implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan...
TRANSCRIPT
-
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI
DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)
SKRIPSI
Oleh:
Zainal Abidin
NIM. 15110245
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
-
i
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI
DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menyusun Skripsi pada Program Strata Satu (S-1) Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Oleh:
Zainal Abidin
NIM. 15110245
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
-
ii
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH
KALANGAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DALAM
MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)
SKRIPSI
Oleh :
ZAINAL ABIDIN
NIM. 15110245
Telah disetujui pada tanggal 30 Desember 2019
Oleh:
Dosen Pembimbing
Dr. M. Samsul Hady, M.Ag NIP. 196608251 99403 1 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Dr. Marno, M.Ag
NIP. 19720822 200212 1 001
LEMBAR PENGESAHAN
-
iii
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI
DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang)
SKRIPSI
Dipersiapkan dan Disusun oleh
Zainal Abidin (15110245)
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 21 Februari 2020 dan
dinyatakan
LULUS serta diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata atau
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Panitia Ujian Tanda Tangan
NOTA DINAS PEMBIMBING
Dr. M. Samsul Hady, M.Ag
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Zainal Abidin Malang, 30 Desember 2019
Lamp. : 6 (Enam) Eksemplar
Yang Terhormat,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
UIN Maliki Malang
di
Malang
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun
teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut dibawah ini :
Nama : Zainal Abidin
NIM : 15110245
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di
-
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.
Malang, 30 Desember 2019
Yang Membuat Pernyataan
Zainal Abidin
NIM. 15110245
-
v
-
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada
Ayah dan Ibu yang tercinta
Ayah dan Ibu telah banyak memberikan pengorbanan yang tidak terhingga
nilainya baik material maupun spiritual.
Saudara-saudaraku tercinta dan semua keluarga besar Mbah Nasipan yang telah
banyak memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Keluarga besar ndalem pondok pesantren Al-Muhibbin, KH. Djamaluddin Ahmad
beserta dewan pengasuh dan asatidz.
Para guru dan dosen yang telah menuntun penulis dalam menjalani hidup
Terima kasih atas bekal ilmu dan pengetahuannya.
-
vii
MOTTO
َهْي ََل أََدَب لَهُ ََل ِعْلَن لَهُ
“Barangsiapa yang tidak memiliki adab tata krama, maka baginya ilmu tidak berarti” (Al-Hasan al-Bishri)
1
1 Moch. Djamaluddin Ahmad, Mengutamakan yang Lebih Utama, (Jombang: Pustaka Al-
Muhibbin, 2019), hlm. 8
-
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada kata yang pantas dan patut penulis ungkapkan selain
rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahman serta Rahim-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Implementasi
Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pondok Pesantren dalam
Menghadapi Era-Globalisasi (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin)” ini.
Penulis menyatakan bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa dukungan, bantuan, dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Haris, M.Ag selaku rektor UIN Maulana Maliki
Malang yang telah memberikan wadah belajar bagi keilmuan kita.
2. Bapak Dr. H. Agus Maimun, M.Pd selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
3. Bapak Dr. Marno, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
4. Bapak Dr. M. Samsul Hady, M.Ag selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi.
5. Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah
banyak memberikan waktunya untuk saling berbagi pengalaman dalam proses
perkuliahan.
-
ix
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan dibalas
dengan limpahan Rahmat dan kebaikan oleh Allah SWT dan dijadikan amal
shaleh yang berguna bagi dunia dan akhirat.
Akhirnya semoga penulisan laporan penelitian ini dapat berguna bagi penulis
dan pada khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Malang, 30 Desember 2019
Penulis
-
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan
pedoman transliterasi berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama RI dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543
b/U/1987 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Huruf
Q = ق Z = ز A = ا
K = ك S = س B = ب
L = ل Sy = ش T = ت
M = م Sh = ص Ts = ث
N = ى Dl = ض J = ج
W = ه Th = ط H = ح
H = و Zh = ظ Kh = خ
, = ء ‘ = ع D = د
= ي Gh = غ Dz = ذ
F = ف R = ر
B. Vokal Panjang C. Vokal Diftong
Vokal (a) panjang = â ْْٚ aw = أَ
ْVokal (i) panjang = î ْْأَي = ay
ْْْVokal (u) panjang = û ْْٚ ُ û = أ
î = إِيْْ
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian ............................................................................ 13
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Santri Tahun Pelajaran 2019-2020 ............................. 58
Tabel 4.2 Daftar Nama Wali Kelas Madrasah Hidayatul Mihibbin Tahun
Pelajaran 2019-2020 .............................................................................. 61
Tabel 4.3 Intrumen Hasil Observasi....................................................................... 72
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ............................................................................... 49
Gambar 4.1 Letak Geografis Pondok ..................................................................... 53
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Surat Pernyataan Bukti Penelitian
LAMPIRAN II Bukti Konsulltasi
LAMPIRAN III Nama Asatidz
LAMPIRAN IV Jadwal Pengajaran Kitab
LAMPIRAN V Instrumen Wawancara
LAMPIRAN VI Instrumen Observasi
LAMPIRAN VII Dokumentasi/ Foto Wawancara
-
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ............................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN......................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
ABSTRAK ......................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ..................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9
-
xv
E. Originalitas Penelitian ............................................................................ 9
F. Definisi Istilah ..................................................................................... 11
G. Sistematika Pembahasan ..................................................................... 12
BAB II PERSPEKTIF TEORI ........................................................................... 17
A. Nilai-Nilai Tasawuf ............................................................................. 17
1. Pengertian Tasawuf ...................................................................... 17
2. Dasar Tasawuf .............................................................................. 18
3. Pembagian Tasawuf ..................................................................... 21
4. Nilai-Nilai Tasawuf ...................................................................... 23
B. Era Globalisasi .................................................................................... 31
1. Pengertian Globalisasi .................................................................. 31
2. Dampak Globalisasi ..................................................................... 32
C. Internalisasi Nilai-Nilai Tasawuf di Era Globalisasi........................... 35
1. Pentingnya Bertasawuf di Era Globalisasi ................................... 35
2. Menempuh Jalan Tasawuf............................................................ 39
3. Manfaat Bertasawuf ..................................................................... 46
D. Kerangka berfikir ................................................................................ 49
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 50
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................................... 50
B. Kehadiran Peneliti ..................................................................................... 51
C. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 52
D. Data dan Sumber Data .............................................................................. 52
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 53
-
xvi
F. Analisis Data ..................................................................................... 56
G. Prosedur Penelitian ........................................................................... 60
BAB IV PAPARAN DATA ................................................................................ 63
A. Deskripsi Objek Penelitian ......................................................................... 63
1. Geografis Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ............ 63
2. Sejarah Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ................ 63
3. Visi Misi Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ............. 65
4. Profil Pendiri Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ....... 65
5. Jadwal Kegiatan Santri ................................................................. 68
6. Struktur Madrasah Hidayatul Muhibbin ...................................... 69
7. Konsep Madrasah Hidayatul Muhibbin ....................................... 69
8. Keadaan Guru dan Peserta Didik ................................................. 70
9. Program Kitab Kuning Madrasah Hidayatul Muhibbin ............... 73
A. Paparan Data ..................................................................................... 73
1. Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan
Santri di Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dalam
Upaya Menghadapi Era Globalisasi ............................................. 74
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi
Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pesantren
Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya menghadapi Era
Globalisasi ................................................................................. 84
-
xvii
3. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Nilai-
Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pondok
Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin ........................................... 91
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............................................ 95
A. Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di
Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dalam Upaya
Menghadapi Era-Globalisasi .............................................................. 96
1. Taubat ......................................................................................... 97
2. Khauf dan raja` ........................................................................... 99
3. Zuhud ........................................................................................ 102
4. Fakir .......................................................................................... 103
5. Sabar ......................................................................................... 105
6. Ridha ......................................................................................... 107
7. Muraqabah ................................................................................ 108
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi
Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pesantren
Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya menghadapi Era
Globalisasi........................................................................................ 110
1. Faktor Pendukung ........................................................................ 110
2. Faktor Penghambat....................................................................... 114
C. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Nilai-
Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pondok Pesantren
-
xviii
Bumi Damai Al-Muhibbin dalam Upaya Menghadapi
Dampak Era-Globalisasi .................................................................. 115
BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 118
A. Kesimpulan ..................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 120
-
xix
ABSTRAK
Abidin, Zainal. 2019. Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf oleh Kalangan Santri di
Pondok Pesantren Dalam Upaya Menghadapi Era-Globalisasi (Studi
Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin). Skripsi, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing:
Dr. M. Samsul Hady, M.Ag.
Kata Kunci : Nilai-Nilai Tasawuf, Pondok Pesantren, Era-Globalisasi
Dampak negatif dari globalisasi yakni penyalahgunaan IPTEK,
pendangkalan iman, pola hubungan materialistik, membuat masyarakat memiliki
sikap hidup yang materialistik (mengutamakan materi), menghalalkan segala cara,
dan rawan akan stress dan frustasi. Dengan sikap hidup seperti itu telah
memunculkan penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan itu
juga telah merusak akhlak dan bahkan aqidah seseorang, sehingga akan
menjauhkan seseorang dari Allah SWT. Untuk menghadapi era globalisasi yang
memunculkan berbagai penyimpangan itu sangat perlu dilakukannya
implementasi nilai-nilai tasawuf. Objek penelitian yang dipilih adalah Pondok
Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin, dimana pondok tersebut merupakan salah
satu pondok di lingkungan Tambakberas jombang dan pesantren tersebut juga
dijadikan sebagai titik lokasi Thariqah Syadziliyah Qodiriyah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui bagaimana
implementasi nilai-nilai tasawuf di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin
dalam upaya menghadapi dampak globalisasi (2) Mengetahui apa saja yang
menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam proses implementasi nilai-nilai
tasawuf di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya menghadapi
dampak globalisasi. (3) Mengetahui bagaimana solusi yang diberikan oleh pondok
pesntren ketika ada suatu hambatan dalam proses implementasi nilai-nilai tasawuf
yang ada di pondok pesantern Bumi Damai Al-Muhibbin dalam upaya
menghadapi dampak globalisasi.
Untuk mencapai tujuan di atas, digunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian studi kasus. Instrument kunci adalah peneliti sendiri, dan
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi, dan
interview. Data di analisis dengan cara mereduksi data yang tidak relevan,
memaparkan data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai tasawuf yang
diimplementasikan oleh kalangan santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin meliputi taubat, khauf, raja`, zuhud, fakir, sabar, ridha, dan muraqabah.
(2) Faktor yang mendukung proses implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan
santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin meliputi: adanya tharekat
Syadziliyah Qodiriyah yang muktabarah, adanya struktur Baitul Mal, peran
seluruh pengurus Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin, dan
kesederhanaan dalam hidup yang dicontohkan oleh para pengasuh. Sedangkan
-
xx
faktor penghambatnya meliputi: psikologi santri yang belum matang, peran orang
tua santri pada waktu di rumah. (3) Solusi yang di berikan pesantren dalam
mengatasi faktor penghambat itu adalah dengan terbukanya kritik, saran,
kesabaran para ustadz dalam mendampingi para santri, pendekatan secara
kekeluargaan, komunikasi yang baik dengan pihak wali santri, pemberian ta`zir
bagi santri yang melanggar peraturan.
-
xxi
ABSTRACT
Abidin, Zainal. 2019. The Implementation of Sufism Values by santri at Islamic
Boarding School in Efforts to Face Globalization Era (A Case Study in
Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School). Thesis, Department of
Islamic Education, Faculty of Education and Teacher Training, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Advisor: Dr. M. Samsul
Hady, M.Ag.
Key Words: Sufism Values, Islamic Boarding School, Globalization Era
The negative impacts of globalization are the misuse of science and
technology, the silting of faith, materialistic patterns of relationship, materialistic
attitude in life (prioritizing material), justifying all means, stress, and frustration.
However, the attitudes led to deviations. These deviations have also damaged
morals and even aqeedah, so that, the morals will distance away someone from
Allah SWT. To face the globalization era that led to a variety of irregularities, it is
very necessary to do the implementation of Sufism values. The object of research
chosen is Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School, The boarding
school is one of boarding schools in Tambakberas, Jombang. The boarding
school is also used as a location of Tariqah Syadziliyah Qodiriyah.
The aims of this study are: (1) to know the way of Sufism values
implementation at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School in Efforts
to Face Globalization Era. (2) To know the supporting and inhibiting factors in
Sufism values implementation process at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic
Boarding School in Efforts to Face Globalization Era. (3) To know the solutions
applied by boarding school to face the inhibition in Sufism values implementation
process at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding School in Efforts to Face
Globalization Era.
To achieve the objectives of the research above, a qualitative research
approach is used with the type of case study research. The key instrument is the
researcher, and the data collection techniques used are documentation,
observation, and interview. Data is analyzed by reducing irrelevant data,
describing data, and drawing conclusions.
The results of the study show that: (1) The Sufism values implemented by
santri at Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic boarding school include the nature of
repentance, khauf, raja`, zuhud, fakir, patience, mercy, and muraqabah. (2) The
supporting factors in Sufism values implementation process by santri at Bumi
Damai Al-Muhibbin Islamic boarding school include: the existence of the
proximate Syadziliyah Qodiriyah, the existence of the Baitul Mal structure, the
role of all administrators of the Bumi Damai Al-Muhibbin Islamic Boarding
School, and simplicity in the life of the undemanding modeled by caregivers.
While the inhibiting factors include: the psychology of immature santri, the role
of santri parents at home. (3) The solution applied by the boarding school in
overcoming the inhibiting factors is by opening criticism, suggestions, patience of
the religious teachers in assisting the students, familial approach, good
-
xxii
communication with the guardians of the students, giving punishment for students
who break the rules.
-
xxiii
الولخص
لٍُْاٌزصٛفْثبٌّعٙذْفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْاٌعٌّٛخْْاٌطالةْ .ْرطجٍك2ٕٔٓاٌعبثذٌٓ،ْصٌٓ.ْ
ْاالعالٍِخ،ْ ْاٌذساعخ ْلغُ ْاٌجحثْاٌعًٍّ، ْاٌّحجٍٓ(. ْداًِ ْثًِٛ ْاٌّعٙذ ْفى )دساعخ
ِْبالٔج.ْ ْاٌحىٍِٛخ ْاالعالٍِخ ْإثشاٍُ٘ ِْبٌه ِْٛالٔب ْجبِعخ ْٚاٌزعٍٍُ، ْاٌزشثٍخ ْعٍُ وٍٍخ
ْاٌّششف:ْاٌذوزٛسْدمحمْشّظْاٌٙبديْاٌّبجغزٍش.
ْ:ْلٍُْاٌزصٛف،ْاٌّعٙذ،ْاٌعٌّٛخيةالكلوات اَلساس
ْاٌزعٍكْْ ْاإلٌّبْ، ْظٍك ْٚاٌزىٌٕٛٛجٍب، ْاٌعٍَٛ ْرفشٌػ ًْ٘ ْاٌعٌّٛخ ِْٓ ْاٌغٍجٍخ اَثبس
اٌّبديْ)اال٘زّبَْثبٌّبدي(،ْإحاليْجٍّعْاٌطشائك،ْاٌزّىِْْٓٓاٌجْْٕٛٚاٌخٍجخ.ْٚلذْأفغذدْ
ٌىْإالْثعذا.ْٚلذْاحزٍجْاالٔحشافبدْاٌغبثمخْأخالقْاٌّشءْٚعمبئذْٖحزىْالٌْضدادِْْٓهللاْْرعب
ْاٌجحثْْ٘ٛاٌّعٙذْ إٌىْحًْ٘زْٖاالٔحشافبدْرطجٍكْلٍُْاٌزصٛف.ْٚاٌّعٙذْإٌّزختْفًْ٘زا
ْاٌّعب٘ذْفًِْٕطمخْربِجبءْثىشاطْجّجبٔجِْْٚٓأحذْ ثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓاٌزيٌْعذِْْٓأحذ
ْاٌشبرٌٍخْاٌمبدسٌخِْششثب.ِْصبدس
ُْاٌزصٛفْثبٌّعٙذْثًِْٛداًِْلٍْاٌطالةْ(ْٚصفْرطجٍكٔٚأ٘ذافْ٘زاْاٌجحثًْْ٘:ْ
(ْٚصفْاٌعٛاًِْاٌّغبعذحْٚاٌّبٔعخْفًْعٍٍّخْٕاٌّحجٍْٓفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْآثبسْاٌعٌّٛخ.ْ
لٍُْاٌزصٛفْثّعٙذْثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْآثبسْاٌعٌّٛخ.ْْاٌطالةرطجٍكْ
عٙذْبٌّثاٌّعٙذْفًْعٍٍّخْرطجٍكْلٍُْاٌزصٛفْْعٕذ(ْٚصفْحًِْبْإراْٚجذِْْٓاٌعٛائكْٖ
ْثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓفًِْحبٌٚخِْٛاجٙخْآثبسْاٌعٌّٛخ.ْ
اعزخذَْاٌجبحثْإلٔجبصْأ٘ذافْاٌجحثْاٌغبثمخْثحثبْوٍفٍبِْْٓجٕظْدساعخْاٌحبٌخ.ْأِبْْ
ْٚاٌّمبثٍخ.ْ ْٚاٌّالحعخ، ْثبٌزٛثٍك، ْاٌجٍبٔبد ْجّع ْٚغشٌمخ ْٔفغٗ. ْفبٌجبحث ْاٌجحث أدٚاد
ْاٌزخٍٍص.ٌٚذْٚعشظْٗٚغشٌمخْرحًٍٍْاٌجٍبٔبدْثزخفٍطْاٌجٍبْْغٍشْعذ
ْْ ْاٌجحثًْْ٘: ْاٌزصٛفٔٚٔزبئجْ٘زا ْلٍُ ْاٌطالةْ( ْثًِْٛداًِْبٌثْاٌزىْغجمٙب ّعٙذ
ْٚاٌّشالجخ.ْ اٌّحجٌٍْٓحزٛيْعٍىْاٌزٛثخْٚاٌخٛفْٚاٌشجبءْٚاٌض٘ذْٚاٌفمشْٚاٌصجشْٚاٌشظب
ّعٙذْثًِْٛداًِْاٌّحجٍْٓبٌلٍُْاٌزصٛفْثْاٌطالةْ(ْاٌعٛاًِْاٌّغبعذحْفًْعٍٍّخْرطجٍكٕ
عٍىْ:ْٚجٛدْاٌشبرٌٍخْاٌمبدسٌخْاٌّعزجشحِْششثب،ْٚجٛدْثٍذْاٌّبيْثٍٕخ،ْدٚسِْذثشيْرحزٛيْ
ْأِبْ ْاٌّشبٌخ. ِْٓ ْاٌحٍبح ْأعٍٛة ْفً ْٚاٌزٛاظع ْأجّعْٛ، ْوٍُٙ ْاٌّحجٍٓ ْداًِ ْثًِٛ ِعٙذ
اٌعٛاًِْاٌّبٔعخْفٍٙبْفزحزٛيْعٍىْ:ْٔفظْاٌطٍجخْاٌزًٌُْْرٕعج،ْدٚسْٚاٌذٌُْٙحٍْٓعىٕٛاْفًْ
ْ ْاإلشىٖثٍٛرُٙ. ْحً ْإٌّزمذادْ( ْثىشف ْاٌّبٔعخ ْاٌعٛاًِ ْ ٌْحً ْاٌّعٙذ ْأعطبٖ ْاٌزي بالد
حغْٓاٌزٛاصًْثمجًْٚاٌذٌُٙ،ْٚٚاٌزٛصٍبدْٚصجشْاٌّشبٌخْفًْإسشبدْاٌطٍجخْثطشٌمخِّْزعخ،ْ
ْاٌزعضٌشٌّْْٓجبٚصْحذٚدْاٌّعٙذِْْٓاٌطٍجخ.ْْْْْٚ
-
24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah nama pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan
awalan pe- dan akhiran –an, sehingga mempunyai makna tempat tinggal dan
belajar santri. Sedangkan kata santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki makna orang yang mendalami ilmu Agama Islam.2 Pengertian yang
sama juga diungkapkan oleh Soegarda Poerbakawatja, yang menjelaskan bahwa
kata santri berarti orang yang belajar agama Islam, sehingga pesantren
mengandung arti sebagai tempat bagi orang yang belajar ilmu agama Islam.3
Lebih jelasnya lagi Sudjoko Prasojo menjelaskan makna pesantren sebagai
lembaga pendidikan Indonesia untuk mendalami agama Islam dan
mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.4
Ada 2 pendapat mengenai awal berdirinya pesantren di Indonesia, yaitu:
Pendapat pertama menjelaskan bahwa pondok pesantren bermula dari tradisi
Islam sendiri, yaitu tarekat. Pondok pesantren memiliki ikatan erat dengan tempat
pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini didasarkan pada fakta bahwa
penyebaran agama Islam di Indonesia pada mulanya dikenal dalam bentuk
kegiatan tarekat dengan melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu.
2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm.783
3 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm.
233 4 Sudjoko Prasojo, Profil Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 6
-
25
Orang yang memimpin tarekat disebut kyai, yang memberi kewajiban
pengikutnya melaksanakan suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara
tinggal bersama dengan sesama anggota dalam sebuah masjid untuk melakukan
ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Selain mengajarkan tarekat, para
pengikut (santri) juga diajarkan kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan agama Islam. Kegiatan yang dilaksanakan para pengikut tarekat ini
kemudian dinamakan pengajian dan dalam perkembangan berikutnya lembaga
pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pendidikan yang disebut
pondok pesantren.
Pendapat kedua menjelaskan bahwa pondok pesantren bukan murni dari
tradisi Islam melainkan pengambil alihan dari sistem pondok pesantren yang
diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Pendapat ini berdasarkan fakta
bahwa jauh sebelum datangnya agama Islam ke Indonesia, lembaga pondok
pesantren pada waktu itu digunakan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran
agama Hindu. Fakta lainnya yakni tidak ditemukan pondok pesantren di negara-
negara Islam lainnya.5
Pengembangan dan pensyiaran agama Islam di Jawa di mulai oleh Wali
Songo, sehingga berdiri dan berkembangnya model pesantren di jawa bersamaan
dengan zaman Wali Songo. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa orang yang
mendirikan pondok pesantren pertama adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim atau
Syekh Maulana Maghribi (Wafat 822 H/1419 M).
5Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (pertumbuhan dan perkembangannya)
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2003) hlm. 8
-
26
Dalam sejarahnya mengenai peran pondok pesantren, dimana sejak awal
kebangkitan nasional sampai dengan perjuangan kemerdekaan RI, pondok
pesantren selalu tampil dan berpartisipasi secara aktif, maka sudah sewajarnya
pemerintah Indonesia mengakui pesantren sebagai dasar dan sumber pendidikan
nasional.6
Pesantren sebagai lembaga pendidikan paling tidak memiliki 5 elemen
dasar, yakni pondok, masjid, santri, pengajaran kitab Islam klasik, dan Kyai.7
Pondok adalah tempat tinggal santri dan merupakan ciri khas tradisi pesantren
yang membedakan dengan sistem pendidikan lainnya. Masjid merupakan elemen
yang tidak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap tempat yang paling tepat
dalam mendidik para santri, terutama dalam hal penerapan sholat 5 waktu,
khutbah, sholat jumat dan pengajaran kitab Islam klasik. Santri merupakan murid
yang ingin belajar mengenai ilmu agama Islam. Pengajaran kitab Islam klasik,
atau yang popular dengan sebutan “kitab kuning” merupakan ciri khas pengajaran
di pesantren, baik tradisional maupun modern. Kitab klasik yang diajarkan di
pesantren merupakan produk ulama Islam pada zaman pertengahan yang ditulis
dengan Bahasa Arab tanpa harokat. Kitab klasik tersebetu dapat digolongkan ke
dalam beberapa kelompok jenis pengetahuan, yakni 1) Ilmu Nahwu dan Shorof, 2)
Fikih 3) Ushul Fikih, 4) Hadits, 5) Tafsir, 6) Tauhid, 7) Tasawuf dan etika, 8)
cabang lain seperti tarikh dan balaghoh. Sedangkan kyai merupakan pengasuh dari
6 Adi Fadli, Pesantren (Sejarah dan Perkembangannya (El-Hikam, Volume V, Nomor 1,
2012), hlm. 38 7 Abdullah Syukri Zarkasyi, Pondok Pesantren sebagai Alternatif Kelembagaan
Pendidikan untuk Program Pengembangan Studi Islam Asia Tenggara (Surakarta: Universitas
Muhammadiyah. 1990), hlm. 10
-
27
pondok pesantren yang menjadi guru sekaligus suri tauladan bagi santrinya dan
berperan penting dalam perkembangan sebuah pesantren.8
Di era globalisasi ini, banyak terjadi krisis yang menimpa kehidupan
manusia, mulai dari krisis sosial, krisis struktural, sampai krisis spiritual. Dan
semuanya bermula pada persoalan makna hidup manusia. Pesatnya kemajuan
teknologi dan industrialisasi mengakibatkan manusia kehilangan arah
pandangnya. Kekayaan materi yang semakin menumpuk, namun jiwa mengalami
kekosongan. Seiring dengan logika dan orientasi yang semakin modern, kerja dan
materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat. Gagasan mengenai
makna hidup menjadi berantakan, yang mengakibatkan manusia seperti mesin.
Semuanya atas dasar materi. Manusia pun akan terbawa arus desakralisasi dan
dehumanisasi.9
Krisis peradaban modern bersumber dari penolakan terhadap hakikat ruh
dan penyingkiran ma‟nawiyah secara bertahap dalam kehidupan manusia.
Manusia modern mencoba hidup dengan roti semata, mereka bahkan berupaya
membunuh Tuhan dan menyatakan kebebasan dari kehidupan akhirat.
Konsekuensi lebih lanjut dari perkembangan ini, kekuatan dan daya manusia
mengalami eksternalisasi. Dengan eksternalisasi ini manusia kemudian
menaklukkan dunia secara tanpa batas dan alam dipandang tak lebih dari sekadar
8 Marjani Alwi, Pondok Pesantren Ciri Khas, Perkembangan, dan sistem Pendidikannya(
Lentera Pendidikan, vol. 16 NO. 2, 2013), hlm. 210 9Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial (Bandung: PT Mizan Pustaka,2006), hlm.
48
-
28
obyek dan sumber daya yang perlu dimanfaatkan dan dieksploitasi semaksimal
mungkin.10
Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka
menikmati dan mengeksploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan
tanggung jawab apapun. Inilah yang menciptakan berbagai krisis dunia modern,
tidak hanya krisis dalam kehidupan spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Idealnya manusia sebagai penguasa di muka bumi ini secara ke atas
sebagai hamba Allah, sedangkan secara ke bawah berkedudukan khalifah Allah.
Dengan begitu manusia akan dapat menjaga keseimbangan hidupnya, bukan
malah menjadi budak egonya sendiri. Al-Qur‟an memandang manusia sebagai
khalifah Allah di atas bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur`an:
اْْ َٰٛٓ ْلَبٌُٗۖ ٍٍِفَخ ْفًِْٱۡۡلَۡسِضَْخ ًٞ ئَِىِخْإًَِِّْٔجبِع
َٰٓ ٍَ ٍَّۡ ٌِ إِۡرْلَبَيَْسثَُّهْ َٚ
َُْٔغجُِّحْ ُٓ َٔۡح َٚ بََٰٓءْ َِ ٌَۡغِفُهْٱٌذِّ َٚ بْ َٙ ٌُْٓۡفِغذُْفٍِ َِ بْ َٙ ْفٍِ ًُ أَرَۡجعَ
َْْ ٛ ُّ بْاَلْرَۡعٍَ َِ ْ ُُ ْأَۡعٍَ ًَٰٓ ْلَبَيْإُِِّٔطٌََْهۖٗ ُٔمَذِّ َٚ ِذَنْ ّۡ ْ ٣٠ ثَِح
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 30)
Sebagai hamba Tuhan, manusia harus pasif di hadapan Tuhan dan
menerima apapun rahmat yang diturunkan dari-Nya. Tetapi sebagai khalifah
Tuhan, manusia harus aktif di dunia, memelihara keharmonisan dan
10
Moh.Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf (malang: Malang Uin Malang Press, 2008), hlm.
64
-
29
menyebarluaskan rahmat Tuhan yang memang disampaikan melaluinya sebagai
pusat ciptaan.
Harvey Cox mengatakan makna sekularisasi, yaitu terbebasnya manusia
dari kontrol ataupun komitmen terhadap nilai-nilai agama. Sekularisasi terjadi
karena manusia berpaling dari dunia sana dan hanya memusatkan perhatiannya
pada dunia sini dan sekarang.11
Proses sekularisasi kesadaran ini menyebabkan manusia modern
kehilangan kendali diri (self control) sehingga mudah dihinggapi berbagai
penyakit ruhaniah. Ia menjadi lupa tentang siapa dirinya, dan untuk apa hidup ini
serta kemana sesudahnya. Manusia modern telah menciptakan situasi sedemikian
rupa dan berjalan tanpa adanya kontrol, sehingga karenanya terperosok dalam
posisi terjepit yang pada gilirannya tidak hanya mengantarkan pada kehancuran
lingkungan, melainkan juga pada kehancuran manusia. Agar manusia modern
dapat keluar dari krisis ini, manusia harus kembali ke pusat eksistensi lewat
latihan spiritual dan pengalaman ajaran agama.12
Berbagai kerusuhan, pelanggaran hak asasi manusia, penyimpangan sosial,
korupsi uang negara, monopoli dan lain-lainnya yang terjadi di negara Indonesia
itu sendiri karena lupa kepada Allah SWT atau dengan kata lain, berbagai
penyimpangan yang telah terjadi di negara kita ini disebabkan semakin tipisnya
sikap relegiusitas bangsa Indonesia.
Tasawuf yang dipraktikkan dengan benar dan tepat akan menjadi metode
yang efektif dan impresif untuk menghadapi tantangan zaman. Bagi kaum sufi,
11
Moh.Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf , hlm. 65
-
30
apa pun zamannya, semuanya akan dihadapi dengan pikiran yang jernih, suasana
hati yang dingin, objektif, dan penuh ketenangan. Kita tahu dalam sejarah,
bagaimana pergumulan nyata kalangan sufi yang mampu menyeimbangkan
kebutuhan nyata dengan kebutuhan spiritual. Umar ibn Abdul Aziz yang layak
disebut sebagai sufi adalah seorang pemimpin, seorang khalifah, yang patut
diteladani. Jabir ibn Hayyan yang juga sufi, adalah seorang ilmuwan yang
berhasil. Demikian pula Syaikh Fariduddin Al-„Aththar, sufi yang sukses dalam
berdagang. Artinya. di sini, bahwa kesufian seseorang tidak akan menghalangi
aktivitas mereka sehari-hari sebagai manusia biasa yang butuh pemenuhan hidup
dan perjuangan membangun cita-cita kemanusiaan.
Tasawuf juga merupakan metode pendidikan yang membimbing manusia ke
dalam harmoni dan keseimbangan total. Metode itu bertumpu pada basis
keharmonisan dan pada kesatuan dengan totalitas alam. Dengan demikian,
perilakunya tampak sebagai manifestasi cinta dan kepuasan dalam segala hal.
Bertasawuf yang benar berarti sebuah pendidikan bagi kecerdasan emosi dan
spiritual. Pada intinya adalah belajar untuk tetap mengikuti tuntutan agama, entah
itu ketika berhadapan dengan musibah, keberuntungan, kedengkian orang lain,
tantangan hidup, kekayaan, kemiskinan, atau sedang dalam kondisi pengendalian
diri. Sufi-sufi besar seperti Rabi„ah Al-Adawiah, Al-Ghazali, Sirri Al-Siqthi atau
Asad Al Muhasabi, telah mémberikan teladan kepada umat bagaimana pendidikan
yang baik itu. Di antaranya berproses menuju perbaikan diri dan pribadi yang
-
31
pada gilirannya akan menggapai puncak ma„rifatullah, yakni Sang Khalik sebagai
ujung terminal perjalanan manusia di permukaan bumi ini.13
Menurut Dawam Raharja, tujuan dari pesantren bukan hanya sebagai tempat
mencari ilmu agama saja, melainkan juga sebagai lembaga sosial. Oleh sebab itu,
keberadaan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan agama Islam
mempunyai tugas yang penting untuk mengatasai problematika masyarakat
modern tersebut. Pengetahuan diperoleh melalui kegiatan-kegiatan pengajian.
Sedangkan karakter dibentuk melalui segala sesuatu tindakan dan aktifitas santri
yang dilakukan di Pesantren yang selalu mendapatkan pantauan dari kyai,
pengasuh, maupun pengurus Pesantren. Santri secara sadar selalu berprilaku baik
karena merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.
Pesantren merupakan agen perubahan (agent of change) sebagai lembaga
perantara yang diharapkan dapat berperan sebagai penggerak pengembang ilmu
pengetahuan dan perbaikan etika dan estetika dalam menyongsong era globalisasi.
Disinilah perubahan merambah ke dalam dunia kepesantrenan. Pada era saat ini,
selain sebagai tempat menimba ilmu, pesantren juga diharapkan mampu berperan
dalam pemberdayaan masyarakat bermoral dan beretika sebagai bekal dalam
menghadapi era globalisasi.
Sejalan dengan berbagai ulasan di atas. Peneliti ingin mengkaji lebih dalam
lagi terhadap permasalahan tersebut. Disini peneliti mengambil studi kasus
penelitiannya di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin. Bumi Damai Al
Muhibbin adalah salah satu unit dalam yayasan Pondok Pesantren Bahrul „Ulum
13
Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, hlm. 52
-
32
Tambakberas Jombang yang didirikan oleh KH. Moh. Djamaluddin Ahmad,.
Beliau adalah salah satu menantu dari Alm. KH. Abdul Fattah Hasyim (pendiri
Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat Bahrul „Ulum). Selain difungsikan sebagai
tempat menimba ilmu bagi para santri, pesantren ini juga difungsikan sebagai
tempat titik thoriqoh Syadziliyah Qodiriyah, dan ada juga pengajian rutin kitab
Al-Hikam karya Ibnu `Athoillah, dimana pengajian tersebut tidak hanya untuk
santri saja, tapi banyak penjuru yang sebagian besar dari Jawa Timur yang datang
untuk mengikuti pengajian tersebut.
Sebagaimana yang dijelaskan diatas, Pondok Pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin ini berperan dalam memperbaiki kondisi masyarakat, terutama dalam
ilmu Tasawuf melalui pengajian rutin yang dikaji untuk masyarakat umum,
bahkan pengajian ini disiarkan secara langsung melalui media sosial.
Dengan memiliki latar belakang kegiatan pondok pesantren tersebut,
pondok pesantren ini masih kental dengan ilmu tasawufnya. Oleh karena itu
peneliti berkeinginan untuk meneliti bagaimana nilai-nilai tasawuf yang diajarkan
pada santrinya. Sehingga para santri memiliki bekal ilmu dalam menghadapi era
global yang rawan akan adanya dampak negatif. Dan peneliti juga akan
menjadikan penelitian ini sebagai skripsi dengan judul “Implementasi Nilai-Nilai
Tasawuf oleh Kalangan Santri di Pesantren dalam Menghadapi Era-Globalisasi”
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang).
-
33
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan santri di
pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Jombang dalam
upaya menghadapi era-globalisasi ?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi nilai-nilai
tasawuf oleh kalangan santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin Bahrul Ulum Jombang dalam upaya menghadapi era-
globalisasi?
3. Bagaimana solusi yang ditetapkan pondok pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin dalam menghadapi hambatan implementasi nilai-nilai tasawuf
yang dilakukan oleh kalangan santri?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti merumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai tasawuf yang diimplementasikan oleh
kalangan santri di pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul
Ulum Jombang dalam upaya menghadapi era-globalisasi.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam
implementasi nilai-nilai tasawuf oleh kalangan santri di pondok pesantren
Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Jombang dalam upaya
menghadapi era-globalisasi.
-
34
3. Untuk mengetahui solusi yang ditetapkan pondok pesantren Bumi Damai
Al-Muhibbin dalam menghadapi hambatan implementasi nilai-nilai
tasawuf yang dilakukan oleh santri.
D. Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, peneliti membagi manfaat penelitian
menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Secara Teoritis: Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan khazanah keilmuan khususnya di bidang pembelajaran
di pesantren
2. Secara Praktis penelitian ini bermanfaat bagi:
a. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan, wawasan
dan keilmuan sehingga jika kelak peneliti menjadi seorang pengajar
dapat menjadi pengajar yang profesional
b. Bagi pesantren, diharapkan dapat menjadi sumber rujukan pendekatan
dengan santrinya dalam mengembangkan ilmu.
c. Bagi Kyai, diharapkan dapat menjadi sumber dan model yang baik dalam
pembelajaran tasawuf kepada para santri.
E. Originalitas Penelitian
Originalitas penelitian merupakan uraian, sistematis mengenai penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu sehingga terdapat
ketertarikan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam kaitannya dengan
penelitian ini, peneliti telah menemukan beberapa penulis proposal skripsi yang
relevan. Diantaranya sebagai berikut:
-
35
1. Dewi Kurnia Putri (2018), Peranan Ajaran Tasawuf sebagai Psikoterapi
Dalam Mengatasi Stress di Pondok Pesantren Al-Hikmah Wayhalim Bandar
Lampung, Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam, UIN Raden Intan
Lampung.14
2. Ida Munfarida (2017), Nilai-nilai Tasawuf dan Relevansinya bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, Tesis, Program Magister Ilmu
Filsafat Agama, UIN Raden Intan Lampung.15
3. Heni Maghrifatul Arifah (2018), tesis, Inovasi Pesantren dalam Menghadapi
Era-Globalisasi (Studi multi kasus pondok pesantren Sunan Drajat Banjar
Anyar Paciran dan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Sendang Agung Paciran
Lamongan), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Pasca Sarjana
Surabaya.16
Berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan di atas, ada perbedaan
dengan judul yang peneliti kemukakan, baik dari subyek penelitian maupun hasil
yang dicapai. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari tabel di bawah ini:
14
Dewi Kurnia Putri, Peranan Ajaran Tasawuf sebagai Psikoterapi Dalam Mengatasi
Stress di Pondok Pesantren Al-Hikmah Wayhalim Bandar Lampung,Skripsi, Program Studi
Pendidikan Agama Islam, UIN Raden Intan Lampung. 2018, hlm. x 15
Ida Munfarida, Nilai-nilai Tasawufdan Relevansinya bagi
PengembanganEtikaLingkungan Hidup, Tesis,Program Magister Ilmu Filsafat Agama, UIN Raden
Intan Lampung, 2017, hlm. x 16
Heni Maghrifatul Arifah, Inovasi Pesantren dalam Menghadapi Era-Globalisasi(Studi
multi kasus pondok pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran dan Pondok Pesantren Al-
Ikhlas Sendang Agung Paciran Lamongan), Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Pasca
Sarjana Surabaya, 2018, hlm. x
-
36
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian
No Penelitian
Terdahulu
Persamaan Perbedaan Originalitas
Penelitian
1. Dewi Kurnia Putri
(2018), Peranan
Ajaran Tasawuf
sebagai Psikoterapi
dalam Mengatasi
Stress di Pondok
Pesantren Al-
Hikmah Wayhalim
Bandar Lampung,
Skripsi Program
Studi Pendidikan
Agama Islam, UIN
Raden Intan
Lampung
1. Meneliti kajian tasawuf
2. Penelitian di pondok
pesantren
1. Objeknya adalah di
Pondok
pesantren Al-
Hikmah
Wayhalim
Bandar
Lampung
2. Variabel Y dalam
penelitian ini
adalah
psikoterapi
1. Lebih fokus terhadap
penanganan
stress di
pesantren
2. Ida Munfarida
(2017), Nilai-nilai
Tasawuf dan
Relevansinya bagi
Pengembangan
Etika Lingkungan
Hidup,Tesis
Program Magister
Ilmu Filsafat
Agama, UIN Raden
Intan Lampung.
1. Meneliti tentang nilai-
nilai tasawuf
1. Penelitian disini
menggunakan
metode Library
Research
2. Mengakaji tentang
relevansi nilai
tasawuf
terhadap
pengembangan
etika
lingkungan
1. Lebih fokus terhadap
pengemban
gan etika
lingkungan
3. Heni Maghrifatul
Arifah (2018), tesis,
Inovasi Pesantren
dalam Menghadapi
Era-Globalisasi
(Studi multi kasus
pondok pesantren
1. Mengkaji tentang Era-
Globalisasi
2. Obyek penelitian di
Pondok
Pesantren
1. Variabel X yang diteliti
adalah inovasi
pesantren
2. Terdapat 2 obyek dalam
penelitian
1. Lebih fokus
terhadap
inovasi
pesantren
-
37
F. Definisi Istilah
1. Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan
terperinci sebelumnya.
2. Nilai-nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup
sistem kepercayaan seseorang, dimana seseorang bertindak atau menghindari
sesuatu yang pantas atau tidak pantas di kerjakan.
3. Tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah
dirintis oleh Ulama Shufi, yang disebutnya sebagai jalan untuk mencapai
suatu tujuan, mendapatkan keridhaan Allah serta kebahagiaan di akhirat.
4. Globalisasi adalah kecenderungan masyarakat untuk menyatu dengan dunia
dalam berbagai bidang kehidupan.
5. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Indonesia untuk mendalami
agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
Sunan Drajat
Banjar Anyar
Paciran dan
Pondok Pesantren
Al-Ikhlas Sendang
Agung Paciran
Lamongan),
Universitas Islam
Negeri Sunan
Ampel Pasca
Sarjana Surabaya
-
38
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan pembahasan dalam laporan penelitian
yang disusun secara teratur dan sistematis, tentang pokok-pokok permasalahan
yang akan dibahas. Sistematika pembahasan ini bertujuan untuk memberikan
gambaran awal tentang pengkajian awal beserta isi yang terkandung didalamnya.
Secara garis besar sitematika pembahasan dalam penelitian ini adalah:
BAB I: Pendahuluan, yang akan dibahas pada bab pertama ini diantaranya adalah
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
hipotesis penelitian, ruang lingkup penelitian, originalitas penelitian, definisi
operasional, serta sistematika pembahasan.
BAB II: Membahas tentang Kajian Pustaka, pembahasan difokuskan pada studi
teoritis berdasarkan literatur yang relevan dengan pembahasan penelitian, yakni
imlementasi nilai-nilai tasawuf oleh santri di Pondok Pesantren.
BAB III: Membahas mengenai Metode Penelitian yang didalamnya meliputi
tentang Pendekatan dan jenis penelitian, hal ini diperlukan untuk mengetahui jenis
penelitian yang digunakan. Kehadiran peneliti, hal ini digunakan untuk
mengetahui bagaimana posisi dan peransertaseorang peneliti didalam penelitian
yang dilakukannya. Lokasi penelitian, hal ini diperlukan untuk mengetahui dan
mengenal obyek yang dipilih. Data dan sumber data, hal ini diperlukan untuk
mengetahui sumber-sumber yang dimanfaatkan untuk memeperoleh data. Teknik
pengumpulan data, hal ini diperlukan untuk mengetahui tekhnik dan metode-
metode yang digunakan dalam pengumpulan data. Analisis data, diperlukan untuk
menganalisis data yang sudah diperoleh dari sumber yang telah ditentukan.
-
39
Pengecekan keabsahan temuan, diperlukan untuk mengecek kredibilitas suatu data
yang sudah didapat dari lapangan. Tahap-tahap penelitian, diperlukan untuk
mengetahui apa saja yang dilakukan peneliti dalam penelitiannya, dimulai dari
sebelum penelitian, ketika penelitian, dan sesudah penelitian.
BAB IV: Membahas tentang laporan hasil penelitian, yang mencakup tentang
paparan data hasil penelitian.
BAB V: Membahas tentang analisis hasil penelitian, yang meliputi tentang
pengimplementasian nilai-nilai tasawuf oleh santri di Pondok Pesantren Bumi
Damai Al-Muhibbin, kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya untuk
mengatasinya.
BAB VI: Membahas tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan, hal ini
diperlukan untuk mengetahui hasil studi secara rinci. Saran, hal ini diperlukan
sebagai sumbangsih peneliti terhadap obyek studi kasus.
-
40
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Tasawuf
1. Pengertian Tasawuf
Secara estimologi, kata Tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu ْ ْ- صٛفب
ْ ْ-ٌصٛف yang artinya mempunyai bulu yang banyak. Kemudian kata صٛف
tersebut mengalami perubahan menjadi mazid yakni tambahan dua huruf “Ta” dan
“Tasydid wawu”, sehingga mengandung arti “menjadi”. Maka arti dari kata
tasawuf yakni menjadi sufi, karena pada masa-masa awalnya para sufi senang
memakai pakaian sederhana yang terbuat dari bulu domba. Maksudnya bahwa
orang orang sufi pada awalnya senang berpakaian bulu domba sebagai saingan
dari memakai pakaian halus sutra dan sebagainya.17
Sedangkan secara terminologi ada berbagai pendapat, diantaranya menurut
Syekh Muhammad Amin Al Kudry: Tasawuf yaitu suatu iImu yang membahas
ikhwal kebaikan dan keburukan jiwa, serta cara membersihkannya dari sifat-sifat
yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk,
melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan Iarangan-Nya menuju
kepada perintah-Nya.
17
Daranhuni, Akhlak Tasawuf (Banda Aceh: Yayasan PeNA, 2010), hlm. 01
-
41
Menurut Abu Bakar Al Kattaany: Tasawuf mempunyai makna budi
pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti kepadamu, berarti ia
telah memberikan bekal kepadamu dalam bentuk Tasawuf.18
Menurut Ibnu Khaldun, tasawuf semacam ilmu syariat yang timbul
kemudian di dalam agama. Asalnya adalah tekun ibadah, memutuskan pertalian
terhadap sesuatu selain Allah, menolak perhiasan dunia. Selain itu, membenci
perkara yang selalu memperdaya orang banyak, sekaligus menjauhi kelezatan
harta, dan kemegahannya. Tasawuf juga berarti menyendiri menuju jalan Tuhan
dalam khalwat dan ibadah.19
Abu Bakar Al Kattany menekankan bahwa akhlak sebagai titik awal
amalan tasawuf. Karena itu, bila seseorang hendak mengamalkan ajaran Tasawuf,
ia harus lebih dahulu memperbaiki akhlaknya. Al-Junaid Al-Baghdaady
menekankan bahwa menggunakan waktu dalam mengamalkan tasawuf itu
penting, karena itu seseorang Shufi selalu menggunakan semua waktu untuk
mengingat kepada Allah SWT, dengan berbagai macam ibadah sunnah dan dzikir.
2. Dasar Tasawuf
Jauh sebelum agama Islam datang, memang sudah ada ahli mistik yang
menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhannya, seperti
pada india kuno yang beragama hindu maupun budha. Penulis barat menamakan
mereka dengan sebutan Gymnosophists.
Meskipun tasawuf Islam memiliki kesamaan dengan mistik yang
berkembang sebelumnya, bukan berarti hal itu memaparkan bahwa tasawuf Islam
18
Daranhuni, Akhlak Tasawuf, hlm.05 19
Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), hlm. 26
1
-
42
kelanjutan daripada ajaran Mistik sebelumnya. Adanya sisi kesamaan tidak
mutlak adanya pengaruh langsung, sebab Tasawuf Islam itu sendiri bersumber
dari Al-Qur‟an dan hadits Rasulullah SAW.
Kehidupan Rasulullah SAW merupakan gambaran kehidupan sebagai
seorang shufi, dikarenakan ia sangat sederhana, beliau menjauhkan dirinya dari
kehidupan mewah. Hal tersebut merupakan amalan zuhud dalam ajaran tasawuf
Islam. Selain itu, sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, ia sering melakukan
khalwat di Jabal Nur untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Nabi
seringkali menempuh kehidupan yang seperti itu, dengan keterbatasan bekal hidup
berupa roti kering, buah buahan dan air putih, yang menggambarkan
kesederhanaannya sebagai seorang shufi.
Nabi mengasingkan diri („uzlah) di Jabal Nur, hidup sendirian (infirad)
dari masyarakat Quraisy yang semakin hari, semakin rusak akhlaqnya. Di tempat
tersebut, Beliau ingin bertemu dengan Tuhan nya dan memohon petunjuk-Nya
serta mencari kehidupan yang berbeda dengan kehidupan Quraisy yang setiap saat
melakukan dosa. Akhirnya datanglah malaikat Jibril dengan menyampaikan
wahyu Allah yang mengandung petunjuk dan ajaran, yang selanjutnya
disampaikan kepada umat manusia, agar terhindar dari jalan yang sesat menuju ke
jalan yang benar.
Setelah nabi resmi diangkat menjadi rasul dan menjadi kepala
pemerintahan, beliau masih tetap memilih kehidupan yang sederhana.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh para sahabatnya, bahwa di rumah beliau
-
43
hanya terdapat selembar tikar dan makanan yang sederhana. Dan kadang kadang
juga Nabi dan keluarganya berpuasa karena tidak ada makanan di rumahnya.
Apabila Rasulullah SAW mendapatkan rezeki, maka beliau cepat cepat
membagikannya kepada fakir miskin. Pernah suatu ketika, beliau hendak
menunaikan shalat di masjid, tiba tiba teringat bahwa masih ada beberapa emas
dan perak yang tersimpan di rumahnya. Maka beliau mempercepat shalatnya, lalu
pulang ke rumahnya mengambil benda tersebut, kemudian dibagikan kepada fakir
miskin di sekitar rumahnya.
Ketika beliau sakit, ia memerintahkan kepada keluarganya, agar uang yang
senilai tujuh dirham yang masih tersimpan padanya, segera dibagi-bagikan kepada
orang-orang yang sangat membutuhkan, sehingga diriwayatkan bahwa ketika
Nabi wafat, ia tidak mewariskan harta benda kepada keluarganya. Hal tersebut
menggambarkan bahwa perkembangan Tasawuf berawal dari sikap dan amalan
Rasulullah SAW.20
Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari Islam sendiri
dapat dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits yang
mengajarkan umatnya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Di antara
ayat yang menjelaskan hal tersebut adalah:
ْرُُٔٛثَْ ُْ ٌَْغِفْشٌَُْى َٚ ُُّْللّاُْ ّْللّاَْفَبرَّجِعًٌُُِْْٛٔحجِْجُى َْ ْرُِحجُّٛ ُْ ُ ْإُِْْوٕز ًْ ْلُ ُْ ُى
ٌُْ ِحٍ ّللّاَُْغفٌُٛسْسَّ َْْٚ
“Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah Mencintaimu dan Mengampuni dosa-
20
Daranhuni, Akhlak Tasawuf , hlm.10
-
44
dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (Q.S Ali
Imron:31)
َِْرْوشاًَْوثٍِشاًْ ُٕٛاْاْرُوُشٚاّْللاَّ َِ ْآ َٓ بْاٌَِّزٌ َٙ َعجُِّحُْٖٛثُْىَشحًٌَْْْبْأٌَُّ َٚ
أَِصٍالًْ َْْٚ
“Wahai orang-orang yang beriman! Ingat-lah kepada Allah,
dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. dan
bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang”. (Q.S
Al-Ahzab : 41-42)
ْجُّْٗللّاِْ َٚ ْ َُّ اْْفَثَ ٌُّٛ َٛ ُ بْر َّ َٕ ٌْ َ ْغِشُةْفَأ َّ ٌْ ا َٚ ْشِشُقْ َّ ٌْ ِْا لِِلّ َْٚ ٌُ ٍٍِ اِعٌعَْع َٚ ّْللّاَْ َّْ ْإِ
ْ
“Dan milik Allah timur dan barat. Kemana pun kamu
menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas,
Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah : 115)
Selain ayat-ayat di atas , adapun hadits yang mengajarkan umatnya untuk
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mencintai Allah, diantaranya
adalah:
ُْ َْعَشَفَْْٔفَغُْٗفَمَْذَْعَشَفَْسثَّٗ ْٓ َِ
“Barangsiapa yang mengetahui dirinya, maka sesungguhnya ia
mengetahui Tuhannya”21
21
Moh.Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf , hlm.21
-
45
3. Pembagian Tasawuf
Dalam perkembangannya, para peneliti membagi tasawuf dalam 3 jenis,
yakni tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.22
Untuk lebih mengkaji
lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:
a. Tasawuf akhlaki
Tasawuf akhlaki adalah ajaran yang membahas mengenai kesempurnaan
dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan
kedisiplinan tingkah laku yang ketat untuk mencapai kebahagiaan yang optimal,
manusia harus lebih dulu mengidentifikasi eksistensi dirinya dengan ciri-ciri
melalui penyucian jiwa raga yang berawal dari pembentukan pribadi yang
bermoral, dan berakhlak mulia, yang dalam tasawuf dikenali dengan takhalli
(pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat
terpuji), dan tajalli (terungkapnya Nur Ghaib bagi hati yang telah bersih sehingga
mampu menangkap cahaya ketuhanan).
b. Tasawuf amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas mengenai bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pengertian ini, tasawuf amali
berkonotasikan tarekat. Tarekat dibedakan antara kemampuan sufi yang satu
dengan yang lain, ada yang dianggap mampu dan tahu cara mendekatkan diri
kepada Allah, dan ada yang memerlukan bantuan orang lain yang dianggap
memiliki otoritas dalam masalah tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, para
pencari dan pengikut semakin banyak dan terbentuklah semacam komunitas sosial
22
Amin Syakur, Intelektualisme Tasawuf (Semarang: Lembkota, 2002), hlm. 50
-
46
yang sepaham, dan dari sini muncullah steata-strata berdasarkan pengetahuan
serta amalan yang mereka lakukan. Dari sinilah muncul istilah Murid, Mursyid,
Wali, dan lain sebagainya.
c. Tasawuf falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara
visi intuitif dan visi rasional. Pengertian filosofis yang digunakan berasal dari
macam-macam ajaran filsafat yang telah mampu mempengaruhi para tokohnya,
namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Meskipun demikian tasawuf
filosofis tidak bisa dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya
didasarkan pada rasa (dzauq). Dan tidak pula dikatakan tasawuf murni sering
digunakan dengan bahasa filsafat.23
4. Nilai-Nilai Tasawuf
Perlu kita sadari bersama Indonesia pada saat ini telah memasuki negara
modern dan negara industri. Dan sudah menjadi wacana publik bahwa dalam era
ini akan muncul dan tumbuh sikap rasionalisme dalam memandang alam dan
lingkungan hidupnya serta sekulerisasi pun akan menyertainya. Sudah tentu sikap
mementingkan diri sendiri termasuk di dalamnya. Dalam hal ini akan muncul
sikap desakralisasi kehidupan duniawi.
Dalam kehidupan masyarakat kritis dan rasional atau disebut masyarakat
modern, pada umumnya hubungan antara anggota masyarakat atas dasar prinsip-
prinsip fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan lepas dari kontrol agama
dan pandangan dunia metafisik. Masyarakat modern sangat mendewa-dewakan
23
Amin Syakur, Intelektualisme Tasawuf (Semarang: Lembkota, 2002), hlm. 51
-
47
ilmu pengetahuan dan teknologi dan sudah barang tentu menampilkan nilai-nilai
Ilahi. Hal inilah sebetulnya yang menyebabkan masyarakat modern berada di
wilayah pinggiran eksistensinya sendiri.24
Dalam ilmu tasawuf, terdapat nilai-nilai yang menjadi hal penting untuk
tasawuf itu sendiri. Pada kenyataanya, di era milienium ini nilai-nilai tasawuf itu
sendiri mulai diabaikan. Padahal jika nilai-nilai itu bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, maka peluang untuk mendapatkan masyarakat yang aman
dan sejahtera itu sangat besar, dengan kesopan-santunan dan kekentalan unsur
spritual.
Menurut Imam Al-Ghozali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai,
dan dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Untuk menjadikan
manusia paripurna (insan kamil) dibutuhkannya penanaman nilai-nilai tasawuf
dalam jiwa manusia, nilai-nilai tasawuf antara lain sebagai berikut:
a. Taubat
Mayoritas para sufi menjadikan taubat sebagai perhentian awal
di jalan menuju Allah. Pada tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang
dilakukan anggota badan. Pada tingkat menengah, taubat menyangkut
pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan ria. Pada tingkat yang lebih
tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan
menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, taubat berarti
penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Taubat pada
24
Amin Syukur, Tasawuf sosial, hlm. 22
-
48
tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat
memalingkan dari jalan Allah.
Dzun al-Nun al-Misri membagi taubat menjadi dua macam: pertama,
taubah awam, yakni bertaubat dari dosa dan kesalahan. Kedua taubah khawas,
yaitu bertaubat dari lalai dan alpha dengan Tuhan.25
Al-Ghazali mengklasifikasikan taubat menjadi tiga tingkatan yaitu:
1) Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada kebaikan
karena takut terhadap siksa Allah.
2) Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik
lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut dengan inabah.
3) Rasa penyesalan yang dilakukan semata mata karena ketaatan dan
kecintaan kepada Allah hal ini disebut aubah.26
b. Khauf dan Raja‟
Bagi kalangan sufi khauf dan raja‟ berjalan seimbang dan saling
mempengaruhi. Khauf adalah perasaan takut seorang hamba semata mata
kepada Allah, sedangkan raja‟ adalah perasaan hati yang senang karena
menati sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Menurut Al-Ghazali, Raja‟ adalah rasa lapang hati dalam menantikan hal
yang diharapkan pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi.
Raja‟merupakan sikap hidup yang selalu mendorong seseorang untuk lebih
banyak berbuat dan beramal shaleh sehingga menjadi taat kepada Allah dan
Rasul-Nya.
25
Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf ( Surabaya: JP BOOKS, 2007), hlm. 231 26
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Teruna Grafica, 2012), hlm. 215
-
49
Menurut Qusyairiyah takut mempunyai arti yang berhubungan dengan
masa yang akan datang, karena orang akan takut menghalalkan yang makruh dan
meninggalkan yang sunah.27
Malik bin Dinar berpendapat bahwa seseorang yang merasakan bukti takut
dan berharap kepada Allah, berarti benar-benar berpedoman dengan pergelangan
dan perintah. Sedangkan bukti takut ialah menjauhi maksiat (larangan) Allah, dan
bukti harap ialah menjalankan perintah-Nya.28
Biasanya orang yang memiliki sikap raja‟ juga memiliki sikap khauf.
Khauf dan raja‟ saling berhubungan, kekurangan sikap khauf akan menyebabkan
seseorang lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan khauf yang berlebihan
akan menjadikan seseorang menjadi putus asa dan pesimistis. Keseimbangan
antara Khauf dan Raja‟ sama sama penting karena tanpa raja‟, orang akan serba
khawatir, tidak mempunyai gairah hidup, serba takut, dan pesimistis.
Menerapkan khauf dalam kadar sedang akan membuat orang senatiasa
waspada dan hati hati dalam berperilaku agar terhindar dari ancaman. Dengan
demikian dua sikap tersebut merupakan sikap mental yang bersifat
introspeksi, mawas diri, dan selalu memikirkan kehidupan yang akan datang,
yaitu kehidupan abadi di alam akhirat.29
27 Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi, Risalah Qusyairiyah
Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, Terj.Ma‟ruf Zariq Dan Ali Abdul Hamid Balthajy (Jakarta: Pustaka
Amani, 2002) hlm.167 28
Ali Hasyim, Menuju Puncak Tasawuf (Surabaya: Visi 7, 2006), hlm. 92 29
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 216
-
50
c. Zuhud
Kata al-zuhud secara harfiah berarti tidak ingin kepada sesuatu yang
bersifat keduniaan. Sedangkan secara istilah banyak para ulama` berbeda-beda
dalam menjelaskannya, diantaranya sebagai berikut.
Menurut al-Junaidi, zuhud adalah sikap merasa tidak mempunyai apa-apa
dan tidak memiliki siapa-siapa. Zuhud di kalangan sufi lebih bersifat intuitif-
spekulatif dan sangat transdental.30
Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki
yang diperolehnya. Jika kaya, ia tidak merasa bangga dan gembira. Sebaliknya,
jika miskin ia pun tidak bersedih.
Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa Zuhud itu meninggalkan
kehidupan dunia kerena dunia itu seperti ular, licin jika dipegang tetapi
racunnya dapat membunuh. Inti dan tujuan zuhud sama, yaitu tidak
menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan akhir.31
Menurut Imam Al-Ghozali, zuhud yaitu ketidak tertarikan pada dunia
atau harta benda. Dilihat dari maksudnya, Zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan
yaitu:
1) Zuhud yang terendah adalah menjauhkan diri dari dunia ini agar terhindar
dari hukuman di akhirat.
2) Menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat
3) Merupakan maqam tertinggi adalah mengucilkan dunia bukan karena takut
atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah. Orang yang berada
30
Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf, hlm. 232 31
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 218
-
51
pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala sesuatu, kecuali Allah,
tidak mempunyai arti apa-apa.32
M.Amin Syukur mengutip pendapat Abdul Hakim Hasan bahwa zuhud
adalah berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah, melatih dan
mendidik jiwa dan memerangi kesenangannya dengan semedi, berkelana, puasa,
mengurangi makan dan memperbanyak zikir. Jelasnya, zuhud adalah menjauhkan
diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia.33
d. Fakir
Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan
apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Sikap
mental fakir merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi
pengaruh dalam menghadapi kehidupan materi. Hal ini karena sikap fakir
dapat menghindarkan seseorang dari semua keserakahan. Dengan demikian,
pada prinsipnya sikap mental fakir merupakan rentetan sikap zuhud. Hanya
saja, zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan fakir hanya
sekadar pendisiplinan diri dalam memanfaatkan fasilitas hidup.
Sikap fakir dapat memunuculkan sikap wara‟, yaitu sikap berhati hati
dalam menghadapi segala sesuatu yang kurang jelas masalahnya.
Apabila bertemu dengan satu persoalan baik yang bersifat materi maupun
non materi yang tidak pasti hukumnya lebih baik dihindari.34
32
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 218 33
Amin, Zuhud di Abad Modern (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 2 34
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 218
-
52
e. Sabar
Menurut Al-Ghazali sabar adalah suatu kondisi jiwa yang terjadi
karena adanya dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa nafsu.
Dengan demikian, sabar berarti konsisten dalam melaksanakan semua
perintah Allah, menghadapi kesulitan, dan tabah dalam menghadapi cobaan
selama dalam perjuangan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, sabar erat
hubungannya dengan pengendalian diri, sikap dan emosi. Apabila seseorang
telah mampu mengendalikan nafsunya, maka sikap sabar akan tercipta.
Tercapainya karakter sabar merupakan respon dari keyakinan yang
dipertahankan. Keyakinan adalah landasan sabar, apabila seseorang telah
yakin bahwa jalan yang ditempuhnya benar, maka ia akan teguh dalam
pendiriannya walaupun menghadapi tantangan Ghazali membedakan tingkatan
sabar, menjadi iffah, hilm, qana‟ah dan syaja‟ah. Iffah ialah kemampuan
mengatasi hawa nafsu. Hilm merupakan kesanggupan seseorang menguasai diri
agar tidak marah. Qana‟ah yaitu ketabahan hati untuk meneriman nasib.
Adapun syaja‟ah yaitu sifat pantang menyerah.35
f. Ridha
Menurut Al-Ghozali, ridha adalah menerima hal-hal yang tidak
menyenangkan. Seorang dengan senang hati menerima ketentuan atau
qodho dari Allah dan tidak mengingkari apa yang telah menjadi keputusan-Nya.
35
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 219
-
53
Sedangakan menurut Dzun al-Nun al-Misri, ridha adalah menerima
ketentuan dengan kerelaan hati. Selanjutnya dia menjelaskan tanda-tanda orang
yang ridha adalah:
1) Usaha sebelum terjadi ketentuan.
2) Lenyapnya rasa gelisah sesudah terjadi ketentuan.
3) Cinta yang bergelora di saat terjadi malapetaka.36
Sikap mental ridha merupakan perpaduan dari mahabbah dan sabar.
Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan menimbulkan kelapangan
hati untuk berkorban demi yang dicintai. Seorang hamba yang ridha, ia rela
menuruti apa yang dikehendaki Allah dengan senang hati, sekaligus tidak
dibarengi sikap menentang dan menyesal.
g. Muraqabah
Muraqabah berarti mawas diri. Muraqabah mempunyai makna
hampir sama dengan introspeksi, dengan kata lain, muraqabah adalah siap
dan siaga setiap saat untuk meneliti keadaan sendiri. Seorang sufi sejak awal
sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas dari pengawasan Allah.
Seluruh aktifitas hidupnya ditujukan untuk berada sedekat mungkin
dengan-Nya. Ia sadar bahwa Allah melihatnya. Kesadaran itu membawanya
pada satu sikap mawas diri atau muraqabah.37
36
Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf, hlm. 235 37
Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, hlm. 220
-
54
B. Era Globalisasi
1. Pengertian Globalisasi
Secara etimologis, globalisasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu
“globalization”. Dalam Ensikopedia Wikipedia bahasa Indonesia dikatakan
bahwa globalisasi berasal dari kata global, yang bermakna universal. Globalisasi
memiliki definisi yang bermacam macam, tergantung dari sudut pandang orang
melihatnya, Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, proses sejarah,
atau proses alami yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia
semakin terikat satu sama Iain. Globalilasi mewujudkan satu tatanan kehidupan
baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batas batas geografis,
ekonomi, dan budaya masyarakat.38
Martin Albrow mengatakan globalisasi menyangkut seluruh proses dimana
penduduk dunia tergabung ke dalam masyarakat dunia yang tunggal.39
Sedangkan
menurut Anthony Giddens, globalisasi merupakan suatu proses dalam kehidupan
sehari-hari yang membawa berbagai konsekuensi modernitas dan mendorong
38
Rus Ernawati Imtam, Dampak Globalisasi bagi Kepribadian Kita (Klaten: Cempaka
Putih, 2018), hlm.3 39
M.istijar, Antara Impian dan Kenyataan (Tanggerang: Ciputat Press, 2003), hlm 1
-
55
perubahan kehidupan masyarakat dan tradisional menuju modern. Jadi, dapat
disimpulkan, globalisasi merupakan kecenderungan masyarakat untuk menyatu
dengan dunia dalam berbagai bidang kehidupan.
Beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam globalisasi sebagai berikut.
Pertama, globalisasi merupakan suatu proses meluasnya pengaruh budaya ke
penjuru dunia. Kedua, globalisasi merupakan fenomena khusus dalam peradaban
manusia menuju kehidupan masyarakat global. Ketiga, derasnya arus globalisasi
menyebabkan ruang semakin sempit, waktu semakin singkat dan jalinan
komunikasi antar masyarakat semakin cepat. Keempat, globalisasi mendorong
kemajuan di bidang transportasi, komunikasi, dan perekonomian yang bersifat
global.40
2. Dampak Globalisasi
Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat
secara global. Sifat-sifat masyarakatnya adalah hedonisme dan konsumerisme.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan
kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini,
bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah
itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup
ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-
nikmatnya.
Di zaman Globalisasi saat ini banyak pengaruh yang mempengaruhi
manusia. Ada pengaruh yang positif ada juga pengaruh yang negatif. Sebagai
40
Suryana Yana, Globalisasi (Klaten: Cempaka Putih, 2018), hlm.2
-
56
manusia yang baik kita harus memanfaatkan alat alat/teknologi yang sudah
canggih sehingga mampu menguasainya.
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya mempunyai etika yang baik.
Tapi saat ini banyak sekali remaja yang tidak sopan, tidak menghormati orang
yang lebih tua darinya. Mungkin itu adalah pengaruh negatif dari globalisasi.
Etika seharusnya diajarkan sejak dini oleh orang tuanya. Anak biasanya
menirukan kegiatan orang tuanya, maka dari itu orang tua seharusnya melakukan
kegiatan yang mampu memberikan arti etika baik. Dan mampu dimengerti oleh si
anak. Dengan didikan yang baik anak tersebut kelak akan menjadi anak yang baik
pula. Dan anak tersebut juga harus mempunyai iman yang kuat sehingga, mampu
melawan pengaruh buruk globalisasi.41
Sebagaimana penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa yang kini menjadi
problematika adalah penggunaan teknologi masih banyak dikendalikan dan
dikuasai oleh orang-orang yang kurang dapat dipertanggungjawabkan
moralitasnya. Hal tersebut tergambarkan dari sikap hidup mereka yang
materialistik dan hedonistik yang hanya meyakini pengetahuan dan fakta-fakta
empiris saja. Orang-orang yang seperti itulah yang dikhawatirkan bila mengelola
ilmu pengetahuan dan teknologi.42
Dari sikap mental tersebut telah menimbulkan berbagai problematika
masyarakat modern. Dampak negatif dari kemajuan teknologi terlihat nyata dalam
41
Nurhaidah, Dampak Pengaruh Globalisasi (Jurnal Pesona Dasar,Vol 3 , April 2015),
hlm. 9 42
Rahmawati, Peran Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat Modern (Al-Munzir Vol. 8, No. 2,
November 2015), hlm. 236
-
57
kehidupan masyarakat modern. Adapun dampak negatif dari zaman globalisasi
adalah sebagai berikut:
a. Penyalahgunaan IPTEK
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan
spiritual, maka iptek telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatifnya.
Kemampuan di bidang rekayasa genetika diarahkan untuk tujuan jual-beli
manusia. Kecanggihan di bidang teknologi komunikasi dan lainnya telah
digunakan untuk menegakkan kekuatan yang menghancurkan moral umat.
b. Pendangkalan Iman.
Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang
hanya mengetahui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia
dangkal imannya. Mereka tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh
wahyu, bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan
dan dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
c. Pola Hubungan Materialistik.
Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh antara satu dan
lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian pula
penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain banyak diukur oleh sejauh
mana orang tersebut dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya,
menempatkan pertimbangan material di atas pertimbangan akal sehat, hati
nurani,kemanusiaan dan imannya.43
d. Menghalalkan Segala Cara.
43
Rahmawati, Peran Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat Modern, hlm. 237
-
58
Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup, maka
manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara
dalam mencapai suatu tujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak
dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Salah satu
contohnya dari dampak dari kehadiran iptek yang berwatak tidak bermoral yaitu
pola hidup materialistik
e. Stres dan Frustasi.
Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus
menyerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Mereka akan terus
bekerja dan bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Apalagi jika usaha dan
proyeknya mengalami kegagalan, maka dengan mudah kehilangan pegangan,
karena memang tidak lagi memiliki pegangan yang kokoh yang berasal dari
Tuhan. Akibatnya jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan maka akan
stress dan frustasi yang jika hal ini terjadi terus-menerus berlanjut akan membuat
manusia tersebut menjadi gila.
C. Internalisasi Nilai-Nilai Tasawuf di Era Globalisasi
1. Pentingnya Bertasawuf di Era Globalisasi
Di era globalisasi ini, banyak terjadi krisis yang menimpa kehidupan
manusia, mulai dari krisis sosial, krisis struktural, sampai krisis spiritual. Dan
semuanya bermula pada persoalan makna hidup manusia. Pesatnya kemajuan
teknologi dan industrialisasi mengakibatkan manusia kehilangan arah
pandangnya. Kekayaan materi yang semakin menumpuk, namun jiwa mengalami
kekosongan. Seiring dengan logika dan orientasi yang semakin modern, kerja dan
-
59
materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat. Gagasan mengenai
makna hidup menjadi berantakan, yang mengakibatkan manusia seperti mesin.
Semuanya atas dasar materi. Manusia pun akan terbawa arus desakralisasi dan
dehumanisasi.44
Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka
menikmati dan mengeksploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan
tanggung jawab apapun. Inilah yang menciptakan berbagai krisis dunia modern,
tidak hanya krisis dalam kehidupan spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Idealnya manusia sebagai penguasa di muka bumi ini secara ke atas
sebagai hamba Allah, sedangkan secara ke bawah berkedudukan khalifah Allah.
Dengan begitu manusia akan dapat menjaga keseimbangan hidupnya, bukan
malah menjadi budak egonya sendiri. Al-Qur‟an memandang manusia sebagai
khalifah Allah di atas bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur`an:
اْْ َٰٛٓ ْلَبٌُٗۖ ٍٍِفَخ ْفًِْٱۡۡلَۡسِضَْخ ًٞ ئَِىِخْإًَِِّْٔجبِع
َٰٓ ٍَ ٍَّۡ ٌِ إِۡرْلَبَيَْسثَُّهْ َٚ
ِذَنْ ّۡ َُْٔغجُِّحْثَِح ُٓ َٔۡح َٚ بََٰٓءْ َِ ٌَۡغِفُهْٱٌذِّ َٚ بْ َٙ ٌُْٓۡفِغذُْفٍِ َِ بْ َٙ ْفٍِ ًُ أَرَۡجعَ
َْْ ٛ ُّ بْاَلْرَۡعٍَ َ�