ilo jakarta dan aksi menanggulangi di dunia · pdf filetransfusi darah homo-biseksual...

1

Upload: vohuong

Post on 05-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

HIV/AIDS dan DuniaKerja di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian ILO tahun2001, Population Mobility and HIV/AIDS inIndonesia, pola dan kecenderunganpenyebaran HIV/AIDS di negara ini terkait eratdengan perpindahan pekerja baik secaradomestik maupun internasional. Meski belumdiperoleh data memadai yang membuktikanadanya korelasi antara perpindahan pekerjadan penyebaran HIV/AIDS, diasumsikankelompok penduduk dengan mobilitas tinggidan berperilaku seks berisiko, termasukpekerja di sektor pertambangan, kontruksi,perkebunan, perkayuan, transportasi,perikanan dan buruh migran, rentan terhadappenularan HIV/AIDS.

ILO Jakarta dan AksiMenanggulangi HIV/AIDS

di Dunia Kerja

Stigma dan diskriminasi

Kehilangan pendapatan dantunjangan pegawai

Stigma dan diskriminasi

Tekanan terhadap keluarga,masalah pekerja anak

Dampakterhadap Pekerja

Peran ILO JakartaProgram ILO Jakarta untuk memerangi HIV/AIDSdi tempat kerja difokuskan pada programpenanggulangan dan pencegahan penyebaraninfeksi HIV/AIDS di tempat kerja, serta penerapanKaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja.Selain program pencegahan di tempat kerja, ILOJakarta pun melakukan penyelarasan danpengarusutamaan HIV/AIDS ke dalam program-program berskala nasional lainnya, sepertiRencana Aksi Nasional untuk Pekerjaan yangLayak 2002-2005, Dokumen StrategiPengentasan Kemiskinan ILO dan SurvaiTransisi dari Sekolah ke Bekerja.

Keterlibatan ILO Jakarta dalam programHIV/AIDS bertujuan: (1) Meningkatkankesadaran akan dampak HIV/AIDSterhadap persoalan sosial dan ekonomi didunia kerja; (2) Membantu pemerintah,pengusaha dan pekerja dalam menanggulangiHIV/AIDS melalui kerjasama teknis, pelatihandan pembuatan pedoman kebijakan untukpencegahan, penanggulangan dan jaminansosial; dan (3) Memerangi diskriminasi danstigma yang berkaitan dengan status HIV.

Untuk itu, ILO Jakarta terlibat aktif dalamberbagai kegiatan advokasi, pembangunankesadaran dan kapasitas mitra-mitrasosialnya—Departemen Tenaga Kerja danTransmigrasi (Depnakertrans), AsosiasiPengusaha Indonesia (APINDO) dan serikatpekerja—untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dan mengurangi dampak wabahtersebut.

“AIDS membawa dampak yang besarterhadap para pekerja dan keluarga

mereka, perusahaan sertaperekonomian nasional. AIDS

merupakan persoalan di tempat kerjadan tantangan bagi pembangunan”

Juan SomaviaDirektur Jenderal ILO

Page 2: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

Komitmen Tripartit tentangHIV/AIDSILO Jakarta memfasilitasi Pemerintah (dalam hal iniKementrian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat(Menko Kesra) dan Depnakertrans), APINDO danKamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)serta tiga Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSBSI, KSPSI dan KSPI) untuk mencapaikesepakatan “Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerja” dalam DeklarasiTripartit Nasional yang ditandatanganipada 25 Februari 2003 di Jakarta.

Komitmen ini dideklarasikan mendahuluiKomitmen tingkat Internasional antaraOrganisasi Pengusaha Internasional (IOE)dan Konfederasi Serikat Pekerja BebasDunia (ICFTU) pada Mei 2003.

Deklarasi tersebut menggarisbawahipentingnya sektor swasta salingberkolaborasi dalam menanggulangi HIV/AIDS di dunia kerja dengan menerapkanKaidah ILO tentang HIV/AIDS di DuniaKerja, serta pentingnya sektor swasta

memprioritaskan program pencegahan denganmendorong keterlibatan serikat pekerja.

Di tingkat provinsi dan kota, Deklarasi Tripartitserupa ditandatangani di Bandung, Jawa Barat,pada 12 Agustus 2003; Batam, 7 Oktober 2003;dan Surabaya, Jawa Timur, 16 Desember 2003.Bersamaan dengan penandatanganan Deklarasi,juga diluncurkan edisi bahasa Indonesia Kaidah

2

Page 3: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

3

ILO tentang HIV/AIDS di DuniaKerja. Kaidah ini diharapkandapat menjadi pedoman dalampenyusunan dan penerapankebijakan dan programpenanggulangan HIV/AIDS didunia kerja.

AIDSStrategi NasionalILO Jakarta memainkan peranan pentingdalam melakukan advokasi untukmenyikapi dan menanggulangi bahayaepidemi HIV/AIDS terhadap dunia kerja.Epidemi HIV/AIDS bukanlah sekadarmasalah kesehatan, namun telahmenjadi persoalan dunia kerja.Karenanya, ILO Jakarta terlibat aktifdalam pertemuan-pertemuanpenyusunan Strategi NasionalPenanggulangan HIV/AIDS. Strategi initelah memasukkan masalah HIV/AIDSdan dunia kerja sebagai salah satupendekatan multi-sektoral dalampenanggulangan HIV/AIDS.

Page 4: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

Program Pencegahan di Tempat KerjaBekerjasama dengan Aksi Stop AIDS-USAID (ASA-USAID), Deklarasi Tripartit ini ditindaklanjutidengan menggelar serangkaian Forum Tingkat Tinggi dan Pelatihan bagi Pelatih di empatprovinsi, yaitu Jakarta pada 8-9 Juni 2003, Bandung 13-15 Agustus 2003, Batam 8-9 Oktober2003 dan Surabaya 17-18 Desember 2003. Keempat provinsi dipilih menjadi wilayah sasarankarena tingkat prevelansinya yang tinggi. Pada setiap pelatihan dilakukan tes sebelum dansesudah yang mencakup isu-isu tentang HIV/AIDS dan dampaknya terhadap pekerja dan

bisnis. Hasil kedua tes tersebut memperlihatkan pemahaman dasar mengenai HIV/AIDS dan hak-hak orangdengan HIV meningkat sekitar 30% setelah pelatihan.

Peny

ebab

narkoba suntik

lain-lain

hemofilia

ibu hamil

transfusi darah

homo-biseksual

heteroseksual

Modus penularan HIV/AIDS diIndonesia berdasarkan hasil surveiDepartemen Kesehatan RepublikIndonesia tahun 2001 adalah melaluihubungan heteroseksual (53,7%),narkoba suntik (20,9%), homo-biseksual(13,7%), ibu hamil (1,3%), transfusidarah (0,4%), hemofilia (0,1%) danlainnya (9,8%). Kecenderunganpenularan HIV/AIDS melalui narkobajarum suntik di beberapa kota besarmeningkat tajam dari 2.,5% pada 1996menjadi 20% pada 2001. Khusus untukJakarta, meningkat secara signifikan dari15,4% menjadi 47,8%.

Modus penularan HIV/AIDS

20 40 600

53.7

13.7

0.4

1.3

0.1

9.8

20.9

Persentase4

-

Tes Sebelum dan Sesudah PelatihanTes sebelum dan sesudah pelatihan ini mencakup isu-isu yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan dampaknya terhadap pekerjadan bisnis. Pada akhir pelatihan, hasil dari kedua tersebut memperlihatkan pemahaman dasar mengenai HIV/AIDS dan hak-hak orang yang HIV positif meningkat dari 63,16% hingga 92,11%.

TOT Lokalatih Pencegahan HIV/AIDS di Tempat Kerja

No. Pernyataan Jawaban Benar Sebelum Sesudah

1 Orang yang terinfeksi HIV tidak dapat bekerja S 18 192 Batuk dan bersin tidak menularkan HIV B 18 183 Bekerja dengan orang HIV sangat berbahaya S 19 194 Orang dengan AIDS tidak dapat melawan infeksi B 14 145 AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV B 18 196 Seseorang yang sudah tertular HIV akan terinfeksi seumur hidupnya B 14 187 Gigitan nyamuk dapat menularkan HIV S 15 188 HIV+ berarti orang tersebut pasti akan menderita AIDS B 14 169 HIV dapat menular melalui jarum suntik B 19 1910 Ibu hamil dengan HIV pasti menularkan kepada anaknya S 2 1711 AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang B 19 19

sudah terinfeksi HIV12 Orang dengan HIV dapat hidup dengan sehat dalam waktu yang panjang B 14 1913 Orang dengan HIV akan terlihat sakti dan tidak sehat S 5 1814 HIV masuk ketubuh dan dapat melemahkan tubuh dan menghancurkan B 19 19

sistem pertahanan tubuh15 Dewasa ini sudah ditemukan obat untuk menyembuhkan HIV S 4 1716 Sebelum darah donor ditransfusikan kepaa pasien, darah tersebut B 0 19

harus ditest bebas HIV17 AIDS tidak terdapat pada anak-anak S 2 1618 HIV dapat menular melalui air seni dan kotoran S 3 1819 Kita tidak boleh menggunakan perangkat makan yang sama S 4 18

dengan orang dengan HIV20 Tidak perlu memberikan dukungan kepada orang dengan HIV S 0 17

(N=19 Peserta) B = Benar, S = Salah

Page 5: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

Mobilisasi Sektor SwastaJelas bahwa sektor swasta memainkan perananpenting dalam mengatasi penyebaran HIV/AIDSini. Untuk itu, ILO Jakarta telibat aktif dalamkegiatan pemobilisasian sektor swasta denganmenggelar berbagai pertemuan tripartit tingkattinggi di tingkat nasional dan regional sepanjangtahun 2003. Juga berkolaborasi dengan UNAIDSdan NBA (National Business Alliance on HIV/AIDS), ILO Jakarta turut serta dalam penyusunan“Menu Kemitraan” yang berisikan pilihan-pilihanbagi sektor swasta untuk memberikan kontribusidalam aksi menanggulangi HIV/AIDS.Selain itu, ILO Jakarta pun turut terlibat dalampembentukan, dan bahkan menjadi anggota, TimAd-Hoc di bawah Menko Kesra. Tim ini bertugasmerumuskan pelaksanaan Strategi NasionalPenanggulangan yang lebih efektif dalammemerangi HIV/AIDS di dunia kerja.

3

Forum Dunia KerjaIndonesia: HIV/AIDSadalah MasalahSemua OrangBertempat di Jakarta tanggal6 Mei 2004, ILO Jakartabersama ASA-USAIDmenggelar Forum DuniaKerja bertajuk “HIV/AIDSadalah Masalah SemuaOrang”. Di dalam Forumdiluncurkan KepmenakerNo. 68 tentangPencegahan danPenanggulangan HIV/AIDSdi Tempat Kerja.

Kepmenaker tersebut mengadopsi prinsip-prinsipKaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja,yang melarang segala bentuk diskriminasi danskrining dalam proses rekrutmen dan promosikerja. Kepmenaker pun mewajibkan perusahaanmenyusun kebijakan dan program pencegahanHIV/AIDS di tempat kerja.

Forum ini dihadiri sekitar 300 peserta darikalangan bisnis, serikat pekerja, badanpemerintah dan LSM. Di dalam Forum yangdibuka oleh Menakertrans Jacob Nuwa Wea ini

turut diluncurkan versi Indonesia dari PanduanPendidikan dan Pelatihan ILO dan ASA-USAID

tentangImplementasiKaidah ILO danHIV/AIDS diTempat Kerja.

Keselamatan dan KesehatanKerja (K3)

ILO Jakarta pun memperkenalkanHIV/AIDS sebagai persoalan yanglekat terkait dengan Keselamatandan Kesehatan Kerja pada“Konvensi Nasional Keselamatandan Kesehatan Kerja” pada 15Januari 2003 di Jakarta. Sebagaitindaklanjut, ILO Jakarta punterlibat dalam penyusunanKeputusan Menteri Tenaga Kerja

(Kepmenaker) yang terkait dengan Pencegahandan Penanggulangan HIV/AIDS di Dunia Kerjamelalui penerapan K3.

Alan Boulton, Direktur ILO Jakarta (kiri), Tjepie F. Aloewie, Sekretaris JenderalDepnakertrans (kanan) dan Sofjan Wanandi, Ketua APINDO (tengah).

Page 6: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

6

Lokakarya TindaklanjutKepmenaker Pencegahandan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja

Sebagai tindaklanjut dariKepmenaker, ILO Jakarta dan ASA-USAID menggelar lokakaryatripartit di Puncak pada 20-21 Juli2004. Lokakarya ini dihadiriperwakilan pengusaha danpekerja, serta Peter Rademaker,

(Deputi Direktur ILO Jakarta), dan Dr. BenjaminOlalekan Alli (Koordinator, TechnicalCooperation and Advisory Services dan DeputiDirektur, Program Global ILO tentang HIV/AIDSdan Dunia Kerja). Di dalam lokakarya inidihasilkan rancangan Petunjuk PelaksanaKepmenaker serta rancangan perbaikan PeraturanMenteri No. 05/MEN/1993 tentang TatacaraPelaksanaan Jamsostek, yang masihmengecualikan pekerja dengan HIV/AIDS untukmendapat akses pelayanan kesehatan.

Respon Perusahaan atasDampak HIV/AIDS diTempat Kerja

ILO Jakarta berkolaborasi dengan APINDOmenggelar diskusi interaktif bertajuk “ResponPerusahaanatasDampakHIV/AIDS diTempatKerja”, pada29 Juli diJakarta.Diskusiinteraktif inimembahasdampakHIV/AIDS ditempat kerja

Keputusan Menteri TenagaKerja dan Transmigrasitentang Pencegahan danPenanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja

Disusun berdasarkanKaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja danperaturan pemerintahyang ada lainnya,Kepmenaker terdiri daritujuh pasal.Kepmenaker melarangpengusaha melakukantindakan diskriminasiterhadap pekerjadengan HIV/AIDS danmewajibkan pengusaha mengambillangkah-langkah pencegahan danpenanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja melaluiskema Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Kepmenaker mewajibkan perusahaanmenerapkan program penanggulangan di tempatkerja, serta menyatakan bahwa “Pekerja/BuruhDengan HIV/AIDS berhak mendapatkanpelayanan kesehatan kerja dengan pekerja/buruhlainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kepmenaker punmengatur bahwa “pengusaha atau pengurusdilarang melakukan tes HIV untuk digunakansebagai prasyarat suatu proses rekrutmen ataukelanjutan status pekerja/buruh atau kewajibanpemeriksaan kesehatan rutin”.

Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja/buruh atas dasar kesukarelaan denganpersetujuan tertulis dari pekerja/buruh yangbersangkutan, dengan ketentuan bukan untukdigunakan sebagai syarat kerja atau status kerja.Berkaitan dengan kerahasiaan, Kepmenaker punmenyatakan bahwa informasi yang diperoleh darikegiatan konseling, tes HIV, pengobatan,perawatan dan kegiatan lainnya harus dijagakerahasiaannya seperti yang berlaku bagi datarekam medis.

Yanti, aktivis HIV/AIDS memberikan kesaksiantentang diskriminasi yang ia hadapi sebagai pekerja

dengan HIV di tempat kerja.

Page 7: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

7

Survai Dasar tentangImplementasi Kaidah ILOtentang HIV/AIDS diTempat Kerja

ILO Jakarta melakukan surveidasar tentang implementasi

Kaidah ILO tentang HIV/AIDSdan Dunia Kerja. Surveidilakukan dari April hinggaJuni 2004. Survei ini

melingkupi 191 perusahaan diempat provinsi: DKI Jakarta, Jawa

Timur, Kepulauan Riau dan Papua.Provinsi-provinsi ini menjadi wilayah sasarankarena tingkat prevelansi HIV/AIDS-nya yangtinggi. Hasil survai memperlihatkan bahwasebagian besar perusahaan telah menganggapHIV/AIDS sebagai persoalan serius, namunbanyak dari mereka belum memiliki kebijakantertulis dan menjalankan program pencegahanHIV/AIDS di tempat kerja.

Mayoritas perusahaanpun menetapkanpersyaratan bebas HIV/AIDS bagi para pelamarkerja, serta promosi dan mutasi jabatan.

dan lingkungan bisnis. Diskusi ini punmenyediakan informasi dan pemahaman yanglebih mendalam di antara kalangan pengusahamengenai dampak HIV/AIDS terhadap masyarakatbisnis. Panelis di dalam diskusi adalah Faisal Basri

(Ekonom dari Universitas Indonesia), SofjanWanandi (Ketua APINDO), Hari Nugroho (Penelitidari Universitas Indonesia) dan Richard Howard(Spesialis Sektor Swasta dari ASA-USAID).

Di dalam diskusi ini, Sofjan Wanandi, atasnam dunia usaha Indonesia, menegaskankomitmennya untuk memerangi HIV/AIDS,termasuk stigma dan diskriminasi terhadappekerja dengan HIV, ditempat kerja. Ia punmenyatakan siap meluncurkan ProyekPercontohan yang melibatkan beberapaperusahaan di empat provinsi (Balikpapan,Surabaya, Batam dan DKI Jakarta) untukmenjadi model upaya penanggulangan danpencegahan HIV/AIDS di tempat kerja.

Acara ini disiarkan langsung oleh RadioSmartFM dan stasiun jaringannya di Jakarta,Semarang, Palembang, Balikpapan,Banjarmasin, Makassar danManado.Dari kiri ke kanan: Tauvik Muhamad (Koordinator Program Nasional untuk HIV/AIDS-ILO Jakarta), Faisal

Basri (Ekonom dari Universitas Indonesia), Sofjan Wanandi (Ketua APINDO), Hari Nugroho (Peneliti dariUniversitas Indonesia) dan Richard Howard (Spesialis Sektor Swasta dari ASA-USAID)

Page 8: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

8

Jaringan Serikat Pekerja“Zanzibar” untuk HIV/AIDS

Menyusul dikeluarkannyaKepmenaker No. 68, ILOmemfasilitasi pertemuan dengansejumlah pimpinan serikatpekerja di Zanzibar Café,Jakarta. Pertemuan inimenggarisbawahi pentingnyaketerlibatan serikat pekerjadalam program pencegahan

HIV/AIDS, terutama yang menyangkutpelaksanaan Kepmenaker dalam memerangibentuk-bentuk diskriminasi di tempat kerja akibatHIV/AIDS. Para aktivis pekerja sepakat untukmembentuk Jejaring Serikat Pekerja “Zanzibar”,serta memasukkan berbagai masalah seputar HIV/AIDS ke dalam pelbagai pelatihan, sepertiKesepakatan Kerja Bersama (KKB) dan K3.

Komponen HIV/AIDSdi Tempat Kerja untukGlobal Fund

ILO memfasilitasi Depnakertrans, APINDO danserikat pekerja dalam penyusunan proposalGlobal Fund putaran ke-4 yang memasukankomponen dunia kerja sebagai bagianpencegahan HIV/AIDS. Global Fund telahmenyetujui proposal yang akan melibatkantriparit dalam program pencegahan HIV/AIDS ditempat kerja melalui mekanisme K3 di limaprovinsi: Papua, Jakarta, Kepulauan Riau,Kalimantan Timur dan Jawa Timur.

Strategi KomunikasiDalam upaya membangkitkan kesadaran dan mempromosikan program pencegahan HIV/AIDS ditempat kerja, ILO Jakarta telah menerbitkan sejumlah poster, brosur, buku panduan dan artikel di mediamassa yang disebarluaskan kepada publik.

1. Versi Indonesia dari Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja.2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/

AIDS di Tempat Kerja.3. Versi Indonesia dari “Implementasi Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja: Panduan

Pendidikan dan Pelatihan”.4. Leaflet tentang “Aksi Menanggulangi AIDS di Dunia Kerja.5. Poster tentang “Bebaskan Lingkungan Kerja dari Narkoba”.6. Poster Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja.7. Poster HIV/AIDS adalah Masalah Semua Orang.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kantor ILO Jakarta di (021) 391 3112,email: [email protected] and website: www.ilo.org

Tim Redaksi: Gita Lingga, Tauvik Muhamad; Editor: Gita Lingga

� � � � � � �

Page 9: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

9

Menghapuskan Diskriminasi HIV/AIDS di dalam Peraturan Ketenagakerjaan Indonesia*Surat kabar Thailand The Nation melaporkan, saat Bangkok menyambut kedatangan 20.000 delegasi di konferensidunia pertama di Asia tentang HIV/AIDS yang digelar pada 11 hingga 16 Juli, sebuah hotel berbintang empat

memisahkan delegasi HIV positif dengan delegasi lainnya. Peserta denganHIV/AIDS diminta untuk tinggal dan makan di tempat terpisah.

Ironisnya, pemisahan ini terjadi di sebuah konferensi dunia yangberupaya meraih komitmen politik di antara para pemimpin dunia,

serta meningkatkan respon dunia usaha dalam melawan stigma dandiskriminasi terhadap HIV/AIDS.

Undang-undang di beberapa negara telah mengadopsi hak daripekerja yang hidup dengan HIV/AIDS. Di atas kertas, hukum AfrikaSelatan melindungi pekerja yang hidup dengan HIV/AIDS.Sayangnya, diskriminasi dan pengucilan masih terjadi di tempat

kerja di negara dengan penduduk pengidap HIV terbesar di dunia.“Kami memang mempunyai kerangka hukum terbaik. Tetapi, ternyatabelum dapat mengubah cara berpikir. Orang masih terkena PHK hanyakarena status HIV-nya,” ujar Jennifer Joni, pengacara pada lembagahukum HIV di Johannesburg.

Korban stigma dan diskriminasi pun bertebaran di bagian lain dunia. DiIndonesia, Yanti, sekarang konselor HIV/AIDS yang mengidap HIV,

diminta berhenti dari tempat ia bekerja sejak merebaknya kabar mengenai status HIV-nya setelah kematian sang suamiakibat AIDS. Rekan-rekan sejawatnya mengajukan petisi dan menuntut agar Yanti dipecat karena mereka ketakutanterinfeksi HIV apabila menggunakan komputer yang sama, serta makan dan bekerja di tempat yang sama. Sejumlahpekerja migran pun kehilangan pekerjaan menyusul hasil skrining yang menjadi bagian dari proses perekrutan kerja.Stigma dan diskriminasi umumnya terjadi akibat ketidakpahaman tentang bagaimana HIV/AIDS menular atau tidak.Hanya segelintir orang menyadari bahwa HIV tidak dapat tertular melalui kontak sosial biasa, kecuali melalui darahdan cairan tubuh.

Mitos-mitos tersebut melanggengkan penyebaran epidemi HIV/AIDS, serta meningkatkan jumlah orang hidup denganHIV/AIDS yang kehilangan pekerjaan. Setiap hari, sekitar 14.000 orang di dunia terinfeksi HIV, dimana 85% di antaramereka berada di usia produktif.

Sebuah survei yang dilakukan Koalisi Bisnis Thailand menyebutkan bahwa sekitar 45% orang yang hidup dengan HIV/AIDS menganggur atau tidak memiliki penghasilan tetap. Selanjutnya, sekitar 95% kehilangan pendapatan akibatepidemi tersebut.

Meski diskriminasi kerap terjadi, terdapat indikasi peningkatan kesadaran mengenai hal ini di Indonesia. Di bulanMei, Pemerintah telah mengadopsi Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 68 tentang Pencegahan dan PenanggulanganHIV/AIDS di Tempat Kerja. Keputusan tersebut melarang pengusaha melakukan diskriminasi terhadap pekerja yangterinfeksi HIV, serta mewajibkan pengusaha melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan penyebaranHIV/AIDS melalui skema Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Keputusan di atas merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan baru yang secara tegas melarang segala bentukdiskriminasi. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana membuat keputusan baru ini dapatdilaksanakan secara konsisten sejalan dengan peraturan lainnya serta diadopsi di tingkat daerah melaluiperaturan daerah untuk mengeliminasi stigma dan diskriminasi di tempat kerja.

Artikel HIV/AIDS yang sudahdipublikasikanKetiga Artikel ini ditulis oleh Tauvik Muhamad, Koordinator Program Nasional HIV/AIDS - ILO Jakarta. Ketiga Artikel ini sudah dipublikasikan di Harian Jakarta Post danKoran Tempo.

Page 10: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

10

Perdagangan Anak untuk Dilacurkan dan HIV/AIDS*

Persoalan perdagangan anak mencuat dalam Konferensi Ke-6 Tingkat Menteri se-Asia Timur dan Pasifik di Nusa Dua,Bali, bulan Mei lalu. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika itu mensinyalir korban perdagangan perempuan dan anakdi Asia telah mencapai 30 juta orang. Masalah ini pun kembali menghangat sejalan dengan peringatan Hari MenentangPekerja Anak se-Dunia (World Day against Child Labour) pada 12 Juni, yang juga mengusung tema perdagangan anak.

Anak-anak korban perdagangan umumnya terjebak dalam bisnis pelacuran atau pornografi. Modus “perdagangannya”pun kental berbalut penipuan, penculikan dan eksploitasi, serta penggunaan obat terlarang dan aborsi. Yang menyedihkan,mereka acapkali dijual oleh orang tua atau keluarga sendiri dengan harga Rp 800 ribu sampai satu juta. Fenomena inimerupakan potret terburam bagi banyak anak Indonesia.

Kita pun akan semakin terhenyak melihat tajamnya peningkatan angka statistik pelacuran anak. Permintaan yang “tiadahabisnya” akibat mitos yang menyebutkan keperawanan atau “membeli” seks dari anak-anak membuat awet muda,meningkatkan kejantanan dan terhindar dari resiko terinfeksi penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS, turut menyuburkanpraktek perdagangan anak untuk dilacurkan ini.

Saat ini, diperkirakan sekitar 30 persen dari 650 ribu pekerja seks Indonesia merupakan anak-anak di bawah usia 18tahun. Lima persen diantaranya disinyalir di bawah usia 15 tahun. Karena seringkali terpaksa berhubungan badan tanpapilihan, seperti menggunakan kondom, anak-anak yang dilacurkan merupakan diantara 38 persen dari 90-130 ribu orangyang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia.

Selanjutnya, terperangkapnya anak-anak yang dilacurkan di dalam jaringan mafia menjadikan mereka memiliki mobilitastinggi. Untuk memenuhi permintaan pasar, mereka terpaksa sering berpindah tempat. Sebuah penelitian tentang mobilitaspenduduk dan HIV/AIDS di Indonesia memperlihatkan korelasi kuat antara tingginya mobilitas penduduk, khususnyaburuh kontrak domestik maupun internasional, dengan penyebaran HIV/AIDS. Buruh kontrak yang kerapkali berpindahdan bekerja di lokasi terpencil terbiasa “membeli” seks dan beresiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS.

Karenanya, semakin terpencil lokasinya, semakin lemah posisi tawar dan kerentanan anak-anak yang dilacurkan terhadapinfeksi HIV/AIDS. Inilah yang memicu penyebaran HIV/AIDS ke seluruh penjuru negri. Selain itu, dunia pelacuran anak

pun dekat dengan penggunaan narkoba dan praktek aborsi. Tingginya konsentrasi anak-anak yang dilacurkanserta penggunaan narkoba suntik di suatu daerah terbukti berperan memperluas epidemi HIV/AIDS.

Menengok ke belakang, pelacuran di Indonesia telah dikenal sejak era pra-kolonial dalam bentuk praktekperseliran diantara raja-raja Jawa. Sejumlah daerah di Jawa Barat (Indramayu, Krawang dan Kuningan), Jawa

Untuk itu, Pemerintah harus menyusun aturan pelaksana serta meninjau kembali Peraturan Menteri No. PER-05/MEN/1993 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang tidak menyertakan pekerja yang hidup dengan HIV/AIDS dalamskema tunjangan kesehatan yang diterapkan di setiap provinsi dan kabupaten.Selain melakukan pengembangan kebijakan dan peraturan, juga perlu ditingkatkan tindakan intervensi yang lebihstrategis melalui peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas sebagai bagian program pencegahan di tempatkerja untuk memperoleh dampak dan menjangkau masyarakat yang lebih besar.

Adalah penting menjadikan tempat kerja sebagai wadah melawan ketakutan dan diskriminasi yang melingkupi HIV/AIDS dengan menentang skrining bagi pekerja. Selain juga mempekerjakan orang dengan HIV/AIDS, termasukmelibatkan mereka dalam upaya pencegahan penyebaran epidemi HIV/AIDS melalui tempat kerja. Sebab, bagi orangyang hidup dengan HIV, seperti juga banyak orang lainnya, memperoleh dan mempertahankan pekerjaan yang layakmerupakan hal yang krusial dalam hidup.

Naveen Kumarm, seorang aktivis AIDS di India, dalam publikasi ILO New Delhi berujar: “Bila Anda mengambilpekerjaan kami, Anda akan membunuh kami jauh lebih cepat ketimbang HIV. Kami mampu bekerja. Kami bukanlahrisiko bagi rekan sejawat. Pekerjaan lebih dari sekadar obat buat kami. Ia membuat kami dapat membawa pulang obatdan makanan.”

* Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel berbahasa Inggris berjudul Removing HIV/AIDS Discrimination in Indonesian Labor Regulations, sertatelah dipublikasikan di The Jakarta Post pada 13 Juli 2004.

Page 11: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

11

Tengah (Jepara, Grobogan dan Wonogiri) serta Jawa Timur (Blitar, Malang dan Lamongan)kemudian dikenal sebagai daerah pemasok selir dan saat ini sebagai pemasok pekerja seks,termasuk anak-anak. Jawa Barat dan Jawa Timur bahkan termasuk daerah dengan tingkatprevelensi HIV/AIDS tinggi.

Sulit memang mengeliminasi praktek perdagangan danpelacuran anak ini. Akar persoalan sesungguhnya terletak padakemiskinan struktural. Berkurangnya lahan pertanian menjadisalah satu penyebab menyempitnya kesempatan kerja. Kondisiini diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikanperempuan di pedesaan, yang semakin menyuburkanfaktor budaya seperti praktek kawin kontrak danperceraian muda.

Lebih dari itu, masalah ini pun bertalian erat dengan lemahnyakapasitas aparat dan penegakan hukum. Adanya keterlibatanaparat, absennya tindak pencegahan dan rehabilitasi, sertamenggiurkannya curahan keuntungan yang diperoleh turut“melanggengkan” praktek perdagangan anak untuk dilacurkan. Perputaran uang dari industriseks ini ditengarai mencapai sekitar Rp 30 triliun (US$ 3 miliar) per tahun.

Kampanye global menentang praktek perdagangan anak untuk dilacurkan telah dirintis sejak Kongres Duniadi Stockolm, Swedia, tahun 1996 dan Deklarasi Yokohama tahun 2001. Sejalan dengan kampanyetersebut, Indonesia pun meratifikasi Konvensi ILO No. 138 (batasan usia kerja) dan No. 182 (penghapusanbentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak) pada Juni 1999 dan Maret 2000. Kedua Konvensi itu secarategas “mengharamkan” praktek perdagangan dan pelacuran anak dan memasukkannya sebagai sebuahbentuk pelanggaran terberat hak asasi manusia.

Namun, sekadar meratifikasi konvensi ke dalam bentuk undang-undang tidaklah cukup. Harus dilakukan langkah-langkahtindak lanjut untuk mengikis habis salah satu akar persoalan: kemiskinan. Selain berupaya mengubah persepsi “permisivitas”masyarakat pedesaan tentang perdagangan dan pelacuran anak, pemerintah berkewajiban meningkatkan tingkat pendidikanmasyarakat, khususnya kaum perempuan, agar berpeluang masuk ke bursa kerja yang layak. Selain itu, dalam upayapenanggulangan HIV/AIDS, masalah perdagangan dan pelacuran anak harus menjadi bagian dari Strategi NasionalPenanggulangan AIDS.

Artikel ini diedit oleh Gita Lingga dan sudah dipublikasikan di Koran TEMPO tanggal 24 Juli 2003

Bisnis Lawan HIV/AIDS*HIV/AIDS saat ini bukan lagi sekadar persoalan kesehatan. Ia telah menjadi persoalan sosial dan ekonomi, dengandunia usaha sebagai segmen yang paling terkena imbasnya. Virus ini menghancurkan dunia bisnis melalui, antara lain,penurunan tingkat produktivitas akibat berkurangnya jumlah angkatan kerja terdidik dan terlatih. Belum lagimembengkaknya biaya usaha sejalan dengan meningkatnya kebutuhan merekrut, melatih dan melatih ulang karyawan.

Tidak ada pilihan lain bagi dunia bisnis, selain mengibarkan bendera perang sesegera mungkin. Untunglah itu telahdirintis sejak 1982. Diawali upaya Levi Strauss & Co meningkatkan kesadaran tentang HIV/AIDS dengan menjalankanprogram penanggulangan di tempat kerja. Program-program yang dilakukan, misalnya, penyusunan kebijakanperusahaan, edukasi dan pelatihan bagi pekerja dan komunitas serta merekrut dan tetap mempekerjakan orang yanghidup dengan HIV/AIDS.

Usaha ini kemudian diikuti perusahaan multinasional lainnya seperti Coca Cola, Heineken, Exxon Mobil, IBM, TheBody Shop, Daimler Chrysler, Standard Chartered Bank, dan Bristol Myers Squibb.

Ternyata perang ini juga mesti sehebat mungkin. Sejak 1990-an, perusahaan-perusahaan pun membentukkoalisi, yang tumbuh di hampir seluruh bagian dunia, terutama wilayah dengan tingkat prevelensi tinggi. DiEropa, misalnya, ada The Prince of Wales Business Leaders Forum (1990) serta The Global Business Council

Page 12: ILO Jakarta dan Aksi Menanggulangi di Dunia · PDF filetransfusi darah homo-biseksual heteroseksual Modus penularan HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan hasil survei ... skema Kesehatan

412

on HIV/AIDS (1997). Kedua koalisi ini setidaknyamenghimpun 20 perusahaan multinasional ternama, termasukCalvin Klein, Polaroid, Squibb Eskom dan The Tata Iron&SteelCo. Untuk tingkat regional, berdiri The European AIDS andEnterprise Network untuk Eropa, serta Asian Business Coalitionon AIDS untuk Asia. Sementara itu, di tingkat nasional sebutsaja Thailand Business Coalition on AIDS dan South AfricanCoalition on HIV/AIDS.

Merebaknya koalisi ini mendorong World Economic Forum(WEF) menggagas berbagai inisiatif pada 2001, termasukinisiatif kesehatan mengenai HIV/AIDS yang dikenal sebagaiGlobal Health Initiative (GHI). WEF merupakan sebuah forumbisnis bergengsi di dunia yang awalnya dikenal sebagai klub

eksklusif pelaku binis “kulit putih,” dan sedikitnya menguasai tiga-perempat pergerakan modal dunia.

GHI bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan bisnis dalam memerangi HIV/AIDS, tuberculosis danmalaria. Inti kegiatannya termasuk memobilisasi sektor swasta untuk mengatasi kelangkaan dana dalampenanggulangan HIV/AIDS dunia. Dengan menghimpun hampir seribu perusahaan besar, diantaranya AbbotLaboratories, Anglo American, Kuwait Industries Co.Holding, Mc Donald’s. Merck, Bill & Melinda Gates foundation,Open Society Institute, dan bekerjasama erat dengan UNAIDS (United Nations Joint Programme on HIV/AIDS) danOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO), GHI menjadi sentral dari penggalangan dana global (global fund) untuk HIV/AIDS. Bagaimana dengan Indonesia?

Saat ini, terdapat sekitar 19 juta orang beresiko tinggi terpapar HIV/AIDS. Berdasarkan perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kerugian ekonomi yang diderita negara ini akibat HIV/AIDS mencapai Rp 476 triliun setiap tahunnya.Apabila tidak segera diambil tindakan, satu juta orang diperkirakan tewas 10 tahun ke depan.

Difasilitasi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sektor swasta yang diwakili Kamar Dagang dan IndustriIndonesia (KADIN) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), bersama-sama dengan pemerintah dan perwakilanserikat pekerja, mendeklarasikan komitmen tripartit penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia pada 25 Februari 2003.Di bawah komitmen tersebut, ketiga pihak sepakat untuk menggalang kekuatan memerangi HIV/AIDS melaluiprogram pencegahan di tempat kerja. Melihat keseriusan dunia bisnis Indonesia dalam memerangi HIV/AIDS, GHIsaat ini sedang menjajagi kemungkinan kerjasama dengan KADIN dan APINDO melalui Aliansi Bisnis Nasional untukAIDS.

Pencegahan HIV/AIDS memang memerlukan komitmen politik. Karena persoalan HIV/AIDS masih sarat denganpenyangkalan, rasa malu dan minimnya kepimimpinan. Sayangnya, masih terdapat berbagai kendala untukmewujudkan komitmen ke dalam program pencegahan HIV/AIDS di setiap perusahaan. Kendala tersebut mencakup;Ketidaktahuan para pebisnis tentang keterkaitan dampak HIV/AIDS terhadap dunia bisnis. Kedua, prioritas perusahaanyang masih berkutat dengan upaya penyelamatan perusahaan akibat krisis ekonomi. Dan ketiga, belum adanyakebijakan pemerintah yang secara legal-formal mengatur kewajiban untuk menjalankan program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja.

Merujuk pada kendala-kendala yang dihadapi sektor bisnis tersebut, maka perlu digelar kegiatan sosialisasi danadvokasi secara intens dan berkelanjutan tentang implikasi sosial dan ekonomi akibat HIV/AIDS, termasuk benefit yangbakal diperoleh perusahaan jika bisnis melakukan program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja. Sosialisasi danadvokasi dapat dilakukan oleh Aliansi Bisnis Nasional untuk AIDS yang diperluas dengan melibatkan Kamar DagangInternasional dan perusahaan-perusahaan di luar anggota KADIN dan APINDO.

Juga perlu dipikirkan untuk memberi insentif bagi perusahaan, misalnya membebankan biaya pelatihan HIV/AIDSsebagai komponen pengurang pajak perusahaan. Hal ini dapat mendorong perusahaan melakukan programpencegahan ditempat kerja tanpa mengganggu upaya perusahaan bertahan dalam periode pemulihan krisis ekonominasional dewasa ini.

Pada saat yang sama, pemerintah diharapkan segera mengeluarkan peraturan yang tegas tentang kewajiban perusahaanmenggelar program HIV/AIDS sebagai bagian dari program K3-Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Adanya aturantersebut dapat menjadi acuan sekaligus “paksaan” bagi perusahaan untuk menjalankan program penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja.Tidak pelak lagi, dunia bisnis memainkan peranan penting dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di seluruh

belahan dunia. Kesadaran yang sudah terbangun di tingkat global, mestinya juga diikuti di tingkat lokal,termasuk Indonesia.

Artikel ini sudah diterbitkan di Koran TEMPO pada 5 Juni 2003.