepatitis, BCG, polio, DPT dan campak. Sedangkan beberapa imunisasi tambahan lain adalah pneumokokus dan influenza. Setiap imunisasi ini berfungsi untuk mencegah terjangkitnya penyakit seperti hepatitis, tubekulosis, polio, difteri, pertusis, tetanus, dan campak. Bayi dan anak yang telah diimunisasi masih dapat tertular penyakit tersebut, namun jauh lebih ringan dibanding terkena penyakit secara alami.2Indonesia sendiri telah mencapai cakupan 90% anak yang telah diimunisasi pada tahun 1990. Cakupan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Program pemberian imunisasi terus dilanjutkan di Indonesia dengan harapan mencapai tujuan akhir sesuai dengan dengan komitmen internasional melalui Global Programme for Vaccines and Immunization (GPVI), yaitu 3: Eradikasi Polio (ERAPO) Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (Maternal and Neonatal Tetanus Elimination/MNTE) Reduksi Campak (RECAM) Peningkatan mutu pelayanan imunisasi Penetapan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) Keamanan pengelolaan limbah tajam (safe waste disposal management)

Timbulnya penyakit dpengaruhi oleh agent, host dan environment. Salah satu faktor yaitu agen infeksi dan hal-hal yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali tersebar dalam lingkungan hidup manusia. Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, selsel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama.Semua pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi. Oleh karena pentingnya imunisasi dalam mencegah terjadinya suatu penyakit atau wabah di kemudian hari, berikut dilaporkan jenis-jenis imunisasi yang diberikan di PKM Alak.

1. Hepatitis B Imunisasi hepatitis B dilakukan untuk mencegah terjangkitnya penyakit hepatitis B. Hal ini dikarenakan penyakit hepatitis B merupakan salah satu penyakit yang mudah menular. Dengan imunisasi diharapkan, virus hepatitis B tidak mudah masuk ke dalam tubuh. Penyakit hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat fatal. Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan seksual, darah (injeksi intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak steril atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan.Imunisasi hepatitis B merupakan salah satu imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sehingga sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati..Biasanya bayi yang baru lahir akan diberikan imunisasi Hepatitis B. Ini sangat penting untuk mencegah bayi tertular penyakit tersebut. Manfaat Imunisasi Hepatitis B akan meningkat jika diberikan sejak dini, biasanya pada usia bayi 0 sampai 7 hari.

Indikasi Pemberian Diberikan pada 3 kali, pertama kali diberikan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Interval pemberian 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, dan 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga Selanjutnya booster dapat diberikan pada usia 18-24 bulan, 5-7 tahun dan saat anak berusia 12 tahun. Kontraindikasi Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat. Cara Pemberian Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan). Dengan tiga kali pemberian, vaksin hepatitis B dapat memberikan perlindungan sebanyak 90 %. K I P I Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.

2. Imunisasi Baccile Guerin Calmette (BCG)4Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang member perlindungan terhadap infeksi TBC. Vaksin ini tidak mencegah infeksi jika dalam perjalanan hidupnya terpapar dengan bakteri TBC, tetapi diharapkan bahwa hanya terjadi infeksi kecil terbatas dan bukan penyakit yang parah dan mengancam jiwa. Vaksin BCG mungkin hanya memberikan kekebalan 50-60%. Vaksin BCG setelah dilarutkan dapat disimpan maksimal 3 jam dalam suhu 2 8 derajat celcius (bukan freezer). Vaksin tidak boleh terkena matahari.

Imunisasi BCG sebaiknya pertama kali diberikan pada saat bayi berusia 2-3 bulan. Pemberian BCG pada bayi berusia < 2 bulan akan meningkatkan risiko terkena penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh bayi yang belum matang. Apabila bayi telah berusia > 3 bulan dan belum mendapatkan imunisasi BCG, maka harus dilakukan uji tuberkulin (tes mantoux dengan PPD2TU/PPDRT23) terlebih dulu. Bila hasilnya negatif, imunisasi BCG dapat diberikan. Imunisasi BCG tidak membutuhkan booster. Kontraindikasi HIV, Imunokompromais, pengobatan steroid, imunosupresif, radioterapi, keganasan sum - sum tulang atau limfe, gizi buruk, demam tinggi, infeksi kulit luas Teknik Penyuntikan Penyuntikan vaksin BCG dilakukan pada regio deltoid kanan dengan teknik penyuntikan didalam kulit (intrakutan). Dosis 0,05 ml K I P I Dapat terbentuk ulkus superfisial pada tempat penyuntikan (3minggu) yang menjadi krusta dan tinggal sebagai skar BCG. Dapat terjadi pembengkakan pada kelenjar limfe sekitar Terjadi Disseminated BCG-itis bila bayi mengalami immunodefiesiensi.

3. CampakImunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR. Penyimpanan :Freezer, suhu -20 C Dosis : Setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml Kemasan : Vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml (aquadest) Masa kadaluarsa : 2 tahun setelah tanggal pengeluaran Reaksi imunisasi : Biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan. Efek samping : Sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah. Kontra Indikasi :Sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.

4. Imunisasi PolioVaksin polio oral berisi virus polio yang hidup yang berfungsi sebagai pencegah poliomielitis. Vaksin polio yang belum dibuka dapat disimpan sampai 2 tahun bila disimpan dalam suhu - 20C. Bila disimpan suhu 2 8C dapat bertahan sampai 6 bulan. Vaksin yang terbuka dapat bertahan 7 hari bila disimpan pada suhu 2 8 C.Imunisasi polio oral (OPV) dengan jadwal pemberian: saat lahir, usia 2, 4, 6, dan 18 bulan. Bila imunisasi polio terlambat diberikan tidak perlu mengulang pemberiannya dari awal lagi. Cukup melanjutkan dan melengkapinya sesuai jadwal tidak peduli berapa pun interval keterlambatan dari pemberian sebelumnya.a) Kontraindikasi Suhu > 38,5 C Kortikosteroid, Radiasi Keganasan Infeksi HIV or keluarga Saudara atau anggota keluarga yang kontak dengan anak imunokompromais b) Teknik PemberianDitetes pada mulut bayi sebanyak 2 tetes.c) K I P I Polio paralisis dapat terjadi 30 hari setelah imunisasi Polio paralisis pada pasien immunokompromise dapat terjadi 6 bulan setelah imunisasi.

5. Imunisasi DTPAntitoksin difteria pertama kali diberikan pada anak tahun 1891 dan diproduksi secara komersial tahun 1892, dan penggunaan kuda sebagai sumber anti toksin dimulai tahun 1894. Pemberian vaksinasi dini sangat mempengaruhi angka kematian akibat difteri. Imunisasi difteri digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP. Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis ke-4 harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke-3 diberikan. Indikasi Pemberian Anak-anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Kontraindikasi Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution). Misalnya sebelum pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian pertama dijumpai, riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus-menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP. Teknik PenyuntikanPenyuntikan vaksin DTP dilakukan pada paha dengan penyuntikan intramuscular, dengan dosis 0,5 ml K I P I Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada separuh (42,9%) penerima DTP Proporsi demam ringan dengan reaksi lokal sama dan 2,2% di antaranya dapat mengalami hiperpireksia. Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying). Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam (0,06%) sesudah vaksinasi yang dihubungkan dengan demam yang terjadi. Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis