repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/5511/11/bab ii halaman 11.doc · web viewpembelajaran...
TRANSCRIPT
11
pembelajaran yang digunakan untuk meransang berpikir tingkat tinggi siswa
dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di
dalamnya belajar bagaimana belajar. Sedangkan menurut Arends dalam Putra
(2013: 66) berpendapat bahwa model problem based learning adalah model
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik
sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta
meningkatkan kepercayaan diri.
Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa model problem based learning
atau sering disebut dengan model pembelajaran berbasis masalah merupakan
salah satu model pembelajaran yang sedang dikembangkan dan diterapkan di
dalam kurikulum 2013. Model ini bagus sekali untuk diterapkan di sekolah,
karena dengan model ini siswa dapat memecahkan setiap permasalahan di
dalam dunia nyata yang berkaitan dengan lingkungan hidupnya dan dengan
model ini juga kemampuan berpikir kritis siswa lebih berkembang.
Pandangan tentang model problem based learning juga dikemukakan
Trianto (2010: 90), mengatakan bahwa suatu model pembelajaran berbasis
masalah yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan
penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian
nyata dari permasalahan yang nyata.
Menurut Tan dalam Rusman (2011: 229) pembelajaran berbasis masalah
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan
berpikir siswa betul – betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok
12
atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah,
menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara
berkesinambungan.
Menurut Boud dan Feletti dalam Rusman (2011: 230) mengemukakan
bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan
dalam pendidikan. Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur dalam Cahyo (2013:
283) berpendapat bahwa model pembelajaran ini berbeda dengan
pembelajaran penemuan (inkuiri-discovery) yang lebih menekankan pada
masalah akademik.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan
masalah adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu
loncatan untuk proses inkuiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan
masalah, membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa
dalam memecahkan masalah.
Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah
atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut
Arends dalam Nurhayati Abbas (2000: 13) pertanyaan dan masalah yang
diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2) Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3) Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
13
4) Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5) Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan definisi - definisi model problem based learning atau yang
disebut model pembelajaran berbasis masalah yang telah dijelaskan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa model problem based learning merupakan
sebuah model pembelajaran yang memberikan suatu permasalahan yang ada di
lingkungan dengan tujuan untuk melatih kemampuan berpikir dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam model ini juga siswa
dituntut untuk aktif dalam memecahkan suatu masalah.
b. Karakteristik Model Problem Based Learning
Pada dasarnya setiap model pembelajaran memiliki karakteristik berbeda
– beda antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran
yang lainnya. Hal itu dikarenakan, suatu model pembelajaran disusun dan
dirancang sedemikian rupa sesuai karakteristik dan tujuan dari jenis model
pembelajarannya. Sehingga guru ketika akan menerapkan model
pembelajaran di kelas, hal utama yang akan dilakukan pertama kali ialah
memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswannya.
Dengan melihat karakteristik siswa, guru bisa menyesuaikan model
pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.
14
Model problem based learning ini secara umum pembelajarannya
berorientasi dari masalah yang diberikan guru kepada siswa atau siswa yang
menemukan sendiri bentuk permasalahan yang ditemukannya. Ketika
permasalahan sudah ditemukan, maka siswa dilatih untuk bisa memecahkan
permasalahan yang dihadapi dengan berpikir dalam mencari solusi
pemecahannya. Dari pemaparan di atas, maka karakteristik model problem
based learning akan diuraikan sebagai berikut.
Menurut Rusman (2010: 232) berpendapat bahwa karakteristik
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
1) Permasalahan yang menjadi starting point dalam belajar2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur.3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal menjadi hal yang utama. 6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, pengunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah serta
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Menurut Savoie dan Hughes dalam Wena (2011: 91) menyatakan bahwa
strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain
sebagai berikut :
15
1) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan.2) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata
siswa.3) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di
seputar disiplin ilmu.4) Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan
menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.5) Menggunakan kelompok kecil.6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah
dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temukan. Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu
sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil).
Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam
tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir.
Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model problem based learning ( pembelajaran berbasis masalah ) dimulai oleh
adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh siswa atau guru, kemudian
siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah diketahuinya
untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga dapat memilih masalah yang
dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga siswa terdorong untuk berperan
aktif dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam penerapan model ini ialah
membimbing siswa untuk dapat menyelesaikan setiap permasalahan –
permasalahan yang sudah ditemukan.
16
c. Tujuan Pembelajaran Model Problem Based Learning
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dari model problem based
learning adalah mengembangkan siswa untuk berpikir kritis, analitis,
sistematis dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah.
Permasalahan yang dihadapi dan ditemukan siswa harus mampu
menumbuhkan motivasi dan sikap ilmiah siswa dalam belajar. Peran guru
dalam mencapai tujuan pembelajaran model problem based learning ini
adalah membimbing dan mengarahkan siswa dalam proses penyelesaian suatu
permasalahan yang dihadapi siswa.
Model problem based learning juga tidak dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Melainkan
siswa yang belajar mandiri dalam mencari informasi sebanyak – banyaknya
dalam menambah ilmu dan wawasannya. Tujuan pembelajaran lainnya dari
model problem based learning ini antara lain bertujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah
sesuai yang diungkapkan oleh Ismail (2002: 2).
Pendapat lain diungkapkan oleh Putra (2013: 74) mengungkapkam
bahwa secara umum, tujuan pembelajaran dengan model problem based
learning adalah sebagai berikut :
1) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, serta kemampuan intelektual.
2) Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam
pengalaman nyata atau stimulasi.
17
Berdasakan pendapat yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa model
problem based learning bertujuan untuk membantu siswa dalam melatih
kemampuan berpikir kritis, memecahkan setiap persoalan dalam dunia nyata,
mampu bekerja sama, dan bisa hidup mandiri. Peran guru untuk mencapai
semua tujuan yang telah diharapkan dalam model problem based learning ini,
tentunya dengan cara guru dapat mengkondisikan dan membimbing siswa
dalam memecahkan permasalahan yang akan diselesaikan. Dalam proses
pembelajaran berlangsung siswa dapat dibawa mencari fakta – fakta atau
informasi – informasi yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk
penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.
d. Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning
Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang
dilandasi beberapa teori belajar yang mendukung diterapkannya model
pembelajaran ini. Beberapa teori belajar yang menjelaskan tentang hubungan
antara teori belajar dengan model problem based learning ini akan diuraikan
sebagai berikut:
Menurut Ausebel dalam Rusman (2010: 244) membedakan antara
belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar (rote learning).
Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang
sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh
informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan
18
dengan yang telah diketahuinya. Kaitannya dengan Problem Based Learning
yaitu dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki oleh siswa.
Teori ini memberikan gambaran bahwa proses belajar siswa tidak hanya
dengan belajar menghafal saja, akan tetapi belajar lebih baik jika proses
belajarnya dapat memberikan makna bagi siswa. Dengan belajar bermakna
siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru yang dimilikinya dengan
lingkungan sekitarnya Belajar bermakna menurut Ausubel (1963) merupakan
proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitif. Proses belajar yang telah didapat akan
memberikan suatu pengalaman bagi siswa sendiri. Hubungan antara teori
belajar bermakna dengan model problem based learning ini ialah mengaitkan
informasi baru yang telah didapatkan oleh siswa dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa.
Landasan lebih lanjut adalah teori belajar Vigotsky. Perkembangan
intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru
dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang dimunculkannya. Menurut Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010: 244)
Vigotsky menyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Kaitannya dengan model Problem Based Learning adalah dalam hal
mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.
19
Berdasarkan pandangan teori di atas, maka dapat dijelaskan bahwa siswa
dalam proses belajar penting sekali memiliki hubungan sosial yang baik
dengan guru maupun teman yang lainnya. Hal ini dikarenakan dengan siswa
memiliki dan menjalin hubungan yang baik, maka akan terjadi interaksi
sosial yang baik. Dengan adanya interaksi sosial yang baik, maka setiap ide
atau gagasan baru dari siswa akan mulai terbentuk dalam struktur
kognitifnya. Hubungannya antara teori belajar Vigotsky dengan model
problem based learning ialah informasi baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajarnya, itu didukung dengan
terjalinnya interaksi sosial dengan teman lain.
Teori lainnya yang melandasi model problem based learning adalah teori
belajar Jerome S. Bruner. Metode penemuan merupakan metode di mana
siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar –
benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik
berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh
pengetahuan yang benar – benar bermakna yang diungkapkan oleh pendapat
Dahar dalam Rusman (2010: 245).
Selanjutnya, Bruner berpendapat bahwa menggunakan konsep
scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding
adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu
melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
20
Menurut Putra (2013: 78) berpendapat bahwa semua pendapat dari teori
belajar yang mendukung model problem based learning ini, dikarenakan
karena teori itu menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa dituntut
memperoleh pengetahuan sendiri. Pengetahuan ini diperoleh dengan cara
mencari informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi
pelajaran.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model problem
based learning ini didukung oleh beberapa teori belajar seperti teori belajar
bermakna dari David Ausubel, teori belajar Vigotsky, dan teori belajar
Jerome S. Bruner. Kaitannya dengan model Problem Based Learning yaitu
dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan
teman lain dalam menyelesaikan masalah tertentu. Sehingga dalam prosesnya
model ini mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis,
memecahkan masalah, dan berinteraksi dengan orang lain.
e. Langkah - langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning
Model problem based learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran bisa terlihat dari siswa
menemukan masalah, merumuskan masalah, mengumpulkan fakta – fakta
yang ingin diketahuinya, membuat dan menjawab pertanyaan – pertanyaan
sebagai alternatif menyelesaikan masalah.
21
Hal yang perlu diketahui bahwa masalah yang dibahas ialah masalah
yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti.
Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban.
Dengan demikian, model problem based learning memberikan kesempatan
pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara
lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Hakikat masalah dalam
model problem based learning adalah kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan kondisi
yang diharapkan.
Untuk melatih siswa memiliki keterampilan berpikir kritis dan
memecahkan masalah, maka guru perlu menciptakan suasana pembelajaran
yang mendukung terciptanya pembelajaran berorientasi pada suatu
permasalahan. Sehingga untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
memunculkan siswa berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah, maka
guru harus memahami betul tahapan – tahapan dalam menerapkan model
problem based learning.
Menurut Putra (2013: 78) berpendapat bahwa dalam pengelolaan
problem based learning (PBL), ada beberapa langkah utama
pembelajarannya diantaranya sebagai berikut:
1) Mengorientasikan siswa pada masalah
2) Mengorganisasikan siswa agar belajar
3) Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, serta
22
5) Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Tahapan pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima
tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu
situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Lebih lanjutnya Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2002: 1) dalam
Rusman mengemukakan bahwa langkah – langkah problem based learning
atau disebut dengan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Langkah – langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1. Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing pengalaman individual / kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
Sumber : Rusman (2010: 243 )
23
Dari pendapat di atas mengenai langkah – langkah pembelajaran model
problem based learning, maka lebih lanjutnya kelima tahapan tersebut akan
dijelaskan antara lain sebagai berikut:
Fase 1: Orientasi siswa pada masalah
Pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan selama proses pembelajaran. Pada
tahap ini, guru harus mampu memotivasi siswa dan bisa menjelaskan dengan
rinci aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa dalam PBL ini.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Selain mengembangkan keterampilan memecahkan masalah,
pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan
suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar siswa. Oleh
sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk
kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih
dan memecahkan masalah yang berbeda. Selanjutnya guru juga membantu
siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3: Membimbing pengalaman individual / kelompok
Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data
dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-
betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa
mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide
mereka sendiri.
24
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Langkah selajutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru bertugas membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas
dengan temannya. Memamerkan hasil karya siswa mendorong rasa bangga
pada mereka dengan memperlihatkan hasil karya dan hasil akir dari proses
pembelajaran PBL.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Fase terakhir ialah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran
dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.
Selanjutnya guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat
menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran
gagasan. Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) juga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik
secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai
pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentun arah belajar
siswa yang diungkapkan oleh Nurhayati Abbas (2000: 12).
Berdasarkan tahapan – tahapan dalam model problem based learning
seperti pada pemaparan di atas bahwa guru maupun siswa dalam model
25
problem based learning ini memiliki peran aktif dalam situasi pembelajaran.
Peran guru pada model problem based learning sebagai penyaji masalah,
penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan pemberi
fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang
dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual siswa.
f. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning
Model problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) ini
tentu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan di dalamnya. Di bawah ini
akan diuraikan mengenai kelebihan dan kekurangan dari model problem based
learning.
1) Kelebihan Model problem based learning
Pada dasarnya suatu model pembelajaran memiliki kelebihan –
kelebihan didalamnya. Dengan melihat kelebihan model tersebut, guru dapat
memilih setiap model pembelajaran yang tepat untuk bisa diterapkan sesuai
dengan karakteristik siswanya.
Salah satu kelebihan dari menerapkan model problem based learning ini
ialah melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kelebihan dari
suatu model pembelajaran dijadikan pertimbangan guru dalam memilih model
pembelajaran yang tepat. Di bawah ini kelebihan - kelebihan dari model
problem based learning akan diuraikan anatara lain sebagai berikut:
26
Menurut Putra (2013: 82) berpendapat bahwa model pembelajaran PBL
ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya ialah sebagai berikut :
a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut.
b) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah – masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan keterkaitan siswa terhadap bahan yang dipelajarinnya.
e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya.
f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
g) Problem based learning diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.
Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur dalam Cahyo (2013: 285),
berpendapat bahwa model problem based learning memiliki beberapa
kelebihan diantaranya sebagai berikut:
a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.
b) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran bermakna.
d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah – masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif di antara siswa.
27
f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya. Sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
Selanjutnya pendapat lain mengenai kelebihan model problem based
learning diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan keunggulan
problem based learning adalah:
a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping juga dapat mendorong untuk melakukan siendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f) Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.
g) Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa.
h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru.
i) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.
j) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
28
Dari uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan
dari model problem based learning (PBL) ini ialah siswa akan lebih aktif
dalam proses pembelajaran, kemampuan berpikir kritis meningkat, melatih
kemampuan memecahkan masalah, melatih sikap bekerja sama, dan siswa
akan menjadi mandiri. Sehingga dapat dipahami bahwa pembelajaran berbasis
masalah membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah dan keterampilan intelektualnya. Para siswa belajar dengan
keterlibatan langsung dalam pengalaman nyata atau simulasi serta menjadi
pebelajar yang mandiri.
2) Kelemahan Model Problem Based Learning
Selain kelebihan yang telah dikemukakan tersebut model problem based
learning juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
Menurut Sanjaya (2011: 221) berpendapat bahwa model problem based
learning atau pembelajaran berbasis masalah memiliki kelemahan
diantaranya:
a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mereka berusaha untuk untuk memecahkan masalah yang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Berdasarkan dari uraian di atas, disimpulkan bahwa kelemahan –
kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah ini terdiri dari beberapa
kelemahan didalamnya. Salah satu kelemahan dari model ini ialah model ini
tidak bisa diterapkan pada semua mata pelajaran. Hal ini perlu diketahui
29
bahwa tidak semua mata pelajaran dimungkinkan untuk dilaksanakan dengan
model problem based learning (PBL). Mata pelajaran tingkat lanjut cocok
diajarkan dengan model problem based learning (PBL). Sebab dalam problem
based learning, pembelajaran siswa dilakukan dengan cara membangun
penalaran dari semua pengetahuan yang dimilikinya olehnya dan hasil
kegiatan berinteraksi dengan sesama individu sesuai yang diungkapkan oleh
Putra (2013: 71).
Dari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam model pembelajaran
berbasis masalah ini bukan berarti Problem Based Learning merupakan model
pembelajaran yang kurang efektif untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran, akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam penerapan model
pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan di atas, menuntut guru
sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari
solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut. Guru sebagai
pendidik di sekolah harus mampu mengemas dan menyajikan bahan ajar
kepada siswa semenarik dan seefektif mungkin agar ketercapaian dalam
pembelajaran dapat tercapai dengan yang diinginkan.
2. Berpikir Kritis
a. Pengertian Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan kepada setiap siswa.
Pentingnya berpikir kritis bagi setiap siswa untuk dapat memecahkan segala
permasalahan yang ada di dalam dunia nyata. Beberapa keterampilan berpikir
30
yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir
kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan
keterampilan analisis.
Menurut Robert Ennis dalam Fisher (2008: 2) berpikir kritis adalah
pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan
apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Sedangkan menurut Glaser dalam
Fisher (2008: 3) mendefinisikan berpikr kritis sebagai :
(1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah – masalah dan hal – hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode- metode tersebut.
Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi
dan mengevaluasi kualitas suatu alasan sistematis. Sementara itu Richard
Paul dalam Fisher (2008: 4) mendefinisikan mode berpikir mengenai hal,
substansi atau masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas
pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur – struktur yang
melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar – standar intelektual
padanya.
Menurut Bandman dan Bandman dalam deswani (2009: 119)
mengemukan bahwa berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap
ide, pengaruh, asumsi, prinsip, argumen, kesimpulan, isu, pernyataan,
keyakinan, dan aktivitas. Berpikir suatu proses yang statis tetapi selalu
berubah secara konstan dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu.
31
Menurut R. H. Ennis dalam Hassoubah (2007: 91) terdapat beberapa
bentuk kecenderungan berpikir kritis, antara lain :
1) Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan2) Mencari alasan 3) Berusaha mencari informasi denagan baik4) Memakai sumber yang dimilki memiliki kredibilitas dan
menyebutkannya5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar 8) Mencari alternatif 9) Bersikap dan berpikir terbuka10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan
sesuatu11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan12) Bersikap secara sistematis dan teratur denngan bagian – bagian dari
keseluruhan yang masalah.13) Peka tehadap tingkat keilmuan dan keahlian orang lain
Berdasarkan uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir lanjut seseorang dalam
memutuskan persoalan dengan mencari alternatif solusi yang dapat diambil.
b. Karakteristik Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan proses berpikir lanjut seseorang untuk
memecahkan dan pengambilan keputusan dari penyelesaian masalah yang
dihadapi. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu seseorang membuat
keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis dan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya guru mengajarkan
kemampuannya saja, akan tetapi guru juga harus menanamkan sifat, sikap,
nilai dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Hal ini berarti bahwa siswa
perlu dididik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
32
Ciri utama dari berpikir kritis ialah siswa dapat memahami masalah dan
memecahkan suatu permasalahan. Lebih jelasnya menurut Edward Glaser
dalam Fisher (2008: 7) mengemukakan bahwa ciri dari kemampuan berpikir
kritis adalah sebagai berikut :
1) Mengenal masalah2) Menemukan cara – cara yang dapat dipakai untuk menangani
masalah – masalah itu.3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan 4) Mengenal asumsi – asumsi dan nilai – nilai yang tidak dinyatakan 5) Memahami dan menggunkan bahasa yang tepat, jelas, dan khas.6) Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataaan – pernyataan 7) Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah – masalah 8) Menarik kesimpulan – kesimpulan dan kesamaan – kesamaan dan
kesimpulan – kesimpulan yang seorang ambil9) Menyusun kembali pola – pola keyakinan seseorang berdasarkan
pengalaman yang lebih luas.10) Membuat penilaian yang tepaat tentang hal – hal dan kualitas –
kualitas tertentu dalam kehidupan sehari – hari.
Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk berpikir lanjut
dalam memecahkan suatu permasalahan yang sedang dikaji. Berpikir kritis
memiliki karakteristik didalamnya diantaranya ialah siswa mampu mengenali
masalah dengan cepat, siswa mengajukan pertanyaan, siswa dapat
membedakan fakta dengan pendapat, siswa mampu menjelaskan, dan siswa
mampu menarik kesimpulan.
c. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis dapat juga dikatakan sebagai suatu keterampilan berpikir
secara reflektif untuk memutuskan hal-hal yang dilakukan dimana
33
kemampuan berpikir kritis setiap siswa tidaklah sama. Oleh karena itu
kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran perlu dilatih dan
dikembangkan oleh guru. Salah satu cara yang dapat dikembangkan dalam
melatih kemampuan berpikir kritis seperti siswa dapat mencari dan
menemukan masalah, menganalisis masalah, membuat hipotesis
mengumpulkan data, menguji hipotesis serta menentukan alternatif
penyelesaian.
Cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa bisa dengan cara
melatih siswa untuk berpikir kritis. Dengan memberikan rangsangan berupa
masalah, siswa dilatih untuk dapat berpikir kritis dan kreatif dalam
menangani setiap masalah yang telah diberikan.
Menurut Jacqueline dan Martin Brooks dalam Santrock (2007) sebuah
cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis
siswa dalam pembelajaran adalah dengan menghadapkan siswa pada topik
atau tema-tema yang kontroversial dan dekat dengan dunia mereka. Artinya
dalam pembelajaran harus menggunakan tema-tema yang memberikan
peluang kepada siswa untuk berpikir.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Winn dalam Santrock
(2007) bahwa selain tema untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis
dalam pembelajarannya guru harus menggunakan metode diskusi dan
perdebatan serta memberikan peluang dan merangsng sgar siswa bertanya.
Diskusi dan debat dapat memotivasi siswa untuk meneliti suatu tema tertentu
yang sedang dipelajari secara mendalam dan menguji masalah- masalah dan
34
guru diharapkan dapat menahan dirinya untuk tidak menyatakan pandangan-
pandangannya sendiri sehingga siswa merasa bebas untuk mengeksplorasi
perspektif-perspektif yang beragam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cara meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan diberikannya suatu rangsangan
masalah yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran, mendorong siswa
secara aktif dalam bertanya, mengungkapkan pendapat atau gagasan, dan
mendorong siswa untuk belajar mandiri maupun kelompok dalam
memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan dunia nyata.
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar dan
mengikuti kegiatan pembelajaran. Belajar dilakukan seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang seluas – luasnya. Dengan belajar siswa
mengetahui segala hal yang belum diketahui dan mengubah perilaku kearah
yang lebih baik.
Slavin dalam Rifa’i dan Anni (2009: 82) mendefinisikan bahwa “
belajar merupakan perubahan perilaku individu yang disebabkan oleh
pengalaman”. Senada dengan pendapat dari Slavin, Rifa’i dan Anni (2009:
83) lebih lanjut berpendapat bahwa “ pengalaman dalam pengertian belajar
dapat berupa pengalaman fisik, psikis dan sosial ”.
35
Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 9) mengemukakan belajar
adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih
baik, sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Sedangkan
menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 10) mengemukakan
belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas.
Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Berdasarkan pengertian belajar yang telah dijelaskan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses kegiatan yang
dilakukan individu untuk mendapatkan suatu pengalaman belajar dan
perubahan tingkah laku individu. Berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran
dapat dilihat dari pencapaian dan hasil belajarnya.
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu ketercapaian kemampuan seseorang
dalam mengikuti proses belajar. Hasil belajar yang telah dicapai oleh
seseorang terlihat dari tercapainya ranah kognitif, afektif, dan psikomotornya.
Hasil belajar menjadi suatu tolak ukur berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran yang telah dilakukan. Peran guru tentunya, melihat
perkembangan proses belajar siswa sampai terlihat ketercapaian ranah afektif,
psikomotor, dan ranah kognitif.
Menurut Snelbeker dalam Rusmono (2012: 8) mengatakan bahwa
perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan
perbuatan belajar adalah hasil belajar, karena belajar pada dasarnya adalah
36
bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman. Hasil
belajar, menurut Bloom merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga
ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Hamalik (2001: 159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada
prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya
derajat perubahan tingkah laku siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana
(2005: 5) menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki
proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Winkel dalam Purwanto (2013: 45) berpendapat bahwa
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa
memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam
kegiatan belajar mengajar untuk mencari tujuan pengajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Ketiga ranah tersebut menjadi tolak ukur seseorang atas berhasil
atau tidaknya proses belajar yang telah dilakukannya. Perubahan perilaku
yang diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelajarannya
melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar.
Dilihat dari sistem kurikulum 2013 sekarang ini, ketiga ranah baik kognitif,
afektif, dan psikomtorik ini berubah kedudukannya. Hal ini dimaksudkan
37
bahwa didalam kurikulum 2013 ranaf kognitif ada diposisi ketiga urutan atau
tingkatannya. Sehingga ranah afektif dan psikomotirik berada di atas ranah
kognitif.
c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan
pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar itu sendiri. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan
ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat
tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Salah satu faktor yang
mempenagruhi hasil belajar siswa ialah proses belajar. Jika proses belajar
tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Menurut Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:
1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut
Rakhmat et al.(2006: 99) adapun faktor – faktor yang memengaruhi
keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu:
1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi aspek fisiologis yang bersifat jasmaniah dan aspek psikologis yang bersifat rohaniah. Aspek fisiologis meliputi kondisi jasmani
38
secara umum. Sedangkan aspek psikologis siswa meliputi intelegensi, sikap, dan bakat siswa.
2) Faktor eksternal, yaitu yang datang dari luar siswa berupa kondisi lingkungan siswa tinggal misalnya keluarga, guru, dan sumber belajar.
3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajarn berkaitan dengan materi – materi pelajaran.
Berdasarkan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari dalam dirinya, faktor yang berasal dari luar dirinya, dan
faktor pendekatan belajar. Ketiga faktor ini berpengaruh pada hasil belajar
yang telah diperolehnya. Tercapai atau belum tercapainya suatu pembelajaran
terlihat dari hasil belajar yang telah dilakukannya. Semakin bagus motivasi
dari dalam siswa ketika mengikuti proses belajar, maka semakin baik juga
ketercapaian hasil belajarnya.
4. Pembelajaran Tematik Terpadu
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menerapkan pembelajaran
tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu ialah suatu model
pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah
tema pembelajaran. Tema pembelajaran diberikan guru pada setiap proses
belajar mengajar di kelas. Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk
memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami dan mendalami konsep
materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar
39
karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan
bermakna bagi siswa.
Menurut Rusman (2012: 254) Pembelajaran tematik merupakan salah
satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara
individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta
prinsip – prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik.
Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran tematik adalah model
pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran
tematik, siswa akan memahami konsep – konsep yang mereka pelajari
melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain
yang telah dipahaminya.
Dalam pembelajaran tematik ini dimulai dari suatu tema yang dipilih dan
dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memerhatikan
keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau
gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan yang diungkapkan oleh
Poerwadarminta dalam Rusman (2012: 254).
Menurut Sukmadinata (2004: 197) lebih memandang pembelajaran
tematik sebagai suatu model pembelajaran dengan fokus pada bahan ajaran.
Bahan ajaran disusun secara terpadu dan dirumuskan dalam bentuk tema-
tema pembelajaran. Adapun menurut Sukandi dkk (2001:3), pembelajaran
40
tematik pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran dengan
memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam suatu tema.
Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu
pendekatan belajar yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Dari uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang memadukan beberapa
mata pelajaran dalam sebuah tema. Sehingga pembelajaran tematik memiliki
ciri berupa pembelajaran yang disajikan kepada siswa berupa tema – tema
yang sesuai dengan kompetensi dasar dan materi ajar yang akan disampaikan
kepada siswa.
b. Karakteristik Pembelajaran Tematik SD
Salah satu karakteristik pembelajaran tematik adalah pembelajaran
berpusat pada siswa. Dengan menciptakan situasi pembelajaran yang lebih
menekankan siswa berperan aktif, maka siswa akan mengalami proses
pembelajaran bermakna yang diperolehnya sebagai hasil proses
pembelajarannya.
Menurut Rusman (2010: 258) berpendapat pembelajaran tematik
memiliki karakteristik – karakteristik sebagai berikut :
1) Berpusat pada siswaPembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan – kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
41
2) Memberikan pengalaman langsungPembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal – hal yang lebih abstrak.
3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelasDalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema – tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaranPembelajaran tematik menyajikan konsep - konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep – konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah – maslah yang dihadapi dalam kehidupan sehari – hari.
5) Bersifat fleksibelPembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.
6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswaSiswa diberikan kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat di simpulkan bahwa
pembelajaran tematik memiliki ciri dan karakteristik pembelajarannya
berpusat pada siswa (student center). Pembelajaran tematik diberikan di kelas
rendah dan kelas tinggi untuk kurikulum 2013 sekarang. Dengan menerapkan
pembelajaran tematik, siswa akan mendapatkan pengalaman langsung dan
terjadinya proses pembelajaran yang menyenangkan dan efektif. Guru
dituntut untuk bisa menguasai tema pembelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa dengan penguasaan kelas yang baik.
42
5. Keberagaman Budaya Bangsaku
Keberagaman budaya bangsaku merupakan salah satu subtema pada
pembelajaran tematik terpadu yang ada di dalam kurikulum 2013. Di dalam
tema indahnya kebersamaan terdapat beberapa subtema. Salah satu subtema
pertama ialah keberagaman budaya bangsaku. Materi pembelajaran ini
diberikan di kelas IV sekolah dasar. Setiap subtema pembelajaran terdapat 6
kegiatan pembelajaran yang berbeda – beda, itu terlihat dari segi pemetaan
indikator pencapaian, memadukan setiap mata pelajaran, tujuan
pembelajaran, materi yang akan disampaikan, dan kegiatan pembelajaran.
Pada pembelajaran 1 terdapat beberapa mata pelajaran diantaranya
PPKn, SBdP, Bahasa Indonesia, dan IPS. Pembelajaran 2 terdapat beberapa
mata pelajaran diantaranya Bahasa Indonesia, Matematika, dan SBdP. Pada
pembelajaran 3 terdapat beberapa mata pelajaran diantaranya PJOK, PPKn,
dan IPS. Selanjutnya pada pembelajaran 4 terdapat 3 mata pelajaran yang
dipadukan diantaranya IPA, PPKn, dan IPS. Pembelajaran 5 terdapat 4 mata
pelajaran yang dipadukan diantaranya IPA, Bahasa Indonesia, SBdP, dan
Matematika. Serta untuk pembelajaran 6 terdapat Matematika, Bahasa
Indonesia, dan evaluasi.
43
Bagan 2.1 Pemetaan Kompetensi Dasar KI 1 dan KI 2
1.1 Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya, serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya.
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan inkuiri ilmiah dan berdiskusi.
2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas seharihari sebagai wujud implementasi melaksanakan penelaahan fenomena alam secara mandiri maupun berkelompok
IPA
1.1 Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2.2 Memiliki rasa ingin tahu dan ketertarikan pada matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar.
2.3 Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika yangterbentuk melalui pengalaman belajar
Matematika 1.1 Menghargai kebhinneka tunggalikaan dan keberagaman agama, suku bangsa, pakaian tradisional, bahasa, rumah adat, makanan khas, upacara adat, sosial, dan ekonomi di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar.
1.2 Menghargai kebersamaan dalam keberagaman sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar
2.1 Menunjukkan perilaku, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, berani mengakui kesalahan, meminta maaf dan memberi maaf sebagaimana dicontohkan tokoh penting yang berperan dalam perjuangan menentang penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia sebagai perwujudan nilai dan moral Pancasila.
2.4 Menunjukkan perilaku bersatu sebagai wujud keyakinan bahwa tempat tinggal dan lingkungannya sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
PPKn
SBdP1.1 Mengagumi ciri khas keindahan
karya seni dan karya kreatif masing-masing daerah sebagai anugerah Tuhan.
2.1 Menujukkan sikap berani mengekspresikan diri dalam berkarya seni
1.1 Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa persatuan yang kokoh dan sarana belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
1.2 Mengakui dan mensyukuri anugerah Tuhan yang Maha Esa atas keberadaan lingkungan dan sumber daya alam, alat teknologi modern dan tradisional, perkembangan teknologi, sosial, serta permasalahan sosial
2.2 Memiliki kedisiplinan dan tanggung jawab terhadap penggunaan alat teknologi modern dan tradisional, proses pembuatannya melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
2.4 Memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sumber daya alam melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia
1.1 Menghargai tubuh dengan seluruh perangkat gerak dan kemampuannya sebagai anugerah Tuhan yang tidak ternilai.
1.2 Tumbuhnya kesadaran bahwa tubuh harus dipelihara dan dibina, sebagai wujud syukur kepada sang Pencipta.
2.1 Menunjukkan disiplin, kerja sama, toleransi, belajar menerima kekalahan dan kemenangan, sportif dan tanggung jawab, menghargai perbedaan.
2.7 Menerima kekalahan dan kemenangan dalam permainan
PJOK
1.1 Menerima karunia Tuhan YME yang telah menciptakan manusia dan lingkungannya.
2.3 Menunjukkan perilaku santun, toleran dan peduli dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan dan teman sebaya
IPS
Subtema 1
Keberagaman Budaya Bangsaku
44
Bagan 2.2 Pemetaan Kompetensi Dasar KI 3 dan KI 4
3.5 Memahami sifat-sifat bunyi melalui pengamatan dan keterkaitannya dengan indera pendengaran.
4.4 Menyajikan hasil percobaan atau observasi tentang bunyi.
IPA
3.12 Mengenal sudut siku-siku melalui pengamatan dan membandingkannya dengan sudut yang berbeda.
4.13 Merepresentasikan sudut lancip dan sudut tumpul dalam bangun datar
Matematika3.1 Memahami makna dan
keterkaiatan simbol-simbol sila Pancasila dalam memahami Pancasila secara utuh.
3.3. Memahami manfaat keberagaman karakteristik individu di rumah, sekolah dan masyarakat.
3.4. Memahami arti bersatu dalam keberagaman di rumah, sekolah dan masyarakat.
4.1 Mengamati dan menceritakan perilaku di sekitar rumah dan sekolah dari sudut pandang kelima simbol Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh.
4.3 Bekerja sama dengan teman dalam keberagaman di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.
4.4 Mengelompokkan kesamaan identitas suku bangsa (pakaian tradisional, bahasa, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), sosial ekonomi (jenis pekerjaan orang tua) di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar.
PPKn
3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi.
4.5 Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi
IPS
3.9 Memahami pengaruh aktivitas fisik dan istirahat yang cukup terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
4.3 Mempraktikkan kombinasi pola gerak dasar lokomotor untuk membentuk gerakan dasar atletik jalan cepat dan lari yang dilandasi konsep gerak melalui permainan dan atau olahraga tradisional.
PJOK
3.1 Mengenal karya dua dan tiga dimensi berdasarkan pengamatan.
3.2 Membedakan panjang-pendek bunyi, dan tinggi-rendah nada dengan gerak tangan.
3.3 Mengenal tari-tari daerah dan keunikan geraknya.
4.2 Membuat karya seni kolase dengan berbagai bahan di lingkungan sekitar.
4.5 Menyanyikan lagu dengan gerak tangan dan badan sesuai dengan tinggi rendah nada.
4.10 Memperagakan makna gerak ke dalam bentuk tari bertema dengan mengacu pada gaya tari daerah berdasarkan ruang gerak
SBdP
3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.
3.2 Menguraikan teks instruksi tentang pemeliharaan pancaindera serta penggunaan alat teknologi modern dan tradisional dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.
3.4 Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.
4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.
4.2 Menerangkan dan mempraktikkan teks arahan/petunjuk tentang teks arahan/petunjuk tentang pemeliharaan pancaindera serta penggunaan alat teknologi modern dan tradisional secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.
4.4 Menyajikan teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam secara mandiri dalam teks bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah.
kosakata baku
Bahasa Indonesia
Subtema 1
Keberagaman Budaya Bangsaku
45
Tabel 2.2 Ruang Lingkup Pembelajaran
Pembelajaran Kegiatan pembelajaran Kompetensi yang dikembangkan
1 Mengenal keberagaman budaya Indonesia
Memahami keberagaman budaya
Berekspresi dengan lagu
Sikap : Percaya diri dan rasa
ingin tahuPengetahuan : Keberagaman budaya
dan lagu nasionalKeterampilan: Berkomunikasi dan
mencari informasi
2 Bereksplorasi tentang sudut dengan rumah adat
Memahami keberagaman budaya rumah adat
Memahami keberagaman tarian tradisional
Sikap : Toleransi, rasa ingin
tahu, dan telitiPengetahuan : Keberagaman budaya
rumah adat, tarian tradisional, dan sudut
Keterampilan: Mengukur dan mencari
informasi
3 Memainkan permainan tradisional
Mengamalkan sila Pancasila Menulis pengalaman
berinteraksi dengan orang lain.
Membuat poster tentang keberagaman
Sikap : Toleransi, tekun, dan
telitiPengetahuan : Permainan tradisional,
poster, sila pancasila, dan keberagaman
Keterampilan: Membuat poster dan
mencari informasi
4 Mengenal alat musik tradisional
Bereksplorasi tentang sumber bunyi
Berkreasi dengan bunyi
Sikap : Toleransi, percaya diri,
dan rasa ingin tahuPengetahuan : Musik tradisional,
46
Bercerita tentang pengamalan nilai – nilai pancasila
sumber bunyi, dan nilai – nilai pancasila
Keterampilan: Mencari informasi,
kerja ilmiah, dan menulis
5 Bereksplorasi tentang media perambatan bunyi
Menulis laporan Berkreasi membuat rumah
adat impian
Sikap : Rasa ingin tahu, teliti,
dan kerja samaPengetahuan : Media perambatan
bunyi, teks instruksi, sudut, dan laporan
Keterampilan: Kerja ilmiah, mengukur
besar sudut, menulis, dan membuat rumah adat
6 Bereksplorasi dengan segi banyak
Menganalisis teks cerita
Sikap : Toleransi dan telitiPengetahuan : Segi banyak, teks cerita,
kata baku, dan tidak baku
Keterampilan: Menghitung, mencari
informasi, dan membaca peta
Sumber : Buku Guru (2014: 3)
Keberagaman budaya bangsaku merupakan suatu keberagaman budaya
asli yang ada di bangsa kita Indonesia. Budaya dan kebudayaan adalah semua
hasil pengolahan akal pikiran, perasaan dan kehendak dari manusia. Akal
pikiran, perasaan, dan kehendak disebut dengan istilah cipta, rasa, dan karsa.
Budaya ada yang berbentuk fisik atau jasmani. Contohnya pakaian, rumah
adat dan alat musik. Ada pula budaya yang berbentuk non fisik atau rohani.
Contohnya kepercayaan, bahasa, adat istiadat atau tradisi dan pengetahuan.
47
Gambar 2.1 rumah adat
Sumber: Buku siswa (2014: 2)
Di tiap daerah atau suku bangsa biasanya memiliki rumah adat yang
khas dan unik. Contoh rumah adat adalah Rumah Joglo di Jawa Tengah,
Rumah Gadang di Sumatera Barat, rumah Tongkonan di Sulawesi Selatan,
dan sebagainya.
Selain tentang rumah adat dan budaya lainnya, subtema keberagaman
budaya bangsaku menjelaskan mengenai jenis – jenis sudut diantaranya sudut
siku – siku, sudut lancip, dan sudut tumpul. Dua sinar garis yang memiliki
titik pangkal yang sama akan membentuk suatu sudut. Contohnya dibagian
atap rumah lontik terlihat bagian kiri maupun kanan atapnya membentuk
sebuah sudut lancip.
48
Pada subtema keberagaman budaya bangsaku, selain siswa memahami
dan mengetahui tentang kebudayaan yang ada di Indonesia. Siswa juga
dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun di
luar kelas. Sebagai contoh pada pembelajaran 3, siswa melakukan
pembelajaran di luar kelas untuk mempraktikkan permainan tradisional.
Permainan tradisional yang diperkenalkan oleh guru ialah permainan gobak
sodor. Permainan gobak sodor ini terkenal di wilayah Pulau Jawa. Sehingga
dengan siswa secara aktif mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan
siswa terlatih dalam kemampuan motoriknya dan terciptanya proses
pembelajaran yang menyenangkan.
Gambar : 2.2 Permainan tradisional
Sumber: Buku siswa (2014: 18)
Beragamnya kebudayaan yang di Indonesia tidak membuat suatu
perbedaan menjadi sebuah masalah. Karena dengan suatu perbedaan, baik dari
49
bahasa, adat istiadat, suku, agama, alat musik, dan hasil kebudayaan lainnya
menjadikan bangsa Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa. Dengan hal
seperti itu, siswa diharapkan setelah mengalami proses pembelajaran pada
subtema keberagaman budaya bangsaku dapat memahami betul pentingnya
menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada di Indonesia.
Keberagaman budaya bangsaku merupakan salah satu subtema yang
akan dipelajari di kelas IV. Untuk menerapkan pembelajaran keberagaman
budaya bangsaku ini, guru perlu mempersiapkan perangkat pembelajaran
terlebih dahulu seperti dibuatnya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat merupakan RPP
tematik yang sesuai dengan ketentuan yang sudah diberlakukan pada panduan
panduan penyusunan RPP kurikulum 2013.
50
6. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
a. Hakikat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Salah satu perangkat pembelajaran yang perlu dibuat guru sebelum
pembelajaran dimulai adalah dengan menyusun RPP. Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) disusun sebagai rancangan atau rencana guru dalam
setiap kegiatan pembelajaran di kelas.
Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan
dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya
mencapai Kompetensi Dasar.
Selanjutnya menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 Lampiran
IV tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran dalam
Kemdikbud (2013: 37) tahapan pertama dalam pembelajaran menurut Standar
Proses adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah rencana
pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau
tema tertentu yang mengacu pada silabus.
Sementara itu menurut Panduan Teknis Penyusunan RPP di SD
Kemdikbud, 2013: 9) RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka
untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan secara rinci dari suatu
materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk
51
mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar (KD).
Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis siswa. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Pengembangan RPP dapat
dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran dengan maksud
agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan
pembelajaran hal ini sesuai dalam Kemdikbud (2014: 112).
Berdasarkan uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran yang disusun secara rinci dan sistematis dari suatu materi pokok
atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. Pengembangan dan
penyusunan RPP dibuat oleh guru bisa setiap awal semester atau awal tahun
pelajaran.
b. Prinsip-prinsip Pengembangan RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dikembangkan dengan
melihat prinsip – prinsip pengembangan RPP. Salah satu prinsip
pengembangan RPP adalah RPP mendorong partisipasi aktif siswa. Dengan
52
dibuatnya rencana kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk
menciptakan suatu kegiatan pembelajaran ynag interakaktif dan bisa
memunculkan partisipasi siswa dalam belajar.
Menurut Kemdikbud (2014: 112) mengemukakan bahwa berbagai
prinsip dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut.
1) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan
silabus yang telah dikembangkan pada tingkat nasional ke dalam bentuk
rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran.
2) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yag dinyatakan dalam
silabus dengan kondisi pada satuan pendidikan baik kemampuan awal siswa,
minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan emosi, maupun gaya
belajar.
3) RPP mendorong partisipasi aktif siswa.
4) RPP sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan siswa sebagai
manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam
RPP dirancang dengan berpusat pada siswa untuk mengembangkan motivasi,
minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat
belajar, keterampilan belajar, dan kebiasaan belajar.
5) RPP mengembangkan budaya membaca dan menulis.
6) Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai
bentuk tulisan.
53
7) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, remedi, dan umpan balik.
8) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI
dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber
belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan
mengakomodasi pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran
untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya.
9) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasikan secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip
dari pengembangan RPP ada sembilan prinsip. Prinsip – prinsip
pengembangan RPP diantaranya adalah RPP disusun guru sebagai terjemahan
dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus, RPP dikembangkan guru dengan
memperhatikan karakteristik siswa, minat, motivasi, dan gaya belajar siswa,
RPP mendorong partisipasi aktif dari siswa, RPP disusun sesuai dengan tujuan
Kurikulum 2013 yang menginginkan siswa menjadi manusia mandiri dan suka
belajar, RPP mengembangkan budaya membaca dan menulis, proses
pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai
bentuk tulisan, RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik
positif, penguatan, pengayaan, remedi, dan umpan balik., RPP disusun dengan
memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi
54
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar, RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi.
c. Komponen dan Sistematika RPP
Pada dasarnya RPP memiliki komponen dan sistematika dalam
penyusunan RPP. Komponen RPP biasanya memuat identitas sekolah,
identitas tema atau subtema, kelas, semester, dan alokasi waktu. RPP
kurikulum 2013 ini disusun dengan panduan penyusunan RPP yang sudah
ditetapkan oleh Kemdikbud.
Menurut Permendikbud No 81 A Tahun 2013 Lampiran IV tentang
Implementasi Kurikulum Pedoman Pembelajaran (Kemdikbud, 2013: 38) RPP
paling sedikit memuat: (i) tujuan pembelajaran, (ii) materi pembelajaran, (iii)
metode pembelajaran, (iv) sumber belajar, dan (v) penilaian. Komponen-
komponen tersebut secara operasional diwujudkan dalam bentuk format
berikut ini.
55
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan :
Kelas/Semester :
Tema/Subtema/PB :
Alokasi Waktu :
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1. -------------------------- (KD pada KI-1)
2. -------------------------- (KD pada KI-2)
3. -------------------------- (KD pada KI-3)
Indikator:--------------------------------
4. -------------------------- (KD pada KI-4)
Indikator: -------------------------------
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran (Rincian dari materi pembelajaran)
E. Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan Pembelajaran)
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
KD-1 dan KD-2 dari KI1 dan KI2 tidak harus dikembangkan dalam indikator karena keduanya dicapai melalui proses pembelajaran yang tidak langsung. Indikator dikembangkan hanya untuk KD-3 dan KD-4 yang dicapai melalui proses pembelajaran langsung.
56
1. Media
2. Alat/ Bahan
3. Sumber Belajar
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Kesatu:
a. Pendahuluan (….menit)
b. Inti (…menit)
c. Penutup (….. menit)
2. Pertemuan Kedua:
a. Pendahuluan
b. Inti (…menit)
c. Penutup (…..menit)
H. Penilaian
1. Jenis/ Teknik Penilaian
2. Bentuk Instrumen dan Instrumen
3. Pedoman Penskoran
Komponen-komponen RPP diantarnya sebagai berikut :
1) Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan.
2) Identitas tema/subtema.
3) Kelas/semester.
4) Materi pokok.
57
5) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluanuntuk pencapaian KD
dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang
tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai. Kompetensi Inti (KI),
merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari siswa untuk
suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran.
6) Kompetensi Dasar dan Indikator pencapaian kompetensi.
a) Kompetensi Dasar; merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan pelajaran;
b) Indikator pencapaian merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar
yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
c) Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa, satuan
pendidikan, dan potensi daerah. Indikator digunakan sebagai dasar untuk
menyusun alat penilaian. Dalam merumuskan indikator perlu
memperhatikan beberapa hal di bawah ini.
(1) Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang
dalam kata kerja yang digunakan dalam KI-KD.
(2) Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana
ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak (bukan
sebaliknya).
58
(3) Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat
dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi
dan kebutuhan siswa.
(4) Indikator harus menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
8) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuan dapat
diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan setiap
pertemuan. Tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik mulai
dengan menyebut Audience siswa untuk siapa tujuan itu dimaksudkan.
Tujuan itu kemudian mencantumkan Behavior atau kemampuan yang
harus didemonstarsikan dan Condition seperti apa perilaku atau
kemampuan yang akan diamati. Akhirnya, tujuan itu mencantumkan
Degree keterampilan baru itu harus dicapai dan diukur, yaitu dengan
standar seperti apa kemampuan itu dapat dinilai.
9) Materi pembelajaran adalah rincian dari materi pokok yang memuat fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-
butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi.
10) Metode pembelajaran merupakan rincian dari kegiatan pembelajaran,
digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar siswa mencapai KD yang disesuaikan dengan
karakteristik siswa dan KD yang akan dicapai.
11) Media, Alat dan Sumber Pembelajaran
59
a) Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran.
b) Alat pembelajaran adalah alat bantu pembelajaran yang memudahkan
memberikan pengertian kepada siswa.
c) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.
12) Langkah –langkah Kegiatan Pembelajaran, mencakup:
a) Pertemuan pertama, berisi pendahuluan; kegiatan Inti, dan penutup.
b) Pertemuan kedua, berisi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
13) Penilaian :
a) Berisi jenis/teknik penilaian.
b) Bentuk instrumen.
c) Pedoman perskoran.
d. Langkah-Langkah Pengembangan RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan salah satu perangkat
pembelajaran yang harus dipersiapkan dan dibuat sebelum proses
pembelajaran dimulai. RPP ialah rencana kegiatan pembelajaran yang disusun
secara rinci dan sistematis untuk setiap pertemuannya. Hal –hal yang perlu
dilakukan dalam pengembangan RPP ialah mengkaji tema, mengkaji silabus,
dan materi ajar baik dari buku guru maupun buku siswa.
Menurut Panduan Teknis Penyusunan RPP di SD dalam Kemdikbud
(2013: 12) pengembangan RPP disusun dengan mengakomodasikan
60
pembelajaran tematik atau disebut dengan RPP Tematik. Penyusunan RPP
Tematik idealnya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Menentukan tema yang akan dikaji bersama siswa; 2) Memetakan KD-KD dan indikator yang akan dicapai dalam
tema-tema yang telah disepakati; 3) Menetapkan jaringan tema; 4) Menyusun silabus tematik; dan 5) Menyusun RPP pembelajaran tematik.
Menurut Kemdikbud (2014: 116) bahwa dalam menerapkan
pembelajaran tematik terpadu di kelas, guru dapat mengembangkan RPP
Tematik dengan memperhatikan silabus tematik, buku guru, dan buku siswa
yang telah tersedia serta mengacu pada format dan sistematika RPP yang
berlaku. RPP tematik adalah rencana pembelajaran tematik terpadu yang
dikembangkan secara rinci dari suatu tema dengan tahapan sebagai berikut.
a) Mengkaji Silabus Tematik
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau
tema tertentu dalam pelaksanaan kurikulum SD. Komponen silabus
mencakup: kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus berfungsi
sebagai rujukan bagi guru dalam penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) hal ini sesuai dengan kemdikbud (2014: 116).
Pada Kurikulum 2013, silabus tematik telah disiapkan oleh pemerintah,
guru tinggal menggunakan sebagai dasar penyusunan RPP. Guru memilih
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tema/subtema yang akan
dilaksanakan pada satu pertemuan atau lebih. Kegiatan yang dipilih harus
61
mencakup kegiatan pembelajaran sesuai dengan standar proses sesuai dengan
Kemdikbud (2013:12-13).
Pengkajian terhadap silabus juga meliputi perumusan indikator KD dan
penilaiannya. Perumusan indikator diihat dari KD yang ingin dicapai,
kemudian dirumuskan dalam bentuk indikator. Di dalam silabus juga jenis
penilaiannya juga dimasukan. Penilaian yang dimaksud harus memuat
penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
komponen silabus diantaranya kompetensi inti, kompetensi dasar, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Silabus digunakan sebagai acuan pengembangan RPP tematik.
Sehingga pada saat membuat RPP, maka guru melihat dan menelaah silabus
tersebut dan kemudian dikembangkan ke dalam RPP tematik.
b) Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dibuat sesuai dengan kompetensi dasar yang ada
pada kurikulum. Pada kurikulum 2013, materi pembelajaran yang dibuat
dikemas dengan tema – tema yang sudah ditentukan. Salah satu cara
mengidentifikasi materi pembelajaran yang cocok atau tepatnya materi
pembelajaran diberikan kepada siswa adalah dengan melihat karakteristik
siswa. Dengan melihat karakteristik dan perkembangan usia siswa maka bisa
menentukan materi yang cocok diberikan kepada siswa.
62
Menurut Kemdikbud (2014: 116) menyebutkan bahwa mengidentifikasi
materi pembelajaran yang menunjang pencapaian Kompetensi Dasar dengan
mempertimbangkan sebagai berikut:
(1) Potensi siswa; (2) Relevansi denga karakteristik daerah; (3) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan
spiritual siswa; (4) Kebermanfaatan bagi siswa; (5) Struktur keilmuan; (6) Aktualisasi, kedalaman, dan keluasaan materi pembelajaran; (7) Relevansi dengan kebutuhan siswa dan tuntutan lingkungan; dan(8) Alokasi waktu.
Selanjutnya untuk mengidentifikasi materi pembelajaran ialah dengan
cara mengkaji buku guru dan buku siswa. Buku guru dan buku siswa, dilihat
dan dikaji isi di dalam buku tersebut. Hal ini dilakukan agar dilihat kesesuaian
materi pembelajaran dengan kompetensi dasar dan langkah – langkah kegiatan
yang ada di dalam buku siswa dengan karakteristik siswa.
c) Menentukan Tujuan
Tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik mulai dengan
menyebut Audience siswa untuk siapa tujuan itu dimaksudkan. Tujuan itu
kemudian mencantumkan Behavior atau kemampuan yang harus
didemonstarsikan dan Condition seperti apa perilaku atau kemampuan yang
akan diamati. Akhirnya, tujuan itu mencantumkan Degree keterampilan baru
itu harus dicapai dan diukur, yaitu dengan standar seperti apa kemampuan itu
dapat dinilai.
63
d) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa, siswa
dengan guru, lingkungan, da sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian
KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada siswa.
Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai siswa.
Menurut Kemdikbud (2014: 117) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
(1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada pada pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
(2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan guru, agar siswa dapat melakukan kegiatan seperti dalam silabus.
(3) Kegiatan pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario langkah-langkah guru dalam membuat siswa aktif belajar. Kegiatan ini diorganisasikan menjadi kegiatan: pendahuluan, inti, dan penutup.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan kegiatan
pembelajaran dirancang untuk melibatkan siswa secara fisik maupun mental
dalam proses pembelajaran. Hal ini diharapkan agar terjadinya pembelajaran
yang aktif dan interaktif pada setiap pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
dibuat dalam silabus pembelajaran, dan kemudian lebih diperjelas dalam RPP.
64
e) Penjabaran Jenis Penilaian
Menurut Kemdikbud (2014: 118) penilaian pencapaian Kompetensi
Dasar siswa dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan
kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/
atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Oleh karena pada
setiap pembelajaran siswa didorong untuk menghasilkan karya, maka
penyajian portofolio merupakan cara penilaian yang harus dilakukan untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Di bawah ini hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam merancang penilaian.
(1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi pada KD-KD yang berasal dari KI-1, KI-2, KI-3 dan KI-4.
(2) Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
(3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan KD yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
(4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi siswa yang pencapaian kompetensinya di bawah ketuntasan, dan program pengayaan bagi siswa yang telah memenuhi ketuntasan.
(5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis
penilaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes atau
65
non tes, portofolio, unjuk kerja, maupun pengukuran sikap siswa. Penilaian
diarahkan untuk mengukur KI 1 sampai dengan KI 4 pada kurikulum 2013.
f) Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu mataelajaran per minggu dengan
mempertibangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan
tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus
merupakan perkiraan rerata untuk menguasasi KD yang dibutuhkan oleh siswa
yang beragam. Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci dan disesuaikan lagi
dalam RPP.
g) Menentukan Sumber Belajar
Pembelajaran akan berlangsung dengan baik, apabila didukung dengan
sumber belajar yang tepat. Sumber belajar dijadikan sebagai sumber bagi
siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sumber belajar bisa dari buku pegangan
siswa, buku yang relevan dengan materi ajar, lingkungan, orang, dan
sebagainya. Hal ini senada dengan pendapat dari Kemdikbud (2014: 118)
bahwa sumber belajar adalah rujukan, objek dan/ atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara
sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
merupakan rujukan bagi siswa untuk dijadikan sumber pembelajaran baginya
66
dalam memperoleh ilmu dan wawasan yang ingin dicari dan diketahuinya,
Contoh dari sumber belajar siswa diantaranya adalah buku, lingkungan,
media elektronik, media cetak, dan sebagainya.
B. Penelitian Terdahulu Tentang Model Problem Based Learning
Hasil penelitian yang terdahulu terkait penerapan model problem based
learning (pembelajaran berbasis masalah) terdapat beberapa temuan
penelitian diantaranya yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tita Ratnasari (2013) dengan judul penelitian
“ Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Masalah-Masalah Sosial di Kelas
IV “. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Gudang II pada siswa kelas IV
yang berjumlah 30 siswa. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
peningkatan kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan pada siklus
I: 56,76, pada siklus II menjadi 67,72 , dan pada siklus III meningkat
kembali menjadi 84.38. Sedangkan peningkatan hasil belajar pada siklus I
diperoleh rata-rata sebesar 69,33. Kemudian pada siklus II: 75,00 dan pada
siklus III 84,07. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, bahwa
Model Problem based learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa dan hasil belajar siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Iskandar (2013) dengan judul
penelitian “ peningkatan kualitas pembelajaran matematika melalui problem
based learning berbantuan video pembelajaran di kelas V SDN Karangayu
67
02 Semarang “. Subjek penelitiannya kelas V SDN Karangayu 02 Semarang
dengan jumlah 30 orang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
Aktivitas siswa mengalami peningkatan yaitu pada akhir siklus 1 jumlah
skor rata-rata yang diperoleh 19,1 dengan kategori tinggi dan pada akhir
siklus 2 skor rata-rata meningkat mencapai 23,4 dengan kategori sangat
tinggi.Ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal 40%. Setelah
dilaksanakan tindakan mengalami peningkatan pada akhir siklus 1
ketuntasan belajar 62,7% dan pada akhir siklus 2 ketuntasan belajar 86,2%
dengan KKM ≥ 62. Sehingga terjadi peningkatan terhadap aktivitas dan
hasil belaja siswa pada pembelajaran matematika.
3. Penelitian dari Devis Diyas Sari (2012) dengan judul penelitian “ Penerapan
Model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA kelas VIII SMP Negeri 5
Sleman”. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa keterampilan
berpikir kritis siswa sudah meningkat tiap siklusnya setelah menerapkan
model problem based learning. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
tindakan kelas atau PTK dengan dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa
kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman yang berjumlah 33 siswa, terdiri dari 17
siswa laki - laki dan 16 siswa perempuan. Indikator dalam penelitian ini
adalah kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII
SMP Negeri 5 Sleman mengalami peningkatan setelah diterapkannya model
problem based learning. Hal ini terlihat adanya perbedaan peningkatan
68
sebelum dan sesudah dilaksanakannya tindakan pada siklus I dan siklus II.
Pada siklus I hasil penelitian yang diperoleh adalah peningkatan hasil pre
test dan post test dari siklus I ke siklus II. Pre test siklus I menunjukkan
persentase sebesar 62% kemudian pada siklus II naik menjadi 64%. Kriteria
penilaian pada pretes masih tetap yaitu cukup. Post test siklus I
menunjukkan persentase sebesar 65% kemudian pada siklus II naik menjadi
81%. Terdapat kenaikan kriteria penilaian yang semula cukup kini menjadi
baik.
Pada indikator definisi dan klarifikasi masalah siklus I siswa mencapai
persentase rata-rata sebesar 63%, jumlah persentase ini dikategorikan cukup.
Kemudian pada siklus II naik menjadi 83% yang dikategorikan dalam
kriteria baik. Selanjutnya pada indikator kemampuan menilai informasi
berhubungan dengan masalah siklus I siswa mencapai 65% yang artinya
dikategorikan dalam kriteria cukup. Kemudian pada silus II naik menjadi
85% yang artinya masuk dalam kriteria baik. Indikator ketiga merancang
solusi berdasarkan masalah siklus I siswa mencapai 66% yang artinya juga
dikategorikan dalam kriteria cukup. Kemudian memasuki siklus II
meningkat menjadi 83% yang masuk dalam kriteria penilaian baik. Sehingga
dapat diartikan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
dalam menghadapi suatu permasalahan IPA.
69
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan
terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap
pada diri orang lain sesuai dengan yang diungkapkan oleh Miarso dalam
Rusmono (2012: 6).
Pembelajaran di kelas tidak terlepas dari penggunaan model, metode,
media, maupun sumber belajar. Hal itu dikarenakan penggunaan model,
metode, media, maupun sumber belajar penting dan tidak dapat dipisahkan
dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan tercipta baik dan efektif
jika proses penyampaian materi kepada siswa dapat tersampaikan dan siswa
mendapatkan pengalaman atau pembelajaran yang bermakna untuknya.
Menurut Ausubel (1963) berpendapat bahwa belajar bermakna ialah
proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitif. Struktur kognitif ialah fakta - fakta, konsep
- konsep, dan generalisasi - generalisasi yang telah dipelajari dan dingat
siswa.
Pembelajaran bermakna penting untuk didapatkan oleh semua siswa
dalam mendapatkan pengalaman belajar yang bermanfaat untuk masa
depannya. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang bisa
menciptakan pembelajaran bermakna. Dengan siswa diberikan pembelajaran
tematik, siswa akan memahami konsep – konsep yang mereka pelajari
melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain
yang telah dipahaminya.
70
Melalui proses pembelajaran, siswa belajar berbagai hal seperti
penguasaan kognitif, sikap, dan keterampilan. Sehingga dengan proses
pembelajaran, siswa mengalami perubahan perilaku sebagai hasil belajarnya.
Peran guru selain mengajar tentunya guru harus mampu mengembangkan
keterampilan – keterampilan yang ada di dalam diri siswa. Salah satu
keterampilan yang penting dikembangkan oleh guru ialah keterampilan
berpikir kritis.
Melalui model problem based learning siswa akan dilatih untuk bisa
memecahkan permasalahan yang dihadapi dan bisa mengembangkan
keterampilan berpikir kritis. Senada dengan pendapat dari Tan dalam Rusman
(2011: 229) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan
berpikir siswa betul – betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok
atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah,
menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara
berkesinambungan.
Dari pendapat di atas jelas sekali bahwa salah satu cara yang dapat guru
lakukan untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan
menerapkan model problem based learning. Apabila dilihat dari penelitian
yang telah dilakukan oleh beberapa orang tentang penerapan model problem
based learning ini bisa ditarik kesimpulan bahwa setelah menerapkan model
problem based learning ini, terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar
siswa, keterampilan berpikir kritis siswa, dan hasil belajar siswa. Sehingga
71
dengan menerapkan model problem based learning diharapkan kemampuan
berpikir dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem pada pembelajaran
tematik dapat meningkat.
Alur kerangka pemikiran dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
72
Bagan 2.3 Alur Kerangka Berpikir
Model pembelajaran yang diterapkan masih konvensional, guru belum menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan.
Siswa belum terlihat kemampuan berpikir kritis pada materi keberagaman budaya bangsaku
Guru menggunakan model problem based learning (PBL) dalam pembelajaran tematik. Sehingga siswa dilibatkan secara individu maupun kelompok dalam proses berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan yang kontekstual
Kondisi Akhir
Melalui model PBL siswa akan lebih aktif, berpikir kritis, dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik dalam subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nilem dapat meningkat.
Kondisi Akhir
Melalui model PBL siswa akan lebih aktif, berpikir kritis, dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik dalam subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nilem dapat meningkat.
Kondisi Awal
Tindakan
Siklus I
Menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi, membagi siswa secara berkelompok, memberikan konten masalah kepada siswa, membimbing siswa mencari informasi seluas – luasnya, membuat laporan, mempresentasikan laporan dan hasil karya, dan evaluasi pembelajaran.
Kondisi Akhir
Kondisi Akhir
Melalui model PBL siswa akan lebih aktif, berpikir kritis, dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik dalam subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nilem dapat meningkat.
Diduga dengan menggunakan model PBL kemampuan berpikir kritis, dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik dalam subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nilem dapat meningkat.
Siklus II
Menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi, membagi siswa secara berkelompok, memberikan konten masalah kepada siswa, membimbing siswa mencari informasi seluas – luasnya, membuat laporan, mempresentasikan laporan dan hasil karya, dan evaluasi pembelajaran.
Siklus III
Menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi, membagi siswa secara berkelompok, memberikan konten masalah kepada siswa, membimbing siswa mencari informasi seluas – luasnya, membuat laporan, mempresentasikan laporan dan hasil karya, dan evaluasi pembelajaran.
73
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jika perencanaan pembelajaran disusun dengan menggunakan model problem
based learning, maka pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem pada
subtema keberagaman budaya bangsaku akan tercapai.
2. Jika pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model problem based
learning dilaksanakan dengan baik, maka tujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem pada
subtema keberagaman budaya bangsaku akan tercapai.
3. Jika menggunakan model problem based learning, maka kemampuan
berpikir kritis siswa kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya
bangsaku akan meningkat.
4. Jika menggunakan model problem based learning, maka hasil belajar siswa
kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku akan
meningkat.