implementasi program pencerahan qolbu jumat ibadah di desa
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PROGRAM PENCERAHAN QOLBU JUMAT IBADAH
DI DESA MANDALLE KECAMATAN BAJENG BARAT
KABUPATEN GOWA
IKRAMULLAH
Nomor Stambuk : 105640230715
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
i
IMPLEMENTASI PROGRAM PENCERAHAN QOLBU
JUMAT IBADAH DI DESA MANDALLE KECAMATAN
BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diusulkan Oleh :
IKRAMULLAH
Nomor Stambuk : 105640230715
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Mahasiswa : Ikramullah
Nomor Stambuk : 105640230715
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 16 Maret 2021
Yang Menyatakan,
Ikramullah
v
ABSTRAK
Ikramullah. Implementasi Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa
Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa. (dibimbing oleh H.
Ansyari Mone dan Ahmad Taufik)
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program
Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang.
Lokasi penelitian berlangsung di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa serta jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
dan Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara.
Sedangkan teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Pengabsahan data menggunakan triangulasi.
Hasil penelitian menggunakan tiga indikator menunjukkan bahwa (a)
program, program jumat ibadah di desa Mandalle sudah baik dikarenakan beberapa
aspek yaitu adanya alasan yang melatarbelakangi dibuatnya program serta adanya
kejelasan anggaran yang digunakan dan adanya kebijakan yang diambil dalam
mencapai tujuan program, (b) organisasi pelaksana, yaitu adanya organisasi
pelaksana yang jelas mulai dari pemerintah kabupaten hinggah ke desa serta
kesesuaian antara tugas program dengan organisasi pelaksana hal ini dibuktikan
dengan bagusnya pelaporan dan pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle, (c)
kelompok sasaran, target atau kelompok sasaran yang jelas dari program jumat
ibadah di desa Mandalle sehingga tujuan program dapat tercapai seperti
meningkatnya pelayanan pemerintahan serta kesadaran dalam hal beragama.
Kata Kunci : Implementasi Program, Jumat Ibadah
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberi berbagai karunia dan nikmat yang tiada terhitung. Demikian pula salam
dan shalawat kepada Nabi kita Muhammad SAW yang merupakan panutan dan
contoh kita di akhir zaman. Dengan keyakinan ini sehinga penulis dapat
menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Implementasi Program
Pencerahan Qolbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa”.
Skripsi penelitian ini merupakan tugas akhir yang saya ajukan untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiayah Makassar.
Pada lembaran ini penulis hendak menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya pada orang tua, atas segala kasih sayang serta do`a yang tulus dan ikhlas
yang senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT sehingga menjadi pelita terang dan
semangat yang luar biasa bagi penulis dalam menggapai cita-cita. Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat, bapak Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd selaku pembimbing I
dan bapak Ahmad Taufik, S.IP., M.Ap selaku pembimbing II yang telah berkenan
meluangkan waktu dan tenaganya dalam membimbing dan memberikan petunjuk
vii
yang begitu berharga dari awal persiapan penelitian hingga sampai sekarang.
Penulis juga tak lupa ucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan, yang
selama ini turut membantu dalam kelengkapan berkas hal-hal yang
berhubungan administrasi kegiatan akademik.
4. Kepada pihak Dinas/Instansi yang ada pada lingkup pemerintahan Kabupaten
Gowa yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
5. Kepada teman-teman seperjuangan yang telah banyak memberi saran,
dukungan, dan motivasi kepada penulis.
Sehubungan akhir tulisan ini penulis memohon maaf kepada semua pihak atas
segala kekurangan dan kekhilafan, disadari maupun yang tidak disadari. Demi
kesempurnaan skripsi ini saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 16 Maret 2021
Penulis,
Ikramullah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ..................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Implementasi ................................................................................. 7
B. Konsep Program ........................................................................................ 13
C. Implementasi Program .............................................................................. 17
D. Jumat Ibadah ............................................................................................. 25
E. Kerangka Pikir .......................................................................................... 29
F. Fokus Penelitian ........................................................................................ 30
G. Deskripsi Fokus Penelitian ........................................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 32
B. Jenis dan Tipe Penelitian ........................................................................... 32
C. Sumber Data .............................................................................................. 32
D. Informan Penelitian ................................................................................... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 34
ix
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 34
G. Keabsahan Data ......................................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................................ 38
B. Implementasi Program Pencerahan Qolbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa .............................................. 52
C. Faktor-faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Dalam Program Jumat
Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa .... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 75
B. Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan
publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan atau
program dirumuskan dengan tujuan yang jelas, implementasi adalah sebuah
rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada
masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana
yang diharapkan. Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah
peraturan pemerintah, keputusan presiden, maupun peraturan daerah,
menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk
didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja
siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan atau program
tersebut dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara langsung ke
masyarakat.
Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan
Paul Sabatier sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab
(2008:65) mengatakan bahwa implementasi adalah memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau
dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan yakni
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijakan negara yang mencakup baik usaha-usaha
2
untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan
akibat/dampak nyata pada masyarakat.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
implementasi pada program tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan
kebijakan.
Sebelum berbicara mengenai implementasi program ada baiknya
terlebih dahulu membahas mengenai program. Sebagian orang
mendefenisikan secara umum bahwa program adalah sebuah rencana, dapat
diketahui bahwa salah satu objek dalam implementasi adalah program.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa implementasi program adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan,
selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan
terhadap implementasi dan efektifitas suatu sistem yang terencana dan
berkesinambungan (program).
Kegiatan implementasi sangat diperlukan dalam suatu program yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk mengetahui apakah program
tersebut berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat sehingga program atau kebijakan dapat
membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Kegiatan implementasi juga
bertujuan untuk mengetahu faktor-faktor yang menjadi pendukung ataupun
penghambat dalam pelaksanaan suatu program sehingga dapat ditingkatkan
pelaksanaannya dikemudian hari.
3
Dalam hal ini penulis akan mengimplementasi sebuah program yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Gowa yaitu program
pencerahan qalbu jumat ibadah, karena program itu sendiri adalah sebuah
program unggulan di Kabupaten Gowa.
Program jumat ibadah sendiri ini adalah program yang telah lama
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Gowa, mulai dilaksanakan pada
masa pemerintahan Alm. Ichsan Yasin Limpo, lalu ke masa pemerintahan
Adnan Purichta IYL dan masih tetap konsisten dilaksakan setiap hari jumat
diseluruh kabupaten Gowa, baik dilingkup pemerintahan daerah ataupun ke
desa-desa diseluruh kabupaten Gowa.
Program pencerahan qalbu jumat ibadah di kabupaten Gowa ini
dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada
Allah SWT dan membangun kualitas sumber daya manusia yang beriman
dan bertakwa di kabupaten Gowa untuk masa depan yang akan datang,
terang bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan YL saat menghadiri jumat
ibadah di Masjid Nurul Iman Jatia, Desa Salajangki, Kecamatan
Bontonompo Selatan.
Program jumat ibadah ini dilaksanakan bukan hanya dilingkungan
pemerintahan saja, tapi juga rutin dilaksanakan setiap hari jumat di Sekolah,
baik di sekolah Negeri maupun di sekolah-sekolah madrasah yang berada
dinaungan departemen agama.
“saya harap sekolah-sekolah yang berada dibawah kementrian
agama kabupaten Gowa juga wajib melaksanakan pencerahan qalbu jumat
4
ibadah setiap hari jumat sebelum jam pertama mata pelajaran dimulai,
begitu juga dengan pelaksanaan jumat ibadah di kecamatan, kelurahan dan
desa untuk tetap dilanjutkan”. Pesan bupati Gowa dihadapan kepala kantor
kementrian agama kabupaten Gowa, H Anwar Abu Bakar.
menurut Adnan pelaksanaan pencarahan qalbu jumat ibadah di
sekolah-sekolah dimaksudkan agar generasi bangga sejak dini
diperkenalkan akhlak dan moral yang baik. Sehingga mampu mewujudkan
pribadi-pribadi yang berkualitas dan memiliki kepedulian terhadap
lingkungan sekitarnya, agar mampu membawa perubahan dalam
pembangunan ditengah-tengah masyarakat.
Terkait hal tersebut kepala kementrian agama kabupaten Gowa, H
Anwar Abu Bakar menyambut baik harapan bupati Gowa. Menurut H
Anwar Abu Bakar pada tingkat madrasah setiap hari jumat para siswa
madrasah melakukan tausyah selama 15 menit pada jam pertama mata
pelajaran. Kami akan adakan penegasan untuk pelaksanaan Jumat Ibadah di
madrasah, karena ini tentunya memiliki dampak positif bagi para siswa.
Kami selalu siap mendukung program pemerintah kabupaten Gowa. Tegas
Anwar.
Adapun menurut sekretaris daerah kabupaten Gowa H Muchlis
mengatakan kepada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
lingkup pemerintah kabupaten Gowa untuk menghadiri pencerahan qalbu
jumat ibadah yang berlangsung setiap hari jumat. ”Pegawai pemda Gowa
kalau dia mengaku sebagai muslim, dia harus ikut jumat ibadah”, jumat
5
ibadah juga menurut Muchlis sebagai media untuk menambah wawasan
para Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap ilmu Quran dan Hadits.
Kegiatan jumat ibadah ini sendiri diatur dalam surat Instruksi bupati
No 2 Tahun 2016 tentang kegiatan jumat ibadah yang dilakukan setiap hari
jumat pada jam 08.00-10.00 yang adapun bentuk pelaksanaannya biasanya
berisi kegiatan ceramah agama/diskusi agama, dzikir dan doa Bersama,
tadarrus Al Quran dan kegiatan keagamaan lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Implementasi Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di
Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ?
2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam Program
Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Pencerahan Qalbu
Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung atau
penghambat Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa
Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara praktis. Sebagai masukan atau sumbangan pemikiran bagi
Pemerintah di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
dalam peningkatan pelaksanaan Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah
di Kabupaten Gowa.
2. Secara teoritis. Penelitian mampu menambah pengetahuan kepada penulis
pada khususnya dalam pengembangan disiplin Ilmu Pemerintahan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Implementasi
1. Pengertian implementasi
Implementasi merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya
pengarahan yang sah dari suatu program yang meliputi upaya mengelola
input. Arti implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah pelaksanaan atau penerapan. Menurut Hinggis (dalam Pasolong
2011:57) mendefinisikan implementasi sebagai rangkuman dari berbagai
kegiatan yang didalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber
daya lain untuk mencapai sasaran strategi.
Menurut Mulyadi (2015:12) implementasi mengacu pada tindakan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan.
Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut
menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-
perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.
Sedangkan Ekawati (dalam Taufik dan Isril, 2013:55) menyatakan bahwa
definisi implementasi secara eksplisit mencakup tindakan oleh individu atau
kelompok, privat (swasta) dan publik yang langsung pada pencapaian
serangkaian tujuan terus-menerus dalam keputusan kebijakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Grindle (dalam Pasolong (2011:57) mengatakan bahwa implementasi
sering dilihat sebagai suatu proses yang penuh dengan muatan politik
8
dimana mereka yang berkepentingan berusaha sedapat mungkin
mempengaruhinya. Dari definisi diatas bahwa implementasi merupakan
sebuah cara yang kemudian dilakukan untuk kepentingan dan berusaha
mencapai tujuan tertentu. Adapun menurut Horn (dalam Tahir, 2014:55)
mengartikan implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
baik individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam kebijakan
Pada dasarnya implementasi menurut Setiawan (2004) adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan
tindakan untuk mencapai serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi
yang efektif. Lebih jauh setiawan menjelaskan bahwa implementasi
bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu
sistem, implementasi bukan sekedar aktifitas tapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Meter dan Horn (dalam
Taufik dan Isril, 2013:136) menekankan bahwa tahap implementasi tidak
dimulai pada saat tujuan dan sasaran ditetapkan oleh keputusan kebijakan
sebelumnya, tahap implementasi baru terjadi setelah proses legislatif dilalui
dan pengalokasian sumber daya dan dana telah disepakati.
Kemudian Gunn dan Hoogwoodd (dalam Tahir, 2014:55)
mengemukakan bahwa implementasi merupakan sesuatu yang sangat
esensial dari suatu teknik atau masalah manajerial. Widodo (dalam Syahida,
2014:10) mengatakan implementasi berarti menyediakan sarana untuk
9
melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat
terhadap sesuatu.
Adapun menurut Leester dan Stewart (dalam Winarno, 2012:149-150)
menjelaskan bahwa implementasi dipandang secara luas mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur
dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam
upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.
2. Unsur-unsur Implementasi
Syukur dalam Surmayadi (2005:79) mengemukakan ada tiga unsur
penting dalam proses implementasi yaitu:
a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan.
b. Target group yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan
ditetapkan akan menerima manfaat dari program, perubahan atau
peningkatan.
c. Unsur pelaksana (Implementor) baik organisasi atau perorangan untuk
bertanggung jawab dalam memperoleh pelaksanaan dan pengawasan
dari proses implementasi tersebut.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
Keberhasilan implementasi menurut Merile S. Grindle (dalam
Winarno, 2002:21) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan
(content of policy) dan lingkungan implementasi (context of
implementation). Variable isi kebijakan ini mencakup :
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan
10
b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh
masyarakat di wilayah slumareas lebih suka menerima program air
bersih atau pelistrikan daripada menerima program kredit sepeda motor.
c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.
d. Apakah letak sebuah program sudah tepat.
Variabel lingkungan kebijakan mencakup :
a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.
c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Sedangkan menurut Van Metter dan Van Horn (dalam Agustino 2008)
menyatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi implementasi,
yaitu :
a. Ukuran dan tujuan kebijakan kinerja implementasi kebijakan dapat
diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan
dari kebijakan memang realistis dengan budaya sosial yang ada dilevel
pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan
terlalu ideal untuk dilaksanakan pada level warga maka agak sulit
merealisasikan kebijakan publik pada level yang dikatakan berhasil.
b. Sumber daya, keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat
tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang
terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.
11
c. Karakteristik agen pelaksana, pusat perhatian pada agen pelaksana
meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat
dalam implementasi kebijakan publik atau program. Hal ini sangat
penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak
dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen
pelaksananya.
d. Sikap atau kecenderungan (disposition), para pelaksana sikap
penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi
kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal
betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
e. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, koordinasi
merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan
publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-
kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
f. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik hal terakhir yang juga perlu
diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan atau program
adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah ditetapkan. Karena itu lingkungan ekonomi,
sosial dan politik yang kondusif juga perlu diperhatikan dalam proses
implementasi suatu program.
12
Agustino (2008) mengatakan ada beberapa faktor yang menentukan
berhasil atau tidaknya suatu proses implementasi, yaitu :
a. Kualitas kebijakan atau program itu sendiri.
b. Kecukupan input kebijakan (terutama anggaran).
c. Ketepatan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan kebijakan
atau program (pelayanan, subsidi, hibah, dan lainnya).
d. Kapasitas implementor (struktur organisasi, dukungan SDM,
koordinasi, pengawasan dan sebagainya).
e. Karakteristik dan dukungan kelompok sasaran.
f. Kondisi lingkungan geografi, sosial, ekonomi, dan politik dimana
implementasi tersebut dilakukan.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas tersebut dapat diketahui bahwa
pengertian implementasi merupakan suatu proses yang berkaitan dengan
kebijakan dan program-program yang akan diterapkan oleh suatu organisasi
atau institusi, khususnya yang berkaitan dengan institusi negara dan
menyertakan sarana dan prasarana untuk mendukung program-program
yang dijalankan tersebut.
4. Tahap-tahap dalam implementasi
Dalam tataran praktis, Mulyadi (2015:12) mengutarakan bahwa
implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar yang terdiri atas
beberapa tahapan yaitu :
a. Tahapan pengesahan peraturan perundangan
13
b. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana
c. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan
d. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak
e. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana
f. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan
B. Konsep Program
1. Pengertian program
Sebelum berbicara mengenai implementasi program ada baiknya
terlebih dahulu membahas mengenai pengertian program. Sebagian orang
mendefenisikan secara umum bahwa program adalah sebuah rencana.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), program
adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang akan
dijalankan.
Jones dalam Arif Rohman (2009: 101-102), menyebutkan bahwa
program merupakan salah satu komponen dalam suatu kebijakan. Program
merupakan upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan. Sedangkan
menurut Arikunto dan Jabar (2009:4), mengatakan bahwa program
didefenisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses
yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang. Selain defenisi program diatas ada pula menurut Joan
dikutip Tayibnapis (2000:9), program adalah segala sesuatu yang coba
14
dilakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau
pengaruh.
Dalam hal ini ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam
menentukan program, yaitu :
• Realisasi atau implementasi suatu kebijakan.
• Terjadi dalam waktu relatif lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi
jamak berkesinambungan.
• Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian
kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai
tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya
kegiatan implementasi.
Selanjutnya Keban (2004:35), menyebutkan apakah program efektif
atau tidak, maka standar penilaian yang dapat dipakai adalah organisasi,
interpretasi, dan penerapan. Ketiga standar penilaian tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Organisasi
Maksudnya disini ialah organisasi pelaksana program, selanjutnya
organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber
daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan
perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat
hukum yang jelas. Struktur organisasi yang kompleks, struktur
15
ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau
subsistem yang ada tersebut.
Sumber daya manusia yang berkualitas berkaitan dengan
kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Aparatur
dalam hal ini petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program. Tugas
aparat pelaksana program yang utama adalah memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai
tujuan.
b. Interpretasi
Maksud interpretasi agar program dapat dilaksanakan sesuai dengan
peraturan atau ketentuan yang berlaku dan harus dilihat apakah
pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk
teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
• Sesuai dengan peraturan
Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksana kebijakan harus
sesuai dengan peraturan yang berlaku baik peraturan tingkat pusat,
provinsi atau kabupaten.
• Sesuai dengan petunjuk pelaksana
Berarti pelaksanaan kebijakan dari peraturan sudah dijabarkan cara
pelaksanaannya pada kebijakan yang bersifat administratif,
sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktifitas
pelaksanaan program.
• Sesuai petunjuk teknis
16
Yang berarti kebijakan yang sudah dirumuskan dalam bentuk
petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan
dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat
strategis lapangan agar dapat berjalan efesien dan efektif, rasional
dan realistis.
c. Penerapan
Peraturan atau kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan teknis
telah berjalan sesuai dengan ketentuan, untuk dapat melihat ini harus
dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas serta jadwal
kegiatan yang disiplin.
• Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar
dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak
bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat didalamnya.
• Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik,
sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.
• Jadwal kegiatan program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan
dimulai dan diakhiri suatu program agar mudah dalam mengadakan
evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan adanya tanggal pelaksanaan
dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya.
2. Aspek Program
Didalam sebuah program dibuatkan beberapa aspek, disebutkan bahwa
didalam setiap program dijelaskan mengenai :
a. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.
17
b. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.
c. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.
d. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
e. Strategi pelaksanaan.
C. Implementasi Program
1. Pengertian Implementasi Program
Implementasi merupakan suatu proses yang sangat penting ketika
berbicara penerapan program baik itu yang bersifat sosial atau dalam dunia
Pendidikan. Konsep dasar dari implementasi program adalah mengacuh
pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
suatu keputusan. Implementasi program merupakan salah satu tahapan
penting dalam siklus kebijakan publik secara keseluruhan. Untuk itu dapat
dilihat dari beberapa pendapat dibawah tentang implementasi program.
Merille S. Grindle (dalam Tresiana dan Duadji, 2017:46)
menyatakan bahwa implementasi program merupakan proses umum
tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.
Sementara Tresiana dan Duadji (2017:48) memahami implementasi
program sebagai kegiatan mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver
policy output) yang dilakukan oleh para pelaksana kepada kelompok sasaran
sebagai upaya mewujudkan tujuan program atau kebijakan.
Adapun menurut Nugroho (2014:657), implementasi program atau
kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. Implementasi program merupakan langkah-langkah
18
pelaksanaan kegiatan dalam upaya mencapai tujuan dari program itu
sendiri, Jones (dalam Arif Rohman 2009:101-102) menyebutkan
implementasi program merupakan salah satu komponen dalam suatu
kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Winarno (2005:101) implementasi program merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan
teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan program guna
meraih dampak tujuan yang diinginkan. Sedangkan menurut Dwijowijoto
(2004:158) implementasi program pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Model efektifitas implementasi program yang ditawarkan oleh
Kertonegoro (2004:17), menyebutkan empat faktor dalam melaksanakan
suatu kebijakan yakni: komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-
kecenderungan atau tingkah laku dan struktur birokrasi.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program
Rondinelli (dalam Subarsono, 2005:101) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor
tersebut diantaranya :
a. Kondisi lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi program, yang
dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial kultural serta
keterlibatan penerima program.
19
b. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan
dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan
kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
c. Sumberdaya organisasi untuk implementasi program
Implementasi program perlu didukung sumberdaya baik sumberdaya
manusia (human resources) maupun sumberdaya non manusia (non
human resources).
d. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah
mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan
yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
Berdasarkan faktor-faktor diatas yaitu kondisi lingkungan,
hubungan antar organisasi, sumberdaya organisasi untuk implementasi
program, karakteristik dan kemampuan agen pelaksana merupakan hal
penting dalam mempengaruhi suatu implementasi program. Faktor-faktor
tersebut akan menghasilkan kinerja dan dampak suatu program yaitu sejauh
mana suatu program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan,
mengetahui bagaimana perubahan kemampuan administratif pada
organisasi lokal serta berbagai keluaran dan hasil yang lain.
3. Model Implementasi Program
20
Implementasi program atau kebijakan dapat dilihat dari berbagai
perspektif atau pendekatan. Suharsono mengemukakan untuk melihat
keefektifan implementasi ada banyak model yang dapat digunakan dari
beragam perspektif para ahli diantaranya :
a. Model implementasi George Edward III
Model George Edward III menjelaskan bahwa masalah
implementasi terlebih dahulu dikemukakan dari dua pertanyaan pokok,
yakni: faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi
kebijakan atau program dan faktor apa yang menghambat keberhasilan
implementasi program. Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut, oleh
Edward dirumuskan empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi program yaitu:
• Komunikasi
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan atau
program dikomunikasikan dengan para organisasi atau publik.
Implementasi program akan berjalan secara efektif bila mereka yang
melaksanakan program mengetahui apa yang harus mereka lakukan
sehingga tujuan dan sasaran program dapat dicapai sesuai dengan
yang diharapkan. Hal ini menyangkut proses penyampaian
informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang
disampaikan.
• Sumber daya
21
Sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam
mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Indikator-indikator
yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya dapat
berjalan dengan baik meliputi empat komponen yaitu staf yang
cukup (jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan guna
pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna
melaksanakan tugas atau tanggung jawab dan fasilitas yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan.
• Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki
implementor. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik,
maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik, jika
implementasi suatu kebijakan ingin efektif maka para pelaksana
kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dihadapi
tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya,
sehingga dalam praktiknya tidak menjadi bias.
• Struktur organisasi
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya
kerjasama banyak orang. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-
aspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan
antara unit-unit organisasi dan sebagainya. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur
22
operasi (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Keempat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi
yang berjalan secara simultan dan saling berpengaruh satu sama lain dalam
pandangan George Edward III.
b. Model David L. Weimer dan Aidan R. Vining
Weimer dan Vining menjelaskan bahwa ada tiga variabel besar yang
dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yaitu:
• Logika dari suatu kebijakan. Ini dimaksudkan agar suatu kebijakan
yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis.
• Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan, tersebut akan
mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program. Yang
dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik,
ekonomi dan fisik atau geografis.
• Kemampuan implementor. Keberhasilan suatu kebijakan dapat
dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari
implementor kebijakan atau program.
c. Model Van Meter dan Van Horn
Meter dan Horn menjelaskan bahwa implementasi program berjalan
secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan
23
publik. Karena itu pada model ini dimasukkan empat variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
• Aktifitas pengamatan dan komunikasi interorganisasional
Implementasi yang efektif memerlukan standar dan tujuan
program dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab
agar implementasi tercapai, maka perlu melibatkan komunikasi
yang konsisten dengan maksud mengumpulkan informasi.
Komunikasi antara organisasi merupakan hal yang kompleks
penyampaian informasi kebawah pada suatu organisasi atau
organisasi yang satu ke organisasi yang lain, mau atau tidak
komunikator baik secara sengaja atau tidak.
• Karakteristik pelaksana
Struktur birokrasi dianggap karakteristik, norma dan pola
hubungan dalam eksekutif yang memiliki aktual atau potensial
dengan apa yang dilakukan dalam kebijakan, lebih jelasnya
karakteristik berhubungan dengan kemampuan dan kriteria staf
tingkat pengawas (kontrol) hirarkis terhadap keputusan-keputusan
sub unit dalam proses implementasi.
• Kondisi ekonomi, sosial dan politik
Pada waktu implementasi kebijakan tidak terlepas dari
pengaruh ekonomi, sosial, dan politik (ekosospol). Pengaruh faktor
ini memiliki efek yang menonjol terhadap keberhasilan aktivitas
pelaksana.
24
• Disposisi atau sikap pelaksana
Variabel ini menyangkut masalah persepsi-persepsi
pelaksana dalam juridis dimana kebijakan atau program
disampaikan. Ada tiga unsur yang mempengaruhi pelaksanaan
dalam implementasi program:
o Kognisi (pemahaman dan pengetahuan).
o Arah respon pelaksana terhadap implementasi menerima atau
menolak.
o Intensitas dari respon pelaksana.
d. Model Implementasi David C. Korten
Model implementasi program menurut David C. Korten harus
meliputi tiga elemen yang disebutnya dengan model kesesuaian melalui
pendekatan proses pembelajaran. Korten menitik beratkan model ini
pada tiga elemen yakni program itu sendiri, pelaksanaan program dan
kelompok sasaran. Ketiga unsur implementasi program menurut korten
yaitu:
• Program
Menurut Korten harus ada kesesuaian antara program dengan
apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran. Untuk itu indikator
suatu program yang baik memuat beberapa aspek diantaranya:
25
o Adanya tujuan yang ingin dicapai secara jelas.
o Adanya kebijakan-kebijakan yang diambil dalam mencapai
tujuan.
o Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
o Adanya strategi dalam pelaksanaan.
• Organisasi pelaksana
Korten mengatakan bahwa harus ada kesesuaian antara
program dengan organisasi pelaksana yaitu kesesuaian antara tugas
yang diisyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi
pelaksana.
• Kelompok sasaran
Menurut Korten harus ada kesesuaian antara kelompok
sasaran dengan organisasi pelaksana untuk dapat memperoleh hasil
program yang sesuai dengan kelompok sasaran program.
D. Jumat Ibadah
Secara bahasa ibadah berarti taat, tunduk, menurut, mengikut dan doa.
Bisa juga diartikan menyembah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-
Dzariyat : 56 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku”. Menurut Jumhur ulama
mengatakan bahwa ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang
disukai Allah dan yang diridhainya, baik berupa perkataan maupun
perbuatan baik terang-terangan maupun diam-diam. Sedangkan menurut
ulama tauhid mengatakan bahwa ibadah adalah mengesahkan Allah SWT
26
dengan sungguh-sungguh dan merendahkan serta menundukkan jiwa
setunduk-tunduknya.
Menurut ulama fiqih ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang
bertujuan memperoleh keridhoan Allah SWT dan mendambakan pahala
darinya di akhirat. Ibadah merupakan rangkaian perbuatan yang disukai
oleh Allah, sebab semua ibadah pada dasarnya merupakan panggilan
ketaqwaan.
Secara garis besar ibadah dibagi menjadi 2 macam yaitu : ibadah
mahdah (ibadah yang ketentuannya pasti) yakni ibadah yang ketentuan dan
pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nash dan merupakan sari ibadah
kepada Allah SWT seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan yang
kedua adalah ibadah amah (umum) yakni semua perbuatan yang
mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah
SWT.
Ibadah merupakan perkara yang sakral. Artinya tidak ada suatu bentuk
ibadah pun yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al Quran dan sunnah.
Semua bentuk ibadah harus memiliki dasar apabila ingin melaksanakannya
karena apa yang tidak disyariatkan berarti bid`ah. Sebagaimana yang telah
diketahui bahwa setiap bid`ah adalah sesat. Menurut Syaikh Dr. Shali Bin
Fauzan Bin Abdullah amalnya ditolak dan tak diterima, bahkan ia berdosa
karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat bukan taat. Adapun syarat
diterimahnya ibadah yaitu: ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik
besar dan kecil, dan sesuai dengan tuntutan Rasul.
27
Adapun syarat diterimanya ibadah oleh Allah SWT, kita harus memiliki
sifat sebagai berikut:
• Ikhlas, artinya hendaknya ibadah yang kita kerjakan itu bukan
mengharap pemberian dari Allah, tetapi semata-mata karena
perintah dan ridhanya.
• Meninggalkan riya, artinya beribadah bukan karena malu kepada
manusia atau dilihat orang lain.
• Bermuraqabah, artinya yakin bahwa Tuhan itu selalu melihat dan
ada disamping kita sehingga kita bersikap bosan kepadanya.
• Jangan keluar dari waktunya, artinya mengerjakan ibadah dalam
waktu tertentu, sedapat mungkin dikerjakan diawal waktu.
Adapun pengertian jumat ibadah merupakan kegiatan ibadah yang
ruting dilakukan pada hari jumat pagi biasanya dilakukan jam 08.00-10.00
yang berisi beberapa kegiatan antara lain, pengajian, ceramah agama, dan
doa bersama yang dilakukan diseluruh instansi-instansi di wilayah
kabupaten Gowa baik di lingkup pemerintahan kabupaten, kecamatan
ataupun kepelosok desa-desa di kabupaten Gowa.
1. Tujuan Jumat Ibadah
Kegiatan jumat ibadah di kabupaten Gowa memiliki beberapa tujuan
diantaranya, yaitu sebagai berikut :
28
a. Untuk senantiasa mendoakan kabupaten Gowa agar tetap aman dan
kondusif serta terhindar dari bencana alam.
b. Untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allat SWT.
c. Untuk membangun kualitas sumber daya manusia yang beriman dan
bertakwa di kabupaten Gowa untuk masa yang akan datang. Terang
bupati Gowa Adnan Purichta IYL.
2. Manfaat Atau Dampak Jumat Ibadah
Adapun beberapa manfaat atau dampak jumat ibadah yang dilaksanakan
setiap hari jumat adalah sebagai berikut :
a. Terciptanya sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa dan selalu
mengingat Allah SWT dalam segala hal.
b. Terciptanya karakter moral sejak dini dalam diri setiap siswa.
c. Terciptanya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.
3. Bentuk-bentuk Kegiatan Jumat Ibadah
Bentuk-bentuk pelaksanaan kegiatan pencerahan qalbu jumat ibadah
yaitu :
a. Ceramah agama/diskusi agama
b. Dzikir dan doa bersama
c. Tadarrus Al-Qur`an
d. Kegiatan keagamaan lainnya yang bernilai agama
4. Metode Pelaporan Kegiatan Jumat Ibadah
Pelaksanaan kegiatan pencerahan qalbu jumat ibadah
dikoordinasikan dengan Bidang Pembinaan Keagamaan Dinas Sosial,
29
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Gowa. Kemudian melaporkan
kegiatan pencerahan qalbu jumat ibadah kepada Bupati Gowa melalui
Bidang Pembinaan Keagamaan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan
Transmigrasi Kabupaten Gowa.
Adapun alasan penulis memilih Desa Mandalle sebagai objek
penelitian dikarenakan rutinnya dilaksanakan jumat ibadah setiap
minggunya dan banyaknya tokoh agama dan pengurus Muhammadiyah
untuk mengetahui bagaimana tanggapan mereka tentang program jumat
ibadah itu sendiri.
E. Kerangka Pikir
Implementasi adalah penerapan atau pelaksanaan sebuah program yang
sudah dirumuskan, implementasi juga bisa diartikan sebagai tindakan untuk
menjalankan rencana yang telah dibuat. Didalam sebuah pelaksanaan suatu
program ada beberapa faktor-faktor yang menjadi pendukung ataupun
penghambat dalam pelaksanaannya, sehingga karena itu penulis terjun
langsung meneliti bagaimana pengimplementasian program jumat ibadah
dengan menggunakan indikator dari Korten (dalam Suharsono, 2005) yaitu:
program, organisasi pelaksana, dan kelompok sasaran. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat melalui bagan kerangka pikir dibawah ini :
Gambar 1 : Bagan Kerangka Pikir
Indikator
1. Program
2. Organisasi
pelaksana
3. Kelompok sasaran
Implementasi Program
Faktor Pendukung
Regulasi
Terjalinnya Koordinasi
dengan pihak yang
terkait
Dilibatkannya para
imam serta organisasi
Faktor Penghambat
Kurangnya
Komunikasi Ke
Masyarakat
Kurangya Kesadaran
Masyarakat Terhadap
Program
30
F. Fokus Penelitian
Fokus pada penelitian ini adalah Implementasi Program Pencerahan
Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa dengan indikator program, organisasi pelaksana, dan kelompok
sasaran.
G. Deskripsi Fokus Penelitian
Implementasi Program Jumat Ibadah Yang Baik di Desa Mandalle
Bentuk-bentuk pelaksanaan kegiatan
pencerahan qalbu jumat ibadah yaitu :
a. Ceramah Agama/Diskusi Agama
b. Dzikir dan doa Bersama
c. Tadarrus Al-Qur`an
d. Kegiatan keagamaan lainnya yang
bernilai agama
31
Dari kerangka pikir penelitian, yang menjadi fokus penelitian saya
adalah bagaimana hasil implementasi program pencerahan qalbu jumat
ibadah dengan menggunakan beberapa indikator diantaranya yaitu :
a. Program
Program yang dijalankan haruslah memiliki kesesuaian dengan apa
yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran. Sehingga program jumat
ibadah yang dirumuskan dapat berjalan sesuai yang diharapkan guna
untuk mencapai tujuan dari program tersebut.
b. Organisasi pelaksana
Kesesuaian antara program jumat ibadah dengan organisasi pelaksana
yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program jumat
ibadah tersebut dengan kemampuan organisasi pelaksana sehingga
program dapat berjalan lancar.
c. Kelompok sasaran
Harus ada kesesuaian antara kelompok sasaran program jumat ibadah
dengan organisasi pelaksana untuk dapat memperoleh hasil program
dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program jumat
ibadah tersebut.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 2 bulan dan
lokasi penelitian bertempat di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa dengan alasan karena ingin mengetahui bagaimana
Implementasi Program Pencerahan Qolbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah suatu proses penelitian yang menghasilkan deskripsi dari orang-
orang atau perilaku dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan.
Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif dimana
data dirangkumkan melalui keterangan dan bukan angka.
2. Tipe penelitian
Menggunakan tipe penelitian Fenomenologi yang dimana melalui
metode penelitian kualitatif yaitu memberikan gambaran tentang
masalah yang diteliti terkait dengan bagaimana Implementasi Program
Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa.
C. Sumber Data
1. Data primer
33
Data primer adalah data yang penulis dapat secara langsung dari
sumbernya, yaitu para informan yang menjadi objek penelitian peneliti.
Peneliti mendatangi dan melakukan wawancara langsung untuk
mendapatkan hasil atau data yang valid dari informan secara langsung
agar dalam menggambarkan hasil penelitian lebih mudah.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu suatu data yang diperoleh melalui media dengan
maksud untuk melengkapi data primer seperti buku, artikel, internet
atau jurnal ilmiah yang saling berkaitan dari objek yang diteliti
sehingga penelitian lebih akurat.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi yang diteliti. Penentuan
informan dilakukan secara purposive sampling, artinya memilih langsung
informan yang lebih mengetahui tentang masalah yang akan diteliti.
Tabel 1 : Informan Penelitian
No Nama Jabatan Jumlah
1 Najamuddin, SH. MH Kepala Bidang Pembinaan
Keagamaan Dinas Sosial 1
2 Zainal Naro Kepala Desa Mandalle 1
3 Hudri Lawang, S.Ag Tokoh Agama 1
4 Irwan, S.Ag Tokoh Agama 1
5 Nur Fajri, SE Masyarakat 1
6 Hasbi Masyarakat 1
7 Nur Jihad Masyarakat 1
Total Informan 7
34
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi, yaitu pengamatan secara langsung terhadap objek yang
diteliti, berlokasi di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa.
2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada informan berdasarkan pertanyaan yang telah
disiapkan oleh peneliti terkait dengan Implementasi Program
Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa.
3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumentasi dapat dibedakan menjadi dokumen primer (dokumen
yang ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa), dan
dokumen sekunder (jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang
selanjutnya ditulis oleh orang ini).
F. Teknik Analisis Data
1. Data Reduction (reduksi data)
Reduksi data adalah analisis data yang dilakukan dengan memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya. Data yang diperoleh didalam lapangan
dituliskan/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci.
35
2. Data Display (penyajian data)
Penyajian data adalah data yang diperoleh dikategorisasikan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat narasi.
3. Conclusion Drawing/Verification (penyimpulan dan verifikasi)
Penyimpulan dan verifikasi adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi dari data yang diperoleh, kemudian dikategorikan, dicari
tema dan polanya kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya.
G. Keabsahan Data
Penelitian kualitatif, data bisa dikatakan akurat ketika terjadi
keselarasan antara yang dilaporkan dengan apa yang perbedaan antara yang
sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Untuk menguji kebenaran
informasi pada metodologi ini dapat digunakan uji kredibilitas. Untuk
menguji kredibilitas suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu sebagai berikut :
1. Perpanjangan Pengamatan
Hal ini dilakukan ketika peneliti masih menemukan kekeliruan dari hasil
penelitiannya sehingga mengharuskan untuk melakukan peninjauan
36
kembali ke lokasi penelitian sehingga bisa mendapatkan informasi yang
lebih akurat lagi dari apa yang sudah didapatkan sebelumnya.
2. Meningkatkan Ketekunan
Lebih mencermati hal yang ingin diteliti dengan cara lebih memfokuskan
diri pada hal yang ingin diteliti sehingga lebih sistematis dan lebih jelih
lagi untuk melihat apakah data yang dikumpulkan itu benar atau salah.
3. Triangulasi
Pengujian kebenaran informasi dengan berbagai cara dan berbagai
kondisi berupa pengujian kebenaran serta akurasi data harus dengan
berbagai cara. Hal ini dilakukan dengan tiga triangulasi, yaitu sebagai
berikut :
a. Triangulasi Sumber Data, adalah menggali kebenaran informasi
tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Misalnya selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa
menggunakan observasi terlibat, dokumen tertulis, arsip, dokumen
sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau
foto yang berkaitan dengan program jumat ibadah. Masing-masing
cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang
selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula
mengenai fenomena yang diteliti.
b. Triangulasi Teknik, berarti peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber data yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif,
37
wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data yang
sama secara serempak.
c. Triangulasi Waktu, yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik
melihat kondisi sikologis informan yang dinilai berdasarkan waktu
wawancara antara pagi, siang, dan sore hari.
4. Analisis Kasus Negatif
Analisis kasus yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kasus yang
sebenarnya dalam jangka waktu tertentu apabila pada waktu itu tidak
ditemukan lagi data yang lain atau data yang bertentangan maka data
yang diperoleh dianggap benar dan dijadikan sebagai referensi dari
berbagai media atau penelitian.
5. Menggunakan Bahan Referensi
Hal ini dilakukan dengan cara memperlihatkan bukti berupa gambar
ataupun suara rekaman antara peneliti dan informan penelitian sehingga
ada bukti yang jelas atau kongkret bahwa peneliti betul-betul terjun
langsung kelapangan atau lokasi penelitian untuk melakukan penelitian
dan data yang dikumpulkan adalah data yang berdasarkan penelitian
bukan hanya asumsi peneliti atau opini.
6. Mengadakan Membercheck
Hal ini dilakukan berupa pengevaluasian data kembali oleh peneliti atas
data yang diperoleh dari informan apakah jawaban yang diberikan
informan sesuai dengan pertanyaan peneliti atau tidak sehingga data
yang terkumpul lebih kredibel lagi dan akurat.
38
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Gambaran Umum Kabupaten Gowa
Kabupaten Gowa berada pada 119.3773° Bujur Barat dan 120.0317°
Bujur Timur serta, 5.0829342862° Lintang Utara dan 5.577305437°
Lintang Selatan, dimana wilayahnya terletak dibagian selatan Provinsi
Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 1.883,33 km² atau setara dengan
3,01% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan.
Kabupaten yang berada pada bagian selatan Provinsi Sulawesi
Selatan ini berbatasan dengan 7 kabupaten lain, yaitu sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Bone
• Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai, Bantaeng dan Jeneponto
• Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto
• Sebelah Barat : Kota Makassar dan Kabupaten Takalar
Keadaan geografis wilayah kabupaten Gowa terdiri atas dataran
tinggi seluas 1.509,87 km² atau setara dengan 80,17% yang meliputi
sembilan kecamatan yakni Tinggimoncong, Parigi, Parangloe, Tompobulu,
Tombolopao, Bungaya, Biringbulu, Bontolempangan, dan Manuju.
Sedangkan dataran rendah 373.46 km² atau setara dengan 19,83% yang juga
terdiri dari sembilan kecamatan yaitu Somba Opu, Pallangga, Pattalassang,
40
Bontomarannu, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat, Bontonompo, dan
Bontonompo Selatan.
Gambar 2 : Peta Wilayah Kabupaten Gowa
Dari total luas wilayah kabupaten Gowa 35,30% mempunyai
kemiringan tanah diatas 40° yaitu pada wilayah kecamatan Parangloe,
Tinggimoncong, Bungaya, Bontolempangan, dan Tompobulu. Dengan
bentuk topografi wilayah yang sebagian besar berupa dataran tinggi,
wilayah kabupaten Gowa dilalui oleh 15 sungai besar dan kecil yang sangat
potensial sebagai sumber tenaga listrik dan untuk pengairan. Salah satu
diantaranya sungai terbesar di Sulawesi Selatan adalah sungai Jeneberang
dengan luas 881 km² dengan Panjang 90 km.
Untuk lebih jelasnya gambaran umum kecamatan yang ada dalam
wilayah kabupaten Gowa berdasarkan komposisi luas dan jarak dari
41
sungguminasa sebagai Ibukota Kabupaten Gowa dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2 : Ibu Kota Kecamatan, Jarak dan Luas Kecamatan Tahun
2015
No Kecamatan Ibu Kota
Kecamatan
Jarak Dari
Ibu Kota Kab. Luas
1 Bontonompo Tallayang 16 km 30,39 km²
2 Bontonompo
Selatan
Pabundukang 30 km 29,24 km²
3 Bajeng Kalebajeng 12 km 60,09 km²
4 Bajeng Barat Borimatangkasa 15,80 km 19,04 km²
5 Pallangga Mangngalli 2,45 km 19,04 km²
6 Barombong Kanjilo 6,5 km 20,67 km²
7 Somba Opu Sungguminasa 0,00 km 28,09 km²
8 Bontomarannu Borongloe 9 km 52,63 km²
9 Pattalassang Pattalassang 13 km 84,96 km²
10 Parangloe Lanna 27 km 221,26 km²
11 Manuju Bilalang 20 km 91,90 km²
12 Tinggimoncong Malino 59 km 142,87 km²
13 Tombolo Pao Tamaona 90 km 251,82 km²
14 Parigi Majannang 70 km 132,76 km²
15 Bungaya Sapaya 46 km 175,53 km²
16 Bontolempangan Bontoloe 63 km 142,46 km²
17 Tompobulu Malakaji 125 km 132,54 km²
18 Biringbulu Lauwa 140 km 218,84 km²
Sumber : sekretariat DPRD Kabupaten Gowa 2016
Di atas aliran sungai Jeneberang oleh pemerintah kabupaten Gowa
yang bekerja sama dengan pemerintah Jepang, telah membangun proyek
multifungsi DAM BILI-BILI dengan luas +2415 km² yang dapat
menyediakan air irigasi seluas +2415 Ha, konsumsi air bersih (PAM) untuk
masyarakat kabupaten Gowa dan Makassar sebanyak 35.000.000 m² dan
untuk pembangkit listrik tenaga yang berkekuatan 16,30 Mega Watt.
42
Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, kabupaten Gowa
hanya mengenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Biasanya musim kemarau dimulai pada bulan juni hingga September,
sedangkan musim hujan dimulai pada bulan desember hingga maret.
Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa
peralihan yaitu bulan april sampai mei dan bulan oktober sampai november.
Berdasarkan data dalam angka bahwa penduduk kabupaten Gowa
pada tahun 2015 tercatat sebanyak 747.257 jiwa yang terdiri 259.048 jiwa
penduduk laki-laki dan 488.209 jiwa penduduk perempuan. Dengan
demikian jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding dengan
jumlah penduduk laki-laki. Pertumbuhan penduduk kabupaten Gowa pada
kurung waktu tahun 2010-2015 bertambah sebanyak 15.407 jiwa pertahun.
Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa
jumlah penduduk kabupaten Gowa pada pertengahan tahun 2018 berjumlah
760.607 jiwa yang terdiri dari 374.425 jiwa laki-laki dan 386.182 jiwa
perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3 : Jumlah Penduduk Kabupaten Gowa Menurut Kecamatan
Dan Jenis Kelamin Pertengahan Tahun 2018
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Bontonompo 20.186 22.091 42.277
2 Bontonompo Selatan 14.619 16.012 30.631
3 Bajeng 34.041 34.785 68.826
4 Bajeng Barat 11.989 12.668 24.657
5 Pallangga 62.507 63.827 126.334
6 Barombong 19.837 20.298 40.135
7 Somba Opu 85.986 86.108 172.094
43
8 Bontomarannu 17.504 17.744 35.248
9 Pattalassang 12.080 11.942 24.022
10 Parangloe 8.994 9.435 18.429
11 Manuju 7.256 7.763 15.019
12 Tinggimoncong 11.650 11.943 23.593
13 Tombolopao 14.682 14.263 28.945
14 Parigi 6.591 7.358 13.949
15 Bungaya 8.151 8.738 16.889
16 Bontolempangan 6.776 7.433 14.209
17 Tompobulu 14.832 16.044 30.876
18 Biringbulu 16.744 17.730 34.474
Jumlah 374.425 386.182 760.607
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa 2018
Visi merupakan wujud atau bentuk masa depan yang diharapkan
rumusan visi mencerminkan kebutuhan yang fundamental dan sekaligus
merefleksikan dinamika pembangunan diberbagai aspek. Dalam konteks itu
kabupaten Gowa menetapkan visi sebagaimana tertuang dalam pola dasar
pembangunan kabupaten Gowa dalam rumusan Terwujudnya Gowa yang
handal dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat dan penyelenggaraan
pemerintahan, sebagai upaya mewujudkan visi jangka Panjang dan visi
konsistensi pemerintah daerah sehingga tercipta kesinambungan arah
pembangunan. Memperhatikan kewenangan ekonomi daerah sesuai
Undang-undang No 23 Tahun 2014 serta memperhatikan perkembangan
lingkungan strategis posisi kabupaten Gowa yang berbatasan langsung
dengan kota Makassar sebagai daerah pengembang dan peningkatan
kualitas masyarakat di kawasan timur Indonesia.
Visi yang dirumuskan pemerintah kabupaten Gowa tahun 2016-
2021 adalah terwujudnya Gowa yang handal dalam peningkatan kualitas
44
hidup masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan. Sejalan dengan visi
tersebut dirumuskan misi kabupaten Gowa tahun 2016-2021 sebagai
berikut:
• Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat
• Meningkatkan interkoneksitas wilayah dan keterkaitan sektor ekonomi
• Meningkatkan penguatan kelembagaan dan peran masyarakat
• Meningkatkan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik
• Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang mengacuh pada
kelestarian lingkungan hidup.
Pemerintah kabupaten Gowa secara bertahap melakukan upaya-upaya
perubahan melalui kebijakan pembagunan yang mendorong percepatan
meningkatkan daya saing daerah. Kebijakan pembangunan daerah
dilakukan secara terpadu, terarah dan bersinergi dengan kebijakan
pemerintah tingkat atas. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan
pembangunan tersebut pemerintah daerah menetapkan skala prioritas
pembangunan daerah yang meliputi berbagai sector pembangunan dengan
senantiasa mengedepankan asas pemerataan, proporsionalitas, dan
keberpihakan pada kepentingan untuk masyarakat. Hal ini dimaksud untuk
memberi dampak kemajuan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat.
1. Gambaran Umum Kecamatan Bajeng Barat
45
Kecamatan Bajeng Barat merupakan salah satu kecamatan di
kabupaten Gowa yang merupakan kecamatan hasil pemekaran dari
kecamatan Bajeng. Daerah kecamatan Bajeng Barat merupakan daerah
dataran rendah dengan luas 19,03 km² dan berdasarkan Peraturan Daerah
(perda) Kabupaten Gowa Nomor 7 Tahun 2005 kecamatan Bajeng Barat
membawahi 7 desa yaitu Desa Gentungan, Manjalling, Mandalle,
Kalemandalle, Borimatangkasa, Bontomanai dan Tanabangka, Ibu kota
kecamatan Bajeng Barat sendiri adalah Romangbone Desa Borimatangkasa.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 4 : Luas Tiap Desa Di Kecamatan Bajeng Barat
No Desa Luas Wilayah (Km²)
1 Gentungan 3,30
2 Tanabangka 2,40
3 Borimatangkasa 3,12
4 Mandalle 1,98
5 Manjallling 3,48
6 Kalemandalle 2,96
7 Bontomanai 1,79
Jumlah 19,03
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa 2018
Adapun batas-batas kecamatan Bajeng Barat, yaitu sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kecamatan Bajeng dan Kecamatan Barombong
• Sebelah Timur : Kecamatan Bajeng
• Sebelah Selatan : Kecamatan Bontonompo
• Sebelah Barat : Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
46
Gambar 3 : Peta Wilayah Kecamatan Bajeng Barat
Sedangkan jumlah penduduk di kecamatan Bajeng Barat sampai
pada pertengahan 2018 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Gowa yaitu 24.657 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 11.989 jiwa dan
perempuan 12.668 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini :
Tabel 5 : Jumlah Penduduk Kecamatan Bajeng Barat Menurut
Desa dan Jenis Kelamin Pertengahan 2018
No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Gentungan 2.699 2.904 5.603
2 Tanabangka 1.687 1.815 3.502
3 Borimatangkasa 1.653 1.738 3.391
4 Mandalle 1.436 1.522 2.958
5 Bontomanai 1.122 1.181 2.303
47
6 Manjalling 1.809 1.860 3.669
7 Kalemandalle 1.583 1.648 3.231
Jumlah 11.989 12.668 24.657
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa 2018
Penduduk Kecamatan Bajeng Barat pada umumnya berorofesi
sebagai petani, sedangkan secara sektor non pertanian umumnya bergerak
pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan cukup besar hal ini dapat dilihat dari kontribusi
penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang setiap tahunnya
mencapai 100%.
Fasilitas Pendidikan di kecamatan Bajeng Barat sendiri terbilang
cukup lengkap karna tersedia beberapa SD/MIS, SMP/MTs, dan
SMA/SMK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 6 : Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Bajeng Barat
2020
No Desa SD/MIS SMP/MTS SMA/SMK Jumlah
1 Gentungan 4 - 1 5
2 Tanabangka 3 1 - 4
3 Borimatangkasa 2 2 - 4
4 Mandalle 2 1 - 3
5 Bontomanai 2 - - 2
6 Manjalling 2 - 1 3
7 Kalemandalle 3 - - 3
Sumber : Observasi Langsung
Sehubungan dengan Visi Kabupaten Gowa diatas, maka dirumuskan
Visi Kecamatan Bajeng Barat yakni “Terwujudnya Kualitas Hidup
Masyarakat Dengan Pelayanan Prima Profesional Dan Transfaran Dalam
48
Penyelenggaraan Pemerintahan”. Visi Kecamatan Bajeng Barat dijabarkan
kedalam beberapa misi, yaitu sebagai berikut :
➢ Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi bidang pemerintahan,
pembangunan, pelayanan umum, pembinaan desa, ketentraman, dan
ketertiban serta kesekretariatan.
➢ Meningkatkan keberdayaan masyarakat.
➢ Mengembangkan usaha ekonomi masyarakat dan keluarga.
Adapun tujuan dan sasaran kecamatan Bajeng Barat berdasarkan
misinya adalah sebagai berikut:
➢ Tujuan Misi 1
Meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan di kecamatan
dan kelurahan/desa, dengan sasaran: meningkatnya kualitas
penyelanggaraan pelayanan publik pemerintah kecamatan dan
kelurahan/desa.
➢ Tujuan Misi 2
Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat kecamatan dan
kelurahan/desa, dengan sasaran: meningkatnya keberdayaan
kelembagaan masyarakat kecamatan dan kelurahan/desa.
➢ Tujuan Misi 3
Mengembangkan kegiatan-kegiatan usaha ekonomi masyarakat dan
keluarga, dengan sasaran: berkembangnya kegiatan usaha ekonomi
produktif masyarakat dan keluarga.
49
2. Gambaran Umum Desa Mandalle
Desa Mandalle pada mulanya berasal dari gabungan beberapa
kampung diantaranya yaitu Bontomanai, Minasabaji (Tamattia), kampung
Tunirannuang (Maccinikondo), Mattoanging (sekarang dikenal dengan
Dusun Mattoanging), kampung Binabbasa dan kampung Passimbungang
(Dusun Passimbungan) keempat kampung tersebut dulu masih dikenal satu
desa yakni Desa Mandalle.
Kelima kampung tersebut sebelum menjadi satu Desa masih
menjadi bagian dalam wilayah Desa Mandalle yang dipimpin oleh kepala
Desa H. Burhanuddin. SKM kemudian pada tahun 2004 Desa Mandalle di
mekarkan mejadi satu Desa yaitu Desa Bontomanai dan kampung
Mattoanging tetap masuk dalam wilayah desa Mandalle sedangkan
kampung Passimbungan, masuk dalam wilayah persiapan Bontomanai dan
kepala desa yang terpilih adalah Bachtiar Jalling. Kemudian pada tahun
2005 resmilah Desa Bontomanai berdiri dan Mandalle juga berdiri dengan
tetap membawah nama Mandalle sedangkan dari segi fisik Desa
Bontomanai mengambilnya karena nama Desa pindah sedangkan fisik tetap
Bontomanai, disitulah Mandalle secara finansial mulai membenahi diri,
dengan berusaha membangun kantor Desa tahun 2012 bulan juli Kantor
Desa Mandalle berdiri sampai sekarang.
Kondisi Geografis Desa Mandalle merupakan salah satu dari 7 Desa
di wilayah Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa yang terletak 3 km
50
kearah timur dari ibu kota kecamatan Bajeng Barat. Desa Mandalle
mempunyai luas wilayah seluas 222,22 km², letak wilayah dan luas wilayah
berdasarkan letak geografis wilayah Desa Mandalle berada antara Desa
Kalemandalle LS Desa Bontomanai BT dengan batas-batas sebagai
berikut:
• Sebelah Utara : Desa Kalemandalle
• Sebelah Timur : Desa Manjalling
• Sebelah Selatan : Desa Bontomanai
• Sebelah Barat : Desa Bontosunggu (Kabupaten Takalar)
Gambar 4 : Peta Wilayah Desa Mandalle
Secara geografis Desa Mandalle mempunyai iklim tropis yang
umumnya mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim
51
penghujan. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanah
yang ada di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat.
Secara topografi, Desa Mandalle adalah daerah dataran rendah
dengan luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat
dikelompokkan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian,
kegiatan ekonomi dan lain-lain dengan luas ±222,22 km² yang terdiri dari:
• Sawah : 132.96 Ha
• Tanah bukan sawah : 85,78 Ha
• Pekarangan/pemukiman : 27,01 Ha
• Tegal/kebun : 12,30 Ha
• Fasilitas sosial dan ekonomi : 32,12 Ha
Secara administrasi wilayah Desa Mandalle terdiri dari 21 RT dan 9
RW, meliputi 4 Dusun dengan kondisi topografi demikian, Desa Mandalle
variasi ketinggian antara 0,0 M sampai dengan 2,40 M dari permukaan laut.
Demografi berdasarkan data administrasi pemerintah desa, jumlah
penduduk desa Mandalle yang tercatat secara administrasi berjumlah 2883
jiwa pada tahun 2017. Adapun rincian jumlah penduduk Desa Mandalle
berdasarkan jenis kelamin ditiap dusun dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7 : Jumlah Penduduk Desa Mandalle Berdasarkan Jenis Kelamin
Tiap Dusun Tahun 2017
No Dusun Laki-laki Perempuan Total
52
1 Minasa Baji 644 646 1290
2 Pare`balang 207 205 412
3 Tunirannuang 208 228 436
4 Mattoanging 377 368 745
Jumlah 1436 1447 2883
Sumber : Profil Desa Mandalle 2017
Sedangkan pada pertengahan tahun 2018 menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Gowa jumlah penduduk Desa Mandalle
berjumlah 2958 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1436 jiwa dan
perempuan berjumlah 1522 jiwa. Sedangkan jumlah warga miskin di Desa
Mandalle pada tahun 2017 sebanyak 154 orang terdiri dari 4 dusun. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 8 : Jumlah Warga Miskin Di Desa Mandalle Tahun 2017
No Dusun Laki-laki Perempuan Total
1 Minasa Baji 25 28 53
2 Pare`balang 24 26 50
3 Tunirannuang 10 11 21
4 Mattoanging 14 16 30
Jumlah 73 81 154
Sumber : RPJM 2017-2022 Desa Mandalle
Adapun Visi Desa Mandalle yaitu “Terwujudnya Pemerintaha Desa
Yang Berkualitas Makmur Dan Mandiri Yang Didukung Sarana Dan
Prasarana Jalan Desa Dan Pertanian Dengan Mengedepankan Asas
Musyawarah Untuk Mufakat”. Sedangkan Misi desa Mandalle diuraikan
dibawah ini :
• Mewujudkan pemerintahan desa yang berwibawa, tertib dan transparan
• Membangun infrastruktur lingkungan desa yang memadai
53
• Mewujudkan perekonomian dan pertanian menuju kesehjateraan warga
desa
• Menciptakan masyarakat yang mempunyai sumber daya manusia yang
handal.
B. Implementasi Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa
Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
Hasil penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana Implementasi
Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan
Bajeng Barat Kabupaten Gowa yang mengacuh pada indikator
implementasi program menurut David C. Korten dalam (Suharsono, 2005)
yaitu tentang program itu sendiri harus ada kesesuaian dengan apa yang
dibutuhkan oleh kelompok sasaran, organisasi pelaksana yaitu kesesuaian
antara tugas yang diisyaratkan oleh program, dan kelompok sasaran untuk
dapat memperoleh hasil program yang sesuai. Adapun uraian penelitian ini
dikemukakan sebagai berikut :
1. Program
Suatu program dapat direalisasikan jika ada kesesuaian antara
program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran, suatu
program dapat dikatakan baik jika memiliki tujuan yang ingin dicapai secara
jelas, adanya kebijakan-kebijakan yang diambil dalam mencapai tujuan
serta adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
Salah satu program unggulan yang ada di kabupaten Gowa ialah
program Jumat Ibadah. Program jumat ibadah ini sendiri sudah lama
54
dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten Gowa, hal ini dibenarkan
dalam hasil wawancara yang dilaksanakan dengan informan N selaku
Kepala Bidang Pembinaan Keagamaan Dinas Sosial Kabupaten Gowa
mengatakan bahwa :
“Program Jumat Ibadah ini pertama kali dilaksanakan mulai tahun
2005 pada masa awal atau periode pertama pemerintahan Alm. H.
Ichsan Yasin Limpo” (Hasil wawancara informan N, tanggal 12
Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa program jumat
ibadah pertama kali dimulai pada tahun 2005 atau pemerintahan awal Ichsan
Yasin Limpo. Lebih jauh Kepala Bidang Pembinaan Keagamaan Dinas
Sosial Kabupaten Gowa kembali menambahkan :
“Alasan yang mendorong Alm H. Ichasan Yasin Limpo untuk
membuat program jumat ibadah ini ialah karena ingin meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan aparat pemerintah, lanjut informan N
mengatakan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan jumat ibadah
ini ialah mencanangkan tahun 2020 sebagai tahun keagamaan dan
mengeluarkan surat edaran sholat tepat waktu, serta banyak program
lain yang muncul yaitu satu hafidz satu desa, menjadikan imam desa
dan dusun menjadi penghafal al quran. Proses pelaksanaan jumat
ibadah dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan biasa
dilaksanakan di jumat pertama dan ketiga dalam sebulan tapi inipun
dikondisikan ketika ada hambatan di jumat pertama maka
dilaksanakan di jumat kedua tapi yang jelas dilaksanakan dua kali
sebulan, adapun anggaran yang digunakan dalam program jumat
ibadah ini pada awal pelaksanaannya masuk dalam APBD baru pada
tahun 2018 pembiayaan jumat ibadah untuk tingkat kabupaten dan
kecamatan masih masuk APBD sedangkan untuk tingkat desa dan
kelurahan masuk ADD dan dana kelurahan dan untuk pelaksanaan
di sekolah masuk dianggaran dana bos” (Hasil wawancara informan
N, tanggal 12 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui alasan yang
melatarbelakangi terciptanya program jumat ibadah ini adalah ingin
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan aparat pemerintah serta adanya
55
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten dalam
mencapai tujuan program jumat ibadah serta banyaknya program-program
keagamaan yang lahir dari dasar program jumat ibadah tersebut.
Program jumat ibadah ini sendiri dilaksanakan dua kali dalam
sebulan biasa dilaksanakan di jumat pertama dan jumat ketiga. Adapun
proses pembiayaan atau anggaran jumat ibadah pada awal pelaksanaan ialah
masuk pada dana APBD dan baru pada tahun 2018 pelaksanaan di desa atau
kelurahan masuk di ADD atau dana kelurahan sedangkan untuk pelaksanaan
jumat ibadah dilingkungan sekolah anggarannya bersumber dari dana BOS.
Hal itu dibenarkan oleh informan ZN selaku kepala desa Mandalle
mengatakan bahwa :
“Anggaran yang digunakan dalam program jumat ibadah ini berasal
dari ADD sebanyak 6.000.000 tiap tahunnya dengan akumulasi
500.000 perbulan, dan 250.000 tiap pelaksanaannya” (Hasil
wawancara informan ZN, tanggal 6 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa anggaran yang
digunakan dalam pelaksanaan program jumat ibadah di desa Mandalle
sebesar 6.000.000 setahun atau 500.000 perbulan yang bersumber dari dana
desa atau ADD. Lebih jauh informan ZN selaku kepala desa Mandalle
mengatakan bahwa :
“pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle melibatkan semua
elemen, dan biasa dilaksanakan dua kali dalam sebulan, satu kali
dilaksanakan di wilayah kantor desa dan satu kali di dusun-dusun
dalam wilayah desa Mandalle. Jumat ibadah yang dilangsungkan di
wilayah kantor desa biasa bertempat di Mesjid karena dalam lokasi
kantor desa ada masjid sedangkan yang dilangsungkan di dusun-
dusun bertempat di rumah warga atau tokoh masyarakat. Adapun isi
56
jumat ibadah biasanya ceramah agama/siraman qalbu, tadarrus al
quran, dzikir bersama dan terkadang dalam pelaksanaan jumat
ibadah ini berisi sosialisasi-sosialisasi. Pemateri yang dipanggil oleh
pemerintah desa biasanya uztadz-uztadz atau tokoh agama ditiap
dusun dalam wilayah desa Mandalle tapi terkadang juga biasanya
ada dari pihak polsek, puskesmas dan dari BNN.” (Hasil wawancara
informan ZN, tanggal 6 Januari 2021).
Dari hasil wawancara dengan informan ZN selaku kepala desa
Mandalle dapat diketahui berapa jumlah anggaran yang digunakan dalam
program jumat ibadah, dan isi dari jumat ibadah yang ternyata bukan hanya
siraman qalbu, tadarrus al quran, dzikir bersama tapi juga berisi sosialisasi
yang berguna untuk masyarakat, yang lokasi berlangsungnya jumat ibadah
yang tidak hanya dilaksanakan di kantor desa tapi juga dilaksanakan di tiap-
tiap dusun dalam wilayah desa Mandalle, serta pemateri dalam pelaksanaan
jumat ibadah bukan hanya uztadz-uztadz atau tokoh agama tapi terkadang
juga ada pihak-pihak lain yang terlibat.
Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana program jumat ibadah di
desa Mandalle maka peneliti melakukan wawancara dengan beberapa tokoh
agama yang ada di desa Mandalle, salah satunya informan HL selaku tokoh
agama yang ada di desa Mandalle mengemukakan bahwa :
“Program jumat ibadah yang selalu dilaksanakan dua kali dalam
sebulan di desa Mandalle sangat bagus karna melibatkan semua
elemen masyarakat karena pelaksanaannya yang bukan hanya di
kantor desa tapi juga di rumah masyarakat di tiap-tiap dusun dan
memberikan banyak manfaat bagi masyarakat setempat” (Hasil
wawancara informan HL, tanggal 9 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan HL diketahui bahwa
pelaksanaan program jumat ibadah di desa Mandalle rutin dilaksanakan dua
57
kali dalam sebulan dan selalu melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya
serta terkadang dilaksanakan di rumah warga disetiap dusun dalam wilayah
desa Mandalle sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari
program jumat ibadah tersebut. Hal senada juga disampaikan informan I
selaku tokoh agama sekaligus koordinator program jumat ibadah yang
mengemukakan bahwa :
“pelaksanaan program jumat ibadah di desa Mandalle sudah berjalan
dengan baik karena rutinnya diadakan dua kali sebulan sehingga
dapat memberikan pemahaman keagamaan ke masyarakat luas
dikarenakan isi jumat ibadah yang berisi siraman qalbu dan tadarrus
al quran, selain itu jumat ibadah juga dijadikan tempat sosialisasi
program-program keagamaan lainnya agar masyarakat dapat
mengetahui program-program yang lainnya” (Hasil wawancara
informan I, tanggal 9 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwasanya program
jumat ibadah yang dilaksanakan dua kali dalam sebulan di desa Mandalle
dapat memberikan pemahaman tentang nilai-nilai keagamaan, selain itu dari
pelaksanaan program jumat ibadah juga membuat masyarakat mengetahui
program-program pemerintah lainnya dikarenakan dalam pelaksanaan
program jumat ibadah juga dirangkaikan dengan sosialisasi program-
program lainnya.
Untuk mengetahui apakah masyarakat juga tahu tentang program
jumat ibadah yang dilaksanakan di desa Mandalle maka peneliti melakukan
wawancara dengan beberapa masyarakat, salah satunya informan NF yang
mengatakan bahwa :
58
“ya saya tahu tentang jumat ibadah ini karena aparat pemerintah desa
juga biasa mengajak saya jadi sayapun biasa hadir ditiap
pelaksanaannya yang kalau tidak salah biasa dilaksanakan dua kali
dalam sebulan, yang biasanya berisi ada ceramah agama, pengajian
serta dzikir dan doa bersama” (Hasil wawancara informan NF,
tanggal 7 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa dalam
pelaksanaan program jumat ibadah di desa Mandalle langsung aparat
pemerintah desa yang mengajak masyarakat untuk terlibat dalam
pelaksanaannya, sehingga masyarakat merasa menjadi bagian penting
dalam program jumat ibadah di desa Mandalle dan mengetahui ap aitu jumat
ibadah dan isi dari program jumat ibadah tersebut. Namun hal berbeda
diungkapkan oleh informan H selaku masyarakat di desa Mandalle
menyatakan bahwa :
“saya tidak tahu tentang jumat ibadah ini, karena saya juga tidak
pernah diundang kalau di laksanakan, yang saya tahu biasa ada
penyampaian-penyampaian dari polsek mengenai keamanan atau
lain hal” (Hasil wawancara informan H, tanggal 7 Januari 2021)
Dari hasil wawancara dengan informan H selaku masyarakat
diketahui bahwa masih ada masyarakat yang tidak mengetahui tentang
adanya program jumat ibadah di desa Mandalle dikarenakan beberapa
masyarakat merasa tidak pernah dapat penyampaian ataupun undangan dari
aparat pemerintah desa mengenai kegiatan pelaksanaan program jumat
ibadah. Sedangkan informan NJ selaku masyarakat desa Mandalle
mengemukakan bahwa :
“saya tahu tentang pelaksanaan jumat ibadah yang dilaksanakan
pemerintah desa tapi saya tidak pernah hadir karena saya kira jumat
ibadah ini hanya dilaksanakan untuk pegawai pemerintah desa saja
59
bukan untuk masyarakat” (Hasil wawancara informan NJ, tanggal 7
Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa ada beberapa
masyarakat yang mengetahui tentang adanya program jumat ibadah yang
dilaksanakan di desa Mandalle, tetapi tidak memahami bahwasanya
program tersebut juga ditujukan kepada masyarakat bukan hanya untuk
aparat pemerintah saja sehingga hal ini mengakibatkan masyarakat tidak
ingin terlibat didalam pelaksanaan jumat ibadah tersebut. Hal ini disebabkan
akan kurang jelasnya informasi yang diterima masyarakat dari pemerintah
desa.
2. Organisasi Pelaksana
Harus ada kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana
yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan
kemampuan organisasi pelaksana agar suatu program dapat berjalan lancar.
Organisasi pelaksana yang bertanggung jawab dalam program jumat ibadah
haruslah jelas dan terstruktur mulai dari tingkat pemerintah kabupaten
sampai ke pelosok desa sehingga dalam proses pelaksanaan program dapat
berjalan baik dan proses pelaporan berjalan lancar. Dan untuk mengetahui
hal ini peneliti melakukan wawancara dengan informan N selaku kepala
bidang pembinaan keagamaan dinas sosial kabupaten Gowa
mengemukakan bahwa :
“pelaksanaan program jumat ibadah di desa itu kami membentuk
koordinator jumat ibadah di desa dan koordinator inilah yang
membantu kami disini untuk mengkoordinasikan dengan
60
stakeholder yang terlibat tentang jadwal serta pelaporan jumat
ibadah di desa ke dinas sosial” (Hasil wawancara informan N,
tanggal 12 Januari 2021).
Dari hasil wawancara dengan informan N dapat diketahui bahwa
dinas sosial dalam hal ini bidang pembinaan keagamaan membentuk
koordinator di kecamatan maupun di desa untuk mengkoordinasikan dengan
stakeholder yang terlibat dan untuk memberikan pelaporan kegiatan
program jumat ibadah di desa Mandalle. Dan untuk mengetahui bagaimana
organisasi pelaksana di desa Mandalle maka peneliti melakukan wawancara
dengan informan ZN selaku kepala desa Mandalle mengatakan bahwa :
“Kami pemerintah desa Mandalle selaku pelaksana program jumat
ibadah di desa mengeluarkan kebijakan untuk melibatkan
organisasi-organisasi seperti ranting muhammadiyah serta
organisasi karang taruna ataupun PKK maupun masyarakat yang ada
serta tokoh agama di desa untuk terlibat langsung. Dan berkoordinasi
dengan koordinator program jumat ibadah yang ada di desa. Kami
juga selalu memberikan teguran kepada aparat pemerintah desa yang
sering tidak hadir dalam pelaksanaan jumat ibadah” (Hasil
wawancara informan ZN, tanggal 6 Januari 2021).
Dari hasil wawacara diatas maka dapat diketahui bahwa pemerintah
desa Mandalle selaku organisasi pelaksana program jumat ibadah selalu
melibatkan organisasi-organisasi keagamaan serta organisasi kepemudaan
maupun tokoh agama yang ada di desa Mandalle dalam mengeluarkan
kebijakan mengenai program jumat ibadah, serta selalu berkoordinasi
dengan koordinator jumat ibadah yang ada di desa sebagai perpanjang
tangan dari dinas sosial dan dapat diketahui pula bahwasanya kepala desa
Mandalle selalu memberi teguran atau mengingatkan aparat pemerintah
desa yang tidak hadir didalam pelaksanaan program jumat ibadah. Dan
61
untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan tokoh agama dalam
pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle maka peneliti melakukan
wawancara dengan informan I selaku tokoh agama sekaligus koordinator
program jumat ibadah mengemukakan bahwa :
“kinerja pemerintah desa dalam pelaksanaan program jumat ibadah
di desa Mandalle sudah bagus karena ditiap pelaksanaannya selalu
dihadiri oleh semua aparat pemerintah desa, dan selalu berkoordinasi
dengan saya selaku koordinator program jumat ibadah dalam hal
jadwal pelaksanaan serta pemilihan uztadz untuk siraman qalbu,
bahkan biasanya kepala desanya langsung yang membawakan saya
laporan pelaksanaanya jadi pelaporannya ke dinas sosial bidan
pembinaan keagamaan tidak pernah telat dan bahkan baru-baru ini
saya dianugerahi penghargaan koordinator program jumat ibadah
terbaik” (Hasil wawancara informan I, tanggal 9 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kinerja
aparat pemerintah desa selaku organisasi pelaksana program jumat ibadah
di desa Mandalle sudah baik dikarenakan keaktifan aparat pemerintah desa
untuk hadir didalam pelaksanaan jumat ibadah, serta selau berkoordinasi
dengan koordinator jumat ibadah dalam hal pemilihan uztadz atau tokoh
agama yang akan memberikan siraman qalbu maupun dalam jadwal serta
tempat pelaksanaan jumat ibadah. Bahkan dalam hal ini menurut pemaparan
informan I diketahui bahwa kepala desa Mandalle sendiri yang
menyerahkan laporan kegiatan program jumat ibadah ke koordinator jumat
ibadah kemudian diteruskan ke dinas sosial sehingga tidak pernah
ditemukan adanya masalah pelaporan dalam kegiatan jumat ibadah yang
berlangsung di desa Mandalle. Sedangkan informan HL selaku tokoh agama
yang lain di desa Mandalle mengatakan bahwa :
62
“kinerja aparat pemerintah desa Mandalle selaku pelaksana program
jumat ibadah sudah cukup baik karena selalu melibatkan organisasi
keagamaan lain seperti ranting Muhammadiyah, karang taruna serta
tokoh agama yang ada di desa untuk mengajak masyarakat rutin
mengikuti jumat ibadah setiap pelaksanaannya, hanya saja terkadang
ada satu dua orang aparat pemerintah desa yang tidak hadir” (Hasil
wawancara informan HL, tanggal 9 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa kinerja aparat
pemerintah desa sudah baik karena selalu melibatkan organisasi seperti
ranting Muhammadiyah yang ada di desa, serta selalu mengajak para tokoh
agama yang ada di desa untuk berperan penting dalam pelaksanaan jumat
ibadah, bentuk peran tokoh agama dalam hal ini adalah dengan
mensosialisasikan atau mengajak masyarakat untuk ikut terlibat dalam
kegiatan jumat ibadah serta memberikan siraman qalbu dalam pelaksanaan
program jumat ibadah di desa.
Untuk mengetahui bagaimana kinerja organisasi pelaksana program
jumat ibadah di desa Mandalle peneliti melakukan wawancara dengan
masyarakat yang ada di desa Mandalle, seperti informan NF selaku
masyarakat mengatakan bahwa :
“aparat pemerintah desa sudah bagus dalam hal pelaksanaan jumat
ibadah karena saya juga selaku masyarakat dilibatkan dalam hal
pelaksanaannya seperti biasa pemilihan tempat dilaksanakannya
jumat ibadah yang berlangsung di dusun-dusun biasanya di
diskusikan terlebih dahulu” (Hasil wawancara informan NF, tanggal
7 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kinerja
aparat pemerintah desa dalam pelaksanaan program jumat ibadah sudah
baik dikarenakan selalu dilibatkannya masyarakat secara langsung mulai
63
dari pemelihan lokasi tempat yang akan dipakai untuk berlangsungnya
program jumat ibadah yang diadakan di dusun-dusun dalam wilayah desa
Mandalle. Sedangkan informan H sebagai salah satu masyarakat di desa
Mandalle memberi pernyataan yang berbeda :
“saya tidak tahu bagaimana kinerja aparat desa mengenai
pelaksanaan jumat ibadah karena saya sendiri tidak tahu mengenai
pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle ini” (Hasil wawancara
informan H, tanggal 7 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa masih ada
beberapa masyarakat yang tidak mengetahui tentang adanya program jumat
ibadah di desa Mandalle hal ini dikarenakan sosialisasi yang dilakukan oleh
aparat pemerintah desa Mandalle belum menyentuh seluruh masyarakat
yang ada di desa Mandalle. Adapun informan NJ selaku masyarakat desa
Mandalle mengemukakan bahwa :
“kinerja aparat pemerintah desa dalam hal pelaksanaan jumat ibadah
mungkin bagus karena saya lihat pemerintah desa selalu
menyediakan fasilitas seperti tempat dilaksanakannya, tapi untuk
lebih lanjut saya kurang tahu karena saya tidak tahu kalau jumat
ibadah ditujukan untuk semua elemen masyarakat” (Hasil
wawancara informan NJ, tanggal 7 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas diketahui pula bahwa pemerintah desa
sebagai organisasi pelaksana program jumat ibadah di desa Mandalle selalu
memfasilitasi kegiatan program jumat ibadah tersebut namun ada juga
masyarakat yang tidak mengetahui bahwasanya program jumat ibadah juga
ditujukan untuk semua masyarakat hal ini diakibatkan karena kurang
jelasnya komunikasi yang sampai ke masyarakat.
3. Kelompok Sasaran
64
Harus ada kesesuaian antara kelompok sasaran dengan organisasi
pelaksana, program yang dilaksanakan harus memiliki target atau kelompok
sasaran yang jelas agar tujuan dari suatu program dapat tercapai. Target atau
kelompok sasaran dari program jumat ibadah yang dilaksanakan di
kabupaten Gowa terkhusus di desa Mandalle haruslah jelas. Dan untuk
mengetahui hal itu maka peneliti melakukan wawancara dengan informan
N selaku kepala bidang pembinaan keagamaan dinas sosial kabupaten Gowa
yang mengemukakan bahwa :
“Target atau kelompok sasaran utama program jumat ibadah pada
awalnya difokuskan hanya pada staf atau aparat pemerintahan
kabupaten Gowa karena kapan kualitas keimanan pegawai sudah
bagus maka akan menurunkan nilai-nilai yang baik pada masyarakat,
kemudian pada tahun berikutnya mulai dilaksanakan untuk staf
pemerintahan di lingkup kecamatan dan baru pada tahun berikutnya
lagi mulai dilaksanakan untuk staf pemerintahan di lingkup desa atau
kelurahan, dan seiring berjalannya waktu karena dilihat dari
kebutuhan masyarakat, maka diturunkan juga di masyarakat melalui
kecamatan dan desa atau kelurahan, baru pada tahun 2016 mulai
dilaksanakan di sekolah-sekolah baik di sekolah naungan diknas
maupun naungan depag” (Hasil wawancara informan N, tanggal 12
Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa sasaran
utama program jumat ibadah pada awalnya hanya difokuskan untuk staf
atau pegawai pemerintahan dilingkup kabupaten saja baru setahun
kemudian diturunkan ke aparat pemerintah tingkat kecamatan kemudian
dilanjutkan ke tingkat desa, namun kemudian setelah melihat kondisi
masyarakat dan merujuk ke Surat Instruksi Bupati yang sepertinya pas dan
sudah dapat menerima program ini maka diturunkan pula ke masyarakat dan
65
dilanjutkan ke lingkungan sekolah dengan target sasaran untuk siswa-siswi.
Kemudian informan N kembali menambahkan bahwa :
“sebenarnya standar penilaian jumat ibadah ini tidak dapat diukur
kasat mata karena berkenaan dengan kualitas keimanan dan
ketaqwaan kita masing-masing, tapi ada juga beberapa manfaat
jumat ibadah untuk staf pemerintahan yang dapat dilihat seperti
sekarang yang dulu pegawai pemerintahan perempuan yang
beragama islam hampir sekitar 50% tidak memakai jilbab sekarang
alhamdulillah mungkin 99% sudah memakai semua dan yang kedua
sudah tepat waktu semua sholatnya dan bertambahnya jamaah sholat
di Masjid kantor. Dan saya rasa program ini juga sudah tepat
dilaksanakan di masyarakat karena kita juga semua butuh cas untuk
hati, dan kami harap program ini juga terus berlanjut meski ada
pergantian pimpinan” (Hasil wawancara informan N, tanggal 12
Januari 2021).
Dari hasil wawancara dengan informan N selaku kepala bidang
pembinaan keagamaan dinas sosial dapat diketahui bahwa standar penilaian
program jumat ibadah tidak dapat diukur dengan kasat mata karna sifatnya
yang tidak berbentuk fisik namun ada beberapa manfaat nyata yang dapat
dilihat mulai dari kesadaran berpakaian perempuan untuk memakai jilbab
dan membiasakan diri untuk sholat tepat waktu dan berjamaah di Masjid.
Serta sudah tepatnya program jumat ibadah ini diturunkan ke masyarakat
karena masyarakat juga butuh siraman qalbu dan untuk menambah wawasan
tentang keagamaan.
Dan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan target sasaran
program jumat ibadah di desa Mandalle maka dilakukan wawancara dengan
informan ZN selaku kepala desa Mandalle mengemukakan bahwa :
“Kelompok sasaran program jumat ibadah ini mencakup semua
elemen mulai dari pegawai pemerintah desa, tokoh agama,
66
masyarakat serta siswa-siswi di sekolah dalam wilayah desa
Mandalle, pelaksanaan jumat ibadah juga biasanya bukan cuma
siraman qalbu, tadarrus serta dzikir dan doa bersama tapi kami juga
terkadang memberikan sosialisai dengan mendatangkan pihak
polsek, BNN dan dari pihak puskesmas. Biasanya target sasaran
jumat ibadah yang dirangkaikan dengan sosialisasi dari pihak polsek
ataupun BNN adalah di sekolah-sekolah karena untuk memberikan
pemahaman ke siswa-siswi tentang bahaya kenakalan remaja dan
bahaya narkotika untuk generasi mudah sedangkan untuk dari pihak
puskesmas kami rangkaikan dengan pelaksanaan jumat ibadah di
dusun-dusun untuk memberikan pemahaman ke masyarakat luas
untuk selalu menjaga lingkungan, serta banyaknya manfaat yang
didapat terkhusus untuk pegawai pemerintah desa sendiri seperti
meningkatnya kualitas pelayanan sehingga komplain masyarakat
mengenai pelayanan desa menurun” (Hasil wawancara informan
ZN, tanggal 6 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa target sasaran
program jumat ibadah di desa Mandalle adalah pegawai pemerintah desa
sendiri, masyarakat serta siswa-siswi di sekolah-sekolah yang ada di
wilayah desa Mandalle, serta pelaksanaannya yang terkadang dirangkaikan
dengan sosialiasi atau memberikan pemahaman-pemahaman yang berguna
di masyarakat ataupun untuk siswa-siswi sebagai generasi penerus bangsa.
Serta manfaat nyata yang didapat dari pelaksanaan jumat ibadah ini yaitu
meningkatnya kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah desa kepada
masyarakat. Untuk mengetahui manfaat dari pelaksanaan jumat ibadah di
desa Mandalle terhadap kelompok sasaran maka dilakukan pula wawancara
dengan tokoh agama yang ada di desa Mandalle yaitu informan HL
mengatakan bahwa :
“Ada beberapa manfaat yang didapat dari pelaksanaan jumat ibadah
di desa Mandalle ini yaitu seperti bertambahnya pemahaman agama
di masyarakat serta bertambahnya juga jamaah sholat di Masjid-
masjid, anak-anak atau siswa-siswi dapat diperkenalkan akhlak dan
67
moral yang baik serta menanamkan nilai-nilai keagamaan sejak dini”
(Hasil wawancara informan HL, tanggal 9 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan HL diketahui
manfaat dari program jumat ibadah yaitu pemahaman masyarakat tentang
keagamaan bertambah hal ini berpengaruh dengan jamaah sholat di masjid
yang meningkat serta dapat ditanamkannya akhlak dan moral yang baik
kepada siswa-siswi di sekolah di desa Mandalle, hal ini juga dapat membuat
siswa-siswi bangga diperkenalkan nilai-nilai keagamaan sejak dini.
Sedangkan informan I sebagai tokoh agama di desa Mandalle sekaligus
koordinator program jumat ibadah mengatakan pula bahwa :
“Manfaat yang dapat dilihat dari program jumat ibadah ini ialah
munculnya kesadaran beragama sehingga banyak masyarakat yang
aktif dalam kegiatan keagamaan yang ada di desa Mandalle” (Hasil
wawancara informan I, tanggal 9 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dengan tokoh agama diketahui bahwa
dampak dari program jumat ibadah terhadap masyarakat ialah munculnya
kesadaran beragama dalam diri masyarakat sehingga minat masyarakat
untuk aktif dalam kegiatan keagamaan yang ada di desa meningkat atau
bertambah. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa
masyarakat di desa Mandalle guna untuk mengetahui manfaat yang didapat
oleh masyarakat dari program jumat ibadah ini, informan NF selaku
masyarakat mengatakan :
“Ada banyak manfaat yang saya dapat dari program jumat ibadah
yang sering saya ikuti ini seperti pemahaman mengenai agama saya
bertambah, mulai terbiasa sholat tepat waktu dan membiasakan diri
berjamaah di Masjid, serta selalu mengingat Allah dalam setiap
kegiatan sehari-hari. Dan semenjak saya sering mengikuti jumat
68
ibadah ini saya lihat juga pelayanan di kantor desa meningkat dan
mampu membangun komunikasi antara pemerintah dengan
masyarakat” (Hasil wawancara NF, tanggal 7 Januari 2021).
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan NF selaku
masyarakat diketahui bahwa ada beberapa manfaat yang didapatkan oleh
masyarakat dari program jumat ibadah ini yaitu seperti bertambahnya
wawasan mengenai keagamaan serta timbulnya kesadaran untuk dapat
melaksanakan sholat tepat waktu dan berjamaah di masjid. Bahkan manfaat
dari program jumat ibadah juga berdampak baik antara masyarakat dengan
pemerintah desa dikarenakan terbangunnya komunikasi melalui program
jumat ibadah tersebut. Adapun informan H selaku masyarakat desa
Mandalle mengemukakan hal yang berbeda bahwa :
“manfaat dari pelaksanaan jumat ibadah ini saya rasa tidak ada untuk
saya karena saya juga baru tahu mengenai program ini” (Hasil
wawancara informan H, tanggal 7 Januari 2021)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan informan H dapat
diketahui bahwa informan H sama sekali tidak mendapatkan manfaat dari
program jumat ibadah sebab informan H tidak pernah terlibat dalam
pelaksanaan jumat ibadah karena baru mengetahui tentang adanya program
tersebut. Sedangkan pernyataan yang hampir sama dikemukakan oleh
informan NJ selaku masyarakat mengatakan bahwa :
“saya tidak rasakan manfaat dari jumat ibadah ini karena saya sendiri
tidak pernah terlibat dipelaksanaannya karena selama ini saya kira
program jumat ibadah hanya ditujukan untuk pegawai pemerintah
desa saja” (Hasil wawancara informan NJ, tanggal 7 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa karena tidak
pernah terlibat dalam pelaksanaan jumat ibadah sehingga informan NJ tidak
69
merasakan dampak atau manfaat dari program jumat ibadah hal ini
disebabkan karena kurangnya informasi atau penyampaian yang jelas dari
pemerintah sehingga informan NJ mengira bahwa program jumat ibadah
hanya ditujukan untuk aparat pemerintah desa saja bukan untuk masyarakat
sehingga ada beberapa masyarakat yang tidak pernah hadir dalam
pelaksanaan jumat ibadah.
Secara keseluruhan Implementasi Program Pencerahan Qalbu Jumat
Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa yang
mengacuh pada indikator implementasi program David C. Korten dalam
(Suharsono, 2005) yaitu program itu sendiri, organisasi pelaksana yang
sesuai dengan tugas yang disyaratkan program serta target atau kelompok
sasaran yang tepat. Menunjukkan bahwa ketiga aspek tersebut sudah
berjalan atau terpenuhi dengan baik meskipun terdapat sedikit kelemahan.
Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek
program sudah terpenuhi seperti alasan dilaksanakannya program tersebut,
adanya kebijakan-kebijakan yang diambil dalam mencapai tujuan serta
adanya anggaran yang digunakan dalam pelaksanaannya.
Sementara dari segi organisasi pelaksana yang jelas dan terstruktur
mulai dari pemerintah kabupaten hingga ke tingkat desa saling bersinergi
dan selalu berkoordinasi serta kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh
program hal ini dibuktikan dengan pelaporan yang selalu tepat waktu dan
tidak pernah ada masalah dalam hal pelaporannya. Kemudian pada aspek
70
target atau kelompok sasaran program yang sudah jelas dan tepat
dilaksanakan untuk siapa sehingga tujuan dari program dapat tercapai.
Adapun kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu masih
kurangnya sosialisasi progam mengenai jumat ibadah ini sehingga
masyarakat merasa kurang dilibatkan dalam pelaksanaan pencerahan qalbu
jumat ibadah yang dilaksanakan di desa Mandalle, bahkan ada juga
masyarakat yang tidak tahu tentang adanya program jumat ibadah tersebut.
C. Faktor-faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Dalam Program
Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa
Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pada
Implementasi Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa, maka dapat dilihat dari segala
hal yang mendukung dan mendorong pengimplementasian program jumat
ibadah di desa Mandalle. Sementara faktor penghambat dilihat dari berbagai
kendala yang ditemukan dalam proses pengimplementasian program jumat
ibadah di desa Mandalle. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Faktor Pendukung
Untuk memperoleh gambaran mengenai hal-hal yang mendukung
dan mendorong Implementasi Program Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di
Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa, maka peneliti
71
melakukan wawancara dengan informan N selaku kepala bidang pembinaan
keagamaan dinas sosial mengatakan bahwa :
“salah satu yang menjadi faktor pendukung dalam implementasi
program jumat ibadah ialah dengan adanya Surat Instruksi Bupati
No 2 Tahun 2016 tentang kegiatan jumat ibadah ini sehingga kita
dalam pelaksanaannya mempunyai dasar” (Hasil wawancara
informan N, tanggal 12 Januari 2021).
Dari hasil wawancara dengan informan N selaku kepala bidang
pembinaan keagamaan dinas sosial kabupaten Gowa dapat diketahui bahwa
salah satu faktor yang mendukung terlaksananya program jumat ibadah ini
adalah deengan adanya dasar hukum pelaksanaannya yang tertuang dalam
Surat Instruksi Bupati. Selanjutnya untuk mengetahui hal-hal yang
mendorong pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle maka peneliti
melakukan wawancara dengan informan ZN selaku kepala desa di desa
Mandalle yang mengemukakan bahwa :
“Hal-hal yang mendukung pelaksanaan jumat ibadah itu ialah
karena aparat pemerintah desa saling berkoordinasi dengan
koordinator jumat ibadah di desa serta selalu melibatkan organisasi-
organisasi seperti ranting muhammadiyah maupun karang taruna
yang ada di desa Mandalle dalam pelaksanaannya sehingga berjalan
lancar” (Hasil wawancara informan ZN, tanggal 6 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa Mandalle maka
diketahui bahwa hal-hal yang mendukung dalam pelaksanaan jumat ibadah
di desa Mandalle ialah saling bersinerginya aparat pemerintah desa dengan
koordinator jumat ibadah serta selalu melibatkan organisasi-organisasi
keagamaan yang ada di desa sehingga pelaksanaan jumat ibadah berjalan
lancar.
72
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan tokoh agama
untuk mengetahui hal-hal yang mendukung jumat ibadah di desa Mandalle,
informan HL selaku tokoh agama di desa Mandalle mengatakan bahwa :
“yang mendukung pelaksanaan jumat ibadah di desa yaitu
dilibatkannya para imam serta tokoh-tokoh agama yang ada di
dusun-dusun dalam wilayah Mandalle” (Hasil wawancara informan
HL, tanggal 9 Januari 2021).
Berdarakan wawancara yang dilakukan diatas diketahui bahwa
faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle
ialah dilibatkannya para imam maupun tokoh-tokoh agama yang ada di
dusun-dusun dalam wilayah desa Mandalle untuk terlibat sehingga
pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle berjalan lancar. Kemudian
informan I selaku tokoh agama dan koordinator jumat ibadah yang ada di
desa Mandalle mengemukakan bahwa :
“sebenarnya tiap-tiap yang terlibat itu menjadi pendukung pertama
penyelenggara kabupaten, koordinator jumat ibadah, kepala desa,
kepala dusun dan semua aparat pemerintahan yang ada di desa”
(Hasil wawancara informan I, tanggal 9 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa yang menjadi
pendukung dalam pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle adalah semua
pihak yang terlibat langsung mulai dari pemerintah desa itu sendiri,
koordinator jumat ibadah yang bertugas untuk melaporkan kegiatan jumat
ibadah di desa Mandalle ke pemerintah kabupaten dalam hal ini Dinas
Sosial, para kepala dusun yang berfungsi untuk menyampaikan ke
masyarakat tentang program jumat ibadah dan para imam atau tokoh agama
yang ada di desa Mandalle.
73
2. Faktor Penghambat
Pada penelitian ini faktor penghambat dapat dilihat dari berbagai
kendala yang ditemukan dalam proses Implementasi Program Pencerahan
Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa. Untuk mengetahui faktor penghambat tersebut maka dilakukan
wawancara dengan informan N selaku kepala bidang pembinaan keagamaan
dinas sosial mengatakan bahwa :
“untuk faktor penghambatnya saya rasa hanya dari segi pelaporan
yang biasa lambat dari koordinator” (Hasil wawancara informan N,
tanggal 12 Januari 2021).
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa hal yang
menghambat atau kendala dalam program jumat ibadah ialah pelaporan
yang terkadang lambat dari koordinator jumat ibadah. Selanjutnya untuk
mengetahui hal-hal yang menghambat dalam pelaksanaan program jumat
ibadah di desa Mandalle maka peneliti melakukan wawancara dengan
informan ZN selaku kepala desa mengemukakan bahwa :
“Hambatan atau kendala dalam program jumat ibadah ini saya rasa
dari kesadaran masyarakat yang masih kurang sehingga biasa masih
ada beberapa masyarakat yang tidak datang dalam pelaksanaan
jumat ibadah” (Hasil wawancara informan ZN, tanggal 6 Januari
2021).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan ZN selaku kepala
desa Mandalle diketahui bahwa faktor penghambat atau kendala program
jumat ibadah di desa Mandalle ialah dari segi kurangnya kesadaran
masyarakat dalam program jumat ibadah sehingga mengakibatkan adanya
beberapa masyarakat yang tidak ingin terlibat dalam pelaksanaan program
74
jumat ibadah di desa Mandalle. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara
dengan tokoh agama untuk mengetahui kendala dalam program jumat
ibadah di desa Mandalle, informan HL mengemukakan bahwa :
“saya rasa kendala dalam program jumat ibadah yang dilaksanakan
di desa Mandalle ialah masih kurangnya komunikasi atau sosialisasi
jumat ibadah dikalangan masyarakat sehingga masih ada beberapa
masyarakat yang tidak tahu mengenai program ini” (Hasil
wawancara informan HL, tanggal 9 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kendala
yang dialami dalam pelaksanaan jumat ibadah di desa Mandalle ialah
kurangnya komunikasi atau sosialisasi mengenai program jumat ibadah ke
masyarakat sehingga ada beberapa masyarakat yang belum mengetahui
tentang adanya program jumat ibadah yang dilaksanakan di desa Mandalle.
Selanjutnya informan I selaku tokoh agama sekaligus koordinator jumat
ibadah menyatakan bahwa :
“faktor penghambat dalam pelaksanaan program jumat ibadah ini
saya rasa masih banyaknya masyarakat yang cuek akan program ini,
padahal ini program banyak sekali manfaatnya” (Hasil wawancara
informan I, tanggal 9 Januari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diatas diketahui
bahwa faktor penghambat kegiatan pelaksanaan jumat ibadah di desa
Mandalle yaitu masih ada beberapa masyarakat yang kurang sadar akan
manfaat dan pentingnya program jumat ibadah yang dilaksanakan di desa
Mandalle sehingga ada beberapa masyarakat yang tidak ingin atau tidak
mau terlibat dalam pelaksanaan program jumat ibadah tersebut.
75
Secara keseluruhan faktor pendukung dan penghambat Program
Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa,
yaitu dukungan karena adanya regulasi yang jelas. Adanya dukungan
regulasi dari pemerintah kabupaten yang tertuang berdasarkan Surat
Instruksi Bupati Gowa No 2 Tahun 2016 tentang pelaksanaan program
jumat ibadah.
Kemudian yang menjadi faktor pendukung lainnya adalah saling
bersinerginya aparat pemerintah desa dengan koordinator program jumat
ibadah serta banyaknya pihak-pihak yang dilibatkan dalam pelaksanaannya
seperti imam-imam yang ada di desa Mandalle serta organisasi-organisasi
keagamaan dan kepemudaan.
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat Program Jumat Ibadah
Di Desa Mandalle yaitu masih ada beberapa masyarakat yang tidak sadar
atau kurang kesadaran akan banyaknya manfaat dari program jumat ibadah
sehingga ada beberapa masyarakat yang tidak ingin terlibat atau
berpartisipasi dalam pelaksanaan program jumat ibadah di desa Mandalle,
serta kurangnya komunikasi dengan masyarakat sehingga ada beberapa
masyarakat yang tidak mengetahui tentang program jumat ibadah.
76
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan pada
bab sebelumnya tentang Implementasi Program Jumat Ibadah Di Desa
Mandalle Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Implementasi program pencerahan qalbu jumat ibadah di desa Mandalle
dapat dilihat dari dimensi yang mencakup :
a. Program, yaitu adanya alasan yang melatarbelakangi dibuatnya
program serta adanya kebijakan yang diambil dalam mencapai
tujuan program dan anggaran yang digunakan.
b. Organisasi pelaksana yang jelas dan terstruktur mulai dari
pemerintah kabupaten hingga ke desa serta kesesuaian antara tugas
program dengan organisasi pelaksana hal ini dibuktikan dengan
bagusnya dalam hal pelaporan.
c. Adanya target atau kelompok sasaran yang jelas dari program
sehingga tujuan program dapat tercapai. Misalnya meningkatnya
pelayanan pemerintahan serta kesadaran dalam hal beragama.
2. Faktor pendukung dalam penelitian ini yaitu adanya regulasi yang
bersumber dari pemerintah daerah. Selain itu faktor pendukung lainnya
adalah terjalinnya koordinasi yang baik antara pemerintah desa dengan
koordinator program jumat ibadah serta dilibatkanya semua elemen
78
mulai dari organisasi-organisasi keagamaan dan tokoh-tokoh agama di
desa. Sedangkan faktor penghambat dalam penelitian ini adalah
kurangnya komunikasi atau sosialisasi program jumat ibadah sehingga
ada beberapa masyarakat yang belum mengetahui tentang program
jumat ibadah serta masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap
program jumat ibadah sehingga mengakibatkan ada sebagian
masyarakat yang tidak ingin terlibat atau berpartisipasi dalam
pelaksanaan program jumat ibadah tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan diatas ada beberapa
saran penulis kemukakan untuk dapat meningkatkan Implementasi Program
Pencerahan Qalbu Jumat Ibadah Di Desa Mandalle Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa, yaitu :
1. Perlu ditingkatkannya sosialisasi atau komunikasi dengan semua
elemen masyarakat tentang program jumat ibadah agar kedepannya
tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengetahui mengenai program
jumat ibadah.
2. Perlu diupayakan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat
mengenai manfaat dari program jumat ibadah agar masyarakatnya
kedepannya aktif dan selalu berpartisipasi dalam pelaksanaan program
jumat ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin 2008 : Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
A G. Subarsono. 2005 : Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Agustino, Leo. 2008 : Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Ahmad, Tahib Raya. 2003 : Menyelami Selik-Beluk Ibadah Dalam Islam. Jakarta:
Prenada Media.
Ahmad, Lukman Moh. Tahir. 2014 : “School Operational Funding To Support
School Aktivies”. International journal Of Evaluation And Research In
Education (IJERE). Volume 13, Nomor 1.
Akib, Haedar dan Antonius Tarigan. 2000 : Artikulasi Konsep Implementasi
Kebijakan : Perspektif Model Dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal.
Alwi, Hasan (ed.) 2003 : Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai
Pustaka.
Arif, Rohman. 2009 : Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendiidkan. Yogyakarta:
Laksbang Mediatama.
Arikunto, Suharsimi Dan Cepi Abdul Jabar. 2009 : Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa 2018.
Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2004 : Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi,
Dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
H. E Hassan, Saleh. 2008 : Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Indrawaty Gita Dan Mohammad Mulyadi. 2019 : Implementasi Kebijakan Program
Pembangunan Partisipatif. Bekasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI).
Keban, Yeremias. T 2004 : Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,
Teori Dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.
Kementerian Agama RI. 2015 : Al Quran Dan Terjemahannya. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
Kertonegoro, Sentanoe. 2004 : Manajemen Organisasi. Jakarta: Widya Press.
Mulyadi, Deddy. 2015 : Studi Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik. Bandung:
Alfabeta.
Pasolong, Harbani 2011 : Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Riant Nugroho. 2014 : Kebijakan Publik Di Negara-negara Berkembang.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Mandalle 2017-2022.
Setiawan, Guntur. 2004 : Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan. Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset.
Shalih Bin Abdullah. 2013 : At Tauhid Li Shaff Al Awwal Al Ali (Kitab Tauhid).
Terjemahan Agus Hasan, Lc. Jakarta: Darul Haq.
Sudjana. 2006 : Metode Statistik. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Suharsono, A. G. 2005 : Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surat Instruksi Bupati Nomor 2 Tahun 2016.
Surmayadi, Nyoman. 2005 : Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah.
Jakarta: Citra Utama.
Syahida, Agung Bayu. 2014 : Implementasi Perda Nomor 14 Tahun 2009.
Tanjungpinang. Jurnal.
Taufik. Mhd dan Isril. 2013 : Implementasi Peraturan Daerah Badan
Permusyawaratan Desa. Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2.
Tayibnapis, 2000 : Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Winarno, Budi. 2005 : Teori Dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Presindo.
Winarno, Budi. 2012 : Kebijakan Publik : Teori, Proses Dan Studi Kasus.
Yogyakarta: CAPS.
Winarno, Budi. 2002 : Teori Dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Presindo.
L
A
M
P
I
R
A
N
• Foto Dengan Kepala Bidang Pembinaan Keagamaan Dinas Sosial
• Foto Dengan Kepala Desa
• Foto Dengan Tokoh Agama
• Foto Dengan Masyarakat