implementasi peraturan daerah nomor 4 tahun 2007

134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN DI KABUPATEN KARANGANYAR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum dan Kebijakan Publik Oleh : ERIKA DEWI SUBANDRIYO S 310409012 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: ngophuc

Post on 12-Jan-2017

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN

DI KABUPATEN KARANGANYAR

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Ilmu Hukum

Konsentrasi Hukum dan Kebijakan Publik

Oleh :

ERIKA DEWI SUBANDRIYO

S 310409012

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN

DI KABUPATEN KARANGANYAR

DISUSUN OLEH :

Erika Dewi Subandriyo

NIM. S 310409012

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Pembimbing I Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. ………… ……….

NIP. 196011071986011001

2. Pembimbing II Aminah, SH., MH. …………. .……….

NIP. 195105131981032001

Mengetahui :

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S.

NIP. 194405051969021001

Page 3: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN

DI KABUPATEN KARANGANYAR

Disusun Oleh :

ERIKA DEWI SUBANDRIYO

NIM : 310409012

Telah Disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua : Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS. NIP : 194405051969021001 …………... ………..

Sekretaris :Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum NIP : 195702031985032001 ................... ..............

Anggota : 1. Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum NIP : 196011071986011001 .................... ..............

2. Aminah, SH, MH NIP : 195105131981032001 ..................... ..............

Mengetahui : Ketua Program Studi : Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS. Magister Ilmu Hukum NIP : 194405051969021001 ................ ............. Direktur Program : Prof. Dr. Suranto, MSc, PhD. Pascasarjana NIP : 195708201985031004 ................ .............

Page 4: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN NAMA : ERIKA DEWI SUBANDRIYO NIM : S 310409012

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :

”Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi

Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar” adalah betul-betul karya saya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut tidak benar,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan

gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Februari 2011

Yang membuat pernyataan,

ERIKA DEWI SUBANDRIYO

Page 5: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

dengan judul ”Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang

Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar”. Tesis ini merupakan

salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan S2

Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan tesis ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan koreksi, saran dan

kritikan yang bersifat membangun guna penyempurnaan tesis ini.

Berbagai hambatan penulis hadapi dalam penyusunan tesis ini, namun

berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat

diatasi. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syamsul Hadi, dr. Sp. KJ(K), selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak M. Yamin S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S., selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah banyak memberikan petunjuk dan arahan dalam penulisan tesis ini.

Page 6: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

7. Ibu Aminah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak

memberikan bimbingan serta pemahaman substansial selama penulisan tesis

ini.

8. Para dosen pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak memberikan bekal

ilmu pengetahuan praktis maupun teoritis.

9. Keluarga penulis yang telah memberikan semangat dan motivasi tak ternilai

guna selesainya studi penulis.

10. Rekan-rekan mahasiswa S2 angkatan Februari 2009 Konsentrasi Hukum

Kebijakan Publik, khususnya Dian, Frangko, Mbak Eni, Mbak Susi dan Teti.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak bisa

penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna, namun demikian semoga

dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengkaji

permasalahan Retribusi.

Surakarta, Februari 2011

Penulis

ERIKA DEWI SUBANDRIYO

Page 7: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................. iii

PERNYATAAN .............................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI .............................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix

ABSTRAK .............................................................................. x

ABSTRACT .............................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 10

A. Landasan Teori ....................................................................... 10

1. Kebijakan Publik dalam Pemerintah Daerah ..................... 10

2. Teori Implementasi dan Bekerjanya Hukum ..................... 17

3. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Otonomi Daerah ............ 22

4. Retribusi Ijin Gangguan sebagai Pemdapatan Daerah ....... 30

a. Pengertian Ijin, Lisensi, Konsesi dan Dispensasi ........... 30

b. Retribusi Ijin Gangguan/ Hinder ordonnantie (HO) ..... 34

c. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan

Otonomi Daerah ............................................................. 37

B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 43

C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 44

Page 8: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 46

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 46

B. Sifat Penelitian ....................................................................... 47

C. Bentuk Penelitian ................................................................... 48

D. Lokasi Penelitian .................................................................... 48

E. Sumber Data ........................................................................... 49

F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 51

G. Teknik Analisis Data .............................................................. 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 57

A. Hasil Penelitian ...................................................................... 57

1. Gambaran Umum Keadaan Kabupaten Karanganyar ........ 57

2. Kesesuaian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan Asas Otonomi yang

Luas, Nyata dan Bertanggung Jawab ................................. 75

3. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan

Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha ................. 86

B. Pembahasan ............................................................................ 97

1. Kesesuaian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan Asas Otonomi yang

Luas, Nyata dan Bertanggung Jawab ................................. 97

2. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan

Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha ................. 112

BAB V PENUTUP .............................................................................. 121

A. Kesimpulan ............................................................................ 121

B. Implikasi .............................................................................. 122

C. Saran .............................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Gambar 2 Teknik Analisis Data

Gambar 3 Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

Kabupaten Karanganyar

Gambar 4 Alur Pelayanan Retribusi Ijin Gangguan Kabupaten Karanganyar

Tabel 1 Pelayanan Perijinan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

Kabupaten Karanganyar

Page 10: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRAK

Erika Dewi Subandriyo. 2010. ”Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar”. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan kesesuaian pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar dengan asas otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dan untuk mengetahui penyebab permohonan ijin retribusi tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha.

Penelitian ini termasuk penelitian hukum non doktrinal/ sosiologis, dengan konsep hukum yang dipakai adalah konsep hukum yang ke lima yaitu hukum sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial yang tampak sebagai interaksi antar mereka sehingga menggunakan metode kualitatif. Bantuk penelitian yang digunakan adalah evaluatif, karena peneliti ingin mengevaluasi program yang sedang berjalan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar telah sesuai dengan asas otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Secara substansi, Perda Nomor 4 Tahun 2007 dapat dikatakan sesuai dengan asas otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Begitu pula dari aspek struktur dan budaya masyarakat, hal tersebut terlihat dari terciptanya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat Kabupaten Karanganyar baik dari segi pelaksanaan pembangunan maupun pemberian pelayanan pemerintah kepada masyarakat Kabupaten Karanganyar. Ada beberapa penyebab permohonan ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha, dari aspek substansi dan struktur terdapat dua penyebab yaitu berakhirnya jangka waktu penyelesaian ijin dan ketidak sesuaian tempat usaha dengan potensi pembangunan Kabupaten Karanganyar seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar. Tetapi dari segi budaya masyarakat, selain kedua penyebab tersebut di atas, masyarakat juga mempunyai keterbatasan dalam bidang keuangan.

Perlu diadakannya penyuluhan yang lebih sering dari petugas mengenai pentingnya mempunyai kepemilikan ijin usaha, apabila perlu dilakukan pendekatan secara pribadi kepada masyarakat. Perlunya perubahan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan agar lebih disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Karanganyar saat ini.

Page 11: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

ABSTRACT

Erika Dewi Subandriyo. 2010. “The Implementation of Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency”. Thesis of Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

This research aims to describe the compatibility of the implementation of

Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency with the broad, real and responsible autonomy principle, and to find out the factors causing disapproval of retribution license application and the business license ownership document.

This study belongs to a non-doctrinal/sociological law research, with the fifth law concept used, that is, law as the manifestation of symbolic meanings of social behaviors apparent as interaction among them so that it employs a qualitative method. The format of research was an evaluative one, because the author wants to evaluate the program proceeding. The data collection was done using in-depth interview and documentation.

The result of research shows that the implementation of Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency has been compatible with the broad, real and responsible autonomy principle. Substantially, Local Regulation Number 4 of 2007 can be said as compatible with the broad, real and responsible autonomy principle. Similarly, from the aspects of society structure and culture, it can be seen from the establishment of society public orderliness and tranquility in Karanganyar regency both from the development implementation aspect and government’s service giving to the people Karanganyar Regency. There are some factors causing disapproval of interference license application and the business license ownership document. From the substance and structure aspects, there are two factors: the expired date of license accomplishment and incompatibility between the business place and the potential development of Karanganyar Regency as determined in the Local Regulation Number 2 of 1999 about the Layout Design of Karanganyar Regency’s area. Meanwhile, from the society culture aspect, in addition to those two factors above, the society also has limitation in financial sector.

There should be a frequent illumination from the officer about the importance of having business license ownership, and personal approach, if necessary, to the society. There should be an amendment to Local Regulation Number 4 of 2007 about Interference License Retribution in Karanganyar Regency in order to be adjusted with the social-economic condition of Karanganyar Regency’s people currently.

Page 12: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia sejak merdeka pada tahun

1945 telah mengalami berkali-kali pergantian formulasi Undang-Undang, hal

tersebut disebabkan perbedaan sudut pandang dan kepentingan dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Negara Indonesia sebagai negara kesatuan

menganut sistem desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan

memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh karena itu sejak formulasi awal

undang-undang tentang pemerintahan daerah, telah dipandang perlu untuk

mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan konsep

otonomi. Hal yang membedakan antara formulasi undang-undang satu dengan

yang lain adalah bagaimana mengimplementasikan otonomi daerah tersebut

dalam kerangka desentralisasi, sentralisasi maupun dekonsentrasi

pemerintahan.

Sentralisasi dan desentralisasi adalah dua konsepsi yang selalu eksis

dalam sebuah organisasi modern, baik dalam organisasi publik maupun dalam

organisasi non publik. Dalam sebuah sistem negara (baik dalam negara federal

maupun negara kesatuan), kedua konsepsi ini bahkan menentukan derajat

hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, tidak

kita temukan sebuah negara yang hidup hanya dengan sentralisasi atau hanya

dengan desentralisasi. Meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat

dalam ruang globalisasi tidak menyurutkan peran negara pusat sebagai motor

dan moderator antara negara nasional dan negara internasional. Peran negara

pusat tersebut tercakup dalam konsepsi sentralisasi.1

1 Eko Prasojo dan Teguh Kurniawan, Reformasi Birokrasi dan Good Governance : Kasus

Best Practise dari Sejumlah Daerah di Indonesia, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008, hlm.6

Page 13: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Di samping itu melalui

otonomi yang luas, diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan

memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, keistimewaan dan

kekhususan serta potensi dan keanekaragaman dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai

kewenangan membuat kebijakan daerah untuk pelayanan, peningkatan

partisipasi, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bermuara pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas,

wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya atas dasar kuasa peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah

yang dirumuskan dalam produk hukum daerah, baik dalam bentuk peraturan

daerah maupun keputusan kepala daerah dengan ketentuan yang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

kedudukannya, tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan

daerah lainnya. Pemberian otonomi kepada daerah dan pemberian

kewenangan kepada daerah dalam menetapkan produk hukum daerah

dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan keleluasaan kepada daerah

sesuai dengan kondisi lokalistiknya dan untuk mendekatkan jarak antara

pejabat daerah dengan masyarakatnya, sehingga terbangun suasana

komunikatif yang intensif dan harmonis.

Dengan demikian keberhasilan suatu penyelenggaraan pembangunan

pada era otonomi daerah tidak terlepas dari adanya peran serta masyarakat

secara aktif. Masyarakat daerah, baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai

individu merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem

pemerintahan daerah, karena prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah

untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Oleh sebab itu, tanggung

jawab atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesungguhnya bukan saja

Page 14: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

berada di tangan pemerintah daerah dan aparat pelaksananya, tetapi juga

menjadi tanggung jawab masyarakat daerah yang bersangkutan.

Dengan memperhatikan penyelenggaraan otonomi daerah pada masa

berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan prinsip otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang

lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dapat dilihat terdapat

perbedaan dengan formulasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan kota

didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan

bertanggung jawab.

Seperti yang dikatakan Nicole tentang otonomi sebagai berikut ”The

Law on government in the Regions of 1974 was replaced in 1999 by the

Regional Government Act (RGA). Pursuant to the RGA 1999, the Indonesian

government has embarked on a strong decentralization policy in almost every

policy sector. To this end, a considerable amount of governance autonomy is

granted to the Districs and Municipalities, whice are the third level of

government after the States and the Provinces.” 2 Indonesia memberlakukan

otonomi daerah mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diterapkan hampir di

semua sektor politik.

Pemerintah harus mampu memahami dan mengamati aspirasi dan

kebijakan yang berkembang di daerah agar tidak mengarah pada tuntutan yang

destruktif dan menggoyahkan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semua aspirasi dan kebijakan daerah harus dipandu ke arah aspirasi yang

positif guna memberdayakan daerah itu sendiri. Prinsip integrasi bangsa dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 harus tetap

2 Nicole Niessen, Decentralized Environmental Management, USA, 2006, hlm. 160

Page 15: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

dipegang teguh dan dijadikan acuan dalam setiap pengambilan kebijakan, baik

di tingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.3

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah selain merupakan panduan yang nyata dalam pelaksanaan otonomi

daerah, juga merupakan politik hukum otonomi daerah. Tugas dan kewajiban

dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah berupa peningkatan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, penegakan

keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara

pusat dan daerah serta antar daerah.

Adapun kewenangan yang diberikan merupakan sisa dari semua

kewenangan yang dimiliki pemerintah yang dirinci secara tegas dalam

peraturan perundang-undangan nasional. Maksud pemberian kewenangan

tersebut adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, mendorong prakarsa dan

peran serta aktif masyarakat dalam meningkatkan pendayagunaan potensi

daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang luas,

nyata dan bertanggung jawab.4 Atas dasar inilah Undang-Undang

Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan

bertanggung jawab kepada daerah, sehingga memberi peluang kepada Daerah

agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri

sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.5

Penerapan otonomi daerah merupakan mekanisme yang memberikan

bentuk bagi transformasi sosial, politik dan ekonomi dalam pola yang harus

mencerminkan keadilan dan keserasian dua kutub yang berbeda, yaitu

pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, tidak heran jika otonomi

daerah selalu menjadi topik pembicaraan hangat. Perdebatan serius mengenai

kebijakan otonomi daerah terus berlangsung, terutama pada hal yang berkaitan

3 Hari Sabarno, Untaian Pemikiran Otonomi Daerah: Memandu Otonomi Daerah Menjaga

Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 3 4 Hari Sabarno, op.cit, hlm. 8

5 Deddy Supriyadi Bratakusumah& Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 32

Page 16: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dengan konsep pendistribusian kekuasaan yang menitikberatkan pada pusat

maupun daerah.6

Tujuan pemberian otonomi luas kepada daerah adalah agar

memungkinkan daerah dapat mengatur rumah tangganya sendiri untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaran pemerintahan dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, melalui otonomi

luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam system Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai konsekuensi daerah agar dapat

membiayai rumah tangganya sendiri, maka daerah diberi kewenangan untuk

menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7

Berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas :

a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

1) hasil pajak daerah;

2) hasil retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4) lain-lain PAD yang sah;

b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sumber pendapatan daerah tersebut, khususnya hasil retribusi daerah

merupakan salah satu pendukung utama sumber pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah.

Masalah pembangunan di daerah merupakan masalah yang penting

karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk

6 Ibid, hlm. l61 7 Pipin Syarifin&Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia,

Bandung, 2006, hlm. 164

Page 17: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya, pemerataan pembangunan

antar daerah merupakan upaya untuk mengatasi terjadinya ketimpangan-

ketimpangan pembangunan regional selama ini. Pemerintah daerah harus

mampu menyusun strategi pembangunan daerahnya. Strategi pembangunan

daerah di Kabupaten Karanganyar adalah menciptakan masyarakat yang

mandiri serta sejahtera lahir batin, sehingga tercapai masyarakat yang adil

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping

itu dalam mengusahakan kesejahteraan serta menciptakan masyarakat adil dan

makmur di wilayah Karanganyar dibina pula hubungan antar daerah, terutama

daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar guna

mencapai keterpaduan dan keserasian pembangunan antar daerah dalam

rangka mengisi pembangunan nasional.

Sejalan dengan itu, segala upaya pembangunan di Kabupaten

Karanganyar yang dibiayai dengan dana atau dilaksanakan oleh berbagai

sumber harus terpadu dan serasi serta sesuai dengan prioritas pembangunan

sebagai upaya pemecahan masalah pokok pembangunan daerah guna

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sementara di sisi lain

kebutuhan pembiayaan pembangunan semakin meningkat, sedangkan

kemampuan pembiayaan berasal dari daerah sendiri masih relatif kecil.

Dengan otonomi daerah, maka daerah diberi wewenang untuk melaksanakan

beberapa kegiatan yang dibebankan kepada daerah. Ini berarti Pemerintah

Daerah perlu memiliki wewenang untuk menggali sumber-sumber penerimaan

daerah, baik wewenang untuk mengenakan pajak kepada masyarakat,

penetapan retribusi atas pelayanan masyarakat yang diadakannya, mendirikan

perusahaan-perusahaan daerah yang memiliki keuntungan, serta kewenangan

untuk menerima bantuan dari pemerintah pusat.

Pelaksanaan pemungutan retribusi daerah diatur dengan Undang-

Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang mengatur

mengenai ketentuan-ketentuan pokok sebagai pedoman kebijaksanaan dan

Page 18: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

petunjuk daerah dalam pelaksanaan pungutan pajak dan retribusi sekaligus

menetapkan pengaturan secara rinci untuk menjamin penerapan prosedur

umum pajak dan retribusi daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah

diharapkan dapat menitikberatkan perhatiannya kepada penggalian jenis-jenis

obyek pajak dan retribusi yang potensial, sehingga dapat menunjang dan

meningkatkan pendapatan daerah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4139) tentang Retribusi Daearah yang

merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000

tentang Pajak dan Retribusi Daerah, ijin gangguan ditetapkan menjadi salah

satu jenis retribusi perijinan tertentu. Prinsip dan sasaran penetapan struktur

dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya

penyelenggaraan pemberian ijin, disamping merupakan sumber pendapatan

daerah.

Kabupaten Karanganyar sampai dengan penelitian ini dilaksanakan

masih menggunakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 untuk mengatur

masalah Retribusi Ijin Gangguan. Retribusi Ijin Gangguan pada Peraturan

Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah masuk pada

penggolongan Retribusi Perijinan Tertentu, sama dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2000 tentang Retribusi Daerah yang muncul

sebagai aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang

Pajak dan Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah. Meskipun demikian, secara material penting

untuk meneliti efektifitas implementasi Peraturan Daerah tersebut selama era

otonomi daerah ini, sebab Peraturan Daerah tersebut masih berlaku.

Dari uraian tersebut di atas, mendorong penulis untuk meneliti hal-hal

yang berkaitan dengan perijinan gangguan khususnya tentang Retribusi Ijin

Gangguan. Maka penulis mengajukan usulan penelitian dengan judul :

Page 19: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

”IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN DI KABUPATEN

KARANGANYAR”.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang tersebut, dalam hubungannya dengan studi

hukum dan upaya peningkatan pendapatan asli daerah melalui peningkatan

retribusi ijin gangguan, permasalahan yang diteliti adalah :

1. Apakah pelaksanaan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar

Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan telah sesuai dengan

prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab ?

2. Mengapa tidak semua permohonan Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten

Karanganyar mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penyusunan penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum :

a. Untuk dapat mengetahui dalam pelaksanaan ketentuan Peraturan

Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di

Kabupaten Karanganyar telah sesuai dengan prinsip otonomi yang

luas, nyata dan bertanggung jawab.

b. Untuk mengetahui penyebab permohonan Retribusi Ijin Gangguan di

Kabupaten Karanganyar tidak mendapatkan persetujuan dan surat

kepemilikan ijin usaha.

2. Tujuan Khusus :

a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum,

khususnya dalam bidang hukum kebijakan publik yang berhubungan

dengan implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang

tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar.

b. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar Magister

Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Page 20: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penyusunan tesis ini dibagi menjadi 2 (dua), adalah

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan studi

ilmu hukum, khususnya pelaksanaan hukum di masyarakat.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi

pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya mengenai implementasi Peraturan

Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi

Ijin Gangguan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan kebijaksanaan penarikan

retribusi daerah, khususnya retribusi ijin gangguan dalam rangka

peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Karanganyar.

b. Sebagai bahan masukan untuk Pemerintah Daerah Kabupaten

Karanganyar untuk mengeluarkan alternatif kebijaksanaan lain dalam

kaitannya dengan Retribusi Ijin Gangguan.

c. Sebagai bahan bagi masukan untuk evaluasi Peraturan Daerah

Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin

Gangguan.

Page 21: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kebijakan Publik dalam Pemerintahan Daerah

Definisi tentang kebijakan (policy) tidak ada pendapat yang

tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijakan negara

tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang

mewakili rakyat. Tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama

besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara, misalnya kebijakan

negara yang menaruh harapan banyak agar pelaku kejahatan dapat

memberikan pelayanan sebaik-baiknya, dari sisi lain sebagai abdi

masyarakat haruslah memperhatikan kepentingan publik.8

Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijakan

seringkali disamakan pengertiannya dengan istilah policy, hal ini

barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang

tepat istilah policy ke dalam Bahasa Indonesia. Kebijakan dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata bijak, yang berarti selalu

menggunakan akal budinya; pandai; mahir; pandai bercakap-cakap, petah

lidah.9 Sedangkan kata kebijakan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia berarti kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; rangkaian konsep

dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana di pelaksanaan suatu

pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.10

Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan

sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek

yang terarah.11 Lebih rinci James E. Anderson memberi pengertian

8 M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara,

Jakarta, 1989, hlm. 10 9 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, hlm. 142 10 Ibid, hlm. 115 11 Subardono, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 3

Page 22: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

kebijakan negara sebagai kebijakan oleh badan-badan pejabat pemerintah

yang memiliki 4 (empat) implikasi sebagai berikut :

1) Kebijakan negara selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan

tindakan yang berorientasi kepada tujuan;

2) Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat

pemerintah;

3) Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah,

bukan merupakan suatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu;

4) Kebijakan negara itu bisa berupa positif dalam arti merupakan bentuk

tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bisa bersifat

negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk

melakukan sesuatu.12

David Easton mengemukakan bahwa ”Policy is the authoritative

allocation of value for the whole society” (pengalokasian nilai-nilai secara

paksa dan atau sah pada seluruh anggota masyarakat), dimana melalui

proses pembuatan keputusanlah komitmen-komitmen masyarakat yang

seringkali masih kabur dan abstrak sebagaimana tampak dalam nilai-nilai

dan tujuan-tujuan masyarakat. Diterjemahkan oleh para aktor politik ke

dalam komitmen-komitmen yang lebih spesifik menjadi tindakan-tindakan

dan tujuan-tujuan yang konkrit.13

Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik

sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu berupa

serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana

kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara pencapaian tujuan. Hal ini

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti, bahwa kebijakan

negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku

untuk mencapai tujuan masyarakat negara.14

12 James Anderson, Public Policy Making, New York : Holt, Rinehart and Winston,

Terjemahan Joko Purwono, Surakarta, 1979, hlm. 11-12 13 Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1997, hlm. 39 14 Samodro Wibowo, Kebijakan Publik : Suatu Analisa Komparasi, Rafika Aditama,

Bandung, 1994, hlm. 190

Page 23: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Pendapat lain dikemukakan oleh James E Anderson, bahwa :

”Publik policy are those policies developed by govermental bodies and

officials” (Kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang

dikembangkan oleh badan-badan atau pejabat-pejabat pemerintah).

Menurut Anderson, implikasi dari pengertian kebijakan negara itu

adalah.15

1) Kebijakan negara selalu mempunyai tujuan atau merupakan tindakan

yang berorientasi pada tujuan;

2) Kebijakan itu berisi tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat

pemerintah;

3) Kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh

pemerintah;

4) Kebijakan negara itu dapat bersifat dalam arti merupakan beberapa

bentuk tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu atau

bersifat dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk

tidak melakukan sesuatu;

5) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa.

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan

dan mempunyai manfaat positif bagi anggota masyarakat, namun

demikian dimungkinkan bahwa kebijakan publik kurang efektif dalam

pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya peran aktor

pelaksana atau badan-badan pemerintah dalam implementasi kebijakan

publik. Disamping itu juga karena masih lemahnya mereka dalam

menyebarluaskan kebijakan publik baru kepada warga masyarakat.16

Sebagaimana disampaikan oleh Setiono dalam Handout

Matrikulasi Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNS 17, bahwa

hubungan hukum dan kebijakan publik adalah sebagai berikut : ”Tugas

15 M. Irfan Islamy, op. cit, hlm. 19 16 Bambang Sugono, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Pustaka, Jakarta, 1994, hlm. 143 17 Setiono, Pemahaman terhadap Metode Penelitian Hukum : Kuliah Matrikulasi Progdi

Ilmu Hukum Pascasarjana UNS, PPS UNS, Surakarta, 2004

Page 24: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

hukum itu adalah mencapai keadilan dan ketertiban (kepastian hukum),

dan seiring terjadi benturan dimana terkadan hukum (Undang-Undang)

tidak menjamin terpenuhinya keadilan dan sebaliknya, keadilan tidak

memiliki kepastian hukum”.

Hukum sebagai peraturan perundang-undangan merupakan

instrumen pengendalian masyarakat, dinamika sosial masyarakat

dikendalikan oleh masyarakat. Hukum dan segala aspek formal dan

legalnya sering membelenggu dinamika masyarakat, sebaliknya

masyarakat mengalami dinamika yang berlangsung cepat.

Hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dari handout

Hukum dan Kebijakan Publik 18 :

1) Formulasi hukum dan kebijakan publik

Hubungan pembentukan hukum dan kebijakan publik saling

memperkuat satu dengan yang lain, sebuah produk hukum tanpa

adanya proses kebijakan publik di dalamnya maka akan kehilangan

makna substansinya. Begitu pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan

publik akan lemah pada tatanan operasionalnya tanpa ada legitimasi

hukum.

2) Implementasi hukum dan kebijakan publik

Bagaimana penerapan hukum dan implementasi kebijakan Publik

dapat saling membantu memperlancar berjalannya hasi-hasil hukum

dan kebijakan Publik di lapangan.

3) Evaluasi kebijakan publik

Evaluasi kebijakan publik dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

a) Evaluasi administratif, adalah evaluasi kebijakan publik yang

dilakukan di dalam lingkup pemerintahan atau instansi-instansi.

Evaluasi ini dilakukan oleh badan-badan pemerintah yang terkait

dengan program tertentu, misalnya : Irjen, Bawasda, Konsultan

Swasta, dll.

18 Setiono, op.cit, hlm. 8-10

Page 25: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

b) Evaluasi yudisial, adalah evaluasi terhadap kebijakan publik yang

berkaitan dengan objek-objek hukum. Apakah ada pelanggaran

hukum atau tidak dari kebijakan yang dievaluasi tersebut, yang

melakukan evaluasi adalah lembaga-lembaga hukum seperti

pengacara, pengadilan, kejaksaan, PTUN, dsb.

c) Evaluasi politik, adalah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga-

lembaga politik baik parlemen maupun parpol. Namun

sesungguhnya evaluasi ini juga dapat dilakukan oleh masyarakat

secara umum.

Pada penelitian ini, penyusun meneliti bagaimana penerapan

(implementasi) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar yang mengatur

tentang Retribusi Ijin Gangguan agar dapat mengoptimalkan pendapatan

daerah. Dengan demikian Peraturan Daerah sebagai produk hukum, dalam

penerapannya dapat diketahui apakah telah berjalan sesuai dengan maksud

yang diharapkan oleh para pembuatnya.

Pada dasarnya di dalam penerapan hukum tergantung pada 4

(empat) unsur19, yaitu :

1) Unsur hukum

Unsur hukum adalah produk atau kalimat, aturan-aturan hukum.

Kalimat-kalimat hukum harus ditata sedemikian rupa, sehingga

maksud yang diinginkan oleh pembentuk hukum dapat terealisasikan

di lapangan yang luas dengan tetap mengacu kepada pemaknaan

hukum. Namun bukan berarti pemaknaan yang diberikan oleh

pembentuk hukum harus dipaksakan, sehingga di semua tempat harus

direalisasikan sama persis dengan apa yang dimaksud oleh para

pembentuk hukum. Modifikasi-modifikasi oleh penerap hukum di

lapangan diperlukan sebatas semua itu dilakukan untuk menuju

pemaknaan ideal dari aturan hukum yang dimaksudkan.

19 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Aksara, Bandung, 1990, hlm. 45

Page 26: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

2) Unsur struktural

Unsur struktural berkaitan dengan lembaga-lembaga atau

organisasi-organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum.

Terdapat 2 (dua) hal pentingnya unsur struktural pada penerapan

hukum, yaitu :

a) Organisasi atau institusi seperti apa yang tepat untuk melaksanakan

undang-undang tertentu.

b) Bagaimana organisasi itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

3) Unsur masyarakat

Unsur ini berkaitan dengan kondisi sosial politik dan sosial

ekonomi dari masyarakat yang akan terkena dampak atas

diterapkannya sebuah aturan hukum (undang-undang), kondisi

masyarakat yang ada harus disesuaikan lebih dulu demi terselenggara

dan lancarnya penerapan hukum.

4) Unsur budaya

Dalam kaitannya dengan unsur budaya perlu diperhatikan 2

(dua) hal, yaitu :

a) Sedapat mungkin diupayakan bagaimana agar produk hukum yang

dibuat dapat sesuai dengan budaya yang ada dalam masyarakat.

b) Bagaimana produk hukum yang tidak sesuai dengan budaya dalam

masyarakat dapat diterima masyarakat.

Menurut Leo Agustino, mengingat banyaknya masalah yang perlu

disusun sebagai sebuah kebijakan publik, maka diperlukan proses

formulasi kebijakan, yaitu bagaimana para analis kebijakan dapat

mengenal masalah-masalah publik yang dibedakan dengan masalah privat.

Pada intinya, studi mengenai formulasi kebijakan memberikan perhatian

yang sangat dalam pada sifat-sifat (perumusan) masalah publik.20 Dalam

hal ini perumusan masalah tersebut akan sangat membantu para analis

mendiagnosis penyebaran masalah publik, memetakan tujuan yang

20 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2006, hlm. 96

Page 27: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

memungkinkan, memadukan pandangan yang berseberangan yang

merancang peluang kebijakan yang baru.

Sementara itu di dalam kehidupan masyarakat hampir selalu ada

perbedaan-perbedaan tertentu antara pola perikelakuan yang nyata dengan

pola perikelakuan yang dikehendaki oleh hukum. Oleh karena itu, sesuai

dengan apa yang dikatakan oleh Harry C. Bredemeier bahwa betapa

pekerjaan hukum serta hasil-hasilnya tidak hanya merupakan urusan

hukum, melainkan merupakan bagian dari proses kemasyarakatan yang

lebih besar.21

Dengan kerangka formulasi kebijakan publik inilah hukum

mempunyai kedudukan yang sentra, antara hukum dan kebijakan publik

mempunyai keterkaitan yang erat. Perbandingan antara proses

pembentukan hukum dan proses formulasi kebijakan publik di samping

menunjukkan kesamaan diantara keduanya, juga menunjukkan bagaimana

diantara keduanya berhubungan dan saling membantu.22

Hubungan antara pemerintah daerah dan kebijakan publik sangat

erat, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada

tujuan atau obyeknya. Kebijakan negara itu harus meliputi semua tindakan

pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan

pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Kebijakan negara itu bisa berupa

positif dalam arti merupakan bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu

masalah tertentu, atau bisa juga bersifat negatif dalam arti merupakan

keputusan pejabat pemerintah untuk melakukan sesuatu.23

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,

pemerintah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk

melaksanakan pemerintahannya masing-masing. Hal ini merupakan wujud

dari salah satu asas pemerintahan daerah yang disebut dengan asas

21 Satjipto Raharjo, Negara Hukum dan Deregulasi Moral, Kompas, Jakarta, 1996, hlm.

145 22 Edi Wibowo, Hukum dan Kebijakan Publik, YPAPI, Yogyakarta, 2004, hlm. 53 23 James Anderson, Public Policy Making, New York : Holt, Rinehart and Winston,

Terjemahan Joko Purwono, Surakarta, 1979, hlm. 11-12

Page 28: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

otonomi, yang kemudian pemerintah daerah membuat peraturan daerah

sebagai kebijakan dalam daerah tersebut. Dalam pelaksanaan kebijakan

publik haruslah berhasil, tidak hanya pelaksanaannya saja yang harus

berhasil. Akan tetapi tujuan yang terkandung dalam kebijakan publik itu

haruslah tercapai, yaitu terpenuhinya kepentingan masyarakat.

2. Teori Implementasi dan Bekerjanya Hukum

Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi

sebagaimana yang diungkapkan oleh Charles O. Jones, implementasi

diartikan sebagai ”getting the job done” dan ”doing it”. Tetapi dibalik

kesederhanaan rumusan yang demikian berarti, bahwa implementasi

kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan

mudah. Namun pada pelaksanaannya, menuntut adanya syarat yang antara

lain adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau

yang sering disebut dengan resource. Lebih lanjut Jones merumuskan

batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya tambahan,

sehingga dapat mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.24

Jadi, implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan

perencanaan penetapan waktu dan pengawasan. Sedangkan menurut

Mazmanian dan Sabatier, implementasi kebijakan berarti berusaha untuk

memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program

diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-

kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang

menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk

memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja

mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas

sasaran, tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi,

sosial yang berpengaruh pada implementasi kebijakan negara.25

24 Riant Nugroho, op.cit, hlm. 47 25 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan

Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm. 65

Page 29: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn mendefinisikan

implementasi kebijakan sebagai berikut : ”Policy implementation

encompasses those actions by public and private individuals (and groups)

that are directed at the achivement of goals and objectives set forth in

prior policy decisions.” Definisi tersebut memberikan makna bahwa

implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan

pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.26

Dengan mengacu pada pendapat para ahli di atas, dapat diambil

pengertian bahwa sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan yang di dalamnya

mencakup manusia, dana dan kemampuan organisasi yang dilakukan baik

oleh pemerintah maupun swasta (individu maupun kelompok).

Implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku

badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target grup,

namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial

ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan

pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak

diharapkan.

Penerapan atau berlakunya hukum di masyarakat dalam kajian ini

erat kaitannya dengan konsep Lawrence M Friedman tentang 3 (tiga)

unsur sistem hukum.27 Ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi

bekerjanya hukum yaitu :

a. Struktur Hukum, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem

hukum dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung

bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkikan untuk melihat

26 A.G. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 99 27 Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta,

1998, hlm. 7-9

Page 30: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap bahan-

bahan hukum secara teratur. 28 Dalam hal ini merupakan unsur yang

berasal dari para pemegang aturan hukum, seperti pemerintah

(eksekutif), pembuat peraturan (legislatif) maupun lembaga kehakiman

(yudikatif). Para aparat penegak hukum seyogyanya harus bersikap

konsisten terhadap apa yang telah disepakatinya, ia tidak boleh

melanggar kebijakan-kabijakan hukum yang telah dibuatnya. Secara

sederhana, struktur hukum dapat diartikan sebagai kerangka hukum

atau wadah dan organisasi dari lembaga-lembaganya.

b. Substansi Hukum, yaitu sebagai output dari sistem hukum yang berupa

peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh

pihak yang mengatur dan yang diatur. Substansi merupakan aturan,

norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem

hukum. Komponen substantif sebagai output dari sistem hukum yang

berupa peraturan-peraturan keputusan-keputusan yang digunakan baik

oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.29 Substansi hukum

tidak hanya terbatas pada norma formal saja, tetapi juga meliputi pola

perilaku sosial termasuk etika sosial. Idealnya, materi hukum tidak

boleh diinterpretasikan secara baku atau sebagaimana adanya seperti

yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

c. Budaya Hukum, yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang

mempengaruhi bekerjanya hukum atau yang menurut Lawrence M

Friedman disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang

berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan

hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat.30 Jika

unsur ini dihilangkan, maka akan menimbulkan kepincangan hukum

dan tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya serta cita-cita untuk

mewujudkan keadilan akan sirna. Pemerintah dalam menyusun

28 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama,

Semarang, 2005, hlm. 30 29 Ibid, hlm. 5 30 Ibid, hlm. 30

Page 31: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

peraturan dan menentukan langkah-langkah hukum perlu

memperhatikan pula nilai-nilai dalam masyarakat, tidak hanya

berdasar pada asumsi belaka. Sesuai atau tidaknya kebijakan hukum

dengan tuntutan masyarakat umum, akan sangat menentukan

keberhasilan hukum itu sendiri.

Bertolak dari rangkaian pembahasan tersebut dapat disimpulkan

bahwa pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam

perumusannya, sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.

Pemahaman ini penting artinya untuk menghindari terjadinya pertentangan

antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih

rendah kedudukannya. Pemahaman ini semakin penting artinya apabila

kita tetap berkeinginan agar keberadaan hukum sebagai suatu sistem

dalam menjalankan tugasnya di masyarakat.

Hukum dalam masyarakat Indonesia sangat tertinggal jauh bila

dibandingkan dengan negara-negara lain, dimana disebabkan adanya

beraneka ragam lingkungan, kondisi dan kebudayaan di Indonesia. Hal

tersebut seperti yang disampaikan oleh para ahli sosiologis dari Amerika

Serikat yang bernama Edwin M Schur, menyampaikan bahwa seperangkat

norma-norma hukum merupakan hasil dari pada suatu proses sosial sebab

hukum dibuat dan diubah oleh usaha manusia dan bahwa hukum

senantiasa berada di dalam keadaan yang berubah pula.31

Menurut Satjipto Raharjo,32 secara sosiologis terdapat 2 (dua)

fungsi utama dari hukum yaitu :

a. Kontrol Sosial (Social Control)

Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga

masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah

digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup di

31 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Aksara, Bandung, 1990, hlm. 30 32 Satjipto Raharjo, op.cit, hlm. 52

Page 32: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

dalam masyarakat dimana yang termasuk dalam lingkup kontrol sosial

antara lain :

1) Perbuatan norma-norma hukum baik yang memberikan peruntukan

maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang;

2) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat;

3) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat dalam hal terjadi

perubahan-perubahan sosial.

b. Rekayasa Sosial (Social Engineering)

Rekayasa sosial diharapkan dapat membawa perubahan yang mendasar

pada sikap masyarakat dalam berpartisipasi dalam setiap gerak

pembangunan.

Menurut Roscoe Pound, hukum yang berfungsi sebagai sarana

rekayasa sosial sebenarnya adalah manifestasi dari digunakannya hukum

sebagai alat politik negara guna mewujudkan kepentingan politiknya untuk

melindungi kepentingan umum, kepentingan masyarakat dan kepentingan

pribadi.33

Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto34, bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi masalah pokok penegakan hukum adalah sebagai

berikut :

a. Faktor hukum itu sendiri;

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk ataupun

menerapkan hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan;

e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

33 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (terjemahan), Bhatara, Jakarta, 1982, hlm. 87 34 Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raya

Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 8-9

Page 33: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Kelima faktor diatas saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi

dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas

penegakan hukum.

Kecenderungan penulis menggunakan Konsep Three Elements of

Legal System dari Lawrence M Freidmen dalam melakukan analisis dan

pembahasan hasil penelitian ini didasari oleh pemikiran bahwa

pelaksanaan hukum pajak dan retribusi, khususnya yang berkaitan dengan

retribusi ijin gangguan sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 4

Tahun 2007 di Kabupaten Karanganyar tidak terlepas dari lembaga

sebagai perencana dan pelaksana program dalam hal ini Badan Pelayanan

Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar. Muatan program serta budaya

dan masyarakat dimana program atau kebijakan tersebut diselenggarakan,

sehingga pendekatan konsep tiga unsur sistem hukum dirasa sesuai

sebagai sarana untuk membahasnya.

3. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah disahkan dan diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004

(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara RI Nomor 4437), yang terdiri atas 16 Bab dan 240 pasal. Berbeda

dengan undang-undang sebelumnya, UU RI Nomor 32 Tahun 2004

merupakan undang-undang pemerintahan daerah yang ke delapan yang

dibuat berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen.

Asas-asas penyelenggaraan pemerintah bagi pemerintahan daerah

menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Menurut Pasal 1

Angka (5), yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang

dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan tugas

pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/ atau

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/ atau desa serta

Page 34: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas

tertentu.

Terdapat prinsip-prinsip yang penting bagi pemerintah daerah

dalam menjalankan tugasnya menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, yaitu:

a. Prinsip otonomi seluas-luasnya

Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa daerah

diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang

ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan untuk

membuat kebijakan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

b. Prinsip otonomi nyata

Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani

urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan

kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,

hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.

Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu

sama dengan daerah lainnya.

c. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab

Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan

maksud pemberian otonomi,yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 35

35 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia,

Bandung, 2006, hlm. 165-166

Page 35: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, yang dititikberatkan pada daerah

Kabupaten/ Kota membawa konsekuensi bahwa daerah harus memiliki

kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah. Substansi

pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat,

upaya menumbuhkan prakarsa, kreativitas, dan peningkatan peran

serta masyarakat secara aktif di segala tingkatan dalam segala aspek.

Hal ini tidak terlepas dari tuntutan dan keinginan masyarakat untuk

memperoleh kualitas kehidupan yang lebih merata, otonom dan

terbuka serta tumbuh kembangnya lembaga-lembaga yang dimiliki

masyarakat secara berkelanjutan. Secara prinsip tujuan utama otonomi

daerah adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang

dilayaninya, sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih

baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah lebih nyata.

Konsep desentralisasi pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah telah menjadi

salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah, hanya saja asas

ini belum dilaksanakan dengan komitmen politik yang ditunjang

dengan kebijakan yang mendukung. Gerakan reformasi pada tahun

1998 mendorong berbagai kajian yang selama muncul sehubungan

dengan pelaksanaan pemerintahan daerah untuk diperhatikan dengan

serius. Pada akhirnya dengan tekanan dari berbagai daerah dengan

munculnya konflik disintegrasi, perumusan UU Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah selesai dan pada masa Pemerintahan

Presiden Habibie Undang-Undang ini ditetapkan dan dilaksanakan.

Yang kemudian pada Tahun 2004 Undang-Undang tersebut

diperbaharui kembali menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

Page 36: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 36

Otonomi daerah adalah penyerahan kewenangan dari pusat ke

daerah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Arbi Sanit bahwa

otonomi daerah adalah desentralisasi kewenangan dari pusat ke daerah

yang menekankan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,

pemerataan dan keadilan. Otonomi daerah telah mengakibatkan

perubahan kewenangan pemerintah pusat dan daerah, yang

berimplikasi pada terjadinya perubahan beban tugas dan struktur

organisasi yang mewadahinya.37

Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa penekanan

dari pelaksanaan otonomi daerah adalah kepentingan masyarakat

setempat, artinya daerah diberi kesempatan untuk menentukan

penyelenggaraan pemerintahannya sesuai dengan kebutuhan

masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat yang bersangkutan

dengan batasan peraturan perundangan yang ada. Pada Undang-

Undang tersebut juga diatur mengenai konsep desentralisasi yang

dipahami sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. 38

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka

penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi adalah dalam

kerangka pelaksanaan pemerintahan di daerah berdasarkan penyerahan

kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk

melaksanakan aspirasi masyarakat.

36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 Angka 5 37 Pujiyono, Struktur Organisasi Birokrasi Daerah yang Ideal Berdasarkan Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Jurnal Yustisia Edisi Nomor 69 Sept-Desember 2006, hlm. 44-45

38 Ibid, Pasal 1 Angka 7

Page 37: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Daerah, maka pada hakekatnya tugas dan tanggung jawab

pemerintah daerah semakin meningkat. Tugas dan tanggung jawab

tersebut menyangkut penyerapan aspirasi masyarakat dan pelaksanaan

kewenangan desentralisasi kepada masyarakat. Otonomi daerah juga

mengandung tujuan kemandirian bagi daerah, sehingga pelaksanaan

otonomi daerah dapat optimal bagi daerah yang bersangkutan. Salah

satu indikatornya adalah kemampuan keuangan daerah. Kemandirian

keuangan daerah merupakan indikator kemandirian daerah dalam

melaksanakan rumah tangganya sendiri, permasalahan yang timbul

adalah rendahnya kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan

otonomi daerah. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh rendahnya

intensifikasi pajak dan retribusi daerah, tidak optimalnya pendapatan

asli daerah serta rendahnya penerimaan daerah dari hasil perusahaan

daerah.

Daerah otonom harus mandiri dalam pengelolaan pemerintahan

secara keseluruhan dengan menempatkan keuangan daerah sebagai

pilar utama otonomi. Daerah otonom mempunyai sumber-sumber

keuangan sendiri dan dapat mempergunakannya untuk melaksanakan

tugasnya dan mempunyai anggaran belanja yang ditetapkan sendiri. 39

Sentralisasi dan desentralisasi adalah dua konsepsi yang selalu

eksis dalam sebuah organisasi modern, baik dalam organisasi non

publik. Kedua konsepsi ini bahkan menentukan derajat hubungan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, tidak kita

39 The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah di Negara Republik Indonesia, Gunung Agung,

Jakarta, 1968, hlm. 25

Page 38: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

temukan seuah negara yang hidup hanya dengan sentralisasi atau

hanya dengan desentralisasi.40

Agar supaya semua tindakan pemerintah daerah sah dan dapat

diterima oleh rakyat di daerahnya, maka semua kebijakan di daerah

harus ada dasar pijakan yuridis sehingga memudahkan daerah

mengatur dirinya sesuai aspirasi masyarakat antara lain dalam

Peraturan daerah (Perda). Peraturan daerah adalah peraturan

perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.41

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Perahiran Perudang-undangan, yang menggantikan Ketetapan MPR

No.1IUMPR/2000, ditegaskan dalam pasal 12 bahwa materi muatan

Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka

penyelengaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan (medebewind),

dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut

Peraturan Perundang-undanan yang lebih tinggi. Sistem otonomi yang

dijalankan sekarang adaIah otonomi nyata (faktor riil masing-masing

daerah) dan bertanggung jawab.

Dari cara pembuatannya, kedudukan Peraturan Daerah setara

dengan Undang-Undang dalam arti semata-mata merupakan produk

hukum lembaga legislatif. Namun dari segi isinya, kedudukan

peraturan yang mengatur materi dalan ruang lingkup daerah yang lebih

sempit dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dibandingkan

peraturan dengan ruang lingkup wilayah yang lebih luas. Jadi, sesuai

dengan prinsip hierarkhi peraturan perundang-undangan, peraturan

yang lebih rendah itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang

derajatnya lebih tinggi.

40 Eko Prasojo dan Teguh Kurniawan, 2008. Reformasi Birokrasi dan Good Governance :

Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia. Jurnal Antropologi Indonesia 41 Pipin Syarifin&Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia,

Bandung. 2006, hlm. 27

Page 39: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Menurut Bagir Manan mengingat bahwa Peraturan Daerah

dibuat oleh satuan pemerintahan yang mandiri (otonom), dengan

lingkungan wewenang yang mandiri pula, maka dalam pengujiannya

terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tidak boleh

semata-mata berdasarkan "pertingkatan", melainkan juga pada

"lingkungan wewenangnya" kecuali UUD.42

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Peraturan

Perundang-undangan menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber

dari segala sumber hukum negara. UUD 1945 merupakan hukum dasar

tertulis. Adapun jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan

diatur dalam Pasal 7 sebagaimana tersebut di bawah ini :

a. UUD Negara Republik Indonesia Talnm 1945

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang

c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden

e. Peraturan Daerah, terdiri dari :

1) Perda Provinsi;

2) Perda Kabupaten/Kota;

3) Perdes/Peraturan yang setingkat.

Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk melaksanakan

peraturan daerah yang bersangkutan, untuk melaksanakan peraturan

perundangan yang lebih tinggi tingkatannya atau dalam rangka

menjalankan hugas wewenang dan tanggung jawabnya sebagai

penyelenggara pemerintahan daerah (pimpinan eksekutif daerah).

Kepala daerah mempunyai kewenangan membuat ketetapan

42 Huda,2005,Otonomi Daerah ; Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika /

Ni’matul Huda Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Page 40: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

(heschikking) dan peraturan kebijaksanaan (beleidsregel atau pseudo-

wetgeving) seperti pembuatan Juklak.

Keputusan Kepala Daerah, yang melaksanakan Peraturan

Daerah adalah peraturan delegasi, karena itu materi muatannya

semata-mata mengenai hal-hal yang diatur dalam Peraturan Daerah

bersangkutan. Kepala Daerah dapat membuat keputusan untuk

melaksanakan suatu Peraturan Daerah apabila memang diperlukan

walaupun tidak ada delegasi yang tegas dalam Peraturan Daerah

tersebut43. Dengan demikian Keputusan Kepala Daerah merupakan

keputusan yang mengikat secara umum dan dibuat berdasarkan

kewenangan adalah termasuk perundang-undangan dalam bidang

desentralisasi.

Penulis dalam hal ini menggunakan Peraturan Daerah

Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 untuk meneliti tentang

Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar, sebagai

pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

4. Retribusi Ijin Gangguan sebagai Pendapatan Daerah

a. Pengertian Ijin, Lisensi, Konsesi dan Dispensasi

Pengertian ijin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari

penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk

dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan

larangan perundangan. Definisi ijin dalam arti sempit adalah sebagai

pengikatan aktifitas-aktifitas pada suatu peraturan ijin yang pada

umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk

mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-

keadaan yang buruk. Ijin adalah salah satu instrumen yang paling

43 Abdul Latif bin Wahab Al Ghomidi; Fisik : Buku kecil, Softcover; 136; Penerbit

Pustaka At-Tibyan

Page 41: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

banyak digunakan dalam hukum administrasi, sebagai sarana yuridis

untuk mengemudikan tingkah laku masyarakat.44

Berdasarkan definisi ijin yang dikemukakan oleh Philipus M

Hadjon tersebut, disimpulkan bahwa ijin adalah alat pemerintah untuk

mengemudikan tingkah laku dan sarana pengendalian masyarakat oleh

pemerintah untuk menghindarkan dari hal-hal yang buruk yang

diberikan berdasarkan suatu aturan tertentu. Definisi ijin yang lain

menurut Zamzuri adalah peniadaan larangan yang telah ditentukan

oleh peraturan perundangan dengan tetap diikatkan pada syarat-syarat

tertentu.45

Pendapat tersebut agak berbeda dengan pandangan Van Der Pot,

yang mengatakan bahwa ijin merupakan keputusan yang

memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak

dilarang oleh pembuat aturan.46 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, ijin

(vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada

suatu larangan oleh undang-undang. Selanjutnya, larangan tersebut

diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang

perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari

larangan dengan disertai penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan

(juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang

bersangkutan.47

Pengertian ijin juga termuat dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata

Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah, yaitu diartikan

sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan

bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau

44 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University

Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 124 45 Zamzuri, Tindak Pemerintah, Al Hikmah, Yogyakarta, 1981, hlm. 24 46 Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi

Negara Indonesia, cetakan ke delapan, Penerbit danBalai Buku Ichtiar, Jakarta, 1985, hlm. 143 47 Prajudi Admosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, 1983, hlm. 94

Page 42: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian

pengertian tersebut menunjukkan adanya penekanan pada ijin yang

tertulis yang berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai ijin

tidak termasuk yang diberikan secara lisan.

Sebagai instrumen kontrol maka pemberian ijin oleh pemerintah

harus memenuhi rangkaian persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam

peraturan perundangan, sebab ijin gangguan diberikan oleh pemerintah

untuk melindungi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan usaha

tertentu. Artinya masyarakat di sekitar wilayah tersebut menyetujui

adanya usaha tertentu dan tidak keberatan atas adanya kegiatan

tersebut, jaminan terhadap perlindungan tersebut diberikan oleh

pemerintah dalam bentuk ijin.

Terkait dengan ijin, sebaiknya perlu diketahui pengertian dari

lisensi, konsesi dan dispensasi. Menurut Prajudi Atmosudirjdjo, lisensi

adalah suatu pengertian khas Indonesia yang di Negeri Belanda tidak

ada. Istilah tersebut berasal dari istilah hukum administrasi Amerika

Serikat yaitu license, yang dalam Bahasa Belanda adalah vergunning.

Istilah lisensi kerap digunakan pada tahun 1950-an ketika perdagangan

masih terikat kepada sistem devisa ketat sehingga setiap importir

memerlukan lisensi dari Kantor Pusat Urusan Impor yang bekerja

sama dengan kantor urusan devisa, yakni Lembaga Alat-Alat

Pembayaran Luar Negeri untuk dapat mengimpor barang dan jasa.

Jadi, lisensi adalah ijin untuk melakukan sesuatu yang bersifat

komersial yang mendatangkan keuntungan atau laba. Setelah rezim

devisa dihapus, istilah dan pengertian lisensi semakin tidak dikenal

orang.48 Menurut Amrah Muslimin, lisensi merupakan ijin yang

sebenarnya (de eigenlijke). Dasar pikiran dilakukannya penetapan yang

merupakan lisensi ialah bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi

diletakkan di bawah pengawasan pemerintah untuk mengadakan

48 Prajudi Atmosudirdjo, op.cit, hlm. 94

Page 43: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

penertiban dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti ijin

perusahaan bioskop, ekspor, impor, dan lain-lain.49

Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara

yuridis sangat kompleks karena merupakan seperangkat dispensasi,

ijin, lisensi, disertai pemberian semacam wewenang pemerintahan

terbatas kepada konsesionaris. Konsesi tidak mudah diberikan karena

mengandung banyak bahaya penyelundupan, perusakan bumi dan

kekayaan alam negara, dan terkadang merugikan masyarakat setempat

yang bersangkutan. Konsesi diberikan atas permohonan dengan

prosedur serta syarat-syarat yang terperinci kepada perusahaan-

perusahaan yang mengusahakan sesuatu yang cukup besar, baik dalam

arti modal, tenaga kerja, maupun lahan atau wilayah usaha, seperti

perusahaan minyak bumi, perusahaan perhutanan, perusahaan

perikanan, dan perusahaan pertambangan pada umumnya. Pendek kata,

semua perusahaan yang mengusahakan sesuatu dengan modal besar,

dengan mengurangi kedaulatan atau wewenang pemerintahan

pemerintah, dan dengan luas areal atau lahan yang cukup besar

sehingga merupakan suatu usaha yang cukup rumit dari segi hukum

memerlukan konsesi, tidak cukup hanya dengan ijin biasa.50

Menurut Ateng Syafrudin, konsesi merupakan suatu ijin

sehubungan dengan pekerjaan besar yang melibatkan kepentingan

umum sehingga sebenarnya pekerjaan tersebut merupakan tugas

pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya

kepada konsesionaris (pemegang ijin) yang bukan pejabat

pemerintah.51 Menurut Utrecht, terkadang pembuatan peraturan

beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum

sebaiknya dapat diadakan oleh suatu subyek hukum patikelir, tetapi

49 Amrah Muslimin, Beberapa Asas-Asas dan Pengertian-Pengertian Pokok tentang

Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni Bandung, 1982, hlm. 118 50 Ibid, hlm. 94-95 51 Ateng Syafrudin, Perijinan untuk Berbagai Kegiatan, makalah tidak dipublikasikan,

hlm. 1

Page 44: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

dengan campur tangan pemerintah. Suatu keputusan administrasi

negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan

perbuatan tersebut memuat suatu konsesi (consesie).52

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berg, pelepasan atau

pembebasan (dispensasi) merupakan terkecualian yang sungguh-

sungguh, yakni merupakan kekecualian atas larangan sebagai aturan

umum. Pemberian dispensasi berhubungan erat dengan keadaan-

keadaan khusus peristiwa.53 Menurut Van der Pot, dispensasi

merupakan keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu

perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan

tersebut.54

Hal serupa dikemukakan oleh Amrah Muslimin, yang

mengatakan bahwa dispensasi adalah suatu pengecualian dari suatu

ketentuan-ketentuan umum dalam hal pembuat undang-undang

sebenarnya pada prinsipnya tidak berniat mengadakan pengecualian.

Sebagai contoh penetapan umur kawin bagi seseorang karena keadaan

khusus di bawah usia minimum 18 tahun. Mengacu pada pengertian

tersebut, maka sebenarnya dispensasi berangkat dari sebuah larangan

yang sungguh-sungguh.55

b. Retribusi Ijin Gangguan/ Hinderordonnantie (HO)

Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam menangani

gangguan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha. Pada awal tahun

1926, pemerintah kolonial Belanda menertibkan Undang-Undang

Gangguan dalam Lembaran Negara (Staatsblad) nomor 226 dan

kemudian mengubah dan menyempurnakannya melalui Lembaran

Negara tahun 1940 nomor 450.

52 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas,

Surabaya, 1988, hlm. 187 53 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, disunting dari Philipus M. Hadjon, loc.cit 54 Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, op.cit, hlm. 143 55 Amrah Muslimin, loc.cit

Page 45: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Perundang-undangan yang asli berjudul Undang-Undang

Gangguan (Hinderordonnantie) dan ijin yang dikeluarkannya dikenal

dengan nama ”Ijin H.O”. Setelah kemerdekaan, sistem ini dikenal

sebagai ”Undang-Undang Gangguan”. 50 tahun kemudian jauh setelah

kemerdekaan Indonesia, Menteri Dalam Negeri menerbitkan

Peraturan Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Gedung dan Ijin

Gangguan bagi Perusahaan-Perusahaan di bidang industri yang

kemudian mengubah pendekatan nasional terhadap isu-isu tersebut.

Seiring dengan berjalannya waktu, ijin yang bersifat wajib tersebut

disebut sebagai Disturbance Permits dan Nuisance Permits.

Pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang

Gangguan tersebut dengan tujuan untuk melindungi didirikannya

bangunan-bangunan kecil sebagai tempat kerja dan usaha kecil dari

gangguan masyarakat umum.

Pada waktu itu Undang-Undang Gangguan dibuat untuk

melindungi perusahaan dagang milik Belanda dari penolakan

masyarakat dan dari persaingan dengan perusahaan-perusahaan lokal.

Namun pada kenyataannya justru sebaliknya, Undang-Undang tersebut

terkesan diberlakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak-

dampak merugikan dari beberapa praktik usaha tertentu dan bukan

untuk melindungi industri dari masyarakat. Keinginan untuk

melindungi masyarakat dari akibat buruk kegiatan usaha lebih sesuai

dengan semangat di era 1920-an dan gerakan reformasi pemerintahan

kotamadya yang pada waktu itu sering terjadi.

Kelemahan Undang-Undang Gangguan adalah dikenakannya

sanksi karena tidak memperoleh ijin, dan bukan karena

menyalahgunakan ijin tersebut atau melanggar ketentuan-

ketentuannya. Selanjutnya, pelanggaran-pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan AMDAL atau UKL/ UPL tidak ditetapkan secara

tegas sebagai pelanggaran terhadap ijin walaupun ketentuan-ketentuan

ini dinyatakan sebagai persyaratan untuk memperoleh ijin usaha atau

Page 46: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

kegiatan. Jelas sekali bahwa suatu undang-undang yang dirumuskan

pada tahun 1924 dan diamandemen pada tahun 1940 ini tidak dapat

dirujuk silang dengan perundang-undangan yang lebih baru.

Pemberian ijin dikenakan tarif tertentu sebagai bentuk pungutan

retribusi, dimana retribusi ijin gangguan termasuk dalam kategori

retribusi perijinan tertentu. Pemberian ijin gangguan hanya merupakan

salah satu bentuk ijin yang diberlakukan oleh pemerintah daerah dalam

upaya meningkatkan pendapatan asli daerah, dimana untuk mencapai

target yang ditentukan dilakukan beberapa cara. Antara lain dengan

meningkatkan jumlah retribusi ijin gangguan, percepatan masa

berlakunya ijin gangguan, serta penambahan angka indek dalam

penentuan tarif retribusi ijin gangguan.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 menerangkan

bahwa perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah

dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang

dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan

pengawasan atas kegiatan,pemanfaatan ruang, penggunaan sumber

daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna

melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.56

Objek retribusi perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu

Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi

atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,pemanfaatan ruang,

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas

tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian

lingkungan. Sedangkan subjeknya adalah orang pribadi atau badan

yang memperoleh ijin tertentu dari Pemerintah Daerah.57

Satu sisi hal tersebut berarti menambah beban biaya

operasional dari pengusaha yang memerlukan ijin gangguan, sehingga

56 Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

57 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

Page 47: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

terkesan pemerintah daerah hanya memacu pendapatan yang optimal

dengan kurang memberikan perhatian kepada pengusaha atau penanam

investasi di daerah. Seharusnya dengan diberlakukannya retribusi ijin

gangguan tidak hanya berpengaruh pada meningkatnya pendapatan asli

daerah saja, tetapi juga diimbangi dengan adanya iklim yang sejuk

untuk investor yang pada akhirnya terjadi pula peningkatan investasi.

Selain itu juga adanya peningkatan fasilitas, serta terjaminnya

keselamatan masyarakat.

Retribusi ijin gangguan termasuk dalam penggolongan retribusi

perijinan tertentu, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar

masih memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang

Retribusi Ijin Gangguan. Kontribusi retribusi ijin gangguan di

Kabupaten Karanganyar terhadap pendapatan daerah Kabupaten

Karanganyar diharapkan dapat menopang pembanguanan daerah guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kontribusi retribusi ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar

terhadap pendapatan daerah Kabupaten Karanganyar dari tahun ke

tahun semakin meningkat, maka diharapkan pendapatan daerah dari

sektor ini dapat digunakan sebagai salah satu unsur dalam menopang

pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Kabupaten Karanganyar.

c. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi

Daerah

Hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah

yang sah merupakan komponen Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya

disebut dengan PAD) yang sangat tergantung pada aktifitas daerah

yang bersangkutan.58 Saat ini penggalian sumber-sumber pendapatan

daerah sangat diperlukan, berkenaan dengan ini pemerintah telah

58 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Page 48: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan tentang pajak

dan retribusi daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur agar kebutuhan

daerah dalam meningkatkan PAD tidak menjadi beban tambahan bagi

masyarakat di daerah, dengan demikian kreatifitas daerah untuk

melakukan optimalisasi PAD juga memiliki batasan sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, telah ditentukan beberapa pajak dan

retribusi daerah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Mengenai penarikan retribusi di daerah menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4139) tentang Retribusi Daerah,

telah ditentukan golongan retribusi yang ada di daerah, yaitu meliputi

retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan

tertentu. Penggolongan semacam ini dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 65 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Peraturan pemerintah

Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah merupakan

implementasi dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang

Pajak dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah.

Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di

dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada

suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu, masyarakat terdiri dari

individu-individu yang mempunyai hidup dan kepentingan sendiri.

Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu, dimana

kelangsungan hidup negara berarti juga kelangsungan hidup dan

Page 49: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

kepentingan masyarakat yang membutuhkan biaya. Biaya hidup

individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal

dari penghasilannya sendiri, sedangkan biaya hidup negara adalah

untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga

negara dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara.

Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan

atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam sebuah negara.59

Pendapat lain tentang pajak juga diungkapkan oleh Erly Suandy,

”Pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan

yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum yang berhubungan dengan tugas pemerintahan.”60

Berdasarkan definisi di atas, maka definisi sederhana dari pajak

daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau

badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang

dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan daerah.61 Pendapat ini diperkuat oleh Soepangat, yang

menyatakan bahwa pajak daerah sebagai pungutan berdasarkan

peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan, pengeluaran daerah

sebagai badan publik.

Berbeda dengan pajak, maka retribusi adalah merupakan

pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas

yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata.62 Jadi

pungutan berbentuk retribusi dapat dikenakan apabila rakyat yang

dipungut mendapatkan fasilitas atau layanan yang diberikan secara

langsung oleh penguasa (pemerintah). Selain itu menurut Guritno,

59 Soemitro, Pengertian Dasar Hukum Pajak, Jakarta, 1992, hlm. 1 60 Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm. 136 61 Erly Suandy, op.cit, hlm. 140 62 S. Haryoto, Pengantar Hukum Pajak, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1991, hlm.

11

Page 50: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

retribusi diartikan sebagai pungutan pemerintah karena pembayar

menerima jasa tertentu dari pemerintah.63

Pada prinsipnya, unsur-unsur yang melekat pada pengertian

retribusi adalah :

1) Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;

2) Sifat pungutannya dapat dipaksakan;

3) Pemungutannya dilakukan oleh negara;

4) Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan

5) Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar

retribusi.

Pada umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas

pembayaran berupa jasa atau pemberian ijin tertentu yang disediakan

atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan,

misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat

pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abonemen air

minum, retribusi tempat penitipan anak, retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi ijin mendirikan bangunan,

dan retribusi ijin gangguan.

Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66

Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah

pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin

tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah

daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.64

Pengertian tersebut tidak berbeda dengan pendapat dari Adrian

Sutedi yang mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran

kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan

jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang

63 Guritno Mangoensoebroto, Ekonomi Publik, PBFE, Yogyakarta, 1995, hlm. 181 64 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139)

Page 51: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, setiap pungutan

yang dilakukan oleh Pemda senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa

yang diberikan kepada masyarakat.65

Rumusan tentang pengertian retribusi daerah dikemukakan oleh

The Liang Gie, sebagai berikut : ”Retribusi daerah adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa

pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum atau

karena jasa yang diberikan oleh daerah baik lansung maupun tidak

langsung”. 66 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa-jasa pekerjaan, usaha

atau milik daerah begi yang berkepentingan atau karena jasa yang

diberikan oleh daerah.

Hasil retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah

dan penerimaan daerah, dari sektor retribusi daerah tidak kalah

pentingnya jika dibandingkan dengan peneriman dari sektor pajak

maupun sektor penerimaan-penerimaan yang lainnya. Bahkan

penerimaan dari sektor retribusi daerah adalah penerimaan yang

dominan bagi daerah tingkat II pada umumnya. Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

menegaskan bahwa : ”Retribusi daerah adalah pungutan daerah

sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu yang khusus

disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk

kepentingan orang atau pribadi.”67

Jadi, agar daerah dapat menjalankan kewajiban dengan sebaik-

baiknya, perlu ada sumber pendapatan daerah sesuai dengan yang

65 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm.

74 66 The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah di Negara Republik Indonesia, Gunung Agung,

Jakarta, 1998, hlm. 23 67 Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah

Page 52: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

dikatakan Soedjito,68 yaitu : ”semakin besar keuangan daerah, maka

semakin besar pula kemampuan daerah untuk menyelenggarakan

usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial,

kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan

penduduknya.”

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan

penyelenggaraan otonomi daerah, seperti yang dikemukakan Syamsi,

yakni faktor kemampuan struktural organisasi, kemampuan aparatur

daerah, kemampuan mendorong partisipasi masyarakat dan

kemampuan keuangan daerah.69 Diantara faktor-faktor tersebut, faktor

keuangan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat

kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Dikatakan

demikian karena pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan

bertanggung jawab harus didukung dengan tersedianya dana guna

pembiayaan pembangunan.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber kuangan yang

berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan

sumber-sumber di luar pendapatan, karena pendapatan asli daerah

dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah.

Menurut SF. Marbun, pada dasarnya pajak dan retribusi mempunyai

fungsi yang sama yaitu :

1) Fungsi budgetair, yaitu retribusi sebagai dana bagi pemerintah

untuk membiayai pengaturan-pengaturannya;

2) Fungsi regulated, yaitu retribusi sebagai alat untuk mengatur/

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi.

68 Pamudji dalam Elita Dewi, Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah dalam Rangka

Pelaksanaan Otonomi Daerah, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2002, hlm. 1

69 Elita Dewi, Ibid

Page 53: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Fungsi retribusi menurut Mardiasmo70 juga berkaitan dengan

pelayanan publik, oleh karena pungutan retribusi langsung

berhubungan dengan masyarakat pengguna layanan publik maka

peningkatan retribusi secara otomatis akan mendorong peningkatan

kualitas pelayanan publik. Masyarakat tentu tidak mau membayar

lebih tinggi bila pelayanan yang diterima sama saja kualitas dan

kuantitasnya.

Sedangkan tata cara pemungutan retribusi adalah sebagai berikut:

1) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi

Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan;

2) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada

waktunya atau kurang membayar dikarenakan sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi.

Pajak dan retribusi memberikan kontribusi yang sangat besar

terhadap pendapatan negara pada umumnya dan daerah pada

khususnya, jadi meski sedang terjadi krisis ekonomi kita harus

memutar otak untuk mengelolanya dengan baik. Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD) mengatakan bahwa

“OECD’s general mission is to provide a strong and stable policy

basis for the global economy, working both among its 30 member

states as well as among non-member states worldwide. These

announcements mark a fundamental change and an important moment

in the history of international tax cooperation. At a time when

governments around the world need to maximize tax revenues in order

to address the global economic crisis, this is an extremely important

breakthrough.” 71

70 Mardiasmo, Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Dilema Otonomi dan Ketergantungan,

Prisma No 6, 1-17, 2002, hlm. 149 71 Harvard International Law Journal, Improved International Tax Cooperation on the

Horizon, Posted in Digest, Treaties and International Agreements, March 23, 2009

Page 54: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang ijin gangguan telah menarik perhatian beberapa

peneliti untuk mengkajinya, hal ini disebabkan ijin gangguan merupakan

persyaratan utama bagi jenis usaha berkaitan dengan keseimbangan dengan

lingkungan di sekeliling lokasi usaha yang bersangkutan.

Penelitian pelaksanaan ijin gangguan di Kota Surakarta telah dilakukan

oleh Ardita Yuliana Atmaja dengan judul Implementasi Peraturan Daerah

Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan terhadap Tempat

Usaha di Kota Surakarta, yang memfokuskan pembahasan pada evaluasi dari

implementasi Perda dan faktor-faktor penghambatnya serta solusi yang

diberikan.72

Penelitian penulis merupakan penelitian kualitatif berkaitan dengan

implementasi dari suatu peraturan daerah, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten

Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan.

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ardita Yuliana Admaja, perbedaanya terletak pada perumusan masalah.

Penulis mengkaji permasalahan mengenai kesesuaian pelaksanaan Peraturan

Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin

Gangguan dengan asas otonomi\ yang luas, nyata dan bertanggung jawab,

kemudian permasalahan yang selanjutnya mengenai penyebab ijin gangguan

di Kabupaten Karanganyar tidak mendapatkan persetujuan dan surat

kepemilikan ijin usaha. Sedangkan Ardita Yuliana Admaja mengkaji

mengenai kesesuaian implementasi kebijakan Pemerintah Kota Surakarta

dalam menetapkan Retribusi Izin Gangguan terhadap Tempat Usaha di Kota

Surakarta dengan Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin

Gangguan, faktor-faktor apa yang menghambat implementasi Peraturan

Daerah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan tempat usaha

di Kota Surakarta dan upaya yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kota

72 Ardita Yuliana Admaja, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1998 tentang

Retribusi Ijin Gangguan terhadap Tempat Usaha di Kota Surakarta, Tesis, 2010, hlm. 8-9

Page 55: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Surakarta agar pemberian ijin gangguan sesuai dengan Peraturan Daerah

Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan.

C. Kerangka Pemikiran

Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia sejak merdeka pada tahun

1945 telah mengalami berkali-kali pergantian formulasi Undang-Undang, hal

tersebut disebabkan perbedaan sudut pandang dan kepentingan dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu sejak formulasi awal undang-

undang tentang pemerintahan daerah, telah dipandang perlu untuk mengatur

mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan konsep otonomi.

Dengan memperhatikan penyelenggaraan otonomi daerah pada masa

berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan prinsip otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang

lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dapat dilihat terdapat

perbedaan dengan formulasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan kota

didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan

bertanggung jawab.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang

antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai

dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan

mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi

hasil dari sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan

lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-

sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Retribusi Ijin Gangguan merupakan salah satu penerapan dari otonomi

daerah, yang termasuk dalam Retribusi Perijinan Tertentu. Dalam hal ini

penulis akan mengkaji mengenai Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten

Karanganyar yang telah ditindak lanjuti hal dengan mengeluarkan Peraturan

Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan, kondisi ini

Page 56: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

menimbulkan pemikiran penulis untuk mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan

Peraturan Daerah dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

jawab. Juga penyebab tidak disetujuinya permohonan retribusi ijin gangguan

si Kabupaten Karanganyar dalam mendapatkan surat ijin usaha, sehingga

dapat tercapai tujuan dari Perda tersebut..

Adapun bagan kerangka pemikiran secara skematis disajikan sebagai

berikut :

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Otonomi Daerah

Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan

Kesesuaian pelaksanaan Perda dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab

Penyebab permohonan retribusi ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan

ijin usaha

Page 57: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara

mendalam tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan di Karanganyar. Di dalam penelitian hukum,

metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud dengan

hukum. Menurut Setiono terdapat 5 (lima) konsep hukum, yaitu 73 :

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan

berlaku universal;

2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan

hukum nasional;

3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan

tersistematisasi sebagai judge made law;

4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembaga, ekstra sebagai

variabel sosial empirik;

5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik pada perilaku sosial

sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.

Penelitian ini menggunakan konsep hukum yang ke dua dan ke lima,

yaitu hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-

undangan hukum nasional dan hukum adalah manifestasi makna-makna

simbolik pada perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.

Peneliti menggunakan konsep hukum yang ke dua untuk memberikan

penjelasan terhadap aspek substansi dari teori hukum Friedman yang penulis

gunakan, sedangkan konsep hukum yang ke lima digunakan untuk mengkaji

aspek struktur dan budaya hukum.

73 Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 1

Page 58: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Hukum disini dikonsepsikan sebagai regularitas yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari atau dalam pengalaman. Maka penelitian ini

mendasarkan pada konsep hukum sebagai tingkah laku atau perilaku sosial,

disebut juga penelitian empiris atau penelitian non doktrinal (socio legal

research). Tipe kajiannya adalah kajian keilmuan dengan maksud

mempelajari saja, maka menurut Burhan Ashofa metodenya adalah non-

doktrinal. 74

Penelitian ini juga dikonsepsikan sebagai pengkaji peraturan-

peraturan, yaitu antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4

Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Karanganyar. Dengan mendasarkan pada konsep hukum

sebagai norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum

nasional, maka penelitian ini juga disebut sebagai penelitian doktrinal.

B. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif, terdapat keyakinan bahwa hanya

manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi

instrumen pengumpulan data dengan pedoman wawancara, daftar pertanyaan-

pertanyaan dan observasi yang berkedudukan sebagai alat pendukung yang

digunakan oleh peneliti. Penelitian kualitatif menekankan pada analisis

induktif, abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul bersama

melalui proses pengumpulan data yang dilaksanakan secara teliti. Teori yang

dikembangkan di lapangan direduksi dari data-data yang terpisah dan atas

bukti yang terkumpul serta saling berkaitan. 75

Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata baik

tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

74 Ibid, hlm. 34 75 HB. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya dalam

Penelitian, UNS Press, Surakarta, 2002, hlm. 39

Page 59: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu secara holistik (utuh).76

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan sumber data utama. Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah

mengamati orang dalam hidupnya, serinteraksi dengan mereka, berusaha

memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.77

C. Bentuk Penelitian

Apabila dilihat dari bentuknya, penelitian yang berjudul Implementasi

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di

Kabupaten Karanganyar termasuk ke dalam bentuk penelitian yang evaluatif.

Penelitian evaluatif merupakan penelitian yang dilakukan apabila seseorang

ingin menilai program-program yang dijalankan, dalam hal ini peneliti

berusaha untuk meneliti mengenai implementasi kebijakan yang telah

berlangsung, kemudian mengevaluasi apakah pelaksanaan Peraturan Daerah

Nomor 4 Tahun 2007 di Kabupaten Karanganyar telah sesuai dengan

ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang ada, dengan maksud guna

optimalisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Karanganyar, serta kendala-

kendala yang dihadapi.

D. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian atau sumber pencarian data

meliputi :

1. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar;

2. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Tempat usaha di Kabupaten Karanganyar yang telah memiliki ijin

gangguan yang berasal dari lima jenis usaha yang berbeda, seperti antara

lain :

a. Toko supermarket di Jl. Lawu, Kelurahan Karanganyar;

b. Apotik di Gawanan, Karanganyar;

c. Tempat penyiaran radio di Bibis, Karanganyar;

76 Bogdan & J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Penerjemah Arief Furchan,

Usaha Nasional, Surabaya, 1996, hlm. 21-22 77 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,

2004, hlm. 112

Page 60: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

d. Industri mebel di Jaten, Karanganyar;

e. Hotel Juwita di Bolon, Karanganyar.

E. Sumber Data

Sumber data penelitian yang menggunakan metode non-doktrinal yang

sosiologis empiris mempertimbangkan berbagai macam sumber data dan

merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih

dan menentukan sumber data atau informasi yang diperoleh.78 Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan sumber data yang dapat memberikan data

yang dibutuhkan baik berupa jawaban lisan maupun tulisan, yaitu antara lain:

1. Sumber Data Primer

Data primer yaitu sumber data yang didapatkan secara langsung dari

lapangan penelitian atau masyarakat, peristiwa, tingkah laku yang didapat

melalui wawancara yang mendalam (indepth interview).79

Dalam penelitian hukum sosiologis (non-doktrinal) ini, untuk

memperoleh data dan informasi empiris tentang gejala-gejala sosial yang

muncul di dalam masyarakat dengan melakukan wawancara. Wawancara

merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara

lisan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan

manusia serta pendapat-pendapat mereka. Dalam suatu wawancara

terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda, yaitu pengejar

informasi yang biasa disebut pewawancara dan pemberi informasi yang

disebut informan atau responden.

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan petugas

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, yaitu Drs.

Tatag selaku Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten

Karanganyar, Bapak Denny selaku staff khusus bagian ijin gangguan di

BPPT Kabupaten Karanganyar. Selain petugas, penulis juga melakukan

wawancara dengan informan yang berasal dari pengguna yang berasal dari

78 H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis), Pusat

Penelitian, Surakarta, 2002, hlm. 49 79 Setiono, op.cit, hlm. 18

Page 61: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

lima jenis usaha yang berbeda. Diantaranya adalah Bapak Anton pemilik

toko supermarket di Kelurahan Karanganyar, Ibu Muji Rahayu pemilik

apotik di Gawanan, Bapak Baroroh pemilik penyiaran radio di Bibis,

Bapak Sutrisno Hadi pengusaha industri mebel di Jaten dan Bapak

Bambang pemilik hotel di Bolon.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan bahan-bahan yang ada

hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

masyarakat memahami bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku

hukum, berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan pajak dan retribusi daerah dan dokumen lain yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti. Adapun bahan-bahan hukum dalam penelitian

ini dapat disajikan sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer

Merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari

Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen), Undang-Undang Nomor

18 Tahun 1999 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan

Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan Daerah

Kabupaten Karanganyar, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001

tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4139).

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Yang termasuk bahan hukum

sekunder adalah kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah

implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang

Retribusi Ijin Gangguan dan kendala-kendala pengimplementasian

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 di Kabupaten Karanganyar.

Page 62: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

c. Bahan hukum tertier

Merupakan bahan pelengkap yang berfungsi membantu dalam

memahami bahan hukum primer maupun sekunder yang meliputi

bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier di luar bidang

hukum, seperti berasal dari bidang ekonomi, ilmu politik, bidang

sosiologis, filsafat dan lainnya yang oleh para peneliti hukum

digunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. Antara

lain ensiklopedia, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, serta bahan-

bahan lainnya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara secara mendalam dan studi dokumentasi.

1. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu 80.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan sumber data. Agar wawancara dapat dilakukan dengan baik, maka

hubungan antara peneliti dengan subyek merupakan suatu partnership.

Kemudian data hasil wawancara dideskripsikan dan ditafsirkan sesuai

dengan latar secara utuh, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data

deskriptif dalam kata-kata tuturan subyek sendiri sehingga peneliti

memperoleh pengertian mengenai bagaimana subjek menafsirkan sebagian

dari dunia.81 Agar data yang diperoleh sejalan dengan arah penelitian,

penelitit menggunakan pedoman umum wawancara sebagai kerangka

konseptual untuk mengangkat permasalahan penelitian.

Wawancara terhadap petugas dimulai dengan mengumpulkan data

di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, yang

dilaksanakan selama kurun waktu 10 Januari 2011 sampai dengan 20

Februari 2011. Dalam hal ini, penulis berkesempatan mewawancarai Drs.

80 Lexy J Moleong, op.cit, hlm. 135 81 Robert Bogdan dan Steve J Taylor, op.cit, hlm. 178

Page 63: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Tatag selaku Kepala BPPT Karanganyar dan Bapak Tjuk selaku Sub

Bagian Perencanaan. Selain itu, penulis juga mendapatkan data-data

langsung melalui Bapak Denny selaku Staf Khusus Bagian Perijinan

Gangguan di BPPT Karanganyar.

Penulis juga melakukan wawancara terhadap informan yang

berasal dari pengguna, yang dilakukan dengan melihat data mereka di

BPPT Karanganyar dan mendatangi tempat usaha mereka dengan waktu

yang berbeda selama kurun waktu dari tanggal 20 Januari 2011 sampai

dengan 30 Januari 2011. Mereka diantaranya adalah Bapak Anton pemilik

toko supermarket, Ibu Muji Rahayu pemilik apotik, Bapak Baroroh

pemilik penyiaran radio, Bapak Sutrisno Hadi pengusaha industri mebel

dan Bapak Bambang pemilik hotel.

2. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi ini sebagai pelengkap data dan dokumen-

dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi nara sumber yang dapat

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dimungkinkan ditanyakan

melalui wawancara atau observasi. Di dalam melakukan metode

dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,

majalah, dokumen, peraturan-perturan, notulen rapat, catatan harian dan

sebagainya. Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya

yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa benda-benda peninggalan

seperti prasasti dan simbol-simbol.82

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang

berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Unit analisis dalam

penelitian ini adalah organisasi dan individu, oleh karena itu yang akan

diwawancarai adalah mereka yang terkait dengan organisasi pelaksana dan

masyarakat sebagai representasi komponen terkecil yang akan dianalisis

82 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,

Jakarta, 1996, hlm. 149-150

Page 64: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang retribusi

Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar.

Untuk memberikan gambaran terhadap permasalahan dan sesuai

dengan tujuan penelitian, maka metode analisis yang digunakan adalah

bersifat deskriptif kualitatif. Dalam arti hasil-hasil yang akan diperoleh

dideskripsikan secara urut, jelas dan rinci sesuai dengan masalah yang diteliti.

Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan

berlandaskan yang kokoh, serta penjelasan tentang proses-proses yang terjadi

dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif dapat mengikuti dan

memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam

lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang

banyak dan bermanfaat. Data kualitatif lebih condong dapat membimbing kita

untuk memperoleh penemuan yang tak terduga sebelumnya dan untuk

membentuk kerangka teoritis baru.83 Data tersebut membantu peneliti untuk

melangkah lebih jauh dari praduga dan kerangka kerja awal.

Bogdan dan Biklen 84 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

analisis data adalah suatu proses mengurutkan dan mengamati secara

sistematis transkrip wawancara (interview), catatan lapangan (hasil observasi)

dan bahan-bahan lain yang ditemukan untuk meningkatkan pemahaman

peneliti tentang kasus yang diamati dan menyajikan sebagai temuan bagi

orang lain.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data meliputi langkah-langkah

pokok yang harus ditempuh yaitu :

1. Reduksi data

Reduksi data adalah proses pemilihan, perumusan, perhatian pada

penyederhanaan atau menyangkut data dalam bentuk uraian (laporan) yang

terinci dan sistematis, menonjolkan pokok-pokok yang penting agar lebih

mudah dikendalikan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang

83 Mathew B Miles dan A Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber

tantang Metode-Metode Baru terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi pendamping Mulyanto, UI Press, Jakarta, 1992, hlm. 2

84 Bogdan dan Taylor, op.cit, hlm. 189

Page 65: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

menajamkan, meggolongkan, membuang yang tidak perlu yang akan

memberikan gambaran yang lebih terarah tentang hasil pengamatan dan

juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data tersebut apabila

diperlukan.

Display data merupakan upaya menyajikan data untuk melihat

gambaran keseluruhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

Data yang dikumpulkan tidak semuanya valid dan reliable, karenanya

perlu dilakukan reduksi agar data yang akan dianalisis benar-benar

memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi. Muara dari keseluruhan

proses analisis data perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap data

yang dikoreksi saat data tersebut pertama kali dikumpulkan. 85

Pada penelitian ini, penulis memberikan uraian dan penjelasan

dalam batasan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam arti hasil-hasil yang

telah diperoleh didiskripsikan secara urut, jelas dan rinci sesuai dengan

masalah yang diteliti, yaitu kesesuaian Perda Kabupaten Karanganyar

Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan asas

otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab dan penyebab

permohonan ijin tidak mendapatkan persetujuan dan surat ijin usaha.

2. Penyajian data

Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang

memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan, yang diperlukan peneliti

untuk lebih mudah memahami berbagai hal yang terjadi dan

memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan

lain berdasarkan pemahamannya. Sajian data dapat berupa berbagai jenis

matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga label.

Peneliti menggunakan 4 gambar dan 1 tabel guna mempermudah

penyajian data ini, yaitu gambar kerangka pemikiran, gambar teknik

analisis data, gambar struktur organisasi Badan Pelayanan Perijinan

85 Joko Widodo, Good Governance : Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol

Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendikia, Surabaya, 2001, hlm. 98

Page 66: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Terpadu Kabupaten Karanganyar, gambar alur pelayanan Retribusi Ijin

Gangguan Kabupaten Karanganyar dan tabel pelayanan perijinan Badan

Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar.

3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Sejak awal kegiatan pengumpulan data seorang peneliti sudah

harus memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan mulai melakukan

pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,

konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan berbagai

proposisi. Kesimpulan atau verifikasi adalah upaya untuk mencari makna

terhadap data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan,

persamaan serta hal-hal lain yang sering timbul. Verifikasi juga dapat

berupa kegiatan yang dilakukan dengan lebih teliti.

Peneliti dari awal telah memahami arti berbagai hal yang ditemui,

dengan demikian dapat menarik kesimpulan yang terus dikaji dan

diperiksa seiring dengan perkembangan penelitian yang dilakukan. Penulis

memiliki 2 rumusan masalah yang nantinya juga akan menghasilkan 2

kesimpulan, yang dalam penarikannya harus sesuai dengan rumusan

masalah yang diteliti.

Menurut Miles, tiga komponen tersebut terlibat dalam proses dan

saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. Reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai suatu

yang saling berhubungan pada saat sebelum, selama dan sesudah

pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan

yang disebut dengan analisis.86 Tiga hal utama ini dapat digambarkan

sebagai berikut :

86 H.B. Sutopo, op.cit, hlm. 96

Page 67: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Gambar 2

Teknik Analisis Data

Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka 3 (tiga) jenis

kegiatan analisis (reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/

verifikasi) dan kegiatan pengumpulan data merupakan siklus dan

interaktif. Peneliti bergerak di antara 4 (empat) sumbu kumparan itu

selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak ulang-alik di antara

kegiatan produksi, penyajian data dan kesimpulan/ verifikasi selama kurun

waktu penelitian.

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Page 68: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Keadaan Kabupaten Karanganyar

a. Kondisi Geografis Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari Propinsi Jawa

Tengah, yang berada di sebelah barat Gunung Lawu dengan letak

geografisnya antara 110°40’ - 110°70’ BT dan 7°28’ - 7°46’ LS.

Ketinggian rata-rata 511 meter di atas permukaan laut serta beriklim

tropis dengan temperatur 22°-31°.

Batas Kabupaten Karanganyar sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Kabupaten Sragen.

2) Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur.

3) Sebelah Selatan : Kabupaten Wonogiri & Kabupaten Sukoharjo.

4) Sebelah Barat : Kotamadya Surakarta & Kabupaten Boyolali.

Kabupaten Karanganyar terbagi menjadi 17 kecamatan dengan

177 desa/kelurahan, yang terdiri dari 1.091 dusun, 2.313 dukuh, 1.876

RW dan 6.130 RT. Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada

di Kabupaten Karanganyar, banyaknya hari hujan selama tahun 2008

adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453 mm, dimana curah

hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret dan terendah pada Bulan Juli,

Agustus, dan September. Karanganyar beriklim tropis dengan suhu

harian berkisar antara 22º C-31ºC.

Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha,

yang terdiri dari luas tanah sawah 22.474,91 Ha dan luas tanah kering

54.902,73 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 12.929,62 Ha,

Page 69: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

non teknis 7.587,62 Ha dan tidak berpengairan 1.957,67 Ha.

Sementara itu luas tanah untuk pekarangan/bangunan 21.171,97 Ha

dan luas untuk tegalan/kebun seluas 17.863,40 Ha. Di Kabupaten

Karanganyar terdapat hutan negara seluas 9.729 ha dan perkebunan

seluas 3.251,50 Ha. Jumlah Penduduk di Kabupaten Karanganyar

berdasarkan regristrasi 2008 sebanyak 865.580 jiwa, yang terdiri dari

laki-laki 429.852 jiwa dan perempuan 435.728 jiwa. Kepadatan

penduduk rata-rata 1.073 jiwa/Km².

b. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Daerah

Tujuan dan sasaran pembangunan daerah Kabupaten

Karanganyar didasarkan pada suatu visi dan misi. Visi Pembangunan

Kabupaten Karanganyar 2008-2013 adalah "Terwujudnya

Karanganyar yang Tenteram, Demokratis dan Sejahtera". Untuk

mewujudkan visi Kabupaten Karanganyar, ditetapkan misi

Pembangunan Kabupaten Karanganyar 2008-2013 antara lain sebagai

berikut :

1) Menciptakan keamanan, ketertiban dan kepatuhan hukum melalui

penegakan peraturan perundang-undangan;

2) Memperkuat kehidupan melalui pemberdayaan partisipasi rakyat

untuk pemerintah daerah yang demokratis;

3) Mewujudkan kesejahteaan rakyat melalui keseimbangan

pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang

bertumpu pada kemandirian, peningkatan kualitas SDM dan

penyetaraan gender;

4) Meningkatkan pola pelayanan birokrasi dengan mengutamakan

kepuasan masyarakat secara pasti, cepat dan murah;

5) Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan antar umat

beragama dengan penguat kesadaran moral dan etika serta

kehidupan berbudaya di masyarakat.

Kebijakan penataan ruang yang telah ditetapkan akan berupaya

meningkatkan fungsi dan peran daerah sebagai sub pusat pertumbuhan

Page 70: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

wilayah, pemanfaatan wilayah-wilayah strategis pertumbuhan dan

perbatasan bagi kepentingan pembangunan regional serta peningkatan

efisiensi dan efektivitas sistem sarana dan prasarana wilayah untuk

menjamin keterkaitan yang semakin erat antara sub-sub pusat

pertumbuhan dan wilayah belakangnya, pusat distribusi dan produksi,

keserasian pembangunan antar kota dan antara kota dengan desa yang

meliputi :

1) Mempersiapkan pencapaian struktur perwilayahan pembangunan

yang dituju melalui upaya peningkatan keterkaitan antar wilayah

dan antar kecamatan yang tergabung dalam sub wilayah

pembangunan. Kabupaten Karanganyar telah menetapkan sub

wilayah pembangunan menjadi 7 (tujuh) sub wilayah

pengembangan, sebagai berikut :

a) Sub wilayah pengembangan I

Meliputi wilayah Kecamatan Karanganyar, Tasikmadu dan

Mojogedang. Potensi utama yang dapat dikembangkan adalah

pemerintaha, pendidikan, perumahan, kesehatan, perhubungan,

perdagangan, peternakan dan pertanian.

b) Sub wilayah pengembangan II

Meliputi wilayah Kecamatan Jaten, Tasikmadu dan Kebak

kramat. Potensi utama yang dapat dikembangkan adalah

industri, perhubungan, peternakan, pertanian, perdagangan dan

perumahan.

c) Sub wilayah pengembangan III

Meliputi wilayah Kecamatan Karangpandan, Kerjo dan

Matesih. Potensi utama yang dapat dikembangkan adalah

perkebunan, perhubungan, perdagangan, peternakan, pariwisata

dan periklanan.

d) Sub wilayah pengembangan IV

Meliputi wilayah Kecamatan Tawangmangu, Ngargoyoso dan

Jenawi, dengan potensi utama di bidang pertanian, peternakan,

Page 71: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

pengairan, perdagangan, industri pengolahan dan hasil

pertanian.

e) Sub wilayah pengembangan V

Meliputi wilayah Kecamatan Jumapolo, Jumantono, Jatiyoso

dan Jatipuro yang mempunyai potensi efektif di bidang

pertanian, peternakan, pengairan, perdagangan, industri

pengolahan dan hasil pertanian.

f) Sub wilayah pengembangan VI

Meliputi wilayah Kecamatan Colomadu dengan potensi utama

di bidang perumahan, pendidikan, perhubungan dan

perdagangan.

g) Sub wilayah pengembangan VII

Meliputi wilayah Kecamatan Gondangrejo dengan potensi

utama di bidang pariwisata, perhubungan, perkebunan,

pertanian, hortikultura, industri, perumahan, perdagangan dan

peternakan.

2) Memberikan arahan sistem sarana dan prasarana menuju pada

struktur yang ingin dicapai, yaitu :

a) Prasarana dan sarana wilayah yang meliputi transportasi,

telekomunikasi, listrik, perhubungan udara, pos dan giro,

perbankan, dan pasar/pertokoan.

b) Pengembangan sarana dan prasarana perkotaan.

c. Potensi Kabupaten Karanganyar

Daerah Kabupaten Karanganyar terdiri dari 17 Kecamatan

yang perinciannya adalah sebagai berikut :

1) Kawedanan Wonoharjo, terdiri dari 2 Kecamatan :

a) Kecamatan Gondangrejo (gabungan dari bekas Kapanewon

Bonorejo dan Kaliyoso);

b) Kecamatan Colomadu.

Page 72: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

2) Kawedanan Karanganyar, terdiri dari 5 Kecamatan :

a) Kecamatan Karanganyar;

b) Kecamatan Tasikmadu;

c) Kecamatan Jaten;

d) Kecamatan Mojogedang;

e) Kecamatan Kebak kramat.

3) Kawedanan Karangpandan, terdiri dari 6 Kecamatan :

a) Kecamatan Karangpandan;

b) Kecamatan Matesih;

c) Kecamatan Tawangmangu;

d) Kecamatan Ngargoyoso;

e) Kecamatan Kerjo;

f) Kecamatan Jenawi.

4) Kawedanan Jumapolo, terdiri dari 4 Kecamatan :

a) Kecamatan Jumantono;

b) Kecamatan Jumapolo;

c) Kecamatan Jatiyoso;

d) Kecamatan Jatipuro.

Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan

Karanganyar, yaitu 75.796 jiwa (8,76%), kemudian Kecamatan Jaten

yaitu 70.770 jiwa (8,18%), dan Kecamatan Gondangrejo yaitu 68.571

jiwa (7,92%). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling

sedikit adalah Kecamatan Jenawi, yaitu 27.656j iwa (3,20%),

kemudian Kecamatan Ngargoyoso yaitu 35.351 jiwa (4,08 %) dan

Kecamatan Kerjo, yaitu 37.380 jiwa (4,32 %).

Kabupaten Karanganyar dengan mottonya “INTAN PARI”

yaitu Industri, Pertanian dan Pariwisata merupakan daerah yang

menitikberatkan pengembangan daerah dalam bidang industri,

pertanian dan pariwisata. Peluang tersebut sangat potensial untuk

ditawarkan kepada investor untuk menanamkan modalnya sekaligus

berpartisipasi dalam pembangunan Kabupaten Karanganyar.

Page 73: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Zona Industri yang disiapkan untuk pusat industri yaitu di

Kecamatan Gondangrejo, Jaten, Kebakkramat, dan sebagian

Tasikmadu. Dalam Zona tersebut masih berpeluang untuk

pengembangan industri berwawasan lingkungan. Untuk perencanaan

ke depan, Kabupaten Karanganyar juga berusaha mengembangkan

pusat perdagangan di wilayah Kecamatan Colomadu. Dibidang

pertanian, Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk

pengembangan agribisnis baik padi, palawija maupun agribisnis

holtikultura. Kabupaten Karanganyar juga telah dicanangkan sebagai

pusat biofarmaka. Dibidang pariwisata, Kabupaten Karanganyar

memiliki obyek-obyek yang sangat baik dan menarik, dengan

keindahan panoramanya serta obyek wisata yang mempunyai nilai

sejarah tinggi. Banyak tempat wisata alam maupun tempat wisata

sejarah yang bias mengangkat daerah sebagai kota wisata.

Disamping bidang industri, pertanian dan pariwisata, masih

banyak potensi-potensi lain yang belum dikembangkan secara

maksimal. Kondisi ini menjadi peluang bagi para pengusaha dan

investor untuk ikut berpartisipasi menanamkan modalnya membangun

Kabupaten Karanganyar sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Sesuai dengan kondisi alam Kabupaten Karanganyar yang

agraris, maka sebagian besar penduduknya mempunyai mata

pencaharian di sektor pertanian (petani sendiri dan buruh tani), yaitu

222.794 orang (30,83 %). Kemudian sebagai buruh industri sebanyak

104.204 orang (14,65 %), buruh bangunan 49.099 orang (6,90 %) dan

pedagang sebanyak 44.762 orang (6,19 %). Selebihnya adalah sebagai

pengusaha, di sektor pengangkutan, PNS/TNI/POLRI, pensiunan, jasa-

jasa dan lain-lain. Menurut data dari Dinas Kependudukan, Tenaga

Kerja dan Transmigrasi (DKTT) Kabupaten Karanganyar pada tahun

2008 jumlah pencari kerja tercatat 12.245 orang dengan rincian laki-

laki 5.554 dan perempuan 6.691 orang.

Page 74: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Pertanian tanaman bahan makanan merupakan salah satu sektor

dimana produk yang dihasilkan menjadi kebutuhan pokok hidup

rakyat, Kabupaten Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah

pertanian yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan

tanaman agro industri. Dari data Dinas Pertanian Kabupaten

Karanganyar selama tahun 2008 diperoleh produksi padi sawah

sebanyak 279.341 ton, jagung sebanyak 33.595 ton, ubi kayu sebanyak

158.048 ton dan kacang tanah sebanyak 7.755 ton. Sebagian tanah di

Kabupaten Karanganyar merupakan tanah pegunungan/ perbukitan

(Jatiyoso, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso dan Jenawi) yang

sangat potensial untuk tanaman sayur-sayuran seperti bawang merah,

bawang putih, kobis, sawi, cabe, tomat, buncis dan sebagainya.

Selain tanaman pertanian, Karanganyar juga menghasilkan

tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten

Karanganyar yang sangat potensial adalah cengkeh yang mencapai

luas sebesar 1.508,50 Ha dan selama tahun 2008 produksinya

mencapai 95,71 ton. Tanaman lain yang juga potensial untuk

dikembangkan adalah kelapa, mete, tebu dan jahe. Sementara itu untuk

tanaman perkebunan besar yang potensial adalah teh dan karet.

Karanganyar juga berpotensi dalam bidang peternakan,

populasi ternak yang banyak diusahakan di Kabupaten Karanganyar

pada tahun 2007 adalah sapi potong 47.754 ekor, sapi perah 354 ekor,

kerbau 1.289 ekor, kuda 308 ekor, kambing 22.156 ekor, domba

115.422 ekor, babi 44.179 ekor, ayam ras 1.572.653 ekor, ayam buras

847.325 ekor, ayam pedaging 1.301.000 ekor, itik 71.025 ekor, kelinci

10.956 ekor dan burung puyuh 459.850 ekor. Selama tahun 2007 hasil-

hasil produksi ternak terdiri dari telur ayam buras 346.189 kg, telur

ayam ras 12.806.425 kg, telur itik 415.496 kg, telur puyuh 654.252 kg,

dan susu 4.961.961 liter.

Sektor pariwisata Kabupaten Karanganyar merupakan salah

satu sektor andalan dalam rangka pemasukan pendapatan daerah,

Page 75: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

obyek wisata yang ada di Kabupaten Karanganyar meliputi taman

hiburan, pemandangan alam, pemandian air panas dan peninggalan

sejarah. Selama tahun 2007 jumlah pengunjung ke seluruh obyek

wisata mencapai 685.337 orang dengan obyek yang paling banyak

dikunjungi adalah Grojogan Sewu di Tawangmangu sebanyak 157.306

orang (22,95%), Kolam Renang Intan Pari di Karanganyar 128.679

orang (19,73%) dan Taman Ria Bale Kambang di Tawangmangu

33.200 orang (4,84%).

d. Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kabupaten

Karanganyar

Berlakunya otonomi daerah sejak ditetapkannya UU No. 22

Tahun 1999 berdampak pada besarnya tanggung jawab daerah

terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dari segi

kewenangan maupun pembiayaan pembangunan, daerah harus makin

mampu mengelolanya secara mandiri. Terkait dengan otonomi pula,

masyarakat memperoleh kebebasan dalam akses informasi dan

keterlibatan secara langsung dalam seluruh proses pembangunan.

Tidak heran jika kekritisan masyarakat terhadap kualitas pelayanan

publik harus mendapat respon dari pemerintah. Pemerintah semakin

dituntut profesional, efektif dan efisien dalam penyelenggaraan

pelayanan publik, khususnya pelayanan perijinan. Pelayanan yang

prima dan consumen oriented akan turut mendukung terwujudnya

prinsip good governance.

Pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada

masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi aparatur Negara

sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Dengan dikembangkannya

Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pedoman

Penyederhanaan dan Pengendalian Perizinan di Bidang Usaha dan

Instruksi Presidden Nomor 1 Tahun 1995 Tanggal 6 Maret 1995

tentang Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada

Page 76: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Masyarakat serta INMENDAGRI Nomor 25/1998 Tentang Pelayanan

Perizinan Satu Atap di daerah maka telah tercipta keseragaman pola

dan langkah dibidang pelayanan umum oleh aparatur pemerintah yang

dapat dijadikan sebagai suatu landasan atau pedoman bersifat umum.

Pelayanan umum adalah segala bentuk kegitan pelayanan yang

dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah dan

dilingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) dalam

bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan

peraturan Perundang-Undangan. Dalam hal pelayanan umum hak dan

kewajiban bagi pemberi maupun oenerima pelayanan umum harus

jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak, oleh karena

itu pelayanan umum harus memperhatikan 3 (tiga ) asas utama, yaitu :

1) Hak dan kewajiban penerima maupun pemberi pelayanan harus

jelas dan dipahami masing-masing pihak;

2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan harus disesuaikan dengan

kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar

berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

3) Mutu dan proses pelayanan harus diupayakan sebaik mungkin agar

dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan

kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Terwujudnya pelayanan masyarakat yang berkualitas (prima)

merupakan salah satu ciri Kepemerintahan Yang Baik (Good

Governance). Didasari bahwa peningkatan kualitas pelayanan

masyarakat senantiasa harus memperhatikan tuntutan dan dinamika

masyarakat yang berada dalam euphoria reformasi, demokrasi,

desentralisasi, otonomi daerah dan penegakan HAM. Oleh karena itu

peningkatan kualitas pelayanan masyarakat merupakan upaya terus-

Page 77: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

menerus, berkelanjutan dan dilaksanakan oleh semua jajaran

Pemerintah. Dalam hal ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan pelayanan Publik sebagai penyempurnaan Keputusan

Men. PAN Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana

Pelayanan Umum, antara lain prinsip pelayanan prima berupa suatu

tata laksana yang mengandung sendi-sendi :

1) Kesederhanaan tata cara pelayanan;

2) Kejelasan persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik,

Unit Kerja/Pejabat yang berwenang dan rincian biaya pelayanan

publik;

3) Kepastian Waktu;

4) Akurasi Produk Pelayanan Publik diterima dengan benar, tepat dan

sah;

5) Keamanan;

6) Tanggungjawab;Kelengkapan sarana dan prasarana;

7) Kemudahan akses;

8) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan;

9) Kenyamanan.

Agar dapat tercipta keseragaman pola penyelenggaran

pelayanan umum dan aparatur pemerintah, khususnya dilingkungan

Pemerintah Kabupaten Karanganyar telah diterapkan dan dilaksanakan

suatu pola pelayanan umum secara satu atap, terealisasi tanpa melepas

tanggungjawab dan kewenangan Dinas/Kantor/Bagian terkait dalam

pelaksanaan tugas-tugas pelayanan umum.

Banyak di negara-negara maju menggunakan citizen charter

dalam penyelenggaraan peleyanan publik, karena dirasa banyak

manfaat yang akan dirasakan baik oleh birokrasi amupun pengguna

Page 78: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

layanan. Yang pertama, dapat memberikan kepastian pelayanan yang

meliputi biaya, prosedur dan cara pelayanan. Kedua adalah untuk

memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan

dan penyedia layanan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.

Ketiga unutk mempermudah warga pengguna layanan dalam

mengontrol praktik penyelenggaraan pelayanan publik. Dan yang

terakhir adalah untuk membantu mengenalkan kepada pihak birokrasi

pemerintah sebagai penyedia layanan dalam mengidentifikasi

kebutuhan, harapan dan aspirasi pengguna layanan melalui kegiatan

survei pengguna layanan.87

Demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan

perizinan yang prima, maka dibuatlah suatu mekanisme pelayanan satu

atap. Lembaga pelayanan perizinan tersebut dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 23 Tahun 2006

yakni Kantor Pelayanan Terpadu, yang kemudian diubah menjadi

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dengan dasar hukum Peraturan

Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2009. Setelah

sebelumnya pelayanan perizinan tersebar di beberapa satuan kerja,

dengan dibentuknya BPPT maka pelayanan perizinan terpusat di BPPT

sebagai wujud pelayanan satu atap dengan moto ”Melayani sepenuh

hati dan sepenuh waktu”.

Dasar hukum berdirinya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

Kabupaten Karanganyar sebagai berikut:

1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan

Terpadu di Daerah;

87 Bambang Wicaksono Triantoro, Citizens Charter dan Reformasi Birokrasi, Jurnal

Kebijakan dan Administrasi Publik, Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada, Volume 8 Nomor 2, 2004, hlm. 35-36

Page 79: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

3) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 23 Tahun 2006

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu

Kabupaten Karanganyar;

4) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 432 Tahun 2006 tentang

Penjabaran Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural Pada Kantor

Pelayanan Terpadu Kabupaten Karanganyar;

5) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 433 Tahun 2006 tentang

Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Pelayanan Perizinan

dan Non Perizinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Terpadu

Kabupaten Karanganyar;

6) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2009

tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Karanganyar;

7) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 62 Tahun 2009 tentang

Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Pelayanan Perizinan

dan Non Perizinan Kepada Kepala Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu Kabupaten Karanganyar.

Dalam pelaksanaan tugas, Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap

menjalankan fungsi sebagai berikut :

1) Memberikan informasi pelayanan.

2) Menerima dan memproses permohonan pelayanan (oleh Petugas

loket masing masing Dinas/Kantor/Bagian).

3) Menyelenggarakan administrasi pelayanan.

4) Menyelenggarakan urusan umum.

5) Menyelenggarakan urusan keuangan.

6) Melaksanakan koordinasi dengan instansi induk maupun instansi

terkait.

7) Menampung dan menindaklanjuti informasi yang diterima dari

masyarakat, baik yang berupa masukan maupun keluaran.

Page 80: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

8) Melaksanakan tugas tugas lain yang dilayani oleh Unit Pelayanan

Terpadu Satu Atap.

Adapun visi dan misi dari Badan Pelayanan dan Perijinan

Terpadu Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut :

1) Visi

Menjadi Lembaga Pelayanan Masyarakat di Bidang Perizinan yang

Efektif, Efisien, Ekonomis, Transparan dan Terbukanya Peluang

Investasi di Daerah.

2) Misi

a) Penyederhanaan prosedur/ proses perizinan daerah;

b) Memberikan kepastian dan transparansi beaya maupun waktu;

c) Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih;

d) Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan

peran serta masyarakat di bidang pembangunan;

e) Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap

perizinan sesuai dgn peraturan Perundang-undangan yang

berlaku;

f) Menjadikan Kabupaten Karanganyar sebagai Daerah Tujuan

Investasi;

g) Kepuasan masyarakat/ pelanggan;

h) Meningkatkan pendapatan daerah guna menunjang

kemandirian otonomi daerah.

Dengan visi dan misi yang demikian, maka Badan Pelayanan

dan Perijinan Terpadu memiliki Tugas Pokok dan Fungsi :

1) Tugas Pokok

Membantu Bupati dalam melaksanakan tugas dan fungsi

pemerintahan dalam hal memberikan pelayanan perizinan terpadu

dan nonperizinan serta penanaman modal.

2) Fungsi

a) Perumusan bidang pelayanan perizinan terpadu;

Page 81: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

b) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan

daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu yang meliputi

informasi, pendaftaran pemohon dan penanganan pengaduan,

penelitian, administrasi, perhitungan dan pelaporan, penanaman

modal dan kesekretariatan;

c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pelayanan

perizinan terpadu yang meliputi informasi, pendaftaran dan

penanganan pengaduan, penelitian, administrasi, perhitungan

dan pelaporan, penanaman modal serta kesekretariatan;

d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan

masyarakat, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten

Karanganyar mempunyai standar pelayanan minimal yang diterapkan.

Penjabarannya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.

Pelayanan Perizinan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar

No JENIS PERIZINAN & NON DASAR HUKUM WAKTU PROSES

1. IZIN LOKASI Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009

12 Hari

2. IZIN GANGGUAN (HO) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

12 Hari

3. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2006

12 Hari

4. IZIN PENGGILINGAN PADI (HULLER)

Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2001

6 Hari

5. SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006

5 Hari

6. TANDA DAFTAR PERUSAHAAN

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002

5 Hari

7. TANDA DAFTAR GUDANG Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002

5 Hari

8. IZIN INDUSTRI Peraturan Daerah 5 Hari

Page 82: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Nomor 8 Tahun 2002

9.

IZIN USAHA BIDANG PARIWISATA (Izin Perhotelan, Izin Restoran, Izin Pemondokan, Izin Salon Kecantikan, Izin Hiburan Umum, Izin Usaha Rekreasi Dll)

Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2006 12 Hari

10. IZIN REKLAME Insidentil Tetap

Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006

1 Hari 12 Hari

11. PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1998 12 Hari

12. IZIN / REKOMENDASI MENDIRIKAN PERUSAHAAN ANGKUTAN

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1986

12 Hari

13.

IZIN TRAYEK SK Izin Trayek Penerbitan KP hilang/rusak Izin Insidentil

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004

12 Hari 15 Hari 2 Hari 1 Hari

14. IZIN SARANA KESEHATAN SWASTA DAN SARANA UMUM LAINNYA

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2003

6 Hari

15. IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2002 12 Hari

16. IZN PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 12 Hari

Pelayanan Non Perizinan

Akta Catatan Sipil : Perkawinan, Perceraian, Kematian, Pengakuan dan

Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, dll.

Page 83: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

e. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

Kabupaten Karanganyar

Gambar 3.

Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

Kabupaten Karanganyar

Adapun tugas dari masing-masing fungsi adalah sebagai berikut :

1) Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu mempunyai tugas

membantu Bupati dalam melaksanakan tugas dan fungsi

KEPALA BADAN Drs. TATAG PRABAWANTO

B,MM

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

SEKRETARIS Drs. AGUNG TJAHJO

NUGROHO

SUB BAG. UMUM DAN

KEPEGAWAIAN DIYATMOKO, SH

SUB.BAG. KEUANGAN

GUNAWAN, SH

SUB. BAG. PERENCANAA

N CUK

HARGIYANTO,

BIDANG PENELITIAN DAN

ADMINISTRASI PURWANTO, ST

SUB.BID. KOORDINASI&PE

NELITIAN LAPANGAN

ERNI RIWAYANTI, SE

SUB.BID. ADMINISTRASI

PERIJINAN JOKO WISENO,

S.Sos

BIDANG INFORMASI, PENDAFTARAN DAN

PENANGANAN PENGADUAN

JOKO WASONO, S.Sos

SUB.BID. INFORMASI DAN PENDAFTARAN ENDANG WIDOWATI,

SE

SUB.BID. PENANGANAN PENGADUAN

PRIJO DWI ATMANTO, S.Pd,SH,

M.Si

BIDANG PERHITUNGAN & PELAPORAN

AGUS CAHYANTO, SH

SUB.BID. PERHITUNGAN

TITIK TRI PUDYASTUTI,

S.Sos

SUB.BID. PELAPORAN Drs. TRI SILA

BUDIRAHARDJA, S.Sos

BIDANG PENANAMAN

MODAL MARIA THERESIA

TITIK SETIATI,SH,MM

SUB.BID. PENGENDALIAN

PENANAMAN MODAL

Dra. PUJI KAESTHI W.P.

SUB.BID. PROMOSI DAN KERJASAMA

DYAH WARDANI, S.Sos

Page 84: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Pemerintahan dalam memberikan Pelayanan Perijinan dan non

Perijinan serta Penanaman Modal secara terpadu;

2) Sekretaris Badan Pelayanan Perijinan Terpadu bertugas membantu

Kepala Badan untuk merumuskan kebijakan, mengoordinasikan,

membina, mengendalikan di bidang urusan perencanaan, keuangan,

umum dan kepegawaian;

3) Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas membantu

Sekretaris Badan untuk menyusun program kegiatan, monitoring,

evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan Badan;

4) Kepala Sub Bagian Keuangan bertugas membantu Sekretaris untuk

menyusun program kegiatan, melaksanakan urusan adminisyrasi

keuangan dan pelaporan pertanggung jawaban keuangan Badan;

5) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian memiliki tugas

membantu Sekretaris melaksanakan pengelolaan urusan administrasi

umum, organisasi dan tata laksana, pengurusan rumah tangga,

perlengkapan/ perbekalan, dokumentasi, perpustakaan dan kearsipan

serta pengelolaan administrasi kepegawaian Badan Pelayanan

Perijinan Terpadu;

6) Kepala Bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan

mempunyai tugas membantu Kepala Badan dalam merumuskan

kebijakan, pengoordinasian, pembinaan dan pengendalian kegiatan

di bidang informasi, pendaftaran dan penanganan pengaduan

informasi dari masyarakat;

7) Sub bidang Informasi dan Pendaftaran mempunyai tugas membantu

Kepala Bidang menyiapkan bahan penyusunan petunjuk teknis dan

pelaksanaan kegiatan di bidang informasi pelayanan dan pendaftaran

perijinan dan non perijinan;

8) Kepala Sub Bidang Penanganan Pengaduan memiliki tugas

membantu Kepala Bidang untuk melaksanakan kegiatan di bidang

penanganan pengaduan/ keberatan dari masyarakat, menerima setiap

Page 85: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

pengaduan/ keberatan dari masyarakat, menanggapi dan

menyelesaikan aduan/ keberatan masyarakat;

9) Kepala Bidang Penelitian dan Administrasi membantu Kepala Badan

untuk melaksanakan penelitian dan pemeriksaan permohonan

perijinan dan non perijinan, mempersiapkan pelaksanaan koordinasi

dan penelitian lapangan, mempersiapkan administrasi perijinan/ non

perijinan keputusan ijin;

10) Kepala Sub Bidang Koordinasi dan Penelitian Lapangan bertugas

membantu Kepala Bidang melaksanakan tugas koordinasi dan

penelitian lapangan dalam rangka pelayanan perijinan dan non

perijinan;

11) Kepala Sub Bidang Administrasi Perijinan mempunyai tugas

membantu Kepala Bidang untuk melaksanakan penerbitan surat

keputusan perijinan dan non perijinan;

12) Kepala Bidang Perhitungan dan Pelaporan memiliki tugas membantu

Kepala Badan di bidang penerbitan perhitungan dan menyusun

pelaporan pelayanan perijinan dan non perijinan;

13) Kepala Sub Bidang Perhitungan bertugas membantu Kepala Bidang

Perhitungan dalam menerbitkan besaran biaya perijinan dan non

perijinan dalam bentuk surat sebagai ketetapan retribusi/ daerah

(SKR/ D);

14) Kepala Sub Bidang Pelaporan memiliki tugas membantu Kepala

Bidang di bidang pelaporan dalam penyusunan pelaporan target,

perkembangan realisasi pelayanan perijinan dan non perijinan;

15) Bidang Penanaman Modal bertugas membantu Kepala Badan di

bidang penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal

dalam negeri (PMDN);

16) Kepala Sub Bidang Pengendalian Penanaman Modal mempunyai

tugas melaksanakan pemantauan, pengendalian dan pengawasan atas

pelaksanaan PMA ataupun PMDN;

Page 86: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

17) Kepala Sub Bidang Promosi dan Kerjasama memiliki tugas

membantu Kepala Bidang di bidang promosi dan kerjasama yang

bertugas mengkoordinasikan dan menyelenggarakan promosi

investasi, menyelenggarakan pameran produk perusahaan PMA

maupun PMDN.

2. Kesesuaian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan dengan prinsip otonomi yang luas,

nyata dan bertanggung jawab

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, yang dititikberatkan pada daerah Kabupaten/ Kota

membawa konsekuensi bahwa daerah harus memiliki kemampuan untuk

melaksanakan otonomi daerah. Substansi pelaksanaan otonomi daerah

adalah upaya pemberdayaan masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa,

kreativitas, dan peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala

tingkatan dalam segala aspek. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan dan

keinginan masyarakat untuk memperoleh kualitas kehidupan yang lebih

merata, otonom dan terbuka serta tumbuh kembangnya lembaga-lembaga

yang dimiliki masyarakat secara berkelanjutan.

Secara prinsip, tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan

pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya, sehingga pelayanan

kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada

pemerintah lebih nyata. Dengan dasar inilah dibentuklah Peraturan Daerah

Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin

Gangguan. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun

2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan ditetapkan oleh Bupati Karanganyar

dengan Persetujuan DPRD Kabupaten Karanganyar pada tanggal 25 Juni

2007.

Ditinjau dari substansi Peraturan Daerah tersebut di dalamnya telah

memuat 16 Bab dan 25 Pasal dengan susunan antara lain sebagai berikut :

Page 87: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

a. Bab I berisi tentang Ketentuan Umum.

b. Bab II tentang Perijinan.

c. Bab III tentang Nama, Obyek dan Subyek Retribusi.

d. Bab IV tentang Golongan Retribusi.

e. Bab V mengenai Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa.

f. Bab VI mengenai Prinsip Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif.

g. Bab VII mengenai Wilayah Pemungutan.

h. Bab VIII berisi tentang Saat Retribusi Terutang.

i. Bab IX tentang Tata Cara Pemungutan.

j. Bab X tentang Sanksi Administrasi.

k. Bab XI berisi tentang Tata Cara Pembayaran.

l. Bab XII mengenai Tata Cara Penagihan.

m. Bab XIII tentang Tata Cara Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan

Retribusi.

n. Bab XIV mengenai Ketentuan Pidana.

o. Bab XV berisi tentang Penyidikan.

p. Bab XVI tentang Ketentuan Penutup.

Kebijakan tersebut di atas berlaku mengikat bagi seluruh subyek

dan obyek yang telah ditetapkan di dalam Perda tersebut, seperti yang

tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten

Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 yang berbunyi : Pasal 7 “Obyek

retribusi adalah setiap pemberian ijin gangguan kepada orang pribadi atau

badan usaha”, Pasal 8 ayat (1) “Subyek retribusi adalah orang pribadi atau

badan yang memperoleh ijin gangguan”.

Mengikatnya Perda Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan ditandai dengan adanya sanksi

Page 88: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

administrasi yang terdapat dalam Pasal 16 ”Dalam hal wajib retribusi tidak

dibayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari

retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan

menggunakan STRD”. Juga tercantum dalam Pasal 21 mengenai

Ketentuan Pidana, ayat (1) “Wajib retribusi tidak melaksanakan

kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana

kurungan paling lama 2 (dua) bulan dan denda” paling banyak 4 (empat)

kali jumlah retribusi yang terutang. Ayat (2) “Tindak pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran”.

Suatu peraturan daerah ditetapkan dengan urgensi tertentu,

demikian pula dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4

Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan ditetapkan dengan berbagai

pertimbangan yang melatarbelakangi pembentukkannya. Adapun yang

menjadi dasar pertimbangan penetapannya adalah sebagai berikut :

a. Dalam rangka pengendalian lingkungan dalam pendirian tempat usaha,

maka pemerintah daerah perlu melakukan pembinaan, pengendalian

dan pengawasan terhadap pendirian tempat usaha;

b. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 8 Tahun 1999

tentang Retribusi Ijin Gangguan sudah tidak sesuai lagi, oleh karena

itu perlu ditinjau kembali;

c. Untuk memungut retribusi pada masyarakat maka perlu diatur dan

ditetapkan dengan peraturan daerah.

Selain itu dari sisi hierarki, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan di atasnya. Peraturan-

peraturan tersebut antara lain :

a. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatblad Tahun

1926 Nomor Staatblad Tahun 1940 Nomor 226 yang diubah dan

ditambah dengan Staatblad Tahun 1940 Nomor 14 dan 450.

Page 89: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-

Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah.

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34

Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4048).

d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3699).

e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4389).

f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).

g. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis

mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3838).

Page 90: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

h. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139).

i. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 12 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten

Karanganyar Tahun 2006 Nomor 12).

Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007

juga tidak ada unsur diskriminatif, hal ini secara jelas dan tegas dinyatakan

dalam Pasal 2 ayat (1) ”Setiap orang atau badan yang mendirikan dan atau

memperluas tempat usaha wajib mendapatkan ijin gangguan dari Bupati

atau Pejabat yang ditunjuk”.

Adapun jenis-jenis usaha yang harus memiliki ijin gangguan di

Kabupaten Karanganyar adalah :

o Usaha yang dijalankan dengan alat memakai tenaga asap dan gas serta

dengan elektromotor dan lain-lain tempat usaha yang mempergunakan

asap, gas atau uap dengan tekanan berat termasuk penggunaan mesin;

o Usaha yang digunakan untuk membuat, mengerjakan dan menyimpan

mesin dan lain-lain bahan peledak termasuk pabrik penyimpanan

petasan;

o Usaha yang dipergunakan untuk membuat bahan kimia, terhitung

pabrik korek api;

o Usaha yang dipergunakan untuk mendapatkan, mengerjakan dan

menyimpan benda yang cepat menguap;

o Usaha yang dipergunakan untuk menyimpan dan mengerjakan kotoran

atau sampah termasuk daur ulang;

o Tempat penggilingan batu, tras/ kapur termasuk pembuatan bahan

bangunan/ kerajinan dari batu;

Page 91: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

o Tempat penggilingan/ pentosotan beras, huller dan pengolahan hasil

bumi/ palawija;

o Usaha yang dipergunakan untuk menyuling dan pembuatan bahan-

bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan untuk

mengerjakan bahan yang diperoleh dari penyulingan tadi;

o Usaha yang dipergunakan untuk membuat macam-macam pelumas dan

sejenisnya;

o Usaha yang dipergunakan untuk membuat bir, anggur dan sejenisnya

tempat penyulingan, pabrik spirtus dan cuka dan tempat membuat

minyak tanah, minyak goreng dan bensin, pabrik tepung dan tempat

membuat roti serta pabrik sirup dari buah-buahan;

o Tempat melelehkan logam, tempat pencampuran logam, tempat

pemipihan logam, tempat membuat barang-barang dari logam,

tembaga, dan kaleng serta tempat pembuatan ketel;

o Tempat membuat kapal, tempat memecah dan penggergajian kayu,

tempat pembuatan gilingan (molen) dan kereta, tempat pembuatan

tong dan pengolahan/ pertukangan kayu;

o Tempat membuat barang dari gelas, tempat pembuatan gamping dan

gips serta tempat pembuatan kapur;

o Garasi/ pool kendaraan, bengkel;

o Pergudangan;

o Tempat las;

o Pabrik barang porselin dan tanah, tempat membuat batu merah,

genteng, macam-macam tegel;

o Tempat peternakan, pemerahan susu, pemotongan hewan, tempat

pengulitan, tempat membersihkan jerohan, tempat penjemuran,

pengasapan dan penggaraman bahan-bahan yang berasal dari hewan

serta tempat penyamakan kulit;

Page 92: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

o Tempat penyimpanan/ penjemuran tembakau/ gudang penggantungan

tembakau;

o Pabrik yang mengerjakan karet mentah, karet matang dan bahan-bahan

yang mengandung getah perca atau kaucuk;

o Tempat menenun tradisional, tempat membatik/ sablon;

o Tempat pelayanan jasa, tempat hiburan;

o Tempat penginapan dan hotel;

o Tempat pelayanan kesehatan;

o Tempat penjualan barang, toko, swalayan dan tempat-tempat penjualan

sejenisnya;

o Warung dan restoran dalam bangunan tetap;

o Bank/ lembaga keuangan;

o Toko swalayan dan supermarket/ mal;

o Toko kelontong dan tempat penjualan < 50 m2;

o Salon kecantikan;

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4

Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan menjelaskan, khususnya

Pasal 7 ”Obyek retribusi adalah setiap pemberian ijin gangguan kepada

orang pribadi dan atau badan usaha”.

Page 93: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Bagan alur proses pelayanan ijin HO adalah sebagai berikut :

Gambar 4.

Alur Pelayanan Retribusi Ijin Gangguan Kabupaten Karanganyar

Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan Bapak

Dheny selaku staff khusus di bagian Ijin HO mengatakan bahwa :

”Pemohon harus mengisi formulir permohonan izin dan melengkapi berkas yang dipersyaratkan, memasukkan berkas permohonan izin melalui loket sub bidang informasi dan pendaftaran bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar yang kemudian diadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas tersebut. Kemudian setelah dinyatakan memenuhi persyaratan kelengkapan administrasi oleh bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, berkas permohonan dimasukkan data base permohonan izin dan ditransfer ke Bidang Penelitian dan Administrasi

PEMOHO

N

INFORMASI

LOKET

Front Office

ADMINISTRASI

TIM TEKNIS

Pertimbangan Teknis

Dan Hasil Pemeriksaan

Lapangan

1. Kepala Badan

2. Tim Perizinan

3. Teknis Terkait

FORUM RAPAT

KA. BADAN

Pengesahan/Penolakan

(Tanda Tangan)

Page 94: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Karanganyar bersama Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar mengadakan pemeriksaan lapangan dan memberikan pertimbangan teknis terhadap pengajuan izin. Terhadap pengajuan izin yang sudah dilakukan pemeriksaan lapangan, diadakan rapat pembahasan ajuan izin dihadiri oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar yang akan memberikan persetujuan/ penolakan permohonan izin yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan permohonan izin. Setelah permohonan perizinan disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu menandatangani SK pemberian izin atas nama Bupati Karanganyar. Tetapi apabila permohonan perizinan tidak disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu memberikan surat penolakan izin disertai dengan alasan penolakan.”

Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Dheny mengenai jangka waktu

ijin gangguan sebagai berikut :

”Jangka waktu penyelesaian izin adalah selama 12 (dua belas) hari

terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Sedangkan

untuk jangka waktu berlakunya Izin Gangguan ditetapkan selama 5 tahun.

Setelah jangka waktu tersebut habis masa berlakunya, pemegang izin

diwajibkan mendaftarkan ulang Izin Gangguannya.”

Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara yang penulis

lakukan dengan Bapak Anton selaku pemilik Toko Supermarket PT.

Sumber Cipta yang mengatakan bahwa :

”Dulu saya melihat persyaratannya dulu mbak, saya tanya-tanya ke bagian informasi BPPT Karanganyar. Terus saya dikasih brosurnya dan dikasih penjelasan sama mbaknya, di rumah saya pelajari brosur itu. 1 minggu berikutnya baru saya datang lagi ke BPPT untuk mendaftar dengan membawa syarat-syaratnya, menurut saya ga berbelit-belit kok mbak. Sesuai sama peraturannya, cuma ya itu agak lama aja. Kalo untuk peraturan yang ngatur tentang ijin itu saya belum pernah baca komplit mbak, cuma sekilas aja. Sekilas bagus kok mbak, nggak merugikan masyarakatnya”

Pendapat di atas juga didukung oleh hasil wawancara penulis

dengan Bapak Bambang, pemilik Hotel Maritim 1 dan 2 yang mengatakan

bahwa :

Page 95: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

”Bapak mengelola hotel ini sudah lama mbak, bapak sudah menyadari dari dulu kalo semua jenis usaha itu ada ijinnya. Disini bapak mendirikan hotel di Bolon, jadi perijinannya juga harus di kantor perijinan Karanganyar. Bapak membuat ijin ini sudah lama, jadi ya agak lupa juga tata caranya, tetapi kan ijin ini harus diperpanjang setiap 5 tahun sekali mbak. Selama ini bapak memperpanjang tidak ada masalah apa-apa tu, lancar-lancar saja. Mengenai Perda Perijinan itu bapak tau, pernah membaca tetapi tidak begitu memahami. Sekilas bapak membaca kalo peraturan itu bagus kok mbak, kalo ga salah itu ada ancaman hukumannya juga bagi yang melanggar. Yang namanya peraturan kan harus begitu to mbak, bisa melindungi warganya.”

Hal senada juga dikemukakan oleh Bapak Sutrisno, pemilik PT.

Panji Mulya yang mengemukakan bahwa :

”Usaha saya ini bergerak di bidang industri mebel mbak, saya sudah lumayan lama mendirikan pabrik ini. Ya kurang lebih sekitar 5 tahun, tetapi dulu saya tidak tau ada ijin-ijin segala. Tetapi setelah dikasih tau teman, saya langsung mendaftarkan ijin ke BPPT. Dulu persyaratannya seperti yang dituliskan di papan pengumuman di depan kantor itu kok mbak, nggak ada syarat-syarat tambahan lagi.. Kemarin saya baru aja baca Perda Perijinan itu mbak, mau cari tau masalah perpanjangan ijin. Karena ijin saya hampir habis 6 bulan lagi, kalo ga salah itu ada 25 Pasal. Disitu peraturannya komplit mbak, saya sebagai warga Karanganyar merasa cukup adil dengan adanya peraturan itu.”

Berbeda dengan hasil interview yang disampaikan oleh Ibu Dian

yang mengatakan bahwa :

”2 minggu yang lalu saya mendaftarkan usaha penggilingan padi saya ini mbak, saya masukkan semua persyaratannya. Tapi setelah saya tau biayanya, saya kok kaget. Besar banget mbak, setelah saya rundingan sama suami akhirnya saya putuskan buat ninggalin aja ijin itu karena nggak kuat biayanya. Kira-kira setelah 10 hari ada petugas datang, tanya tentang perijinan saya itu sudah lama kok nggak diurus-urus. Ya saya jawab aja uang saya nggak cukup buat mbayar ijin itu, trus petugasnya ngasih saran kalo saya bisa minta surat keterangan dari Bupati Karanganyar. Tapi saya males mbak, nanti pasti panjang urusannya kalo sama pemerintahan itu.”

Bapak Tatag selaku Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

Kabupaten Karanganyar mengatakan bahwa ;

”Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus

Page 96: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

dan mengatur semua urusan pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam undang-undang, sedangkan nyata mengandung pengertian bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.otonomi yang bertanggung jawab berarti otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam penyelenggaraannya, peraturan daerah dipandang perlu untuk menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam hal perijinan khususnya perijinan HO, Kabupaten Karanganyar telah membuat peraturan yang mengaturnya yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan. Di samping itu, juga dibentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu sebagai tempat bernaung perihal perijinan. Muatan yang terkandung dalam perda tersebut saya rasa sudah tidak perlu diragukan lagi, karena Perda tersebut dibuat oleh DPRD bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan diberlakukan setelah melalui tahapan evaluasi oleh pemerintah, hal ini ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai retribusi daerah.”

Paparan di atas didukung oleh hasil wawancara penulis dengan Ibu

Muji Rahayu, pemilik Apotik Haprani yang mengatakan bahwa :

”Sebelum ibu mendaftarkan apotik ini, ibu mempelajari terlebih dahulu Perda tersebut nak. Jadi ibu sangat paham muatan yang terkandung di dalamnya dan juga maksud dan tujuan dari pada pembuatan perda tersebut, peraturan itu dibuat berdasarkan keadaan masyarakat sekitar dan diperuntukkan juga untuk warganya. Setelah ibu memahami peraturan tersebut, ibu segera mendaftarkan diri sebagai pemilik Apotik Haprani ini. Alhamdulillah lega nak, selain itu apotik ini juga bisa bermanfaat bagi orang banyak.”

Pada dasarnya efektifitas pelaksanaan sebuah peraturan khususnya

Perda Nomor 4 Tahun 2007 ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman

masyarakat Kabupaten Karanganyar akan adanya keberadaan dari

peraturan tersebut. Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Tatag selaku

Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar yang

mengatakan bahwa :

Page 97: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

”Dalam hal ijin gangguan, kami telah melakukan sosialisasi sejak tahun

2008 hingga sekarang. Sosialisasi tersebut kami lakukan secara bertahap,

sehingga diharapkan ke depannya tidak ada benturan antara pengusaha,

Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan juga masyarakat.”

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari Bapak Dheny, staff

bagian ijin HO yang mengatakan bahwa :

”Sebenarnya alur perijinan yang diterapkan di Kabupaten Karanganyar itu

sudah tepat dan dirasa memberikan keadilan baik bagi Pemerintah

Kabupaten Karanganyar, pengusaha, dan juga masyarakat setempat.”

Dari hasil penelitian di masyarakat, penulis berhasil mewawancarai

Bapak Baroroh selaku pengusaha penyiaran radio di Kecamatan

Karanganyar yang mengatakan :

”Saya mendaftar ijin HO ini atas dasar kesadaran diri sendiri kok mbak, dulu begitu saya mendirikan radio ini saya langsung mengajukan permohonan ijin HO di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar. Menurut saya perijinan ini sangat penting bagi saya, karena apabila suatu saat masyarakat sekitar terganggu dengan usaha saya, mereka sudah tidak bisa mengajukan protes/ komplain terhadap saya. Karena perijinan HO ini dibuat berdasarkan persetujuan dari masyarakat di sekitar tempat usaha. Kemudian mengenai Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 saya cukup memahaminya, pada dasarnya substansi dari perda tersebut sudah sangat baik. Tinggal nanti bagaimana penerapannya dalam masyarakat dan tanggapan dari masyarakat terhadap perda tersebut.”

Demikian halnya dengan wawancara yang dilakukan penulis

dengan Ibu Muji Rahayu, pemilik apotik yang mengatakan bahwa :

”Saya cukup puas dengan adanya perda tersebut mbak, karena bisa memberikan manfaat bagi semua belah pihak, baik itu masyarakat, pemerintah ataupun para pengusaha. Dalam hal pelayanannya juga lumayan, saya tidak harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan ijin tersebut. Dan juga satu lagi mbak, saya lihat pembangunan Kabupaten Karanganyar semakin berkembang mbak. Hal ini secara nggak langsung kan juga kontribusi dari hasil dari ijin HO ini kan mbak, sebagian besar pendapatan daerah kan dari hasil pajak dan retribusi daerah.”

Page 98: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

3. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan

Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha

Pemerintah memiliki fungsi utama secara umum, yaitu fungsi

pemberdayaan, fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan kepada

masyarakat. Melalui pemberian pelayanan kepada masyarakat yang

dilaksanakan oleh pemerintah, maka pemerintah akan dapat mewujudkan

tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat.88

Hal tersebut sangat sesuai dengan tujuan dan sasaran dari Badan

Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar, yaitu antara lain :

a. Tujuan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar

yaitu :

1) Meningkatkan kualitas layanan publik;

2) Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk

memperoleh pelayanan publik;

3) Meningkatkan investasi di daerah.

b. Sasaran Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar

adalah :

1) Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah,

transparan, pasti dan terjangkau;

2) Meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.

Dalam wawancara penulis dengan Bapak Dheny, mengatakan

bahwa :

”Dalam melaksanakan tugasnya dalam lingkup ijin gangguan, BPPT Karanganyar mempunyai peraturan yang dijadikan pedoman pelaksanaan yaitu Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan. Dalam menilai layak atau tidaknya sebuah tempat usaha mendapatkan perijinan HO, BPPT Karanganyar menggunakan Peraturan Daerah Kabupaten

88 Hanif Nurcholis, Teori dan Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Media

Sarana Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 175

Page 99: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Karanganyar Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar sebagai bahan pertimbangan.”

Perda Nomor 2 Tahun 1999 dibuat dengan maksud sebagai

pedoman bagi semua kegiatan dalam pemanfaatan ruang di Wilayah

Kabupaten Karanganyar yang perlu dilaksanakan secara optimal

seimbang, terpadu, tertib, lestari serta berkesinambungan. Sedangkan

dasar yuridis yang dijadikan sebagai acuan hukum keberadaan perda ini

adalah :

o Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-

daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah.

o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960

Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043).

o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan

Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Repubiik Indonesia tahun 1967

Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2923).

o Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Repubiik Indonesia tahun

1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Neaara Nomor 2831).

o Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran

Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 65, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3046).

o Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran

Negara Republik Indonesia tahun 1980 (Nomor 83, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3186).

o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

(Lembaran Negara Republik Indonesia tanun 1984 Nomor 22,

Tambahan Lembaran -Negara Nomor 3274).

o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam dan Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun

1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419).

Page 100: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

o Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1990 Nomor 78,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427).

o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 27,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470).

o Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 115,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501).

o Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3690).

o Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 60,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839)

o Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Cara

Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1982

Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225).

o Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1982 Nomor 38,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226).

o Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran

Negara Republik Indonesia tahun 1985 Nomor 37, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3293).

o Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan

Hutan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39:

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294)

o Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan

Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1987 Nomor 25,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3352).

Page 101: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

o Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang (oordinasi

Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 6378)

o Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1993 nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Nomor

3638).

o Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengaturan

Pengelolaan Kawasan Lindung.

o Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan

Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri.

o Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 tentang Koordinasi

Pengelolaan Tata Ruang Nasional.

o Peraturan. Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang

Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan

Sungai dan Bekas Sungai.

o Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1992 tentang

Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Propinsi dan Tata Ruang Wilayah Kabupaten

o Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang

bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan.

o Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 8

Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I

Jawa Tengah Tahun 1994 Nomor 3)

o Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar Nomor 7

Tahun 1991 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar (Lembaran

Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar Tahun 1991

Nomor 49)

Page 102: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

o Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar Nomor 7

Tahun 1994 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten

Daerah Tingkat II Karanganyar (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah

Tingkat II Karanganyar Tahun 1994 Nomor 47).

Ditinjau dari substansi, perda tersebut di dalamnya telah memuat

antara lain :

a. Bab I berisi Ketentuan Umum;

b. Bab II berisi Azaz, Tujuan, Sasaran dan Fungsi;

c. Bab III tentang Kedudukan, Wilayah Perencanaan dan Jangka Waktu

Rencana Tata Ruang Wilayah;

d. Bab IV tentang Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang;

e. Bab V mengenai Alokasi Pemanfaatan Ruang;

f. Bab VI mengenai Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah;

g. Bab VII berisi Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Rencana

Tata Ruang;

h. Bab VIII berisi Hak dan Kewajiban Masyarakat;

i. Bab IX tentang Peninjauan Kembali;

j. Bab X tentang Ketentuan Pidana;

k. Bab XI mengenai Ketentuan Penyidikan;

l. Bab XII mengenai Ketentuan Peralihan;

m. Bab XIII berisi Ketentuan Lain-Lain; dan

n. Bab XIV berisi Ketentuan Penutup.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar didasarkan

atas azas89 :

a. Manfaat yaitu pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin dalam

penentuan jenjang fungsi peiayanan kegiatan dan sistem jaringan;

b. Keseimbangan dan keserasian yaitu menciptakan keseimbangan dan

keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu

wilayah;

89 Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Karanganyar.

Page 103: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

c. Kelestarian yaitu menciptakan hubungan yang serasi antar manusia

dan lingkungan yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang;

d. Berkelanjutan yaitu bahwa penataan ruang menjamin Kelestarian

kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan

kepentingan lahir dan batin antar generasi;

e. Keterbukaan yaitu bahwa setiap orang/pihak dapat memperoleh

perlindungan hukum dan keterangan mengenai produk perencanaan

tata ruang serta proses yang ditempuh dalam penataan ruang.

Suatu rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karanganyar

memiliki beberapa tujuan yang pada dasarnya untuk mengembangkan

pembangunan, yaitu antara lain90 :

a. Mewujudkan kebijaksanaan pokbk pemanfaatan ruang di Wilayah

Daerah:

b. Mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar

Wilayah Daerah;

c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan

masyarakat di daerah;

d. Menyusun rencana rinci Tata Ruang di Daerah. serta pelaksanaan

pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan

dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perizinan lokasi

pembangunan.

Perda Tata Ruang ini mempunyai beberapa fungsi dan sasaran

seperti yang dipaparkan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Perda Nomor 2 Tahun

1999, yaitu antara lain :

a. Fungsi rencana tata ruang adalah :

1) Sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah Tingkat II untuk

menetapkan lokasi dalam menyusun program-program dan

kegiatan-kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan

pernanfaatan ruang di daerah;

90 Pasal 3 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Karanganyar.

Page 104: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

2) Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan

ruang.

b. Sasaran rencana tata ruang wilayah adalah sebagai berikut :

1) Tertatanya kawasan yang berfungsi lindung;

2) Tertatanya jenjang pusat-pusat pelayanan;

3) Tertatanya sistem transportasi;

4) Tertatanya prasarana dan sarana fasilitas sosial, ekonomi dan

lainnya;

5) Tertatanya kawasan budidaya;

6) Tertatanya kawasan pemukiman perkotaan dan pedesaan;

7) Tertatanya kawasan tertentu.

Ditambahkan lagi penjelasan dari Bapak Dheny, staff khusus

bagian ijin HO yang mengatakan bahwa :

”Selain mengenai ketidak sesuaian dengan tata ruang, gugurnya

permohonan ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar banyak disebabkan

oleh permohonan yang tidak ditindak lanjuti oleh pemohon. Jangka waktu

penyelesaian ijin adalah selama 12 (dua belas) hari terhitung sejak

permohonan diterima secara lengkap dan benar, setelah lebih dari 12 hari

secara otomatis permohonan dinyatakan gugur.”

Adapun persyaratan permohonan baru HO yang harus dipenuhi

oleh pemohon adalah sebagai berikut :

a. Fotocopy Akte Pendirian Perusahaan/ Badan Hukum yang disahkan

oleh pejabat yang berwenang;

b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Bukti Kewarganegaraan

RI;

c. Fotocopy bukti pemilikan/ penguasaan hak atas tanah;

d. Gambar situasi tempat usaha dengan ukurannya;

Page 105: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

e. Surat pernyataan persetujuan warga masyarakat di sekitar lokasi

tempat usaha yang diketahui oleh Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat

setempat;

f. Bukti lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

g. Studi kelayakan lingkungan bagi usaha tertentu sesuai dengan

ketentuan yang berlaku (AMDAL, UKL, UPL);

h. Fotocopy NPWP/ NPWPD.

Setelah semua persyaratan di atas didaftarkan, maka BPPT

Kabupaten Karanganyar khususnya bagian perijinan HO akan melakukan

pengecekan langsung ke tempat usaha yang didaftarkan. Apabila kriteria

tempat usaha sesuai dengan perincian Wilayah Pembangunan Daerah

Kabupaten Karanganyar seperti yang dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal

10 Perda Nomor 2 Tahin 1999, maka permohonan akan diterima dan

diproses selanjutnya akan terbit surat keputusan kurang lebih 1 minggu.

Hal tersebut diperjelas dengan wawancara penulis dengan Bapak

Dheny selaku staff khusus bagian perijinan HO, yang mengatakan :

”Untuk mendapatkan perijinan HO disini tidak susah kok mbak, masyarakat cukup mematuhi prosedur yang sudah ditetapkan saja. Mempersiapkan persyaratan yang diminta, yaitu seperti fotocopy KTP, fotocopy akta pendirian perusahaan/ badan hukum yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, fotocopy bukti pemilikan hak atas tanah, denah tempat usaha beserta ukurannya, surat pernyataan dari masyarakat setempat dengan mengetahui Lurah/ Kades dan Camat setempat, bukti lunas pajak bumi dan bangunan (PBB), dan fotocopy NPWP/ NPWPD.bagi usaha tertentu harus disertai dengan studi kelayakan lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah berkas dimasukkan, kita akan melakukan survei lapangan. Apakah benar masyarakat setempat mengetahui dan tidak keberatan akan adanya tempat usaha tersebut, serta harus dipertimbangkan pula dengan potensi pengembangan pembangunan pada wilayah tersebut seperti yang telah ditetapkan pada Pasal 10 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar. Pelaksanaan rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan program utama dan program penunjang yang dirinci dalam kurun waktu 5 tahunan selama 10 tahun masa perencanaan. Pemanfaatan fungsi dan pengelolaan kawasan ini bertujuan untuk mengarahkan investasi masyarakat dan dunia usaha dalam

Page 106: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

pengembangan kawasan. Pelaksanaan tata ruang ini diselenggarakan melaui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang, tidak hanya para pejabat tetapi masyarakat Kabupaten Karanganyarpun berhak berperan serta. Masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana tata ruang wilayah secara tepat dan mudah. Terhadap pengajuan izin yang sudah dilakukan pemeriksaan lapangan, diadakan rapat pembahasan ajuan izin yang dihadiri oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar yang akan memberikan persetujuan/ penolakan permohonan izin yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan permohonan izin. Setelah permohonan perizinan disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu menandatangani SK pemberian izin atas nama Bupati Karanganyar. Apabila permohonan perizinan tidak disetujui oleh Tim Pelayanan Perizinan Kabupaten Karanganyar, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu memberikan surat penolakan izin disertai dengan alasan penolakan.”

Hal tersebut didukung dengan wawancara yang dilakukan penulis

dengan Bapak Baroroh, pemilik penyiaran radio di Bibis yang mengatakan

bahwa :

”Mengenai perda tata ruang Kabupaten Karanganyar saya tau mbak muatan di dalamnya, tapi nomor dan tahun berapa saya lupa. Usaha saya ini berada di Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Karanganyar termasuk dalam sub wilayah pembangunan I. Pada initinya perda tata ruang itu ditujukan untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Karanganyar yang tentunya prioritas setiap wilayah berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki, apabila dilaksanakan dengan benar maka Kabupaten Karanganyar akan sangat berkembang 5 tahun ke depan nanti.”

Hal senada dikatakan oleh Bapak Sutrisno, pengusaha industri

mebel yang mengatakan :

”Kurang lebih saya tau isi perda tata ruang itu mbak, Kecamatan Jaten itu

ke depan potensi yang akan dikembangkan adalah di bidang perdagangan,

perhubungan, pertanian dan industri. Selain bidang tersebut di atas saya

rasa BPPT Karanganyar tidak akan menyetujui.”

Begitu juga dengan hasil wawancara penulis dengan Ibu Rita yang

permohonan ijinnya tidak disetujui oleh Pemerintah Kabupaten

Karanganyar, yang mengatakan :

Page 107: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

”Usaha saya ini bergerak di bidang industri mebel di Colomadu mbak,

setahun yang lalu saya mengajukan permohonan ijin HO di BBPT

Kabupaten Karanganyar. Tetapi permohonan ijin saya itu ditolak karena

tempat usaha saya tidak sesuai dengan potensi pengembangan di

Kecamatan Colomadu, pokoknya intine di Colomadu itu nggak boleh ada

industri mbak.”

Ditambahkan lagi penjelasan dari Bapak Dheny, staff khusus

bagian ijin HO yang mengatakan bahwa :

”Selain mengenai ketidak sesuaian dengan tata ruang, gugurnya permohonan ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar banyak disebabkan oleh permohonan yang tidak ditindak lanjuti oleh pemohon. Jangka waktu penyelesaian ijin adalah selama 12 (dua belas) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar, setelah lebih dari 12 hari secara otomatis permohonan dinyatakan gugur.”

Sebenarnya gugurnya permohonan retribusi ijin gangguan di

Kabupaten Karanganyar dipengaruhi oleh 2 faktor utama, seperti yang

disampaikan Bapak Dheny dalam wawancaranya dengan penulis :

”Penyebab gugurnya permohonan ijin HO di Kabupaten Karanganyar ada 2 hal, yang pertama adalah karena tidak sesuainya tempat usaha dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar dan yang kedua adalah karena habisnya jangka waktu penyelesaian ijin. Mengenai penyebab yang kedua, motif utamanya adalah masalah keuangan. Banyak pemohon yang mundur atau sengaja tidak melanjutkan permohonan ijinnya karena keterbatasan biaya, kemudian kami memberikan arahan untuk meminta keringanan kepada Bupati Kabupaten Karanganyar.”

Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Anton selaku pemilik

toko supermarket di Kecamatan Karanganyar, yang mengatakan bahwa :

”Setau saya, ijin saya diterima oleh BPPT Karanganyar itu ya karena

usaha saya termasuk ke dalam hal yang dikembangkan atau diprioritaskan

di Kecamatan Karanganyar ini.”

Lain halnya dengan wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu

Mariam, pemilik industri mebel di Kecamatan Colomadu yang

mengatakan :

Page 108: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

”Kurang lebih 4 bulan yang lalu saya mendaftarkan tempat usaha saya ini untuk mendapatkan ijin gangguan di BPPT mbak, persyaratan semua sudah saya masukkan komplit. Tetapi permohonan ijin saya itu ditolak, di surat penolakan itu ditulis alasan ijin saya ditolak adalah karena usaha saya ini nggak sesuai sama pembangunan jangka panjang disini. Kira-kira kaya gitu mbak, saya lupa pastinya. Ya udah mbak, saya tetap menjalankan usaha saya ini meski perijinan saya ditolak. Yang penting kan dulu saya udah pernah mengajukan permohonan ijin to mbak, tapi sejauh ini gak apa-apa kok.”

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Dian yang mengatakan

bahwa :

”2 minggu yang lalu saya mendaftarkan usaha penggilingan padi saya ini mbak, saya masukkan semua persyaratannya. Tapi setelah saya tau biayanya, saya kok kaget. Besar banget mbak, setelah saya rundingan sama suami akhirnya saya putuskan buat ninggalin aja ijin itu karena nggak kuat biayanya. Kira-kira setelah 10 hari ada petugas datang, tanya tentang perijinan saya itu sudah lama kok nggak diurus-urus. Ya saya jawab aja uang saya nggak cukup buat mbayar ijin itu, trus petugasnya ngasih saran kalo saya bisa minta surat keterangan dari Bupati Karanganyar. Tapi saya males mbak, nanti pasti panjang urusannya kalo sama pemerintahan itu.”

Begitu juga dengan Ibu Erna yang berhasil diwawancarai oleh

penulis dengan hasil sebagai berikut :

”Dulu saya sudah pernah mendaftarkan usaha saya ini mbak, tetapi saya tu

lupa kalo jatuh temponya 12 hari harus sudah ngurus yang lain. Jadi ya

gugur mbak, saya males mau mengajukan lagi.”

B. Pembahasan

1. Kesesuaian Pelaksanaan Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten

Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin

Gangguan dengan Prinsip Otonomi yang Luas, Nyata dan

Bertanggung Jawab

a. Substansi

Daerah hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia

didasarkan atas Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

sebagai berikut ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

Page 109: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten

dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Dalam

ayat (2) ditegaskan bahwa ”Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten

dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kemudian dalam ayat

(5) dinyatakan bahwa ”Pemerintahan daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-

undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua

kewenangan di bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan

moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang

akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain itu, kekuasaan

otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam

penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, penggerakan dan

evaluasi.91

Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Di samping itu, melalui otonomi luas diharapkan daerah mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi

dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Sebagaimana daerah lain, kebijakan otonomi daerah juga

telah mendorong pemerintah, dunia usaha dan masyarakat di daerah

untuk berbenah dalam hal-hal sebagai berikut :

1) Reorganisasi birokrasi perangkat daerah pada pemerintah daerah;

91 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hlm.

2

Page 110: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

2) Semangat menungkatkan pendapatan asli daerah;

3) Semangat membuat regulasi;

4) Redefinisi sektor usaha;

5) Semangat membentuk organisasi di tingkat lokal.

Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi

dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu

memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antar

pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek

hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan

keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah

yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, maka

pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang bersumber

dari pendapatan asli daerah khususnya yang berasal dari pajak dan

retribusi daerah. Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan

pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta

usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah diperlukan

penyediaan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya

semakin meningkat pula. 92

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah disahkan dan diundangkan pada tanggal 15

Oktober 2004 (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437), yang terdiri atas 16

Bab dan 240 pasal. Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, UU

RI Nomor 32 Tahun 2004 merupakan undang-undang pemerintahan

daerah yang ke delapan yang dibuat berdasarkan Pasal 18 UUD 1945

yang telah diamandemen.

92 Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran

Negara Tahun 1997)

Page 111: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia, pemerintah daerah berwenang mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Disamping itu, terdapat prinsip-prinsip yang penting

dalam UU No. 32 Tahun 2004, yaitu :

1) Prinsip otonomi seluas-luasnya;

2) Prinsip otonomi nyata;

3) Prinsip otonomi yang bertanggung jawab.

Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa

daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang

ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan

untuk membuat kebijakan daerah yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip

otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata

adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang

senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan

demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama

dengan daerah lainnya. Otonomi yang bertanggung jawab adalah

otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan

dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi,yang pada dasarnya

untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 93

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, yang dititikberatkan pada daerah

93 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op.cit, hlm. 165-166

Page 112: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Kabupaten/ Kota membawa konsekuensi bahwa daerah harus

memiliki kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah.

Substansi pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan

masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa, kreativitas, dan

peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala tingkatan

dalam segala aspek. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan dan keinginan

masyarakat untuk memperoleh kualitas kehidupan yang lebih merata,

otonom dan terbuka serta tumbuh kembangnya lembaga-lembaga

yang dimiliki masyarakat secara berkelanjutan.

Secara prinsip, tujuan utama dari otonomi daerah adalah

mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya

sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan

kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih nyata. Atas

dasar hal inilah dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar

Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan, yang telah

ditetapkan oleh Bupati Karanganyar dengan persetujuan DPRD

Kabupaten Karanganyar pada tanggal 25 Juni 2007.

Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan

otonomi provinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan untuk

melaksanakan peraturan daerah dan atas kuasa peraturan perundang-

undangan kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah atau

keputusan kepala daerah. Oleh karena itu, peraturan kepala daerah

dan keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.94

Muatan dari perda yang terdiri dari 16 Bab tersebut sudah

bisa mencakup semua hal yang terkait dengan ijin gangguan di

Kabupaten Karanganyar, kebijakan tersebut sudah berlaku mengikat

94 Pasal 136 ayat (2) dan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

Page 113: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

bagi seluruh subyek dan obyek yaitu masyarakat Kabupaten

Karanganyar pada umumnya dan pemohon ijin usaha di Kabupaten

Karanganyar pada khususnya. Terdapat juga sanksi yang jelas dan

tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan di atasnya.

Berdasarkan paparan tersebut diatas, maka penulis dapat

mengambil analisa bahwa substansi pada Peraturan Daerah

Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin

Gangguan telah dapat dikatakan sesuai dengan asas otonomi yang

luas, nyata dan bertanggung jawab. Dikatakan demikian karena

Perda tersebut bertujuan ingin melindungi masyarakat Kabupaten

Karanganyar dari efek-efek gangguan yang dapat ditimbulkan dari

adanya usaha yang didirikan di wilayah Kabupaten Karanganyar.

Dalam rangka memberikan pelayanan perijinan secara

optimal kepada masyarakat, Pemerintah Kabupaten Karanganyar

membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu yang kemudian

ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1999 yang

telah dirubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan. Hal tersebut berlandaskan pada

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

dimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (3) : ”Dalam

menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah

menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Dari hasil penelitian dan analisis, maka dapat disimpulkan

bahwa secara substansi Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar

Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan dapat

dikatakan sesuai dengan asas otonomi yang luas, nyata dan

bertanggung jawab karena di dalam Perda ini telah dijelaskan secara

detail segala yang berkaitan dengan retribusi ijin gangguan seperti

subyek dan obyek, tujuan, sampai dengan sanksi yang mengikat bagi

Page 114: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

setiap obyek dan subyek yang dikenakan. Selain itu, Peraturan

Daerah Kabupaten Karanganyar tentang Retribusi Ijin Gangguan ini

juga sejalan dengan tujuan dan maksud dari pemeberian otonomi

serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di

atasnya.

b. Struktur

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, pajak dan retribusi merupakan sumber

pendapatan daerah agar daerah dapat melaksanakan otonominya,

yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Sumber pendapatan daerah tersebut diharapkan dapat menjadi

sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Wajar bila peningkatan PAD dijadikan salah satu indikator

kesiapan daerah dalam menjalankan kebijakan otonomi, apalagi

otonomi telah memberikan keleluasaan dalam kewenangan, penataan

organisasi dan pengelolaan keuangan. Jadi yang harus diperhatikan

ialah pengenaan pajak dan retribusi hendaknya seiring dengan

tingkat pendapatan masyarakat serta pelayanan yang diberikan oleh

pemerintahan daerah. 95

Pendapatan daerah dalam struktur ABPD masih merupakan

elemen yang cukup penting peranannya, baik untuk mendukung

penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada

publik. Apabila dikaitkan dengan pembiyaan, maka pendapatan

daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung

program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

publik. Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah perlu

diperhatikan upaya peningkatan pendapatan pajak dan retribusi

95 Adrian Sutedi, op.cit, hlm. 5

Page 115: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

daerah tanpa harus menambah beban bagi masyarakat dan

menimbulkan keengganan berinvestasi.

Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan

kemampuan keuangan daerah, pertumbuhan komponen pajak dan

retribusi daerah dan hasil usaha daerah akan menjadi faktor yang

penting dalam mendorong pertumbuhan PAD nanti. Masih kecilnya

kontribusi pendapatan asli daerah sebagai barometer tingkat

kemandirian daerah dalam menjalankan amanat otonomi daerah,

mengharuskan pemerintah daerah secara terus menerus berupaya

meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama

pendapatan daerah dimana dapat dipertanggung jawabkan dengan

memperhatikan kondisi masyarakat yang menjadi subjek pendapatan

asli daerah. 96

Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa

daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan daerah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang

ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan

untuk membuat kebijakan daerah yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kewenangan otonomi luas

adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan

yang mencakup semua kewenangan di bidang luar negeri,

pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta

kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan

pemerintah.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan

pemerintahan daerah untuk kabupaten/ kota meliputi urusan wajib

dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah yang merupakan urusan yang berskala

kabupaten/ kota meliputi :

96 Adrian Sutedi, op.cit, hlm. 8

Page 116: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2) Perencanaan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;

3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4) Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5) Penanganan bidang kesehatan;

6) Penyelenggaraan pendidikan;

7) Penanggulangan masalah sosial;

8) Pelayanan bidang ketenaga kerjaan;

9) Pemberian fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan

menengah;

10) Pengendalian lingkungan hidup;

11) Pelayanan pertanahan;

12) Pelayanan kependudukan;

13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14) Pelayanan administrasi penanaman modal;

15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Urusan pemerintahan daerah kabupaten/ kota yang bersifat

pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah kabupaten/

kota yang bersangkutan, antara lain :

1) Pertambangan;

2) Perikanan;

Page 117: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

3) Pertanian;

4) Perkebunan;

5) Kehutanan;

6) Pariwisata.

Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan otonomi daerah

yang seluas-luasnya diperlukan ketentuan yang dapat memberikan

pedoman dan arahan bagi Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam

hal pemungutan pajak dan retribusi. Dibentuklah suatu peraturan

yang khusus mengatur masalah perijinan di Kabupaten Karanganyar

dengan lebih khususnya mengenai retribusi ijin gangguan, yaitu

Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan. Disamping itu, pajak dan retribusi

memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pendapatan daerah

Kabupaten Karanganyar.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah97, retribusi dapat digolongkan

sebagai berikut :

1) Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah retribusi atau jasa yang

disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan

kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh

pribadi atau badan, sebagai contoh :

a) Retribusi Pelayanan Kesehatan;

b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk

dan Akte Catatan Sipil;

d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat;

e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

97 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66…, op.cit, Jakarta

Page 118: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

f) Retribusi Pelayanan Pasar;

g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;

i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

j) Retribusi Pengujian Papal Perikanan.

2) Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang

disediakan oleh pemerintah daerah dengan mengatur prinsip

komersial, karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh

sektor swasta. Jenis-jenis retribusi ini yaitu :

a) Retribusi Pemakai Kekayaan Daerah;

b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;

c) Retribusi Tempat Pelelangan;

d) Retribusi Terminal;

e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;

f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;

g) Retribusi Penyedotan Kakus;

h) Retribusi Rumah Potong Hewan;

i) Retribusi Pelabuhan Kapal;

j) Retribusi Tempat Rekreasi dan Oleh Raga;

k) Retribusi Penyeberangan di Atas Air;

l) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

m) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

3) Retribusi Perijinan Tertentu

Retribusi perijinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan

tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada

orang pribadi atau badan yang maksudnya untuk pembinaan,

pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan,

pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi

kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Page 119: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Jenis-jenis retribusi perijinan tertentu menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :

a) Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan;

b) Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

c) Retribusi Ijin Gangguan;

d) Retribusi Ijin Trayek.

Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk

menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,

wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi

untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan

kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap

daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Dalam rangka

mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata, maka

pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah Kabupaten

Karanganyar yang bersumber dari pendapatan daerah khususnya

yang berasal dari pajak dan retribusi daerah.

Dalam pelaksanaannya, perda ijin gangguan Kabupaten

Karanganyar telah secara rinci menjelaskan mengenai jenis-jenis

usaha yang harus memiliki ijin kepemilikan usaha. Alur proses

perijinannyapun juga telah sangat jelas, mulai dari pengisian formulir

permohonan ijin sampai dengan pemberian ijin gangguan oleh

Bupati Karanganyar. Pemerintah Kabupaten Karanganyar juga telah

memberikan jangka waktu penyelesaian ijin yang cukup lama, yaitu

selama 12 hari terhitung setelah permohonan ijin diberikan kepada

petugas sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Hal tersebut

didukung oleh hasil wawancara penulis dengan beberapa responden,

dimana mereka adalah perwakilan dari pemilik beberapa tempat

usaha di Kabupaten Karanganyar.

Mereka menilai bahwa pelaksanaan pelayanan perijinan di

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar tidak

Page 120: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

berbelit-belit dan sesuai dengan peraturannya, dapat mengikat dan

melindungi penggunanya. Tetapi, ada sebagian dari mereka yang

mengeluhkan mengenai biaya administrasi. Ada beberapa

masyarakat yang enggan mendaftarkan tempat usahanya dengan

alasan besarnya biaya administrasi yang harus dibayarkan, hal ini

tidak sesuai dengan prinsip otonomi nyata.

Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang

dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan

dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya berupa

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang

merupakan bagian utama dari tujuan nasional, pengembangan

kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan

hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah

dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 menandakan bahwa

Kabupaten Karanganyar mampu mengelola atau mewujudkan

otonomi daerah dalam mengadakan pemungutan retribusi ijin

gangguan, melaui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten

Karanganyar. Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan

pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta

usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah Kabupaten

Karanganyar, maka semakin meningkat pula sumber-sumber

pendapatan daerah di Kabupaten Karanganyar.

Kebijakan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Karanganyar

melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi

Ijin Gangguan sangat tepat untuk meningkatkan kemampuan

keuangan daerah, pertumbuhan komponen pajak dan retribusi daerah

dan hasil usaha daerah Kabupaten Karanganyar merupakan faktor

Page 121: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

yang penting dalam mendorong pertumbuhan pendapatan daerah di

Karanganyar.

Besarnya kontribusi pendapatan daerah sebagai barometer

tingkat kemandirian daerah dalam menjalankan amanat otonomi

daerah, mengharuskan pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar

secara terus menerus berupaya meningkatkan pendapatan daerah

sebagai sumber utama pendapatan daerah dimana dapat

dipertanggung jawabkan dengan memperhatikan kondisi masyarakat

Kabupaten Karanganyar yang menjadi subjek pendapatan daerah

sesuai dengan amanat pembangunan nasional.

Adanya Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4

Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan ini merupakan wujud

pelaksanaan dari otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung

jawab, yang pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan dan

mengakomodasi kepentingan masyarakat Kabupaten Karanganyar.

Oleh karena itu, nilai akhir dari sebuah peraturan daerah adalah

kemakmuran dan kepuasan dari warganya.

Dari pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar, maka

dapat disimpulkan dari aspek struktur telah dapat dikatakan belum

sesuai dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

jawab. Meski telah terciptanya ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat Kabupaten Karanganyar, meningkatnya pelaksanaan

pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Juga

semakin meningkat pula sumber-sumber pendapatan daerah, yang

berdampak pada meningkatnya kesejahteraan rakyat Kabupaten

Karanganyar. Tetapi ada sebagian dari masyarakat yang masih

mengeluhkan mengenai biaya yang dikenakan dalam pemungutan

retribusi yang terlalu besar, hal tersebut harus segera ditindak lanjuti

Page 122: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

agar semua masyarakat Kabupaten Karanganyar dapat hidup

sejahtera dan nyaman.

c. Budaya masyarakat

Pada dasarnya, efektifitas pelaksanaan sebuah peraturan

khususnya Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin

Gangguan ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat

Kabupaten Karanganyar akan adanya keberadaan dari peraturan

tersebut.

Masyarakat Kabupaten Karanganyar sebagai pemilik ijin

usaha merasa bahwa perijinan ini sangat penting bagi mereka, karena

dapat melindungi tempat usaha mereka. Mereka juga puas dengan

adanya perda terbut, karena dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak baik itu masyarakat Kabupaten Karanganyar, pemerintah

ataupun para pemilik ijin usaha.

Masyarakat menilai bahwa Kabupaten Karanganyar semakin

maju dalam hal pembangunan di segala bidang, hal ini secara tidak

langsung merupakan kontribusi dari hasil pajak dan retribusi ijin

gangguan yang meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten

Karanganyar yang kemudian digunakan atau diperuntukkan kembali

kepada warganya sehingga terciptalah tujuan dari pembangunan

nasional.

Hal tersebut di atas sesuai dengan M. H. Djoyodiguno yang

mengatakan bahwa hukum adalah proses sosial, oleh sebab itu

hukum harus punya dinamika dan kontinuitas. 98 Melalui penormaan

tingkah laku, hukum memasuki suatu kerangka bagi hubungan-

hubungan yang dilakukan oleh anggota masyarakat satu terhadap

yang lain, hukum menentukan serta mengatur bagaimana hubungan

98 Burhan Ashofa. Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta. Jakarta. 2004. hlm. 11-12

Page 123: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

itu dilakukan dan bagaimana akibatnya. Hukum memberikan

pedoman tingkah laku yang dilarang serta yang diijinkan.

Penormaan ini dilakukan dengan membuat kerangka umum

suatu perbuatan yang diwujudkan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan, hukum merupakan suatu kebutuhan yang

melekat pada kehidupan sosial itu sendiriyaitu melalui anggota

masyarakat. Hukum banyak digunakan sebagai sarana untuk

mewujudkan kebijaksanaan pemerintah, hukum dan kebijaksanaan

pemerintah semakin dibutuhkan untuk memahami peranan hukum

saat ini. Kebutuhan tersebut semakin luas memasuki bidang

kehidupan manusia yang semakin kompleks dengan persoalan-

persoalan ekonomi, politik dan sosial. Disamping itu juga untuk

membantu pemerintah dalam segala usaha menentukan alternatif

kebijaksanaan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat agar

rencana pembangunan mendapat kekuatan dalam pelaksanaannya

maka perlu mendapatkan status formal atau dasar hukumnya.

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan khususnya

dalam hal ijin gangguan, ternyata dari aspek budaya masyarakat

Perda Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang

Retribusi Ijin Gangguan telah sesuai dengan asas otonomi yang

seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilihat

dari hasil wawancara penulis dengan beberapa masyarakat,

masyarakat cukup puas dengan pelayanan yang diberikan Badan

Pelayanan Perijinan Kabupaten Karanganyar. Beberapa masyarakat

juga menilai semakin meningkatnya pembangunan dari Pemerintah

Kabupaten Karanganyar.

Page 124: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

2. Penyebab Permohonan Ijin Gangguan Tidak Mendapatkan

Persetujuan dan Surat Kepemilikan Ijin Usaha

a. Substansi

Pemerintah memiliki fungsi utama secara umum, yaitu fungsi

pemberdayaan, fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan kepada

masyarakat. Melalui pemberian pelayanan kepada masyarakat yang

dilaksanakan oleh pemerintah, maka pemerintah akan dapat

mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan

masyarakat.99

Dalam melaksanakan tugasnya, BPPT Karanganyar memiliki

pedoman pelaksanaan yang tidak boleh dikesampingkan dalam

pertimbangan pemberian ijin usaha yaitu Perda Nomor 4 Tahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan. Sedangkan untuk menilai layak

atau tidaknya suatu tempat usaha mendapatkan ijin berdiri, BPPT

menggunakan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar sebagai

bahan pertimbangan.

Perda tersebut dibuat dengan maksud sebagai pedoman bagi

semua kegiatan dalam pemanfaatan ruang di Wilayah Kabupaten

Karanganyar yang perlu dilaksanakan secara optimal, seimbang,

terpadu, tertib, lestari serta berkesinambungan. Alasan perda yang

berisi 14 Bab tersebut dijadikan sabagai bahan pertimbangan adalah

karena berkaitan erat dengan perencanaan pengembangan

pembangunan di wilayah Kabupaten Karanganyar.

Wilayah perencaan dalam tata ruang wilayah Kabupaten

Karanganyar merupakan daerah dalam pengertian wilayah

administrasi seluas 77.378,6374 hektar. Jangka waktu perencanaan

tata ruang di Kabupaten Karanganyar adalah 10 (sepuluh) tahun.

Sedangkan untuk wilayah pembangunan daerah, Kabupaten

99 Hanif Nurcholis, Teori dan Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Media Sarana Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 175

Page 125: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

Karanganyar dibegi menjadi 7 (tujuh) sub wilayah pembangunan

sebagai berikut :

1) Sub Wilayah Pembangunan I metipuli 3 (tiga) Kecamatan,

yaitu Tasikmadu dan Mojogedang Karanganyar, Pusat

pertumbuhan di Kota Karanganyar. Potensi yang perlu

dikembangkan adalah sektor pemerintahan, pendidikan,

perumahan, kesehatan perhubungan, perdagangan dan pertanian.

2) Sub Wilayah Pembangunan II meliputi 2 (dua)

Kecamatan, yaitu Kecamatan Jaten dan Kebakkramat dengan

pusat pertumbuhan di Kota Jaten. Potensi yang perlu

dikembangkan adalah sektor perdagangan, perhubungan,

pertanian dan industri.

3) Sub Wilayah Pembangunan III meliputi 3 (tiga) Kecamatan,

yaitu Kecamatan Karangpandan, Kerjo dan Matesih dengan pusat

pertumbuhan di Kota Karangpandan. Potensi yang perlu

dikembangkan adalah sektor perkebunan, perdagangan,

perhubungan, pariwisata dan perikanan.

4) Sub Wilayah Pembangunan IV meliputi 3 (tiga) Kecamatan,

yaitu Kecamatan Tawangmangu. Ngargoyoso dan Jenawi dengan

pusat pertumbuhan di Kota Tawangmangu. Potensi yang perlu

dikembangkan adalah sektor pariwisata perhubungan

perkebunan, pertanian hortikultura dan perdagangan.

5) Sub Wilayah Pembangunan V meliputi 4 (empat) Kecamatan,

yaitu Kecamatan Jumapojo. Jumantono, Jatiyoso dan Jatipuro

dengan pusat pertumbuhan di Kota Jumapoio. Potensi yang perlu

dikembangkan adalah sektor pertanian, peternakan, pengairan

dan perdagangan.

6) Sub Wilayah Pembangunan VI meliputi 1 (satu)

Kecamatan, yaitu Kecamatan Colomadu dengan pusat

pertumbuhan di Kota Colomadu. Potensi yang perlu

Page 126: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

dikembangkan adalah sektor Perumahan, pendidikan,

perhubungan dan perdagangan.

7) Sub Wilayah Pembangunan VII meliputi 1 (satu)

Kecamatan, yaitu Kecamatan Gondangrejo dengan pusat

pertumbuhan di Kota Gondangrejo. Potensi yang perlu

dikembangkan adalah sektor pariwisata perhubungan,

perkebunan, pertanian, hortikultura, industri, perumahan dan

perdagangan.

Dengan alasan itulah sebabnya Perda Nomor 2 Tahun 1999

dijadikan bahan pertimbangan, sudah dijelaskan secara rinci

mengenai rencana pengembangan pembangunan Kabupaten

Karanganyar per sub setiap kecamatan beserta potensi yang akan

dikembangkan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh

Kecamatan tersebut.

Selain itu, dalam Perda Nomor 4 Tahun 2007 terdapat

peraturan yang mengatur batas maksimal penyelesaian pendaftaran

perijinan yaitu 12 hari terhitung sejak diterimanya berkas-berkas

persyaratan lengkap. Hal ini harus diperhatika dengan seksama

karena apabila sudah lebih dari batas yang ditentukan pendaftaran

ijin belum juga terselesaikan, maka secara otomatis pemohon tidak

akan mendapatkan surat kepemilikan ijin usaha.

Dari hasil penelitian dan analisis penulis, maka dapat

disimpulkan bahwa secara substansi penyebab gugurnya

permohonan perijinan gangguan di Badan Pelayanan Perijinan

Terpadu Kabupaten Karanganyar adalah karena adanya jangka waktu

penyelesaian ijin selama 12 hari terhitung sejak permohonan

diterima secara lengkap dan benar.

Selain itu, juga terdapat bahan pertimbangan dalam

pengelolaan pengembangan wilayah yang tertuang dalam Peraturan

daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Karanganyar. Perda ini telah disesuaikan dengan kondisi

Page 127: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

pembangunan wilayah Kabupaten Karanganyar, dengan

mempertimbangkan prioritas pembangunan dan potensi daerah

masing-masing di Kabupaten Karanganyar.

b. Struktur

Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa

pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum,

mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan

urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik. Pelayanan

publik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem,

prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan

orang lain sesuai dengan haknya.

Untuk menindak lanjuti tujuan dari pembangunan nasional

tersebut, pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Perda

Nomor 4 Tahun 2007 yang mengurus khusus masalah retribusi ijin

gangguan. Dalam pelaksanaannya, perda ini berkaitan erat dengan

Perda Nomor 2 Tahun 1999 yang mengatur masalah tata ruang

Kabupaten Karanganyar. Kedua peraturan ini saling berhubungan,

karena dalam mengeluarkan ijin gangguan, Pemerintah Kabupaten

Karanganyar harus memperhatikan prioritas dan potensi yang

dimiliki oleh masing-masing Kecamatan di wilayah Kabupaten

Karanganyar yang dicantumkan dalam Pasal 10 Perda Nomor 2

Tahun 1999 seperti yang telah penulis jelaskan di pembahasan

sebelumnya.

Semua persyaratan pendaftaran ijin gangguan harus dipenuhi,

barulah petugas mau menindaklanjutinya. Petugas akan melakukan

tinjauan langsung terhadap tempat usaha yang dimintakan

perijinannya, apabila kondisi di lapangan sesuai dengan persyaratan

maka permohonan ijin kemudian diajukan ke Kepala BPPT

Kabupaten Karanganyar. Dalam jangka waktu kurang lebih 7 hari,

Page 128: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

surat keputusan disetujui atau tidaknya permohonan ijin sudah bisa

diketahui. Apabila permohonan ijin tidak disetujui, Pemerintah

Kabupaten Karanganyar akan menyertakan alasannya.

Adapun bahan pertimbangan dari permohonan ijin gangguan

tersebut adalah mengenai rencana tata ruang yang berkaitan erat

dengan potensi yang dimiliki oleh masing daerah di Kabupaten

Karanganyar. Hal ini telah dijelaskan secara rinci dalam Peraturan

Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Karanganyar, hal ini sangat bagus dan dapat melindungi

semua pihak. Tidak disetujuinya permohonan ijin juga dapat

disebabkan karena belum selesainya pengurusan ijin sampai dengan

habisnya batas waktu yang telah disediakan, yaitu 12 hari setelah

persyaratan lengkap diterima oleh petugas Badan Pelayanan

Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar.

Kabupaten Karanganyar memang dirasa perlu melakukan

upaya untuk mengatasi gangguan yang ditimbulkan kegiatan usaha

terhadap warga dan masyarakat di tempat kegiatan usaha tersebut

berada. Pertama, keberadaan Pemerintah Kabupaten Karanganyar

terutama adalah untuk memberikan perlindungan kesehatan,

keselamatan dan kesejahteraan umum bagi penduduknya. Apabila

sebuah perusahaan yang akan didirikan memberikan pengaruh yang

buruk bagi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum, maka

masyarakat berharap agar pejabat pemerintah yang telah mereka

pilih dapat menangani masalah-masalah tersebut.

Apabila para pejabat tidak menjalankan fungsi tersebut, maka

masyarakat akan menggunakan hak pilih demokratis mereka untuk

memngganti para pejabat tersebut dengan pejabat baru yang akan

melindungi kepentingan mereka dengan lebih baik. Pemberian

kekuasaan kepada pemerintah daerah bertujuan untuk menangani

gangguan dan pembinaan dalam menggunakan kekuasaan tersebut.

Page 129: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

Hal ini merupakan salah satu unsur dalam menciptakan demokrasi

yang stabil dan responsif.

Kedua, suatu sistem yang jelas tentang perlindungan terhadap

gangguan akan membantu meningkatkan stabilitas bagi perusahaan.

Sebagian besar perusahaan menyadari bahwa kegiatan operasi

mereka menimbulkan dampak hingga keluar batas tempat kegiatan

mereka, biasanya hal ini terjadi karena meningkatnya arus lalu lintas

pasokan, karyawan dan produk. Namun seringkali muncul dalam

bentuk kebisingan, cahaya yang menyilaukan, getaran, potensi resiko

terhadap keselamatan masyarakat atau meningkatnya permintaan

akan utilitas dan layanan yang pasokannya tidak mencukupi.

Walaupun banyak perusahaan berharap bahwa dampak tersebut

dapat diabaikan, sebagian besar memahami bahwa Pemerintah

Kabupaten Karanganyar berkewajiban untuk menanganinya.

Guna membuat keputusan bisnis yang efisien, pelaku usaha

perlu memahami secara rinci apakah mereka harus tunduk kepada

segala peraturan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Karanganyar.

Khususnya jenis kegiatan bisnis seperti apa yang dapat didefinisikan

sebagai suatu gangguan yang perlu ditangani, jenis penanganan

seperti apa yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab, berapa

besar biaya yang akan dibebankan dan berapa lama hal ini akan

berlangsung.

Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa pada

pelaksanaannya, gugurnya permohonan ijin gangguan dipengaruhi

oleh 2 faktor. Tidak hanya ketidak sesuaian tempat usaha dengan

potensi pembangunan/ Perda Nomor 2 Tahun 1999 Kabupaten

Karanganyar, tetapi juga terdapat pemohon yang tidak

menyelesaikan/ melanjutkan permohonan ijinnya sampai berakhirnya

jangka waktu penyelesaian ijin.

Page 130: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

c. Budaya Masyarakat

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada

rakyat merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai

pelayan rakyat, oleh karena itu kedudukan aparatur pemerintah

dalam pelayanan umum sangat strategis karena akan sangat

menentukan sejauh mana pemerintah mampu memberikan pelayanan

yang sebaik-baiknya bagi rakyat sehingga akan menentukan sejauh

mana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan

tujuan pendiriannya.

Sebenarnya, tidak disetujuinya permohonan ijin gangguan di

Kabupaten Karanganyar dikarenakan tidak sesuainya tempat usaha

dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar

dan juga dikarenakan habisnya jangka waktu penyelesaian ijin. Pada

prakteknya, ternyata ada beberapa masyarakat yang tidak dapat

mendaftarkan tempat usahanya karena minimnya biaya yang

dimiliki.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur

pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang

terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan

masyarakat. Masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan yang

terbaik dari pemerintah karena masyarakat telah memberikan

dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi dan berbagai

pungutan lainnya.

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar

harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat,

adanya beberapa warga yang masih belum bisa membayar biaya

administrasi pendaftaran ijin gangguan menandakan bahwa kurang

sesuainya nominal tersebut dengan keadaan masyarakat di

Kabupaten Karanganyar. Apabila diperluakan, hendaknya petugas

Page 131: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

mengadakan pendekatan secara langsung kepada masyarakat

Kabupaten Karanganyar.

Kualitas pelayanan telah hampir menjadi faktor yang

menentukan dalam menjaga keberlangsungan suatu organisasi

birokrasi pemerintah maupun organisasi perusahaan, pelayanan yang

baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa publik sangat

penting dalam upaya mewujudkan kepuasan pengguna jasa publik.

Adanya sebuah peraturan daerah pada akhirnya harus dapat

memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, penilaian akhir dari kesuksesan sebuah peraturan

daerah adalah pada masyarakatnya.

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan khususnya

mengenai penyebab permohonan ijin gangguan tidak mendapatkan

persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha, ternyata hasil temuan

di lapangan menyatakan dari aspek budaya masyarakat bahwa tidak

disetujuinya permohonan ijin gangguan dipengaruhi oleh 3 faktor.

Tidak hanya ketidak sesuaian tempat usaha dengan potensi

pembangunan/ Perda Nomor 2 Tahun 1999 Kabupaten Karanganyar

dan ketidak disiplinan masyarakat, tetapi juga keterbatasan

masyarakat dalam hal keuangan.

Page 132: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor

4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan dapat dikatakan belum

sesuai dengan asas otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggung

jawab. Hal ini dilihat berdasarkan teori Friedman, aspek substansi, struktur

dan budaya masyarakat. Apabila ditinjau dari aspek substansi Perda

Nomor 4 Tahun 2007 sudah bisa dikatakan sesuai dengan asas otonomi

yang luas, nyata dan bertanggung jawab, hal ini terlihat dari substansi atau

muatan dari perda tersebut yang baik dan menguntungkan bagi semua

pihak. Tetapi ditinjau dari aspek struktur, Perda tentang Retribusi Ijin

Gangguan ini dapat dikatakan belum sesuai dengan asas otonomi yang

luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari masih adanya

sebagian kecil masyarakat yang keberatan mengenai biaya yang

dibebankan dalam pungutan retribusi, hal ini menyebabkan

ketidaknyamanan masyarakat Kabupaten Karanganyar. Aspek budaya

masyarakat dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip otonomi yang luas,

nyata dan bertanggung jawab, dimana masyarakat telah merasa puas atas

pelayanan yang diberikan dan sebagian masyarakat juga merasa

pembangunan Pemerintah Kabupaten Karanganyar semakin berkembang.

2. Penyebab permohonan ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan

surat kepemilikan ijin usaha di Kabupaten Karanganyar dipengaruhi oleh

beberapa faktor, penulis mengkajinya dengan menggunakan teori

friedman. Secara substansi penyebab permohonan perijinan gangguan di

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Karanganyar tidak

Page 133: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

mendapatkan persetujuan adalah karena adanya bahan pertimbangan

dalam pengelolaan pengembangan wilayah yang tertuang dalam Peraturan

daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Karanganyar. Perda ini telah disesuaikan dengan kondisi

pembangunan wilayah Kabupaten Karanganyar, dengan

mempertimbangkan prioritas pembangunan dan potensi daerah masing-

masing di Kabupaten Karanganyar. Dari aspek struktur, hal ini tidak hanya

dipengaruhi oleh ketidak sesuaian tempat usaha dengan potensi

pembangunan/ Perda Nomor 2 Tahun 1999 Kabupaten Karanganyar, tetapi

juga terdapat pemohon yang tidak menyelesaikan/ melanjutkan

permohonan ijinnya sampai berakhirnya jangka waktu penyelesaian ijin.

Sedangkan dari aspek budaya masyarakat, permohonan ijin gangguan

tidak mendapatkan persetujuan dipengaruhi oleh tiga faktor. Selain ketidak

sesuaian tempat usaha dengan potensi pembangunan/ Perda Nomor 2

Tahun 1999 Kabupaten Karanganyar dan ketidak disiplinan masyarakat,

terdapat juga keterbatasan masyarakat dalam hal keuangan sebagai

penyebab gagalnya tempat usaha dalam mendapatkan ijin.

B. Implikasi

Dengan adanya alur permohonan ijin yang tidak berbelit-belit, banyak

masyarakat Kabupaten Karanganyar yang mengajukan permohonan ijin

retribusi terhadap tempat usahanya.

C. Saran

1. Kepada Pemerintah Daerah

a. Pemerintah perlu mengadakan penyuluhan yang lebih sering dari

petugas mengenai pentingnya mempunyai kepemilikan ijin usaha;

b. Pemerintah perlu merubah Peraturan Daerah Nomor 4 ahun 2007

tentang Retribusi Ijin Gangguan agar lebih disesuaikan dengan kondisi

sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Karanganyar saat ini.

Page 134: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

2. Kepada Masyarakat

a. Masyarakat harus mematuhi peraturan tersebut, dengan cara membayar

retribusi ijin gangguan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. Masyarakat berkewajiban untuk selalu menjaga lingkungan tempat

usaha.