imissu single sign on of udayana university

22

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMISSU Single Sign On of Udayana University
Page 2: IMISSU Single Sign On of Udayana University
Page 3: IMISSU Single Sign On of Udayana University
Page 4: IMISSU Single Sign On of Udayana University
Page 5: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

1

PNEUMONIA PADA IMMUNOCOMPROMISE

I Ketut Agus Somia

Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

PENDAHULUAN

Immunokompromise merupakan keadaan abnormalitas dari sistim

imunitas yang di dapat atau congenital. Pasien mmunokompromise berisiko

tinggi mengalami infeksi yang berat dan mengancam jiwa. Pada beberapa

dekade terakhir terjadi peningkatan populasi immunokompromise akibat

peningkatan pemakaian obat-obat imunosupresif pada keganasan, penyakit

autoimun, penyakit kronis dan juga akibat peningkatan kasus HIV/AIDS.

Paru-paru merupakan salah satu organ yang sering mengalami infeksi pada

pasien dengan imunokompromise baik karena infeksi virus, bakteri, jamur

dan parasit. Manifestasi klinis pneumonia pada pasien immunokompromise

sangat bervariasi, cendrung berat dan fatal. Oleh karena itu diagnosis dini

yang akurat, penatalaksanaan yang cepat dan tepat sangat penting dalam

menekan morbiditas dan mortalitas pneumonia yang sangat tinggi pada

pasien immunokompromise.

Page 6: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

2

ETIOLOGI

Penyebab pneumonia yan paling sering pada pasien

immunokompromise berkaitan dengan penyakit imunokompromise yang

mendasari. 1,2

Gambar 1. Etiologi Pneumonia pada immunocompromised

PATOGENESIS

Kondisi imunokompromise terjadi oleh karena tiga faktor yaitu:

defek fagosit, defek immunoglobulin dan defek imunitas seluler.1,2

Immunocompr

Defek Fagosit Defek Defek Sel-T

Anemia aplastik

Neutropenia post

chemotherapy

Agammaglobulinemi

a Multiple

myeloma

AIDS

Solid organ

transpant

S. Aureus

P. aeruiginosa

Aspergillus

S. pneumoniae

H. influenza

P. carinii

M.

Tuberculosis

C. Neoformans

Page 7: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

3

Defek fagosit

Sel sel mononuclear terdiri dari monosit, makrofag dan neutrofil

merupakan fagosit yang berperan melindungi tubuh dari bakteri dan jamur.

Sel-sel ini akan bermigrasi ke tempat infeksi, membunuh mikroorganisme,

dan mengeleminasi debris selular. Disamping itu fagosit mononuclear

memproduksi regulator-regulator dan menyajikan antigen pada limfosit dan

membantu menginisiasi dan mengkoordinasi respon imun. Defek kuantitas

fagosit yang paling sering dijumpai adalah neutropenia, yang sering dijumpai

pada leukemia akut, kegagalan sumsum tulang, atau pada pasien yang

mendapat kemoterapi keganasan. Defek kualitatif fagosit menyebabkan

masalah yang sama seperti neutropenia yaitu infeksi bakteri yang berulang,

berat dan fatal. 1,2

Defek antibodi

Terdapat 3 cara antibodi melindungi tubuh dari mikroorganisme yaitu: 1,2

1. Neutralisasi: dimana ikatan antara antibody dengan virus sebelum

masuk dan bereplikasi dalam sel. Neutralisasi juga dapat terjadi

pada bakteri yang bereproduksi dalam sel.

2. Opsonisasi: antibody meliputi permukaan bakteri menstimulasi sel-

sel fagosit untuk mencerna dan membunuh bakteri. Opsonisasi

Page 8: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

4

merupakan cara yang efektif terhadap bakteri extraseluler- dan

bakteri yang bermultiplikasi diluar sel sel host.

3. Aktivasi komplemen: meningkatkan opsonisasi dan dapat secara

langsung membunuh bakteri.

Pada pasien dengan antibodi yang terganggu berisiko menderita

pneumonia yang disebabkan oleh bakteri berkapsul, yang diselubungi oleh

kapsul polisakarida yang menghambat fagositosis oleh makrofag dan

neutrofil. Opsonisasi bakteri tersebut dengan antibodi atau komplemen

sangat diperlukan sebelum fagosit secara efisien mencerna dan membunuh

bakteri tersebut.

Defek pada imunitas yang diperantai oleh sel (sel-T)

Sel T dapat dibagi menjadi 3 klas fungsional: 1,2

- Sel TC (CD8) yang membunuh sel yang terinfeksi oleh pathogen

(terutama virus) yang bereplikasi dalam sitoplasma sel host.

- Sel TH1 (CD4) yang mengaktivasi makrofag dan kemudian

menghancurkan pathogen seperti M tuberculosis dan P carinii,

yang berada dalam vesikel makrofag

- Sel TH2 (CD4) yang mengaktifkan sel-sel B untuk memproduksi

antibodies.

Page 9: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

5

Dengan demikian sel limfosit T berperan penting dalam imunitas

yang diperantari seluler dan humoral. Meskipun pasien dengan cell-

mediated immunodeficiency sangat rentan terhadap infeksi yang

disebabkan oleh bacteria, fungi, viruses, dan protozoa, namun yang

predominan adalah pathogen pathogen intracellular (cytoplasmic atau

vesicular) seperti mycobacteria, Nocardia asteroides, Legionella species, C

neoformans, H capsulatum, C immitis, varicella zoster virus, herpes simplex

virus, cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, P carinii, dan T gondii.

Imunodefisiensi Cell-mediated dapat terjadi primer - inherited—

atau acquired— sebagai akibat dari gangguan lain atau efek samping terapi .

Acquired cell-mediated immunodeficiency (AIDS) karena Infeksi human

immunodeficiency virus (HIV) merupakan jenis imunodefisiensi yang paling

sering ditemukan. Sel CD4 merupakan target infeksi HIV, deplesi sel-sel

jumlah CD4 berkaitan dengan derajat immunosupresi dan berhubungan

langsung dengan jenis infeksi paru yang terjadi.

Berikut akan dibahas secara ringkas manifestasi klinis, diagnosis

dan terapi pneumonia pada pasien imunokompromise, khususnya pada

pasien dengan HIV/AIDS.

PNEUMOCYSTIS JIROVECII (FORMERLY PNEUMOCYSTIS CARINII)

Page 10: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

6

Pada infeksi HIV gambaran manifestasi PCP meliputi dispneu

progresif subakut, demam, batuk non produktif dan nyeri dada yang

memburuk dalam beberapa hari sampai minggu. Pada PCP ringan,

pemeriksaan paru dalam keadaan istirahat biasanya normal. Dengan

exercise, akan terjadi tachypnea, tachycardia, dan terdengar ronki kering

yang difus. Demam merupakan tanda yang sering dijumpai. PCP sering

disertai dengan koinfeksi candidiasis oral.4

Pada pemeriksaan laboratorium sering dijumpai hypoxemia dari

ringan ( tekanan oksigen arterial [pO2] ≥70 mm Hg atau alveolar-arterial O2

difference, [A-a] DO2 <35 mm Hg), hipoksemia sedang ([A-a] DO2 ≥35 adan

<45 mm Hg) dan hipoksemia berat ([A-a] DO2 ≥45 mm Hg). Peningkatan

kadar lactate dehydrogenase >500 mg/dL tetapi tidak spesifik. 4

Pada foto polos dada tampak infiltrate interstitial yang simetris,

diffuse, bilateral yang memancar dari hilar membentuk gambaran kupu-

kupu. Walaupun demikian gambaran foto polos dada dapat normal pada

awal penyakit. Gambaran yang atipikal dapat berupa nodules, blebs dan

cysts, asymmetric, yang berlokasi di lobus atas, dan pneumothorak.

Pneumothorax spontan pada pasien HIV harus dicurigai karena PCP. Cavitas,

adenopaty intrathoracic dan efusi pleural jarang dijumpai, akan tetapi jika

tidak ditemukan pathogen lain dan keganasan, maka diagnosis alternative

PCP perlu dipkirkan. Hampir sekitar 13% sampai 18% PCP juga disertai

dengan tuberculosis (TB), sarcoma Kaposi atau pneumonia bacterial.12,4

Page 11: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

7

Diagnosis pasti ditegakkan dengan deteksi PCP dari specimen cairan

BAL atau sputum yang diinduksi. PCP dapat terdeteksi dengan pengecatan

giemsa, diff-quik, dan wright (dapat mendeteksi bentuk cystic dan trophic,

tapi tidak mengecat dinding cyst), pengecatan gomori methenamine silver,

gram-weigert, cresyl violet, dan toluidine blue ( dapat mengecat dinding

cyst). Polymerase chain reaction (PCR) specimen BAL memiliki senstifitas

yang tinggi dalam mendiagnosis PCP, namun kemampuan membedakan

dengan kolonisasi PCP masih belum jelas.4

Profilaksis primer, terapi dan profilaksis sekunder PCP4

Profilaksis Primer

Indikasi: pasien HIV remaja, dewasa termasuk hamil dan yang mendapat

ARV dengan kadar CD4 <200 cells/mm3, Pasien HIV dengan riwayat

kandidiasis oropharyngeal, Kadar CD4 cell <14% atau Riwayat dengan AIDS-

defining illness

Pilihan :

Trimethoprim-sulfamethoxazole

(TMP-SMX) 960 mg PO single

dose setiap hari

Alternatif:

TMP-SMX 1 DS PO 3 kali seminggu atau Dapsone 100 mg PO perhari atau 50 mg PO BID atau

Dapsone 50 mg PO per hari + (pyrimethamine 50 mg + leucovorin 25 mg) PO perminggu atau

(Dapsone 200 mg + pyrimethamine 75 mg + leucovorin 25 mg) PO per minggu atau

Page 12: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

8

Aerosolized pentamidine 300 mg via Respigard II™ nebulizer setiap bulan atau

Atovaquone 1500 mg PO per hari dengan makanan atau

(Atovaquone 1500 mg + pyrimethamine 25 mg + leucovorin 10 mg) PO per minggu dengan makanan.

Profilaksis primer dihentikan bila terjadi peningkatan CD4 dari <200

cells/mm3 menjadi ≥200 cells/mm3 selama 3 bulan

PCP sedang atau berat ( lama terapi 21 hari)

Pilihan:

TMP-SMX (TMP 15–20 mg and

SMX 75–100 mg)/kg/day IV

setiap 6 jam atau 8 jam, diganti

PO setelah perbaikan klinis

Alternative :

Pentamidine 4 mg/kg IV sekali sehari perinfus paling sedikit 60 menit,dosis kemudian diturunkan menjadi 3 mg/kg IV sekali sehari atau

Primaquine 30 mg (base) PO sekali sehari + (Clindamycin [IV 600 q6h atau 900 mg setiap 8 jam] atau

[PO 450 mg setiap 6 jam atau 600 mg setiap 8 jam])

Pada PCP sedang atau berat diberikan kortikosteroid sesegera mungkin

setelah 72 jam mendapat terapi spesifik PCP

Dosis prednison

Page 13: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

9

Hari 1–5 : 40 mg PO BID

Hari 6–10 : 40 mg PO daily

Hari 11–21 : 20 mg PO daily

PCP Ringan sampai sedang ( lama terapi 21 hari

Terapi pilhan

TMP-SMX: (TMP 15–20 mg/kg/hari dan SMX 75–100 mg/kg/hari), diberikan PO dalam 3 dosis terbagi atau

TMP-SMX DS - 2 tablets TID

Terapi Alternatif:

Dapsone 100 mg PO perhari + TMP 15 mg/kg/perhari PO (3 dosis terbagi ) atau

Primaquine 30 mg (base) PO per hari + Clindamycin PO (450 mg setiap 6 jam atau 600 mg setiap 8 jam) atau

Atovaquone 750 mg PO BID dengan makanan

Profilaksis sekunder

Indikasi: pernah terinfeksi PCP

Pilihan:

TMP-SMX, 1 DS PO perhari atau

TMP-SMX, 1 SS PO perhari

Terapi alternative

TMP-SMX 1 DS PO 3 kali seminggu, atau

Dapsonec 100 mg PO per hari atau 50 mg PO BID atau

Dapsoneb 50 mg PO perhari + (pyrimethamine 50 mg + leucovorin 25 mg) PO perminggu atau

(Dapsoneb 200 mg + pyrimethamine 75 mg + leucovorin 25 mg) PO perminggu atau

Aerosolized pentamidine 300 mg via

Page 14: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

10

Respigard II™ nebulizer per bulan atau

Atovaquone 1500 mg PO perhari dengan makanan atau

(Atovaquone 1500 mg + pyrimethamine 25 mg + leucovorin 10 mg) PO per hari dengan makanan

Indikasi menghentikan profilaksis sekunder:

CD4 meningkat dari <200 cells/mm3 menjadi 200 cells/mm

3 selama >3

bulan sebagai akibat pemberian ART atau

Jika PCP didiagnosis pada saat CD4 ≥ 200 cells/mm3, profilaksis

diteruskan seumur hidup tidak tergantung dari peningkatan CD4 akibat pemberian ART

Indikasi memulai lagi profilaksis sekunder:

CD4 turun kembali <200 cells/mm3 atau

Jika PCP rekuren pada CD4 ≥ 200 cells/mm3,maka profilaksis diberikan seumur hidup

TUBERKULOSIS

HIV merupakan factor risiko terbesar terjadinya TB. Pada pasien

HIV, TB lebih mudah menjadi aktif dan risiko mortalitas yang lebih besar.

HIV juga merupakan faktor risiko progresi TB laten menjadi aktif.

Manifestasi klinis TB pada HIV tergantung dari derajat berat

immunodefisiensi. Semakin berat imunodefisiensi, gambaran TB yang tipikal

dan adanya lesi kavitas akan semakin jarang dijumpai. Pada kondisi tersebut

TB lebih sering dijumpai pada lobus bawah. Inisiasi ARV pada pasien HIV juga

berisiko terjadi rekonstitusi imun unmasking (subclinical) TB dan TB IRIS

paradoksikal pada pasien HIV- TB yang sudah menunjukkan perbaikan

dengan OAT.1,2,4

Page 15: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

11

Pada pasien TB-HIV, perlu dicurigai terjadinya resistensi OAT bila:

pernah terpapar dengan obat TB yang resisten, tinggal di daerah prevalensi

TB resisten yang tinggi atau kejadian kasus baru resisten yang tinggi, BTA

sputum atau kultur sputum tetap positif setelah 4 bulan terapi, dan riwayat

sebelumnya putus OAT atau memakai OAT tidak dipantau secara langsung.4

PNEUMONIA BAKTERIAL

Pathogen bacterial yang menyebabkan pneumonia pada orang

dengan dan tanpa HIV adalah sama. Penyebab pneumonia komunitas yang

paling sering adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus. Sedangkan penyebab

pneumonia nosocomial adalah Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter

species, Klebsiella species, Escherichia coli dan Acinetobacter species. Pada

pasien HIV yang terinfeksi S pneumoniae, memiliki risiko mengalami

pneumonia 10-100 kali lebih tinggi dibandingkan tanpa HIV. Manifestasi

klinis dan radiologis pneumonia bacterial pada HIV adalah sama pada

dengan dan tanpa HIV. Pedoman diagnosis dan terapi pneumonia bacterial

pada individu tanpa HIV bisa diaplikasikan pada pasien HIV.4

PNEUMONIA HISTOPLASMA CAPSULATUM

Hampir semua kasus histoplasmosis primer terjadi melalui inhalasi

microconidia yang terbentuk pada fase miselium. Sering terjadi diseminasi

Page 16: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

12

infeksi asimtomatik di luar paru-paru, dan imunitas seluler sangat penting

dalam mengendalikan infeksi. Ketika imunitas seluler terganggu, maka bisa

terjadi reaktivasi fokus laten infeksi yang sudah didapat beberapa tahun

sebelumnya.

Manifestasi klinis progressive disseminated histoplasmosis pada

pasien HIV meliputi demam, fatigue, penurunan berat badan dan

hepatomegali. Sekitar 50% pasien menunjukkan keluhan batuk, nyeri dada

dan sesak nafas. Pada pasien dengan kadar CD4 > 300 cells/mm3,

histoplasmosis sering terbatas pada saluran nafas yang umumnya ditandai

dengan batuk, nyeri dada dan demam.

Diagnosis ditegakkan dengan deteksi antigen Histoplasma dalam

darah atau urine dengan metode rapid yang sensitif untuk diagnosis

disseminated histoplasmosis dan acute pulmonary histoplasmosis, namun

kurang sensitive pada infeksi kronis paru-paru. Spesimen kultur H.

capsulatum dapat berasal dari darah, sumsum tulang, sekresi respirasi atau

dari tempat-tempat yang terinfeksi. 4

Page 17: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

13

Profilaksis primer, terapi dan profilaksis sekunder pada pneumonia Histoplasma capsulatum

4

Profilaksis primer diindikasikan pada pasien dengan CD4 < 150 sel/uL yang

berisiko tinggi karena paparan pekerjaan atau yang tinggal di daerah

hiperendemik (>10 kasus/100 pasien- tahun)

Pada kasus Acute pulmonary histoplasmosis pada pasien HIV dengan CD4

>300 cells/mm3 ditatalaksana seperti pasien non HIV

Pada kasus sedang sampai berat

Terapi Induksi

selama paling sedikit 2 minggu atau sampai terjadi perbaikan klinis

Terapi pilihan: Liposomal

amphotericin B at 3 mg/kg IV perhari

Terapi alternatif: Amphotericin B

lipid complex atau amphotericin B

cholesteryl sulfate complex 3 mg/kg

IV per hari

Terapi pemeliharan paling sedikit selama 12 bulan

Itraconazole 200 mg PO TID selama 3 hari, kemudian BID

Pada kasus Penyakit disseminasi yang kurang berat

Terapi induksi dan pemeliharaan

Terapi pilihan: Itraconazole 200 mg

PO TID selama 3 hari, dilanjutkan

200 mg PO BID selama 12 bulan

Alternatif : Posaconazole 400 mg PO

BID atau Voriconazole 400 mg PO

BID selama 1 hari, kemudian 200 mg

PO BID atau Fluconazole 800 mg PO

sehari

Page 18: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

14

Terapi supresi jangka panjang ( profilaksis sekunder)

Indikasi :pasien severe disseminated atau infeksi CNS setelah terapi lengkap

12 bulan, relaps dengan terapi yang sesuai.

Terapi pilihan : Itraconazole 200 mg

PO setiap hari

Terapi alternatif: Fluconazole 400

mg PO setiap hari

Kriteria menghentikan terapi supresi jangka panjang: mendapat terapi azole

>1 tahun, dan kultur darah negative dan antigen Histoplasma serum <2

ng/mL, dan hitung CD4 >150 cells/mm3 selama 6 bulan pada respon dengan

ART

Indikasi memberikan lagi profilaksis sekunder: CD4 count <150 cells/mm3

PNEUMONIA CRYPTOCOCCUS NEOFORMANS

Sebagian besar infeksi cryptococcal pada pasien HIV disebabkan

karena Cryptococcus neoformans, tetapi kadang-kadang juga oleh

Cryptococcus gattii. Pneumonia cryptococcus sering menyebabkan infeksi

yang luas, berat dan disseminate, yang kebanyakan terjadi akibat reaktivasi

infeksi laten.

Infeksi Cryptococcus isolated pada paru ditandai dengan batuk dan

dispneu. Pneumonia Cryptococcus dapat juga tampak seperti acute

respiratory distress syndrome dan menyerupai PCP. Diagnosis ditegakkan

dengan mikroskopis, deteksi antigen (CrAg) dan kultur. Terapi meliputi 3

fase yaitu induksi, konsolidasi dan pemeliharaan. 4

Terapi Pneumonia cryptococcus

Page 19: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

15

Terapi Pneumonia cryptococcus

Terapi induksi (paling sedikit 2 minggu, dilanjutkan dengan terapi konsolidasi

Terapi pilihan Terapi alternatif

Liposomal amphotericin B 3–4 mg/kg IV per hari plus flucytosine 25 mg/kg PO QID atau

Amphotericin B deoxycholate 0.7–1.0 mg/kg IV per hari plus flucytosine 25 mg/kg PO QID

Amphotericin B lipid complex 5 mg/kg IV per hari plus flucytosine 25 mg/kg PO QID atau

Liposomal amphotericin B 3–4 mg/kg IV per hari plus fluconazole 800 mg PO/IV atau

Amphotericin B (deoxycholate 0.7-1.0 mg/kg IV per hari) plus fluconazole 800 mg PO/IV per hari, atau

Liposomal amphotericin B 3–4 mg/kg IV per hari atau

Amphotericin B deoxycholate 0.7–1.0 mg/kg IV per hari atau

Fluconazole 400 mg PO / IV per hari plus flucytosine 25 mg/kg PO QID atau

Fluconazole 800 mg PO /IV per hari plus flucytosine 25 mg/kg PO QID atau

Fluconazole 1200 mg PO / IV per hari

Terapi konsolidasi minimal 8 minggu

Pilihan:

Fluconazole 400 mg PO or IV

sekali sehari

Alternative

Itraconazole 200 mg PO BID

Terapi pemeliharaan

Fluconazole 200 mg PO selama

paling sedikit 1 tahun

Page 20: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

16

Terapi induksi berhasil bila terjadi perbaikan klinis dan kultur negative.

Terapi pemeliharaan dihentikan bila minimal 1 tahun dan infeksi

cryptokokkus asimtomatik dan kadar CD4 ≥100 cells/μL selama ≥3 bulan

dan HIV RNA tersupresi dengan ART.

Terapi pemeliharaan dimulai lagi bila CD4 ≤100 cells/μL

Terapi cryptococcis non CNS, Focal Pulmonary Disease dan Isolated

Cryptococcal Antigenemia:

Fluconazole 400 mg PO setiap hari selama 12 bulan

PNEUMONIA CYTOMEGALOVIRUS

Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus DNA double-stranded

yang termasuk family virus herpes yang dapat menyebabkan penyakit pada

end-organ yang terlokalisir atau disseminata pada pasien HIV dengan

immunosupresi lanjut. Sebagian besar manifestasi klinis terjadi pada

individu yang sebelumnya terinfeksi dengan CMV (seropositive) kemudian

mengalami re-activasi dari infeksi laten atau re-infeksi dengan strain

terbaru. Individu yang terinfeksi terutama dengan jumlah CD4 <50

cells/mm3, yang tidak mendapat atau gagal berespon dengan ART, kadar

CMV viremia yang tinggi dan kadar HIV RNA plasma yang tinggi (>100,000

copies/mL).4 CMV merupakan pathogen yang paling sering (> 50 %)

berhubungan dengan pneumonia viral pada pasien dengan

immunokompromise. Gambaran radiologis yang sering dijumpai adalah

Page 21: IMISSU Single Sign On of Udayana University

Teks

17

infiltrate interstitial unilateral atau bilateral, konsolidasi alveolar, ground-

glass opacities dan nodular opacities. Beberapa tanda sering tumpang tindih

dengan PCP, walaupun efusi pleural lebih sering dijumpai pada pneumonia

CMV.1

Terapi pneumonia CMV dianjurkan memakai ganciclovir dan

foscarnet, namun lama terapi optimal belum jelas. Dianjurkan mengikuti

dosis seperti pada terapi retinitis CMV yaitu Ganciclovir 5 mg/kg IV setiap

12 jam selama 14–21 hari kemudian 5 mg/kg IV setiap hari atau Foscarnet

60 mg/kg IV setiap 8 jam atau 90 mg/kg IV setiap 12 jam selama 14–21 hari,

kemudian 90–120 mg/kg IV setiap 24 jam.4

PNEUMONIA VARICELLA

Penyebaran visceral virus varicella zoster biasanya terjadi pada

pasien HIV dengan jumlah CD4 < 200 sel/mm3 serta dapat menyebabkan

pneumonitis VZV. Gejala respirasi mungkin mendahului, bersamaan dengan

atau terjadi setelah timbulnya rash. Periode dari onset rash dan timbulnya

gejala respirasi adalah antara 0 – 6 hari. Terdapat korelasi antara gejala

respirasi yang baru muncul dengan pneumonia. Demam yang menetap dan

mulai timbulnya batuk pada saat erupsi lesi masih berlangsung, merupakan

indikator varicella pneumonia. Gambaran radiologis yang khas adalah

tampak infiltrate nodular yang diffuse yang cendrung diskret pada daerah

Page 22: IMISSU Single Sign On of Udayana University

TEKS

18

perifer dan bergabung di hilar dan basal paru-paru. Diagnosis pneumonia

varicella- zoster umumnya ditegakkan secara klinis. 3,4

Terapi Pneumonia varicella-zoster 4

Varicella berat dan komplikata

Acyclovir 10–15 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7–10 hari

switch ke terapi oral famciclovir, valacyclovir,atau acyclovir setelah

defervescence jika tidak ada bukti keterlibatan visceral

Zoster dengan lesi kulit yang luas atau keterlibatan visceral

Acyclovir 10–15 mg/kg IV setiap 8 jam sampai terjadi perbaikan klinis

Switch ke terapi oral (valacyclovir 1 g TID, famciclovir 500 mg TID, atau

acyclovir 800 mg PO 5 kali sehari )— selama 10–14 hari bila pembentukan

lesi baru berkurang dan gejala serta tanda infeksi visceral VZV sudah

membaik

Kepustakaan

1. Zeng X, Zhang G. 2014. Imaging pulmonary infectious disease in immunocompromised patients. Radiology of Infectious Disease;1:37-41

2. Oh YW, Effmann EL, Godwin JD. 2000. Pulmonary Infections in Immunocompromised Hosts: The Importance of Correlating the Conventional Radiologic Appearance with the Clinical Setting. Radiology; 217:647–656.

3. Abba AA. 2005. Varicella Pneumonia in Adult. JK Practitioner;12:2:73-77.

4. NIH. 2015. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents. Available at http://aidsinfo.nih.gov/guidelines