ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka...

16
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Restorasi Ekologi Basuni (2009) menyatakan bahwa berdasarkan pengertian konservasi dalam pengertian luas, maka kegiatan restorasi tidak dapat dipisahkan dari preservasi. Lebih lanjut, Basuni (2009) membedakan kedua istilah tersebut sebagai berikut: 1) Restorasi, yaitu tindakan yang berusaha mengubah struktur obyek konservasi untuk menggambarkan keadaan terdahulu yang diketahui; contohnya, mengubah hutan tanaman Pinus (tumbuhan asing) di suatu kawasan hutan konservasi menjadi hutan tanaman Rasamala yang merupakan tumbuhan asli di kawasan hutan konservasi yang bersangkutan. 2) Preservasi, yaitu tindakan tertentu yang bertujuan untuk menjaga selama mungkin fitur-fitur kawasan hutan konservasi yang terlihat jelas seperti keadaannya semula (asli, utuh); suatu tujuan yang biasa dicapai dengan memodifikasi beberapa fitur kawasan hutan konservasi yang semula tidak terlihat. Preservasi ini dapat berupa: a. Preservasi langsung, dilakukan dengan mengubah fitur kawasan hutan konservasi; aktivitas dengan waktu terbatas (misal, menambah atau mengurangi populasi untuk mencapai populasi minimum viable; pengurangan atau penambahan populasi sampai tingkat daya dukung kawasan hutan konservasi). b. Preservasi lingkungan, dilakukan dengan mengubah lingkungan kawasan hutan konservasi atau fitur-fiturnya; aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu (membersihkan tumbuhan asli yang langka atau dilindungi dari lilitan tumbuhan liana asing, pengendalian predator, mencegah timbulnya wabah penyakit, pembinaan daerah penyangga). c. Preservasi informasional, bekerja dengan merekam atau meniru/ mereproduksi kawasan hutan konservasi dan atau beberapa fiturnya: foto, citra, data (atribut/spasial); membuat replika/tiruan (misalnya membangun taman plasma nutfah Taman Nasional X), tujuannya adalah untuk menyediakan informasi dan pengalaman bagi masyarakat tanpa resiko adanya gangguan pada kawasan hutan konservasi yang asli.

Upload: vutuong

Post on 08-Mar-2019

300 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Restorasi Ekologi Basuni (2009) menyatakan bahwa berdasarkan pengertian konservasi

dalam pengertian luas, maka kegiatan restorasi tidak dapat dipisahkan dari

preservasi. Lebih lanjut, Basuni (2009) membedakan kedua istilah tersebut

sebagai berikut:

1) Restorasi, yaitu tindakan yang berusaha mengubah struktur obyek

konservasi untuk menggambarkan keadaan terdahulu yang diketahui;

contohnya, mengubah hutan tanaman Pinus (tumbuhan asing) di suatu

kawasan hutan konservasi menjadi hutan tanaman Rasamala yang

merupakan tumbuhan asli di kawasan hutan konservasi yang bersangkutan.

2) Preservasi, yaitu tindakan tertentu yang bertujuan untuk menjaga selama

mungkin fitur-fitur kawasan hutan konservasi yang terlihat jelas seperti

keadaannya semula (asli, utuh); suatu tujuan yang biasa dicapai dengan

memodifikasi beberapa fitur kawasan hutan konservasi yang semula tidak

terlihat. Preservasi ini dapat berupa:

a. Preservasi langsung, dilakukan dengan mengubah fitur kawasan hutan

konservasi; aktivitas dengan waktu terbatas (misal, menambah atau

mengurangi populasi untuk mencapai populasi minimum viable;

pengurangan atau penambahan populasi sampai tingkat daya dukung

kawasan hutan konservasi).

b. Preservasi lingkungan, dilakukan dengan mengubah lingkungan kawasan

hutan konservasi atau fitur-fiturnya; aktivitas yang tidak dibatasi oleh

waktu (membersihkan tumbuhan asli yang langka atau dilindungi dari

lilitan tumbuhan liana asing, pengendalian predator, mencegah timbulnya

wabah penyakit, pembinaan daerah penyangga).

c. Preservasi informasional, bekerja dengan merekam atau meniru/

mereproduksi kawasan hutan konservasi dan atau beberapa fiturnya:

foto, citra, data (atribut/spasial); membuat replika/tiruan (misalnya

membangun taman plasma nutfah Taman Nasional X), tujuannya adalah

untuk menyediakan informasi dan pengalaman bagi masyarakat tanpa

resiko adanya gangguan pada kawasan hutan konservasi yang asli.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

10

Restorasi ekologi berkaitan erat dengan kondisi kawasan hutan yang

terdegradasi. ITTO (2002) menyatakan bahwa terminologi degradasi hutan

mengacu pada penurunan kapasitas hutan untuk memproduksi barang dan jasa.

Hutan yang terdegradasi menyebabkan penurunan suplai barang dan jasa serta

keanekaragaman hayati yang terbatas. Hutan yang terdegradasi mengalami

kehilangan struktur, fungsi, komposisi spesies, dan produktivitas normal yang

diharapkan dari hutan tersebut.

Berkaitan dengan pemulihan/perbaikan ekologi hutan yang terdegradasi,

terdapat tiga istilah yang seringkali menimbulkan kebingungan dalam

penggunaannya, yaitu reklamasi, rehabilitasi, dan restorasi. Lamb et al. (2003)

membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut:

• Reklamasi adalah pemulihan produktivitas pada area terdegradasi yang

sebagian besar menggunakan pohon jenis eksotik (exotic spesies). Jenis-

jenis monokultur juga sering digunakan. Keanekaragaman hayati asli tidak

dipulihkan, tetapi fungsi perlindungan dan fungsi jasa-jasa ekologi dipulihkan

kembali.

• Rehabilitasi adalah pemulihan kembali produktivitas tetapi tidak keseluruhan

jenis tumbuhan dan satwa asli ada. Untuk kepentingan/alasan ekologi dan

ekonomi hutan yang baru dapat terdiri atas jenis yang tidak asli. Pada

saatnya fungsi asli perlindungan hutan dan jasa ekologis akan kembali pulih.

• Restorasi ekologi adalah pemulihan kembali struktur, produktivitas, dan

keanekaragaman jenis asli dari hutan yang ada. Pada saatnya proses dan

fungsi ekologi akan kembali sama seperti aslinya/kondisi hutan pada

awalnya.

Ketiga istilah tersebut (reklamasi, rehabilitasi, dan ekologi restorasi)

diilustrasikan oleh Lamb et al. (2003) seperti tersaji pada Gambar 2.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

11

Gambar 2 Reklamasi, rehabilitasi, dan restorasi ekologi: A = kondisi hutan yang dicapai melalui restorasi ekologi, B1 = hutan yang terdegradasi, B2 = hutan yang terdegradasi lebih jauh apabila dibiarkan tanpa perlakuan, D = hutan yang kembali terdegradasi akibat adanya gangguan, E1 = kondisi hutan yang dicapai melalui reklamasi, E2 = kondisi hutan yang dicapai melalui reklamasi dengan adanya pengolahan tanah atau pemupukan, F = kondisi hutan yang dicapai melalui rehabilitasi (diadopsi dari Lamb et al., 2003)

Sejalan dengan hal tersebut, Indrawan et al. (2007) menyatakan bahwa

terdapat empat macam pendekatan yang sering digunakan untuk menangani

ekosistem yang terdegradasi, yaitu:

1) Tanpa tindakan (no action), yaitu restorasi tidak dilakukan mengingat biaya

pemulihan yang terlalu mahal, atau mungkin upaya restorasi sebelumnya

gagal, ataupun berdasarkan pengalaman diperkirakan ekosistem dapat pulih

kembali dengan sendirinya.

2) Rehabilitasi, yaitu ekosistem yang rusak diganti dengan ekosistem yang

produktif, baik dengan menggunakan beberapa spesies maupun banyak jenis

biota.

3) Restorasi parsial (sebagian), yaitu yang diperbaiki adalah sebagian fungsi

ekosistem dan beberapa spesies asli yang dominan mungkin dapat

dikembalikan.

4) Restorasi lengkap, yaitu restorasi suatu daerah hingga mencapai struktur dan

komposisi spesies semula, maupun berbagai proses ekosistem terkait.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

12

Restorasi ekologi didefinisikan oleh beberapa pihak sebagai berikut:

• Proses yang secara sengaja mengubah (keadaan lingkungan) suatu lokasi

untuk membentuk kembali suatu ekosistem tertentu yang bersifat asli dan

bernilai sejarah (Indrawan et al., 2007).

• Suatu proses untuk membantu pemulihan suatu ekosistem yang telah

terdegradasi, mengalami kerusakan, atau mengalami kehancuran. Hal ini

merupakan suatu kegiatan yang disengaja untuk menginisiasi atau

mempercepat proses ekologi (SER – IUCN, 2004).

• Upaya untuk mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna) serta unsur abiotik

(tanah, iklim, dan topografi) pada kawasan hutan produksi, sehingga tercapai

keseimbangan hayati. Restorasi ekologi (ekosistem) ini dilakukan melalui

penanaman, pengayaan, permudaan alam, dan atau pengamanan ekosistem

(Dephut, 2004a).

Lebih lanjut, Indrawan et al. (2007) menyatakan bahwa tujuan restorasi

ekologi adalah untuk mengembalikan struktur, fungsi, keanekaragaman, serta

dinamika dari ekosistem terkait. Pengetahuan tentang komposisi, struktur, dan

fungsi dari hutan alami, begitu juga nilai rata-rata dan variasi kisaran, sangat

diperlukan untuk menetapkan tujuan restorasi dan untuk mengevaluasi

keberhasilan suatu kegiatan restorasi (Kuuluvainen et al., 2002). Oleh karena

itu, maka dalam kegiatan restorasi ekologi diperlukan adanya suatu ekosistem

acuan yang dapat digunakan untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai dari

kegiatan restorasi. Tujuan restorasi ekologi dapat ditentukan hanya melalui

penetapan kondisi-kondisi acuan (Kamada, 2005). SER – IUCN (2004) men-

definisikan ekosistem acuan sebagai ekosistem yang sesungguhnya atau model

konseptual dari suatu ekosistem yang digunakan untuk menetapkan tujuan dan

perencanaan dari suatu proyek restorasi, serta evaluasinya.

Kuuluvainen et al. (2002) menyatakan bahwa kegunaan restorasi ekologi

dalam konservasi ekosistem hutan adalah sebagai berikut (Gambar 3):

1) Hutan konservasi seringkali jauh dari kondisi alaminya karena pengelolaan

sebelumnya. Restorasi dapat digunakan untuk meningkatkan kealamian dari

struktur hutan dalam rangka mempertinggi kuantitas dan kualitas bagi jenis

fokal (focal species).

2) Kawasan-kawasan konservasi saat ini seringkali berukuran kecil dan

terisolasi. Restorasi dapat digunakan untuk memperbesar dan melengkapi

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

13

kawasan-kawasan konservasi yang berukuran kecil dan terfragmentasi dalam

rangka menciptakan unit-unit yang terhubung agar lebih besar dan lebih baik.

3) Prinsip-prinsip restorasi dapat digunakan pada hutan yang dikelola (hutan

produksi) yang mengelilingi kawasan konservasi untuk menciptakan daerah

penyangga (bufferzone) antara hutan produksi dengan hutan konservasi dan

untuk meningkatkan fungsi konservasi dari kawasan konservasi.

4) Prinsip-prinsip restorasi dapat diterapkan pada hutan produksi alam secara

keseluruhan untuk meningkatkan kualitas habitat dari matriks hutan.

Gambar 3 Ilustrasi sederhana dari kegunaan restorasi dalam konservasi ekosistem hutan (diadopsi dari Kuuluvainen et al., 2002)

SER – IUCN (2004) menyatakan bahwa restorasi ekologi berkontribusi

dalam meningkatkan keanekaragaman hayati pada lansekap yang terdegradasi,

meningkatkan populasi dan distribusi jenis yang langka dan terancam,

meningkatkan konektifitas lansekap, meningkatkan ketersediaan barang dan jasa

lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan

kontribusi restorasi ekologi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

ITTO (2002) dan Kobayashi (2004) menyatakan bahwa keberhasilan kegiatan

restorasi ekologi dan rehabilitasi hutan yang terdegradasi hanya akan tercapai

apabila masyarakat lokal berperan serta dalam kegiatan tersebut dan

masyarakat pengguna hutan memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek,

serta manfaat lain di masa datang.

Keberhasilan restorasi menurut Walters (1997) antara lain ditandai dengan

indikator sebagai berikut:

Kawasan-kawasan konservasi terfragmentasi karena pengelolaan sebelumnya

b) Penetapan kawasan konservasi baru

c) Hutan produksi mengelilingi kawasan konservasi baru

d) Hutan produksi alam

Penggabungan/perluasan kawasan konservasi

a) Hutan konservasi

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

14

1) Restorasi dipandang oleh masyarakat lokal dapat memberikan keuntungan

ekonomi bagi mereka.

2) Restorasi disusun sesuai dengan pola pemanfaatan sumberdaya dan lahan

oleh masyarakat.

3) Pengetahuan lokal dan keahlian yang terkait dengan restorasi berhasil

didokumentasikan oleh proyek.

4) Kelompok masyarakat/organisasi lokal secara efektif dimobilisasi untuk men-

dukung dan mengimplementasikan kegiatan restorasi.

5) Kebijakan yang terkait dan faktor politik mendukung upaya restorasi.

2.2. Jenis Eksotik (Exotic Species) dan Jenis Asli (Native Species) Indrawan et al. (2007) mendefinisikan jenis eksotik (exotic species) sebagai

jenis yang terdapat di luar distribusi alaminya. Jenis eksotik tersebut seringkali

berkembang biak dengan pesat di luar distribusi alaminya dan mengganggu jenis

lainnya atau bersifat invasif (invasive species). Hal tersebut dikarenakan jenis

eksotik seringkali dapat beradaptasi lebih cepat daripada jenis asli (native

species) dan tidak adanya predator dan parasit alami mereka di habitat yang

baru tersebut.

Keberadaan jenis eksotik di kawasan konservasi merupakan hal yang

sangat membahayakan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi tersebut

karena apabila jenis eksotik telah masuk di kawasan konservasi, maka jenis

eksotik tersebut akan berkembang dalam jumlah besar, tersebar luas, dan

berbaur di dalam komunitas, sehingga untuk menghilangkannya menjadi sangat

sulit dan mahal. Upaya terbaik yang lebih efektif dan lebih murah agar jenis

eksotik tidak menyebar luas adalah dengan melakukan pemberantasan dan

pengendalian yang cepat pada saat pertama kali terlihat, agar jenis eksotik

tersebut tidak sempat berkembang (Indrawan, 2007).

Antonio et al. (2002) menyatakan bahwa jenis eksotik secara signifikan

meningkatkan permasalahan pengelolaan di kawasan konservasi dan seringkali

mempersulit proyek restorasi. Lebih lanjut, Antonio et al. (2002) menyebutkan

beragam teknik yang dapat digunakan untuk memindahkan jenis eksotik dari

suatu kawasan konservasi yang akan direstorasi, diantaranya yaitu: pemindahan

dengan tangan/manual, pemindahan dengan mesin, penggunaan herbisida,

penggunaan api, atau dilakukan secara kombinasi. Adapun teknik yang

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

15

digunakan pada lokasi yang akan direstorasi tergantung dari biologi jenis

tersebut, faktor sosial ekonomi, faktor politik, dan faktor budaya.

Pengetahuan terhadap jenis eksotik (exotic species) dan jenis asli (native

species) tersebut sangat berguna dalam pemilihan jenis yang dapat digunakan

dalam kegiatan restorasi ekologi. Penggunaan jenis asli (native species) sangat

diharapkan dalam kegiatan restorasi ekologi, namun informasi mengenai jenis

asli (native species) ini seringkali terbatas (Burton, et al., 2006). Setiadi (2002)

menyebutkan kriteria pemilihan jenis untuk kegiatan restorasi sebagai berikut:

1) Merupakan jenis asli (native species) yang mampu beradaptasi

2) Memiliki pertumbuhan yang cepat

3) Membutuhkan cahaya dan kebutuhan nutrisi yang rendah

4) Menghasilkan serasah yang berlimpah dan terdekomposisi

5) Jenis yang dapat berfungsi sebagai katalitik (catalytic)

6) Mudah untuk diperbanyak dan dipelihara

7) Biaya yang rendah dalam penanaman dan pemeliharaan

8) Mudah untuk dikelola

2.3. Kawasan Konservasi 2.3.1. Kategorisasi Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi merupakan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai

kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian

alam (taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya), dan taman

buru. Ciri khas masing-masing kategori kawasan konservasi tersebut beserta

jumlah dan luasannya dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Cagar alam (CA), merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan

alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau

ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung

secara alami. Jumlah cagar alam saat ini adalah sebanyak 245 unit dengan

luas 4.605.059,88 ha.

b. Suaka margasatwa (SM), merupakan kawasan suaka alam yang mempunyai

ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk

kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

Jumlah suaka margasatwa saat ini adalah sebanyak 77 unit dengan luas

5.433.337,09 ha.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

16

c. Taman nasional (TN), merupakan kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata, dan rekreasi. Jumlah taman nasional saat ini adalah sebanyak 50

unit dengan luas 16.383.993,34 ha.

d. Taman wisata alam (TWA), merupakan kawasan pelestarian alam yang

terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Jumlah taman

wisata alam saat ini adalah sebanyak 123 unit dengan luas 1.028.912,29 ha.

e. Taman hutan raya (THR), merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan

koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau

bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan

rekreasi. Jumlah taman hutan raya saat ini adalah sebanyak 21 unit dengan

luas 331.634,91 ha.

f. Taman buru (TB), merupakan kawasan hutan konservasi yang ditetapkan

sebagai tempat diselenggarakannya perburuan secara teratur. Jumlah taman

buru saat ini adalah sebanyak 14 unit dengan luas 224.816,04 ha.

(UU RI No. 41/1999 Pasal 7; UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA,

Dephut, 1996; Ditjen PHKA, Dephut, 2008).

2.3.2. Fungsi dan Manfaat Kawasan Konservasi Secara umum, kawasan konservasi memiliki fungsi sebagai: (1) kawasan

perlindungan sistem penyangga kehidupan, (2) kawasan pengawetan keragaman

jenis tumbuhan dan satwa, dan (3) kawasan pemanfaatan secara lestari potensi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Ditjen PHPA, Dephut, 1996).

MacKinnon et al. (1993) menyatakan bahwa kawasan konservasi dapat

memberi manfaat yang berharga bagi masyarakat di wilayah tersebut melalui

cara:

1) Menstabilkan fungsi hidrologi

2) Melindungi tanah

3) Menjaga stabilitas iklim

4) Pelestarian sumberdaya pulih (renewable) yang dapat dipanen

5) Perlindungan sumberdaya plasma nutfah

6) Pengawetan untuk perkembangbiakan ternak, cadangan populasi, dan

keanekaragaman biologis

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

17

7) Pengembangan kepariwisataan

8) Menyediakan fasilitas rekreasi

9) Menciptakan kesempatan kerja

10) Menyediakan fasilitas bagi penelitian dan pemantauan

11) Menyediakan fasilitas pendidikan

12) Memelihara kualitas lingkungan hidup

13) Keuntungan dari perlakuan khusus

14) Pelestarian nilai budaya dan tradisional

15) Keseimbangan alam lingkungan

16) Nilai warisan dan kebanggaan regional

Sejalan dengan hal tersebut, Wiratno et al. (2004) juga menyatakan bahwa

banyak manfaat yang disediakan kawasan konservasi, antara lain: (1) manfaat

rekreasi; (2) perlindungan daerah aliran sungai, yang meliputi pengendalian

erosi, reduksi banjir setempat, pengaturan aliran sungai; (3) proses-proses

ekologis, yang meliputi fiksasi dan siklus nutrisi, formasi tanah, sirkulasi dan

pembersihan udara dan air, dukungan bagi kehidupan global; (4) keragaman

hayati, meliputi sumber genetik, perlindungan spesies, keragaman ekosistem,

proses-proses evolusioner; (5) pendidikan dan penelitian; (6) manfaat-manfaat

konsumtif; (7) manfaat-manfaat nonkonsumtif, yang meliputi estetika, spiritual,

kultural/sejarah, nilai keberadaan; dan (8) nilai masa depan, yang meliputi nilai

guna pilihan.

2.3.3. Pengelolaan Kawasan Konservasi

MacKinnon et al. (1993) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya

hayati di kawasan alami yang dilindungi (kawasan konservasi) meliputi seluruh

proses yang berjalan dalam ekosistem. Ini memerlukan pemahaman prinsip-

prinsip ekologi, suatu apresiasi terhadap proses ekologi yang berjalan dalam

kawasan yang dilindungi, dan penerimaan konsep bahwa pengelolaan kawasan

yang dilindungi merupakan suatu bentuk khusus dari penggunaan tanah.

Pengelolaan yang diperlukan akan ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan bagi

kawasan tertentu. Dalam banyak hal, suatu pengelolaan yang aktif diperlukan

untuk mencapai atau memelihara tujuan tersebut.

Didasarkan pada beragamnya fungsi kawasan dengan kekhasan dan

keunikannya masing-masing dan total cakupan areal yang relatif luas, dalam

mengelola kawasan konservasi diperlukan adanya suatu pola pengelolaan yang

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

18

jelas, bersifat komprehensif, dan dapat mengakomodasi setiap kemungkinan

pengembangannya. Pola pengelolaan ini diperlukan, baik oleh pengelola

maupun pihak lain yang berminat mengembangkan segala aspek yang

terkandung dalam kawasan konservasi (Ditjen PHPA, Dephut, 1996).

Dephut (2004b) menyatakan bahwa dalam perkembangannya telah terjadi

pergeseran cara pandang (paradigm shift) pada bidang pengelolaan kawasan

yang dilindungi (kawasan konservasi), antara lain:

• Perubahan paradigma terhadap fungsi kawasan yang dilindungi di berbagai

negara, dari yang semula semata-mata kawasan perlindungan

keanekaragaman hayati menjadi kawasan perlindungan keanekaragaman

hayati yang memiliki fungsi sosial ekonomi jangka panjang untuk mendukung

pembangunan yang berkesinambungan.

• Beban pembiayaan pengelolaan yang semula ditanggung pemerintah

menjadi beban bersama pemerintah dan penerima manfaat (beneficiary pays

principle). Penentuan kebijakan dari top-down menjadi bottom-up

(participatory).

• Pengelolaan berbasis pemerintah (state-based management) menjadi

pengelolaan berbasis multi-pihak (multi-stakeholder based management/

collaborative management) atau berbasis masyarakat lokal (local community-

based).

• Pelayanan pemerintah dari birokratis-normatif menjadi profesional-responsif-

fleksibel-netral. Tata pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis

serta peran pemerintah dari provider menjadi enabler dan facilitator.

2.3.4. Taman Nasional

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan

rekreasi (Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990). Berdasarkan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006, zonasi dalam kawasan

taman nasional terdiri atas:

a. Zona inti

Merupakan bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota

atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

19

mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan

keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

b. Zona rimba, zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan

Merupakan bagian taman nasional yang karena letak, kondisi, dan

potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan

zona pemanfaatan.

c. Zona pemanfaatan

Merupakan bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya,

yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan

kondisi/jasa lingkungan lainnya.

d. Zona lain, antara lain:

1) Zona tradisional

Merupakan bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk

kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena

kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam.

2) Zona rehabilitasi

Merupakan bagian dari taman nasional yang karena mengalami

kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas

hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.

3) Zona religi, budaya dan sejarah

Merupakan bagian dari taman nasional yang di dalamnya terdapat situs

religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan

untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.

4) Zona khusus

Merupakan bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat

dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang

kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai

taman nasional, antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi,

dan listrik

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007,

dinyatakan bahwa organisasi pelaksana teknis pengelolaan taman nasional

dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis taman nasional, yang diklasifikasikan

sebagai berikut:

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

20

1) Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas I, yang disebut dengan Balai

Besar Taman Nasional, terdiri atas Balai Besar Taman Nasional Tipe A (5

Balai Besar) dan Balai Besar Taman Nasional Tipe B (3 Balai Besar).

2) Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas II, yang disebut dengan Balai

Taman Nasional, terdiri atas Balai Taman Nasional Tipe A (21 Balai) dan

Balai Taman Nasional Tipe B (21 Balai).

Adapun tujuan pengelolaan taman nasional adalah sebagai berikut:

1) Melindungi wilayah alami dan pemandangan indah yang memiliki nilai tinggi

secara nasional atau internasional untuk tujuan spiritual, ilmu pengetahuan,

pendidikan, rekreasi, dan pariwisata.

2) Melestarikan sealamiah mungkin perwakilan dari wilayah fisiografi, komunitas

biotik, sumberdaya genetik dan spesies, untuk memelihara keseimbangan

ekologi, dan keanekaragaman hayati.

3) Mengelola penggunaan oleh pengunjung untuk kepentingan inspiratif,

pendidikan, budaya, dan rekreasi dengan tetap mempertahankan areal

tersebut pada kondisi alamiah atau mendekati alamiah.

4) Menghilangkan dan mencegah eksploitasi atau okupansi yang bertentangan

dengan tujuan penunjukannya.

5) Memelihara rasa menghargai terhadap ciri ekologi, geomorfologi,

kekeramatan, atau estetika yang menjadi pertimbangan penunjukannya.

6) Memperdulikan kebutuhan masyarakat lokal, termasuk penggunaan

sumberdaya alam secara subsisten, sepanjang tidak menimbulkan pengaruh

negatif terhadap tujuan pengelolaan (Setyadi, et al., 2006).

Saat ini, dari 50 taman nasional yang terdapat di Indonesia, 3 taman

nasional diantaranya telah ditetapkan memiliki kawasan perluasan, yaitu: (1)

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, (2) Taman Nasional Gunung

Halimun Salak, dan (3) Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Selain itu, 3

taman nasional lainnya merupakan taman nasional yang baru dibentuk, yaitu: (1)

Taman Nasional Gunung Ciremai, (2) Taman Nasional Gunung Merbabu, dan (3)

Taman Nasional Gunung Merapi. Kawasan perluasan ketiga taman nasional dan

kawasan ketiga taman nasional yang baru dibentuk tersebut sebelumnya berada

di bawah pengelolaan Perum Perhutani.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2003, Perum Perhutani

diberi kewenangan mengelola seluruh hutan negara yang berupa kawasan hutan

produksi dan hutan lindung yang terdapat di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur,

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

21

Jawa Barat, dan Banten, kecuali kawasan hutan konservasi. Dengan adanya

perluasan kawasan taman nasional dan kawasan taman nasional yang baru

dibentuk, maka kawasan hutan yang menjadi kawasan taman nasional tersebut

yang semula berfungsi sebagai kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap,

dan hutan produksi terbatas, kini beralih fungsi menjadi hutan konservasi. Selain

itu, terjadi pula perubahan kewenangan pengelolaan kawasan hutan dari Perum

Perhutani kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

(Ditjen PHKA), Departemen Kehutanan (Dephut). Secara resmi ketiga kawasan

perluasan taman nasional dan ketiga kawasan taman nasional yang baru

dibentuk tersebut telah diserahterimakan dari Perum Perhutani kepada Ditjen

PHKA, Dephut pada tanggal 29 Januari 2009 (PIK, Dephut, 2009).

2.4. Persepsi Persepsi adalah pandangan dan pengamatan, pengertian dan interpretasi

seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan

kepada dirinya dan lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan

tindakannya (Kartini, 1984). Calhoun, et al. (1995) menyatakan bahwa persepsi

memiliki tiga dimensi yang sama yang menandai konsep diri, yaitu:

a. Pengetahuan: Apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi

lain – wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif, dan sebagainya.

b. Pengharapan: Gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau

melakukan apa dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia

menjadi apa dan melakukan apa.

c. Evaluasi: Kesimpulan kita tentang seseorang, didasarkan pada bagaimana

seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi

pengharapan kita tentang dia.

2.5. Partisipasi Partisipasi masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Masyarakat secara sukarela memberikan kontribusi dalam program-program

masyarakat tanpa adanya keterlibatan di dalam pengambilan keputusan atau

pemberian isi pendapat.

2) Masyarakat secara aktif mempengaruhi tujuan dan implementasi proyek

untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dalam rangka meningkatkan

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

22

pendapatan, kebutuhan pribadi, kepercayaan diri atau nilai lain yang

berharga.

3) Usaha pembangunan yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan

keputusan dan pembagian keuntungan.

4) Usaha masyarakat yang teratur untuk meningkatkan pengawasan

sumberdaya dalam lingkungan (Widianto, 2000).

Hiwasaki (2005) menyatakan bahwa untuk menjamin partisipasi

masyarakat lokal dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan kawasan

konservasi, pengelola kawasan harus bertindak sebagai koordinator dan

fasilitator dari pendekatan bottom-up untuk membuat keputusan. Adapun

tahapan yang harus dijalankan untuk melakukan hal tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Mengidentifikasi berbagai stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan

kawasan konservasi dan mendefinisikan masyarakat lokal.

2) Menjelaskan peran dan tanggung jawab masing-masing stakeholder.

3) Mendukung pembangunan kesepakatan diantara stakeholders mengenai

tujuan dan visi jangka panjang dari kawasan konservasi.

Terdapatnya kemitraan/partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam

kegiatan pengelolaan sumberdaya alam di kawasan konservasi agar kegiatan

tersebut dapat berlangsung secara optimal sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sharp et al. (1999) bahwa

dalam mengembangkan kegiatan pengelolaan hutan harus melibatkan

masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan pengelolaan hutan,

meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat lokal mengenai dampak

kumulatif dari hilangnya hutan, dan memberikan kewenangan kapada

masyarakat lokal untuk mengatur akses terhadap hutan.

Hadad (2003) menyatakan bahwa pengelolaan kolaboratif (collaborative

management) merupakan pengelolaan dengan pola kemitraan di antara berbagai

pihak yang berkepentingan (multistakeholders partnership) atas dasar

kesepakatan bersama untuk saling berbagi fungsi, wewenang, dan tanggung

jawab dalam mengelola kawasan konservasi dan sumberdayanya secara lestari.

Pengelolaan kolaboratif (collaborative management) sangat cocok untuk situasi

yang sangat kompleks dimana kelompok-kelompok pengguna perlu untuk

berinteraksi dengan organisasi-organisasi pemerintah yang tujuannya diputuskan

oleh para politisi (Zachrisson, 2007).

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

23

Selanjutnya, Hadad (2003), menyatakan bahwa prinsip dan pola

pengelolaan kolaboratif adalah sebagai berikut:

1) Pengelolaan kawasan yang berbasis masyarakat lokal dan mengikutsertakan

para pihak terkait (community based and multistakeholders management).

2) Para pihak menyepakati visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai bersama.

3) Mengacu pada rencana pengelolaan kawasan (management plan) yang

disusun dan disepakati bersama oleh semua pihak.

4) Ada aturan yang jelas dan disepakati bersama oleh para pihak yang

berkolaborasi dalam hal:

Pembagian peran/tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing

pihak.

Pembagian beban dan manfaat (cost and benefit) bagi para pihak.

5) Ada dewan perumus/penentu kebijakan (governing board) dan badan

pelaksana kebijakan/pengelola kegiatan kawasan (executive management)

yang memenuhi persyaratan manajemen profesional.

2.6. Model Model merupakan penyederhanaan dari kondisi yang sebenarnya. Tujuan

penyusunan model adalah untuk: (1) pemahaman proses yang terjadi dalam

sistem, (2) prediksi, dan (3) menunjang pengambilan keputusan (Hartrisari,

2007).

Hartrisari (2007) menggolongkan model ke dalam dua kategori, yaitu:

model fisik dan model abstrak/mental. Tipe-tipe model tersebut disajikan pada

Gambar 4.

Lebih lanjut, Hartrisari (2007) mendefinisikan tipe-tipe model tersebut

sebagai berikut:

• Model fisik merupakan model miniatur replika dari keadaan sebenarnya.

• Model abstrak/mental merupakan model yang bukan fisik, tetapi dapat

menjelaskan kinerja dari sistem.

• Model kuantitatif merupakan model abstrak/mental yang menggunakan

perhitungan matematik dan bersifat numerik, sehingga dapat digunakan

untuk keperluan prediksi.

• Model kualitatif merupakan model abstrak/mental yang bersifat deskriptif dan

tidak menggunakan perhitungan kuantitatif.

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian ... UU RI No. 5/1990 Pasal 1; Ditjen PHPA, Dephut, 1996; Ditjen

24

• Model induktif/empirik (statistik) merupakan model kuantitatif yang

memberikan hubungan antara variabel output dan input, tetapi tidak

memberikan penjelasan proses atau bagaimana mekanisme hubungan

tersebut terjadi.

• Model deduktif/mekanistik (matematik) merupakan model kuantitatif yang

memberikan hubungan antara variabel output dan input, serta menjelaskan

mekanisme proses yang terjadi tersebut.

• Model statik merupakan model yang memiliki permasalahan yang bersifat

konstan.

• Model dinamik merupakan model yang memiliki permasalahan yang berubah

menurut waktu.

2.7. Kriteria dan Indikator

Kriteria adalah standar untuk penilaian sesuatu (Purnomo, 2005). CIFOR

(1999) menyatakan bahwa kriteria merupakan suatu titik tengah dimana

informasi yang disediakan dari indikator dapat diintegrasikan dan cara penilaian

yang dapat ditafsirkan menjadi semakin jelas.

Indikator adalah parameter kualitatif dan atau kuantitatif yang dapat diukur

dalam kaitannya dengan kriteria. Indikator merupakan komponen khusus dari

suatu kriteria yang dapat diukur dan diuji keabsahannya, dimana melalui indikator

dapat diketahui, apakah suatu unit manajemen telah mencapai atau tidak kriteria-

kriteria pengelolaan (Setyadi, et al., 2006).

Model

Fisik

Statik Dinamik Kuantitatif Kualitatif

Induktif/Empirik (Statistik)

Deduktif/Mekanistik (Matematik)

Statik Dinamik Statik Dinamik

Mental

Gambar 4 Tipe-tipe model (diadopsi dari Hartrisari, 2007)