ii. tinjauan pustaka 2.1 rumput lauteprints.umm.ac.id/44092/3/bab ii.pdf · pengelompokan rumput...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki
perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak
seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus.
Pengelompokan rumput laut ada empat yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae),
rumput laut hijau-biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat (Phaecophyceae) dan
rumput laut merah (Rhodophyceae). Habitat rumput laut coklat dan merah banyak
ditemukan di perairan Indonesia. Menurut Anggadireja dkk. (2008),
keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya
klasifikasi rumput laut berdasarkan hasil produksinya.
Gambar 1. Klasifikasi Rumput Laut Beserta Hasil Produksinya
6
2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Eucheuma cottoni
Eucheuma cottoni termasuk dalam jenis rumput laut merah dan dapat
disebut Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk dalam
fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut dengan Kappaphycus
alvarezii. Menurut Anggadireja dkk. (2008), adapun taksonomi Eucheuma sp.
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)
Ciri-ciri rumput laut merah yaitu mempunyai thallus silindris, permukaan
yang licin dan cartilogeneus. Warnanya tidak selalu tetap, kadang berwarna hijau,
hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna ini terjadi karena faktor
lingkungan yang merupakan proses adaptasi kromatik. Adaptasi kromatik adalah
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.
Thallus memiliki penampakan yang bervariasi, dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri thallus runcing memanjang, letaknya agak jarang dan tidak
bersusun melingkari thallus. Percabangan menuju berbagai arah dengan batang
utama keluar dan saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang pertama
dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dan mengarah ke
arah datangnya sinar matahari. Rumput laut merah berperan penting dalam
7
perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan
dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi
tumbuhnya (Atmadja dkk. dalam Arfini 2011).
Rumput laut merah berasal dari daerah perairan Sabah (Malaysia) dan
Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian dikembangkan di daerah budidaya
diantaranya di Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu dan Perairan Pelabuhan Ratu (Afrianto dkk.
dalam Arfini 2011).
Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya,
yaitu sekitar 80-90% dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20%.
Komposisi kimia rumput laut merah menurut Astawan dkk. (2004) dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Merah
Zat gizi Astawan dkk. (2004)
Kadar abu (%) 29,97
Kadar protein (%) 5,91
Lemak (%) 0,28
Kadar karbohidrat (%) 63,84
Serat pangan tidak larut air (%) 55,05
Serat pangan larut air (%) 23,89
Serat pangan total (%) 78,94
Sumber : Astawan dkk. (2004)
2.3 Karaginan
Menurut Glicksman dalam Arfini (2011) karaginan adalah getah rumput
laut yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah dengan air panas atau larutan
alkali pada suhu tinggi. Karaginan adalah polisakarida dengan berat molekul
tinggi dan merupakan campuran dari galaktan-galaktan linier yang mengandung
sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-
8
galaktopiranosa (G-unit) dan 4-α-D-galaktopiranosa (D-unit) atau 4-3,6-
anhidrogalaktosa (DA-unit) yang membentuk unit pengulangan disakarida dari
karaginan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya
4-3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya
(Imeson, 2010).
Gambar 2. Struktur Kappa, Iota, dan Lambda Karaginan
(Sumber: Venugopal, 2011)
Karaginan terdiri dari iota karaginan, kappa karaginan dan lambda
karaginan (McHugh, 2003). Perbedaan dari ketiga karaginan tersebut ialah
komposisi dan struktur kimiawi, struktur yang berbeda terletak pada 3,6-
anhidrogalaktosa dan gugus sulfat (Imeson, 2010). Kappa karaginan terdapat 3,6-
anhidrogalaktosa dengan hanya satu gugus ester sulfat, sedangkan iota karaginan
terdapat 3,6-anhidrogalaktosa dengan dua gugus ester sulfat. Lamda karaginan
tidak memiliki gugus 3,6-anhidrogalaktosa namun memiliki tiga gugus ester sulfat
9
(Venugopal, 2011). Menurut Imeson (2000), kappa karaginan memiliki 22% ester
sulfat dan 33% 3,6-anhidrogalaktosa, iota karaginan memiliki 32% ester sulfat
dan 26% 3,6-anhidrogalaktosa dan lambda karaginan memiliki 37% ester sulfat.
Komponen tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel, tekstur, kelarutan, suhu
leleh dan sineresis.
Kappa karaginan mempunyai sifat gel yang kuat, kaku, warna gel sedikit
buram dan mudah mengalami sineresis. Iota karaginan mempunyai sifat gel yang
lebih elastis, lebih stabil ketika didinginkan dan tidak mudah mengalami sineresis,
sedangkan lambda karaginan tidak membentuk gel (McHugh, 2003). Dalam
bidang industri, tepung karaginan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain.
Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol.
Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian adalah metanol, etanol dan
isopropanol (Winarno dalam Arfini 2011).
2.3.1 Karakteristik Fisik Karaginan
Karaginan terdiri dari tiga macam tipe yaitu kappa, iota dan lambda
karaginan (Priastami, 2011). Masing-masing tipe mempunyai sifat yang berbeda.
Secara fisika sifat karaginan meliputi viskositas, kekuatan gel dan rendemen
(Peranginangin dkk., 2011).
a. Viskositas
Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan
adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair
viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas
viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli dalam
10
Arfini 2011). Menurut Wenno (2009) viskositas adalah tingkat kekentalan
karaginan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Prinsip pengukuran viskositas
adalah mengukur ketahanan gesekan cairan dua lapisan molekul yang berdekatan.
Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan karena gesekan internal
yang besar sehingga cairan mengalir.
Pada konsentrasi tinggi, karaginan akan membentuk larutan yang sangat
kental dengan struktur makromolekulnya yang linier (tidak bercabang) dan
bersifat polielektrolit. Grup ester sulfat yang bermuatan sama yaitu negatif di
sepanjang rantai polimer akan menimbulkan gaya tolak menolak yang
menyebabkan molekul kaku dan tertarik kencang. Sifat hidrofilik molekul tersebut
mengakibatkan rantai polimer dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang
diam. Hal inilah yang menentukan nilai viskositas karaginan.
Adanya garam-garam terlarut dalam karaginan akan menurunkan muatan
bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini mengakibatkan penurunan
gaya tolakan antar gugus sulfat, sehingga melemahkan sifat hidrofilik polimer dan
viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karaginan akan menurun seiring
dengan peningkatan suhu, kemudian terjadi depolimerisasi dan dilanjutkan
dengan degradasi karaginan (Priastami, 2011). Semakin rendah kandungan sulfat,
maka viskositas juga semakin rendah, tetapi konsistensi gel semakin tinggi
(Mustamin, 2012).
b. Kekuatan Gel
Kekuatan gel (gel strength) merupakan parameter utama karaginan,
berfungsi untuk mengubah bentuk cair menjadi padat atau mengubah bentuk sol
menjadi gel yang bersifat irreversible (Wenno dkk., 2012). Kemampuan ini yang
11
menyebabkan karaginan banyak digunakan baik dalam bidang pangan maupun
non pangan (Faridah, 2001). Menurut Campo dkk (2009), mekanisme
pembentukan gel terdiri dari dua tahap yaitu dimulai dengan perubahan
konformasi intramolekuler yang tidak berhubungan dengan ion-ion, kemudian
diikuti oleh pembentukan ikatan silang yang tergantung pada adanya ion-ion
spesifik (kation) yang menyebabkan struktur gel terbentuk.
Menurut Suryaningrum dalam Arfini (2011), karaginan dapat membentuk
gel secara thermoreversible, yang berarti dapat membentuk gel pada saat dingin
dan kembali menjadi cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan oleh
pembentukan struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Proses
pemanasan dengan suhu lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan
menyebabkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random (acak). Tetapi
bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix
(pilinan ganda). Apabila penurunan suhu dilakukan terus-menerus maka polimer-
polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya
bentuk heliks akan terbentuk agregat yang dapat membentuk gel yang kuat
(Arfini, 2011).
Menurut Winarno dalam Arfini (2011), struktur kappa dan iota karaginan
memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks
yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Bila
larutan dipanaskan lalu didinginkan sampai di bawah suhu tertentu, maka kappa
dan iota karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible dengan
syarat kation tersedia dalam sistem.
12
Towle dalam Arfini (2011)menyatakan bahwa, kemampuan membentuk
gel adalah sifat yang penting bagi hidrokoloid seperti karaginan. Konsistensi gel
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karaginan, konsentrasi
dan adanya ion-ion. Selain itu kekuatan gel karaginan dapat dipengaruhi juga oleh
yaitu letak gugus sulfat pada struktur molekulnya. Tekstur gel karaginan
bervariasi, dapat berbentuk keras, rapuh sampai lunak dan elastis. Hal ini
tergantung pada sifat alami karaginan, konsentrasi, tipe ion penyerap dan zat
terlarut lainnya.
c. Rendemen
Rendemen karaginan adalah berat karaginan yang dihasilkan dari rumput
laut kering dan dinyatakan dalam persen, semakin tinggi nilai rendemen semakin
besar output yang dihasilkan (Peranginangin dkk., 2011). Rendemen dihitung
berdasarkan persentase berat karaginan serbuk yang dihasilkan terhadap berat
sampel yang digunakan (Hidayah dkk., 2013). Distantina dkk. (2010), juga
mempertegas bahwa rendemen dihitung dengan cara membagi berat akhir hasil
pengeringan dengan berat awal sampel kemudian dikali 100%.
Rendemen menyatakan nilai efisiensi dari proses pengolahan sehingga
dapat diketahui jumlah karaginan yang dihasilkan dari bahan dasar awal
(Mustamin, 2012). Rendemen dapat dipengaruhi oleh bertambahnya umur panen
tetapi sampai pada batas tertentu. Hal tersebut disebabkan semakin tua umur
panen maka kandungan polisakarida yang dihasilkan semakin banyak sehingga
kandungan karaginan semakin tinggi (Wenno, 2009).
13
2.3.2 Karakteristik Kimia Karaginan
a. Kadar Air
Pengujian kadar air digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kandungan air dalam karaginan karena kadar air sangat berpengaruh terhadap
daya simpan (Wenno dkk., 2012). Kadar air sangat mempengaruhi aktivitas
mikroba selama penyimpanan karaginan (Bunga dkk., 2013). Kadar air juga
sangat dipengaruhi oleh kondisi pengeringan, pengemasan dan cara penyimpanan
(Diharmi dkk., 2011). Kandungan air karaginan yang terukur merupakan air
terikat (ikatan kimia) sedangkan air bebas diduga telah menguap (Wenno dkk.,
2012).
b. Kadar Abu
Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui secara umum kandungan
mineral yang terdapat dalam karaginan (Wenno dkk., 2012). Abu merupakan zat
anorganik sisa hasil pembakaran bahan organik dan berhubungan erat dengan
jumlah kandungan mineral suatu bahan (Peranginangin dkk., 2011). Mineral yang
dihasilkan dalam proses pemanasan adalah mineral total sebagai zat anorganik.
Rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup
tinggi karena mempunyai kemampuan dalam menyerap mineral yang berasal dari
lingkungan (Wenno dkk., 2012). Mineral yang terdapat dalam karaginan antara
lain adalah kalium, natrium, kalsium dan magnesium (Diharmi dkk., 2011).
2.4 Ekstraksi Karaginaan
Berdasarkan metode ekstraksi karaginan yang digunakan, dapat diperoleh
dua jenis ekstrak karaginan yaitu semi refined dan refined (Fatimah, 2012).
Rumput laut penghasil karaginan dapat dengan mudah menjadi semi refined
14
carrageenan (SRC) melalui proses alkalisasi (Basir, 2014). Metode ekstraksi
karaginan SRC dapat juga disebut dengan ATC (alkali treated carrageenophyte)
yang umumnya berasal dari rumput laut jenis Eucheuma cottoni. Menurut
Fatimah (2012), proses produksi ATC yaitu pemanasan dalam larutan alkali pada
suhu antara 65-80°C (lebih rendah dari suhu yang digunakan pada metode
ekstraksi refined carrageenan yang menggunakan suhu antara 85-95°C).
Penggunaan suhu yang lebih rendah pada produksi SRC bertujuan agar karaginan
yang terkandung dalam rumput laut tidak larut ke dalam larutan alkali sehingga
dapat menurunkan rendemen SRC. Proses pembuatan SRC dilakukan dengan
mengekstrak bahan baku dengan larutan alkali tanpa menggunakan alkohol atau
KCl untuk proses presipitasi seperti pada proses refined (McHugh, 2003). Hasil
dari produk SRC dapat berbentuk chips dan tepung (Eko dkk., 2013).
Karaginan murni (refined carrageenan) merupakan hasil olahan rumput
laut karaginofit. Karaginan murni didapatkan dari proses ekstraksi karaginan yang
dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan alkali panas. Suasana
alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan
NaOH, Ca(OH)2, atau KOH (Arfini, 2011).
2.5 Presipitasi atau Pengendapan Karaginan
Presipitasi (pengendapan) adalah bagian dari tahap ekstraksi karaginan.
Presipitasi merupakan tahap pemisahan karaginan dengan pelarut. Pengendapan
karaginan hasil ekstraksi yang telah mengalami filtrasi atau peyaringan dapat
dilakukan dengan alkohol (Mustamin, 2012). Alkohol yang digunakan dalam
presipitasi yaitu diantaranya metanol, etanol dan isopropanol. Kebanyakan
karaginan yang digunakan dalam pangan isolasi yaitu karaginan yang dipresipitasi
15
dengan pengendap selektif isopropil alkohol karena hasil yang didapat lebih
murni, pekat dan kental (Mustamin, 2012).
Menurut Rahmawati (2004) metanol merupakan pelarut polar yang sangat
efektif, tetapi metanol juga merupakan senyawa yang toksik apabila terhisap
ataupun terserap pada permukaan kulit. Maka dari itu metanol tidak digunakan
pada bahan pangan. Menurut Distantina dkk. (2009), prinsip alcohol precipitation
adalah pelarut (alkohol) dapat berikatan dengan air membentuk ikatan hidrogen.
Gugus OH pada alkohol dapat menarik air dan akan mengendapkan fraksi berat
polimer karaginan. Karaginan bersifat hidrofilik dan memiliki kandungan sulfat
tinggi dan cenderung lebih mudah larut sehingga terbentuk serat-serat karaginan.
Selain menggunakan alkohol, proses presipitasi juga dapat dilakukan dengan gel
method. Dasar penggunaan gel method yaitu kemampuan kappa karaginan dalam
membentuk gel dengan garam kalium.
2.6 Standar Mutu Karaginan
Standar mutu karaginan di Indonesia sampai saat ini belum ada. Standar
mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture
Organization (FAO), (Henriani, 2015). Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat
pada Tabel 2
Tabel 2. Spesifikasi Mutu Karaginan berdasarkan FAO (Food and Agriculture
Organization)
Spesifikasi Nilai
Kadar sulfat (%) 15-40
Kadar abu (%) 15-40
Viskositas (cP) Min.5
Kadar air (%) Maks.12
Kekuatan gel (g/cm2) 20-500
Sumber : Wenno dkk. (2009)
16
2.7 Presipitasi Karaginan Menggunakan Isopropanol
Isopropanol dapat digunakan sebagai pelarut pada proses presipitasi
dikarenakan gugus OH pada isopropanol dapat menarik air dan membentuk ikatan
hidrogen sehingga di dapatkan serat-serat karaginan. Penelitian Maghfiroh (2016)
tentang pengaruh penggunaan isopropanol dengan konsentrasi yang berbeda
terhadap nilai rendemen karaginan yang diekstraksi dari rumput laut Halymenia
durvillei, menunjukkan penggunaan isopropanol dengan konsentrasi yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai rendemen karaginan rumput laut
H. durvillei. rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (1:2) yaitu sebesar
39,43%, sedangkan pada perlakuan P1 (1:0), P2 (1:1), P4 (1:3) dan P5 (1:4)
masing-masing yaitu 1,47%, 23,74%, 34,79% dan 32,62%. Kualitas karaginan
yang dihasilkan mempunyai nilai kadar air sebesar 4,93%, kadar abu sebesar
36,61 %, viskositas sekitar 4912,2 cP dan nilai gel strength 0,05 g/cm2.
2.8 Aplikasi Karaginan
Karaginan dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti farmasi,
industri makanan dan industri non pangan. Pemanfaatan karaginan pada industri
makanan adalah sebagai pembentuk gel, pengemulsi, penstabil, serta memperbaiki
tekstur berbagai produk seperti saus, es krim dan produk susu (Campo dkk.,
2009).
2.9 Jelly Drink
Jelly drink adalah produk minuman yang berbentuk gel dan memiliki
karakteristik berupa cairan kental yang konsisten dengan kadar air tinggi dan
mudah dihisap (SNI-01-3552-1994). Jelly drink dapat terbuat dari ekstrak buah-
17
buahan maupun bukan dari buah-buahan. Buah yang dapat digunakan untuk
pembuatan jelly drink adalah buah dengan tingkat keasaman yang cukup tinggi
dan mengandung pektin. Hal ini dikarenakan tingkat keasaman dan pektin akan
mempengaruhi pembentukan gel. pH optimum untuk pembentukan gel karaginan
adalah 3-4, keberadaan pektin dapat digantikan dengan hidrokoloid lain seperti
jelly powder, karaginan, agar dan gelatin.Viskositas jelly drink berada diantara
sari buah dan jelly (Zega, 2010).
Tabel 3. Komponen Penyusun Minuman Jeli
Komponen Jumlah (%)
Gula 15-20
Karaginan 0,6-0,9
Potassium sitrat 0,2-0,35
Asam sitrat 0,3-0,45
Pewarna Sesuai aturan yang berlaku
Perasa Sesuai aturan yang berlaku
Sumber : Imeson (2010)
Jelly drink dapat dibuat dengan menambahkan gelling agent seperti jelly
powder, yaitu bahan pangan yang berbentuk tepung, terdiri dari hidrokoloid yang
dapat membentuk gel. Jelly powder yang dapat digunakan dalam proses
pembuatan jelly drink dapat berupa gum dan konjak. Selain itu dapat juga
digunakan hidrokoloid lain yaitu karaginan. Gel dapat terbentuk melalui
mekanisme pembentukan junction zone oleh hidrokoloid bersama dengan gula
dan asam. Jelly drink dapat digolongkan ke dalam minuman ringan. Minuman
ringan merupakan minuman penyegar yang umumnya mengandung atau tidak
mengandung karbonat, pemanis, asam atau flavor.
Proses pembuatan jelly drink cukup sederhana dan hampir menyerupai
pembuatan sari buah. Proses utama dari minuman jeli adalah pemanasan pada
suhu 70-80ºC yang bertujuan untuk melarutkan karaginan sepenuhnya dan dapat
18
membentuk gel pada saat pendinginan (Yulianti, 2008). Menurut Hidayat (2009),
syarat jelly drink yaitu transparan, mempunyai aroma dan rasa dari bahan dasar,
tekstur gel baik, yaitu mudah disedot dan bentuk gel-nya masih terasa dimulut.
Nanas merupakan buah yang sering digunakan sebagai produk jelly drink,
karena nanas merupakan buah yang memiliki tingkat keasaman yang cukup dan
mengandung pektin. Hal ini dikarenakan tingkat keasaman dan pektin akan
mempengaruhi pembentukan gel. Penelitian Isnaini (2014) tentang pengaruh
penambahan gelling agent pada pembuatan jelly drink nanas (ananas comosus)
menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan karaginan 0,35% adalah perlakuan
terbaik diantara konsentrasi karaginan 0,30% dan 0,40% yang di tambahkan. Pada
perlakuan konsentrasi karaginan 0,35% didapatkan hasil total padatan terlarut
17,20%, vitamin C 12,15 mg/100g, pH 4,15, total asam 0,6% dan viskositas
457,50 cp serta hasil uji organoleptik menghasilkan jelly drink dengan warna
kuning cerah, aroma dan rasa khas buah nanas serta memiliki tekstur semi lunak
mudah disedot menggumakan sedotan.
2.10 Nanas
Buah nanas (Ananas comosus) adalah buah majemuk yang terbentuk dari
gabungan 100 sampai 200 bunga, dengan bentuk silinder dan panjang buah sekitar
20,5 cm; diameter 14,5 cm serta berat sekitar 2,2 kg (Rosmaina, 2007). Kulit buah
keras dan kasar. Saat menjelang panen warna hijau buah mulai memudar.
Penentuan buah nanas sudah layak panen yaitu mata buah nanas membulat,
mahkota buah nanas terbuka, warna kulit buah berubah kekuningan-kuningan
hingga kedasar buah, aroma buah nanas yang khas serta harum (Agromedia,
2009). Menurut Riana (2012) diameter dan berat buah nanas bertambah seiring
19
dengan pertambahan umurnya. Sementara tekstur buah nanas akan semakin lunak
seiring dengan semakin tua umur buah. Buah dapat dipanen sekitar 5-6 bulan
setelah berbunga, dibagian atas terdapat mahkota yang dapat digunakan untuk
perbanyakan tanaman.
Kandungan buah nanas kandungan gizi, vitamin dan mineral dalam 100 g
buah nanas sebagai berikut: air 86 g; kalori 218 kj; protein 0,5 g; lemak 0,2 g;
karbohidrat 13,5 g; serat 0,5 g; dan abu 0,3 g. Kandungan mineralnya sebagai
berikut: kalsium 18 mg; besi 0,3 mg; magnesium 12 mg; pospor 12 mg; kalium 98
mg dan Na 1 mg. Kandungan vitamin sebagai berikut: vitamin C 10 mg; tiamin
0,09 mg; riboflavin 0,04 mg; niasin 0,24 mg dan vitamin A (Irfandi, 2005).
Kandungan pektin pada nanas berkisar antara 0,06-0,16 g/100 g bahan. Pektin
adalah golongan polisakrida yang dapat membentuk larutan koloidal dalam air
yang berasal dari protopektin. Adanya pektin dalam bahan pangan berperan dalam
pembentukan tekstur terutama dalam sifatnya yang dapat membentuk gel atau
thickening agent. Penggunaan pektin komersil memiliki biaya yang cukup mahal
oleh sebab itu digunakan pektin alami dari buah-buahan yang kaya akan pektin.
Salah satu buah-buahan yang mengandung cukup banyak pektin adalah buah
nanas setengah matang (Siregar, 2016). Konsentrasi pektin 1% telah
menghasilkan kekerasan gel yang cukup baik (Winarno, 2008).
2.11 Faktor Penentu Mutu Jelly Drink
Kriteria yang baik untuk jelly drink yaitu memiliki tekstur yang mantap,
ketika dikonsumsi menggunakan bantuan sedotan mudah hancur, namun bentuk
gelnya masih terasa dimulut. Hal tersebut dapat dicapai dengan menambahkan
gelling agent pada proses pengolahan jelly drink, yaitu karaginan. Konsentrasi
20
karaginan yang ditambahkan akan memberi pengaruh terhadap karakteristik jelly
drink yang dihasilkan. Konsentrasi karaginan yang ditambahkan berhubungan
dengan stabilitas dan karakteristik gel yang terbentuk.
Gelling agent yang digunakan sebagai pembentuk gel pada jelly drink
adalah bubuk jeli (jelly powder), yaitu bahan pangan berbentuk serbuk atau
tepung yang terdiri dari bahan-bahan hirdrokoloid dan dapat membentuk gel atau
biasa disebut dengan gelling agent. Terdapat beberapa jenis jelly powder yang
telah dijual secara komersial di pasar berdasarkan kandungan hidrokoloidnya,
misalnya jelly powder carrageenan based dan jelly powder carrageenan-conjac
based (Imeson, 2000).
Fungsi karaginan sebagai pembentuk konsistensi gel dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut
yang mampu menghambat pembentukan hidrokoloid. Struktur kappa karaginan
memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double helix
yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel.
Terdapat hubungan antara karaginan dengan vitamin C yaitu adanya karaginan
dapat menghambat oksidasi vitamin C dan lebih dapat mempertahankan vitamin
C karena disebabkan oleh adanya struktur double helix yang dibentuk oleh
karaginan (Agustin dkk., 2014).
Penambahan karaginan akan mempengaruhi pH larutan. Semakin tinggi
konsentrasi karaginan yang ditambahkan maka pH akan semakin meningkat. Hal
ini disebabkan oleh karaginan yang memiliki nilai pH yang tinggi (basa).
Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan larutan alkali
sehingga cenderung memiliki pH basa, karena karaginan memiliki kandungan
21
potassium, kalsium, magnesium dan natrium yang akan beraksi dengan asam dan
membentuk garam yang akan mengurangi keasaman (Winarno dalam Arfini,
2011). pH karaginan berkisar antara 9,5-10,5 sehingga penambahan karaginan
akan menetralkan asam-asam yang ada pada bahan dan pH bahan akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi karaginan yang ditambahkan
(Andriani, 2008).
Gelling agent karaginan memiliki gugus OH- yang akan berikatan dengan
asam sitrat yang merupakan H+ sehingga total asam akan mengalami penurunan
dengan semakin bertambahanya karaginan. Jika konsentrasi H+ (keasaman)
menurun maka pH akan naik dan begitu sebaliknya. Karaginan bersifat stabil pada
pH netral atau basa dan kestabilan karaginan akan menurun pada pH asam, namun
pada saat gel telah terbentuk maka gel akan tetap stabil. Penurunan pH
mengakibatkan hidrolisis polimer karaginan, yang membuat viskositas menjadi
rendah dan kemampuan untuk membentuk gel menghilang (Porto, 2003).
Buah yang dapat digunakan dalam pembuatan jelly drink adalah buah yang
memiliki tingkat keasaman yang cukup tinggi dan mengandung pektin. Hal ini
dikarenakan pektin dapat membantu pembentukan gel pada proses pembuatannya
jelly drink. Kandungan pektin pada buah yang semakin tinggi, dapat ditambahkan
karaginan dengan konsentrasi yang rendah. Hal ini dikarenakan pektin juga
merupakan gelling agent, namun kandungan pektin pada buah tidak mampu
membuat tekstur jelly drink sesuai yang diharapkan. Penambahan karaginan
bertujuan agar tekstur pada jelly drink sesuai yang diharapkan dan memenuhi
standar mutu (Saputra,2007).