implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan...

184
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang) SKRIPSI Oleh: Zainal Abidin NIM. 15110245 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2020

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI

    DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI

    (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)

    SKRIPSI

    Oleh:

    Zainal Abidin

    NIM. 15110245

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

    MALANG

    2020

  • i

    IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI

    DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI

    (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Menyusun Skripsi pada Program Strata Satu (S-1) Jurusan

    Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

    Oleh:

    Zainal Abidin

    NIM. 15110245

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

    MALANG

    2020

  • ii

    IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH

    KALANGAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DALAM

    MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)

    SKRIPSI

    Oleh :

    ZAINAL ABIDIN

    NIM. 15110245

    Telah disetujui pada tanggal 30 Desember 2019

    Oleh:

    Dosen Pembimbing

    Dr. M. Samsul Hady, M.Ag NIP. 196608251 99403 1 002

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

    Dr. Marno, M.Ag

    NIP. 19720822 200212 1 001

    LEMBAR PENGESAHAN

  • iii

    IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI

    DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI

    (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)

    SKRIPSI

    Dipersiapkan dan Disusun oleh

    Zainal Abidin (15110245)

    Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 21 Februari 2020 dan

    dinyatakan

    LULUS serta diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata atau

    Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)

    Panitia Ujian Tanda Tangan

    NOTA DINAS PEMBIMBING

    Dr. M. Samsul Hady, M.Ag

    Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

    NOTA DINAS PEMBIMBING

    Hal : Skripsi Zainal Abidin Malang, 30 Desember 2019

    Lamp. : 6 (Enam) Eksemplar

    Yang Terhormat,

    Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

    UIN Maliki Malang

    di

    Malang

    Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

    Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun

    teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut dibawah ini :

    Nama : Zainal Abidin

    NIM : 15110245

    Jurusan : Pendidikan Agama Islam

    Judul Skripsi : Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di

  • iv

    SURAT PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

    yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan

    tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat

    yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

    diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.

    Malang, 30 Desember 2019

    Yang Membuat Pernyataan

    Zainal Abidin

    NIM. 15110245

  • v

  • vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Skripsi ini saya persembahkan kepada

    Ayah dan Ibu yang tercinta

    Ayah dan Ibu telah banyak memberikan pengorbanan yang tidak terhingga

    nilainya baik material maupun spiritual.

    Saudara-saudaraku tercinta dan semua keluarga besar Mbah Nasipan yang telah

    banyak memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

    Keluarga besar ndalem pondok pesantren Al-Muhibbin, KH. Djamaluddin Ahmad

    beserta dewan pengasuh dan asatidz.

    Para guru dan dosen yang telah menuntun penulis dalam menjalani hidup

    Terima kasih atas bekal ilmu dan pengetahuannya.

  • vii

    MOTTO

    َهْي ََل أََدَب لَهُ ََل ِعْلَن لَهُ

    “Barangsiapa yang tidak memiliki adab tata krama, maka baginya ilmu tidak berarti” (Al-Hasan al-Bishri)

    1

    1 Moch. Djamaluddin Ahmad, Mengutamakan yang Lebih Utama, (Jombang: Pustaka Al-

    Muhibbin, 2019), hlm. 8

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, tiada kata yang pantas dan patut penulis ungkapkan selain

    rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahman serta Rahim-

    Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Implementasi

    Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pondok Pesantren dalam

    Menghadapi Era-Globalisasi (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-

    Muhibbin)” ini.

    Penulis menyatakan bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terselesaikan

    tanpa dukungan, bantuan, dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

    kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Haris, M.Ag selaku rektor UIN Maulana Maliki

    Malang yang telah memberikan wadah belajar bagi keilmuan kita.

    2. Bapak Dr. H. Agus Maimun, M.Pd selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan.

    3. Bapak Dr. Marno, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

    4. Bapak Dr. M. Samsul Hady, M.Ag selaku dosen pembimbing yang senantiasa

    memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi.

    5. Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah

    banyak memberikan waktunya untuk saling berbagi pengalaman dalam proses

    perkuliahan.

  • ix

    Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan dibalas

    dengan limpahan Rahmat dan kebaikan oleh Allah SWT dan dijadikan amal

    shaleh yang berguna bagi dunia dan akhirat.

    Akhirnya semoga penulisan laporan penelitian ini dapat berguna bagi penulis

    dan pada khususnya bagi pembaca pada umumnya.

    Malang, 30 Desember 2019

    Penulis

  • x

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

    Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan

    pedoman transliterasi berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama RI dan

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543

    b/U/1987 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

    A. Huruf

    Q = ق Z = ز A = ا

    K = ك S = س B = ب

    L = ل Sy = ش T = ت

    M = م Sh = ص Ts = ث

    N = ى Dl = ض J = ج

    W = ه Th = ط H = ح

    H = و Zh = ظ Kh = خ

    , = ء ‘ = ع D = د

    = ي Gh = غ Dz = ذ

    F = ف R = ر

    B. Vokal Panjang C. Vokal Diftong

    Vokal (a) panjang = â ْْٚ aw = أَ

    ْVokal (i) panjang = î ْْأَي = ay

    ْْْVokal (u) panjang = û ْْٚ ُ û = أ

    î = إِيْْ

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Originalitas Penelitian ............................................................................ 13

    Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Santri Tahun Pelajaran 2019-2020 ............................. 58

    Tabel 4.2 Daftar Nama Wali Kelas Madrasah Hidayatul Mihibbin Tahun

    Pelajaran 2019-2020 .............................................................................. 61

    Tabel 4.3 Intrumen Hasil Observasi....................................................................... 72

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ............................................................................... 49

    Gambar 4.1 Letak Geografis Pondok ..................................................................... 53

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    LAMPIRAN I Surat Pernyataan Bukti Penelitian

    LAMPIRAN II Bukti Konsulltasi

    LAMPIRAN III Nama Asatidz

    LAMPIRAN IV Jadwal Pengajaran Kitab

    LAMPIRAN V Instrumen Wawancara

    LAMPIRAN VI Instrumen Observasi

    LAMPIRAN VII Dokumentasi/ Foto Wawancara

  • xiv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

    NOTA DINAS PEMBIMBING ............................................................................. iv

    SURAT PERNYATAAN......................................................................................... v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi

    HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

    PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................................. x

    DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv

    ABSTRAK ......................................................................................................... xviii

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

    B. Fokus Penelitian ..................................................................................... 8

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8

    D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9

  • xv

    E. Originalitas Penelitian ............................................................................ 9

    F. Definisi Istilah ..................................................................................... 11

    G. Sistematika Pembahasan ..................................................................... 12

    BAB II PERSPEKTIF TEORI ........................................................................... 17

    A. Nilai-Nilai Tasawuf ............................................................................. 17

    1. Pengertian Tasawuf ...................................................................... 17

    2. Dasar Tasawuf .............................................................................. 18

    3. Pembagian Tasawuf ..................................................................... 21

    4. Nilai-Nilai Tasawuf ...................................................................... 23

    B. Era Globalisasi .................................................................................... 31

    1. Pengertian Globalisasi .................................................................. 31

    2. Dampak Globalisasi ..................................................................... 32

    C. Internalisasi Nilai-Nilai Tasawuf di Era Globalisasi........................... 35

    1. Pentingnya Bertasawuf di Era Globalisasi ................................... 35

    2. Menempuh Jalan Tasawuf............................................................ 39

    3. Manfaat Bertasawuf ..................................................................... 46

    D. Kerangka berfikir ................................................................................ 49

    BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 50

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................................... 50

    B. Kehadiran Peneliti ..................................................................................... 51

    C. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 52

    D. Data dan Sumber Data .............................................................................. 52

    E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 53

  • xvi

    F. Analisis Data ..................................................................................... 56

    G. Prosedur Penelitian ........................................................................... 60

    BAB IV PAPARAN DATA ................................................................................ 63

    A. Deskripsi Objek Penelitian ......................................................................... 63

    1. Geografis Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ............ 63

    2. Sejarah Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ................ 63

    3. Visi Misi Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ............. 65

    4. Profil Pendiri Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ....... 65

    5. Jadwal Kegiatan Santri ................................................................. 68

    6. Struktur Madrasah Hidayatul Muhibbin ...................................... 69

    7. Konsep Madrasah Hidayatul Muhibbin ....................................... 69

    8. Keadaan Guru dan Peserta Didik ................................................. 70

    9. Program Kitab Kuning Madrasah Hidayatul Muhibbin ............... 73

    A. Paparan Data ..................................................................................... 73

    1. Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan

    Santri di Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dalam

    Upaya Menghadapi Era Globalisasi ............................................. 74

    2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi

    Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pesantren

    Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya menghadapi Era

    Globalisasi ................................................................................. 84

  • xvii

    3. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Nilai-

    Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pondok

    Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ........................................... 91

    BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............................................ 95

    A. Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di

    Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dalam Upaya

    Menghadapi Era-Globalisasi .............................................................. 96

    1. Taubat ......................................................................................... 97

    2. Khauf dan raja` ........................................................................... 99

    3. Zuhud ........................................................................................ 102

    4. Fakir .......................................................................................... 103

    5. Sabar ......................................................................................... 105

    6. Ridha ......................................................................................... 107

    7. Muraqabah ................................................................................ 108

    B. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi

    Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pesantren

    Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya menghadapi Era

    Globalisasi........................................................................................ 110

    1. Faktor Pendukung ........................................................................ 110

    2. Faktor Penghambat....................................................................... 114

    C. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Nilai-

    Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pondok Pesantren

  • xviii

    Bumi Damai Al-Muhibbin dalam Upaya Menghadapi

    Dampak Era-Globalisasi .................................................................. 115

    BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 118

    A. Kesimpulan ..................................................................................... 118

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 120

  • xix

    ABSTRAK

    Abidin, Zainal. 2019. Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di

    Pondok Pesantren Dalam Upaya Menghadapi Era-Globalisasi (Studi

    Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin). Skripsi, Jurusan

    Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing:

    Dr. M. Samsul Hady, M.Ag.

    Kata Kunci : Nilai-Nilai Tasawuf, Pondok Pesantren, Era-Globalisasi

    Dampak negatif dari globalisasi yakni penyalahgunaan IPTEK,

    pendangkalan iman, pola hubungan materialistik, membuat masyarakat memiliki

    sikap hidup yang materialistik (mengutamakan materi), menghalalkan segala cara,

    dan rawan akan stress dan frustasi. Dengan sikap hidup seperti itu telah

    memunculkan penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan itu

    juga telah merusak akhlak dan bahkan aqidah seseorang, sehingga akan

    menjauhkan seseorang dari Allah SWT. Untuk menghadapi era globalisasi yang

    memunculkan berbagai penyimpangan itu sangat perlu dilakukannya

    implementasi nilai-nilai tasawuf. Objek penelitian yang dipilih adalah Pondok

    Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin, dimana pondok tersebut merupakan salah

    satu pondok di lingkungan Tambakberas jombang dan pesantren tersebut juga

    dijadikan sebagai titik lokasi Thariqah Syadziliyah Qodiriyah.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui bagaimana

    implementasi nilai-nilai tasawuf di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin

    dalam upaya menghadapi dampak globalisasi (2) Mengetahui apa saja yang

    menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam proses implementasi nilai-nilai

    tasawuf di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya menghadapi

    dampak globalisasi. (3) Mengetahui bagaimana solusi yang diberikan oleh pondok

    pesntren ketika ada suatu hambatan dalam proses implementasi nilai-nilai tasawuf

    yang ada di pondok pesantern Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya

    menghadapi dampak globalisasi.

    Untuk mencapai tujuan di atas, digunakan pendekatan penelitian kualitatif

    dengan jenis penelitian studi kasus. Instrument kunci adalah peneliti sendiri, dan

    teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi, dan

    interview. Data di analisis dengan cara mereduksi data yang tidak relevan,

    memaparkan data, dan penarikan kesimpulan.

    Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai tasawuf yang

    diimplementasikan oleh kalangan santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-

    Muhibbin meliputi taubat, khauf, raja`, zuhud, fakir, sabar, ridha, dan muraqabah.

    (2) Faktor yang mendukung proses implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan

    santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin meliputi: adanya tharekat

    Syadziliyah Qodiriyah yang muktabarah, adanya struktur Baitul Mal, peran

    seluruh pengurus Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin, dan

    kesederhanaan dalam hidup yang dicontohkan oleh para pengasuh. Sedangkan

  • xx

    faktor penghambatnya meliputi: psikologi santri yang belum matang, peran orang

    tua santri pada waktu di rumah. (3) Solusi yang di berikan pesantren dalam

    mengatasi faktor penghambat itu adalah dengan terbukanya kritik, saran,

    kesabaran para ustadz dalam mendampingi para santri, pendekatan secara

    kekeluargaan, komunikasi yang baik dengan pihak wali santri, pemberian ta`zir

    bagi santri yang melanggar peraturan.

  • xxi

    ABSTRACT

    Abidin, Zainal. 2019. The Implementation of Sufism Values by santri at Islamic

    Boarding School in Efforts to Face Globalization Era (A Case Study in

    Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School). Thesis, Department of

    Islamic Education, Faculty of Education and Teacher Training, Universitas

    Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Advisor: Dr. M. Samsul

    Hady, M.Ag.

    Key Words: Sufism Values, Islamic Boarding School, Globalization Era

    The negative impacts of globalization are the misuse of science and

    technology, the silting of faith, materialistic patterns of relationship, materialistic

    attitude in life (prioritizing material), justifying all means, stress, and frustration.

    However, the attitudes led to deviations. These deviations have also damaged

    morals and even aqeedah, so that, the morals will distance away someone from

    Allah SWT. To face the globalization era that led to a variety of irregularities, it is

    very necessary to do the implementation of Sufism values. The object of research

    chosen is Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School, The boarding

    school is one of boarding schools in Tambakberas, Jombang. The boarding

    school is also used as a location of Tariqah Syadziliyah Qodiriyah.

    The aims of this study are: (1) to know the way of Sufism values

    implementation at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School in Efforts

    to Face Globalization Era. (2) To know the supporting and inhibiting factors in

    Sufism values implementation process at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic

    Boarding School in Efforts to Face Globalization Era. (3) To know the solutions

    applied by boarding school to face the inhibition in Sufism values implementation

    process at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School in Efforts to Face

    Globalization Era.

    To achieve the objectives of the research above, a qualitative research

    approach is used with the type of case study research. The key instrument is the

    researcher, and the data collection techniques used are documentation,

    observation, and interview. Data is analyzed by reducing irrelevant data,

    describing data, and drawing conclusions.

    The results of the study show that: (1) The Sufism values implemented by

    santri at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic boarding school include the nature of

    repentance, khauf, raja`, zuhud, fakir, patience, mercy, and muraqabah. (2) The

    supporting factors in Sufism values implementation process by santri at Bumi

    Damai Al-Muhibbin Islamic boarding school include: the existence of the

    proximate Syadziliyah Qodiriyah, the existence of the Baitul Mal structure, the

    role of all administrators of the Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding

    School, and simplicity in the life of the undemanding modeled by caregivers.

    While the inhibiting factors include: the psychology of immature santri, the role

    of santri parents at home. (3) The solution applied by the boarding school in

    overcoming the inhibiting factors is by opening criticism, suggestions, patience of

    the religious teachers in assisting the students, familial approach, good

  • xxii

    communication with the guardians of the students, giving punishment for students

    who break the rules.

  • xxiii

    الولخص

    لٍُْاٌزصٛفْثبٌّعٙذْفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْاٌعٌّٛخْْاٌطالةْ .ْرطجٍك2ٕٔٓاٌعبثذٌٓ،ْصٌٓ.ْ

    ْاالعالٍِخ،ْ ْاٌذساعخ ْلغُ ْاٌجحثْاٌعًٍّ، ْاٌّحجٍٓ(. ْداًِ ْثًِٛ ْاٌّعٙذ ْفى )دساعخ

    ِْبالٔج.ْ ْاٌحىٍِٛخ ْاالعالٍِخ ْإثشاٍُ٘ ِْبٌه ِْٛالٔب ْجبِعخ ْٚاٌزعٍٍُ، ْاٌزشثٍخ ْعٍُ وٍٍخ

    ْاٌّششف:ْاٌذوزٛسْدمحمْشّظْاٌٙبديْاٌّبجغزٍش.

    ْ:ْلٍُْاٌزصٛف،ْاٌّعٙذ،ْاٌعٌّٛخيةالكلوات اَلساس

    ْاٌزعٍكْْ ْاإلٌّبْ، ْظٍك ْٚاٌزىٌٕٛٛجٍب، ْاٌعٍَٛ ْرفشٌػ ًْ٘ ْاٌعٌّٛخ ِْٓ ْاٌغٍجٍخ اَثبس

    اٌّبديْ)اال٘زّبَْثبٌّبدي(،ْإحاليْجٍّعْاٌطشائك،ْاٌزّىِْْٓٓاٌجْْٕٛٚاٌخٍجخ.ْٚلذْأفغذدْ

    ٌىْإالْثعذا.ْٚلذْاحزٍجْاالٔحشافبدْاٌغبثمخْأخالقْاٌّشءْٚعمبئذْٖحزىْالٌْضدادِْْٓهللاْْرعب

    ْاٌجحثْْ٘ٛاٌّعٙذْ إٌىْحًْ٘زْٖاالٔحشافبدْرطجٍكْلٍُْاٌزصٛف.ْٚاٌّعٙذْإٌّزختْفًْ٘زا

    ْاٌّعب٘ذْفًِْٕطمخْربِجبءْثىشاطْجّجبٔجِْْٚٓأحذْ ثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓاٌزيٌْعذِْْٓأحذ

    ْاٌشبرٌٍخْاٌمبدسٌخِْششثب.ِْصبدس

    ُْاٌزصٛفْثبٌّعٙذْثًِْٛداًِْلٍْاٌطالةْ(ْٚصفْرطجٍكٔٚأ٘ذافْ٘زاْاٌجحثًْْ٘:ْ

    (ْٚصفْاٌعٛاًِْاٌّغبعذحْٚاٌّبٔعخْفًْعٍٍّخْٕاٌّحجٍْٓفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْآثبسْاٌعٌّٛخ.ْ

    لٍُْاٌزصٛفْثّعٙذْثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْآثبسْاٌعٌّٛخ.ْْاٌطالةرطجٍكْ

    عٙذْبٌّثاٌّعٙذْفًْعٍٍّخْرطجٍكْلٍُْاٌزصٛفْْعٕذ(ْٚصفْحًِْبْإراْٚجذِْْٓاٌعٛائكْٖ

    ْثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْآثبسْاٌعٌّٛخ.ْ

    اعزخذَْاٌجبحثْإلٔجبصْأ٘ذافْاٌجحثْاٌغبثمخْثحثبْوٍفٍبِْْٓجٕظْدساعخْاٌحبٌخ.ْأِبْْ

    ْٚاٌّمبثٍخ.ْ ْٚاٌّالحعخ، ْثبٌزٛثٍك، ْاٌجٍبٔبد ْجّع ْٚغشٌمخ ْٔفغٗ. ْفبٌجبحث ْاٌجحث أدٚاد

    ْاٌزخٍٍص.ٌٚذْٚعشظْٗٚغشٌمخْرحًٍٍْاٌجٍبٔبدْثزخفٍطْاٌجٍبْْغٍشْعذ

    ْْ ْاٌجحثًْْ٘: ْاٌزصٛفٔٚٔزبئجْ٘زا ْلٍُ ْاٌطالةْ( ْثًِْٛداًِْبٌثْاٌزىْغجمٙب ّعٙذ

    ْٚاٌّشالجخ.ْ اٌّحجٌٍْٓحزٛيْعٍىْاٌزٛثخْٚاٌخٛفْٚاٌشجبءْٚاٌض٘ذْٚاٌفمشْٚاٌصجشْٚاٌشظب

    ّعٙذْثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓبٌلٍُْاٌزصٛفْثْاٌطالةْ(ْاٌعٛاًِْاٌّغبعذحْفًْعٍٍّخْرطجٍكٕ

    عٍىْ:ْٚجٛدْاٌشبرٌٍخْاٌمبدسٌخْاٌّعزجشحِْششثب،ْٚجٛدْثٍذْاٌّبيْثٍٕخ،ْدٚسِْذثشيْرحزٛيْ

    ْأِبْ ْاٌّشبٌخ. ِْٓ ْاٌحٍبح ْأعٍٛة ْفً ْٚاٌزٛاظع ْأجّعْٛ، ْوٍُٙ ْاٌّحجٍٓ ْداًِ ْثًِٛ ِعٙذ

    اٌعٛاًِْاٌّبٔعخْفٍٙبْفزحزٛيْعٍىْ:ْٔفظْاٌطٍجخْاٌزًٌُْْرٕعج،ْدٚسْٚاٌذٌُْٙحٍْٓعىٕٛاْفًْ

    ْ ْاإلشىٖثٍٛرُٙ. ْحً ْإٌّزمذادْ( ْثىشف ْاٌّبٔعخ ْاٌعٛاًِ ْ ٌْحً ْاٌّعٙذ ْأعطبٖ ْاٌزي بالد

    حغْٓاٌزٛاصًْثمجًْٚاٌذٌُٙ،ْٚٚاٌزٛصٍبدْٚصجشْاٌّشبٌخْفًْإسشبدْاٌطٍجخْثطشٌمخِّْزعخ،ْ

    ْاٌزعضٌشٌّْْٓجبٚصْحذٚدْاٌّعٙذِْْٓاٌطٍجخ.ْْْْْٚ

  • 24

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Istilah nama pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan

    awalan pe- dan akhiran –an, sehingga mempunyai makna tempat tinggal dan

    belajar santri. Sedangkan kata santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

    memiliki makna orang yang mendalami ilmu Agama Islam.2 Pengertian yang

    sama juga diungkapkan oleh Soegarda Poerbakawatja, yang menjelaskan bahwa

    kata santri berarti orang yang belajar agama Islam, sehingga pesantren

    mengandung arti sebagai tempat bagi orang yang belajar ilmu agama Islam.3

    Lebih jelasnya lagi Sudjoko Prasojo menjelaskan makna pesantren sebagai

    lembaga pendidikan Indonesia untuk mendalami agama Islam dan

    mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.4

    Ada 2 pendapat mengenai awal berdirinya pesantren di Indonesia, yaitu:

    Pendapat pertama menjelaskan bahwa pondok pesantren bermula dari tradisi

    Islam sendiri, yaitu tarekat. Pondok pesantren memiliki ikatan erat dengan tempat

    pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini didasarkan pada fakta bahwa

    penyebaran agama Islam di Indonesia pada mulanya dikenal dalam bentuk

    kegiatan tarekat dengan melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu.

    2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm.783

    3 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm.

    233 4 Sudjoko Prasojo, Profil Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 6

  • 25

    Orang yang memimpin tarekat disebut kyai, yang memberi kewajiban

    pengikutnya melaksanakan suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara

    tinggal bersama dengan sesama anggota dalam sebuah masjid untuk melakukan

    ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Selain mengajarkan tarekat, para

    pengikut (santri) juga diajarkan kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu

    pengetahuan agama Islam. Kegiatan yang dilaksanakan para pengikut tarekat ini

    kemudian dinamakan pengajian dan dalam perkembangan berikutnya lembaga

    pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pendidikan yang disebut

    pondok pesantren.

    Pendapat kedua menjelaskan bahwa pondok pesantren bukan murni dari

    tradisi Islam melainkan pengambil alihan dari sistem pondok pesantren yang

    diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Pendapat ini berdasarkan fakta

    bahwa jauh sebelum datangnya agama Islam ke Indonesia, lembaga pondok

    pesantren pada waktu itu digunakan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran

    agama Hindu. Fakta lainnya yakni tidak ditemukan pondok pesantren di negara-

    negara Islam lainnya.5

    Pengembangan dan pensyiaran agama Islam di Jawa di mulai oleh Wali

    Songo, sehingga berdiri dan berkembangnya model pesantren di jawa bersamaan

    dengan zaman Wali Songo. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa orang yang

    mendirikan pondok pesantren pertama adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim atau

    Syekh Maulana Maghribi (Wafat 822 H/1419 M).

    5Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (pertumbuhan dan perkembangannya)

    (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003) hlm. 8

  • 26

    Dalam sejarahnya mengenai peran pondok pesantren, dimana sejak awal

    kebangkitan nasional sampai dengan perjuangan kemerdekaan RI, pondok

    pesantren selalu tampil dan berpartisipasi secara aktif, maka sudah sewajarnya

    pemerintah Indonesia mengakui pesantren sebagai dasar dan sumber pendidikan

    nasional.6

    Pesantren sebagai lembaga pendidikan paling tidak memiliki 5 elemen

    dasar, yakni pondok, masjid, santri, pengajaran kitab Islam klasik, dan Kyai.7

    Pondok adalah tempat tinggal santri dan merupakan ciri khas tradisi pesantren

    yang membedakan dengan sistem pendidikan lainnya. Masjid merupakan elemen

    yang tidak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap tempat yang paling tepat

    dalam mendidik para santri, terutama dalam hal penerapan sholat 5 waktu,

    khutbah, sholat jumat dan pengajaran kitab Islam klasik. Santri merupakan murid

    yang ingin belajar mengenai ilmu agama Islam. Pengajaran kitab Islam klasik,

    atau yang popular dengan sebutan “kitab kuning” merupakan ciri khas pengajaran

    di pesantren, baik tradisional maupun modern. Kitab klasik yang diajarkan di

    pesantren merupakan produk ulama Islam pada zaman pertengahan yang ditulis

    dengan Bahasa Arab tanpa harokat. Kitab klasik tersebetu dapat digolongkan ke

    dalam beberapa kelompok jenis pengetahuan, yakni 1) Ilmu Nahwu dan Shorof, 2)

    Fikih 3) Ushul Fikih, 4) Hadits, 5) Tafsir, 6) Tauhid, 7) Tasawuf dan etika, 8)

    cabang lain seperti tarikh dan balaghoh. Sedangkan kyai merupakan pengasuh dari

    6 Adi Fadli, Pesantren (Sejarah dan Perkembangannya (El-Hikam, Volume V, Nomor 1,

    2012), hlm. 38 7 Abdullah Syukri Zarkasyi, Pondok Pesantren sebagai Alternatif Kelembagaan

    Pendidikan untuk Program Pengembangan Studi Islam Asia Tenggara (Surakarta: Universitas

    Muhammadiyah. 1990), hlm. 10

  • 27

    pondok pesantren yang menjadi guru sekaligus suri tauladan bagi santrinya dan

    berperan penting dalam perkembangan sebuah pesantren.8

    Di era globalisasi ini, banyak terjadi krisis yang menimpa kehidupan

    manusia, mulai dari krisis sosial, krisis struktural, sampai krisis spiritual. Dan

    semuanya bermula pada persoalan makna hidup manusia. Pesatnya kemajuan

    teknologi dan industrialisasi mengakibatkan manusia kehilangan arah

    pandangnya. Kekayaan materi yang semakin menumpuk, namun jiwa mengalami

    kekosongan. Seiring dengan logika dan orientasi yang semakin modern, kerja dan

    materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat. Gagasan mengenai

    makna hidup menjadi berantakan, yang mengakibatkan manusia seperti mesin.

    Semuanya atas dasar materi. Manusia pun akan terbawa arus desakralisasi dan

    dehumanisasi.9

    Krisis peradaban modern bersumber dari penolakan terhadap hakikat ruh

    dan penyingkiran ma‟nawiyah secara bertahap dalam kehidupan manusia.

    Manusia modern mencoba hidup dengan roti semata, mereka bahkan berupaya

    membunuh Tuhan dan menyatakan kebebasan dari kehidupan akhirat.

    Konsekuensi lebih lanjut dari perkembangan ini, kekuatan dan daya manusia

    mengalami eksternalisasi. Dengan eksternalisasi ini manusia kemudian

    menaklukkan dunia secara tanpa batas dan alam dipandang tak lebih dari sekadar

    8 Marjani Alwi, Pondok Pesantren Ciri Khas, Perkembangan, dan sistem Pendidikannya(

    Lentera Pendidikan, vol. 16 NO. 2, 2013), hlm. 210 9Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial (Bandung: PT Mizan Pustaka,2006), hlm.

    48

  • 28

    obyek dan sumber daya yang perlu dimanfaatkan dan dieksploitasi semaksimal

    mungkin.10

    Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka

    menikmati dan mengeksploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan

    tanggung jawab apapun. Inilah yang menciptakan berbagai krisis dunia modern,

    tidak hanya krisis dalam kehidupan spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial

    sehari-hari. Idealnya manusia sebagai penguasa di muka bumi ini secara ke atas

    sebagai hamba Allah, sedangkan secara ke bawah berkedudukan khalifah Allah.

    Dengan begitu manusia akan dapat menjaga keseimbangan hidupnya, bukan

    malah menjadi budak egonya sendiri. Al-Qur‟an memandang manusia sebagai

    khalifah Allah di atas bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur`an:

    اْْ َٰٛٓ ْلَبٌُٗۖ ٍٍِفَخ ْفًِْٱۡۡلَۡسِضَْخ ًٞ ئَِىِخْإًَِِّْٔجبِع

    َٰٓ ٍَ ٍَّۡ ٌِ إِۡرْلَبَيَْسثَُّهْ َٚ

    َُْٔغجُِّحْ ُٓ َٔۡح َٚ بََٰٓءْ َِ ٌَۡغِفُهْٱٌذِّ َٚ بْ َٙ ٌُْٓۡفِغذُْفٍِ َِ بْ َٙ ْفٍِ ًُ أَرَۡجعَ

    َْْ ٛ ُّ بْاَلْرَۡعٍَ َِ ْ ُُ ْأَۡعٍَ ًَٰٓ ْلَبَيْإُِِّٔطٌََْهۖٗ ُٔمَذِّ َٚ ِذَنْ ّۡ ْ ٣٠ ثَِح

    Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

    "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka

    bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan

    (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan

    padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa

    bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

    Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak

    kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 30)

    Sebagai hamba Tuhan, manusia harus pasif di hadapan Tuhan dan

    menerima apapun rahmat yang diturunkan dari-Nya. Tetapi sebagai khalifah

    Tuhan, manusia harus aktif di dunia, memelihara keharmonisan dan

    10

    Moh.Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf (malang: Malang Uin Malang Press, 2008), hlm.

    64

  • 29

    menyebarluaskan rahmat Tuhan yang memang disampaikan melaluinya sebagai

    pusat ciptaan.

    Harvey Cox mengatakan makna sekularisasi, yaitu terbebasnya manusia

    dari kontrol ataupun komitmen terhadap nilai-nilai agama. Sekularisasi terjadi

    karena manusia berpaling dari dunia sana dan hanya memusatkan perhatiannya

    pada dunia sini dan sekarang.11

    Proses sekularisasi kesadaran ini menyebabkan manusia modern

    kehilangan kendali diri (self control) sehingga mudah dihinggapi berbagai

    penyakit ruhaniah. Ia menjadi lupa tentang siapa dirinya, dan untuk apa hidup ini

    serta kemana sesudahnya. Manusia modern telah menciptakan situasi sedemikian

    rupa dan berjalan tanpa adanya kontrol, sehingga karenanya terperosok dalam

    posisi terjepit yang pada gilirannya tidak hanya mengantarkan pada kehancuran

    lingkungan, melainkan juga pada kehancuran manusia. Agar manusia modern

    dapat keluar dari krisis ini, manusia harus kembali ke pusat eksistensi lewat

    latihan spiritual dan pengalaman ajaran agama.12

    Berbagai kerusuhan, pelanggaran hak asasi manusia, penyimpangan sosial,

    korupsi uang negara, monopoli dan lain-lainnya yang terjadi di negara Indonesia

    itu sendiri karena lupa kepada Allah SWT atau dengan kata lain, berbagai

    penyimpangan yang telah terjadi di negara kita ini disebabkan semakin tipisnya

    sikap relegiusitas bangsa Indonesia.

    Tasawuf yang dipraktikkan dengan benar dan tepat akan menjadi metode

    yang efektif dan impresif untuk menghadapi tantangan zaman. Bagi kaum sufi,

    11

    Moh.Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf , hlm. 65

  • 30

    apa pun zamannya, semuanya akan dihadapi dengan pikiran yang jernih, suasana

    hati yang dingin, objektif, dan penuh ketenangan. Kita tahu dalam sejarah,

    bagaimana pergumulan nyata kalangan sufi yang mampu menyeimbangkan

    kebutuhan nyata dengan kebutuhan spiritual. Umar ibn Abdul Aziz yang layak

    disebut sebagai sufi adalah seorang pemimpin, seorang khalifah, yang patut

    diteladani. Jabir ibn Hayyan yang juga sufi, adalah seorang ilmuwan yang

    berhasil. Demikian pula Syaikh Fariduddin Al-„Aththar, sufi yang sukses dalam

    berdagang. Artinya. di sini, bahwa kesufian seseorang tidak akan menghalangi

    aktivitas mereka sehari-hari sebagai manusia biasa yang butuh pemenuhan hidup

    dan perjuangan membangun cita-cita kemanusiaan.

    Tasawuf juga merupakan metode pendidikan yang membimbing manusia ke

    dalam harmoni dan keseimbangan total. Metode itu bertumpu pada basis

    keharmonisan dan pada kesatuan dengan totalitas alam. Dengan demikian,

    perilakunya tampak sebagai manifestasi cinta dan kepuasan dalam segala hal.

    Bertasawuf yang benar berarti sebuah pendidikan bagi kecerdasan emosi dan

    spiritual. Pada intinya adalah belajar untuk tetap mengikuti tuntutan agama, entah

    itu ketika berhadapan dengan musibah, keberuntungan, kedengkian orang lain,

    tantangan hidup, kekayaan, kemiskinan, atau sedang dalam kondisi pengendalian

    diri. Sufi-sufi besar seperti Rabi„ah Al-Adawiah, Al-Ghazali, Sirri Al-Siqthi atau

    Asad Al Muhasabi, telah mémberikan teladan kepada umat bagaimana pendidikan

    yang baik itu. Di antaranya berproses menuju perbaikan diri dan pribadi yang

  • 31

    pada gilirannya akan menggapai puncak ma„rifatullah, yakni Sang Khalik sebagai

    ujung terminal perjalanan manusia di permukaan bumi ini.13

    Menurut Dawam Raharja, tujuan dari pesantren bukan hanya sebagai tempat

    mencari ilmu agama saja, melainkan juga sebagai lembaga sosial. Oleh sebab itu,

    keberadaan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan agama Islam

    mempunyai tugas yang penting untuk mengatasai problematika masyarakat

    modern tersebut. Pengetahuan diperoleh melalui kegiatan-kegiatan pengajian.

    Sedangkan karakter dibentuk melalui segala sesuatu tindakan dan aktifitas santri

    yang dilakukan di Pesantren yang selalu mendapatkan pantauan dari kyai,

    pengasuh, maupun pengurus Pesantren. Santri secara sadar selalu berprilaku baik

    karena merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.

    Pesantren merupakan agen perubahan (agent of change) sebagai lembaga

    perantara yang diharapkan dapat berperan sebagai penggerak pengembang ilmu

    pengetahuan dan perbaikan etika dan estetika dalam menyongsong era globalisasi.

    Disinilah perubahan merambah ke dalam dunia kepesantrenan. Pada era saat ini,

    selain sebagai tempat menimba ilmu, pesantren juga diharapkan mampu berperan

    dalam pemberdayaan masyarakat bermoral dan beretika sebagai bekal dalam

    menghadapi era globalisasi.

    Sejalan dengan berbagai ulasan di atas. Peneliti ingin mengkaji lebih dalam

    lagi terhadap permasalahan tersebut. Disini peneliti mengambil studi kasus

    penelitiannya di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin. Bumi Damai Al

    Muhibbin adalah salah satu unit dalam yayasan Pondok Pesantren Bahrul „Ulum

    13

    Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, hlm. 52

  • 32

    Tambakberas Jombang yang didirikan oleh KH. Moh. Djamaluddin Ahmad,.

    Beliau adalah salah satu menantu dari Alm. KH. Abdul Fattah Hasyim (pendiri

    Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat Bahrul „Ulum). Selain difungsikan sebagai

    tempat menimba ilmu bagi para santri, pesantren ini juga difungsikan sebagai

    tempat titik thoriqoh Syadziliyah Qodiriyah, dan ada juga pengajian rutin kitab

    Al-Hikam karya Ibnu `Athoillah, dimana pengajian tersebut tidak hanya untuk

    santri saja, tapi banyak penjuru yang sebagian besar dari Jawa Timur yang datang

    untuk mengikuti pengajian tersebut.

    Sebagaimana yang dijelaskan diatas, Pondok Pesantren Bumi Damai Al-

    Muhibbin ini berperan dalam memperbaiki kondisi masyarakat, terutama dalam

    ilmu Tasawuf melalui pengajian rutin yang dikaji untuk masyarakat umum,

    bahkan pengajian ini disiarkan secara langsung melalui media sosial.

    Dengan memiliki latar belakang kegiatan pondok pesantren tersebut,

    pondok pesantren ini masih kental dengan ilmu tasawufnya. Oleh karena itu

    peneliti berkeinginan untuk meneliti bagaimana nilai-nilai tasawuf yang diajarkan

    pada santrinya. Sehingga para santri memiliki bekal ilmu dalam menghadapi era

    global yang rawan akan adanya dampak negatif. Dan peneliti juga akan

    menjadikan penelitian ini sebagai skripsi dengan judul “Implementasi Nilai-Nilai

    Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pesantren dalam Menghadapi Era-Globalisasi”

    (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang).

  • 33

    B. Fokus Penelitian

    1. Bagaimana implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan santri di

    pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Jombang dalam

    upaya menghadapi era-globalisasi ?

    2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi nilai-nilai

    tasawuf oleh kalangan santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-

    Muhibbin Bahrul Ulum Jombang dalam upaya menghadapi era-

    globalisasi?

    3. Bagaimana solusi yang ditetapkan pondok pesantren Bumi Damai Al-

    Muhibbin dalam menghadapi hambatan implementasi nilai-nilai tasawuf

    yang dilakukan oleh kalangan santri?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti merumuskan tujuan penelitian

    sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui nilai-nilai tasawuf yang diimplementasikan oleh

    kalangan santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul

    Ulum Jombang dalam upaya menghadapi era-globalisasi.

    2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam

    implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan santri di pondok pesantren

    Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Jombang dalam upaya

    menghadapi era-globalisasi.

  • 34

    3. Untuk mengetahui solusi yang ditetapkan pondok pesantren Bumi Damai

    Al-Muhibbin dalam menghadapi hambatan implementasi nilai-nilai

    tasawuf yang dilakukan oleh santri.

    D. Manfaat penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, peneliti membagi manfaat penelitian

    menjadi 2 bagian, yaitu :

    1. Secara Teoritis: Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

    bagi perkembangan khazanah keilmuan khususnya di bidang pembelajaran

    di pesantren

    2. Secara Praktis penelitian ini bermanfaat bagi:

    a. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan, wawasan

    dan keilmuan sehingga jika kelak peneliti menjadi seorang pengajar

    dapat menjadi pengajar yang profesional

    b. Bagi pesantren, diharapkan dapat menjadi sumber rujukan pendekatan

    dengan santrinya dalam mengembangkan ilmu.

    c. Bagi Kyai, diharapkan dapat menjadi sumber dan model yang baik dalam

    pembelajaran tasawuf kepada para santri.

    E. Originalitas Penelitian

    Originalitas penelitian merupakan uraian, sistematis mengenai penelitian

    yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu sehingga terdapat

    ketertarikan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam kaitannya dengan

    penelitian ini, peneliti telah menemukan beberapa penulis proposal skripsi yang

    relevan. Diantaranya sebagai berikut:

  • 35

    1. Dewi Kurnia Putri (2018), Peranan Ajaran Tasawuf sebagai Psikoterapi

    Dalam Mengatasi Stress di Pondok Pesantren Al-Hikmah Wayhalim Bandar

    Lampung, Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam, UIN Raden Intan

    Lampung.14

    2. Ida Munfarida (2017), Nilai-nilai Tasawuf dan Relevansinya bagi

    Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, Tesis, Program Magister Ilmu

    Filsafat Agama, UIN Raden Intan Lampung.15

    3. Heni Maghrifatul Arifah (2018), tesis, Inovasi Pesantren dalam Menghadapi

    Era-Globalisasi (Studi multi kasus pondok pesantren Sunan Drajat Banjar

    Anyar Paciran dan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Sendang Agung Paciran

    Lamongan), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Pasca Sarjana

    Surabaya.16

    Berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan di atas, ada perbedaan

    dengan judul yang peneliti kemukakan, baik dari subyek penelitian maupun hasil

    yang dicapai. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari tabel di bawah ini:

    14

    Dewi Kurnia Putri, Peranan Ajaran Tasawuf sebagai Psikoterapi Dalam Mengatasi

    Stress di Pondok Pesantren Al-Hikmah Wayhalim Bandar Lampung,Skripsi, Program Studi

    Pendidikan Agama Islam, UIN Raden Intan Lampung. 2018, hlm. x 15

    Ida Munfarida, Nilai-nilai Tasawufdan Relevansinya bagi

    PengembanganEtikaLingkungan Hidup, Tesis,Program Magister Ilmu Filsafat Agama, UIN Raden

    Intan Lampung, 2017, hlm. x 16

    Heni Maghrifatul Arifah, Inovasi Pesantren dalam Menghadapi Era-Globalisasi(Studi

    multi kasus pondok pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran dan Pondok Pesantren Al-

    Ikhlas Sendang Agung Paciran Lamongan), Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Pasca

    Sarjana Surabaya, 2018, hlm. x

  • 36

    Tabel 1.1 Originalitas Penelitian

    No Penelitian

    Terdahulu

    Persamaan Perbedaan Originalitas

    Penelitian

    1. Dewi Kurnia Putri

    (2018), Peranan

    Ajaran Tasawuf

    sebagai Psikoterapi

    dalam Mengatasi

    Stress di Pondok

    Pesantren Al-

    Hikmah Wayhalim

    Bandar Lampung,

    Skripsi Program

    Studi Pendidikan

    Agama Islam, UIN

    Raden Intan

    Lampung

    1. Meneliti kajian tasawuf

    2. Penelitian di pondok

    pesantren

    1. Objeknya adalah di

    Pondok

    pesantren Al-

    Hikmah

    Wayhalim

    Bandar

    Lampung

    2. Variabel Y dalam

    penelitian ini

    adalah

    psikoterapi

    1. Lebih fokus terhadap

    penanganan

    stress di

    pesantren

    2. Ida Munfarida

    (2017), Nilai-nilai

    Tasawuf dan

    Relevansinya bagi

    Pengembangan

    Etika Lingkungan

    Hidup,Tesis

    Program Magister

    Ilmu Filsafat

    Agama, UIN Raden

    Intan Lampung.

    1. Meneliti tentang nilai-

    nilai tasawuf

    1. Penelitian disini

    menggunakan

    metode Library

    Research

    2. Mengakaji tentang

    relevansi nilai

    tasawuf

    terhadap

    pengembangan

    etika

    lingkungan

    1. Lebih fokus terhadap

    pengemban

    gan etika

    lingkungan

    3. Heni Maghrifatul

    Arifah (2018), tesis,

    Inovasi Pesantren

    dalam Menghadapi

    Era-Globalisasi

    (Studi multi kasus

    pondok pesantren

    1. Mengkaji tentang Era-

    Globalisasi

    2. Obyek penelitian di

    Pondok

    Pesantren

    1. Variabel X yang diteliti

    adalah inovasi

    pesantren

    2. Terdapat 2 obyek dalam

    penelitian

    1. Lebih fokus

    terhadap

    inovasi

    pesantren

  • 37

    F. Definisi Istilah

    1. Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan

    berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan

    terperinci sebelumnya.

    2. Nilai-nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup

    sistem kepercayaan seseorang, dimana seseorang bertindak atau menghindari

    sesuatu yang pantas atau tidak pantas di kerjakan.

    3. Tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah

    dirintis oleh Ulama Shufi, yang disebutnya sebagai jalan untuk mencapai

    suatu tujuan, mendapatkan keridhaan Allah serta kebahagiaan di akhirat.

    4. Globalisasi adalah kecenderungan masyarakat untuk menyatu dengan dunia

    dalam berbagai bidang kehidupan.

    5. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Indonesia untuk mendalami

    agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.

    Sunan Drajat

    Banjar Anyar

    Paciran dan

    Pondok Pesantren

    Al-Ikhlas Sendang

    Agung Paciran

    Lamongan),

    Universitas Islam

    Negeri Sunan

    Ampel Pasca

    Sarjana Surabaya

  • 38

    G. Sistematika Pembahasan

    Sistematika pembahasan merupakan pembahasan dalam laporan penelitian

    yang disusun secara teratur dan sistematis, tentang pokok-pokok permasalahan

    yang akan dibahas. Sistematika pembahasan ini bertujuan untuk memberikan

    gambaran awal tentang pengkajian awal beserta isi yang terkandung didalamnya.

    Secara garis besar sitematika pembahasan dalam penelitian ini adalah:

    BAB I: Pendahuluan, yang akan dibahas pada bab pertama ini diantaranya adalah

    latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    hipotesis penelitian, ruang lingkup penelitian, originalitas penelitian, definisi

    operasional, serta sistematika pembahasan.

    BAB II: Membahas tentang Kajian Pustaka, pembahasan difokuskan pada studi

    teoritis berdasarkan literatur yang relevan dengan pembahasan penelitian, yakni

    imlementasi nilai-nilai tasawuf oleh santri di Pondok Pesantren.

    BAB III: Membahas mengenai Metode Penelitian yang didalamnya meliputi

    tentang Pendekatan dan jenis penelitian, hal ini diperlukan untuk mengetahui jenis

    penelitian yang digunakan. Kehadiran peneliti, hal ini digunakan untuk

    mengetahui bagaimana posisi dan peransertaseorang peneliti didalam penelitian

    yang dilakukannya. Lokasi penelitian, hal ini diperlukan untuk mengetahui dan

    mengenal obyek yang dipilih. Data dan sumber data, hal ini diperlukan untuk

    mengetahui sumber-sumber yang dimanfaatkan untuk memeperoleh data. Teknik

    pengumpulan data, hal ini diperlukan untuk mengetahui tekhnik dan metode-

    metode yang digunakan dalam pengumpulan data. Analisis data, diperlukan untuk

    menganalisis data yang sudah diperoleh dari sumber yang telah ditentukan.

  • 39

    Pengecekan keabsahan temuan, diperlukan untuk mengecek kredibilitas suatu data

    yang sudah didapat dari lapangan. Tahap-tahap penelitian, diperlukan untuk

    mengetahui apa saja yang dilakukan peneliti dalam penelitiannya, dimulai dari

    sebelum penelitian, ketika penelitian, dan sesudah penelitian.

    BAB IV: Membahas tentang laporan hasil penelitian, yang mencakup tentang

    paparan data hasil penelitian.

    BAB V: Membahas tentang analisis hasil penelitian, yang meliputi tentang

    pengimplementasian nilai-nilai tasawuf oleh santri di Pondok Pesantren Bumi

    Damai Al-Muhibbin, kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya untuk

    mengatasinya.

    BAB VI: Membahas tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan, hal ini

    diperlukan untuk mengetahui hasil studi secara rinci. Saran, hal ini diperlukan

    sebagai sumbangsih peneliti terhadap obyek studi kasus.

  • 40

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Nilai-Nilai Tasawuf

    1. Pengertian Tasawuf

    Secara estimologi, kata Tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu ْ ْ- صٛفب

    ْ ْ-ٌصٛف yang artinya mempunyai bulu yang banyak. Kemudian kata صٛف

    tersebut mengalami perubahan menjadi mazid yakni tambahan dua huruf “Ta” dan

    “Tasydid wawu”, sehingga mengandung arti “menjadi”. Maka arti dari kata

    tasawuf yakni menjadi sufi, karena pada masa-masa awalnya para sufi senang

    memakai pakaian sederhana yang terbuat dari bulu domba. Maksudnya bahwa

    orang orang sufi pada awalnya senang berpakaian bulu domba sebagai saingan

    dari memakai pakaian halus sutra dan sebagainya.17

    Sedangkan secara terminologi ada berbagai pendapat, diantaranya menurut

    Syekh Muhammad Amin Al Kudry: Tasawuf yaitu suatu iImu yang membahas

    ikhwal kebaikan dan keburukan jiwa, serta cara membersihkannya dari sifat-sifat

    yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk,

    melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan Iarangan-Nya menuju

    kepada perintah-Nya.

    17

    Daranhuni, Akhlak Tasawuf (Banda Aceh: Yayasan PeNA, 2010), hlm. 01

  • 41

    Menurut Abu Bakar Al Kattaany: Tasawuf mempunyai makna budi

    pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti kepadamu, berarti ia

    telah memberikan bekal kepadamu dalam bentuk Tasawuf.18

    Menurut Ibnu Khaldun, tasawuf semacam ilmu syariat yang timbul

    kemudian di dalam agama. Asalnya adalah tekun ibadah, memutuskan pertalian

    terhadap sesuatu selain Allah, menolak perhiasan dunia. Selain itu, membenci

    perkara yang selalu memperdaya orang banyak, sekaligus menjauhi kelezatan

    harta, dan kemegahannya. Tasawuf juga berarti menyendiri menuju jalan Tuhan

    dalam khalwat dan ibadah.19

    Abu Bakar Al Kattany menekankan bahwa akhlak sebagai titik awal

    amalan tasawuf. Karena itu, bila seseorang hendak mengamalkan ajaran Tasawuf,

    ia harus lebih dahulu memperbaiki akhlaknya. Al-Junaid Al-Baghdaady

    menekankan bahwa menggunakan waktu dalam mengamalkan tasawuf itu

    penting, karena itu seseorang Shufi selalu menggunakan semua waktu untuk

    mengingat kepada Allah SWT, dengan berbagai macam ibadah sunnah dan dzikir.

    2. Dasar Tasawuf

    Jauh sebelum agama Islam datang, memang sudah ada ahli mistik yang

    menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhannya, seperti

    pada india kuno yang beragama hindu maupun budha. Penulis barat menamakan

    mereka dengan sebutan Gymnosophists.

    Meskipun tasawuf Islam memiliki kesamaan dengan mistik yang

    berkembang sebelumnya, bukan berarti hal itu memaparkan bahwa tasawuf Islam

    18

    Daranhuni, Akhlak Tasawuf, hlm.05 19

    Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), hlm. 26

    1

  • 42

    kelanjutan daripada ajaran Mistik sebelumnya. Adanya sisi kesamaan tidak

    mutlak adanya pengaruh langsung, sebab Tasawuf Islam itu sendiri bersumber

    dari Al-Qur‟an dan hadits Rasulullah SAW.

    Kehidupan Rasulullah SAW merupakan gambaran kehidupan sebagai

    seorang shufi, dikarenakan ia sangat sederhana, beliau menjauhkan dirinya dari

    kehidupan mewah. Hal tersebut merupakan amalan zuhud dalam ajaran tasawuf

    Islam. Selain itu, sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, ia sering melakukan

    khalwat di Jabal Nur untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Nabi

    seringkali menempuh kehidupan yang seperti itu, dengan keterbatasan bekal hidup

    berupa roti kering, buah buahan dan air putih, yang menggambarkan

    kesederhanaannya sebagai seorang shufi.

    Nabi mengasingkan diri („uzlah) di Jabal Nur, hidup sendirian (infirad)

    dari masyarakat Quraisy yang semakin hari, semakin rusak akhlaqnya. Di tempat

    tersebut, Beliau ingin bertemu dengan Tuhan nya dan memohon petunjuk-Nya

    serta mencari kehidupan yang berbeda dengan kehidupan Quraisy yang setiap saat

    melakukan dosa. Akhirnya datanglah malaikat Jibril dengan menyampaikan

    wahyu Allah yang mengandung petunjuk dan ajaran, yang selanjutnya

    disampaikan kepada umat manusia, agar terhindar dari jalan yang sesat menuju ke

    jalan yang benar.

    Setelah nabi resmi diangkat menjadi rasul dan menjadi kepala

    pemerintahan, beliau masih tetap memilih kehidupan yang sederhana.

    Sebagaimana yang diriwayatkan oleh para sahabatnya, bahwa di rumah beliau

  • 43

    hanya terdapat selembar tikar dan makanan yang sederhana. Dan kadang kadang

    juga Nabi dan keluarganya berpuasa karena tidak ada makanan di rumahnya.

    Apabila Rasulullah SAW mendapatkan rezeki, maka beliau cepat cepat

    membagikannya kepada fakir miskin. Pernah suatu ketika, beliau hendak

    menunaikan shalat di masjid, tiba tiba teringat bahwa masih ada beberapa emas

    dan perak yang tersimpan di rumahnya. Maka beliau mempercepat shalatnya, lalu

    pulang ke rumahnya mengambil benda tersebut, kemudian dibagikan kepada fakir

    miskin di sekitar rumahnya.

    Ketika beliau sakit, ia memerintahkan kepada keluarganya, agar uang yang

    senilai tujuh dirham yang masih tersimpan padanya, segera dibagi-bagikan kepada

    orang-orang yang sangat membutuhkan, sehingga diriwayatkan bahwa ketika

    Nabi wafat, ia tidak mewariskan harta benda kepada keluarganya. Hal tersebut

    menggambarkan bahwa perkembangan Tasawuf berawal dari sikap dan amalan

    Rasulullah SAW.20

    Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari Islam sendiri

    dapat dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits yang

    mengajarkan umatnya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Di antara

    ayat yang menjelaskan hal tersebut adalah:

    ْرُُٔٛثَْ ُْ ٌَْغِفْشٌَُْى َٚ ُُّْللّاُْ ّْللّاَْفَبرَّجِعًٌُُِْْٛٔحجِْجُى َْ ْرُِحجُّٛ ُْ ُ ْإُِْْوٕز ًْ ْلُ ُْ ُى

    ٌُْ ِحٍ ّللّاَُْغفٌُٛسْسَّ َْْٚ

    “Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah

    aku, niscaya Allah Mencintaimu dan Mengampuni dosa-

    20

    Daranhuni, Akhlak Tasawuf , hlm.10

  • 44

    dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (Q.S Ali

    Imron:31)

    َِْرْوشاًَْوثٍِشاًْ ُٕٛاْاْرُوُشٚاّْللاَّ َِ ْآ َٓ بْاٌَِّزٌ َٙ َعجُِّحُْٖٛثُْىَشحًٌَْْْبْأٌَُّ َٚ

    أَِصٍالًْ َْْٚ

    “Wahai orang-orang yang beriman! Ingat-lah kepada Allah,

    dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. dan

    bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang”. (Q.S

    Al-Ahzab : 41-42)

    ْجُّْٗللّاِْ َٚ ْ َُّ اْْفَثَ ٌُّٛ َٛ ُ بْر َّ َٕ ٌْ َ ْغِشُةْفَأ َّ ٌْ ا َٚ ْشِشُقْ َّ ٌْ ِْا لِِلّ َْٚ ٌُ ٍٍِ اِعٌعَْع َٚ ّْللّاَْ َّْ ْإِ

    ْ

    “Dan milik Allah timur dan barat. Kemana pun kamu

    menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas,

    Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah : 115)

    Selain ayat-ayat di atas , adapun hadits yang mengajarkan umatnya untuk

    senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mencintai Allah, diantaranya

    adalah:

    ُْ َْعَشَفَْْٔفَغُْٗفَمَْذَْعَشَفَْسثَّٗ ْٓ َِ

    “Barangsiapa yang mengetahui dirinya, maka sesungguhnya ia

    mengetahui Tuhannya”21

    21

    Moh.Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf , hlm.21

  • 45

    3. Pembagian Tasawuf

    Dalam perkembangannya, para peneliti membagi tasawuf dalam 3 jenis,

    yakni tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.22

    Untuk lebih mengkaji

    lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:

    a. Tasawuf akhlaki

    Tasawuf akhlaki adalah ajaran yang membahas mengenai kesempurnaan

    dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan

    kedisiplinan tingkah laku yang ketat untuk mencapai kebahagiaan yang optimal,

    manusia harus lebih dulu mengidentifikasi eksistensi dirinya dengan ciri-ciri

    melalui penyucian jiwa raga yang berawal dari pembentukan pribadi yang

    bermoral, dan berakhlak mulia, yang dalam tasawuf dikenali dengan takhalli

    (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat

    terpuji), dan tajalli (terungkapnya Nur Ghaib bagi hati yang telah bersih sehingga

    mampu menangkap cahaya ketuhanan).

    b. Tasawuf amali

    Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas mengenai bagaimana cara

    mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pengertian ini, tasawuf amali

    berkonotasikan tarekat. Tarekat dibedakan antara kemampuan sufi yang satu

    dengan yang lain, ada yang dianggap mampu dan tahu cara mendekatkan diri

    kepada Allah, dan ada yang memerlukan bantuan orang lain yang dianggap

    memiliki otoritas dalam masalah tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, para

    pencari dan pengikut semakin banyak dan terbentuklah semacam komunitas sosial

    22

    Amin Syakur, Intelektualisme Tasawuf (Semarang: Lembkota, 2002), hlm. 50

  • 46

    yang sepaham, dan dari sini muncullah steata-strata berdasarkan pengetahuan

    serta amalan yang mereka lakukan. Dari sinilah muncul istilah Murid, Mursyid,

    Wali, dan lain sebagainya.

    c. Tasawuf falsafi

    Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara

    visi intuitif dan visi rasional. Pengertian filosofis yang digunakan berasal dari

    macam-macam ajaran filsafat yang telah mampu mempengaruhi para tokohnya,

    namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Meskipun demikian tasawuf

    filosofis tidak bisa dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya

    didasarkan pada rasa (dzauq). Dan tidak pula dikatakan tasawuf murni sering

    digunakan dengan bahasa filsafat.23

    4. Nilai-Nilai Tasawuf

    Perlu kita sadari bersama Indonesia pada saat ini telah memasuki negara

    modern dan negara industri. Dan sudah menjadi wacana publik bahwa dalam era

    ini akan muncul dan tumbuh sikap rasionalisme dalam memandang alam dan

    lingkungan hidupnya serta sekulerisasi pun akan menyertainya. Sudah tentu sikap

    mementingkan diri sendiri termasuk di dalamnya. Dalam hal ini akan muncul

    sikap desakralisasi kehidupan duniawi.

    Dalam kehidupan masyarakat kritis dan rasional atau disebut masyarakat

    modern, pada umumnya hubungan antara anggota masyarakat atas dasar prinsip-

    prinsip fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan lepas dari kontrol agama

    dan pandangan dunia metafisik. Masyarakat modern sangat mendewa-dewakan

    23

    Amin Syakur, Intelektualisme Tasawuf (Semarang: Lembkota, 2002), hlm. 51

  • 47

    ilmu pengetahuan dan teknologi dan sudah barang tentu menampilkan nilai-nilai

    Ilahi. Hal inilah sebetulnya yang menyebabkan masyarakat modern berada di

    wilayah pinggiran eksistensinya sendiri.24

    Dalam ilmu tasawuf, terdapat nilai-nilai yang menjadi hal penting untuk

    tasawuf itu sendiri. Pada kenyataanya, di era milienium ini nilai-nilai tasawuf itu

    sendiri mulai diabaikan. Padahal jika nilai-nilai itu bisa diterapkan dalam

    kehidupan sehari-hari, maka peluang untuk mendapatkan masyarakat yang aman

    dan sejahtera itu sangat besar, dengan kesopan-santunan dan kekentalan unsur

    spritual.

    Menurut Imam Al-Ghozali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai,

    dan dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Untuk menjadikan

    manusia paripurna (insan kamil) dibutuhkannya penanaman nilai-nilai tasawuf

    dalam jiwa manusia, nilai-nilai tasawuf antara lain sebagai berikut:

    a. Taubat

    Mayoritas para sufi menjadikan taubat sebagai perhentian awal

    di jalan menuju Allah. Pada tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang

    dilakukan anggota badan. Pada tingkat menengah, taubat menyangkut

    pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan ria. Pada tingkat yang lebih

    tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan

    menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, taubat berarti

    penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Taubat pada

    24

    Amin Syukur, Tasawuf sosial, hlm. 22

  • 48

    tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat

    memalingkan dari jalan Allah.

    Dzun al-Nun al-Misri membagi taubat menjadi dua macam: pertama,

    taubah awam, yakni bertaubat dari dosa dan kesalahan. Kedua taubah khawas,

    yaitu bertaubat dari lalai dan alpha dengan Tuhan.25

    Al-Ghazali mengklasifikasikan taubat menjadi tiga tingkatan yaitu:

    1) Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada kebaikan

    karena takut terhadap siksa Allah.

    2) Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik

    lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut dengan inabah.

    3) Rasa penyesalan yang dilakukan semata mata karena ketaatan dan

    kecintaan kepada Allah hal ini disebut aubah.26

    b. Khauf dan Raja‟

    Bagi kalangan sufi khauf dan raja‟ berjalan seimbang dan saling

    mempengaruhi. Khauf adalah perasaan takut seorang hamba semata mata

    kepada Allah, sedangkan raja‟ adalah perasaan hati yang senang karena

    menati sesuatu yang diinginkan dan disenangi.

    Menurut Al-Ghazali, Raja‟ adalah rasa lapang hati dalam menantikan hal

    yang diharapkan pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi.

    Raja‟merupakan sikap hidup yang selalu mendorong seseorang untuk lebih

    banyak berbuat dan beramal shaleh sehingga menjadi taat kepada Allah dan

    Rasul-Nya.

    25

    Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf ( Surabaya: JP BOOKS, 2007), hlm. 231 26

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Teruna Grafica, 2012), hlm. 215

  • 49

    Menurut Qusyairiyah takut mempunyai arti yang berhubungan dengan

    masa yang akan datang, karena orang akan takut menghalalkan yang makruh dan

    meninggalkan yang sunah.27

    Malik bin Dinar berpendapat bahwa seseorang yang merasakan bukti takut

    dan berharap kepada Allah, berarti benar-benar berpedoman dengan pergelangan

    dan perintah. Sedangkan bukti takut ialah menjauhi maksiat (larangan) Allah, dan

    bukti harap ialah menjalankan perintah-Nya.28

    Biasanya orang yang memiliki sikap raja‟ juga memiliki sikap khauf.

    Khauf dan raja‟ saling berhubungan, kekurangan sikap khauf akan menyebabkan

    seseorang lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan khauf yang berlebihan

    akan menjadikan seseorang menjadi putus asa dan pesimistis. Keseimbangan

    antara Khauf dan Raja‟ sama sama penting karena tanpa raja‟, orang akan serba

    khawatir, tidak mempunyai gairah hidup, serba takut, dan pesimistis.

    Menerapkan khauf dalam kadar sedang akan membuat orang senatiasa

    waspada dan hati hati dalam berperilaku agar terhindar dari ancaman. Dengan

    demikian dua sikap tersebut merupakan sikap mental yang bersifat

    introspeksi, mawas diri, dan selalu memikirkan kehidupan yang akan datang,

    yaitu kehidupan abadi di alam akhirat.29

    27 Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi, Risalah Qusyairiyah

    Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, Terj.Ma‟ruf Zariq Dan Ali Abdul Hamid Balthajy (Jakarta: Pustaka

    Amani, 2002) hlm.167 28

    Ali Hasyim, Menuju Puncak Tasawuf (Surabaya: Visi 7, 2006), hlm. 92 29

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 216

  • 50

    c. Zuhud

    Kata al-zuhud secara harfiah berarti tidak ingin kepada sesuatu yang

    bersifat keduniaan. Sedangkan secara istilah banyak para ulama` berbeda-beda

    dalam menjelaskannya, diantaranya sebagai berikut.

    Menurut al-Junaidi, zuhud adalah sikap merasa tidak mempunyai apa-apa

    dan tidak memiliki siapa-siapa. Zuhud di kalangan sufi lebih bersifat intuitif-

    spekulatif dan sangat transdental.30

    Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki

    yang diperolehnya. Jika kaya, ia tidak merasa bangga dan gembira. Sebaliknya,

    jika miskin ia pun tidak bersedih.

    Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa Zuhud itu meninggalkan

    kehidupan dunia kerena dunia itu seperti ular, licin jika dipegang tetapi

    racunnya dapat membunuh. Inti dan tujuan zuhud sama, yaitu tidak

    menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan akhir.31

    Menurut Imam Al-Ghozali, zuhud yaitu ketidak tertarikan pada dunia

    atau harta benda. Dilihat dari maksudnya, Zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan

    yaitu:

    1) Zuhud yang terendah adalah menjauhkan diri dari dunia ini agar terhindar

    dari hukuman di akhirat.

    2) Menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat

    3) Merupakan maqam tertinggi adalah mengucilkan dunia bukan karena takut

    atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah. Orang yang berada

    30

    Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf, hlm. 232 31

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 218

  • 51

    pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala sesuatu, kecuali Allah,

    tidak mempunyai arti apa-apa.32

    M.Amin Syukur mengutip pendapat Abdul Hakim Hasan bahwa zuhud

    adalah berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah, melatih dan

    mendidik jiwa dan memerangi kesenangannya dengan semedi, berkelana, puasa,

    mengurangi makan dan memperbanyak zikir. Jelasnya, zuhud adalah menjauhkan

    diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia.33

    d. Fakir

    Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan

    apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Sikap

    mental fakir merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi

    pengaruh dalam menghadapi kehidupan materi. Hal ini karena sikap fakir

    dapat menghindarkan seseorang dari semua keserakahan. Dengan demikian,

    pada prinsipnya sikap mental fakir merupakan rentetan sikap zuhud. Hanya

    saja, zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan fakir hanya

    sekadar pendisiplinan diri dalam memanfaatkan fasilitas hidup.

    Sikap fakir dapat memunuculkan sikap wara‟, yaitu sikap berhati hati

    dalam menghadapi segala sesuatu yang kurang jelas masalahnya.

    Apabila bertemu dengan satu persoalan baik yang bersifat materi maupun

    non materi yang tidak pasti hukumnya lebih baik dihindari.34

    32

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 218 33

    Amin, Zuhud di Abad Modern (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 2 34

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 218

  • 52

    e. Sabar

    Menurut Al-Ghazali sabar adalah suatu kondisi jiwa yang terjadi

    karena adanya dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa nafsu.

    Dengan demikian, sabar berarti konsisten dalam melaksanakan semua

    perintah Allah, menghadapi kesulitan, dan tabah dalam menghadapi cobaan

    selama dalam perjuangan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, sabar erat

    hubungannya dengan pengendalian diri, sikap dan emosi. Apabila seseorang

    telah mampu mengendalikan nafsunya, maka sikap sabar akan tercipta.

    Tercapainya karakter sabar merupakan respon dari keyakinan yang

    dipertahankan. Keyakinan adalah landasan sabar, apabila seseorang telah

    yakin bahwa jalan yang ditempuhnya benar, maka ia akan teguh dalam

    pendiriannya walaupun menghadapi tantangan Ghazali membedakan tingkatan

    sabar, menjadi iffah, hilm, qana‟ah dan syaja‟ah. Iffah ialah kemampuan

    mengatasi hawa nafsu. Hilm merupakan kesanggupan seseorang menguasai diri

    agar tidak marah. Qana‟ah yaitu ketabahan hati untuk meneriman nasib.

    Adapun syaja‟ah yaitu sifat pantang menyerah.35

    f. Ridha

    Menurut Al-Ghozali, ridha adalah menerima hal-hal yang tidak

    menyenangkan. Seorang dengan senang hati menerima ketentuan atau

    qodho dari Allah dan tidak mengingkari apa yang telah menjadi keputusan-Nya.

    35

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 219

  • 53

    Sedangakan menurut Dzun al-Nun al-Misri, ridha adalah menerima

    ketentuan dengan kerelaan hati. Selanjutnya dia menjelaskan tanda-tanda orang

    yang ridha adalah:

    1) Usaha sebelum terjadi ketentuan.

    2) Lenyapnya rasa gelisah sesudah terjadi ketentuan.

    3) Cinta yang bergelora di saat terjadi malapetaka.36

    Sikap mental ridha merupakan perpaduan dari mahabbah dan sabar.

    Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan menimbulkan kelapangan

    hati untuk berkorban demi yang dicintai. Seorang hamba yang ridha, ia rela

    menuruti apa yang dikehendaki Allah dengan senang hati, sekaligus tidak

    dibarengi sikap menentang dan menyesal.

    g. Muraqabah

    Muraqabah berarti mawas diri. Muraqabah mempunyai makna

    hampir sama dengan introspeksi, dengan kata lain, muraqabah adalah siap

    dan siaga setiap saat untuk meneliti keadaan sendiri. Seorang sufi sejak awal

    sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas dari pengawasan Allah.

    Seluruh aktifitas hidupnya ditujukan untuk berada sedekat mungkin

    dengan-Nya. Ia sadar bahwa Allah melihatnya. Kesadaran itu membawanya

    pada satu sikap mawas diri atau muraqabah.37

    36

    Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf, hlm. 235 37

    Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 220

  • 54

    B. Era Globalisasi

    1. Pengertian Globalisasi

    Secara etimologis, globalisasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu

    “globalization”. Dalam Ensikopedia Wikipedia bahasa Indonesia dikatakan

    bahwa globalisasi berasal dari kata global, yang bermakna universal. Globalisasi

    memiliki definisi yang bermacam macam, tergantung dari sudut pandang orang

    melihatnya, Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, proses sejarah,

    atau proses alami yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia

    semakin terikat satu sama Iain. Globalilasi mewujudkan satu tatanan kehidupan

    baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batas batas geografis,

    ekonomi, dan budaya masyarakat.38

    Martin Albrow mengatakan globalisasi menyangkut seluruh proses dimana

    penduduk dunia tergabung ke dalam masyarakat dunia yang tunggal.39

    Sedangkan

    menurut Anthony Giddens, globalisasi merupakan suatu proses dalam kehidupan

    sehari-hari yang membawa berbagai konsekuensi modernitas dan mendorong

    38

    Rus Ernawati Imtam, Dampak Globalisasi bagi Kepribadian Kita (Klaten: Cempaka

    Putih, 2018), hlm.3 39

    M.istijar, Antara Impian dan Kenyataan (Tanggerang: Ciputat Press, 2003), hlm 1

  • 55

    perubahan kehidupan masyarakat dan tradisional menuju modern. Jadi, dapat

    disimpulkan, globalisasi merupakan kecenderungan masyarakat untuk menyatu

    dengan dunia dalam berbagai bidang kehidupan.

    Beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam globalisasi sebagai berikut.

    Pertama, globalisasi merupakan suatu proses meluasnya pengaruh budaya ke

    penjuru dunia. Kedua, globalisasi merupakan fenomena khusus dalam peradaban

    manusia menuju kehidupan masyarakat global. Ketiga, derasnya arus globalisasi

    menyebabkan ruang semakin sempit, waktu semakin singkat dan jalinan

    komunikasi antar masyarakat semakin cepat. Keempat, globalisasi mendorong

    kemajuan di bidang transportasi, komunikasi, dan perekonomian yang bersifat

    global.40

    2. Dampak Globalisasi

    Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat

    secara global. Sifat-sifat masyarakatnya adalah hedonisme dan konsumerisme.

    Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan

    kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini,

    bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah

    itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup

    ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-

    nikmatnya.

    Di zaman Globalisasi saat ini banyak pengaruh yang mempengaruhi

    manusia. Ada pengaruh yang positif ada juga pengaruh yang negatif. Sebagai

    40

    Suryana Yana, Globalisasi (Klaten: Cempaka Putih, 2018), hlm.2

  • 56

    manusia yang baik kita harus memanfaatkan alat alat/teknologi yang sudah

    canggih sehingga mampu menguasainya.

    Indonesia adalah negara yang masyarakatnya mempunyai etika yang baik.

    Tapi saat ini banyak sekali remaja yang tidak sopan, tidak menghormati orang

    yang lebih tua darinya. Mungkin itu adalah pengaruh negatif dari globalisasi.

    Etika seharusnya diajarkan sejak dini oleh orang tuanya. Anak biasanya

    menirukan kegiatan orang tuanya, maka dari itu orang tua seharusnya melakukan

    kegiatan yang mampu memberikan arti etika baik. Dan mampu dimengerti oleh si

    anak. Dengan didikan yang baik anak tersebut kelak akan menjadi anak yang baik

    pula. Dan anak tersebut juga harus mempunyai iman yang kuat sehingga, mampu

    melawan pengaruh buruk globalisasi.41

    Sebagaimana penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa yang kini menjadi

    problematika adalah penggunaan teknologi masih banyak dikendalikan dan

    dikuasai oleh orang-orang yang kurang dapat dipertanggungjawabkan

    moralitasnya. Hal tersebut tergambarkan dari sikap hidup mereka yang

    materialistik dan hedonistik yang hanya meyakini pengetahuan dan fakta-fakta

    empiris saja. Orang-orang yang seperti itulah yang dikhawatirkan bila mengelola

    ilmu pengetahuan dan teknologi.42

    Dari sikap mental tersebut telah menimbulkan berbagai problematika

    masyarakat modern. Dampak negatif dari kemajuan teknologi terlihat nyata dalam

    41

    Nurhaidah, Dampak Pengaruh Globalisasi (Jurnal Pesona Dasar,Vol 3 , April 2015),

    hlm. 9 42

    Rahmawati, Peran Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat Modern (Al-Munzir Vol. 8, No. 2,

    November 2015), hlm. 236

  • 57

    kehidupan masyarakat modern. Adapun dampak negatif dari zaman globalisasi

    adalah sebagai berikut:

    a. Penyalahgunaan IPTEK

    Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan

    spiritual, maka iptek telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatifnya.

    Kemampuan di bidang rekayasa genetika diarahkan untuk tujuan jual-beli

    manusia. Kecanggihan di bidang teknologi komunikasi dan lainnya telah

    digunakan untuk menegakkan kekuatan yang menghancurkan moral umat.

    b. Pendangkalan Iman.

    Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang

    hanya mengetahui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia

    dangkal imannya. Mereka tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh

    wahyu, bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan

    dan dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.

    c. Pola Hubungan Materialistik.

    Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh antara satu dan

    lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian pula

    penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain banyak diukur oleh sejauh

    mana orang tersebut dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya,

    menempatkan pertimbangan material di atas pertimbangan akal sehat, hati

    nurani,kemanusiaan dan imannya.43

    d. Menghalalkan Segala Cara.

    43

    Rahmawati, Peran Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat Modern, hlm. 237

  • 58

    Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup, maka

    manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara

    dalam mencapai suatu tujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak

    dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Salah satu

    contohnya dari dampak dari kehadiran iptek yang berwatak tidak bermoral yaitu

    pola hidup materialistik

    e. Stres dan Frustasi.

    Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus

    menyerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Mereka akan terus

    bekerja dan bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Apalagi jika usaha dan

    proyeknya mengalami kegagalan, maka dengan mudah kehilangan pegangan,

    karena memang tidak lagi memiliki pegangan yang kokoh yang berasal dari

    Tuhan. Akibatnya jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan maka akan

    stress dan frustasi yang jika hal ini terjadi terus-menerus berlanjut akan membuat

    manusia tersebut menjadi gila.

    C. Internalisasi Nilai-Nilai Tasawuf di Era Globalisasi

    1. Pentingnya Bertasawuf di Era Globalisasi

    Di era globalisasi ini, banyak terjadi krisis yang menimpa kehidupan

    manusia, mulai dari krisis sosial, krisis struktural, sampai krisis spiritual. Dan

    semuanya bermula pada persoalan makna hidup manusia. Pesatnya kemajuan

    teknologi dan industrialisasi mengakibatkan manusia kehilangan arah

    pandangnya. Kekayaan materi yang semakin menumpuk, namun jiwa mengalami

    kekosongan. Seiring dengan logika dan orientasi yang semakin modern, kerja dan

  • 59

    materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat. Gagasan mengenai

    makna hidup menjadi berantakan, yang mengakibatkan manusia seperti mesin.

    Semuanya atas dasar materi. Manusia pun akan terbawa arus desakralisasi dan

    dehumanisasi.44

    Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka

    menikmati dan mengeksploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan

    tanggung jawab apapun. Inilah yang menciptakan berbagai krisis dunia modern,

    tidak hanya krisis dalam kehidupan spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial

    sehari-hari. Idealnya manusia sebagai penguasa di muka bumi ini secara ke atas

    sebagai hamba Allah, sedangkan secara ke bawah berkedudukan khalifah Allah.

    Dengan begitu manusia akan dapat menjaga keseimbangan hidupnya, bukan

    malah menjadi budak egonya sendiri. Al-Qur‟an memandang manusia sebagai

    khalifah Allah di atas bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur`an:

    اْْ َٰٛٓ ْلَبٌُٗۖ ٍٍِفَخ ْفًِْٱۡۡلَۡسِضَْخ ًٞ ئَِىِخْإًَِِّْٔجبِع

    َٰٓ ٍَ ٍَّۡ ٌِ إِۡرْلَبَيَْسثَُّهْ َٚ

    ِذَنْ ّۡ َُْٔغجُِّحْثَِح ُٓ َٔۡح َٚ بََٰٓءْ َِ ٌَۡغِفُهْٱٌذِّ َٚ بْ َٙ ٌُْٓۡفِغذُْفٍِ َِ بْ َٙ ْفٍِ ًُ أَرَۡجعَ

    َْْ ٛ ُّ بْاَلْرَۡعٍَ َ�