implementasi peraturan daerah nomor 4 tahun 2007
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007
TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN
DI KABUPATEN KARANGANYAR
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Konsentrasi Hukum dan Kebijakan Publik
Oleh :
ERIKA DEWI SUBANDRIYO
S 310409012
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007
TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN
DI KABUPATEN KARANGANYAR
DISUSUN OLEH :
Erika Dewi Subandriyo
NIM. S 310409012
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
1. Pembimbing I Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. ………… ……….
NIP. 196011071986011001
2. Pembimbing II Aminah, SH., MH. …………. .……….
NIP. 195105131981032001
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S.
NIP. 194405051969021001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007
TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN
DI KABUPATEN KARANGANYAR
Disusun Oleh :
ERIKA DEWI SUBANDRIYO
NIM : 310409012
Telah Disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua : Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS. NIP : 194405051969021001 …………... ………..
Sekretaris :Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum NIP : 195702031985032001 ................... ..............
Anggota : 1. Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum NIP : 196011071986011001 .................... ..............
2. Aminah, SH, MH NIP : 195105131981032001 ..................... ..............
Mengetahui : Ketua Program Studi : Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS. Magister Ilmu Hukum NIP : 194405051969021001 ................ ............. Direktur Program : Prof. Dr. Suranto, MSc, PhD. Pascasarjana NIP : 195708201985031004 ................ .............
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN NAMA : ERIKA DEWI SUBANDRIYO NIM : S 310409012
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :
”Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi
Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar” adalah betul-betul karya saya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan
gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Februari 2011
Yang membuat pernyataan,
ERIKA DEWI SUBANDRIYO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul ”Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar”. Tesis ini merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan S2
Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan tesis ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan koreksi, saran dan
kritikan yang bersifat membangun guna penyempurnaan tesis ini.
Berbagai hambatan penulis hadapi dalam penyusunan tesis ini, namun
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat
diatasi. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Syamsul Hadi, dr. Sp. KJ(K), selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak M. Yamin S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S., selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah banyak memberikan petunjuk dan arahan dalam penulisan tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
7. Ibu Aminah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak
memberikan bimbingan serta pemahaman substansial selama penulisan tesis
ini.
8. Para dosen pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak memberikan bekal
ilmu pengetahuan praktis maupun teoritis.
9. Keluarga penulis yang telah memberikan semangat dan motivasi tak ternilai
guna selesainya studi penulis.
10. Rekan-rekan mahasiswa S2 angkatan Februari 2009 Konsentrasi Hukum
Kebijakan Publik, khususnya Dian, Frangko, Mbak Eni, Mbak Susi dan Teti.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna, namun demikian semoga
dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengkaji
permasalahan Retribusi.
Surakarta, Februari 2011
Penulis
ERIKA DEWI SUBANDRIYO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................. iii
PERNYATAAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
DAFTAR ISI .............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
ABSTRAK .............................................................................. x
ABSTRACT .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 10
A. Landasan Teori ....................................................................... 10
1. Kebijakan Publik dalam Pemerintah Daerah ..................... 10
2. Teori Implementasi dan Bekerjanya Hukum ..................... 17
3. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Otonomi Daerah ............ 22
4. Retribusi Ijin Gangguan sebagai Pemdapatan Daerah ....... 30
a. Pengertian Ijin, Lisensi, Konsesi dan Dispensasi ........... 30
b. Retribusi Ijin Gangguan/ Hinder ordonnantie (HO) ..... 34
c. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan
Otonomi Daerah ............................................................. 37
B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 43
C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 46
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 46
B. Sifat Penelitian ....................................................................... 47
C. Bentuk Penelitian ................................................................... 48
D. Lokasi Penelitian .................................................................... 48
E. Sumber Data ........................................................................... 49
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 51
G. Teknik Analisis Data .............................................................. 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 57
A. Hasil Penelitian ...................................................................... 57
1. Gambaran Umum Keadaan Kabupaten Karanganyar ........ 57
2. Kesesuaian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan Asas Otonomi yang
Luas, Nyata dan Bertanggung Jawab ................................. 75
3. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan
Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha ................. 86
B. Pembahasan ............................................................................ 97
1. Kesesuaian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan Asas Otonomi yang
Luas, Nyata dan Bertanggung Jawab ................................. 97
2. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan
Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha ................. 112
BAB V PENUTUP .............................................................................. 121
A. Kesimpulan ............................................................................ 121
B. Implikasi .............................................................................. 122
C. Saran .............................................................................. 122
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Teknik Analisis Data
Gambar 3 Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Karanganyar
Gambar 4 Alur Pelayanan Retribusi Ijin Gangguan Kabupaten Karanganyar
Tabel 1 Pelayanan Perijinan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRAK
Erika Dewi Subandriyo. 2010. ”Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar”. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan kesesuaian pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar dengan asas otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dan untuk mengetahui penyebab permohonan ijin retribusi tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha.
Penelitian ini termasuk penelitian hukum non doktrinal/ sosiologis, dengan konsep hukum yang dipakai adalah konsep hukum yang ke lima yaitu hukum sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial yang tampak sebagai interaksi antar mereka sehingga menggunakan metode kualitatif. Bantuk penelitian yang digunakan adalah evaluatif, karena peneliti ingin mengevaluasi program yang sedang berjalan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar telah sesuai dengan asas otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Secara substansi, Perda Nomor 4 Tahun 2007 dapat dikatakan sesuai dengan asas otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Begitu pula dari aspek struktur dan budaya masyarakat, hal tersebut terlihat dari terciptanya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat Kabupaten Karanganyar baik dari segi pelaksanaan pembangunan maupun pemberian pelayanan pemerintah kepada masyarakat Kabupaten Karanganyar. Ada beberapa penyebab permohonan ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha, dari aspek substansi dan struktur terdapat dua penyebab yaitu berakhirnya jangka waktu penyelesaian ijin dan ketidak sesuaian tempat usaha dengan potensi pembangunan Kabupaten Karanganyar seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar. Tetapi dari segi budaya masyarakat, selain kedua penyebab tersebut di atas, masyarakat juga mempunyai keterbatasan dalam bidang keuangan.
Perlu diadakannya penyuluhan yang lebih sering dari petugas mengenai pentingnya mempunyai kepemilikan ijin usaha, apabila perlu dilakukan pendekatan secara pribadi kepada masyarakat. Perlunya perubahan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan agar lebih disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Karanganyar saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ABSTRACT
Erika Dewi Subandriyo. 2010. “The Implementation of Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency”. Thesis of Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.
This research aims to describe the compatibility of the implementation of
Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency with the broad, real and responsible autonomy principle, and to find out the factors causing disapproval of retribution license application and the business license ownership document.
This study belongs to a non-doctrinal/sociological law research, with the fifth law concept used, that is, law as the manifestation of symbolic meanings of social behaviors apparent as interaction among them so that it employs a qualitative method. The format of research was an evaluative one, because the author wants to evaluate the program proceeding. The data collection was done using in-depth interview and documentation.
The result of research shows that the implementation of Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency has been compatible with the broad, real and responsible autonomy principle. Substantially, Local Regulation Number 4 of 2007 can be said as compatible with the broad, real and responsible autonomy principle. Similarly, from the aspects of society structure and culture, it can be seen from the establishment of society public orderliness and tranquility in Karanganyar regency both from the development implementation aspect and government’s service giving to the people Karanganyar Regency. There are some factors causing disapproval of interference license application and the business license ownership document. From the substance and structure aspects, there are two factors: the expired date of license accomplishment and incompatibility between the business place and the potential development of Karanganyar Regency as determined in the Local Regulation Number 2 of 1999 about the Layout Design of Karanganyar Regency’s area. Meanwhile, from the society culture aspect, in addition to those two factors above, the society also has limitation in financial sector.
There should be a frequent illumination from the officer about the importance of having business license ownership, and personal approach, if necessary, to the society. There should be an amendment to Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency in order to be adjusted with the social-economic condition of Karanganyar Regency’s people currently.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia sejak merdeka pada tahun
1945 telah mengalami berkali-kali pergantian formulasi Undang-Undang, hal
tersebut disebabkan perbedaan sudut pandang dan kepentingan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Negara Indonesia sebagai negara kesatuan
menganut sistem desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan
memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh karena itu sejak formulasi awal
undang-undang tentang pemerintahan daerah, telah dipandang perlu untuk
mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan konsep
otonomi. Hal yang membedakan antara formulasi undang-undang satu dengan
yang lain adalah bagaimana mengimplementasikan otonomi daerah tersebut
dalam kerangka desentralisasi, sentralisasi maupun dekonsentrasi
pemerintahan.
Sentralisasi dan desentralisasi adalah dua konsepsi yang selalu eksis
dalam sebuah organisasi modern, baik dalam organisasi publik maupun dalam
organisasi non publik. Dalam sebuah sistem negara (baik dalam negara federal
maupun negara kesatuan), kedua konsepsi ini bahkan menentukan derajat
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, tidak
kita temukan sebuah negara yang hidup hanya dengan sentralisasi atau hanya
dengan desentralisasi. Meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat
dalam ruang globalisasi tidak menyurutkan peran negara pusat sebagai motor
dan moderator antara negara nasional dan negara internasional. Peran negara
pusat tersebut tercakup dalam konsepsi sentralisasi.1
1 Eko Prasojo dan Teguh Kurniawan, Reformasi Birokrasi dan Good Governance : Kasus
Best Practise dari Sejumlah Daerah di Indonesia, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008, hlm.6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Di samping itu melalui
otonomi yang luas, diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk pelayanan, peningkatan
partisipasi, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bermuara pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya atas dasar kuasa peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah
yang dirumuskan dalam produk hukum daerah, baik dalam bentuk peraturan
daerah maupun keputusan kepala daerah dengan ketentuan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
kedudukannya, tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
daerah lainnya. Pemberian otonomi kepada daerah dan pemberian
kewenangan kepada daerah dalam menetapkan produk hukum daerah
dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
sesuai dengan kondisi lokalistiknya dan untuk mendekatkan jarak antara
pejabat daerah dengan masyarakatnya, sehingga terbangun suasana
komunikatif yang intensif dan harmonis.
Dengan demikian keberhasilan suatu penyelenggaraan pembangunan
pada era otonomi daerah tidak terlepas dari adanya peran serta masyarakat
secara aktif. Masyarakat daerah, baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai
individu merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem
pemerintahan daerah, karena prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Oleh sebab itu, tanggung
jawab atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesungguhnya bukan saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
berada di tangan pemerintah daerah dan aparat pelaksananya, tetapi juga
menjadi tanggung jawab masyarakat daerah yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan penyelenggaraan otonomi daerah pada masa
berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan prinsip otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang
lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dapat dilihat terdapat
perbedaan dengan formulasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan kota
didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.
Seperti yang dikatakan Nicole tentang otonomi sebagai berikut ”The
Law on government in the Regions of 1974 was replaced in 1999 by the
Regional Government Act (RGA). Pursuant to the RGA 1999, the Indonesian
government has embarked on a strong decentralization policy in almost every
policy sector. To this end, a considerable amount of governance autonomy is
granted to the Districs and Municipalities, whice are the third level of
government after the States and the Provinces.” 2 Indonesia memberlakukan
otonomi daerah mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diterapkan hampir di
semua sektor politik.
Pemerintah harus mampu memahami dan mengamati aspirasi dan
kebijakan yang berkembang di daerah agar tidak mengarah pada tuntutan yang
destruktif dan menggoyahkan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semua aspirasi dan kebijakan daerah harus dipandu ke arah aspirasi yang
positif guna memberdayakan daerah itu sendiri. Prinsip integrasi bangsa dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 harus tetap
2 Nicole Niessen, Decentralized Environmental Management, USA, 2006, hlm. 160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dipegang teguh dan dijadikan acuan dalam setiap pengambilan kebijakan, baik
di tingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.3
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah selain merupakan panduan yang nyata dalam pelaksanaan otonomi
daerah, juga merupakan politik hukum otonomi daerah. Tugas dan kewajiban
dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, penegakan
keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar daerah.
Adapun kewenangan yang diberikan merupakan sisa dari semua
kewenangan yang dimiliki pemerintah yang dirinci secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan nasional. Maksud pemberian kewenangan
tersebut adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, mendorong prakarsa dan
peran serta aktif masyarakat dalam meningkatkan pendayagunaan potensi
daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang luas,
nyata dan bertanggung jawab.4 Atas dasar inilah Undang-Undang
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah, sehingga memberi peluang kepada Daerah
agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri
sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.5
Penerapan otonomi daerah merupakan mekanisme yang memberikan
bentuk bagi transformasi sosial, politik dan ekonomi dalam pola yang harus
mencerminkan keadilan dan keserasian dua kutub yang berbeda, yaitu
pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, tidak heran jika otonomi
daerah selalu menjadi topik pembicaraan hangat. Perdebatan serius mengenai
kebijakan otonomi daerah terus berlangsung, terutama pada hal yang berkaitan
3 Hari Sabarno, Untaian Pemikiran Otonomi Daerah: Memandu Otonomi Daerah Menjaga
Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 3 4 Hari Sabarno, op.cit, hlm. 8
5 Deddy Supriyadi Bratakusumah& Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dengan konsep pendistribusian kekuasaan yang menitikberatkan pada pusat
maupun daerah.6
Tujuan pemberian otonomi luas kepada daerah adalah agar
memungkinkan daerah dapat mengatur rumah tangganya sendiri untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaran pemerintahan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, melalui otonomi
luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam system Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai konsekuensi daerah agar dapat
membiayai rumah tangganya sendiri, maka daerah diberi kewenangan untuk
menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7
Berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
1) hasil pajak daerah;
2) hasil retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Sumber pendapatan daerah tersebut, khususnya hasil retribusi daerah
merupakan salah satu pendukung utama sumber pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah.
Masalah pembangunan di daerah merupakan masalah yang penting
karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk
6 Ibid, hlm. l61 7 Pipin Syarifin&Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung, 2006, hlm. 164
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya, pemerataan pembangunan
antar daerah merupakan upaya untuk mengatasi terjadinya ketimpangan-
ketimpangan pembangunan regional selama ini. Pemerintah daerah harus
mampu menyusun strategi pembangunan daerahnya. Strategi pembangunan
daerah di Kabupaten Karanganyar adalah menciptakan masyarakat yang
mandiri serta sejahtera lahir batin, sehingga tercapai masyarakat yang adil
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping
itu dalam mengusahakan kesejahteraan serta menciptakan masyarakat adil dan
makmur di wilayah Karanganyar dibina pula hubungan antar daerah, terutama
daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar guna
mencapai keterpaduan dan keserasian pembangunan antar daerah dalam
rangka mengisi pembangunan nasional.
Sejalan dengan itu, segala upaya pembangunan di Kabupaten
Karanganyar yang dibiayai dengan dana atau dilaksanakan oleh berbagai
sumber harus terpadu dan serasi serta sesuai dengan prioritas pembangunan
sebagai upaya pemecahan masalah pokok pembangunan daerah guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sementara di sisi lain
kebutuhan pembiayaan pembangunan semakin meningkat, sedangkan
kemampuan pembiayaan berasal dari daerah sendiri masih relatif kecil.
Dengan otonomi daerah, maka daerah diberi wewenang untuk melaksanakan
beberapa kegiatan yang dibebankan kepada daerah. Ini berarti Pemerintah
Daerah perlu memiliki wewenang untuk menggali sumber-sumber penerimaan
daerah, baik wewenang untuk mengenakan pajak kepada masyarakat,
penetapan retribusi atas pelayanan masyarakat yang diadakannya, mendirikan
perusahaan-perusahaan daerah yang memiliki keuntungan, serta kewenangan
untuk menerima bantuan dari pemerintah pusat.
Pelaksanaan pemungutan retribusi daerah diatur dengan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang mengatur
mengenai ketentuan-ketentuan pokok sebagai pedoman kebijaksanaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
petunjuk daerah dalam pelaksanaan pungutan pajak dan retribusi sekaligus
menetapkan pengaturan secara rinci untuk menjamin penerapan prosedur
umum pajak dan retribusi daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah
diharapkan dapat menitikberatkan perhatiannya kepada penggalian jenis-jenis
obyek pajak dan retribusi yang potensial, sehingga dapat menunjang dan
meningkatkan pendapatan daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4139) tentang Retribusi Daearah yang
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, ijin gangguan ditetapkan menjadi salah
satu jenis retribusi perijinan tertentu. Prinsip dan sasaran penetapan struktur
dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya
penyelenggaraan pemberian ijin, disamping merupakan sumber pendapatan
daerah.
Kabupaten Karanganyar sampai dengan penelitian ini dilaksanakan
masih menggunakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 untuk mengatur
masalah Retribusi Ijin Gangguan. Retribusi Ijin Gangguan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah masuk pada
penggolongan Retribusi Perijinan Tertentu, sama dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2000 tentang Retribusi Daerah yang muncul
sebagai aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah. Meskipun demikian, secara material penting
untuk meneliti efektifitas implementasi Peraturan Daerah tersebut selama era
otonomi daerah ini, sebab Peraturan Daerah tersebut masih berlaku.
Dari uraian tersebut di atas, mendorong penulis untuk meneliti hal-hal
yang berkaitan dengan perijinan gangguan khususnya tentang Retribusi Ijin
Gangguan. Maka penulis mengajukan usulan penelitian dengan judul :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
”IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007
TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN DI KABUPATEN
KARANGANYAR”.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang tersebut, dalam hubungannya dengan studi
hukum dan upaya peningkatan pendapatan asli daerah melalui peningkatan
retribusi ijin gangguan, permasalahan yang diteliti adalah :
1. Apakah pelaksanaan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan telah sesuai dengan
prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab ?
2. Mengapa tidak semua permohonan Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten
Karanganyar mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum :
a. Untuk dapat mengetahui dalam pelaksanaan ketentuan Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di
Kabupaten Karanganyar telah sesuai dengan prinsip otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab.
b. Untuk mengetahui penyebab permohonan Retribusi Ijin Gangguan di
Kabupaten Karanganyar tidak mendapatkan persetujuan dan surat
kepemilikan ijin usaha.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum,
khususnya dalam bidang hukum kebijakan publik yang berhubungan
dengan implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang
tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar.
b. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar Magister
Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penyusunan tesis ini dibagi menjadi 2 (dua), adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan studi
ilmu hukum, khususnya pelaksanaan hukum di masyarakat.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan hukum, khususnya mengenai implementasi Peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi
Ijin Gangguan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan kebijaksanaan penarikan
retribusi daerah, khususnya retribusi ijin gangguan dalam rangka
peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Karanganyar.
b. Sebagai bahan masukan untuk Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar untuk mengeluarkan alternatif kebijaksanaan lain dalam
kaitannya dengan Retribusi Ijin Gangguan.
c. Sebagai bahan bagi masukan untuk evaluasi Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin
Gangguan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebijakan Publik dalam Pemerintahan Daerah
Definisi tentang kebijakan (policy) tidak ada pendapat yang
tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijakan negara
tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang
mewakili rakyat. Tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama
besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara, misalnya kebijakan
negara yang menaruh harapan banyak agar pelaku kejahatan dapat
memberikan pelayanan sebaik-baiknya, dari sisi lain sebagai abdi
masyarakat haruslah memperhatikan kepentingan publik.8
Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijakan
seringkali disamakan pengertiannya dengan istilah policy, hal ini
barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang
tepat istilah policy ke dalam Bahasa Indonesia. Kebijakan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata bijak, yang berarti selalu
menggunakan akal budinya; pandai; mahir; pandai bercakap-cakap, petah
lidah.9 Sedangkan kata kebijakan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana di pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.10
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan
sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek
yang terarah.11 Lebih rinci James E. Anderson memberi pengertian
8 M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara,
Jakarta, 1989, hlm. 10 9 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, hlm. 142 10 Ibid, hlm. 115 11 Subardono, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kebijakan negara sebagai kebijakan oleh badan-badan pejabat pemerintah
yang memiliki 4 (empat) implikasi sebagai berikut :
1) Kebijakan negara selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi kepada tujuan;
2) Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat
pemerintah;
3) Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah,
bukan merupakan suatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu;
4) Kebijakan negara itu bisa berupa positif dalam arti merupakan bentuk
tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bisa bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk
melakukan sesuatu.12
David Easton mengemukakan bahwa ”Policy is the authoritative
allocation of value for the whole society” (pengalokasian nilai-nilai secara
paksa dan atau sah pada seluruh anggota masyarakat), dimana melalui
proses pembuatan keputusanlah komitmen-komitmen masyarakat yang
seringkali masih kabur dan abstrak sebagaimana tampak dalam nilai-nilai
dan tujuan-tujuan masyarakat. Diterjemahkan oleh para aktor politik ke
dalam komitmen-komitmen yang lebih spesifik menjadi tindakan-tindakan
dan tujuan-tujuan yang konkrit.13
Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik
sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu berupa
serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana
kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara pencapaian tujuan. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti, bahwa kebijakan
negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku
untuk mencapai tujuan masyarakat negara.14
12 James Anderson, Public Policy Making, New York : Holt, Rinehart and Winston,
Terjemahan Joko Purwono, Surakarta, 1979, hlm. 11-12 13 Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1997, hlm. 39 14 Samodro Wibowo, Kebijakan Publik : Suatu Analisa Komparasi, Rafika Aditama,
Bandung, 1994, hlm. 190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pendapat lain dikemukakan oleh James E Anderson, bahwa :
”Publik policy are those policies developed by govermental bodies and
officials” (Kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan atau pejabat-pejabat pemerintah).
Menurut Anderson, implikasi dari pengertian kebijakan negara itu
adalah.15
1) Kebijakan negara selalu mempunyai tujuan atau merupakan tindakan
yang berorientasi pada tujuan;
2) Kebijakan itu berisi tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah;
3) Kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah;
4) Kebijakan negara itu dapat bersifat dalam arti merupakan beberapa
bentuk tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu atau
bersifat dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk
tidak melakukan sesuatu;
5) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa.
Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan
dan mempunyai manfaat positif bagi anggota masyarakat, namun
demikian dimungkinkan bahwa kebijakan publik kurang efektif dalam
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya peran aktor
pelaksana atau badan-badan pemerintah dalam implementasi kebijakan
publik. Disamping itu juga karena masih lemahnya mereka dalam
menyebarluaskan kebijakan publik baru kepada warga masyarakat.16
Sebagaimana disampaikan oleh Setiono dalam Handout
Matrikulasi Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNS 17, bahwa
hubungan hukum dan kebijakan publik adalah sebagai berikut : ”Tugas
15 M. Irfan Islamy, op. cit, hlm. 19 16 Bambang Sugono, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Pustaka, Jakarta, 1994, hlm. 143 17 Setiono, Pemahaman terhadap Metode Penelitian Hukum : Kuliah Matrikulasi Progdi
Ilmu Hukum Pascasarjana UNS, PPS UNS, Surakarta, 2004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
hukum itu adalah mencapai keadilan dan ketertiban (kepastian hukum),
dan seiring terjadi benturan dimana terkadan hukum (Undang-Undang)
tidak menjamin terpenuhinya keadilan dan sebaliknya, keadilan tidak
memiliki kepastian hukum”.
Hukum sebagai peraturan perundang-undangan merupakan
instrumen pengendalian masyarakat, dinamika sosial masyarakat
dikendalikan oleh masyarakat. Hukum dan segala aspek formal dan
legalnya sering membelenggu dinamika masyarakat, sebaliknya
masyarakat mengalami dinamika yang berlangsung cepat.
Hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dari handout
Hukum dan Kebijakan Publik 18 :
1) Formulasi hukum dan kebijakan publik
Hubungan pembentukan hukum dan kebijakan publik saling
memperkuat satu dengan yang lain, sebuah produk hukum tanpa
adanya proses kebijakan publik di dalamnya maka akan kehilangan
makna substansinya. Begitu pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan
publik akan lemah pada tatanan operasionalnya tanpa ada legitimasi
hukum.
2) Implementasi hukum dan kebijakan publik
Bagaimana penerapan hukum dan implementasi kebijakan Publik
dapat saling membantu memperlancar berjalannya hasi-hasil hukum
dan kebijakan Publik di lapangan.
3) Evaluasi kebijakan publik
Evaluasi kebijakan publik dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a) Evaluasi administratif, adalah evaluasi kebijakan publik yang
dilakukan di dalam lingkup pemerintahan atau instansi-instansi.
Evaluasi ini dilakukan oleh badan-badan pemerintah yang terkait
dengan program tertentu, misalnya : Irjen, Bawasda, Konsultan
Swasta, dll.
18 Setiono, op.cit, hlm. 8-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b) Evaluasi yudisial, adalah evaluasi terhadap kebijakan publik yang
berkaitan dengan objek-objek hukum. Apakah ada pelanggaran
hukum atau tidak dari kebijakan yang dievaluasi tersebut, yang
melakukan evaluasi adalah lembaga-lembaga hukum seperti
pengacara, pengadilan, kejaksaan, PTUN, dsb.
c) Evaluasi politik, adalah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga-
lembaga politik baik parlemen maupun parpol. Namun
sesungguhnya evaluasi ini juga dapat dilakukan oleh masyarakat
secara umum.
Pada penelitian ini, penyusun meneliti bagaimana penerapan
(implementasi) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar yang mengatur
tentang Retribusi Ijin Gangguan agar dapat mengoptimalkan pendapatan
daerah. Dengan demikian Peraturan Daerah sebagai produk hukum, dalam
penerapannya dapat diketahui apakah telah berjalan sesuai dengan maksud
yang diharapkan oleh para pembuatnya.
Pada dasarnya di dalam penerapan hukum tergantung pada 4
(empat) unsur19, yaitu :
1) Unsur hukum
Unsur hukum adalah produk atau kalimat, aturan-aturan hukum.
Kalimat-kalimat hukum harus ditata sedemikian rupa, sehingga
maksud yang diinginkan oleh pembentuk hukum dapat terealisasikan
di lapangan yang luas dengan tetap mengacu kepada pemaknaan
hukum. Namun bukan berarti pemaknaan yang diberikan oleh
pembentuk hukum harus dipaksakan, sehingga di semua tempat harus
direalisasikan sama persis dengan apa yang dimaksud oleh para
pembentuk hukum. Modifikasi-modifikasi oleh penerap hukum di
lapangan diperlukan sebatas semua itu dilakukan untuk menuju
pemaknaan ideal dari aturan hukum yang dimaksudkan.
19 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Aksara, Bandung, 1990, hlm. 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Unsur struktural
Unsur struktural berkaitan dengan lembaga-lembaga atau
organisasi-organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum.
Terdapat 2 (dua) hal pentingnya unsur struktural pada penerapan
hukum, yaitu :
a) Organisasi atau institusi seperti apa yang tepat untuk melaksanakan
undang-undang tertentu.
b) Bagaimana organisasi itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
3) Unsur masyarakat
Unsur ini berkaitan dengan kondisi sosial politik dan sosial
ekonomi dari masyarakat yang akan terkena dampak atas
diterapkannya sebuah aturan hukum (undang-undang), kondisi
masyarakat yang ada harus disesuaikan lebih dulu demi terselenggara
dan lancarnya penerapan hukum.
4) Unsur budaya
Dalam kaitannya dengan unsur budaya perlu diperhatikan 2
(dua) hal, yaitu :
a) Sedapat mungkin diupayakan bagaimana agar produk hukum yang
dibuat dapat sesuai dengan budaya yang ada dalam masyarakat.
b) Bagaimana produk hukum yang tidak sesuai dengan budaya dalam
masyarakat dapat diterima masyarakat.
Menurut Leo Agustino, mengingat banyaknya masalah yang perlu
disusun sebagai sebuah kebijakan publik, maka diperlukan proses
formulasi kebijakan, yaitu bagaimana para analis kebijakan dapat
mengenal masalah-masalah publik yang dibedakan dengan masalah privat.
Pada intinya, studi mengenai formulasi kebijakan memberikan perhatian
yang sangat dalam pada sifat-sifat (perumusan) masalah publik.20 Dalam
hal ini perumusan masalah tersebut akan sangat membantu para analis
mendiagnosis penyebaran masalah publik, memetakan tujuan yang
20 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2006, hlm. 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
memungkinkan, memadukan pandangan yang berseberangan yang
merancang peluang kebijakan yang baru.
Sementara itu di dalam kehidupan masyarakat hampir selalu ada
perbedaan-perbedaan tertentu antara pola perikelakuan yang nyata dengan
pola perikelakuan yang dikehendaki oleh hukum. Oleh karena itu, sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Harry C. Bredemeier bahwa betapa
pekerjaan hukum serta hasil-hasilnya tidak hanya merupakan urusan
hukum, melainkan merupakan bagian dari proses kemasyarakatan yang
lebih besar.21
Dengan kerangka formulasi kebijakan publik inilah hukum
mempunyai kedudukan yang sentra, antara hukum dan kebijakan publik
mempunyai keterkaitan yang erat. Perbandingan antara proses
pembentukan hukum dan proses formulasi kebijakan publik di samping
menunjukkan kesamaan diantara keduanya, juga menunjukkan bagaimana
diantara keduanya berhubungan dan saling membantu.22
Hubungan antara pemerintah daerah dan kebijakan publik sangat
erat, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada
tujuan atau obyeknya. Kebijakan negara itu harus meliputi semua tindakan
pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Kebijakan negara itu bisa berupa
positif dalam arti merupakan bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu
masalah tertentu, atau bisa juga bersifat negatif dalam arti merupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk melakukan sesuatu.23
Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
pemerintah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
melaksanakan pemerintahannya masing-masing. Hal ini merupakan wujud
dari salah satu asas pemerintahan daerah yang disebut dengan asas
21 Satjipto Raharjo, Negara Hukum dan Deregulasi Moral, Kompas, Jakarta, 1996, hlm.
145 22 Edi Wibowo, Hukum dan Kebijakan Publik, YPAPI, Yogyakarta, 2004, hlm. 53 23 James Anderson, Public Policy Making, New York : Holt, Rinehart and Winston,
Terjemahan Joko Purwono, Surakarta, 1979, hlm. 11-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
otonomi, yang kemudian pemerintah daerah membuat peraturan daerah
sebagai kebijakan dalam daerah tersebut. Dalam pelaksanaan kebijakan
publik haruslah berhasil, tidak hanya pelaksanaannya saja yang harus
berhasil. Akan tetapi tujuan yang terkandung dalam kebijakan publik itu
haruslah tercapai, yaitu terpenuhinya kepentingan masyarakat.
2. Teori Implementasi dan Bekerjanya Hukum
Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi
sebagaimana yang diungkapkan oleh Charles O. Jones, implementasi
diartikan sebagai ”getting the job done” dan ”doing it”. Tetapi dibalik
kesederhanaan rumusan yang demikian berarti, bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan
mudah. Namun pada pelaksanaannya, menuntut adanya syarat yang antara
lain adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau
yang sering disebut dengan resource. Lebih lanjut Jones merumuskan
batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya tambahan,
sehingga dapat mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.24
Jadi, implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan
perencanaan penetapan waktu dan pengawasan. Sedangkan menurut
Mazmanian dan Sabatier, implementasi kebijakan berarti berusaha untuk
memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-
kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang
menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk
memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja
mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas
sasaran, tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi,
sosial yang berpengaruh pada implementasi kebijakan negara.25
24 Riant Nugroho, op.cit, hlm. 47 25 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm. 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn mendefinisikan
implementasi kebijakan sebagai berikut : ”Policy implementation
encompasses those actions by public and private individuals (and groups)
that are directed at the achivement of goals and objectives set forth in
prior policy decisions.” Definisi tersebut memberikan makna bahwa
implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan
pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.26
Dengan mengacu pada pendapat para ahli di atas, dapat diambil
pengertian bahwa sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan yang di dalamnya
mencakup manusia, dana dan kemampuan organisasi yang dilakukan baik
oleh pemerintah maupun swasta (individu maupun kelompok).
Implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku
badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target grup,
namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial
ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan
pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan.
Penerapan atau berlakunya hukum di masyarakat dalam kajian ini
erat kaitannya dengan konsep Lawrence M Friedman tentang 3 (tiga)
unsur sistem hukum.27 Ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi
bekerjanya hukum yaitu :
a. Struktur Hukum, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem
hukum dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung
bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkikan untuk melihat
26 A.G. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 99 27 Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta,
1998, hlm. 7-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap bahan-
bahan hukum secara teratur. 28 Dalam hal ini merupakan unsur yang
berasal dari para pemegang aturan hukum, seperti pemerintah
(eksekutif), pembuat peraturan (legislatif) maupun lembaga kehakiman
(yudikatif). Para aparat penegak hukum seyogyanya harus bersikap
konsisten terhadap apa yang telah disepakatinya, ia tidak boleh
melanggar kebijakan-kabijakan hukum yang telah dibuatnya. Secara
sederhana, struktur hukum dapat diartikan sebagai kerangka hukum
atau wadah dan organisasi dari lembaga-lembaganya.
b. Substansi Hukum, yaitu sebagai output dari sistem hukum yang berupa
peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh
pihak yang mengatur dan yang diatur. Substansi merupakan aturan,
norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem
hukum. Komponen substantif sebagai output dari sistem hukum yang
berupa peraturan-peraturan keputusan-keputusan yang digunakan baik
oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.29 Substansi hukum
tidak hanya terbatas pada norma formal saja, tetapi juga meliputi pola
perilaku sosial termasuk etika sosial. Idealnya, materi hukum tidak
boleh diinterpretasikan secara baku atau sebagaimana adanya seperti
yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
c. Budaya Hukum, yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum atau yang menurut Lawrence M
Friedman disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang
berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan
hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat.30 Jika
unsur ini dihilangkan, maka akan menimbulkan kepincangan hukum
dan tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya serta cita-cita untuk
mewujudkan keadilan akan sirna. Pemerintah dalam menyusun
28 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama,
Semarang, 2005, hlm. 30 29 Ibid, hlm. 5 30 Ibid, hlm. 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
peraturan dan menentukan langkah-langkah hukum perlu
memperhatikan pula nilai-nilai dalam masyarakat, tidak hanya
berdasar pada asumsi belaka. Sesuai atau tidaknya kebijakan hukum
dengan tuntutan masyarakat umum, akan sangat menentukan
keberhasilan hukum itu sendiri.
Bertolak dari rangkaian pembahasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam
perumusannya, sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.
Pemahaman ini penting artinya untuk menghindari terjadinya pertentangan
antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih
rendah kedudukannya. Pemahaman ini semakin penting artinya apabila
kita tetap berkeinginan agar keberadaan hukum sebagai suatu sistem
dalam menjalankan tugasnya di masyarakat.
Hukum dalam masyarakat Indonesia sangat tertinggal jauh bila
dibandingkan dengan negara-negara lain, dimana disebabkan adanya
beraneka ragam lingkungan, kondisi dan kebudayaan di Indonesia. Hal
tersebut seperti yang disampaikan oleh para ahli sosiologis dari Amerika
Serikat yang bernama Edwin M Schur, menyampaikan bahwa seperangkat
norma-norma hukum merupakan hasil dari pada suatu proses sosial sebab
hukum dibuat dan diubah oleh usaha manusia dan bahwa hukum
senantiasa berada di dalam keadaan yang berubah pula.31
Menurut Satjipto Raharjo,32 secara sosiologis terdapat 2 (dua)
fungsi utama dari hukum yaitu :
a. Kontrol Sosial (Social Control)
Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga
masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah
digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup di
31 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Aksara, Bandung, 1990, hlm. 30 32 Satjipto Raharjo, op.cit, hlm. 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dalam masyarakat dimana yang termasuk dalam lingkup kontrol sosial
antara lain :
1) Perbuatan norma-norma hukum baik yang memberikan peruntukan
maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang;
2) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat;
3) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat dalam hal terjadi
perubahan-perubahan sosial.
b. Rekayasa Sosial (Social Engineering)
Rekayasa sosial diharapkan dapat membawa perubahan yang mendasar
pada sikap masyarakat dalam berpartisipasi dalam setiap gerak
pembangunan.
Menurut Roscoe Pound, hukum yang berfungsi sebagai sarana
rekayasa sosial sebenarnya adalah manifestasi dari digunakannya hukum
sebagai alat politik negara guna mewujudkan kepentingan politiknya untuk
melindungi kepentingan umum, kepentingan masyarakat dan kepentingan
pribadi.33
Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto34, bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah pokok penegakan hukum adalah sebagai
berikut :
a. Faktor hukum itu sendiri;
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk ataupun
menerapkan hukum;
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan;
e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
33 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (terjemahan), Bhatara, Jakarta, 1982, hlm. 87 34 Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raya
Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 8-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Kelima faktor diatas saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi
dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas
penegakan hukum.
Kecenderungan penulis menggunakan Konsep Three Elements of
Legal System dari Lawrence M Freidmen dalam melakukan analisis dan
pembahasan hasil penelitian ini didasari oleh pemikiran bahwa
pelaksanaan hukum pajak dan retribusi, khususnya yang berkaitan dengan
retribusi ijin gangguan sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 4
Tahun 2007 di Kabupaten Karanganyar tidak terlepas dari lembaga
sebagai perencana dan pelaksana program dalam hal ini Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar. Muatan program serta budaya
dan masyarakat dimana program atau kebijakan tersebut diselenggarakan,
sehingga pendekatan konsep tiga unsur sistem hukum dirasa sesuai
sebagai sarana untuk membahasnya.
3. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah disahkan dan diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4437), yang terdiri atas 16 Bab dan 240 pasal. Berbeda
dengan undang-undang sebelumnya, UU RI Nomor 32 Tahun 2004
merupakan undang-undang pemerintahan daerah yang ke delapan yang
dibuat berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen.
Asas-asas penyelenggaraan pemerintah bagi pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Menurut Pasal 1
Angka (5), yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan tugas
pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/ atau
desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/ atau desa serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu.
Terdapat prinsip-prinsip yang penting bagi pemerintah daerah
dalam menjalankan tugasnya menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, yaitu:
a. Prinsip otonomi seluas-luasnya
Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang
ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan untuk
membuat kebijakan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
b. Prinsip otonomi nyata
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,
hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu
sama dengan daerah lainnya.
c. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab
Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi,yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 35
35 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung, 2006, hlm. 165-166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, yang dititikberatkan pada daerah
Kabupaten/ Kota membawa konsekuensi bahwa daerah harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah. Substansi
pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat,
upaya menumbuhkan prakarsa, kreativitas, dan peningkatan peran
serta masyarakat secara aktif di segala tingkatan dalam segala aspek.
Hal ini tidak terlepas dari tuntutan dan keinginan masyarakat untuk
memperoleh kualitas kehidupan yang lebih merata, otonom dan
terbuka serta tumbuh kembangnya lembaga-lembaga yang dimiliki
masyarakat secara berkelanjutan. Secara prinsip tujuan utama otonomi
daerah adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang
dilayaninya, sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih
baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah lebih nyata.
Konsep desentralisasi pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah telah menjadi
salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah, hanya saja asas
ini belum dilaksanakan dengan komitmen politik yang ditunjang
dengan kebijakan yang mendukung. Gerakan reformasi pada tahun
1998 mendorong berbagai kajian yang selama muncul sehubungan
dengan pelaksanaan pemerintahan daerah untuk diperhatikan dengan
serius. Pada akhirnya dengan tekanan dari berbagai daerah dengan
munculnya konflik disintegrasi, perumusan UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah selesai dan pada masa Pemerintahan
Presiden Habibie Undang-Undang ini ditetapkan dan dilaksanakan.
Yang kemudian pada Tahun 2004 Undang-Undang tersebut
diperbaharui kembali menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 36
Otonomi daerah adalah penyerahan kewenangan dari pusat ke
daerah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Arbi Sanit bahwa
otonomi daerah adalah desentralisasi kewenangan dari pusat ke daerah
yang menekankan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan. Otonomi daerah telah mengakibatkan
perubahan kewenangan pemerintah pusat dan daerah, yang
berimplikasi pada terjadinya perubahan beban tugas dan struktur
organisasi yang mewadahinya.37
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa penekanan
dari pelaksanaan otonomi daerah adalah kepentingan masyarakat
setempat, artinya daerah diberi kesempatan untuk menentukan
penyelenggaraan pemerintahannya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat yang bersangkutan
dengan batasan peraturan perundangan yang ada. Pada Undang-
Undang tersebut juga diatur mengenai konsep desentralisasi yang
dipahami sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. 38
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka
penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi adalah dalam
kerangka pelaksanaan pemerintahan di daerah berdasarkan penyerahan
kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk
melaksanakan aspirasi masyarakat.
36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 Angka 5 37 Pujiyono, Struktur Organisasi Birokrasi Daerah yang Ideal Berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Jurnal Yustisia Edisi Nomor 69 Sept-Desember 2006, hlm. 44-45
38 Ibid, Pasal 1 Angka 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, maka pada hakekatnya tugas dan tanggung jawab
pemerintah daerah semakin meningkat. Tugas dan tanggung jawab
tersebut menyangkut penyerapan aspirasi masyarakat dan pelaksanaan
kewenangan desentralisasi kepada masyarakat. Otonomi daerah juga
mengandung tujuan kemandirian bagi daerah, sehingga pelaksanaan
otonomi daerah dapat optimal bagi daerah yang bersangkutan. Salah
satu indikatornya adalah kemampuan keuangan daerah. Kemandirian
keuangan daerah merupakan indikator kemandirian daerah dalam
melaksanakan rumah tangganya sendiri, permasalahan yang timbul
adalah rendahnya kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh rendahnya
intensifikasi pajak dan retribusi daerah, tidak optimalnya pendapatan
asli daerah serta rendahnya penerimaan daerah dari hasil perusahaan
daerah.
Daerah otonom harus mandiri dalam pengelolaan pemerintahan
secara keseluruhan dengan menempatkan keuangan daerah sebagai
pilar utama otonomi. Daerah otonom mempunyai sumber-sumber
keuangan sendiri dan dapat mempergunakannya untuk melaksanakan
tugasnya dan mempunyai anggaran belanja yang ditetapkan sendiri. 39
Sentralisasi dan desentralisasi adalah dua konsepsi yang selalu
eksis dalam sebuah organisasi modern, baik dalam organisasi non
publik. Kedua konsepsi ini bahkan menentukan derajat hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, tidak kita
39 The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah di Negara Republik Indonesia, Gunung Agung,
Jakarta, 1968, hlm. 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
temukan seuah negara yang hidup hanya dengan sentralisasi atau
hanya dengan desentralisasi.40
Agar supaya semua tindakan pemerintah daerah sah dan dapat
diterima oleh rakyat di daerahnya, maka semua kebijakan di daerah
harus ada dasar pijakan yuridis sehingga memudahkan daerah
mengatur dirinya sesuai aspirasi masyarakat antara lain dalam
Peraturan daerah (Perda). Peraturan daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.41
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Perahiran Perudang-undangan, yang menggantikan Ketetapan MPR
No.1IUMPR/2000, ditegaskan dalam pasal 12 bahwa materi muatan
Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelengaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan (medebewind),
dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undanan yang lebih tinggi. Sistem otonomi yang
dijalankan sekarang adaIah otonomi nyata (faktor riil masing-masing
daerah) dan bertanggung jawab.
Dari cara pembuatannya, kedudukan Peraturan Daerah setara
dengan Undang-Undang dalam arti semata-mata merupakan produk
hukum lembaga legislatif. Namun dari segi isinya, kedudukan
peraturan yang mengatur materi dalan ruang lingkup daerah yang lebih
sempit dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dibandingkan
peraturan dengan ruang lingkup wilayah yang lebih luas. Jadi, sesuai
dengan prinsip hierarkhi peraturan perundang-undangan, peraturan
yang lebih rendah itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang
derajatnya lebih tinggi.
40 Eko Prasojo dan Teguh Kurniawan, 2008. Reformasi Birokrasi dan Good Governance :
Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia. Jurnal Antropologi Indonesia 41 Pipin Syarifin&Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung. 2006, hlm. 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Menurut Bagir Manan mengingat bahwa Peraturan Daerah
dibuat oleh satuan pemerintahan yang mandiri (otonom), dengan
lingkungan wewenang yang mandiri pula, maka dalam pengujiannya
terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tidak boleh
semata-mata berdasarkan "pertingkatan", melainkan juga pada
"lingkungan wewenangnya" kecuali UUD.42
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Peraturan
Perundang-undangan menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum negara. UUD 1945 merupakan hukum dasar
tertulis. Adapun jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan
diatur dalam Pasal 7 sebagaimana tersebut di bawah ini :
a. UUD Negara Republik Indonesia Talnm 1945
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah, terdiri dari :
1) Perda Provinsi;
2) Perda Kabupaten/Kota;
3) Perdes/Peraturan yang setingkat.
Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk melaksanakan
peraturan daerah yang bersangkutan, untuk melaksanakan peraturan
perundangan yang lebih tinggi tingkatannya atau dalam rangka
menjalankan hugas wewenang dan tanggung jawabnya sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah (pimpinan eksekutif daerah).
Kepala daerah mempunyai kewenangan membuat ketetapan
42 Huda,2005,Otonomi Daerah ; Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika /
Ni’matul Huda Pustaka Pelajar, Yogyakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(heschikking) dan peraturan kebijaksanaan (beleidsregel atau pseudo-
wetgeving) seperti pembuatan Juklak.
Keputusan Kepala Daerah, yang melaksanakan Peraturan
Daerah adalah peraturan delegasi, karena itu materi muatannya
semata-mata mengenai hal-hal yang diatur dalam Peraturan Daerah
bersangkutan. Kepala Daerah dapat membuat keputusan untuk
melaksanakan suatu Peraturan Daerah apabila memang diperlukan
walaupun tidak ada delegasi yang tegas dalam Peraturan Daerah
tersebut43. Dengan demikian Keputusan Kepala Daerah merupakan
keputusan yang mengikat secara umum dan dibuat berdasarkan
kewenangan adalah termasuk perundang-undangan dalam bidang
desentralisasi.
Penulis dalam hal ini menggunakan Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 untuk meneliti tentang
Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar, sebagai
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Retribusi Ijin Gangguan sebagai Pendapatan Daerah
a. Pengertian Ijin, Lisensi, Konsesi dan Dispensasi
Pengertian ijin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk
dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan
larangan perundangan. Definisi ijin dalam arti sempit adalah sebagai
pengikatan aktifitas-aktifitas pada suatu peraturan ijin yang pada
umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk
mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-
keadaan yang buruk. Ijin adalah salah satu instrumen yang paling
43 Abdul Latif bin Wahab Al Ghomidi; Fisik : Buku kecil, Softcover; 136; Penerbit
Pustaka At-Tibyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
banyak digunakan dalam hukum administrasi, sebagai sarana yuridis
untuk mengemudikan tingkah laku masyarakat.44
Berdasarkan definisi ijin yang dikemukakan oleh Philipus M
Hadjon tersebut, disimpulkan bahwa ijin adalah alat pemerintah untuk
mengemudikan tingkah laku dan sarana pengendalian masyarakat oleh
pemerintah untuk menghindarkan dari hal-hal yang buruk yang
diberikan berdasarkan suatu aturan tertentu. Definisi ijin yang lain
menurut Zamzuri adalah peniadaan larangan yang telah ditentukan
oleh peraturan perundangan dengan tetap diikatkan pada syarat-syarat
tertentu.45
Pendapat tersebut agak berbeda dengan pandangan Van Der Pot,
yang mengatakan bahwa ijin merupakan keputusan yang
memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak
dilarang oleh pembuat aturan.46 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, ijin
(vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada
suatu larangan oleh undang-undang. Selanjutnya, larangan tersebut
diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang
perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari
larangan dengan disertai penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan
(juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang
bersangkutan.47
Pengertian ijin juga termuat dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah, yaitu diartikan
sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan
bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau
44 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 124 45 Zamzuri, Tindak Pemerintah, Al Hikmah, Yogyakarta, 1981, hlm. 24 46 Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi
Negara Indonesia, cetakan ke delapan, Penerbit danBalai Buku Ichtiar, Jakarta, 1985, hlm. 143 47 Prajudi Admosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, 1983, hlm. 94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian
pengertian tersebut menunjukkan adanya penekanan pada ijin yang
tertulis yang berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai ijin
tidak termasuk yang diberikan secara lisan.
Sebagai instrumen kontrol maka pemberian ijin oleh pemerintah
harus memenuhi rangkaian persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundangan, sebab ijin gangguan diberikan oleh pemerintah
untuk melindungi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan usaha
tertentu. Artinya masyarakat di sekitar wilayah tersebut menyetujui
adanya usaha tertentu dan tidak keberatan atas adanya kegiatan
tersebut, jaminan terhadap perlindungan tersebut diberikan oleh
pemerintah dalam bentuk ijin.
Terkait dengan ijin, sebaiknya perlu diketahui pengertian dari
lisensi, konsesi dan dispensasi. Menurut Prajudi Atmosudirjdjo, lisensi
adalah suatu pengertian khas Indonesia yang di Negeri Belanda tidak
ada. Istilah tersebut berasal dari istilah hukum administrasi Amerika
Serikat yaitu license, yang dalam Bahasa Belanda adalah vergunning.
Istilah lisensi kerap digunakan pada tahun 1950-an ketika perdagangan
masih terikat kepada sistem devisa ketat sehingga setiap importir
memerlukan lisensi dari Kantor Pusat Urusan Impor yang bekerja
sama dengan kantor urusan devisa, yakni Lembaga Alat-Alat
Pembayaran Luar Negeri untuk dapat mengimpor barang dan jasa.
Jadi, lisensi adalah ijin untuk melakukan sesuatu yang bersifat
komersial yang mendatangkan keuntungan atau laba. Setelah rezim
devisa dihapus, istilah dan pengertian lisensi semakin tidak dikenal
orang.48 Menurut Amrah Muslimin, lisensi merupakan ijin yang
sebenarnya (de eigenlijke). Dasar pikiran dilakukannya penetapan yang
merupakan lisensi ialah bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi
diletakkan di bawah pengawasan pemerintah untuk mengadakan
48 Prajudi Atmosudirdjo, op.cit, hlm. 94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
penertiban dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti ijin
perusahaan bioskop, ekspor, impor, dan lain-lain.49
Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara
yuridis sangat kompleks karena merupakan seperangkat dispensasi,
ijin, lisensi, disertai pemberian semacam wewenang pemerintahan
terbatas kepada konsesionaris. Konsesi tidak mudah diberikan karena
mengandung banyak bahaya penyelundupan, perusakan bumi dan
kekayaan alam negara, dan terkadang merugikan masyarakat setempat
yang bersangkutan. Konsesi diberikan atas permohonan dengan
prosedur serta syarat-syarat yang terperinci kepada perusahaan-
perusahaan yang mengusahakan sesuatu yang cukup besar, baik dalam
arti modal, tenaga kerja, maupun lahan atau wilayah usaha, seperti
perusahaan minyak bumi, perusahaan perhutanan, perusahaan
perikanan, dan perusahaan pertambangan pada umumnya. Pendek kata,
semua perusahaan yang mengusahakan sesuatu dengan modal besar,
dengan mengurangi kedaulatan atau wewenang pemerintahan
pemerintah, dan dengan luas areal atau lahan yang cukup besar
sehingga merupakan suatu usaha yang cukup rumit dari segi hukum
memerlukan konsesi, tidak cukup hanya dengan ijin biasa.50
Menurut Ateng Syafrudin, konsesi merupakan suatu ijin
sehubungan dengan pekerjaan besar yang melibatkan kepentingan
umum sehingga sebenarnya pekerjaan tersebut merupakan tugas
pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya
kepada konsesionaris (pemegang ijin) yang bukan pejabat
pemerintah.51 Menurut Utrecht, terkadang pembuatan peraturan
beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum
sebaiknya dapat diadakan oleh suatu subyek hukum patikelir, tetapi
49 Amrah Muslimin, Beberapa Asas-Asas dan Pengertian-Pengertian Pokok tentang
Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni Bandung, 1982, hlm. 118 50 Ibid, hlm. 94-95 51 Ateng Syafrudin, Perijinan untuk Berbagai Kegiatan, makalah tidak dipublikasikan,
hlm. 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dengan campur tangan pemerintah. Suatu keputusan administrasi
negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan
perbuatan tersebut memuat suatu konsesi (consesie).52
Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berg, pelepasan atau
pembebasan (dispensasi) merupakan terkecualian yang sungguh-
sungguh, yakni merupakan kekecualian atas larangan sebagai aturan
umum. Pemberian dispensasi berhubungan erat dengan keadaan-
keadaan khusus peristiwa.53 Menurut Van der Pot, dispensasi
merupakan keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu
perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan
tersebut.54
Hal serupa dikemukakan oleh Amrah Muslimin, yang
mengatakan bahwa dispensasi adalah suatu pengecualian dari suatu
ketentuan-ketentuan umum dalam hal pembuat undang-undang
sebenarnya pada prinsipnya tidak berniat mengadakan pengecualian.
Sebagai contoh penetapan umur kawin bagi seseorang karena keadaan
khusus di bawah usia minimum 18 tahun. Mengacu pada pengertian
tersebut, maka sebenarnya dispensasi berangkat dari sebuah larangan
yang sungguh-sungguh.55
b. Retribusi Ijin Gangguan/ Hinderordonnantie (HO)
Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam menangani
gangguan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha. Pada awal tahun
1926, pemerintah kolonial Belanda menertibkan Undang-Undang
Gangguan dalam Lembaran Negara (Staatsblad) nomor 226 dan
kemudian mengubah dan menyempurnakannya melalui Lembaran
Negara tahun 1940 nomor 450.
52 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya, 1988, hlm. 187 53 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, disunting dari Philipus M. Hadjon, loc.cit 54 Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, op.cit, hlm. 143 55 Amrah Muslimin, loc.cit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Perundang-undangan yang asli berjudul Undang-Undang
Gangguan (Hinderordonnantie) dan ijin yang dikeluarkannya dikenal
dengan nama ”Ijin H.O”. Setelah kemerdekaan, sistem ini dikenal
sebagai ”Undang-Undang Gangguan”. 50 tahun kemudian jauh setelah
kemerdekaan Indonesia, Menteri Dalam Negeri menerbitkan
Peraturan Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Gedung dan Ijin
Gangguan bagi Perusahaan-Perusahaan di bidang industri yang
kemudian mengubah pendekatan nasional terhadap isu-isu tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, ijin yang bersifat wajib tersebut
disebut sebagai Disturbance Permits dan Nuisance Permits.
Pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang
Gangguan tersebut dengan tujuan untuk melindungi didirikannya
bangunan-bangunan kecil sebagai tempat kerja dan usaha kecil dari
gangguan masyarakat umum.
Pada waktu itu Undang-Undang Gangguan dibuat untuk
melindungi perusahaan dagang milik Belanda dari penolakan
masyarakat dan dari persaingan dengan perusahaan-perusahaan lokal.
Namun pada kenyataannya justru sebaliknya, Undang-Undang tersebut
terkesan diberlakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak-
dampak merugikan dari beberapa praktik usaha tertentu dan bukan
untuk melindungi industri dari masyarakat. Keinginan untuk
melindungi masyarakat dari akibat buruk kegiatan usaha lebih sesuai
dengan semangat di era 1920-an dan gerakan reformasi pemerintahan
kotamadya yang pada waktu itu sering terjadi.
Kelemahan Undang-Undang Gangguan adalah dikenakannya
sanksi karena tidak memperoleh ijin, dan bukan karena
menyalahgunakan ijin tersebut atau melanggar ketentuan-
ketentuannya. Selanjutnya, pelanggaran-pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan AMDAL atau UKL/ UPL tidak ditetapkan secara
tegas sebagai pelanggaran terhadap ijin walaupun ketentuan-ketentuan
ini dinyatakan sebagai persyaratan untuk memperoleh ijin usaha atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kegiatan. Jelas sekali bahwa suatu undang-undang yang dirumuskan
pada tahun 1924 dan diamandemen pada tahun 1940 ini tidak dapat
dirujuk silang dengan perundang-undangan yang lebih baru.
Pemberian ijin dikenakan tarif tertentu sebagai bentuk pungutan
retribusi, dimana retribusi ijin gangguan termasuk dalam kategori
retribusi perijinan tertentu. Pemberian ijin gangguan hanya merupakan
salah satu bentuk ijin yang diberlakukan oleh pemerintah daerah dalam
upaya meningkatkan pendapatan asli daerah, dimana untuk mencapai
target yang ditentukan dilakukan beberapa cara. Antara lain dengan
meningkatkan jumlah retribusi ijin gangguan, percepatan masa
berlakunya ijin gangguan, serta penambahan angka indek dalam
penentuan tarif retribusi ijin gangguan.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 menerangkan
bahwa perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah
dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan,pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.56
Objek retribusi perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan. Sedangkan subjeknya adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh ijin tertentu dari Pemerintah Daerah.57
Satu sisi hal tersebut berarti menambah beban biaya
operasional dari pengusaha yang memerlukan ijin gangguan, sehingga
56 Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
57 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
terkesan pemerintah daerah hanya memacu pendapatan yang optimal
dengan kurang memberikan perhatian kepada pengusaha atau penanam
investasi di daerah. Seharusnya dengan diberlakukannya retribusi ijin
gangguan tidak hanya berpengaruh pada meningkatnya pendapatan asli
daerah saja, tetapi juga diimbangi dengan adanya iklim yang sejuk
untuk investor yang pada akhirnya terjadi pula peningkatan investasi.
Selain itu juga adanya peningkatan fasilitas, serta terjaminnya
keselamatan masyarakat.
Retribusi ijin gangguan termasuk dalam penggolongan retribusi
perijinan tertentu, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar
masih memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Retribusi Ijin Gangguan. Kontribusi retribusi ijin gangguan di
Kabupaten Karanganyar terhadap pendapatan daerah Kabupaten
Karanganyar diharapkan dapat menopang pembanguanan daerah guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kontribusi retribusi ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar
terhadap pendapatan daerah Kabupaten Karanganyar dari tahun ke
tahun semakin meningkat, maka diharapkan pendapatan daerah dari
sektor ini dapat digunakan sebagai salah satu unsur dalam menopang
pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Karanganyar.
c. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah
Hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah
yang sah merupakan komponen Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya
disebut dengan PAD) yang sangat tergantung pada aktifitas daerah
yang bersangkutan.58 Saat ini penggalian sumber-sumber pendapatan
daerah sangat diperlukan, berkenaan dengan ini pemerintah telah
58 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan tentang pajak
dan retribusi daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur agar kebutuhan
daerah dalam meningkatkan PAD tidak menjadi beban tambahan bagi
masyarakat di daerah, dengan demikian kreatifitas daerah untuk
melakukan optimalisasi PAD juga memiliki batasan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, telah ditentukan beberapa pajak dan
retribusi daerah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Mengenai penarikan retribusi di daerah menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4139) tentang Retribusi Daerah,
telah ditentukan golongan retribusi yang ada di daerah, yaitu meliputi
retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan
tertentu. Penggolongan semacam ini dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Peraturan pemerintah
Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah merupakan
implementasi dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di
dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada
suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu, masyarakat terdiri dari
individu-individu yang mempunyai hidup dan kepentingan sendiri.
Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu, dimana
kelangsungan hidup negara berarti juga kelangsungan hidup dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
kepentingan masyarakat yang membutuhkan biaya. Biaya hidup
individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal
dari penghasilannya sendiri, sedangkan biaya hidup negara adalah
untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga
negara dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara.
Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan
atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam sebuah negara.59
Pendapat lain tentang pajak juga diungkapkan oleh Erly Suandy,
”Pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas pemerintahan.”60
Berdasarkan definisi di atas, maka definisi sederhana dari pajak
daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan daerah.61 Pendapat ini diperkuat oleh Soepangat, yang
menyatakan bahwa pajak daerah sebagai pungutan berdasarkan
peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan, pengeluaran daerah
sebagai badan publik.
Berbeda dengan pajak, maka retribusi adalah merupakan
pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata.62 Jadi
pungutan berbentuk retribusi dapat dikenakan apabila rakyat yang
dipungut mendapatkan fasilitas atau layanan yang diberikan secara
langsung oleh penguasa (pemerintah). Selain itu menurut Guritno,
59 Soemitro, Pengertian Dasar Hukum Pajak, Jakarta, 1992, hlm. 1 60 Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm. 136 61 Erly Suandy, op.cit, hlm. 140 62 S. Haryoto, Pengantar Hukum Pajak, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1991, hlm.
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
retribusi diartikan sebagai pungutan pemerintah karena pembayar
menerima jasa tertentu dari pemerintah.63
Pada prinsipnya, unsur-unsur yang melekat pada pengertian
retribusi adalah :
1) Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;
2) Sifat pungutannya dapat dipaksakan;
3) Pemungutannya dilakukan oleh negara;
4) Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan
5) Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar
retribusi.
Pada umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas
pembayaran berupa jasa atau pemberian ijin tertentu yang disediakan
atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan,
misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat
pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abonemen air
minum, retribusi tempat penitipan anak, retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi ijin mendirikan bangunan,
dan retribusi ijin gangguan.
Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.64
Pengertian tersebut tidak berbeda dengan pendapat dari Adrian
Sutedi yang mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran
kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan
jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang
63 Guritno Mangoensoebroto, Ekonomi Publik, PBFE, Yogyakarta, 1995, hlm. 181 64 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, setiap pungutan
yang dilakukan oleh Pemda senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa
yang diberikan kepada masyarakat.65
Rumusan tentang pengertian retribusi daerah dikemukakan oleh
The Liang Gie, sebagai berikut : ”Retribusi daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa
pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum atau
karena jasa yang diberikan oleh daerah baik lansung maupun tidak
langsung”. 66 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa-jasa pekerjaan, usaha
atau milik daerah begi yang berkepentingan atau karena jasa yang
diberikan oleh daerah.
Hasil retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah
dan penerimaan daerah, dari sektor retribusi daerah tidak kalah
pentingnya jika dibandingkan dengan peneriman dari sektor pajak
maupun sektor penerimaan-penerimaan yang lainnya. Bahkan
penerimaan dari sektor retribusi daerah adalah penerimaan yang
dominan bagi daerah tingkat II pada umumnya. Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
menegaskan bahwa : ”Retribusi daerah adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk
kepentingan orang atau pribadi.”67
Jadi, agar daerah dapat menjalankan kewajiban dengan sebaik-
baiknya, perlu ada sumber pendapatan daerah sesuai dengan yang
65 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm.
74 66 The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah di Negara Republik Indonesia, Gunung Agung,
Jakarta, 1998, hlm. 23 67 Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dikatakan Soedjito,68 yaitu : ”semakin besar keuangan daerah, maka
semakin besar pula kemampuan daerah untuk menyelenggarakan
usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial,
kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan
penduduknya.”
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan
penyelenggaraan otonomi daerah, seperti yang dikemukakan Syamsi,
yakni faktor kemampuan struktural organisasi, kemampuan aparatur
daerah, kemampuan mendorong partisipasi masyarakat dan
kemampuan keuangan daerah.69 Diantara faktor-faktor tersebut, faktor
keuangan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat
kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Dikatakan
demikian karena pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab harus didukung dengan tersedianya dana guna
pembiayaan pembangunan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber kuangan yang
berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan
sumber-sumber di luar pendapatan, karena pendapatan asli daerah
dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah.
Menurut SF. Marbun, pada dasarnya pajak dan retribusi mempunyai
fungsi yang sama yaitu :
1) Fungsi budgetair, yaitu retribusi sebagai dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengaturan-pengaturannya;
2) Fungsi regulated, yaitu retribusi sebagai alat untuk mengatur/
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
68 Pamudji dalam Elita Dewi, Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah dalam Rangka
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2002, hlm. 1
69 Elita Dewi, Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Fungsi retribusi menurut Mardiasmo70 juga berkaitan dengan
pelayanan publik, oleh karena pungutan retribusi langsung
berhubungan dengan masyarakat pengguna layanan publik maka
peningkatan retribusi secara otomatis akan mendorong peningkatan
kualitas pelayanan publik. Masyarakat tentu tidak mau membayar
lebih tinggi bila pelayanan yang diterima sama saja kualitas dan
kuantitasnya.
Sedangkan tata cara pemungutan retribusi adalah sebagai berikut:
1) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan;
2) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada
waktunya atau kurang membayar dikarenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi.
Pajak dan retribusi memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap pendapatan negara pada umumnya dan daerah pada
khususnya, jadi meski sedang terjadi krisis ekonomi kita harus
memutar otak untuk mengelolanya dengan baik. Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) mengatakan bahwa
“OECD’s general mission is to provide a strong and stable policy
basis for the global economy, working both among its 30 member
states as well as among non-member states worldwide. These
announcements mark a fundamental change and an important moment
in the history of international tax cooperation. At a time when
governments around the world need to maximize tax revenues in order
to address the global economic crisis, this is an extremely important
breakthrough.” 71
70 Mardiasmo, Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Dilema Otonomi dan Ketergantungan,
Prisma No 6, 1-17, 2002, hlm. 149 71 Harvard International Law Journal, Improved International Tax Cooperation on the
Horizon, Posted in Digest, Treaties and International Agreements, March 23, 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang ijin gangguan telah menarik perhatian beberapa
peneliti untuk mengkajinya, hal ini disebabkan ijin gangguan merupakan
persyaratan utama bagi jenis usaha berkaitan dengan keseimbangan dengan
lingkungan di sekeliling lokasi usaha yang bersangkutan.
Penelitian pelaksanaan ijin gangguan di Kota Surakarta telah dilakukan
oleh Ardita Yuliana Atmaja dengan judul Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan terhadap Tempat
Usaha di Kota Surakarta, yang memfokuskan pembahasan pada evaluasi dari
implementasi Perda dan faktor-faktor penghambatnya serta solusi yang
diberikan.72
Penelitian penulis merupakan penelitian kualitatif berkaitan dengan
implementasi dari suatu peraturan daerah, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan.
Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ardita Yuliana Admaja, perbedaanya terletak pada perumusan masalah.
Penulis mengkaji permasalahan mengenai kesesuaian pelaksanaan Peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin
Gangguan dengan asas otonomi\ yang luas, nyata dan bertanggung jawab,
kemudian permasalahan yang selanjutnya mengenai penyebab ijin gangguan
di Kabupaten Karanganyar tidak mendapatkan persetujuan dan surat
kepemilikan ijin usaha. Sedangkan Ardita Yuliana Admaja mengkaji
mengenai kesesuaian implementasi kebijakan Pemerintah Kota Surakarta
dalam menetapkan Retribusi Izin Gangguan terhadap Tempat Usaha di Kota
Surakarta dengan Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin
Gangguan, faktor-faktor apa yang menghambat implementasi Peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan tempat usaha
di Kota Surakarta dan upaya yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kota
72 Ardita Yuliana Admaja, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1998 tentang
Retribusi Ijin Gangguan terhadap Tempat Usaha di Kota Surakarta, Tesis, 2010, hlm. 8-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Surakarta agar pemberian ijin gangguan sesuai dengan Peraturan Daerah
Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan.
C. Kerangka Pemikiran
Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia sejak merdeka pada tahun
1945 telah mengalami berkali-kali pergantian formulasi Undang-Undang, hal
tersebut disebabkan perbedaan sudut pandang dan kepentingan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu sejak formulasi awal undang-
undang tentang pemerintahan daerah, telah dipandang perlu untuk mengatur
mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan konsep otonomi.
Dengan memperhatikan penyelenggaraan otonomi daerah pada masa
berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan prinsip otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang
lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dapat dilihat terdapat
perbedaan dengan formulasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan kota
didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang
antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai
dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan
mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi
hasil dari sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan
lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-
sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Retribusi Ijin Gangguan merupakan salah satu penerapan dari otonomi
daerah, yang termasuk dalam Retribusi Perijinan Tertentu. Dalam hal ini
penulis akan mengkaji mengenai Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten
Karanganyar yang telah ditindak lanjuti hal dengan mengeluarkan Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan, kondisi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
menimbulkan pemikiran penulis untuk mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan
Peraturan Daerah dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab. Juga penyebab tidak disetujuinya permohonan retribusi ijin gangguan
si Kabupaten Karanganyar dalam mendapatkan surat ijin usaha, sehingga
dapat tercapai tujuan dari Perda tersebut..
Adapun bagan kerangka pemikiran secara skematis disajikan sebagai
berikut :
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Otonomi Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan
Kesesuaian pelaksanaan Perda dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
Penyebab permohonan retribusi ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan
ijin usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara
mendalam tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan di Karanganyar. Di dalam penelitian hukum,
metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud dengan
hukum. Menurut Setiono terdapat 5 (lima) konsep hukum, yaitu 73 :
1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan
berlaku universal;
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan
hukum nasional;
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan
tersistematisasi sebagai judge made law;
4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembaga, ekstra sebagai
variabel sosial empirik;
5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik pada perilaku sosial
sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.
Penelitian ini menggunakan konsep hukum yang ke dua dan ke lima,
yaitu hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-
undangan hukum nasional dan hukum adalah manifestasi makna-makna
simbolik pada perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.
Peneliti menggunakan konsep hukum yang ke dua untuk memberikan
penjelasan terhadap aspek substansi dari teori hukum Friedman yang penulis
gunakan, sedangkan konsep hukum yang ke lima digunakan untuk mengkaji
aspek struktur dan budaya hukum.
73 Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Hukum disini dikonsepsikan sebagai regularitas yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari atau dalam pengalaman. Maka penelitian ini
mendasarkan pada konsep hukum sebagai tingkah laku atau perilaku sosial,
disebut juga penelitian empiris atau penelitian non doktrinal (socio legal
research). Tipe kajiannya adalah kajian keilmuan dengan maksud
mempelajari saja, maka menurut Burhan Ashofa metodenya adalah non-
doktrinal. 74
Penelitian ini juga dikonsepsikan sebagai pengkaji peraturan-
peraturan, yaitu antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4
Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Karanganyar. Dengan mendasarkan pada konsep hukum
sebagai norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum
nasional, maka penelitian ini juga disebut sebagai penelitian doktrinal.
B. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, terdapat keyakinan bahwa hanya
manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi
instrumen pengumpulan data dengan pedoman wawancara, daftar pertanyaan-
pertanyaan dan observasi yang berkedudukan sebagai alat pendukung yang
digunakan oleh peneliti. Penelitian kualitatif menekankan pada analisis
induktif, abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul bersama
melalui proses pengumpulan data yang dilaksanakan secara teliti. Teori yang
dikembangkan di lapangan direduksi dari data-data yang terpisah dan atas
bukti yang terkumpul serta saling berkaitan. 75
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata baik
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
74 Ibid, hlm. 34 75 HB. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian, UNS Press, Surakarta, 2002, hlm. 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu secara holistik (utuh).76
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data utama. Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah
mengamati orang dalam hidupnya, serinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.77
C. Bentuk Penelitian
Apabila dilihat dari bentuknya, penelitian yang berjudul Implementasi
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di
Kabupaten Karanganyar termasuk ke dalam bentuk penelitian yang evaluatif.
Penelitian evaluatif merupakan penelitian yang dilakukan apabila seseorang
ingin menilai program-program yang dijalankan, dalam hal ini peneliti
berusaha untuk meneliti mengenai implementasi kebijakan yang telah
berlangsung, kemudian mengevaluasi apakah pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2007 di Kabupaten Karanganyar telah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang ada, dengan maksud guna
optimalisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Karanganyar, serta kendala-
kendala yang dihadapi.
D. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi penelitian atau sumber pencarian data
meliputi :
1. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar;
2. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Tempat usaha di Kabupaten Karanganyar yang telah memiliki ijin
gangguan yang berasal dari lima jenis usaha yang berbeda, seperti antara
lain :
a. Toko supermarket di Jl. Lawu, Kelurahan Karanganyar;
b. Apotik di Gawanan, Karanganyar;
c. Tempat penyiaran radio di Bibis, Karanganyar;
76 Bogdan & J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Penerjemah Arief Furchan,
Usaha Nasional, Surabaya, 1996, hlm. 21-22 77 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2004, hlm. 112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
d. Industri mebel di Jaten, Karanganyar;
e. Hotel Juwita di Bolon, Karanganyar.
E. Sumber Data
Sumber data penelitian yang menggunakan metode non-doktrinal yang
sosiologis empiris mempertimbangkan berbagai macam sumber data dan
merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih
dan menentukan sumber data atau informasi yang diperoleh.78 Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan sumber data yang dapat memberikan data
yang dibutuhkan baik berupa jawaban lisan maupun tulisan, yaitu antara lain:
1. Sumber Data Primer
Data primer yaitu sumber data yang didapatkan secara langsung dari
lapangan penelitian atau masyarakat, peristiwa, tingkah laku yang didapat
melalui wawancara yang mendalam (indepth interview).79
Dalam penelitian hukum sosiologis (non-doktrinal) ini, untuk
memperoleh data dan informasi empiris tentang gejala-gejala sosial yang
muncul di dalam masyarakat dengan melakukan wawancara. Wawancara
merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara
lisan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan
manusia serta pendapat-pendapat mereka. Dalam suatu wawancara
terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda, yaitu pengejar
informasi yang biasa disebut pewawancara dan pemberi informasi yang
disebut informan atau responden.
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan petugas
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, yaitu Drs.
Tatag selaku Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Karanganyar, Bapak Denny selaku staff khusus bagian ijin gangguan di
BPPT Kabupaten Karanganyar. Selain petugas, penulis juga melakukan
wawancara dengan informan yang berasal dari pengguna yang berasal dari
78 H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis), Pusat
Penelitian, Surakarta, 2002, hlm. 49 79 Setiono, op.cit, hlm. 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
lima jenis usaha yang berbeda. Diantaranya adalah Bapak Anton pemilik
toko supermarket di Kelurahan Karanganyar, Ibu Muji Rahayu pemilik
apotik di Gawanan, Bapak Baroroh pemilik penyiaran radio di Bibis,
Bapak Sutrisno Hadi pengusaha industri mebel di Jaten dan Bapak
Bambang pemilik hotel di Bolon.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan bahan-bahan yang ada
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
masyarakat memahami bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku
hukum, berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pajak dan retribusi daerah dan dokumen lain yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti. Adapun bahan-bahan hukum dalam penelitian
ini dapat disajikan sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer
Merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari
Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen), Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1999 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan Daerah
Kabupaten Karanganyar, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001
tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4139).
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Yang termasuk bahan hukum
sekunder adalah kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah
implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Retribusi Ijin Gangguan dan kendala-kendala pengimplementasian
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 di Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
c. Bahan hukum tertier
Merupakan bahan pelengkap yang berfungsi membantu dalam
memahami bahan hukum primer maupun sekunder yang meliputi
bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier di luar bidang
hukum, seperti berasal dari bidang ekonomi, ilmu politik, bidang
sosiologis, filsafat dan lainnya yang oleh para peneliti hukum
digunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. Antara
lain ensiklopedia, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, serta bahan-
bahan lainnya.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara secara mendalam dan studi dokumentasi.
1. Wawancara mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu 80.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan sumber data. Agar wawancara dapat dilakukan dengan baik, maka
hubungan antara peneliti dengan subyek merupakan suatu partnership.
Kemudian data hasil wawancara dideskripsikan dan ditafsirkan sesuai
dengan latar secara utuh, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
deskriptif dalam kata-kata tuturan subyek sendiri sehingga peneliti
memperoleh pengertian mengenai bagaimana subjek menafsirkan sebagian
dari dunia.81 Agar data yang diperoleh sejalan dengan arah penelitian,
penelitit menggunakan pedoman umum wawancara sebagai kerangka
konseptual untuk mengangkat permasalahan penelitian.
Wawancara terhadap petugas dimulai dengan mengumpulkan data
di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, yang
dilaksanakan selama kurun waktu 10 Januari 2011 sampai dengan 20
Februari 2011. Dalam hal ini, penulis berkesempatan mewawancarai Drs.
80 Lexy J Moleong, op.cit, hlm. 135 81 Robert Bogdan dan Steve J Taylor, op.cit, hlm. 178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tatag selaku Kepala BPPT Karanganyar dan Bapak Tjuk selaku Sub
Bagian Perencanaan. Selain itu, penulis juga mendapatkan data-data
langsung melalui Bapak Denny selaku Staf Khusus Bagian Perijinan
Gangguan di BPPT Karanganyar.
Penulis juga melakukan wawancara terhadap informan yang
berasal dari pengguna, yang dilakukan dengan melihat data mereka di
BPPT Karanganyar dan mendatangi tempat usaha mereka dengan waktu
yang berbeda selama kurun waktu dari tanggal 20 Januari 2011 sampai
dengan 30 Januari 2011. Mereka diantaranya adalah Bapak Anton pemilik
toko supermarket, Ibu Muji Rahayu pemilik apotik, Bapak Baroroh
pemilik penyiaran radio, Bapak Sutrisno Hadi pengusaha industri mebel
dan Bapak Bambang pemilik hotel.
2. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi ini sebagai pelengkap data dan dokumen-
dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi nara sumber yang dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dimungkinkan ditanyakan
melalui wawancara atau observasi. Di dalam melakukan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-perturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya. Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya
yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa benda-benda peninggalan
seperti prasasti dan simbol-simbol.82
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Unit analisis dalam
penelitian ini adalah organisasi dan individu, oleh karena itu yang akan
diwawancarai adalah mereka yang terkait dengan organisasi pelaksana dan
masyarakat sebagai representasi komponen terkecil yang akan dianalisis
82 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 1996, hlm. 149-150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang retribusi
Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar.
Untuk memberikan gambaran terhadap permasalahan dan sesuai
dengan tujuan penelitian, maka metode analisis yang digunakan adalah
bersifat deskriptif kualitatif. Dalam arti hasil-hasil yang akan diperoleh
dideskripsikan secara urut, jelas dan rinci sesuai dengan masalah yang diteliti.
Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan
berlandaskan yang kokoh, serta penjelasan tentang proses-proses yang terjadi
dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif dapat mengikuti dan
memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam
lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang
banyak dan bermanfaat. Data kualitatif lebih condong dapat membimbing kita
untuk memperoleh penemuan yang tak terduga sebelumnya dan untuk
membentuk kerangka teoritis baru.83 Data tersebut membantu peneliti untuk
melangkah lebih jauh dari praduga dan kerangka kerja awal.
Bogdan dan Biklen 84 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
analisis data adalah suatu proses mengurutkan dan mengamati secara
sistematis transkrip wawancara (interview), catatan lapangan (hasil observasi)
dan bahan-bahan lain yang ditemukan untuk meningkatkan pemahaman
peneliti tentang kasus yang diamati dan menyajikan sebagai temuan bagi
orang lain.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data meliputi langkah-langkah
pokok yang harus ditempuh yaitu :
1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, perumusan, perhatian pada
penyederhanaan atau menyangkut data dalam bentuk uraian (laporan) yang
terinci dan sistematis, menonjolkan pokok-pokok yang penting agar lebih
mudah dikendalikan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
83 Mathew B Miles dan A Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber
tantang Metode-Metode Baru terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi pendamping Mulyanto, UI Press, Jakarta, 1992, hlm. 2
84 Bogdan dan Taylor, op.cit, hlm. 189
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
menajamkan, meggolongkan, membuang yang tidak perlu yang akan
memberikan gambaran yang lebih terarah tentang hasil pengamatan dan
juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data tersebut apabila
diperlukan.
Display data merupakan upaya menyajikan data untuk melihat
gambaran keseluruhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.
Data yang dikumpulkan tidak semuanya valid dan reliable, karenanya
perlu dilakukan reduksi agar data yang akan dianalisis benar-benar
memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi. Muara dari keseluruhan
proses analisis data perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap data
yang dikoreksi saat data tersebut pertama kali dikumpulkan. 85
Pada penelitian ini, penulis memberikan uraian dan penjelasan
dalam batasan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam arti hasil-hasil yang
telah diperoleh didiskripsikan secara urut, jelas dan rinci sesuai dengan
masalah yang diteliti, yaitu kesesuaian Perda Kabupaten Karanganyar
Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan asas
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab dan penyebab
permohonan ijin tidak mendapatkan persetujuan dan surat ijin usaha.
2. Penyajian data
Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan, yang diperlukan peneliti
untuk lebih mudah memahami berbagai hal yang terjadi dan
memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan
lain berdasarkan pemahamannya. Sajian data dapat berupa berbagai jenis
matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga label.
Peneliti menggunakan 4 gambar dan 1 tabel guna mempermudah
penyajian data ini, yaitu gambar kerangka pemikiran, gambar teknik
analisis data, gambar struktur organisasi Badan Pelayanan Perijinan
85 Joko Widodo, Good Governance : Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendikia, Surabaya, 2001, hlm. 98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Terpadu Kabupaten Karanganyar, gambar alur pelayanan Retribusi Ijin
Gangguan Kabupaten Karanganyar dan tabel pelayanan perijinan Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Sejak awal kegiatan pengumpulan data seorang peneliti sudah
harus memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan mulai melakukan
pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan berbagai
proposisi. Kesimpulan atau verifikasi adalah upaya untuk mencari makna
terhadap data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan,
persamaan serta hal-hal lain yang sering timbul. Verifikasi juga dapat
berupa kegiatan yang dilakukan dengan lebih teliti.
Peneliti dari awal telah memahami arti berbagai hal yang ditemui,
dengan demikian dapat menarik kesimpulan yang terus dikaji dan
diperiksa seiring dengan perkembangan penelitian yang dilakukan. Penulis
memiliki 2 rumusan masalah yang nantinya juga akan menghasilkan 2
kesimpulan, yang dalam penarikannya harus sesuai dengan rumusan
masalah yang diteliti.
Menurut Miles, tiga komponen tersebut terlibat dalam proses dan
saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. Reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai suatu
yang saling berhubungan pada saat sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan
yang disebut dengan analisis.86 Tiga hal utama ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
86 H.B. Sutopo, op.cit, hlm. 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar 2
Teknik Analisis Data
Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka 3 (tiga) jenis
kegiatan analisis (reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/
verifikasi) dan kegiatan pengumpulan data merupakan siklus dan
interaktif. Peneliti bergerak di antara 4 (empat) sumbu kumparan itu
selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak ulang-alik di antara
kegiatan produksi, penyajian data dan kesimpulan/ verifikasi selama kurun
waktu penelitian.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Keadaan Kabupaten Karanganyar
a. Kondisi Geografis Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari Propinsi Jawa
Tengah, yang berada di sebelah barat Gunung Lawu dengan letak
geografisnya antara 110°40’ - 110°70’ BT dan 7°28’ - 7°46’ LS.
Ketinggian rata-rata 511 meter di atas permukaan laut serta beriklim
tropis dengan temperatur 22°-31°.
Batas Kabupaten Karanganyar sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : Kabupaten Sragen.
2) Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur.
3) Sebelah Selatan : Kabupaten Wonogiri & Kabupaten Sukoharjo.
4) Sebelah Barat : Kotamadya Surakarta & Kabupaten Boyolali.
Kabupaten Karanganyar terbagi menjadi 17 kecamatan dengan
177 desa/kelurahan, yang terdiri dari 1.091 dusun, 2.313 dukuh, 1.876
RW dan 6.130 RT. Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada
di Kabupaten Karanganyar, banyaknya hari hujan selama tahun 2008
adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453 mm, dimana curah
hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret dan terendah pada Bulan Juli,
Agustus, dan September. Karanganyar beriklim tropis dengan suhu
harian berkisar antara 22º C-31ºC.
Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha,
yang terdiri dari luas tanah sawah 22.474,91 Ha dan luas tanah kering
54.902,73 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 12.929,62 Ha,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
non teknis 7.587,62 Ha dan tidak berpengairan 1.957,67 Ha.
Sementara itu luas tanah untuk pekarangan/bangunan 21.171,97 Ha
dan luas untuk tegalan/kebun seluas 17.863,40 Ha. Di Kabupaten
Karanganyar terdapat hutan negara seluas 9.729 ha dan perkebunan
seluas 3.251,50 Ha. Jumlah Penduduk di Kabupaten Karanganyar
berdasarkan regristrasi 2008 sebanyak 865.580 jiwa, yang terdiri dari
laki-laki 429.852 jiwa dan perempuan 435.728 jiwa. Kepadatan
penduduk rata-rata 1.073 jiwa/Km².
b. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Daerah
Tujuan dan sasaran pembangunan daerah Kabupaten
Karanganyar didasarkan pada suatu visi dan misi. Visi Pembangunan
Kabupaten Karanganyar 2008-2013 adalah "Terwujudnya
Karanganyar yang Tenteram, Demokratis dan Sejahtera". Untuk
mewujudkan visi Kabupaten Karanganyar, ditetapkan misi
Pembangunan Kabupaten Karanganyar 2008-2013 antara lain sebagai
berikut :
1) Menciptakan keamanan, ketertiban dan kepatuhan hukum melalui
penegakan peraturan perundang-undangan;
2) Memperkuat kehidupan melalui pemberdayaan partisipasi rakyat
untuk pemerintah daerah yang demokratis;
3) Mewujudkan kesejahteaan rakyat melalui keseimbangan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang
bertumpu pada kemandirian, peningkatan kualitas SDM dan
penyetaraan gender;
4) Meningkatkan pola pelayanan birokrasi dengan mengutamakan
kepuasan masyarakat secara pasti, cepat dan murah;
5) Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan antar umat
beragama dengan penguat kesadaran moral dan etika serta
kehidupan berbudaya di masyarakat.
Kebijakan penataan ruang yang telah ditetapkan akan berupaya
meningkatkan fungsi dan peran daerah sebagai sub pusat pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
wilayah, pemanfaatan wilayah-wilayah strategis pertumbuhan dan
perbatasan bagi kepentingan pembangunan regional serta peningkatan
efisiensi dan efektivitas sistem sarana dan prasarana wilayah untuk
menjamin keterkaitan yang semakin erat antara sub-sub pusat
pertumbuhan dan wilayah belakangnya, pusat distribusi dan produksi,
keserasian pembangunan antar kota dan antara kota dengan desa yang
meliputi :
1) Mempersiapkan pencapaian struktur perwilayahan pembangunan
yang dituju melalui upaya peningkatan keterkaitan antar wilayah
dan antar kecamatan yang tergabung dalam sub wilayah
pembangunan. Kabupaten Karanganyar telah menetapkan sub
wilayah pembangunan menjadi 7 (tujuh) sub wilayah
pengembangan, sebagai berikut :
a) Sub wilayah pengembangan I
Meliputi wilayah Kecamatan Karanganyar, Tasikmadu dan
Mojogedang. Potensi utama yang dapat dikembangkan adalah
pemerintaha, pendidikan, perumahan, kesehatan, perhubungan,
perdagangan, peternakan dan pertanian.
b) Sub wilayah pengembangan II
Meliputi wilayah Kecamatan Jaten, Tasikmadu dan Kebak
kramat. Potensi utama yang dapat dikembangkan adalah
industri, perhubungan, peternakan, pertanian, perdagangan dan
perumahan.
c) Sub wilayah pengembangan III
Meliputi wilayah Kecamatan Karangpandan, Kerjo dan
Matesih. Potensi utama yang dapat dikembangkan adalah
perkebunan, perhubungan, perdagangan, peternakan, pariwisata
dan periklanan.
d) Sub wilayah pengembangan IV
Meliputi wilayah Kecamatan Tawangmangu, Ngargoyoso dan
Jenawi, dengan potensi utama di bidang pertanian, peternakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
pengairan, perdagangan, industri pengolahan dan hasil
pertanian.
e) Sub wilayah pengembangan V
Meliputi wilayah Kecamatan Jumapolo, Jumantono, Jatiyoso
dan Jatipuro yang mempunyai potensi efektif di bidang
pertanian, peternakan, pengairan, perdagangan, industri
pengolahan dan hasil pertanian.
f) Sub wilayah pengembangan VI
Meliputi wilayah Kecamatan Colomadu dengan potensi utama
di bidang perumahan, pendidikan, perhubungan dan
perdagangan.
g) Sub wilayah pengembangan VII
Meliputi wilayah Kecamatan Gondangrejo dengan potensi
utama di bidang pariwisata, perhubungan, perkebunan,
pertanian, hortikultura, industri, perumahan, perdagangan dan
peternakan.
2) Memberikan arahan sistem sarana dan prasarana menuju pada
struktur yang ingin dicapai, yaitu :
a) Prasarana dan sarana wilayah yang meliputi transportasi,
telekomunikasi, listrik, perhubungan udara, pos dan giro,
perbankan, dan pasar/pertokoan.
b) Pengembangan sarana dan prasarana perkotaan.
c. Potensi Kabupaten Karanganyar
Daerah Kabupaten Karanganyar terdiri dari 17 Kecamatan
yang perinciannya adalah sebagai berikut :
1) Kawedanan Wonoharjo, terdiri dari 2 Kecamatan :
a) Kecamatan Gondangrejo (gabungan dari bekas Kapanewon
Bonorejo dan Kaliyoso);
b) Kecamatan Colomadu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2) Kawedanan Karanganyar, terdiri dari 5 Kecamatan :
a) Kecamatan Karanganyar;
b) Kecamatan Tasikmadu;
c) Kecamatan Jaten;
d) Kecamatan Mojogedang;
e) Kecamatan Kebak kramat.
3) Kawedanan Karangpandan, terdiri dari 6 Kecamatan :
a) Kecamatan Karangpandan;
b) Kecamatan Matesih;
c) Kecamatan Tawangmangu;
d) Kecamatan Ngargoyoso;
e) Kecamatan Kerjo;
f) Kecamatan Jenawi.
4) Kawedanan Jumapolo, terdiri dari 4 Kecamatan :
a) Kecamatan Jumantono;
b) Kecamatan Jumapolo;
c) Kecamatan Jatiyoso;
d) Kecamatan Jatipuro.
Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan
Karanganyar, yaitu 75.796 jiwa (8,76%), kemudian Kecamatan Jaten
yaitu 70.770 jiwa (8,18%), dan Kecamatan Gondangrejo yaitu 68.571
jiwa (7,92%). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling
sedikit adalah Kecamatan Jenawi, yaitu 27.656j iwa (3,20%),
kemudian Kecamatan Ngargoyoso yaitu 35.351 jiwa (4,08 %) dan
Kecamatan Kerjo, yaitu 37.380 jiwa (4,32 %).
Kabupaten Karanganyar dengan mottonya “INTAN PARI”
yaitu Industri, Pertanian dan Pariwisata merupakan daerah yang
menitikberatkan pengembangan daerah dalam bidang industri,
pertanian dan pariwisata. Peluang tersebut sangat potensial untuk
ditawarkan kepada investor untuk menanamkan modalnya sekaligus
berpartisipasi dalam pembangunan Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Zona Industri yang disiapkan untuk pusat industri yaitu di
Kecamatan Gondangrejo, Jaten, Kebakkramat, dan sebagian
Tasikmadu. Dalam Zona tersebut masih berpeluang untuk
pengembangan industri berwawasan lingkungan. Untuk perencanaan
ke depan, Kabupaten Karanganyar juga berusaha mengembangkan
pusat perdagangan di wilayah Kecamatan Colomadu. Dibidang
pertanian, Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk
pengembangan agribisnis baik padi, palawija maupun agribisnis
holtikultura. Kabupaten Karanganyar juga telah dicanangkan sebagai
pusat biofarmaka. Dibidang pariwisata, Kabupaten Karanganyar
memiliki obyek-obyek yang sangat baik dan menarik, dengan
keindahan panoramanya serta obyek wisata yang mempunyai nilai
sejarah tinggi. Banyak tempat wisata alam maupun tempat wisata
sejarah yang bias mengangkat daerah sebagai kota wisata.
Disamping bidang industri, pertanian dan pariwisata, masih
banyak potensi-potensi lain yang belum dikembangkan secara
maksimal. Kondisi ini menjadi peluang bagi para pengusaha dan
investor untuk ikut berpartisipasi menanamkan modalnya membangun
Kabupaten Karanganyar sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Sesuai dengan kondisi alam Kabupaten Karanganyar yang
agraris, maka sebagian besar penduduknya mempunyai mata
pencaharian di sektor pertanian (petani sendiri dan buruh tani), yaitu
222.794 orang (30,83 %). Kemudian sebagai buruh industri sebanyak
104.204 orang (14,65 %), buruh bangunan 49.099 orang (6,90 %) dan
pedagang sebanyak 44.762 orang (6,19 %). Selebihnya adalah sebagai
pengusaha, di sektor pengangkutan, PNS/TNI/POLRI, pensiunan, jasa-
jasa dan lain-lain. Menurut data dari Dinas Kependudukan, Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (DKTT) Kabupaten Karanganyar pada tahun
2008 jumlah pencari kerja tercatat 12.245 orang dengan rincian laki-
laki 5.554 dan perempuan 6.691 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pertanian tanaman bahan makanan merupakan salah satu sektor
dimana produk yang dihasilkan menjadi kebutuhan pokok hidup
rakyat, Kabupaten Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah
pertanian yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan
tanaman agro industri. Dari data Dinas Pertanian Kabupaten
Karanganyar selama tahun 2008 diperoleh produksi padi sawah
sebanyak 279.341 ton, jagung sebanyak 33.595 ton, ubi kayu sebanyak
158.048 ton dan kacang tanah sebanyak 7.755 ton. Sebagian tanah di
Kabupaten Karanganyar merupakan tanah pegunungan/ perbukitan
(Jatiyoso, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso dan Jenawi) yang
sangat potensial untuk tanaman sayur-sayuran seperti bawang merah,
bawang putih, kobis, sawi, cabe, tomat, buncis dan sebagainya.
Selain tanaman pertanian, Karanganyar juga menghasilkan
tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten
Karanganyar yang sangat potensial adalah cengkeh yang mencapai
luas sebesar 1.508,50 Ha dan selama tahun 2008 produksinya
mencapai 95,71 ton. Tanaman lain yang juga potensial untuk
dikembangkan adalah kelapa, mete, tebu dan jahe. Sementara itu untuk
tanaman perkebunan besar yang potensial adalah teh dan karet.
Karanganyar juga berpotensi dalam bidang peternakan,
populasi ternak yang banyak diusahakan di Kabupaten Karanganyar
pada tahun 2007 adalah sapi potong 47.754 ekor, sapi perah 354 ekor,
kerbau 1.289 ekor, kuda 308 ekor, kambing 22.156 ekor, domba
115.422 ekor, babi 44.179 ekor, ayam ras 1.572.653 ekor, ayam buras
847.325 ekor, ayam pedaging 1.301.000 ekor, itik 71.025 ekor, kelinci
10.956 ekor dan burung puyuh 459.850 ekor. Selama tahun 2007 hasil-
hasil produksi ternak terdiri dari telur ayam buras 346.189 kg, telur
ayam ras 12.806.425 kg, telur itik 415.496 kg, telur puyuh 654.252 kg,
dan susu 4.961.961 liter.
Sektor pariwisata Kabupaten Karanganyar merupakan salah
satu sektor andalan dalam rangka pemasukan pendapatan daerah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
obyek wisata yang ada di Kabupaten Karanganyar meliputi taman
hiburan, pemandangan alam, pemandian air panas dan peninggalan
sejarah. Selama tahun 2007 jumlah pengunjung ke seluruh obyek
wisata mencapai 685.337 orang dengan obyek yang paling banyak
dikunjungi adalah Grojogan Sewu di Tawangmangu sebanyak 157.306
orang (22,95%), Kolam Renang Intan Pari di Karanganyar 128.679
orang (19,73%) dan Taman Ria Bale Kambang di Tawangmangu
33.200 orang (4,84%).
d. Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kabupaten
Karanganyar
Berlakunya otonomi daerah sejak ditetapkannya UU No. 22
Tahun 1999 berdampak pada besarnya tanggung jawab daerah
terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dari segi
kewenangan maupun pembiayaan pembangunan, daerah harus makin
mampu mengelolanya secara mandiri. Terkait dengan otonomi pula,
masyarakat memperoleh kebebasan dalam akses informasi dan
keterlibatan secara langsung dalam seluruh proses pembangunan.
Tidak heran jika kekritisan masyarakat terhadap kualitas pelayanan
publik harus mendapat respon dari pemerintah. Pemerintah semakin
dituntut profesional, efektif dan efisien dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, khususnya pelayanan perijinan. Pelayanan yang
prima dan consumen oriented akan turut mendukung terwujudnya
prinsip good governance.
Pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada
masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi aparatur Negara
sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Dengan dikembangkannya
Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pedoman
Penyederhanaan dan Pengendalian Perizinan di Bidang Usaha dan
Instruksi Presidden Nomor 1 Tahun 1995 Tanggal 6 Maret 1995
tentang Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Masyarakat serta INMENDAGRI Nomor 25/1998 Tentang Pelayanan
Perizinan Satu Atap di daerah maka telah tercipta keseragaman pola
dan langkah dibidang pelayanan umum oleh aparatur pemerintah yang
dapat dijadikan sebagai suatu landasan atau pedoman bersifat umum.
Pelayanan umum adalah segala bentuk kegitan pelayanan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah dan
dilingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) dalam
bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan Perundang-Undangan. Dalam hal pelayanan umum hak dan
kewajiban bagi pemberi maupun oenerima pelayanan umum harus
jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak, oleh karena
itu pelayanan umum harus memperhatikan 3 (tiga ) asas utama, yaitu :
1) Hak dan kewajiban penerima maupun pemberi pelayanan harus
jelas dan dipahami masing-masing pihak;
2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan harus disesuaikan dengan
kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar
berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
3) Mutu dan proses pelayanan harus diupayakan sebaik mungkin agar
dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan
kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Terwujudnya pelayanan masyarakat yang berkualitas (prima)
merupakan salah satu ciri Kepemerintahan Yang Baik (Good
Governance). Didasari bahwa peningkatan kualitas pelayanan
masyarakat senantiasa harus memperhatikan tuntutan dan dinamika
masyarakat yang berada dalam euphoria reformasi, demokrasi,
desentralisasi, otonomi daerah dan penegakan HAM. Oleh karena itu
peningkatan kualitas pelayanan masyarakat merupakan upaya terus-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menerus, berkelanjutan dan dilaksanakan oleh semua jajaran
Pemerintah. Dalam hal ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan pelayanan Publik sebagai penyempurnaan Keputusan
Men. PAN Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana
Pelayanan Umum, antara lain prinsip pelayanan prima berupa suatu
tata laksana yang mengandung sendi-sendi :
1) Kesederhanaan tata cara pelayanan;
2) Kejelasan persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik,
Unit Kerja/Pejabat yang berwenang dan rincian biaya pelayanan
publik;
3) Kepastian Waktu;
4) Akurasi Produk Pelayanan Publik diterima dengan benar, tepat dan
sah;
5) Keamanan;
6) Tanggungjawab;Kelengkapan sarana dan prasarana;
7) Kemudahan akses;
8) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan;
9) Kenyamanan.
Agar dapat tercipta keseragaman pola penyelenggaran
pelayanan umum dan aparatur pemerintah, khususnya dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Karanganyar telah diterapkan dan dilaksanakan
suatu pola pelayanan umum secara satu atap, terealisasi tanpa melepas
tanggungjawab dan kewenangan Dinas/Kantor/Bagian terkait dalam
pelaksanaan tugas-tugas pelayanan umum.
Banyak di negara-negara maju menggunakan citizen charter
dalam penyelenggaraan peleyanan publik, karena dirasa banyak
manfaat yang akan dirasakan baik oleh birokrasi amupun pengguna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
layanan. Yang pertama, dapat memberikan kepastian pelayanan yang
meliputi biaya, prosedur dan cara pelayanan. Kedua adalah untuk
memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan
dan penyedia layanan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Ketiga unutk mempermudah warga pengguna layanan dalam
mengontrol praktik penyelenggaraan pelayanan publik. Dan yang
terakhir adalah untuk membantu mengenalkan kepada pihak birokrasi
pemerintah sebagai penyedia layanan dalam mengidentifikasi
kebutuhan, harapan dan aspirasi pengguna layanan melalui kegiatan
survei pengguna layanan.87
Demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
perizinan yang prima, maka dibuatlah suatu mekanisme pelayanan satu
atap. Lembaga pelayanan perizinan tersebut dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 23 Tahun 2006
yakni Kantor Pelayanan Terpadu, yang kemudian diubah menjadi
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dengan dasar hukum Peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2009. Setelah
sebelumnya pelayanan perizinan tersebar di beberapa satuan kerja,
dengan dibentuknya BPPT maka pelayanan perizinan terpusat di BPPT
sebagai wujud pelayanan satu atap dengan moto ”Melayani sepenuh
hati dan sepenuh waktu”.
Dasar hukum berdirinya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Kabupaten Karanganyar sebagai berikut:
1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan
Terpadu di Daerah;
87 Bambang Wicaksono Triantoro, Citizens Charter dan Reformasi Birokrasi, Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik, Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada, Volume 8 Nomor 2, 2004, hlm. 35-36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
3) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 23 Tahun 2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu
Kabupaten Karanganyar;
4) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 432 Tahun 2006 tentang
Penjabaran Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural Pada Kantor
Pelayanan Terpadu Kabupaten Karanganyar;
5) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 433 Tahun 2006 tentang
Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Pelayanan Perizinan
dan Non Perizinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Terpadu
Kabupaten Karanganyar;
6) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2009
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Karanganyar;
7) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 62 Tahun 2009 tentang
Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Pelayanan Perizinan
dan Non Perizinan Kepada Kepala Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kabupaten Karanganyar.
Dalam pelaksanaan tugas, Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap
menjalankan fungsi sebagai berikut :
1) Memberikan informasi pelayanan.
2) Menerima dan memproses permohonan pelayanan (oleh Petugas
loket masing masing Dinas/Kantor/Bagian).
3) Menyelenggarakan administrasi pelayanan.
4) Menyelenggarakan urusan umum.
5) Menyelenggarakan urusan keuangan.
6) Melaksanakan koordinasi dengan instansi induk maupun instansi
terkait.
7) Menampung dan menindaklanjuti informasi yang diterima dari
masyarakat, baik yang berupa masukan maupun keluaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
8) Melaksanakan tugas tugas lain yang dilayani oleh Unit Pelayanan
Terpadu Satu Atap.
Adapun visi dan misi dari Badan Pelayanan dan Perijinan
Terpadu Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut :
1) Visi
Menjadi Lembaga Pelayanan Masyarakat di Bidang Perizinan yang
Efektif, Efisien, Ekonomis, Transparan dan Terbukanya Peluang
Investasi di Daerah.
2) Misi
a) Penyederhanaan prosedur/ proses perizinan daerah;
b) Memberikan kepastian dan transparansi beaya maupun waktu;
c) Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih;
d) Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan
peran serta masyarakat di bidang pembangunan;
e) Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap
perizinan sesuai dgn peraturan Perundang-undangan yang
berlaku;
f) Menjadikan Kabupaten Karanganyar sebagai Daerah Tujuan
Investasi;
g) Kepuasan masyarakat/ pelanggan;
h) Meningkatkan pendapatan daerah guna menunjang
kemandirian otonomi daerah.
Dengan visi dan misi yang demikian, maka Badan Pelayanan
dan Perijinan Terpadu memiliki Tugas Pokok dan Fungsi :
1) Tugas Pokok
Membantu Bupati dalam melaksanakan tugas dan fungsi
pemerintahan dalam hal memberikan pelayanan perizinan terpadu
dan nonperizinan serta penanaman modal.
2) Fungsi
a) Perumusan bidang pelayanan perizinan terpadu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
b) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu yang meliputi
informasi, pendaftaran pemohon dan penanganan pengaduan,
penelitian, administrasi, perhitungan dan pelaporan, penanaman
modal dan kesekretariatan;
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pelayanan
perizinan terpadu yang meliputi informasi, pendaftaran dan
penanganan pengaduan, penelitian, administrasi, perhitungan
dan pelaporan, penanaman modal serta kesekretariatan;
d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan
masyarakat, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Karanganyar mempunyai standar pelayanan minimal yang diterapkan.
Penjabarannya adalah sebagai berikut :
Tabel 1.
Pelayanan Perizinan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar
No JENIS PERIZINAN & NON DASAR HUKUM WAKTU PROSES
1. IZIN LOKASI Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009
12 Hari
2. IZIN GANGGUAN (HO) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
12 Hari
3. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2006
12 Hari
4. IZIN PENGGILINGAN PADI (HULLER)
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2001
6 Hari
5. SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006
5 Hari
6. TANDA DAFTAR PERUSAHAAN
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002
5 Hari
7. TANDA DAFTAR GUDANG Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002
5 Hari
8. IZIN INDUSTRI Peraturan Daerah 5 Hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Nomor 8 Tahun 2002
9.
IZIN USAHA BIDANG PARIWISATA (Izin Perhotelan, Izin Restoran, Izin Pemondokan, Izin Salon Kecantikan, Izin Hiburan Umum, Izin Usaha Rekreasi Dll)
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2006 12 Hari
10. IZIN REKLAME Insidentil Tetap
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006
1 Hari 12 Hari
11. PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1998 12 Hari
12. IZIN / REKOMENDASI MENDIRIKAN PERUSAHAAN ANGKUTAN
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1986
12 Hari
13.
IZIN TRAYEK SK Izin Trayek Penerbitan KP hilang/rusak Izin Insidentil
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004
12 Hari 15 Hari 2 Hari 1 Hari
14. IZIN SARANA KESEHATAN SWASTA DAN SARANA UMUM LAINNYA
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2003
6 Hari
15. IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2002 12 Hari
16. IZN PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 12 Hari
Pelayanan Non Perizinan
Akta Catatan Sipil : Perkawinan, Perceraian, Kematian, Pengakuan dan
Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
e. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Karanganyar
Gambar 3.
Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Karanganyar
Adapun tugas dari masing-masing fungsi adalah sebagai berikut :
1) Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu mempunyai tugas
membantu Bupati dalam melaksanakan tugas dan fungsi
KEPALA BADAN Drs. TATAG PRABAWANTO
B,MM
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIS Drs. AGUNG TJAHJO
NUGROHO
SUB BAG. UMUM DAN
KEPEGAWAIAN DIYATMOKO, SH
SUB.BAG. KEUANGAN
GUNAWAN, SH
SUB. BAG. PERENCANAA
N CUK
HARGIYANTO,
BIDANG PENELITIAN DAN
ADMINISTRASI PURWANTO, ST
SUB.BID. KOORDINASI&PE
NELITIAN LAPANGAN
ERNI RIWAYANTI, SE
SUB.BID. ADMINISTRASI
PERIJINAN JOKO WISENO,
S.Sos
BIDANG INFORMASI, PENDAFTARAN DAN
PENANGANAN PENGADUAN
JOKO WASONO, S.Sos
SUB.BID. INFORMASI DAN PENDAFTARAN ENDANG WIDOWATI,
SE
SUB.BID. PENANGANAN PENGADUAN
PRIJO DWI ATMANTO, S.Pd,SH,
M.Si
BIDANG PERHITUNGAN & PELAPORAN
AGUS CAHYANTO, SH
SUB.BID. PERHITUNGAN
TITIK TRI PUDYASTUTI,
S.Sos
SUB.BID. PELAPORAN Drs. TRI SILA
BUDIRAHARDJA, S.Sos
BIDANG PENANAMAN
MODAL MARIA THERESIA
TITIK SETIATI,SH,MM
SUB.BID. PENGENDALIAN
PENANAMAN MODAL
Dra. PUJI KAESTHI W.P.
SUB.BID. PROMOSI DAN KERJASAMA
DYAH WARDANI, S.Sos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Pemerintahan dalam memberikan Pelayanan Perijinan dan non
Perijinan serta Penanaman Modal secara terpadu;
2) Sekretaris Badan Pelayanan Perijinan Terpadu bertugas membantu
Kepala Badan untuk merumuskan kebijakan, mengoordinasikan,
membina, mengendalikan di bidang urusan perencanaan, keuangan,
umum dan kepegawaian;
3) Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas membantu
Sekretaris Badan untuk menyusun program kegiatan, monitoring,
evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan Badan;
4) Kepala Sub Bagian Keuangan bertugas membantu Sekretaris untuk
menyusun program kegiatan, melaksanakan urusan adminisyrasi
keuangan dan pelaporan pertanggung jawaban keuangan Badan;
5) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian memiliki tugas
membantu Sekretaris melaksanakan pengelolaan urusan administrasi
umum, organisasi dan tata laksana, pengurusan rumah tangga,
perlengkapan/ perbekalan, dokumentasi, perpustakaan dan kearsipan
serta pengelolaan administrasi kepegawaian Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu;
6) Kepala Bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan
mempunyai tugas membantu Kepala Badan dalam merumuskan
kebijakan, pengoordinasian, pembinaan dan pengendalian kegiatan
di bidang informasi, pendaftaran dan penanganan pengaduan
informasi dari masyarakat;
7) Sub bidang Informasi dan Pendaftaran mempunyai tugas membantu
Kepala Bidang menyiapkan bahan penyusunan petunjuk teknis dan
pelaksanaan kegiatan di bidang informasi pelayanan dan pendaftaran
perijinan dan non perijinan;
8) Kepala Sub Bidang Penanganan Pengaduan memiliki tugas
membantu Kepala Bidang untuk melaksanakan kegiatan di bidang
penanganan pengaduan/ keberatan dari masyarakat, menerima setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
pengaduan/ keberatan dari masyarakat, menanggapi dan
menyelesaikan aduan/ keberatan masyarakat;
9) Kepala Bidang Penelitian dan Administrasi membantu Kepala Badan
untuk melaksanakan penelitian dan pemeriksaan permohonan
perijinan dan non perijinan, mempersiapkan pelaksanaan koordinasi
dan penelitian lapangan, mempersiapkan administrasi perijinan/ non
perijinan keputusan ijin;
10) Kepala Sub Bidang Koordinasi dan Penelitian Lapangan bertugas
membantu Kepala Bidang melaksanakan tugas koordinasi dan
penelitian lapangan dalam rangka pelayanan perijinan dan non
perijinan;
11) Kepala Sub Bidang Administrasi Perijinan mempunyai tugas
membantu Kepala Bidang untuk melaksanakan penerbitan surat
keputusan perijinan dan non perijinan;
12) Kepala Bidang Perhitungan dan Pelaporan memiliki tugas membantu
Kepala Badan di bidang penerbitan perhitungan dan menyusun
pelaporan pelayanan perijinan dan non perijinan;
13) Kepala Sub Bidang Perhitungan bertugas membantu Kepala Bidang
Perhitungan dalam menerbitkan besaran biaya perijinan dan non
perijinan dalam bentuk surat sebagai ketetapan retribusi/ daerah
(SKR/ D);
14) Kepala Sub Bidang Pelaporan memiliki tugas membantu Kepala
Bidang di bidang pelaporan dalam penyusunan pelaporan target,
perkembangan realisasi pelayanan perijinan dan non perijinan;
15) Bidang Penanaman Modal bertugas membantu Kepala Badan di
bidang penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal
dalam negeri (PMDN);
16) Kepala Sub Bidang Pengendalian Penanaman Modal mempunyai
tugas melaksanakan pemantauan, pengendalian dan pengawasan atas
pelaksanaan PMA ataupun PMDN;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
17) Kepala Sub Bidang Promosi dan Kerjasama memiliki tugas
membantu Kepala Bidang di bidang promosi dan kerjasama yang
bertugas mengkoordinasikan dan menyelenggarakan promosi
investasi, menyelenggarakan pameran produk perusahaan PMA
maupun PMDN.
2. Kesesuaian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan prinsip otonomi yang luas,
nyata dan bertanggung jawab
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang dititikberatkan pada daerah Kabupaten/ Kota
membawa konsekuensi bahwa daerah harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakan otonomi daerah. Substansi pelaksanaan otonomi daerah
adalah upaya pemberdayaan masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa,
kreativitas, dan peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala
tingkatan dalam segala aspek. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan dan
keinginan masyarakat untuk memperoleh kualitas kehidupan yang lebih
merata, otonom dan terbuka serta tumbuh kembangnya lembaga-lembaga
yang dimiliki masyarakat secara berkelanjutan.
Secara prinsip, tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan
pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya, sehingga pelayanan
kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada
pemerintah lebih nyata. Dengan dasar inilah dibentuklah Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin
Gangguan. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun
2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan ditetapkan oleh Bupati Karanganyar
dengan Persetujuan DPRD Kabupaten Karanganyar pada tanggal 25 Juni
2007.
Ditinjau dari substansi Peraturan Daerah tersebut di dalamnya telah
memuat 16 Bab dan 25 Pasal dengan susunan antara lain sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
a. Bab I berisi tentang Ketentuan Umum.
b. Bab II tentang Perijinan.
c. Bab III tentang Nama, Obyek dan Subyek Retribusi.
d. Bab IV tentang Golongan Retribusi.
e. Bab V mengenai Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa.
f. Bab VI mengenai Prinsip Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif.
g. Bab VII mengenai Wilayah Pemungutan.
h. Bab VIII berisi tentang Saat Retribusi Terutang.
i. Bab IX tentang Tata Cara Pemungutan.
j. Bab X tentang Sanksi Administrasi.
k. Bab XI berisi tentang Tata Cara Pembayaran.
l. Bab XII mengenai Tata Cara Penagihan.
m. Bab XIII tentang Tata Cara Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan
Retribusi.
n. Bab XIV mengenai Ketentuan Pidana.
o. Bab XV berisi tentang Penyidikan.
p. Bab XVI tentang Ketentuan Penutup.
Kebijakan tersebut di atas berlaku mengikat bagi seluruh subyek
dan obyek yang telah ditetapkan di dalam Perda tersebut, seperti yang
tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 yang berbunyi : Pasal 7 “Obyek
retribusi adalah setiap pemberian ijin gangguan kepada orang pribadi atau
badan usaha”, Pasal 8 ayat (1) “Subyek retribusi adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh ijin gangguan”.
Mengikatnya Perda Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan ditandai dengan adanya sanksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
administrasi yang terdapat dalam Pasal 16 ”Dalam hal wajib retribusi tidak
dibayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari
retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD”. Juga tercantum dalam Pasal 21 mengenai
Ketentuan Pidana, ayat (1) “Wajib retribusi tidak melaksanakan
kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana
kurungan paling lama 2 (dua) bulan dan denda” paling banyak 4 (empat)
kali jumlah retribusi yang terutang. Ayat (2) “Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran”.
Suatu peraturan daerah ditetapkan dengan urgensi tertentu,
demikian pula dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4
Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan ditetapkan dengan berbagai
pertimbangan yang melatarbelakangi pembentukkannya. Adapun yang
menjadi dasar pertimbangan penetapannya adalah sebagai berikut :
a. Dalam rangka pengendalian lingkungan dalam pendirian tempat usaha,
maka pemerintah daerah perlu melakukan pembinaan, pengendalian
dan pengawasan terhadap pendirian tempat usaha;
b. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 8 Tahun 1999
tentang Retribusi Ijin Gangguan sudah tidak sesuai lagi, oleh karena
itu perlu ditinjau kembali;
c. Untuk memungut retribusi pada masyarakat maka perlu diatur dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Selain itu dari sisi hierarki, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan di atasnya. Peraturan-
peraturan tersebut antara lain :
a. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatblad Tahun
1926 Nomor Staatblad Tahun 1940 Nomor 226 yang diubah dan
ditambah dengan Staatblad Tahun 1940 Nomor 14 dan 450.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah.
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4048).
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3699).
e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389).
f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).
g. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3838).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
h. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139).
i. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 12 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten
Karanganyar Tahun 2006 Nomor 12).
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007
juga tidak ada unsur diskriminatif, hal ini secara jelas dan tegas dinyatakan
dalam Pasal 2 ayat (1) ”Setiap orang atau badan yang mendirikan dan atau
memperluas tempat usaha wajib mendapatkan ijin gangguan dari Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk”.
Adapun jenis-jenis usaha yang harus memiliki ijin gangguan di
Kabupaten Karanganyar adalah :
o Usaha yang dijalankan dengan alat memakai tenaga asap dan gas serta
dengan elektromotor dan lain-lain tempat usaha yang mempergunakan
asap, gas atau uap dengan tekanan berat termasuk penggunaan mesin;
o Usaha yang digunakan untuk membuat, mengerjakan dan menyimpan
mesin dan lain-lain bahan peledak termasuk pabrik penyimpanan
petasan;
o Usaha yang dipergunakan untuk membuat bahan kimia, terhitung
pabrik korek api;
o Usaha yang dipergunakan untuk mendapatkan, mengerjakan dan
menyimpan benda yang cepat menguap;
o Usaha yang dipergunakan untuk menyimpan dan mengerjakan kotoran
atau sampah termasuk daur ulang;
o Tempat penggilingan batu, tras/ kapur termasuk pembuatan bahan
bangunan/ kerajinan dari batu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
o Tempat penggilingan/ pentosotan beras, huller dan pengolahan hasil
bumi/ palawija;
o Usaha yang dipergunakan untuk menyuling dan pembuatan bahan-
bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan untuk
mengerjakan bahan yang diperoleh dari penyulingan tadi;
o Usaha yang dipergunakan untuk membuat macam-macam pelumas dan
sejenisnya;
o Usaha yang dipergunakan untuk membuat bir, anggur dan sejenisnya
tempat penyulingan, pabrik spirtus dan cuka dan tempat membuat
minyak tanah, minyak goreng dan bensin, pabrik tepung dan tempat
membuat roti serta pabrik sirup dari buah-buahan;
o Tempat melelehkan logam, tempat pencampuran logam, tempat
pemipihan logam, tempat membuat barang-barang dari logam,
tembaga, dan kaleng serta tempat pembuatan ketel;
o Tempat membuat kapal, tempat memecah dan penggergajian kayu,
tempat pembuatan gilingan (molen) dan kereta, tempat pembuatan
tong dan pengolahan/ pertukangan kayu;
o Tempat membuat barang dari gelas, tempat pembuatan gamping dan
gips serta tempat pembuatan kapur;
o Garasi/ pool kendaraan, bengkel;
o Pergudangan;
o Tempat las;
o Pabrik barang porselin dan tanah, tempat membuat batu merah,
genteng, macam-macam tegel;
o Tempat peternakan, pemerahan susu, pemotongan hewan, tempat
pengulitan, tempat membersihkan jerohan, tempat penjemuran,
pengasapan dan penggaraman bahan-bahan yang berasal dari hewan
serta tempat penyamakan kulit;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
o Tempat penyimpanan/ penjemuran tembakau/ gudang penggantungan
tembakau;
o Pabrik yang mengerjakan karet mentah, karet matang dan bahan-bahan
yang mengandung getah perca atau kaucuk;
o Tempat menenun tradisional, tempat membatik/ sablon;
o Tempat pelayanan jasa, tempat hiburan;
o Tempat penginapan dan hotel;
o Tempat pelayanan kesehatan;
o Tempat penjualan barang, toko, swalayan dan tempat-tempat penjualan
sejenisnya;
o Warung dan restoran dalam bangunan tetap;
o Bank/ lembaga keuangan;
o Toko swalayan dan supermarket/ mal;
o Toko kelontong dan tempat penjualan < 50 m2;
o Salon kecantikan;
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4
Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan menjelaskan, khususnya
Pasal 7 ”Obyek retribusi adalah setiap pemberian ijin gangguan kepada
orang pribadi dan atau badan usaha”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Bagan alur proses pelayanan ijin HO adalah sebagai berikut :
Gambar 4.
Alur Pelayanan Retribusi Ijin Gangguan Kabupaten Karanganyar
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan Bapak
Dheny selaku staff khusus di bagian Ijin HO mengatakan bahwa :
”Pemohon harus mengisi formulir permohonan izin dan melengkapi berkas yang dipersyaratkan, memasukkan berkas permohonan izin melalui loket sub bidang informasi dan pendaftaran bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar yang kemudian diadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas tersebut. Kemudian setelah dinyatakan memenuhi persyaratan kelengkapan administrasi oleh bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, berkas permohonan dimasukkan data base permohonan izin dan ditransfer ke Bidang Penelitian dan Administrasi
PEMOHO
N
INFORMASI
LOKET
Front Office
ADMINISTRASI
TIM TEKNIS
Pertimbangan Teknis
Dan Hasil Pemeriksaan
Lapangan
1. Kepala Badan
2. Tim Perizinan
3. Teknis Terkait
FORUM RAPAT
KA. BADAN
Pengesahan/Penolakan
(Tanda Tangan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar bersama Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar mengadakan pemeriksaan lapangan dan memberikan pertimbangan teknis terhadap pengajuan izin. Terhadap pengajuan izin yang sudah dilakukan pemeriksaan lapangan, diadakan rapat pembahasan ajuan izin dihadiri oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar yang akan memberikan persetujuan/ penolakan permohonan izin yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan permohonan izin. Setelah permohonan perizinan disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu menandatangani SK pemberian izin atas nama Bupati Karanganyar. Tetapi apabila permohonan perizinan tidak disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu memberikan surat penolakan izin disertai dengan alasan penolakan.”
Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Dheny mengenai jangka waktu
ijin gangguan sebagai berikut :
”Jangka waktu penyelesaian izin adalah selama 12 (dua belas) hari
terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Sedangkan
untuk jangka waktu berlakunya Izin Gangguan ditetapkan selama 5 tahun.
Setelah jangka waktu tersebut habis masa berlakunya, pemegang izin
diwajibkan mendaftarkan ulang Izin Gangguannya.”
Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara yang penulis
lakukan dengan Bapak Anton selaku pemilik Toko Supermarket PT.
Sumber Cipta yang mengatakan bahwa :
”Dulu saya melihat persyaratannya dulu mbak, saya tanya-tanya ke bagian informasi BPPT Karanganyar. Terus saya dikasih brosurnya dan dikasih penjelasan sama mbaknya, di rumah saya pelajari brosur itu. 1 minggu berikutnya baru saya datang lagi ke BPPT untuk mendaftar dengan membawa syarat-syaratnya, menurut saya ga berbelit-belit kok mbak. Sesuai sama peraturannya, cuma ya itu agak lama aja. Kalo untuk peraturan yang ngatur tentang ijin itu saya belum pernah baca komplit mbak, cuma sekilas aja. Sekilas bagus kok mbak, nggak merugikan masyarakatnya”
Pendapat di atas juga didukung oleh hasil wawancara penulis
dengan Bapak Bambang, pemilik Hotel Maritim 1 dan 2 yang mengatakan
bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
”Bapak mengelola hotel ini sudah lama mbak, bapak sudah menyadari dari dulu kalo semua jenis usaha itu ada ijinnya. Disini bapak mendirikan hotel di Bolon, jadi perijinannya juga harus di kantor perijinan Karanganyar. Bapak membuat ijin ini sudah lama, jadi ya agak lupa juga tata caranya, tetapi kan ijin ini harus diperpanjang setiap 5 tahun sekali mbak. Selama ini bapak memperpanjang tidak ada masalah apa-apa tu, lancar-lancar saja. Mengenai Perda Perijinan itu bapak tau, pernah membaca tetapi tidak begitu memahami. Sekilas bapak membaca kalo peraturan itu bagus kok mbak, kalo ga salah itu ada ancaman hukumannya juga bagi yang melanggar. Yang namanya peraturan kan harus begitu to mbak, bisa melindungi warganya.”
Hal senada juga dikemukakan oleh Bapak Sutrisno, pemilik PT.
Panji Mulya yang mengemukakan bahwa :
”Usaha saya ini bergerak di bidang industri mebel mbak, saya sudah lumayan lama mendirikan pabrik ini. Ya kurang lebih sekitar 5 tahun, tetapi dulu saya tidak tau ada ijin-ijin segala. Tetapi setelah dikasih tau teman, saya langsung mendaftarkan ijin ke BPPT. Dulu persyaratannya seperti yang dituliskan di papan pengumuman di depan kantor itu kok mbak, nggak ada syarat-syarat tambahan lagi.. Kemarin saya baru aja baca Perda Perijinan itu mbak, mau cari tau masalah perpanjangan ijin. Karena ijin saya hampir habis 6 bulan lagi, kalo ga salah itu ada 25 Pasal. Disitu peraturannya komplit mbak, saya sebagai warga Karanganyar merasa cukup adil dengan adanya peraturan itu.”
Berbeda dengan hasil interview yang disampaikan oleh Ibu Dian
yang mengatakan bahwa :
”2 minggu yang lalu saya mendaftarkan usaha penggilingan padi saya ini mbak, saya masukkan semua persyaratannya. Tapi setelah saya tau biayanya, saya kok kaget. Besar banget mbak, setelah saya rundingan sama suami akhirnya saya putuskan buat ninggalin aja ijin itu karena nggak kuat biayanya. Kira-kira setelah 10 hari ada petugas datang, tanya tentang perijinan saya itu sudah lama kok nggak diurus-urus. Ya saya jawab aja uang saya nggak cukup buat mbayar ijin itu, trus petugasnya ngasih saran kalo saya bisa minta surat keterangan dari Bupati Karanganyar. Tapi saya males mbak, nanti pasti panjang urusannya kalo sama pemerintahan itu.”
Bapak Tatag selaku Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Karanganyar mengatakan bahwa ;
”Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
dan mengatur semua urusan pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam undang-undang, sedangkan nyata mengandung pengertian bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.otonomi yang bertanggung jawab berarti otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam penyelenggaraannya, peraturan daerah dipandang perlu untuk menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam hal perijinan khususnya perijinan HO, Kabupaten Karanganyar telah membuat peraturan yang mengaturnya yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan. Di samping itu, juga dibentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu sebagai tempat bernaung perihal perijinan. Muatan yang terkandung dalam perda tersebut saya rasa sudah tidak perlu diragukan lagi, karena Perda tersebut dibuat oleh DPRD bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan diberlakukan setelah melalui tahapan evaluasi oleh pemerintah, hal ini ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai retribusi daerah.”
Paparan di atas didukung oleh hasil wawancara penulis dengan Ibu
Muji Rahayu, pemilik Apotik Haprani yang mengatakan bahwa :
”Sebelum ibu mendaftarkan apotik ini, ibu mempelajari terlebih dahulu Perda tersebut nak. Jadi ibu sangat paham muatan yang terkandung di dalamnya dan juga maksud dan tujuan dari pada pembuatan perda tersebut, peraturan itu dibuat berdasarkan keadaan masyarakat sekitar dan diperuntukkan juga untuk warganya. Setelah ibu memahami peraturan tersebut, ibu segera mendaftarkan diri sebagai pemilik Apotik Haprani ini. Alhamdulillah lega nak, selain itu apotik ini juga bisa bermanfaat bagi orang banyak.”
Pada dasarnya efektifitas pelaksanaan sebuah peraturan khususnya
Perda Nomor 4 Tahun 2007 ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman
masyarakat Kabupaten Karanganyar akan adanya keberadaan dari
peraturan tersebut. Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Tatag selaku
Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar yang
mengatakan bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
”Dalam hal ijin gangguan, kami telah melakukan sosialisasi sejak tahun
2008 hingga sekarang. Sosialisasi tersebut kami lakukan secara bertahap,
sehingga diharapkan ke depannya tidak ada benturan antara pengusaha,
Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan juga masyarakat.”
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari Bapak Dheny, staff
bagian ijin HO yang mengatakan bahwa :
”Sebenarnya alur perijinan yang diterapkan di Kabupaten Karanganyar itu
sudah tepat dan dirasa memberikan keadilan baik bagi Pemerintah
Kabupaten Karanganyar, pengusaha, dan juga masyarakat setempat.”
Dari hasil penelitian di masyarakat, penulis berhasil mewawancarai
Bapak Baroroh selaku pengusaha penyiaran radio di Kecamatan
Karanganyar yang mengatakan :
”Saya mendaftar ijin HO ini atas dasar kesadaran diri sendiri kok mbak, dulu begitu saya mendirikan radio ini saya langsung mengajukan permohonan ijin HO di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar. Menurut saya perijinan ini sangat penting bagi saya, karena apabila suatu saat masyarakat sekitar terganggu dengan usaha saya, mereka sudah tidak bisa mengajukan protes/ komplain terhadap saya. Karena perijinan HO ini dibuat berdasarkan persetujuan dari masyarakat di sekitar tempat usaha. Kemudian mengenai Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 saya cukup memahaminya, pada dasarnya substansi dari perda tersebut sudah sangat baik. Tinggal nanti bagaimana penerapannya dalam masyarakat dan tanggapan dari masyarakat terhadap perda tersebut.”
Demikian halnya dengan wawancara yang dilakukan penulis
dengan Ibu Muji Rahayu, pemilik apotik yang mengatakan bahwa :
”Saya cukup puas dengan adanya perda tersebut mbak, karena bisa memberikan manfaat bagi semua belah pihak, baik itu masyarakat, pemerintah ataupun para pengusaha. Dalam hal pelayanannya juga lumayan, saya tidak harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan ijin tersebut. Dan juga satu lagi mbak, saya lihat pembangunan Kabupaten Karanganyar semakin berkembang mbak. Hal ini secara nggak langsung kan juga kontribusi dari hasil dari ijin HO ini kan mbak, sebagian besar pendapatan daerah kan dari hasil pajak dan retribusi daerah.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
3. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan
Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha
Pemerintah memiliki fungsi utama secara umum, yaitu fungsi
pemberdayaan, fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Melalui pemberian pelayanan kepada masyarakat yang
dilaksanakan oleh pemerintah, maka pemerintah akan dapat mewujudkan
tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat.88
Hal tersebut sangat sesuai dengan tujuan dan sasaran dari Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, yaitu antara lain :
a. Tujuan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar
yaitu :
1) Meningkatkan kualitas layanan publik;
2) Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk
memperoleh pelayanan publik;
3) Meningkatkan investasi di daerah.
b. Sasaran Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar
adalah :
1) Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah,
transparan, pasti dan terjangkau;
2) Meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Dalam wawancara penulis dengan Bapak Dheny, mengatakan
bahwa :
”Dalam melaksanakan tugasnya dalam lingkup ijin gangguan, BPPT Karanganyar mempunyai peraturan yang dijadikan pedoman pelaksanaan yaitu Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan. Dalam menilai layak atau tidaknya sebuah tempat usaha mendapatkan perijinan HO, BPPT Karanganyar menggunakan Peraturan Daerah Kabupaten
88 Hanif Nurcholis, Teori dan Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Media
Sarana Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 175
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Karanganyar Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar sebagai bahan pertimbangan.”
Perda Nomor 2 Tahun 1999 dibuat dengan maksud sebagai
pedoman bagi semua kegiatan dalam pemanfaatan ruang di Wilayah
Kabupaten Karanganyar yang perlu dilaksanakan secara optimal
seimbang, terpadu, tertib, lestari serta berkesinambungan. Sedangkan
dasar yuridis yang dijadikan sebagai acuan hukum keberadaan perda ini
adalah :
o Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah.
o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043).
o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan
Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Repubiik Indonesia tahun 1967
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2923).
o Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Repubiik Indonesia tahun
1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Neaara Nomor 2831).
o Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3046).
o Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1980 (Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3186).
o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia tanun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran -Negara Nomor 3274).
o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam dan Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
o Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1990 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427).
o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470).
o Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501).
o Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3690).
o Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839)
o Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Cara
Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1982
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225).
o Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226).
o Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1985 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3293).
o Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39:
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294)
o Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan
Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1987 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3352).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
o Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang (oordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 6378)
o Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1993 nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Nomor
3638).
o Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengaturan
Pengelolaan Kawasan Lindung.
o Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan
Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri.
o Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 tentang Koordinasi
Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
o Peraturan. Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan
Sungai dan Bekas Sungai.
o Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1992 tentang
Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi dan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
o Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang
bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan.
o Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 8
Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I
Jawa Tengah Tahun 1994 Nomor 3)
o Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar Nomor 7
Tahun 1991 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar (Lembaran
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar Tahun 1991
Nomor 49)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
o Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Karanganyar (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Karanganyar Tahun 1994 Nomor 47).
Ditinjau dari substansi, perda tersebut di dalamnya telah memuat
antara lain :
a. Bab I berisi Ketentuan Umum;
b. Bab II berisi Azaz, Tujuan, Sasaran dan Fungsi;
c. Bab III tentang Kedudukan, Wilayah Perencanaan dan Jangka Waktu
Rencana Tata Ruang Wilayah;
d. Bab IV tentang Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang;
e. Bab V mengenai Alokasi Pemanfaatan Ruang;
f. Bab VI mengenai Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah;
g. Bab VII berisi Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Rencana
Tata Ruang;
h. Bab VIII berisi Hak dan Kewajiban Masyarakat;
i. Bab IX tentang Peninjauan Kembali;
j. Bab X tentang Ketentuan Pidana;
k. Bab XI mengenai Ketentuan Penyidikan;
l. Bab XII mengenai Ketentuan Peralihan;
m. Bab XIII berisi Ketentuan Lain-Lain; dan
n. Bab XIV berisi Ketentuan Penutup.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar didasarkan
atas azas89 :
a. Manfaat yaitu pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin dalam
penentuan jenjang fungsi peiayanan kegiatan dan sistem jaringan;
b. Keseimbangan dan keserasian yaitu menciptakan keseimbangan dan
keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu
wilayah;
89 Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
c. Kelestarian yaitu menciptakan hubungan yang serasi antar manusia
dan lingkungan yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang;
d. Berkelanjutan yaitu bahwa penataan ruang menjamin Kelestarian
kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan
kepentingan lahir dan batin antar generasi;
e. Keterbukaan yaitu bahwa setiap orang/pihak dapat memperoleh
perlindungan hukum dan keterangan mengenai produk perencanaan
tata ruang serta proses yang ditempuh dalam penataan ruang.
Suatu rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karanganyar
memiliki beberapa tujuan yang pada dasarnya untuk mengembangkan
pembangunan, yaitu antara lain90 :
a. Mewujudkan kebijaksanaan pokbk pemanfaatan ruang di Wilayah
Daerah:
b. Mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar
Wilayah Daerah;
c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
masyarakat di daerah;
d. Menyusun rencana rinci Tata Ruang di Daerah. serta pelaksanaan
pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan
dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perizinan lokasi
pembangunan.
Perda Tata Ruang ini mempunyai beberapa fungsi dan sasaran
seperti yang dipaparkan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Perda Nomor 2 Tahun
1999, yaitu antara lain :
a. Fungsi rencana tata ruang adalah :
1) Sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah Tingkat II untuk
menetapkan lokasi dalam menyusun program-program dan
kegiatan-kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan
pernanfaatan ruang di daerah;
90 Pasal 3 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
2) Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan
ruang.
b. Sasaran rencana tata ruang wilayah adalah sebagai berikut :
1) Tertatanya kawasan yang berfungsi lindung;
2) Tertatanya jenjang pusat-pusat pelayanan;
3) Tertatanya sistem transportasi;
4) Tertatanya prasarana dan sarana fasilitas sosial, ekonomi dan
lainnya;
5) Tertatanya kawasan budidaya;
6) Tertatanya kawasan pemukiman perkotaan dan pedesaan;
7) Tertatanya kawasan tertentu.
Ditambahkan lagi penjelasan dari Bapak Dheny, staff khusus
bagian ijin HO yang mengatakan bahwa :
”Selain mengenai ketidak sesuaian dengan tata ruang, gugurnya
permohonan ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar banyak disebabkan
oleh permohonan yang tidak ditindak lanjuti oleh pemohon. Jangka waktu
penyelesaian ijin adalah selama 12 (dua belas) hari terhitung sejak
permohonan diterima secara lengkap dan benar, setelah lebih dari 12 hari
secara otomatis permohonan dinyatakan gugur.”
Adapun persyaratan permohonan baru HO yang harus dipenuhi
oleh pemohon adalah sebagai berikut :
a. Fotocopy Akte Pendirian Perusahaan/ Badan Hukum yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Bukti Kewarganegaraan
RI;
c. Fotocopy bukti pemilikan/ penguasaan hak atas tanah;
d. Gambar situasi tempat usaha dengan ukurannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
e. Surat pernyataan persetujuan warga masyarakat di sekitar lokasi
tempat usaha yang diketahui oleh Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat
setempat;
f. Bukti lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
g. Studi kelayakan lingkungan bagi usaha tertentu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (AMDAL, UKL, UPL);
h. Fotocopy NPWP/ NPWPD.
Setelah semua persyaratan di atas didaftarkan, maka BPPT
Kabupaten Karanganyar khususnya bagian perijinan HO akan melakukan
pengecekan langsung ke tempat usaha yang didaftarkan. Apabila kriteria
tempat usaha sesuai dengan perincian Wilayah Pembangunan Daerah
Kabupaten Karanganyar seperti yang dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal
10 Perda Nomor 2 Tahin 1999, maka permohonan akan diterima dan
diproses selanjutnya akan terbit surat keputusan kurang lebih 1 minggu.
Hal tersebut diperjelas dengan wawancara penulis dengan Bapak
Dheny selaku staff khusus bagian perijinan HO, yang mengatakan :
”Untuk mendapatkan perijinan HO disini tidak susah kok mbak, masyarakat cukup mematuhi prosedur yang sudah ditetapkan saja. Mempersiapkan persyaratan yang diminta, yaitu seperti fotocopy KTP, fotocopy akta pendirian perusahaan/ badan hukum yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, fotocopy bukti pemilikan hak atas tanah, denah tempat usaha beserta ukurannya, surat pernyataan dari masyarakat setempat dengan mengetahui Lurah/ Kades dan Camat setempat, bukti lunas pajak bumi dan bangunan (PBB), dan fotocopy NPWP/ NPWPD.bagi usaha tertentu harus disertai dengan studi kelayakan lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah berkas dimasukkan, kita akan melakukan survei lapangan. Apakah benar masyarakat setempat mengetahui dan tidak keberatan akan adanya tempat usaha tersebut, serta harus dipertimbangkan pula dengan potensi pengembangan pembangunan pada wilayah tersebut seperti yang telah ditetapkan pada Pasal 10 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar. Pelaksanaan rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan program utama dan program penunjang yang dirinci dalam kurun waktu 5 tahunan selama 10 tahun masa perencanaan. Pemanfaatan fungsi dan pengelolaan kawasan ini bertujuan untuk mengarahkan investasi masyarakat dan dunia usaha dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
pengembangan kawasan. Pelaksanaan tata ruang ini diselenggarakan melaui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang, tidak hanya para pejabat tetapi masyarakat Kabupaten Karanganyarpun berhak berperan serta. Masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana tata ruang wilayah secara tepat dan mudah. Terhadap pengajuan izin yang sudah dilakukan pemeriksaan lapangan, diadakan rapat pembahasan ajuan izin yang dihadiri oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar yang akan memberikan persetujuan/ penolakan permohonan izin yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan permohonan izin. Setelah permohonan perizinan disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu menandatangani SK pemberian izin atas nama Bupati Karanganyar. Apabila permohonan perizinan tidak disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu memberikan surat penolakan izin disertai dengan alasan penolakan.”
Hal tersebut didukung dengan wawancara yang dilakukan penulis
dengan Bapak Baroroh, pemilik penyiaran radio di Bibis yang mengatakan
bahwa :
”Mengenai perda tata ruang Kabupaten Karanganyar saya tau mbak muatan di dalamnya, tapi nomor dan tahun berapa saya lupa. Usaha saya ini berada di Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Karanganyar termasuk dalam sub wilayah pembangunan I. Pada initinya perda tata ruang itu ditujukan untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Karanganyar yang tentunya prioritas setiap wilayah berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki, apabila dilaksanakan dengan benar maka Kabupaten Karanganyar akan sangat berkembang 5 tahun ke depan nanti.”
Hal senada dikatakan oleh Bapak Sutrisno, pengusaha industri
mebel yang mengatakan :
”Kurang lebih saya tau isi perda tata ruang itu mbak, Kecamatan Jaten itu
ke depan potensi yang akan dikembangkan adalah di bidang perdagangan,
perhubungan, pertanian dan industri. Selain bidang tersebut di atas saya
rasa BPPT Karanganyar tidak akan menyetujui.”
Begitu juga dengan hasil wawancara penulis dengan Ibu Rita yang
permohonan ijinnya tidak disetujui oleh Pemerintah Kabupaten
Karanganyar, yang mengatakan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
”Usaha saya ini bergerak di bidang industri mebel di Colomadu mbak,
setahun yang lalu saya mengajukan permohonan ijin HO di BBPT
Kabupaten Karanganyar. Tetapi permohonan ijin saya itu ditolak karena
tempat usaha saya tidak sesuai dengan potensi pengembangan di
Kecamatan Colomadu, pokoknya intine di Colomadu itu nggak boleh ada
industri mbak.”
Ditambahkan lagi penjelasan dari Bapak Dheny, staff khusus
bagian ijin HO yang mengatakan bahwa :
”Selain mengenai ketidak sesuaian dengan tata ruang, gugurnya permohonan ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar banyak disebabkan oleh permohonan yang tidak ditindak lanjuti oleh pemohon. Jangka waktu penyelesaian ijin adalah selama 12 (dua belas) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar, setelah lebih dari 12 hari secara otomatis permohonan dinyatakan gugur.”
Sebenarnya gugurnya permohonan retribusi ijin gangguan di
Kabupaten Karanganyar dipengaruhi oleh 2 faktor utama, seperti yang
disampaikan Bapak Dheny dalam wawancaranya dengan penulis :
”Penyebab gugurnya permohonan ijin HO di Kabupaten Karanganyar ada 2 hal, yang pertama adalah karena tidak sesuainya tempat usaha dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar dan yang kedua adalah karena habisnya jangka waktu penyelesaian ijin. Mengenai penyebab yang kedua, motif utamanya adalah masalah keuangan. Banyak pemohon yang mundur atau sengaja tidak melanjutkan permohonan ijinnya karena keterbatasan biaya, kemudian kami memberikan arahan untuk meminta keringanan kepada Bupati Kabupaten Karanganyar.”
Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Anton selaku pemilik
toko supermarket di Kecamatan Karanganyar, yang mengatakan bahwa :
”Setau saya, ijin saya diterima oleh BPPT Karanganyar itu ya karena
usaha saya termasuk ke dalam hal yang dikembangkan atau diprioritaskan
di Kecamatan Karanganyar ini.”
Lain halnya dengan wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu
Mariam, pemilik industri mebel di Kecamatan Colomadu yang
mengatakan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
”Kurang lebih 4 bulan yang lalu saya mendaftarkan tempat usaha saya ini untuk mendapatkan ijin gangguan di BPPT mbak, persyaratan semua sudah saya masukkan komplit. Tetapi permohonan ijin saya itu ditolak, di surat penolakan itu ditulis alasan ijin saya ditolak adalah karena usaha saya ini nggak sesuai sama pembangunan jangka panjang disini. Kira-kira kaya gitu mbak, saya lupa pastinya. Ya udah mbak, saya tetap menjalankan usaha saya ini meski perijinan saya ditolak. Yang penting kan dulu saya udah pernah mengajukan permohonan ijin to mbak, tapi sejauh ini gak apa-apa kok.”
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Dian yang mengatakan
bahwa :
”2 minggu yang lalu saya mendaftarkan usaha penggilingan padi saya ini mbak, saya masukkan semua persyaratannya. Tapi setelah saya tau biayanya, saya kok kaget. Besar banget mbak, setelah saya rundingan sama suami akhirnya saya putuskan buat ninggalin aja ijin itu karena nggak kuat biayanya. Kira-kira setelah 10 hari ada petugas datang, tanya tentang perijinan saya itu sudah lama kok nggak diurus-urus. Ya saya jawab aja uang saya nggak cukup buat mbayar ijin itu, trus petugasnya ngasih saran kalo saya bisa minta surat keterangan dari Bupati Karanganyar. Tapi saya males mbak, nanti pasti panjang urusannya kalo sama pemerintahan itu.”
Begitu juga dengan Ibu Erna yang berhasil diwawancarai oleh
penulis dengan hasil sebagai berikut :
”Dulu saya sudah pernah mendaftarkan usaha saya ini mbak, tetapi saya tu
lupa kalo jatuh temponya 12 hari harus sudah ngurus yang lain. Jadi ya
gugur mbak, saya males mau mengajukan lagi.”
B. Pembahasan
1. Kesesuaian Pelaksanaan Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin
Gangguan dengan Prinsip Otonomi yang Luas, Nyata dan
Bertanggung Jawab
a. Substansi
Daerah hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
didasarkan atas Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
sebagai berikut ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Dalam
ayat (2) ditegaskan bahwa ”Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kemudian dalam ayat
(5) dinyatakan bahwa ”Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-
undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua
kewenangan di bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang
akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain itu, kekuasaan
otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, penggerakan dan
evaluasi.91
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Di samping itu, melalui otonomi luas diharapkan daerah mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi
dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sebagaimana daerah lain, kebijakan otonomi daerah juga
telah mendorong pemerintah, dunia usaha dan masyarakat di daerah
untuk berbenah dalam hal-hal sebagai berikut :
1) Reorganisasi birokrasi perangkat daerah pada pemerintah daerah;
91 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hlm.
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
2) Semangat menungkatkan pendapatan asli daerah;
3) Semangat membuat regulasi;
4) Redefinisi sektor usaha;
5) Semangat membentuk organisasi di tingkat lokal.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu
memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek
hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah
yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, maka
pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang bersumber
dari pendapatan asli daerah khususnya yang berasal dari pajak dan
retribusi daerah. Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta
usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah diperlukan
penyediaan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya
semakin meningkat pula. 92
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah disahkan dan diundangkan pada tanggal 15
Oktober 2004 (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437), yang terdiri atas 16
Bab dan 240 pasal. Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, UU
RI Nomor 32 Tahun 2004 merupakan undang-undang pemerintahan
daerah yang ke delapan yang dibuat berdasarkan Pasal 18 UUD 1945
yang telah diamandemen.
92 Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, pemerintah daerah berwenang mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Disamping itu, terdapat prinsip-prinsip yang penting
dalam UU No. 32 Tahun 2004, yaitu :
1) Prinsip otonomi seluas-luasnya;
2) Prinsip otonomi nyata;
3) Prinsip otonomi yang bertanggung jawab.
Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang
ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan
untuk membuat kebijakan daerah yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata
adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan
demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya. Otonomi yang bertanggung jawab adalah
otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi,yang pada dasarnya
untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 93
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, yang dititikberatkan pada daerah
93 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op.cit, hlm. 165-166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Kabupaten/ Kota membawa konsekuensi bahwa daerah harus
memiliki kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah.
Substansi pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan
masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa, kreativitas, dan
peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala tingkatan
dalam segala aspek. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan dan keinginan
masyarakat untuk memperoleh kualitas kehidupan yang lebih merata,
otonom dan terbuka serta tumbuh kembangnya lembaga-lembaga
yang dimiliki masyarakat secara berkelanjutan.
Secara prinsip, tujuan utama dari otonomi daerah adalah
mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya
sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan
kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih nyata. Atas
dasar hal inilah dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan, yang telah
ditetapkan oleh Bupati Karanganyar dengan persetujuan DPRD
Kabupaten Karanganyar pada tanggal 25 Juni 2007.
Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
otonomi provinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan untuk
melaksanakan peraturan daerah dan atas kuasa peraturan perundang-
undangan kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah atau
keputusan kepala daerah. Oleh karena itu, peraturan kepala daerah
dan keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.94
Muatan dari perda yang terdiri dari 16 Bab tersebut sudah
bisa mencakup semua hal yang terkait dengan ijin gangguan di
Kabupaten Karanganyar, kebijakan tersebut sudah berlaku mengikat
94 Pasal 136 ayat (2) dan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
bagi seluruh subyek dan obyek yaitu masyarakat Kabupaten
Karanganyar pada umumnya dan pemohon ijin usaha di Kabupaten
Karanganyar pada khususnya. Terdapat juga sanksi yang jelas dan
tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan di atasnya.
Berdasarkan paparan tersebut diatas, maka penulis dapat
mengambil analisa bahwa substansi pada Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin
Gangguan telah dapat dikatakan sesuai dengan asas otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab. Dikatakan demikian karena
Perda tersebut bertujuan ingin melindungi masyarakat Kabupaten
Karanganyar dari efek-efek gangguan yang dapat ditimbulkan dari
adanya usaha yang didirikan di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Dalam rangka memberikan pelayanan perijinan secara
optimal kepada masyarakat, Pemerintah Kabupaten Karanganyar
membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu yang kemudian
ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1999 yang
telah dirubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan. Hal tersebut berlandaskan pada
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
dimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (3) : ”Dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Dari hasil penelitian dan analisis, maka dapat disimpulkan
bahwa secara substansi Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan dapat
dikatakan sesuai dengan asas otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab karena di dalam Perda ini telah dijelaskan secara
detail segala yang berkaitan dengan retribusi ijin gangguan seperti
subyek dan obyek, tujuan, sampai dengan sanksi yang mengikat bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
setiap obyek dan subyek yang dikenakan. Selain itu, Peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar tentang Retribusi Ijin Gangguan ini
juga sejalan dengan tujuan dan maksud dari pemeberian otonomi
serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di
atasnya.
b. Struktur
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, pajak dan retribusi merupakan sumber
pendapatan daerah agar daerah dapat melaksanakan otonominya,
yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Sumber pendapatan daerah tersebut diharapkan dapat menjadi
sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Wajar bila peningkatan PAD dijadikan salah satu indikator
kesiapan daerah dalam menjalankan kebijakan otonomi, apalagi
otonomi telah memberikan keleluasaan dalam kewenangan, penataan
organisasi dan pengelolaan keuangan. Jadi yang harus diperhatikan
ialah pengenaan pajak dan retribusi hendaknya seiring dengan
tingkat pendapatan masyarakat serta pelayanan yang diberikan oleh
pemerintahan daerah. 95
Pendapatan daerah dalam struktur ABPD masih merupakan
elemen yang cukup penting peranannya, baik untuk mendukung
penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada
publik. Apabila dikaitkan dengan pembiyaan, maka pendapatan
daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung
program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
publik. Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah perlu
diperhatikan upaya peningkatan pendapatan pajak dan retribusi
95 Adrian Sutedi, op.cit, hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
daerah tanpa harus menambah beban bagi masyarakat dan
menimbulkan keengganan berinvestasi.
Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan keuangan daerah, pertumbuhan komponen pajak dan
retribusi daerah dan hasil usaha daerah akan menjadi faktor yang
penting dalam mendorong pertumbuhan PAD nanti. Masih kecilnya
kontribusi pendapatan asli daerah sebagai barometer tingkat
kemandirian daerah dalam menjalankan amanat otonomi daerah,
mengharuskan pemerintah daerah secara terus menerus berupaya
meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama
pendapatan daerah dimana dapat dipertanggung jawabkan dengan
memperhatikan kondisi masyarakat yang menjadi subjek pendapatan
asli daerah. 96
Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang
ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan
untuk membuat kebijakan daerah yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kewenangan otonomi luas
adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
yang mencakup semua kewenangan di bidang luar negeri,
pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/ kota meliputi urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah yang merupakan urusan yang berskala
kabupaten/ kota meliputi :
96 Adrian Sutedi, op.cit, hlm. 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2) Perencanaan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5) Penanganan bidang kesehatan;
6) Penyelenggaraan pendidikan;
7) Penanggulangan masalah sosial;
8) Pelayanan bidang ketenaga kerjaan;
9) Pemberian fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah;
10) Pengendalian lingkungan hidup;
11) Pelayanan pertanahan;
12) Pelayanan kependudukan;
13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14) Pelayanan administrasi penanaman modal;
15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan daerah kabupaten/ kota yang bersifat
pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah kabupaten/
kota yang bersangkutan, antara lain :
1) Pertambangan;
2) Perikanan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
3) Pertanian;
4) Perkebunan;
5) Kehutanan;
6) Pariwisata.
Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan otonomi daerah
yang seluas-luasnya diperlukan ketentuan yang dapat memberikan
pedoman dan arahan bagi Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam
hal pemungutan pajak dan retribusi. Dibentuklah suatu peraturan
yang khusus mengatur masalah perijinan di Kabupaten Karanganyar
dengan lebih khususnya mengenai retribusi ijin gangguan, yaitu
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan. Disamping itu, pajak dan retribusi
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pendapatan daerah
Kabupaten Karanganyar.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah97, retribusi dapat digolongkan
sebagai berikut :
1) Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah retribusi atau jasa yang
disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
pribadi atau badan, sebagai contoh :
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk
dan Akte Catatan Sipil;
d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat;
e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
97 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66…, op.cit, Jakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
f) Retribusi Pelayanan Pasar;
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j) Retribusi Pengujian Papal Perikanan.
2) Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah dengan mengatur prinsip
komersial, karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta. Jenis-jenis retribusi ini yaitu :
a) Retribusi Pemakai Kekayaan Daerah;
b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
c) Retribusi Tempat Pelelangan;
d) Retribusi Terminal;
e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
g) Retribusi Penyedotan Kakus;
h) Retribusi Rumah Potong Hewan;
i) Retribusi Pelabuhan Kapal;
j) Retribusi Tempat Rekreasi dan Oleh Raga;
k) Retribusi Penyeberangan di Atas Air;
l) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
m) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3) Retribusi Perijinan Tertentu
Retribusi perijinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan
tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada
orang pribadi atau badan yang maksudnya untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Jenis-jenis retribusi perijinan tertentu menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :
a) Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan;
b) Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c) Retribusi Ijin Gangguan;
d) Retribusi Ijin Trayek.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap
daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Dalam rangka
mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata, maka
pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah Kabupaten
Karanganyar yang bersumber dari pendapatan daerah khususnya
yang berasal dari pajak dan retribusi daerah.
Dalam pelaksanaannya, perda ijin gangguan Kabupaten
Karanganyar telah secara rinci menjelaskan mengenai jenis-jenis
usaha yang harus memiliki ijin kepemilikan usaha. Alur proses
perijinannyapun juga telah sangat jelas, mulai dari pengisian formulir
permohonan ijin sampai dengan pemberian ijin gangguan oleh
Bupati Karanganyar. Pemerintah Kabupaten Karanganyar juga telah
memberikan jangka waktu penyelesaian ijin yang cukup lama, yaitu
selama 12 hari terhitung setelah permohonan ijin diberikan kepada
petugas sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Hal tersebut
didukung oleh hasil wawancara penulis dengan beberapa responden,
dimana mereka adalah perwakilan dari pemilik beberapa tempat
usaha di Kabupaten Karanganyar.
Mereka menilai bahwa pelaksanaan pelayanan perijinan di
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
berbelit-belit dan sesuai dengan peraturannya, dapat mengikat dan
melindungi penggunanya. Tetapi, ada sebagian dari mereka yang
mengeluhkan mengenai biaya administrasi. Ada beberapa
masyarakat yang enggan mendaftarkan tempat usahanya dengan
alasan besarnya biaya administrasi yang harus dibayarkan, hal ini
tidak sesuai dengan prinsip otonomi nyata.
Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan
dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya berupa
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
merupakan bagian utama dari tujuan nasional, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah
dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 menandakan bahwa
Kabupaten Karanganyar mampu mengelola atau mewujudkan
otonomi daerah dalam mengadakan pemungutan retribusi ijin
gangguan, melaui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Karanganyar. Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta
usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah Kabupaten
Karanganyar, maka semakin meningkat pula sumber-sumber
pendapatan daerah di Kabupaten Karanganyar.
Kebijakan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Karanganyar
melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi
Ijin Gangguan sangat tepat untuk meningkatkan kemampuan
keuangan daerah, pertumbuhan komponen pajak dan retribusi daerah
dan hasil usaha daerah Kabupaten Karanganyar merupakan faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
yang penting dalam mendorong pertumbuhan pendapatan daerah di
Karanganyar.
Besarnya kontribusi pendapatan daerah sebagai barometer
tingkat kemandirian daerah dalam menjalankan amanat otonomi
daerah, mengharuskan pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar
secara terus menerus berupaya meningkatkan pendapatan daerah
sebagai sumber utama pendapatan daerah dimana dapat
dipertanggung jawabkan dengan memperhatikan kondisi masyarakat
Kabupaten Karanganyar yang menjadi subjek pendapatan daerah
sesuai dengan amanat pembangunan nasional.
Adanya Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4
Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan ini merupakan wujud
pelaksanaan dari otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung
jawab, yang pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan dan
mengakomodasi kepentingan masyarakat Kabupaten Karanganyar.
Oleh karena itu, nilai akhir dari sebuah peraturan daerah adalah
kemakmuran dan kepuasan dari warganya.
Dari pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar, maka
dapat disimpulkan dari aspek struktur telah dapat dikatakan belum
sesuai dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab. Meski telah terciptanya ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat Kabupaten Karanganyar, meningkatnya pelaksanaan
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Juga
semakin meningkat pula sumber-sumber pendapatan daerah, yang
berdampak pada meningkatnya kesejahteraan rakyat Kabupaten
Karanganyar. Tetapi ada sebagian dari masyarakat yang masih
mengeluhkan mengenai biaya yang dikenakan dalam pemungutan
retribusi yang terlalu besar, hal tersebut harus segera ditindak lanjuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
agar semua masyarakat Kabupaten Karanganyar dapat hidup
sejahtera dan nyaman.
c. Budaya masyarakat
Pada dasarnya, efektifitas pelaksanaan sebuah peraturan
khususnya Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin
Gangguan ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat
Kabupaten Karanganyar akan adanya keberadaan dari peraturan
tersebut.
Masyarakat Kabupaten Karanganyar sebagai pemilik ijin
usaha merasa bahwa perijinan ini sangat penting bagi mereka, karena
dapat melindungi tempat usaha mereka. Mereka juga puas dengan
adanya perda terbut, karena dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak baik itu masyarakat Kabupaten Karanganyar, pemerintah
ataupun para pemilik ijin usaha.
Masyarakat menilai bahwa Kabupaten Karanganyar semakin
maju dalam hal pembangunan di segala bidang, hal ini secara tidak
langsung merupakan kontribusi dari hasil pajak dan retribusi ijin
gangguan yang meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten
Karanganyar yang kemudian digunakan atau diperuntukkan kembali
kepada warganya sehingga terciptalah tujuan dari pembangunan
nasional.
Hal tersebut di atas sesuai dengan M. H. Djoyodiguno yang
mengatakan bahwa hukum adalah proses sosial, oleh sebab itu
hukum harus punya dinamika dan kontinuitas. 98 Melalui penormaan
tingkah laku, hukum memasuki suatu kerangka bagi hubungan-
hubungan yang dilakukan oleh anggota masyarakat satu terhadap
yang lain, hukum menentukan serta mengatur bagaimana hubungan
98 Burhan Ashofa. Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta. Jakarta. 2004. hlm. 11-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
itu dilakukan dan bagaimana akibatnya. Hukum memberikan
pedoman tingkah laku yang dilarang serta yang diijinkan.
Penormaan ini dilakukan dengan membuat kerangka umum
suatu perbuatan yang diwujudkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, hukum merupakan suatu kebutuhan yang
melekat pada kehidupan sosial itu sendiriyaitu melalui anggota
masyarakat. Hukum banyak digunakan sebagai sarana untuk
mewujudkan kebijaksanaan pemerintah, hukum dan kebijaksanaan
pemerintah semakin dibutuhkan untuk memahami peranan hukum
saat ini. Kebutuhan tersebut semakin luas memasuki bidang
kehidupan manusia yang semakin kompleks dengan persoalan-
persoalan ekonomi, politik dan sosial. Disamping itu juga untuk
membantu pemerintah dalam segala usaha menentukan alternatif
kebijaksanaan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat agar
rencana pembangunan mendapat kekuatan dalam pelaksanaannya
maka perlu mendapatkan status formal atau dasar hukumnya.
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan khususnya
dalam hal ijin gangguan, ternyata dari aspek budaya masyarakat
Perda Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Retribusi Ijin Gangguan telah sesuai dengan asas otonomi yang
seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilihat
dari hasil wawancara penulis dengan beberapa masyarakat,
masyarakat cukup puas dengan pelayanan yang diberikan Badan
Pelayanan Perijinan Kabupaten Karanganyar. Beberapa masyarakat
juga menilai semakin meningkatnya pembangunan dari Pemerintah
Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
2. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan
Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha
a. Substansi
Pemerintah memiliki fungsi utama secara umum, yaitu fungsi
pemberdayaan, fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Melalui pemberian pelayanan kepada masyarakat yang
dilaksanakan oleh pemerintah, maka pemerintah akan dapat
mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan
masyarakat.99
Dalam melaksanakan tugasnya, BPPT Karanganyar memiliki
pedoman pelaksanaan yang tidak boleh dikesampingkan dalam
pertimbangan pemberian ijin usaha yaitu Perda Nomor 4 Tahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan. Sedangkan untuk menilai layak
atau tidaknya suatu tempat usaha mendapatkan ijin berdiri, BPPT
menggunakan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar sebagai
bahan pertimbangan.
Perda tersebut dibuat dengan maksud sebagai pedoman bagi
semua kegiatan dalam pemanfaatan ruang di Wilayah Kabupaten
Karanganyar yang perlu dilaksanakan secara optimal, seimbang,
terpadu, tertib, lestari serta berkesinambungan. Alasan perda yang
berisi 14 Bab tersebut dijadikan sabagai bahan pertimbangan adalah
karena berkaitan erat dengan perencanaan pengembangan
pembangunan di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Wilayah perencaan dalam tata ruang wilayah Kabupaten
Karanganyar merupakan daerah dalam pengertian wilayah
administrasi seluas 77.378,6374 hektar. Jangka waktu perencanaan
tata ruang di Kabupaten Karanganyar adalah 10 (sepuluh) tahun.
Sedangkan untuk wilayah pembangunan daerah, Kabupaten
99 Hanif Nurcholis, Teori dan Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Media Sarana Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 175
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Karanganyar dibegi menjadi 7 (tujuh) sub wilayah pembangunan
sebagai berikut :
1) Sub Wilayah Pembangunan I metipuli 3 (tiga) Kecamatan,
yaitu Tasikmadu dan Mojogedang Karanganyar, Pusat
pertumbuhan di Kota Karanganyar. Potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor pemerintahan, pendidikan,
perumahan, kesehatan perhubungan, perdagangan dan pertanian.
2) Sub Wilayah Pembangunan II meliputi 2 (dua)
Kecamatan, yaitu Kecamatan Jaten dan Kebakkramat dengan
pusat pertumbuhan di Kota Jaten. Potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor perdagangan, perhubungan,
pertanian dan industri.
3) Sub Wilayah Pembangunan III meliputi 3 (tiga) Kecamatan,
yaitu Kecamatan Karangpandan, Kerjo dan Matesih dengan pusat
pertumbuhan di Kota Karangpandan. Potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor perkebunan, perdagangan,
perhubungan, pariwisata dan perikanan.
4) Sub Wilayah Pembangunan IV meliputi 3 (tiga) Kecamatan,
yaitu Kecamatan Tawangmangu. Ngargoyoso dan Jenawi dengan
pusat pertumbuhan di Kota Tawangmangu. Potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor pariwisata perhubungan
perkebunan, pertanian hortikultura dan perdagangan.
5) Sub Wilayah Pembangunan V meliputi 4 (empat) Kecamatan,
yaitu Kecamatan Jumapojo. Jumantono, Jatiyoso dan Jatipuro
dengan pusat pertumbuhan di Kota Jumapoio. Potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor pertanian, peternakan, pengairan
dan perdagangan.
6) Sub Wilayah Pembangunan VI meliputi 1 (satu)
Kecamatan, yaitu Kecamatan Colomadu dengan pusat
pertumbuhan di Kota Colomadu. Potensi yang perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
dikembangkan adalah sektor Perumahan, pendidikan,
perhubungan dan perdagangan.
7) Sub Wilayah Pembangunan VII meliputi 1 (satu)
Kecamatan, yaitu Kecamatan Gondangrejo dengan pusat
pertumbuhan di Kota Gondangrejo. Potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor pariwisata perhubungan,
perkebunan, pertanian, hortikultura, industri, perumahan dan
perdagangan.
Dengan alasan itulah sebabnya Perda Nomor 2 Tahun 1999
dijadikan bahan pertimbangan, sudah dijelaskan secara rinci
mengenai rencana pengembangan pembangunan Kabupaten
Karanganyar per sub setiap kecamatan beserta potensi yang akan
dikembangkan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
Kecamatan tersebut.
Selain itu, dalam Perda Nomor 4 Tahun 2007 terdapat
peraturan yang mengatur batas maksimal penyelesaian pendaftaran
perijinan yaitu 12 hari terhitung sejak diterimanya berkas-berkas
persyaratan lengkap. Hal ini harus diperhatika dengan seksama
karena apabila sudah lebih dari batas yang ditentukan pendaftaran
ijin belum juga terselesaikan, maka secara otomatis pemohon tidak
akan mendapatkan surat kepemilikan ijin usaha.
Dari hasil penelitian dan analisis penulis, maka dapat
disimpulkan bahwa secara substansi penyebab gugurnya
permohonan perijinan gangguan di Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Karanganyar adalah karena adanya jangka waktu
penyelesaian ijin selama 12 hari terhitung sejak permohonan
diterima secara lengkap dan benar.
Selain itu, juga terdapat bahan pertimbangan dalam
pengelolaan pengembangan wilayah yang tertuang dalam Peraturan
daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar. Perda ini telah disesuaikan dengan kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
pembangunan wilayah Kabupaten Karanganyar, dengan
mempertimbangkan prioritas pembangunan dan potensi daerah
masing-masing di Kabupaten Karanganyar.
b. Struktur
Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa
pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum,
mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan
urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik. Pelayanan
publik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem,
prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan
orang lain sesuai dengan haknya.
Untuk menindak lanjuti tujuan dari pembangunan nasional
tersebut, pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Perda
Nomor 4 Tahun 2007 yang mengurus khusus masalah retribusi ijin
gangguan. Dalam pelaksanaannya, perda ini berkaitan erat dengan
Perda Nomor 2 Tahun 1999 yang mengatur masalah tata ruang
Kabupaten Karanganyar. Kedua peraturan ini saling berhubungan,
karena dalam mengeluarkan ijin gangguan, Pemerintah Kabupaten
Karanganyar harus memperhatikan prioritas dan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing Kecamatan di wilayah Kabupaten
Karanganyar yang dicantumkan dalam Pasal 10 Perda Nomor 2
Tahun 1999 seperti yang telah penulis jelaskan di pembahasan
sebelumnya.
Semua persyaratan pendaftaran ijin gangguan harus dipenuhi,
barulah petugas mau menindaklanjutinya. Petugas akan melakukan
tinjauan langsung terhadap tempat usaha yang dimintakan
perijinannya, apabila kondisi di lapangan sesuai dengan persyaratan
maka permohonan ijin kemudian diajukan ke Kepala BPPT
Kabupaten Karanganyar. Dalam jangka waktu kurang lebih 7 hari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
surat keputusan disetujui atau tidaknya permohonan ijin sudah bisa
diketahui. Apabila permohonan ijin tidak disetujui, Pemerintah
Kabupaten Karanganyar akan menyertakan alasannya.
Adapun bahan pertimbangan dari permohonan ijin gangguan
tersebut adalah mengenai rencana tata ruang yang berkaitan erat
dengan potensi yang dimiliki oleh masing daerah di Kabupaten
Karanganyar. Hal ini telah dijelaskan secara rinci dalam Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar, hal ini sangat bagus dan dapat melindungi
semua pihak. Tidak disetujuinya permohonan ijin juga dapat
disebabkan karena belum selesainya pengurusan ijin sampai dengan
habisnya batas waktu yang telah disediakan, yaitu 12 hari setelah
persyaratan lengkap diterima oleh petugas Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar.
Kabupaten Karanganyar memang dirasa perlu melakukan
upaya untuk mengatasi gangguan yang ditimbulkan kegiatan usaha
terhadap warga dan masyarakat di tempat kegiatan usaha tersebut
berada. Pertama, keberadaan Pemerintah Kabupaten Karanganyar
terutama adalah untuk memberikan perlindungan kesehatan,
keselamatan dan kesejahteraan umum bagi penduduknya. Apabila
sebuah perusahaan yang akan didirikan memberikan pengaruh yang
buruk bagi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum, maka
masyarakat berharap agar pejabat pemerintah yang telah mereka
pilih dapat menangani masalah-masalah tersebut.
Apabila para pejabat tidak menjalankan fungsi tersebut, maka
masyarakat akan menggunakan hak pilih demokratis mereka untuk
memngganti para pejabat tersebut dengan pejabat baru yang akan
melindungi kepentingan mereka dengan lebih baik. Pemberian
kekuasaan kepada pemerintah daerah bertujuan untuk menangani
gangguan dan pembinaan dalam menggunakan kekuasaan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Hal ini merupakan salah satu unsur dalam menciptakan demokrasi
yang stabil dan responsif.
Kedua, suatu sistem yang jelas tentang perlindungan terhadap
gangguan akan membantu meningkatkan stabilitas bagi perusahaan.
Sebagian besar perusahaan menyadari bahwa kegiatan operasi
mereka menimbulkan dampak hingga keluar batas tempat kegiatan
mereka, biasanya hal ini terjadi karena meningkatnya arus lalu lintas
pasokan, karyawan dan produk. Namun seringkali muncul dalam
bentuk kebisingan, cahaya yang menyilaukan, getaran, potensi resiko
terhadap keselamatan masyarakat atau meningkatnya permintaan
akan utilitas dan layanan yang pasokannya tidak mencukupi.
Walaupun banyak perusahaan berharap bahwa dampak tersebut
dapat diabaikan, sebagian besar memahami bahwa Pemerintah
Kabupaten Karanganyar berkewajiban untuk menanganinya.
Guna membuat keputusan bisnis yang efisien, pelaku usaha
perlu memahami secara rinci apakah mereka harus tunduk kepada
segala peraturan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Karanganyar.
Khususnya jenis kegiatan bisnis seperti apa yang dapat didefinisikan
sebagai suatu gangguan yang perlu ditangani, jenis penanganan
seperti apa yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab, berapa
besar biaya yang akan dibebankan dan berapa lama hal ini akan
berlangsung.
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa pada
pelaksanaannya, gugurnya permohonan ijin gangguan dipengaruhi
oleh 2 faktor. Tidak hanya ketidak sesuaian tempat usaha dengan
potensi pembangunan/ Perda Nomor 2 Tahun 1999 Kabupaten
Karanganyar, tetapi juga terdapat pemohon yang tidak
menyelesaikan/ melanjutkan permohonan ijinnya sampai berakhirnya
jangka waktu penyelesaian ijin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
c. Budaya Masyarakat
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada
rakyat merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai
pelayan rakyat, oleh karena itu kedudukan aparatur pemerintah
dalam pelayanan umum sangat strategis karena akan sangat
menentukan sejauh mana pemerintah mampu memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya bagi rakyat sehingga akan menentukan sejauh
mana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan
tujuan pendiriannya.
Sebenarnya, tidak disetujuinya permohonan ijin gangguan di
Kabupaten Karanganyar dikarenakan tidak sesuainya tempat usaha
dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar
dan juga dikarenakan habisnya jangka waktu penyelesaian ijin. Pada
prakteknya, ternyata ada beberapa masyarakat yang tidak dapat
mendaftarkan tempat usahanya karena minimnya biaya yang
dimiliki.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur
pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan yang
terbaik dari pemerintah karena masyarakat telah memberikan
dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi dan berbagai
pungutan lainnya.
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar
harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat,
adanya beberapa warga yang masih belum bisa membayar biaya
administrasi pendaftaran ijin gangguan menandakan bahwa kurang
sesuainya nominal tersebut dengan keadaan masyarakat di
Kabupaten Karanganyar. Apabila diperluakan, hendaknya petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
mengadakan pendekatan secara langsung kepada masyarakat
Kabupaten Karanganyar.
Kualitas pelayanan telah hampir menjadi faktor yang
menentukan dalam menjaga keberlangsungan suatu organisasi
birokrasi pemerintah maupun organisasi perusahaan, pelayanan yang
baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa publik sangat
penting dalam upaya mewujudkan kepuasan pengguna jasa publik.
Adanya sebuah peraturan daerah pada akhirnya harus dapat
memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, penilaian akhir dari kesuksesan sebuah peraturan
daerah adalah pada masyarakatnya.
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan khususnya
mengenai penyebab permohonan ijin gangguan tidak mendapatkan
persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha, ternyata hasil temuan
di lapangan menyatakan dari aspek budaya masyarakat bahwa tidak
disetujuinya permohonan ijin gangguan dipengaruhi oleh 3 faktor.
Tidak hanya ketidak sesuaian tempat usaha dengan potensi
pembangunan/ Perda Nomor 2 Tahun 1999 Kabupaten Karanganyar
dan ketidak disiplinan masyarakat, tetapi juga keterbatasan
masyarakat dalam hal keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor
4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan dapat dikatakan belum
sesuai dengan asas otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggung
jawab. Hal ini dilihat berdasarkan teori Friedman, aspek substansi, struktur
dan budaya masyarakat. Apabila ditinjau dari aspek substansi Perda
Nomor 4 Tahun 2007 sudah bisa dikatakan sesuai dengan asas otonomi
yang luas, nyata dan bertanggung jawab, hal ini terlihat dari substansi atau
muatan dari perda tersebut yang baik dan menguntungkan bagi semua
pihak. Tetapi ditinjau dari aspek struktur, Perda tentang Retribusi Ijin
Gangguan ini dapat dikatakan belum sesuai dengan asas otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari masih adanya
sebagian kecil masyarakat yang keberatan mengenai biaya yang
dibebankan dalam pungutan retribusi, hal ini menyebabkan
ketidaknyamanan masyarakat Kabupaten Karanganyar. Aspek budaya
masyarakat dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip otonomi yang luas,
nyata dan bertanggung jawab, dimana masyarakat telah merasa puas atas
pelayanan yang diberikan dan sebagian masyarakat juga merasa
pembangunan Pemerintah Kabupaten Karanganyar semakin berkembang.
2. Penyebab permohonan ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan
surat kepemilikan ijin usaha di Kabupaten Karanganyar dipengaruhi oleh
beberapa faktor, penulis mengkajinya dengan menggunakan teori
friedman. Secara substansi penyebab permohonan perijinan gangguan di
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
mendapatkan persetujuan adalah karena adanya bahan pertimbangan
dalam pengelolaan pengembangan wilayah yang tertuang dalam Peraturan
daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar. Perda ini telah disesuaikan dengan kondisi
pembangunan wilayah Kabupaten Karanganyar, dengan
mempertimbangkan prioritas pembangunan dan potensi daerah masing-
masing di Kabupaten Karanganyar. Dari aspek struktur, hal ini tidak hanya
dipengaruhi oleh ketidak sesuaian tempat usaha dengan potensi
pembangunan/ Perda Nomor 2 Tahun 1999 Kabupaten Karanganyar, tetapi
juga terdapat pemohon yang tidak menyelesaikan/ melanjutkan
permohonan ijinnya sampai berakhirnya jangka waktu penyelesaian ijin.
Sedangkan dari aspek budaya masyarakat, permohonan ijin gangguan
tidak mendapatkan persetujuan dipengaruhi oleh tiga faktor. Selain ketidak
sesuaian tempat usaha dengan potensi pembangunan/ Perda Nomor 2
Tahun 1999 Kabupaten Karanganyar dan ketidak disiplinan masyarakat,
terdapat juga keterbatasan masyarakat dalam hal keuangan sebagai
penyebab gagalnya tempat usaha dalam mendapatkan ijin.
B. Implikasi
Dengan adanya alur permohonan ijin yang tidak berbelit-belit, banyak
masyarakat Kabupaten Karanganyar yang mengajukan permohonan ijin
retribusi terhadap tempat usahanya.
C. Saran
1. Kepada Pemerintah Daerah
a. Pemerintah perlu mengadakan penyuluhan yang lebih sering dari
petugas mengenai pentingnya mempunyai kepemilikan ijin usaha;
b. Pemerintah perlu merubah Peraturan Daerah Nomor 4 ahun 2007
tentang Retribusi Ijin Gangguan agar lebih disesuaikan dengan kondisi
sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Karanganyar saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
2. Kepada Masyarakat
a. Masyarakat harus mematuhi peraturan tersebut, dengan cara membayar
retribusi ijin gangguan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Masyarakat berkewajiban untuk selalu menjaga lingkungan tempat
usaha.