implementasi peraturan daerah kota tanjungbalai …

21
Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 250 IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN STUDI PADA DINAS KEBERSIHAN DAN PASAR KOTA TANJUNGBALAI M. Fadly Lubis Pemerintah Kota Tanjungbalai Jl. Jend. Sudirman No. 9 Tanjungbalai Miftahuddin Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Medan Area Jl. Setiabudi No. 79 Medan 20122 [email protected] ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis mplementasi kebijakan retribusi persampahan/kebersihan di Kota Tanjungbalai dan mengetahui tanggapan masyarakat terhadap implementasi kebijakan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan di Kota Tanjungbalai. Sampel diambil sebanyak 43 orang pegawai pada Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai dan 50 orang masyarakat wajib retribusi. Analisis data dilakukan secara deskriftif dengan tabel tunggal dan frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan pada Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai yang dilihat dari aspek komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan dan struktur birokrasi belum berjalan secara efektif. Belum efektifnya implementasi kebijakan tersebut disebabkan karena keterbatasan sumber-sumber yang ada baik sumberdaya manusia, keuangan maupun sarana dan prasarana yang ada. Sistem pengelolaan sampah di Kota Tanjungbalai masih mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu : peraturan hukum yang belum terlaksana dengan baik, organisasi dan SDM pengelolaan sampah masih perlu dibenahi, teknik dan Operasional masih dijalankan dengan model lama/tradisonal sehingga perlu dikembangkan model yang lebih maju dan pembiayaan/dana yang berasal dari masyarakat masih belum optimal sehinggga perlu digalakkan kembali partisipasi masyarakat dalam membayar retribusi kebersihan. Perlu dilakukan penyuluhan hukum pada masyarakat melalui media yang lebih menarik untuk mensosialisasikan mengenai hak dan kewajiban warga, larangan, sanksi dan lain sebagainya. Untuk penegakan hukum, Dinas terkait dapat membuat satuan tugas untuk melakukan tindakan penegakan hukum (law enforcement) dalam masalah persampahan, sehingga masyarakat akan mendapat contoh dan patuh pada apa yang telah diatur dalam peraturan. Kata kunci : Implementasi kebijakan, retribusi persampahan/kebersihan. ABSTRACT This study aims to analyze the levy policy mplementasi waste / cleanliness in Tanjungbalai and knowing the public response to policy implementation, the levy charged waste / cleanliness in Tanjungbalai. Samples taken as many as 43 employees at the Department of Hygiene and Markets Tanjungbalai and 50 mandatory public retribution. Descriptive data were analyzed with a single table and frequency. The results showed that the implementation of Regional Regulation Tanjungbalai No. 7 of 2009 on Service Fees Waste / Hygiene at the Department of Hygiene and Markets Tanjungbalai seen from the aspect of communication, sources, trends and bureaucratic structure does not operate effectively. The ineffectiveness of the implementation of the policy due to the limited resources that exist both human resources, finance and facilities and infrastructure. Waste management system in Tanjungbalai still has weaknesses, namely: the rule of law that has not done well, organizational and human waste management still need to be addressed, engineering and operations are still run by the old model / traditional so it is

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 250

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN

STUDI PADA DINAS KEBERSIHAN DAN PASAR KOTA TANJUNGBALAI

M. Fadly Lubis

Pemerintah Kota Tanjungbalai Jl. Jend. Sudirman No. 9 Tanjungbalai

Miftahuddin

Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Medan Area Jl. Setiabudi No. 79 Medan 20122

[email protected] -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis mplementasi kebijakan retribusi persampahan/kebersihan di Kota Tanjungbalai dan mengetahui tanggapan masyarakat terhadap implementasi kebijakan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan di Kota Tanjungbalai. Sampel diambil sebanyak 43 orang pegawai pada Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai dan 50 orang masyarakat wajib retribusi. Analisis data dilakukan secara deskriftif dengan tabel tunggal dan frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan pada Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai yang dilihat dari aspek komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan dan struktur birokrasi belum berjalan secara efektif. Belum efektifnya implementasi kebijakan tersebut disebabkan karena keterbatasan sumber-sumber yang ada baik sumberdaya manusia, keuangan maupun sarana dan prasarana yang ada. Sistem pengelolaan sampah di Kota Tanjungbalai masih mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu : peraturan hukum yang belum terlaksana dengan baik, organisasi dan SDM pengelolaan sampah masih perlu dibenahi, teknik dan Operasional masih dijalankan dengan model lama/tradisonal sehingga perlu dikembangkan model yang lebih maju dan pembiayaan/dana yang berasal dari masyarakat masih belum optimal sehinggga perlu digalakkan kembali partisipasi masyarakat dalam membayar retribusi kebersihan. Perlu dilakukan penyuluhan hukum pada masyarakat melalui media yang lebih menarik untuk mensosialisasikan mengenai hak dan kewajiban warga, larangan, sanksi dan lain sebagainya. Untuk penegakan hukum, Dinas terkait dapat membuat satuan tugas untuk melakukan tindakan penegakan hukum (law enforcement) dalam masalah persampahan, sehingga masyarakat akan mendapat contoh dan patuh pada apa yang telah diatur dalam peraturan. Kata kunci : Implementasi kebijakan, retribusi persampahan/kebersihan.

ABSTRACT This study aims to analyze the levy policy mplementasi waste / cleanliness in Tanjungbalai and knowing the public response to policy implementation, the levy charged waste / cleanliness in Tanjungbalai. Samples taken as many as 43 employees at the Department of Hygiene and Markets Tanjungbalai and 50 mandatory public retribution. Descriptive data were analyzed with a single table and frequency. The results showed that the implementation of Regional Regulation Tanjungbalai No. 7 of 2009 on Service Fees Waste / Hygiene at the Department of Hygiene and Markets Tanjungbalai seen from the aspect of communication, sources, trends and bureaucratic structure does not operate effectively. The ineffectiveness of the implementation of the policy due to the limited resources that exist both human resources, finance and facilities and infrastructure. Waste management system in Tanjungbalai still has weaknesses, namely: the rule of law that has not done well, organizational and human waste management still need to be addressed, engineering and operations are still run by the old model / traditional so it is

Page 2: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

251 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

necessary to develop more advanced models and financing / funds from the public is still not optimal needs to be encouraged so as to pay back public participation cleanliness retribution. Legal education needs to be done in the community through the media more attractive to promote the rights and responsibilities of citizens, ban, sanctions and so forth. For law enforcement, the relevant authorities can create a task force to take enforcement action (law enforcement) in the garbage problems, so that people will have the example and adhere to what has been stipulated in the regulations. Keywords : Implementation of policies, levy waste / cleanliness. PENDAHULUAN

Konsep otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membentuk sistem baru bagi pemerintahan di daerah yang membuka peluang, tantangan dan kendala terutama kepada daerah kabupaten dan kota untuk lebih leluasa mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing sesuai dengan aspirasi masyarakat. Untuk itulah maka pemerintah daerah harus memanfaatkan peluang yang ada ataupun menggali potensi-potensi baru dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai suatu wujud nyata otonomi.

Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah dominan, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Salah satu retribusi yang masih dapat ditingkatkan lagi penerimaannya di Kota Tanjungbalai yaitu retribusi kebersihan,. mengingat perkembangan daerah yang demikian pesat selama empat tahun terakhir dan baru terlayani pelayanan persampahan sebesar 40% dari jumlah penduduk Kota Tanjungbalai. Apabila pelayanan persampahan tersebut sudah dipenuhi maka layak adanya kompensasi dari masyarakat sebagai pengguna jasa berupa beban pemakai atau retribusi.

PAD salah satu komponen sumber penerimaan keuangan daerah, disamping penerimaan lainnya yang berupa bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan dari penerimaan dari pemerintah diatasnya, serta pinjaman daerah. Guna menunjang peningkatan PAD, khususnya sektor retribusi daerah perlu adanya kebijakan-kebijakan tertentu dari pemerintah daerah yang mendukung terhadap pemungutan retribusi agar

mampu memberikan kontribusi yang berarti. Kebijakan tersebut hendaknya disesuaikan dengan kondisi potensi yang dimiliki daerah yang bersangkutan, sehingga mampu dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebagai salah satu jenis retribusi jasa umum dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga masyarakat akan merasakan manfaatnya dan tentunya didukung dengan kesadaran yang tinggi maka akan mencapai visi, misi dan tujuan dari Kota Tanjungbalai. Dalam rangka peningkatan PAD tersebut Pemerintah Kota Tanjungbalai telah mengeluarkan jebijakan berupa Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan /Kebersihan. Aktivitas pelayanan persampaban dan kebersihan merupakan jasa pelayanan Pemerintah Daerah di bidang persampahan dan kebersihan. Agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Untuk dapat meyelenggarakan otonomi daerah yang optimal, maka diperlukan dana yang cukup. Sebagian dana tersebut diusahakan oleh daerah sendiri, yaitu berupa Pendapatan Asli Daerah yang harus mencukupi bagi kepentingan rumah tangganya sendiri. Suatu daerah yang mempunyai Pendapatan Asli Daerah yang cukup, akan dengan mudah menyelenggarakan urusan rumah tangganya dan kemakmuran rakyat juga akan tercipta. Untuk mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah, dalam rangka perwujudan otonomi daerah dilakukan upaya untuk peningkatan jumlah penerimaan retibusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah dominan, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Salah satu retribusi yang yang menjadi sumber

Page 3: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 252

pendapatan asli daerah adalah Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Retribusi ini tergolong cukup penting dan dominan dalam menunjang pendapatan asli daerah (PAD). Kota Tanjungbalai adalah salah satu wilayah perkotaan di Provinsi Sumatera Utara yang saat ini merupakan wilayah yang sedang berkembang, baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan maupun transportasi. Kehadiran sejumlah bangunan untuk aktivitas bisnis dan pelayanan umum, menunjukkan semakin maraknya kehidupan (keramaian) Kota Tanjungbalai. Megahnya bangunan dengan segala model dan bentuk seakan menunjukkan meningkatnya perekonomian masyarakat. Paling tidak, dengan dimulainya kegiatan bisnis di sejumlah pusat perbelanjaan atau pusat-pusat perkantoran, maka kawasan di sekitarnya menjadi ramai. Dengan keramaian dan banyaknya jumlah penduduk di Kota Tanjungbalai tentunya jumlah sampah yang ada di sekitar lingkungan juga cukup banyak. Bahwa dalam rangka untuk mewujudkan kebersihan dan keindahan kota yang memenuhi tuntutan kebutuhan serta aspirasi masyarakat maka perlu didukung sarana dan prasarana pelayanan persampahan dan kebersihan yang memadahi sehingga Pemerintah Kota Tanjungbalai mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Tanjungbala iNomor 07 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, yang secara operasional dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai.

Berdasarkan dasar uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini adalah “Permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi kebijakan

retribusi persampahan/kebersihan di Kota Tanjungbalai?

2. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap implementasi kebijakan pemungutan retribusi persampahan/ kebersihan di Kota Tanjungbalai?

TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Publik

Pada dasarnya, terdapat banyak definisi mengenai kebijakan publik (public

policy). Masing-masing definisi tersebut, memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul, karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara di sisi lain, pendekatan dan model yang digunakan para ahli pada akhirnya akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan. Misalnya, apakah kebijakan dilihat sebagai rangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau sebagai tindakan yang dampaknya dapat diramalkan (Winarno, 2002 : 15). Menurut RS. Parker (dalam Ekowati, 2004 :5), kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian prinsip atau tindakan yang dilakukan suatu pemerintah pada periode tertentu ketika terjadi suatu krisis. Kemudian, menurut Thomas R. Dye (dalam Winarno, 2002:15), kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan . George C Edwards III dan Ira Sharkansky (dalam Islamy, 2002 :18), merumuskan kebijakan publik hampir mirip dengan definisi Thomas Dye, yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.Sedangken menurut Anderson (dalam Tangkilisan, 2003:2), menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat –pejabat pemerintah. Implikasi dari pengertian ini adalah : 1. Kebijakan publik selalu mempunyai

tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan;

2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan;

4. Kebijakan publik didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Implementasi Kebijakan Pada umumnya, siklus kebijakan

(policy cycle) meliputi formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan (Mustopadidjaja, 2002 : 3). Kebijakan yang telah diformulasikan atau dirumuskan,

Page 4: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

253 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kontek ini, dapat dimengerti apabila Linebery (dalam Putra 2001 : 78), berpendapat bahwa kebijakan tidak akan sukses, jika dalam pelaksanaannya tidak ada kaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Sehubungan dengan pernyataan di atas, Pressman dan Wildavsky (1973), sebagaimana dikutip Wahab (2002:65), juga mengingatkan bahwa proses untuk pelaksanaan kebijakan perlu mendapat perhatian yang seksama. Maka dari proses itu, adalah keliru kalau ada yang beranggapan bahwa proses pelaksanaan kebijakan dengan sendirinya akan berlangsung tanpa hambatan. Bahkan Udoji (1981) dalam Wahab (2002:59), dengan tegas mengatakan “the execution of policies is important if not more important than policy-making. Policies will remain dreams or blue print file jackets unless they are implemented”.

Jadi, rumusan kebijakan yang dibuat tidak akan mempunyai arti apa-apa atau hanya akan merupakan rangkaian kata-kata yang indah dan baku, yang tersimpan rapi dalam sebuah dokumen, kalau tidak diimplementasikan.

Berkaitan dengan ini, dapat dikatakan bahwa salah satu tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan, terletak pada proses implementasinya. Bahkan mungkin tidak berlebihan, jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan (Jones, 1996:293-294)

Berkaitan dengan konsep implementasi kebijakan publik, dalam Kamus Webstar, seperti dikutip Wahab (2002:64), dirumuskan secara pendek bahwa implementasi kebijakan, merupakan suatu proses pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden).

Pemahaman lebih lanjut, tentang konsep implementasi dikemukakan oleh Van Mater dan Van Horn (1975 : 447) memberi pernyataan bahwa “Policy implementation encompasses those actions by public or private individuals (and groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”.

Lebih lanjut, menurut Bardarch (1977) dalam Jones (1996: 293), menyatakan bahwa:

“.. cukup sulit membuat sebuah program dan kebijakan umum. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakanan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka yang dianggap sebagai klien”

Masih berkaitan dengan konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2002 :65) menjelaskan makna implementasi bahwa :

“... memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”

Wibawa (1994:29), mengatakan bahwa pada dasarnya studi implementasi berusaha melihat proses implementasi program. Sekalipun yang dilihat prosesnya, dalam studi implementasi tetap juga dilihat apa yang menjadi input dari program dan apa out putnya , sekaligus mengamati dampak jangka pendek dari program tersebut.

Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik suatu generalisasi bahwa implementasi kebijakan merupakan tahap yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Walaupun tujuan kebijakan telah ditetapkan dengan baik, namun tidak ada jaminan bahwa kebijakan tersebut akan berhasil. Implementasi kebijakan publik, dapat diartikan sebagai suatu perilaku tindakan yang diambil oleh pemerintah, yang memuat beberapa aturan main, yang melibatkan pemerintah maupun masyarakat, serta dipakai untuk menjawab tantangan-tantangan dan tuntutan yang ada dalam masyarakat.

Page 5: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 254

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Terdapat variasi perspektif para ahli kebijakan publik, berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Gagasan tentang faktor yang mempengaruhi implementasi, tidak mempunyai suatu definisi tunggal yang diterima umum. Para analis mempunyai pemahaman yang berlainan, manakala mereka berbicara atau berfikir tentang kinerja implementasi.

Dalam mengkaji implementasi kebijakan publik, George Edwards III (1980), dalam Tangkilisan (2003 : 11) mengajukan dua buah pertanyaan, yakni prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil, dan hambatan-hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya Edwards mengidentifikasi faktor-faktor atau variabel krusial yang mempengaruhi implementasi sebagai variabel independen yang mempengaruhi proses dan kinerja implementasi, yaitu:komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap; dan struktur birokrasi.

Lebih jauh, George Edwards III, mengatakan bahwa masing-masing dari keempat faktor tersebut, selain secara langsung mempengaruhi implementasi kebijakan, akan tetapi juga secara tidak langsung masing-masing faktor berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya

Perspektif lain, dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975), sebagaimana dikutip Wibawa (1994: 19-20), mempertanyakan mengapa implementasi ada yang berhasil dan ada yang gagal. Berkaitan dengan itu, maka faktor-faktor penyebabnya harus dikaji. Dalam pembahasannya, mereka menjelaskan bahwa implementation performance yang merupakan dependent variable, sedangkan independent variable yang berpengaruh terhadap kinerja implementasi adalah :standar dan tujuan kebijakan, sumberdaya, komunikasi antar organisasi dan aktifitas pelaksanaan, karakteristik lembaga pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik, dan disposisi atau sikap implementor.

Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa suatu kebijakan tentulah menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. Keberhasilan kebijakan, pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut. Karena dijadikan kriteria penilaian, maka standar dan sasaran, dirumuskan secara spesifik dan konkrit, kejelasan standar dan sasaran tidak menjamin implementasi yang efektif apabila tidak dibarengi adanya komunikasi antar organisasi dan aktifitas pengukuhan yang didukung oleh sumberdaya. Semua pelaksana harus memahami apa yang diidealkan oleh kebijakan yang implementasinya menjadi tanggung jawab mereka.

Grindle (1980) dalam Wibawa (1994:22), menyatakan bahwa kinerja implementasi kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan dan konteks implementasi. Ide dasar Grindle, adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi implementasi biasanya tidak berjalan mulus, tergantung pada implementability dari program itu yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakan.

Isi kebijakan tersebut mencakup :kepentingan yang terpengaruhi oleh (1) kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, (2) jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajad perubahan yang diinginkan, (4) kedudukan pembuat kebijakan, (5) siapa pelaksana program, dan (6) sumberdaya yang dikerahkan. Kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang saling berbeda, lebih sulit diimplementasikan dibandingkan yang sedikit kepentingan. Sedangkan yang dimaksud dengan konteks kebijakan, adalah : (1) kekuasaan, (2) kepentingan dan strategi aktor terlibat, (3) kepatuhan serta daya tanggap pelaksana.

Bertolak dari uraian teorisasi tersebut di atas, disebutkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana terdapat variasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan keberhasilan implementasi yang tidak memiliki definisi tunggal, meskipun ada

Page 6: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

255 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

beberapa faktor yang memiliki kesamaan. Van Meter dan Van Horn, Grindle, dan George Edwards III sependapat bahwa sumberdaya dianggap berpengaruh pada proses implementasi kebijakan.

Sementara itu, Van meter dan Van Horn dengan George Edwards III, berpendapat bahwa sikap pelaksana dan komunikasi dianggap mempengaruhi proses implementasi kebijakan.

Bertolak dari uraian teorisasi tersebut di atas, disebutkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana terdapat variasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan keberhasilan implementasi yang tidak memiliki definisi tunggal, meskipun ada beberapa faktor yang memiliki kesamaan. Van Meter dan Van Horn, Grindle, dan George Edwards III sependapat bahwa sumberdaya dianggap berpengaruh pada proses dan implementasi kebijakan. Sementara itu, Van meter dan Van Horn dengan George Edwards III, berpendapat bahwa sikap pelaksana dan komunikasi dianggap mempengaruhi proses implementasi kebijakan.

Sikap pelaksana, merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan dapat dilakukan dengan baik, apabila para pelaksana memahami apa yang harus dikerjakan, mereka punya kemampuan untuk melakukannya, serta mempunyai sikap positip, yaitu keinginan untuk melakukannya. Sebaliknya, ketika sikap pelaksana berbeda dengan apa yang diputuskan, maka proses implementasi kebijakan menjadi lebih komplek dan dapat menimbulkan masalah. Apalagi ketika pelaksana menetapkan diskresi, sikapnya terhadap kebijakan mungkin dapat merintangi implementasi kebijakan yang efektif. (Edward III, dalam Tangkilisan, 2003 : 90). Van Mater dan Van Horn (dalam Winarno, 2002 :118) mengatakan bahwa salah satu unsur penting sikap pelaksana yang mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan adalah pemahaman pelaksana tentang tujuan maupun ukuran-ukuran dasar kebijakan. Implementasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara

menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi, sering diakibatkan ketidaktaatan terhadap kebijakan.

Menurut Edward III (dalam Tangkilisan, 2003 :19), bahwa persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan, adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan mesti tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Untuk keperluan itu, maka komunikasi sangat penting. Effendy (1995:5) mendefinisikan komunikasi adalah :

“ Secara pragmatis pengertian komunikasi adalah proses penyampaian pesan sesorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media”

Untuk keberhasilan komunikasi sebagai faktor pendukung implementasi, Edward III (dalam Winarno, 2002 :127-128) mensyaratkan 3 (tiga ) hal yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Labih lanjut Edward III, mengatakan persayaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

Jadi, untuk memberikan informasi mengenai kebijakan dan bagaimana melaksanakan langkah yang dilakukan adalah dengan mentransmisikan kebijakan untuk diimplementasikan. Namun menurt Edward III, ada hambatan dalam melaksanakan transmisi, yaitu pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan aturan yang telah ditetapkan, informasi melewati berlapis-lapis birokrasi, adanya persepsi yang selektif dan ketidakmauan aparat pelaksana untuk mengetahui ketentuan

Faktor kedua adalah kejelasan dalam hal komunikasi untuk memberikan kejelasan mengenai petunjuk pelaksanaan, sehingga kebijakan akan diimplementasikan sebagaimana mestinya. Sehubungan dengan faktor kedua, maka keharusan kesesuaian pesan dengan isi kebijakan semestinya dan tidak adanya distorsi pesan yang disampaikan.

Page 7: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 256

Konsistensi merupakan faktor ketiga yang dipersyaratkan Edward III, agar terlaksananya keberhasilan komunikasi. Sehingga, meskipun perintah-perintah yang disampaikan mengandung unsur kejelasan namun apabila tidak konsisten, maka perintah itu tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan melaksanakan tugasnya dengan baik.

Van Meter dan Van Horn, sebagaimana dikutip Winarno (2002:111), mengatakan bahwa sumberdaya layak mendapat perhatian, karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumberdaya dimaksud, mencakup dana atau perangsang lain (incentif), yang mendorong dan memperlancar implemantasi kebijakan. Berkaitan dengan sumberdaya, Edward III, dalam Winarno (2002:132), mengatakan bahwa perintah implementasi mungkin ditransmisikan secara akurat, jelas, dan konsisten, namun jika implementor kekurangan sumberdaya yang perlu untuk menjalankan kebijakan , maka implementasi inipun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumberdaya merupakan faktor terpenting dalam implementasi kebijakan.

Labih lanjut, dikatakan bahwa sumberdaya yang penting itu termasuk staf yang cukup, serta keahlian-keahlian yang sesuai dengan tugasnya, informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas, guna melaksanakan pelayanan publik. Staf, merupakan sumberdaya yang paling penting, dalam implementasi kebijakan. Jumlah staf, tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini, berarti bahwa jumlah staf yang banyak, tidak secara otomatis mendorong keberhasilan implementasi kebijakan. Dengan demikian, bahwa jumlah personil tersebut diimbangi dengan ketrampilan dan keahlian.

Implementasi Kebijaksanaan Desentralisasi fisikal di Indonesia

Seperti dimaklumi bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah terjadi perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara

Pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, yang dalam banyak literature disebut intergovemment fiscal relation yang dalam UU 33/2004 disebut perimbangan keuangan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, fisik dan moneter, peradilan, agama, dan administrasi pemerintahan yang bersifat strategis. Dengan pembagian kewenangan/fungsi tersebut pelaksanaan pemerintahan di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Kebijakasanaan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiscal mengandung pengertian bahwa kepada Daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Kebijaksanaan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggunjawab Daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada.

Sejalan dengan pembagian kewenangan yang disebutkan di atas, maka pengaturan pembiayaan Daerah dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD, pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban APBN dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiayai atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan.

Page 8: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

257 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal sebagai Dana Perimbangan.

Selain itu, Daerah juga diberikan kewenangan untuk melakukan pinjaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pinjaman tersebut dapat berupa pinjaman jangka pendek untuk membiayai kesulitan arus kas Daerah dan pinjaman jangka panjang untuk membiayai kebutuhan pengeluaran untuk penyediaan sarana dan prasarana Daerah.

Salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiscal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Kewenangan Daerah untuk memungkut pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 20 00 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanaannya dengan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan UU dan PP tersebut, Daerah diberikan kewenangan untuk memungkut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Penetapan jenis pajak dan retribusi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa jenis pajak dan retribusi tersebut secara umum dipungut di hampir semua Daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek merupakan jenis pungutan yang baik. Selain jenis pajak dan retribusi tersebut, Daerah juga diberikan kewenangan untuk memungut jenis pajak (kecuali untuk Provinsi) dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang.

Ditinjau dari kontribusi pajak Daerah dan retribusi Daerah, sampai saat ini distribusi kewenangan perpajakan antara Daerah dengan Pusat terjadi ketimpangan yang relative besar. Hal ini tercermin dalam

jumlah penerimaan pajak yang dipungut Daerah hanya sekitar 3,45% dari total penerimaan pajak (pajak Pusat dan Daerah). Demikian juga distribusi pajak Daerah antar Daerah juga sangat timpang sekali dan bervariasi (ratio PAD tertinggi dengan terendah mencapai 600). Peranan pajak dalam pembiayaan Daerah yang sangat rendah dan sangat bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang cukup besar dalam jumlah penduduk, kondisi geografis, dan kemampuan masyarakat.

Walaupun kewenangan pemajakan telah diberikan kepada daerah, namun dengan melihat basis pajak-pajak yang besar telah dikuasai oleh Pusat (yang tentunya dilakukan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tertentu), pemberian kewenangan tersebut tidak akan berdampak besar terhadap peningkatan PAD. Selama ini, PAD dalam pembiayaan kebutuhan Daerah di sebagian besar Daerah kurang dari 10% dan sangat bervariasi antar Daerah dari 10% hingga 50%.

Penguasaansumber-sumber penerimaan pajak oleh Pemerintah Pusat pada dasarnya dengan pertimbangan, antara lain, perlunya power yang besar dalam pemungutan pajak, dan perlunya efesien ekonomi (dalam kaitannya dengan administrasi pemungutan, mobilitas objek pajak, fungsi stabilisasi dan distribusi dari pajak). Hal ini menjadi alas an yang kuat bagi Pemerintah Pusat untuk memiliki basis pajak-pajak yang besar. Pajak Daerah

Sejalan dengan pemberian kewenangan kepada Daerah untuk mengenakan pungutan baru selain yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 jo PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, telah banyak menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Dengan kewenangan tersebut banyak Daerah telah menghidupkan kembali pungutan-pungutan yang dulunya telah dihapus/dilarang dengan UU Nomor 18 Tahun 1997. tindakan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi apabila Daerah mematuhi

Page 9: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 258

ketentuan yang berlaku, dimana telah ditetapkan secara tegas criteria dari pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh Daerah.

Sesuai ketentuan yang berlaku, Menteri Keuangan dapat merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri agar Peraturan Daerah (Perda) tentang pungutan yang bertentangan dengan ketentuan yang ada agar dibatalkan. Untuk sebanyak 1.129 Perda yang telah disampaikan kepada Pemerintah Pusat, Menteri Keuangan telah merekomendasikan sebanyak 80 Perda untuk dibatalkan. Menteri Dalam Negeri menindaklanjuti rekomendasi pembatalan PErda tersebut dengan menganjurkan kepada Daerah untuk meninjau kembali Perda tersebut dan untuk dibatalkan sendiri.

Permasalahan lain yang berkaitan dengan PAD adalah kewenangan perpajakan (taxing power) Daerah yang sangat terbatas yang tercermin dari rendahnya kontribusi PAD terhadap APBD (Rata-rata kurang dari 10%). Keadaan ini kurang mendukung akuntabilitas dari penggunaan anggaran Daerah, dimana keterbatasan dana transfer dari Pusat untuk membiayai kebutuhan Daerah idealnya dapat ditutup oleh Daerah dengan menyesuaiakan basis pajak atau tariff pajak Daerahnya. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila taxing power dari Daerah diperbesar.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daeah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan per Undang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah.

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun jenis pajak dan retribusi daerah menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 antara lain; (1) Jenis pajak propinsi terdiri dari:

a. Pajak kendaraan bermotor dan Kendaraan di aras air,

b. Bea balik nama c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor; d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok.

(2) Jenis pajak Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral bukan logam dan

batuan; g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan

dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

bangunan Pemerintah Daerah masih diberi

kewenangan untuk memungut pajak tambahan selain yang ditetapkan dalam Undang-Undang, namun harus memenuhi criteria-kriteria yang secara umum telah diterima, yaitu - Pajak tersebut harus tepat sebagai pajak-

pajak daerah dasar pengenaan pajak harus secara jelas berada di dalam, atau timbul dari dalam, lingkungan pemerintah daerah, dan khususnya berkaitan dengan kegiatan ekonomi dari daerah.

- Pajak tersebut harus dapat diterima secra politis baik pada tingkat nasional maupun daerah.

- Dasar pengenaan pajak tersebut tidak boleh tumpang tindih dengan biaya perijinan yang sebenarnya lebih bersifat pajak (pajak berganda).

- Pikiran hasil yang mungkin didapatkan dari sumber pendapatan yang baru tersebut cukup besar sebagai sumber tambahan pendapatan,

- Perkiraan hasil yang mungkin didapatkan dari sumber pendapatan yang baru tersebut cukup besar sebagai tambahan pendapatan, perkiraan tersebut juga harus didasarkan elastis tidaknya sumber penerimaan tersebut.

- Jumlah biaya kotor (termasuk dana transfer dari pusat untuk membiayai pengeluaran gaji) untuk pemungutan pajak

Page 10: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

259 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

harus lebih kecil dari hasil pengeluaran pajak tersebut.

- Pajak tersebut tidak boleh mempengaruhi kebijakan-kebijakan ekonomi nasional.

- Kecuali untuk alas an tertentu, pajak tersebut tidak boleh mengganggu alokasi sumber daya daerah, atau mengganggu perdagangan didalam atau antar daerah.

- Beban pajak harus dapat ditanggung baik oleh mayoritas penduduk yang secra langsung bertanggung jawab untuk membayarnya maupun oleh masyarakat akan sangat terpengaruh oleh dampaknya (melalui pengaruhnya pada harga barang dan jasa terkait)

- Pajak tersebut tidak boleh bersifat regresif (beban pajak tersebut tidak boleh ditanggung sebagaian besar oleh masyarakat yang kurang mampu).

- Pajak tersebut tidak boleh membedakan secara tidak adil diantara kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

- Pemerintah daerah harus dapat mengadministrasikan pajak tersebut secara efektif (yaitu dapat mengidentifikasikan semua, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari wajib pajak, menilai kemampuan setiap pajak secara cepat dan akurat, melaksanakan secara efektif penagihan pendapatan yang harus dibayar).

Pajak tersebut tidak boileh menghambat para wajib pajak untuk melakukan tindakan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pelestarian lingkungan. Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten / Kota selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi criteria sebagai berikut : a. bersifat pajak dan bukan Retribusi; b. objek pajak terletak atau terdapat di

wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten / Kota yang bersangkutan;

c. objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum;

d. objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan / atau objek pajak Pusat;

e. potensi memadai;

f. tidak memberikan dampak ekonomi yang negative;

g. memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan

h. menjaga kelestarian lingkungan. Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 07 Tahun 2009 Tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan

Retribusi Persampahan/Kebersihan Kota Tanjungbalai. Retribusi persampahan/kebersihan termasuk dalam Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi Jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi Pelayanan persampahan/Kebersihan adalah pemungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada Masyarakat atas Jasa Penyelenggaraan Pelayanan Persampahan/Kebersihan di Kota Tanjungbalai. Sampah adalah limbah yang berbentuk padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan manusia terdiri dari bahan organic logam atau non organic terbakar akan tetapi tidak termasuk buangan biologis. Tinja adalah limbah yang berasal dari buangan biologis.

Retribusi Pelayanan Persampahan/kebersihan dipungut retribusi terhadap pelayanan yang diberikan Pemerintah Daerah dalam pengambilan, pengangkatan dan pembuangan atau penyediaan lokasi pembangunan pemusnahan sampah rumah tangga dan industry perdagangan. Objek Retribusi adalah Pelayanan Persampahan/kebersihan atas Persil yang ada di Daerah. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang mendapat Pelayanan Persampahan/ kebersihan.

Retribusi Pelayanan Persampahan Kebersihan termasuk golongan retribusi jasa umum. Tingkat Penggunaan Jasa Persampahan/ Kebersihan diukur berdasarkan luas bangunan, volume sampah yang dilayani serta kemudahan pelayanan. Prinsip dan Sasaran dalam penetapan tarif retribusi dimasukkan untuk biaya pengumpulan, pengangkutan, penampungan, pemusnahan/pengolahan sampah, biaya penyediaan lokasi tempat penampungan akhir dan biaya administrasi yang

Page 11: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 260

mendukung penyediaan jasa. Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Atas jasa Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan Persampahan/ Kebersihan Pemerintah Daerah mengenkan retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan ini dikenakan kepada semua pemilik atau pensil dalam Kota Tanjungbalai. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menetapkan besarnya retribusi terutang. Retribusi terutang terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Tata cara pemungutan adalah pemilihan retribusi tidak dapat diborongkan. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain dipersamakan. Retribusi terutang dipungut di wilayah Daerah Kota Tanjungbalai. Dalam hal sanksi i wajib retribusi tidak membayar tepat waktu atau kurang bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah. Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas. Pembayaran retribusi daerah harus dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD. Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan Retribusi Daerah harus disetor ke Kas Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Pengeluaran surat teguran pemungutan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera, setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. Surat Teguran dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.

Penagihan retribusi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutang retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. Kadaluarsa penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) pasal ini, tertangguh apabila : Diterbitkan surat teguran atau surat paksaan atau, ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung atau tidak langsung. Piutang retribusi yang mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa dapat dihapus. Kepala Daerah menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi Daerah yang sudah kadaluarsa.

Ketentuan pelayanan persampahan/ kebersihan, setiap warga masyarakat diwajibkan untuk memelihara kebersihan dan keindahan tempat kediaman atau usaha kerja serta lingkungannya. Untuk menunjang kegiatan kebersihan lingkungan, seluruh warga masyarakat wajib mendukung dan berpartisipasi dalam pengolahan lingkungan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Sebagai populasi dari penelitian ini adalah seluruh stakeholders yang terlibat dalam Kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan Teknik pengumpulan data menggunakan metode Wawancara, dan Kuesioner. Sementara itu teknik analisis datanta menggunakan deskriptif. PEMBAHASAN Variabel Penelitian

Faktor-faktor yang diukur dalam implementasi Retribusi Persampahan/ Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai adalah meliputi komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan, struktur birokrasi, dan hasil yang diperoleh.

Tabel 1. Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Kebijakan dalam Retribusi

Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

39 4 0

90,70 9.30 0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber : Angket Penelitian, 2012 Berdasarkan tabel di atas

menunjukkan bahwa sebahagian besar (90,70 persen) responden menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang adanya kebijakan Retribusi

Page 12: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

261 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

Persampahan/Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai yang dilaksanakan di wilayah mereka, sedangkan yang kurang mengetahi sebesar 9,3 persen dan tidak ada seorang responden pun yang menyatakan tidak mengetahui. Hal ini berarti bahwa secara umum masyarakat yang terkait dengan kebijakan Retribusi Persampahan/ Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai telah mengetahui adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjung Balai.

Tabel 2. Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Tujuan Retribusi Persampahan No Kriteria Jawaban F %)

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

22 2 0

91,7 8,3 0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber : Angket Penelitian, 2012 Pengetahuan mereka tentang

kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai terkait dengan pengetahuan tentang tujuan Program tersebut. Seperti terlihat pada tabel di atas menunjukan bahwa besarnya mereka yang mengetahui tujuan program adalah sama besarnya dengan mereka yang mengetahui adanya program tersebut, yaitu sebesar 90,7 persen. Demikian juga halnya dengan yang kurang mengetahui, yaitu sebesar 9,3 persen. Seperti diketahui bahwa tujuan kebijakan Retribusi Persampahan/ Kebersihan di Kota Tanjungbalai secara umum adalah untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Tabel 3. Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Adanya Perangkat Aturan

dalam Kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

37 6 0

86,05 13,95

0,0 JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Dalam kaitannya dengan tingkat pengetahuan responden tentang adanya perangkat aturan dalam kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjung Balai,

sebesar 86,05 persen responden menyatakan mengetahui dan 13,95 persen lainnya menyatakan kurang mengetahui serta tidak ada seorangpun responden yang tidak mengetahuinya, seperti terlihat pada tabel 5.7 di atas.

Tabel 4 Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Adanya Peraturan Tertulis dalam Pelaksanaan Kebijakan Retribusi

Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

40 3 0

93,02 6,98 0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber : Angket Penelitian, 2012 Berdasarkan tabel 5.8 di atas

menunjukkan bahwa hapir seluruhnya (95,8 persen) responden menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang adanya aturan tertulis dalam kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjung Balai, dan hanya 6,98 persen atau tiga orang responden saja yang menyatakan kurang mengetahui serta tidak seorang pun yang menyatakan tidak mengetahui tentang adanya aturan tertulis dalam program tersebut. Hal ini berarti bahwa secara umum responden telah mengetahui adanya aturan yang tertulis dalam pelaksanaan program tersebut.

Tabel 5. Pendapat Responden Tentang Pemahaman Peraturan dalam Kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

40 3 0

93,02 6,98 0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Salah satu hal penting untuk

keberhasilan suatu program adalah adanya peraturan yang dapat dipahami oleh baik aparat pelaksana maupun oleh masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebahagian besar responden (93,02 persen) menyatakan telah telah dapat memahami tentang aturan yang ada, sedangkan yang kurang memahami sebesar 6,98 persen.

Demikian juga halnya dengan pengetahuan tentang hak dan kewajiban dalam kebijakan, sebahagian besar responden (88,37 persen) responden

Page 13: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 262

menyatakan telah mengetahuinya. Bagi responden yang menyatakan menyatakan kurang mengetahui sebesar 9,30 persen dan 2,33 persen atau saturang responden lainnya yang menyatakan tidak mengetahui tentang hak dan kewajiban dalam program tersebut. Tabel 6. Pendapat Responden Tentang Hak dan Kewajiban dalam Kebijakan Retribusi

Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F. %

1 2 3

Memahami Kurang memahami Tidak memahami

38 4 1

88,37 9,30 2,33

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Sesuai dengan ketentuan tentang Implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjung Balai, dinyatakan bahwa setiap komponen pelaksana kebijakan (pengusaha, wajib retribusi dan aparat) masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya dalam kebijakan tersebut.

Tabel 7. Pendapat Responden Tentang Perkembangan Kegiatan dalam Kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

38 5 0

88,37 11,63

0,0 JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Perkembangan kegiatan dalam

kebijakan merupakan hal penting yang sangat menentukan dalam keberhasilan kebijakan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebesar 88,37 persen responden menyatakan mengetahui tentang perkembangan kegiatan tersebut dan 11,63 persen yang menyatakan kurang mengetahuinya. Keadaan ini menunjukkan bahwa masih terdapat sebahagian responden yang kurang mengetahui tentang perkembangan kegiatan-kegiatan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan tersebut.

Sumber-sumber yang penting dalam suatu pelaksanaan meliputi staf-staf dengan keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas dan informasi, wewenang dan fasilitas-fasilitas di dalam menerjemahkan suatu peraturan dalam pelaksanaannya. Staf tersebut haruslah memadai jumlahnya dalam

melaksanakan sesuatu program, namun tidak hanya jumlah tetapi juga harus didukung oleh keahlian yang baik dalam tugas tersebut. Informasi menyangkut bagaimana melaksanakan sesuatu hal dan ketaatan dari personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Peranan pemerintah dalam penentuan cara pengelolaan seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Pendapat Responden Tentang Bentuk Aturan Pmerintah dalam Kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Membimbing/mengarahkan Mempersilahkan memilih sendiri Memaksa/menekan

39 4 0

90,70 9,30 0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Untuk keberhasilan suatu program hal

penting yang harus diketahui oleh aparat pelaksana adalah tentang kejelasan aturan yang ada. Seperti terlihat pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden (90,70 persen) menyatakan bahwa bentuk aturan dalam kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan bersifat membimbing atau mengarahkan sehingga aparat pelaksana dapat dengan mudah melaksanakannnya. Hanya terdapat 9,30 persen responden yang menyatakan bahwa aturan tersebut menunjukkan pada pelaksanan untuk memepersilahkan memilih sendiri dalam pelaksanaan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan tersebut. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan telah dapat dipahami sebagai petunjuk dan pedoman dalam pelaksanaan program tersebut. Maksudnya disini agar kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenag. Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan harus sesuai dengan peraturan yang berelaku baik Peraturan Tingkat Pusat, Propinsi, Kota, juga sesuai dengan ketentuan yang dibuat pada tingkat teknis dan operasional.

Page 14: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

263 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

Tabel 9 Pendapat Responden Tentang Ketersediaan Sumberdaya Alam dalam

Mendukung Kelancaran Program No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung

40 3 0

93,02 6,98 0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Berdasarkan tabel di atas

menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya alam yang ada belum sepenuhnya dapat mendukung kelancaran kegiatan yang dilakukan dalam kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan tersebut. Hampir seluruhnya (93,02 persen) responden yang menyatakan bahwa ketersediaan sumberdaya alam mendukung kegiatan dilakukan. Responden yang menyatakan bahwa sumberdaya alam kurang mendukung kegiatan yang dilakukan mencapai 6,98 %.

Tabel 10. Pendapat Responden Tentang Kecukupan Dana untuk Mengelola Kegiatan

yang Dilakukan dalam Kebijakan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Memadai Kurang memadai Tidak memadai

31 7 5

72,09 16,28 11,63

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Hal lain yang sangat penting dalam

suatu kegiatan kegiatan adalah ketersediaan dana untuk menunjang usaha tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dana operasional yang digunakan dalam rangka kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan belum sepenuhnya dapat mencukupi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan tersebut. Sekitar tigaperempat dari responden yang menyatakan bahwa dana yang diberikan telah memadai untuk menjalankan kegiatan yang dilakukan, sedangkan 16,28 persen lainnya menyatakan bahwa dana tersebut kurang memadai.

Hal ini berarti bahwa dana yang disediakan oleh pemerintah kota dalam melaksanakan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan ternyata belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan aparat pelaksanat karena terbatas.

Tabel 11Pendapat Responden Tentang Dukungan Prasarana untuk Menjalankan

Kebijakan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung

32 8 3

74,42 18,60 6,98

JUMLAH 43 100,0

Sumber : Angket Penelitian, 2012 Hal lain yang juga penting untuk

kelancaran suatu kegiatan atau program adalah adanya dukungan prasarana seperti transportasi yang lancar sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan yang dilakuykan oleh aparat pelaksana. Dukungan prasarana tersebut sekitar 74,42 persen responden yang menyatakan mendukung sedangkan 18,60 persen lainnya menyatakan kurang mendukung dan tidak mendukung.

Untuk keberhasilan suatu kebijakan maka kecenderungan-kecenderungan para pelaksana sangat menentukan dalam pelaksanaan, tingkah laku mereka terhadap kebijkan dan peraturan yang telah ditentukan sebelumnya mempengaruhi hasil selanjutnya. Tingkah laku ini juga menyangkut cara pandang terhadap sesuatu hal atau kebijaksanaan. Dalam pelaksanaan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan ini adalah sangat penting dan menentukan keberhasilan kebijakan tersebut, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 12. Pendapat Responden Tentang Peranan Pemerintah dalam Kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Berperan Kurang berperan Tidak berperan

36 7 0

83,72 16,28

0,0 JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Berdasarkan tabel di atas

menunjukkan bahwa sebanyak 83,72 persen responden menyatakan bahwa Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai telah berperan dalam memberikan penyuluhan dalam pelaksnaan kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan dan 16,28 persen lainnya menyatakan kurang berperan.

Page 15: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 264

Tabel 13 Pendapat Responden Tentang Wajib Retribusi Dalam Kebijakan Retribusi

Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Berperan Kurang berperan Tidak berperan

38 5 0

88,37 11,63

0,0 JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Peranan wajib retribusi adalah sangat

penting dan mentukan untuk keberhasilan suatu kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan. Seperti terlihat pada tabel 5.18 di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar responden (88,37 persen) menyatakan bahwa pengusaha rekalame sangat berperan dalam kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan. Responden yang menyatakan bahwa pengusaha reklame kurang berperan sebesar 11,63 persen dan tidak seorangpun responden yang menyatakan bahwa pengusaha tidak berperan dalam kegiatan tersebut.

Tabel 14 Pendapat Responden Tentang Peranan Wajib Retribusi Persampahan/ Kebersihan Dalam Kebijakan Retribusi

Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Berperan Kurang berperan Tidak berperan

35 6 3

81,40 13,95 6,98

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Tabel di atas menunjukkan tentang

peranan wajib Retribusi

Persampahan/Kebersihan menunjukkan

cukup bereperan di mana 81,40 persen

responden menyatakan bahwa wajib

Retribusi Persampahan/Kebersihan

berperan dalam keberhasilan kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan

tersebut, sedangkan yang menyatakan

kurang dan tidak berperan sebesar 18,60

persen.

Tabel 15 Pendapat Responden Tentang Keterpaduan Komponen Pelaksanan Dalam

Kebijakan Retribusi Persampahan/ Kebersihan

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Ada keterpaduan Kurang keterpaduan Tidak ada keterpaduan

38 5 0

88,37 11,63

0,0

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Tabel di atas menunjukkan tentang

keterpaduan komponen pelaksana dalam implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan yang secara umum (88,37 persen) responden menyatakan ada keterpaduan. Komponen-komponen yang terlibat dalam pelaksanaan implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan adalah dinas pertanaman, pengusaha reklame dan wajib Retribusi Persampahan/Kebersihan. Namun demikian masih juga dijumpai adanya kurang keterpaduan diantara komponen yang terlibat, yaitu sebesar 11,63 persen responden yang menyatakan masih terjadinya kekurang terpaduan dalam implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan tersebut. Dan berdasarkan tabel di atas tidak seorang responden pun yang menyatakan tidak ada keterpaduan dalam diantara komponen pelaksana implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan tersebut.

Tabel 16 Pendapat Responden Tentang Pengaruh dari Luar Komponen yang Terlibat

dalam implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Sering Kadang-kadang Tidak ada

10 33 0

23,26 76,74

0,0 JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Dalam implementasi kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan tersebut tidak terlepas dari adanya pengaruh atau tekanan dari pihak luar komponen yang terlibat dalam pelaksanaan. Seperti terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebesar 23,26 persen responden menyatakan bahwa sering ada pengaruh atau tekanan dari pihak luar komponen pelaksana dan 76,74 persen lainnya menyatakan kadang-kadang saja adanya

Page 16: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

265 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

pengaruh atau tekanan dari pihak luar tersebut.

Tabel 17 Pendapat Responden Tentang Hambatan dalam Perencanaan

implementasi kebijakan Retribusi Persampahan/Kebersihan

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Banyak hambatan Sedikit hambatan Tidak ada hambatan

6 22 15

13,95 51,16 34,88

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Tabel di atas menunjukkan bahwa

lebih separunya dari responden (51,16 persen) menyatakan bahwa sedikat hambatan dalam prencanaan atau penyusunan program. Hambatan tersebut berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya manusia yang ada pada tingkat aparat. Sepertiga lainnya responden (34,88) menyatakan tidak ada hambatan dan yang menyatakan banyak hambatan dalam perencanaannya 13,95 persen.

Demikian juga halnya hambatan dalam pelaksanaan, lebih dari separuhnya (60,47 persen) responden menyatakan tidak ada hambatan dan 20,93 persen yang menyatakan sedikit hambatan. Responden yang menyatakan banyak hambatan sebesar 18,60 persen, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 18 Pendapat Responden Tentang Hambatan dalam implementasi kebijakan

Retribusi Persampahan/Kebersihan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Banyak hambatan Sedikit hambatan Tidak ada hambatan

8 9

26

18,60 20,93 60,47

JUMLAH 43 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Analisa Data a. Peraturan Hukum

Pemerintah Kota Tanjungbalai telah mengeluarkan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum kegiatan pengelolaan kebersihan yang ada di Kota Tanjung Balai. Peraturan Daerah tersebut tertuang dalam Perda Nomor 07 Tahun 2009 . Maksud dari dibuatnya perda tersebut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat agar terwujud lingkungan yang bersih, sehat, tertib, aman, rapi dan indah.

Dalam pelaksanaannya masih banyak hal yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan dalam Perda tersebut. Misalnya saja dalam perda tersebut terdapat kewajiban anggota masyarakat untuk menjaga kebersihannya dan membayar retribusi sampah, tetapi hal ini belum berjalan dengan baik. Sosialisasi mengenai perda ini sebaiknya harus terus dilaksanakan sebagai bagian dari sistem penanggulangan masalah sampah.

Kegiatan-kegiatan larangan yang mempunyai sanksi harus dilaksanakan dengan tegas, hal ini untuk mendidik dan membangun norma pada masyarakat agar dapat berpartispasi dalam menjaga kebersihan di lingkungannya. Penindakan terhadap anggota masyarakat yang membuang sampah sembarangan di parit, saluran air, sungai dan di tempat umum merupakan contoh yang dapat digunakan. Peneliti melihat bahwa larangan-larangan yang ada dalam perda ini tidak diikuti dengan sanksi yang jelas sehingga larangan yan ada hanya bersifat imbuhan. Sebaiknya perda tesebut diikuti oleh aturan lain yang dapat memberikan sanksi yang jelas bila anggota masyarakat melanggar larangan tesebut. Masih banyak anggota masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan menumpuknya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, tetapi itu menjadi hal yang lumrah di masyarakat kita. Hal ini membuktikan dalam Perda Nomor 5 Tahun 2003 belum memberikan imbas yang significant pada kebiasaan masyarakat mengelola sampah.

Untuk memperlancar tugas-tugas Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai dan untuk mendukung Perda Nomor 5 Tahun 2003 haruslah dibarengi dengan cara penindakan secara hukum ataupun memberikan sanksi hukum kepada masyarakat yang membuang sampah secara sembarangan dan yang tidak mau membayar retribusi sampah serta kepada masyarakat yang membayar tetapi belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Institusi/Organisasi Secara organisasi Dinas Kebersihan

dan Pasar Kota Tanjungbalai berusaha melakukan dan menjalankan fungsi sebagai organisasi yang efektif, dengan membagi tugas sesuai struktur yang dibuat. Hirarki dalam organisasi juga dilaksanakan dan telah

Page 17: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 266

dibuat tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan oleh masing-masing pelaksana. c. Sumber Daya Manusia Pengelola

Sampah Sumber daya manusia yang

menjalankan roda organisasi dirasakan masih sangat tidak mencukupi dan tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan. Dari data mengenai pendidikan SDM terlihat jelas bahwa tingkat pendidikan masih jauh seperti yang diharapkan. Belum lagi bila dikaitkan dengan kebutuhan ilmu spesifik mengenai masalah sampah maka dapat dikatakan bahwa Institusi ini masih sangat kekurangan (nyaris tidak ada ahli mengenai sampah).

Peneliti menilai bahwa Pemerintah Kota Tanjungbalai pada saat ini belum mempunyai tenaga-tenaga yang berkompeten dan ahli dalam persampahan. Untuk itu perlu difikirkan memasukkan tenaga-tenaga ahli mengenai sampah sebagai bagian dari SDM Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjung Balai. Dalam pandangan peneliti Pelaksana Dinas boleh saja seorang birokrat, tetapi staf pendukungnya harus benar-benar ahli mengenai kebersihan dan persampahan. d. Teknik dan Operasionalisasi

Pengelolaan Sampah Dalam pengelolaan sampah yang

dilakukan oleh Pemerintah Deli Serdang masih memakai pola tradisional dimana kegiatan utama yang dilakukan dibagi dalam 4 kegiatan utama yaitu: . a. Pewadahan, dalam kegiatan ini masih

menyatukan segala bentuk sampah, sehingga bercampurnya sampah organik dan anorganik menyebabkan sampah tidak dapat dikelola dengan baik. Di negara-negara maju sudah dilaksanakan model pewadahan yang disesuaikan dengan jenis sampah, sehingga bentuk sampah organik dan anorganik terpisah secara rapi.

b. Pengumpulan, pengumpulan dengan menggunakan tenaga manual dan kebanyakan menggunakan kereta sorong yang sudah tua mengakibatkan pengumpulan sampah berjalan lambat.

c. Pengangkutan, dengan kereta sorong dan pick-up/truk dengan rute yang jauh berkeliling kota dan menggunakan

fasilitas jalan raya umum sehingga sering mengganggu kenyamanan publik dan banyak sampah yag tercecer di jalan.

d. Pembuangan/pemusnahan, pembuangan masih menggunakan area yang luas, area yang digunakan untuk pembuangan sampah tersebut ada dua tempat yaitu TPA Namo Bintang dan TPA Terjun. Sistem pemusnahan sampah biasanya dengan mengubur dan membiarkan membusuk atau dibakar. Untuk kegiatan ini perlu diupayakan bentuk pemanfaatan seperti daur ulang dan lainnya.

e. Sarana dan Prasarana

Selanjutnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah masih perlu ditingkatkan, mengingat sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kecamatan Kota Tanjungbalai sudah tidak sesuai dengan volume sampah yang dihasilkan oleh Kota Tanjung Balai. Sarana dan Prasarana untuk pengelolaan kebersihan/sampah sudah selayaknya dimodernkan dan direncanakan untuk menghadapai masa depan.

f. Pembiayaan/Dana Pembiayaan kebersihan dan masalah

sampah sudah selayaknya menjadi salah satu perhatian pemerintah. Pembiayaan masalah kebersihan yang diharapkan datang dari masyarakat merupakan hal yang harus diutamakan. Dari hasil wawancara dengan Kepala Tata Usaha Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai didapatkan informasi bahwa bila masyarakat sadar akan kewajiban membayar retribusi kebersihan maka pendanaan untuk pengelolaan masalah kebersihan akan sangat terbantu sekali.

g. Peran Serta Masyarakat Kalau kita menilik tingkat partisipasi

masyarakat atau keikut sertaan dalam hal pengelolaan sampah ini sebagian besar masih bukan berangkat dari kesadaran dan kebutuhan, akan tetapi masih terlebih dikarenakan paksaan secara tidak langsung dari peraturan-peraturan yang berlaku. Dalam hal ini ke depannya perlu ditanamkan kesadaran untuk lebih berperan serta dalam pengelolaan kebersihan secara bersama-sama dan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama akan kebersihan, sebab masalah kebersihan pada dasarnya harus

Page 18: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

267 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

melibatkan seluruh insan dan komponen bangsa ini, karena masalah ini adalah kebutuhan mendasar dan kebutuhan bersama seluruh manusia.

Peneliti tidak mendapatkan data yang jelas mengenai standar operasional pengelolaan sampah sehingga sangat sulit sekali bagi peneliti untuk membandingkan sistem pengengelolaan tersebut.

h. Standar Pelayanan Standar pelayanan terdiri dari berbagai

macam bagian yaitu: 1. Prosedur pelayanan

Rancangan pengelolaan dan pelayanan sampah pada dasarnya sudah cukup sederhana dan alur pelaksanaannya juga tidak berbelit -belit. Dalam hal retribusi pelayanan kebersihan ini sebenarnya pemerintah tidak ingin membebani masyarakat dan membedakan masyarakat melalui pelayanan karena penciptaan kebersihan adalah salah satu tanggung jawab pemerintah.

Bentuk kesederhanaan prosedur yang diberikan pemerintah adalah bahwa seluruh komponen masyarakat diberi pelayanan kebersihan jika masyarakat tersebut memberikan sumbangsih mereka dalam hal dana retribusi sebagai dana penunjang kinerja pemerintah. Jadi semua masyarakat yang wajib retribusi sampah memiliki hak mendapatkan pelayanan kebersihan.

2. Kecepatan Petugas Dalam Melakukan Tugas

Dalam hal pelayanan pelaksanaan kinerjanya para petugas pelaksana sudah memiliki penilaian bagus dari masyarakat, dimana para petugas mampu melaksanakan tugas sesuai jadwal dan waktu kerja yang ditentukan.

Kondisi ini harus terus dipertahankan dan dikembangkan sehingga kekecewaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dapat diminimalisir.hal ini juga menjadi point penting untuk meningkatkan kepuasan masyarakat yang akhirnya akan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kesadaran masyarakat untuk ikut lebih berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam menangani masalah kebersihan lingkungan.

3. Keadilan Petugas Dalam Memberikan Pelayanan

Berbicara mengenai rasa keadilan yang diterima oleh masyarakat dalam pelayanan ini masih ternoda oleh pendapat sebagian masyarakat yang merasa adanya deskriminasi dalam hal pelayanan pemerintah untuk pengelolaan sampah. Dimana menurut sebagian masyarakat terdapat pembedaaan fasilitas yang diterima oleh masyarakat. Sebagai suatu contoh adanya suatu kompleks yang menerima fasilitas lebih dari pemerintah dalam hal prasarana penunjang kebersihan yang tidak didapatkan oleh masyarakat lainnya.

Akan tetapi setelah mengadakan konfirmasi terhadap yang berwenang dalam hal ini, penulis menerima konfirmasi bahwa hal tersebut disesuaikan dengan perbedaaan kontribusi masyarakatnya, dalam artian suatu kompleks bisa saja memiliki tarif retribusi pelayanan sampah yang lebih tinggi dari lingkungan atau komplek lainnya, sehingga mereka diberi fasilitas lebih sesuai dengan sumbangsih mereka.

Melihat dari fenomena di atas maka dapat dilihat adalah masih kurangnya sosialisasi dari pemerintah atau aparat petugas kepada masyarakat tentang informasi ketentuan yang berlaku. Hal ini harus diselesaikan atau dituntaskan agar tidak terdapat lagi kesalahan pengertian antara masyarakat dengan pemerintah dan juga antara sesama masyarakat.

4. Kewajaran Biaya

Dalam hal retribusi atau beban yang dikenakan terhadap masyarakat atas pelayanan yang diterima dimana mayoritas masyarakat merasa hal tersebut sudah pantas dan wajar sesuai dengan pelayanan yang mereka terima. Hal ini menunjukkan mulai tumbuhnya kesadaran dan tanggungjawab masyarakat untuk berperan serta dan bekerjasama dengan pemerintah demi pengwujudan kebersihan. Dalam hal pembiayaan ini memang pada dasarnya pemerintah berhati-hati dalam menentukannya, dimana pemerintah dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai berupaya memberikan yang terbaik bagi masyarakat dengan upaya mengenali tingkat kebutuhan masyarakatnya dan disesuaikan dengan tingkat

Page 19: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 268

pendapatannya. Dalam hal ini pemerintah mengadakan klasifikasi retribusi sampah yang membedakan retribusi yang harus dibayarkan oleh wajib retribusi sampah sesuai dengan hasil sampah yang dihasilkan oleh si pengguna jasa dan juga berdasarkan fasilitas yang diterima si wajib retribusi sampah tersebut. Sebagai contoh adalah pembedaan besarnya biaya retribusi antara perumahan elit dengan perumahan biasa, hal ini dibedakan sesuai dengan fasilitas yang mereka terima, perbedaan pembiayaan antara industri dengan retribusi rumah tangga. Hal ini diharapkan menjadi suatu sistem yang akan berdampak baik kepada semua pihak.

5. Kenyamanan Lingkungan Sistem pelayanan kebersihan yang ada

saat ini masih perlu ditingkatkan dimana dalam hal kerapian dan tata kerja yang teratur sehingga tidak menyebabkan kondisi yang semberawut.

Dalam pelaksanaan tugas para petugas kebersihan diharapakan lebih mampu mengelola, mengatur serta merawat dan menempatkan sarana dan prasarana yang ada secara tertib sehingga tidak mengganggu kenyamanan lingkungan. Adanya indikasi atau kesan yang kurang rapi dan kurang bersih maupun teratur dari penggunaan alat-alat perlengkapan dapat menimbulkan rasa kurang nyaman bagi masyarakat setempat. Misalnya dalam hal ini adalah penempatan bak sampah penampungan sementara yang terlalu dekat dengan pemukiman atau terlalu banyak memakan tempat, hal ini akan mengganggu rasa nyaman dan tentram dari masyarakat.

Jadi ke depannya perlu ada suatu manajeman yang lebih baik terhadap perangkat-perangkat kebersihan baik dari segi fisik sarana maupun penempatan sarana tersebut guna menghindari perusakan rasa nyaman dan aman para penerima jasa.

Jika melihat hasil penelitian dan merangkum mengenai sistem pengelolaan sampah yang meliputi Peraturan Hukum, Institusi/Organisasi, SDM Pengelolaan Sampah, Teknik dan Operasional, Prasarana dan Sarana, Pembiayaan/Dana dan Peran serta Masyarakat peneliti melihat masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki terutama dalam menyediakan SDM yang

berkompetensi dengan pekerjaan di Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai dan menggerakkan partisipasi masyarakat. Kelemahan-kelemahan tersebut membuat performa pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai menjadi kurang efektif dan efisien.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka peneliti merumuskan kesimpulan sebagai berikut: 7) Implementasi Peraturan Daerah Kota

Tanjungbalai Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan pada Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai yang dilihat dari aspek komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan dan struktur birokrasi belum berjalan secara efektif. Belum efektifnya implementasi kebijakan tersebut disebabkan karena keterbatasan sumber-sumber yang ada baik sumberdaya manusia, keuangan maupun sarana dan prasarana yang ada.

8) Sistem pengelolaan sampah di Kota Tanjungbalai masih mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu : a. Peraturan Hukum yang melandasi

kegiatan pengelolaan kebersihan dan persampahan sudah cukup memadai, tetapi perlu kembali disosialisasikan mengenai hak dan kewajiban warga, larangan, sanksi dan lain sebagainya. Selain itu perlu dilakukan tindakan penegakan hukum (law enforcement) dalam masalah persampahan, sehingga masyarakat akan mendapat contoh dan patuh pada apa yang telah diatur dalam peraturan.

b. Organisasi dan SDM pengelolaan sampah masih perlu dibenahi terutama melihat kebutuhan akan tenaga ahli dan SDM yang mempunyai spesifikasi ilmu yang sesuai dengan kegiatan kebersihan dan penanganan sampah. Sangatlah tidak relevan bila masalah sampah hanya dijalankan oleh birokrat saja tanpa menggunakan tenaga ahli yang sesuai dengan kompentensi pekerjaan kebersihan dan sampah.

Page 20: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

269 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

c. Teknik dan Operasional masih dijalankan dengan model lama/tradisonal sehingga perlu dikembangkan model yang lebih maju dengan mempertimbangkan kemajuan yang akan dicapai banyak yang tertinggal dan manual, sehingga sangat menyulitkan dan memperlambat kinerja dalam penanggulanagan sampah. Sudah saatnya Pemerintah Kota Tanjungbalai memikirkan dan merencanakan sarana dan prasarana yang lebih maju dan sesuai dengan kebutuhannya sebagai salah satu kota besar di Indonesia.

d. Pembiayaan/Dana yang berasal dari masyarakat masih belum optimal sehinggga perlu digalakkan kembali partisipasi masyarakat dalam membayar retribusi kebersihan. Masyarakat seharusnya sudah tersadarkan bahwa dengan membayar retribusi, pelayanan yang diberikan dapat semakin baik.

9) Standar operasional dalam pengelolaan sampah di Kota Tanjungbalai masih sangat kabur, sehingga tidak ada standar operasional yang baku yang dijadikan acuan secara mutlak dalam pengelolaan sampah di Kota Tanjungbalai Serdang

10) Secara umum Pemerintah Kota Tanjungbalai dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pasar Kota Tanjungbalai seharusnya sudah mulai membangun rencana sistem pengelolaan sampah untuk masa depan, sehingga permasalahan sampah pada masa depan dapat ditekan dan dihilangkan.

Saran-Saran 4) Perlu dilakukan penyuluhan hukum pada

masyarakat melalui media yang lebih menarik untuk mensosialisasikan mengenai hak dan kewajiban warga, larangan, sanksi dan lain sebagainya. Untuk penegakan hukum, Dinas terkait dapat membuat satuan tugas untuk melakukan tindakan penegakan hukum (law enforcement) dalam masalah persampahan, sehingga masyarakat akan mendapat contoh dan patuh pada apa yang telah diatur dalam peraturan.

5) Menggiatkan kembali penarikan

retribusi sampah dari masyarakat untuk pembiayaan kebersihan dan pengelolaan sampah. Pemerintah dapat membuat metode yang lebih menarik agar masyarakat menjadi lebih tergerak membayar retribusi tersebut.

6) Pemerintah Kota Tanjungbalai sudah sepantasnya merencanakan dan menciptakan cetak biru (blue print) sistem pengelolaan sampah Kota Tanjungbalai masa depan, dengan mempertimbangkan kemajuan yang akan dicapainya.

DAFTAR PUSTAKA Anderson, James E., 1975, Public Policy

Making. New York: Holt, Renehart and Winston.

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Abdul Hakim. 2006. Reformasi Penglolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.

Dunn, William N., 1999, Analisis Kebijakan

Publik, Yogjakarta: Gadjah Mada

University Press.

Dye, Thomas R., 1995, Understanding

Public Policy, New Jersey: Prentice

Hall. Edward III, 1980. Implementation Public

Policy. Washington DC : Congresional Quarter Press.

Gibson, James L. Organisasi dan Manajemen, Penerbit Erlangga. Jakarta. 1990

Grindle, Merilee S., (ed), 1980, Politics and

Apolicy Implementation in the Third

World, new jersey: Princetown

University Press. Handayaningrat, Soewarno, 1993.

Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: GunungAgung.

Islamy, M. Irfan, 2000, Prinsip-Prinsip

Perumusan Kebijakan Negara,

Jakarta: Sinar Grafika.. Jones, Charles O., 1991. Pengantar Kebijakan

Publik. Jakarta: Rajawali Pers.

Page 21: IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 270

Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier,

1983, Implementation and Public

Policy, New York: HarperCollins.

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn, 1975, "The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework dalam Administration and Society 6, 1975, London: Sage.

Miles, Mathew B. dan Huberman, Michael A., 1992, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Tjejep Rohendi, UI Press, Jakarta.

Moenir, A.S., 2001, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.

Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nugroho D, Riant, 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Purwanto, Erwan Agus & Dyah Ratih Sulistyatutu, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-Masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media.

Osborne, David, dan Ted Gaebler, 1993, Reinventing Government: How the Enterpreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, New

York: Plume Book. Republk Indonesia, 2004. Undang Undang

Nomor 32 Tahun 200499 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta : CV. Tamita Utama.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta.

Tangkilisan, Hesel Nogi, 2003, Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi Pemikiran George Edwards. Yogyakarta: YPAPI. Persada,

Tangkilisan, Hesel Nogi, 2003, Kebijakan Publik yang Membumi: Konsep, Strategi dan Kasus. Yogyakarta: YPAPI.

Tjokroamidjojo, Bintoro, "Good Governance: Paradigma Baru Manajemen Pembangunan", Jakarta, 20 Juni 2000, kertas kerja.

Toha, Miftah, 1991, Perspektif Perilaku Birokrasi, Jakarta: Rajawali.

Turner, Mark, dan David Hulme, 1997, Governance, Administration, and Development, London: MacMillan Press.

Wahab, Solichin Abdul, 2002, Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Sinar Grafika.

Wibawa, Samudra, 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : Raja Grafindo