repository.upstegal.ac.idrepository.upstegal.ac.id/41/1/i,ii,iii,iv,v,vi,vii,viii,ix,x edit.docx ·...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERDATA
MELALUI GUGATAN SEDERHANA DAN GUGATAN PERDATA BIASA
SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Hukum
Oleh:
UMI LAKSANA JAYA
NPM 5116500202
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2019
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERBANDINGAN MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MELALUI GUGATAN SEDERHANA DAN GUGATAN
PERDATA BIASA
UMI LAKSANA JAYA
5116500202
i
ii
iii
ABSTRAK
Umi Laksana Jaya. PERBANDINGAN MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MELALUI GUGATAN SEDERHANA DAN GUGATAN PERDATA BIASA. Skripsi. Tegal: Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasakti, Tegal, 2019.
Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi sudah sangat dikenal masyarakat indonesia. Masyarakat masih berfikir bahwa proses litigasi itu memakan waktu lama dan berbelit-belit. Mahkamah Agung menerbitkan PERMA nomor 2 tahun 2015 yang banyak mengandung norma hukum baru, bahkan secara tegas menyingkirkan aturan dalam proses hukum acara perdata biasa.
Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan mekanisme penyelesaian gugatan sederhana dan gugatan perdata biasa dipengadilan (2) mengkaji perbedaan dalam proses penyelesaian perkara gugatan sederhana dan gugatan perdata biasa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan meneliti bahan hukum konseptual atau data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukan mekanisme gugatan sederhana dan gugatan perdata biasa, selanjutnya dalam hal pembahasan menunjukan tabel perbedaan antara mekanisme gugatan sederhana dengan gugatan perdata biasa. Penelitian ini juga mendeskripsikan setiap aspek dalam tabel perbedaan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, akademisi, praktisi, dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
Kata Kunci: Perbandingan, Gugatan Sederhana, Gugatan Perdata Biasa.
iv
ABSTRACT
Umi Laksana Jaya, COMPARISON OF MECHANISMS FOR RESOLVING CIVIL DISPUTES TROUGH SMALL CLAIM COURT AND ORDINARY CIVIL CLAIMS, Minithesis. Tegal: Legal Studies Program, Faculty of Law, Pancasakti University, Tegal, 2019.
Dispute resolution through litigation channels is well known by the Indonesian people. People still think that the litigation process is time consuming and complicated. The Supreme Court issued PERMA number 2 of 2015 which contains many new legal norms, even explicitly removing rules in the legal process of ordinary civil proceedings.
The purpose of this research are : 1. To Describe the settlement mechanism for small claim courts and ordinary civil claims. 2. To examine differences in the process of resolving small courts and ordinary civil claims. This research uses a normative approach with data sources, namely conseptual legal material or secondary data. Data collection methods are taken by means of library research. The method of data analysis in this study is qualitative.
The results of this study show the mechanism of small claim courts and ordinary civil claims, then in this study discusses the difference between the mechanism of small claim court and ordinary civil claims in the form of tables. This study also describes each aspect in the table of differences.
This research is expected to be an information and input to student, academician, practition, and the stakeholders in the scoupe of Faculty Of Law Pancasakti Tegal University.
Keywords : Comparison, Small Claim Court, Ordinary Civil Suit.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
-suami penulis
-bapak dan ibu penulis
-saudara-saudara penulis
-teman-teman penulis
vi
MOTTO
“Dalam setiap peristiwa , hikmah selalu ada”
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucakan syukur kehadirat Allah SWT, alhamdulillah penyusunan skripsi ini dapat selesai. Dengan skripsi ini pula penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulallah Saw. yang membawa rahmat sekalian alam.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak yang kepadanya patut diucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr.Burhan Eko Purwanto, M.hum (Rektor Universitas Pancasakti Tegal)2. Dr.Achmad Irwan Hamzani, SHI, M.Ag ( Dekan dan selaku dosen
pembimbing II Penulis di Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal. penulis sangat berterimakasih kepada beliau karena kebaikan dan kesabaran beliau menghadapi saya dalam menyusun skripsi ini)
3. Dr. H. Sanusi SH,MH ( Wakil dekan dan selaku dosen pembimbing I di Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal. penulis sangat berterimakasih kepada beliau selaku pembimbing I karena telah memberikan dorongan agar penulis termotivasi bisa lulus di tahun 2019).
4. Imam Asmarudin,SH,MH (Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal).
5. Tiyas Vika Widyastuti, SH, MH (Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal).
6. Segenap dosen Fakultas hukum Universitas Pancasakti Tegal yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan pada penulis sehingga bisa menyelesaikan studi strata 1. Mudah-mudahan mendapatkan balasan dari Allah Swt. Sebagai amal shalih.
7. Segenap pegawai administrasi Universitas Pancasakti Tegal khususnya di fakultas hukum yang telah memberikan layanan akademik dengan sabar dan ramah tamah.
8. Suro Mukti Hanjoyo S.T., selaku suami dan selaku orang tua yaitu bapak bambang dan ibu eni yang sangat saya hormati dan cintai, karena telah memberikan dorongan moril kepada penulis dalam menempuh studi. Mudah-mudahan kebaikanmu mendapatkan balasan dari Allah Swt sebagai amal shalih.
9. Aghnia Mubsira Putri Hanjoyo selaku anak dari penulis yang telah bersabar ketika mendampingi penulis dalam menyusun skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis. Akhirnya hanya kepada Allah SWT. penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................i
Halaman Persetujuan Pembimbing..............................................................ii
Halaman Persetujuan Pembimbing.............................................................iii
Halaman Pengesahan...................................................................................iv
Halaman Pernyataan.....................................................................................v
Halaman Abstrak.........................................................................................vi
Halaman Abstrack......................................................................................vii
Halaman Persembahan..............................................................................viii
Halaman Motto...........................................................................................ix
Kata Pengantar ............................................................................................x
Daftar Isi......................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................6
D. Tinjauan Pustaka..............................................................................6
E. Manfaat Penulisan............................................................................9
F. Metode Penelitian...........................................................................10
G. Rencana Sistematika Penulisan......................................................12
BAB II LANDASAN KONSEPTUAL......................................................14
A. Gugatan Perdata Biasa....................................................................14
1. Putusan Gugur...........................................................................15
2. Verstek.......................................................................................16
3. Perdamaian................................................................................16
4. Pembacaan Gugatan...................................................................17
5. Jawaban Tergugat......................................................................17
ix
6. Eksepsi Dan Rekonvensi...........................................................18
7. Replik Dan Duplik.....................................................................18
8. Mendengarkan Saksi Ahli..........................................................19
9. Pemeriksaan Setempat...............................................................20
10. Pemeriksaan Surat-Surat Bukti Dan Surat-Surat Yang Disimpan Pejabat Umum ..........................................................................20
11. Pembuktian................................................................................20
12. Kesimpulan................................................................................20
13. Musyawarah Majelis Hakim......................................................21
14. Putusan Hakim...........................................................................21
15. Upaya Hukum............................................................................21
B. Gugatan Sederhana.........................................................................22
1. Pengertian Dan Perkembangan Gugatan Sederhana..................22
2. Perma NO 2/2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana...................................................................................24
3. Syarat Mengajukan Gugatan Sederhana....................................25
4. Proses Pemeriksaan Gugatan Sederhana...................................25
5. Putusan.......................................................................................26
6. Upaya Hukum Keberatan..........................................................29
7. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.................29
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................31
A. Mekanisme Penyelesaian Perkara Perdata Melalui Gugatan Sederhana dan Gugatan Perdata Biasa.............................................................31
1. Mekanisme Penyelesaian Perkara Perdata Melalui Gugatan Sederhana.....................................................................................31
2. Mekanisme Penyelesaian Perkara Perdata Melalui Gugatan perdata biasa.............................................................................................40
B. Perbedaan Proses Perkara Perdata Melalui Gugatan Sederhana Dan Gugatan Biasa.................................................................................47
x
BAB IV PENUTUP....................................................................................65
A. KESIMPULAN..............................................................................65
B. SARAN..........................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................68
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum, penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara adjudikasi
dan non adjudikasi. Pada penyelesaian sengketa melalui adjudikasi dibagi
menjadi litigasi yaitu pengadilan dan non litigasi yaitu arbitrase. Pengertian
litigasi (pengadilan) adalah “suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi
antara para pihak yang bersengketa, dalam penyelesaian sengketa itu
diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. 1
Selaras dengan perkembangan masyarakat baik yang menyangkut
ekonomi maupun kehidupan sosial dari suatu masyarakat terlebih lagi dikota
(besar) nilai tradisional bergeser kearah modern. Perkembangan masyarakat
lebih mengutamakan materi daripada pertimbangan-pertimbangan etika,
moral, agama, dan kesusilaan. Konflik-konflik yang terjadi tidak lagi
didasarkan atas musyawarah untuk mufakat dalam rangka mencapai suatu
kerukunan tetapi sudah didasarkan pda kalah atau menang. Pergeseran pola
pikir inilah yang menjadikan institusi pengadilan sebagai ajang untuk
menyelesaikan sengketa dengan tujuan memperoleh kemenangan dan bukan
mencari keadilan. Karena itu, untuk mencapai hal tersebut segala upaya
hukum yang tersedia (banding dan kasasi) ditempuh sehingga sengketa
menjadi berlarut-larut yang ujung-ujungnya menumpuk di Mahkamah Agung.
1 Dwi Rezki Sri Astarini, Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat,Sederhana,Biaya Ringan , Bandung : P.T Alumni Bandung , 2013, hlm.1.
1
2
Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan menjadi asas pada peradilan
yang hanya merupakan huruf-huruf mati tanpa makna.2
Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi atau pengadilan sudah
sangat dikenal dalam masyarakat indonesia,agar setiap orang dapat dengan
mudah memperjuangkan keadilannya, proses peradilan harus dilaksanakan
sesederhana mungkin. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan adalah suatu
prinsip/asas dalam penyelenggaraan peradilan karena merupakan pedoman
bagi hakim dalam melaksanakan suatu proses peradilan agar dapat menjawab
rasa keadilan dalam masyarakat.3
Apabila hal ini dikaitkan dengan aturan mediasi yang harus ditempuh
para pihak dalam beracara untuk sengketa keperdataan, proses peradilan
menjadi tidak sederhana karena bertambahnya hukum acara yang secara
formal harus ditempuh, dan mutatis mutandis menjadikan proses
penyelesaian suatu sengketa dipengadilan tidak bisa cepat karena harus
menempuh mediasi terlebih dahulu. Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) mediasi menyatakan bahwa proses untuk
bermediasi berlangsung paling lama 40 hari dan dapat diperpanjang atas
kesepakatan para pihak paling lama 15 hari kerja sejak berakhirnya masa 40
hari. Dengan semakin lamanya proses mediasi pengadilan yang berlangsung
tentu dapat berdampak pula pada biaya yang tidak lagi ringan. Belum lagi
apabila ada pihak yang tidak datang dalam proses mediasi, akan dilakukan
2 Ibid, hlm.3.3 Ibid, hlm.12.
3
pemanggilan sidang mediasi hingga 2 (dua) kali terlebih apabila pihak
tergugat berada diluar Indonesia. Dapat dibayangkan betapa lamanya para
pencari keadilan menunggu keadilan itu tiba.4
Mahkamah Agung pada tanggal 7 Agustus 2015 menerbitkan PERMA
nomor 2 tahun 2015 tentang tata cara gugatan sederhana yang mengatur
tentang prosedur penyelesaian sengketa dengan pembatasan nilai gugatan
materiil paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Jika disimak
dari konsideran perma tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Mahkamah
agung memiliki tekad untuk mewujudkan asas peradilan cepat dan sederhana
serta biaya ringan karena dipandang selama ini prosedur penyelesaian perkara
perdata dengan menggunakan hukum acara yang sebagaimana diatur dalam
HIR/RBg terlalu rumit dan bertele-tele dengan berbagai tahapan persidangan
yang memerlukan waktu yang panjang, disamping itu ruang untuk
mengajukan upaya hukum terhadap setiap perkara selalu terbuka luas atau
tidak ada pembatasan untuk mengajukan upaya hukum, sehingga berapapun
nilai gugatannya para pihak bisa mengajukan banding, kasasi, bahkan PK.5
PERMA 2/2015 banyak mengandung norma hukum baru, bahkan
diantaranya secara tegas menyingkirkan aturan yang ada dalam Undang-
Undang Hukum Acara Perdata (HIR/Rbg) misalnya perma secara tegas
melarang para pihak untuk mengajukan eksepsi,provisi, dan rekonvensi
padahal hak tersebut diatur dalam HIR dan Rbg. Selain itu perma juga
4 Ibid, hlm.125 Ridwan Mansyur D.Y. Witanto, Gugatan Sederhana Teori Praktik Dan Permasalahannya, Jakarta : Pustaka Dunia , 2017, hlm. 14-15.
4
membatasi hak para pihak untuk mengajukan upaya hukum yang berlaku
dalam hukum acara perdata pada umumnya dan menentukan lembaga upaya
hukum baru yang bernama “keberatan” yang sebelumnya tidak pernah
dikenal dalam sistem hukum acara perdata yang berlaku di indonesia.
Dilihat dari muatannya, subtansi PERMA 2/2015 telah lebih sekedar
mengisi kekosongan hukum acara dan menciptakan norma hukum baru, baik
yang sebelumnya tidak diatur dalam hukum acara perdata maupun yang
sengaja dibuat untuk menggantikan norma hukum yang ada dengan tujuan
agar dapat memberikan keadilan bagi para pencari keadilan dalam bentuk
penyelenggaraan peradilan secara lebih cepat dan sederhana. PERMA telah
menciptakan istilah dan prosedur baru dalam sistem hukum acara perdata.
Meskipun banyak hal yang telah dilanggar oleh pemberlakuan PERMA,
namun secara substantif perma 2/2015 sudah lama ditunggu kehadirannya
oleh masyarakat dan para pelaku bisnis dari kalangan menengah kebawah.
Mungkin mahkamah agung dalam hal ini lebih melihat segi manfaat bagi
masyarakat ketimbang segi formalistik dalam sistem hukum, karena untuk
menunggu lahirnya revisi undang-undang hukum acara perdata entah kapan
itu akan terjadi, padahal kebutuhan akan hal itu sangat mendesak.
Memang menjadi kelemahan dalam hukum acara perdata yang berlaku
saat ini karena tidak membedakan nilai gugatan yang harus diselesaikan
melalui mekanisme persidangan yang lengkap dan harus menempuh seluruh
tahapan persidangan. Jika nilai gugatannya kecil tetap harus menempuh
5
seluruh prosedur persidangan yang begitu panjang dan berbelit-belit, maka
pihak yang mengajukan gugatan akan mengeluarkan biaya yang besar
sehingga upaya yang dilakukan akan menjadi sia-sia karena pasti lebih besar
pasak daripada tiang untuk menempuh proses penyelesaian dipengadilan
hingga mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.6
Dilatarbelakangi dengan pemikiran tersebut, serta kurangnya sosialisasi
tentang gugatan sederhana membuat masyarakat bingung akan mekanisme
penyelesaian dari gugatan sederhana. Sehingga masyarakat masih berfikir
bahwa proses litigasi itu memakan waktu lama dan berbelit-belit. Penting
bagi penulis untuk membedakan antara keduanya sehingga masyarakat lebih
mudah memahami. Maka dari itu penulis bermaksud mengkaji hal yang lebih
dalam mengenai “Perbandingan Mekanisme Penyelesaian Perkara Perdata
melalui Gugatan Sederhana dan Gugatan Perdata Biasa“
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas , maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme penyelesaian perkara perdata melalui gugatan
sederhana dan gugatan perdata biasa ?
2. Adakah perbedaan dalam proses penyelesaian perkara perdata biasa dan
gugatan sederhana ?
C. Tujuan Penelitian
6 Ibid, hlm.16-17.
6
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan mekanisme penyelesaian gugatan sederhana dan
gugatan perdata biasa di pengadilan.
2. Untuk mengkaji perbedaan dalam proses penyelesaian perkara perdata
biasa dan gugatan sederhana.
D. Tinjauan Pustaka
1. Gugatan Perdata
Wewenang pengadilan menyelesaikan perkara diantara pihak yang
bersengketa, disebut yurisdiksi contentiosa, dan gugatannya berbentuk
gugatan contentiosa atau disebut contentious. Gugatan ini mengandung
sengketa antara kedua belah pihak atau lebih. Gugatan contentious inilah
yang dimaksud dengan gugatan perdata dalam praktik.
Gugatan perdata adalah gugatan contentiosa yang mengandung
sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan
penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepadapengadilan dengan posisi
para pihak; Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak
sebagai penggugat,sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam
penyelesaian, disebut dan berkedudukan sebagai tergugat. Dengan
demikian, ciri yang melekat pada gugatan perdata adalah permasalahan
hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa, sengketa terjadi
di antara para pihak paling kurangantara dua pihak, berganti gugatan perdata
bersifat partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan
7
berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lain berkedudukan sebagai
tergugat.
Bentuk gugatan dapat diajukan secara tertulis atau secara lisan apabila
penggugat tidak dapat membaca dan menulis. Bentuk gugatan secara lisan
berpedoman pada pasal 120 HIR/144 RBg yang menegaskan bahwa
bilamana penggugat buta huruf surat gugatannya dapat dimasukan dengan
bentuk lisan kepada ketua PN yang mencatat gugatan itu atau menyuruh
mencatatnya.
Mengenai gugatan secara lisan penyampaiannya ke PN, penggugat
harus menyampaikan sendiri dan tidak boleh diwakilkan. Bentuk tertulis
dari gugatan paling diutamakan. Menurut pasal 118 ayat (1) HIR/142 RBg,
gugatan perdata harus dimasukkan kepada PN dengan surat permintaan
yang ditandatangani oleh penggugat/kuasanya. Jadi ,sebelum dimasukan ke
PN, penggugat /kuasa hukumnya harus terlebih dahulu menandatangani
gugatan.
Pada tahap pemeriksaan perkara perdata di persidangan, kemungkinan
yang terjadi menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Putusan gugur
2. Putusan verstek
3. Perdamaian
4. Pembacaan gugatan
5. Jawaban tergugat
6. Eksepsi dan rekonvensi
8
7. Replik dan duplik
8. Mendengar saksi-saksi, saksi ahli dan mendengar pihak-pihak
9. Pemeriksaan setempat
10. Pemeriksaan alat bukti
11. Kesimpulan
12. Putusan hakim
2. Gugatan Sederhana (GS)
Gugatan sederhana atau GS atau dalam istilah populer disebut
Small Claim Court (SCC) sebagaimana yang diatur dalam PERMA 2/2015.
SCC berkembang pesat dibanyak negara didunia, baik negara yang
menganut sistem hukum commond law maupun civil law . SCC adalah
suatu mekanisme penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) yang
bersifat memutus (ajudikasi) dengan proses pemeriksaan yang lebih cepat
dan sederhana bagi jenis perkara wanprestasi dengan nilai kontrak kecil dan
perbuatan melawan hukum yang nilai kerugian materialnya tidak besar.
SCC merupakan jalan tengah antara mekanisme alternatif dispute resolution
(non litigasi) yang sederhana dan fleksibel dengan mekanisme penyelesaian
melalui lembaga yang memiliki otoritas sebagai pemutus, sehingga
keputusan yang diambil mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dapat
dipaksakan pelaksanaannya (executable).7
Pembentukan PERMA tentang tata cara penyelesaian gugatan
sederhana dirumuskan dengan merujuk pada beberapa ketentuan undang-
undang antara lain pasal 79 UU mahkamah agung yang memberikan 7 Ridwan Mansyur D.Y. Witanto, Op. Cit., hlm. 45-66.
9
wewenang kepada mahkamah agung untuk membuat peraturan yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-
hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang yang sifatnya mengisi
kekosongan hukum acara. Selain itu yang menjadi rujukan adalah pasal 4
ayat 2 UU 48/2009 tentang kekuasan kehakiman yang menyebutkan bahwa
pengadilan membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya pengadilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan. Dari segi hukum acara perdata
pembentukan PERMA juga didasarkan pada ketentuan pasal 283 RV yang
berbunyi " dalam perkara-perkara yang menghendaki segera diberikan
keputusan tuntutan dapat diajukan kepada sidang secara singkat yang
diadakan oleh ketua RVj pada hari-hari yang sudah ditentukan untuk itu
tentang pelaksanaan putusan pengadilan atau suatu alas hak pelaksanaan
(eksekutorial titel). Tentang perselisihan, penyegelan atau pengangkatan
segel maupun tentang kewajiban tentang seorang notaris yang tidak dapat
ditunda dan selanjutnya dalam segala hal untuk kepentingan pihak pihak
yang memerlukan pelaksanaan segera.8
E. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan sekaligus sebagai
sumbangan ilmu khususnya dalam materi mengenai perbedaan antara
gugatan sederhana dengan gugatan perdata biasa. 8 Ibid,hlm. 8.
10
b. Sebagai bahan informatif dalam permasalahan terkait penyelesaian
mekanisme perkara perdata melalui gugatan sederhana dan gugatan
perdata biasa.
2. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu syarat penulis untuk mencapai gelar sarjana dibidang
ilmu hukum pada fakultas hukum Universitas Pancasakti Tegal.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Penelitian hukum
normatif yaitu suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isue yang
dihadapi.9 Penelitian hukum normatif mencangkup penelitian terhadap asas-
asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap
taraf singkronisasi hukum, penelitian terhadap sejarah hukum, penelitian
terhadap perbandingan hukum.10
Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini mengkaji tentang
perbandingan mekanisme penyelesaian perkara perdata melalui gugatan
sederhana dan gugatan perdata biasa.
2. Jenis dan sumber data
Dalam penelitian ini data yang digunakan peneliti adalah data sekunder
yaitu yang dikumpulkan oleh orang lain. Pada waktu penelitian dimulai data
9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011, hlm.35.10 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016, hlm.41-42
11
telah tersedia, apabila diingat akan hierarki data primer dan sekunder
terhadap situasi yang sebenarnya maka data primer lebih dekat dengan
situasi yang sebenarnya daripada data sekunder. Disamping itu, data
sekunder sudah given atau begitu adanya, karena tidak diketahui metode
pengambilannya atau validitasnya. 11
Sumber data diperoleh dari :
a) Bahan hukum primer : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 1 Ayat 3), Perma RI Nomor 2 Tahun
2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer berupa literatur-literatur mengenai
penelitian ini, meliputi buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari kalangan
hukum, dan lainnya berupa jurnal surat kabar, makalah.
3. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah kegiatan untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik dan masalah yang menjadi obyek
penelitian. Informasi tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah,
tesis, disertasi,ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lainnya. Tujuan
dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan
pemecahan permasalahan penelitian. Apabila peneliti mengetahui apa yang
11 ibid, hlm.37.
12
telah dilakukan peneliti lain, maka peneliti akan lebih siap dengan
pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap.12
4. Metode Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya kegiatan
untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. 13
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data ini yaitu memilih
bahan-bahan perbandingan hukum antara gugatan sederhana dengan
gugatan perdata biasa, membuat sistematik dari bahan-bahan perbandingan
tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu dan data yang berupa
bahan perbandingan ini dianalisis secara induktif kualitatif. 14
G. Rencana Sistematika Penulisan
Rencana laporan penelitian ini akan disusun dalam empat bab yang
masing-masing saling berkaitan. Keempat bab tersebut sebagaimana
berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini memuat; latar belakang masalah,
permasalahan yang akan dicari jawabannya, tujuan penelitian yang
merupakan jawaban dari permasalahan yang diangkat, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika laporan penulisan.
12 Ibid, hlm.112.13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm.251-252.14 Bambang Sunggono, Op Cit., hlm.186
13
Bab II Landasan Konseptual. Bab ini akan memuat tinjauan tentang
hukum acara perdata dan gugatan sederhana.
Bab III Hasil Penelitian Dan Pembahasan. Bab ini akan membahas
rumusan masalah yaitu tentang mekanisme penyelesaian perkara perdata
melalui gugatan sederhana dan gugatan perdata biasa.
Bab IV Penutup. Bab ini memuat simpulan yang merupakan jawaban
dari permasalahan dan asumsi-asumsi yang telah dikemukakan sebelumnya
dan saran.
BAB II
LANDASAN KONSEPTUAL
A. Gugatan Perdata
Wewenang pengadilan menyelesaikan perkara diantara pihak yang
bersengketa, disebut yurisdiksi contentiosa, dan gugatannya berbentuk
gugatan contentiosa atau disebut contentious. Gugatan ini mengandung
sengketa antara kedua belah pihak atau lebih. Gugatan contentious inilah
yang dimaksud dengan gugatan perdata dalam praktik.
Gugatan perdata adalah gugatan contentiosa yang mengandung
sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan
penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepadapengadilan dengan posisi
para pihak; yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak
sebagai penggugat, sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam
penyelesaian disebut dan berkedudukan sebagai tergugat. Dengan
demikian, ciri yang melekat pada gugatan perdata adalah permasalahan
hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa, sengketa terjadi
di antara para pihak paling kurangantara dua pihak, berganti gugatan perdata
bersifat partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan
berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lain berkedudukan sebagai
tergugat.15
Bentuk gugatan dapat diajukan secara tertulis atau secara lisan apabila
penggugat tidak dapat membaca dan menulis. Bentuk gugatan secara lisan
berpedoman pada pasal 120 HIR/144 RBg yang menegaskan bahwa 15 M Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2018, hlm.46-47
14
15
bilamana penggugat buta huruf surat gugatannya dapat dimasukan dengan
bentuk lisan kepada ketua PN yang mencatat gugatan itu atau menyuruh
mencatatnya.
Mengenai gugatan secara lisan penyampaiannya ke PN, penggugat
harus menyampaikan sendiri dan tidak boleh diwakilkan. Bentuk tertulis
dari gugatan paling diutamakan. Menurut pasal 118 ayat (1) HIR/142 RBg,
gugatan perdata harus dimasukkan kepada PN dengan surat permintaan
yang ditandatangani oleh penggugat/kuasanya. Jadi ,sebelum dimasukan ke PN,
penggugat /kuasa hukumnya harus terlebih dahulu menandatangani
gugatan.16
Pada tahap pemeriksaan perkara perdata di persidangan, kemungkinan
yang terjadi menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Putusan Gugur
Pada sidang pertama yang telah ditetapkan, para pihak wajib hadir
sesuai dengan pemanggilan yang patut dalam persidangan yang akan
digelar. Apabila para pihak tidak hadir dipersidangan majelis hakim
memutuskan membatalkan atau menjatuhkan putusan gugur kepada pihak
penggugat dan memutuskan verstek kepada pihak tergugat. keadaan
demikian tersebut dengan ancaman istimewa, yaitu acara persidangan yang
tidak dihadiri oleh para pihak.17
Berdasarkan ketentuan pasal 124 HIR/ pasal 148 RBg, suatu gugatan
dinyatakan gugur apabila memenuhi unsur sebagai berikut yaitu penggugat
16 Djamanat Samosir, Op.Cit., hlm. 83-8417 Ibid,hlm.158-159
16
telah dipanggil dengan patut, penggugat tidak hadir pada sidang yang
ditentukan dan tidak juga menyuruh wakilnya tanpa alasan yang sah,
tergugat hadir dalam sidang.
2. Verstek
Verstek diatur dalam pasal 125 ayat (1) HIR/149 Ayat (1) RBg yang
menyatakan bahwa apabila pada hari yang ditentukan tergugat tidak hadir
dan ia pula tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya,
padahal ia telah dipanggil dengan patut, gugatan itu diterima dengan
putusan tak hadir (verstek), kecuali kalau ternyata menurut pengadilan
negeri bahwa gugatan tersebut melawan hak atau tidak beralasan.
Menurut pasal 125 ayat (1) HIR/pasal 149 ayat (1) RBg, penjatuhan
putusan verstek atas ketidakhadiran tergugat di persidangan disyaratkan
apabila memenuhi unsur-unsur yaitu tergugat telah dipanggil secara patut,
tergugat tidak hadir dalam sidang dan tidak menyuruh orang lain untuk
hadir sebagai wakilnya tanpa alasan yang sah, penggugat hadir dalam
sidang, gugatan tidak melawan hak atau beralasan.18
3. Perdamaian
Apabila pihak-pihak semuanya hadir di persidangan, upaya pertama dan
merupakan yang selalu diupayakan hakim untuk menyelesaikan perkara
perdata adalah dengan perdamaian (dading). Pengupayaan perdamaian
selalu diwajibkan pada setiap permulaan sidang, yaitu sebelum
pemeriksaan perkara, antara pihak-pihak yang berperkara. Upaya
18 Ibid, hlm.163.
17
perdamaian itu merupakan inisiatif yang timbul dari hakim. Sesuai dengan
ketentuan pasal 130 HIR/pasal 154 RBg dapat disimpulkan sebelum
pemeriksaan perkara hakim berusaha untuk mendamaikan kedua belah
pihak yang berperkara, usaha mendamaikan itu bersifat fakultatif, artinya
hakim menghimbau para pihak yang berperkara untuk berdamai,
perdamaian itu dituangkan dalam akta perdamaian yang mempunyai
kekuatan sebagai putusan sehingga dapat di eksekusi, putusan perdamaian
menghukum kedua belah pihak untuk menaati/ memenuhi perjanjian,
terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan banding.19
4. Pembacaan Gugatan
Apabila usaha perdamaian oleh majelis hakim tidak berhasil, hal ini
harus dicatat dalam berita acara persidangan dan proses selanjutnya adalah
tahap pembacaan gugatan. Syarat-syarat pembacaan surat gugatan adalah
pembacaan gugatan dilakukan penggugat/kuasanya, harus menggunakan
bahasa yang dimengerti oleh para pihak, bila perlu dapat menggunakan
penerjemah.20
5. Jawaban Tergugat
Jawaban tergugat terjadi setelah tidak tercapai perdamaian dan setelah
pembacaan gugatan dari pihak penggugat/ para penggugat atau kuasanya.
Secara umum jawaban tergugat adalah pembelaan tergugat atas gugatan
tergugat dan secara sempit adalah tanggapan terhadap pokok perkara.
19 Ibid, hlm. 17120 Ibid, hlm.171
18
Jawaban tergugat/para tergugat atau kuasanya atas gugatan
penggugat/para penggugat atau kuasanya dapat dikelompokan sebagai
pengakuan yaitu jawaban berupa pernyataan tergugat terhadap isi gugatan
atau dalil-dalil penggugat/ para penggugat atau kuasanya, referte adalah
tidak mengakui atau membantah ataupun membenarkan gugatan.21
6. Eksepsi dan Rekonvensi
Eksepsi adalah tangkisan atau bantahan jadi bedanya dengan referte
adalah jika eksepsi menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan
misalnya gugatan mengandung cacat atau pelanggaran formil, bantahan
kepada pokok perkara suatu penyangkalan atau pembelaan bagi tergugat
mengenai pokok perkara. 22
Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat/para penggugat
atau kuasanya sebagai balasan atau tuntutan balik terhadap gugatan yang
diajukan penggugat, para penggugat atau kuasanya. Biasanya dalam
praktik, gugatan balasan hanya diajukan terhadap gugatan yang disangkal
oleh tergugat/para tergugat atau kuasanya.23
7. Replik dan Duplik
Menurut hukum, replik merupakan hak penggugat untuk membantah
atau menambah jawaban tergugat. Bantahan atau sanggahan tersebut
bertujuan untuk menyangkal dalil-dalil jawaban tergugat yang bermaksud
mematahkan dalil-dalil gugatan penggugat.
21 Ibid, hlm. 17822 ibid, hlm. 18023 Ibid, hlm.192
19
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal 142 Rv, replik dapat
diajukan secara tertulis atau lisan. Pengajuan replik oleh penggugat
ditujukan untuk meneguhkan gugatannya dengan mematahkan alasan-
alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
Tergugat, sesudah mendengar jawaban dalam replik dari penggugat, diberi
kesempatan untuk menanggapinya dengan mengajukan jawaban atas replik
yang dinamakan duplik yakni jawaban atas replik penggugat. Duplik
diajukan tergugat sebagai bantahan terhadap replik penggugat. Duplik ini
bertujuan untuk membantah dalil-dalil jawaban penggugat dalam replik.24
8. Mendengarkan Saksi Ahli
Mendengar pihak-pihak dan saksi ahli serta pemeriksaan setempat
termasuk tindakan hakim yang bertujuan untuk memberikan informasi
dalam rangka membuktikan kebenaran dan kepastian tentang peristiwa
hukum yang dikemukakan penggugat dan tergugat. Pendengaran saksi ahli
dapat diperintahkan oleh hakim apabila peristiwa belum nyata, peristiwa
itu walaupun nyata, pendengaran saksi ahli dapat menentukan bagaimana
keputusan hakim terakhir akan berbunyi, hukum yang berlaku dalam soal
yang bersangkutan itu tidak melarang pendengaran saksi. tugas saksi ahli
adalah memberi keterangan/penjelasan kepada hakim tentang yang
dibutuhkan oleh hakim dalam mengambil keputusan.
9. Pemeriksaan Setempat
Pasal 153 HIR/180 RBg memberikan kesempatan kepada hakim untuk
mengadakan pemeriksaan keadaan ditempat. Yang dimaksud dengan 24 Ibid, hlm.200-201
20
pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim
karena jabatannya ditempat yang bersangkutan dan dilakukan di luar
pengadilan untuk melihat sendiri sebagai usaha dalam memperoleh
kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam
persidangan.25
10. Pemeriksaan Surat-Surat Bukti dan Surat-Surat Yang Disimpan Pejabat
Umum.
Penggugat dan tergugat yang berperkara dapat memeriksa surat-surat
bukti dalam persidangan. Salah satu pihak dapat juga meminta kepada
hakim agar pihak lawannya diperintahkan untuk menyerahkan surat yang
menjadi pokok perkara kedua belah pihak (pasal 137 HIR/ 163 RBg).26
11. Pembuktian
Pengertian pembuktian dapat diartikan sebagai semua perbuatan dan
tindakan yang dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan dalam
persidangan yang bertujuan untuk membuat atau memberi keyakinan atau
memberi suatu kepastian yang layak menurut akal terhadap kebenaran
yang dalil, peristiwa-peristiwa, serta fakta-fakta yang diajukan dengan cara
menggunakan alat-alat bukti yang ditentukan menurut undang-undang.27
12. Kesimpulan (conclusie)
Setelah pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi dan pengangkatan
sumpah, hakim memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang
25 Ibid,hlm.20326 Ibid,hlm.20327 Ibid, hlm.204
21
bersengketa, yaitu pihak penggugat dan tergugat untuk mengajukan
kesimpulan. 28
13. Musyawarah Majelis Hakim
Setelah kesimpulan para pihak diserahkan kepada majelis hakim yang
menangani perkara, majelis hakim akan bermusyawarah
14. Putusan Hakim
Putusan hakim adalah putusan yang oleh hakim, sebagai pejabat
negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu sengketa antara para
pihak.29
15. Upaya Hukum
Dalam hukum acara perdata dikenal ada dua macam upaya hukum yaitu
upaya hukum biasa adalah upaya hukum yang pada dasarnya menangguhkan
eksekusi kecuali apabila ada putusan dijatuhkan dengan ketentuan putusan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Ubv), yang terdiri perlawanan (verzet),
banding, kasasi. Upaya hukum luar biasa yaitu upaya hukum yang pada
dasarnya tidak menangguhkan eksekusi, terdiri atas peninjauan kembali
(request civil) dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet). Upaya hukum
luar biasa ini dimungkinkan hanya terhadap putusan yang telah mempunyai
hukum tetap.30
B. Gugatan Sederhana
1. Pengertian dan Perkembangan Gugatan Sederhana
28 Ibid, hlm.26829 Ibid, hlm.27130 Ibid,hlm.302
22
Gugatan sederhana atau GS atau dalam istilah populer disebut Small
Claim Court (SCC) sebagaimana yang diatur dalam perma 2/2015
merupakan prosedur penyelesaian sengketa perdata dengan beberapa syarat
dan pembatasan tertentu dengan tujuan penyederhanaan proses agar
penyelesaian perkara bisa lebih cepat yang diterapkan secara khusus bagi
sengketa kontrak (wanprestasi) dan tuntutan kerugian akibat Perbuatan
Melawan Hukum (PMH) dengan nilai gugatan paling banyak
Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Mekanisme penyelesaian yang
simple dan cepat dalam gugatan sederhana sangat menguntungkan bagi
masyarakat dari kalangan menengah kebawah untuk dapat mengajukan
penyelesaian sengketanya kepengadilan.31
SCC mulai berkembang di Amerika Serikat pada abad kedua puluh
tepatnya pada tahun 1913 di Cleveland sebagai bentuk reformasi dari sistem
penyelesaian litigasi yang pada umumnya memerlukan waktu yang lama
dengan tingkat kompleksitas dan kerumitan yang ditinggi serta biaya proses
yang mahal. Kondisi tersebut selalu menjadi kendala bagi sebagian besar
masyarakat dari kalangan menengah kebawah atau pengusaha kecil untuk
menyelesaikan sengketanya atau sekedar melakukan penagihan utang
kepada debitornya yang wanprestasi melalui jalur pengadilan. 32
SCC berkembang pesat dibanyak negara didunia, baik negara yang
menganut sistem hukum commond law maupun civil law . SCC adalah
suatu mekanisme penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) yang
31 Ridwan Mansyur dan D.Y Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya , Jakarta : Pustaka Dunia, 2017 , hlm.1-2.32 Ibid, hlm.2.
23
bersifat memutus (ajudikasi) dengan proses pemeriksaan yang lebih cepat
dan sederhana bagi jenis perkara wanprestasi dengan nilai kontrak kecil dan
perbuatan melawan hukum yang nilai kerugian materialnya tidak besar.
SCC merupakan jalan tengah antara mekanisme alternatif dispute resolution
(non litigasi) yang sederhana dan fleksibel dengan mekanisme penyelesaian
melalui lembaga yang memiliki otoritas sebagai pemutus, sehingga
keputusan yang diambil mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dapat
dipaksakan pelaksanaannya (executable).33
Pemeriksaan dengan acara singkat juga pernah dikenal dalam sistem
peradilan di indonesia ketika masih berada di era penjajahan belanda pada
peradilan bagi golongan eropa yaitu Raad van Justitie dengan hukum acara
Reglement op de Rechtvordering (RV), namun setelah indonesia merdeka,
mekanisme tersebut tidak diterapkan lagi mengingat sistem peradilan yang
berlaku bagi golongan bumiputera yang kemudian menjadi lembaga
peradilan bagi bangsa Indonesia adalah Landraad dengan hukum acara
perdata sebagaimana yang diatur dalam HIR dan RBg. 34
Menurut pasal 223 Rv, pemeriksaan dengan acara singkat (kortgeding)
adalah prosedur penyelesaian perkara perdata yang dipercepat atau
dipersingkat untuk jenis-jenis sengketa tertentu yang prosedurnya dilakukan
dengan cara pengadilan mengirimkan panggilan tertulis kepada tergugat
untuk hadir di muka hakim. kortgeding merupakan prosedur biasa dan
bersifat khusus yang dilakukan oleh hakim perdata untuk mendapatkan
33 Ibid, hlm.3.34 Ibid, hlm.4-5.
24
putusan secara lebih awal (segera) dalam kasus-kasus yang mendesak untuk
diselesaikan oleh pengadilan.
2. PERMA 2/2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
Lahirnya Perma 2/2015 tentang tata cara penyelesaian gugatan
sederhana salah satunya karena dilatarbelakangi oleh adanya laporan word
bank terkait dengan kemudahan berusaha di Indonesia. Berdasarkan survey
world bank, proses penyelesaian kontrak di indonesia memakan waktu rata-
rata 139,4 % dari total klaim dan terdapat 40 langkah yang harus dilalui.
Selain itu keluhan masyarakat terkait lamanya proses penyelesaian perkara
di pengadilan terus menjadi problem yang tidak terpecahkan, karena
terbentur dengan tahapan yang ada dalam hukum acara perdata.
Mahkamah agung pada tanggal 7 agustus 2015 menerbitkan perma
2/2015 tentang tata cara gugatan sederhana yang mengatur tentang prosedur
penyelesaian sengketa dengan pembatasan nilaingugatan materiil paling
banyak Rp. 200.000.000 . Jika disimak dari konsideran perma tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa mahkamah agung memiliki tekad untuk
mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan karena
dipandang selama ini prosedur penyelesaian perkara perdata dengan
menggunakan hukum acara sebagaimana di atur dalam HIR/ RBg terlalu
rumit dan bertele-tele dengan berbagai tahapan persidangan yang
memerlukan waktu yang panjang, disamping itu ruang untuk mengajukan
upaya hukum terhadap setiap perkara selalu terbuka luas atau tidak ada
25
pembatasan untuk mengajukan upaya hukum, sehingga berapapun nilai
gugatannya maka bisa mengajukan banding, kasasi bahkan PK.
3. Syarat Mengajukan Gugatan Sederhana.
a. Materi gugatan sederhana hanya terkait dengan sengketa wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum.
b. Penggugat harus hadir di persidangan dengan atau tanpa didampingi
kuasa hukum.
c. Tergugat harus diketahui tempat tinggalnya
d. Para pihak harus berdomisili di wilayah hukum yang sama
e. Nilai materiil gugatan tidak lebih dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah)
f. Pihak dalan gugatan sederhana tidak mengenal turut tergugat
g. Sifat pembuktian harus sederhana
h. Kewajiban melampirkan bukti surat saat pendaftaran gugatan.
4. Proses Pemeriksaan Gugatan Sederhana
a. Mekanisme perdamaian dalam gugatan sederhana
b. Sedapat mungkin pimpinan pengadilan tidak mengadili perkara gugatan
sederhana
c. Jangka waktu pemeriksaan hanya 25 hari kerja
d. Pemeriksaan pendahuluan
e. Tidak diperbolehkan ada tuntutan provisi dan eksepsi
f. Perkara gugatan sederhana disidangkan dengan hakim tunggal
26
g. Dalam hal gugatan diakui atau tidak dibantah tidak perlu pembuktian
h. Tidak diperbolehkan ada replik, duplik, dan kesimpulan.
i. Tidak diperbolehkan ada rekonvensi dan intervensi
j. Tidak memerlukan pemeriksaan setempat
k. Tidak ada larangan sita jaminan selama proses pemeriksaan gugatan
sederhana
5. Putusan
Menurut soepomo putusan pengadilan adalah pernyataan hakim sebagai
pejabat negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yang diberi
wewenang untuk itu yang diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk
menyelesaikan suatu perkara.35
Menurut sifatnya putusan dibagi dua yaitu putusan akhir dan putusan
sela. Berdasarkan isi diktumnya putusan dibagi menjadi 3 yaitu deklalator,
konstitutif dan kondemnator. Sistematika penulisannya adalah judul dan
nomor perkara, kepala putusan, identitas para pihak ,duduk perkara,
pertimbangan hukum, amar putusan,uraian penutup,tanda tangan hakim dan
panitera. Ada beberapa putusan yaitu sebagai berikut;
a. Putusan Tanpa Hadirnya Tergugat dan Upaya Hukumnya
Proses berperkara dalam persidangan kehadiran pihak-pihak akan
menentukan kelangsungan proses berikutnya. Panggilan pengadilan untuk
bersidang mengandung konsekuensi apabila diabaikan oleh para pihak. Jika
setelah dipanggil secara sah para pihak tidak hadir dipersidangan, maka
35 Soeparmono, Hukum Acara Perdata Dan Yurisprudensi, Bandung : Mandar Maju , 2005, hlm. 146
27
dianggap telah mengabaikan haknya untuk melindungi kepentinganya di
pengadilan.36
Hukum acara perdata, dikenal acara verstek atau “acara luar hadir”
yang memberi kewenangan kepada hakim menjatuhkan putusan tanpa
hadirnya penggugat atau tergugat. Pasal 124 HIR, Pasal 77 Rv mengatur
verstek terhadap Penggugat, yaitu berupa putusan gugur dan terhadapnya
tertutup upaya hukum (dan dapat mengajukan gugatan kembali). Pasal 125
ayat (1) HIR, Pasal 78 Rv mengatur verstek terhadap Tergugat yang sejak
semula tidak pernah hadir tanpa alasan yang sah (default without reason),
yaitu dengan putusan verstek. Tujuan adanya putusan verstek adalah
mendorong pada pihak menaati tata tertib beracara.
Putusan hakim yang dijatuhkan tanpa hadirnya tergugat (verstek), dapat
mengabulkan gugatan (baik sebagian atau seluruhnya), menyatakan gugatan
tidak dapat diterima maupun menolak gugatan. Terhadap putusan verstek
tersebut, baik penggugat maupun tergugat mempunyai hak untuk mengajukan
upaya hukum. Jika penggugat berhak untuk mengajukan upaya hukum
banding, maka upaya hukum yang dimiliki oleh tergugat adalah untuk
mengajukan perlawanan (verzet).
Apabila tenggang waktu untuk mengajukan upaya hukum biasa dapat
ditentukan dengan pasti, maka terhadap tenggang waktu yang dimiliki
Tergugat untuk mengajukan verzet dapat berbeda-beda sebagaimana diatur
dalam Pasal 129 ayat (2) HIR sepanjang telah diberitahukan sesuai ketentuan
Pasal 338 jo Pasal 390 ayat (1) dan (3) HIR. Tenggang waktu tersebut, 36 Ridwan mansyur dan D.Y witanto, Op.Cit., hlm.166.
28
terbagi menjadi tiga, yaitu 14 (empat belas hari) apabila pemberitahuan
tersebut diterima oleh tergugat sendiri. Kemudian jika pemberitahuan tidak
diterima langsung oleh tergugat, maka verzet masih dapat diajukan sampai
hari ke 8 (delapan) sesudah peringatan (aanmaning). Apabila peringatan
aanmaning tidak diterima langsung tergugat sendiri, maka tergugat masih
memiliki hak untuk mengajukan verzet sampai hari ke 8 (delapan) sesudah
eksekusi dijalankan.
Terhadap perlawanan (verzet) yang diajukan tergugat atas putusan
verstek, diperiksa bukan sebagai perkara baru, dalam arti pelawan (dalam
verzet) adalah tetap menjadi tergugat awal (dalam verstek) dan sebaliknya
terlawan (dalam verzet) adalah penggugat awal (dalam verstek). Dengan
diajukannya perlawanan (verzet) maka eksistensi putusan verstek dianggap
tidak ada (never existed). Dalam pemeriksaan verzet maka dilakukan
pemeriksaan berdasarkan gugatan semula dengan acara pemeriksaan biasa,
dan surat (gugatan) verzet adalah sebagai jawaban tergugat terhadap gugatan
penggugat awal. Konsekuensinya segala hal terkait hak-hak para pihak (baik
penggugat maupun tergugat) haruslah diberikan secara sama dan seimbang,
termasuk didalamnya untuk mengajukan alat-alat bukti dalam mendukung
dalil-dalilnya masing-masing.
6. Upaya Hukum Keberatan
Istilah keberatan sebelumnya tidak pernah dikenal dalam sistem hukum
acara perdata (HIR/RBg), apalagi menurut perma 2/2015 keberatan diperiksa
oleh pengadilan yang sama. Secara prosedur keberatan hampir mirip dengan
29
perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek sebagaimana yang diatur dalam
pasal 129 HIR karena diajukan ke pengadilan yang sama, sedangkan
keberatan diperiksa oleh hakim yang berbeda.
Tenggang waktu yang diberikan kepada tergugat yang tidak hadir
memang mengandung resiko yang besar jika pemberitahuan putusan
dilakukan melalui kepala desa, karena jika kepala desa tidak menyampaikan
pemberitahuan tersebut kepada tergugat atau jika penyampaian
pemberitahuan itu terlambat kepada tergugat, maka bisa dipastikan tergugat
akan terlambat dalam mengajukan keberatan dan selanjutnya tidak ada lagi
upaya hukum bagi pihak tergugat.37
7. Asas Peradilan Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan
Asas peradilan sederhana cepat dan biaya ringan disebutkan dalam
pasal 2 ayat 4 Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman yang menyebutkan bahwa "peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan biaya ringan"
Konsep peradilan sederhana mengandung makna bahwa tahapan untuk
memperjuangkan hak di pengadilan bisa dilakukan oleh siapa saja tidak harus
selalu diwakili oleh seorang pengacara atau orang yang cakap untuk beracara
dipengadilan. Hukum acara perdata memuat tahapan-tahapan yang wajib
dijalankan bahkan tidak boleh diabaikan, sehingga disini peran hakim dan
pejabat peradilan harus mampu menerjemahkan tahapan-tahapan itu dalam
sebuah proses persidangan yang simple dan praktis misalnya dengan
menentukan jadwal persidangan tepat waktu tidak bertele-tele artinya bahwa 37 Ibid,hlm.188
30
makna peradilan sederhana itu lebih bertumpu pada kemampuan para hakim
dan aparatur pelaksana persidangan untuk mengemas tahapan persidangan itu
menjadi sebuah proses yang simple, namun tetap mengikutu prosedur yang
digariskan dalam hukum acara yang berlaku.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Mekanisme Penyelesaian Perkara Perdata Melalui Gugatan
Sederhana dan gugatan perdata biasa.
1. Mekanisme penyelesaian perkara perdata melalui gugatan sederhana.
Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim yang ditunjuk
oleh ketua pengadilan. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana
meliputi:
a. Pendaftaran
Penggugat mendaftarkan gugatannya dikepaniteraan pengadilan
dan dapat juga dengan cara mengisi gugatan berupa blanko yang sudah
disiapkan oleh kepaniteraan, pada substansinya blanko tersebut berisi
keterangan tentang: Identitas penggugat dan tergugat, Penjelasan ringkas
tentang duduknya perkara, tuntutan penggugat. Selanjutnya, pada saat
mendaftarkan perkara penggugat wajib melampirkan bukti surat yang
sudah dilegasikan ketika mendaftarkan gugatan sederhana.38
b. Pemeriksaan kelengkapan gugatan
Panitera melakukan pemeriksaan syarat pendaftaran gugatan
sederhana berdasarkan ketentuan pasal 3 dan pasal 4 peraturan mahkamah
agung republik indonesia nomor 2 tahun 2015 tentang tata cara
penyelesaian gugatan sederhana, kemudian mencatatnya dalam buku
38 Amran Suadi, Penyelesaian sengketa ekonomi syariah teori dan praktik, Jakarta: Kencana, 2017, hlm.117.
31
32
register khusus gugatan sederhana yang bentuknya memuat item
sebagaimana tersebut pada lampiran buku ini.
Adapun yang tidak memenuhi syarat sebagai gugatan sederhana,
maka panitera mengembalikan gugatan kepada penggugat dan disarankan
untuk mengajukan perkara dengan acara biasa. Sehingga pada tahap ini,
kepaniteraan sudah melakukan seleksi awal tentang kriteria perkara
dengan acara biasa dan acara sederhana ini memberikan sinyal bahwa
panitera juga sudah harus memiliki pengetahuan tentang hukum
penyelesaian perkara dengan acara sederhana maupun dengan acara
biasa.39
c. Ketua menetapkan panjar perkara
Ketua menetapkan panjar biaya perkara, dan memerintahkan
kepada penggugat untuk membayar panjar biaya perkara sebesar yang
tercantum dalam surat kuasa untuk membayar (SUKM) melalui bank.
Kemudian kasir menerima bukti setoran bank dari penggugat lalu
membukukannya dalam buku jurnal keuangan perkara.
Dengan demikian, prosedur pembayaran panjar perkara biaya tetap
sama dengan sistem pembayaran panjar biaya perkara lainnya. Bagi
penggugat yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan secara
Cuma-Cuma atau prodeo, tentunya kepaniteraan memeriksa terlebih
dahulu persyaratan permohonan pembebasan biaya berperkara.
Selepas kepaniteraan memeriksa, lalu ketua pengadilan menerbitkan
penetapan pembebasan biaya perkara dikabulkan atau ditolak. Proses ini 39 Ibid, hlm.118
33
tidak dihitung termasuk dalam jangka waktu penyelesaian yang sudah
ditentukan untuk perkara gugatan sederhana.
Setelah itu ketua pengadilan menetapkan hakim dengan hakim
tunggal untuk memeriksa gugatan sederhana, dan panitera menunjuk
panitera pengganti untuk membantu hakim dalam memeriksa gugatan
sederhana tersebut. perlu diingat, bahwa proses pendaftaran gugatan
sederhana, penetapan hakim dan penujukan panitera dilaksanakan paling
lambat dua hari kerja.
d. Pemeriksaan pendahuluan
Sebelum memeriksa pokok gugatan, hakim yang ditunjuk untuk
menyelesaikan perkara aquo, terlebih dahulu harus memeriksa apakah
materi gugatan sederhana sudah benar berdasarkan syarat sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan pasal 3 dan pasal 4 peraturan mahkamah agung
nomor 2 tahun 2015.
Walaupun pada awalnya kepaniteraan sudah melakukan penilaian
persyaratan sederhana tetapi hakim tetap juga memeriksa dan menilai
sederhana atau tidaknya pembuktian yang kelak akan diajukan oleh para
pihak. Apabila dalam pemeriksaan hakim berpendapat bahwa gugatan
tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka hakim mengeluarkan
penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana.
Berkaitan dengan penetapan dapat dibuat formulir, maka panitera
diperintahkan untuk mencoret dari register perkara dan memerintahkan
pengembalian sisa biaya perkara penggugat. Terhadap penetapan
34
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 Ayat (3) Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 2 Tahun 2015 dan tidak dapat dilakukan upaya hukum
apapun selain itu.
e. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak.
Dalam hal hakim berpendapat bahwa gugatan yang diajukan
penggugat merupakan gugatan sederhana, maka hakim menetapkan hari
sidang pertama. Kemudian memerintahkan juru sita untuk memanggil para
pihak agar hadir pada persidangan yang sudah ditentukan dan jarak waktu
pemanggilan adalah dua hari kerja dengan bunyi Pasal 20 Ayat 2 Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015.
Apabila penggugat tidak hadir dalam sidang pertama tanpa alasan
yang sah, maka gugatannya dinyatakan gugur. Adapun jika tergugat tidak
hadir pada sidang pertama, maka dilakukan pemanggilan kedua secara
patut. Dalam hal tergugat tidak hadir pada hari sidang kedua, maka hakim
memutus perkara tersebut.
Jika tergugat pada sidang pertama hadir kemudian pada hari sidang
berikutnya tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka gugatan diperiksa dan
diputus secara contradictoir. Terhadap gugatan sebagaimana dimaksud
pada pasal 13 ayat (3) peraturan mahkamah agung republik indonesia
nomor 2 tahun 2015 tergugat dapat mengajukan keberatan.
f. Pemeriksaan sidang dan perdamaian
Dalam proses penyelesaian perkara gugatan sederhana tetap
mengandung kewajiban bagi hakim untuk mengupayakan perdamaian
35
hanya mekanismenya saja yang berbeda jika dalam perkara perdata pada
umumnya perdamaian itu diselenggarakan dengan prosedur mediasi
sebagaimana di atur dalam perma 1/2016 sedangkan dalam perkara
gugatan sederhana prosedur perdamaian itu sifatnya berupa anjuran kepada
para pihak untuk menempun perdamaian dengan inisiatif sendiri. Pasal
15 ayat (2) menyebutkan secara tegas bahwa perkara gugatan sederhana
tidak tunduk pada perma 1/2016 tentang prosedur mediasi, hal itu cukup
beralasan karena jangka waktu penyelesaian perkara gugatan sederhana
dibatasi hanya untuk 25 hari kerja, sedangkan proses mediasi sebagaimana
di atur dalam perma 1/2016 membutuhkan waktu hingga 30 hari kerja jika
kedua belah pihak menghendakinya sehingga hal itu tidak mungkin
dilakukan dalam proses gugatan sederhana.
Namun demikian meskipun penyelesaian gugatan sederhana tidak
memerlukan proses mediasi namun kewajiban untuk mengupayakan
perdamaian getap ada sebagaimana bisa dilihat dari ketentuan pasal 15
ayat 1 yang mewajibkan kepada hakim pemeriksa perkara untuk
mengupayakan perdamaian kepada para pihak dengan memperhatikan
batas waktu 25 hari kerja untuk melakukan pemeriksaan gugatan
sederhana.
Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan maka para pihak
dalam mengukuhkan kesepakatan damai tersebut menjadi putusan akta
oleh hakim pemeriksa perkara dengan cara melaporkan dan membawa
kesepakatan damai itu kehadapan hakim, atau jika para pihak tidak
36
berkehendak untuk diputuskan menjadi akta perdamaian, maka pihak
penggugat cukup mencabut gugatannya melalui tata cara yang diatur oleh
hukum acara pada umumnya. Berkaitan dengan akta perdamaian,
sebaiknya pihak pengadilan sudah memersiapkan akta perdamaian yang
bentuknya berupa blanko dengan isinya yang terdiri dari hari dan tanggal
perdamaian dilakukan, identitas para pihak, kesepakatan yang dicapai,
tanda tangan pihak yang berdamai.
Namun jika para pihak tidak melaporkan kehadapan hakim dan
pihak penggugat juga tidak mencabut gugatannya, maka hakim akan terus
melanjutkan perkara tersebut sampai ke tahap putusan karena berdasarkan
Pasal 15 ayat 5 hakim tidak terikat terhadap kesepakatan damai yang tidak
dilaporkan. Kesepakatan perdamaian tersebut dianggap sah, apabila
kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut
Sesuai kehendak para pihak, Tidak bertentangan dengan hukum,Tidak
merugikan pihak ketiga, Dapat di eksekusi, Dengan itikad baik.
Dalam hal perdamaian tidak tercapai pada hari sidang pertama, maka
persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan dan jawaban
tergugat. Perlu dipahami bahwa dalam proses pemeriksaan gugatan
sederhana tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekopensi,
intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.
g. Hakim wajib berperan aktif
Berbeda dengan penyelesaian sengketa perdata lainnya, dalam
menyelesaikan gugatan sederhana, hakim wajib berperan aktif yang harus
37
disampaikan dalam persidangan dengan dihadiri oleh para pihak.
Dalamperan aktifnya, hakim dapat melakukan hal-hal sederhana sebagai
berikut: Memberikan penjelasan mengenai gugatan sederhana secara
berimbang kepada para pihak, Mengupayakan penyelesaian perkara secara
damai termasuk, Menyarankan kepada para pihak untuk melakukan
perdamaian diluar persidangan, Menuntun para pihak dalam pembuktian
dan menjelaskan hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak Secara
filosofi, hal tersebut dilakukan oleh majelis hakim semata-mata bertujuan
untuk mempelancar pemeriksaan dan penyelesaian sengketa dengan cara
sederhana.
h. Pembuktian
Di antara hal ini menarik dalam Penyelesaian sengketa dengan
acara sederhana, adalah bahwa dalam Gugatan yang diakui dan tidak
dibantah tidak perlu dilakukan pembuktian. Terhadap gugatan yang
dibantah maka hakim harus melakukan pemeriksaan pembuktian
berdasarkan hukum acara yang berlaku. Untuk bukti-bukti elektronik dapat
mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik sebab dalam transaksi zaman sekarang
para pebisnis banyak memakai bantuan teknologi elektronik. Juga tentang
bukti elektronik walaupun belum diatur dalam hukum acara secara formal.
i. Putusan dan Berita Acara Persidangan
Berkaitan dengan putusan atau penetapan dalam penyelesaian
sengketa dengan acara sederhana mesti memenuhi hal-hal yakni: Putusan
38
atau penetapan dimulai dengan Demi Keadilan Berdasarkan Ketentuan
Yang Maha Esa, di dalam putusan terdapat identitas para pihak, terdapat
uraian singkat mengenai duduk perkara di dalam nya terdapat
pertimbangan hukum, dan yang terakhir adalah amar putusan.
j. Upaya Hukum
Upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana adalah dengan
mengajukan keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Mahkamah
Agung, dengan menandatangani akta pernyataan keberatan yang
disediakan kepaniteraan di hadapan panitera disertai dengan alasan-alasan
keberatan tersebut. Ketentuan permohonan keberatan harus diajukan
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan diucapkan, atau setelah
pemberitahuan putusan. Apabila waktunya terlampui, maka Ketua
Pengadilan membuat pernyataan keberatan tidak dapat diterima yang
didasarkan pada surat keterangan panitera, bahwa batas waktu mengajukan
keberatan lebih dari 7 (tujuh) hari kerja.
k. Pemeriksaan Berkas Permohonan Keberatan
Kepaniteraan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas
keberatan, yang disertai dengan memori keberatan yang bisa dalam bentuk
alasan-alasan yang dituang dalam akta keberatan, yang memuat
pemberitahuan keberatan berserta memori keberatan dalam tertagang
waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima oleh pengadilan.
Kontrak memori keberatan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan
dengan mengisi blanko yang memuat keberatan dari para pihak. Blanko
39
tersebut disediakan kepaniteraan, dengan mempertimbangkan jarak 3 (tiga)
hari kerja setelah pemberitahuan keberatan.
Pemeriksaan Keberatan
Setelah permohonan keberatan dinyatakan lengkap dalam waktu
palinglambat 1 (satu) hari, maka ketua Ketua Pengadilan sudah
menetapkan majelis hukum untuk memeriksa dan memutus permohonan
keberatan tersebut. Kemudian, majelis hakim memeriksa permohonan
tersebut yang di pimpin oleh hakim senior yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan.Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar pada
putusan dan berkas keberatan disertai dengan memori dan kontra memori
keberatan, serta tidak dilakukan pemeriksaan tambahan. Sebagaimana
telah disingung sebelumnya, bahwa majelis hakim sudah harus memutus
perkara keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja.
Setalah tanggal penetapan majelis hakim, maka ditetapkan pula
penetapan hari sidang oleh majelis hakim yang telah ditunjukan untuk
menangani permohonan keberatan ini, majelis hakim tidak perlu lagi
memeriksa para pihak yang berpekara. Akan tetapi, majelis hakim cukup
mempelajari berkas yang ada seperti layaknya pemeriksaan hakim pada
tingkat banding atau kasasi.
Masih berhubungan dengan proses tersebut, maka selanjutnya
tahap pemeriksaan keberatan, majelis hakim yang menyidangkan perkara
tersebut dapat menyusun formulasi putusan, sebagai berikut: terhadap
kepala putusan, identitas para pihak, pertimbangan hukumnya, dan terakhir
40
amar putusan. Setelah diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk
umum, pemberitahuan putusan keberatan disampaikan kepada para pihak
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diucapkan. Putusan keberatan
tersebut telah berkekuatan hukum tetap terhitung sejak di sampaikannya
pemberitahuan.
2. Mekanisme Penyelesaian Perkara Perdata Melalui Gugatan Perdata Biasa
a. Tahap Pertama, Menerima Perkara:
1) Pengajuan Perkara Gugatan (pasal 118 HIR)
Pasal 118 HIR ayat 1 “Gugatan perdata atau tuntutan hak yang
pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri, harus
dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123 kepada ketua
pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau
jika tidak diketahui tempat diamnya, ke tempat tinggal sebetulnya”
Pasal 118 HIR Ayat 2 “Jika tergugat lebih dari seorang, sedang
mereka tidak tinggal dalam wilayah yang sama, maka gugatan diajukan
kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah seorang dari
tergugat yang dipilih oleh penggugat. Namun, jika tergugat-tergugat satu
sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama dan penanggung,
maka gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat
orang yang berutang utama, kecuali dalam hal yang ditentukan pada
41
Pasal 6 ayat (2) reglement tentang aturan hakim dan mahkamah serta
kebijakan kehakiman (R.O.)”
Pasal 118 HIR ayat 3 “Bilamana tempat diam dari tergugat tidak
dikenal, lagi pula tempat diam sebetulnya tidak diketahui, atau jika
tergugat tidak dikenal, maka surat gugatan itu dimasukkan kepada ketua
pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang dari
para penggugat, atau jika gugatan itu tentang barang gelap, maka surat
gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di daerah
hukum siapa terletak barang itu.”
Pasal 118 ayat 4 “bila dengan surat sah dipilih dan ditentukan suatu
tempat berkedudukan, maka penggugat dapat memasukan surat gugatan
itu kepada ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum yang dipilih itu.
2) Pembayaran Panjar Biaya Perkara
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan
diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah penggugat
membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh
Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR). Bagi Penggugat yang benar-benar
tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan
dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat
mengajukan gugatannya secara prodeo.
3) Pendaftaran Perkara
Seperti telah dijelaskan diatas, pasal 121 ayat 4 HIR Menegaskan
pendaftaran gugatan dalam buku register perkara, baru dapat dilakukan
42
setelah membayar biaya perkara. Apabila biaya perkara yang ditetapkan
pengadilan dibayar, penggugat berhak atas pendaftaran gugatan serta
panitera wajib mendaftarkan dalam buku register perkara.
4) Penetapan Majelis Hakim
Setelah ketua PN menerima berkas perkara dari panitera, segera
menetapkan majelis yang akan memeriksa dan memutusnya. Apabila
ketua berhalangan penetapan majelis dilakukan wakil ketua. Jangka
waktu penetapan secepat mungkin paling lambat 7 hari dari tanggal
surat penetapan majelis. Majelis paling sedikit 3 orang menurut Pasal 17
ayat (1) UU.No 4 tahun 2004.
5) Pengajuan Panitera Sidang
6) Penetapan Hari Sidang (Pasal 121 HIR)
Yang menetapkan hari sidang adalah majelis yang menerima
pembagian distribusi perkara. Penetapan hari sidang harus dilakukan
segera setelah majelis hakim menerima berkas perkara. Paling lambat 7
hari dari hari penerimaan berkas dan majelis harus menerbitkan
penetapan hari sidang.
7) Pemanggilan Penggugat dan Tergugat
Dalam penetapan diikuti pencantuman pada panitera untuk
memanggil kedua belah pihak (penggugat dan tergugat) dan
menghadirkan saksi-saksi mereka. Yang memanggil adalah jurusita.
b. Tahap Kedua Memeriksa Perkara (Pasal 372 HIR)
43
1) Pemeriksan Pendahuluan
Diawali karena adanya gugatan masuk ke pengadilan. Gugatan
tersebut diproses dahulu di bagian panitera perdata yaitu mulai dari
membayar panjar biaya perkara, penetapan nomor register perkara,
disampaikan ke Ketua Pengadilan, Ketua Pengadilan menetapkan Majelis
Hakim, selanjutnya Majelis Hakim menetapkan hari sidang dan
memerintahkan melalui panitera agar pihak penggugat dan tergugat
dipanggil sesuai dengan hari sidang yang telah ditetapkan.
Pada persidangan pertama jika Penggugat atau wakilnya tidak
pernah hadir setelah dipanggil secara patut dan sah selama 3 kali berturut-
turut maka majelis hakim akan memberikan putusan gugatan gugur.
Sebaliknya jika Tergugat tidak hadir setelah dipanggil secara patut dan sah
selama 3 kali berturut-turut maka majelis hakim akan memberikan putusan
Verstek. Namun demikian jika Penggugat dan Tergugat hadir, maka
majelis hakim akan menanyakan dahulu apakah gugatannya ada
perubahan, jika ada diberika kesempatan untuk merubah dan dicata
panitera pengganti. Jika tidak ada perubahan majelis Hakim akan
melakukan mediasi untuk berdamai paling lama 40 hari.
2) Pembacaan Gugatan
Jika selama 40 hari tersebut mediasi atau damai tidak tercapai,
maka persidangan selanjutnya adalah pembacaan gugatan oleh
Penggugat. Dalam prakteknya pembacaan gugatan selalu tidak
dilakukan yang terjadi adalah gugatan dianggap dibacakan sepanjang
44
antara Penggugat dan Tergugat sepakat. Hal ini untuk menghemat
waktu. karena pada dasarnya gugatan tersebut sudah dibaca oleh
Tergugat ketika gugatan disampaikan pengadilan (juru sita) minimal 3
hari sebelum persidangan pertama dimulai. Setelah pembacaan gugatan
selesai atau dianggap dibacakan, Majelis Hakim menanyakan kepada
Tergugat apakah ada tanggapan baik lisan maupun tertulis.
Apabila lisan majelis hakim pada persidangan tersebut akan
mencatat dan apabila tertulis biasanya diberi kesempatan 1 minggu
untuk menanggapinya yang disebut dengan Jawaban Tergugat atas
Gugatan Penggugat. Dalam jawaban tergugat ini tergugat dapat
melakukan bantahan, mengakui dan tidak membantah dan tidak
mengakui (referte) serta mengajukan eksepsi (formil dan materil) dan
rekonvensi (gugatan balik).
3) Jawaban Gugatan
Pada persidangan selanjutnya adalah menyerahkan Jawaban
Tergugat. Dalam prakteknya jawaban tergugat tidak dibacakan tetapi
diberi kesempatan kepada Penggugat secara tertulis untuk menanggapi
Jawaban Tergugat yang disebut dengan Replik Penggugat (Tanggapan
terhadap Jawaban Tergugat). Replik Penggugat isinya sebenarnya harus
mempertahankan dalil-dalil isi gugatan adalah benar sedangkan dalil-
dalil dalam jawaban tergugat adalah salah. Replik juga bisa lisan
tentunya jika lisan jawaban harus dibacakan agar Penggugat tahu yang
mana yang akan ditanggapinya.
45
4) Replik
Pada persidangan berikutnya adalah menyerahkan Replik
Penggugat Dalam prakteknya Replik Penggugat juga tidak dibacakan
tetapi diberi kesempatan kepada Tergugat secara tertulis untuk
menanggapi Replik Penggugat yang disebut dengan Duplik Tergugat
(Tanggapan terhadap Replik Penggugat). Duplik Tergugat isinya
sebenarnya harus mempertahankan dalil-dalil jawaban Tergugat adalah
benar sedangkan dalil-dalil dalam Replik Penggugat adalah salah.
Duplik juga bisa lisan tentunya jika lisan Replik harus dibacakan agar
Tergugat tahu yang mana yang akan ditanggapinya.
5) Duplik
Pada persidangan berikutnya, adalah menyerahkan Duplik
Tergugat yaitu tanggapan terhadap Replik Penggugat. Setelah Duplik,
majelis hakim akan melanjutkannya penyerahan alat-alat bukti tertulis
Penggugat. Kemudian Tergugat diminta juga menyerahkan alat-alat
bukti tertulis kepada majelis hakim.
6) Pembuktian (Pasal 137, 172 dan 176 HIR)
Setelah penyerahan alat bukti tertulis selesai, jika penggugat
merasa perlu menghadirkan saksi-saksi untuk mendukung alat bukti
tertulisnya, maka majelis hakim memberikan kesempatan dan dilakukan
pemeriksaan saksi untuk diminta keterangannya sesuai perkara. Setelah
itu baru diberi kesempatan juga pada Tergugat untuk menghadirkan saksi
untuk dimintai keterangannya.
46
c. Tahap Ketiga Menyelesaian Perkara (Pasal 178 HIR)
1) Kesimpulan
Setelah pemeriksaan alat bukti selesai, dilanjutkan dengan
pemeriksaan setempat (PS) yaitu Majelis Hakim akan datang ke lokasi
objek sengketa untuk melihat fakta apakah antara isi gugatan dengan
fakta dilapangan mempunyai kesesuaian. Apabila pemeriksaan setempat
selesai, dilanjutnya dengan kesimpulan oleh penggugat maupun
tergugat.
2) Putusan hakim
Terakhir adalah putusan hakim (vonis). Jika eksepsi diterima
putusannya adalah gugatan tidak dapat diterima (NO), jika gugatan
dapat dibuktikan oleh penggugat putusan hakim adalah mengabulkan
baik seluruh maupun sebagian serta jika gugatan tidak dapat dibuktikan
oleh Penggugat, putusan hakim adalah menolak gugatan. (catatan :
sebelum vonis hakim dijatuhkan, perdamaian masih dapat dilakukan,
bahkan perdamaian tersebut harus selalu ditawarkan hakim pada setiap
tahap persidangan).
Terhadap putusan hakim, jika para pihak merasa keberatan dapat
melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi. Pernyataan
banding tersebut dapat dilakukan pada saat putusan dijatuhkan atau
pikir-pikir setelah 14 hari sejak putusan dijatuhkan.
47
B. PERBEDAAN PROSES PERKARA PERDATA MELALUI
GUGATAN SEDERHANA DAN GUGATAN BIASA.
Tabel Perbandingan Antara Gugatan Sederhana dan Gugatan Biasa.
N
O
ASPEK GUGATAN
SEDERHANA
GUGATAN
BIASA
1. Nilai Gugatan Paling banyak
Rp.200.000.000 (dua
ratus juta rupiah).
Lebih dari
Rp.200.000.
000 (dua
ratus juta
rupiah).
2. Domisili para pihak Penggugat dan tergugat
berdomisili di wilayah
hukum yang sama.
Penggugat
dan tergugat
tidak harus
berdomisili
di wilayah
hukum yang
sama.
3. Jumlah para pihak Penggugat dan tergugat
masing-masing tidak
boleh lebih dari satu,
kecuali punya
kepentingan hukum
Penggugat
dan tergugat
masing-
masing
boleh lebih
48
yang sama. dari satu.
4. Alamat tergugat Harus diketahui Tidak harus
diketahui
5. Pendaftaran perkara Menggunakan blanko
gugatan
Membuat
surat
gugatan
6. Pengajuan bukti-bukti Harus bersamaan
dengan pendaftaran
perkara
Pada saat
sidang
beragenda
pembuktian.
7. Pendaftaran perkara,
penunjukan hakim dan
panitera sidang
Paling lama 2 hari Paling lama
tidak
diketahui
8. Pemeriksa dan
pemutus
Hakim tunggal Majelis
hakim
9. Pemeriksaan
pendahuluan
Ada Tidak ada
10. Mediasi Tidak ada Ada
11. Kehadiran para pihak Penggugat dan tergugat
wajib menghadiri
setiap persidangan
secara langsung
Penggugat
dan tergugat
tidak wajib
menghadiri
49
(impersonal), meski
punya kuasa hukum.
setiap
persidangan
secara
langsung
(impersonal)
12. Konsekuensi
ketidakhadiran
penggugat pada
sidang pertama tanpa
alasan yang sah.
Gugatan dinyatakan
gugur.
Gugatan
tidak
dinyatakan
gugur.
13. Pemeriksaan perkara Hanya gugatan dan
jawaban.
Dimungkink
an adanya
tuntutan
provisi,
eksepsi,
rekonvensi,
intervensi,
replik,
duplik, dan
kesimpulan.
14. Batas waktu
penyelesaian
25 hari sejak sidang
pertama.
5 bulan.
15. Penyampaian putusan Paling lambat 2 hari Paling
50
sejak diucapkan
putusan.
lambat 7
hari sejak
putusan
diucapkan.
16. Upaya hukum dan
batas waktu
penyelesaiannya
Keberatan (7 hari sejak
majelis hakim
ditetapkan).
Banding (3
bulan),
kasasi (3
bulan), dan
peninjauan
kembali (3
bulan).
17. Batas waktu
pendaftaran upaya
hukum
7 hari sejak putusan di
ucapkan atau
diberitahukan.
14 hari sejak
putusan di
ucapkan
atau
diberitahuka
n.
18. Kewenangan
pengadilan tingkat
banding dan MA
Tidak ada Ada
Berdasarkan tabel di atas, penulis akan mengkaji serta mendeskripkan satu
persatu mengenai aspek-aspek dalam tabel tersebut, sebagai berikut;
51
a. Nilai Gugatan
Syarat untuk bisa mengajukan gugatan sederhana adalah nilai
materiil gugatan paling banyak Rp.200.000.000 hal tersebut dinyatakan
tegas dalam Pasal 1 angka 1 Perma 2/2015. Perma memang tidak
menentukan apakah nilai yang disebutkan sebagai syarat pengajuan
gugatan sederhana tersebut harus bersifat konstan atau yang penting
pada saat diajukan nilainya tidak lebih dari Rp.200.000.000. kenapa
demikian? Karena terhadap utang-piutang yang menggunakan kurs mata
uang asing memungkinkan mata nilai uang tersebut akan mengalami
perubahan (flaktuasi) sejalan dengan perubahan nilai kurs mata uang.
Jadi untuk menyikapi ini pasal 1 angka 1 telah menyebutkan bahwa
batas maksimal nilai gugatan adalah Rp.200.000.000 sehingga setiap
kontrak atau kerugian yang diderita dalam nilai uang asing. Pada saat
diajukan gugatan, pengugat harus mengkonversikan terlebih dahulu
dengan mata uang rupiah, sehingga jika terjadi fluktasi nilai mata uang
tidak akan mempengaruhi nilai gugatan setelah mulai diperiksa dan nilai
kelebihan dari selisih kenaikan kurs mata uang tidak dapat dituntut
kembali.
Pembatasan nilai gugatan yang disebutkan dalam pasal 1 angka 1
dan pasal 3 ayat 1 perma nomor 2/2015 harus ditafsirkan bahwa nilai
gugatan tersebut hanya untuk satu peristiwa hukum, artinya jika nilai
utangnya Rp.400.000.000 sedangkan yang digugat hanya
Rp.200.000.000, Maka harus dianggap bahwa penggugat hanya
52
menghendaki pembayaran sebesar Rp.200.000.000 sehingga jika digugat
kembali untuk kelebihannya akan mengakibatkan gugatannya menjadi
nebis in idem. Jadi kesimpulannya adalah apabila gugatan nilai uangnya
Rp.200.000.000 maka bisa masuk kedalam gugatan sederhana, tetapi
jika lebih dari itu masuk keperkara gugatan biasa.
b. Domisili Para Pihak.
Pasal 4 ayat (3) perma 2/2015 menyebutkan bahwa “penggugat dan
tergugat dalam gugatan sederhana harus berdomisili di wilayah hukum
pengadilan yang sama”. Penentuan bahwa gugatan sederhana hanya
dapat diajukan jika penggugat dan tergugat tidak memiliki domisili yang
sama akan sangat membatasi dalam praktiknya, karena hubungan
kontrak saat ini, baik kecil, menengah maupun besar sudah tidak
memperhitungkan batas wilayah lagi, bahkan adakalanya melintasi batas
negara. Sedangkan untuk gugatan biasa tidak harus berdomisili
diwilayah hukum pengadilan yang sama.
c. Jumlah Para Pihak.
Gugatan acara biasa penggugat dan tergugat masing-masing boleh
lebih dari satu. Dalam hukum acara perdata (HIR/RBg) tidak mengenal
istilah turut tergugat, namun dalam praktik beracara istilah tersebut
kemudian muncul yang pada umumnya pihak yang ditunjuk sebagai
turut tergugat adalah pihak yang kedudukannya sama dengan penggugat
namun ia tidak mau turut menggugat, misalnya sesama ahli waris yang
tidak mau ikut menggugat, maka untuk menghindari gugatan kurang
53
pihak meraka dijadikan turut tergugat atau pihak yang tidak secara
langsung terkait dengan persengketaan antara penggugat dan tergugat,
seperti BPN yang ditarik dalam perkara sengketa hak milik atas tanah
yang telah bersertifikat atau pihak menyewa yang ditarik kedalam
sengketa yang melibatkan barang yang disewa antara pemilik barang
dengan pihak ketiga.
Meskipun dalam praktiknya istilah turut tergugat telah diakui
dalam proses persidangan perkara perdata, namun dalam perkara
gugatan sederhana tidak menghendaki adanya keterlibatan turut
tergugat artinya jika memang ada keterlibatan pihak lain yang harus
didudukan menjadi turut tergugat, maka perkara tersebut tidak boleh
diselesaikan melalui gugatan sederhana melainkan harus diselesaikan
melalui prosedur acara biasa, hal ini dapat ditafsirkan dari ketentuan
pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “para pihak dalam gugatan
sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak
boleh lebih dari satu orang kecuali memiliki kepentingan hukum yang
sama”.
d. Alamat Tergugat
Pasal 4 ayat (2) perma 2/2015 mensyaratkan bahwa dalam
pengajuan gugatan sederhana, penggugat harus mengetahui dan
mencantumkan alamat tergugat dengan jelas. Jika alamat tenggugat tidak
diketahui atau pada saat diajukan gugatan sudah tidak diketahui lagi
domisilinya, maka penggugat tidak dapat mengajukan sengketanya
54
melalui prosedur gugatan sederhana melainkan diajukan dalam prosedur
biasa.
Jika penggugat dalam gugatannya mencantumkan alamat tergugat
dengan jelas, namun ketika proses pemanggilan ternyata kepala desa
setempat mengatakan bahwa tegugat sudah meninggalkan desa tersebut
dan sudah tidak lagi menjadi warganya atau tidak diketahui lagi tempat
tinggalnya, maka sesuai ketentuan pasal (4) ayat 2 perkara tersebut tidak
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan gugatan sederhana dan hakim
harus mengeluarkan penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkara
tersebut tidak layak diperiksa melalui prosedur gugatan sederhana.
Ketentuan pasal 4 ayat 2 bukan semata mata mengatur bahwa
gugatan sederhana tidak diperkenankan jika penggugat tidak
mencantumkan alamat tempat tinggal tergugat namun juga harus
diartikan bahwa pemanggilan dalam gugatan sederhana tidak dapat
dilakukan melalui panggilan umum sebagai mana yang di atur dalam
pasal 390 ayat 3 HIR.
Gugatan yang pihak tergugatnya tidak diketahui tempat tinggalnya
memang selayaknya tidak diproses melalui proses gugatan sederhana,
karena upaya hukum yang dapat dilakukan sangat terbatas jika
persidangan itu tanpa tergugat. Sedangkan jika dipriksa dalam gugatan
biasa maka tergugat tetap memiliki peluang yang cukup untuk
mengajukan perlawanan atau putusan yang dijatuhkan tanpa
55
kehadirannya jika dikemudian hari tergugat mengetahui menggunakan
prosedur sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 129 HIR.
e. Pendaftaran Perkara
Dalam gugatan perdata biasa, penggugat atau melalui kuasa
hukumnya mengajukan gugatan/permohonan yang diajukan kepada
ketua negeri pengadilan yang akan dituju dibagian perdata.dengan
beberapa kelengkapan atau syarat berikut yaitu pertama, surat
permohonan yang ditujukan (dialamatkan) kepada PN sesuai dengan
kompetensi relatif,diberi tanggal, ditandatangani penggugat atau kuasa,
identitas para pihak, fundamentum petendi, petitum gugatan, perumusan
gugatan asesor (accesoir). Kedua,surat kuasa yang sudah dilegalisir
(apabila menggunakan kuasa hukum), bukti-bukti yang menguatkan
untuk mengajukan gugatan atau permohonan seperti KT,KK,Surat
Kuasa, Akte, dll.
Sedangkan dalam gugatan sederhana dalam proses pendaftaran,
Penggugat mendaftarkan gugatannya dikepaniteraan pengadilan dan
dapat juga dengan cara mengisi gugatan berupa blanko yang sudah
disiapkan oleh kepaniteraan, pada substansinya blanko tersebut berisi
keterangan tentang Identitas penggugat dan tergugat,penjelasan ringkas
tentang duduknya perkara,tuntutan penggugat.
f. Pengajuan Bukti-Bukti
56
Dalam gugatan sederhana , Pasal 6 ayat 4 perma 2/2015
menyebutkan bahwa penggugat wajib melampirkan bukti surat yang
sudah dilegalisasi pada saat pendaftaran gugatannya.
Ketentuan tersebut memang terkesan agak aneh karena dalam
prosedur perkara perdata biasa bukti-bukti baru akan di perlihatkan pada
saat persidangan memasuki tahapan pembuktian, selain itu peristiwa
pendata yang diajukan sebagai sengketa kepengadilan tidak selalu
memiliki bukti dalam bentuk surat karna pasal 164 HIR menyebutkan
alat bukti dalam perkara perdata terdiri lima jenis yaitu bukti tertulis,
bukti saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah.
Ada perbedaan antara apa yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat 4
Perma 2/2015 dengan ketentuan Pasal 164 point 1 HIR ketentuan Pasal 6
menggunakan istilah "bukti surat" sedangkan HIR menggunakan istilah
"bukti tertulis" secara bahasa dua istilah tersebut memiliki pengertian
yang berbeda, namun dalam konteks yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat
4 Perma 2/2015 sebenarnya bermaksud untuk menunjuk pada bukti
tertulis menurut Pasal 164 HIR adapun alat bukti tulisan menurut Pasal
164 point satu HIR dibedakan menjadi dua bentuk yaitu surat biasa dan
akta.
Jika tindakan melampirkan bukti surat tersebut adalah sebuah
kewajiban, maka pada saat penggugat tidak memiliki bukti surat untuk
mengajukan sengketanya ke pengadilan , pengadilan berwenang untuk
57
menolaknya, padahal Pasal 10 ayat (1) UU kekuasaan kehakiman
menyebutkan bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara.
Jika disimak ketentuan Pasal 11 ayat (2) Perma 2/2015 yang
menentukan wewenang kepada hakim pemeriksa perkara untuk menilai
suatu gugatan tersebut memiliki sifat pembuktian yang sederhana atau
tidak, maka penilaian yang paling mudah adalah dengan memeriksa isi
dalil gugatan dan bukti surat yang dilampirkan oleh pihak penggugat.
g. Pendaftaran Perkara, Penunjukan Hakim dan Panitera Sidang
Dalam gugatan sederhana penggugat/kuasanya mendaftarkan
gugatan/permohonan di pengadilan negeri , apabila diterima dan ditaksir
biaya oleh petugas meja maka memerlukan waktu 1 hari kerja.
Kemudian setelah panjar biaya dibayar melalui bank yang ditunjuk,
gugatan atau permohonan diberikan nomor register dan dicatat dalam
register maka memerlukan waktu 2 hari kerja. Kepaniteraan perdata
membuat penetapan penunjukan majelis hakim dan penunjukan panitera
pengganti untuk diajukan ke ketua PN melalui panitera maka
memerlukan waktu pada hari itu juga. Kepaniteraan perdata
menyerahkan berkas perkara kepada ketua pengadilan negri/panitera
untuk penunjukan majelis hakim/ penunjukan panitera pengganti pada
waktu hari itu juga. Maka dari itu dalam gugatan sederhana Pendaftaran
perkara, penunjukan hakim dan panitera sidang memerlukan waktu
paling lama 2 hari.
h. Pemeriksa Perkara dan Pemutus
58
Perkara Gugatan Sederhana disidangkan dengan Hakim tunggal,
Prosedur persidangan perkara gugatan sederhana merupakan
pengecualian dari prosedur penyelesaian perkara pada umumnya, artinya
untuk penyelesaian sengketa bersifat kontensius (mengandung konflik)
pada umumnya disidangkan dengan hakim majelis, karena amanat pasal
11 UU 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara dipengadilan dilakukan oleh hakim majelis dengan
sekurang-kurangnya tiga orang hakim kecuali undang-undang
menentukan lain.
Perma menurut Pasal 79 UU 14/1985 jo UU 3/2009 tentang
Mahkamah Agung adalah untuk mengisi kekosongan hukum sehingga
proses kelangsungan penyelenggaraan peradilan tidak menjadi terlambat.
Memang Perma 2/2015 substansinya lebih banyak bersifat menciptakan
norma hukum baru hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan adanya
proses penyelesaian sengketa perdata secara lebih cepat sederhana
dengan biaya ringan yang kondisinya sudah sangat mendesak, sedangkan
disisi lain reformasi perundang-undangan hukum acara perdata hampir
tidak pernah ada perkembangan karwna sampai saat ini sistem peradilan
perdata masih menggunakan hukum acara peninggalan kolonial belanda
seperti HIR dan RBg padahal kalau lihat ketentuan-ketentuan yang
terkandung didalamnya sudah banyak yang tidak sesuai dengan alam
kemerdekaan serta dinamika beracara pada saat ini.
59
Hakim majelis baru akan ditunjuk ketika suatu perkara diajukan
proses keberatan pada saat salah satu pihak tidak puas dengan isi putusan
yang dijatuhkan oleh hakim pemeriksa perkara dalam gugatan sederhana.
i. Pemeriksa Pendahuluan
Prosedur pemeriksaan pendahuluan baru dikenal dalam proses
perkara perdata sebagaimana di atur dalam pasal 11 perma 2/2015.
Proses pemeriksaan pendahuluan dalam gugatan sederhana alasan
pemeriksaan terbatas pada apa yang dimaksud dalam pasal 34 perma
2/2015 ditambah dengan memeriksa terkait pembuktian yang sederhana
atau tidak . Pasal 3 mengatur tentang obyek gugatan sedangkan pasal 4
mengatur tentang subyek gugatan. Perma tidak menjelaskan cara rinci
terkait dengan proses pemeriksaan pendahuluan tersebut apakah hakim
pemeriksa perkara harus membuka sidang untuk memeriksa persyaratan
gugatan atau cukup menjadi bagian wewenang diluar persidangan.
j. Mediasi
Proses penyelesaian perkara gugatan sederhana tetap mengandung
kewajiban bagi hakim untuk mengupayakan perdamaian hanya
mekanismenya saja yang berbeda jika dalam perkara perdata pada
umumnya perdamaian itu diselenggarakan dengan prosedur mediasi
sebagaimana di atur dalam perma 1/2016 sedangkan dalam perkara
gugatan sederhana prosedur perdamaian itu sifatnya berupa anjuran
kepada para pihak untuk menempun perdamaian dengan inisiatif sendiri.
60
Pasal 15 ayat (2) menyebutkan secara tegas bahwa perkara gugatan
sederhana tidak tunduk pada Perma 1/2016 tentang prosedur mediasi,
hal itu cukup beralasan karena jangka waktu penyelesaian perkara
gugatan sederhana dibatasi hanya untuk 25 hari kerja, sedangkan proses
mediasi sebagaimana di atur dalam Perma 1/2016 membutuhkan waktu
hingga 30 hari kerja jika kedua belah pihak menghendakinya sehingga
hal itu tidak mungkin dilakukan dalam proses gugatan sederhana.
Namun demikian meskipun penyelesaian gugatan sederhana tidak
memerlukan proses mediasi namun kewajiban untuk mengupayakan
perdamaian getap ada sebagaimana bisa dilihat dari ketentuan pasal 15
ayat 1 yang mewajibkan kepada hakim pemeriksa perkara untuk
mengupayakan perdamaian kepada para pihak dengan memperhatikan
batas waktu 25 hari kerja untuk melakukan pemeriksaan gugatan
sederhana.
k. Kehadiran para pihak
Praktik beracara pada umumnya, pihak prinsipal dapat meminta
bantuan seseorang yang dipandang cakap dibidang hukum untuk
mewakili, mendampingi dan memberikan nasehat hukum dengan sebuah
kuasa khusus. Berdasarkan pasal 1795 KUHPer menjelaskan bahwa
pemberian surat kuasa dapat dilakukan secara khusus yaitu hanya
mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk kuasa seperti itu
yang menjadi landasan pemberian kuasa disidang pengadilan.jadi dalam
perkara perdata biasa seorang kuasa hukum dapat mewakili kepentingan
61
pihak yang diwakilinya, artinya cukup kuasanya saja yang hadir
dipersidangan.
Ketentuan Pasal 4 ayat (4) perma no 2/2015 menyebutkan bahwa
“penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap
persidangan dengan atau tanpa didampingi kuasa hukum” sehingga
prinsip perwakilan dalam Pasal 123 ayat (1) telah diterobos oleh
ketentuan Pasal 4 ayat (4) Perma 2/2015. Alasan yang daat dibangun dari
Pasal 4 ayat (4) Perma 2/2015 diatas adalah karena gugatan sederhana
menganut mekanisme penyelesaian perkara yang cepat dan sederhana,
sehingga tanpa harus menggunakan jasa kuasa hukum pun para pihak
akan mudah untuk menjalani proses persidangannya.
l. Konsekuensi Ketidakhadiran Penggugat Pada Sidang Pertama Tanpa
Alasan Yang Sah.
Pada gugatan sederhana kata wajib dalam ketentuan Pasal 4 ayat 4
jika tidak dipenuhi akan menimbulkan akibat hukum, yaitu hakim tidak
akan menganggap kehadiran para pihak di persidangan, jika yang hadir
hanya sebatas kuasa hukumnya saja. Oleh karena ketidakhadiran dalam
memenuhi panggilan sidang, maka hakim dapat menjatuhkan putusan
tanpa hadirnya tergugat atau putusan gugur meskipun kuasa hukum dari
pihak penggugat atau tergugat sesungguhnya hadir ke pengadilan.
Sedangkan dalam perkara perdata biasa putusan gugur pada
umumnya dijatuhkan jika penggugat tidak hadir dalam dua panggilan
yang sah.
62
m. Pemeriksaan Perkara
Penyelesaian perkara perdata pada umumnya memerlukan waktu
proses yang panjang karena hampir pada setiap tahapan para pihak
diberikan hak seluas-luasnya baik dalam proses jawab-menjawab
maupun upaya hukum dan pembuktian.
Pasal 17 Perma 2/2015 menyebutkan secara tegas bahwa dalam
proses pemeriksaan gugatan sederhana tidak dapat diajukan replik, duplik
dan kesimpulan. Larangan tersebut ditunjukan agar proses pemeriksaan
bisa berjalan secara lebih cepat sehingga penggugat dan tergugat harus
memaksimalkan semua apa yang akan disampaikannya dalam gugatan
dan jawaban saja.
Gugatan sederhana Tidak diperbolehkan ada rekonvensi dan
intervensi. Pasal 17 perma 2/2015 melarang adanya gugatan rekonvensi
hal ini dimaksudkan agar pemeriksaannya lebih cepat, selain itu larangan
tersebut berkaitan dengan apa yang menjadi prinsip dalam gugatan
sederhana yaitu bagi perkara yang memiliki sifat pembuktian yang
sederhana, sehingga jika masih terbuka adanya gugatan rekonvensi dari
pihak tergugat, maka sangat mungkin proses pembuktiannya menjadi
tidak sederhana lagi karena antara gugatan konvensi dengan gugatan
rekonvensi akan diperiksa secara bersamaan dalam satu perkara.
n. Batas Waktu Penyelesaian
Esensi lahirnya perma 2/2015 adalah untuk memangkas beberapa
tahapan dalam hukum acara perdata dan mempersingkat waktu proses
63
penyelesaian dengan membatasi waktu penyelesaian selama 25 hari kerja
dan proses penyelesaiannya akan berakhir ditingkat pengadilan pertama
saja. Hal ini sebagai bentuk respons mahkamah agung terhadap berbagai
keluhan dari masyarakat pencari keadilan bahwa proses penyelesaian
sengketa dipengadilan memerlukan waktu yang lama dengan prosedur
yang berbelit-berbelit.
Sedangkan dalam gugatan perdata biasa, penyelesaian perkara pada
tingkat pertama paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan termasuk
penyelesaian minutasi.
o. Penyampaian Putusan
Gugatan sederhana paling lambat 2 hari sejak diucapkan putusan,
sedangkan paling lambat 7 hari sejak putusan diucapkan.
p. Upaya Hukum dan Batas Waktu Penyelesaiannya.
Keberatan (7 hari sejak majelis hakim ditetapkan). Salah satu
keunggulan dari prosedur penyelesaian perkara melalui gugatan
sederhana (GS) adalah adanya pembatasan upaya hukum hanya sampai
dipengadilan tingkat pertama. Lamanya penyelesaian perkara perdata
umumnya banyak diakibatkan oleh proses upaya hukum. Menurut
ketentuan pasal 21 ayat (1) bahwa upaya hukum dalam perkara gugatan
sederhana adalah “keberatan”, sedangkan jangka waktu pemeriksaan
keberatan telah ditentukan paling lama 7 hari sejak penetapan majelis
hakim. Sedangkan gugatan acara biasa memerlukan waktu yaitu Banding
(3 bulan), kasasi (3 bulan), dan peninjauan kembali (3 bulan).
64
q. Batas Waktu Pendaftaran Upaya Hukum
Keberatan terhadap putusan diluar kehadiran pihak tergugat dalam
gugatan sederhana diatur dalam pasal 22 ayat (1) yaitu 7 (tujuh) hari
sejak dibeitahukan. Sedangkan pada Pasal 129 HIR upaya hukum
perlawanan terhadap putusan verstek dapat diajukan 14 hari setelah
pemberitahuan itu langsung pada tergugat.
r. Kewenangan Pengadilan Tingkat Banding dan MA
Perkara gugatan sederhana berakhir di tingkat keberatan. Putusan
keberatan bersifat final dan mengikat. Pasal 30 Perma 2/2015
menyebutkan “putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak
tersedia upaya hukum banding,kasasi,atau peninjauan kembali”
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Mekanisme penyelesaian gugatan sederhana diantaranya yaitu
mendaftarkan gugatan secara mandiri dengan mengisi blanko gugatan
berupa formulir Gugatan Sederhana yang tersedia di pengadilan setempat.
Setelah mendaftar dan membayar biaya perkara. Ketua pengadilan
menunjuk hakim untuk memeriksa perkara. Setelah itu menetapkan hari
sidang pertama, hari pertama sidang hakim mengupayakan perdamaian,
jika tidak berhasil maka hakim akan melanjutkan dengan mendengarkan
gugatan dari penggugat dan jawaban dari tergugat. yang terakhir adalah
putusan karena dalam gugatan sederhana tidak mengenal simpulan. Dalam
putusan hakim membacakan putusan secara terbuka untuk umum. Dan bisa
mengajukan upaya keberatan. Sedangkan gugatan perdata biasa
mekanismenya adalah berikut. Tahap pertama yaitu menerima perkara:
pengajuan (perkara) gugatan (Pasal 118 HIR), Pembayaran panjar biaya
perkara, pendaftaran perkara, penetapan majelis hakim, pengajuan panitera
sidang. Tahap kedua yaitu memeriksa perkara (Pasal 372 HIR) yaitu
pemeriksan pendahuluan, pembacaan gugatan, jawaban gugatan, replik,
duplik, pembuktian (Pasal 137, 172 dan 176 HIR), Kesimpulan, Putusan
hakim. Terhadap putusan hakim, jika para pihak merasa keberatan dapat
65
66
melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi. Pernyataan
banding tersebut dapat dilakukan pada saat putusan dijatuhkan atau pikir-
pikir setelah 14 hari sejak putusan dijatuhkan. Lalu upaya terakhir bisa
mengajukan kasasi dan peninjauan kembali.
2. Perbandingan mekanisme penyelesaian perkara perdata melalui gugatan
perdata biasa menurut penulis dengan di simpulkannya tabel perbedaan
cukup banyak perbedaannya. Perma 2/2015 tentang tatacara gugatan
sederhana banyak mengandung norma hukum baru, bahkan secara tegas
menyingkirkan aturan yang ada dalam undang-undang Hukum Acara
Perdata (HIR/Rbg). Misalnya Perma secara tegas melarang para pihak
untuk mengajukan Eksepsi,Provisi Dan Rekonvensi padahal hak tersebut
diatur dalam HIR dan Rbg, selain itu perma juga membatasi hak para
pihak untuk mengajukan upaya hukum yang berlaku. Lalu mengenai nilai
gugatan juga cukup signifikan perbedaaanya yaitu kalau gugatan
sederhana nominal yang diajukan maksimal adalah Rp.200.000.000 dan
gugatan biasa lebih dari Rp.200.000.000. Tetapi dengan adanya
pembatasan tersebut unsur asas cepat dan biaya ringan telah terpenuhi
oleh gugatan sederhana daripada gugatan biasa. Menurut penulis dengan
adanya gugatan sederhana sangat memudahkan bagi pencari keadilan yang
ingin proses perkaranya dilakukan dengan cepat dan biaya ringan.
67
B. Saran
1. Seharusnya pemerintah lebih mensosialisasikan tentang gugatan sederhana
pada masyarakat.
2. Sebaiknya Perma 2/2015 lebih memerjelas lagi mengenai peraturan
tentang Gugatan Sederhana.
. DAFTAR PUSTAKA
Astarini, Dwi Rezki Sri, Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat Sederhana Biaya Ringan,Bandung: PT.Alumni Bandung, 2013.
Christopler J.Wheelan, “small Claims Courts- A comparative Study”, (New York: Oxford University Press, 1990) dikutip dari jurnal karya Efa Laela Fakhriah, “Eksistensi Small Claim Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan”, Bandung: Universitas Padjajaran,2009.
Samosir, Djamanat, Hukum Acara Perdata, Bandung: Nuansa Aulia, 2012.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986
Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Sutantio, Ny.Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: MandarMaju, 2009.
Texas Young Lawyers Association And The State Bar Of Texas, “how to sue in small claims court, 5th Edition, 2009, page 1, dikutip dari jurnal karya Efa Laela Fakhriah, “Eksistensi Small Claim Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan”, Bandung: Universitas Padjajaran,2009.
Universitas Pancasakti Tegal, Buku Panduan Penulisan Skripsi Fakultas Hukum , Tegal : 2017.
Jurnal oleh Tim Peneliti Pusat Studi Hukum Ekonomi Dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Unpad tentang small claim court pada 3 april 2013.
Witanto, Ridwan Mansyur D.Y, Gugatan Sederhana Teori Praktik Dan Permasalahannya, Jakarta: Pustaka Dunia, 2017.
68