implementasi peraturan daerah kota tangerang …
TRANSCRIPT
1
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA
TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA
TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
RIDWAN HAPIPI
NIM 6661110964
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, JANUARI 2016
2
3
4
5
Raihlah ilmu, dan untuk meraih
ilmu belajarlah untuk tenang dan
sabar.
(Sayidina Umar bin Khattab RA)
“Proposal Skripsi ini ku persembahkan untuk
kedua Orangtuaku (Muhasim dan Muiyah),
Kakakku (Megawati dan Khoirunnisa)
serta teman-teman seperjuangan yang tidak henti
memberikan doa dan dukungannya”
6
ABSTRAK
Ridwan Hapipi. NIM. 6661110964. 2015. Implementasi Peraturan Daerah
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang. Program Studi Ilmu
Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I, Dr. Agus Sjafari, M.Si; Dosen
Pembimbing II, Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si.
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bertujuan untuk
memelihara ketersediaan air pada sumber-sumber air agar memenuhi kriteria
mutu air menurut peruntukkannya secara berkelanjutan. Dalam upaya pelaksanaan
perda, pemerintah kota Tangerang dihadapkan dengan berbagai permasalahan,
seperti belum optimalnya koordinasi pengawasan pencemaran, kurangnya
koordinasi dalam pemberian izin pembuangan limbah, sosialisasi perda belum
berjalan optimal, masih banyak industri yang melanggar perda, serta belum belum
memiliki peraturan walikota. Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana
pelaksanaan peraturan daerah ini, dengan lokus penelitian di kota Tangerang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan peraturan
daerah ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif
yang dianalisis dengan menggunakan teori model implementasi kebijakan dari
Merille S. Grindle. Hasil penelitian menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan
peraturan daerah ini karena empat dari sembilan indikator implementasi kebijakan
menurut Merille S. Grindle belum dilaksanakan secara maksimal, diantaranya
kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, pelaksana program, kekuasaan,
kepentingan-kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat, serta tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Saran peneliti agar implementasi
perda ini lebih optimal adalah dengan meningkatkan pengawasan terhadap sektor
industri skala besar, jenis usaha atau kegiatan skala kecil dan menengah serta
melakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada semua stakeholders yang terlibat
dalam implementasi perda.
Kata kunci: Implementasi, Peraturan Daerah, Air
7
ABSTRACT
Ridwan Hapipi. NIM 6661110964. 2015.Implementation of Local Regulation
of Tangerang District Number 2 Year 2013 about Water Quality Management
and Water Pollution Control. Major of Public Administration Science. The
Faculty of Social Science and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa
University. 1st Advisor, Dr. Agus Sjafari, M.Si; 2
nd Advisor,Ipah Ema Jumiati,
S.IP., M.Si.
Water quality management and water pollution control aims to maintain the
availability of water at the sources of water to meet the water quality criteria
according to their distribution in a sustainable manner. In the implementation of
local regulation,government district of Tangerang faced with various problems,
such as not optimal coordination of monitoring pollution,lack of coordination in
granting discharge permit, socialization local regulation not optimal, there are
still many industries that violete local regulation and not have mayor regulation.
The research focused on how the regulation implemented in the district of
Tangerang. The purpose of the research was to how to implementation of these
local regulation.The methods that used on this research is qualitative descriptive
whichanalyzed by model of policy implementation theory from Merille S.
Grindle.The research result showed that implementation of these local regulation
is not optimalbecause four of nine indicator policy implementation from Merille
S. Grindle has not been implemented maximally, including interests affected,
program implementer, power, interest and strategy of actor involved, compliance
and responsiveness from implementer. Research suggest that local regulationto
be more optimal increase oversight of large scale industry, types of small and
medium scale enterprise, as well as conduct through socialization to the whole of
stakeholders involved in the implementation of local regulation.
Keywords: Implementation, Local Regulation, Water
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat,
rahmat dan hidayah-Nya yang selalu diberikan kepada kita semua, termasuk pada
nikmat Iman, Islam dan sehat wal‟afiat. Atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya
pula, maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya,
sahabatnya serta tak lupa juga kita yang senantiasa selalu istiqomah dan ikhlas
sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
mana judul penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu “Implementasi Peraturan
Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.” Penyusunan skripsi ini
tidak akan selesai dengan baik, tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang selalu membimbing serta mendukung peneliti secara moril dan materil.
Maka pada kesempatan yang luar biasa ini, peneliti ingin menyampaikan
ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak, sebagai berikut:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,sekaligus dosen Pembimbing I yang
i
9
telah banyak membimbing dan memberikan arahan kepada peneliti sejak awal
hingga saat menyelesaikan skripsi ini.
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman., M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Riswanda, Ph.D., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
Anis Fuad, S.Sos., M.Si., dosen pembimbing akademik peneliti selama
menempuh jenjang SI di Program Studi Ilmu Administrasi Negara.
8. Ipah Ema Jumiati, M.Si, dosen pembimbing II peneliti yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi.
9. Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., ketua penguji penelitian yang dilakukan
peneliti yang telah banyak memberikan masukkan demi kesempurnaan
penelitian yang dilakukan peneliti.
10. Leo Agustino, Ph.D., dosen yang telah banyak memberikan inspirasi dan
motivasi peneliti.
ii
10
11. Dosen-Dosen Ilmu Administrasi Negara yang selalu saya banggakan, Titi
Setiawati, S.Sos,, M.Si., Dr. Ayuning Budiati, S.IP., MPPM., Listyaningsih,
S.Sos., M.Si., Rini Handayani, S.Si., M.Si., Arenawati, S.Sos,, M.Si., Ima
Maisyaroh, S.Ag., M.Si., Andi Apriany Fatmawaty, Ir., MP., Dr. Abdul Apip,
M.Si., Abdul Hamid, M.Si., Ph.D., Drs. H. Oman Supriyadi., M.Si., Dr.
Suwaib Amirudin, M.Si., Drs. Hasuri, SE., M.Si., Kristian Widya Wicaksana,
S.Sos., M.Si., Deden M. Haris, S.Sos,, M.Si., Juliannes Cadith, S.Sos., M.Si.,
Atoullah, S.Sos., M.Si., serta dosen-dosen lainnya tidak bisa saya sebutkan
satu per satu, terimakasih untuk semua ilmu yang telah kalian berikan kepada
peneliti selama menempuh studi pada jenjang S1 ini.
12. Orang Tua tercinta, Muhasim dan Muiyah yang selalu memberikan dukungan
secara moril dan materil serta doa mereka yang tidak pernah henti untuk
kesuksesan anak-anaknya di masa depan. Kemudian kakak kandung peneliti,
Megawati, SE dan Khoirunnisa, S.Pd yang selalu memberikan dukungan dan
doa mereka untuk kelancaran penyusunan skripsi ini. Serta saudara-saudara
peneliti, yaitu kakek, nenek, sepupu, dan keponakan terdekat yang tidak bisa
peneliti sebutkan satu per satu yang juga banyak memberikan dukungan dan
doa mereka.
13. Puji Enggar Rahayu, S.Pd., orang terdekat peneliti yang telah memberikan
banyak inspirasi dan motivasi.
14. Iskandar, S.Ag., paman peneliti yang juga telah banyak memberikan inspirasi
dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
11
15. Sahabat terdekat peneliti di kelas A Program Studi Ilmu Administrasi Negara
2011, Rahmat Ikbal, Besar Hariyadi, Suhendar, Ade Mulyadi, Kevin Ray
Pratama, Indra Yanus, Aulia Rahim, Gilang Sahudi Ekayatna, Yandi Supandi,
Merdi Zulkarnaen, dan Muhammad Adriansyah yang selalu setia menemani
peneliti sejak awal masuk di kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
hingga saat ini serta selalu memberikan dukungan dan doa mereka dalam
menyelesaikan skripsi ini.
16. Teman-teman khususnya kelas A Program Studi Ilmu Administrasi Negara
2011, serta kelas B, C, dan Non-Regular lainnya yang tidak bisa peneliti
sebutkan satu persatu dan saat ini sedang bersama-sama berjuang untuk
meraih gelar sarjana. Dan secara umum, peneliti juga mengucapkan
terimakasih kepada seluruh teman-teman terdekat peneliti di angkatan 2011
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
17. Keluarga BEM FISIP UNTIRTA 2014, HIMANE FISIP UNTIRTA 2012
serta HMI Komisariat Pertanian-FISIP yang banyak memberikan motivasi
dan canda tawa sehingga peneliti dapat menghilangkan kejenuhan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
18. Keluarga besar tim Futsal Fisip Untirta yang selalu setia menemani dan
menghibur peneliti.
19. Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Staf Perpustakaan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah banyak membantu peneliti
iv
12
dalam mengurus segala perijinan, surat-menyurat dan urusan akademik
lainnya.
20. Serta tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh
pihak-pihak yang telah berkontribusi banyak dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan
selesainya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang
membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi peneliti
sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Serang, 26 Januari 2016
Ridwan Hapipi
NIM. 6661110964
v
13
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah ……………………………....................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ……………………………………………….. 19
1.3. Batasan Masalah ………………………………………………….... 19
1.4. Rumusan Masalah …………………………………………………. 20
1.5. Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 20
1.6. Manfaat Penelitian ……………………………………………….... 20
1.7. Sistematika Penulisan …………………………………………….. 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
vi
14
2.1. Tinjauan Pustaka …………………………………………………. 24
2.2. Penelitian Terdahulu …………………………………………….... 64
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian …………………………………. 67
2.4. Asumsi Dasar …………………………………………………….. 71
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian ………………………………. 72
3.2. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………... 74
3.3. Lokasi Penelitian …………………………………………………. 75
3.4. Variabel Penelitian ……………………………………………….. 75
3.5. Instrumen Penelitian …………………………………………….. 78
3.6.Informan Penelitian ……………………………………………... 84
3.7. Teknik Analisis dan Uji Keabsahan Data ……………………….. 87
3.8. Jadwal Penelitian ………………………………………………… 91
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ……………………………………….. 93
4.2. Deskripsi Data …………………………………………………… 101
4.3. Pembahasan ……………………………………………………… 159
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………….. 184
5.2. Saran ……………………………………………………………… 186
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
15
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Data Jumlah Penghargaan Lingkungan Hidup Kota Tangerang Tahun
2012 ......................................................................................................... 4
1.2 Status Mutu Air Sungai Cisadane November 2014 ................................ 7
1.3 Status Mutu Air Situ di Kota Tangerang …………………………….. . 9
1.4 Status Mutu Air Tanah di Kota Tangerang ……………………… ........ 10
1.5 Status Pengaduan Masyarakat tentang Pencemaran Air Tahun 2013 ..... 8
1.6 Rata-rata Beban Pencemaran Air Tahun 2014 ………………………. .. 13
1.7 Usaha atau Kegiatan yang Mendapatkan Sanksi Administratif ............. 16
3.1 Pedoman Wawancara Penelitian ............................................................ 77
3.2 Deskripsi Informan Penelitian ............................................................... 86
3.3 Jadwal Penelitian ................................................................................... 92
4.1 Kode Penelitian ……………………………………………………. ...... 103
4.2 Daftar Spesifikasi Informan ………………………………………….. .. 105
4.3 Jumlah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kota Tangerang …. ... 123
4.4 Personil Pengelola Lingkungan BLH Kota Tangerang ………………... 137
4.5 Realisasi APBD Kota Tangerang untuk lingkungan 2008-2014 ……… 141
4.6 Rekapitulasi Hasil Pembahasan Penelitian ……………………………. . 175
viii
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Kerangka Berpikir .................................................................................. 70
3.1 Analisis Data Miles dan Huberman .......................................................... 87
4.1 IPAL Tanah Tinggi …………………………………………………… 132
ix
17
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian
LAMPIRAN II Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN III Pedoman Wawancara
LAMPIRAN IV Catatan Lapangan dan Membercheck
LAMPIRAN V Kategorisasi Data Penelitian
LAMPIRAN VI Matriks Hasil Penelitian
LAMPIRAN VII Dokumentasi Penelitian
LAMPIRAN VIII Data Pendukung Penelitian
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangMasalah
Indonesia dikenal sebagai negara dengan perairan yang sangat luas, oleh
karena itu, penduduk Indonesia juga mempunyai tanggungjawab yang besar
dalam melakukan usaha pelestarian fungsi air terutama pemerintah pusatmaupun
daerah yang dalam hal ini sebagai instansi yang berwenang melakukan
pengawasan atau pemantauan terhadap seluruh kegiatan yang menggunakan air
sebagai sarana transportasi, perindustrian, aktivitas rumah tangga, dan lain
sebagainya. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33
Ayat 3 yang berbunyi : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Berdasarkan bunyi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut
bahwasanya negara harus menjamin sumber daya air agar memenuhi kebutuhan
masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat
penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia. Air juga sebagai faktor utama
pembangunan dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga
diperlukan suatu usaha pelestarian fungsi air dalam bentuk pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan
kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis.
2
Sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air sebagai berikut;
Bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas
airdan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan
memperhatikan kepentingan generasisekarang dan mendatang serta
keseimbangan ekologis.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat
dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan
industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air,
antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan
gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung
pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan
sumber daya air secara seksama. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia dari hari
ke hari semakin meningkat. Begitu juga dengan penggunaan air dalam
hubungannya denganmenjalankan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia.
Sungai sebagai sumberair merupakan salah satu sumber daya alam yang
mempunyai fungsi sederhana bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Fungsi
sungai yaitu sebagai sumber air minum, sarana transportasi, sumber irigasi,
perikanan, dan lain sebagainya. Berbagai aktivitas manusia menyebabkan sungai
menjadi rentan terhadap pencemaran.
3
Sungai sebagai sumber air saat ini sudah tidak lagi dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Keadaan air yang tercemar mengakibatkan sungai sudah
tidak dapat lagi dimanfaatkan masyarakat sebagai penyedia air bersih. Air bersih
merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal yang wajar jika
sektor air bersih mendapat prioritas dalam penanganan dan pemenuhannya.
Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang penting
dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai
peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang
berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau kualitas
hidup masyarakat. Penanganan akan penyediaan kebutuhanair bersih dapat
dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang
ada oleh Pemerintah Daerah setempat.
Dalam era otonomi daerah, peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan
untuk mengatur, mengelola serta mengendalikan aktivitas masyarakat terhadap
lingkungan terutama dalam hal pemanfaatan air sebagai sumber pemenuhan
kebutuhan.Otonomi daerah saat ini memberikan keleluasaan penuh terhadap
daerah untuk mengelola sumber daya yang ada termasuk sumber daya air.
Kota Tangerang merupakan salah satu daerah otonom tingkat II atau
kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Banten. Dasar pembentukan kota
Tangerang adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan
Kotamadya Tingkat II Tangerang. Secara geografis kota Tangerang berbatasan
langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan termasuk dalam wilayah
JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) yang
4
merupakan daerah sub urban dan menjadi skala prioritas pembangunan. Sebagai
kota metropolitan yang berdekatan dengan daerah ibukota sekaligus sebagai kota
industri, kota Tangerang berhasil mendapatkan berbagai penghargaan tingkat
nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup. Berikut merupakan berbagai
penghargaan yang berhasil diraih oleh kota Tangerang dalam bidang lingkungan
hidup diantaranya;
Tabel 1.1.
Jumlah Penghargaan Lingkungan Hidup Kota Tangerang Tahun 2012-2014
No. Nama Penghargaan
1. Peringkat pertama kategori Kota Metropolitan Terbersih dalam Adipura tahun 2012 dari Kementerian
Lingkungan Hidup
2. Penghargaan terbaik Penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) dari
Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012
3. Penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan Bidang Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dari
Kementerian Dalam Negeri tahun 2012
4. Penghargaan Adipura Kencana 2013 sebagai Kota Metropolitan Terbersih Nasional
5. Penghargaan Adipura Kencana 2014 sebagai Kota Metropolitan Terbersih Nasional
6. Penghargaan Government Award dari Sindo Weekly 2014 karena kepedulian kota Tangerang
terhadap lingkungan
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwasanya Kota Tangerang sebagai kota
metropolitan dan kota industri sampai dengan tahun 2014 mampu mewujudkan
sebagai kota yang mempunyai prestasi di bidang lingkungan hidup. Penghargaan-
penghargaan tersebut membuktikan bahwa kota Tangerang telah mampu
mengelola tata ruang kota dan lingkungan. Akan tetapi saat ini belum terlihat
kembali upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Kota Tangerang untuk menata
5
kembali lingkungan hidup bukan hanya sekedar untuk mengejar prestasi atau
penghargaan tetapi sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan dan pelestarian
sumber daya terutama sumber daya air yang menjadi indikator terpenting dalam
pembangunan perkotaan.
Disamping keberhasilan tersebut, perludisadari bahwa usaha pelestarian
lingkungan hidup perlu dilakukan oleh semua stakeholders, baik pemerintah,
pelaku usaha atau kegiatan, serta masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan
hidup.Untuk melaksanakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air, pemerintah daerah Kota Tangerang berupaya mengeluarkan kebijakan yang
dijadikan pedoman atau acuan.Kebijakan yang dikeluarkan oleh
PemerintahDaerah Kota Tangerang yaitu Peraturan Daerah Kota TangerangNo. 2
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
sebagai produk hukum di tingkat daerah otonomi kabupaten/kota yang mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Mengingat bahwa pemenuhan air menjadi salah satu indikator pencapaian
terpenting dari suatu daerah dalam menjaga kuantitas dan kualitas lingkungan
hidup, air merupakan sektor terpenting yang harus diperhatikan oleh semua pihak
agar keberlangsungan kualitasnya dapat dirasakan oleh generasi yang
akandatang.Sumber air merupakan sektor terpenting yang harus dijaga
keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan.
Pengendalian pencemaran air harus terus diupayakan mengingat sejalan
dengan pembangunan-pembangunan yang menghasilkan limbah. Bentuk
6
pengendalian pencemaran air dapat dilakukan dengan memberikan sanksi
terhadap industri atau badan usaha yang tidak memiliki Instansi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) dan membuang limbah langsung ke sumber air (sungai) sehingga
menyebabkan adanya pencemaran.
Salah satu sumber air di Kota Tangerang adalah sungai Cisadane yang
mengalir di sepanjang kota tersebut. Sungai Cisadane merupakan sungai terbesar
yang ada di Kota Tangerang. Hulu sungai Cisadane berada di Gunung Salak
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, melintasi Kota Tangerang Selatan, Kota
Tangerang dan Kabupaten Tangerang serta bermuara di Laut Jawa. Panjang aliran
sungai Cisadane yang melintasi Kota Tangerang adalah 17 Km.
Sumber pemenuhan air bersih di Kota Tangerang berasal dari sungai
Cisadane. Secara kuantitas, sungai Cisadane mampu memenuhi kebutuhan air
bersih di Kota Tangerang, namun, secara kualitas sungai ini sudah
tercemarberbagai limbah industri dan limbah rumah tangga.
Sungai Cisadane sebagai sumber pemenuhan air bersih masyarakat kota
Tangerang saat ini sudah tidak dapat lagi dipergunakan atau dimanfaatkan secara
langsung oleh masyarakat. Sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk
dan berkembangnya berbagai industri di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS)
telah berdampak pada terjadinya perubahan fungsi sungai sebagai sumber daya
air. Pada tahun 2014, sungai Cisadane sudah tercemar dalam kategori sedang, dan
status baku mutu air sungai Cisadane hanya dapat dimanfaatkan sebagai air baku
dalam instalasi pengelolaan air yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air
Minum Kota Tangerang. Berikut merupakan data terakhir mengenai Status Mutu
7
sungai Cisadane bulan November 2014 yang diambil dari 16 Saluran Pembuang
(SP).
Tabel 1.2.
Status Mutu Air Sungai Cisadane November 2014
Sumber : BLH Kota Tangerang, 2014
Keterangan tabel:
Tercemar Ringan: nilai Indeks Pencemaran berkisar 0,1 sampai dengan 4,7
Tercemar Sedang: nilai Indeks Pencemaran berkisar 4,7 sampai dengan 10
Tercemar Berat:nilai Indeks Pencemaran diatas 10
Berdasarkan tabel 1.2, bahwa secara keseluruhan kondisi air sungai
Cisadane telahtercemar dengan tingkatan sedang. Tingkat pencemaran tersebut
mengakibatkan saat ini sungai cisadane tidak dapat dipergunakan secara langsung
No. Lokasi Indeks Pencemaran Tingkat Pencemaran
1. Jemb. Gading Serpong 6,4 Cemar Sedang
2. Eretan Panunggangan 3,4 Cemar Ringan
3. SP. Cicayur 5,3 Cemar Sedang
4. Jembatan Cikokol 6,7 Cemar Sedang
5. SP. Rawa Besar 9,0 Cemar Sedang
6. SP. Cisarung 8,2 Cemar Sedang
7. Jembatan Robinson 9,3 Cemar Sedang
8. SP. Letda Dadang 9,1 Cemar Sedang
9. SP. Benteng Jaya 8,1 Cemar Sedang
10. Jembatan Satria 8,7 Cemar Sedang
11. Pintu Air Sepuluh 8,8 Cemar Sedang
12. Eretan III Sewan 9,4 Cemar Sedang
13.. Cicayur Hulu 8,2 Cemar Sedang
14. Cicayur Hilir 7,7 Cemar Sedang
15. SP. Cisarung Hulu 9,2 Cemar Sedang
16. SP. Cisarung Hilir 8,9 Cemar Sedang
8
oleh masyarakat. Sumber pencemaran air terbesar di Kota Tangerang berasal dari
limbah domestik (rumah tangga) dan industri.Berdasarkan hasil penelitian Japan
International Cooperation Agency (JICA), bekerja sama dengan Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangerang tahun 2012, 84 persen air
sungai Cisadane tercemar limbah domestik. Adapun 14 persen lainnya tercemar
limbah dari industri yang tidak pempunyai instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL). Sisanya, sekitar 2 persen, berasal dari pencemaran limbah lainnya.
(Kajian Tim Proyek JICA dan BLHD Kota Tangerang pada tanggal 26 September
2011 diakses pada hari Kamis, tanggal 9 Juli 2015 pukul 11.15 WIB).
Berdasarkan observasi dilapangan, kondisi juga diperparah dengan banyaknya
sampah yang menumpuk disekitar saluran pembuang sungai Cisadane serta masih
ada masyarakat yang menggunakan sungai Cisadane untuk mencuci dan mandi.
Selain sungai, sumber air di kota Tangerang berasal dari air situ dan air
tanah. Situ atau danau buatan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai sumber air
dan penampungan air. Ada sekitar empat situ yang terdapat di kota Tangerang,
diantaranya Situ Cangkring, Situ Bulakan, Situ Cipondoh dan Situ Gede.
Sedangkan Air tanah dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai sumber
pemenuhan air bersih dengan sistem non-perpipaan atau jenis pemenuhan air
bersih yang tidak menggunakan sistem perpipaan yang disediakan oleh PDAM
(Perusahaan Daerah Air Minum) kota Tangerang. Saat ini, kualitas air situ dan air
tanah dibeberapa daerah di kota Tangerang sudah tercemar dalam kategori cemar
ringan sampai dengan sedang. Berikut merupakan status mutu air situ di kota
Tangerang.
9
Tabel 1.3.
Status Mutu Air Situ di Kota Tangerang
Nama Situ Indeks Pencemaran Keterangan
Situ Cangkring 6.2-9.26 Cemar Sedang
Situ Bulakan 4.02-4.72 Cemar Sedang
Situ Cipondoh 3.06-4.75 Cemar Sedang
Situ Gede 4.14-5.0 Cemar Sedang
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
Keterangan tabel:
Tercemar Ringan: nilai Indeks Pencemaran berkisar 0,1 sampai dengan 4,7
Tercemar Sedang: nilai Indeks Pencemaran berkisar 4,7 sampai dengan 10
Tercemar Berat:nilai Indeks Pencemaran diatas 10
Berdasarkan tabel 1.3, secara umum kualitas air situ di Kota Tangerang
menunjukkan status cemar ringan sampai dengan sedang, dengan rata-rata
statusnya adalah cemar ringan. Situ dengan indeks pencemaran terbesar adalah
situ Cangkring dengan IP 9.26 dan nilai IP terendah adalah situ Cipondoh sebesar
3.06. Status mutu air situ-situ di Kota Tangerang pada tahun 2014 secara umum
mengalami peningkatan indeks (semakin tercemar), namun masih berkisar pada
kondisi cemar ringan.
Selain sungai dan situ, air tanah juga merupakan salah satu sumber air di
Kota Tangerang. Air tanah didapatkan masyarakat kota Tangerang sebagai
pemenuhan air bersih dengan menggunakan sistem non-perpipaan atau dengan
melakukan pengeboran secara langsung ke tanah. Secara umum kondisi air tanah
menunjukkan kondisi baik sampai dengan cemar sedang. Berikut merupakan hasil
pemantauan air tanah penduduk yang diambil dari 6 sampel di kota Tangerang.
10
Tabel 1.4.
Status Mutu Air Tanah di Kota Tangerang
Nama Daerah Indeks Pencemaran Keterangan
Gg. Jaka 0.83 Baik
Kp. Cikahuripan 1.31 Baik
Kedaung Baru 0.65 Baik
Jl. Block 0.18 Baik
Kp. Rawa Kucing 2.05 Cemar Ringan
Kedaung Wetan 3,14 Cemar Ringan
Sumber : BLH Kota Tangerang, 2014
Keterangan tabel:
Baik : nilai Indeks Pencemaran berkisar 0 sampai dengan 1.5
Tercemar Ringan: nilai Indeks Pencemaran berkisar 1.5 sampai dengan 3.5
Tercemar Sedang: nilai Indeks Pencemaran berkisar 3.5 sampai dengan 7.5 Tercemar Berat:nilai Indeks Pencemaran diatas 7.5
Berdasarkan Tabel 1.4, hasil pemantauan yang diambil dari 6 sampel di
Kota Tangerang menunjukkan kondisi baik sampai dengan cemar ringan. Kualitas
air tanah pada Kp. Rawa Kucing dan Kedaung Wetan sudah tercemar meskipun
dalam kategori cemar ringan, Pencemaran tersebut disebabkan oleh kadar
parameter kimia tertentu yang melebihi batas atau kadar aman. Jika hal ini
dibiarkan dan tidak adanya penanganan yang dilakukan oleh pemerintah
setempat,maka tingkat pencemaran akan meningkat sehingga air tanah tidak dapat
lagi digunakan oleh masyarakat sekitar.
Permasalahan yang terjadi saat ini terkait pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air di kota Tangerang meliputi;
Pertama, kurangnyakoordinasi pengawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kota Tangerang dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup dan
Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)
11
dalammemberikan izin pembuangan limbah serta mengawasi keberadaan usaha
atau kegiatan skala kecil dan menengah terutama dalam pembuangan limbah
tanpa proses pengolahan. Pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan
bukti bahwa pemerintah daerah hanya terfokus pada sektor industri skala atas dan
kurang memperhatikan pengawasan pada jenis usaha atau kegiatan dalam skala
kecil dan menengah.Berikut merupakan data status pengaduan masyarakat tentang
pencemaran air di Kota Tangerang.
Tabel 1.5.
Status Pengaduan Masyarakat tentang Pencemaran Air Tahun 2013-2014
No. Masalah yang diadukan Status
1. Pengaduan warga Kelurahan Sudimara Pinang
Kecamatan Pinang mengenai pencemaran udara
dan air dari usaha ternak sapi
Perbaikan pengolahan limbah cair dan limbah
padat.
2. Pengaduan warga Kelurahan Uwung Kecamatan
Cibodas mengenai pencemaran limbah B3.
Limbah B3 yang dibuang sudah dibersihkan
(clean up)
3. Pengaduan warga Kelurahan Keroncong
Kecamatan Jatiuwung mengenai pencemaran air
dan udara dari usaha Plating
Pemberian sanksi administratif dan pengajuan
izin lingkungan.
4. Gangguan abu sisa pembakaran batubara dan
kebauan dari air limbah di Kelurahan Uwung
Jaya
Perbaikan IPAL dan pemasangan alat
pengendalian cerobong batubara
5. Gangguan kebauan dari air limbah dari kotoran
ternak di Kelurahan Kreo Selatan
Air limbah berupa limbah domestik dari kotoran
sapi diolah dalam bak penampungan dan IPAL
sederhana
6. Gangguan kebisingan, pencemaran air tanah dari
abu batubara dari usaha tekstil di Kelurahan
Pabuaran
Memperbaiki genset, memperbaiki saluran air
limbah domestik dan menghentikan pembakaran
sampah domestik
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2013
12
Berdasarkan Tabel 1.5, terlihat bahwasanya pengaduan masyarakat
mengenai adanya upaya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh jenis
usaha/kegiatan skala kecil dan menengah. Pengawasan pemerintah daerah hanya
terfokus pada industri skala besar. Dengan kata lain, pemerintah kota Tangerang
melalui instansi terkait kurang memperhatikan jenis usaha atau kegiatan skala
kecil dan menengah terutama pada pengelolaan limbah hasil proses produksi.
Padahal jenis usaha atau kegiatan dengan skala kecil dan menengah tersebut yang
biasanya membuang ;imbah hasil produksi langsung ke sumber air atau saluran
pembuang.
Kedua, dalam pemberian izin tentang pembuangan air limbah ke sumber
air kurang memperhatikan penetapan daya tampung beban pencemaran air. Izin
pembuangan limbah merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Badan
Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota
Tangerang melalui Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan
Rakyat. Kurangnya koordinasi antara BPMPTSP dan BLH Kota Tangerang
mengenai pemberian izin pembuangan limbah hasil usaha atau kegiatan tanpa
memperhatikan daya tampung beban pencemaran yang semakin meningkat.
Apabila daya tampung beban pencemaran melebihi kapasistas baku mutu
lingkungan, maka akan mengakibatkan tercemarnya kualitas air. Berikut
merupakan hasil laboratorium yang menunjukkan rata-rata beban pencemaran air
tahun 2014 sebagai berikut:
13
Tabel 1.6.
Rata-rata Beban Pencemaran AirTahun 2014 (ton/hari)
Beban TSS Beban BOD Beban COD
September November September November September November
14.4-145.9 201.2-692.2 14.9-167.3 20.9-285.3 32.4-545.3 31.4-424.1
Sumber : BLH Kota Tangerang, 2014
Keterangan:
TSS : Total Suspended Solids
BOD : Biological Oxygen Demand COD : Chemical Oxygen Demand
Berdasarkan Tabel 1.6, saat ini beban pencemaran air sungai Cisadane
cukup tinggi disebabkan karena kadar parameter beban TSS, BOD dan COD
tersebut sudah melebihi baku mutu lingkungan. Pemberian izin pembuangan air
limbah ke saluran pembuang kurang memperhatikan daya tampung beban
pencemaran terutama limbah hasil produksi dari usaha atau kegiatan yang tidak
memiliki IPAL. Jika hal ini dibiarkan, sungai Cisadane akan tercemar dengan
tingkat pencemaran tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Maman
Faturahman, S.Sos sebagai Kepala Sub Bidang Pemulihan Kualitas Lingkungan
BLH Kota Tangerang yang diwawancarai peneliti pada tanggal 26 Agustus 2015
yang dilakukan di kantor BLH Kota Tangerang dapat diketahui bahwa beban
pencemaran air sungai Cisadane saat ini cukup tinggi, tetapi masih dalam kategori
sedang, jika dibiarkan maka akan melebihi daya tampung beban pencemaran air
sungai tersebut dan akan menyebabkan sungai tercemar dalam kategori cemar
berat. Hal ini disebabkan kapasitas IPAL sudah tidak memenuhi kebutuhan
limbah yang dihasilkan.
14
Berdasarkan hasil wawancara diatas, bahwasanya saat ini kondisi daya
tampung beban pencemaran air sungai Cisadane dan saluran pembuang dari
limbah domestik maupun limbah lainnya sudah dalam kategori sedang. Fungsi
IPAL yang ada saat ini sudah tidak dapat memenuhi kapasitas limbah saluran
pembuang. Perawatan dan pembuatan IPAL merupakan tugas pokok dan fungsi
dari Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Jika hal ini dibiarkan terjadi dan
jika tidak adanya penanganan dari pemerintah daerah melalui Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air Kota Tangerang, maka akan melebihi daya tampung beban
pencemaran dan akan menyebabkan sumber air di kota Tangerang tercemar dalam
kategori cemar berat.
Ketiga, Sosialisasi Perda belum berjalan optimal. Sosialisasi peraturan
secara langsung ataupun melalui media dalam bentuk papan reklame sangat
dibutuhkan terutama pada lokasi-lokasi rawan pembuangan limbah baik limbah
cair maupun limbah padat pada bantaran sungai dan pada lokasi pinggir
sungai.Sosialisasi ini dapat berbentuk larangan atau himbauan serta ajakan sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan
Bapak Muhammad Jarkasih, ST sebagai Kepala Sub Bidang Pemantauan Kualitas
Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang yang diwawancarai peneliti pada
tanggal 24 Juli 2015 dapat diketahui bahwa saat ini sosialisasi Perda tersebut
belum berjalan dengan baik, karena di bantaran sungai atau saluran pembuangan
pun belum banyak dipasang papan reklame ajakan untuk tidak membuang sampah
atau mengotori sungai..Hal ini dijadikan rekomendasi kebijakankepada instansi
terkait.
15
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat bahwasanya pemerintah
daerah belum melakukan sosialisasi menyeluruh terhadap masyarakat. Sehingga
implementasi Perda ini belum bisa berjalan optimal kepada masyarakat ataupun
pemilik usaha. Dengan kata lain, implementasi Perda ini baru hanya diterapkan
kepada industri-industri di kota Tangerang. Himbauan melalui papan reklame
yang berisi kalimat larangan dan sindiran untuk tidak membuang apapun ke
sungai dan mengotori sungai sangat diperlukan guna meningkatkan kesadaran
semua stakeholders agar menjaga kelestarian fungsi sungai sebagai penyeimbang
ekosistem lingkungan hidup.
Keempat, dalam upaya penegakan hukum, masih banyaknya perusahaan
atau usaha kegiatan/industri skala besar di Kota Tangerang yang melanggar perda
tersebut.Sehingga Pemerintah Daerah memberikan sanksi yang berupa
administrasi, denda, pembekuan, hingga pencabutan izin terhadap perusahaan
yang melakukan pencemaran lingkungan. Selain melakukan pencemaran dengan
membuang limbah hasil produksi ke sungai, sanksi juga diberikan karena
perusahaan tersebut tidak memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
Menurut Agus Prasetyo sebagai Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakan
Hukum BPLH Kota Tangerang yang dikutip dalam situs republika.co.id (http://m.
republika. co. id / berita/ nasional/ jabodetabek/ nasional/ 14/ 09/ 30 /ncq223-180-
pabrik-di-kota-tangerang-tak-miliki-ipal, 30 September 2014) disebutkan bahwa
sebanyak 600 pabrik yang berpotensi menghasilkan limbah cair. Dari 600 pabrik
tersebut, 30 persennya (Sekitar 180 pabrik) tidak memiliki Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL), 600 perusahaan penghasil limbah cair itu terdiri mulai dari
16
perusahaan besar, menengah hingga kecil. 30 perusahaan diantaranya berlokasi
dipinggir sungai Cisadane.
Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwasanya masih banyak
perusahaan di Kota Tangerang yang belum mematuhi Perda tersebut, yang
disebabkan karena kurangnya pengawasan serta sosialisasi Perda yang belum
optimal dan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang terdapat di kota
Tangerang. Jika hal ini dibiarkan, maka akan menyebabkan semakin banyaknya
perusahaan yang menghiraukan himbauan pemerintah daerah agar memiliki IPAL
tersendiri dan tidak membuang limbah langsung ke sungai.
Berikut merupakan data mengenai jumlah perusahaan yang diberikan
sanksi administratif oleh Pemerintah Kota Tangerang.
Tabel 1.7.
Usaha atau Kegiatan yang mendapatkan sanksi administratif
No. No. Sanksi Tanggal Sanksi Nama Usaha/Kegiatan Jenis Usaha
1. 862.1/ Kep.012-BPLH 15-Jan-13 PT. Tonikitex MFG Industri Tekstil
2. 862.1/ Kep.013-BPLH 15-Jan-13 PT. Makmur Jaya Saputra Industri Almunium
3. 862.1/ Kep.020-BPLH 21-Jan-13 PT. Permata Era Dua Satu Industri Tekstil
4. 862.1/ Kep.036-BPLH 28-Feb-13 PT. Angkasa Pura Industri Penerbangan
5. 862.1/ Kep.037-BPLH 28-Feb-13 PT. Alam Kaca Prabawa I Indutri Kaca
6. 862.1/ Kep.038-BPLH 28-Feb-13 PT. Sumber Graha Sejahtera Industri Kayu
7. 862.1/ Kep.059-BPLH 05-Apr-13 PT. Wihadil Chemical Industri Kimia
8. 862.1/ Kep.060-BPLH 05-Apr-13 PT. Broco Mutiara Electrical Industri Alat Listrik
9. 862.1/ Kep.061-BPLH 05-Apr-13 PD. Sari Wangi Industri Makanan
10. 862.1/ Kep.062-BPLH 05-Apr-13 PT. Asia Papercon Indonesia Industri Kertas
11. 862.1/ Kep.090-BPLH 21-Jun-13 PT. Mudita Karunia Industri Farmasi
12. 862.1/ Kep.091-BPLH 21-Jun-13 PT. Berkat Indah Gemilang Industri Tepung
13. 862.1/ Kep.092-BPLH 21-Jun-13 PT. Anugrah Citra Boga Industri Olahan Daging
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2013
17
Berdasarkan tabel 1.7, terlihat bahwasanya beberapa industri yang terdapat
di Kota Tangerang masih belum mematuhi pelaksanaan peraturan daerah tersebut,
terutama dalam hal pembuangan limbah industri sehingga Pemerintah kota
Tangerang memberikan sanksi. Sanksi yang dikeluarkan yaitu sanksi administratif
berupa surat teguran, denda dan sanksi pidana (kurungan). Ketegasan dalam
penegakkan hukum serta pengawasan sangat diperlukan mengingat banyaknya
industri yang terdapat di Kota Tangerang dan banyaknya industri yang terdapat
pada bantaran sungai Cisadane yang berpotensi melakukan pencemaran.
Kelima, belum memiliki peraturan walikota. Kebijakan publik dalam
bentuk Undang-undang atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang
memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai
peraturan pelaksanaan (Nugroho, 2012:675). Sebagaimana mestinya berbagai
peraturan daerah yang terdapat di Indonesia masih bersifat umum, sehingga masih
membutuhkan peraturan yang lebih teknis diarahkan sebagai penjabaran Peraturan
Daerah tersebut Peraturan Daerah diikuti dengan Peraturan Gubernur di tingkat
Provinsi ataupun Peraturan Bupati/Peraturan Walikota di tingkat Kabupaten/Kota.
Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ini belum memiliki Peraturan
Walikota (Perwal) sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sehingga
masih menggunakan acuan peraturan di tingkat pusat yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Peraturan daerah tersebut masih menggunakan standarisasi yang
lama sehingga belum mengikuti perkembangan yang terdapat di lapangan.Oleh
18
sebab itu, Peraturan Walikota harus dibuat untuk memperjelas pelaksanaan
Peraturan Daerah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak
Muhammad Jarkasih, ST sebagai Kepala Sub Bidang Pemantauan Kualitas
Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang yang diwawancarai peneliti pada
tanggal 28 Agustus 2015 dapat diketahui bahwa Perda ini memang belum
memiliki Peraturan Walikota sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis,
sehingga kami kesulitan untuk mengidentifikasi hasil temuan lapangan, karena
peraturan teknis yang digunakan masih peraturan lama, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yang belum diperbaharui dan belum merujuk
pada perkembangan kondisi saat ini. Namun tahun ini, pemkot Tangerang akan
membuat Perwal untuk Perda ini.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat bahwasanya pemerintah
daerah terlihat kurang memperhatikan peraturan yang bersifat teknis dalam bidang
lingkungan hidup terbukti dengan belum dibuatnya Perwal untuk pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentangImplementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 tahun
2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang.
19
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan yang muncul antara lain:
1. Belum optimalnya koordinasi pengawasan terhadap keberadaan sektor
usaha kecil dan menengah dalam pembuangan limbah tanpa proses
pengolahan.
2. Kurangnya koordinasi dalam pemberian izin pembuangan air limbah ke
sumber air.
3. Sosialisasi tentang Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013
belum berjalan optimal.
4. Masih banyak industri skala besar di Kota Tangerang yang melanggar
Perda dan belum memiliki IPAL.
5. Belum memiliki Peraturan Walikota (Perwal) sebagai dasar acuan
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas.
1.3. Batasan Masalah
Karena banyaknya masalah yang muncul dalam proses pengolahan
kualitas airdanpengendalianpencemaran air seperti yang telah diuraikan diatas,
maka peneliti secara keseluruhan mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana
implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.
20
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun
2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
di Kota Tangerang?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:
Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota
Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
a) Manfaat Teoritis
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi perkembangan ilmu administrasi negara khususnya
mengenai implementasi kebijakan publik.
21
2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang
lainnya.
b) Manfaat Praktis
1. Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kota Tangerang melalui kepala SKPD dalam mengelola
kualitas air dan mengendalikan pencemaran air.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
sebagai bahan pemikiran untuk mengevaluasi implementasi Peraturan
Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dalam rangka menjaga
kualitas air dan mengendalikan pencemaran air.
3. Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 pada
Program Studi Ilmu Administrasi negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan penelitian ini yang
berujuan untuk memudahkan dalam memahami secara keseluruhan isi dari
penyusunan penelitian ini. Adapun sistematika penulisan penelitian mengenai
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”, tersusun atas sistematika sebagai berikut:
BAB IPENDAHULUAN
22
Bab ini terdiri dari latar belakang yang menerangkan secara jelas mengenai
ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif
(dari umum ke khusus). Kemudian bab ini membahas tentang identifikasi masalah
untuk mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul
penelitian atau dengan masalah penelitian. Pembatasan dan perumusan masalah
ditetapkan sebagai fokus dari penelitian yang akan dilakukan demi mencapai hasil
penelitian yang diharapkan dalam tujuan penelitian. Dan selanjutnya, bab ini juga
membahas mengenai manfaat penelitian, baik manfaat teoritis dan praktis yang
berguna bagi peneliti, pembaca, dan instansi terkait. Serta sistematika penulisan
yang digunakan untuk mempermudah pembaca mengetahui isi dari penelitian
secara keseluruhan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
Bab ini akan membahas mengenai teori-teori relevan yang digunakan untuk
mengkaji permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian ini.
Penelitian terdahulu dipaparkan sebagai bahan perbandingan antara penelitian
yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, sehingga dapat diketahui
kesamaan atau perbedaan dari masing-masing penelitian yang dilakukan.
Selanjutnya, kerangka berpikir menggambarkan alur penelitian yang dikaji
dengan teori yang relevan dalam penelitian, sehingga peneliti dapat merumuskan
kesimpulan penelitian sementara.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
23
Bab ini terdiri dari pendekatan dan metode penelitian yang digunakan.
Fokus penelitian dan lokasi dilakukannya penelitian. Definisi variabel penelitian
yang menjelaskan mengenai variabel penelitian itu sendiri. Instrumen penelitian
menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data.
Informan penelitian menjelaskan orang-orang yang terkait dengan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengolahan dan uji keabsahan data yang
menjelaskan tentang teknik dan rasionalisasinya. Serta tentang jadwal yang
memaparkan waktu penelitian ini dilakukan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini terdiri dari deskripsi obyek penelitian yang meliputi lokasi
penelitiansecara jelas. Kemudian terdapat deskripsi data dari hasil penelitian yang
diolah daridata mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan
sebagaimanadengan penggunaan teori dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang
sudah dianalisis,peneliti uji validitas dengan menggunakan teknik triangulasi
untuk mendapatkan hasilpenelitian yang diharapkan. Kemudian melakukan
pembahasan lebih lanjut terhadappersoalan dan pada akhir pembahasan peneliti
dapat mengemukakan berbagaiketerbatasan pelaksanaan penelitian, terutama
untuk penelitian eksperimen danketebatasan ini dapat dijadikan rekomendasi
terhadap penelitian lebih lanjut dalambidang yang menjadi obyek penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini menjelaskan secara jelas mengenai jawaban dari tujuan
penelitian.Kesimpulan dibuat dari hasil penelitian yang dilakukan secara singkat,
jelas dan
24
mudah dipahami oleh pembaca. Selanjutnya, peneliti memberikan saran yaitu
berisitindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti secara
praktisagar dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka adalah dasar berpijak dari sisi kajian teori dan kerangka
konseptual. Tinjauan pustaka dibuat dengan cukup lengkap agar seluruh bagian
dari karya ilmiah terdukung oleh konsep teoritis. Jadi dapat disimpulkan tinjuan
pustaka yaitu peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait serta membuktikan
kesesuaian dalam penelitian.
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
2.1.1.1. Pengertian Kebijakan
Makna kebijakan dalam bahasa inggris modern sebagaimana dikutip
oleh Wicaksono (2006:53) adalah “A course of action or plan, a set of
political purposes as opposed to administration” (seperangkat aksi atau
25
rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan
administrasi).
Berbeda dengan pandangan tersebut, Dunn (2003:53) dalam
bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik, beliau mendefinisikan kata
kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy (kebijakan)
berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin, akar kata dalam bahasa
Yunani dan Sansekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur (Kota).
Dalam buku Policy Analysis for the Real World yang diterbitkan
tahun 1984 dan telah direvisi pada tahun 1990, Hogwood dan Gunn dalam
Wicaksono (2006:53) menyebutkan 10 (sepuluh) penggunaan istilah
kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya:
a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of
activity)
Contohnya: statement umum pemerintah tentang kebijakan ekonomi,
kebijakan industri, atau kebijakan hukum dan ketertiban.
b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan
(as expression of general purpose or desired state of affairs)
Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas mungkin
atau pengembangan demokrasi melalui desentralisasi.
c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)
Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar atau
menggratiskan pendidikan dasar.
26
d. Sebagai keputusan pemerintah (as decisions of government)
Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewan
Perwakilan Rakyat atau Presiden.
e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)
Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau
lembaga-lembaga pembuat kebijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programe)
Contohnya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah
didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program
peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output)
Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah
lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan
jumlah penyewa yang terkena dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome)
Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap
pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari
program reformasi agraria.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)
Contohnya: apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya
apabila kita meningkatkan insentif kepada industri manufaktur, maka
output industri akan berkembang.
j. Sebagai sebuah proses (as a process)
27
Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu
bergerak melalui tujuan yang sudah di setting, pengambilan keputusan
untuk implementasi dan evaluasi.
Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda.
Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas
publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Wicaksono
(2006:57) sebagai berikut:
“The word policy commonly use to designate the most important
choices made either in organized in private life. Policy is free for
many undesirable connotation clustered about the word political,
which is often believed to imply partisanship or corruption”.
Dengan demikian, kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asa
yang menjadi garis pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara
bertindak. Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara
matang dan hati-hati oleh para pengambil keputusan dan bukan merupakan
kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan terprogram atau terkait dengan
aturan-aturan keputusan.
2.1.1.2. Pengertian Publik
Dalam istilah sehari-hari di Indonesia, kata publik lebih dipahami
sebagai “negara” atau “umum”. Hal ini dapat dilihat dalam
menterjemahkan istilah-istilah public goods sebagai barang-barang umum,
28
public transportation sebagai kendaraan umum atau public administration
sebagai administrasi negara.
Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula
dengan istilah Koinon atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata
common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya, public
seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia
yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau
aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.
W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Wicaksono (2006:30)
berpendapat bahwa sektor publik memiliki 10 (sepuluh) ciri yang
membedakan dengan sektor swasta, diantaranya adalah:
a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih
ambigu;
b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusannya;
c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki
motivasi yang sangat beragam;
d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan
peluang dan kapasitas;
e. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas kegagalan
pasar;
29
f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki
signifikasi simbolik;
g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan
legalitas;
h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merespon
isu-isu keadilan dan kejujuran;
i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan;
j. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimal di
atas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.
2.1.1.3. Pengertian Kebijakan Publik
Sebelum menjelaskan tentang implementasi kebijakan publik,
terlebih dahulu harus dimengerti apa yang dimaksud dengan kebijakan
publik, dan bagaimana langkah-langkah untuk mengimplementasikannya.
Kebijakan Publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang
banyak pada tatanan strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh
pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik,
maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka
yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui
suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan olehadministrasi negara
yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.
30
Dari berbagai kepustakaan internasional disebut sebagai public
policy, yang dipahami oleh Nugroho (2012:143) adalah sebagai berikut:
“Keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai startegi untuk
merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi
untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki
masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang
dicita-citakan”.
Dengan demikian, kebijakan publik adalah sebuah fakta strategis
daripada sebuah fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi,
dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politis dari
para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses
perumusan. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah
pelayanan publik.
Dalam rangka menyeimbangkan peran negara yang mempunyai
kewajiban menyediakan pelayanan publik dengan hak untuk menarik
pajak dan retribusi, dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai
kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta
mencapai amanat konstitusi. Dimana pemerintah yang baik (good
governance) sangat penting dibutuhkan untuk membuat kebijakan-
kebijakan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam yang adil.
Intervensi negara harus lebih difokuskan pada bidang pelayanan umum,
seperti pemberian pelayanan kesehatan. Adapun definisi kebijakan publik
adalah sebagai berikut menurut Chief J.Odalam Abdul Wahab (2005:5).
31
“Suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada tujuan tertentu yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu yang saling berkaitan yang
mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat”.
Kebijakan publik adalah fakta strategis daripada fakta politis
ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah
terangkum preferensi-preferensi politik dari para aktor yang terlibat
dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan
Kebijakan publik merupakan keputusan politis yang dikembangkan
oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari
kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan
oleh apa yang disebut Easton dalam Agustino (2006:42) sebagai
“otoritas” dalam sistem politik yaitu; “para senior, kepala tertinggi,
eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat raja, dan
sebagainya”. Selanjutnya Easton menyebutkan bahwa mereka-mereka
yang berotoritas dalam sistem politik dalam rangka memformulasikan
kebijakan publik itu adalah:
“Orang-orang yang terlibat dalam urusan politik sehari-hari dan
mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana
pada satu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di
kemudian hari yang diterima serta mengikat sebagian besar anggota
masyarakat selama waktu tertentu”.
Sebuah kebijakan memiliki beberapa tahap dimulai dari formulasi
kebijakan, implementasi, sampai pada evaluasi kebijakan. Dimana dalam
penelitian ini, peneliti akan mengangkat mengenai masalah implementasi
suatu kebijakan dari pada Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2
32
Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air yang merupakan produk hukum terbaru di Kota
Tangerang dan sudah berjalan kurang lebih selama 2 tahun.
2.1.1.4. Pengertian Implementasi Kebijakan
Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang
digunakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik. Perlu
kiranya disadari bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan
berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi setelah
program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa dan kegiatan
yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik.
Guna memperoleh pemahaman yang baik mengenai implementasi
kebijakan publik, kita jangan hanya menyoroti perilaku lembaga-lembaga
administrasi atau badan-badan yang bertanggung jawab atas suatu
program beserta pelaksanaannya terhadap kelompok-kelompok sasaran,
tetapi juga perlu memperhatikan berbagai jaringan kekuatan politik ,
ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh
terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam suatu program
yang pada akhirnya membawa dampak pada program tersebut. Eugene
dalam Agustino (2006:153) mengungkapkan kerumitan dalam proses
implementasi sebagai berikut:
33
“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijaksanaan
umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi
merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang
kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para
pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk
melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang”.
Kebijakan-kebijakan dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan diri
dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok dan individu, yang dengan
demikian tujuan umum dari kebijakan tersebut dapat saja dibelokkan.
Mengingat bahwa, dalam banyak kasus para pelaksana kebijakan-
kebijakan publik tersebut adalah administrator publik, maka tridak heran
apabila kemudian mereka pulalah yang paling sibuk memodifikasi
kebijakan itu sendiri demi kepentingan rezim. Grindle dalam Abdul
Wahab (2008:221) mengikhtisarkan keadaan tersebut dengan menyatakan
sebagai berikut:
“Hingga derajat yang paling besar bila dibandingkan dengan sistem
sistem politik di Amerika Serikat dan Eropa Barat, proses
implementasi kebijakan publik di negara-negara Asia, Afrika dan
Amerika Latin adalah merupakan pusat partisipasi politik dan
persaingan politik”.
Beberapa definisi implementasi kebijakan dari para tokoh adalah:
Bardach dalam Agustino (2006:54) mengemukakan bahwa
implementasi kebijakan sebagai: “Adalah cukup untuk membuat
sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus
diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan
slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para
pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit
lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan
orang”.
34
Metter dan Horn dalam Agustino (2006:139) “Implementasi
kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-
tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan”.
Mazmanian dan Sabatierdalam Agustino (2006:139) implementasi
kebijakan adalah: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif
yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai
cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.
Jenkinsdalam Persons (2006:463) “Studi implementasi adalah studi
perubahan, bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan
perubahan bisa dimunculkan”.
Dari definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan menyangkut (minimal) tiga hal yaitu: (1) adanya tujuan atau
sasaran kebijakan, (2) adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan
dan (3) adanya hasil kegiatan. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan
bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis,
dimana pelaksana kegiatan melakukan suatu kegiatan.Sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran kebijakan itu sendiri.
Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan
Stewart dalam Agustino (2006:139) menyatakan bahwa:
“Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output)
keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat
dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai
atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih”.
35
Sama halnya dengan apa yang diutarakan oleh Grindle dalam
Agustino (2006:154), yaitu:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari
prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program
sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action
program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan
program tersebut tercapai”.
Dari beberapa definisi implementasi, dapat disimpulkan bahwa
implementasi diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang
telah dirumuskan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perlu pula dijelaskan bahwa proses implementasi untuk sebagian besar
dipengaruhi oleh adanya tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dan oleh cara
tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan demikian, implementasi kebijakan
merupakan hal yang sangat penting dalam keseluruhan tahapan
kebijakan, karena melalui tahap ini, keseluruhan prosedur kebijakan dapat
dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan
kebijakan tersebut.
2.1.1.5. Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan,
dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi
kebijakan, yakni: Pendekatan top down dan bottom up. Dalam bahasa
Lester dan Stewart (2008:108) istilah itu dinamakan dengan the command
and control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip
36
dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar,
yang mirip dengan bottom up approach). Masing-masing pendekatan
mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan
antara kebijakan dan hasilnya.
Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai
pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi
kebijakan, walaupun diantara pengikut pendekatan ini terdapat
perbedaan-perbedaan, sehingga meneruskan pendekatan bottom up,
namun pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang
sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi
implementasi.
Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang
dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan
keputusannya pun diambil dari tingkat pasar. Pendekatan top down
bertitik-tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik
(kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus
dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokrat-birokrat pada
level bawahnya. Jadi, pendekatan top down ini adalah sejauhmana
tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan
prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan
di tingkat pusat.
37
Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-
masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal
ini sangat mungkin terjadi oleh karena street-level-bureaucrats tidak
dilibatkan dalam formulasi kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada
sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan
kebijakan yang telah digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat.
Fokus tersebut membawa konsentrasi pada perhatian terhadap aspek
organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efesiensi dan efektifitas
pelaksanaan kebijakan.
2.1.1.6. Model-model Implementasi Kebijakan
Dalam literatur ilmu kebijakan, terdapat beberapa model
implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Dalam
beberapa model implementasi kebijakandisumbangkan oleh para ahli
diantaranya model implementasi kebijakan disumbangkan dari pemikiran
George C. Edward III dengan Direct and Indirect Impact on
Implementation, Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan A Model
of The Policy Implementation, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier
dengan A Framework for Policy Implementation Analysis, dan Merille S.
Grindle dengan Implementation as A Political and Administration
Process.
Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan teori model
implementasi kebijakan publik yang dikembangkan oleh Merille S.
38
Grindle karena dianggap relevan dengan materi pembahasan dari objek
yang diteliti.Hal ini bukan berarti bahwa peneliti menjustifikasi teori-teori
lain tidak lagi relevan dengan perkembangan teori implementasi kebijakan
publik, melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar lebih fokus
terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini. Identifikasi
masalah yang ditemukan sesuai jika dikaji dengan menggunakan
pendekatan model implementasi kebijakan Merille S. Grindle.
1. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III
disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut
model yang dikembangkan oleh Edward III, ada empat faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu
kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi.
(Agustino, 2006:156)
a. Faktor Sumber Daya
Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam
implementasi kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan
konsistensi dalam menjalankan suatu kebijakan dari pelaksana kebijakan.
Jika para personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang
bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk
melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan
tersebut tidak akan bisa efektif.
b. Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan
apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya. Harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai
39
faktor yang amat penting, karena menjembatani antara masyarakat
dengan pemerintah dalam pelaksana kebijakan. Sehingga dapat diketahui
apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa
ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila
para pembuat kebijakan atau implementor mengetahui apa yang akan
mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi
yang baik.
c. Faktor Disposisi (Sikap)
Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk
mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan
menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para
implementator tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan
kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
d. Faktor Struktur Birokrasi
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan sudah mencukupi dan para implementator mengetahui apa dan
bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk
melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif,
karena terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan
yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang.
Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung
kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan
koordinasi yang baik.
Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat
mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu
dengan melakukan Standard Operating Procedures (SOPs) dan
melakukan fragmentasi.
1) Standard Operating Procedures (SOPs); adalah suatu kegiatan rutin
yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
2) Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-
kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit.
40
2. Implementasi Kebijakan Model Donald Van Meter dan Carl Van
Horn
Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van
Meter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy
Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi
atau permormansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya
secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan
publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.
Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara
linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja
kebijakan publik.
Ada enam variabel, menurut Van Meter dan Van Horn yang
mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan
memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana
kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal
(bahkan terlalu utopsi) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit
merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan
berhasil.
2. Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan
proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang
berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan
yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan
kapabilitas dari sumber-sumbernya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia,
41
sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: Sumber
daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau, ketika
sumber daya manusia yang berkompeten dan kapabel telah tersedia, maka
memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak
dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber
daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana
berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang
terlalu ketat, maka hali ini pun menjadi penyebab ketidakberhasilan
implementasi kebijakan. Karena ini, sumber daya yang diminta dan
dimaksud oleh Van Meter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber
daya tersebut.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan
publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan
publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta
cocok dengan agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan
publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia
secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik
keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila
kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka
dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas
gambaran yang pertama. Selain itu, cakupan atau luas wilayah
implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak
menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi
kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan
yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tatpi
kebijakan yang dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan
adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para
pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu
menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin
selesaikan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi.
Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
42
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter
dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial,
ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan
kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
3. Implementasi Kebijakan Model Daniel Mazmanian dan Paul
Sabatier
Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier. Model implementasi yang
ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy
Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa
peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya
dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi
tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.
Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori besar, yaitu:
1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:
a. Kesukaran-kesukaran Teknis.
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung
pada sejumlah pernyataan teknis, termasuk diantaranya:
kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur
prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai
prinsip-prinsip hubungan kausual yang mempengaruhi masalah.
Disamping itu, tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi
juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik
tertentu.
b. Keberagaman Perilaku yang Diatur.
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit
43
untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian
semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para
pejabat dan pelaksana (administratur atau birokrat) di lapangan.
c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercangkup dalam Kelompok
Sasaran.
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang
perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka
akan semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan
politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka
peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang
Dikehendaki.
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki
oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana
memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah
masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan
ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.
2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara
Tepat.
Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang
dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat
melalui beberapa cara:
a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang
akan dicapai.
Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-
petunjuk secara cermat dan disusun secara jelas skala
prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat-pejabat pelaksana
dan aktor lainnya. Maka semakin besar pula kemungkinan bahwa
output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan
petunjuk tersebut.
b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan.
Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana
kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui
implementasi kebijakan.
c. Ketetapan alokasi sumber dana
Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat
diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan
formal.
d. Keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-
lembaga atau instansi-instansi pelaksana.
Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh peraturan
perundang yang baik ialah kemampuannya untuk menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga dapat dilaksanakan, maka koordinasi
antara instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi
44
kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah
ditetapkan.
e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.
Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan,
memperkecil jumlah titik-titik veto dan intensif yang memadai bagi
kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat
mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan
cara menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan
dari badan-badan pelaksana.
f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termasuk dalam
undang-undang.
Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang
diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan
halnya, oleh karena itu, top down policy bukanlah perkara yang
mudah untuk diimplementasikan pada para pejabat pelaksana di level
lokal.
g. Akses formal pihak-pihak luar.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi
kebijakan adalah sejauhmana peluang-peluang yang terbuka bagi
partisipasi para aktor di luar badan pelaksana dapat mendukung tujuan
resmi. Ini maksudnya agar kontrol pada para pejabat pelaksana yang
ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi
Implementasi.
a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi
Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah
hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi
sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang
digariskan dalam suatu undang-undang. Karena itu, eksternal faktor
juga menjadi hal penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu
upaya pengejawantahan suatu kebijakan publik.
b. Dukungan publik.
Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan
kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat
keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya
sentuhakn dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi
publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan
publik di lapangan.
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat.
Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu
kebijakan publik akan sangat berhasil apabila di tingkat masyarakat,
warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap masyarakat yang
kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam local genius (kearifan lokal) yang dimiliki oleh warga yang
dapat mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan
45
implementasi kebijakn publik. Dan, hal tersebut sangat dipengaruhi
oleh sikap dan sumber yang dimiliki oleh warga masyarakat.
d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat
pelaksana.
Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari
kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada
badan-badan pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan
pejabat-pejabat terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi
antarlembaga dan individu di dalam lembaga untuk menyukseskan
implementasi kinerja kebijakan publik.
4. Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle
Model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan
oleh implementabilitydari kebijakan tersebut(Nugroho, 2012: 690).
Menurutnya, keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua
hal, yaitu:
1) Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk
pada aksi kebijakannya.
2) Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat
dua faktor, yaitu:
a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan
kelompok.
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok
sasaran dan perubahan yang terjadi.
Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh
tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari
Content of Policy dan Context of Policy, Grindle (1980) dalam Agustino
(2006:168).
46
1) Content of Policy menurut Grindle adalah:
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi. Berkaitan
dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu
implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu
kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan
tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of
Policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa
dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat
yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh
pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan
mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun
yang ingin dijelaskan pada pola ini adalah bahwa seberapa
besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu
implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam
suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam
pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini, harus
dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu
kebijakan yang hendak diimplementasikan.
e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau
program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan
yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan.
Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.
f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu
kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang
mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
2) Context of Policy menurut Grindle adalah:
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor
yang terlibat. Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula
kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta
strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar
jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal
ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan
program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang
dari api.
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan
dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin
dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut
mempengaruhi suatu kebijakan.
47
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal ini
yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan
adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang
hendak dijelaskan pada pola ini adalah sejauhmana kepatuhan
dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Setelah pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau
konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat
diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah
kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga diketahui apakah
suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat
perubahan yang diharapkan dapat terjadi.
2.1.1.7. Faktor Penentu Pelaksanaan Kebijakan
Ada beberapa faktor yang menentukan sebuah kebijakan dapat
dilaksanakan dengan baik, antara lain adalah:
1. Respek Anggota Masyarakat terhadap Otoritas dan Keputusan
Pemerintah; Dalam filsafat John Locke dikatakan bahwa manusia
memiliki keadaan ilmiah (state of nature) yang bersifat positif, pada
dasarnya manusia adalah baik. Manusia dapat saling memberi, saling
hormat-menghormati dan saling tolong menolong. Ketika relasi ini
berjalan dengan baik, ada sistem sosial yang menggerakkan
masyarakat untuk saling menghormati dan memberikan respek yang
baik pada otoritas negara, undang-undang yang dibuat oleh para
politisi serta memberikan kepercayaan kepada pejabat pelaksana
kebijakan. Hal ini akan terus berlangsung selama msayarakat
48
memiliki anggapan yang logis untuk menghormati persoalan-
persoalan ini. Konsekuensinya adalah manusia telah didik untuk
mematuhi peraturan yang dibuat oleh pemerintah sebagai sesuatu
yang membawa kebaikan bagi kepentingan bersama.
2. Adanya Kesadaran untuk Menerima Kebijakan; Pada kehidupan yang
semakin maju ini, dimana segala hal dinilai secara rasional oleh
masyarakat, semakin banyak dijumpai baik oleh individu, kelompok
masyarakat maupun organisasi yang beranggapan bahwa dalam
kehidupan bernegara, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
adalah sesuatu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah sosial
di masyarakat. Seperti kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah DKI Jakarta mengenai pelarangan merokok di tempat umum,
bagi masyarakat rasional hal ini dianggap perlu, karena berkaitan
dengan kebaikan bersama. Namun di lain pihak, masih saja ada yang
tidak mematuhi kebijakan yang telah dibuat tersebut, karena menurut
sebagian masyarakat harus dikaji ulang lagi.
3. Adanya Sanksi Hukum; Penerapan sanksi bagi individu atau
kelompok yang tidak melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah merupakan cara yang cukup efektif untuk
pengimplementasian kebijakan. Alasannya kebanyakan dari
masyarakat tidak mau dan takut menerima sanksi yang berupa denda
yang cukup tinggi maupun berupa kurungan penjara, selain itu
49
mereka tidak mau dianggap sebagai orang yang telah melanggar
peraturan.
4. Adanya Kepentingan Publik; Masyarakat berkeyakinan bahwa
kebijakan yang telah dibuat melalui proses yang sah. Pada dasarnya
kebijakan yang dibuat adalah sebagai solusi dari permasalahan publik,
sehingga mereka mau menerima kebijakan tersebut, karena berkaitan
dengan kepentingan bersama/publik.
5. Adanya Kepentingan Pribadi; Seseorang atau kelompok warga akan
menerima sebuah kebijakan dengan senang hati, karena dengan
demikian akan mendatangkan manfaat ataupun keuntungan secara
pribadi bagi mereka. Misalnya saja pada pembuatan peraturan
mengenai penggunaan internet, pemerintah akan membatasi situs-
situs tertentu untuk melindungi penyalahgunaan pemakaian internet.
Akan tetapi, dilain sisi pihak pengusaha multimedia akan merasa
dirugikan terhadap peraturan tersebut.
2.1.1.8. Faktor Penentu Penolakan atau Penundaan Kebijakan
Selain faktor penentu pelaksanaan kebijakan, pada pelaksanaannya
terdapat juga beberapa faktor penentu penolakan atau penundaan
kebijakan, antara lain:
1. Adanya Kebijakan yang Bertentangan dengan Sistem Nilai yang Ada;
Apabila suatu kebijakan dipandang bertentangan dengan sistem nilai
yang berlaku di masyarakat, maka pada pengimplementasiannya akan
50
sulit untuk dilaksanakan. Misalnya pada pembuatan undang-undang
anti pornografi, dimana pemerintah mempunyai itikad baik untuk
mencegah terjadinya kebobrokan moral. Akan tetapi, dilain sisi
tentunya hal ini bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat khususnya kebudayaan bangsa, sehingga menimbulkan
penolakan-penolakan dari berbagai kalangan masyarakat.
2. Tidak Adanya Kepastian Hukum; Tidak adanya kepastian hukum,
ketidakjelasan kebijakan yang berlaku akan cenderung membuat
masyarakat melanggar dan tidak mematuhi peraturan tersebut. Karena
masyarakat akan beranggapan bahwa tidak mematuhi peraturan
tersebut juga tidak apa-apa, tidak akan mendapat sanksi dari
pemerintah. Seperti peraturan tentang pelarangan menjual
CD/VCD/DVD bajakan, tidak ada kepastian hukumnya, sehingga
banyak penjual di setiap sudut kota bahkan di mal-mal menjualnya
dengan bebas.
3. Adanya Keanggotaan Seseorang dalam Organisasi; Keanggotaan
seseorang dalam organisasi dapat menimbulkan penolakan terhadap
sebuah kebijakan, karena kemungkinan kebijakan tersebut dapat
mengganggu kepentingannya. Namun ada juga karena
keanggotaannya dalam sebuah organisasi, seseorang mendukung
kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Misalnya saja peraturan
mengenai perlindungan hak-hak lingkungan, bagi para aktivis
lingkungan hidup tentunya tanpa dimintapun akan sangat mendukung
51
kebijakan tersebut, akan tetapi bagi kalangan industri akan sangat
mengganggu aktivitas produksi mereka, karena saat ini sangat sedikit
industri yang memiliki pengolahan limbah yang dapat dikatakan
layak, alasannya karena mahalnya biaya pembuatan tempat
pengolahan limbah. Kenyataannya untuk membuat tempat
pengolahan limbah sama saja dengan biaya mereka membangun satu
pabrik produksi lagi.
4. Adanya Konsep Ketidakpatuhan Selektif terhadap Hukum; Pada
prinsipnya, masyarakat terdiri dari berbagai suku bangsa dan latar
belakang yang berbeda. Ada masyarakat yang patuh pada suatu
kebijakan tertentu, akan tetapi pada saat yang bersamaan dia tidak
patuh pada kebijakan yang lainnya karena adanya ketidakpatuhan
selektif. Misalnya saja pada perusahaan yang patuh terhadap
peraturan pemungutan pajak, tetapi pada saat yang bersamaan
perusahaan tersebut tidak patuh terhadap jumlah pembayaran
pajak/manipulasi pembayaran pajak.
2.1.1.9. Lingkungan Hidup
Manusia bersama tumbuhan, hewan, dan jasad renik menempati
suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat
juga benda tak hidup, seperti misalnya udara, yang terdiri dari atas
bermacam gas, air, dalam bentuk uap, air dan padat, tanah dan batu.
52
Ruang yang ditempati makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan
tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup makhluk tersebut.
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor.
Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan
hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam
lingkungan hidup itu. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan
hidup. Keempat, faktor non-materiil, seperti suhu, cahaya dan kebisingan.
Tujuan hidup yang wajar bagi kita sebagai umat manusia adalah
menyesuaikan keseimbangan antara populasi manusia dengan
lingkungan. Tujuan berikutnya adalah secara sistematis menghindari
kegiatan yang memperbesar amplitudo ketidakmantapan dalam sistem
populasi lingkungan tadi. Program kerja untuk mencapai tujuan diatas,
ada enam sasaran, yaitu (Kristanto, 2004:31):
1. Menentukan jumlah optimum populasi di dunia untuk tiap negara dan
wilayah, disertai dengan penyebaran struktur umur dan penyebaran
geografis.
2. Menggunakan sumber daya alam secara cermat dan sebijaksana
mungkin, termasuk penggunaan energi, bahan makanan, hasil hutan,
tanah, bahan mineral dan waktu yang dimiliki manusia.
3. Mengembangkan teori ekonomi yang berdasarkan keseimbangan,
bukian yang berdasarkan pertumbuhan.
53
4. Secara rutin mengadakan monitoring terhadap perubahan-perubahan
fisik dan kimia planet bumi, dan mengambil tindakan yang tegas
terhadap setiap kegiatan yang merusak lingkungan.
5. Mengeluarkan Undang-undang dan peraturan yang secara tegas
mencegah kegiatan yang dapat mengakibatkan bertambah lebarnya
amplitudo ketidakstabilan lingkungan hidup manusia.
6. Memberi jaminan kepada setiap warga negara untuk memiliki suatu
hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan sesuai.
Untuk menunjang kehidupan manusia, dibutuhkan berbagai macam
sumber daya alam, Berdasarkan potensi (penggunaannya), sumber daya
alam digolongkan menjadi :
1. Penghasil energi (air, matahari, gas bumi, batu bara, angin, dan
sebagainya)
2. Penghasil bahan baku (mineral, hutan, perairan, tanah)
3. Sumber alam lingkungan hidup (udara, air)
Selain itu, berdasarkan kemampuannya untuk memperbaharui diri
setalah mengalami gangguan, sumber daya alam digolongkan menjadi :
1. Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui, misalnya mineral,
minyak bumi, gas bumi.
2. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui misalnya hutan, air,
udara.
54
Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui sangat penting bagi
perekonomian negara berkembang (sebagai pengadaan energi untuk
pembangunan). Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui tersebut
merupakan tulang punggung pembangunan negara berkembang (untuk
meningkatkan devisa non minyak dan gas bumi).
2.1.1.9.1. Kualitas Lingkungan Hidup
Pengertian tentang kualitas lingkungan sangatlah penting karena
merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan
lingkungan. Kualitas lingkungan dapat diartikan dalam kaitannya dengan
kualitas hidup, dimana dalam lingkungan yang baik kualitasnya terdapat
potensi untuk berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Ada 3 (tiga)
kriteria yang digunakan untuk mengukur kualitas lingkungan hidup umat
manusia yaitu (Kristanto, 2004:44) :
1. Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup sebagai makhluk hayati.
Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia
untuk menjaga lingkungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup
hayati tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga
masyarakatnya, dan terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis
melalui keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air yang
bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta
perlindungan terhadap serangan penyakit dan sesama manusia.
2. Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup manusiawi. Berbeda dengan
makhluk hidup yang lain, manusia sebagai makhluk yang berbudaya
55
tidak cukup hanya sekedar hidup secara hayati, melainkan karena
perkembangan kebudayaannya maka manusia baru hidup secara
manusiawi.
3. Derajat dipenuhinya kebebasan untuk memilih. Kemampuan memilih
merupakan sifat hakiki untuk dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Untuk dapat
memilih, harus ada keanekaragaman pilihan, karena itu
keanekaragaman merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan.
Ketiga kriteria tersebut disebut dengan kebutuhan dasar umat
manusia. Dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan dasar untuk hidup
sebagai makhluk hayati adalah yang paling pokok dan mempunyai bobot
yang paling tinggi diantara ketiga golongan kebutuhan dasar di atas.
Dengan menghubungkan kualitas lingkungan dengan derajat
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (sandang, papan, pangan) berarti
lingkungan merupakan sumber daya. Dari lingkungan didapatkan unsur-
unsur yang dibutuhkan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian dari
sumber daya tersebut dimiliki oleh perorangan atau badan tertentu,
misalnya lahan, sepetak hutan. Sebagian lagi sumber daya itu milik
umum, misalnya udara, air, tanah, sungai, pantai dan lautnya. Air adalah
faktor lain yang kita butuhkan untuk produksi. Apabila sumber daya
tersebut dieksploitasi, lingkungan akan mampu melakukan regenerasi
selama materi yang dikonsumsi tidak melampaui kecepatan proses dari
regenerasi lingkungan. Jika percepatan konsumsi melampaui kecepatan
56
regenerasi, akan terjadi apa yang disebut dengan pencemaran.
Sebaliknya, jika lingkungan mampu melakukan regenerasi sumber daya
ini disebut dengan sumber daya yang terperbaharui. Kemampuan
lingkungan untuk memasok sumber daya dan untuk mengasimilasi zat
pencemar adalah terbatas. Batas kemampuan ini disebut dengan daya
dukung lingkungan (kapasitas bawa). Kecenderungan yang nampak
sekarang adalah kenaikan kualitas hidup manusia disertai dengan
kenaikan tingkat konsumsi sumber daya dan pencemaran (Kristanto,
2004:40-41).
2.1.1.9.2. Pencemaran Lingkungan
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1998 (Kristanto, 2004:71) yang
dimaksud pencemaran adalah:
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan
(komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam,
sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Pemahaman akan pencemaran sangat penting artinya, baik bagi
masyarakat maupun pengusaha. Seringkali pencemaran itu
diinterpretasikan secara sempit sehingga jangkauan pemahamannya pun
terbatas pada hal-hal yang sifatnya insidentil belaka. Padahal ada
pencemaran dan dampak yang ditimbulkannya baru dapat dideteksi
57
setelah puluhan tahun berlangsung. Pengamatan terhadap berbagai
industri menunjukkan bahwa pencegahan dan pengendalian pencemaram
bukanlah pekerjaan yang mudah. Pendekatan secara teoritis sering
dipraktekan untuk mengesahkan ada atau tidaknya pencemaran,
sementara kenyataan membuktikan bahwa telah terjadi suatu perubahan
yang nyata dalam lingkungan tersebut, dan perubahan itu yang telah
mengundang terjadinya proses dari masyarakat yang merasa dirugikan
(Kristanto, 2004:2).
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan
transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri sektor
kimia, industri logam dasar, industri jasa, dan jenis aktivitas manusia
lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan,
udara dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut. Untuk mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas tersebut, maka
perlu dilakukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan
menciptakan baku mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber
air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara
emisi, dan sebagainya. Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar
yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat didalam air,
tetapi air tersebut dapat digunakan sesuai dengan kriterianya.
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan
menjadi keluaran. Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri
dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada keluarannya
58
dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran
yang ditimbulkan oleh indutri diakibatkan adanya limbah yang keluar
dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3).
Lingkungan sebagai wadah penerima akan menyerap bahan limbah
tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya, dimana wadah penerima
(air, udara, tanah) masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda,
misalnya air pada suatu saat dan tempat tertentu akan berbeda
karakteristiknya dengan air pada tempat yang sama tetapi pada saat yang
berbeda.
Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena
interaksi pengaruh luar, disebut dengan daya dukung lingkungan. Bahan
pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan
satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan
secara fisik, kimia, dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan
pencemar akan mengakibatkan perubahan nilai lingkungan yang disebut
dengan perubahan kualitas lingkungan.
Menurut peruntukkannya, air pada sumber air dapat dikategorikan
menjadi 4 (empat) golongan, yaitu (Kristanto, 2004:71):
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa diolah terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk
diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.
59
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
pertanian dan dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan
listrik tenaga air.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi
zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam
air pada sumber air sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku
mutu air.
2.1.1.9.3. Pencemaran Air
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan
normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini
tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti semua air
sudah tercemar, misalnya walaupun di daerah pegunungan atau hutan
yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air
hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut,
serta mengandung bahan-bahan tersuspensi, misalnya debu dan partikel-
partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfer (Kristanto,
2004:72).
Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak
dapat digunakan sesuai dengan peruntukkannya secara normal disebut
dengan pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat
60
bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda.
Aspek-aspek kimia-fisika pencemaran air adalah:
1. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas
2. Suhu
3. Oksigen terlarut
4. Karbondioksida bebas
5. Warna dan kekeruhan
6. Jumlah padatan
7. Nitrat
8. Amoniak
9. Fosfat
10. Daya hantar listrik
11. Klorida
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di
rawa-rawa berwarna kuning, cokelat atau kehijauan. Air sungai misalnya
berwarna kuning kecokelatan karena mengandung lumpur. Air limbah
yang mengandung besi (Fe) dalam jumlah tinggi berwarna cokelat
kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya merupakan indikasi
terjadinya pencemaran air.
Warna air dibedakan atas dua macam (Kristanto, 2004:80):
1. Warna sejati (true color) yang diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut.
2. Warna semu (apparent color) yang selain diakibatkan oleh bahan-
bahan terlarut, juga karena bahan-bahan tersuspensi, termasuk
diantaranya yang bersifat koloid.
Aspek biokimia antara lain (Kristanto, 2004:87):
1. BOD (Biochemical Oxygen Demand), menunjukkan oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau
mengoksidasi bahan-bahan buangan didalam air. Jadi nilai BOD tidak
61
menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya
mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut.
2. COD (Chemical Oxygen Demand), untuk mengetahui jumlah bahan
organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari
uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji
ini disebut dengan uji COD, yaitu uji yang menentukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium
dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di
dalam air.
2.1.1.9.4. Pengelolaan Lingkungan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha dasar
untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan, agar
kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Untuk
mendapatkan mutu lingkungan yang baik, usaha kita ialah memperbesar
62
manfaat lingkungan atau dan memperkecil lingkungan (Soemarwoto,
2004:76).
Dewasa ini tugas dan peranan pemerintah kita bukanlah untuk
melindungi alam terhadap kegiatan manusia yang membawa pengaruh
negatif pada kehidupan masyarakat. Mereka lebih mengutamakan pada
upaya-upaya untuk memperbaiki alam beserta pengaruh lingkungannya,
menciptakan keindahan dan peremajaan kota yang memberikan
kegairahan, kenyamanan dan kepuasan hidup bagi warga kotanya. Secara
teoritis, pihak yang menyebabkan terjadinya pencemaran harus dibebani
pajak jika pemerintah bermaksud memperbaiki efisiensi secara alokatif.
Akan tetapi, dalam praktek tidak mudah ditentukan secara tepat tingkat
dan kejadian pencemaran yang dimaksud (Adisasmita, 2005:155).
Investasi untuk mengendalikan pencemaran dapat dibedakan dalam
2 (dua) kategori (Adisasmita, 2005:155-156), yaitu:
1. Group treatment investment
2. Assimilation investment
Kategori yang pertama dilakukan oleh pihak yang menimbulkan
pencemaran, misalnya sekelompok pabrik tertentu yang berusaha untuk
mencegah pengaruh negatif dari asap atau barang cair lainnya. Sedangkan
kategori kedua biasanya dalam bentuk meningkatkan kapasitas sarana
kolektif ataupun oleh pemerintah.
63
Salah satu kesulitan dalam hubungan investasi masyarakat yang
dilakukan untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah sulitnya
mengatur manfaat penurunan tingkat pencemaran secara tangible atau
yang dapat dikonversi dalam uang. Sebagai konsekuensinya mungkin
lebih mudah untuk menjelaskan apa sasaran dalam pengendalian
lingkungan hidup dalam arti fisik yang hendak dicapai.
Menyadari besarnya dampak pembangunan terhadap lingkungan
hidup, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan, yang
pelaksanaannya dituangkan dalam PP nomor 29 Tahun 1986. Undang-
undang beserta peraturan pelaksana tersebut dimaksudkan sebagai sarana
untuk melakukan pencegahan terhadap suatu rencana kegiatan, misalnya
proyek yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Dalam
Undang-undang tersebut, pengelolaan lingkungan hidup harus berpegang
pada asas pelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang bagi
peningkatan kesejahteraan manusia. Hal ini berarti kegiatan
pembangunan proyek dan pengoperasian unit hasil proyek harus
berpatokan pada wawasan lingkungan. Maksud diatas dapat dicapai
dengan cara sebagai berikut (Soeharto,2002:197-198):
a. Memperbaiki kemampuan daya dukung lingkungan lokasi proyek dan
alam sekitarnya.
64
b. Mengelola penggunaan sumber daya secara bijaksana dengan
merencanakan, memantau, dan mengendalikan penggunaan sumber
daya tersebut secara bijaksana.
c. Memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif.
Setelah semua cara dilaksanakan, diharapkan dapat menjamin
pembangunan yang berkesinambungan dengan tidak menurunkan potensi
sumber daya yang dapat diperbaharui.
Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada
pada mutu lingkungan yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru
pada tingkat mutu lingkungan yang tinggi diusahakan agar lingkungan
tetap dapat mendukung mutu hidup yang lebih tinggi itu. Dengan
demikian jelaslah yang kita lestarikan bukanlah keserasian dan
keseimbangan lingkungan, melainkan kita ingin melestarikan daya
dukung lingkungan yang dapat menopang secara terlanjutkan
pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan
(Soemarwoto, 2004:81). Di Indonesia, baik usahawan sebagai produsen
maupun masyarakat sebagai konsumen tidak atau sedikit usahanya untuk
mengurangi limbah karena kesadaran lingkungan, kesadaran hukum dan
komitmen untuk melindungi lingkungan masih rendah.
Pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas
dengan cara yang beraneka pula, seperti dapat dilihat berikut ini
(Soemarwoto, 2004:95):
65
1. Pengelolaan lingkungan secara rutin.
2. Perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi
dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan.
3. Perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak
lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek
pembangunan yang sedang direncanakan.
4. Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan
yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun
karena tindakan manusia.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dijadikan sebagai penelitian terdahulu berkaitan dengan
penelitian peneliti tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Kota Tangerang adalah penelitian yang berjudul Pelaksanaan
kewenangan pemerintah Kota Denpasar dalam mengendalikan pemanfaatan air
tanah oleh hotel berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air oleh Ariestha Surya
Permana, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan
kewenangan Pemerintah Kota Denpasar dalam mengendalikan pemanfaatan air
tanah oleh hotel berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
66
Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, dimana dalam penelitian yang dilakukan
bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari
kejadian yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa: pelaksanaaankewenangan Pemerintah Kota Denpasar dalam
mengendalikanpemanfaatan air tanah oleh Badan Lingkungan Hidup dan
DinasPekerjaan Umum secara umum sudah melaksanakan dengan baik namun
belum optimal. Badan Lingkungan Hidup telah melakukanupaya konservasi
dengan cara mewajibkan pengusaha hotel untuk melaksanakan upaya-upaya
pelestarian seperti membuat sumurresapan atau lubang biopori guna
meningkatkan potensi air tanah.Upaya ini masih mempunyai kendala karena
Badan LingkunganHidup tidak menfasilitasi hotel dengan menyediakan alat
untukmembuat sumur resapan atau lubang biopori. Dinas PekerjaanUmum bidang
pengairan sesuai dengan kewenangannyamemberikan rekomendasi teknis kepada
Walikota Kota Denpasarmengenai penyelenggaraan perijinan pemanfaatan air
tanah padacekungan air tanah di Kota Denpasar. Cekungan air tanah
KotaDenpasar termasuk dalam cekungan air tanah Denpasar-Tabanandan juga
memberikan rekomendasi teknis yang berisi persetujuanatau penolakan pemberian
ijin berdasarkan zona konservasi air tanah. Kendala yang dihadapi dalam
mengendalikan pemanfaatanair tanah oleh hotel di Kota Denpasar berupa
kurangnya intensifnyasosialisasi mengenai dampak negatif dari pemanfaatan air
tanah yang berlebihan. Tidak adanya regulasi dari Pemerintah KotaDenpasar yang
67
memberikan sanksi yang tegas bagi yangmelanggar perijinan air tanah dan
kesadaran yang kurang darimasyarakat yang menggunakan air tanah karena air
tanah itudianggap gratis. Kendala lainnya seperti kurangnya sumber dayamanusia
yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Denpasar dalammengendalikan pemanfaatan
air tanah oleh hotel dan masih terjadinya pencurian air tanah yang dilakukan oleh
oknumpengusaha juga menjadi masalah yang sangat serius dan harussegera
diselesaikan.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian peneliti saat ini adalah
fokus penelitian yang tidak hanya meneliti tentang pemanfaatan air tanah oleh
Hotel, tetapi pengelolaan kualitas semua sumber daya air dalam rangka
mengendalikan pencemaran air. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini
merupakan salah satu produk hukum di tatanan pemerintah daerah. Sehingga
diharapkan dari hasil penelitian ini mampu memonitoring dan mengevaluasi
peraturan daerah tersebut.
Penelitian yang kedua adalah penelitian yang berjudul Efektifitas Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan
Pencemaran Sungai Cisadane oleh Ratna Farly Adzani, Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan
pencemaran sungai Cisadane. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan kuantitatif deskriptif.
68
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa efektifitas Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane cukup tinggi/sedang karena hanya
mencapai angka 64,8% dari angka yang dihipotesiskan, yaitu minimal 70%.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian peneliti saat ini terletak
dari fokus penelitian yang dipilih, penelitian tersebut hanya mengambil fokus
penelitian mengenai efektifitas Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
melakukan pengendalian pencemaran sungai Cisadane, sedangkan penelitian yang
dilakukan peneliti saat ini tidak hanya terfokus pada pengendalian pencemaran air
tetapi pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di semua jenis
sumber daya air tidak hanya sungai Cisadane. Penelitian yang dilakukan peneliti
saat ini mempunyai pedoman hukum yaitu merupakan implementasi kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah daerah kota Tangerang dalam upaya mengelola
kualitas air dan mengendalikan pencemaran air.
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti dalam penelitian,
untuk mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan
permasalahan penelitian maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai berikut:
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah “Implementasi
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”. Sehingga
peneliti mendeskripsikan Implementasi Perda tersebut dengan apa yang
69
senyatanya terjadi di lapangan dan peneliti menggambarkan kondisi riil di
lapangan dengan konsep yang dirancang oleh pemerintah. Sehingga peneliti
memperoleh banyak data dan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi
dalam implementasi perda tersebut. Ternyata masih ada hambatan-hambatan dan
permasalahan dalam implementasi perda tersebut diantaranya: belum optimalnya
koordinasi pengawasan terhadap sektor usaha kecil dan menengah dalam
pembuangan limbah tanpa proses pengolahan, kurangnya koordinasi dalam
pemberian izin pembuangan air limbah ke sumber air, sosialisasi tentang
Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 belum berjalan optimal,
masih banyak industri skala besar di Kota Tangerang yang melanggar Perda dan
belum memiliki IPAL serta belum memiliki Peraturan Walikota (Perwal) sebagai
dasar acuan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas. Dari berbagai
permasalahan dalam implementasi Perda tersebut dikaji dengan pendekatan model
kebijakan publik yang dikemukakan oleh Merille S. Grindle. Pemilihan model
teori ini didasarkan bahwa temuan lapangan sangat relevan dan cocok dengan
model teori ini yang bersifat teknis untuk mengetahui isi dan pemahaman dari
kebijakan tersebut dan bagaimana konteks implementasi kebijakan tersebut.
Berdasarkan teori (Grindle, 1980) “Model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan
dan konteks implementasinya”. Berdasarkan model pendekatan implementasi
kebijakan publik yang dikemukakan oleh Grindle dikatakan bahwa isi kebijakan
yang mempengaruhi di dalamnya adalah kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat perubahan yang ingin
dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, sumber-sumber daya
70
yang digunakan. Sedangkan dalam konteks implementasinya adalah kekuasaan
kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat, karakteristik
lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana. Sehingga apabila dikaji lebih mendalam permasalahan yang timbul
dalam implementasi Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor
2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air dengan teori implementasi model Merille S. Grindle, output atau hasil yang
diharapkan adalah menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkannya
agar tetap dalam kondisi alamiah serta memelihara ketersediaan air pada sumber-
sumber air agar memenuhi kriteria mutu air menurut peruntukkannya secara
berkelanjutan sesuai dengan tujuan yang terdapat padaPeraturan Daerah Peraturan
Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air.
. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir tersebut dapat dilihat melalui
gambar bagan berikut ini:
Kerangka Berpikir
1. Belum optimalnya koordinasi pengawasan terhadap sektor usaha kecil dan menengah
dalam pembuangan limbah tanpa proses pengolahan.
2. Kurangnya koordinasi dalam pemberian izin pembuangan air limbah ke sumber air.
3. Sosialisasi tentang Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 belum berjalan
optimal.
4. Masih banyak industri skala besar di Kota Tangerang yang melanggar Perda dan belum
memiliki IPAL.
5. Belum memiliki Peraturan Walikota (Perwal) sebagai dasar acuan petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis yang jelas.
71
Gambar 2.1.
Kerangka Berpikir
2.4.Asumsi Dasar
Asumsi merupakan dugaan sementara peneliti berkaitan dengan hal yang
ditelitinya. Penelitian ini meneliti tentang Implementasi Peraturan daerah Kota
Tangerang Nomor 2 tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle
Content of Policy Context of Policy
1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi 1. Kekuasaan, kepentingan-
2. Jenis manfaat yang bisa diperoleh kepentingan dan strategi aktor
3. Derajat perubahan yang ingin dicapai yang terlibat
4. Letak pengambilan keputusan 2. Karakteristik lembaga dan
5. Pelaksana program rezim yang berkuasa
6. Sumber-sumber daya yang digunakan 3. Tingkat kepatuhan dan adanya
Respon dari pelaksana
Hasil yang diharapkan (Output)
1. Menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkannya agar tetap dalam
kondisi alamiah.
2. Memelihara ketersediaan air pada sumber-sumber air agar memenuhi kriteria mutu
air menurut peruntukkannya secara berkelanjutan.
72
Pengendalian Pencemaran Air. Diketahui bahwa Peraturan Daerah ini sudah
berlaku sejak Tahun 2013 sebagai usaha untuk mengelola kualitas air dan
mengendalikan pencemaran air yang dilakukan oleh masyarakat atau pelaku
usaha. Namun, dalam pelaksanaan Perda tersebut masih menemui permasalahan-
permasalahan yang menyulitkan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
tugasnya di bidang konservasi pelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dalam implementasi Peraturan
Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, peneliti memiliki asumsi bahwa implementasi
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang belum berjalan
optimal.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
73
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu cara ilmiah, data, tujuan,
dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan
penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau
oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat
diamati oleh indera manusia. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam
penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis
(Sugiyono, 2010:2).
Penelitian yang dilakukan mengenai “Implementasi Peraturan Daerah
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”, menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif karena bermaksud untuk mendalami dan
menghayati suatu obyek. Menurut Bogdan & Taylor (dalam Moleong 2010:4),
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistik (utuh).Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan
74
individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Penelitian kualitatif sendiri bersifat deskriptif.Langkah kerja untuk
mendeskripsikan suatu obyek, fenomena, atau setting social terjewantah dalam
suatu tulisan yang bersifat naratif.Artinya, data, fakta yang dihimpun berbentuk
kata atau gambar daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berarti
menggambarkan apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi. Dalam
menuangkan suatu tulisan, laporan penelitian kualitatif berisi kutipan, kutipan dari
data atau fakta yang diungkap di lapangan untuk memberikan ilustrasi yang utuh
dan untuk memberikan dukungan terhadap apa yang disajikan (Satori & Komariah
2010:28).
Idealisasi penelitian kualitatif pada praktiknya tidak senantiasa
terimplementasikan karena penelitian kualitatif itu sendiri selain bersifat fleksibel
juga menekankan pada penggunaan multi-prepectives dan multi-methods. Metode
penelitian digunakan peneliti dalam penelitian mengenai “Implementasi
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”, yaitu
kualitatif deskriptif. Hal ini ditujukan untuk dapat memahami serta menghayati
segala kejadian yang terjadi dengan fokus penelitian, dan diharapkan hasil dari
penelitian dapat menjawab rumusan masalah yaitu mengetahui permasalahan yang
terjadi implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
75
Tangerangsecara lebih mendalam pada sasaran penelitian, serta mendapatkan
hasil penelitian yang akurat dan mendalam.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian merupakan bagian yang membatasi dan
menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal
ini, ruang lingkup penelitian digunakan sebagai batasan penelitian agar terfokus
pada fokus penelitian. Dengan itu maka diharapkan dapat memudahkan peneliti
untuk lebih fokus pada penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”.
Pembatasan ruang lingkup penelitian sendiri didasarkan pada penjabaran
yang terdapat pada latar belakang masalah yang mana dipaparkan secara ringkas
dalam identifikasi masalah. Adapun, ruang lingkup dalam penelitian ini adalah
mendeskripsikan fenomena terkait bagaimana implementasi Peraturan Daerah
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang secara mendalam.
3.3. Lokasi Penelitian
76
Lokasi Penelitian yaitu menjelaskan locus penelitian yang akan
dilaksanakan, termasuk dalam menjelaskan tempat, serta alasan memilihnya.
Penelitian yang berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Kota Tangerang”.Lokasi Penelitian di seluruh kecamatan Kota
Tangerang sengaja dipilih karena peneliti ingin mengkaji secara mendalam
permasalahan di seluruh wilayah di Kota Tangerang terhadap pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air.Disamping itu, peneliti berharap
mendapatkan temuan yang berguna dalam pemecahan permasalahan yang terjadi
dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.Sehingga Perda
tersebut dapat diterima dan diimplementasikan dengan baik.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Variabel
dalam penelitian tentang “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air” dapat didefinisikan sebagai berikut:
3.4.1. Definisi Konsep
77
Definisi konseptual digunakan untuk menegaskan konsep-konsep yang
jelas, yang digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran antara penulis
dan pembaca. Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan kegiatan /aktivitas yang
mengacu pada pedoman-pedoman yang telah disiapkan sehingga dari
kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan tersebut memberikan
akibat/dampak bagi masyarakat.
2) Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Merupakan sebuah kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kota
Tangerang yang dimaksudkan untuk menjamin kualitas air yang
diinginkan sesuai dengan peruntukkannya agar tetap dalam kondisi ilmiah
dan menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air.
3.4.2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau objek penelitian
dalam rincian yang terukur berdasarkan indikator penelitian.Definisi operasional
penelitian menjabarkan pedoman wawancara penelitian yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian sesuai dengan teori yang
digunakan.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori terkaitimplementasi
78
kebijakan publik model Merille S. Grindleyang terdiri dari Content of Policy dan
Context of Policy. Peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan publik
model Merille S. Grindle tersebut karena paling tepat untuk menjawab pertanyaan
rumusan masalah penelitian Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian
ini, yaitu:
Tabel 3.1
Pedoman Wawancara Penelitian
No. Indikator Sub Indikator Pertanyaan Informan
I1 I2 I3
1. Content Of
Policy
Kepentingan
yang
mempengaruhi
Apakah yang melatarbelakangi
diberlakukannya Perda tersebut?
Apa saja kepentingan yang mempengaruhi
baik pemerintah maupun pelaksana teknis
dalam mengimplementasikan Perda
tersebut?
Bagaimanakah pandangan para pilar
terhadap pelaksanaan Perda tersebut?
Jenis manfaat
yang bisa
diperoleh
Bagaimana manfaat yang dirasakan dari
diterapkannya Perda tersebut ?
Derajat
perubahan yang
ingin dicapai
Bagaimana perubahan yang terjadi setelah
diterapkannya Perda tersebut?
Apa perubahan yang diinginkan dari adanya
Perda tersebut?
Letak
pengambilan
keputusan
Siapakah yang berwenang dalam
memberikan sanksi terhadap pelanggaran
Perda tersebut?
Pelaksana
program
Siapa saja yang menjadi implementator
dalam pelaksanaan Perda tersebut?
Sumber-sumber
yang digunakan
Bagaimanakah ketersedian sarana dan
prasarana dalam pelaksanaan Perda
tersebut?
2. Context Of
Policy
Kekuasaan,
Kepentingan-
kepentingan dan
strategi dari
aktor yang
Bagaimana kekuasaan yang dimiliki oleh
para pelaksana kebijakan dalam
implementasi perda?
79
terlibat Apa saja kepentingan yang diinginkan para
pelaksana perda dalam implementasi perda
tersebut?
Apakah strategi yang digunakan dalam
menghadapi hambatan pelaksanaan perda
tersebut?
Karakteristik
lembaga dan
rezim yang
berkuasa
Bagaimana karakteristik pemerintah kota
Tangerang saat ini terkait dalam
pelaksanaan perda?
Tingkat
kepatuhan dan
adanya respon
pelaksana
Apakah pelaksanaan teknis yang dilakukan
oleh para implementator sudah sesuai
dengan Perda tersebut?
Bagaimana kepatuhan para aktor yang
terlibat terhadap Perda tersebut?
Sumber: Peneliti, 2015
3.5. Instrumen Penelitian
Irawan (2006:15) menjelaskan bahwa satu-satunya instrumen terpenting
dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti mungkin
menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data, seperti tape recorder,
video kaset, atau kamera. Tetapi alat-alat ini benar-benar tergantung pada peneliti
untuk menggunakannya. Selain itu, konsep human instrument atau manusia
sebagai instrumen sendiri menurut Satori & Komariah (2010:61), dipahami
80
sebagai alat yang dapat mengungkap fakta-fakta lapangan dan tidak ada alat yang
paling elastis dan tepat untuk mengungkapkan data kualitatif kecuali peneliti itu
sendiri.
Peneliti sebagai key instrumentjuga harus “divalidasi” seberapa jauh
peneliti siap melakukan penelitian yang selanjutnya turun ke lapangan.Validasi
terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman
metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,
kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun
logistiknya.Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri
seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan
wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki
lapangan.Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas
temuannya (Sugiyono, 2010: 22).
Penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Kota Tangerang”, instrumen yang digunakan adalah peneliti
sendiri. Dalam penelitian ini peneliti menempatkan diri sebagai observer.Adapun
jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder.Peneliti sebagai key instrument dalam penelitian karena peneliti dapat
merasakan langsung, mengalami, melihat sendiri obyek atau subyek yang sedang
diteliti.Selain itu, peneliti juga mampu menentukan kapan penyimpulan data telah
81
mencukupi, data telah jenuh, dan kapan penelitian dapat dihentikan. Peneliti juga
dapat langsung melakukan pengumpulan data, melakukan refleksi secara terus-
menerus dan secara gradual membangun pemahaman yang tuntas mengenai
sesuatu, dalam hal ini implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
di Kota Tangerang
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder.Data primer dalam penelitian ini yaitu data-data yang didapat
berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dari hasil wawancara dan
observasi lapangan. Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa
dokumen tertulis berupa catatan atau dokumentasi tentang Pemerintah Kota
Tangerang, seperti profil instansi, kepegawaian, struktur organisasi, dan data
lainnya yang diberikan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tangerang
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun alat-alat tambahan
yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data adalah pedoman wawancara,
alat perekam, buku catatan dan kamera.
Teknik pengumpulan data sangat erat hubungannya dengan masalah
penelitian yang ingin dipecahkan.Masalah memberi arah dan memengaruhi
penentuan teknik pengumpulan data.Banyak masalah yang telah dirumuskan tidak
dapat dipecahkan dengan baik, karena teknik untuk memperoleh data yang
diperlukan tidak dapat menghasilkan data yang diinginkan (Satori & Komariah,
2010:103). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian mengenai
82
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”, dengan menggunakan beberapa macam teknik, diantaranya:
1. Observasi
Observasi menurut Semiawan (2010:112) adalah bagian dalam
pengumpulan data. Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan.
Dalam tradisi kualitatif, data tidak akan diperoleh di belakang meja, tetapi harus
terjun ke lapangan, tetangga, organisasi, dan komunitas. Data yang diobservasi
dapat berupa gambaran tentang sikap, kelakuan, perilaku, tindakan, dan
keseluruhan interaksi antar manusia. Data observasi juga dapat berupa interaksi
dalam suatu organisasi atau pengalaman para anggota dalam berorganisasi.
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian mengenai
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”, yaitu menggunakan metode observasi non-participant. Dalam hal ini
peneliti datang ke lokasi penelitian, namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang
dilakukan dari subyek penelitian. Artinya peneliti hanya melakukan pengamatan
terkait bagaimanaimplementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
di Kota Tangerang.
Tujuan penggunaan metode observasi dalam penelitian ini yakni peneliti
dapat mencatat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, mendokumentasikan,
dan merefleksikannya secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi dari
83
subyek penelitian. Dengan demikian, maka data-data yang dikumpulkan
berdasarkan hasil teknik pengumpulan data lainnya, dapat ditriangulasikan dengan
menggunakan metode ini. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang valid.
Validitas data sangat diperlukan dalam penelitian ini karena keabsahan data yang
didapat apakah sesuai dengan fakta yang ada di lapangan atau tidak.
2. Wawancara
Merupakan proses untuk memperoleh keterangan untuk mencapai tujuan
penelitian yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi verbal berupa percakapan.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan
yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln & Guba (dalam
Moleong 2010:186), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan;
merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu;
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami
pada masa yang akan mendatang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia
(triangulasi); dan memverfikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Metode wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”, yaitu wawancara mendalam yang mana peneliti melakukannya
84
dengan sengaja untuk melakukan wawancara dengan informan dan peneliti tidak
sedang observasi partisipasi, ia bisa tidak terlibat intensif dalam kehidupan sosial
informan, tetapi dalam kurun waktu tertentu. Peneliti bisa datang berkali-kali
untuk melakukan wawancara.Sifat wawancaranya tetap mendalam tetapi dipandu
oleh pertanyaan-pertanyaan dalam pedoman wawancara.Tujuannya yaitu untuk
memperoleh data secara jelas, konkret, dan lebih mendalam. Pada prinsipnya
metode ini merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari
sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman,
pikiran dan sebagainya yang berkaitan Implementasi Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.
1. Studi Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan
catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga
akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode
ini hanya mengambil data yang sudah ada terkait Pemerintah Kota Tangerang
Tangerang, seperti profil instansi, kepegawaian, struktur organisasi, dan data
lainnya yang diberikan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tangerang
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Metode ini juga digunakan
untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen.Dalam
penelitian sosial, fungsi data yang berasal dari dokumentasi lebih banyak
digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer yang
diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Penggunaan metode
85
dokumentasi dalam penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”, digunakan sebagai data
pendukung terkait masalah penelitian. Dengan adanya data pendukung tersebut
ditujukan sebagai penguat argumentasi dari data-data primer yang didapatkan dari
hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan peneliti sebelumnya.
3.6. Informan Penelitian
Menurut Denzin & Lincoln (dalam Fuad & Nugroho 2014: 57-58),
seorang peneliti harus bisa menemukan “orang dalam” (an insider), salah satu
anggota partisipan yang ingin menjadi informan dan berperan sebagai pengarah
dan penerjemah muatan-muatan budaya, dan pada saat yang lain, jargon dan
bahasa kelompok setempat.Meskipun wawancara dapat dilakukan tanpa bantuan
seorang informan, namun sebaiknya tetap menggunakan informan yang baik,
sebab dengan begitu maka peneliti dapat menghemat waktu lebih banyak dan
dapat menghindarkan kesalahan-kesalahan selama proses berlangsung. Penelitian
mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun
2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendlian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”, dalam pemilihan informannya menggunakan teknik Purposive
Sampling (sampel bertujuan) dan Snowball Sampling (sampel yang mula-mula
kecil kemudian membesar). Menurut Bungin (2011:107), purposive sampling
adalah strategi menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai
dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu. Key
86
informant digunakan sebagai informan didasarkan pada penguasaan informasi dan
secara logika bahwa tokoh-tokoh kunci dalam proses sosial selalu langsung
menguasai informasi yang terjadi di dalam proses sosial itu. Sedangkan snowball
sampling digunakan untuk mencari dan merekrut “informan tersembunyi”, yaitu
kelompok yang tidak mudah diakses para peneliti melalui strategi pengambilan
informan lainnya yang memungkinkan peneliti menemukan informan baru, dari
satu informan ke informan lainnya, dan membentuk seperti bola salju yang
semakin membesar.
Pemilihan informan penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling
yaitu peneliti memilih Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tangerang pada Sub
Bidang Analisis dan Pengendalian Dampak Lingkungan, Sub Bidang Pengawasan
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup serta Sub Bidang Hukum
Lingkungan Hidup , yang mana informan tersebut dipilih karena sangat relevan
terkait masalah penelitian. Selanjutnya, teknik Snowball Samplingdilakukan
menentukan secara garis besar kategori informan dalam penelitian ini.Kemudian,
peneliti mencari informan baru, dari satu informan ke informan selanjutnya untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat dan sesuai dengan tujuan
dari penelitian itu sendiri dan akan berhenti mencari informan apabila data yang
didapat sudah mencapai titik jenuh, artinya data berdasarkan hasil jawaban
informan sudah tidak bervariasi lagi atau cenderung sama. Berikut adalah
deskripsi informan dalam penelitian “Implementasi Peraturan Daerah Kota
87
Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”, yang diantaranya:
Tabel 3.2
Deskripsi Informan Penelitian
Kode
Informan Kategori Informan Spesifikasi Informan
Peran dan Fungsi
Informan dalam
Penelitian
I1 Pilar Pemerintah
1. Kepala Bidang Pemantauan dan
Pemulihan Kualitas Air Key Informant
2. Kepala Bidang Pengawasan dan
Penegakan Hukum Lingkungan
Hidup BLH Kota Tangerang
Key Informant
3. Kepala Bidang Sumber Daya Air
Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Tangerang
Key Informant
4. Kepala Sub Bidang Perizinan
Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP
Kota Tangerang
Key Informant
5. Kepala Seksi Pengendalian Air
Limbah Dinas Cipta Karya dan
Penataan Ruang Kota Tangerang
I2 Pilar Sektor Swasta
1. Pemilik Industri (PT dan CV) Key Informant
2. Pemilik atau Pengelola Hotel Key Informant
3. Pemilik atau Pengelola Rumah
Sakit Key Informant
I3 Pilar Masyarakat
1. LSM Bidang Lingkungan Hidup
Kota Tangerang Secondary Informant
2. Pengamat Lingkungan Secondary Informant
Sumber: Peneliti, 2015
2.7. Teknik Analisis dan Uji Keabsahan Data
2.7.1. Teknik Pengolahan Data
88
Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong
2010:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Dalam menganalisis data penelitian yang diperoleh dari hasil
penelitian di lapangan, maka peneliti menggunakan analisis data model Miles &
Huberman. Model interaktif Miles & Huberman dapat dipahami dengan gambar
dibawah ini:
Gambar 3.1 Analisis Data Miles & Huberman
Berikut adalah penjelasan mengenai gambar analisis data menurut Miles &
Huberman (dalam Fuad & Nugroho 2014:16-18), yang diantaranya:
a. Reduksi Data (Data Reduction), dimaknai sebagai proses memilah dan
memilih, menyederhanakan data yang terkait dengan kepentingan penelitian
saja, abstraksi dan transformasi data-data kasar dari catatan lapangan. Reduksi
Data Collection
Data Reduction
Conclusion:
Drawing/ Verifying
Data Display
89
data perlu dilakukan karena ketika peneliti semakin lama di kancah penelitian
akan semakin banyak data atau catatan lapangan yang peneliti kumpulkan.
Tahap dari reduksi adalah memilah dan memilih data yang pokok, fokus pada
hal-hal yang penting, mengelompokkan data sesuai dengan tema, membuat
ringkasan, member kode, membagi data dalam partisi-partisi dan akhirnya
dianalisis sehingga terlihat pola-pola tertentu.
b. Penyajian Data (Data Display) berupa uraian singkat, bagan, hubungan kausal
dengan kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dapat membantu
peneliti dalam memahami apa yang terjadi, merencanakan analisis selanjutnya
berdasarkan apa yang sudah dipahami sebelumnya.
c. Menarik kesimpulan/ verifikasi (Conclusion: Drawing/ Verifying), merupakan
langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman.
Berdasarkan pola-pola yang sudah tergambarkan dalam penyajian data,
terdapat hubungan kausal atau interaktif antara data dan didukung dengan
teori-teori yang sesuai, peneliti kemudian mendapatkan gambaran utuh
tentang fenomena yang diteliti dan kemudian dapat menyimpulkan fenomena
tersebut sebagai temuan baru.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian mengenai “Implementasi
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang”, menggunakan teknik analisis data Miles & Huberman. Teknik
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat langkah analisis data,
yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hal ini digunakan sebagai alat untuk mempermudah peneliti untuk menganalisis
90
data yang didapat dari hasil penelitian lapangan dan mendapatkan kesimpulan
mengenai penelitian yang dilakukan peneliti.
2.7.2. Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dapat dilakukan dengan triangulasi pendekatan dengan
kemungkinan melakukan terobosan metodologis terhadap masalah-masalah
tertentu yang kemungkinan dapat dilakukan seperti seperti yang dikatakan Denzin
dengan “Triangulasi”. Istilah penggabungan metode ini dikenal lebih akrab di
kalangan pemula dengan istilah „meta-metode‟ atau „mix-method‟, yaitu metode
campuran, dimana metode kuantitatif dan kualitatif digunakan bersama-sama
dalam sebuah penelitian (dalam Bungin 2010:257).Metode ini digunakan sebagai
alat untuk menguji apakah data hasil penelitian yang telah dikumpulkan terdapat
perbedaan atau tidak, sehingga dapat diketahui data tersebut dianggap absah atau
tidak.Penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendlian
Pencemaran Air di Kota Tangerang”, menggunakan dua teknik triangulasi
pendekatan untuk menguji keabsahan data dari hasil penelitian lapangan. Berikut
adalah teknik triangulasi pendekatan yang digunakan peneliti, yang di antaranya:
a. Triangulasi sumber, dapat dilakukan dengan mengecek data yang sudah
diperoleh dari berbagai sumber. Data dari berbagai sumber tersebut
kemudian dipilah dan dipilih dan disajikan dalam bentuk tabel matriks.
Data dari sumber yang berbeda dideskripsikan, dikategorisasikan, mana
pandangan yang sama, berbeda dan mana yang lebih spesifik.
b. Triangulasi teknik, dapat dilakukan dengan melakukan cek data dari
berbagai macam teknik pengumpulan data. Misalnya dengan
menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, dan
dokumentasi. Data dari ketiga teknik tersebut dibandingkan, adakah konsistensi. Jika berbeda, maka dapat dijadikan catatan dan dilakukan
91
pengecekkan selanjutnya mengapa data bisa berbeda (Fuad & Nugroho,
2014:19-20).
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam menguji keabsahan data, peneliti
menggunakan dua teknik triangulasi pendekatan.Dengan menggunakan teknik
triangulasi sumber, peneliti memperoleh dari sudut pandang pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat.Sedangkan, teknik triangulasi teknik, peneliti melakukan
cek data dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi.Hal ini dijadikan dasar oleh peneliti, untuk mengetahui apakah data
yang didapatkan terdapat perbedaan atau tidak.Dan jika terdapat perbedaan, maka
selanjutnya peneliti dapat melakukan pengecekkan ulang di lapangan, mengapa
data yang diterima berbeda, dan digunakan sebagai catatan penelitian.Selain itu,
peneliti juga menggunakan member check dalam menguji keabsahan data.Member
check dilakukan dengan melakukan pengecekkan data yang diperoleh kepada
informan penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh telah sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh informan penelitian,
sehingga data yang didapat merupakan data yang valid dan kredibel (dapat
dipercaya) sesuai dengan yang telah disesuaikan dan disepakati oleh informan
penelitian yang kemudian ditandatangani sebagai bukti autentik bahwa peneliti
telah melakukan member check.
2.8. Jadwal Penelitian
92
Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan
dilakukan proses penelitian (Sugiyono, 2009:286). Berikut ini merupakan jadwal
penelitian Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang :
Tabel 3.3.
93
Tabel Waktu Penelitian
No. Kegiatan
Tahun
2014 2015
Bulan Bulan
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pengajuan Judul
2. Observasi Awal
3. Penyusunan Proposal
4. Seminar Proposal
5. Revisi dan Bimbingan
6. Pengumpulan Data
7. Pengolahan & Analisis Data
8. Sidang Skripsi
9. Revisi Skripsi
Keterangan Tabel :
1: Januari 4: April 7: Juli 10: Oktober
2: Februari 5: Mei 8: Agustus 11: November
3: Maret 6. Juni 9: September 12: Desember
BAB IV
94
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
Deskripsi obyek penelitian menggambarkan mengenai obyek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi, tugas pokok dan
fungsi pada lokasipenelitian, serta hal lainnya yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan. Deskripsi obyek penelitian juga menjelaskan secara
umum terkait gambaran kependudukan, ketenagakerjaan, kondisi pendidikan dan
kesehatan masyarakat. Berikut merupakan deskripsi obyek penelitian
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”.
4.2. Gambaran Umum Kota Tangerang
Kota Tangerang merupakan sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten,
Indonesia, tepat di sebelah barat Ibukota Negara Indonesia yaitu DKI Jakarta serta
dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang di sebelah selatan, utara dan timur.
Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta terbesar ketiga di
kawasan perkotaan Jabodetabek. Kota Tangerang terdiri atas 13 kecamatan yang
dibagi lagi
atas sejumlah 104 kelurahan. Dahulu kota Tangerang merupakan bagian dari
wilayah kabupaten Tangerang, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota
95
administratif dan akhirnya ditetapkan sebagai kotamadya pada tanggal 27
Februari 1993. Sebutan “kotamadya” diganti dengan “kota” pada tahun 2001.
Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di pulau Jawa dan
memiliki lebih dari 1.000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional
yang memiliki pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung
panas dan lembab, dengan sedikit hutan atau bagian geografis lainnya. Kawasan-
kawasan tertentu terdiri atas rawa-rawa, termasuk kawasan di sekitar Bandara
Internasional Soekarno-Hatta.
a. Keadaan Geografi Kota Tangerang
Kota Tangerang secara geografis terletak pada. posisi 106°36' - 106°42'
Bujur Timur dan 6° 6' – 6° 13' Lintang Selatan. Batas-batas wilayahadministrasi
Kota Tangerang sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan (Kabupaten
Tangerang)
b. Sebelah selatan : Kecamatan Curug, Serpong dan Pondok Aren
(Kabupaten Tangerang).
c. Sebelah timur : DKI Jakarta
d. Sebelah barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Cikupa (Kabupaten
Tangerang).
Kota Tangerang memiliki wilayah seluas 164,593 Km2 termasuk luas.
Bandara Soekarno-Hatta seluas 16,069 Km2 yang berjarak sekitar 60 Km dari
Ibukota Propinsi Banten dan sekitar 27 Km dari DKI Jakarta. Wilayah Kota
96
Tangerang meliputi 13 Kecamatan yaitu Kecamatan Ciledug (8,769 Km2),
Larangan (9,397 Km2), Karang Tengah (10,474 Km
2), Cipondoh (17,91 Km
2),
Pinang (21,59 Km2), Tangerang (15,785 Km
2), Karawaci (13,475 Km
2),
Jatiuwung (14,406 Km2), Cibodas (9,611Km
2), Periuk (9,543 Km
2), Batuceper
(11,583 Km2), Neglasari (16,077 Km
2) dan Kecamatan Benda (5,919 Km
2).
Secara topografis, kota Tangerang sebagian besar berada pada ketinggian 10 - 30
m dpl (diatas permukaan laut), sedangkan bagian utaranya (meliputi sebagian
besar Kecamatan Benda) ketinggiannya berkisar antara 0 - 10 m dpl. Selain itu
pula di Kota Tangerang pun terdapat daerah-daerah yang mempunyai ketinggian
> 30 m dpl yaitu pada bagian selatan yaitu Kecamatan Ciledug yang meliputi
Kelurahan Cipadu Jaya, Larangan Selatan, Paninggalan Selatan, Paninggalan
Utara, Parung Serab, Tajur dan kelurahan Sudimara Pinang (Kecamatan
Cipondoh).
Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagian besar Kota Tangerang
mempunyai tingkat kemiringan tanah 0 - 30 % dan sebagian kecil (yaitu dibagian
selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3 - 8% berada di Kelurahan Parung
Serab, Kelurahan Paninggalan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya.
Wilayah Kota Tangerang dilintasi oleh Sungai Cisadane yang membagi
Kota Tangerang menjadi 2 bagian yaitu bagian timur sungai dan bagian barat
sungai. Kecamatan yang terletak di bagian barat Sungai Cisadane meliputi
Kecamatan Jatiuwung dan sebagian Kecamatan 'I'angerang. Selain Sungai
Cisadane, di Kota Tangerang terdapat pula sungai-sungai lain seperti Sungai
Cirarab yang merupakan batas sebelah barat, Kecamatan Jatiuwung dengan
97
Kecamatan Pasar Kemis di Kabupaten Tangerang, Kali Ledug yang merupakan
anak Sungai Cirarab, Kali Sabi dan Kali Cimode, sungai-sungai tersebut berada di
sebelah Sungai Cisadane, sedangkan pada bagian timur sungai Cisadane terdapat
pula sungai/kali yang meliputi; Kali Pembuangan Cipondoh, Kali Angke, Kali
Wetan, Kali Pasanggrahan, Kali Cantiga, Kali Pondok Bahar. Selain sungai/kali di
Kota Tangerang terdapat pula saluran air yang meliputi Saluran Mokevart,
Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran induk Cisadane Barat, Saluran Induk
Cisadane Timur dan Salutan Induk
Cisadane Utara.
Kota Tangerang memiliki luas wilayah 164,593 Km2. Dari luas wilayah
tersebut pertumbuhan fisik kota yang ditunjukkan oleh besarnya kawasan
terbangun kota, yaitu seluas 10.127,231 Ha ( 57,12 % dari luas seluruh kota ).
Data terakhir yang menunjukan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang
meliputi :
1. Pemukiman (59,882 Km2)
2. Industri (13,671 Km2)
3. Perdagangan dan Jasa (6,081 Km2)
4. Pertanian (44,678 Km2)
5. Lain-lain (8,194 Km2)
6. Belum terpakai (2,664 Km2)
7. Bandara Soekarno - Hatta (16,069 Km2)
Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan kedalam
dua katagori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Berdasarkan data,
98
luas kawasan lindung di kota Tangerang seluas 2,78 Km2 atau 1,50% dari total
luas lahan. Kawasan lindung ini diantaranya meliputi kawasan Situ Cipondoh dan
kawasan sempadan sungai. Sedangkan untuk kawasan budidaya dapat dibagi
menjadi dua katagori, yaitu kawasan budidaya yang sudah terbangun dan kawasan
budidaya yang belum terbangun. Kawasan Kota Tangerang seluas 164,593 Km2
dengan perincian kawasan budidaya yang sudah terbangun sebesar 123,31 Km2
(69,55 %) dan kawasan budidaya yang belum terbangun seluas 53,98746 Km2
(30,45 %).
b. Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2013 tercatat 1.952.396 jiwa
dengan jumlah rumah tangga sebanyak 509.764 rumah tangga dan sex rasio
sebesar 104,4 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104,4 penduduk
laki-laki. Untuk Penduduk usia sekolah ada kecenderungan meningkat pada
tingkatan sekolah dasar yaitu usia sekolah SD (7-12 tahun) dan usia sekolah SMP
(13-15 tahun). Sedangkan untuk usia SMA (16-18 tahun). menurun dibanding
tahun sebelumnya, diperkirakan migran pada tamatan SMP berkurang.
Pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang tidak hanya disebabkan oleh
pertumbuhan secara alamiah, tetapi tidak lepas karena pengaruh migran yang
masuk yang disebabkan daya tarik Kota Tangerang dengan berkembangnya
potensi Industri, perdagangan dan jasa sehingga mengakibatkan tersedianya
lapangan kerja dan kondusifnya kesempatan berusaha. Disamping itu sebagai
daerah yang berbatasan dengan Ibukota Negara, Kota Tangerang mau tidak mau
99
harus menampung pula penduduk yang aktifitas ekonomi kesehariannya di
wilayah DKI Jakarta .
Kota Tangerang merupakan daerah cukup padat, tiap kilometer persegi
rata-rata dihuni 9047.4 jiwa, dimana Kecamatan Cibodas merupakan Kecamatan
dengan kepadatan tertinggi (14.154 jiwa/ km2), sementara Kecamatan Jatiuwung
masih banyak terdapat lahan kosong sehingga kepadatan penduduknya merupakan
yang terendah (6.057 jiwa/Km2).
Berdasarkan kelompok umur ternyata jumlah penduduk terbanyak adalah
penduduk umur produktif (15-64) dengan rasio ketergantungan sebesar 38,42
artinya setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 38,42 penduduk
non produk tif (0-14 dan 65 tahun keatas). Jumlah pencari kerja di Kota
Tangerang pada tahun 20013 adalah sebanyak 25.942 jiwa atau 1,96% dari
penduduk Kota Tangerang. Sejak tahun 1997, jumlah pencari kerja senantiasa
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagian besar pencari kerja tersebut
memiliki tingkat pendidikan SMU yakni sebanyak 17.222 jiwa atau 66,38% dari
seluruh pencari kerja di Kota Tangerang. Pencari kerja lainnya memiliki tingkat
pendidikan SLTP (1,414 jiwa atau 5,45% dari seluruh pencari kerja di Kota
Tangerang) dan Sarjana (7.165 jiwa atau 27,61% dari seluruh pencari kerja di
Kota Tangerang).
Jumlah tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang
pada tahun 2013 adalah sebanyak 193.966 jiwa. Sebagian besar tenaga kerja
perusahaan industri besar/sedang tersebut termasuk ke dalam kelompok industri
Tekstil, Pakaian dan Kulit sebanyak 64.576 jiwa atau 33,29% dari seluruh tenaga
100
kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang. Tenaga kerja lainnya
bekerja pada perusahaan-perusahaan dalam kelompok industri Kimia, Barang
Kimia, Minyak, Batubara, dan Barang dari Plastik sebanyak 40.414 jiwa atau
20,86% dari seluruh tenaga kerja perusahaan industri besar/sedang di Kota
Tangerang dan kelompok industri Barang dari Logam, Mesin, dan
Perlengkapannya sebanyak 17.256 jiwa atau 8,89% dari seluruh tenaga kerja
perusahaan industri besar/sedang di Kota Tangerang.
c. Pemerintahan
Secara administrasi wilayah Kota Tangerang terbagi dalam 13 kecamatan.
Wilayah tersebut terdiri dari 104 kelurahan, 981 Rukun Warga (RW) dan 4.901
Rukun Tetangga (RT). Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah
Kota Tangerang pada tahun 2013 adalah sebanyak 9.607 orang yang tersebar di
43 instansi, dengan rincian menurut golongan sebagai berikut :
Golongan I : 161 orang ( 0,16 %)
Golongan II : 2.421 orang (25,2 %)
Golongan III : 4.069 orang (42,35 %)
Golongan IV : 2.921 orang ( 30,4 %)
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia
sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan merupakan
bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Jika pembangunan yang
dilakukan tidak dapat mengandalkan sumber daya alam yang keberadaannya
terbatas maka peningkatan sumber daya manusia yang hasilnya merupakan modal
101
untuk penggerak pembangunan. Pemerataan kesempatan pendidikan sangat
dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung
sekolah, perpustakaan, dan buku- buku penunjang pelajaran serta tenaga pendidik
(guru).
Fasilitas pendidikan di Kota Tangerang tersedia dari tingkat TK sampai
Perguruan Tinggi dan rata-rata jumlahnya meningkat di setiap jenjang
dibandingkan tahun sebelumnya. Bagi anak-anak pra sekolah tersedia sekolah
taman kanak-kanak (TK) sebanyak 369 sekolah TK swasta dan 1 sekolah TK
negeri. Bagi anak-anak usia sekolah dasar (SD) terdapat 503 SD terdiri dari 377
SD Negeri dan 126 SD Swasta, mampu menampung 180.890 siswa SD, Murid SD
tersebut mendapat bimbingan 2.894 guru negeri dan 5.499 guru swasta. Banyak
SMP di Kota Tangerang selama tahun 2013 terdiri dari 24 sekolah negeri dan 154
SMP swasta. Dengan jumlah siswa 62.764 siswa dan jumlah guru yang
membimbing 4.280 Orang. Fasilitas pendidikan untuk tingkat SMA lebih sedikit
jika dibandingkan 2 jenjang sebelumnya terdapat 89 sekolah terdiri 15 SMA
Negeri dan 74 SMA Swasta dan dapat menampung 25.185 murid dengan
dibimbing oleh 2.400 guru. Jika dibandingkan tahun sebelumnya jumlah sekolah
mengalami kenaikan. Fasilitas pendidikan lainnya berupa sekolah dibawah binaan
Departemen Agama antara lain Madrasah Diniyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Di Kota Tangerang terdapat 96 sekolah
Madrasah Ibtidaiyah (MI) terdiri dari 1 MI Negeri dan 102 MI Swasta. Madrasah
Ibtidaiyah ini dapat menampung 19.665 murid yang dibimbing oleh 1.332 guru
Jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 60 sekolah yang terdiri dari 3
102
Madrasah Tsanawiyah Negeri dan 57 Madrasah Tsanawiyah swasta mendapat
bimbingan dari 1.206 guru dan mampu menampung murid sebanyak 10.326
orang. Sedangkan Madrasah Aliyah terdapat 23 sekolah yang menampung 2.613
murid dan dibimbing 437 guru.
e. Kesehatan
Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan
murah. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang baik dimana pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas.
Untuk melayani masyarakat di Kota Tangerang tersedia fasilitas kesehatan berupa
30 rumah sakit, 32 puskesmas, 6 puskesmas pembantu dan 30 puskesmas keliling
roda empat juga tersedia 1.061 posyandu.
4.2. Deskripsi Data
Deskripsi data merupakan bagian untuk menjelaskan penelitian yang telah
diolah dari data mentah dengan mempergunakan teknik analisis data, baik data
kualitatif maupun kuantitatif. Peneliti dalam tahap ini akan melakukan analisis
data berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 11 (sebelas)
informan penelitian, yang terdiri dari pilar pemerintah, pilar swasta, dan pilar
masyarakat dengan menggunakan teknik pengumpulan informan Purposive
Sampling dan Snowball Sampling. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil
penelitian, yaitu untuk mengetahui bagaimanaImplementasi Peraturan Daerah
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
103
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang. Analisis data hasil penelitian
dilakukan dengan menggunakan model teori implementasi kebijakan dari Merille
S. Grindle (1980). Model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya. Berdasarkan model pendekatan implementasi kebijakan publik
yang dikemukakan oleh Grindle dikatakan bahwa isi kebijakan yang
mempengaruhi di dalamnya adalah kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat perubahan yang ingin
dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, sumber-sumber daya
yang digunakan. Sedangkan dalam konteks implementasinya adalah kekuasaan
kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat, karakteristik
lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka dalam proses
menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara bersamaan. Seperti
yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, bahwa dalam prosesnya analisa
dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang dikembangkan oleh
Miles dan Huberman, yaitu melakukan tiga kegiatan penting, yaitu reduksi data,
penyajian data dan menarik kesimpulan atau verifikasi hasil penelitian. Untuk
mempermudah peneliti dalam melakukan analisis data hasil penelitian tersebut,
maka peneliti memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Kode-kode tersebut
ditentukan berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan
permasalahan penelitian, diantaranya:
Tabel 4.1
Kode Penelitian
104
Kode Keterangan
I1-… Informan dari Pilar Pemerintah
I2-… Informan dari Pilar Swasta
I3-… Informan dari Pilar Masyarakat
Sumber: Peneliti, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat beberapa kode-kode penelitian,
yang terdiri dari Pertanyaan dan informan penelitian. Adapun kode informan
dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga bagian, yang mana kode informan I1-
1, I1-2, I1-3, I1-… merupakan kode untuk informan dari Pilar Pemerintah, kode
informan I2-1, I2-2, I2-3, I2-… merupakan kode untuk informan dari Pilar Swasta,
serta kode informan I3-1, I3-2, I3-3, I3-… merupakan kode untuk informan dari Pilar
Masyarakat. Kode informan tersebut ditujukan untuk memudahkan peneliti
menganalisis data hasil penelitian serta untuk mempermudah pembaca dalam
mengenali informan dalam penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”.
4.2.1. Data Informan Penelitian
Data informan penelitian menjelaskan deskripsi informan yang menjadi
sumber data utama dalam penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”. Deskripsi informan
penelitian meliputi nama informan, usia, dan pekerjaan atau jabatan dari informan
penelitian tersebut. Penjelasan mengenai data informan penelitian tersebut dapat
105
menjelaskan bagaimana peran dari masing-masing informan dalam Implementasi
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang. Sesuai dengan
pemilihan informan penelitian ini menggunakan teknik purposive dan snowball,
hal ini dilakukan untuk mendapatkan informan penelitian yang tepat dan kredibel.
Adapun jumlah informan dalam penelitian ini adalah 9 (sembilan) informan yang
terdiri dari 5 informan dari pilar pemerintah, 4 informan dari pilar swasta dan 2
informan dari pilar masyarakat. Berikut adalah daftar deskripsi informan
penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
di Kota Tangerang”, sebagai berikut:
Tabel 4.2
Daftar Spesifikasi Informan
No. Nama Informan Usia Pekerjaan/Jabatan Kode
Informan
1. M. Dadang Basuki, ST, M.Si 41
Kepala Bidang Pemantauan
dan Pemulihan Kualitas
Lingkungan Hidup BLH Kota
Tangerang
I1-1
2. Agus Prasetyo, SH 51
Kepala Bidang Pengawasan
dan Penegakkan Lingkungan
Hidup BLH Kota Tangerang
I1-2
3. Taufik Syahzaeni, ST, M.Si, M.Sc 37
Kepala Bidang Sumber Daya
Air Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota
I1-3
106
Tangerang
4. Julia Hudori, S.Si, Apt 39
Staf Pelaksana Bidang
Perizinan Kesejahteraan
Rakyat BPMPTSP Kota
Tangerang
I1-4
5. Dody Ardiansyah, ST 31
Kepala Seksi Pengendalian
Air Limbah Dinas Cipta Karya
dan Penataan Ruang Kota
Tangerang
I1-5
6. Suryanto 38 Pemilik CV Mitra Karya I2-1
7. Hilman Sanjaya, ST 26 Officer Finishing Line PT.
Sinar Antjol I2-2
8. Hendra Tany 40 Manajer Hotel FM 3 I2-3
9. Deni Wahyudi 43 Staf Bidang Limbah RS. Sari
Asih Ar-Rahmah I2-4
10. Erwin Setiawan 23 Ketua Forum About TNG I3-1
11. Ir. Toto Suharto, MT 49 Pengamat Lingkungan Kota
Tangerang I3-2
Sumber: Peneliti, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui deskripsi dari masing-masing
informan dalam penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”. Adapun kode informan
menjelaskan perbedaan peran informan dari masing-masing pilar, yaitu I1-…
sebagai informan dari pilar pemerintah, I2-… sebagai informan dari pilar swasta,
dan I3-…. dari pilar masyarakat. Informan di atas merupakan informan peneliti
anggap paling tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait permasalahan
Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.
107
Hal ini ditujukan untuk dapat mencapai hasil penelitian yang sesuai dan kredibel
dalam mencapai hasil penelitian yang diharapkan.
4.2.2. Analisis Data Penelitian
Analisis data penelitian merupakan pemaparan hasil penelitian yang
didapatkan dengan melakukan wawancara dengan 9 (sembilan) informan
penelitian yang dianggap dapat mewakili dan memberikan data terhadap
Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.
Adapun dalam menganalisis data hasil penelitian lapangan dengan menggunakan
teori model implementasi kebijakan dari Merille S. Grindle (1980) yang mana
terdiri dari isi kebijakan yang mempengaruhi di dalamnya adalah kepentingan-
kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat
perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program,
sumber-sumber daya yang digunakan. Sedangkan dalam konteks implementasinya
adalah kekuasaan kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat,
karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya
respon dari pelaksana. Berikut adalah analisis data penelitian mengenai
“Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang”. Adapun dalam menganalisis data hasil penelitian lapangan dengan
menggunakan teori implementasi kebijakan publik model implementasi Merille S.
Grindle. Adapun indikator dari teori implemetasi kebijakan publik Merille S.
Grindle, diantaranya:
108
1. Content of Policy menurut Grindle adalah:
g. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi.
h. Jenis manfaat yang bisa diperoleh.
i. Derajat perubahan yang ingin dicapai.
j. Letak pengambilan keputusan.
k. Pelaksana program.
l. Sumber-sumber daya yang digunakan.
2. Context of Policy menurut Grindle adalah:
d. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat.
e. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa.
f. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.
109
4.2.2.1. Content of Policy
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi berkaitan dengan berbagai
kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini
berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan
banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut
membawa pengaruh terhadap implementasinya. Setiap pembentukan perda pasti
terdapat kepentingan-kepentingan di dalamnya. Hal itu juga terdapat pada Perda
Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, dimana perda ini diciptakan adalah untuk
mencegah dan mengendalikan pencemaran air di Kota Tangerang.
Sebenarnya perda ini merupakan perda baru di lingkungan kota
Tangerang, perda ini diberlakukan pada saat ditetapkannya perda yaitu pada
tanggal 16 Mei 2013 pada masa kepemimpinan Bapak Wahidin Halim sebagai
walikota Tangerang. Perda ini merupakan peraturan di tingkat daerah
kabupaten/kota yang diturunkan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kota Tangerang dapat dikategorikan sebagai kota metropolitan karena
jaraknya yang dekat dan berbatasan langsung dengan ibukota negara. Sebagai
kota metropolitan tentunya Kota Tangerang dihadapkan pada permasalahan
lingkungan hidup yaitu tingginya tingkat pencemaran yang disebabkan karena
limbah rumah tangga dan limbah industri. Namun, dengan dikeluarkannya perda
ini, diharapkan tingkat pencemaran dapat dikendalikan dan dapat diminimalisir.
110
Berdasarkan temuan peneliti bahwa Perda ini sebenarnya merupakan
inisiatif dari Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam membuat peraturan
di tingkat daerah didasarkan pada kajian secara umum dan isu yang menjadi
temuan penting yaitu kualitas air yang semakin memburuk di kota Tangerang.
Perda ini disetujui oleh Walikota Tangerang dan diajukan oleh Walikota kepada
DPRD kota Tangerang untuk ditetapkan. Dalam hal ini terlihat DPRD selaku
badan legislatif di kota Tangerang hanya mengesahkan rancangan perda ini untuk
selanjutnya perda ini di implementasikan oleh pemerintah. Dengan demikian,
tidak ada kepentingan dalam pembuatan perda ini serta tidak ada keterlibatan
stakeholders dalam pembuatan perda, karena perda ini hanya dibuat oleh
pemerintah sebagai aturan teknis mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Pada tahap implementasi kebijakan, perda ini dilaksanakan oleh semua
stakeholders yang terdapat di kota Tangerang yang terdiri dari tiga pilar,
diantaranya pemerintah, swasta dan masyarakat. Pada pilar pemerintah,
implementasi perda ini dilakukan umumnya oleh semua SKPD, tetapi berkaitan
dengan implementasi di lapangan dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup
(BLH), Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) pada sub bidang perizinan pengolahan
limbah cair, dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang pada sub bidang
pengendalian limbah. Pada pilar swasta, implementasi perda ini dilakukan oleh
semua sektor swasta yang mengambil dan membuang air di lingkungan kota
Tangerang yaitu diantaranya, industri kelas atas, menengah dan kecil, hotel dan
apartemen, rumah sakit serta berbagai jenis usaha yang berpotensi menghasilkan
111
limbah. Pada pilar masyarakat, implementasi perda ini dilihat dari pandangan
LSM sebagai organisasi masyarakat yang terorganisir dan pengamat lingkungan
kota Tangerang.
Pada tahap implementasi perda, terdapat berbagai kepentingan-
kepentingan yang mempengaruhi dalam pelaksanaan. Kepentingan yang
mempengaruhi ini nantinya akan menjadi peran yang dilakukan oleh masing-
masing pilar dalam pelaksanaan perda. Pada pilar pemerintah, kepentingan yang
mempengaruhi dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai
pilar pemerintah, sebagai berikut:
“Pelaksana perda ini semua stakeholders yang terdapat di kota Tangerang,
karena perda ini berlaku di kota Tangerang. Implementasi perda ini harus
dilakukan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab yaitu diantaranya
pemerintah daerah, masyarakat, dan badan usaha. Jika di level pemerintah
implementasi perda ini secara spesifik dilakukan oleh BLH, Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang
serta Badan Perizinan. BLH dalam hal ini selaku sebagai badan yang
menyelenggarakan fungsi koordinasi implementasi perda ini.” (wawancara
di Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan
Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dapat diketahui bahwa
pelaksanaan perda ini dilakukan oleh semua stakeholders yang terdapat di kota
Tangerang yaitu diantaranya pemerintah, swasta dan masyarakat. Masing-masing
pilar tersebut memiliki kewajiban tertentu dalam pelaksanaan perda ini. Pada pilar
pemerintah implementasi dilakukan oleh semua SKPD, namun SKPD yang
bertanggung jawab dalam hal pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air yaitu diantaranya Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang serta Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP). Dalam
112
implementasi perda ini, BLH merupakan instansi pemerintah yang menjalankan
fungsi koordinasi kepada semua SKPD.
Pada bidang perizinan, kepentingan yang mempengaruhi adanya
implementasi perda ini dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4
sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:
“Kalau di Perda itu, ada mengenai izin pembuangan limbah cair, kalau di
kami di BPMPTSP wewenang kami berdasarkan Perwal tentang
pelimpahan kewenangan dari walikota kepada Badan Perizinan yang
dilimpahkan dari SKPD teknis ke Bidang Perizinan, hanya terkait izin
pembuangan limbah cair.” (wawancara di Ruang Bidang Perizinan
Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota Tangerang, 19 November 2015
Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah di
bidang perizinan, bahwasanya BPMPTSP kota Tangerang selaku badan perizinan
hanya memiliki kewenangan berdasarkan Perwal tentang pelimpahan kewenangan
dari Walikota kepada badan perizinan yang dilimpahkan dari SKPD teknis ke
bidang perizinan hanya terkait izin pembuangan limbah cair.
Kepentingan yang mempengaruhi dalam pelaksanaan perda ini juga
melibatkan pilar swasta dan pilar masyarakat sebagai salah satu pihak yang
bertanggung jawab dan mematuhi perda ini. Pilar swasta yang terlibat dalam
pelaksanaan perda ini yaitu industri, jenis usaha atau kegiatan skala kecil dan
menengah, hotel, dan rumah sakit serta semua jenis kegiatan yang mengambil dan
membuang air di Kota Tangerang. Kepentingan yang mempengaruhi pada pilar
swasta dapat terlihat berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 sebagai pilar
swasta, sebagai berikut:
113
“Dengan adanya perda tersebut, Pemerintah tidak terlalu berlebihan
sehingga mempersulit perusahaan dalam produksi.” (wawancara di Kantor
Finishing Line PT. Sinar Antjol, 18 November 2015 Pukul 12.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 dapat diketahui bahwa salah satu
kepentingan dari pilar swasta dari adanya implementasi perda ini agar pemerintah
selaku para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan tidak terlalu menerapkan
aturan yang berlebihan dalam pelaksanaan perda ini, sehingga tidak mempersulit
perusahaan dalam melakukan produksinya. Perusahaan mengharapkan pemerintah
agar lebih kooperatif dalam hal pelaksanaan perda.
Kepentingan yang mempengaruhi dari adanya implementasi perda ini juga
sangat berpengaruh apabila semua pilar yang terlibat dalam pelaksanaan perda
mengetahui adanya perda ini sebagai salah satu peraturan yang dibuat oleh
pemerintah kota Tangerang untuk mengelola kualitas air dan mengendalikan
pencemaran air, hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah sebagai program
sebelum pelaksanaan perda yaitu dengan menggunakan pendekatan sosialisasi.
Namun kenyataannya, berdasarkan temuan lapangan, ada beberapa pilar swasta
yang belum mengetahui adanya perda tersebut. Berikut merupakan hasil
wawancara terkait kurang optimalnya sosialisasi perda yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai pelaksana kebijakan, sebagai berikut:
I2-3:
“Saya tidak mengetahui tentang adanya perda ini, karena selama ini saya
kurang memperhatikan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
kota Tangerang.” (wawancara di Ruang Tamu Hotel FM 3, 25 November
2015 Pukul 09.00 WIB).
114
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-3 sebagai pilar swasta terlihat
bahwa sosialisasi perda ini belum berjalan optimal. Sosialisasi perda yang
dilakukan pemerintah belum terlihat sampai kepada para pengelola usaha atau
kegiatan yang berpotensi membuang limbah dan melakukan pencemaran. Hal
tersebut juga diperkuat berdasarkan hasil wawancara dengan I2-4 sebagai pilar
swasta, yaitu:
I2-4:
“Kalau saya pribadi tidak mengetahui tentang perda tersebut, tetapi yang
saya tahu, kami selaku pihak rumah sakit tidak boleh membuang limbah
sembarangan.” (wawancara di Kantin RS. Sari Asih Ar-Rahmah, 30
November 2015 Pukul 14.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-4 sebagai pilar swasta terlihat
bahwasanya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah memang belum
menyeluruh dan belum sepenuhnya dilakukan. Sehingga banyak yang belum
mengetahui adanya perda tersebut. Dari kedua hasil wawancara tersebut, terlihat
bahwa sektor swasta belum bisa berperan optimal dalam implementasi perda, saat
ini sektor swasta hanya mengikuti aturan yang dibuat oleh pemerintah. Oleh
karenanya, pilar swasta sangat penting mengetahui adanya perda tersebut terutama
jenis usaha atau kegiatan skala kecil dan menengah yang berpotensi melakukan
pencemaran. Belum optimalnya sosialisasi yang dilakukan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan para pelaku usaha terhadap perda tersebut.
Pilar masyarakat juga merupakan salah satu pilar yang dilibatkan dari
adanya implementasi perda ini. Dalam hal ini peneliti mengambil data penelitian
lapangan dengan mewawancarai LSM dan pengamat lingkungan sebagai pilar
115
masyarakat yang berpengaruh terhadap implementasi perda tersebut. Adanya
kepentingan pilar masyarakat merupakan salah satu indikator penting apabila
implementasi perda ini ingin sesuai dengan harapan semua stakeholders. Peran
masyarakat dalam implementasi perda dapat terlihat hasil wawancara dengan I3-1
sebagai LSM dari pilar masyarakat, sebagai berikut:
“Tentunya saya selaku mitra pemerintah mengharapkan dengan adanya
perda ini, semua masyarakat baik masyarakat industri, pengusaha ataupun
masyarakat umum mematuhi perda tersebut dan pastinya saya
mengharapkan pemerintah konsisten untuk melaksanakan perda tersebut.”
(wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22 November 2015 Pukul
16.00).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai LSM dari pilar
masyarakat terlihat bahwasanya pilar masyarakat memiliki kepentingan agar
semua aktor yang terlibat dari implementasi perda ini konsisten untuk
melaksanakan dan mematuhi perda tersebut. Dengan demikian, dalam dimensi
Content of Policy yaitu indikator kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi,
terdapat berbagai kepentingan yang mempengaruhi dalam pelaksanaan perda,
kepentingan yang mempengaruhi tersebut diantaranya,
1. Pilar pemerintah, Walikota yang mengajukan rancangan perda, DPRD yang
menetapkan perda, BLH sebagai koordinator pelaksana teknis, BPMPTSP
sebagai pelaksana perizinan pembuangan limbah cair, Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air sebagai pelaksana pembuatan dan perbaikan infrastruktur,
Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang sebagai pelaksana pengendalian
limbah.
116
2. Pada pilar swasta, kepentingan yang mempengaruhi yaitu bahwa perusahaan,
hotel, rumah sakit, jenis usaha kecil dan menengah memiliki kepentingan
dalam pelaksanan perda ini tidak mempengaruhi kualitas dan kuantitas
produktivitas kerja.
3. Pilar masyarakat menginginkan dengan adanya perda ini, semua stakeholders
yang terdapat di kota Tangerang mematuhi perda dan pemerintah selaku
pengambil keputusan harus bertindak tegas dan konsisten dalam pelaksanaan
perda.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh
Pada point ini Content of Policy berupaya untuk menunjukkan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat
yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian
kebijakan yang hendak dilaksanakan. Setiap perda yang dibuat diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi semua pihak, sama halnya dengan
pengimplementasian Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Manfaat
yang bisa diperoleh dapat berupa manfaat secara langsung ataupun manfaat secara
tidak langsung dari adanya perda. Untuk membahas lebih lanjut mengenai
manfaat yang diperoleh dari adanya perda ini, berikut adalah hasil wawancara
dengan I1-1sebagai pilar pemerintah terkait, sebagai berikut:
“Dari segi perizinan sudah membaik, masyarakat sudah mulai sadar dan
peduli lingkungan karena persentase tingkat pencemar sumber air
dihasilkan paling banyak dari limbah domestik.” (wawancara di Ruang
117
Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup
BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1sebagai pilar pemerintah terkait
manfaat yang telah dihasilkan dari adanya implementasi perda, sebagian besar
telah mendatangkan manfaat atau dampak positif sejak perda tersebut ditetapkan.
Dari segi perizinan lingkungan sudah membaik dan tingkat peran serta masyarakat
terhadap lingkungan telah meningkat. Di sisi lain, manfaat yang telah dihasilkan
dari adanya perda ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan I1-3 sebagai
pilar pemerintah, yaitu:
“Sejauh ini dengan adanya perda ini kualitas air baku yang terdapat pada
sumber air sudah pulih dan semakin membaik sehingga pencemaran yang
ada bisa dikendalikan dengan baik.” (wawancara di Ruang Kepala Bidang
Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Tangerang, 23 November 2015 Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 sebagai pilar pemerintah terkait
manfaat yang telah dihasilkan dari adanya implementasi perda yaitu kualitas air
baku yang terdapat pada sumber air sudah membaik dan pencemaran yang
terdapat pada berbagai sumber air yang terdapat di kota Tangerang sudah
dikendalikan dengan baik.
Di lain pihak, manfaat dari adanya implementasi perda pada pilar swasta
dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 sebagai pilar swasta
sebagai berikut:
“Dengan adanya peraturan tersebut, pemilik perusahaan lebih berhati-hati
terutama dalam pengolahan limbah hasil produksi.” (wawancara di Kantor
Finishing Line PT. Sinar Antjol, 18 November 2015 Pukul 12.00 WIB).
118
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 sebagai pilar swasta , manfaat
secara tidak langsung yang dihasilkan dari adanya perda tersebut terhadap pilar
swasta yaitu pemilik perusahaan selaku penanggung jawab operasional
perusahaan lebih berhati-hati dalam pengolahan limbah hasil produksi karena
disebabkan adanya pengawasan secara intensif pemerintah terhadap industri yang
beroperasi di kota Tangerang. Adanya perda menyebabkan pemilik perusahaan
harus mempunya tanggung jawab kepada lingkungan terlebih apabila perusahaan
yang dimilikinya terbukti melakukan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh
karenanya, perda ini memberlakukan sanksi tegas terhadap seseorang atau badan
usaha yang melakukan pencemaran terhadap lingkungan.
Manfaat yang dihasilkan dari adanya implementasi perda ini tidak hanya
dirasakan oleh pilar pemerintah dan swasta, akan tetapi kenyataannya, LSM dan
pengamat lingkungan sebagai pilar masyarakat merasakan adanya manfaat yang
telah dihasilkan dari adanya perda ini di kota Tangerang. Sebagaimana diketahui
dari hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, sebagai berikut:
I3-1:
“Jelas dengan adanya perda ini, terjadi perubahan dan perbaikan sarana
dan prasarana lingkungan, peningkatan pengawasan pemerintah terhadap
industri meskipun belum keseluruhan, salah satu manfaat dari perda ini
berhasil mengantarkan kota tangerang meraih penghargaan lingkungan
hidup.” (wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22 November 2015
Pukul 16.00).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat,
terdapat manfaat yang telah dirasakan setelah adanya pelaksanaan perda. Manfaat
yang bida diperoleh yaitu diantaranya, terjadi perubahan dan perbaikan sarana
119
lingkungan, peningkatan pengawasan pemerintah terhadap industri, serta perda ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan kota Tangerang memperoleh
penghargaan lingkungan hidup. Sebagaimana berdasarkan hasil wawancara I3-2
sebagai pilar masyarakat, yaitu:
I3-2:
“Bisa dikatakan perda tersebut merupakan perda baru yaitu tahun 2013,
tetapi perda tersebut harus disosialisasikan dan memang sudah berjalan
selama dua tahun, sosialisasipun belum berjalan efektif, tetapi pemerintah
kota Tangerang saat ini sudah terlihat menjalankan berbagai program
berkaitan dengan lingkungan hidup meski belum menjangkau seluruh
lapisan masyarakat.” (wawancara di Kediaman Ir. Toto Suharto, MT, 6
Desember 2015 Pukul 15.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-2 sebagai pilar masyarakat, terlihat
bahwasanya meskipun sosialisasi perda belum berjalan efektif, tetapi dampak
yang telah dihasilkan dari adanya perda tersebut di kota Tangerang yaitu
pemerintah kota Tangerang sudah terlihat menjalankan berbagai program-
program terkait kepedulian terhadap lingkungan, namun program-program yang
dibuat belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dengan demikian, dalam dimensi Content of Policy yaitu indikator jenis
manfaat yang bisa diperoleh, terdapat berbagai manfaat yang bisa diperoleh dalam
pelaksanaan perda yaitu:
1. Manfaat secara langsung, diantaranya perizinan terkait izin lingkungan sudah
membaik, terjadi perubahan dan perbaikan sarana dan prasarana lingkungan,
dan kualitas air baku yang terdapat pada sumber air sudah pulih dan semakin
membaik sehingga pencemaran yang ada bisa dikendalikan dengan baik.
120
2. Manfaat secara tidak langsung, diantaranya masyarakat sudah mulai sadar dan
peduli lingkungan, pemilik perusahaan lebih berhati-hati terutama dalam
pengolahan limbah hasil produksi, peningkatan pengawasan pemerintah
terhadap industri, dan salah satu manfaat secara tidak langsung dari perda ini
yaitu berhasil mengantarkan Kota Tangerang meraih penghargaan lingkungan
hidup.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai
Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai.
Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar
perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan.
Setiap perubahan pasti menginginkan kearah yang lebih baik, begitu pula harapan
pemerintah dan masyarakat mengharapkan perubahan yang lebih baik dari
pengimplementasian perda ini. Perubahan yang ingin dicapai dari adanya
pengimplementasian perda ini pada pilar pemerintah secara keseluruhan
mengharapkan adanya peningkatan kualitas lingkungan dan daya dukung
lingkungan. Berikut merupakan hasil wawancara terkait perubahan yang ingin
dicapai pilar pemerintah terkait adanya pengimplementasian perda, sebagai
berikut:
I1-2:
“Perubahan yang dikehendaki yaitu tingginya kesadaran masyarakat untuk
menjaga lingkungan dengan tidak membuang limbah berbahaya langsung
ke sumber air.” (wawancara di Ruang Kepala Bidang Pengawasan dan
Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 30
November 2015 Pukul 10.31 WIB).
121
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah,
perubahan yang diinginkan dari adanya implementasi perda berkaitan dengan
upaya menumbuhkan peran serta masyarakat yaitu meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk menjaga lingkungan, hal yang harus dilakukan oleh masyarakat
yaitu tidak membuang limbah berbahaya langsung ke sumber air. Peran serta
masyarakat sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan perda, mengingat masyarakat
merupakan aktor penting dalam pelaksanaan perda ini. Sebagaimana berdasarkan
hasil wawancara dengan I1-3 sebagai pilar pemerintah terkait perubahan yang
diinginkan dari adanya pelaksanaan perda, yaitu:
I1-3:
“Perubahan yang diinginkan dengan adanya perda ini kuantitas air dan
kualitas air semakin membaik.” (wawancara di Ruang Kepala Bidang
Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Tangerang, 23 November 2015 Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 sebagai pilar pemerintah yaitu
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air terkait perubahan yang diinginkan dari
adanya implementasi perda yaitu secara keseluruhan terjadi perbaikan kuantitas
dan kualitasd air. Berbeda dengan hal itu, derajat perubahan yang ingin dicapai
oleh I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
I1-5:
“Secara teknis, perubahan yang diharapkan yaitu rendahnya atau adanya
penurunan pencemaran air di Kota Tangerang serta masyarakat semakin
sadar terhadap lingkungannya.” (wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang
Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2
Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah di
bidang pengendalian pencemaran air terlihat bahwasanya perubahan yang ingin
122
diperoleh dari adanya pelaksanaan perda yaitu menurunnya tingkat pencemaran
air dan timbulnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan. Perubahan
yang ingin dicapai pada dasarnya pilar pemerintah menginginkan implementasi
perda tersebut didukung oleh semua stakeholders dengan meningkatkan
kepedulian dan peran serta semua masyarakat baik pemerintah, swasta, dan
masyarakat yang ada di kota Tangerang terhadap lingkungan agar kuantitas dan
kualitas air semakin membaik serta pencemaran dapat diminimalisir.
Perubahan yang ingin dicapai oleh pilar pemerintah berkaitan dengan
upaya yang telah dilakukan untuk mencapai perubahan tersebut. Derajat
perubahan yang ingin dicapai dari adanya pengimplementasian perda ini sudah
seajauhmana dapat dirasakan. Perubahan yang telah dirasakan dari adanya
pengimplementasian perda ini dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara
dengan I3-2 sebagai pilar masyarakat, sebagai berikut:
“Banyak perubahan yang terjadi setelah adanya perda ini, jika dilihat dari
sisi internal pemerintah, saat ini para SKPD sudah mempunyai payung
hukum terutama BLH dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan
seseorang atau badan usaha yang membuang limbah langsung ke sumber
air, jika dilihat dari lingkungan saat ini banyak dibangun IPAL disekitar
lingkungan masyarakat, banyak program-program dari pemerintah yang
berkaitan dengan lingkungan, pemantauan kualitas sumber air, dan salah
satunya prestasi kota Tangerang dalam memenangkan piala Adipura.”
(wawancara di Kediaman Ir. Toto Suharto, MT, 6 Desember 2015 Pukul
15.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-2 sebagai pilar masyarakat, terlihat
perubahan-perubahan yang terjadi dan dirasakan dengan adanya
pengimplementasian perda ini yang dirasakan oleh pilar masyarakat yaitu Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Badan Lingkungan Hidup Kota
123
Tangerang telah mempunyai legitimasi hukum dalam melakukan penindakan
terhadap seseorang atau badan usaha yang membuang limbah langsung ke sumber
air atau melakukan kerusakan terhadap sumber daya air di Kota Tangerang.
Dengan adanya perda tersebut, saat ini kota Tangerang mempunyai peraturan di
tingkat daerah yang lebih spesifik dan disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
semua stakeholders di kota Tangerang. Selain itu, perubahan yang telah dirasakan
dengan adanya pengimplementasian perda tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air yaitu banyak dibangun sarana dan prasarana
lingkungan seperti Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang banyak terdapat
di kota Tangerang, banyak program-program pemerintah yang berkaitan dengan
lingkungan dan pemanfaatan sumber daya air serta dengan adanya perda ini, kota
Tangerang mampu menjadi salah satu kabupaten/kota terbaik dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Tabel 4.3.
Jumlah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kota Tangerang
No. Jenis IPAL Jumlah
1. IPAL Skala Kota 1
2. IPAL Skala Perumahan 7
3. IPLT 4
4. Kolam Oksidasi 8
Sumber: Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang, 2014
Berdasarkan Tabel 4.3. terlihat banyaknya IPAL yang terdapat di kota
Tangerang. Namun, IPAL skala kota yang terdapat di Kota Tangerang hanya satu
124
dan belum dapat mampu menampung jumlah limbah yang dihasilkan dari semua
masyarakat yang terdapat di kota Tangerang.
Dengan demikian, terdapat berbagai perubahan yang ingin dicapai dan
perubahan-perubahan yang telah dihasilkan dari adanya perda ini, perubahan yang
telah dihasilkan dari adanya perda ini yaitu:
1. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Badan Lingkungan Hidup
Kota Tangerang telah mempunyai legitimasi hukum dalam melakukan
penindakan.
2. Kota Tangerang mempunyai peraturan di tingkat daerah yang lebih spesifik
dan disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan semua stakeholders di kota
Tangerang.
3. Terdapat sarana dan prasarana lingkungan seperti Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) yang banyak terdapat di kota Tangerang.
4. Terdapat program-program pemerintah yang berkaitan dengan lingkungan dan
pemanfaatan sumber daya air.
d. Letak pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus
dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak
di implementasikan. Letak pengambilan keputusan berkaitan dengan siapa yang
125
berhak untuk melakukan penindakan dan memberikan sanksi terhadap
pelanggaran perda ini.
Letak pengambilan keputusan dalam implementasi perda ini dilakukan
oleh pilar pemerintah. Sebagaimana peraturan daerah apapun, penegakkan
peraturan daerah dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Akan tetapi
penegakkan hukum dalam implementasi perda ini dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup. Sebagaimana hal tersebut sesuai hasil wawancara dengan I1-1
sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:
“Penegakkan perda dilakukan oleh Satpol PP, tetapi khusus dalam
implementasi perda ini penegakkan perda dilakukan oleh PPNS (Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil) khusus di bidang lingkungan hidup.”
(wawancara di Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas
Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05
WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah, dapat
diketahui bahwa secara umum letak pengambilan keputusan dalam implementasi
perda dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja, tetapi dalam perda ini, letak
pengambilan keputusan dilakukan oleh PPNS (Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil) selaku penegak dan pengawas lingkungan hidup. Hal ini juga sesuai
berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“BLH Bidang pengawasan dan penegakkan hukum yang berwenang
melakukan tindakan hanya PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang
dilatih untuk memiliki keahlian tertentu di bidang lingkungan hidup dalam
melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran perda ini.”(wawancara di
Ruang Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan
Hidup BLH Kota Tangerang, 30 November 2015 Pukul 10.31 WIB).
126
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah,
penegakkan hukum dan pengawasan implementasi perda ini dilakukan oleh PPNS
(Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang dilatih untuk memiliki keahlian tertentu di
bidang lingkungan hidup dalam melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran
perda. Dengan kata lain, PPNS yang mempunyai kewenangan dalam pengambilan
keputusan dari adanya implementasi perda ini.
Berkaitan dengan letak pengambilan keputusan, penindakan yang
dilakukan oleh penegak hukum dilakukan dengan memberikan sanksi terhadap
siapapun yang melanggar perda ini. Sanksi yang diberikan penegak hukum dapat
berupa sanksi administrasi dan sanksi paksaan pemerintah jika terbukti melakukan
pencemaran air. Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1dan I1-2 sebagai pilar
pemerintah terkait sanksi yang dikeluarkan dalam pelanggaran perda ini, sebagai
berikut:
I1-1:
“Sanksi administrasi dan sanksi paksaan pemerintah. Sanksi administrasi
berupa surat teguran, saksi paksaan pemerintah berupa denda ganti rugi
kepada lingkungan.”(wawancara di Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan
Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19
November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait
sanksi dalam pelanggaran perda ini, sanksi yang dikeluarkan berupa sanksi
admnistrasi dan sanksi paksaan pemerintah sampai dengan pencabutan izin
operasional, Sanksi administrasi berupa surat teguran yang dikeluarkan
pemerintah melalui BLH kepada seseorang atau badan usaha yang melakukan
127
pencemaran terhadap lingkungan dan sanksi paksaan pemerintah yang berupa
denda ganti rugi kepada lingkungan bahkan izin operasional perusahaan atau jenis
usaha dicabut paksa oleh pemerintah.
Merujuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun
2013 BAB XI tentang Ketentuan Pidana Pasal 40 ayat (1) dinyatakan bahwa
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat
(1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 32, diancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Dengan demikian, letak pengambilan keputusan dalam implementasi perda
ini terdapat pada Badan Lingkungan Hidup yaitu melalui PPNS (Penyidik
Pegawai Negeri Sipil) yang diberikan pembinaan dan pelatihan khusus di bidang
penyidikan pencemaran lingkungan hidup. Sanksi yang diberlakukan diantaranya,
sanksi administratif melalui surat teguran, sanksi paksaan pemerintah berupa
denda terhadap kerusakan lingkungan serta pencabutan izin operasional.
e. Pelaksana program
Menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya
pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu
kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik. Pelaksana program
berkaitan dengan siapa yang bertugas dalam menjalankan implementasi perda ini
di lapangan. Merujuk pada pelaksana program, berikut merupakan beberapa hasil
wawancara dari pilar pemerintah terkait pelaksana program di lapangan, yaitu:
128
I1-1:
“BLH dalam hal ini membentuk tim khusus bidang pemantauan kualitas,
bidang pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dan bidang
penindakan sebagai tim yang bertugas melakukan pemantauan dan
melaporkan temuan-temuan. Dalam hal pemantauan kualitas air, BLH juga
berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dalam
memantau kualitas air baku.” (wawancara di Ruang Kepala Bidang
Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota
Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1sebagai pilar pemerintah,
pelaksana program dilakukan oleh tim khusus yang terbagi atas, bidang
pemantauan kualitas lingkungan, bidang pengawasan dan pemberdayaan
masyarakat, serta bidang penindakan. Pada bidang pemantauan kualitas air baku,
BLH melakukan koordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Selain BLH, Dinas Bina Marga selaku SKPD yang terlibat juga mempunyi para
pelaksana program yang berkaitan dengan implementasi perda. Sebagaimana
berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
I1-3:
“Mengenai perbaikan dan pembangunan infrastruktur kita mempunyai
pekerja-pekerja lapangan dan biasanya para kepala sub bidang yang
memantau perbaikan ataupun pembangunan infrastruktur
tersebut.”(wawancara di Ruang Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang, 23 November 2015
Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 sebagai pilar pemerintah yaitu
dalam hal ini bidang sumber daya air pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air dapat diketahui bahwa pelaksana program dilakukan oleh para pekerja-pekerja
lapangan yang melakukan pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang
berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Selain perbaikan infrastruktur, bidang perizinan juga merupakan salah satu SKPD
129
penting yang berkaitan dengan pelaksanaan program pada implementasi perda.
Pelaksana program pada bidang perizinan dapat diketahui berdasarkan hasil
wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:
I1-4:
“Secara teknis yang bertugas adalah pegawai perizinan dan pegawai
khusus yang ditugaskan untuk berkoordinasi dengan BLH.” (wawancara di
Ruang Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota
Tangerang, 19 November 2015 Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah pada
bidang perizinan, pelaksana program dilakukan oleh para pegawai perizinan dan
pegawai khusus yang melakukan koordinasi dengan BLH.
Terkait pengendalian pencemaran air, pelaksana program dapat diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
I1-5:
“Seksi Pengendalian Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang.”
(wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya
dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30
WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
pelaksana program di bidang pengendalian pencemaran air dilakukan oleh seksi
pengendalian limbah yang terdapat pada Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang.
Pelaksana program pada tiap aktor yang terlibat dalam implementasi perda
masing-masing berbeda karena disesuaikan dengan tupoksi yang dimiliki SKPD
tersebut. Namun, secara keseluruhan koordinator pelaksana program yaitu BLH
sebagai SKPD yang memiliki tupoksi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan
pengendalian kerusakan lingkungan hidup.
130
Agar keberhasilan program dapat dilakukan, pelaksana program harus
merujuk pada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dijadikan acuan
atau pedoman untuk menjalankan program-program yang berkaitan dengan
implementasi perda ini. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan
para pelaksana program diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-
1sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:
“Ada beberapa dan ada juga yang belum, tetapi secara keseluruhan masih
belum efektif di terapkan karena belum sempurnanya petunjuk
pelaksanaan yang lebih lengkap seperti Peraturan Walikota atau Surat
Keputusan.” (wawancara di Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan
Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19
November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1sebagai pilar pemerintah, dapat
diketahui bahwasanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
pelaksanaan program masih belum efektif diterapkan dikarenakan perda ini belum
memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang lebih spesifik seperti
adanya peraturan walikota atau surat keputusan. Akan tetapi, di bidang
pengawasan dan penegakkan hukum ada petunjuk pelaksanaan khusus yaitu
Standar Operasional Prosedur (SOP), seperti berdasarkan hasil wawancara dengan
I1-2sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan di bidang
pengawasan dan penegakkan hukum kita menggunakan SOP khusus,
tetapi acuannya tetap Undang-undang Lingkungan Hidup yaitu UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
(wawancara di Ruang Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakkan
Hukum Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 30 November 2015
Pukul 10.31 WIB).
131
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2sebagai pilar pemerintah,
disebutkan bahwasanya ada Standar Operasional Prosedur (SOP) khusus yang
digunakan BLH pada bidang pengawasan dan penegakkan hukum dalam
implementasi perda yang mengacu pada peraturan perundang-undangan diatasnya
yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam pelaksanaan program tentunya ada berbagai program yang telah
dilakukan oleh para pelaksana program. Program-program yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah merupakan salah satu indikator untuk mencapai
keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan. Sama halnya dengan perda ini,
terdapat program yang dilakukan oleh pemerintah yang berkaitan dengan
implementasi perda. Program-program yang telah dilakukan pemerintah dalam
implementasi perda tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air disebutkan sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5
sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“Program-program yang telah dilakukan sudah banyak salah satunya yaitu
program seribu jamban di tahun 2008, sudah ada pusat pengolahan limbah
domestik skala kota, sudah adanya pengolahan lumpur tinja skala kota.
(wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya
dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30
WIB).
132
Gambar 4.1.
IPAL Tanah Tinggi sebagai salah satu IPAL yang dibangun untuk
menampung limbah skala kota, diambil pada tanggal 30 November
2015
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah,
program-program yang telah dilakukan dalam implementasi perda yaitu program
seribu jamban di tahun 2008, pembangunan pusat pengolahan limbah domestik
skala kota, serta pembangunan pengolahan lumpur tinja skala kota. Di bidang
pengawasan dan penegakkan hukum, program yang dilakukan merujuk pada hasil
wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:
Upaya-upaya yang sudah dilakukan berkaitan dengan melakukan tindakan
persuasif yaitu sosialisasi perda ini ke semua msyarakat secara umum dan
bertahap, preventif yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan, proaktif
yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dan represif yaitu melakukan
tindakan terhadap pelanggaran.(wawancara di Ruang Kepala Bidang
Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup BLH Kota
Tangerang, 30 November 2015 Pukul 10.31 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, upaya
yang dilakukan dalam pengawasan dan penegakkan hukum yaitu diantaranya
melakukan tindakan persuasif dengan melakukan sosialisasi ke semua
stakeholders secara keseluruhan dan bertahap, tindakan preventif dengan
133
melakukan pembinaan dan pengwasan, tindakan proaktif yaitu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam menumbuhkan kepedulian terhadap
lingkungan serta tindakan re presif yaitu dengan melakukan penindakan terhadap
siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap perda tersebut.
Pelaksanaan program apapun yang dilakukan oleh pemerintah harus dapat
dirasakan oleh semua stakeholders yang terdapat di kota Tangerang baik program-
program yang bersifat pembangunan secara fisik maupun non-fisik. Penilaian
terhadap pelaksanaan program sangat diperlukan sebagai bahan monitoring atau
evaluasi. Penilaian atau tanggapan para pilar mengenai program-program yang
telah dilakukan oleh pemerintah dalam implementasi perda, dapat diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 sebagai pilar swasta, yaitu:
I2-1:
“Belum berjalan dengan baik. Saya hanya diberikan izin mendirikan
usaha, walaupun ada izin lingkungan tetapi saya pun tidak mengerti izin
lingkungan digunakan untuk apa karena sejauh ini belum ada sosialisasi
atau pembinaan apapun terkait perda itu.” (wawancara di kediaman Bapak
Suryanto, 29 November 2015 Pukul 15.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 sebagai pilar swasta, dapat
diketahui bahwasanya pelaksanaan program yang dilakukan oleh para pilar
pemerintah yang terlibat dalam implementasi perda belum berjalan optimal
dikarenakan focus pelaksanaan perda yang dilakukan oleh pemerintah hanya
terkait izin lingkungan. Hal yang dirasa belum dilakukan oleh para pilar
pemerintah yaitu berkaitan dengan sosialisasi dan pembinaan pada pelaksanaan
perda. Sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 sebagai pilar
swasta, yaitu:
134
I2-2:
“Belum berjalan dengan baik, karena pemerintah tidak melakukan
program atau sosialisasi ataupun pembinaan terhadap pengolahan limbah
yang dilakukan oleh perusahaan. Hanya saja pemerintah terus
menghimbau untuk memperbaiki IPAL ketika terjadi kerusakan.”
(wawancara di Kantor Finishing Line PT. Sinar Antjol, 18 November 2015
Pukul 12.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 sebagai pilar swasta terkait
penilaian terhadap pelaksanaan program yang dilakukan pemerintah terkait
implementasi perda, terlihat bahwasanya penyebab belum optimalnya pelaksanaan
program yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sektor swasta yaitu kurangnya
pembinaan terhadap pengolahan limbah. Hal yang sejauh ini dilakukan oleh
pemerintah hanya menghimbau untuk memperbaiki IPAL jika terjadi kerusakan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kepedulian pemerintah terhadap
sektor swasta dalam hal pembinaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan keseluruhan pilar swasta terkait
penilaian terhadap pelaksanaan program yang telah dilakukan pilar pemerintah
sebagai implementasi perda diketahui belum menunjukkan dampak yang nyata,
upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal, dikarenakan belum
menyeluruhnya sosialisasi terhadap para pelaku ataupun pengelola industri dan
usaha, belum adanya pembinaan pengelolaan limbah, serta belum optimalnya
pengawasan yang dilakukan pemerintah. Kurangnya optimalnya pelaksanaan
program yang dilakukan oleh pemerintah sesuai berdasarkan hasil wawancara
dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, yaitu:
135
“Para pelaksana belum melaksanakan dengan baik, harusnya ada
sosialisasi terhadap masyarakat, minimalnya harus ada baliho atau
pemberitahuan yang dipasang sebagai media persuasif kepada masyarakat
dalam upaya meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan.” (wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22
November 2015 Pukul 16.00).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat dapat
diketahui bahwa kurangnya optimalisasi pelaksanaan program yang dilakukan
oleh pemerintah. Sosialisasi terhadap peraturan daerah tersebut belum dilakukan
secara persuasif dengan menggunakan media papan reklame. Sosialisasi dengan
menggunakan papan reklame sangat dibutuhkan dalam upaya untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan perda tersebut dan meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk tidak membuang limbah langsung ke sumber air.
f. Sumber-sumber daya yang digunakan
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber
daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. Sarana dan
prasarana merupakan salah satu faktor pendukung yang penting untuk menunjang
pelaksana teknis agar dapat melaksanakan perda dengan mudah dan lancar.
Sumber daya yang digunakan para pelaksana perda ini dapat terlihat berdasarkan
hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan perda ini, yaitu sebagai berikut:
I1-1:
“Manusia, Standar Operasional Prosedur (SOP), dan anggaran sebagai
modal utama dalam implementasi perda ini.” (wawancara di Ruang Kepala
Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH
Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
136
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait
sumber daya yang digunakan dalam implementasi perda yaitu Sumber Daya
Manusia (SDM), Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai petunjuk teknis dan
pelaksanaan dan anggaran yang digunakan untuk membiayai pengelolaan
terhadap lingkungan. Dalam bidang pengendalian pencemaran air, sumber daya
yang digunakan dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai
pilar pemerintah, yaitu:
I1-5:
“Sumber daya yang kita gunakan banyak yaitu diantaranya pegawai,
anggaran, kendaraan operasional, tenaga ahli di bidang lingkungan.”
(wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya
dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30
WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
sumber daya yang digunakan dalam pengendalian pencemaran air yaitu Sumber
Daya Manusia (SDM) diantaranya para pegawai yang bertugas pada seksi
pengendalian limbah dan tenaga ahli di bidang lingkungan, anggaran untuk
pengendalian pencemaran dan kendaraan operasional yang digunakan untuk
mengangkut limbah rumah tangga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan semua pilar pemerintah sebagai
pelaksana perda, terlihat bahwa sumber-sumber daya yang digunakan dalam
implementasi perda ini diantaranya yaitu sumber daya manusia, anggaran,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam bentuk standar operasional
prosedur, serta pendukung pelaksanaan kebijakan seperti kendaraan operasional,
137
tenaga ahli, dan peralatan lainnya yang digunakan untuk pelaksanaan perda.
Sumber daya yang digunakan pada implementasi perda, yaitu sebagai berikut:
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang digunakan
dalam implementasi perda. Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan
kapabilitas yang sesuai dan menguasai di bidang lingkungan sangat diperlukan
guna menentukan keberhasilan implementasi perda. Terkait dengan sumber daya
manusia yang digunakan dalam implementasi perda, berikut merupakan personil
pengelola lingkungan pada BLH Kota Tangerang, sebagai berikut:
Tabel 4.4.
Personil Pengelola Lingkungan BLH Kota Tangerang
No. Jenjang Pendidikan Jumlah (Orang)
1. SMA sederajat 5
2. Diploma 3 dan 4 7
3. Strata 1 (S1) 21
4. Magister (S2) 7
Total Keseluruhan 40
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
Berdasarkan tabel 4.4. terlihat bahwasanya sumber daya manusia yang
terdapat pada BLH kota Tangerang berjumlah 40 orang yang terbagi atas
beberapa jenjang pendidikan yaitu SMA sederajat, Diploma 3 dan 4, Strata 1 (S1)
dan Magister (S2). Terlihat bahwasanya jumlah sumber daya manusia pada
jenjang Strata 1 (S1) yang memiliki jumlah terbanyak yaitu 21 orang diikuti
dengan jenjang pendidikan Diploma dan Magister yang berjumlah 7 orang, hal
tersebut menunujukkan bahwa secara kualitas, BLH kota Tangerang memiliki
138
kualitas sumber daya manusia yang baik. Namun secara kuantitas jumlah sumber
daya manusia tersebut belum efektif untuk melakukan pengawasan terhadap
jumlah industri di kota Tangerang yang berjumlah lebih dari 1.000 industri besar.
Dengan demikian, rasio pengawasan terhadap industri yaitu 1:25, artinya setiap
satu orang sumber daya manusia yang dimiliki BLH kota Tangerang harus
mengawasi 25 industri di kota Tangerang.
2. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
Selain sumber daya manusia sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan
impelementasi perda yaitu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis juga diperlukan sebagai acuan atau pedoman
dalam melaksanakan berbagai program pembinaan atau pengawasan yang
berkaitan dengan implementasi perda ini, saat ini, petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis di lingkungan pemerintah kota Tangerang hanya menggunakan
Standar Operasional Prosedur (SOP) dikarenakan memang peraturan walikota
sebagai peraturan teknis sekaligus petunjuk pelaksanaan dalam implementasi
perda ini belum selesai dibuat. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang
digunakan dalam implementasi perda ini yaitu, sebagai berikut:
1. BLH, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan yaitu
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, RPJMD Kota
139
Tangerang 2014-2018, Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Keputusan Kepala BLH.
2. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis yang digunakan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,RPJMD
Kota Tangerang 2014-2018, serta Keputusan Kepala Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air.
3. BPMPTSP pada sub bidang perizinan pembuangan limbah cair, petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan yaitu Standar Operasional
Prosedur (SOP) Perizinan Satu Pintu danPeraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang pada sub bidang pengendalian limbah,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan yaitu yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor
2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,RPJMD Kota
Tangerang 2014-2018, serta Keputusan Kepala Dinas Cipta Karya dan
Penataan Ruang.
Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa dalam implementasi perda ini,
SKPD yang terkait masih menggunakan peraturan teknis yang belum bersifat
operasional terhadap penjabaran perda ini. Peraturan yang digunakan sebagai
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis belum bersifat spesifik dalam
menggambarkan pedoman atau acuan dalam pelaksanaan perda terlihat bahwa
140
dalam pelaksanaan perda, acuan yang digunakan yaitu Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), peraturan teknis diatas perda yaitu Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, serta petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis yang berasal dari keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh
kepala SKPD.
3. Anggaran
Sumber daya yang digunakan dalam implementasi perda salah satunya
yaitu anggaran. Anggaran menjadi salah satu indikator terpenting dari sumber
daya yang digunakan dalam impelementasi perda. Anggaran yang dikeluarkan
pemerintah kota Tangerang setiap tahunnya dalam menjalankan program yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup berasal dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kota Tangerang. Program-program
pemerintah yang berkaitan dengan perda pastinya membutuhkan anggaran sebagai
pembiayaan pelaksanaan program di lapangan. Berikut merupakan anggaran yang
digunakan pemerintah kota Tangerang dalam implementasi perda, sebagai
berikut:
141
Tabel 4.5.
Realisasi APBD kota Tangerang untuk lingkungan dari tahun 2008
sampai dengan 2014 (dalam Rupiah)
No. Tahun Anggaran Jumlah Anggaran
1. 2008 6.000.000.000,-
2. 2009 7.000.000.000,-
3. 2010 8.900.000.000,-
4. 2011 8.000.000.000,-
5. 2012 100.000.000.000,-
6. 2013 98.000.000.000,-
7. 2014 120.000.000.000,-
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
Berdasarkan tabel 4.4, terlihat bahwasanya anggaran kota Tangerang
untuk lingkungan selalu mengalami kenaikan dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2014. Anggaran yang dikeluarkan kota Tangerang dalam hal pengelolaan
lingkungan cukup besar terutama pada tahun 2014 hampir mencapai 120 milyar
rupiah yang dipergunakan untuk menjalankan program-program dan melakukan
pengawasan terhadap industri di Kota Tangerang yang berjumlah lebih dari 1.000
industri besar. Jika dilihat dari jumlah anggaran yang tersedia, jumlah anggaran
tersebut mampu dipergunakan untuk melaksanakan program dan melakukan
pengawasan lingkunga hidup.
Sumber daya yang ada harus dimanfaatkan secara optimal untuk
mendukung pelaksanaan perda. Tekait dengan pemanfaatan sumber-sumber daya
142
yang digunakan, berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar
pemerintah terkait pemanfaatan sumber daya dalam implementasi perda yaitu:
“Sudah dilakukan secara maksimal misalnya anggaran yang digunakan
dalam pengelolaan lingkungan terutama pengendalian pencemaran itu
selalu habis tiap tahunnya.” (wawancara di Ruang Kepala Bidang
Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota
Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait
pemanfaatan sumber daya dalam implementasi perda terlihat bahwasanya
anggaran yang digunakan dalam implementasi perda ini sudah digunakan
semaksimal mungkin untuk menjalankan program-program yang telah dirancang
dalam mengelola kualitas dan mengendalikan pencemaran air. Anggaran yang
dikeluarkan pemerintah kota Tangerang dalam melaksanakan perda selalu habis
tiap tahunnya. Namun, terkait dengan sumber daya yang digunakan pada
pelaksana lain yaitu Seksi Pengendalian Air limbah, pemanfaatan sumber daya
yang digunakan belum optimal, sebagaimana diketahui dari hasil wawancara
dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“Masih belum maksimal pemanfaatannya karena hanya baru sampai pada
tingkat kelurahan.” (wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah
Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember
2015 Pukul 08.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
pemanfaatan sumber daya yang digunakan, terlihat bahwasanya pemanfaatan
sumber daya belum dapat dioptimalkan terkait upaya-upaya yang dilakukan oleh
seksi pengendalian limbah terutama pengendalian limbah domestik, hambatan
yang terjadi dalam pemanfaatan sumber daya yang digunakan yaitu program-
143
program untuk upayameningkatkan kesadaran masyarakat terkait pengolahan
limbah belum dilakukan secara menyeluruh dan hanya baru menjangkau sampai
pada tingkat kelurahan.
4.2.2.2.Context of Policy
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang
terlibat
Suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaaan,
kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna
memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini
tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak di
implementasikan akan jauh dari yang diharapkan.
1) Kekuasaan para aktor yang terlibat
Pada dasarnya kekuasaan merupakan kemampuan seseorang untuk
memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang sehingga sesuai atau persis
dengan keinginan seseorang yang memiliki kekuasaan. Pada konteks
implementasi perda, terdapat kekuasaan yang dimiliki oleh para aktor yang
terlibat. Kekuasaan yang dimiliki oleh pilar pemerintah dalam kaitannya dengan
perda ini yaitu pemerintah hanya bertindak sebagai pembuat kebijakan dan
melaksanakan kebijakan tersebut. Selain sebagai pembuat dan pelaksana
kebijakan, pilar pemerintah juga berperan sebagai koordinator. Bentuk koordinasi
yang telah dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan perda ini dapat terlihat
144
berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah, sebagai
berikut:
“Kekuasaan pemerintah dalam hal ini yaitu BLH dalam pelaksanaan perda
hanya sebagai pelaksana program-program pembinaan lingkungan hidup
dan pengawasan” (wawancara di Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan
Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19
November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah dapat
diketahui bahwasanya dalam menjalankan kekuasaan terhadap implementasi
perda ini, pilar pemerintah hanya menjalankan kekuasaan sebagai pelaksana
program-program pembinaan lingkungan hidup dan pengawasan lingkungan.
Selain pemerintah, kekuasaan juga dimiliki oleh para pelaku usaha. Para
pelaku usaha merupakan salah satu aktor yang terlibat dari adanya implementasi
perda. Bentuk kekuasaan yang dimiliki para pelaku usaha dapat diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 sebagai pilar swasta yaitu sebagai
berikut:
“Yang terpenting dengan adanya perda bukan dijadikan alasan pemerintah
untuk mempersulit masyarakat, jika memang perda diperuntukkan untuk
hal yang baik, saya mendukung pelaksanaan perda.” (wawancara di
kediaman Bapak Suryanto, 29 November 2015 Pukul 15.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 sebagai pilar swasta, dapat
terlihat bahwasanya kekuasaan yang dimiliki pelaku usaha yaitu para pelaku
usaha memiliki kekuasaan dalam bentuk hak untuk mendirikan usaha atau
kegiatan. Bentuk kekuasaan yang dimiliki oleh para pelaku usaha adalah
145
meskipun terdapat peraturan daerah yang mengatur tentang lingkungan hidup,
tetapi para pelaku usaha tidak ingin pemerintah membatasi ruang gerak dalam
meningkatkan produktivitas usaha mereka. Tetapi mereka mendukung
pelaksanaan perda jika pemerintah tidak menerapkan aturan yang berlebihan.
Kekuasaan juga dimiliki masyarakat dalam konteks implementasi perda,
berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, yaitu:
“Koordinasi dalam hal teknis paling hanya pada saat ada program yang
dilakukan oleh pemerintah misalnya program pembinaan masyarakat
melalui kampung hijau, selebihnya kita diminta oleh pemerintah untuk
membantu dalam mengawasi siapapun yang berpotensi mencemari
lingkungan serta melakukan pengaduan jika terjadi pencemaran.”
(wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22 November 2015 Pukul
16.00).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, dapat
terlihat bahwa pilar masyarakat mempunyai kekuasaan dalam pelaksanaan perda
yaitu, masyarakat mempunyai kekuasaan untuk melakukan pengawasan terhadap
sesorang ataupun pelaku usaha yang berpotensi melakukan pencemaran terhadap
lingkungan. Bentuk pengawasan yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pengaduan kepada pemerintah terhadap seseorang atau pelaku usaha yang
melakukan tindak pencemaran lingkungan.
2) Kepentingan-kepentingan aktor yang terlibat
Pada konteks implementasi, terdapat berbagai kepentingan-kepentingan
baik dari pilar pemerintah, swasta dan masyarakat. Kepentingan yang diinginkan
oleh pilar pemerintah dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4
sebagai pilar pemerintah, yaitu sebagai berikut:
146
“Perusahaan atau jenis usaha yang menghasilkan limbah cair harus
mempunyai izin pembuangan limbah.” (wawancara di Ruang Bidang
Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota Tangerang, 19 November
2015 Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah, dapat
telihat bahwa kepentingan pemerintah terhadap adanya implementasi perda yaitu
agar semua pelaku usaha baik industri besar, menengah dan kecil di kota
Tangerang harus memiliki izin pembuangan limbah.
Terkait dengan adanya kepentingan-kepentingan dalam implementasi
perda ini dari pilar swasta, dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan
I2-2 yaitu:
“Jika memang pemerintah ingin meminimalisir pencemaran air,
pemerintah harus melakukan pembinaan terhadap industri.” (wawancara di
Kantor Finishing Line PT. Sinar Antjol, 18 November 2015 Pukul 12.00
WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 terkait kepentingan dari
implementasi perda yaitu terlihat bahwasanya pilar swasta menginginkan adanya
program tertentu yang dilakukan oleh pemerintah terkait pengolahan limbah agar
tidak mencemari lingkungan misalnya ada program pembinaan industri agar
implementasi perda ini dapat dirasakan oleh pihak swasta dan juga pihak swasta
dilibatkan secara langsung walaupun hanya dalam pengelolaan limbah untuk
meminimalisir pencemaran. Jadi, pemerintah dalam hal ini tidak hanya sebagai
pembuat dan pelaksana kebijakan tetapi juga menjadi mitra perusahaan dalam
melakukan pembinaan sesuai dengan masing-masing tupoksi dari para pilar
pemerintah yang terlibat dari implementasi perda ini.
147
Kepentingan dalam pelaksanaan perda ini juga terdapat pada pilar
masyarakat, yaitu dalam hal ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang melakukan koordinasi dengan pemerintah Kekuasaan dan kepentingan
tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar
masyarakat, yaitu:
“Koordinasi dalam hal teknis paling hanya pada saat ada program yang
dilakukan oleh pemerintah misalnya program pembinaan masyarakat
melalui kampung hijau, selebihnya kita diminta oleh pemerintah untuk
membantu dalam mengawasi siapapun yang berpotensi mencemari
lingkungan serta melakukan pengaduan jika terjadi pencemaran.”
(wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22 November 2015 Pukul
16.00).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat terkait
kekuasaan dan kepentingan pada pilar masyarakat terhadap implementasi perda,
yaitu bahwa dalam hal pelaksanaan program yang berkaitan dengan perda, pilar
masyarakat yang diwakili oleh LSM merupakan mitra pemerintah dalam
koordinasi pelaksanaan program pembinaan masyarakat yaitu program kampung
hijau, selain menjadi mitra dalam pelaksanaan program, LSM juga diberikan
kekuasaan dan kewenangan dalam membantu pemerintah mengawasi industri
yang melakukan pencemaran. LSM diberikan kewenangan untuk melaporkan jika
terjadi tindakan pencemaran terhadap lingkungan.
3) Strategi-strategi para aktor yang terlibat
Indikator selanjutnya yaitu terkait strategi yang dilakukan oleh para aktor
yang terlibat dalam implementasi perda. Dalam implementasi perda, strategi
sangat dibutuhkan agar pelaksanaan perda sesuai dengan perencanaan. Strategi
148
berkaitan dengan tingkat pencapaian dari adanya implementasi perda. Strategi
yang dilakukan oleh pemerintah dalam implementasi perda dalam hal ini yaitu
strategi yang dilakukan oleh BLH kota Tangerang dalam implementasi perda
dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah,
sebagai berikut:
I1-1:
“Pengawasan 100 industri per tahun, pengaduan masyarakat terhadap
pencemaran, penindakan secara langsung di lapangan.” (wawancara di
Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan
Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait
strategi yang dilakukan oleh BLH pada bidang pemantauan dan pemulihan
kualitas air yaitu dengan melakukan pengawasan 100 industri per tahun,
menerima pengaduan masyarakat secara langsung terhadap pencemaran yang
dilakukan oleh seseorang atau badan usaha serta melakukan penindakan secara
langsung di lapangan. Strategi tersebut merupakan salah satu bentuk upaya yang
dilakukan oleh pilar pemerintah dalam melakukan pencegahan dan pengendalian
terhadap kerusakan lingkungan. Berbeda dengan hal tersebut, strategi yang
dilakukan pada bidang pengawasan dan penegakkan hukum dapat diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
I1-2:
“Dengan program pembinaan dan peran serta masyarakat untuk
meminimalisir terjadinya pelanggaran.” (wawancara di Ruang Kepala
Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup BLH
Kota Tangerang, 30 November 2015 Pukul 10.31 WIB).
149
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah terkait
strategi yang dilakukan oleh pilar pemerintah yaitu dalam hal ini pada bidang
pengawasan dan penegakkan hukum yaitu melalui program pembinaan dalam
peningkatan peran serta masyarakat untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran
perda. Tindakan preventif tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam upaya
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
. Selanjutnya yaitu strategi yang dilakukan oleh bidang perizinan sebagai
pilar pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab di bidang
perizinan pembuangan limbah cair, dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara
dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“Strategi kita dalam upaya perizinan limbah cair yaitu mempermudah
akses perizinan dengan terpadu satu pintu, membantu masyarakat yang
belum mengerti dengan pemberkasan perizinan, memproses perizinan
dengan cepat sesuai prosedur.” (wawancara di Ruang Bidang Perizinan
Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota Tangerang, 19 November 2015
Pukul 10.11 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah terkait
strategi dalam implementasi perda di bidang perizinan pembuangan limbah cair
yaitu dengan mempermudah akses perizinan menggunakan pelayanan terpadu satu
pintu, sehingga dapat menjangkau semua masyarakat yang memiliki kepentingan
untuk mengurusi perizinan pembuangan limbah dan perizinan lingkungan lainnya
serta memproses perizinan tersebut dengan cepat namun sesuai prosedur yang
berlaku. Strategi yang dilakukan oleh badan perizinan dalam implementasi perda
hanya berkaitan dengan izin pembuangan limbah cair. Setiap jenis usaha atau
kegiatan baik industri atau usaha skala kecil dan menengah wajib memiliki izin
150
pembuangan limbah cair, peneliti menganggap dengan adanya perizinan
pembuangan limbah cair tersebut dianggap perlu mengingat saat ini banyaknya
jumlah industri yang terdapat di kota Tangerang baik skala besar, kecil dan
menengah. Dengan adanya perizinan ini, dapat digunakan sebagai salah satu
indikator pengawasan pemerintah terhadap usaha atau kegiatan yang berpotensi
melakukan pencemaran dengan pembuangan limbah.
Selain dalam bidang perizinan, strategi di bidang pengendalian limbah
juga diperlukan guna untuk mengendalikan limbah yang dihasilkan baik limbah
domestik maupun limbah industri. Strategi yang dilakukan dalam bidang
pengendalian limbah dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5
sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“Strategi yang dilakukan salah satunya dengan melakukan pembinaan
kepada masyarakat tetapi masih di tingkat kelurahan untuk melakukan
upaya daur ulang terhadap limbah-limbah rumah tangga agar tidak
langsung dibuang ke sumber air. Metodenya dengan menggunakan
pengolahan IPAL sederhana, agar limbah cair yang dikeluarkan bisa
dimanfaatkan lagi untuk menyiram tanaman, mencuci motor, dan
sebagainya.” (wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas
Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015
Pukul 08.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
strategi yang dilakukan dalam upaya mengendalikan limbah yaitu melakukan
pembinaan kepada masyarakat melalui metode daur ulang limbah menggunakan
IPAL sederhana, sehingga limbah-limbah yang dikeluarkan oleh masyarakat
dengan menggunakan IPAL sederhana dapat didaur ulang dan dimanfaatkan
kembali. Strategi ini sangat diperlukan mengingat berdasarkan hasil penelitian
Japan International Cooperation Agency (JICA), bekerja sama dengan Badan
151
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangerang tahun 2012, 84 persen air
sungai Cisadane tercemar limbah domestik. Adapun 14 persen lainnya tercemar
limbah dari industri yang tidak pempunyai instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL). Sisanya, sekitar 2 persen, berasal dari pencemaran limbah lainnya.
(Kajian Tim Proyek JICA dan BLHD Kota Tangerang pada tanggal 26 September
2011 diakses pada hari Kamis, tanggal 9 Juli 2015 pukul 11.15 WIB). Strategi ini
sangat tepat untuk dikembangkan dalam upaya mengendalikan limbah domestik
yang dihasilkan dari rumah tangga, melihat bahwa penghasil terbesar limbah yaitu
rumah tangga. Namun tidak hanya limbah domestik, pemerintah juga harus
memperhatikan industri karena 14% sumber pencemar dihasilkan dari industri.
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh
terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari
lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
Implementasi Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dilakukan oleh
pemerintah kota Tangerang melalui SKPD yang terkait. Karakteristik lembaga
yang terdapat pada pemerintah kota Tangerang bersifat birokratis, artinya setiap
kebijakan yang diselenggarakan pihak eksekutif diterjemahkan kedalam bentuk
kebijakan administrasi negara dimana pelaksanaan dari administrasi tersebut
dilakukan oleh lembaga-lembaga birokrasi yaitu dalam implementasi perda ini,
lembaga-lembaga tersebut adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
152
diantaranya BLH, BPMPTSP, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dan Dinas
Cipta Karya dan Penataan Ruang yang mengimplementasikan perda dan bersifat
langsung berhubungan dengan masyarakat.
Karakteristik lembaga yang terdapat pada pemerintah kota Tangerang
bersifat birokratis juga ditandai dengan terdapat rantai komando berupa hierarki
kewenangan dimana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya mengalir dari
hierarki atas ke hierarki bawah. Dalam implementasi perda ini, para pelaksana
bertanggung jawab kepada para pimpinan SKPD terkait sebagai lembaga
eksekutif yang melaksanakan perda, dan para pimpinan SKPD tersebut
bertanggung jawab kepada Walikota sebagai penanggung jawab tertinggi
eksekutif. Hal tersebut mencirikan bahwa karakteristik lembaga pada
implementasi perda ini bersifat birokratis.
Karakteristik rezim yang berkuasa di kota Tangerang saat ini, Walikota
yang menjabat yaitu Arief Wismansyah, B.Sc., M.Kes dan didampingi oleh Drs.
Sachrudin sebagai wakil walikota. Walikota Tangerang yang menjabat saat ini
merupakan wakil walikota sebelumnya di era Dr. Wahidin Halim, M.Si yang
merupakan salah satu tokoh berpengaruh di kota Tangerang karena dikenal
merupakan pemimpin yang revolusioner berhasil mengubah kota Tangerang
dengan berbagai prestasi. Walikota Tangerang saat ini yaitu Arief Wismansyah
adalah seorang CEO (pemilik) dari RS. Sari Asih Group dan dikenal sebagai
pengusaha sukses. Pada saat pilkada kota Tangerang, pasangan Arief Wismansyah
dan Sachrudin diusung oleh tiga partai yaitu Partai Demokrat, Partai Kebangkitan
153
Bangsa (PKB) dan Parta Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berhasil
mengungguli empat pasangan lainnya. Karakteristik program-program yang
dijalankan saat ini di kota Tangerang tidak berbeda jauh dengan program-program
yang dijalankan oleh walikota sebelumnya. Dengan demikian, karakteristik rezim
yang berkuasa di kota Tangerang saat ini tidak jauh berbeda dengan karakteristik
rezim yang berkuasa sebelumnya.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan
adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan
pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam
menanggapi suatu kebijakan. Tingkat kepatuhan dari para pelaksana menjadi
salah satu indikator penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Tingkat
kepatuhan pelaksana terbagi atas tingkat kepatuhan terhadap aturan dan tingkat
kepatuhan terhadap organisasi. Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap aturan
berkaitan dengan sejauhmana pelaksana mematuhi ketentuan dan peraturan dalam
pelaksanaan, sedangkat tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi berkaitan
dengan sejauhmana para pelaksana dalam melaksanakan program sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dibuat oleh organisasi. Tingkat
kepatuhan dari para pelaksana dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan
I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu sebagai berikut:
154
“Adanya kendaraan yang mengatasnamakan pemerintah kota Tangerang
dengan plat dinas membuang langsung limbah hasil penyedotan dari septik
tank perumahanyang berpotensi melakukan pencemaran. Pada waktu itu
juga pernah terjadi salah satu pelaksana dari pemerintah yaitu mobil
operasional yang bertugas mengangkut limbah dari perumahan membuang
langsung limbah tersebut ke sungai, tetapi sudah kita lakukan tindakan dan
sejauh ini para pelaksana tersebut sudah patuh dan tidak berani lagi
melakukan tindakan tersebut.” (wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang
Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2
Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
tingkat kepatuhan dari para pelaksana, jika dilihat dari temuan lapangan dan apa
yang disampaikan oleh I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait tingkat kepatuhan dari
para pelaksana, terlihat bahwasanya tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap
aturan dalam melakukan implementasi perda ini dapat dikatakan belum sesuai
dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut terlihat bahwa justru para pelaksana di
lapangan yang seharusnya memiliki pemahaman terhadap aturan dalam pelaksaan
perda yang melanggarnya.
Selanjutnya yaitu tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi.
Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi dapat terlihat dari sejauhmana
para pelaksana dalam melaksanakan program sesuai dengan petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis yang dibuat oleh organisasi. Tingkat kepatuhan pelaksana
terhadap organisasi dapat terlihat berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4
sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“Sejauh ini pelaksanaan perda di bidang perizinan sudah sesuai dengan
apa yang diharapkan dan sudah sesuai dengan prosedurnya.” (wawancara
di Ruang Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota
Tangerang, 19 November 2015 Pukul 10.11 WIB).
155
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah terkait
tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi, terlihat bahwa kepatuhan
pelaksana pada bidang perizinan terhadap organisasi dapat dikatakan sudah baik,
karena pelaksanaan perda di bidang perizinan sudah sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP).
Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang sejauh ini pelaksanaan yang dilakukan di lapangan belum berjalan
optimal, selain tingkat kepatuhan pelaksana terhadap aturan belum sesuai dengan
harapan, adanya respon dari pelaksana menjadi salah satu indikator penting
apakah implementasi perda sudah berjalan dengan baik atau implementasi yang
dilakukan masih menemukan hambatan. Respons dari pelaksana dapat terlihat
sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah,
sebagai berikut:
”Belum semua sesuai dengan yang diharapkan dan memang masih jauh
dari apa yang diinginkan. Banyak kendala di lapangan yang memang
masih belum dilakukan intensifikasi penanggulangan.” (wawancara di
Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan
Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah
terkait sudah sejauhmana implementasi perda yang dilakukan terlihat belum
sesuai dengan yang diharapkan dan masih jauh dari perencanaan yang dibuat.
Banyak kendala atau hambatan yang terjadi dalam intensifikasi penanggulangan
terhadap tingkat pencemaran yang cukup tinggi dari berbagai sumber air yang
156
terdapat di kota Tangerang. Hal tersebut juga sesua dengan apa yang disampaikan
oleh I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu sebagai berikut:
“Belum sesuai dengan apa yang diharapkan, masih terdapat beberapa
kekurangan-kekurangan terutama pola perilaku masyarakat yang tidak
mendukung program pemerintah dengan baik.” (wawancara di Ruang
Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang
Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
respon pelaksana terkait sudah sejauhmana pencapaian implementasi perda
terlihat bahwasanya memang implementasi perda belum sesuai dengan apa yang
diharapkan dan masih terdapat kendala atau hambatan di lapangan terutama pola
prilaku masyarakat yang tidak mendukung program-program yang dibuat
pemerintah dalam memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan.
Keberhasilan proses implementasi kebijakan juga ditentukan berdasarkan
seberapa besar kendala atau hambatan yang dihadapi. Kendala yang dihadapi
dapat berupa kendala secara teoritis yaitu terkait pemahaman terhadap kebijakan,
dan kendala secara teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan.
Kendala teknis juga menjadi salah satu permasalahan yang terjadi dalam
implementasi perda ini, kendala teknis yang terjadi dalam pelaksanaan perda
dapat terlihat berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah,
yaitu:
“Tidak ada permasalahan yang besar, hanya terdapat hambatan teknis
yaitu IPAL atau IPLT yang ada sudah tidak mampu mendukung sehingga
perlu dibangun IPAL tambahan dengan skala kecil dan menengah.”
(wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya
dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30
WIB).
157
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait
hambatan teknis dalam pelaksanaan perda yaitu saat ini IPAL dan IPLT yang
terdapat di kota Tangerang sudah tidak mampu mendukung dalam menampung
limbah karena jumlah kapasitas penampungan IPAL sudah tidak mampu
mengimbangi jumlah limbah yang dihasilkan oleh semua stakeholders yang
terdapat di kota Tangerang. Jika hal ini dibiarkan, akan terjadi kebocoran IPAL
sehingga limbah akan mencemari lingkungan
4.3. Pembahasan
Pembahasan yakni mencakup pemaparan dari hasil analisis data yang
ditujukan untuk memaparkan lebih jauh lagi terkait masing-masing indikator
implementasi kebijakan dalam penelitian ini. Dalam menganalisis data hasil
penelitian, peneliti menggunakan teori model implementasi kebijakan dari Merille
S. Grindle (1980) yang ditentukan oleh Content of Policy yaitu kepentingan-
kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat
perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program,
sumber-sumber daya yang digunakan dan Context of Policy yaitu Kekuasaaan,
kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat, karakteristik
lembaga atau rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari para
pelaksana. Berikut adalah pembahasan dari masing-masing indikator
implementasi kebijakan dalam penelitian mengenai “Implementasi Peraturan
158
Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”.
159
4.3.1. Content of Policy
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh
badan dan pejabat pemerintah. Politik merupakan serangkaian kegiatan yang
menyertakan interaksi antara keyakinan, struktur, individu serta kebijakan itu
sendiri. Tujuan dari interaksi ini adalah pencapaian kepentingan umum yang
berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan-tuntutan mayoritas warga
dan berujung pada perubahan sosial kearah yang lebih baik. Berdasarkan hal
tersebut tidak dapat dipungkiri bahwasanya dalam suatu kebijakan pastinya
terdapat kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi baik dalam perumusan
kebijakan maupun pada tahap pelaksanaan kebijakan.
Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi berkaitan dengan berbagai
kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini
berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan
banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut
membawa pengaruh terhadap implementasinya. Setiap pembentukan perda pasti
terdapat kepentingan-kepentingan di dalamnya.
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dalam
pelaksanaannya terdapat berbagai kepentingan yang mempengaruhi.
Pada tahap formulasi, tidak ada kepentingan yang mempengaruhi dalam
perumusan kebijakan ini. Karena kebijakan ini merupakan inisiatif dari BLH kota
160
Tangerang berdasarkan kajian dan temuan kepada Walikota untuk membuat
peraturan daerah yang berkaitan dengan sumber daya air. Kemudian rancangan
perda tersebut diajukan oleh Walikota kepada DPRD kota Tangerang untuk
kemudian ditetapkan sebagai peraturan daerah kota Tangerang. Dalam hal ini
terlihat bahwa DPRD selaku badan legislatif di kota Tangerang hanya
mengesahkan rancangan perda ini untuk selanjutnya perda ini di implementasikan
oleh pemerintah.
Pada tahap implementasi, perda tersebut dilaksanakan oleh semua SKPD
di kota Tangerang dan perda tersebut mengatur untuk semua stakeholders yang
terdapat di kota Tangerang baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Namun,
SKPD yang memiliki tupoksi dalam melaksanakan perda ini di lapangan hanya
Badan Lingkungan Hidup, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di bidang perizinan pembuangan limbah cair, Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air dan Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang. Dalam hal ini,
BLH yang memjalankan fungsi koordinasi dalam pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air. Kepentingan yang mempengaruhi pada
implementasi perda ini berkaitan dengan peran dari masing-masing stakeholders
yang terlibat dalam pelaksanaan perda, karena perda ini mengatur ketentuan-
ketentuan yang harus dilakukan oleh para aktor yang teribat. Dalam implementasi
perda ini, kepentingan pemerintah yaitu hanya menjalankan tupoksinya dalam
bentuk program-program yang dibuat untuk melakukan pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air serta melakukan pengawasan dan penegakkan
hukum.
161
Kepentingan yang mempengaruhi dalam pelaksanaan perda ini juga
melibatkan pilar swasta dan pilar masyarakat sebagai salah satu pihak yang
bertanggung jawab. Pilar swasta yang terlibat dalam pelaksanaan perda ini yaitu
industri, jenis usaha atau kegiatan skala kecil dan menengah, hotel, dan rumah
sakit serta semua jenis kegiatan yang mengambil dan membuang air di Kota
Tangerang. Kepentingan yang mempengaruhi pihak swasta dalam implementasi
perda ini yaitu berkaitan dengan izin pembuangan limbah dan pengelolaan
limbah. Keinginan pihak swasta dalam implementasi perda ini yaitu dengan
adanya perda ini, tidak dijadikan alasan pemerintah untuk mempersulit industri
dalam melakukan produksi ataupun berkaitan dengan kewajiban perusahaan
terhadap lingkungan. Berdasarkan temuan lapangan, sosialisasi perda ini belum
menjangkau secara keseluruhan. Sosialisasi perda belum sampai pada masyarakat
yang mempunyai atau mengelola jenis usaha tertentu seperti pengelola industri,
jenis usaha skala kecil dan menengah, pengelola hotel dan pengelola rumah sakit
sebagai para aktor yang terlibat dari implementasi perda ini. Sehingga
kepentingan-kepentingan dari para pihak yang terlibat dapat dikatakan belum
mempengaruhi implementasi perda secara keseluruhan. Kurang optimalnya
sosialisasi perda kepada pihak swasta mengakibatkan kurangnya pemahaman
mereka terhadap maksud dan tujuan implementasi perda tersebut.
Pilar masyarakat juga merupakan salah satu pilar yang dilibatkan dari
adanya implementasi perda ini. Dalam hal ini peneliti mengambil data penelitian
lapangan dengan mewawancarai LSM dan pengamat lingkungan sebagai pilar
masyarakat yang berpengaruh terhadap implementasi perda tersebut. Dalam tahap
162
pelaksanaan kebijakan, pilar masyarakat memiliki keinginan agar semua aktor
yang terlibat dari implementasi perda ini konsisten untuk melaksanakan dan
mematuhi perda tersebut.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh
Pada point ini Content of Policy berupaya untuk menunjukkan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat
yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian
kebijakan yang hendak dilaksanakan. Manfaat dari adanya implementasi perda ini
diantaranya yaitu:
1. Dari segi perizinan sudah membaik, karena dengan adanya perda ini mengatur
bagaimana setiap orang yang ingin mendirikan usaha atau kegiatan harus
menyertakan dokumen izin lingkungan.
2. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan meningkat melalui
program pembinaan peran serta masyarakat “kampung hijau” sebagai salah
satu program yang dirancang untuk mengelola lingkungan.
3. Kualitas air baku sudah membaik dan tingkat pencemaran dapat dikendalikan
karena adanya pemantauan kualitas air secara berkala.
4. Perbaikan sarana dan prasarana lingkungan yang dilakukan dengan
membangun IPAL di beberapa lokasi.
5. Dengan adanya perda ini, para pemilik atau pengelola industri lebih berhati-
hati dalam membuang limbah hasil produksi karena pemerintah melakukan
pengawasan.
163
Berdasarkan hasil temuan lapangan, implementasi perda sudah
memberikan manfaat atau dampak positif terhadap lingkungan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Karena dengan adanya perda ini, terjadi
peningkatan kualitas lingkungan hidup di kota Tangerang.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai
Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai.
Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar
perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan.
Setiap perubahan pasti menginginkan kearah yang lebih baik, begitu pula harapan
pemerintah dan masyarakat mengharapkan perubahan yang lebih baik dari
pengimplementasian perda ini. Perubahan yang ingin dicapai dari adanya
pengimplementasian perda ini pada pilar pemerintah secara keseluruhan
mengharapkan adanya peningkatan kualitas lingkungan dan daya dukung
lingkungan. Berikut merupakan temuan lapangan yang berkaitan dengan derajat
perubahan yang ingin dicapai dari adanya implementasi perda ini, yaitu antara
lain:
1. Diharapkan sumber-sumber air sesuai dengan peruntukkannya.
Maksudnya sumber-sumber air yang terdapat dikota Tangerang baik air
sungai, situ, air tanah dan sumber air lainnya tidak tercemar sehingga dapat
digunakan sesuai dengan peruntukkannya berdasarkan klasifikasi dan kriteria
mutu air yaitu baku mutu air kelas satu yang dipergunakan untuk air baku air
minum, baku mutu air kelas dua yang dipergunakan untuk prasarana dan
164
sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan, peternakan dan sebagainya, baku
mutu air kelas tiga dan empat yang digunakan untuk mengairi pertanaman
2. Tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan
tidakmembuang limbah berbahaya langsung ke sumber air.
3. Kuantitas air dan kualitas air semakin membaik.
4. Pencemaran bisa diminimalisir sebaik mungkin dengan pemberlakuan
berbagai izin lingkungan dan ketentuan-ketentuan yang diatur didalam perda
tersebut.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, derajat perubahan yang ingin dicapai
dari adanya implementasi perda secara keseluruhan menginginkan perubahan
yang lebih baik. Harapan dari adanya implementasi perda ini harus diimbangi
dengan perubahan yang terjadi. Perubahan yang dirasakan dengan adanya
implementasi perda ini yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui
Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang telah mempunyai legitimasi hukum
dalam melakukan penindakan terhadap seseorang atau badan usaha yang
membuang limbah langsung ke sumber air atau melakukan kerusakan terhadap
sumber daya air di Kota Tangerang. Dengan adanya perda tersebut, saat ini kota
Tangerang mempunyai peraturan di tingkat daerah yang lebih spesifik dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan semua stakeholders di kota
Tangerang. Selain itu, perubahan yang telah dirasakan dengan adanya
pengimplementasian perda tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air yaitu banyak dibangun sarana dan prasarana lingkungan seperti
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang banyak terdapat di kota Tangerang.
165
d. Letak pengambilan keputusan
Letak pengambilan keputusan dalam penelitian ini berkaitan dengan
kewenangan dalam pengambilan tindakan jika terjadi pelanggaran terhadap perda.
Letak pengambilan keputusan dalam implementasi perda ini dilakukan oleh pilar
pemerintah. Sebagaimana peraturan daerah apapun, penegakkan peraturan daerah
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Akan tetapi penegakkan hukum
dalam implementasi perda ini dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup melalui
Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup. Pelaksana yang
melakukan penyidikan dan penindakan yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) yang dilatih dan dilakukan pembinaan untuk memiliki keahlian serta
pengetahuan di bidang lingkungan hidup. Letak pengambilan keputusan sudah
tepat mengingat perda ini tidak hanya memerlukan penindakan secara teknis
seperti apa yang dilakukan oleh Satpol PP, tetapi memerlukan penyidikan secara
intensif dan memerlukan keahlian tertentu. Dengan adanya PPNS ini, letak
pengambilan keputusan dapat dikatakan sudah tepat, namun tetap harus diberikan
pengawasan terhadap PPNS ini untuk menghindari kecurangan-kecurangan yang
kemungkinan terjadi pada saat penyidikan. Jenis sanksi yang ditetapkan jika
terbukti melanggar perda ini yaitu sanksi administrasi berupa surat teguran, sanksi
paksaan pemerintah berupa paksaan pemerintah untuk memperbaiki IPAL apabila
IPAL mengalami kerusakan atau tidak berfungsi. Jika terbukti membuang limbah
langsung ke sumber air maka akan diberlakukan denda ganti rugi terhadap
lingkungan yang diperhitungkan berdasarkan volume limbah yang dikeluarkan
dan berapa lama melakukan pembuangan limbah langsung ke sumber air, sanksi
166
selanjutnya jika terbukti tidak memiliki izin lingkungan dalam pendirian
perusahaan, maka izin operasional perusahaan tersebut akan dicabut paksa oleh
pemerintah.
e. Pelaksana program
Pelaksana program dalam penelitian ini berkaitan dengan siapa yang
melaksanakan program dari implementasi perda ini di lapangan. Pelaksana
program dilakukan oleh para SKPD yang terlibat dalam implementasi perda ini.
Pelaksana program disesuaikan dengan tupoksi yang dimiliki oleh masing-masing
SKPD. Pada Badan Lingkungan Hidup pelaksana program dari implementasi
perda ini dilakukan oleh tim khusus bidang pemantauan kualitas, bidang
pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dan bidang penindakan sebagai tim
yang bertugas melakukan pemantauan dan melaporkan temuan-temuan. Dalam
menjalankan fungsi koordinasi, BLH juga berkoordinasi dengan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) untuk memantau kualitas air baku. Pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air sebagai pelaksana teknis di bidang infrastruktur,
pelaksana program dilakukan oleh pekerja-pekerja lapangan atau pegawai teknis
perbaikan sarana umum dengan dipantau oleh Kepala Sub Bidang. Selanjutnya
pada BPMPTSP di bidang perizinan pembuangan limbah cair, pelaksana program
dilakukan oleh pegawai perizinan dan pegawai khusus yang ditugaskan untuk
melaksanakan koordinasi dengan BLH. Dan yang terakhir adalah Dinas Cipta
Karya dan Penataan Ruang, pelaksana program dilakukan oleh seksi pengendalian
air limbah yang menjalankan fungsi dalam pengendalian berbagai limbah yang
dihasilkan di kota Tangerang.
167
Agar implementasi perda ini sesuai dengan apa yang diharapkanharus
didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, kendala yang ada dalam pelaksanaan
program yaitu, kurangnya pemahaman dan pengetahuan para pelaksana program
karena kurangnya pembinaan dan pelatihan serta petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis masih menggunakan peraturan teknis diatas perda seperti
peraturan pemerintah dan undang-undang karena belum ada peraturan walikota
sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sehingga para pelaksana sulit
untuk menyesuaikan dengan perda tersebut karena peraturan teknis yang
digunakan belum spesifik atau masih mengatur secara umum. Para pelaksana
program dinilai belum optimal karena upaya sosialisasi terhadap peraturan daerah
tersebut belum dilakukan secara persuasif dengan menggunakan media papan
reklame.
f. Sumber-sumber daya yang digunakan
Pelaksanaan suatu kebijakan harus didukung oleh sumber-sumber yang
memadai agar pelaksanaan perda tersebut tidak terhambat. Dalam implementasi
perda ini, sumber daya yang digunakan yaitu sumber daya manusia, anggaran,
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digunakan sebagai petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis serta sarana dan prasarana yang mendukung
seperti kendaraan operasional yang digunakan untuk mengangkut limbah dari
septik tank. Anggaran menjadi salah satu indikator terpenting sumber daya yang
digunakan dalam implementasi perda. Pemanfaatan sumber daya sudah dilakukan
seoptimal mungkin, seperti anggaran yang dikeluarkan pemerintah kota
168
Tangerang untuk lingkungan selalu habis digunakan setiap tahunnya. Namun,
dalam pelaksanaan program, pemanfaatan sumber daya belum dilakukan
seoptimal mungkin, karena program-program yang dilakukan terkait dengan
implementasi perda ini belum menyeluruh dan baru hanya pada tingkat kelurahan.
Selain itu, dari indikator kuantitas sumber daya manusia, pengawasan terhadap
industri belum efektif dilakukan karena kurangnya jumlah sumber daya manusia
yang diperlukan untuk mengelola lingkungan.
169
4.3.2. Context of Policy
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang
terlibat
Suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaaan,
kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna
memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Kekuasaan
yang dimiliki para aktor yang terlibat diantaranya yaitu kekuasaan yang dimiliki
oleh pilar pemerintah, swasta dan masyarakat dalam konteks implementasi perda.
Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah dalam konteks implementasi perda,
pemerintah hanya bertindak sebagai pelaksana program-program pembinaan
lingkungan dan pengawasan. Bentuk program yang dibuat oleh pemerintah
disesuaikan dengan penjabaran visi dan misi dari dinas atau badan terkait
lingkungan. Dengan demikian, pemerintah dalam pelaksanaan perda hanya
sebagai pihak yang menjalankan kekuasaan untuk mengatur para pelaku usaha
dan masyarakat agar tidak mencemari lingkungan serta melakukan tindakan
preventif, persuasif dan represif dalam pelaksanaan perda.. Kekuasaan yang
dimiliki oleh pilar swasta dalam konteks implementasi perda yaitu pilar swasta
tidak menginginkan pemerintah membuat aturan yang berlebihan sehingga
mempersulit para pelaku usaha dalam mengelola usahanya. Kekuasaan yang
dimiliki oleh masyarakat yaitu kekuasssan untuk melakukan pengawasan dan
pengaduan terhadap seseorang atau pelaku usaha yang melakukan tindak
pencemaran lingkungan. Selain kekuasaan, terdapat berbagai kepentingan-
kepentingan dalam konteks implementasi perda diantaranya yaitu, pemerintah
170
memeiliki kepentingan agar semua para pelaku usaha baik industri kecil,
menengah dan besar yang terdapat di kota Tangerang secara keseluruhan memiliki
izin pembuangan limbah guna meminimalisir dampak pencemaran air. Pilar
swasta memiliki kepentingan agar pemerintah melakukan pembinaan terhadap
pembuangan limbah dan pilar masyarakat memiliki kepentingan dilibatkan dalam
koordinasi pelaksaan program dan pengawasan lingkungan. Strategi yang
dilakukan oleh para aktor yang telibat diantaranya yaitu pengawasan terhadap
industri, pengaduan masyarakat terhadap pencemaran, penindakan secara
langsung jika terjadi pelanggaran terhadap perda, serta dengan program
pembinaan dan peran serta masyarakat untuk meminimalisir terjadinya
pelanggaran, mempermudah akses perizinan menggunakan pelayanan terpadu satu
pintu, sehingga dapat menjangkau semua masyarakat yang memiliki kepentingan
untuk mengurusi perizinan pembuangan limbah dan perizinan lingkungan lainnya
serta memproses perizinan tersebut dengan cepat namun sesuai prosedur yang
berlaku dan melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui metode daur ulang
limbah menggunakan IPAL sederhana, sehingga limbah-limbah yang dikeluarkan
oleh masyarakat dengan menggunakan IPAL sederhana dapat didaur ulang dan
dimanfaatkan kembali. Hal yang tidak terlihat terkait strategi yang dilakukan
yaitu pembinaan terhadap para pelaku atau pengelola industri atau usaha skala
kecil dan menengah dalam mengelola limbah yang dikeluarkan untuk
meminimalisir pencemaran.
171
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh
terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dibahas mengenai
karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
Karakteristik lembaga yang terdapat pada pemerintah kota Tangerang bersifat
birokratis juga ditandai dengan terdapat rantai komando berupa hierarki
kewenangan dimana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya mengalir dari
hierarki atas ke hierarki bawah. Dalam implementasi perda ini, para pelaksana
bertanggung jawab kepada para pimpinan SKPD terkait sebagai lembaga
eksekutif yang melaksanakan perda, dan para pimpinan SKPD tersebut
bertanggung jawab kepada Walikota sebagai penanggung jawab tertinggi
eksekutif. Hal tersebut mencirikan bahwa karakteristik lembaga pada
implementasi perda ini bersifat birokratis. Karakteristik rezim yang berkuasa di
kota Tangerang saat ini tidak berbeda jauh dengan karakteristik rezim yang
berkuasa sebelumnya di kota Tangerang, karena Walikota yang saat ini berkuasa
merupakan Wakil Walikota sebelumnya, Dengan demikian program-program
yang dijalankan memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda.
Karakteristik walikota yang memimpin saat ini di kota Tangerang jika
dilihat dari biografinya, beliau merupakan seorang pengusaha dan pemiliki dari
Rumah Sakit Sari Asih. Setelah sukses sebelumnya mendampingi Wahidin Halim
sebagai wakil walikota Tangerang, kemudian beliau terpilih menjadi Walikota
Tangerang pada periode 2013-2018, diusung oleh partai-partai yang memiliki
172
pengaruh besar di kota Tangerang yaitu Partai Demokrat, Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mendapatkan
perolehan suara sebanyak 340.810 suara atau sebesar 49,05 % dari total suara
keseluruhan. Selain sebagai pengusaha, beliau juga aktif di berbagai organisasi
baik organisasi kemasyarakatan dan organisasi formal pemerintahan seperti
pernah menjadi anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Ketua
Badan Narkotika Nasional Kota Tangerang (BNNKT), Ketua Satuan Pelaksana
(SATLAK) Penanggulangan Bencana Kota Tangerang. Beliau dikenal masyarakat
sebagai pemimpin yang jujur, tegas dan dekat dengan masyarakat. Jika dilihat dari
visi dan misi beliau memimpin kota Tangerang, sejauh ini program-program yang
dijalankan terutama dalam bidang lingkungan hidup tidak jauh berbeda dengan
pemimpin atau walikota sebelumnya yaitu Wahidin Halim yang dikenal
masyarakat sebagai pemimpin revolusioner dalam membangun kota Tangerang
dan memiliki pengaruh besar di kota Tangerang.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
Tingkat kepatuhan dari para pelaksana menjadi salah satu indikator
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Tingkat kepatuhan pelaksana terbagi
atas tingkat kepatuhan terhadap aturan dan tingkat kepatuhan terhadap organisasi.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap
aturan dalam melakukan implementasi perda ini dapat dikatakan belum sesuai
dengan apa yang diharapkan. Karena pada pelaksanaannya, masih terdapat
pelaksana yang tidak mematuhi ketentuan perda tersebut. Bentuk pelanggaran
173
yang dilakukan oleh pelaksana yaitu terkait pembuangan limbah hasil
pengangkutan langsung ke sumber air. Sangat disayangkan apabila justru
pelanggaran dilakukan oleh oknum pelaksana tertentu yang tidak mematuhi perda
ini. Selanjutnya terkait tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi,
berdasarkan temuan lapangan, kepatuhan pelaksana pada bidang perizinan
terhadap organisasi dapat dikatakan sudah baik, karena pelaksanaan perda di
bidang perizinan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Respon dari pelaksana terkait implementasi perda ini yaitu terdapat
kendala-kendala yang terjadi di lapangan seperti kurangnya dukungan dan
partisipasi masyarakat terhadap program-program yang dibuat oleh pemerintah
dan kendala teknis yaitu saat ini IPAL dan IPLT yang terdapat di kota Tangerang
sudah tidak mampu mendukung dalam menampung limbah karena jumlah
kapasitas penampungan IPAL sudah tidak mampu mengimbangi jumlah limbah
yang dihasilkan oleh semua stakeholders yang terdapat di kota Tangerang.
174
Tabel 4.6.
Rekapitulasi Hasil Pembahasan Penelitian
DimensiContent of Policy
Indikator Temuan Lapangan Kategori
Kepentingan-
kepentingan yang
mempengaruhi
Peraturan daerah dibuat oleh pilar
pemerintah dan DPRD hanya
mengesahkan. Dengan kata lain, pada
tahap formulasi tidak ada keterlibatan
dari pilar swasta dan masyarakat.
Belum optimal
Pada tahap implementasi perda,
terdapat kepentingan yang
mempengaruhi dari pilar pemerintah,
swasta dan masyarakat.
Baik
Kurang optimalnya sosialisasi perda
yang dilakukan oleh pilar pemerintah
terhadap sektor swasta.
Belum optimal
Jenis manfaat yang
bisa diperoleh
Implementasi perda telah memberikan
manfaat atau dampak positif terhadap
lingkungan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Baik
175
Derajat perubahan
yang ingin dicapai
Derajat perubahan yang ingin dicapai
dari adanya implementasi perda secara
keseluruhan menginginkan perubahan
yang lebih baik.
Baik
Terdapat perubahan yang dapat
dirasakan secara langsung dari adanya
implementasi perda.
Baik
Letak pengambilan
keputusan
Letak pengambilan keputusan
terhadap pelanggaran perda dilakukan
oleh BLH melalui Bidang
Pengawasan dan Penegakkan Hukum,
sebagai pelaksananya yaitu Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Baik
Sanksi yang diberikan berupa sanksi
administratif, sanksi paksaan
pemerintah dan pencabutan izin
operasional.
Baik
Pelaksana program
Pelaksana program dilakukan oleh
para SKPD yang terlibat dalam
implementasi perda dan disesuaikan
dengan tupoksi yang dimiliki oleh
masing-masing SKPD.
Baik
Para pelaksana program kurang Belum optimal
176
memiliki pemahaman dan
pengetahuan dikarenakan kurangnya
pembinaan dan pelatihan.
Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis yang digunakan pelaksana
program masih bersifat umum dan
belum spesifik karena belum adanya
peraturan teknis sebagai penjabaran
ketentuan perda.
Belum optimal
Sumber-sumber daya
yang digunakan
Sumber daya yang digunakan dalam
implementasi perda ini yaitu sumber
daya manusia, anggaran, Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan
sumber daya pendukung lainnya.
Baik
Pemanfaatan sumber daya terutama
anggaran sudah dioptimalkan untuk
membiayai program-program yang
telah dirancang sebagai implementasi
perda.
Baik
Pemanfaatan sumber daya dalam
pelaksanaan program pada bidang
pengendalian limbah belum
menyeluruh, baru hanya menjangkau
Belum optimal
177
pada tingkat kelurahan.
Dimensi Context of Policy
Kekuasaan,
kepentingan-
kepentingan dan
strategi para aktor
yang terlibat
Kepentingan dalam implementasi
perda pada pilar pemerintah yang
mengalami kendala yaitu kurangnya
intensitas koordinasi dengan SKPD
yang terkait.
Belum optimal
Adanya keinginan dari pilar swasta
kepada pemerintah terkait pembinaan
dan pelatihan pengolahan limbah
karena selama ini program tersebut
belum terlihat.
Belum optimal
Terdapat strategi-strategi yang
dilakukan oleh masing-masing SKPD
pada pilar pemerintah dalam
implementasi perda.
Baik
Karakteristik
lembaga dan rezim
yang berkuasa
Karakteristik lembaga yang terdapat
pada pemerintah kota Tangerang
bersifat birokratis.
Baik
Tingkat kepatuhan
dan adanya respon
dari pelaksana
Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap
aturan belum sesuai dengan harapan
karena terdapat oknum pelaksana
Belum optimal
178
yang melakukan pembuangan limbah
langsung ke sumber air.
Terdapat respon dari pelaksana terkait
implementasi perda ini yaitu terdapat
kendala-kendala yang terjadi di
lapangan seperti kurangnya dukungan
dan partisipasi masyarakat terhadap
program-program yang dibuat oleh
pemerintah dan kendala teknis yaitu
saat ini IPAL dan IPLT yang terdapat
di kota Tangerang sudah tidak mampu
mendukung dalam menampung
limbah
Belum optimal
Sumber: Peneliti, 2015
Berdasarkan hasil pembahasan dari masing-masing indikator implementasi
kebijakan menurut Merille S. Grindle diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota
Tangerang belum optimal. Belum optimalnya implementasi perda tersebut
dikarenakan masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh masing-masing
pilar untuk dapat berkontribusi dalam pelaksanaan kebijakan atau program-
program dari implementasi perda. Hal ini dapat dilihat dari belum optimalnya
pelaksanaan empat dari sembilan indikator menurut model implementasi
179
kebijakan dari Merille S. Grindle, yaitu kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi, pelaksana program, kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan
strategi para aktor yang terlibat, serta tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana.
Peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang digunakan
untuk membahas persoalan implementasi perda tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air. Merujuk pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ariestha Surya Permana pada tahun 2011 dengan judul penelitian
“Pelaksanaan kewenangan pemerintah Kota Denpasar dalam mengendalikan
pemanfaatan air tanah oleh hotel berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air” dapat diketahui bahwa pelaksanaaankewenangan Pemerintah Kota Denpasar
dalam mengendalikanpemanfaatan air tanah oleh Badan Lingkungan Hidup dan
DinasPekerjaan Umum secara umum sudah melaksanakan dengan baik namun
belum optimal. Badan Lingkungan Hidup telah melakukanupaya konservasi
dengan cara mewajibkan pengusaha hotel untuk melaksanakan upaya-upaya
pelestarian seperti membuat sumurresapan atau lubang biopori guna
meningkatkan potensi air tanah.Upaya ini masih mempunyai kendala karena
Badan LingkunganHidup tidak menfasilitasi hotel dengan menyediakan alat
untukmembuat sumur resapan atau lubang biopori. Dinas PekerjaanUmum bidang
pengairan sesuai dengan kewenangannyamemberikan rekomendasi teknis kepada
Walikota Kota Denpasarmengenai penyelenggaraan perijinan pemanfaatan air
tanah padacekungan air tanah di Kota Denpasar. Cekungan air tanah
180
KotaDenpasar termasuk dalam cekungan air tanah Denpasar-Tabanandan juga
memberikan rekomendasi teknis yang berisi persetujuanatau penolakan pemberian
ijin berdasarkan zona konservasi air tanah. Kendala yang dihadapi dalam
mengendalikan pemanfaatanair tanah oleh hotel di Kota Denpasar berupa
kurangnya intensifnyasosialisasi mengenai dampak negatif dari pemanfaatan air
tanah yang berlebihan. Tidak adanya regulasi dari Pemerintah KotaDenpasar yang
memberikan sanksi yang tegas bagi yangmelanggar perijinan air tanah dan
kesadaran yang kurang darimasyarakat yang menggunakan air tanah karena air
tanah itudianggap gratis. Kendala lainnya seperti kurangnya sumber dayamanusia
yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Denpasar dalammengendalikan pemanfaatan
air tanah oleh hotel dan masih terjadinya pencurian air tanah yang dilakukan oleh
oknumpengusaha juga menjadi masalah yang sangat serius dan harussegera
diselesaikan.
Penelitian terdahulu selanjutnya dilakukan oleh Ratna Farly Adzani pada
tahun 2012 dengan judul penelitian “Efektifitas Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane”
diketahui bahwa efektivitas Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane cukup tinggi/sedang karena hanya
mencapai angka 64,8% dari angka yang dihipotesiskan, yaitu minimal 70%.
Berdasarkan perbandingan hasil penelitian dari kedua penelitian terdahulu
dengan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat permasalahan yang serupa pada
salah satu penelitian sebelumnya yang menyebabkan belum optimalnya
pelaksanaan kewenangan dalam melakukan pengelolaan kualitas air dan
181
pengendalian pencemaran air, seperti permasalahan sosialisasi yang belum
optimal, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, serta kualitas
sumber daya manusia sebagai pelaksana kebijakan masih belum sesuai harapan.
Pada dasarnya setiap penelitian memiliki permasalahan-permasalahan yang
berbeda, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa persoalan yang
ditemukan di lapangan ternyata memiliki persamaan dengan penelitian
sebelumnya, seperti halnya permasalahan dalam penelitian tentang pelaksanaan
kebijakan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian air yang dilakukan
peneliti dan salah satu peneliti terdahulu padapenelitian ini. Untuk itu,
permasalahan yang kemudian banyak munculdalam penelitian serupa perlu
mendapat perhatian lebih agar hal tersebut tidak terus-menerus menjadi
permasalahan dalam penelitian yang sama.Peneliti dalam pembahasan ini juga
ingin menyampaikan keterbatasan dalampenelitian ini. Keterbatasan penelitian
yang dilakukan peneliti yakni informanpenelitian yang dilakukan peneliti belum
mencakup keseluruhan stakeholders yangterlibat dalam pelaksanaan kebijakan.
seperti para pemilik perusahaan, pemilik jenis usaha atau kegiatan seperti CV,
rumah sakit, apartemen, hotel, LSM di bidang lingkungan hidup serta para
pengamat lingkungan yang terdapat di kota Tangerang serta informan lain yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijakan atau program tersebut. Halini tidak terlepas
dari keterbatasan peneliti untuk mendapatkan data dari beberapapihak tersebut.
Peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik lagiuntuk dapat
menyempurnakan penelitian yang dilakukan peneliti.
182
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Kota Tangerang” dianalisis peneliti dengan menggunakan
teori model implementasi kebijakan dari Grindle (1980) yang ditentukan oleh
Content of Policy dan Context of Policy dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi dalam implementasi perda
ini yaitu diantaranya pilar pemerintah sebagai pilar yang menjalankan tupoksinya
dalam bentuk program-program yang dibuat untuk melakukan pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air serta melakukan pengawasan dan
penegakkan hukum. Kepentingan yang mempengaruhi pada pilar swasta yaitu
pada pelaksanaan perda tidak mempersulit dalam aktivitas industri. Kepentingan
yang mempengaruhi pada pilar masyarakat yaitu keinginan agar semua aktor yang
terlibat konsisten melaksanakan implementasi perda.
Manfaat yang diperoleh dari perda ini yaitu dari segi perizinan sudah
membaik, tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan meningkat, kualitas
air baku sudah membaik, tingkat pencemaran dapat dikendalikan, perbaikan
183
sarana dan prasarana lingkungan dan meningkatnya pengawasan terhadap
industri.
Derajat perubahan yang ingin dicapai dari implementasi perda yaitu
sumber-sumber air yang terdapat di kota Tangerang sesuai dengan
peruntukkannya, tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan,
kuantitas dan kualitas air semakin membaik, serta pencemaran bisa diminimalisir
sebaik mungkin.
Letak pengambilan keputusan mengenai sanksi terhadap pelanggaran
perda dilakukan oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). Jenis sanksi yang
diberikan yaitu sanksi administratif berupa surat teguran, dan sanksi paksaan
pemerintah berupa denda dan pencabutan izin operasional.
Pelaksana program pada implementasi perda ini dilakukan oleh para
SKPD yang terlibat dalam implementasi perda dan disesuaikan dengan tupoksi
yang dimiliki oleh masing-masing SKPD. Sumber daya yang digunakan dalam
implementasi perda yaitu sumber daya manusia, anggaran, Standar Operasional
Prosedur (SOP).
Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat
pada implementasi perda yaitu pilar pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana
perda sekaligus sebagai pilar yang melakukan koordinasi terhadap pilar swasta
dan masyarakat, strategi yang dilakukan para aktor yang terlibat, pilar swasta
menginginkan adanya program tertentu yang dilakukan oleh pemerintah terkait
pengolahan limbah.serta terdapat tartegi yang dilakukan para aktor yang terlibat.
184
Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa pada implementasi perda
bersifat birokratis. Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap aturan dalam melakukan
implementasi perda belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Respon dari
pelaksana terkait implementasi perda yaitu terdapat kendala-kendala yang terjadi
di lapangan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis data, pembahasan, serta kesimpulan penelitian,
dapat diketahui bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
di Kota Tangerang belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari belum optimalnya
pelaksanaan empat dari sembilan indikator menurut model implementasi
kebijakan dari Grindle, yaitu kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi,
pelaksana program, karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, serta tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Oleh karenanya, maka peneliti
memberikan saran mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Kota Tangerang”, sebagai berikut:
1. Pengawasan terhadap sektor usaha kecil dan menengah harus ditingkatkan,
mengingat di Kota Tangerang industri didominasi oleh sektor usaha kecil dan
menengah. Peningkatan pengawasan terhadap industri skala kecil dan
menengah dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi secara intensif
kepada SKPD terkait yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam
185
melakukan pembinaan pengelolaan limbah cair pada industri skala kecil dan
menengah.
2. Peningkatan koordinasi antara BLH dengan BPMPTSP pada bidang perizinan
terkait pemberian izin pembuangan limbah cair dengan memperhatikan beban
pencemaran air. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan
sektor usaha skala kecil atau menengah yang telah diberikan izin pembuangan
limbah cair agar tidak melakukan pembuangan limbah yang berlebihan dan
berpotensi melakukan pencemaran.
3. Melakukan sosialisasi kebijakan dan program secara menyeluruh dan bertahap
kepada semua stakeholders yang terlibat dalam implementasi perda tersebut.
Peningkatan sosialisasi dapat dilakukan dengan sosialisasi peraturan secara
terbuka misalnya melakukan sosialisasi dalam bentuk papan reklame pada
lokasi-lokasi rawan pembuangan limbah, sosialisasi melalui media massa atau
media elektronik dan media sosial yang dapat secara cepat,serta peningkatan
sosialisasi dengan kerjasama masyarakat dilakukan dengan melakukan
kerjasama dengan orang-orang tertentu yang memiliki pengaruh besar di
masyarakat,
4. Melakukan pengawasan secara intensif terhadap industri-industri skala besar
yang berpotensi melakukan pencemaran. Bentuk pengawasan yang dilakukan
dapat berupa pengawasan secara langsung dengan melakukan inspeksi
mendadak terhadap industri skala besar yang tidak memiliki dokumen izin
lingkungan, tidak memiliki IPAL, mendirikan perusahaan di Daerah Aliran
186
Sungai (DAS) bahkan industri besar yang membuang limbah langsung ke
sumber air.
5. Dalam perencanaan program yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air harus melibatkan semua stakeholders yang
terdapat di kota Tangerang agar semua stakeholders yang terlibat dalam
implementasi peraturan daerah dapat memberikan rekomendasi terkait
program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilakukan
dengan FGD (Forum Group Discussion) kepada para pemilik industri, rumah
sakit, hotel, apartemen, atau jenis usaha kecil dan menengah. FGD ini bisa
dilaksanakan secara langsung dalam bentuk dialog publik atau bisa
menggunakan media aspirasi lain seperti media elektronik dan media sosial.
6. Peningkatan kompetensi para pelaksana kebijakan dengan memberikan
pelatihan-pelatihan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah
pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup untuk memberikan
program pembekalan dan pelatihan dalam mengelola kualitas lingkungan dan
melakukan pengendalian pencemaran.
7. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Walikota
harus segera diselesaikan. Mengingat perkembangan yang terjadi di lapangan,
makadibutuhkan peraturan yang lebih spesifik agar tidak menjadi kendala para
pelaksana dalam mengimplementasikan perda.
187
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Adisasmita, H. Rahardjo. 2005. Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Pernada Media Group.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Fuad, Anis & Kandung Sapto Nugroho. 2014. Panduan Praktis Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta; Departemen
Ilmu Administrasi FISIP UI.
Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Lincoln, Denzim. 2009. Handbook Of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakaya Offsett.
Nugroho, Riant D. 2012. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Parsons, Weynes. 2006. Public Policy “Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Satori, Djam‟an & Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Semiawan, Conny R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.
188
Soeharto, Iman. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga.
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV.Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Widya Wicaksono, Kristian. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah.
Yogyakarta: GRAHA ILMU.
Jurnal Penelitian :
Adzani, Ratna Farly. 2013. Efektifitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang: Skripsi yang tidak
dipublikasikan.
Permana, Ariestha Surya. 2011. Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kota
Denpasar dalam Mengendalikan Pemanfaatan Air Tanah oleh Hotel
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Universitas
Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta: FH UAJY.
Ruvilia, Rhylisia. 2011. Pengendalian Pencemaran Air Berkenaan dengan Usaha
Jasa Pencucian Sepeda Motor di Selokan Mataram Kabupaten Sleman.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta: FH UAJY.
Dokumen/Peraturan :
BLHD Kota Tangerang. 2014. Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Air Sungai
dan Keadaan Ekologis. Tangerang: BLHD Kota Tangerang.
BPS Kota Tangerang. 2014. Buku Putih Sanitasi. Tangerang: BPS Kota
Tangerang
Kajian Tim Proyek JICA dan BLHD Kota Tangerang pada tanggal 26 September
2011.
BPS Kota Tangerang. 2014. Kota Tangerang dalam Angka Tahun 2014.
Tangerang: BPS Kota Tangerang.
189
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Tangerang
Tahun 2013
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Status Lingkungan Hidup (SLHD) Kota Tangerang Tahun 2014
190
LAMPIRAN
191
LAMPIRAN I
(Surat Ijin Penelitian)
192
193
194
195
LAMPIRAN II
(Surat Keterangan Penelitian)
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
LAMPIRAN III
(Pedoman Wawancara)
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
208
Dalam upaya memperoleh data, penelitian tentang “Implementasi Penerapan
Prinsip- Prinsip Good Governance di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang”
denganmenggunakan wawancara sebagai metode utama dalam melakukan
pengkajian datasecara mendalam. Berikut merupakan pedoman wawancara yang
ditujukan kepadainforman pada pilar pemerintah (I1) sesuai dengan indikator dari
teori yang digunakan
dalam penelitian ini.
1. Content of Policy
1.1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
a. Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya?
b. Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait
dalam upaya implementasi perda ini?
c. Kendala apa yang menjadi penghambat dalam implementasi perda ini?
1.2. Jenis manfaat yang bisa diperoleh
a. Apakah hasil yang diharapkan dari adanya perda ini?
b. Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya implementasi perda
ini?
1.3. Derajat perubahan yang ingin dicapai
a. Perubahan apakah yang dikehendaki dari adanya implementasi perda
ini?
b. Sudah sejauhmana upaya yang dilakukan?
1.4. Letak pengambilan keputusan
a. Siapa yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda ini ?
b. Jenis sanksi apa yang diberikan dari adanya pelanggaran terhadap
perda ini?
1.5. Pelaksana program
209
a. Siapa yang bertugas dalam melaksanakan implementasi perda ini di
lapangan (dilihat dari masing-masing SKPD yang bertanggung
jawab)?
b. Adakah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya? Jika ada, apa
yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis?
c. Adakah hambatan di lapangan dalam pelaksanaan implementasinya?
1.6. Sumber-sumber daya yang digunakan
a. Sumber daya apa saja yang digunakan dalam implementasi perda ini?
b. Bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada dalam upaya
mengimplementasikan perda ini?
2. Context of Policy
2.1. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat
a. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh para pelaksana perda agar
implementasi perda ini sesuai dengan harapan?
b. Strategi apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan implementasi
perda ini?
2.2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
a. Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan terhadap
implementasi perda ini?
2.3. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
a. Apakah implementasi perda yang dilakukan di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan?
b. Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
210
Dalam upaya memperoleh data, penelitian tentang “Implementasi Penerapan
Prinsip- Prinsip Good Governance di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang”
denganmenggunakan wawancara sebagai metode utama dalam melakukan
pengkajian datasecara mendalam. Berikut merupakan pedoman wawancara yang
ditujukan kepadainforman pada pilar sektor swasta (I2) dan pilar masyarakat (I3)
sesuai dengan indikator dari teori yang digunakandalam penelitian ini.
1. Content of Policy
1.1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
a. Apakah masyarakat dan stakeholders mengetahui adanya perda ini
sebagai suatu bentuk peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah?
b. Kepentingan apa yang diharapkan dari adanya implementasi perda ini?
c. Apakah perda ini telah disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat dan stakeholders?
1.2. Jenis manfaat yang bisa diperoleh
a. Manfaat apa yang diperoleh masyarakat dan stakeholders dari adanya
perda ini?
1.3. Derajat perubahan yang ingin dicapai
a. Perubahan apa yang diharapkan masyarakat dan stakeholders dari
adanya perda ini?
b. Perubahan apa yang telah dirasakan masyarakat dan stakeholders
dari adanya pelaksanaan perda ini?
1.4. Letak pengambilan keputusan
a. Apakah pemerintah selaku pengambil keputusan sudah
melaksanakan perda ini dengan baik?
1.5. Pelaksana program
a. Apakah para pelaksana perda ini telah melakukan tupoksinya dengan
baik?
1.6. Sumber-sumber daya yang digunakan
211
a. Apakah sumber-sumber daya yang digunakan sudah sesuai dengan
derajat perubahan yang terjadi dilapangan?
2. Context of Policy
2.1. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang
terlibat
a. Apakah strategi yang dilakukan para aktor yang terlibat dalam
implementasi perda ini telah sesuai dengan harapan masyarakat dan
stakeholders?
2.2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
a. Apakah pemerintah kota Tangerang saat ini telah melaksanakan
perda tersebut dengan baik?
2.3. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
a. Bagaimana tanggapan masyarakat dan stakeholders terhadap para
pelaksana perda ini di lapangan? Apakah sudah berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan?
212
LAMPIRAN IV
(Catatan Lapangan dan
Membercheck)
MEMBER CHECK
213
Hari/Tanggal : Kamis, 19 November 2015
Waktu : Pukul 11.05 WIB
Tempat : Ruang Kabid Pemantauan & Pemulihan Kualitas LH
Nama Informan : M. Dadang Basuki, ST., M.Si
Usia : 41 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Kepala Bidang Pemantauan & Pemulihan Kualitas LH
Q1 Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya ?
A1 Pelaksana perda ini semua stakeholders yang terdapat di kota
Tangerang, karena perda ini berlaku di kota Tangerang. Implementasi
perda ini harus dilakukan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab
yaitu diantaranya pemerintah daerah, masyarakat, dan badan usaha.
Kekuasaan pemerintah dalam hal ini yaitu BLH dalam pelaksanaan
perda hanya sebagai pelaksana program-program pembinaan
lingkungan hidup dan pengawasan. Jika di level pemerintah
implementasi perda ini secara spesifik dilakukan oleh BLH, Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Cipta Karya dan Penataan
Ruang serta Badan Perizinan. BLH dalam hal ini selaku sebagai badan
yang menyelenggarakan fungsi koordinasi implementasi perda ini.
Q2 Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait
dalam upaya implementasi perda ini?
A2 Koordinasi yang dilakukan ada yang rutin tetapi ada yang insidentil,
ada koordinasi formal (rapat) ada juga koordinasi yang informal
214
(lapangan). Koordinasi yang dilakukan saat ini sudah baik dalam
penanggulangan masalah lingkungan hanya saja masih sulit untuk
berkoordinasi secara rutin dengan SKPD yang terkait.
Q3 Kendala apa yang menjadi penghambat dalam implementasi perda
ini?
A3 Sejauh ini kendala yang ada dalam implementasi perda ini adalah
masalah kewenangan terkait penanggulangan sumber air. Perlu
diketahui bahwa sumber-sumber air yang terdapat di Kota Tangerang
ini bukan aset daerah kota Tangerang sehingga sulit untuk pemerintah
kota Tangerang melakukan perbaikan sarana dan prasarana sumber air
karena tumpang tindihnya kewenangan pusat, provinsi dan daerah
tingkat kabupaten/kota.
Q4 Apakah hasil yang diharapkan dari adanya perda ini?
A4 Diharapkan kualitas airnya semakin membaik, karena adanya
pengaturan khususnya pengendalian pencemaran air lebih kepada
sumber-sumber air dikendalikan, contoh pengendalian dalam
pengolahan air limbah yang sesuai standar baku mutu air dan
perizinan pembuangan limbah cair.
Q5 Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya implementasi perda
ini?
A5 Dari segi perizinan sudah membaik, masyarakat sudah mulai sadar
dan peduli lingkungan karena persentase tingkat pencemar sumber air
dihasilkan paling banyak dari limbah domestik.
215
Q6 Perubahan apa yang dikehendaki dari adanya implementasi perda ini?
A6 Diharapkan sumber sumber air sesuai dengan peruntukkannya,
sumber air di kota Tangerang belum dapat ditentukan baku mutu
airnya, karena masih menggunakan Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksananya.
Q7 Sudah sejauhmana upaya yang dilakukan?
A7 Banyak, SKPD sudah menerapkan penghematan sumber daya air, di
masyarakat dilaksanakan program kampung hijau, terhadap industri
sudah dilakukan pengawasan secara intensif.
Q8 Siapa saja yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda ini?
A8 Penegakkan perda dilakukan oleh Satpol PP, tetapi khusus dalam
implementasi perda ini penegakkan perda dilakukan oleh PPNS
(Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil) khusus di bidang lingkungan
hidup.
Q9 Jenis sanksi apa yang diberikan dari adanya pelanggaran terhadap
perda ini?
A9 Sanksi administrasi dan saksi paksaan pemerintah. Sanksi
administrasi berupa surat teguran, saksi paksaan pemerintah berupa
denda ganti rugi kepada lingkungan.
Q10 Siapa yang bertugas dalam melaksanakan perda ini di lapangan
(dilihat dari masing-masing SKPD yang bertanggung jawab)?
A10 BLH dalam hal ini membentuk tim khusus bidang pemantauan
216
kualitas, bidang pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dan
bidang penindakan sebagai tim yang bertugas melakukan pemantauan
dan melaporkan temuan-temuan. Dalam hal pemantauan kualitas air,
BLH juga berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) dalam memantau kualitas air baku.
Q11 Adakah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya? Jika ada, apa
yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis?
A11 Ada beberapa dan ada juga yang belum, tetapi secara keseluruhan
masih belum efektif di terapkan karena belum sempurnanya petunjuk
pelaksanaan yang lebih lengkap seperti Peraturan Walikota atau Surat
Keputusan.
Q12 Adakah hambatan di lapangan dalam pelaksanaan implementasinya?
A12 Ada, hambatan yang berupa pemahaman yang kurang dari petugas
lapangan. Karena petugas lapangan yang terdapat dalam BLH masih
harus dilakukan pembinaan dan pelatihan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.
Q13 Sumber daya apa saja yang digunakan dalam implementasi perda ini?
A13 Manusia, Standar Operasional Prosedur (SOP), dan anggaran sebagai
modal utama dalam implementasiperda ini.
Q14 Bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada dalam upaya
mengimplementasikan perda ini?
A14 Sudah dilakukan secara maksimal misalnya anggaran yang digunakan
dalam pengelolaan lingkungan terutama pengendalian pencemaran itu
217
selalu habis tiap tahunnya.
Q15 Upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh para pelaksana perda agar
implementasi perda ini sesuai dengan harapan?
A15 Pelaksanaan berbagai program peran serta masyarakat dalam
memperbaiki dan menjaga lingkungan, sosialisasi perda ini ke instansi
pemerintah, pelaku usaha, perusahaan dan masyarakat umum,
pengawasan terhadap kegiatan atau usaha apapun yang berpotensi
mengeluarkan limbah berbahaya, serta bekerja sama dengan LSM
ataupun kelompok masyarakat untuk mengadakan penghijauan dan
program-program lingkungan sehat.
Q16 Strategi apa yang digunakan dalam melakukan pengawasan
implementasi perda ini?
A16 Pengawasan 100 industri per tahun, pengaduan masyarakat terhadap
pencemaran, penindakan secara langsung di lapangan.
Q17 Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan terhadap
implementasi perda ini?
A17 Ada pengaruh dalam pergantian kepemimpinan tetapi tidak
berpengaruh banyak, setiap pemimpin pasti punya prioritas dalam
pembangunan, namun pelaksanaan perda harus konsisten terus
dilakukan.
Q18 Apakah implementasi perda yang dilakukan di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan?
A18 Belum semua sesuai dengan yang diharapkan dan memang masih jauh
218
dari apa yang diinginkan. Banyak kendala di lapangan yang memang
masih belum dilakukan intensifikasi penanggulangan.
Q19 Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
A19 Sejauh ini belum ada keluhan dari pelaksana terkait implementasi
perda ini, karena disamping ada perda ini, Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah tetap digunakan. Perwal sedang disusun dan
rencananya tahun ini bisa selesai tetapi perwalnya lebih kepada action
plan atau sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program
kepada seluruh stakeholders baik pemerintah, pengusaha, maupun
masyarakat.
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Senin, 30 November 2015
219
Waktu : Pukul 10.31 WIB
Tempat : Ruang Kabid Pengawasan & Penegakkan Hukum LH
Nama Informan : Agus Prasetyo, SH
Usia : 51 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Kepala Bidang Pengawasan & Penegakkan Hukum LH
Q1 Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya ?
A1 Perda ini di implementasikan oleh semua SKPD di pemerintah kota
Tangerang. Tetapi BLH adalah sebagai aktor terpenting yag berkaitan
dengan sumber daya air dan lingkungan hidup. Khusus BLH dalam
bidang pengawasan dan penegakkan hukum memiliki tupoksi dalam
melakukan pengawasan, penyelidikan dan penindakan lapangan
dalam upaya penegakkan hukum, dengan melakukan tindakan
persuasif, preventif, proaktif dan represif.
Q2 Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait
dalam upaya implementasi perda ini?
A2 Koordinasi sejauh ini sudah dilakukan terutama dalam penegakkan
hukum dengan menggunakan peraturan daerah dan peraturan
diatasnya baik dalam bentuk peraturan pemerintah maupun Undang-
undang. Karena apalah arti sebuah peraturan jika peraturan tersebut
tidak dikoordinasikan dengan baik.
Q3 Kendala apa yang menjadi penghambat dalam implementasi perda
ini?
220
A3 Kendala yang menjadi penghambat yaitu penindakan di masyarakat,
karena limbah domestik justru yang lebih dominan dalam pencemaran
di Kota Tangerang. Saat ini kita terus melakukan penekanan agar
masyarakat koperatif terhadap pemerintah dalam menjaga lingkungan.
Q4 Apakah hasil yang diharapkan dari adanya perda ini?
A4 Pastinya kita mengharapkan kepada semua stakeholders baik
pemerintah, masyarakat ataupun industri mentaati perda ini dan
menjaga kualitas lingkungan hidup.
Q5 Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya implementasi perda
ini?
A5 Sejauh ini kualitas lingkungan hidup sudah mulai membaik terutama
sejak adanya perda ini sebagai regulator di tingkat daerah kota
Tangerang.
Q6 Perubahan apa yang dikehendaki dari adanya implementasi perda ini?
A6 Perubahan yang dikehendaki yaitu tingginya kesadaran masyarakat
untuk menjaga lingkungan dengan tidak membuang limbah berbahaya
langsung ke sumber air.
Q7 Sudah sejauhmana upaya yang dilakukan?
A7 Upaya-upaya yang sudah dilakukan berkaitan dengan melakukan
tindakan persuasif yaitu sosialisasi perda ini ke semua msyarakat
secara umum dan bertahap, preventif yaitu melakukan pembinaan dan
pengawasan, proaktif yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dan
represif yaitu melakukan tindakan terhadap pelanggaran.
221
Q8 Siapa saja yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda ini?
A8 BLH Bidang pengawasan dan penegakkan hukum yang berwenang
melakukan tindakan hanya PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil)
yang dilatih untuk memiliki keahlian tertentu di bidang lingkungan
hidup dalam melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran perda ini.
Q9 Jenis sanksi apa yang diberikan dari adanya pelanggaran terhadap
perda ini?
A9 Sanksi yang dikeluarkan bisa dalam bentuk teguran atau sanksi
administratif, denda kerusakan lingkungan dan yang paling terakhir
adalah pemaksaan pencabutan izin operasional.
Q10 Siapa yang bertugas dalam melaksanakan perda ini di lapangan
(dilihat dari masing-masing SKPD yang bertanggung jawab)?
A10 Kalau di bidang pengawasan dan penegakkan hukum kita baru akan
melakukan penindakan lapangan jika temuan-temuan sudah
memenuhi proses penyidikan dan sudah sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP).
Q11 Adakah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya? Jika ada, apa
yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis?
A11 Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan di bidang
pengawasan dan penegakkan hukum kita menggunakan SOP khusus,
tetapi acuannya tetap Undang-undang Lingkungan Hidup yaitu UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
222
Lingkungan Hidup.
Q12 Adakah hambatan di lapangan dalam pelaksanaan implementasinya?
A12 Hambatan pasti ada, hambatan yang paling dominan dalam upaya
pengawasan dan penegakkan hukum yaitu kurangnya kesadaran
masyarakat, meski sudah dilakukan sosialisasi tetapi belum optimal
hasilnya.
Q13 Sumber daya apa saja yang digunakan dalam implementasi perda ini?
A13 Terkait dengan sumber daya yang digunakan dalam pengawasan dan
penegakkan hukum yang terpenting kita harus memiliki tim khusus
dan ahli dalam bidang lingkungan hidup karena nantinya sangat
diperlukan dalam upaya penindakan terhadap pencemaran yang terjadi
di lapangan.
Q14 Bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada dalam upaya
mengimplementasikan perda ini?
A14 Sudah dimanfaatkan secara optimal, dengan adanya PPNS tersebut
kita sudah ada tim khusus dalam melakukan penindakan secara
impresif.
Q15 Upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh para pelaksana perda agar
implementasi perda ini sesuai dengan harapan?
A15 Upaya-upaya yang saat ini sudah dilakukan dalam penindakan dan
pengawasan yaitu sosialisasi ke masyarakat, melakukan penindakan
lapangan terhadap jenis usaha atau kegiatan yang melakukan
pencemaran, serta melakukan treatment ke permukiman masyarakat
223
yang buruk sanitasi lingkungannya dengan program kampung hijau.
Q16 Strategi apa yang digunakan dalam melakukan pengawasan
implementasi perda ini?
A16 Dengan program pembinaan dan peran serta masyarakat untuk
meminimalisir terjadinya pelanggaran.
Q17 Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan terhadap
implementasi perda ini?
A17 Tidak berpengaruh karena perda harus tetap dilaksanakan, hanya saja
mungkin upaya-upaya yang dilakukan akan berbeda dengan apa yang
dilakukan pemimpin sebelumnya.
Q18 Apakah implementasi perda yang dilakukan di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan?
A18 Dapat dikatakan belum sesuai dengan apa yang diharapkan karena
kondisi lingkungan kota Tangerang saat ini belum dapat dikatakan
sesuai dengan output pembangunan kota yang berwawasan
lingkungan, namun tetap dilakukan upaya-upaya penanggulangan dan
pencegahan kerusakan lingkungan serta pengawasan dan penegakkan
hukum.
Q19 Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
A19 Sejauh ini tidak ada keluhan atau hambatan tetapi upaya konsistensi
pengawasan dan penegakkan hukum terus dilakukan sejalan dengan
pembangunan-pembangunan yang terdapat di Kota Tangerang.
224
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Senin, 23 November 2015
Waktu : Pukul 10.11 WIB
225
Tempat : Ruang Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air
Nama Informan : Taufik Syahzaeni, ST, M.Si, M.Sc
Usia : 37 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Kepala Bidang Sumber Daya Air
Q1 Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya ?
A1 Kami Dinas Bina marga dan Sumber Daya Air keterkaitannya hanya
ketersediaan atau kauntitas air, Perda ini berbicara mengenai kualitas
air jadi sepenuhnya pengelolaan dan pengendalian itu dilakukan oleh
BLH dan Bidang Perizinan.
Q2 Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait
dalam upaya implementasi perda ini?
A2 Koordinasi yang dilakukan kita hanya menerima kualitas air baku dan
air bersih. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air hanya sebagai
penyedia infrastruktur.
Q3 Kendala apa yang menjadi penghambat dalam implementasi perda
ini?
A3 Kendala hanya pada kewenangan saja, karena sekarang sudah terdapat
Dnas Cipta Karya dan Penataan Ruang sebagai pemecahan dari Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air sebagian kewenangan mengenai
Sumber Daya Air sudah dilimpahkan ke dinas tersebut.
Q4 Apakah hasil yang diharapkan dari adanya perda ini?
226
A4 Harapan dari adanya perda ini adalah baku mutu air sesuai dengan
peruntukkannya dan kualitas air semakin membaik.
Q5 Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya implementasi perda
ini?
A5 Sejauh ini dengan adanya perda ini kualitas air baku yang terdapat
pada sumber air sudah pulih dan semakin membaik sehingga
pencemaran yang ada bisa dikendalikan dengan baik.
Q6 Perubahan apa yang dikehendaki dari adanya implementasi perda ini?
A6 Perubahan yang diinginkan dengan adanya perda ini kuantitas air dan
kualitas air semakin membaik.
Q7 Sudah sejauhmana upaya yang dilakukan?
A7 Kalo mengenai upaya yang kami lakukan yaitu memperbaiki dan
memantau infrastruktur, mengevaluasi pembangunan IPAL,
membangun sarana dan prasarana yang berhubungan dengan air.
Q8 Siapa saja yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda ini?
A8 Kita tidak melakukan penindakan dan hanya menerima rekomendasi
atsa perbaikan infrastruktur.
Q9 Jenis sanksi apa yang diberikan dari adanya pelanggaran terhadap
perda ini?
A9 Karena tidak melakukan penindakan, jadi kita tidak berhak untuk
mengeluarkan sanksi.
227
Q10 Siapa yang bertugas dalam melaksanakan perda ini di lapangan
(dilihat dari masing-masing SKPD yang bertanggung jawab)?
A10 Mengenai perbaikan dan pembangunan infrastruktur kita mempunyai
pekerja-pekerja lapangan dan biasanya para kepala sub bidang yang
memantau perbaikan ataupun pembangunan infrastruktur tersebut.
Q11 Adakah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya? Jika ada, apa
yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis?
A11 Hanya memakai SOP atau Surat Perintah dari Kepala Dinas saja.
Q12 Adakah hambatan di lapangan dalam pelaksanaan implementasinya?
A12 Hambatan di lapangan hanya hambatan teknis seperti jangka waktu
perbaikan atau pembangunan yang kadang telat dan tidak sesuai
dengan perencanaan.
Q13 Sumber daya apa saja yang digunakan dalam implementasi perda ini?
A13 Pastinya sumber daya manusia dan anggaran yang paling
berpengaruh, artinya jika anggaran sudah tersedia, proses perbaikan
dan pembangunan akan secapat mungkin dilakukan.
Q14 Bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada dalam upaya
mengimplementasikan perda ini?
A14 Dimanfaatkan secara maksimal apapun sumber daya yang digunakan.
Q15 Upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh para pelaksana perda agar
implementasi perda ini sesuai dengan harapan?
A15 Upaya-upaya yang sudah dilakukan lebih kepada pembangunan dan
228
perbaikan infrastruktur untuk menunjang implementasi perda ini.
Q16 Apa saja strategi yang dilakukan oleh SKPD ini terkait implementasi
perda tersebut?
A16 Strategi yang kita gunakan lebih bersifat teknis, diantaranya
melakukan perbaikan secara berkala terhadap infrastruktur yang
berkenaan dengan sumber daya air misalnya jembatan, memperbaiki
bendungan air, berkoordinasi dengan dinas cipta karya dan penataan
ruang untuk memperbaiki IPAL, pada intinya jika berbicara mengenai
strategi, kita secara teknis namun tetap harus berkoordinasi dengan
SKPD lainnya.
Q17 Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan terhadap
implementasi perda ini?
A17 Tidak berpengaruh, artinya pelaksanaan perda ini harus tetap
dilakukan walaupun terjadi pergantian Kepala Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air bahkan mungkin pergantian Walikota.
Q18 Apakah implementasi perda yang dilakukan di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan?
A18 Sejauh ini kita sudah memfasilitasi infrastruktur dengan baik, hanya
saja pemeliharaan infrastruktur yang harus diutamakan.
Q19 Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
A19 Keluhan atau hambatan pasti ada, tapi lebih kepada hambatan teknis
di lapangan saja.
229
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Kamis, 19 November 2015
Waktu : Pukul 10.11 WIB
Tempat : Ruang Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP
230
Nama Informan : Julia Hudori, S.Si, Apt
Usia : 39 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Pelaksana Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat
BPMPTSP
Q1 Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya ?
A1 Kalau di Perda itu, ada mengenai izin pembuangan limbah cair, kalau
di kami di BPMPTSP wewenang kami berdasarkan Perwal tentang
pelimpahan kewenangan dari walikota kepada Badan Perizinan yang
dilimpahkan dari SKPD teknis ke Bidang Perizinan, hanya terkait izin
pembuangan limbah cair.
Q2 Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait
dalam upaya implementasi perda ini?
A2 Koordinasi lebih kepada BLH secara teknis, koordinasi yang
dilakukan kami selama ini jika ada kunjungan lapangan biasanya kami
berkirim surat ke BLH untuk mengirimkan personil untuk bersama-
sama melakukan survei lapangan, jika ada suatu permasalahan yng
perlu dikoordinasikan biasanya kami melakukan rapat koordinasi
dengan BLH, Biro Hukum dan Inspektorat.
Q3 Kendala apa yang menjadi penghambat dalam implementasi perda
ini?
A3 Kami prinsipnya hanya menerima bola atau menunggu pengajuan izin
saja, kalau masalah teknis itu lebih ke BLH, jika ada usaha atau
231
kegiatan yang menghasilkan limbah cair biasanya dari BLH
menyarankan untuk mengurusi perizinannya. BPMPTSP hanya
bersifat pasif.
Q4 Apakah hasil yang diharapkan dari adanya perda ini?
A4 Perusahaan atau jenis usaha yang menghasilkan limbah cair harus
mempunyai izin pembuangan limbah.
Q5 Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya implementasi perda
ini?
A5 Dengan adanya perda tersebut, semua jenis usaha atau industri di Kota
Tangerang harus mempunyai izin lingkungan termasuk izin
pembuangan limbah cair jika perusahaan tersebut tidak mematuhi
akan ditindak secara hukum dan izin operasional tidak akan diberikan.
Q6 Perubahan apa yang dikehendaki dari adanya implementasi perda ini?
A6 Pastinya dengan diberlakukannya perda ini, pencemaran bisa
diminimalisir sebaik mungkin dengan pemberlakuan berbagai izin
lingkungan.
Q7 Sudah sejauhmana upaya yang dilakukan?
A7 Sejauh ini kami terus berkoordinasi dengan BLH terutama terkait
dengan industri-industri yang telah diberikan izin operasional agar
dilakukan pengawasan terhadap pembuangan limbah hasil produksi.
Q8 Siapa saja yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda ini?
232
A8 BPMPTSP tidak berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda. Tetapi dalam bidang perizinan kami selaku bidang
perizinan kesejahteraan rakyat termasuk izin pembuangan limbah cair
memiliki kewenangan untuk memberikan atau tidak memberikan izin
tersebut.
Q9 Jenis sanksi apa yang diberikan dari adanya pelanggaran terhadap
perda ini?
A9 Jika ada perusahaan yang belum melengkapi dokumen lingkungan
hidup tidak kami keluarkan izin operasioanalnya.
Q10 Siapa yang bertugas dalam melaksanakan perda ini di lapangan
(dilihat dari masing-masing SKPD yang bertanggung jawab)?
A10 Secara teknis yang bertugas adalah pegawai perizinan dan pegawai
khusus yang ditugaskan untuk berkoordinasi dengan BLH.
Q11 Adakah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya? Jika ada, apa
yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis?
A11 Kita hanya menggunakan Perwal pelimpahan wewenang Walikota
terhadap Bidang Perizinan dan SOP dari Bidang Perizinan.
Q12 Adakah hambatan di lapangan dalam pelaksanaan implementasinya?
A12 Tidak ada hambatan, karena kita bersifat pasif dan hanya menerima
perizinan.
Q13 Sumber daya apa saja yang digunakan dalam implementasi perda ini?
A13 Sumber daya apapun yang terdapat di BPMPTSP kita gunakan dalam
233
mengimplementasikan perda ini.
Q14 Bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada dalam upaya
mengimplementasikan perda ini?
A14 Sumber daya yang ada dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Q15 Upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh para pelaksana perda agar
implementasi perda ini sesuai dengan harapan?
A15 Tentunya memberikan izin sesuai dengan prosedurnya dan tidak
memberikan izin kepada siapapun yang tidak mau mematuhi
ketentuan yang diberikan.
Q16 Apa saja strategi yang dilakukan oleh SKPD ini terkait implementasi
perda tersebut?
A16 Strategi kita dalam upaya perizinan limbah cair yaitu mempermudah
akses perizinan dengan terpadu satu pintu, membantu masyarakat
yang belum mengerti dengan pemberkasan perizinan, memproses
perizinan dengan cepat sesuai prosedur.
Q17 Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan terhadap
implementasi perda ini?
A17 Tidak mempengaruhi, karena sistemnya kan telah terbentuk, jadi kita
hanya menjalankan sistem yang ada.
Q18 Apakah implementasi perda yang dilakukan di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan?
A18 Sejauh ini pelaksanaan perda di bidang perizinan sudah sesuai dengan
234
apa yang diharapkan dan sudah sesuai dengan prosedurnya.
Q19 Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
A19 Tidak ada hambatan atau keluhan dari bidang perizinan terkait
implementasi perda ini.
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Rabu, 02 Desember 2015
Waktu : Pukul 08.30 WIB
235
Tempat : Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya
dan Penataan Ruang
Nama Informan : Dody Ardiansyah, ST
Usia : 31 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Kepala Seksi Pengendalian Air Limbah Domestik
Q1 Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya ?
A1 Seluruh SKPD terkait, salah satunya Dinas Cipta Karya dan Penataan
Ruang dibawah seksi pengendalian limbah domestik yang mempunyai
tupoksi yaitu mengendalikan/mengelola limbah domestik se-kota
Tangerang.
Q2 Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait
dalam upaya implementasi perda ini?
A2 Secara tugas koordinasi telah dilakukan sesuai tanggung jawab dan
tupoksi masing-masing.
Q3 Kendala apa yang menjadi penghambat dalam implementasi perda
ini?
A3 Sosialisasi ke masyarakat atau instansi yang masih kurang.
Q4 Apakah hasil yang diharapkan dari adanya perda ini?
A4 Kualitas air baku memenuhi standar baku mutu air yang telah
ditetapkan sehingga bisa dimanfaatkan sesuai peruntukkannya.
Q5 Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya implementasi perda
ini?
236
A5 Salah satunya yaitu rendahnya tingkat pencemaran air.
Q6 Perubahan apa yang dikehendaki dari adanya implementasi perda ini?
A6 Secara teknis, perubahan yang diharapkan yaitu rendahnya atau
adanya penurunan pencemaran air di Kota Tangerang serta
masyarakat semakin sadar terhadap lingkungannya.
Q7 Sudah sejauhmana upaya yang dilakukan?
A7 Program-program yang telah dilakukan sudah banyak salah satunya
yaitu:
1. Program seribu jamban di tahun 2008
2. Sudah ada pusat pengolahan limbah domestik skala kota
3. Sudah adanya pengolahan lumpur tinja skala kota
Q8 Siapa saja yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran perda ini?
A8 Dalam hal ini, Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang tidak
melakukan tindakan apapun dari adanya pelanggaran perda.
Q9 Jenis sanksi apa yang diberikan dari adanya pelanggaran terhadap
perda ini?
A9 Karena tidak melakukan tindakan apapun dari adanya pelanggaran
perda, maka tidak berwenang untuk memberikan sanksi.
Q10 Siapa yang bertugas dalam melaksanakan perda ini di lapangan
(dilihat dari masing-masing SKPD yang bertanggung jawab)?
A10 Seksi Pengendalian Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan
237
Ruang.
Q11 Adakah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya? Jika ada, apa
yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis?
A11 Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan hanya
Perwal tentang izin pembuangan limbah dan SOP dari Dinas Cipta
Karya dan Penataan Ruang.
Q12 Adakah hambatan di lapangan dalam pelaksanaan implementasinya?
A12 Kurang sosialisasi, IPAL dan IPLT seringkali rusak dan tidak
berfungsi, adanya kendaraan yang mengatasnamakan pemerintah kota
Tangerang dengan plat dinas membuang langsung limbah hasil
penyedotan dari septik tank perumahan.yang berpotensi melakukan
pencemaran. Pada waktu itu juga pernah terjadi salah satu pelaksana
dari pemerintah yaitu mobil operasional yang bertugas mengangkut
limbah dari perumahan membuang langsung limbah tersebut ke
sungai, tetapi sudah kita lakukan tindakan dan sejauh ini para
pelaksana tersebut sudah patuh dan tidak berani lagi melakukan
tindakan tersebut.
Q13 Sumber daya apa saja yang digunakan dalam implementasi perda ini?
A13 Sumber daya yang kita gunakan banyak yaitu diantaranya pegawai,
anggaran, kendaraan operasional, tenaga ahli di bidang lingkungan.
Q14 Bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada dalam upaya
mengimplementasikan perda ini?
A14 Masih belum maksimal pemanfaatannya karena hanya baru sampai
238
pada tingkat kelurahan.
Q15 Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh para pelaksana perda agar
implementasi perda ini sesuai dengan harapan?
A15 Sejauh ini kami dari seksi pengendalian limbah akan memantau secara
berkala para pelaksana di lapangan agar sesuai dengan perencanaan.
Q16 Apa saja strategi yang dilakukan oleh SKPD ini terkait implementasi
perda tersebut?
A16 Strategi yang dilakukan salah satunya dengan melakukan pembinaan
kepada masyarakat tetapi masih di tingkat kelurahan untuk melakukan
upaya daur ulang terhadap limbah-limbah rumah tangga agar tidak
langsung dibuang ke sumber air. Metodenya dengan menggunakan
pengolahan IPAL sederhana, agar limbah cair yang dikeluarkan bisa
dimanfaatkan lagi untuk menyiram tanaman, mencuci motor, dan
sebagainya.
Q17 Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan terhadap
implementasi perda ini?
A17 Tidak terlalu banyak perubahan karena proses pelaksanaan sudah
berdasarkan SOPyang dibuat dan saat ini hanya melaksanakan
program-program yang telah dibuat oleh Walikota sebelumnya.
Q18 Apakah implementasi perda yang dilakukan di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan?
A18 Belum sesuai dengan apa yang diharapkan, masih terdapat beberapa
kekurangan-kekurangan terutama pola prilaku masyarakat yang tidak
239
mendukung program pemerintah dengan baik.
Q19 Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
A19 Tidak ada permasalahan yang besar, hanya terdapat hambatan teknis
yaitu IPAL atau IPLT yang ada sudah tidak mampu mendukung
sehingga perlu dibangun IPAL tambahan dengan skala kecil dan
menengah.
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Minggu, 29 November 2015
Waktu : Pukul 15.00 WIB
240
Tempat : Kediaman Bapak Suryanto
Nama Informan : Suryanto
Usia : 38 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Pemilik CV. Mitra Karya (Usaha Marbel Kayu)
Q1 Apakah Anda mengetahui adanya perda ini sebagai suatu bentuk
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang?
A1 Saya tidak mengetahui secara rinci tentang perda itu. Jika memang
ada perda seperti itu, saya mendukung demi kepentingan orang
banyak.
Q2 Kepentingan apa yang Anda harapkan dari adanya perda ini yang
berkaitan dengan usaha Anda?
A2 Saya tidak mengharapkan apapun dari perda itu, tetapi yang saya tahu
ketika mendirikan usaha ini, sebagai prasyarat saya harus mengurusi
perizinannya. Perizinan akan saya urus, yang terpenting usaha saya ini
dilegalkan oleh pemerintah.
Q3 Apakah perda yang telah disusun ini telah disesuaikan dengan
kebutuhan dan harapan masyarakat terutama pemilik usaha seperti
Anda?
A3 Belum sesuai, karena saya belum melihat secara langsung
pelaksanaan perda ini.
Q4 Apakah ada manfaat dari adanya perda ini terhadap usaha Anda?
A4 Tidak ada manfaat apa-apa karena saya belum melihat dan belum
mengetahui perda tersebut.
241
Q5 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang Anda harapkan?
A5 Pastinya perubahan yang lebih baik, saya sebagai masyarakat hanya
mendukung saja apa yang dilakukan oleh pemerintah.
Q6 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang Anda rasakan?
A6 Belum ada perubahan yang baik karena saya masih melihat sungai
ataupun situ airnya berwarna keruh, masih banyak sampah dan air
tanahpun masih berbau dan keruh.
Q7 Menurut Anda, apakah pemerintah selaku pengambil keputusan sudah
melaksanakan perda ini dengan baik?
A7 Menurut saya, pemerintah hanya melakukan tindakan apabila sudah
terjadi kerusakan, belum terlihat upaya dalam bentuk pencegahan.
Q8 Apakah para pelaksana program atau pelaksana perda ini sudah
melaksanakan dengan baik?
A8 Belum berjalan dengan baik. Saya hanya diberikan izin mendirikan
usaha, walaupun ada izin lingkungan tetapi saya pun tidak mengerti
izin lingkungan digunakan untuk apa karena sejauh ini belum ada
sosialisasi atau pembinaan apapun terkait perda itu.
Q9 Apakah sumber-sumber daya yang dikerahkan oleh pemerintah sudah
sesuai dengan perubahan yang terjadi di lapangan?
A9 Saya tidak tahu secara pasti, namun saya melihat pemerintah saat ini
sudah melaksanakan program-program yang berkaitan dengan
lingkungan.
242
Q10 Apakah ada pengawasan tertentu terhadap usaha Anda sebagai bentuk
strategi yang dilakukan pemerintah dalam implementasi perda ini?
A10 Sejak berdirinya CV. Mitra Karya belum pernah ada pengawasan
apapun yang dilakukan oleh pemerintah ataupun program apapun
yang melibatkan saya.
Q11 Apakah Walikota Tangerang ataupun SKPD yang terdapat di Kota
Tangerang telah melaksanakan program yang berkaitan dengan perda
ini dengan baik?
A11 Saya melihat pemerintah Kota Tangerang saat ini tidak jauh berbeda
dengan yang sebelumnya karena belum ada program-program baru
terutama berkaitan dengan lingkungan.
Q12 Bagaimana tanggapan anda selaku pemilik usaha terhadap
pelaksanaan perda ini di lapangan terutama berkaitan dengan
pembuangan limbah?
A12 Yang terpenting dengan adanya perda bukan dijadikan alasan
pemerintah untuk mempersulit masyarakat, jika memang perda
diperuntukkan untuk hal yang baik, saya mendukung pelaksanaan
perda.
Q13 Apakah para pelaksana berkoordinasi dalam pelaksanaan perda ini di
lapangan?
A13 Tidak ada koordinasi apapun yang dilakukan oleh pemerintah, saya
hanya mengurusi perizinan, jika memang perizinan telah dikeluarkan,
tidak ada apapun ketentuan dari pemerintah menyangkut usaha saya.
243
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Rabu, 18 November 2015
Waktu : Pukul 12.00 WIB
Tempat : Kantor Finishing Line PT. Sinar Antjol
244
Nama Informan : Himan Sanjaya, ST
Usia : 26 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Manajer Officer Finishing Line PT Sinar Antjol
(Industri Kimia)
Q1 Apakah Anda mengetahui adanya perda ini sebagai suatu bentuk
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang?
A1 Saya mengetahui adanya perda ini karena ini perda terbaru yang
dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang tetapi saya tidak
mengetahui secara rinci isi perda tersebut.
Q2 Kepentingan apa yang Anda harapkan dari adanya perda ini yang
berkaitan dengan PT Sinar Antjol ini?
A2 Dengan adanya perda tersebut, Pemerintah tidak terlalu berlebihan
sehingga mempersulit perusahaan dalam produksi.
Q3 Apakah perda tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan dan
harapan perusahaan ini?
A3 Apabila perda tersebut dikeluarkan untuk mengatur pembuangan
limbah industri agar tidak mencemari lingkungan, saya kira
perusahaan akan mendukungnya. Karena perusahaan sebagai investor
hanya mematuhi peraturan yang ada.
Q4 Apakah ada manfaat dari adanya perda ini terhadap perusahaan?
A4 Dengan adanya peraturan tersebut, pemilik perusahaan lebih berhati-
hati terutama dalam pengolahan limbah hasil produksi.
Q5 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang diharapkan
245
perusahaan?
A5 Tidak hanya PT. Sinar Antjol ini tetapi semua perusahaan yang
terdapat di Kota Tangerang patuh terhadap perda tersebut.
Q6 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang dirasakan perusahaan?
A6 Perusahaan saat ini memiliki IPAL komunal sebagai untuk mengelola
limbah hasil produksi. Karena setiap perusahaan diwajibkan memiliki
IPAL dan tidak membuang langsung limbah ke sungai atau sumber
air.
Q7 Menurut Anda, apakah pemerintah selaku pengambil keputusan sudah
melaksanakan perda ini dengan baik?
A7 Saya tidak tahu secara pasti. Karena tidak ada pengawasan secara
langsung dari pemerintah karena sejauh ini PT. Sinar Antjol belum
mendapatkan sanksi ataupun teguran atas kerusakan lingkungan.
Q8 Apakah para pelaksana program atau pelaksana perda ini sudah
melaksanakan dengan baik?
A8 Belum berjalan dengan baik, karena pemerintah tidak melakukan
program atau sosialisasi ataupun pembinaan terhadap pengolahan
limbah yang dilakukan oleh perusahaan. Hanya saja pemerintah terus
menghimbau untuk memperbaiki IPAL ketika terjadi kerusakan.
Q9 Apakah sumber-sumber daya yang dikerahkan oleh pemerintah dalam
implementasi perda ini sudah sesuai dengan perubahan yang terjadi di
perusahaan?
A9 Bisa dikatakan sudah sesuai karena dengan adanya perda ini,
246
perusahaan diatur pembuangan limbahnya agar tidak mencemari
lingkungan.
Q10 Apakah ada program tertentu yang dilakukan pemerintah terhadap
perusahaan sebagai bentuk implementasi perda ini?
A10 Tidak ada program apapun yang dilakukan pemerintah terhadap
perusahaan.
Q11 Apakah Walikota Tangerang ataupun SKPD yang terdapat di Kota
Tangerang telah melaksanakan program yang berkaitan dengan perda
ini dengan baik?
A11 Saya tidak tahu pasti, karena tidak ada program apapun dari
pemerintah terhadap perusahaan.
Q12 Bagaimana tanggapan anda pengelola produksi dan limbah
perusahaan terhadap pelaksanaan perda ini terutama berkaitan dengan
pembuangan limbah?
A12 Jika memang pemerintah ingin meminimalisir pencemaran air,
pemerintah harus melakukan pembinaan terhadap industri.
Q13 Apakah para pelaksana berkoordinasi dalam pelaksanaan perda ini di
lapangan?
A13 Tidak ada koordinasi apapun di lapangan, saya hanya melaporkan
pengolahan limbah kepada pemerintah melalui SIL (Sistem Informasi
Lingkungan).
247
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Rabu, 25 November 2015
Waktu : Pukul 09.00 WIB
Tempat : Ruang Tamu Hotel FM 3
Nama Informan : Hendra Tany
Usia : 40 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Manajer Hotel FM 3
248
Q1 Apakah Anda mengetahui adanya perda ini sebagai suatu bentuk
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang?
A1 Saya tidak mengetahui tentang adanya perda ini, karena selama ini
saya kurang memperhatikan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah kota Tangerang.
Q2 Kepentingan apa yang Anda harapkan dari adanya perda tersebut yang
berkaitan dengan Hotel ini?
A2 Yang saya inginkan pemerintah jangan mempersulit kami dalam hal
peraturan.
Q3 Apakah perda tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan dan
harapan hotel ini?
A3 Secara hukum memang pemerintah berhak untuk membuat peraturan,
namun peraturan apapun yang dibuat oleh pemerintah harus fleksibel
artinya tidak terlalu menyulitkan masyarakat terutam masyarakat-
masyarakat yang memiliki usaha/kegiatan.
Q4 Apakah ada manfaat dari adanya perda ini terhadap hotel?
A4 Tidak ada manfaat apapun, yang terjadi saat ini kita harus
memberikan laporan pembuangan limbah ke selokan karena hotel ini
tidak memiliki IPAL sendiri.
Q5 Dengan adanya perda tersebut, perubahan apa yang diharapkan hotel
ini?
A5 Harapan saya selaku pengelola hotel apabila pemerintah konsisten
untuk menegakkan perda ini, harus ada sosialisasi terlebih dahulu,
249
karena saya selaku pengelola hotel tidak mengerti tentang perda
apapun yang dibuat oleh pemerintah kota Tangerang ini.
Q6 Dengan adanya perda tersebut, perubahan apa yang dirasakan hotel
ini?
A6 Dengan adanya perda tersebut, otomatis kita akan diawasi dalam
pembuangan limbah, karena saat ini pihak hotel sedang mengurusi
sertifikat izin lingkungan ke BLH.
Q7 Menurut Anda, apakah pemerintah selaku pengambil keputusan sudah
melaksanakan perda ini dengan baik?
A7 Sejak tahun 2013, ketika kepemimpinan Bapak Wahidin Halim
sebagai walikota Tangerang, mulai dilakukan kebijakan yang ketat
mengenai perizinan apapun, dan kita mau tidak mau harus mengurusi
semua perizinan tersebut demi keberlangsungan hotel.
Q8 Apakah para pelaksana program atau pelaksana perda ini sudah
melaksanakan dengan baik?
A8 Sejauh ini menurut saya belum berjalan dengan baik. Karena saya
belum mengetahui perda tersebut karena upaya pemerintah untuk
mengenalkan perda tersebut belum ada secara nyata.
Q9 Apakah sumber-sumber daya yang dikerahkan oleh pemerintah dalam
implementasi perda tersebut sudah sesuai dengan perubahan yang
terjadi di hotel ini?
A9 Sudah sesuai. Walaupun mungkin dengan adanya perda ini muncul
berbagai perizinan terutama izin lingkungan tetapi kita diberikan
250
kemudahan akses dalam mengurusi perizinan tersebut.
Q10 Apakah ada program tertentu yang dilakukan pemerintah terhadap
hotel sebagai bentuk implementasi perda ini?
A10 Mungkin dengan adanya perda tersebut hotel harus mengurusi izin
lingkungan dan izin pembuangan limbah cair, karena sebelumnya
tidak ada.
Q11 Apakah Walikota Tangerang ataupun SKPD yang terdapat di Kota
Tangerang telah melaksanakan program yang berkaitan dengan perda
ini dengan baik?
A11 Sejauh ini menurut saya telah melaksanakan dengan baik, tetapi saran
saya jika memang ada perda yang mengatur tentang hotel harusnya
diberikan sosialisasi terlebih dahulu atau dalam arti kami dilibatkan.
Q12 Bagaimana tanggapan anda sebagai pengelola hotel terhadap
pelaksanaan perda ini terutama berkaitan dengan pembuangan
limbah?
A12 Menurut saya, jika memang pemerintah mengeluarkan perda
mengenai pembuangan limbah, pemerintah harusnya tidak hanya
mengatur dan menjadi pengawas, tetapi pemerintah harus
mengenalkan perda yang dibuat agar semua masyarakat mengetahui
perda tersebut.
Q13 Apakah para pelaksana berkoordinasi dalam pelaksanaan perda ini di
lapangan?
A13 Tidak ada koordinasi dengan pemerintah terkait dengan pengolahan
251
limbah, hanya memberikan laporan saja.
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Senin, 30 November 2015
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Tempat : Kantin RS. Sari Asih Ar-Rahmah
Nama Informan : Deni Wahyudi
Usia : 43 Tahun
Pekerjaan/Jabatan :Staf Bidang Pengelolaan Limbah RS. Sari Asih Ar-
Rahmah
252
Q1 Apakah Anda mengetahui adanya perda ini sebagai suatu bentuk
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang?
A1 Kalau saya pribadi tidak mengetahui tentang perda tersebut, tetapi
yang saya tahu, kami selaku pihak rumah sakit tidak boleh membuang
limbah sembarangan.
Q2 Kepentingan apa yang Anda harapkan dari adanya perda tersebut yang
berkaitan dengan rumah sakit ini?
A2 Pemerintah kota Tangerang harus membantu kami dalam hal
pembuangan limbah, minimalnya kita harus diberikan arahan
bagaimana cara membuang limbah agar tidak mencemari lingkungan.
Q3 Apakah perda tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan dan
harapan rumah sakit ini?
A3 Tentunya regulasi apapun yang dibuat oleh pemerintah kota
Tangerang demi kepentingan umum pasti kami selaku pihak rumah
sakit swasta mendukung karena kami juga merupakan bagian yang
terkena dampak jika pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan.
Q4 Apakah ada manfaat dari adanya perda ini terhadap rumah sakit?
A4 Manfaatnya terhadap keselurahan tidak begitu terlihat, tetapi terhadap
pembuangan limbah rumah sakit saat ini sudah mulai diawasi oleh
pemerintah.
Q5 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang diharapkan pihak
rumah sakit?
A5 Harapan kami pemerintah harus konsisten untuk melakukan
253
pembinaan serta pengawasan terhadap limbah apapun yang berpotensi
mencemari lingkungan sehingga tingkat pencemaran dapat
dikendalikan.
Q6 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang dirasakan pihak rumah
sakit?
A6 Sekarang lebih ada pengawasan pembuangan limbah.
Q7 Menurut Anda, apakah pemerintah selaku pengambil keputusan sudah
melaksanakan perda ini dengan baik?
A7 Sejauh ini pemerintah sudah baik kepeduliannya terhadap lingkungan,
hanya saja menurut saya perlu adanya sosialisasi atau pembinaan.
Q8 Apakah para pelaksana program atau pelaksana perda ini sudah
melaksanakan dengan baik?
A8 Para pelaksana terutama BLH selalu berkoordinasi dengan baik
karena setiap tahunnya kami harus melaporkan pembuangan limbah.
Namun pelaksana program secara keseluruhan dapat dikatakan belum
berjalan sesuai dengan harapan.
Q9 Apakah sumber-sumber daya yang dikerahkan oleh pemerintah dalam
implementasi perda ini sudah sesuai dengan perubahan yang terjadi di
rumah sakit?
A9 Menurut saya sejauh ini peran pemerintah sudah baik.
Q10 Apakah ada program tertentu yang dilakukan pemerintah terhadap
rumah sakit sebagai bentuk implementasi perda ini?
254
A10 Program tertentu tidak ada, paling itu saja pihak rumah sakit harus
memberikan laporan pembuangan limbah.
Q11 Apakah Walikota Tangerang ataupun SKPD yang terdapat di Kota
Tangerang telah melaksanakan program yang berkaitan dengan perda
ini dengan baik?
A11 Pemerintah saat ini telah baik dalam melaksanakan perda tersebut
tetapi perlu adanya sosialisasi dalam bentuk apapun agar semua
masyarakat mengetahui dan tidak melanggar perda tersebut.
Q12 Bagaimana tanggapan anda pengelola limbah rumah sakit terhadap
pelaksanaan perda ini terutama berkaitan dengan pembuangan
limbah?
A12 Perda ini menurut saya perlu ada, sebab kota Tangerang kan banyak
terdapat industri, rumah sakit ataupun apartemen, jika dibiarkan
membuang limbah sembarangan, maka dampak yang pasti dirasakan
akan menimbulkan kerusakan yang berkepanjangan.
Q13 Apakah para pelaksana berkoordinasi dalam pelaksanaan perda ini di
lapangan?
A13 Selalu ada koordinasi yang dilakukan oleh rumah sakit dengan
pemerintah terutama dalam pemantauan limbah, dan kami setaip
tahunnya wajib menyerahkan laporan pengolahan limbah.
255
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Minggu, 22 November 2015
Waktu : Pukul 16.00 WIB
Tempat : Kediaman Erwin Setiawan
Nama Informan : Erwin Setiawan
Usia : 23 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Ketua Forum AboutTNG (LSM)
Q1 Apakah Anda mengetahui adanya perda ini sebagai suatu bentuk
256
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang?
A1 Saya mengetahui tentang perda ini, karena menurut saya perda ini
memang penting dan harus ada.
Q2 Kepentingan apa yang Anda harapkan dari adanya perda ini?
A2 Tentunya saya selaku mitra pemerintah mengharapkan dengan adanya
perda ini, semua masyarakat baik masyarakat industri, pengusaha
ataupun masyarakat umum mematuhi perda tersebut dan pastinya saya
mengharapkan pemerintah konsisten untuk melaksanakan perda
tersebut.
Q3 Apakah perda tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan dan
harapan Anda?
A3 Perda ini telah sesuai dengan kebutuhan dan harapan kota Tangerang
karena saya melihat pemerintah kurang mempedulikan lingkungan
terutama berkaitan dengan sanitasi dan limbah.
Q4 Apakah ada manfaat dari adanya perda ini?
A4 Jelas dengan adanya perda ini, terjadi perubahan dan perbaikan sarana
dan prasarana lingkungan, peningkatan pengawasan pemerintah
terhadap industri meskipun belum keseluruhan, salah satu manfaat
dari perda ini berhasil mengantarkan kota tangerang meraih
penghargaan lingkungan hidup.
Q5 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang anda harapkan?
A5 Tangerang semakin baik dalam pengelolaan lingkungan serta sumber-
sumber air yang terdapat di Kota Tangerang berkurang
257
pencemarannya.
Q6 Dengan adanya perda ini, perubahan apa yang anda rasakan?
A6 Dengan adanya perda ini, banyak perubahan yang terjadi di Kota
Tangerang.
Q7 Menurut Anda, apakah pemerintah selaku pengambil keputusan sudah
melaksanakan perda ini dengan baik?
A7 Sejauh ini sudah baik tetapi perlu ditingkatkan pengawasan dan
pengendalian terhadap lingkungan.
Q8 Apakah para pelaksana program atau pelaksana perda ini sudah
melaksanakan dengan baik?
A8 Para pelaksana belum melaksanakan dengan baik, harusnya ada
sosialisasi terhadap masyarakat, minimalnya harus ada baliho atau
pemberitahuan yang dipasang sebagai media persuasif kepada
masyarakat dalam upaya meningkatkan peran serta dan kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan.
Q9 Apakah sumber-sumber daya yang dikerahkan oleh pemerintah dalam
implementasi perda ini sudah sesuai dengan perubahan yang terjadi di
kota Tangerang?
A9 Sudah sesuai namun perlu di optimalkan pemanfaatannya.
Q10 Apakah ada program tertentu yang dilakukan pemerintahsebagai
bentuk implementasi perda ini?
A10 Paling program rutin yang melibatkan masyarakat atau LSM itu
258
program kampung hijau dan program penghijauan dan kami selaku
mitra pemerintah selalu diikut sertakan secara langsung membantu
program-program pemerintah yang berkaitan dengan lingkungan
Q11 Apakah Walikota Tangerang ataupun SKPD yang terdapat di Kota
Tangerang telah melaksanakan program yang berkaitan dengan perda
ini dengan baik?
A11 Program pengendalian dan pengawasan yang dilakukan pemerintah
kota Tangerang saat ini sudah baik namun perlu ditingkatkan.
Q12 Bagaimana tanggapan anda sebagai LSM lingkungan hidup terhadap
pelaksanaan perda ini terutama berkaitan dengan pembuangan
limbah?
A12 Semua masyarakat yang terdapat di kota Tangerang harus
memperhatikan pembuangan limbah, jika memang pemerintah sudah
memberikan fasilitas pembuangan limbah harus sama-sama kita jaga,
demi menyelamatkan keberlangsungan lingkungan. Meskipun
beberapa penghargaan telah diraih kota Tangerang di bidang
lingkungan hidup, upaya peningkatan pengelolaan lingkungan hidup
harus terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang maupun
seluruh komponen masyarakat Kota Tangerang.
Q13 Apakah para pelaksana berkoordinasi dalam pelaksanaan perda ini di
lapangan?
A13 Koordinasi dalam hal teknis paling hanya pada saat ada program yang
dilakukan oleh pemerintah misalnya program pembinaan masyarakat
259
melalui kampung hijau, selebihnya kita diminta oleh pemerintah
untuk membantu dalam mengawasi siapapun yang berpotensi
mencemari lingkungan serta melakukan pengaduan jika terjadi
pencemaran.
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Minggu, 06 Desember 2015
Waktu : Pukul 15.00 WIB
Tempat : Kediaman Bpk. Ir. Toto Suharto, MT
Nama Informan : Ir. Toto Suharto, MT
Usia : 49 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Pengamat Lingkungan Kota Tangerang
Q1 Apakah kepentingan yang melatarbelakangi dibuatnya perda ini
260
sebagai salah satu regulasi lingkungan hidup ?
A1 Di Kota Tangerang saat ini, memang harus dilakukan pemulihan
kualitas lingkungan, mengingat kondisi lingkungan kota Tangerang
saat ini merupakan kesalahan masa lalu terutama pada tata ruang dan
zona industri yang tidak diatur oleh pemerintah, pada akhirnya
industri tersebut bisa bebas mendirikan lokasi pabriknya dimanapun
termasuk di DAS Sungai bahkan di pinggir situ dan yang lebih parah
lagi adalah di sekitar permukiman warga. Dengan adanya perda ini,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diatur kegiatannya agar tidak
menurunkan kualitas lingkungan hidup.
Q2 Apakah perda ini telah disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat dan stakeholders yang terdapat di kota Tangerang?
A2 Tentunya apapun regulasi yang dibuat pemerintah saat ini, baik perda
mengenai lingkungan ataupun perda mengenai apapun telah
disesuaikan dengan kepentingan orang banyak khususnya masyarakat
kota Tangerang secara keseluruhan. Perda ini memang penting dan
harus disusun bahkan mungkin harus ada regulasi teknis lainnya
supaya semua lapisan masyarakat tidak berlaku seenaknya terhadap
lingkungan terutama dari sektor pembuangan limbah.
Q3 Manfaat dari adanya perda tersebut sejauh ini apakah sudah
dirasakan?
A3 Bisa dikatakan perda tersebut merupakan perda baru yaitu tahun 2013,
tetapi perda tersebut harus disosialisasikan dan memang sudah
261
berjalan selama dua tahun, sosialisasipun belum berjalan efektif,
tetapi pemerintah kota Tangerang saat ini sudah terlihat menjalankan
berbagai program berkaitan dengan lingkungan hidup meski belum
menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Q4 Perubahan apa yang diharapkan dengan adanya perda ini?
A4 Pastinya dengan adanya perda ini, saya ataupun mungkin semua
lapisan masyarakat menginginkan sumber daya alam yang terdapat di
Kota Tangerang ini dapat dilestarikan dan tingkat pencemaran
menurun serta kerusakan lingkungan hidup dapat diminimalisir.
Q5 Perubahan apa yang telah dirasakan dari adanya perda ini?
A5 Banyak perubahan yang terjadi setelah adanya perda ini, jika dilihat
dari sisi internal pemerintah, saat ini para SKPD sudah mempunyai
payung hukum terutama BLH dalam melakukan tindakan yang
berkaitan dengan seseorang atau badan usaha yang membuang limbah
langsung ke sumber air, jika dilihat dari lingkungan saat ini banyak
dibangun IPAL disekitar lingkungan masyarakat, banyak program-
program dari pemerintah yang berkaitan dengan lingkungan,
pemantauan kualitas sumber air, dan salah satunya prestasi kota
Tangerang dalam memenangkan piala Adipura.
Q6 Bagaimana ketegasan pihak-pihak pengambil keputusan dalam
melakukan tindakan terhadap pelanggaran perda ini?
A6 Secara pasti saya tidak mengetahui banyak ketika pemerintah
mungkin melakukan tindakan ataupun memberikan sanksi terhadap
262
seseorang atau badan usaha yang melakukan pencemaran, namun
sejauh ini saya memperhatikan baik di media massa maupun media
elektronik kota Tangerang, ada beberapa tindakan yang dilakukan
pemerintah kepada industri terkait pelanggaran terhadap perda ini.
Q7 Apakah para pelaksana perda ini sudah melakukan tupoksinya dengan
baik?
A7 Dapat dikatakan sudah baik, karena program-program yang dilakukan
pemerintah terhadap lingkungan sudah terlihat, namun perlu
ditingkatkan program-program yang berkaitan dengan peran serta
masyarakat misalnya sosialisasi ataupun tindakan secara langsung
turun ke masyarakat dalam upaya penyadaran akan pentingnya
menjaga lingkungan dan harus dilakukan secara menyeluruh dan
berkala, tidak hanya program-program hasil kerja sama dengan
kelurahan ataupun perusahaan yang berkewajiban melaksanakan CSR,
artinya perlu dilakukan aksi langsung ke masyarakat dari SKPD yang
terkait dari perda ini.
Q8 Apakah sumber-sumber daya yang digunakan oleh pemerintah sudah
sesuai dengan perubahan yang terjadi di lapangan?
A8 Ketika berbicara sumber daya, jika anggaran, mungkin pemerintah
sudah mempunyai anggaran tertentu dan sudah disusun untuk
pelaksanaan program, tetapi yang harus diperhatikan adalah para
pelaksana yang ada di lapangan yang harus diberikan pemahaman
yang lebih dan harus dilakukan pengawasan agar pelaksanaannya
263
sesuai dengan perencanaan.
Q9 Strategi yang dilakukan oleh para aktor yang terlibat dalam
implementasi perda ini apakah telah sesuai dengan apayang terjadi di
lapangan?
A9 Kalau strategi saya tidak mengetahui karena pastinya strategi itu yang
menyusun adalah pemerintah selaku pelaksana kebijakan, tetapi
berdasarkan pengamatan saya di lapangan, belum ada strategi khusus
yang dilakukan pemerintah, hanya program-program yang memang
dirancang untuk perbaikan.
Q10 Apakah karakteristik lembaga atau rezim yang berkuasa saat ini di
kota Tangerang telah melaksanakan perda ini dengan baik?
A10 Bisa dikatakan pemimpin saat ini masih menjalankan program-
program pemimpin sebelumnya, karena memang saya melihat belum
ada terobosan terbaru, visi-misi beliau pun sepertinta tidak berbeda
jauh dengan pemimpin seblumnya, tetapi saya berharap ada inovasi
yang dilakukan oleh pemerintah kota Tangerang saat ini terlebih
dengan upaya-upaya perbaikan kualitas lingkungan.
Q11 Apakah ada respon tertentu dari para pelaksana perda ini di lapangan
mungkin terkait dengan adanya hambatan sehingga para pelaksana
melibatkan masyarakat atau LSM untuk memberikan solusi terhadap
hambatan tersebut?
A11 Ada beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah kota
Tangerang yang memang melibatkan LSM ataupun kelompok
264
masyarakat tertentu seperti misalnya program kampung hijau yang
tercatat sudah sekitar tiga kali dilaksanakan dalam kurun waktu 2013-
2015 tetapi sayangnya program itu hanya dilakukan sekali dan tidak
ada keberlanjutan dari program tersebut.
Q12 Apakah para pelaksana berkoordinasi dengan Anda dalam
pelaksanaan perda ini di lapangan?
A12 Tidak ada koordinasi apapun dari para pelaksana kebijakan ketika
perda tersebut sudah di implementasikan.
LAMPIRAN V
265
(Kategorisasi Data Penelitian)
KATEGORISASI DATA
No. Kategori Rincian Isi Kategori
1. Kepentingan-kepentingan
yang mempengaruhi
a. Pilar pemerintah yang memiliki
wewenang penuh dalam penyusunan,
pengendalian serta pengawasan dalam
pelaksanaan perda ini melalui SKPD
yang terkait di dalamnya yaitu BLH,
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air, Badan Penanaman Modal dan
Perizinan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP) dan Dinar Cipta Karya dan
266
Tata Ruang kota Tangerang.
b. Pilar swasta hanya memiliki
kepentingan dalam perizinan
pembuangan limbah dan pelaporan
pengolahan limbah.
c. Pilar masyarakat hanya dilibatkan dalam
program peran serta masyarakat
terhadap lingkungan.
2. Jenis manfaat yang bisa
diperoleh
a. Semua pilar pemerintah yang terlibat
dalam implementasi perda ini
mengharapkan manfaat dari adanya
perda ini yaitu kualitas airnya membaik,
tingkat pencemaran air berkurang serta
kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan meningkat.
b. Pemilik usaha sektor menengah,
pengelola hotel dan pengelola limbah
rumah sakit belum merasakan manfaat
secara keseluruhan dari adanya perda
ini.
c. Pengelola limbah perusahaan menerima
manfaat dari adanya perda ini yaitu lebih
berhati-hati dalam mengelola limbah
hasil produksi.
d. LSM dan pengamat lingkungan kota
Tangerang sudah merasakan adanya
manfaat dari pelaksanaan perda ini yaitu
terjadi perubahan dan perbaikan sarana
dan prasarana lingkungan, peningkatan
pengawasan pemerintah terhadap
267
industri meskipun belum keseluruhan,
serta salah satu manfaat dari perda ini
berhasil mengantarkan kota tangerang
meraih penghargaan lingkungan hidup.
3. Derajat perubahan yang
dicapai
a. Pilar pemerintah mengharapkan dengan
adanya perda ini perubahan yang ingin
dicapai yaitu tingginya kesadaran semua
lapisan masyarakat terhadap lingkungan,
kualitas dan kuantitas air membaik,
tingkat pencemaran dapat diminimalisir
sehingga sumber-sumber air dapat
dipergunakan sesuai dengan
peruntukkannya.
b. Pihak swasta menginginkan adanya
sosialisasi ataupun pembinaan yang
dilakukan oleh pemerintah sehingga
para pelaku usaha ataupun pengelola
usaha memahami maksud dan tujuan
dari adanya perda tersebut.
c. Pilar masyarakat menginginkan kota
Tangerang semakin baik pengelolaan
lingkungannya serta pencemaran dan
keruskan yang terjadi pada sumber air
dapat diminimalisir.
4. Letak pengambilan
keputusan
a. Pilar pemerintah melakukan
pengawasan dan tindakan terhadap
pelaksanaan perda melalui Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) sebagai
penindakan umum terhadap pelanggaran
perda tetapi khusus mengenai perda
268
lingkungan hidup, ada kewenangan
tertentu yang diberikan kepada BLH
melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) untuk melakukan pengawasan
dan penindakan terhadap adanya
indikasi pelanggaran perda ini.
b. Pelaku usaha menilai letak pengambilan
keputusan pada implementasi belum
berjalan optimal karena belum adanya
pengawasan secara langsung yang
dilakukan oleh pemerintah.
c. LSM dan pengamat lingkungan menilai
pemerintah saat ini sudah baik dalam
upaya penegakkan hukum.
5. Pelaksana program
a. Pelaksana program pada masing-masing
pilar pemerintah dilakukan oleh
pelaksana teknis lapangan diantaranya
yaitu BLH dilakukan oleh tim pemantau
kualitas lingkungan, tim penggerak
peran serta masyarakat serta PPNS
sebagai tim pengawas dan penindak,
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
dilakukan oleh pelaksana teknis
lapangan bidang pembangunan dan
perbaikan infrastruktur, BPMPTSP
dilakukan oleh pelaksana teknis bidang
perizinan kesejahteraan rakyat pada
bagian izin pembuangan limbah cair,
Dinas Cipta Karta dan Penataan Ruang
dilakukan oleh bidang drainase dan air
269
limbah pada seksi pengendalian air
limbah. BLH memegang peranan
sebagai koordinator dari pelaksanaan
perda ini.
b. Pelaku usaha menilai pelaksanaan
program perda ini belum berjalan sesuai
harapan dikarenakan sosialisasi dan
pembinaan yang dilakukan oleh
pemerintah belum berjalan optimal.
c. Pilar masyarakat menilai para pelaksana
program belum optimal dalam
pelaksanaan program-program yang
berkaitan dengan implementasi perda.
6. Sumber-sumber daya yang
digunakan
a. Sumber-sumber daya yang digunakan
pilar pemerintah dalam pelaksanaan
perda ini meliputi, sumber daya manusia
yaitu para pelaksana teknis SKPD
ataupun semua lapisan masyarakat
terlibat dalam implementasi perda ini,
uang digunakan sebagai anggaran
pembiayaan program, Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang
digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis,
b. Pilar swasta menilai sumber daya yang
digunakan dalam implementasi perda
tersebut sudah optimal.
c. Pilar masyarakat menilai sumber-
sumber daya yang digunakan dalam
pelaksanaan perda sudah sesuai dengan
270
pemanfaatannya.
7.
Kekuasaan, kepentingan-
kepentingan dan strategi
dari aktor yang terlibat
a. Pilar pemerintah konsisten
melaksanakan perda ini dengan
melakukan berbagai strategi diantaranya
sebagai berikut:
1. Sosialisasi perda ke semua lapisan
masyarakat ditiap kelurahan.
2. melakukan pengawasan terhadap 100
industri per tahun.
3. Melakukan pemantauan IPAL skala
kota dan IPLT.
4. Membangun infrastruktur.
5. Mempermudah akses perizinan.
b. Pelaku usaha menilai pemerintah kurang
melakukan pembinaan dan sosialisasi.
c. Pengelola hotel dan rumah sakit menilai
pemerintah hanya memantau
pengelolaan limbah secara tidak
langsung.
d. Pilar masyarakat menilai implementasi
perda ini belum melibatkan secara
keseluruhan dan belum adanya strategi-
strategi khusus yang dilakukan
pemerintah dalam upaya meningkatkan
peran serta masyarakat terhadap
lingkungan.
8. Karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa
a. Karakteristik pemerintah kota
Tangerang saat ini mendukung
pembangunan yang berwawasan
lingkungan serta konsisten dalam
271
pengelolaan lingkungan dan
pengendalian pencemaran.
b. Pilar swasta dan pilar masyarakat
menilai karakteristik pemerintahan kota
Tangerang saat ini tidak jauh berbeda
dengan lembaga atau rezim yang
berkuasa sebelumnya serta dari
pelaksanaan program-programnya.
9.
Tingkat kepatuhan dan
adanya respon dari para
pelaksana
a. Pilar pemerintah menilai para pelaksana
sudah melakukan implementasi perda
sesuai dengan isi perda dan sesuai
dengan perencanaannya akan tetapi
respon dari pelaksana terkait
implementasi perda ini yaitu masih
menemukan kesulitan adalah
implementasi perda di masyarakat.
b. Pelaku usaha melihat tidak ada respon
tertentu dari pelaksana implementasi
perda, karena kurangnya sosialisasi
perda tersebut.
c. Pengelola hotel dan rumah sakit hanya
merespon para pelaksana dengan
memberikan laporan pengelolaan
limbah.
d. LSM menilai para pelaksana program
telah sesuai melakukan implementasi
sesuai isi perda namun para pelaksana
kurang melibatkan LSM atau
masyarakat dalam melakukan
pengawasan pelaksanaan perda tersebut.
272
e. Pengamat lingkungan melihat para
pelaksana perda belum menunjukkan
optimalisasi pelaksanaan program
pengawasan menyeluruh terhadap
semua sektor usaha ataupun pola
prilaku masyarakat yang berpotensi
menghasilkan limbah.
273
LAMPIRAN VI
(Matriks Hasil Penelitian)
MATRIKS HASIL WAWANCARA
1. Content of Policy (Isi Kebijakan)
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
I
Q1
Siapa saja yang memiliki wewenang dalam mengimplementasikan
perda ini dan apa tupoksinya ?
I1-1 Pelaksana perda ini semua stakeholders yang terdapat di kota
274
Tangerang, karena perda ini berlaku di kota Tangerang. Implementasi
perda ini harus dilakukan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab
yaitu diantaranya pemerintah daerah, masyarakat, dan badan usaha.
Jika di level pemerintah implementasi perda ini secara spesifik
dilakukan oleh BLH, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas
Cipta Karya dan Penataan Ruang serta Badan Perizinan. BLH dalam
hal ini selaku sebagai badan yang menyelenggarakan fungsi koordinasi
implementasi perda ini.
I1-2
Perda ini di implementasikan oleh semua SKPD di pemerintah kota
Tangerang. Tetapi BLH adalah sebagai aktor terpenting yag berkaitan
dengan sumber daya air dan lingkungan hidup. Khusus BLH dalam
bidang pengawasan dan penegakkan hukum memiliki tupoksi dalam
melakukan pengawasan, penyelidikan dan penindakan lapangan dalam
upaya penegakkan hukum, dengan melakukan tindakan persuasif,
preventif, proaktif dan represif.
I1-3
Kami Dinas Bina marga dan Sumber Daya Air keterkaitannya hanya
ketersediaan atau kauntitas air, Perda ini berbicara mengenai kualitas
air jadi sepenuhnya pengelolaan dan pengendalian itu dilakukan oleh
BLH dan Bidang Perizinan.
I1-4
Kalau di Perda itu, ada mengenai izin pembuangan limbah cair, kalau
di kami di BPMPTSP wewenang kami berdasarkan Perwal tentang
pelimpahan kewenangan dari walikota kepada Badan Perizinan yang
dilimpahkan dari SKPD teknis ke Bidang Perizinan, hanya terkait izin
275
pembuangan limbah cair.
I1-5
Seluruh SKPD terkait, salah satunya Dinas Cipta Karya dan Penataan
Ruang dibawah seksi pengendalian limbah domestik yang mempunyai
tupoksi yaitu mengendalikan/mengelola limbah domestik se-kota
Tangerang.
I
Q2
Sudah sejauhmana koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang terkait dalam upaya implementasi perda ini?
I1-1
Koordinasi yang dilakukan ada yang rutin tetapi ada yang insidentil,
ada koordinasi formal (rapat) ada juga koordinasi yang informal
(lapangan).koordinasi yang dilakukan saat ini sudah baik dalam
penanggulangan masalah lingkungan hanya saja masih sulit untuk
berkoordinasi secara rutin dengan SKPD yang terkait.
I1-2
Koordinasi sejauh ini sudah dilakukan terutama dalam penegakkan
hukum dengan menggunakan peraturan daerah dan peraturan diatasnya
baik dalam bentuk peraturan pemerintah maupun Undang-undang.
Karena apalah arti sebuah peraturan jika peraturan tersebut tidak
dikoordinasikan dengan baik.
I1-3
Koordinasi yang dilakukan kita hanya menerima kualitas air baku dan
air bersih. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air hanya sebagai
penyedia infrastruktur.
276
I1-4
Koordinasi lebih kepada BLH secara teknis, koordinasi yang dilakukan
kami selama ini jika ada kunjungan lapangan biasanya kami berkirim
surat ke BLH untuk mengirimkan personil untuk bersama-sama
melakukan survei lapangan, jika ada suatu permasalahan yng perlu
dikoordinasikan biasanya kami melakukan rapat koordinasi dengan
BLH, Biro Hukum dan Inspektorat.
I1-5
Secara tugas koordinasi telah dilakukan sesuai tanggung jawab dan
tupoksi masing-masing.
I
Q3
Kepentingan apa yang anda harapkan dari para pelaksana perda
ini?
I2-1
Saya tidak mengharapkan apapun dari perda itu, tetapi yang saya tahu
ketika mendirikan usaha ini, saya harus mengurusi perizinannya.
I2-2
Dengan adanya perda tersebut, Pemerintah tidak terlalu berlebihan
sehingga mempersulit perusahaan dalam produksi.
I2-3
Yang saya inginkan pemerintah jangan mempersulit kami dalam hal
peraturan.
I2-4
Pemerintah kota Tangerang harus membantu kami dalam hal
pembuangan limbah, minimalnya kita harus diberikan arahan
bagaimana cara membuang limbah agar tidak mencemari lingkungan.
I3-1
Tentunya saya selaku mitra pemerintah mengharapkan dengan adanya
perda ini, semua masyarakat baik masyarakat industri, pengusaha
277
ataupun masyarakat umum mematuhi perda tersebut dan pastinya saya
mengharapkan pemerintah konsisten untuk melaksanakan perda
tersebut.
I3-2
Dengan adanya perda ini, pemerintah, swasta maupun masyarakat
diatur kegiatannya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh
I
Q4
Manfaat apa yang sudah dihasilkan dari adanya perda ini?
I1-1
Dari segi perizinan sudah membaik, masyarakat sudah mulai sadar dan
peduli lingkungan karena persentase tingkat pencemar sumber air
dihasilkan paling banyak dari limbah domestik.
I1-2
Sejauh ini kualitas lingkungan hidup sudah mulai membaik terutama
sejak adanya perda ini sebagai regulator di tingkat daerah kota
Tangerang.
I1-3
Sejauh ini dengan adanya perda ini kualitas air baku yang terdapat
pada sumber air sudah pulih dan semakin membaik sehingga
pencemaran yang ada bisa dikendalikan dengan baik.
I1-4
Dengan adanya perda tersebut, semua jenis usaha atau industri di Kota
Tangerang harus mempunyai izin lingkungan termasuk izin
pembuangan limbah cair jika perusahaan tersebut tidak mematuhi akan
ditindak secara hukum dan izin operasional tidak akan diberikan.
278
I1-5 Salah satunya yaitu rendahnya tingkat pencemaran air.
I2-2
Dengan adanya peraturan tersebut, pemilik perusahaan lebih berhati-
hati terutama dalam pengolahan limbah hasil produksi.
I2-4
Manfaatnya terhadap keselurahan tidak begitu terlihat, tetapi terhadap
pembuangan limbah rumah sakit saat ini sudah mulai diawasi oleh
pemerintah.
I3-1
Jelas dengan adanya perda ini, terjadi perubahan dan perbaikan sarana
dan prasarana lingkungan, peningkatan pengawasan pemerintah
terhadap industri meskipun belum keseluruhan, salah satu manfaat dari
perda ini berhasil mengantarkan kota tangerang meraih penghargaan
lingkungan hidup.
I3-2
Bisa dikatakan perda tersebut merupakan perda baru yaitu tahun 2013,
tetapi perda tersebut harus disosialisasikan dan memang sudah berjalan
selama dua tahun, sosialisasipun belum berjalan efektif, tetapi
pemerintah kota Tangerang saat ini sudah terlihat menjalankan
berbagai program berkaitan dengan lingkungan hidup meski belum
menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai
I
Q4
Perubahan apa yang ingin dicapai dari adanya perda ini?
279
I1-1
Diharapkan sumber sumber air sesuai dengan peruntukkannya, sumber
air di kota Tangerang belum dapat ditentukan baku mutu airnya,
karena masih menggunakan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksananya.
I1-2
Perubahan yang dikehendaki yaitu tingginya kesadaran masyarakat
untuk menjaga lingkungan dengan tidak membuang limbah berbahaya
langsung ke sumber air.
I1-3
Perubahan yang diinginkan dengan adanya perda ini kuantitas air dan
kualitas air semakin membaik.
I1-4
Pastinya dengan diberlakukannya perda ini, pencemaran bisa
diminimalisir sebaik mungkin dengan pemberlakuan berbagai izin
lingkungan.
I1-5
Secara teknis, perubahan yang diharapkan yaitu rendahnya atau adanya
penurunan pencemaran air di Kota Tangerang serta masyarakat
semakin sadar terhadap lingkungannya.
d. Letak pengambilan keputusan
I
Q5
Siapa yang berwenang dalam melakukan tindakan dari adanya
pelanggaran terhadap perda ini?
I1-1
Penegakkan perda dilakukan oleh Satpol PP, tetapi khusus dalam
implementasi perda ini penegakkan perda dilakukan oleh PPNS
(Penyidik Pegawai Negeri Sipil) khusus di bidang lingkungan hidup.
280
I1-2
BLH Bidang pengawasan dan penegakkan hukum yang berwenang
melakukan tindakan hanya PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil)
yang dilatih untuk memiliki keahlian tertentu di bidang lingkungan
hidup dalam melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran perda ini.
I
Q6
Jenis sanksi apa yang diberikan dari pelanggaran terhadap perda
ini?
I1-1
Sanksi administrasi dan saksi paksaan pemerintah. Sanksi administrasi
berupa surat teguran, saksi paksaan pemerintah berupa denda ganti
rugi kepada lingkungan.
I1-2
Sanksi yang dikeluarkan bisa dalam bentuk teguran atau sanksi
administratif, denda kerusakan lingkungan dan yang paling terakhir
adalah pemaksaan pencabutan izin operasional.
e. Pelaksana program
I
Q7
Siapa yang bertugas dalam melaksanakan program-program dari
implementasi perda ini di lapangan?
I1-1
BLH dalam hal ini membentuk tim khusus bidang pemantauan
kualitas, bidang pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dan
281
bidang penindakan sebagai tim yang bertugas melakukan pemantauan
dan melaporkan temuan-temuan. Dalam hal pemantauan kualitas air,
BLH juga berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) dalam memantau kualitas air baku.
I1-2
Kalau di bidang pengawasan dan penegakkan hukum kita baru akan
melakukan penindakan lapangan jika temuan-temuan sudah memenuhi
proses penyidikan dan sudah sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP).
I1-3
Mengenai perbaikan dan pembangunan infrastruktur kita mempunyai
pekerja-pekerja lapangan dan biasanya para kepala sub bidang yang
memantau perbaikan ataupun pembangunan infrastruktur tersebut.
I1-4
Secara teknis yang bertugas adalah pegawai perizinan dan pegawai
khusus yang ditugaskan untuk berkoordinasi dengan BLH.
I1-5
Seksi Pengendalian Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan
Ruang.
I
Q8
Apa yang digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis dalam melaksanakan program implementasi perda ini?
I1-1
Ada beberapa dan ada juga yang belum, tetapi secara keseluruhan
masih belum efektif di terapkan karena belum sempurnanya petunjuk
pelaksanaan yang lebih lengkap seperti Peraturan Walikota atau Surat
Keputusan.
282
I1-2
Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan di bidang
pengawasan dan penegakkan hukum kita menggunakan SOP khusus,
tetapi acuannya tetap Undang-undang Lingkungan Hidup yaitu UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
I1-3 Hanya memakai SOP atau Surat Perintah dari Kepala Dinas saja.
I1-4
Kita hanya menggunakan Perwal pelimpahan wewenang Walikota
terhadap Bidang Perizinan dan SOP dari Bidang Perizinan.
I1-5
Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang digunakan hanya
Perwal tentang izin pembuangan limbah dan SOP dari Dinas Cipta
Karya dan Penataan Ruang.
I
Q9
Apakah para pelaksana program telah melakukan tupoksinya
dengan baik?
I2-1
Belum berjalan dengan baik. Saya hanya diberikan izin mendirikan
usaha, walaupun ada izin lingkungan tetapi saya pun tidak mengerti
izin lingkungan digunakan untuk apa karena sejauh ini belum ada
sosialisasi atau pembinaan apapun terkait perda itu.
I2-2
Belum berjalan dengan baik, karena pemerintah tidak melakukan
program atau sosialisasi ataupun pembinaan terhadap pengolahan
limbah yang dilakukan oleh perusahaan. Hanya saja pemerintah terus
menghimbau untuk memperbaiki IPAL ketika terjadi kerusakan.
283
I2-3
Sejauh ini menurut saya belum berjalan dengan baik. Karena saya
belum mengetahui perda tersebut karena upaya pemerintah untuk
mengenalkan perda tersebut belum ada secara nyata.
I2-4
Para pelaksana terutama BLH selalu berkoordinasi dengan baik karena
setiap tahunnya kami harus melaporkan pembuangan limbah. Namun
pelaksana program secara keseluruhan dapat dikatakan belum berjalan
sesuai dengan harapan.
I3-1
Para pelaksana belum melaksanakan dengan baik, harusnya ada
sosialisasi terhadap masyarakat, minimalnya harus ada baliho atau
pemberitahuan yang dipasang sebagai media persuasif kepada
masyarakat dalam upaya meningkatkan peran serta dan kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan.
I3-2
Dapat dikatakan sudah baik, karena program-program yang dilakukan
pemerintah terhadap lingkungan sudah terlihat, namun perlu
ditingkatkan program-program yang berkaitan dengan peran serta
masyarakat misalnya sosialisasi ataupun tindakan secara langsung
turun ke masyarakat dalam upaya penyadaran akan pentingnya
menjaga lingkungan dan harus dilakukan secara menyeluruh dan
berkala, tidak hanya program-program hasil kerja sama dengan
kelurahan ataupun perusahaan yang berkewajiban melaksanakan CSR,
artinya perlu dilakukan aksi langsung ke masyarakat dari SKPD yang
terkait dari perda ini.
284
f. Sumber-sumber daya yang digunakan
I
Q10
Apa saja sumber daya yang digunakan dalam implementasi
perda ini?
I1-1
Manusia, Standar Operasional Prosedur (SOP), dan anggaran sebagai
modal utama dalam implementasi perda ini.
I1-2
Terkait dengan sumber daya yang digunakan dalam pengawasan dan
penegakkan hukum yang terpenting kita harus memiliki tim khusus
dan ahli dalam bidang lingkungan hidup karena nantinya sangat
diperlukan dalam upaya penindakan terhadap pencemaran yang
terjadi di lapangan.
I1-3
Pastinya sumber daya manusia dan anggaran yang paling
berpengaruh, artinya jika anggaran sudah tersedia, proses perbaikan
dan pembangunan akan secapat mungkin dilakukan.
I1-4
Sumber daya apapun yang terdapat di BPMPTSP kita gunakan dalam
mengimplementasikan perda ini.
I1-5
Sumber daya yang kita gunakan banyak yaitu diantaranya pegawai,
anggaran, kendaraan operasional, tenaga ahli di bidang lingkungan.
I
Q11
Apakah sumber-sumber daya yang digunakan para pelaksana
perda ini sudah sesuai dengan perubahan yang terjadi di
lapangan?
I2-1 Saya tidak tahu secara pasti, namun saya melihat pemerintah saat ini
285
sudah melaksanakan program-program yang berkaitan dengan
lingkungan.
I2-2
Bisa dikatakan sudah sesuai karena dengan adanya perda ini,
perusahaan diatur pembuangan limbahnya agar tidak mencemari
lingkungan.
I2-3
Sudah sesuai. Walaupun mungkin dengan adanya perda ini muncul
berbagai perizinan terutama izin lingkungan tetapi kita diberikan
kemudahan akses dalam mengurusi perizinan tersebut.
I2-4 Menurut saya sejauh ini peran pemerintah sudah baik.
I3-1 Sudah sesuai namun perlu di optimalkan pemanfaatannya.
I3-2
Ketika berbicara sumber daya, jika anggaran, mungkin pemerintah
sudah mempunyai anggaran tertentu dan sudah disusun untuk
pelaksanaan program, tetapi yang harus diperhatikan adalah para
pelaksana yang ada di lapangan yang harus diberikan pemahaman
yang lebih dan harus dilakukan pengawasan agar pelaksanaannya
sesuai dengan perencanaan.
2. Context of Policy (Konteks Implementasi Kebijakan)
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang
terlibat
I
Q12
Upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh para aktor yang
terlibat dalam pelaksanaan perda ini?
286
I1-1
Pelaksanaan berbagai program peran serta masyarakat dalam
memperbaiki dan menjaga lingkungan, sosialisasi perda ini ke instansi
pemerintah, pelaku usaha, perusahaan dan masyarakat umum,
pengawasan terhadap kegiatan atau usaha apapun yang berpotensi
mengeluarkan limbah berbahaya, serta bekerja sama dengan LSM
ataupun kelompok masyarakat untuk mengadakan penghijauan dan
program-program lingkungan sehat.
I1-2
Upaya-upaya yang saat ini sudah dilakukan dalam penindakan dan
pengawasan yaitu sosialisasi ke masyarakat, melakukan penindakan
lapangan terhadap jenis usaha atau kegiatan yang melakukan
pencemaran, serta melakukan treatment ke permukiman masyarakat
yang buruk sanitasi lingkungannya dengan program kampung hijau.
I1-3
Upaya-upaya yang sudah dilakukan lebih kepada pembangunan dan
perbaikan infrastruktur untuk menunjang implementasi perda ini.
I1-4
Tentunya memberikan izin sesuai dengan prosedurnya dan tidak
memberikan izin kepada siapapun yang tidak mau mematuhi
ketentuan yang diberikan.
I1-5
Sejauh ini kami dari seksi pengendalian limbah akan memantau
secara berkala para pelaksana di lapangan agar sesuai dengan
perencanaan.
I2-1
Mengurusi perizinan saja, sebab perizinan harus diurus sebagai
prasyarat mendirikan usaha.
I2-2 Perusahaan saat ini memiliki IPAL komunal sebagai untuk mengelola
287
limbah hasil produksi. Karena setiap perusahaan diwajibkan memiliki
IPAL dan tidak membuang langsung limbah ke sungai atau sumber
air.
I2-3
Memberikan laporan pembuangan limbah ke selokan karena hotel ini
tidak memiliki IPAL sendiri.
I2-4
Setiap tahunnya kami harus melaporkan pengelolaan limbah rumah
sakit.
I3-1
Mendukung dan ikut serta secara langsung membantu program-
program pemerintah yang berkaitan dengan lingkungan.
I
Q13
Apa saja strategi yang digunakan dalam melaksanakan perda ini
baik pengawasan maupun secara teknis di lapangan?
I1-1
Pengawasan 100 indutsri per tahun, pengaduan masyarakat terhadap
pencemaran, penindakan secara langsung di lapangan.
I1-2
Dengan program pembinaan dan peran serta masyarakat untuk
meminimalisir terjadinya pelanggaran.
I1-3
Strategi yang kita gunakan lebih bersifat teknis, diantaranya
melakukan perbaikan secara berkala terhadap infrastruktur yang
berkenaan dengan sumber daya air misalnya jembatan, memperbaiki
bendungan air, berkoordinasi dengan dinas cipta karya dan penataan
ruang untuk memperbaiki IPAL, pada intinya jika berbicara mengenai
strategi, kita secara teknis namun tetap harus berkoordinasi dengan
288
SKPD lainnya.
I1-4
Strategi kita dalam upaya perizinan limbah cair yaitu mempermudah
akses perizinan dengan terpadu satu pintu, membantu masyarakat
yang belum mengerti dengan pemberkasan perizinan, memproses
perizinan dengan cepat sesuai prosedur.
I1-5
Strategi yang dilakukan salah satunya dengan melakukan pembinaan
kepada masyarakat tetapi masih di tingkat kelurahan untuk melakukan
upaya daur ulang terhadap limbah-limbah rumah tangga agar tidak
langsung dibuang ke sumber air. Metodenya dengan menggunakan
pengolahan IPAL sederhana, agar limbah cair yang dikeluarkan bisa
dimanfaatkan lagi untuk menyiram tanaman, mencuci motor, dan
sebagainya.
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
I
Q14
Bagaimana pengaruh dari adanya pergantian kepemimpinan
terhadap implementasi perda ini?
I1-1
Ada pengaruh dalam pergantian kepemimpinan tetapi tidah
berpengaruh banyak, setiap pemimpin pasti punya prioritas dalam
pembangunan, namun pelaksanaan perda harus konsisten terus
dilakukan.
I1-2
Tidak berpengaruh karena perda harus tetap dilaksanakan, hanya saja
mungkin upaya-upaya yang dilakukan akan berbeda dengan apa yang
289
dilakukan pemimpin sebelumnya.
I1-3
Tidak berpengaruh, artinya pelaksanaan perda ini harus tetap
dilakukan walaupun terjadi pergantian Kepala Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air bahkan mungkin pergantian Walikota.
I1-4
Tidak mempengaruhi, karena sistemnya kan telah terbentuk, jadi kita
hanya menjalankan sistem yang ada.
I1-5
Tidak terlalu banyak perubahan karena proses pelaksanaan sudah
berdasarkan SOP yang dibuat dan saat ini hanya melaksanakan
program-program yang telah dibuat oleh Walikota sebelumnya.
I
Q15
Apakah Walikota Tangerang ataupun SKPD yang terdapat di
Kota Tangerang telah melaksanakan program yang berkaitan
dengan perda ini dengan baik?
I2-1
Saya melihat pemerintah Kota Tangerang saat ini tidak jauh berbeda
dengan yang sebelumnya karena belum ada program-program baru
terutama berkaitan dengan lingkungan.
I2-2
Saya tidak tahu pasti, karena tidak ada program apapun dari
pemerintah terhadap perusahaan.
I2-3
Sejauh ini menurut saya telah melaksanakan dengan baik, tetapi saran
saya jika memang ada perda yang mengatur tentang hotel harusnya
diberikan sosialisasi terlebih dahulu atau dalam arti kami dilibatkan.
I2-4 Pemerintah saat ini telah baik dalam melaksanakan perda tersebut
290
tetapi perlu adanya sosialisasi dalam bentuk apapun agar semua
masyarakat mengetahui dan tidak melanggar perda tersebut.
I3-1
Program pengendalian dan pengawasan yang dilakukan pemerintah
kota Tangerang saat ini sudah baik namun perlu ditingkatkan.
I3-2
Bisa dikatakan pemimpin saat ini masih menjalankan program-
program pemimpin sebelumnya, karena memang saya melihat belum
ada terobosan terbaru, visi-misi beliau pun sepertinta tidak berbeda
jauh dengan pemimpin seblumnya, tetapi saya berharap ada inovasi
yang dilakukan oleh pemerintah kota Tangerang saat ini terlebih
dengan upaya-upaya perbaikan kualitas lingkungan.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari para pelaksana
I
Q16
Apakah ada keluhan atau hambatan dari para pelaksana terkait
implementasi perda ini?
I1-1
Sejauh ini belum ada keluhan dari pelaksana terkait implementasi
perda ini, karena disamping ada perda ini, Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah tetap digunakan. Perwal sedang disusun dan
rencananya tahun ini bisa selesai tetapi perwalnya lebih kepada action
plan atau sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program
kepada seluruh stakeholders baik pemerintah, pengusaha, maupun
291
masyarakat.
I1-2
Sejauh ini tidak ada keluhan atau hambatan tetapi upaya konsistensi
pengawasan dan penegakkan hukum terus dilakukan sejalan dengan
pembangunan-pembangunan yang terdapat di Kota Tangerang.
I1-3
Keluhan atau hambatan pasti ada, tapi lebih kepada hambatan teknis
di lapangan saja.
I1-4
Tidak ada hambatan atau keluhan dari bidang perizinan terkait
implementasi perda ini.
I1-5
Tidak ada permasalahan yang besar, hanya terdapat hambatan teknis
yaitu IPAL atau IPLT yang ada sudah tidak mampu mendukung
sehingga perlu dibangun IPAL tambahan dengan skala kecil dan
menengah.
I
Q17
Apakah para pelaksana berkoordinasi dalam pelaksanaan perda
ini di lapangan?
I2-1
Tidak ada koordinasi apapun yang dilakukan oleh pemerintah, saya
hanya mengurusi perizinan, jika memang perizinan telah dikeluarkan,
tidak ada apapun ketentuan dari pemerintah menyangkut usaha saya.
I2-2
Tidak ada koordinasi apapun di lapangan, saya hanya melaporkan
pengolahan limbah kepada pemerintah melalui SIL (Sistem Informasi
Lingkungan).
I2-3
Tidak ada koordinasi dengan pemerintah terkait dengan pengolahan
limbah, hanya memberikan laporan saja.
292
I2-4
Selalu ada koordinasi yang dilakukan oleh rumah sakit dengan
pemerintah terutama dalam pemantauan limbah, dan kami setaip
tahunnya wajib menyerahkan laporan pengolahan limbah.
I3-1
Koordinasi dalam hal teknis paling hanya pada saat ada program yang
dilakukan oleh pemerintah misalnya program pembinaan masyarakat
melalui kampung hijau, selebihnya kita diminta oleh pemerintah
untuk membantu dalam mengawasi siapapun yang berpotensi
mencemari lingkungan serta melakukan pengaduan jika terjadi
pencemaran.
I3-2
Tidak ada koordinasi apapun dari para pelaksana kebijakan ketika
perda tersebut sudah di implementasikan, namun pada saat perumusan
perda tersebut ada musrenbang di tingkat kelurahan dan melibatkan
para akademisi, para tokoh masyarakat, LSM dan para pengamat
lingkungan se-kota Tangerang.
293
LAMPIRAN VII
(Dokumentasi Penelitian)
DOKUMENTASI PENELITIAN
294
Wawancara dengan Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Air BLH Kota
Tangerang (diambil pada Kamis, 19 November 2015)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang terdapat pada perumahan poris
merupakan salah satu program pengendalian air limbah (diambil pada Senin, 30
November 2015)
295
Wawancara dengan Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air kota Tangerang (diambil pada Senin, 23 November 2015)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) produksi PT Sinar Antjol merupakan salah satu
syarat perusahaan memperoleh ijin lingkungan (diambil pada Rabu, 18 November 2015)
296
Salah satu upaya pemantauan kualitas air baku yang dilakukan oleh PDAM Kota
Tangerang (diambil pada Rabu, 20 Mei 2015)
Program pembuatan IPAL domestik sederhana cluster perumahan (diambil pada Kamis,
12 November 2015)
297
Aplikasi Sistem Informasi Lingkungan (SIL) sebagai salah satu media yang digunakan
pemerintah kota Tangerang dalam menerima laporan pengolahan limbah oleh sektor
swasta (sumber: SLHD Kota Tangerang, diakses pada 7 Desember 2015)
Wawancara dengan Manajer Officer Finishing Line PT Sinar Antjol (diambil pada
Rabu, 18 November 2015)
298
Wawancara dengan Pelaksana Bidang Izin Pembuangan Limbah Cair BPMPTSP Kota
Tangerang (diambil pada Kamis, 19 November 2015)
Wawancara dengan Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum BLH Kota
Tangerang (diambil pada Senin, 30 November 2015)
299
LAMPIRAN VIII
(Data Pendukung Penelitian)
300
Daftar Lokasi Program Pembinaan Lingkungan Kampung Hijau
Tahun 2011-2014
No. Lokasi Kecamatan
1. Perumnas I, Jalan Cibodas-Ciliwung Karawaci
2. Perumahan Bugel Mas Indah Karawaci
3. Perumahan Batu Ceper Indah Batuceper
4. Perumahan Buana Permai Cipondoh
5. Perumahan P dan K Cipondoh
6. Komplek Kehakiman Tangerang
7. Perumahan DAS Cisadane Karawaci
8. Perumahan Pinang Griya Pinang
9. Perumahan Ciledug Indah 1 Karang Tengah
10. Perumahan Ciledug Indah 2 Karang Tengah
11. Perumahan Pondok Surya Karang Tengah
12. Perumahan Benua Indah Karawaci
13. Perumahan Cipondoh Makmur RW.8 Cipondoh
14. Perumahan Cipadu RW.8 Larangan
15. Perumahan Cibodas RW.3 Cibodas
16. Perumahan Pabuaran Tumpeng RW.10 Karawaci
17. Perumahan Cimone Mas Permai Karawaci
18. Perumahan Pengayoman Tangerang
19. Perumahan Pondok Bahar RW.3 Karang Tengah
20. Perumahan Griya Ciledug Ciledug
21. Perumahan Puri Megah RW.11 Ciledug
22. Perumahan Kunciran Mas Permai Pinang
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
301
Jumlah Industri di Kota Tangerang Berdasarkan Skala Kegiatan
Sumber: SLHD Kota Tangerang, 2014
Potensi Sumber Pencemar yang Dihasilkan oleh Usaha atau
Kegiatan
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Kecil Menengah Besar
1276
359
665
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Air Limbah Emisi SumberTidak Bergerak
Limbah B3
54% 52%
81%
302
Data Kepemilikan Dokumen Lingkungan pada Industri di Kota
Tangerang
Kegiatan Jumlah
Jenis Dokumen Lingkungan
AMDAL DELH UKL-UPL DPLH SPPL
Memiliki
Dokumen
1193 49 3 585 70 486
Tidak Memiliki
Dokumen
508 - 4 - 243 261
Jumlah 1701 44 7 585 313 747
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
Pengaduan Masalah Lingkungan Selama Tahun 2014
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
0
1
2
3
4
5
6
Pengaduan tentangPencemaran Air
Pengaduan tentangPencemaran Udara
Pengaduan tentangPencemaran Limbah
B3
Pengaduan tentangPencemaranLingkungan
303
Rekapitulasi Hasil Penanganan Kasus Lingkungan Hidup
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
Lokasi IPAL Domestik Sederhana Tahun 2011-2014
No. Lokasi Kecamatan
1. Perumahan Bugel Mas Indah Karawaci
2. Perumahan P dan K Cipondoh
3. Perumahan Pondok Surya Karang Tengah
4. Perumahan Pinang Griya Pinang
5. Perumahan Ciledug Indah 1 Karang Tengah
6. Perumahan Benua Indah Karawaci
7. Perumahan Buana Permai Cipondoh
8. Perumahan Cipondoh Makmur Cipondoh
9. Perumahan Pondok Bahar RW.3 Karang Tengah
10. Perumahan Puri Megah RW.11 Cipondoh
11. Perumahan Kunciran Mas Permai Pinang
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
28
20
4 3
TINDAK LANJUT PENANGANAN KASUS
Peringatan
Sanksi Administrasi
Mediasi
Penyelesaian SengketaLingkungan Hidup
304
Daftar Nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bidang
Lingkungan Hidup Kota Tangerang
No. Nama LSM
1. YAPELH
2. GEMPITA
3. Binary Penta
4. Tunas Kalpataru
5. Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan (KP2L)
6. Pelangi Nusantara
7. Pusat Kajian Lingkungan Hidup dan Infrastruktur Bangsa
8. Forum Kota Tangerang Sehat
9. Forum Kompos
10. Gema Pelikan Foundation
11. About TNG
Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014
305
Daftar Riwayat Hidup
DATA DIRI
Nama : Ridwan Hapipi
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 23 April 1993
Alamat : Jalan Kp. Gaga RT 001 RW 03 Kelurahan Semanan
Kecamatan Kalideres Kotamadya Jakarta Barat
Provinsi DKI Jakarta Kode Pos. 11850
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Moto Hidup : “Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah
untuk tenang dan sabar”
Hobi : Sepakbola dan Futsal
306
KONTAK
No. Kontak/HP : 085781032193
E-mail : [email protected]
Perguruan Tinggi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
NIM : 6661110964
Riwayat Pendidikan
Tahun Jenjang Pendidikan Nama Institusi Pendidikan
Sedang di tempuh Strata 1 (S1) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2008-2011 Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 94 Jakarta
2005-2008 Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 187 Jakarta
1999-2005 Sekolah Dasar SD Negeri 05 Semanan
Organisasi
Tahun Jenis/Nama Organisasi
2006-2007 OSIS SMP Negeri 187
2009-2010 OSIS SMA Negeri 94 Jakarta
2012-2013 Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara
2013-2014 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UNTIRTA
2014-2015 Pimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UNTIRTA
2014-Sekarang Asosiasi Futsal Fisip Untirta
2013-Sekarang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian-Fisip
2013-Sekarang Komunitas Mahasiswa Kebangsaan (KOMABA) UNTIRTA
2014-2015 Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial Politik Indonesia (ILMISPI) Wilayah I
2014-Sekarang Komunitas Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Cabang Serang