ii -...
TRANSCRIPT
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Agustus 2016
C) Muhammad Syamsud Dluha
D) Pengaruh perfeksionisme, achievement goal orientation dan jenis kelamin
terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa
E) xiv + 78 halaman + lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel perfeksionisme,
achievement goal orientation dan jenis kelamin terhadap prokrastinasi
akademik pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Subjek pada
penelitian ini berjumlah 220 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Penulis memodifikasi
alat ukur yang terdiri dari Procrastination Academic Scale-Student (PASS),
Multidimentional Pefectionism Scale (MPS), Achievement Goal Orientation
Scale oleh Elliot & McGregor. CFA (Confirmatory Factor Analysis)
digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan Multiple Regression Analysis
digunakan sebagai teknik untuk menguji hipotesis penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh dari socially
prescribe perfectionism terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 14.5%. Mahasiswa yang mendapat
tuntutan kesempurnaan terlalu tinggi oleh orang-orang di sekitarnya
cenderung melakukan penundaan dalam tugas-tugas akademik.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali
dan dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan lebih
memperhatikan alat ukur yang digunakan dalam mengukur sebuah variabel.
Selain itu, untuk penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain yang
mungkin mempunyai pengaruh besar terhadap prokrastinasi akademik pada
mahasiswa.
G) Bahan bacaan: 35; 3 buku + 32 jurnal
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) August 2016
C) Muhammad Syamsud Dluha
D) The effect of perfectionism, achievement goal orientation, and sex difference
toward students academic procrastination
E) xiv + 78 pages + appendix
F) This aims study to seek the effect of variable perfectionism, achievement goal
orientation, and sex difference toward academic procrastination among UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta students. The subjects in this research are 220
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta’s students which were taken with cluster
random sampling techniques. The writer modified the scales which consist of
procrastination Academic Scale-Student (PASS), Multidimentional
Perfectionism Scale (MPS), Achievement Goal Orientation Scale by Elliot &
McGregor. CFA (Confirmatory Factor Analysis) was used to test the validity
of instruments and Multiple Regression Analysis was used as a technique to
test the research hypothesis.
The result of the research showed that there’s an effect of socially
prescribe perfectionism on academic procrastination among UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta students at 14.5%. The students who received higher
level of perfectionism enforcement from surrounded society tend to conduct
procrastination in academic assignments.
The writer hopes the implication of this research’s result can be re-
examined and redeveloped for future research. For example, by focusing on
scales or measurement instruments which are used in measuring a variable.
Moreover, it is expected that the future research could add more variables that
may have a big influence toward academic procrastination among students.
G) Reference: 35; 3 book + 32 journals
vii
KATiA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahirabbilalamin. Rasa syukur yang luar biasa peneliti panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap
saat, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
perfeksionisme, achievement goal orientation dan jenis kelamin terhadap
prokrastinasi akademik mahasiswa”. Shalawat serta salam tak lupa pula peneliti
hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga
kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah peneliti untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2014-2019, beserta jajarannya atas doa dan
dukungannya terhadap semua mahasiswa-mahasiswinya.
2. Solicha, M.Si, dosen pembimbing skripsi dengan kesabaran dan
kesungguhan telah memberikan banyak saran dan kritik kepada peneliti
selama masa penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas waktu yang
berharga untuk membimbing dan memberikan masukan kepada peneliti.
3. Liany Luzvinda, M.Si, dosen pembimbing akademik kelas C angkatan
2011 serta seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
viii
Jakarta yang selalu memberikan bimbingan, nasihat, semangat, dan
masukan kepada peneliti selama menempuh studi.
4. Para Responden yang sudah bersedia mengisi kuesioner untuk keperluan
data peneliti. Semoga Allah memberikan kebahagiaan dan membalas
kebaikan responden.
5. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu dan wawasan bagi peneliti. Para staff Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan
kemudahan bagi peneliti dalam proses administrasi.
6. Orang tua dan ketiga adik peneliti, Almarhum Bapak Mussadat Khudlori,
Ibu Aminatun Habibah, adik Idang, Ayit, Safa dan juga seluruh keluarga
besar peneliti yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, pengertian,
perhatian, dan dukungan baik moril maupun materiil.
7. Sahabat baik peneliti Udin, Samsi, Rekat, Raden, Rafei, Zikri, Egi, Rafe’i,
Fahri, Budi, Lia, Qutbi, Aul, Nayla, Mahachala, Image, Komunitas diskusi
Dpr dan lainnya terimakasih banyak atas dukungan dan diskusinya yang
mencerdaskan.
8. Seluruh angkatan 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014
yang memberikan bantuan, dukungan, canda tawanya kepada peneliti.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
berkontribusi dalam penelitian ini. Pencapaian ini tidak akan terwujud
tanpa bantuan dari kalian semua.
ix
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut
berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, sangat besar harapan peneliti
semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi peneliti
dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk
mengeksplorasinya lebih lanjut.
Jakarta, 4 Agustus 2016
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................ 9
1.2.1 Pembatasan masalah ..................................................................... 9
1.2.2 Perumusan masalah ........................................................................ 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 11
1.3.1 Tujuan penelitian .......................................................................... 11
1.3.2 Manfaat penelitian ........................................................................ 12
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................... 14
2.1 Prokrastinasi Akademik .......................................................................... 14
2.1.1 Pengertian prokrastinasi akademik ................................................ 14
2.1.2 Jenis-jenis prokrastinasi akademik ................................................ 16
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik .......... 18
2.1.6 Pengukuran prokrastinasi akademik .............................................. 19
2.2 Perfeksionisme ......................................................................................... 21
2.2.1 Pengertian perfeksionisme ............................................................. 21
2.2.2 Dimensi perfeksionisme ................................................................. 21
2.2.3 Pengukuran perfeksionisme ........................................................... 23
2.3 Achievement Goal Orientation ................................................................. 24
2.3.1 Pengertian Achievement Goal Orientation .................................... 24
2.3.2 Dimensi-dimensi Achievement Goal Orientation .......................... 25
2.3.3 Pengukuran Achievement Goal Orientation .................................. 27
2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................... 29
2.5 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 33
BAB 3 METODE PENELITIAN................................................................... 35
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................................ 35
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ........................... 35
3.2.1 Identifikasi variabel ...................................................................... 35
3.2.2 Definisi operasional variabel ........................................................ 36
3.3 Instrumen Pengumpulan Data .................................................................. 38
xi
3.3.1 Skala prokrastinasi akademik ........................................................ 39
3.3.2 Skala perfeksionisme ..................................................................... 40
3.3.3 Skala achievement goal orientation ............................................... 40
3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................. 40
3.4.1 Uji validitas alat ukur prokrastinasi akademik ............................... 42
3.4.2 Uji validitas alat ukur self-oriented perfectionism ......................... 44
3.4.3 Uji validitas alat ukur other oriented perfectionism ...................... 45
3.4.4 Uji validitas alat ukur socially prescribe perfectionism................. 47
3.4.5 Uji validitas alat ukur mastery approach ....................................... 48
3.4.6 Uji validitas alat ukur mastery avoidance ...................................... 49
3.4.7 Uji validitas alat ukur performance approach ............................... 50
3.4.8 Uji validitas alat ukur performance avoidance .............................. 51
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................... 52
3.6 Prosedur Penelitian .................................................................................. 54
BAB 4 HASIL PENELITIAN ....................................................................... 56
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ........................................................ 56
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .......................................................................... 56
4.3 Kategorisasi skor variabel ........................................................................ 58
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian .................................................................. 60
4.5 Analisis Proporsi Varians pada Masing-Masing Independent Variable .. 64
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ....................................... 67
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 67
5.2 Diskusi ..................................................................................................... 67
5.3 Saran ........................................................................................................ 73
5.3.1 Saran teoritis .................................................................................. 73
5.3.2 Saran praktis ................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 76
LAMPIRAN ................................................................................................... 79
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Bobot Nilai Tiap Item ..................................................................... 38
Tabel 3.2 Blue print skala prokrastinasi akademik ......................................... 39
Tabel 3.3 Blue print skala perfeksionis .......................................................... 39
Tabel 3.4 Blue print skala achievement goal orientated ................................ 40
Tabel 3.5 Muatan faktor item prokrastinasi akademik ................................... 43
Tabel 3.6 Muatan faktor item self-oriented perfectionism ............................. 45
Tabel 3.7 Muatan faktor item other oriented perfectionism ........................... 46
Tabel 3.8 Muatan faktor item socially prescribe perfectionism ..................... 48
Tabel 3.9 Muatan faktor item mastery approach ........................................... 49
Tabel 3.10 Muatan faktor item mastery avoidance .......................................... 50
Tabel 3.11 Muatan faktor item performance approach .................................... 51
Tabel 3.12 Muatan faktor item performance avoidance .................................. 52
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasrkan Jenis Kelamin ............... 56
Tabel 4.2 Analisis deskriptif ........................................................................... 57
Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Penelitian........................................................... 58
Tabel 4.4 Tabel R Square ............................................................................... 60
Tabel 4.5 Anova.............................................................................................. 61
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ........................................................................... 62
Tabel 4.7 Proporsi varians independen variabel ............................................. 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir……………………………………............. 33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat Ukur Penelitian ............................................................... 79
Lampiran 2 : Syntax CFA dan Path Diagram............................................... 84
Lampiran 3 : Output Regresi Stepwise ......................................................... 90
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku prokrastinasi pada umumnya digambarkan sebagai kesulitan individu
dalam melaksanakan tugas sehari-hari karena ketidakmampuan untuk mengatur
waktu dan manajemen yang efektif (Ferrari, 2005). Penundaan perilaku sehari-
hari tersebut dapat terjadi pada semua kalangan. Karyawan sering menunda
menyelesaikan tugas karena malas, sehingga tugas menjadi menumpuk dan
terbengkalai. Penelitian Mawlida (2014) menemukan 71.9% karyawan di
Jabodetabek merupakan prokrastinator tingkat sedang dan 12.9% merupakan
prokrastinator kategori tinggi. Penyebab prokrastinasi terjadi akibat impulsiveness
dan self-efficacy (Mawlida, 2014).
Pada bidang akademik, hambatan terbesar yang dihadapi mahasiswa adalah
tugas menulis seperti skripsi, jurnal, dan makalah. Menurut Salomon dan
Rothblum (1984) frekuensi penundaan terjadi dalam 46% tugas menulis, 30,1%
tugas membaca, 27,6% tugas belajar untuk ujian, 23% dalam menghadiri aktivitas
kelas, 10,6% dalam tugas administrasi, dan 10,2% dalam kinerja akademik
keseluruhan.
Tingkat prokrastinasi pada mahasiswa sudah berada pada level yang
mengkhawatirkan. Ellis dan Knaus (dalam Salomon & Rothblum, 1984)
menyatakan bahwa 95% mahasiswa melakukan prokrastinasi. Balkis dan Duru
(2009) menyatakan 23% mahasiswa melakukan prokrastinasi akademik.
2
Penelitian mengenai prokrastinasi akademik di Indonesia menemukan
bahwa 65.1% mahasiswi di IIQ masuk dalam pelaku prokrastinasi akademik
kategori tinggi (Hasanah, 2013). Dwisepti (2014) menemukan 40.6%
prokrastinator kategori tinggi pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian-penelitian lain pada mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
menemukan bahwa 68.5% mahasiswa menjadi prokrastinator dalam kategori
sedang dan 14.5% pada katogori tinggi (Hanifah, 2012). Pada tahun 2013, Putri
menemukan 70.59% prokrastinator dalam kategori sedang dan 16.58%
prokrastinator dalam kategori tinggi (Putri, 2013). Nurfaizin (2014) menemukan
67.4% prokrastinator pada kategori sedang dan 16.4% prokrastinator kategori
tinggi pada 285 mahasiswa di Fakultas Psikologi UIN Syarif HIdayatullah
Jakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik
masih menjadi permasalahan yang belum bisa diatasi. Padahal perilaku menunda-
nunda berakibat negatif terhadap mahasiswa. Sehingga menjadi hal yang penting
dilakukan penelitian mengenai prokrastinasi akademik.
Salomon dan Rothblum (1984) mendefinisikan prokrastinasi sebagai
tindakan menunda mengerjakan tugas secara sengaja sampai pada titik
ketidaknyamanan subjektif. Menurut Ferarri, Johnson dan McCown (dalam
Todok, 2008) mahasiswa yang memiliki kecenderungan melakukan prokrastinasi
cenderung mengalami keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan
waktu antara dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih
menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
3
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi prokrastinasi akademik, diantaranya perfeksionisme (Bong et al.,
2014), achievement goal orientation (Howwel & Watson, 2007), self-confidence
dan kecemasan (Salomon & Rothblum, 1984), rendahnya self-esteem, self-
regulation, dan self-efficacy for self-regulation (Klassen et. al., 2008),
prokrastinasi umum (Sirin, 2011). Perkembangan penelitian di Indonesia
menemukan bahwa perilaku penundaan dalam bidang akademik dipengaruhi oleh
self-efficacy (Indrayati, 2012; Maula, 2012; Hanifah, 2012; Mustikaningsih,
2013), self-regulation (Hanifah, 2012), kecemasan (Mustikaningsih, 2013; Reza
2013), behavior control (Mustikaningsih, 2013), decisional control dan locus of
control (Nurfaizin, 2014), kepribadian conscientiousness (Hasanah, 2013; Maula,
2012), perfeksionisme (Gunawinata, Nanik & Lasmono, 2008; Indrayati, 2012),
self-regulate learning dan asertifitas (Dwisepti, 2014), motivasi berprestasi dan
kecemasan akademik (Febriana, 2013).
Salah satu faktor internal yang sering memberikan pengaruh signifikan
terhadap prokrastinasi akademik adalah self-efficacy. Penelitian menunjukkan
pengaruh negative self-efficacy terhadap prokrastinasi akademik dengan arah
negatif (Klassen, Krawchuk & Rajani, 2008; Indrayati, 2012; Maula, 2012;
Hanifah, 2012; Mustikaningsih, 2013). Indrayati (2012) menemukan pengaruh
negatif dimensi strength dan level/magnitude terhadap prokrastinasi akademik,
artinya keyakinan seseorang akan meraih kesuksesan dan kemampuan dirinya
untuk mengatasi masalah dapat menurunkan perilaku prokrastinasi akademik.
4
Penelitian lain menemukan pengaruh trait terhadap prokrastinasi
akademik. Tipe kepribadian counscientiousness memiliki pengaruh negatif
terhadap prokrastinasi akademik (Maula, 2012). Karakter counscientiosness
adalah keteraturan, bertanggung jawab, terkontrol dan terencana. Individu yang
tidak memilki perencanaan terstruktur akan memiliki alasan untuk melakukan
prokrastinasi (Maula, 2012).
Selain itu, faktor internal lain yang mempengaruhi prokrastinasi akademik
adalah perfeksionis (Gunawinata dkk, 2008; Capan, 2010; Indrayati, 2012).
Perfeksionisme adalah keinginan untuk mencapai kesempurnaan diikuti dengan
standar yang tinggi untuk diri sendiri, standar yang tinggi untuk orang lain, dan
percaya bahwa orang lain memiliki pengharapan kesempurnaan untuk dirinya dan
memotivasi (Hewwit & Flet, 1991).
Perfeksinonisme bisa berpengaruh positif dan negatif. Seorang
perfeksionis mampu menghasilkan produk dengan standar tinggi sesuai harapan
sosisal. Namun, perfeksionisme membuat seseorang enggan untuk menyelesaikan
tugas karena merasa tidak mampu mencapai standar tinggi (Gunawinata dkk.,
2008). Seorang perfeksionis yang takut berbuat kesalahan justru mendapat nilai
buruk ketika mengerjakan tugas menulis paper. Perfeksionis merupakan hasil
bentukan lingkungan sosialnya karena mereka yakin orang lain memiliki standar
yang tidak realistis dan motif perfeksionis terhadap perilakunya. Seorang
perfeksionis menerima orang lain untuk mengontrol dirinya (Gunawinata dkk,
2008).
5
Frost, Marten, Lahart, dan Rosenblate (1990) mengidentifikasi terdapat 6
dimensi perfeksionis: yaitu fokus pada kesalahan, standar tinggi, ekspektasi orang
tua, kritik orang tua, keraguan, dan organisasi. Semua dimensi selain dimensi
organisasi, berkorelasi positif pada rasa takut akan kegagalan. Dimensi tersebut
menimbulkan gejala maladaptif seperti depresi, obsessive-compulsive disorder,
perasaan bersalah, dan prokrastinasi. Selaras dengan penelitian tersebut, Burka
dan Yuen (1989) menyatakan bahwa perfeksionis menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi prokrastinasi.
Beberapa peneliti telah menguji pengaruh perfeksionisme terhadap
prokrastinasi akademik. Indrayanti (2012) yang menggunakan subjek mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ditemukan pengaruh negatif
yang signifikan antara self-oriented perfectionism terhadap prokrastinasi. Jadi,
semakin tinggi self-oriented perfectionism maka semakin rendah prokrastinasi.
Namun tidak terdapat pengaruh signifikan dari aspek other oriented perfectionism
dan socially prescribe perfctionism terhadap prokrastinasi. Penelitian Bong et. al.
(2014) juga menemukan terdapat pengaruh negatif antara self-oriented
perfectionism terhadap prokrastinasi akademik. Sementara socially prescribe
perfctionism berpengaruh positif terhadap prokrastinasi akademik (Bong et. al.,
2014). Terdapat korelasi negatif antara self-oriented perfectionism dengan
prokrastinasi akademik, namun other-oriented perfectionism dan socially
prescribe perfectionism berkorelasi positif terhadap prokratinasi akademik
(Gunawinata dkk, 2008).
6
Mengingat pengaruh perfeksionisme terhadap prokrastinasi akademik
yang belum konsisten, peneliti tertarik untuk menggunakan perfeksionisme
sebagai independent variable. Terutama untuk melihat arah pengaruh dari other
oriented perfectionism terhadap prokrastinasi akademik, karena belum ada
penelitian yang menemukan pengaruhnya secara signifikan.
Selain perfeksionis, achievement goal orientation juga ditemukan
memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Howwell dan Watson (2007)
pernah melakukan penelitian pengaruh achievement goal orientation terhadap
prokrastinasi akademik pada 170 mahasiswa Psikologi semester 8 di Kanada.
Penelitian terdahulu terkait dimensi-dimensi achievement goal orientation
terhadap prokrastinasi akademik memberikan hasil yang tidak konsisten.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, performance orientation memiliki pengaruh
positif terhadap prokastinasi akademik (Wolters, 2003; Elliot & McGregor, 2002;
dalam Howwel & Watson, 2006). Hasil ini berbeda dengan penelitian dari
Howwel dan Watson (2006), penelitian tersebut tidak menemukan pengaruh
signifikan dari performance orientation terhadap prokrastinasi akademik.
Achievement goal orientation merupakan karakteristik motivasi
berprestasi. Menurut Pitrinch (2008), goal orientation adalah tujuan atau alasan
yang digunakan dalam berperilaku. Elliot dan Dweck (dalam Ames, 1992)
mendefinisikan achievment goal orientation sebagai suatu proses yang melibatkan
kognitif, afektif dan konsekuensi perilaku. Menurut Weiner (dalam Ames, 1992)
achievment goal orientation merupakan pola keterkaitan antara keyakinan,
atribusi dan afeksi yang menghasilkan intensitas perilaku. Hal tersebut
7
ditunjukkan melalui perbedaan cara dalam mendekati, memproses, dan merespon
berbagai jenis aktivitas berprestasi (Ames 1992). Mahasiswa memiliki cara yang
berbeda satu sama lain untuk menggapai prestasi yang didasari oleh perbedaan
emosi, kognitif dan perilaku (Covington, 2000, dalam Howell & Watson, 2007).
Klasifikasi dimensi achievement goal orientation pada awalnya hanya
terbagi menjadi dua, learning/mastery orientation (fokus pada peningkatan
kompetensi diri) dan performance orientation (fokus pada usaha mendapatkan
pengakuan sosial). Namun pada perkembangan selanjutnya, Elliot dan McGregor
(2001) mengembangkan menjadi empat dimensi achievement goal orientation
yang didapatkan melalui penggabungan antara dimensi Mastery dan Performance
dengan Approach dan Avoidance. Mastery approach merujuk pada keinginan
untuk menguasi apa yang memang ingin dipelajari untuk mencapai keberhasilan.
Matery-avoidance merupakan motivasi untuk tidak menguasai apa yang ingin
dipelajari untuk menolak kegagalan. Sedangkan performance approach
merupakan motivasi untuk mencapai hasil lebih baik daripada orang lain dengan
harapan pencapaian kesuksesan, dan performance avoidance merupakan
keinginan untuk menghindari hasil yang lebih buruk daripada orang lain untuk
menghindari kegagalan (Elliot & McGregor, 2001).
Peneliti tertarik menjadikan achievement goal orientation sebagai
independent variable yang akan diuji pengaruhnya terhadap prokrastinasi
akademik. Peneltian mengenai pengaruh achievement goal orientation terhadap
prokrastinasi akademik dengan menggunakan empat dimensi dari Elliot dan
McGregor masih sangat minim, acuan penelitian terdahulu hanya dari Howwell
8
dan Watson (2007). Peneliti ingin melihat perbedaan approach dan avoidance
dalam orientasi belajar individu.
Terkait hubungan jender terhadap prokrastinasi, sebagian besar penelitian
mengindikasikan tidak adanya perbedaan perilaku prokrastinasi berdasarkan jenis
kelamin (Salomon & Rothblum, 1984, Ferrari, 2005). Penelitian yang lebih baru
terhadap mahasiswa fakultas pendidikan di Universitas Pamukkale, menemukan
bahwa mahasiswa laki-laki memiliki kecenderungan prokrastinasi lebih tinggi
dibandingkan perempuan dengan korelasi negatif antara prokrastinasi dengan
usia, artinya ketika usia bertambah maka tingkat prokrastinasi turun (Balkis &
Duru, 2009). Eerde (2003) juga menemukan bahwa perilaku prokrastinasi lebih
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Dari uraian data di atas, akhirnya peneliti memilih untuk melakukan
penelitian tentang prokrastinasi akademik pada mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Hal ini karena pentingnya mengurangi perilaku menunda-
nunda mengerjakan tugas di kalangan mahasiswa. Salah satu indikasi keberhasilan
pendidikan suatu perguruan tinggi adalah jumlah mahasiswa yang dapat lulus
tepat waktu sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai “Pengaruh Perfeksionisme, Achievement Goal
Orientation dan Jenis Kelamin terhadap Prokrastinasi Akademik
Mahasiswa”.
9
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan
perfeksionisme, achievement goal orientation dan faktor demografis serta
pengaruhnya terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa. Adapun pengertian
konsep yang digunakan:
1. Prokrastinasi akademik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan
mahasiswa dalam menunda mengerjakan tugas akademik secara sengaja
sampai pada titik ketidaknyamanan subjektif. Dalam penelitian ini merujuk
pada pendapat Salomon dan Rothblum (1984) dengan enam jenis tugas
akademik yaitu menulis, belajar untuk menghadapi ujian, membaca,
administrasi, menghadiri pertemuan akademik dan aktifitas di kampus secara
umum.
2. Perfeksionisme yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada suatu
keinginan untuk mencapai kesempurnaan diikuti dengan standar yang tinggi
untuk diri sendiri, standar yang tinggi untuk orang lain, dan percaya bahwa
orang lain memiliki pengharapan kesempurnaan untuk dirinya dan
memotivasi. Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat Hewwit dan Flet
(1991) yang membagi ke dalam tiga dimensi yaitu self-oriented perfectionism,
other oriented perfectionism dan socially prescribe perfectionism.
3. Achievement goal orientation dalam penelitian ini dibatasi pada tujuan atau
alasan yang digunakan dalam berperilaku Pintrinch (2008). Dalam penelitian
ini merujuk pada teori Elliot dan McGregor (2001) yang dimensinya meliputi
10
mastery approach, mastery avoidance, performance approach dan
performance avoidance.
4. Faktor Demografis dalam penelitian ini adalah jenis kelamin.
5. Subjek penelitian ini dibatasi pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang tercatat aktif kuliah strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2009-2011.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari dimensi-dimensi
perfeksionisme, achievement goal orientation dan jenis kelamin terhadap
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta?
2. Berapa sumbangan masing-masing dimensi perfeksionisme dan achievement
goal orientation terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta?
3. Variabel apa yang memberikan sumbangan paling besar terhadap prokrastinasi
akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta?
11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah:
1. Untuk melihat pengaruh self-oriented perfectionism terhadap prokrastinasi
akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Untuk melihat pengaruh other oriented perfectionism terhadap prokrastinasi
akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Untuk melihat pengaruh socially prescribed perfectionism terhadap
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Untuk melihat pengaruh mastery approach terhadap prokrastinasi akademik
pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Untuk melihat pengaruh mastery avoidance terhadap prokrastinasi akademik
pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Untuk melihat pengaruh performance approach terhadap prokrastinasi
akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Untuk melihat pengaruh performance avoidance terhadap prokrastinasi
akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta?
12
8. Untuk melihat pengaruh variabel demografis jenis kelamin terhadap
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Untuk melihat berapa sumbangan masing-masing dimensi perfeksionisme dan
achievement goal orientation terhadap prokrastinasi akademik pada
mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Untuk melihat variabel yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
psikologi, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan. Diharapkan dapat
memberikan informasi dan gambaran yang semakin bervariasi pada tema
penelitian mengenai prokrastinasi akademik dan faktor yang
mempengaruhinya serta menjadi bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya
yang relevan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengalami
permasalahan penundaan dalam penyelesaian tugas-tugas akademik. Sebagai
gambaran mengenai dampak negatif prokrastinasi akademik seperti rasa putus
asa, kesal, cenderung menyalahkan diri sendiri, mengalami masalah yang
berhubungan dengan lingkungan sosial, sehingga mahasiswa dapat menjadi
13
pribadi yang dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan tepat waktu khususnya
dalam bidang akademik.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Prokrastinasi Akademik
2.1.1 Pengertian prokrastinasi akademik
Definisi prokrastinasi adalah menunda, menangguhkan, mengundurkan,
memperlama. Secara epistimologi berasal dari dua kata bahasa latin yaitu pro
yang berarti mendorong maju atau bergerak, dan cratinus yang berarti keputusan
hari esok dengan kata lain disebut menangguhkan sampai hari berikutnya (Burka
& Yuen, 2008). Burka dan Yuen (2008) juga menyatakan tentang dua istilah
prokrastinasi menurut bangsa Mesir, pertama sebagai suatu kebiasaan tidak
berguna dengan menghindari suatu pekerjaan atau usaha, sehingga membuang-
buang energi. Kedua, prokrastinasi merupakan perilaku malas dalam
menyelesaikan pengerjaan tugas penting, sehingga terjerumus dalam lingkaran
arus sungai Nil.
Prokrastinasi adalah kekurangan kemampuan regulasi diri dan
kecenderungan menunda yang diperlukan dalam menyelesaikan tujuan (Ellis &
Knaus, 1977, dalam Chu & Choi, 2005). Prokrastinasi menurut Steel (2007)
adalah tindakan menunda secara sengaja meskipun mengetahui tindakan menunda
dapat berdampak buruk.
Individu yang melakukan prokrastinasi akademik akan memiliki dampak
dan masalah serius. Burka dan Yuen (2008) menjelaskan mengenai dampak bagi
prokrastinator, yaitu:
15
1. Dampak internal
Individu yang melakukan prokrastinasi memiliki dampak internal.
Prokrastinator akan merasa terganggu, kesal dan menyalahkan diri sendiri
serta putus asa. Individu dengan prokrastinasi mungkin saja terlihat baik dan
nyaman menurut pengamat orang lain, namun sebenarnya mereka merasa
sedih. Perilaku prokrastinasi menyebabkan mereka frustasi dan marah
terhadap diri sendiri karena membatasi mereka untuk melakukan semua hal
dalam pikiran.
2. Dampak eksternal
Selain faktor internal, prokrastinasi juga memberikan konsekuensi eksternal.
Individu yang melakukan prokrastinasi sering kali emrasa kaget, karena
ketidaksesuaian antara harapan dan hasil yang mereka dapat. Banyak
prokrastinator akan mengalami kemunduran dalam lingkungan pekerjaan,
sekolah, hubungan, dan keluarga.
Prokastinasi yang dilakukan dalam dunia pendidikan disebut prokrastinasi
akademik. Jika prokrastinasi pada umumnya fokus pada penundaan dalam
membuat keputusan, prokrastinasi akademik cenderung pada tindakan menjauhi
tugas (Balkis & Duru, 2009). Salomon dan Rothblum (1984) mendefinisikan
prokrastinasi sebagai tindakan menunda mengerjakan tugas secara sengaja sampai
pada titik ketidaknyamanan subjektif. Prokrastinasi akademik adalah penundaan
karena ketidakmampuan melakukan kinerja secara optimal ketika mengerjakan
tugas akademik akibat adanya tekanan psikis (Jiao, Qun, DaRos-Voseles, Denise,
Kathleen & Onwuwgbuzie, 2011).
16
Dari berbagai definisi yang dijabarkan oleh para ahli di atas, penelitian
menggunakan definisi yang dijabarkan oleh Salomon dan Rothblum (1984) yang
menjelaskan bahwa prokrastinasi sebagai tindakan menunda mengerjakan tugas
secara sengaja sampai pada titik ketidaknyamanan subjektif.
2.1.2 Jenis-jenis prokrastinasi akademik
Salomon dan Rothblum (1984) membagi prokrastinasi akademik menjadi enam
jenis, yaitu:
1. Menulis
Tugas menulis atau mengarang meliputi penundaan dalam menyelesaikan
tugas menulis, seperti makalah atau skripsi.
2. Belajar untuk menghadapi ujian
Tugas belajar untuk menghadapi ujian meliputi penundaan belajar sampai
mendekati waktu ujian berlangsung.
3. Membaca
Tugas membaca meliputi penundaan dalam membaca materi perkuliahan.
4. Administrasi
Tugas administrasi meliputi penundaan dalam menyelesaikan urusan
administrasi yang berkaitan dengan perkuliahan.
5. Menghadiri pertemuan
Tugas menghadiri pertemuan meliputi penundaan dalam mengikuti
perkuliahan dan bimbingan dengan dosen.
17
6. Aktifitas di Kampus secara umum
Aktifitas akademik secara keseluruhan meliputi penundaan mengerjakan atau
menyelesaikan kegiatan-kegiatan kampus di luar perkuliahan seperti
ektrakuliler dan organisasi di bawah naungan kampus.
Burka dan Yuen (2008) menjelasakan ciri-ciri prokrastinator yang
memiliki ikatan statistika paling kuat, yaitu:
1. Intention - Action Gap (kesenjangan antara tujuan dan tindakan)
Dimensi ini mengindikasikan kegagalan seseorang bertindak sesuai dengan
niatnya (walaupun seseorang yang melakukan prokrastinasi merencanakan
untuk bekerja lebih keras daripada yang lain).
2. Low Conscientiousness (kurangnya kesungguhan)
Seseorang yang melarikan diri dari tugas mengalami kesulitan dalam
ketekunan serta mengalami motivasi yang rendah untuk berprestasi. Seorang
prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi
menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktifitas lain yang
dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca
koran atau majalah, mengobrol, berjalan-jalan, mendengarkan musik dan
sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas
yang harus diselesaikannya.
3. Poor Self – Discipline (rendahnya kedisiplinan)
Dimensi ini mengindikasikan kemampuan disiplin yang rendah pada
seseorang dalam mengatur dan merencanakan tugas pekerjaannya.
Prokrastinator umumnya memiliki kesulitan dalam mengontrol keinginan
18
untuk melakukan sesuatu di luar pekerjaannya seperti mendahulukan hal yang
bersifat hiburan.
Steel (2007) juga menjelaskan ciri-ciri individu yang melakukan
prokrastinasi akademik, yaitu:
1. Individu yang melakukan prokrastinasi tidak memiliki kepercayaan diri untuk
dapat menyelesaikan tugas.
2. Seorang prokrastinator tidak merasa ada alasan penting untuk segera
menyelesaikan tugas.
3. Individu dengan prokrastinasi akademik tidak dapat merasa puas dengan
keuntungan yang akan didapat setelah melakukan tugas.
4. Seorang prokrastinator akan merasa frustasi, marah dan bosan terhadap tugas.
Penelitian ini menggunakan jenis-jenis prokrastinasi yang dipaparkan oleh
Salomon dan Rothblum (1984).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik
Steel (2007) berpendapat terdapat 4 mempengaruhi prokrastinasi, yaitu:
1. Karakteristik Tugas
Waktu pemberiaan Reward dan Punsihment berpengaruh terhadap intensitas
prokrastinasi. Ketika tugas mendekati deadline, prokrastinasi cenderung
menurun. Selain itu Task Aversiveness, ketika tugas dianggap tidak
menyenangkan, ada kencederungan untuk mengindari tugas.
2. Perbedaan Individual
Steel meneliti 5 tipe kepribadian individu, yaitu neuroticism, openness to
experience, agreeableness, extroversion, dan conscientiousness. Penelitian
19
dari banyak literartur ditemkan pengaruh yang berbeda-beda dari setiap
karakter terhadap perilaku prokrastinasi.
3. Hasil/Dampak
Steel dalam konteks ini berbicara mengenai term mood dan performance.
Seseorang cenderung melakukan prokrastinasi sebagai dampak dari apa yang
dirasakan dan raihan prestasi.
4. Demografi
Munculnya perilaku prokrastinasi tidak hanya terjadi karena faktor internal
saja, faktor demografis juga berdampak pada munculnya perilaku
prokrsatinasi. Eerde (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin, usia, dan
pendidikan berdampak pada penundaan. Selain itu, mahasiswa dari berbagai
kalangan yang berbeda seperti mahasiswa Inggris dengan Australia, memiliki
dampak terhadap perilaku penundaan.
Sedangkan Burka dan Yuen (2008) mengatakan terbentuknya tingkah laku
prokrastinasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu konsep diri, tanggung jawab,
keyakinan diri dan kecemasan terhadap evaluasi yang akan diberikan, kesulitan
dalam mengambil keputusan, pemberontakan terhadap kontrol dari figur otoritas,
kurangnya tuntutan dari tugas, standar yang terlalu tinggi mengenai kemampuan
individu atau perfeksionisme.
2.1.4 Pengukuran prokrastinasi akademik
Terdapat beberapa teknik yang sering digunakan dalam mengukur tingkat
prokrastinasi akademik, diantaranya:
20
1. Procrastination Assessment Scale-Students (PASS), dikembangkan oleh
Salomon dan Rothblum (1984). Alat ukur ini dikembangkan untuk mengukur
frekuensi kognitif dan perilaku prokrastinasi akademik dalam lingkup
mahasiswa.
2. Tuckman’s Procrastination Scale (TPS), dikembangkan oleh Tuckman
(1991). Alat ukur ini dikembangkan untuk melihat kecenderungan mahasiswa
melakukan prokrastinasi dalam menyelesaikan tuntutan tugas akademik.
Skala ini mengukur keyakinan seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan
baik, kemampuan dalam menunda kebahagiaan, dan frekuensi menyalahkan
faktor eksternal saat gagal menyelesaikan tugas.
3. Aitken’s Procrastination Inventory (API), dikembangkan oleh Aitken (1982).
Alat ukut ini dikembangkan untuk melihat kecenderungan melakukan
penundaan dalam tugas menulis dan belajar menjelang ujian.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Procrastination
Assessment Scale-Student (PASS) yang dikembangkan oleh Salomon dan
Rothblum (1984), karena alat ukur ini memiliki enam dimensi yang dapat
mengukur prokrastinasi akademik secara lebih luas. PASS terdiri dari dua bagian,
bagian pertama mengukur prevalensi akademik dalam enam bidang akademik.
Bagian kedua menilai alasan untuk menunda. Jumlah keseluruhan item PASS
terdapat 44 item, terbagi dalam 18 item pada bagian pertama, dan 26 item di
bagian kedua. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan 18 item pada
bagian pertama yang mengukur prokrastinasi dalam enam bidang akademik.
PASS menggunakan skala model Likert dengan rentang nilai 5 poin untuk
21
mengukur tingkat kecenderungan individu dalam melakukan prokrastinasi
akademik.
2.2 Perfeksionisme
2.2.1 Pengertian perfeksionisme
Frost et al. (1990) mendefinikan perfeksionisme sebagai standar kinerja yang
tinggi dengan disertai kecenderungan evaluasi yang terlalu kritis terhadap diri
sendiri. Hewwit dan Flet (1991) mendefinisikan perfeksionisme sebagai keinginan
untuk mencapai kesempurnaan diikuti dengan standar yang tinggi untuk diri
sendiri, standar yang tinggi untuk orang lain, dan percaya bahwa orang lain
memiliki pengharapan kesempurnaan untuk dirinya dan memotivasi. Sedangkan
Gunawinata dkk. (2008) menyatakan perfeksionisme adalah aktualisasi diri ideal
dengan ambisi dan tujuan yang terlalu tinggi, tuntutan kesempurnaan yang
berlebihan, serta tidak dapat menemukan sesuatu yang tidak sempurna.
2.2.2 Dimensi perfeksionisme
Hamcheck (dalam Frost et al., 1990) membagi perfeksionisme menjadi dua
dimensi, yaitu:
1. Perfeksionisme Normal
Perfeksionisme Normal merupakan penetapan standar realistis yang mengarah
pada peraihan kesuksesan.
2. Perfeksionisme Neurotik
Perfeksionisme neurotik merupakan penetapan standar yang terlampau tinggi
dan fokus untuk menghindari kesalahan walaupun sangat kecil, sehingga
merasa tidak pernah puas akan hasil kerjanya. Mereka menetapkan standar
22
diluar batas kemampuannya, impikasinya seorang perfeksionis menjadi
depresi.
Perfeksionisme dalam klasifikasi Hewwit dan Flet (1991), dapat dijelaskan
dalam tiga dimensi perfeksionisme, yaitu:
1. Self-oriented Perfectionism, berorientasi pada diri sendiri. Merupakan upaya
pribadi untuk menetapkan standar dirinya sendiri. Terkadang standar tersebut
tidak realistis dan menjadi tuntutan yang berlebihan bagi individu untuk
mencapai keinginannya.
2. Other-oriented Perfectionism, yaitu berorientasi pada orang lain. Merupakan
kepercayaan dan harapan individu akan standar yang tinggi terhadap
kapabilitas orang lain. Individu meletakkan standar yang tinggi terhadap orang
lain dengan mengevaluasi perilaku dan cara kerja mereka untuk mencapai
standar tersebut. Individu menilai orang lain secara keras sesuai standar
pribadinya yang tinggi dan standar tersebut sulit bagi orang lain untuk
mencapainya. Individu juga tidak percaya dan mengharap bantuan dari orang
lain yang tidak sesuai dengan standar pribadinya.
3. Socially Prescribe Perfectionism, yaitu harapan orang lain akan standar yang
tinggi pada diri individu. Merupakan kepercayaan dan harapan
orang/masyarakat yang tidak realistis pada orang lain dengan selalu
mengontrol secara ketat dan menekan orang untuk menjadi sempurna.
Individu meyakini adanya tuntutan standar yang tinggi dari orang lain dan
menjadikannya sebagai tekanan dan beban yang berlebihan. individu merasa
keluarga dan teman-temannya selalu mengharapkan hal yang sempurna atas
23
dirinya. Anggapan standar yang terlalu tinggi itu terkadang membuat individu
merasa takut dan cemas dirinya tidak sanggup mencapai standar yang
diinginkan orang lain.
Pembagian dimensi menurut Hewwit dan Flett mencakup aspek internal
dan eksternal dari subyek. Sehingga penelitian ini menggunakan pembagian
dimensi perfeksionisme menurut Hewwit dan Flet.
2.2.3 Pengukuran perfeksionisme
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa cara untuk mengukur
perfeksionisme, yaitu:
1. Multidimensional Perfectionism Scale (MPS), dikembangkan oleh Frost et al.
(2001). Frost mengklasifikasikan perfeksionisme dalam enam dimensi yaitu
kehawatiran terhadap kesalahan, keraguan atas kualitas kerja, kekhawatiran
yang berlebihan terhadap tuntutan dan kritik dari orang tua, dan khawatiran
terhadap ketepatan, kerapian dan atauran atau organisasi.
2. Multidimensional Perfectionism Scale (MPS II), dikembangkan oleh Hewwit
dan Flet (1991). Konsep skala ini terdiri 45 item yang terdiri dari tiga bagian
yaitu self-oriented perfectionism, other-oriented perfectionism, dan socially
prescribe orientation, masing-masing terdapat 15 item.
3. Almost Perfect Scale Revised, dikembangkan oleh Slaney RB, Rice KG,
Mobley M, Trippi dan Ashby JS (2001). Alat ukur ini digunakan untuk
mengukur perilaku perfeksionisme yang maladaptif dengan melihat
kesenjangan antara keinginan dan perilaku aktual. Terdapat dimensi
24
perfeksionisme adaptif, perfeksionisme maladaptive dan perilaku non-
perfectionist.
Pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik
pengukuran kuisioner dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh
Hewwit dan Flet (1991) yaitu Multidimensional Perfectionism Scale (MPS II).
Peneliti menggunakan skala ini dan mengadaptasinya karena memiliki dimensi
yang luas dibanding alat ukur lain. MPS yang dikembangkan oleh Frost memiliki
keterbatasan dimensi seperti tidak melibatkan faktor lingkungan lain selain orang
tua. Selain itu, Hewwit dan Flett juga menambahkan dimensi other oriented
perfectionism, yaitu tuntutan atau harapan berlebihan individu terhadap orang lain
di lingkungannya.
2.3 Achievement Goal Orientation
2.3.1 Pengertian achievement goal orientation
Definisi achievement goal orientation menurut Pitrinch (2008) adalah tujuan atau
alasan yang digunakan dalam berperilaku. Elliot dan Dweck (dalam Ames, 1992)
mendefinisikan achievment goal orientation sebagai suatu proses yang melibatkan
kognitif, afektif dan konsekuensi perilaku. Menurut Ames (1992), achievment
goal orientation merupakan pola keterkaitan antara keyakinan, atribusi dan afeksi
yang menghasilkan intensitas perilaku.
Goal orientation adalah alasan mengapa seseorang mengerjakan tugas-
tugas yang berkaitan dengan prestasi (Elliot & Church, 1997). Goal orientation
juga dapat menggambarkan standar individu dalam menilai penampilan dan
kesuksesannya. Jika teori goal setting yang dikemukakan Locke dan Latham
25
(1990) fokus pada goal yang spesifik ( misalnya, mendapat 10 jawaban benar),
teori goal orientation fokus pada mengapa seseorang ingin mendapat 10 jawaban
benar dan bagaimana pendekatan atau cara mereka pada tugas tersebut (Pitrinch et
al, 2008).
Berdasarkan definisi berbagai ahli yang telah dikemukakan, pada
penelitian ini peneliti menggunakan konsep Pitrinch (2008) adalah tujuan atau
alasan yang digunakan dalam berperilaku.
2.3.2 Dimensi-dimensi Achievement Goal Orientation
Terdapat beberapa pembagian dimensi achievement goal orientation. Dweck &
Leggett (1988) mengklasifikasikan konsep goal orientation dalam dimensi
learning goal dan performance goal orientation, yaitu;
1. Learning Goal Orientation adalah orientasi belajar yang bertujuan untuk
peningkatan kompetensi diri. Mereka mengganggap situasi tes atau ujian
sebagai kesempatan untuk mendapatkan keterampilan baru dan memperluas
penguasaan mereka.
2. Performance Goal Orientation adalah orientasi belajar yang fokus pada
usaha pembuktian kemampuan agar dianggap layak dan memiliki
kompetensi. Individu dengan orientasi ini mengganggap situasi tes atau
ujian sebagai kesempatan untuk mendapat pengakuan apakah dia memiliki
kompetensi atau tidak.
Midgley, Kaplan, Middleton, dan Maehr (1998) membagi achievement
goal orientation menjadi tiga, yaitu tujuan untuk pengembangan kemampuan,
26
tujuan untuk pembuktian kemampuan, dan tujuan pembuktian untuk menghindari
anggapan merendahkan atas kurangnya kompetensi yang dimiliki individu.
Elliot dan McGregor (2001) membagi goal orientation berdasarkan dua
konsep, yaitu:
1. Konsep pertama adalah definisi, yang terbagi 3, yaitu:
a. Absolut adalah tuntutan berprestasi untuk kebutuhan sendiri. Maksudnya
individu dapat mengerti dan menguasai tugas pribadi.
b. Intrapersonal adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai potensi
maksimal. Maksudnya adalah individu fokus pada penguasaan
pengetahuan dan peningkatan skil.
c. Normatif, memiliki fokus utama pada persaingan dengan orang lain.
Maksudnya, individu memiliki kinerja lebih baik daripada orang lain.
2. Konsep kedua adalah valensi, yaitu pendekatan keberhasilan dalam mencapai
kesuksesan (positif) dan penghindaran dari kegagalan (negatif).
Kompetensi absolut dan intrapersonal sama-sama fokus pada pengusaan
pengetahuan dan skil. Sedangkan normatif memiliki fokus utama untuk bersaing
dengan orang lain. Perbedaan dari mastery dan performance adalah tujuan
penguasaan dan kinerja. Tujuan penguasaan adalah menguasai tugas atau
pekerjaan tertentu untuk peningkatan kemampuan dan skil. Kinerja mengenai
persaingan yang lebih baik daripada orang lain.
Berdasarkan konsep tersebut, Elliot dan McGregor (2001) membagi
achievement goal orientation menjadi 4 dimensi:
27
1. Mastery-approach termasuk dalam definisi absolute/intrapersonal yang
mempunyai valensi positif. Yaitu menguasai sebuah tugas pekerjaan tertentu
dan membangun bakat serta wawasan seorang individu dalam mencapai
sebuah kesuksesan atau keberhasilan. Artinya, mastery-approach berupaya
keras untuk berbuat lebih baik daripada pencapaian sebelumnya.
2. Mastery-avoidance termasuk dalam definisi absolute/intrapersonal yang
mempunyai valensi negatif. Yaitu menolak kegagalan dalam menguasai
sebuah tugas pekerjaan tertentu dan membangun bakat serta wawasan
individu. Individu berupaya untuk menghindari perbuatan buruk yang pernah
dicapai sebelumnya.
3. Performance-approach termasuk dalam definisi normatif yang mempunyai
valensi positif. Yaitu mengenai kinerja yang lebih baik daripada kinerja orang
lain dalam mencapai sebuah keberhasilan.
4. Performance-avoidance termasuk dalam definisi normatif yang mempunyai
valensi negatif. Yaitu menolak kegagalan mengenai kinerja yang lebih baik
daripada kinerja orang lain.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang diklasifikasikan
oleh Elliot dan McGregor (2001) yang membagi achievement goal orientation
dalam empat dimensi yaitu mastery approach, mastery avoidance, performance
approach dan performance avoidance.
2.3.3 Pengukuran achievement goal orientation
Terdapat beberapa skala yang dapat digunakan untuk mengukur achievement goal
orientation, yaitu:
28
1. Goal Orientation (GO). Dikembangkan oleh Ames dan Archer (1988)
memiliki delapan dimensi yaitu sukses, penghargaan, alasan kepuasan,
orientasi guru, pandangan tentang kesalahan, pusat perhatian, alasan berusaha,
dan kriteria evaluasi. Alat ukur ini menggunakan model Likert 1 sampai 7
dengan 25 item. Skala ini memilki nilai Cronbach alpha sebesar 0.82.
2. Achievement goal item (AGI). Dikembangkan oleh Elliot dan Church (1997)
memiliki tiga dimensi yaitu mastery goal, performance approach, dan
performance avoidance. Alat ukur ini menggunakan model Likert 1 sampai 7
dengan 18 item. Skala ini memilki nilai Cronbach alpha sebesar 0.85
3. Goal Orientation Scales (GOS), dikembangkan oleh Midgley et al. (1998)
memiliki tiga dimensi yaitu task orientation, performance-approach
orientation dan performance-avoid orientation. Skala ini memilki 18 item
dengan nilai Cronbach alpha sebesar 0.74-0.86
4. Achievement Goal Orientation Questionnaire (AGQ), yang dikembangkan
oleh Elliot dan McGregor (2001). Alat ukur ini terdiri dari 12 item untuk
mengukur empat dimensi achievement goal orientation yaitu mastery
approach, mastery avoidance, performance approach dan performance
avoidance. Skala ini memilki nilai Cronbach alpha sebesar 0.88
Penelitian ini menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Elliot dan
McGregor (2001) yaitu Achievement Goal Orientation Questionnaire (AGQ).
Peneliti menggunakan skala ini karena sejalan dengan konsep achievement goal
orientation yang digunakan serta memiliki nilai reliabilitas dan internal konsisensi
yang baik.
29
2.4 Kerangka Befikir
Prokrastinasi akademik merupakan perilaku yang sangat umum dilakukan oleh
siapapun, khususnya mahasiswa. Hampir setiap orang yang pernah duduk
dibangku kuliah pernah melakukan prokrastinasi akademik. Prokrastinasi
akademik biasanya dilakukan dalam tugas menulis, tugas membaca, tugas belajar
untuk ujian, menghadiri aktivitas kelas, tugas administrasi, dan dalam kinerja
akademik keseluruhan. Hal itu bisa terjadi akibat mahasiswa sengaja menghindari
tugas untuk menghilangkan stres sementara. Untuk mengurangi perilaku
menunda-nunda agar tidak semakin berkembang, maka dibutuhkan beberapa
faktor untuk mencegah terjadinya prokrastinasi akademik. Diantara faktor-faktor
yang diduga dapat mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah perfeksionisme,
achievement goal orientation dan faktor-faktor demografis.
Perfeksionisme adalah keinginan untuk mencapai kesempurnaan diikuti
dengan standar yang tinggi. Perfeksionisme terdiri tiga aspek yaitu standar yang
tinggi untuk diri sendiri (self-oriented perfectionism), standar yang tinggi untuk
orang lain (other-oriented perfectionism), dan percaya bahwa orang lain memiliki
pengharapan kesempurnaan untuk dirinya dan memotivasi (socially prescribe
orientation).
Variable perfeksionisme ini berpengaruh positif terhadap prokrastinsi
akademik. Perilaku prokrastinasi akan menjadi kebiasaan ketika mereka
perfeksionis. Seseorang yang perfeksionis membuat standar terhadap dirinya
sendiri secara irasional dan menunjukkan perilaku prokrastinasi karena mereka
mulai tidak percaya untuk sanggup mencapai standar yang mereka inginkan.
30
Peneliti berasumsi perfeksinisme akan meningkatkan tingkat prokrastinasi
akademik.
Self-oriented perfectionism berkaitan dengan kesempurnaan yang tinggi
pada diri pribadi. Individu memiliki standar yang tinggi tidak akan puas jika tugas
akademik yang diselesaikan tidak sempurna, sehingga kemungkinan menunda
pekerja semakin tinggi. Oleh karena itu, peneliti berasumsi semakin tinggi self-
oriented perfectionism maka tingkat prokrastinasi seseorang akan menurun.
Other-oriented perfectionism berkaitan dengan harapan individu terhadap
kesempurnaan orang lain. Individu yang memiliki tuntutan kesempurnaan yang
tinggi pada orang lain cenderung melakukan kritikal ketika orang lain tidak dapat
melakukan apa yang dia harapkan. Perilaku tersebut dapat meningkatkan
prokrastinasi akademik. Peniliti berasumsi bahwa semakin tinggi tingkat other
oriented perfectionism berakibat pada kenaikan frekuensi perilaku prokrastinasi
akademik.
Socially prescribe perfectionism merupakan tuntutan kesempurnaan dari
orang lain terhadap individu. Harapan orang lain yang terlampau tinggi dapat
menjadi beban individu yang berefek pada perilaku menunda-nunda mengerjakan
tugas. Peneliti berasumsi, socially prescribe perfectionism yang tinggi akan
berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik dengan arah positif. Artinya,
semakin tinggi nilai socially prescribe perfectionism akan meningkatkan perilaku
prokrastinasi akademik pada mahasiswa.
Faktor lain yang diduga mempengaruhi prokrastinasi akademik pada
mahasiswa adalah achievement goal orientation. Achievement goal orientation
31
meliputi mastery-approach, mastery-avoidance, performance-approach dan
performance-avoidance.
General mastery orientation yang fokus pada penguasaan materi untuk
mencapai kesuksesan membuat individu mampu memulai dan menyelesaikan
tugas akademik tepat waktu karena individu dapat belajar secara konsisten.
Peneliti berasumsi bahwa tingkat mastery orientation yang tinggi akan
menurunkan frekuensi perilaku penundaan. Hal itu berbeda dengan seseorang
yang memiliki general performance orientation. Seseorang akan sering
melakukan penundaan ketika orientasi belajar mereka fokus pada kompetisi dan
keinginan untuk diakui bahwa mereka lebih berprestasi daripada kompetitornya.
Oleh karena itu, peneliti berasumsi seseorang yang memiliki performance
orientation tinggi akan meninggkatkan prokastinasi akademik.
Mastery-approach fokus untuk melakukan tugas akademik lebih baik dari
yang pernah dilakukan untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan dirinya.
Apabila individu memiliki motivasi untuk meningkatkan kemampuan dan potensi
diri dalam tugas-tugas akademik maka kemungkinan melakukan prokrastinasi
akademik berkurang. Peneliti berasumsi tingkat mastery-approach yang tinggi
akan menurunkan kecenderungan perilaku menunda dalam hal akademik.
Mastery-avoidance fokus untuk melakukan tugas akademik lebih baik
dengan tujuan menghindari kegagalan yang pernah dilakukan di masa lampau.
Asumsinya, individu dengan orientasi mastery-avoidance akan memotivasi diri
untuk mengusai materi akademik dengan sungguh sehingga mengurangi potensi
untuk melakukan prokrastinasi akademik.
32
Performance-approach memiliki orientasi kinerja yang lebih baik
daripada orang lain untuk mencapai keberhasilan. Performance-approach
cenderung tidak peduli pada materi yang dikuasai, yang menjadi fokus utama
adalah menciptakan kesan yang baik di depan orang lain. Individu yang memiliki
orientasi berprestasi ini akan termotivasi untuk meningkatkan prestasinya agar
mampu bersaing dengan orang lain untuk mencapai keberhasilan sehingga tingkat
prokrastinasi akademik menurun. Oleh karena itu, peneliti berasumsi tingkat
prokrastinasi akademik akan lebih rendah jika indvidu berada di lingkungan
dengan kompetisi yang tinggi.
Performance-avoidance berkaitan dengan kinerja yang lebih baik
daripadas orang lain dengan tujuan menghindari kegagalan. Asumsinya, individu
yang berorientasi persaingan dalam meraih prestasi tapi focus untuk menolak
kegagalan, cenderung meningkatankan perilaku menunda-nunda.
Selain itu diduga terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang
melakukan prokrastinasi akademik. Peneliti (Eerde, 2002, Balkis & Duru, 2009)
menemukan bahwa perilaku prokrastinasi lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Oleh karena itu, peneliti berasumsi bahwa prokrastinasi
akademik akan lebih sering dilakukan oleh laki-laki.
Berdasarkan paparan di atas, diduga bahwa perfeksionisme, achievement
goal oriantation dan jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap prokrastinasi
akademik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta seperti tergambar pada
skema:
33
2.5 Hipotesis Penelitian
a. Hipotesis Mayor
“ada pengaruh perfeksionisme (self-oriented perfectionism, other oriented
perfectionism dan socially prescribe perfectionism) dan achievement goal
orientation (mastery aporach, mastery avoidance, performance approach dan
performance avoidance) terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa”
b. Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan variabel self-oriented perfectionism pada
perfeksionisme terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan variabel other-oriented perfectionism pada
perfeksionisme terhadap prokrastinasi akademik.
34
Ha3: Ada pengaruh yang signifikan variabel socially prescribe perfectionism
pada perfeksionisme terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
Ha4: Ada pengaruh yang signifikan variabel mastery approach pada
achievement goal orientation terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan variabel mastery avoidance pada
achievement goal orientation terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
Ha6: Ada pengaruh yang signifikan variabel performance approach pada
achievement goal orientation terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
Ha7: Ada pengaruh yang signifikan variabel performance avoidance pada
achievement goal orientation terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
Ha8: Ada pengaruh yang signifikan variabel demografis jenis kelamin terhadap
prokrastinasi akademik mahasiswa.
35
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan 2009, 2010, 2011, dan 2012 dengan sampel penelitian ini
berjumlah 220 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat non-probability sampling. Sampel diambil berdasarkan
teknik accidental sampling. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki 11
fakultas, peneliti mengambil sampel sejumlah 20 mahasiswa dari tiap fakultas.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Identifikasi variabel
Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Dependent variable
Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti dan menjadi dependent variable
adalah prokrastinasi akademik (Y).
b. Independent variable
Pada penelitian ini, variabel yang termasuk independent variable antara lain:
1. Perfeksionisme yang terdiri dari:
a) Self-oriented pefectionism (X1)
b) Other-oriented Perfectionism (X2)
c) Socially prescribe perfecionim (X3)
2. Achievement goal orientation yang terdiri dari:
a) Mastery approach (X4)
36
b) Mastery avoidance (X5)
c) Performance approach (X6)
d) Performance avoidance (X7)
3. Jenis Kelamin (X8)
3.2.2 Definisi operasional variabel
Setelah menentukan dependent variable dan independent variable, selanjutnya
peneliti menentukan definisi operasional dari variabel penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Adapun penjelasan definisi operasional variabel
adalah sebagai berikut:
1. Prokrastinasi akademik adalah penundaan yang dilakukan oleh mahasiswa
secara sengaja, sehingga mahasiswa mengalami ketidaknyaman dan
penyesalan atas perilaku penundaan yang dia putuskan. Penundaan tersebut
dilakukan mahasiswa dalam enam bidang akademik yaitu tugas menulis, tugas
membaca, tugas belajar untuk ujian, menghadiri aktivitas kelas, tugas
administrasi, dan kegiatan akademik secara umum.
2. Perfeksionisme adalah standar tinggi yang diciptakan oleh mahasiswa sebagai
tutuntan berlebihan terhadap diri sendiri dan orang lain. Hal tersebut dapat
terlihat dari tujuan yang tinggi, keinginan untuk menjadi yang terbaik di kelas,
mengkritik seseorang yang terlalu mudah menyerah, dan menganggap orang
lain menuntut atas kesempurnaan dirinya.
3. Achievement goal orientation adalah tujuan atau alasan yang digunakan
mahasswa untuk mempelajari materi perkuliahan. Terdapat empat dimensi
achievement goal orientation. Berikut definisi operasionalnya:
37
a. Mastery approach
Mahasiswa yang memiliki tujuan belajar untuk meningkatkan
keterampilan diri dan memperluas penguasaan materi kuliah. Mahasiswa
dengan mastery approach memiliki motivasi untuk meningkatkan
kompetensi diri dan mendapatkan prestasi.
b. Mastery avoidance
Mahasiswa memiliki orientasi belajar untuk menghindari melalukan
kegagalan penguasaan materi dan tugas kuliah dan membangun bakat serta
wawasan individu. Individu dengan mastery avoidance menghindari
perbuatan buruk yang pernah dicapai sebelumnya.
c. Performance approach
Mahasiswa memiliki orientasi untuk mencapai prestasi agar mendapatkan
pengakuan atas kemampuan yang dia miliki. Mahasiswa dengan
performance approach memiliki motivasi untuk mendapatkan prestasi
lebih baik dari teman-temannya.
d. Performance avoidance
Mahasiswa memiliki tujuan belajar untuk menghidari judgment buruk atas
kompetensinya yang kurang baik. Mahasiswa dengan performance
approach termotivasi untuk menghindari mendapatkan prestasi yang lebih
buruk daripada orang lain.
4. Faktor demografis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin.
Jenis kelamin adalah penggolongan individu berdasarkan jenis kelamin, yaitu
laki-laki dan perempuan.
38
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa kuesioner.
Kuesioner akan terdiri dari tiga skala pengukuran yang akan
menggunakan skala Likert. Setiap skala pengukuran terdiri atas
pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).
dengan menggunakan empat pilihan jawaban yakni sebagai berikut:
1. Sangat Sesuai (SS)
2. Sesuai (S)
3. Tidak Sesuai (TS)
4. Sangat Tidak Sesuai (STS)
Adapun perolehan skor dari item-item berdasarkan dari jawaban yang
dipilih sesuai dengan jenis pernyataan yakni favorable atau unfavorable. Jika
digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut:
Tabel 3.1
Tabel Bobot Nilai Tiap Item Kategori Respon SS S TS STS
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
Kuesioner penelitian ini akan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: informed
consent (berisi pernyataan persetujuan menjadi responden dan identitas
mahasiswa psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi responden),
skala yang mengukur prokrastinasi akademik, skala yang mengukur
perfeksionisme dan skala yang mengukur achievement goal orientation.
39
3.3.1 Prokrastinasi Akademik
Untuk mengukur skala prokrastinasi akademik, Peneliti menggunakan 18 item
dari alat ukur yang dikembangkan oleh Salomon Dan Rothblum (1984) yaitu
Procrastination Academic Scale-Student (PASS). Adapun blueprint skala
prokrastinasi akademik dijelaskan pada tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Blueprint Skala Prokrastinasi Akademik
No Indikator Item
Jumlah Favorable Unfavorable
1.
Enam Jenis Prokrastinasi Akademik:
a. Tugas Menulis
b. Tugas Membaca
c. Tugas Belajar untuk Ujian
d. Menghadiri Aktivitas Kelas
e. Tugas Administrasi
f. Kegiatan Akademik Secara Umum
1, 2
4, 5
7, 8
10, 11
13, 14
16, 17
3
6
9
12
15
18
3
3
3
3
3
3
Jumlah 12 6 44
3.3.2 Perfeksionisme
Untuk mengukur skala perfeksionisme, penelitian ini menggunakan alat ukur baku
yaitu Multidimensional Perfectionism Scale (MPS) dari Hewwit dan Flet. Skala
MPS berjumlah 45 item. Adapun blueprint skala perfeksionis seperti pada tabel
3.3 berikut:
Tabel 3.3
Blueprint Skala Perfeksionis
No Aspek Indikator Item
Jumlah Favorable Unfavorable
1 Self-oriented
Perfectionism
Seseorang membuat
standar yang sangat tinggi
untuk dirinya
1, 2, 5, 6, 7, 9,
10, 11, 14, 15
3, 4, 8, 12,
13
15
2 Other-oriented
Perfectionism
Harapan akan
kemampuan orang lain
menjadi sempurna
19, 21, 23, 25,
26,27, 28
16, 17, 18,
20, 22, 24,
29, 30
15
3
Socially
Presribe
Perfectionism
Harapan yang berlebihan
dari lingkungan sosial
terhadap diri seseorang
31, 33, 34, 35,
37, 39, 40, 41,
43, 44
32, 36, 38,
42, 45
15
Jumlah 27 17 45
40
3.3.3 Achievement Goal Orientation
Peneliti akan membuat skala achievement goal orientation berdasarkan dimensi
achievement goal orientation yang dikemukakan oleh Elliot dan McGregor (2001)
yaitu Achievement Goal Orientation Scale. Adapun blueprint skala achievement
goal orientation dijelaskan pada tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4
Blue Print Skala Achievement Goal Orientation
No Aspek Indikator Item
Jumlah Favorable Unfavorable
1 Mastery
Approach
Fokus dalam belajar,
menguasai tugas atau materi
7, 8
9
3
2 Mastery
Avoidance
Fokus dalam belajar,
menguasai tugas atau materi
4, 6 5 3
3
Performance
Approach
Fokus menunjukkan
pekerjaan yang baik agar
diakui orang lain
1, 2 3 3
4 Performance
Avoidance
Fokus menunjukkan
pekerjaan yang baik agar
tidak dianggap lemah oleh
orang lain
10, 11, 12 3
Jumlah 9 3 12
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam rangka pengujuan validitas alat ukur, peneliti melakukan uji validitas
konstruk intsrumen tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory
Factor Analysis) untuk pengujian validtitas instrumen. Adapun logika dari CFA
adalah (Thompson, 2004):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefiniskan
secara operasional sehingga disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
41
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (Ʃ ), kemudian dibandingkan dengan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Ʃ –
matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan Ʃ – S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0.05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat
diterima bahwa item ataupun subtes instrument hanya mengukur satu faktor
saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya apakah item signifikan atau tidak
mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-
test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa
yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-drop dan sebaliknya.
6. Terakhir, apabila hasil dari CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di-drop. Sebab hal ini tidak sesuai
dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
Kemudian setelah didapat model fit dihitung faktor skornya. Penggunaan
faktor skor ini adalah untuk menghindari hasil penelitian yang bisa akibat dari
42
kesalahan pengukuran. Jadi skor yang dianalisis dalam penelitian ini bukanlah
skor yang diperoleh dari variabel pada umumnya, melainkan justru true score
yang diperoleh dnegan memperhitungkan perbedaan validitas dari setiap item.
Namun demikian, untuk menghindari faktor skor yang bertanda negatif dan positif
(Z-score) maka peneliti mentransformasikan faktor tersebut menjadi T-score
dengan rumusnya yaitu (Umar, 2011):
T skor = 50 + (10 x faktor skor)
Dalam hal ini, T-score akan memiliki mean = 50 dan SD = 10 dan
diharapkan seluruh skor merupakan bilangan positif. Setelah didapatkan faktor
skor yang telah diubah menjadi T-score, nilai baku inilah yang akan dianalisis
dalam uji hipotesis regresi. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan
dengan bantuan software LISREL.
3.4.1 Uji validitas alat ukur prokrastinasi akademik
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel prokrastinasi akademik dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel prokrastinasi
akademik adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari
variabel ini diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 1633.02, df = 135, P-
Value = 0.0000, dan RMSEA = 0.225. Dengan P-Value 0.0000 ( < 0.05) yang
artinya model ini belum fit. Maka peneliti melakukan modifikasi terhadap model
ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan
70 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 82.92, df = 65, P-value =
0.06625, dan RMSEA = 0.035. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah
43
fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel prokrastinasi akademik ini
hanya mengukur satu faktor saja, yaitu prokrastinasi akademik.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran prokrastinasi
akademik disajikan dalam tabel 3.5
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item untuk Prokrastinasi Akademik 3.5 No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.04 0.08 0.53 X
2 0.51 0.07 7.51 √
3 0.43 0.07 6.15 √
4 0.09 0.08 1.10 X
5 0.64 0.06 10.08 √
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
0.48
0.29
0.57
0.35
0.21
0.67
0.38
0.35
0.71
0.52
0.32
0.84
0.58
0.07
0.08
0.07
0.07
0.07
0.06
0.07
0.07
0.06
0.07
0.07
0.06
0.07
6.79
3.83
8.41
4.88
2.89
10.62
5.49
4.89
11.39
7.35
4.52
14.10
8.48
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di-drop dan diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 1 dan 4 terbukti tidak
signifikan dan harus di-drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur
44
prokrastinasi akademik terdapat 16 item yang signifikan dan dua item yang tidak
signifikan.
3.4.2 Uji validitas alat ukur self-oriented perfectionism
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel self-oriented perfectionism
dengan model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel self-
oriented perfectionism adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu
faktor dari variabel ini diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 478.25, df
= 90, P-Value = 0.0000, dan RMSEA = 0.140. Dengan P-Value 0.0000 ( < 0.05)
yang artinya model ini belum fit. Maka peneliti melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
dilakukan 25 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 83.26, df = 65, P-value
= 0.06310, dan RMSEA = 0.036. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah
fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel self-oriented perfectionism
ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu self-oriented perfectionism.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran self-oriented
perfectionism disajikan dalam tabel 3.6.
45
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item untuk Self-oriented Perfectionism No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.53 0.06 8.21 √
2 0.67 0.06 10.96 √
3 0.17 0.07 2.53 √
4 0.19 0.07 2.80 √
5 0.71 0.06 11.31 √
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
0.77
0.59
0.11
0.29
0.60
0.62
-0.17
0.30
0.49
0.59
0.06
0.06
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.06
12.61
9.34
1.67
4.33
8.91
9.01
-2.31
4.40
7.59
9.24
√
√
X
√
√
√
X
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di-drop dan diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 8 dan 12 terbukti tidak
signifikan dan harus di-drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur self-
orientation perfectionism terdapat 13 item yang signifikan dan dua item yang
tidak signifikan.
3.4.3 Uji validitas alat ukur other oriented perfectionism
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel other oriented perfectionism
dengan model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel other
oriented perfectionism adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu
faktor dari variabel ini diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 479.61, df
= 90, P-Value = 0.0000, dan RMSEA = 0.141. Dengan P-Value 0.0000 ( < 0.05)
yang artinya model ini belum fit. Maka peneliti melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
dilakukan 21 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 87.00, df = 69, P-value
46
= 0.07049, dan RMSEA = 0.035. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah
fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel other oriented
perfectionism ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu other oriented
perfectionism.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran other oriented
perfectionism disajikan dalam tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item untuk Other Oriented Perfectionism No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.29 0.07 4.37 √
2 0.24 0.09 2.78 X
3 0.26 0.07 3.99 √
4 -0.49 0.08 -6.30 X
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
0.15
-0.59
0.68
-0.54
-0.44
-0.29
-0.39
-0.27
-0.31
0.32
0.34
0.07
0.07
0.09
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.08
0.07
0.07
2.19
-8.03
7.34
-7.33
-6.43
-4.03
-5.27
-4.08
-4.02
4.90
5.10
√
X
√
X
X
X
X
X
X
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di-drop dan diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 2, 6, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13
terbukti tidak signifikan dan harus di-drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari
47
alat ukur other oriented perfectionism terdapat 8 item yang signifikan dan 7 item
yang tidak signifikan.
3.4.4 Uji validitas alat ukur socially prescribe perfectionism
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel socially prescribe perfectionism
dengan model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel socially
prescribe perfectionism adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu
faktor dari variabel ini diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 335.67, df
= 90, P-Value = 0.0000, dan RMSEA = 0.112. Dengan P-Value 0.0000 ( < 0.05)
yang artinya model ini belum fit. Maka peneliti melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
dilakukan 24 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 83.74, df = 66, P-value
= 0.06927, dan RMSEA = 0.035. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah
fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel socially prescribe
perfectionism ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu socially prescribe
perfectionism.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran socially prescribe
perfectionism disajikan dalam tabel 3.8
48
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item untuk Socially Prescribe Perfectionism No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.15 0.07 2.19 √
2 -0.21 0.07 -3.18 X
3 0.51 0.07 7.01 √
4 0.31 0.07 4.74 √
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
0.68
-0.15
0.57
-0.30
0.15
0.33
-0.84
-0.20
0.76
0.57
-0.41
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.06
0.07
0.06
0.06
0.07
9.50
-2.29
8.73
-4.46
2.25
5.06
-13.73
-3.05
11.84
9.18
-6.29
√
X
√
X
√
√
X
X
√
√
X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan
dan tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di-drop dan diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 2, 6, 8, 11, 12, dan 15 terbukti
tidak signifikan dan harus di-drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur
socially prescribe perfectionism terdapat 9 item yang signifikan dan 6 item yang
tidak signifikan.
3.4.5 Uji validitas alat ukur mastery approach
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel mastery approach dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel mastery approach
adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari variabel ini
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 0.00, df = 0, P-Value = 1.0000, dan
RMSEA = 000. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah fit. Dengan
demikian item-item yang ada pada variabel mastery approach ini hanya mengukur
satu faktor saja, yaitu mastery approach.
49
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran mastery approach
disajikan dalam tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item untuk Mastery Approach No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.83 0.07 11.80 √
2 0.81 0.07 11.52 √
3 0.54 0.07 7.82 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa semua item signifikan dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya ketiga item dalam alat ukur mastery
approach terbukti signifikan dan tidak akan di-drop, serta dapat diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis.
3.4.6 Uji validitas alat ukur mastery avoidance
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel mastery avoidance dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel mastery avoidance
adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari variabel ini
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 0.00, df = 0, P-Value = 1.0000, dan
RMSEA = 000. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah fit. Dengan
demikian item-item yang ada pada variabel mastery avoidance ini hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu mastery avoidance.
50
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran mastery avoidance
disajikan dalam tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item untuk Mastery Avoidance No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.87 0.15 5.84 √
2 -0.44 0.10 -4.63 X
3 0.42 0.09 4.48 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di-drop dan diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis. Sementara item nomor dua terbukti tidak signifikan
dan harus di-drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur mastery
avoidance terdapat dua item yang signifikan dan satu item yang tidak signifikan.
3.4.7 Uji validitas alat ukur performance approach
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel performance approach dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel performance
approach adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari
variabel ini diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 0.00, df = 0, P-Value
= 1.0000, dan RMSEA = 000. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah fit.
Dengan demikian item-item yang ada pada variabel performance approach ini
hanya mengukur satu faktor saja, yaitu performance approach.
51
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran performance
approach disajikan dalam tabel 3.11.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item untuk Performance Approach No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 1.08 0.40 2.71 √
2 -0.22 0.10 -2.09 X
3 0.38 0.15 2.47 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan
dan tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di-drop dan diikut sertakan
dalam analisis uji hipotesis. Sementara item nomor dua terbukti tidak signifikan
dan harus di-drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur perfromance
avoidance terdapat dua item yang signifikan dan satu item yang tidak signifikan.
3.4.8 Uji validitas alat ukur performance avoidance
Peneliti melakukan uji validitas konstruk variabel performance avoidance dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel performance
avoidance adalah unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari
variabel ini diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 0.00, df = 0, P-Value
= 1.0000, dan RMSEA = 000. Dengan P-Value > 0.05 artinya model ini sudah fit.
Dengan demikian item-item yang ada pada variabel performance avoidance ini
hanya mengukur satu faktor saja, yaitu performance avoidance.
52
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran performance
avoidance disajikan dalam tabel 3.12.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item untuk Performance Avoidance No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.56 0.09 6.39 √
2 0.73 0.10 7.39 √
3 0.51 0.08 6.06 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12 dapat dilihat bahwa semua item signifikan dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya ketiga item dalam alat ukur
performance avoidance terbukti signifikan dan tidak akan di-drop, serta dapat
diikut sertakan dalam analisis uji hipotesis.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk melihat pengaruh independent variable terhadap dependent variable,
peneliti akan menggunakan analisis regresi berganda. Regresi berganda
merupakan metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan
antara dependent variable dengan lebih dari satu independent variable. Persamaan
regresi berganda penelitian ini adalah:
Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+e
Keterangan:
Y = prokrastinasi akademik
53
a = intersep atau konstan
b = koefisien regresi
X1 = self-oriented perfectionism
X2 = other oriented perfectionism
X3 = socially prescribe perfectionism
X4 = mastery approach
X5 = mastery avoidance
X6 = performance approach
X7 = performance avoidance
X8 = jenis kelamin
e = error
Selanjutnya, untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan
model yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa
pengujian dan analisis sebagai berikut.
1. R2
(koefisien determinasi berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu melalui regresi berganda
antara perfeksionsime, achievement goal orientation dan faktor demografis
terhadap prokrastinasi akademik. Besarnya prokrastinasi akademik yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, ditunjukkan
oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R
2 menunjukkan variasi oleh
perubahan variabel dependen (Y) yang disebabkan variabel independen (X) atau
digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen (X) terhadap
variabel dependen (Y) atau merupakan proporsi varians dari perfeksionsime,
achievement goal orientation dan faktor demografis. Untuk mendapat nilai R2
digunakan rumus sebagai berikut:
R2
=
54
2. Uji F
Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau
tidak maka digunakanlah uji F. Untuk membuktikan hal tersebut menggunakan
rumus:
F =
⁄
( ) ( )
K adalah jumlah independent variable dan N adalah jumlah sampel. Dari uji F
yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah independent variable yang diuji
memiliki pengaruh terhadap dependent variable.
3. Uji t
Kemudian dilanjutkan dengan uji t dimana ini digunakan untuk melihat apakah
pengaruh yang diberikan independent variable (X) signifikan dengan dependent
variableV (Y). Oleh karena itu, sebelum didapat nilai t dari setiap independent
variable harus didapat dahulu nilai standar error estimate dari b (koefisien regresi)
yang didapatkan melalui akar mean square dibagi SS. Setelah didapat nilai Sb
barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb
itu sendiri. Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
R2
=
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar eror dari b. Hasil uji t ini
akan diperoleh dan hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya.
3.6 Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. Tahap persiapan
- Perumusan masalah yang diteliti.
55
- Menentukan variabel yang diteliti.
- Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang tepat
mengenai variabel penelitian.
- Menentukan subjek penelitian.
- Persiapan alat pengumpulan data dengan menggunakan alat berupa skala
model Likert yang terdiri dari skala prokrastinasi akademik, skala
perfeksionisme dan skala achievement goal orientation.
2. Tahap pelaksanaan
- Menentukan jumlah sampel penelitian.
- Memberikan penjelasan tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden
untuk mengisi skala dalam penelitian.
- Melaksanakan pengambilan data.
3. Tahap pengolahan data
- Melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden.
- Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan membuat tabel
data.
- Menganalisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji
hipotesis.
- Membuat kesimpulan
56
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Pada sub bab yang pertama dideskripsikan tentang subjek penelitian yang
berjumlah 220 mahasiswa berdasarkan jenis kelamin. Hal ini dilakukan untuk
melihat apakah aspek tersebut dapat memberikan konstribusi terhadap dependent
variable yang ingin diteliti.
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian Berdasrkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Presentase
Laki-laki
Perempuan
102
118
46,37%
53,63%
Total 220 100 %
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.1, dapat dilihat bahwa responden
laki-laki berjumlah 102 orang (46,37%) dan responden perempuan berjumlah 118
orang (53,63%). Dengan demikian, responden yang terdapat dalam penelitian ini
sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Perlu diingat bahwa pada penelitian ini skor yang digunakan dalam analisis
statistik adalah skor faktor yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari
kesalahan pengukuran. Jadi, perhitungan skor faktor pada tiap variabel tidak
menjumlahkan item-item seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan maximum
likelihood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh maximum
likelihood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score
yang dihasilkan oleh maximum likelihood satuannya berbentuk Z score. Untuk
menghilangkan bilangan negatif dari Z score, semua skor ditransformasikan ke
57
skala T yang semuanya positif dengan menetapkan nilai mean = 50 dan standar
deviasi = 10. Pada tabel 4.2 digambarkan hasil deskriptif statistik dari seluruh
variabel kontinum yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum
dan minimum dari masing-masing variabel.
Tabel 4.2
Analisis Desktiptif N Minimum Maximum Mean Std. Dev
Prokrastinasi akademik 220 24.03 70.54 50.0000 9.33934
Self-oriented perfectionism 220 21.84 74.57 50.0000 9.05916
Other oriented perfectionism 220 27.15 77.74 50.0000 7.84426
Socially prescribe perfectionism 220 22.43 75.65 50.0000 8.29807
Mastery approach 220 26.54 65.00 50.0000 8.65830
Mastery avoidance 220 24.31 66.78 50.0000 8.19422
Performance approach 220 24.24 72.49 50.0000 10.00000
Perfromance avoidance 220 24.82 69.61 50.0000 7.62673
Jenis kelamin 220 .00 1.00 .4636 .49981
Valid N (listwise) 220
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui deskripsi statistik pada seluruh variabel
independen maupun variabel dependen dengan masing-masing nilai mean 50 dan
SD 10.
Nilai minimum untuk variabel prokrastinasi akademik yaitu 24.03 dan
nilai maksimumnya yaitu 70.54 variabel self-oriented perfectionism memiliki
nilai minimum 21.84 dan variabel maksimum 77.74 kemudian variabel other
oriented perfectionism memiliki nilai minimum 27.15 dan nilai maksimum
77.74. Selanjutnya variabel socially prescribe perfectionism memiliki nilai
minimum 22.43 dan nilai maksimum 75.65 untuk variabel mastery approach
memiliki nilai minimum 26.54 dan nilai maksimum 65.00 untuk variabel mastery
avoidance memiliki nilai minimum 24.31 dan nilai maksimum 66.78 untuk
variabel performance approach memiliki nilai maksimum 24.24 dan nilai
maksimum 72.49 untuk variabel performance avoidance nilai minimum 24.82 dan
58
nilai maksimum 69.61.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam
kelompok- kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum
berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum berjenjang ini contohnya adalah
dari rendah ke tinggi yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel
penelitian.
Sebelum mengkategorisasi skor masing-masing variabel berdasarkan
tingkat rendah dan tinggi, peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor
dengan menggunakan nilai mean. Skor yang berada di bawah nilai mean termasuk
pada kategori rendah sedangkan skor yang berada di atas nilai mean termasuk
pada kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
Berdasarkan tabel 4.3, subjek yang berada di kategori rendah pada
variabel prokrastinasi akademik berjumlah 105 subjek (47.7%). Pada kategori
tinggi yaitu sebanyak 115 subjek (52.3%). Dengan demikian, dari kategorisasi
ini variabel prokrastinasi banyak berada pada kategori tinggi.
Tabel 4.3
Kategorisasi Skor Penelitian
No Variabel Kategorisasi & Presentase Skor
Rendah % Tinggi %
1 Prokrastinasi Akademik 105 47.7% 115 52.3%
2 Self-oriented Perfectionism 103 46.8% 117 53.2%
3 Other Oriented Perfectionism 114 51.8% 106 48.2%
4 Socially Prescribe Perfectionism 99 45.0% 121 55.0%
5 Mastery Approach 156 70.9% 64 29.1%
6 Mastery Avoidance 73 33.2% 147 66.8%
7. Performance Approach 134 60.9% 86 39.1%
8 Performance Avoidance 90 40.9% 130 59.1%
Variabel self-oriented perfectionism pada kategori rendah berjumlah 103
59
subjek (46.8%) sedangkan pada kategori tinggi berjumlah 117 subjek (53.2%).
Artinya pada variabel self-oriented perfectionism ini skor subjek lebih banyak
pada kategori tinggi.
Variabel other oriented perfectionism yang berada pada kategori
rendah sebanyak 114 subjek (51.8%) sedangkan untuk kategori tinggi sebanyak
106 subjek (48.2%). Ini berarti pada variabel other oriented perfectionism
sebarannya lebih banyak pada kategori rendah.
Kemudian skor untuk variabel socially prescribe perfectionism memiliki
sebaran sebanyak 99 subjek (45.0%) pada kategori rendah dan 121 subjek
(55.0%) pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan kategori tinggi lebih banyak
daripada kategori rendah pada variabel socially prescribe perfectionism.
Skor untuk variabel mastery approach, hasilnya adalah sebanyak 156
subjek (70.9%) berada pada kategori rendah dan 64 subjek (29.1%) berada pada
kategori tinggi. Artinya subjek pada variabel mastery approach lebih banyak
berada pada kategori rendah.
Skor untuk variabel mastery avoidance, hasilnya adalah sebanyak 73 subjek
(33.2%) berada pada kategori rendah dan 147 subjek (66.8%) berada pada
kategori tinggi. Artinya subjek pada variabel mastery avoidance lebih banyak
berada pada kategori tinggi.
Skor untuk variabel performance approach hasilnya adalah sebanyak 134
subjek (60.9%) berada pada kategori rendah dan 86 subjek (39.1%) berada pada
kategori tinggi. Artinya subjek pada variabel performance approach lebih
banyak berada pada kategori rendah.
60
Selanjutnya, skor untuk variabel performance avoidance, hasilnya adalah
sebanyak 90 subjek (40.9%) berada pada kategori rendah dan 130 subjek (59.1%)
berada pada kategori tinggi. Artinya subjek pada variabel performance avoidance
lebih banyak berada pada kategori tinggi.
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 20. Seperti yang sudah
disebutkan pada Bab 3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu
melihat besaran R square untuk mengetahui varians dependent variable yang
dijelaskan oleh independent variable, kedua apakah secara keseluruhan
independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable,
kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing independent variable.
Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk melihat
berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh
independent variable Selanjutnya untuk tabel R square dapat dilihat
pada tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4
Tabel R square Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .381a .145 .113 8.79611
a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, other oriented perfectionism, performance approach,
mastery avoidance, performance avoidance, socially prescribe perfectionism, mastery approach,
self-oriented perfectionism
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa peroleh R square sebesar 0.145 artinya
proporsi varians dari prokrastinasi akademik yang dijelaskan oleh self-oriented
61
perfectionism, other oriented perfectionism, socially prescribe
perfectionism, mastery approach, mastery avoidance, performance
approach, dan performance avoidance adalah sebesar 14.5% sedangkan 85.5%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh variabel
independen terhadap prokrastinasi akademik. Adapun hasil uji F dapat dilihat
pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5
Tabel Anova
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 2776.489 8 347.061 4.486 .000b
Residual 16325.407 211 77.372 Total 19101.896 219
a. Dependent Variable: prokrastinasi akademik
b. Predictors: (Constant), jenis kelamin, other oriented perfectionism, performance approach,
mastery avoidance, performance avoidacne, socially prescribe perfectionism, mastery approach,
self-oriented perfectionism
Jika dilihat dari kolom paling kanan (.Sig) pada tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa nilai signifikansi lebih kecil (p < 0.05). Maka hipotesis nihil mayor yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independen
variabel terhadap dependen variabel, yaitu prokrastinasi akademik ditolak.
Artinya, ada pengaruh yang signifikan self-oriented perfectionism, other oriented
perfectionism, socially prescribe perfectionism, mastery approach, mastery
avoidance, performance approach, performance avoidance dan jenis kelamin
terhadap prokrastinasi akademik.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap seluruh independen
variabel. Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang
berarti bahwa independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan
62
terhadap prokrastinasi akademik. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel
4.6.
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.6, dapat disampaikan
persamaan regresi sebagai berikut: (* signifikan) Prokrastinasi akademik =
23.505 + 0.151 self-oriented perfectionism - 0.050 other oriented perfectionsim +
0.190 socially prescribe perfectionism* - 0.052 mastery approach + 0,076
mastery avoidance – 0.103 performance approach + 0.131 performance
avoidance - 2.159 jenis kelamin.
Tabel 4.6
Koefisien Regresi
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficient Sig.
B Beta
(Constant) 23.505 .003
Self-oriented Perfectionism .151 .147 .084
Other Oriented Perfectionism -.050 -.042 .520
Socially Prescribe Perfectionism .190 .169 .032
Mastery Approach -.052 -.048 .560
Mastery Avoidance .076 .067 .363
Performannce Approach .103 .110 .086
Performance Avoidance .131 .107 .113
Jenis Kelamin -2.159 -.116 .074
a. Dependen Variabel : Prokrastinasi Akademik
Dari tabel 4.6, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, kita cukup melihat sig pada kolom paling kanan (kolom keenam),
jika p < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya
terhadap prokrastinasi akademik dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya
variable socially prescribe perfectionism yang signifikan, sedangkan sisanya
tidak. Hal ini berarti dari 8 hipotesis minor hanya terdapat satu yang signifikan.
Penjelasan dari nilai masing-masing koefisien regresi independent variable
63
adalah sebagai berikut:
1. Variabel self-oriented perfectionism memiliki koefesien sebesar 0.151 dengan
nilai signifikansi sebesar 0.084. Karena nilai sig.>0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa self-oriented perfectionism pada perfeksionisme tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
2. Variabel other oriented perfectionism memiliki koefesien -0.050 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.520. Karena nilai sig.>0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa other oriented pada perfeksionisme tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
3. Variabel socially prescribe perfectionism memiliki koefesiensi 0.190 dengan
nilai signifikansi sebesar 0.032. Karena nilai sig.<0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak. Jadi, dapat disimpulkan
terdapat pengaruh signifikan socially prescribe perfectionism terhadap
prokrastinasi akademik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artinya
semakin tinggi nilai socially prescribe perfectionism seseorang maka
prokrastinasi akademik akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
4. Variabel mastery approach memiliki koefesien -0.052 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.560. Nilai sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
mastery approach pada achievement goal orientation tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
5. Variabel mastery avoidance memiliki koefesien 0.076 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.363. Karena nilai sig.>0.05 maka dapat disimpulkan
64
bahwa mastery avoidance pada achievement goal orientation tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
6. Variabel performance approach memiliki koefesien 0.103 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.086. Karena nilai sig.>0.05 dapat disimpulkan bahwa
performance approach pada achievement goal orientation tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
7. Variabel performance avoidance memiliki koefesien 0.131 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.113. Karena nilai sig.>0.05 dapat disimpulkan bahwa
performance avoidance pada achievement goal orientation tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa.
8. Variabel jenis kelamin memiliki nilai signifikansi sebesar 0.074. Karena nilai
sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel demografis jenis kelamin
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik
mahasiswa.
4.5 Analisis Proporsi Varians pada Masing-Masing Independen Variabel
Pengujian ada tahap ini bertujuan untuk melihat signifikan tidaknya penambahan
(incremented) proporsi varian dari tiap independent variable. Independent
variable tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel 4.7 akan dipaparkan
besarnya proporsi varians pada prokrastinasi akademik. Tabel 4.7 akan
menjelaskan seberapa banyak sumbangan setiap independen variabel yang
digunakan dalam penelitian memberikan pengaruh terhadap dependen variabel
prokrastinasi akademik.
65
Tabel 4.7
Proporsi Varian Sumbangan Masing-Masing Independen Variabel
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .279a .078 .073 8.98991 .078 18.356 1 218 .000
2 .287b .083 .074 8.98690 .005 1.146 1 217 .286
3 .323c .104 .092 8.89984 .022 5.266 1 216 .023
4 .323d .104 .088 8.91999 .000 .025 1 215 .874
5 .332e .110 .090 8.91156 .006 1.407 1 214 .237
6 .347f .120 .095 8.88305 .010 2.376 1 213 .125
7 .364g .132 .104 8.84192 .012 2.986 1 212 .085
8 .381h .145 .113 8.79611 .013 3.214 1 211 .074
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Sumbangan variabel self-oriented perfectionism terhadap prokrastinasi
akademik sebesar 7.8%. Sumbangan tersebut signifikan dengan nilai Sig. F
Change = 0.000 (Sig. F Change <0.005).
2. Variabel other oriented perfectionism memberikan sumbangan terhadap
prokrastinasi akademik sebesar 0.5%. Namun sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan nilai Sig. F Change = 0.286 (Sig. F Change <0.005).
3. Variabel socially prescribe perfectionism memberikan sumbangan terhadap
intensi prokrastinasi akademik 2.1%. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan nilai Sig. F Change = 0.023 (Sig. F Change <0.005), yang
artinya variabel socially prescribe perfectionism memberikan sedikit
sumbangan atau pengaruh bagi bervariasinya prokrastinasi akademik dalam
diri seseorang.
66
4. Sumbangan variabel mastery approach terhadap prokrastinasi akademik
sebesar 0% dengan nilai Sig. F Change = 0.874 (Sig. F Change <0.005)
sehingga tidak signifikan.
5. Sumbangan variabel mastery avoidance terhadap prokrastinasi akademik
sebesar 0.6%. Namun sumbangan tersebut tidak signifikan dengan nilai Sig. F
Change = 0.237 (Sig. F Change <0.005).
6. Variabel performance approach memberikan sumbangan terhadap
prokrastinasi akademik sebesar 1%. Namun sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan nilai Sig. F Change = 0.125 (Sig. F Change <0.005).
7. Variabel performance avoidance memberikan sumbangan terhadap
prokrastinasi akademik sebesar 1.2%. Namun sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan nilai Sig. F Change = 0.085 (Sig. F Change <0.005).
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan terhadap prokrastinasi
akademik sebesar 1.3%. Namun sumbangan tersebut tidak signifikan dengan
nilai Sig. F Change = 0.074 (Sig. F Change <0.005).
67
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji multiple
regression, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan self-
oriented perfectionism, other oriented perfectionism, socially prescribe
perfectionism, mastery approach, mastery avoidance, performance approach,
performance avoidance, dan jenis kelamin terhadap prokrastinasi akademik
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 14,5%.
Berdasarkan uji hipotesis minor, terdapat satu variabel yang memiliki
pengaruh yang signifikan yaitu socially prescribe perfectionism. Sementara self-
oriented perfectionism, other oriented perfectionism, mastery approach, mastery
avoidance, performance approach, performance avoidance, dan jenis kelamin
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi prokrastinasi
akademik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa
dari delapan independen variable yang diteliti terdapat satu variabel yang
mempengaruhi prokrastinasi akademik secara signifikan. Variabel tersebut yaitu
socially prescribe perfectionism.
Variabel socially prescribe perfectionism berpengaruh terhadap prokrastinasi
akademik secara signifikan dengan arah positif. Hal ini sesuai dengan penelitian
Bong et al. (2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai socially prescribe
68
perfectionism maka frekuensi prokrastinasi akademik juga semakin tinggi.
Artinya, mahasiswa yang mendapatkan tuntutan kesempurnaan berlebihan dari
lingkungan memiliki kecenderungan melakukan prokrastinasi akademik yang
lebih besar. Mahasiswa dengan nilai socially prescribe perfectionism yang tinggi
melakukan penundaan dalam melakukan tugas akademik sebagai cara untuk
menghindari penilaian dari lingkungannya, seperti orang tua dan guru yang
memberikan ekspektasi berlebihan (Bong et al, 2014).
Socially prescribe perfectionism adalah perfeksionis yang merupakan hasil
bentukan dari lingkungan sosialnya, sehingga rentan menunda pekerjaan mereka
karena terlalu peka atau takut gagal, cenderung menyalahkan orang lain,
kecemasan akan penilaian sosial, kurangnya asertivitas, dan memiliki kepercayaan
diri yang lemah (Gunawinata et al, 2008). Ketika seorang dengan nilai social
prescribe perfectionism tinggi mendapatkan tugas tertentu dari orang tua, guru
atau figur yang lebih kuat, mereka berpotensi lebih besar dalam melakukan
prokrastinasi sebagai bentuk ekspresi atau cara untuk menutupi perasaan
negatifnya (Milgram et al., 1988; dalam Bong et al, 2014).
Mahasiswa dengan nilai socially prescribe perfectionism tinggi akan berusaha
untuk menjalin komitmen persahabatan dengan mahasiswa lainnya. Namun, untuk
menjaga komitmen tersebut mereka cenderung berusaha terlalu keras dan
berkonsentrasi penuh pada pemenuhan standar kesempurnaan yang terlampau
tinggi dari teman-teman di kampus. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa
dengan nilai socially prescribe perfectionism tinggi melakukan prokrastinasi
akademik.
69
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak terbukti memiliki
pengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Hal ini terkadang menjadi
bertentangan dengan penelitian sebelumnya. Adapun variabel yang tidak terbukti
memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi antara lain self-oriented perfectionism,
other oriented perfectionism, mastery approach, mastery avoidance, performance
approach, performance avoidance dan jenis kelamin.
Self-oriented perfectionism tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan
terhadap prokrastinasi akademik. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan melihat
dari responden yang memiliki rata-rata usia pada masa perkembangan dewasa
awal. Salah satu karakteristik dan tugas perkembangan dewasa awal adalah masa
untuk mengembangkan karir dan menjalin hubungan secara lebih intim (Papalia,
Harvey, Feldman & Camps, 2007). Orientasi mahasiswa untuk mencapai prestasi
dapat berubah seiring dengan perkembangan psikologis individu. Self-oriented
perfectionism pada responden di masa dewasa awal ini tidak hanya fokus pada
pendidikan, namun mereka juga mulai memikirkan untuk mencari kerja dan
menjalin hubungan dengan lawan jenis bahkan sebagian sudah memiliki pasangan
hidup dan anak. Mahasiswa yang sudah memasuki tahap dewasa awal memiliki
orientasi mengenai karir dan hubungan keluarga. Pada usia 20-an, terdapat
mahasiswa yang sudah menikah dan sebagian lain sudah memulai memasuki
dunia kerja.
Hasil penelitian self-oriented perfectionism bertentangan dengan penelitian
terdahulu yang menemukan pengaruh signifikan self-oriented perfectionism
terhadap prokrastinasi akademik (Capan, 2010; Indrayati, 2012; Bong et al, 2014).
70
Perbedaan tersebut juga bisa disebabkan self-oriented perfectionism
membutuhkan variabel lain seperti self-efficacy (Bong et al, 2014) dalam
mempengaruhi prokrastinasi akademik. Artinya, seseorang yang menetapkan
standar tinggi terhadap dirinya sendiri akan mempengaruhi prokrastinasi
akademik jika dia memiliki kepercayaan diri.
Perbedaan hasil penelitian ini juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan
responden penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan responden
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester 6-14. Hasilnya menjadi
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan responden siswa
Menengah Pertama dengan rentang usia 12-13 tahun (Bong et al, 2014).
Other oriented perfectionism berpengaruh terhadap prokrastinasi dengan arah
negatif namun tidak signifikan. Hasil tersebut konsisten seperti penelitian
terdahulu oleh Capan (2010) dan Indrayati (2012) yang tidak menemukan
pengaruh yang signifikan dari other oriented perfectionism terhadap prokrastinasi
akademik. Ini berarti individu yang memiliki standar yang tinggi terhadap orang
lain belum tentu melakukan punundaan dalam hal akademik.
Mastery approach tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap
prokrastinasi akademik. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Howell dan Watson (2006) yang mengatakan bahwa prokrastinasi akademik
dipengaruhi oleh mastery approach. Perbedaan hasil bisa saja terjadi karena
jumlah responden yang terindikasi mastery approach sedikit. Sebagian besar
responden dalam penelitian ini tidak mementingkan penguasaan terhadap materi
71
kelas. Penelitian ini mendapatkan bahwa responden yang melakukan mastery
approach hanya 29.1 % dari total 220 mahasiswa.
Mastery avoidance tidak terbukti memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap prokrastinasi akademik. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian
(Howell & Watson, 2006) yang menemukan bahwa mastery avoidance memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik dengan arah koefesien
positif. Perbedaan hasil ini bisa saja dipengaruhi oleh faktor budaya Indonesia dan
Amerika yang berbeda. Tujuan berprestasi yang berfokus pada penghindaran
kegagalan dalam menguasai materi kuliah, tidak menjadi faktor penyebab
prokrastinasi akademik bagi mahasiswa di Indonesia khususnya di Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Performance approach dan performance avoidance berpengaruh terhadap
prokrastinasi akademik dengan arah positif namun tidak signifikan. Hasil ini
konsisten dengan penelitian Howell dan Watson (2006) yang juga tidak
menemukan pengaruh signifikan variabel performance approach dan performance
avoidance terhadap prokrastinasi akademik.
Apabila melihat hasil dan pembahasan di atas, dapat terlihat dinamika dalam
penelitian mengenai variabel achievement goal orientation. Berdasarkan
kategorisasi penelitian, dinamika tersebut menjelaskan bahwa mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki kecenderungan orientasi belajar yang
bertujuan pada avoidance/penghindaran, artinya sebagian besar responden
menganggap belajar bertujuan untuk menghindari penglaman buruk dan
kecemasan akan kegagalan pada hasil pembelajaran. Kecenderungan avoidance
72
mengindikasikan bahwa tujuan responden untuk mencapai prestasi dalam
pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor alasan dengan valensi negatif.
Penelitian ini juga tidak menemukan pengaruh signifikan dari jenis kelamin
terhadap prokrastinasi akademik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gender tidak
mempengaruhi seseorang dalam menunda tugas akademik. Hal ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya oleh Balkis dan Duru (2009) yang menemukan
bahwa laki-laki memiliki kecenderungan melakukan prokrastinasi lebih tinggi
daripada perempuan. Namun penelitian yang dilakukan oleh Ferrari (2005)
memiliki hasil yang sama dengan penelitian ini. Mereka menemukan bahwa tidak
ada perbedaan tingkat prokrastinasi yang signifikan antara laki-laki dengan
perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sikap prokrastinasi akademik
dalam diri seseorang tidak ditentukan oleh jenis kelamin.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini
menemukan pengaruh sebesar 14,5%, jadi masih terdapat 85,5% pengaruh yang
dapat dijelaskan oleh variabel selain perfeksionisme dan achievement goal
orientation terhadap perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Kedua,
penelitian ini hanya mengukur perilaku responden menggunakan metode self-
report. Untuk mengukur variabel penelitian yang cenderung dimaknai negatif oleh
masyarakat seperti prokrastinasi akademik, seharusnya pengukuran tidak hanya
dilakukan melalui self-report. Ketiga, dalam konteks metodologis, penelitian ini
menggunakan teknik samping yang bersifat non-probability.
73
5.3 Saran
Peneliti menyadari banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini. Namun peneliti
berharap keterbatasan tersebut dapat menjadi pembelajaran untuk diri peneliti
sendiri dan peneliti lain. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
peneliti membagi dua saran, yaitu saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran teoritis
1. Sumbangan variabel yang digunakan terhadap prokrastinasi akademik hanya
sebesar 14,5% dan sisanya 85,5% dipengarui faktor lain. Munculnya perilaku
prokrastinasi akademik juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial seperti social
support, afirmasi sosial dan konformitas. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih mengenai prokrastinasi akademik, seperti dampak
negatif, upaya pencegahan dari variabel lainnya yang mempunyai pengaruh
besar terhadap prokrastinasi akademik serta mengetahui penanganan yang
tepat apabila mahasiswa memiliki prokrastinasi akademik.
2. Untuk mengukur variable negatif, peneliti menyarankan tidak hanya
menggunakan self-report tetapi bisa menggunakan alat ukur lain, misalnya
Vignette.
3. Penulis menyarankan agar penelitian selanjutnya melakukan teknik
pengambilan sampel secara probability sampling, yang artinya setiap individu
memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel. Hal ini
dikarenakan penelitian dilakukan di kampus yang memungkinkan
pengambilan sampel dilakukan dengan probability sampling.
74
4. Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya peneliti lebih memperhatikan
responden dalam mengisi kuesioner yang diberikan. Apakah responden
mengisi secara benar atau terburu-buru. Selain itu melihat kemungkinan
responden menjawab kuesioner secara asal atau sudah memahami isi
kuesioner terlebih dahulu.
5.3.2 Saran praktis
1. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa socially prescribe perfectionism
berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa. Artinya, tuntutan
yang terlalu tinggi dari lingkungan akan berdampak pada ketakutan
mahasiswa untuk gagal, sehingga menunda dalam melakukan tugas akademik.
Peneliti menyarankan teman sepermainan dan orang tua untuk mengetahui
kemampuan dan batasan individu sehingga tidak memberikan harapan dan
tuntutan yang berlebihan pada individu.
2. Mahasiswa hendaknya menjadikan harapan orang lain terhadap dirinya
sebagai motivasi untuk berani menyelesaikan tugas, supaya tidak
menjadikannya sebagai beban karena kekhawatiran berlebihan untuk
mencapai standar seperti harapan lingkungan. Ada baiknya diberikan seminar
atau program belajar bersama agar mahasiswa dengan socially prescribe
perfectionism tinggi dapat terpacu untuk menyelesaikan tugas-tugas
akademiknya. Program tersebut dapat bekerja sama dengan DEMA di kampus.
3. Bagi para mahasiswa supaya lebih memiliki kesadaran akan efek negatif dari
prokrastinasi akademik. Maka dengan begitu mahasiswa mampu mengatasi
75
problem akan penundaan dalam hal akademik dan mampu menyelesaikan
tugas-tugas akademik tepat waktu.
76
DAFTAR PUSTAKA
Ames, C. (1992). Classroom: Goals, structures and student motivation. Journal of
Educational Psychology, 84 (3), 261-271
Balkis, M & Duru, E. (2009). Prevalence of academic procrastination behavior
among pre-service teachers,and its relationship with demographicsand
individual preferences. Journal of Theory and Practice in Education, 5 (1),
18-32
Burka, J. B. & Yuen, J. N. (2008). Procrastination: Why you do it, what to do
abaout it now. U.S. Da Capo Press
Bong, M., Hwang, A., Noh, A., & Kim, S. (2014) Perfectionism and motivation of
adolescents in academic contexts. Journal of Educational Psychology, 106
(3), 711–729
Capan, B. E. (2010). Relationship among perfectionism, academic procrastination
and life satisfaction of university students. Journal of Procedia Social and
Behavioral Sciences, 5. 1665–1671
Chu, A. H. C. & Choi, J. N. (2005). Rethinking procrastination: Positive effects of
“active” procrastination behavior onattitudes and performance. The Journal
of Social Psychology, 145 (3), 245–264
Dwisepti, K. (2014). Pengaruh self-regulate learning dan asertifitas terhadap
prokrastinasi akademik mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Eerde, W. (2003). A meta-analytically derived nomological network of
procrastination. Journal of Personality and Individual Differences, 35,
1401–1418
Elliot, A. J. & McGregor, H. A. (2001). A 2x2 achievement goal framework.
Journal of Personality and Social Psychology, 80 (3), 501-519
Febriana, R. (2013). Pengaruh motivasi berprestasi dan kecemasan akademik
terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa Fakultas Teknik Universitas
Pamulang. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ferrari, J. R., O'Callaghan, J. & Newbegin, I. (2005). Prevalence of
procrastination in the United States, United Kingdom, and Australia:
Arousal and avoidance delays among adults. North American Journal of
Psychology, 7 (1), 1-6
Frost, R. O., Marten, P., Lahart, C. & Rosenblate, R. (1990). The dimensions of
perfectionism. Cognitive Therapy and Research, 14 (5), 449-468ve Therap
Gunawinata, V. A. R., Nanik & Lasmono, H. K. (2008). Perfeksionisme,
prokrastinasi akademik dan penyelesaian skripsi mahasiswa. Indonesian
Psychology Journal, 23, 256-276
77
Hanifah, P. M. (2012). Pengaruh self-efficacy, motivasi berprestasi, self-
regulation, dan dukungan sosial orang tua terhadap prokrastinasi dalam
menyelesaikan skripsi. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Hasanah, N. (2013). Pengaruh tipe kepribadian dan self-effcacy terhadap perilaku
prokrastinasi pada tugas akhir mahasiswi Institut Ilmu al-Qur’an. Skripsi
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hewwit, P. L. & Flet, P. L. (1991). Perfectionism in the self and social context:
Conseptualization, assessment, and association with psychopatology.
Journal of personality and social psychology, 60 (3), 456-470
Howell, A. J. & Watson, D. C. (2007). Procrastination: Associations with
achievement goal orientation and learning strategies. Personality and
Individual Differences, 43, 167–178
Indrayati, P. (2012). Pengaruh self efficacy, perfectionisme, dan faktor demografis
terhadap prokrastinasi pada mahsiswa fakultas psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dalam menyelesaikan skripsi. Skripsi Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jiao, Q. G., DaRos-Voseles, Denise, A. C., Kathleen, M. T. & Onwuwgbuzie, A.
J. (2011). Academic procrastination and the performance of graduate-
levelcooperative groups in research methods courses. Journal of the
Scholarship of Teaching and Learning, 11 (1), 119–138
Kartini, D. (2014). Pengaruh self-regulate learning dan asertivitas terhadap
prokrastinasi akademik mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Klassen, R. M., Krawchuk, L. L. & Rajani, S. (2008) Academic procrastination of
undergraduates: Low self-efficacy to self-regulate predictshigher levels of
procrastination. Contemporary Educational Psychology, 33, 915–931
Maula, I. (2012). Pengaruh self-efficacy akademik dan tipe kepribadian terhadap
prokrastinasi akademik pada pengguna internet. Skripsi Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mawlida, Z. (2014). Studi tentang pengaruh impulsiveness, work self-efficacy dan
perfectionism terhadap perilaku prokrastinasi kerja karyawan. Skripsi
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mustikaningsih, R. (2013). Pengaruh kontrol diri dan kecemasan terhadap
prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang tergabung dalam organisasi
pecinta alam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nurfaizin (2014). Pengaruh self-control dan locus of control terhadap
prokrastinasi akademi mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir
78
(skripsi) di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Papalia, D. E., Sterns, H. L., Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2007) Adult
Development and Aging. New York: The McGraw-Hill Companies.
Pintrinch, P. R. (2008) Motivation in Education: Theory, Research and
Application. New Jersey: Pearson education.
Putri, S. A. S (2013). Pengaruh perfeksionisme, prokrastinasi dan jenis kelamin
terhadap psychological distress mahasiswa yang sedang mengerjakan
skripsi. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Reza, F. (2013). Pengaruh self-efficacy dan kecemasan terhadap prokrastinasi
menyusun skripsi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Saboonchi, F. & Lundh L. G. (1997). Perfectionism, self counciousness and
anxiety. Person. individ. DQ, 22 (6), 921-928
Sirin, E. F. (2011) Academic procrastination among undergraduates attending
school of physical education and sports: Role of general procrastination,
academic motivation and academic self-efficacy. Journal of Educational
Research and Review, 6 (5), 447
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and
theoreticalreview ofquintessential self-regulatory failure. Psychological
Bulletin, 133 (1), 65-94
Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic procrastination: frequency
and cognitive behavioral correlates. Journal of Counseling Psychology, 31
(4), 503-509
Thompson, B. (2004). Exploratory and confirmatory factor analysis:
Understanding concepts and applications. Washington DC: American
Psychological Association.
Tondok, M. S., Ristyadi, H., & Kartika, A. (2008) Prokrastinasi akademik dan
niat membeli skripsi. Indonesian Psychological Journal, 24 (1), 76-87
79
LAMPIRAN
INFORMED CONSENT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Selamat Pagi/ Siang/ Sore
Saya Muhammad Syamsud Dluha mahasiswa dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Saya ingin melakukan penelitian tentang Prokrastinasi Akademik sebagai bagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Psikologi. Saya berharap teman-teman bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Semua informasi yang teman-teman berikan terjamin
kerahasiannya. Saya mohon teman-teman untuk mengisi informed consent di bawah sebagai tanda
persetujuan teman-teman untuk menjadi responden penelitian saya.
Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini,
nama/inisial :
jenis kelamin (pilih salah satu) :
1. Laki-laki
2. Perempuan
fakultas (pilih salah satu) :
1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 2. Fakultas Adab dan Humaniora
3. Fakultas Ushuluddin 4. Fakultas Syariah dan Hukum
5. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi 6. Fakultas Dirasat Islamiyah
7. Fakultas Psikologi 8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
9. Fakultas Sains dan Teknologi 10. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
11. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
semester (pilih salah satu) :
1. 6 2. 8 3. 10 4. 12 5. 14
Ciputat, 2016
Tanda Tangan
80
Instruksi :
Terdapat beberapa pernyataan yang sesuai atau tidak sesuai dengan diri
Anda. Pilihlah nomor yang menyatakan tingkat Selalu sampai Tidak Pernah pada
tiap-tiap pernyataan. Pastikan pada setiap pernyataan hanya ada SATU pilihan
jawaban. Cara menjawabnya yaitu dengan memberikan tanda √ pada pilihan
jawaban yang paling menggambarkan diri Anda.
Skala 1
No. Item Tidak
Pernah Jarang Sering Selalu
1 Seberapa sering Anda menunda dalam
membuat makalah?
2 Seberapa sering menuda dalam membuat
makalah menjadi masalah bagi Anda?
3 Seberapa jauh Anda ingin mengurangi
kecenderungan Anda untuk menunda dalam
membuat makalah?
4 Seberapa sering Anda menunda belajar untuk
ujian?
5 Seberapa sering menunda belajar untuk ujian
menjadi masalah bagi Anda
6 Seberapa jauh Anda ingin mengurangi
kecenderungan Anda menunda belajar untuk
ujian?
7 Seberapa sering Anda menunda tugas
membaca mingguan
8 Seberapa sering menunda tugas membaca
mingguan menjadi masalah bagi Anda
9 Seberapa jauh Anda ingin mengurangi
kecenderungan Anda menunda tugas
membaca mingguan?
10 Seberapa sering Anda menunda tugas
adminstrasi akademik (mengisi formulir,
registrasi untuk kelas, membuat kartu
anggota)
11 Seberapa sering menunda tugas adminstrasi
akademik (mengisi formulir, registrasi untuk
kelas, membuat kartu anggota) menjadi
masalah bagi Anda
12 Seberapa jauh Anda ingin mengurangi
kecenderungan Anda menunda tugas
adminstrasi akademik (mengisi formulir,
registrasi untuk kelas, membuat kartu
anggota)?
13 Seberapa sering Anda menunda tugas
kehadiran (bertemu dengan advisor, membuat
janji dengan dosen)
14 Seberapa sering menunda tugas kehadiran
(bertemu dengan advisor, membuat janji
81
dengan dosen) menjadi masalah bagi Anda
No. Item Tidak
Pernah Jarang Sering Selalu
15 Seberapa jauh Anda ingin mengurangi
kecenderungan Anda menunda tugas
kehadiran (bertemu dengan advisor, membuat
janji dengan dosen)
16 Seberapa sering Anda menunda kegiatan
sekolah secara umum (general)
17 Seberapa sering menunda kegiatan sekolah
secara umum (general) menjadi masalah bagi
Anda
18 Seberapa jauh Anda ingin mengurangi
kecenderungan Anda menunda kegiatan
sekolah secara umum (general)?
Skala 2
No. Item STS TS S SS
1 Ketika saya mengerjakan sesuatu, saya tidak bisa
bersantai sampai itu sempurna
2 Saya bertujuan untuk menjadi sempurna dalam segala
hal yang saya lakukan
3 Aku tidak pernah bertujuan untuk kesempurnaan pada
tugas saya
4 Saya jarang merasa perlu untuk menjadi sempurna
5 Saya berusaha untuk menjadi sempurna seperti yang
saya bisa
6 Menjadi hal yang penting bagi saya untuk
mengusahakan segala sesuatu sempurna
7 Saya berusaha untuk menjadi yang terbaik di segala
sesuatu yang saya lakukan
8 Saya tidak mengharapkan kesempurnaan diri
9 Pengerjaan tugas yang salah membuat saya tidak
nyaman
10 Saya perfeksionis dalam menetapkan tujuan
11 Saya berusaha untuk memaksimalkan potensi setiap
waktu
12 Saya tidak harus menjadi yang terbaik pada seluruh
tugas yang saya kerjakan
13 Saya tidak memiliki tujuan yang sangat tinggi untuk
diri sendiri
14 Saya menetapkan tujuan yang sangat tinggi untuk diri
sendiri
15 Saya harus selalu sukses dalam sekolah dan bekerja
16 Saya tidak akan mengkritik seseorang untuk menyerah
terlalu mudah
17 Berada dekat dengan orang sukses bukan prioritas
penting saya
18 Saya jarang mengeluh dengan teman yang bekerja asal-
asalan
19 Segala sesuatu yang orang lain lakukan harus memiliki
kualitas terbaik
82
No. Item STS TS S SS
20 Saya tidak peduli ketika orang terdekat saya tidak
melakukan kemampuan terbaik mereka
21 Saya memiliki harapan yang tinggi untuk orang-orang
yang penting bagi saya
22 Saya tidak menuntut standar yang sangat tinggi untuk
orang-orang di sekitar saya
23 Saya akan terganggu dengan orang yang tidak berusaha
untuk memperbaiki diri
24 Saya tidak berharap banyak dari teman-teman saya
25 Jika saya meminta seseorang untuk melakukan sesuatu,
saya berharap dia melakukannya dengan sempurna
26 Saya tidak tahan melihat orang-orang dekat dengan
saya membuat kesalahan
27 Orang-orang yang peduli kepada saya harus tidak
pernah mengecewakan saya
28 Saya menghormati orang yang di atas rata-rata
29 Saya tidak mempermasalahkan teman dekat yang tidak
melakukan sesuatu secara maksimal
30 Saya jarang mengharapkan orang lain untuk unggul di
apa pun yang mereka lakukan
31 Saya merasa sulit untuk memenuhi harapan orang lain
terhadap saya
32 Orang di sekitar saya siap menerima bahwa saya juga
bisa membuat kesalahan
33 Semakin baik saya bekerja, orang lain semakin minta
saya untuk melakukannya
34 Apa pun pekerjaan saya yang kurang baik akan dilihat
sebagai kinerja yang buruk oleh orang-orang di sekitar
saya
35 Orang-orang di sekitar saya mengharapkan saya untuk
sukses di segala sesuatu yang saya lakukan
36 Orang lain akan menyukai saya bahkan jika saya tidak
unggul dalam segala
37 Sukses berarti bahwa saya harus bekerja lebih keras
untuk menyenangkan orang lain
38 Orang lain berpikir saya baik-baik saja, bahkan ketika
saya tidak sukses
39 Saya merasa bahwa orang-orang terlalu menuntut saya
40 Meskipun mereka mungkin tidak mengatakan itu,
orang lain sangat marah dengan saya ketika saya
mengalami kegagalan
41 Keluarga saya mengharapkan saya untuk menjadi
sempurna
42 Orang tua saya jarang mengharapkan saya untuk
unggul dalam semua aspek kehidupan saya
43 Orang selalu berharap kesempurnaan saya
44 Orang mengharapkan lebih dari yang saya mampu
berikan
45 Orang-orang di sekitar saya tetap berpikir saya masih
kompeten bahkan jika saya melakukan kesalahan
83
Skala 3
No. Item STS TS S SS
1 Penting bagi saya untuk mengerjakan tugas lebih baik
daripada mahasiswa lain lakukan
2 Tidak penting bagi saya untuk mengerjakan tugas lebih
baik daripada mahasiswa lain di kelas ini
3 Tujuan saya di kelas ini adalah untuk menjadi juara
diantara mahasiwa terbaik
4 Saya merasa khawatir ketika saya tidak mempelajari
semua hal yang diajarkan di kelas
5 Saya tetap merasa tenang ketika saya tidak memahami
pelajaran di kelas seperti yang saya inginkan
6 Saya sering merasa gelisah ketika saya mungkin tidak
belajar semua yang diberikan di kelas
7 Saya ingin belajar semua yang diajarkan di kelas
semaksimal yang saya bisa
8 Penting bagi saya untuk memahami semua konten yang
diajarkan semaksimal mungkin
9 Saya tidak berkeinginan untuk menguasai semua yang
diajarkan di kelas
10 Saya hanya ingin untuk menghindari mengerjakan tugas
dengan buruk di kelas.
11 Tujuan saya di kelas ini adalah untuk menghindari
pengerjaan tugas dengan buruk
12 Ketakutan saya untuk berkinerja buruk sering memotivasi
saya dalam kelas ini
84
SYNTAX DAN PATH DIAGRAM
UJI VALIDITAS KOSTRUK PROKRASTINASI AKADEMIK DA NI=18 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 PM SY FI=PRO18.COR MO NX=18 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK PROKRASTINASI FR TD 16 13 TD 4 1 TD 6 3 TD 18 15 TD 15 12 TD 15 14 TD 9 6 FR TD 9 3 TD 9 8 TD 8 5 TD 18 12 TD 12 11 TD 6 5 TD 17 7 FR TD 16 7 TD 5 2 TD 8 2 TD 12 9 TD 8 7 TD 12 6 TD 7 6 FR TD 2 1 TD 11 10 TD 14 13 TD 17 15 TD 16 10 TD 10 7 FR TD 15 10 TD 18 6 TD 18 7 TD 11 9 TD 14 5 TD 16 5 FR TD 5 4 TD 14 2 TD 16 1 TD 16 4 TD 13 4 TD 13 1 TD 7 4 TD 7 1
FR TD 3 1 TD 18 9 TD 18 3 TD 12 3 TD 15 3 TD 14 9 TD 3 2 TD 16 14
FR TD 15 6 TD 15 9 TD 15 13 TD 16 15 TD 17 6 TD 10 1 TD 6 1 TD 18 2
FR TD 18 5 TD 7 2 TD 9 1 TD 17 8 TD 17 1 TD 17 4 TD 10 4 TD 13 10
FR TD 14 10 TD 13 11 TD 13 7 TD 11 4 TD 13 9
PD OU SS TV MI IT=200 AD=OFF
85
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF ORIENTED PERFECTIONISM DA NI=15 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 PM SY FI=SOP.COR MO NX=15 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SELF ORIENTED PERFECTIONISM FR TD 2 1 TD 4 3 TD 15 13 TD 11 2 TD 10 5 TD 9 8 TD 8 3 FR TD 12 6 TD 8 4 TD 14 13 TD 15 14 TD 8 1 TD 5 4 TD 9 4 FR TD 11 6 TD 10 6 TD 13 4 TD 13 3 TD 15 8 TD 11 5 TD 12 8 FR TD 12 7 TD 14 12 TD 12 13 TD 12 3 PD OU SS TV MI
86
UJI VALIDITAS KONSTRUK OTHER ORIENTED PERFECTIONISM DA NI=15 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 PM SY FI=OOP.COR MO NX=15 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK OTHER ORIENTED PERFECTIONISM FR TD 5 1 TD 15 14 TD 9 5 TD 7 2 TD 3 2 TD 13 2 TD 12 11 TD 13 1 TD 7 4 FR TD 9 4 TD 8 7 TD 6 5 TD 10 6 TD 4 2 TD 13 7 TD 10 4 TD 14 9 TD 11 10 FR TD 7 6 TD 6 2 TD 11 7 PD OU SS TV MI
87
UJI VALIDITAS KONSTRUK SOCIALLY PRESCRIBE PERFECTIONISM DA NI=15 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 PM SY FI=SPP.COR MO NX=15 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SOCIALLY PRESCRIBE PERFECTIONISM FR TD 10 9 TD 13 5 TD 9 1 TD 8 5 TD 11 3 TD 8 6 TD 7 4 TD 3 2 FR TD 12 10 TD 8 7 TD 13 9 TD 9 4 TD 6 1 TD 14 2 TD 13 7 TD 15 4 FR TD 13 3 TD 11 5 TD 15 14 TD 15 12 TD 15 10 TD 14 10 TD 15 6 TD 6 4 PD OU SS TV MI
88
UJI VALIDITAS KONSTRUK MASTERY APPROACH DA NI=3 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 PM SY FI=MAP.COR MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST LK MASTERY APPROACH PD OU SS TV MI
UJI VALIDITAS KONSTRUK MASTERY AVOIDANCE
DA NI=3 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 PM SY FI=MAV.COR MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST LK MASTERY AVOIDANCE PD OU SS TV MI
89
UJI VALIDITAS KONSTRUK PERFORMANCE APPROACH
DA NI=3 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 PM SY FI=PAP.COR MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST LK PERFORMANCE APPROACH PD OU SS TV MI
UJI VALIDITAS KONSTRUK PERFORMANCE AVOIDANCE DA NI=3 NO=220 MA=PM LA X1 X2 X3 PM SY FI=PAV.COR MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST LK PERFORMANCE AVOIDANCE PD OU SS TV MI
90
Output Regresi Stepwise
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .381a .145 .113 8.79611
a. Predictors: (Constant), JENIS_KELAMIN,
OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM,
PERFORMANCE_APPROACH, MASTERY_AVOIDANCE,
PERFROMANCE_AVOIDACNE,
SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM,
MASTERY_APPROACH, SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 2776.489 8 347.061 4.486 .000b
Residual 16325.407 211 77.372
Total 19101.896 219
a. Dependent Variable: PROKRASTINASI_AKADEMIK
b. Predictors: (Constant), JENIS_KELAMIN, OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM,
PERFORMANCE_APPROACH, MASTERY_AVOIDANCE, PERFROMANCE_AVOIDACNE,
SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM, MASTERY_APPROACH,
SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM
91
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 23.505 7.896 2.977 .003
SELF_ORIENTED_PERFE
CTIONISM .151 .087 .147 1.734 .084
OTHER_ORIENTED_PERF
ECTIONISM -.050 .078 -.042 -.645 .520
SOCIALLY_PRESCRIBE_P
ERFECTIONISM .190 .088 .169 2.165 .032
MASTERY_APPROACH -.052 .089 -.048 -.583 .560
MASTERY_AVOIDANCE .076 .083 .067 .912 .363
PERFORMANCE_APPROA
CH .103 .060 .110 1.724 .086
PERFROMANCE_AVOIDA
CNE .131 .082 .107 1.592 .113
JENIS_KELAMIN -2.159 1.204 -.116 -1.793 .074
a. Dependent Variable: PROKRASTINASI_AKADEMIK
92
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .279a .078 .073 8.98991 .078 18.356 1 218 .000
2 .287b .083 .074 8.98690 .005 1.146 1 217 .286
3 .323c .104 .092 8.89984 .022 5.266 1 216 .023
4 .323d .104 .088 8.91999 .000 .025 1 215 .874
5 .332e .110 .090 8.91156 .006 1.407 1 214 .237
6 .347f .120 .095 8.88305 .010 2.376 1 213 .125
7 .364g .132 .104 8.84192 .012 2.986 1 212 .085
8 .381h .145 .113 8.79611 .013 3.214 1 211 .074
a. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM
b. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM
c. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM, TS_SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM
d. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM, TS_SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM,
TS_MASTERY_APPROACH
e. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM, TS_SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM,
TS_MASTERY_APPROACH, TS_MASTERY_AVOIDANCE
f. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM, TS_SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM,
TS_MASTERY_APPROACH, TS_MASTERY_AVOIDANCE, TS_PERORMANCE_APPROACH
g. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM, TS_SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM,
TS_MASTERY_APPROACH, TS_MASTERY_AVOIDANCE, TS_PERORMANCE_APPROACH,
TS_PERORMANCE_AVOIDANCE
h. Predictors: (Constant), TS_SELF_ORIENTED_PERFECTIONISM,
TS_OTHER_ORIENTED_PERFECTIONISM, TS_SOCIALLY_PRESCRIBE_PERFECTIONISM,
TS_MASTERY_APPROACH, TS_MASTERY_AVOIDANCE, TS_PERORMANCE_APPROACH,
TS_PERORMANCE_AVOIDANCE, JENIS_KELAMIN