identifikasi perubahan tutupan lahan … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam...

71
IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI-WAKTU DAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI IUPHHK-HA PT. AUSTRAL BYNA KALIMANTAN TENGAH GINA AMALIA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Upload: duongdat

Post on 22-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI-WAKTU DAN

TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

DI IUPHHK-HA PT. AUSTRAL BYNA

KALIMANTAN TENGAH

GINA AMALIA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI-WAKTU DAN

TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI IUPHHK-HA PT. AUSTRAL BYNA

KALIMANTAN TENGAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

GINA AMALIA

E14080035

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 3: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

RINGKASAN

GINA AMALIA. E14080035. Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu dan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) di IUPHHK-HA PT. Austral Byna Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH

Pemanfaatan hutan oleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau yang kini dikenal dengan istilah Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Hasil Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) mendatangkan banyak manfaat tetapi juga membawa sisi buruk untuk kehutanan Indonesia. Kegiatan ini telah meningkatkan perekonomian dan pembangunan daerah, akan tetapi juga mendorong meningkatnya laju deforestasi, dan juga degradasi hutan. Pada umumnya degradasi hutan yang terjadi pada hutan produksi mengakibatkan kerusakan atau pengurangan luas hutan produktif terhadap keseluruhan luas kawasan hutan yang akan mempengaruhi produktifitas.

Dampak negatif dari deforestasi dan degradasi dapat diminimalisir melalui upaya monitoring yang cepat dan efisien menggunakan penginderaan jauh. Citra digital atau data penginderaan jauh merupakan salah satu data dalam melakukan analisis permukaan bumi. Kementerian kehutanan menggunakan citra Landsat sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. Citra Landsat yang dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) memudahkan dalam proses monitoring. Baik monitoring jangka panjang maupun monitoring jangka pendek agar laju deforestasi dapat dikendalikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelas tutupan lahan serta perubahannya di dalam areal PT. Austral Byna pada tahun 1997, 2005 dan 2012, serta menghitung laju degradasi dan reforestasi yang timbul dari kegiatan pemanfaatan hutan dalam rentang waktu pengamatan. Penelitian dilaksanakan dengan dua tahap, tahap lapangan pada bulan April-Mei 2012 di PT. Austral Byna, dan pengolahan citra pada bulan Juni-November 2012 di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan Fahutan IPB. Data yang digunakan adalah Citra Landsat TM dan ETM+ resolusi 30 m tahun liputan 1997, 2005 dan 2012 serta peta digital pendukung lainnya. Alat yang digunakan berupa PC yang dilengkapi software ArcView 3.2, ArcGis 9.1, Erdas 9.1, GPS, Kamera dan alat tulis.

Hasil penelitian menunjukan tutupan lahan yang berhasil diklasifikasikan baik secara digital maupun visual terdiri atas hutan, ladang, semak belukar, perkebunan, tanah kosong, dan awan. Degradasi tertinggi pada tahun 1997, 2005 dan 2012 terjadi pada kelas hutan yang berubah menjadi semak belukar. Sedangkan reforestasi tertinggi terjadi pada kelas ladang dan semak belukar yang berubah menjadi hutan.

Kata kunci : Citra Landsat, Degradasi, Perubahan tutupan lahan, Tutupan lahan

Page 4: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

SUMMARY GINA AMALIA. E14080035. Identification of Land Cover Change Using Landsat Imagery Multi-Time Technology and Geographic Information Systems (GIS) in IUPHHKHA PT. Austral Byna Central Kalimantan. Supervised by NINING PUSPANINGSIH

The utilization of forest by Forest Concessions (HPH) or now known as

The Forest Utilization License Timber-Forest Nature (IUPHHK-HA) brings many benefits but it also brings a downside for the Indonesian forestry. This activity has increased economic and regional development, but also lead to greater rates of deforestation and forest degradation as well. In general degradation that occurs in production forests result in damage or reduction of productive forest area to total forest area that will affect productivity.

The negative impact of deforestation and degradation can be minimized through the efforts of a fast and efficient monitoring using remote sensing. Digital imagery or remote sensing data is one of the data to analyze the surface of the earth. Ministry of Forestry using Landsat imagery as one tool in monitoring the condition of Indonesia's forests. Landsat multi-time combined with Geographic Information Systems (GIS) facilitate the monitoring process. Both long-term monitoring and short-term monitoring can be controlled so that the rate of deforestation.

This study aims to identify land cover classes as well as changes in the PT. Austral Byna in 1997, 2005 and 2012, and calculate the rate of degradation and reforestation arising from the use of forests in the periode of observations. The experiment was conducted in two phases, field phase in April-May 2012 in PT. Austral Byna, and image processing in June to November 2012 in the Laboratory of Remote Sensing and GIS Department of Forest Management Fahutan IPB. The data used are Landsat TM and ETM+ 30 m resolution coverage in 1997, 2005 and 2012 as well as other supporting digital maps. The tools used in the form of PC with the software ArcView 3.2, ArcGIS 9.1, Erdas 9.1, GPS, Camera and stationery. The result showed that successfully classified land cover both digital and visual consists of forests, fields, bushes, farm, vacant land and clouds. Degradation of the highest in 1997, 2005 and 2012 occurred in the class turned into a forest shrubs. While reforestation occurred in the highest class of the field and forest shrubs that turned into a forest.

Keyword : Degradation, Landsat imagery, Land cover, Thematic change

Page 5: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi

Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu dan

Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) di IUPHHK-HA PT. Austral Byna

Kalimantan Tengah adalah benar hasil karya saya dengan arahan dosen

pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Gina Amalia NRP. E14080035

Page 6: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan

Citra Landsat Multiwaktu dan Teknologi Sistem

Informasi Geografis (SIG) di IUPHHK-HA PT. Austral

Byna Kalimantan Tengah

Nama : Gina Amalia

NRP : E14080035

Disetujui oleh: Dosen Pembimbing

Dr. Nining Puspaningsih, M.Si

NIP. 19630612 199003 2 014

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS

NIP. 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus :

Page 7: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 September 1989 di Bogor, Jawa Barat,

sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Darman dan Ibu

Eryani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Tegalega 2 Bogor

tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Bogor tahun 2002-

2005. Pada tahun 2005-2008 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah

menengah atas di SMU Negeri 7 Bogor. Pada tahun 2008 penulis diterima di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB)

sebagai mahasiswa Departemen manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.

Selain kegiatan akademis penulis juga aktif pada kegiatan organisasi

kemahasiswaan yaitu sebagai Panitia Pelaksana Orientasi Kampus BCR 2010,

Ketua Divisi Medis pada kegiatan Orientasi Departemen MNH Temu Manajer

tahun 2011, Sekretaris Umum E-Green tahun 2011, Bendahara Umum

Kepanitiaan Mahasiswa Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan tahun 2011, dan

Ketua Umum Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2011-2012.

Penulis juga aktif sebagai asistem praktikum Praktek Pengenalan Ekosistem

Hutan di Gn. Papandayan tahun 2012 dan asisten praktek SMKK Kadipaten di

Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2012.

Selama masa studi penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Gn. Papandayan dan Sancang Barat, Jawa Barat,

Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta

Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Austral Byna, Kalimantan

Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di

Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi

Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu dan

Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) di IUPHHK-HA PT. Austral

Byna Kalimantan Tengah” dibawah bimbingan Dr. Nining Puspaningsih, M.Si.

Page 8: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirobbilla’lamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin

dan kemudahan dari-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan penulis ingin

mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Darman dan ibunda Eryani, serta

kepada kakakku Adyan dan keluarga, Adik-adikku Muhammad Rizky dan

Uli Aulia atas dukungan moral maupun materil serta doa dan kasih sayang

kepada penulis,

2. Dr. Nining Puspaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan banyak ilmu, membimbing penulis

dalam penelitian hingga terselesaikan tugas akhir ini,

Ibu

Bapa

y Subarman, Bapak Hasbullah Idung, Bapak Abdul Gani,

Bapa

gah Surati Jaya M. Agr, Bapak Uus Saepul M dan Ka

Edw

n dan doa yang selalu

mene

-rekan Lab. Fisik Remote Sensing dan

GIS

i Wahyuni, S.Hut, Ade

Ang

3. k Prof. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Bapak Dr. Buce Saleh, M.S

4. Bapak Oba

k Edi Sutopo, Bapak Kurniadi dan rekan-rekan yang telah

memberikan izin dan membantu dalam melaksanakan penelitian di PT.

Austral Byna

5. Bapak Prof. I Nen

in Setia P, S.Hut., Ka Ratih Solichia, S.Hut., atas bimbingan dan

kesabaran dalam membantu penulis,

6. Irzal Fakhrozi, S.Hut, M.Si., atas semangat, dukunga

mani penulis,

7. Keluarga besar dan Bapak Ibu, rekan

: Ka Monika Turana, S.Hut, Hikmat Megandana, S.Hut, Solekhudin,

Ka Mitra Eliza, Afri Mahdane, Fauziah D., Reflyani P., Riska Dwi N,

S.Hut., Tia Lia A, S.Hut, Catarina Ganis S.Hut, Fajar I., Sauqi Ahmada,

S.Hut, Febrina N., Pamungkas N.

8. Keluarga besar DMNH, rekan-rekan MNH 45 : Nan

graini, Arini Khairiyah, S.Hut, Dwi Listiarini, Rissa Rahmadwiati,

S.Hut, Suratiyaningrum, S.Hut dan semua keluarga besar MNH 45,

Page 9: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

9. FMSC Fahutan IPB dan keluarga besar Fahutan IPB,

10. Keluarga besar PT. Hatfield Indonesia : Bapak Agus Salim, Bapak Firman

Setia li, Mba

ina

m

embantu penulis, baik yang tersebutkan

maupun

Bogor, Februari 2013

Penulis

budi, Mba Isni Atiqoh, Mas Taofik Nugraha, Mas Agus Ju

R , Bapak Agus Ngurah dan rekan kerja lainnya,

11. Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu

persatu.

Se oga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas

kebaikan semua pihak yang telah m

yang tidak tersebutkan, Amin.

Page 10: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

PRAKATA

Puji syukur penulis panja llah SWT atas izin dan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Skripsi

emberi saran. Di samping itu,

Oleh karena itu penulis menyampaikan

permoh

Bogor, Februari 2013

Penulis

tkan kehadirat A

dengan judul “Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra

Landsat Multiwaktu dan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) di

IUPHHK-HA PT. Austral Byna Kalimantan Tengah” disusun sebagai suatu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Nining Puspaningsih, M.Si

selaku pembimbing yang telah banyak m

penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Ir. Obay Subarman selaku Manajer

Operasional Muara Teweh beserta jajaran staff nya dari PT. Austral Byna yang

telah memberi izin dan membantu baik segi materi dan tenaga sehingga penelitian

ini dapat terlaksana dengan baik.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan

karena keterbatasan yang dimiliki.

onan maaf serta mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar

karya ini lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat serta

kebaikan dalam setiap langkah perjalanannya.

Page 11: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Tujuan ............................................................................................... 3

1.3. Manfaat ............................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4

2.1. Deforestasi dan Degradasi Hutan ..................................................... 4

2.2. Pengindaraan Jauh ........................................................................... 5

2.3. Citra Digital ..................................................................................... 6

2.4. Interpretasi Citra untuk Klasifikasi Tutupan lahan .......................... 16

2.5. Perubahan Lahan .............................................................................. 21

2.6. Sistem Informasi Geografis .............................................................. 22

III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 23

3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................ 23

3.2. Alat dan Data ................................................................................... 23

3.3. Pengolahan Data .............................................................................. 24

3.4. Analisis Perubahan Tutupan Lahan ................................................. 31

3.5. Analisis Laju Degradasi Hutan ......................................................... 32

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 33

4.1. Sejarah Pemanfaatan Hutan .............................................................. 33

4.2. Letak dan Batas Areal Kerja ............................................................ 34

4.3. Topografi ........................................................................................... 34

4.4. Iklim .................................................................................................. 35

4.5. Keadaan Hutan .................................................................................. 36

4.6. Sosial Ekonomi ................................................................................ 37

4.7. Pengusahaan Hutan ........................................................................... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 37

5.1. Klasifikasi Tutupan Lahan ............................................................... 39

5.2. Klasifikasi Tutupan Lahan pada Citra Landsat Multiwaktu ............ 43

5.3. Uji Akurasi Klasifikasi ................................................................... 45

5.4. Analisis Perubahan Tutupan Lahan .................................................. 46

5.5. Laju Degradasi Hutan dan Reforestasi.............................................. 48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 53

6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 53

6.2. Saran ................................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 55

LAMPIRAN .................................................................................................... 57

Page 12: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karekteristik data satelit sistem pasif. ..................................................... 9

2. Karekteristik satelit sistem aktif .............................................................. 10

3. Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematich Mapper ....................... 12

4. Band spektral ETM+, ukuran IFOV dan resolusi spasial ........................ 13

5. Daftar kunci karakteristik misi program landsat ..................................... 15

6. Data produk landsat. ................................................................................ 16

7. Perbandingan klasifikasi tutupan lahan ................................................... 20

8. Kelas tutupan lahan di IUPHHK-HA PT. Austral Byna ........................ 30

9. Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix) ..................................... 31

10. Distribusi Kelas Lereng di Areal Kerja IUPHHK PT. Austral Byna ...... 35

11. Keadaan iklim di areal IUPHHK PT. Austral Byna ................................ 35

12. Luasan setiap bentuk vegetasi di areal IUPHHK-HA PT. AB ................ 36

13. Luas tutupan lahan tahun 1997~ 2012 ..................................................... 45

14. Separabilitas citra landsat TM tahun 1997 .............................................. 46

15. Hasil uji akurasi digital dan visual .......................................................... 46

16. Perubahan tutupan lahan tahun 1997-2005 ............................................. 47

17. Perubahan tutupan lahan tahun 2005-2012 ............................................. 48

18. Degradasi hutan tahun 1997, 2005 dan 2012 ......................................... 49

19. Reforestasi tahun 1997, 2005 dan 2012 ................................................. 51

Page 13: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

3. Resolusi spasial pada citra digital ............................................................ 7

4. Satelite Landsat 7..................................................................................... 13

5. Sensor ETM + pada Landsat 7 ................................................................ 14

6. Aliran data satelit Landsat ....................................................................... 14

7. Peta lokasi penelitian ............................................................................... 23

8. Citra Landsat TM tahun 1997 PT. Austral Byna ..................................... 38

9. Citra Landsat ETM+ tahun 2005 PT. Austral Byna ................................. 38

10. Citra Landsat ETM+ tahun 2012 PT. Austral Byna ................................. 39

11. Hutan pada citra (a) hutan di lapangan (b). ............................................. 40

12. Semak belukar pada citra (a) semak belukar ditepi jalan utama (b). ....... 40

13. Ladang pada citra (a) ladang di lapangan (b) .......................................... 41

14. Perkebunanan pada citra (a) perkebunan di lapangan (b) ........................ 42

15. Tanah terbuka pada citra (a) tanah terbuka di lapangan (b) .................... 43

16. Peta tutupan lahan tahun 1997 PT. Austral Byna .................................... 43

17. Peta tutupan lahan tahun 2005 PT. Austral Byna .................................... 44

18. Peta tutupan lahan tahun 2012 PT. Austral Byna .................................... 44

19. Grafik tutupan lahan tahun 1997, 2005 dan 2012 ................................... 45

20. Peta Degradasi hutan tahun 1997-2005 PT. Austral Byna .................... 49

21. Peta Degradasi hutan tahun 1997-2012 PT. Austral Byna .................... 50

22. Peta Reforestasi tahun 1997-2005 PT. Austral Byna ............................. 51

23. Peta Reforestasi tahun 1997-2005 PT. Austral Byna ............................. 52

Page 14: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix) hasil digitasi digital tahun 1997 ....................................................................... 56

Page 15: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia ditetapkan sebagai negara ke-3 dengan luas hutan terbesar

setelah Brazil dan Kongo (WWF 2012). Menurut Forest Watch Indonesia (FWI)

dari lima pulau besar yang dimiliki Indonesia, Kalimantan dan Sumatera dianggap

paling potensial karena paling banyak memiliki spesies pohon yang bernilai tinggi

dan letaknya paling strategis. Luas hutan di Kalimantan sebesar 51,35% terhadap

total luas Kalimantan dan berdasarkan luas total tutupan hutan di Indonesia

Kalimantan adalah daerah kedua yang memiliki proporsi tutupan lahan terluas se-

Indonesia dengan persentase 31,02%.

Akan tetapi berdasarkan hasil analisis tutupan hutan yang dilakukan FWI

terhadap data tahun 2000 sampai dengan 2009 terlihat bahwa hutan di Indonesia

telah megalami deforestasi sekitar 15,15 juta ha. Kalimantan Tengah adalah

provinsi yang paling luas mengalami deforestasi dengan luas mencapai 2 juta ha.

Menteri kehutanan mengatakan pada tahun 1990-1996 laju deforestasi tercatat

1,87 hektar/tahun. Pada awal era reformasi, 1996-2000 laju deforestasi sempat

tercatat 3,15 juta hektar. Dan pada tahun 2000-2003 laju deforestasi tercatat turun

menjadi 1,08 juta hektar/tahun, hingga tahun 2012 laju tersebut berkurang

menjadi 0,45 juta ha (Majalah Kehutanan Indonesia 2012).

Pemanfaatan hutan mendatangkan banyak manfaat tetapi juga membawa

sisi buruk untuk kehutanan Indonesia. Adinugroho (2009) mengungkapkan usaha

pemanfaatan hutan telah meningkatkan perekonomian dan pembangunan daerah,

akan tetapi juga mendorong meningkatnya laju deforestasi akibat dari kegiatan

pemanfaatan hutan alam yang berlangsung sejak tahun 1970-an. Hak Pengusahaan

Hutan (HPH) atau yang kini dikenal dengan istilah Izin Usaha Pemanfaatan Hutan

Hasil Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) merupakan pemegang izin resmi dari

pemerintah untuk melakukan usaha pemanenan hutan alam tersebut. Selain

deforestasi kegiatan pemanfaatan hutan juga menyebabkan terjadinya degradasi

hutan. Pada umumnya degradasi hutan yang terjadi pada hutan produksi

mengakibatkan kerusakan atau pengurangan luas hutan produktif terhadap

keseluruhan luas kawasan hutan yang akan mempengaruhi produksifitas.

Page 16: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

2

PT. Austral Byna (PT. AB) adalah salah satu pemegang IUPHHKA-HA

yang berada di Kalimantan Tengan dan sudah beropersai selama hampir setengah

abad. Memasuki daur kedua, PT. AB berupaya tetap menjaga keberadaan hutan

dengan menjalankan program pembibitan serta penanaman. Akan tetapi, sejalan

dengan pertambahan penduduk didalam dan sekitar PT. AB telah menyebabkan

meningkatnya tekanan terhadap keberadaan hutan pada areal konsesi ini. Tekanan

tersebut datang dari kegiatan pemanenan kayu, perkebunan oleh warga sekitar,

adanya usaha pertambangan didalam areal konsesi serta adanya ladang

disepanjang jalan utama dan cabang. Tekanan inilah yang diduga menyebabkan

terjadinya deforestasi dan degradasi di PT. AB.

Untuk mengetahui dengan tepat laju deforestasi dan degradasi yang terjadi

di PT. AB diperlukan sebuah upaya monitoring yang cepat dan efisien. Upaya ini

dapat dilakukan dengan menggunakan penginderaan jauh. Menurut Jaya (2010)

penginderaan jauh dapat memperbaharui data perubahan yang terjadi begitu cepat

sehingga dapat mendeteksi perubahan hutan. Hal ini dikarenakan penginderaan

jauh memiliki kemampuan dapat memberikan informasi secara lengkap, cepat dan

relatif akurat, serta dapat mempermudah pekerjaan lapang dan biaya yang relatif

murah. Laju perubahan hutan dapat dihitung berdasarkan perbandingan gambar-

gambar satelit (citra digital) atas liputan lahan pada dua atau lebih liputan tahun

yang berbeda, serta dengan melakuakan penciptaan gambar (tekstur, warna, dan

ketajaman) yang sama (Sunderlin 2012).

Citra digital atau data penginderaan jauh merupakan salah satu data dalam

melakukan analisis permukaan bumi. Kementerian kehutanan menggunakan citra

Landsat sebagai alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. Citra

Landsat multiwaktu yang dimanfaatkan dan dikombinasikan dengan Sistem

Informasi Geografis (SIG) memudahkan dalam proses monitoring. Baik

monitoring jangka panjang maupun monitoring jangka pendek agar laju

deforestasi dapat dikendalikan.

Page 17: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

3

1.2. Tujuan

Beberapa tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kelas tutupan lahan di areal kerja IUPHHK-HA PT.

Austral Byna,

2. Mengidentifikasi perubahan tutupan lahan di areal IUPHHK-HA PT.

Austral Byna pada tahun 1997, 2005 dan 2012,

3. Menghitung laju degradasi hutan dan reforestasi di areal IUPHHK-HA PT.

Austral Byna pada tahun 1997, 2005 dan 2012.

1.3. Manfaat

Bagi perusahaan dan masyarakat sekitar dan didalam hutan areal kerja

IUPHHK-HA PT. Austral Byna penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

untuk mengetahui perkembangan luasan hutan dan bentuk perubahan didalamnya,

selain itu hasil dalam penelitian ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat

agar perusahaan mengetahui lokasi yang sudah sejak lama dimanfaatkan

masyarakat. Sedangkan untuk civitas akademika diharapkan penelitian ini dapat

menjadi bahan masukan untuk melakukan monitoring hutan Indonesia.

Page 18: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deforestasi dan Degradasi hutan

Definisi deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan Permenhut

No.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan

Degradasi Hutan (REDD) adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan

menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Sedangkan

Degradasi hutan didefinisikan sebagai penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok

karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

Hanggumantoro (2007) mengungkapkan pada umumnya degradasi hutan

yang terjadi pada hutan produksi mengakibatkan kerusakan atau pengurangan luas

hutan produktif terhadap keseluruhan luas kawasan hutan yang akan

mempengaruhi produksifitas. Pengurangan ini terjadi karena berkurangnya

kualitas kelas kesuburan lahan atau bonita dan dipengaruhi pula oleh kegiatan

pencurian kayu, kebakaran hutan dan hama penyakit tanaman. Selain itu faktor

degradasi genetika yang ditandai dengan bentuk morfologi dari suatu pohon dapat

menyebabkan menurunnya kualitas batang dan produksi kayu.

Kanninen et.al (2009) dalam FWI pada penelitian yang dilakukan oleh

CIFOR menyebutkan penyebab terjadinya deforestasi dan degradasi biasanya

terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Penyebab tersebut dapat terjadi secara

langsung dan tidak langsung, keduanya saling berinteraksi dengan cara yang

sangat kompleks dan bervariasi. Ragam penyebab deforestasi dan degradasi hutan

diantaranya:

a. Penyebab langsung

- Ekspansi pertanian

- Ekstraksi kayu

- Pembangunan infrastruktur

b. Penyebab tidak langsung

- Faktor ekonomi makro

- Faktor tata kelola

c. Faktor lain seperti faktor budaya, demografi dan teknologi

Page 19: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

5

Berdasarkan hasil penelitian CIFOR yang dilakukan oleh Sunderlin (2012)

pelaku deforestasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok

besar yaitu:

a. Petani rakyat yang terdiri dari perladangan berpindah, perambah hutan dan

perkebunan rakyat.

b. Faktor kependudukan yang menyebabkan deforestasi dan juga berkorelasi

pada pertani rakyat yaitu transmigrasi dan kepadatan penduduk.

c. Kegiatan pembalakan dan industri perkayuan atau yang sekarang lebih

dikenal dengan istilah IUPHHK-HA

d. Perkebunan besar dan hutan tanaman industri (IUPHHK-HT)

Para pelaku dapat beroperasi pada lokasi yang terpisah dan hampir tidak

mempunyai hubungan sama sekali, serta dapt juga beroperasi pada lokasi yang

sama. Sebagai contoh peladang berpindah beroperasi di areal hutan produksi

termasuk pada pola beropersi pada lokasi yang sama. Sedangkan peladang

berpindah yang tinggal dihutan primer dan tidak mampu dijangkau oleh pelaku

usaha dihutan produksi masuk pada pola beroperasi pertama. Kedua pola

beroperasi ini memiliki andil yang sama dalam penuruna jumlah luasan hutan

Indonesia walau pada skala berbeda.

2.2. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dari waktu tempat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena

yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1999). Lebih lanjut Jaya (2010) mengungkapkan

penginderaan jauh tidak hanya mencakup pengolahan data secara otomatis

(komputerisasi) dan manual (interpretasi), analisis citra dan penyajian data yang

diperoleh.

Teknologi ini berkembang pesat dimulai saat diluncurkannya potret udara

dari balon udara pada tahun 1887, berlanjut pada era penginderaan jauh satelit

yang ditandai dengan peluncuran ERTS-1 yang saat ini dikenal dengan nama

Landsat-1. Keduanya dapat dibedakan berdasarkan perkembangan teknologi

platform dan sensor. Potret udara masuk kedalam penginderaan jauh pesawat

Page 20: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

6

(airbone remote sensing, ART) bersama dengan airbone multispektral scanner

(airbone MSS) dan side looking airbone radar (SLAR). Sedangkan sensor pada

landsat masuk pada penginderaan jauh satelit (satellite remote sensing, SRS) yang

diantaranya meliputi MSS, TM, SPOT, MESSR, JERS-1, ERS-1, RADARSAT,

IRS dan sebagainya (Jaya 2010).

Jaya (2010) mengungkapkan dalam melakukan kegiatan penginderaan

energi yang dipakai dibatasi pada penggunaan energi elektromagnetik. Energi

elektromagnetik yang digunakan yaitu spektrum tampak (0,4 – 0,7μm),

inframerah dekat, inframerah termal dan gelombang mikro. Spektrum

elektromagnetik merupakan istilah untuk menjelaskan susunan radiasi

elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang, frekuensi atau energi dan

rangkaian energi. Energi inilah yang digunakan detektor mengenali objek.

Penginderaan jauh dapat dilakukan karena adanya variasi spektral, spasial

dan waktu. Variasi reflectan spektral memungkinkan suatu obyek dapat dengan

mudah dikenali karena pada umumnya suatu obyek memiliki reflektan spektral

yang berbeda, variasi spasial dimungkinkan karena suatu obyek memiliki ukuran

dan bentuk yang bervariasi, seperti lingkaran, blok, garis, titik dan lain-lain.

Sedangkan frekuensi overpass dari satelit menyebabkan terjadinya perekaman

pada suatu obyek lebih dari satu kali dalam kurun interval waktu yang relatif

pendek sehingga dimungkinkan analisis multiwaktu (Jaya 2010).

2.3. Citra Digital

Citra digital dibentuk dari elemen-elemen gambar atau pixel. Pixel (picture

element) menyatakan derajat keabuan (Purwadhi 2006) yang juga merupakan

bagian terkecil dari suatu citra digital (Jaya 2010). Selain itu Jaya (2010)

mengatakan pada citra rasterr, citra dibagi-bagi menjadi suatu sel, dimana masing-

masing grid dari sel merupakan representasi dari suatu pixel.

Purwadhi (2006) menyatakan citra digital adalah data penginderaan jauh

yang direkam melalui sensor non-kamera, antara lain scanner, radiometer, dan

spectometer. Sensor tersebut menggunakan detektor elektronik dengan

menggunakan tenaga elektromagnetik yang luas, yaitu spectrum tampak,

ultraviolet, inframerah dekat, inframerah termal, dan gelombang mikro. Setiap

Page 21: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

7

sensor memiliki kepekaan spektral terbatas sehingga tidak peka terhadap seluruh

panjang gelombang dan hanya mampu mengindera obyek kecil. Batas

kemampuan memisahkan setiap obyek dinamakan resolusi.

Resolusi tersebut diantaranya resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi

radiometrik dan resolusi temporal. Masing-masing resolusi didefinisikan sebagai

berikut:

a. Resolusi spektral

Resolusi spektral adalah daya pisah obyek berdasarkan besarnya

spectrum elektomagnetik yang digunakan untuk merekam data. Sebagai

contoh Landsat memiliki 7 band dengan lebar setiap bandnya yang sempit

tetapi rentang yang digunakan lebar, sedangkan spot 5 hanya memiliki 4

band. Ini berarti Landsat memiliki resolusi spektral yang baik dibandingkan

dengan spot.

b. Resolusi spasial

Resolusi spasial adalah resolusi yang berhubungan dengan ukuran

obyek yang masih dapat dibedakan, disajikan dan dikenali pada citra.

Semakin kecil ukuran obyek yang bisa direkam maka semakin baik kualitas

sensornya. Resolusi spasial dapat ditentukan melalui beberapa cara, salah

satunya berdasarkan dimensi dari instanteneous field of view atau IFOV yang

diproyeksikan ke bumi (Jaya 2010). Gambar 3 memperlihatkam resolusi

spasial pada beberapa citra digital.

(sumber: NASA 2007)

Gambar 3 Resolusi spasial pada citra digital.

Page 22: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

8

c. Resolusi radiometrik

Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitivitas sensor untuk

membedakan aliran radiasi (radiant flux) yang dipantulkan atau diemisikan

dari suatu obyek permukaan bumi (Jaya 2010). Lebih lanjut Jaya menyatakan

citra yang mempunyai resolusi tinggi akan memberiakn informasi yang tinggi

pula. Sebagai contoh detektor MSS band 6 mempunyai resolusi radiometrik 6

bit (26=64) sedangkan MSS band 4, 5, dan 7 memiliki resolusi radiometrik 7

bit (27=128). Ini berarti detektor MSS 4, 5, dan 7 memiliki informasi lebih

banyak dibandingkan MSS 6.

d. Resolusi temporal

Resolusi temporal adalah interval waktu yang dibutuhkan oleh sebuah

satelit untuk merekam daerah yang sama, atau waktu yang diperlukan satelit

untuk menyelesaikan seluruh siklus orbitnya. Resolusi temporal yang aktual

sangat bergantung pada jenis sensor, lebar overlap antar swath (lebar jalur

rekam) dan ketinggian satelit (Jaya 2010). Sedangkan menurut Purwadhi

(2006) resolusi temporal adalah kenampaka yang masih dapat dibedakan

dalam waktu perekaman ulang.

Sistem perekaman data penginderaan jauh dengan menggunakan sensor

satelit dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu sistem pasif dan sistem aktif.

Kedua sistem tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem, prosedur, dan metode

pengolahan citra.

Sumber tenaga sistem pasif diambil dari sumber energi yang telah ada

seperti matahari (reflektan energi matahari dan/atau radiasi dari obyek secara

langsung). Penginderaan gelombang mikro pasif mengumpulkan emisi termal dari

permukaan bumi dalam spektrum gelombang mikro (Lo 1996).

Beberapa data citra satelit pasif atau disebut juga satelit optik diantaranya

data dari satelit LANDSAT (Land Satellite) , SPOT (System Probatoire

d’Observation de la Terre), HCMM (Heat Capacity Mapping Mission), NOAA

(National Oceanic Atmospheric Administration), GMS (Geostationer

Meteorological Satellite), JERS-1 (Japan Earth Resources Satellite), dan IRS

(India Resources Satellite). Ketujuh data dari satelit ini memiliki sensor dan

karakteristik masing-masing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 23: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

9

Tabel 1 Karekteristik data satelit sistem pasif.

Satelit/Sensor Saluran Spektral (μm) Resolusi

Lebar

Cakupan

(km)

Perekaman

Ulang

Landsat 1, 2, 3

RBV (Return Beam

Vidicon)

MSS (Multispektral

Scanner)

Band 1 0,475-0,575

Band 2 0,580-0,680

Band 3 0,690-0,890

Band 4 0,50-0,60

Band 5 0,60-0,70

Band 6 0,70-0,80

Band 7 0,80-1,10

80 m

80 m

185

185

18 hari

18 hari

Landsat 4,5

MSS (Multispektral

Scanner)

Band 4 0,50-0,60

Band 5 0,60-0,70

Band 6 0,70-0,80

Band 7 0,80-1,10

80 m

185

16 hari

TM (Thematic

Mapper)

Band 1 0,45-0,52

Band 2 0,52-0,60

Band 3 0,63-0,69

Band 4 0,76-0,90

Band 5 1,55-1,75

Band 7 2,08-2,35

Band 6 10,40-12,50

30 m

120 m

185 16 hari

SPOT

HRV/XS (High

Resolution Visible/

multispektral mode)

HRV/P (High

Resolution Visible/

pankromatik mode)

Band 1 0,50-0,59

Band 2 0,61-0,68

Band 3 0,79-0,89

0,51-0,73 μm

20 m

10 m

60

26 hari

HCMM

V/ NIR

TIR

Band 1 0,50-1,10

Band 2 10,50-12,50

600 m

700

JERS-1

VNIR (Visible Near

Infra Red)

SWIR (Short Wave

Infra Red)

Band 1 0,52-0,60

Band 2 0,63-0,69

Band 3 0,70-0,76

Band 4 0,76-0,86

Band 1 1,60-1,71

Band 2 2,10-2,12

Band 3 2,13-2,15

Band 4 2,27-2,40

18,3 x

24,2

meter

75

44 hari

GMS

VIS (Visible)

TIR

Band 1 0,50-0,75

Band 2 10,50-12,50

3 km

3 jam

(8 kali sehari)

Page 24: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

10

Lanjutan Tabel 1.

Satelit/Sensor Saluran Spektral (μm) Resolusi

Lebar

Cakupan

(km)

Perekaman

Ulang

NOAA/AVHRR

VIS (Visible)

VIS/NIR

TIR

Band 1 0,55-0,68

Band 2 0,725-1,10

Band 3 3,35-3,98

Band 4 10,50-11,5

1,1 km

± 3.000 2 kali sehari

IRS-1C

Pankromatik

LISS-3

VNIR

0,50-0,75

Band 1 0,52-0,59

Band 2 0,62-0,68

Band 3 0,77-0,86

<10 m

70

5 hari

SWIR

WiFS

1,55-1,70

0,62-0,68

0,77-0,86

70,8 m

189 m

148

5 hari

Sumber: Purwadhi (2006)

Sedangkan sistem aktif menggunakan sumber tenaga yang berasal dari

tenaga elektomagnetik yang dibangkitkan oleh radar (Radio Detecting and

Rangging). Tenaga yang dipancarkan berupa pulsa bertenaga tinggi (Purwadhi

1996). Pemancaran pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan

kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (Lo 1996). Sensor radar

dapat mengukur dan mencatat waktu dari saat pemancaran tenaga hingga kembali

ke sensor untuk mengukur jarak objek, serta dapat mengukur dan mencatat

intensitas tenaga balik (backsketter) pulsa radar untuk menaksir jenis obyek.

Beberapa satelit penginderaan jauh sistem aktif yang msih aktif hingga

tahun 2000, serta karakteristik kemampuan teknis masing-masing satelit tertera

pada Tabel 2.

Tabel 2 Karekteristik satelit sistem aktif

Satelit/ Sensor Frequensi Resolusi Lebar

cakupan

Perekaman

Ulang

ERS-1

AMI

SAR mode

Wave mode

Wind mode

Radar Alimeter

Microwave

Sounder

5,3 Ghz

13,8 Ghz

23,8 Ghz

36,5 Ghz

30 m

5 km x 5 km

50 km

22 km

100 km

500 km

3 hari

35 hari

176 hari

JERS-1

SAR

1275 Ghz (L-

band/ HH)

18 m x 18 m

75 km

44 hari

Page 25: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

11

Lanjutan Tabel 2.

RADARSAT-SAR

Standard mode

Wide mode

ScanSAR (N)

mode

ScanSAR (W)

mode

Ext (H) mode

5,3 Ghz

50 m x 50 m

100 m x 100 m

25 m x 28 m

30-40 m x 28 m

25-32 m x 28 m

9-11 m x 9 m

305 km

510 km

19-22 m x 28 m

28-63 m x 28 m

100 km

165 km

150 km

45 km

75 km

170 km

24 hari

Sumber: Purwadhi (2006)

Setiap program satelit mempunyai misi khusus mengindera dan

mengamati permukaan bumi, sesuai kepentingan dan kebutuhan aplikasi yang

menjadi tujuannya. Sebagian besar misi satelit penginderaan jauh resolusi tinggi

berorientasi untuk inventarisasi, pantauan, dan penggalian informasi daratan

(matra darat), sebagian kecil untuk informasi kelautan (matra laut) dan lingkungan

(Purwadhi 2006).

Pada sistem pasif sensor gelombang mikro pasif mendeteksi radiasi yang

diemisi, dipantulkan, dan ditransmisikan dalam panjang gelombang 1 mm sampai

300 mm. Air memiliki konstanta yang lebih besar dari konstanta dialektrik

material alamiah lain, oleh karenanya sistem ini bermanfaat untuk mementau

sumberdaya air dan kelembaban. Sistem penginderaan aktif atau yang dikenal

dengan radar dirancang untuk mengukur jarak dan menentukan objek (Lo 1996).

Landsat

Landsat merupakan satelit sumberdaya bumi yang pada awalnya bernama

ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite). Satelit ini mengorbit

mengelilingi bumi selaras matahari (sunsynchronous). Sistem yang digunakan

adalah sistem pasif.

Satelit ini telah menyediakan gambar rupa bumi sejak awal 1970-an

sehingga data yang ada dapat digunakan untuk mempermudah proses pencirian,

pemantauan, pengelolaan, penjelajahan dan pengamatan permukaan bumi dari

tahun ke tahun. Karena keunikannya inilah data landsat telah digunakan dalam

berbagai pemerintahan, aplikasi keamanan umum, pribadi dan nasional. Baik

dalam riset perubahan global, manajemen tanah dan air, eksploitasi minyak dan

mineral, pendugaan hasil pertanian, pemantaua polusi, deteksi perubahan

permukaan tanah serta pemetaan dan kartografi (NASA 2007)

Page 26: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

12

Landsat 1 diluncurkan pada tahun 1972, sedangkan Landsat 2 dan 3

masing-masing diterbitkan pada tahun 1975 dan 1978. Landsat 1, 2, dan 3

mempunyai kesamaan parameter orbit. Ketinggian memotret wilayah objek

dengan interval 18 hari, diluncurkan keorbit melintasi equator pada jam 9. 42’

siang hari waktu setempat, dengan lebar rekaman 185 km. Landsat 1 dan 2

diluncurkan dengan dua sensor yaitu Return Beam Vidicom (RBV) dan

Multispektral Scanner (MSS), pada landsat 3 terdapat penambahan saluran termal

pada sensor MSS dan peningkatan resolusi spasial pada sistem RBV. Akan tetapi

Landsat ini mengalami kegagalan pengoperasian.

Landsat 4 diluncurkan pada tahun 1982 dengan sensor MSS dan sensor

tambahan TM (Thematich Mapper). Begitu pula dengan Landsat 5 yang

diluncurkan pada tahun 1984 yang juga membawa sensor MSS dan TM. Landsat 4

dan 5 merupakan pengembangan sensor pada Landsat sebelumnya dengan

peningkatan resolusi spasial, kecepatan radiometrik, laju pengiriman data yang

cepat, dan fokus penginderaan informasi yang berkaitan dengan vegetasi. Data

Landsat 5 hingga kini masih dapat digunakan. Landsat 6 dirancang dengan

penambahan lain pada sensor TM yaitu band pankromatik (0,50-0,90) μm, dengan

resolusi spasial 15 x 15 meter sehingga disebut sensor ETM (Enhanced Thematic

Mapper). Akan tetapi Landsat ini juga gagal mencapai orbit pada saat diluncurkan

tahun 1993. Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematich Mapper disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3 Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematich Mapper Band Gelombang (μm) Kegunaan

1 Biru (0,45-0,52)

Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat untuk

pemetaan perairan pantai. Juga berguna untuk membedakan

antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan

konifer.

2 Hijau (0,52-0,60) Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran

tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan

3 Merah (0,63-0,69) Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi

vegetasi

4 Infra merah dekat

(0,76-0,90)

Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk

deliniasi tubuh air

5 Infra merah pendek

(1,55-1,75)

Menunjukan kandungan kelembapan vegetasi dan kelembapan

tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan

6 Infra merah termal

(10,40-12,50)

Digunakan untuk analisis pemetaan vegetasi, diskriminasi

kelembapan tanah dan pemetaan termal

7 Infra merah pendek

(2,08-2,35)

Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan

tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal

Sumber : Lo (1996)

Page 27: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

13

NASA 2007 mempublikasikan Landsat 7 berhasil diluncurkan di

Vandenburg april 1999. Satelit dengan berat 5000 pound dirancang untuk 705 km,

sun synchronous, resolusi temporal 16 hari. Landsat ini dirancang untuk

keberlanjutan landsat 4 dan 5. Gambar satelit landsat 7 dari NASA 2007 disajikan

pada Gambar 4.

Gambar 4 Satelite Landsat 7.

Landsat 7 membawa sensor Enhanced Thematich Mapper Plus (ETM +)

yang serupa dengan sensor ETM pada Landsat 6 ditambah dua sistem model

kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari (dual mode solar calibration system)

dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi radiometrik (Purwadhi

2006). Karakteristik sensor ETM+ dari NASA 2007 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Band spektral ETM+, ukuran IFOV dan resolusi spasial

Band spektral Panjang gelombang (μm) Ukuran IFOV (μm) Resolusi (m)

Pankromatik 0,520±0,010 - 0,900±0,010 18,5 x 21,3±4,3 13 x 15

1 0,450±0,005 - 0,515±0,005 42,5±4,3 30

2 0,525±0,005 - 0,605±0,005 42,5±4,3 30

3 0,630±0,005 - 0,690±0,005 42,5±4,3 30

4 0,775±0,005 - 0,900±0,005 42,5±4,3 30

5 1,550±0,010 - 1,750±0,010 42,5±4,3 30

6 10,40±0,100 - 12,50±0,100 85,0±9,0 30

7 2,090±0,020 - 2,350±0,020 42,5±4,3 30

Sumber: NASA (2007)

Page 28: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

14

Sensor ETM+ dibangun oleh SBRS. Selain dilengkapi dengan sensor

terbaru, Landsat 7 juga dilengkapi dengan fasilitas penerima sistem posisi lokal

(Ground Positioning System/ GPS receiver) untuk meningkatkan ketepatan letak

satelit dalam orbitnya. Gambar 5 merupakan gambar sensor ETM+.

sumber : NASA (2007)

Gambar 5 Sensor ETM+ pada Landsat 7.

Transmisi data ke stasiun penerima di bumi dapat dilakukandalam tiga

cara, yaitu: (1) dikirim menggunakan gelombang radio secara langsung ke stasiun

penerima dibumi, (2) melalui relay satelit komunikasi TDRSS (Tracking and Data

Relay Satellites System) yang akan merekam kemudian mengirimkan ke stasiun

penerimaan dibumi, dan (3) data obyek permukaan bumi direkam/ disimpan lebih

dahulu dalam suatu panel (storage on board) atau tipe (wideband tipe record),

baru kemudian dikirim ke penerima di bumi (Purwadhi 2006). Aliran data dan

mekanisme kerja satelit Landsat dari NASA 2007 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Aliran data satelit Landsat.

Page 29: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

15

Masing-masing satelit Landsat memiliki cara transmisi yang berbeda. Hal

ini dapat dilihat pada Tabel 5 mengenai kunci karakteristik misi program Landsat.

Tabel 5 Daftar kunci karakteristik misi program landsat

I(s) = Instrument (s)

R = Revisit interval

D = Data rate

*TM data transmission failed in August, 1993

**Current data transmission bu direct downlink only. No recording capability

Sumber : NASA (2007)

Sistem pada Landsat 7 dirancang untuk mengumpulkan energi pantulan

yang dilakukan oleh saluran 1 – 5, 7 dan 8 (7 saluran) dan energi pancaran yang

dilakukan oleh saluran 6 (1 saluran). Sensor Landsat akan mengkonversi energi

pantulan matahari yang diterimanya menjadi satuan radiansi. Radiansi adalah flux

energy per satu satuan sudut ruang yang meninggalkan satu satuan area

permukaan, pada arah tertentu. Radiansi ini terkait erat dengan kecerahan pada

arah tertentu terhadap sensor. Radiansi adalah sesuatu yang diukur oleh sensor

dan agak terkait dengan pantulan. Nilai radiansi kemudian dikuantifikasi menjadi

nilai kecerahan (brighness value) citra yang tersimpan dalam format digital.\

System Launch

(End of

service)

I(s) Resolution

(m)

Communications Alt.

Km

R

Days

D

Mbps

Landsat 1 7/23/72

(1/6/78)

RBV

MSS

80

80

Direct downlink

with recorder

917 18 15

Landsat 2 1/22/75

(2/25/82)

RBV

MSS

80

80

Direct downlink

with recorder

917 18 15

Landsat 3 3/5/78

(3/31/83)

RBV

MSS

40

80

Direct downlink

with recorder

917 18 15

Landsat

4*

7/16/82 MSS

TM

80

30

Direct downlink

TDRSS

705 16 85

Landsat 5 3/1/84 MSS

TM

80

30

Direct downlink

TDRSS**

705 16 85

Landsat 6 10/5/93

(10/5/93)

ETM 15 (pan)

30 (ms)

Direct downlink

with recorder

705 16 85

Landsat 7 4/99 ETM+ 15 (pan)

30 (ms)

Direct downlink

with recorders

(solid state)

705 16 105

Page 30: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

16

Dari data yang diperoleh produk keluaran satelit Landsat 7 dibagi menjadi

3 level produk, disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Data produk landsat

Level Karakteristik

0R Level ini dapat dikatakan sebagai data mentah Landsat 7, dimana dalam data

Landsat belum mengalami koreksi radiometrik dan geometrik

1R Produk pada level ini adlah level 0-R yang telah mengalami koreksi radiometrik

1G Produk pada level ini adalah level 1-R yang telah mengalami koreksi geometri

pada proyrk tertentu. Terdapat 7 pilihan proyeksi yang bisa digunakan yaitu:

Universal Transverse Mercator (UTM)

Lambert Conformal Conic

Polyconic

Transverse Mercator

Polar Stereografik

Hotine Oblique Mercator A

Space Oblique Mercator A

Sumber : Laporan Papua tahun (2008)

Sama halnya dengan Landsat 3 dan Landsat 6, Lansat 7 pun mengalami

kerusakan. Kerusakan tersebut terjadi pada tahun 2003 yang menyebabkan sensor

Scan Line Corrector (SLC) tidak berfungsi atau yang dinamakan SLC-OFF.

Kerusakan ini menyebabkan citra pada tahun 2003 hingga sekarang mengalami

stripping.

2.4. Interpretasi Citra untuk Klasifikasi Tutupan Lahan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya citra merupakan hasil rekaman

pola pantulan energi elekromagnetik pantulan dan emisi yang menyerupai gambar

dengan sifat yang bervariasi (Lo 1996). Oleh karenanya agar dapat memperoleh

informasi dari citra tersebut perlu dilakukan proses interpretasi citra. Interpretasi

citra merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi

objek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.

Kegiatan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi manual dan

interpretasi digital (Purwadhi 2006).

2. 4. 1. Interpretasi manual

Interpretasi manual adalah interpretasi yang dilakukan berdasarkan

pengenalan ciri (karakteristik) objek secara keruangan (spasial) (Purwadhi 2006).

Tingkat awal interpretasi dikenal sebagai deteksi (Lo 1996). Selain itu Lo

mengatakan deteksi dibantu oleh karakteristik spasial, spektral, radiometrik dan

Page 31: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

17

temporal. Tahap deteksi tentu saja menuntun ke arah identifikasi dan pengenalan

dimana penafsir citra harus menggunakan tingkat rujukan lokasi, khusus, dan

umum untuk mengkelaskan objek kedalam kategori tertentu.

Lebih lanjut Lo (1996) menjelaskan tingkat rujukan lokal mencerminkan

keakraban penafsir terhadap lingkungan lokalnya, tingkat rujukan khusus

merupakan pengetahuan yang mendalam dari penafsir mengenai proses dan

fenomena yang ingin diinterpretasikan, sedangkan tingkat rujukan umum adalah

pengetahuan umum penafsir citra mengenai proses dan fenomena yang

diinterpretasi.

Identifikasi citra umumnya menggunakan alat bantu berupa kunci

pengenalan atau unsur-unsur interpretasi. Menurut BAPLAN (2008) Unsur

tersebut diantaranya :

a. Rona atau warna: Rona merupakan gradasi kecerahan relative objek pada

citra, sedangkan warna adalah perbedaan gradasi warna obyek pada citra.

b. Tekstur: Tekstur adalah perbedaan tingkat kekasaran dari objek yang diamati

c. Pola: Pola adalah susunan spasial objek yang dapat dibedakan secara visual,

biasanya berwujud pengulangan rona/ warna atau tekstur sama yang

membentuk pola tertentu.

d. Bentuk: Bentuk adalah kenampakan secara umum, struktur atau bagan suatu

objek.

e. Bayangan: Bayangan membantu identifikasi obyek, misalnya awan, pohon

runcing, tajuk sedikit pada lahan terbuka dan semak belukar berukuran tinggi.

f. Ukuran: Ukuran adalah fungsi skala, ukuran relatif dapat dipergunakan untuk

mengidentifikasi obyek dengan membandingkan obyek yang lain.

g. Asosiasi: Asosiasi digunakan bila beberapa obyek berdekatan secara erat,

masing-masing membantu keberadaan yang lain.

h. Situs: Situs menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang diamati

dalam kaitannya dengan kenampakan sekitarnya.

Selain dari kunci interpretasi, dalam melakukan interpretasi manual

sebaiknya terlebih dahulu harus mengetahui karakteristik spektral pada tiap

tutupan lahan. Tutupan lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan

(sitis), yang diartikan dengan sejumlah karakteristik alami, yaitu iklim, geologi,

Page 32: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

18

tanah, topografi, hidrologi dan biologi (Adrich 1981 dalam Hendayanti 2008).

Setiap tutupan lahan memiliki karakteristik spektral yang berbeda. Maharani

(2011) menggungkapkan hal ini terjadi karena bagi material-material yang

menjadi target sensor, jumlah radiasi sinar matahari yang dipantulkan, diserap,

atau bahkan diteruskan kembali akan bervariasi sesuai dengan beberapa panjang

gelombang yang dipancarkan. Karakteristik dari setiap materi tersebut diantaranya

(Maharani 2011) :

a. Nilai pantulan dari unsur air jernih/bersih pada umumnya rendah (cenderung

berwarna biru-gelap). Walaupun demikian, pantulan ini akan mencapai nilai

maksimum pada akhir spektrum biru dan kemudian menurun sejalan dengan

meningkatnya panjang gelombang (Prahasta 2008).

b. Turbid water (air keruh), kemungknan besar mengandung endapan atau

sedimen yang dapat meningkatkan nilai pantulan pada domain merah-akhir

spektrum hingga kenampakannya bisa jadi kecoklatan. Ada kalanya pada air

keruh tidak jauh berbeda dengan kondisi pada perairan dangkal (shallow

water) yang bersih.

c. Beberapa faktor yang mempengaruhi pantulan tanah ialah kandungan

kelembaban tanah, tekstur tanah (susunan pasir, debu, dan lempung),

Kekasaran permukaan, adanya oksidasi besi, dan kandungan bahan organik

(Prahasta 2008). Adanya kelembaban di tanah akan mengurangi pantulanya.

Kandungan kelembaban tanah berhubungan kuat dengan tekstur tanah.

d. Pantulan dari vegetasi akan bernilai rendah pada spektrum biru dan merah.

Hal ini terjadi karena terjadi penyerapan klorofil untuk proses fotosintesis

(Prahasta 2008). Vegetasi memiliki pantulan puncak pada spektrum hijau. Hal

ini dipengaruhi oleh pigmen daun pada tumbuhan. Klorofil misalnya, banyak

menyerap energi pada panjang gelombang yang terpusat antara 0,45 μm –

0,65 μm. Apabila terjadi gangguan pada tumbuhan dan mengakibatkan

penurunan produksi klorofil, maka serapan klorofil pada spektrum merah dan

biru akan berkurang. Hal ini akan mengakibatkan warna untuk tumbuhan

tersebut menjadi kuning (gabungan antara hijau dan merah karena pantulan

pada spektrum merah bertambah).

Page 33: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

19

2. 4. 2. Interpretasi digital

Interpretasi citra pada dasarnya merupakan proses klasifikasi, maka

identifikasi dan pengenalan dapat dilakukan secara matematik selama citra dalam

bentuk dijital tersedia. Klasifikasi digital dilakukan untuk menangani dengan

cepat jumlah data citra yang besar (Lo 1996).

Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai

spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Setiap kelas kelompok

pixel dicari kaitannya terhadap objek atau gejala permukaan bumi. Pengenalan

pola spektral bertujuan untuk mengklasifikasi dan mendeskripsikan pola atau

susunan objek melalui sifat atau ciri objek yang bersangkutan berdasarkan

karakteristik spektral yang terekam pada citra (Purwadhi 2006).

Klasifikasi citra bertujuan untuk melakukan pengelompokan atau

melakukan segmentasi terhadap kenampakan yang homogen dengan

menggunakan teknik kuantitatif. Terdapat tiga cara dalam melakukan klasifikasi

digital, antara lain:

a. Klasifikasi terbimbing atau klasifikasi terselia (supervised classification)

adalah klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah (training area)

yang diketahui jenis objeknya dan nilai spektralnya.

b. Klasifikasi tak-terbimbing atau klasifikasi tak-terselia (unsupervised

classification) adalah klasifikasi tanpa contoh daerah (Training area) yang

diketahui jenis objeknya dan nilai spektralnya.

c. Klasifikasi gabungan atau klasifikasi hibrida menggunakan kedua cara, yaitu

klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tak-terbimbing.

2. 4. 3. Klasifikasi tutupan lahan

Di Indonesia setidaknya terdapat empat instansi yang melakukan

klasifikasi penutupan lahan berdasarkan interpretasi visual citra Landsat. Instansi

tersebut diantaranya Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen Dalam

Negeri dimana keduanya menghasilkan 15 tipe penggunaan lahan, Direktorat

Planologi mempublikasikan 29 tutupan lahan dan Kementrian Lingkungan Hidup

(Manual penafsiran citra dalam Maharani 2011). Tabel 7 merinci perbandingan

kelas tutupan lahan hasil interpretasi visual menggunakan citra Landsat pada

instansi berbeda.

Page 34: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

20

Tabel 7 Perbandingan klasifikasi tutupan lahan

Klasifikasi Badan Planologi

Departemen Kehutanan (2001)

Klasifikasi Badan

Pertanahan Nasional

(1969)

Klasifikasi KLH (2005)

1 Hutan Lahan Kering primer

dataran rendah

1 Hutan 1 Hutan Mangrove

2 Hutan Lahan Kering primer

pegunungan rendah

2 Lahan Kering 2 Hutan Lahan Kering

3 Hutan Lahan Kering primer

pegunungan tinggi

3 Tadah Hujan 3 Hutan Rawa

4 Hutan Lahan Kering primer

sub-alpin

4 Ladang Berpindah 4 Hutan Tanaman

5 Hutan Lahan Kering

sekunder dataran rendah

5 Padang

Penggembala

5 Pertanian Lahan

Kering

6 Hutan Lahan Kering

sekunder pegunungan

rendah

6 Rawa 6 Padang Rumput

7 Hutan Lahan Kering

pegunungan sub-alpin

7 Semak Belukar 7 Semak Belukar

8 Hutan Lahan Kering

sekunder sub-alpin

8 Padi 8 Sawah

9 Hutan Rawa Primer 9 Perumahan, ladang

dan padi

9 Perkebunan (teh,

kelapa, sawit, karet,

dan lain-lain)

10 Hutan Rawa sekunder 10 Permukiman Desa 10 Kebun Campuran

11 Hutan Mangrove Primer 11 Permukiman

Perkotaan

11 Permukiman

12 Hutan Mangrove sekunder 12 Kolam/Tambak 12 Lahan Kosong

13 Semak/belukar 13 Lapangan Udara 13 Tubuh Air

14 Semak/belukar rawa 14 Badan Air

15 Savana

16 HTI

17 Perkebunan

18 Pertanian Lahan Kering

19 Pertanian Lahan Kering

bercampur dengan semak

20 Transmigrasi

21 Sawah

22 Tambak

23 Tanah Terbuka

24 Pertambangan

25 Salju

26 Permukiman

27 Tubuh Air

28 Rawa

29 Awan

Sumber : Maharani (2011)

Page 35: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

21

Kegiatan klasifikasi penutupan lahan dilakukan untuk menghasilkan kelas-

kelas penutupan yang diinginkan. Kelas-kelas penutupan lahan yang diinginkan

itu disebut dengan skema klasifikasi atau sistem klasifikasi. Menurut Lo (1995)

dalam Setiyono (2006), tiga kelas data yang tercakup dalam penutupan lahan

secara umum adalah:

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia

2. Fenomena biotik, vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan bentang.

3. Tipe-tipe pembangunan

Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan

interpretasi otomatis adalah dasar interpretasi tidak semata-mata kepada nilai

kecerahan, tetapi konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut

dipertimbangkan. Interpretasi manual ini peranan interpreter dalam mengontrol

hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh

relatif lebih masuk akal.

2. 5. Perubahan Lahan

Perubahan lahan dapat bersifat permanen dan juga dapat bersifat

sementara. Jika lahan sawah berubah menjadi kawasan pemukiman atau industri,

maka perubahan ini bersifat permanen. Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah

menjadi perkebunan tebu, maka perubahan lahan tersebut bersifat sementara,

karena pada tahun-tahun berikutnya dapat dijadikan sawah kembali. Perubahan

lahan permanen lebih besar dampaknya daripada perubahan lahan sementara

(Utomo 1992 dalam Setiyono 2006).

Perbandingan hasil klasifikasi adalah metode deteksi perubahan lahan

dengan membandingkan citra-citra yang telah diklasifikasikan piksel demi piksel

untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi. Teknik perbandingan klasifikasi

dilakukan dengan menggunakan dua citra yang telah diklasifikasikan secara

terpisah. Perbandingan dilakukan piksel demi piksel untuk mendapatkan data

yang detail mengenai perubahan yang terjadi (Sunar 1999 dalam Kosasih 2002).

Page 36: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

22

2. 6. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Jaya (2002), SIG adalah sistem berbasis komputer yang terdiri

atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data

geografis dan sumberdaya manusia (brainware) yang mampu merekam,

menyimpan, memperbaharui, menampilkan, dan menganalisis informasi yang

bereferensi geografis. Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini

akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG.

SIG didesain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari

berbagai sumber dan mengintregrasikannya menjadi sebuah informasi, salah satu

jenis data ini adalah data penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah imu dan

seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena

melalui analisis data yang diperoleh dengan satu alat tanpa kontak langsung

dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Jaya 2010).

Page 37: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap lapangan dan pengolahan

data. Tahap lapangan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012 di areal kerja

IUPHHK-HA PT. Austral Byna (PT. AB), Kabupaten Barito Utara, Provinsi

Kalimantan Tengah (Gambar 7). Pengolahan data dan penyusunan laporan akhir

dilakukan pada Juli-Oktober 2012 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS

Departemen Manajemen Hutan IPB.

Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

3.2. Alat dan Data

Alat yang digunakan yaitu seperangkat Personal Computer (PC), alat tulis,

Global Positioning System (GPS) Garmin 76CSX, kamera digital, tally sheet, dan

perekam suara.

Data yang digunakan adalah:

Peta digital: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 dari

Bakosurtanal, batas areal IUPHHK-HA PT. AB, Jaringan jalan IUPHHK-HA

PT. AB, Jaringan sungai, desa di dalam dan di sekitar IUPHHK-HA PT. AB,

serta titik hasil observasi.

Page 38: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

24

Citra Landsat multiwaktu path-row 117-61, 118-60, 118-61 liputan tahun

1997, 2005 dan 2012.

Software: Erdas Imagine version 9.1, ArcView version 3.2, ArcGis version

9.1, Ms. Excel 2007, Ms. Word 2007 dan frame and fill win 32.

3.3. Pengolahan Data

Pada penelitian ini pelaksanaan penelitian dilakukan pada empat tahapan.

Tahap pertama adalah tahap pra processing, tahap kedua pengambilan data

lapangan (ground check), tahap ketiga pra pengolahan citra dan pengolahan citra

digital (image processing) dan terakhir analisis perubahan penutupan lahan.

3.3.1. Pendahuluan (Pra Processin)

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara umum

kondisi dan jumlah tutupan lahan di dalam areal kerja PT. AB. Data yang

digunakan adalah citra Landsat tahun 2009 yang dimiliki perusahaan dengan

menampilkan warna komposit RGB (Red Green Blue) dengan komposisi band 5-

4-3. Data ini yang digunakan dalam penentuan titik obsevasi dan peta lapangan.

3.3.2. Pengambilan data lapangan (ground check)

Setelah memperoleh gambaran tutupan lahan, tahap berikutnya adalah

penentuan titik pengamatan untuk kelas tutupan lahan yang teridentifikasi di

lapangan dengan melihat perbedaan warna. Titik pengamatan ditentukan dengan

metode purposive sampling. Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan

minimal empat titik observasi.

Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan, pengamatan serta

pencatatan informasi penting. Data yang diambil adalah data rekam koordinat titik

pengamatan lapangan dari GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang

dilengkapi gambar dan hasil wawancara dengan masyarakat. Data dari GPS

tersebut kemudian dipetakan dalam format shp.

Page 39: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

25

3.3.3. Pra pengolahan citra (pre-image processing)

a. Perbaikan citra

Citra Landsat yang diperlukan diperoleh dari situs resmi Landsat melalui

http://usgs.glovis.gov. Sebelum diolah lebih lanjut citra Landsat yang diperoleh

pada tahun rekaman 2005 dan 2012 terlebih dahulu diperbaiki. Karena citra

Landsat pada tahun 2003 hingga sekarang mengalami gangguan akibat rusaknya

Scan Line Corrector (SLC-OFF) yang mengakibatkan adanya stripping.

Perbaikan citra dilakukan dengan memanfaatkan software Frame and Fill

Win 32. Software ini akan membantu memulihkan citra Landsat yang memiliki

stripping agar memiliki tampilan serupa dengan citra tanpa stripping. Secara

sederhana citra diperbaiki dengan cara mengisi citra yang dijadikan master dengan

citra pengisi yang bisa saja keduanya memiliki stripping namun pada lokasi yang

berbeda, sehingga dapat saling mengisi.

Citra pengisi merupakan citra pada tahun yang sama namun berbeda bulan.

Sedangkan citra master memiliki persentase awan paling rendah. Sebelum proses

gapfill dilakukan terlebih dahulu di-display pada Arcgis agar dapat memastikan

posisi stripping antara citra master dan pengisi memiliki posisi yang berbeda.

b. Pembuatan citra komposit

Selanjutnya citra tersebut digabung menjadi citra komposit RGB (Red

Green Blue) dengan komposisi band 5-4-3. Menurut hasil penelitian Wahyunto et

al. (2010) dalam Syarif (2011) berdasarkan hasil perhitungan nilai OIF citra satelit

Landsat TM nilai OIF tertinggi hasil perhitungan adalah kombinasi band 5-4-3.

Komposit band 5-4-3 juga merupakan komposit warna standar yang

digunakan di bidang kehutanan (Kementerian Kehutanan). Komposit ini dibuat

dengan menggunakan panjang gelombang atau spektrum infra merah sedang (λ

1,2~3,2 ), infra merah dekat (λ 0,7~0,9 ) dan spektrum merah atau hijau (λ 0,6~0,7

atau 0,5~0,6 ) secara berturut turut pada bidang warna red, green, blue pada saat

men-display citra (Jaya 2010).

c. Koreksi geometris (Rektifikasi)

Tahap selanjutnya adalah koreksi geometris yang dilakukan dengan proses

reproject. Reproject dilakukan untuk memperbaiki sistem koordinat pada citra,

serta memastikan citra hasil download dan data digital pendukung lainnya

Page 40: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

26

memiliki letak yang sesuai dengan peta RBI. Proses penempalan citra dengan peta

RBI merupakan salah satu cara dalam melakukan koreksi geometris, dengan cara

rectifikasi image to map. Koreksi ini dilakukan untuk memastikan posisi citra

sudah sesuai dengan posisi RBI. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi

area, arah dan perhitungan luasan, sehingga dapat meminimalkan kesalahan

geometris. Proses ini menghasilkan citra yang secara planimetris cukup akurat,

sehingga dapat dianggap ketelitiannya setara dengan peta (Baplan 2008).

Pada umumnya proses koreksi geometris ini melibatkan perhitungan Root

Mean Squere Error (RMSE) dengan terlebih dahulu membuat Ground Control

Point (GCP) pada citra terkoreksi dan belum terkoreksi. Akan tetapi, karena data

lapangan berupa koordinat lapang pengamatan dari GPS yang sudah dipetakan

dalam bentuk shp sudah tersedia, maka perhitungan RMSE dan pembuatan GCP

diganti dengan meng-overlay citra yang sudah memiliki project UTM 50S dengan

RBI dan titik pengamatan lapangan. Hasil yang diperoleh titik pengamatan

lapangan sudah sesuai dengan posisi pada citra dan RBI.

d. Koreksi radiometrik (Radiometric enhanchment)

Jaya (2010) mengatakan sudah merupakan prosedur umum pada

pengolahan citra bahwa untuk kegiatan interpretasi, citra yang akan dicetak atau

yang langsung diinterpretasi pada layar monitor perlu dilakukan penajaman

kontras. Hal ini di maksudkan agar tampilan pada masing-masing citra memiliki

kontras yang sama.

Perbaikan kontras ada empat macam yaitu perbaikan kontras secara linear,

perbaikan kontras non-linear, perbaikan kontras dengan piswais, dan penyamaan

histogram. Dari tiga cara tersebut, perbaikan yang digunakan adalah penyamaan

histogram (Histogram equalization). Penyamaan histogram adalah metode

penajaman kontras yang tidak linear sehingga distribusi histogram dari pikselnya

mendekati uniform, atau menghasilkan histogram yang mendekati datar. Kontras

hasil penajaman ini akan merata diseluruh areal. Kontras meningkat pada puncak

histogram dan menurun pada ujung-ujung histogram (Jaya 2010).

Page 41: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

27

e. Pembuatan citra mozaik (Mozaik process)

Setelah citra tersebut diperbaiki secara geometris dan radiometrik, tahap

selanjutnya adalah pembuatan citra mozaik (Mozaik Process). Proses ini

merupakan proses penggabungan beberapa citra secara bersama membentuk satu

kesatuan (satu lembar) peta atau citra yang kohesif. Citra baru dapat dimozaik jika

citra yang akan digabungkan memiliki koordinat yang sama, tingkat kontras yang

sama dan jumlah band (saluran) dan panjang gelombang yang sama pula. Ketiga

syarat tersebut sudah dipenuhi pada tahap sebelumnya.

Pada penelitian ini tiap satu tahun citra berasal dari tiga citra dengan path-

row berbeda. Sebelum digabungkan ketiga citra tersebut sudah disamakan

histogramnya, selanjutnya agar ketiganya memiliki kontras yang sama dilakukan

proses pencocokan histogram (histogram matching). Proses ini dilakukan sebelum

proses mozaik dijalankan. Dengan memilih menu color corection pada menu file

edit, selanjutnya memilih use histogram matching untuk semua band. Proses ini

dilakukan berulang untuk citra pada tiap tahunnya.

Agar hasil setiap mozaik memiliki kontras yang sama pula, maka proses

histogram matching juga dilakukan pada citra hasil mozaik untuk tiga tahun

berbeda. Citra mozaik 2005 dihistogram-matcingkan dengan citra mozaik tahun

2012, sedangkan citra mozaik tahun 1997 dihistogram-matchingkan dengan citra

mozaik tahun 2005.

3.3.4. Klasifikasi Tutupan Lahan

Pada penelitian ini klasifikasi dilakukan dengan dua metode yaitu metode

visual (on-screen digitation) dan digital dengan menggunakan metode klasifikasi

terbimbing (Supervised classification). Kedua metode ini mengunakan arahan

(supervisi) dari penafsir. Perbedaan cara pengolahan ini dilakukan karena citra

pada tahun 2005 dan 2012 mengalami kerusakan stripping, sehingga terjadi

kekosongan nilai digital pada areal yang terkena stripping, walaupun kedua citra

pada kedua tahun ini sudah diperbaiki, namun hasil yang diperoleh nilai digital

pada citra tersebut tetap tidak bisa digunakan untuk proses interpretasi secara

digital. sedangkan citra tahun 1997 tidak mengalami gangguan sehingga dapat

diolah secara digital.

Page 42: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

28

Setelah proses pra-pengolahan citra kemudian citra tersebut di clipping

sesuai batas areal PT. Austral Byna agar citra tersebut mudah diolah karena

menggunakan kapasitas yang lebih kecil. Citra pada tahun 2005 dan 2012

dipotong sebelum citra diolah, sedangkan citra tahun 1997 dipotong setelah

dianalisis secara digital. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya

pengurangan luas areal karena perbedaan bentuk raster ke vektor.

a. Klasifikasi secara digital

Citra tahun rekaman 1997 diolah secara digital dengan menggunakan

metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam penelitian ini

metode yang digunakan adalah metode peluang maksimum (Maximum likelihood

classifier). Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai faktor, diantaranya

adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan kedalam kelas atau kategori

tertentu.

Dalam klasifikasi diperlukan suatu penciri kelas. Penciri kelas ini adalah

satu set data yang diperoleh dari suatu training area, ruang feature (feature space)

atau klaster. Jumlah piksel yang harus diambil untuk training area pada masing-

masing kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu (N+1) (Jaya

2010). Sebelum dilakukan proses klasifikasi, terlebih dahulu training area yang

sudah dibuat diuji. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan nilai separabilitas atau

Matrik kontingensi (akurat) nya.

Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan beberapa kriteria yang

dikelompokkan ke dalam lima kelas, setiap kelasnya mendeskripsikan kuantitas

keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang diklasifikasikan menurut

Kobayasi (1995) and Jensen (1986) dalam Jaya (2009) tersebut yaitu :

1. Tidak terpisah : < 1600

2. Kurang terpisah : 1600-<1800

3. Cukup keterpisahannya : 1800-<1900

4. Baik keterpisahannya : 1900-<2000

5. Sangat baik keterpisahannya : 2000

Page 43: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

29

Transformasi data raster menjadi data vektor

Hasil analisis digital pada citra tahun 1997 merupakan data dalam bentuk

raster. Data raster adalah basis data yang disimpan atau dikodekan dengan

menggunakan sel atau rangkaian sel. Setiap sel menyimpan nilai tertentu yang

mencerminkan suatu objek. Pada umumnya, lokasi di dalam model raster secara

langsung dapat diidentifikasikan dengan menggunakan pasangan koordinat

lokalnya; kolom dan baris (x,y). meskipun demikian, posisi-posisi koordinat

geografis yang sebenarnya dari beberapa piksel yang terletak di sudut-sudut citra

raster juga diketahui melalui proses pengikatan; memerlukan beberapa titik

control (GCP – Ground Control Point) (Eddy 2009). Salah satu kelemahan data

raster yang menjadikan data ini harus diubah dalam bentuk vektor adalah objek

pada data raster digambarkan dalam bentuk implisit (Damyanti dalam Zulfikar

1999).

Reklasifikasi dan Eliminasi

Proses ini dilakukan agar hasil klasifikasi digital memiliki kesamaan

dengan klasifikasi visual, pada proses ini dilakukan peng-kelasan ulang pada tiap

kelas tutupan lahan yang terlihat janggal. Pengetahuan untuk reklasifikasi

diperoleh berdasarkan observasi lapangan. Sedangkan eliminasi bertujuan untuk

menghilangkan poligon kecil yang mengakibatkan noise pada hasil klasifikasi

secara digital. Ukuran polygon yang dihilangkan sama dengan banyaknya pixel

pada polygon terkecil hasil digitasi secara visual dikalikan dengan resolusi citra.

Pada penelitian ini ukuran polygon tersebut adalah 1 ha.

b. Klasifikasi secara visual

Citra 2005 dan 2012 ditafsirkan secara visual dengan bantuan software

ArcGis version 9.1. Pembuatan batas setiap kelas tutupan lahan dilakukan dengan

cara deliniasi dilayar komputer (on-screen digitizing). Tahap ini dilakukan dengan

menggunakan bantuan unsur interpretasi citra seperti rona atau warna, tekstur,

pola, bentuk, bayangan, ukuran, asosiasi dan situs serta hasil observasi lapangan

pada tahap pendahuluan. Hasil klasifikasi kelas tutupan lahan pada areal

IUPHHK-HA PT. Austral Byna diperoleh kelas tutupan lahan sebanyak enam

kelas yang disajikan pada Tabel 8.

Page 44: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

30

Tabel 8 Kelas tutupan lahan di IUPHHK-HA PT. Austral Byna

No Kelas Keterangan

1 Hutan Seluruh kenampakan hutan, baik primer, sekunder dan rawa di dalam areal

PT. Austral Byna

2 Semak

belukar

Kawasan bekas hutan yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi)

namun didominasi oleh semak belukar dengan jumlah pohon jarang

(Baplan, 2008) serta berasosiasi dengan jalan dan dekat ladang

3 Ladang

Merupakan salah satu jenis dalam pertanian lahan kering (Baplan, 2008)

yang ditanami padi tadah hujan, namun pada kasus ini lokasi ladang

memiliki ciri khusus yaitu berasosiasi dengan jalan utama perusahaan dan

sungai. Dilapangan ladang terlihat hijau muda hingga menguning karena

padi sudah baru ditanam dan siap panen. Selain padi yang baru ditanan

ladang juga dicirikan dengan hamparan yang didominasi oleh batang padi

yang sudah dipanen dan disekitarnya ditumbuhi ilalang dan semak belukar.

4 Perkebunan Dijumpai disekitar permukiman, sungai dan jalan utama. Perkebunan yang

ditemukan terdiri dari perkebunan karet, jati, dan kacang.

5 Tanah

terbuka

Dilapangan tanah terbuka merupakan hasil kegiatan pemanenan maupun

kegiatan lainnya seperti pertanian, pelebaran jalan, dan pertambangan

Uji ketelitian klasifikasi

Uji ketelitian dimaksudkan untuk mempengaruhi besarnya kepercayaan

pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya (Purwadhi 2006).

Akurasi sering dianalisi menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik

bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini sering

juga disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”.

Akurasi ini biasanya diukur berdasarkan pembagian piksel yang

dikelaskan secara benar dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang

terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan).

Akurasi ini disebut overall accuracy (akurasi umum) yang biasanya over estimate.

Overall akurasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑂𝐴 = 𝑋𝑖𝑖𝑟𝑖=1

𝑁 100%

Karena hasil overall accuracy terlalu over estimate saat ini dianjurkan

untuk menggunakan pengujian akurasi Kappa. Akurasi kappa menggunakan

semua elemen dalam matrik. Secara matematik, akurasi Kappa dihitung dengan

rumus sebagai berikut: Xi+

K =𝑁 = 1 𝑋𝑖1𝑟

𝑖 = 1 Xi₊X₊i𝑟𝑖

𝑁2 − 𝑋𝑖₊𝑋₊𝑖 x 100%

Keterangan:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i

X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

N = banyaknya piksel contoh

Page 45: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

31

Perhitungan akurasi dengan menggunakan matrik kontingensi ini juga

dapat menghitung besarnya akurasi pembuat (producer’s accuracy) dan akurasi

pengguna (user’s accuracy). Secara sistematis skema perhitungan akurasi

(pengguna, pembuat dan umum) adalah sajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix)

Kelas referensi Dikelaskan ke kelas Jumlah piksel Akurasi pembuat

A B C Total piksel

A X11 X12 X13 X1+ X11/ X1+

B X21 X22 X23 X2+ X22/ X2+

C X31 X32 X33 X3+ X33/ X3+

Total piksel X+1 X+2 X+3 N

Akurasi pengguna X11/X+1 X22/X+2 X33/X+3

Sumber : Jaya (2010)

Hasil klasifikasi secara on-screen diuji ketelitiannya menggunakan matrik

konjugasi. Klasifikasi visual diuji dengan meng-overlay dan membandingkan titik

hasil groundcheck dan hasil klasifikasi digitasi tiap kelas tutupan lahan.

3.3.4. Penggabungan citra 1997, 2005 dan 2012.

Proses ini dilakukan dengan menggunakan menu intersect. Tabel pada tiap

citra digabungkan menjadi satu, dan dihitung ulang luas areal pada tabel yang

sudah disatukan. Proses ini hanya bisa dilakukan jika batas areal yang digunakan

sama dan kelas tutupan lahan yang digunakan juga sama.

Proses selanjutnya adalah mereduksi kelas awan, agar tidak terjadi

perhitungan yang over estimate karena perbedaan posisi awan pada tiap tahunnya.

Proses ini dilakukan di software Arcgis 9.1 dengan cara terlebih dahulu pilih data

berupa awan pada tahun 1997, 2005 dan 2012 dengan formula

“tuplah1997”=”awan” or “tuplah2005”=”awan” or “tuplah 2012”=”awan”.

Selanjutnya data ini tidak digunakan pada analisis berikutnya.

3.4. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Analisis perubahan penutupan lahan dapat dilakukan pada setidaknya dua

peta klasifikasi yang diperoleh pada dua waktu berbeda. Agar dapat melakukan

analisis ini diperlukan data citra yang diproses dengan cara yang sama, agar tidak

terjadi interpretasi yang salah (Sunderlin 2012). Setidaknya terdapat dua cara yang

digunakan dalam melakukan analisis ini. Cara pertama adalah dengan cara meng-

overlay citra. Cara kedua dilakukan dengan memisahkan klasifikasi tutupan lahan

Page 46: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

32

pada tiap tahunnya. Dengan cara ini selain bisa mengetahui luas perubahan lahan

yang terjadi, juga bisa menetahui arah perubahan yang terjadi (Setiyono 2006).

Penelitian ini menggunakan metode overlay citra.

3.5. Analisis Laju Degradasi Hutan dan Reforestasi

Laju degradasi hutan dan reforestasi dihitung dengan menggunakan

thematic change pada tabel penggabungan hasil klasifikasi citra tahun 1997, 2005

dan 2012 tanpa kelas awan di software ArcGis vers. 9.1. Sebelum proses dimulai

terlebih dahulu tambahkan kolom baru pada tabel yang telah tersedia dan pilih

tutupan lahan berupa hutan pada tahun 1997. Thematic change disusun dengan

menggunakan formula. Formula untuk degradasi hutan tahun 1997-2005 adalah

Tuplah1997++”-“++tuplah2005, sedangkan degradasi hutan tahun 1997-2012

adalah Tuplah1997++”-“++tuplah2012.

Reforestasi juga dihitung menggunakan thematic change dengan formula

yang berbeda pada tahun pengamatan. Formula untuk reforestasi tahun 1997-2005

adalah Tuplah1997++”-“++tuplah2005, sedangkan formula untuk reforestasi

tahun 1997-2012 adalah Tuplah1997++”-“++tuplah2012. Sebelum proses

pengolahan dimulai terlebih dahulu dipilih tutupan lahan berupa hutan pada tahun

2005 untuk reforestasi tahun 1997-2005, dan hutan pada tahun 2012 untuk

menghitung reforestasi tahun 1997-2012. Setelah itu data diolah di pivot tabel

pada software Ms. Excel 2007.

Page 47: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

33

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah Pemanfaatan Hutan

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-

HA) PT. Austral Byna (PT. AB) yang ditetapkan berdasarkan Forestry Agreement

(FA) No. FA/J/080/IX/73 tanggal 9 April tahun 1969 dan SK Hak Pengusahaan

Hutan (HPH) No. 635/Kpts/Um/X/74 tanggal 2 Oktober tahun 1974 dengan luas

370.000 ha merupakan hasil penggabungan dua HPH yaitu PT. Yuling Byna

Corporation dan PT. Byna Harapan.

Departemen Kehutanan mengeluarkan izin yang tertuang dalam SK HPH

No. 635/Kpts/Um/X/74 menetapkan areal HPH PT. AB seluas 370.000 ha, yang

berlaku selama jangka waktu 20 tahun, yaitu dari 14 November tahun 1969

sampai dengan 13 November tahun 1989. Namun kemudian, dari areal tersebut

dilaporkan adanya tumpang tindih dengan areal HPH PT. Indexim Utama

Corporation seluas 70.000 ha, sehingga pada tahun 1975 sesuai dengan Surat

Direktorat Jenderal Kehutanan No. 3162/DJ/I/75 tanggal 20 November 1975

disetujui pemisahan areal kepada HPH PT. Indexim Utama Corporation, sehingga

luas areal HPH PT. AB menjadi 300.000 ha.

Setelah jangka pengusahaan hutan selama 20 tahun pertama PT. AB

memperoleh izin perpanjangan HPH (sekarang IUPHHK pada Hutan Alam)

berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 142/Kpts-II/93 tanggal 27 Februari tahun

1993 untuk jangka waktu pengusahaan hutan 20 tahun berikutnya, terhitung dari

13 November tahun 1989 sampai dengan 14 November tahun 2009 dengan areal

seluas 294.600 ha, terjadi pengurangan dari areal semula karena seluas 500 ha

berupa hutan lindung dan 4.900 ha dialokasikan untuk HPHTI (sekarang IUPHHK

pada Hutan Tanaman) dan Pola Transmigrasi yang dikeluarkan dari areal PT. AB.

Setelah jangka pengusahaan hutan selama 20 tahun berakhir kembali pada

tanggal 12 November tahun 2009, PT. AB kembali memperoleh izin perpanjangan

IUPHHK-HA berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 557/MENHUT-II/2009

tanggal 17 September tahun 2009 untuk jangka waktu 45 tahun berikutnya

terhitung dari tanggal 12 November tahun 2009 sampai dengan tahun 12

November 2054, yang berlaku efektif sejak 12 November 2009 dengan luas areal

255.530 ha.

Page 48: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

34

4.2. Letak dan Batas Areal Kerja

Areal IUPHHK-HA PT. AB secara geografis terletak di 0° 30’ – 1° 68’ LS

dan 114° 45’ – 115° 45’ BT. Secara administrasi pemerintahan termasuk ke dalam

wilayah kecamatan Lahai, Teweh Timur dan Gunung Purei, Kabupaten Barito

Utara dengan ibukota Muara Teweh – Provinsi Kalimantan Tengah dengan

ibukota Palangkaraya. Areal ini termasuk kedalam kelompok hutan S. Teweh – S.

Lahei dan S. Montallat – S. Sempirang. Adapun batas-batas luar areal IUPHHK-

HA PT. AB tersebut adalah :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Wana

Inti Kahuripan

Sebelah Timur : Berbatasan dengan IUPHHK-HA PT. Barito Putra,

IUPHHK-HA PT. Timber Dana dan Hutan Lindung Sumhai Kendilo

Gunung Ketam.

Sebelah Selatan: Berbatasan dengan IUPHHK-HA PT. Indexim Utama,

IUPHHK-HA PT. Sindo Lumber dan IUPHHK-HA PT. Parwata Rimba.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan IUPHHK-HA PT. Meranti Sembada,

IUPHHK-HT PT. Rimba Berlian Hijau, IUPHHK-HT HTI PT. Purwa

Permai dan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Antang Ganda Utama.

Luas areal IUPHHK-HA PT. AB adalah 255.530 ha. Menurut peta

penataan areal kerja (PAK) luas areal efektif (areal bersih produksi) sekitar

210.290 ha yang terdiri atas areal Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB),

Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

(TPTII).

4.3. Topografi

Kondisi Topografi areal IUPHHK-HA PT. AB diperoleh dari peta bumi

skala 1:50.000 dari BAKOSURTANAL 1985 yang kemudian dicek dengan

survey topografi yang dilakukan dengan metode jalur rintisan dengan interval 2

km. Dari kedua sumber data inilah selanjutnya dibuat Peta Kelas Lereng areal

IUPHHK-HA PT. AB. Luasan setiap kelas lereng di areal IUPHHK-HA PT. AB

disajikan pada peta Tabel 10.

Page 49: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

35

Tabel 10 Distribusi Kelas lereng di Areal Kerja IUPHHK-HA PT. AB

Kode Kelas lereng (%) Topografi Luas(ha) %

A 0 – 8 Datar 53.171 21

B 8 -15 Landai 20.298 8

C 15 – 25 Agak Curam 148.947 58

D 25 – 40 Curam 30.865 12

E > 40 Sangat Curam 1.063 1

Jumlah 255.530 100

Sumber: Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000 (BAKOSURTANAL 1985) dan Hasil Survey Lapangan

(1994)

4.4. Iklim

Berdasarkan kriteria Schmidt & Ferguson, areal IUPHHK-HA PT. AB

termasuk dalam tipe iklim A dengan nilai Q berkisar 0 – 13%. Jumlah hari hujan

tahunan rata-rata adalah 212 hari, tercatat curah hujan terendah terjadi pada tahun

1992 dengan curah hujan hanya 120 hari sedangkan curah hujan tertinggi terjadi

pada tahun 1995 dengan 247 hari hujan. Jumlah hari hujan rata-rata bulanan

tertinggi terjadi dalam bulan Desember dan terendah pada bulan Agustus.

Sesuai tipe iklimnya, areal IUPHHK PT. AB mempunyai curah hujan yang

tinggi dengan persebaran yang hampir merata sepanjang tahun, artinya tidak

terjadi musim kemarau atau bulan kering yang panjang.

Rata-rata suhu udara tertinggi dalam kurun waktu sepuluh tahun (1992 –

2002) terjadi pada bulan Mei yakni 26,8°C (Tabel 12). Secara umum daerah ini

termasuk lembab, sehingga tidak rawan terhadap kebakaran hutan. Nilai curah

hujan rata-rata dan hari hujan tahunan rata-ratanya disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Keadaan iklim di areal IUPHHK-HA PT. AB

Bulan Curah hujan

(mm)

Hari hujan

(hari)

Suhu

(°C)

Kelembaban

(%)

Kec. angin

(knot)

Januari 294 19 26,1 85 0,23

Februari 254 18 26,1 84 0,24

Maret 285 19 26,1 85 0,3

April 325 19 26,1 84 0,26

Mei 283 19 26,8 85 0,2

Juni 141 13 26,5 84 0,2

Juli 170 14 26,9 85 0,2

Agustus 105 11 26,2 83 0,23

September 159 12 26,3 83 0,26

Oktober 251 17 26,7 83 0,26

November 327 20 26,3 85 0,24

Desember 321 22 26,3 85 0,24

Jumlah 2.195 203 - - -

Rata-rata 183 17 26,3 84,25 0,24

Sumber: Stasiun Bandara Beringin, Muara Teweh (1992 – 2002)

Page 50: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

36

4.5. Keadaan Hutan

Hutan areal IUPHHK-HA PT. AB termasuk ke dalam hutan tropika basah

dataran rendah. Bentuk vegetasinya merupakan areal berhutan primer, bekas

tebangan dan non hutan dengan luasan seperti disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Luasan setiap bentuk vegetasi di areal IUPHHK-HA PT. AB

Bentuk Vegetasi HP (ha) HPK (ha) HPT (ha) Bufferzone Jumlah

Hutan Bekas Tebangan 61.786 24.564 69.013 728 256.091

Non Hutan 38.890 36.246 19.113 141 94.390

Tertutup Awan 2.921 300 1.828 - 5.049

Jumlah 103.597 61.110 89.954 869 255.530

Sumber: PT. Austral Byna (2012)

Berdasarkan hasil Invetarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang

dilakukan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa sediaan (volume) tegakan

keseluruhan mulai dari tingkat tiang, pohon kecil dan pohon besar hasil

pengolahan spasial pada semua kelompok jenis dan kelas diameter menunjukkan

bahwa kelompok jenis Meranti memiliki potensi terbesar sedangkan yang terkecil

terdapat pada kelompok jenis kayu indah.

Kondisi kerapatan tegakan (batang/hektar) dari potensi semua jenis mulai

dari tingkat tiang, pohon kecil dan pohon besar berdasarkan kelompok jenis dan

kelas diameter menunjukkan bahwa kelompok jenis Meranti memilik kerapatan

terbesar dan kerapatan terkecil pada kelompok jenis kayu di lindungi. Kemudian

kondisi potensi rataan (m3/hektar) keseluruhan tegakan berdasarkan kelompok

jenis mulai dari tingkat tiang, pohon kecil dan pohon besar hasil pengolahan

spasial menunjukkan bahwa kelompok jenis Meranti memiliki nilai rataan terbesar

dan rataan terkecil pada kelompok jenis kayu Indah.

Untuk kerapatan pada tingkat tegakan, maka tingkat tiang (10 cm ≤ Φ < 20

cm) mempunyai kerapatan paling besar dan kerapatan terkecil pada tegakan kelas

diameter 40 cm ≤ Φ < 50 cm. Sedangkan Untuk potensi rataan tingkat tegakan

maka pohon besar (Φ ≥ 30 cm) memiliki rataan 172,83 m3/hektar; pohon kecil

(20 cm ≤ Φ < 30 cm) memiliki rataan 37,34 m3/hektar, sedangkan tingkat tiang

29,34 m3/hektar.

Jenis-jenis kayu komersial di IUPHHK-HA PT. AB antara lain Balau

(Shorea atrinervosa), Bangkirai (Shorea leavifolia), Binuang (Octomeles sp),

Cengal (Neobalanocarpus heimii), Jabon (Anthocepalus cadamba), Kapur

Page 51: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

37

(Dryobalanops aromatica), Kapur Naga (Callopyllum soullattri), Keruing

(Dipterocarpus borneensis), Kulim (Scodocarpus borneensis), Melapi (Shorea

atrinerfosa), Meranti Tembaga (Shorea leprosula), Meranti Kuning (Shorea

hopeifolia), Mersawa (Anisoptera curtisii), dan Nyatoh (Palaquium scholaris).

4.6. Sosial Ekonomi

Di sekitar areal IUPHHK-HA PT. AB terdapat beberapa desa, diantaranya

Desa Hajak, Desa Sabuh, Desa Kandui dan Desa Montallat. Kecamatan-

kecamatan yang terletak di dalam dan di sekitar areal PT. AB adalah Kecamatan

Montallat, Gunung Timang, Teweh Timur, Teweh Tengah, Gunung Purui dan

Lahei yang termasuk Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah.

Jumlah penduduk di kecamatan-kecamatan tersebut pada tahun 2006

adalah 112.091 jiwa terdiri dari 51,75% laki-laki (57.444 jiwa) dan 48,75%

perempuan (54.647 jiwa) yang tergabung dalam 26.296 KK. Berdasarkan luas

wilayah dibanding dengan jumlah penduduk yang ada kepadatan penduduk Barito

Utara tergolong jarang, yaitu sekitar 14 orang/km2. Pekerjaan utama sebagian

besar penduduk di sekitar IUPHHK HA PT. AB adalah sebagai petani/peladang

dengan persentase 31,56% sebanyak 35.376 jiwa (Ramdhan 2011).

4.7. Pengusahaan Hutan

Sistem pemanenan hutan yang diterapkan IUPHHK-HA PT. AB adalah

sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), akan tetapi mulai tahun

2007 PT. AB juga melaksanakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia

Intensif (TPTII) / Silvikultur Intensif (SILIN). Oleh karena itu, sistem yang

diterapkan di PT. AB ini ada dua sistem yaitu TPTI dan TPTII.

Sistem pemanenan yang dilakukan di IUPHHK-HA PT. AB adalah sistem

pemanenan secara mekanis, artinya semua kegiatan dilaksanakan dengan

menggunakan bantuan mesin. Penebangan dilaksanakan oleh regu tebang yang

terdiri dari satu orang chainsawman dan satu orang pembantu (helper). Kegiatan

penyaradan dilakukan dengan menggunakan traktor. Pengangkutan dilakukan

setelah penyaradan dan pemuatan. Alat angkut yang digunakan perusahaan untuk

kegiatan ini adalah logging truck.

Page 52: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra yang digunakan untuk analisis tutupan lahan terlebih dahulu

diperbaiki dan diproses dengan cara yang sama agar menghasilkan tampilan yang

sama pada tiap tahunnya. Gambar 8, 9 dan 10 adalah citra tahun 1997, 2005 dan

2012 setelah dipotong berdasarkan batas areal IUPHHK-HA PT. Austral Byna,

yang telah diperbaiki dan dikoreksi secara geometrik dan radiometrik.

Gambar 8 Citra Landsat TM tahun 1997 PT. Austral Byna.

Gambar 9 Citra Landsat ETM+ tahun 2005 PT. Austral Byna.

Page 53: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

39

Gambar 10 Citra Landsat ETM+ tahun 2012 PT. Austral Byna.

Ketiga citra tersebut menjadi data dasar dalam melakukan klasifikasi, baik

klasifikasi secara digital maupun visual. Dari Gambar 8, 9, dan 10 dapat dilihat

kondisi citra memiliki banyak kandungan awan dan bayangan awan. Kondisi ini

menyebabkan beberapa bagian yang akan dideliniasi tidak dapat dikenali dan

sebagian data lainnya tertutup lapisan tipis haze yang menyebabkan daerah

tersebut dimasukkan pada kelas klasifikasi awan. Kelas awan pada ketiga citra

seluas 44.192,10 ha, kelas ini tidak digunakan untuk analisis lebih lanjut.

5.1. Klasifikasi Tutupan Lahan

Hasil klasifikasi tutupan lahan berdasarkan kunci interpretasi sebanyak

enam kelas, yaitu hutan, semak belukar, ladang, perkebunan, tanah terbuka, dan

awan.

5.1.1. Hutan

Hutan yang terdapat dalam areal perusahaan terdiri atas hutan dataran

rendah sekunder, hutan sedang dipanen dan hutan rawa. Pengamatan dilakukan

dengan mendatangi areal hutan hingga kedalam hutan untuk memastikan kondisi

hutan. Pada citra hutan dapat dikenali dengan baik karena memiliki warna yang

khas yaitu hijau tua. Gambar 11 menampilkan gambar hutan pada citra dan foto

lapangan.

Page 54: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

40

(a) (b)

Gambar 11 Hutan pada citra (a) hutan di lapangan (b). Keterangan

= Deliniasi hutan

Skala = 1: 50000

5.1.2. Semak belukar

Semak belukar merupakan kawasan bekas hutan lahan kering yang telah

tumbuh kembali (mengalami suksesi), atau kawasan dengan pohon jarang (alami),

atau kawasan dengan dominasi vegetasi berkayu bercampur dengan vegetasi

rendah (alami) lainnya (Baplan 2008). Dari pengamatan dilapangan, semak

belukar akan dengan mudah dijumpai di sepanjang tepi jalan, baik jalan koridor,

utama maupun jalan cabang. Karena asosiasinya inilah klasifikasi pada citra relatif

lebih mudah dilakukan. Pada citra semak belukar dicirikan dengan warna hijau

terang dan bertekstur agak kasar. Untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada

Gambar 12.

(a) (b)

Gambar 12 Semak belukar pada citra (a) semak belukar ditepi jalan utama (b). Keterangan

= Deliniasi semak belukar

Skala = 1: 50000

5.1.3. Ladang

Ladang merupakan salah satu jenis pertanian lahan kering (Baplan 2008)

yang ditanami padi tadah hujan, pada umumnya ladang di areal perusahaan dapat

ditemui di sekitar jalan baik jalan utama maupun jalan cabang perusahaan serta di

dalam areal hutan yang berjarak ± 50 meter dari jalan.

Page 55: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

41

Hasil wawancara dengan tokoh adat masyarakat dayak solo yang

bertempat tinggal di Desa Kareho, ladang dibuat dengan pola rotasi. Masyarakat

biasanya memanfaatkan lahan disekitar kanan kiri jalan agar dapat mempermudah

akses. Ladang tersebut dibuka secara bergotong royong. Pada umumnya lahan

dimanfaatkan untuk menanam padi tadah hujan selama dua tahun. Menurut

masyarakat setempat jangka waktu ini adalah jangka waktu maksimal untuk

mendapatkan padi dengan kualitas baik. Setelah dua tahun lahan tersebut akan

ditinggalkan, dan pemilik ladang akan kembali ke ladang yang ditinggalkan jika

bekas ladang tersebut sudah ditumbuhi pohon dengan diameter minimal 20 cm.

Kepemilikan ladang dibuktikan dengan surat keterangan yang dikeluarkan secara

adat.

Di lapangan ladang dicirikan dengan sebidang tanah yang ditanami padi.

Ladang tersebut terlihat hijau muda hingga menguning karena padi baru ditanam

dan siap panen. Sedangkan pada citra ladang dicirikan dengan warna kuning

terang, tekstur halus dan berasosiasi jalan dan sungai. Gambar 13 menyajikan

tutupan lahan ladang pada citra dan di lapangan.

(a) (b)

Gambar 13 Ladang pada citra (a) ladang di lapangan (b).

Keterangan

= Deliniasi ladang

Skala = 1: 50000

Selain ladang yang baru ditanam, di lapangan juga dijumpai ladang yang

sudah dipanen. Pada umumnya bekas ladang dimasukkan pada kelas semak

belukar atau padang ilalang. Namun di lapangan bekas ladang didominasi oleh

batang padi yang sudah dipanen dan di sekitarnya ditumbuhi ilalang serta semak

belukar muda sehingga dapat dibedakan dengan ladang dan semak belukar. Bekas

ladang berasosiasi dengan ladang, jalan utama perusahaan dan sungai.

Pada citra tampilan bekas ladang juga hampir serupa dengan ladang,

sehingga bekas ladang dimasukkan pada tutupan lahan ladang. Pada citra bekas

Page 56: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

42

ladang memiliki warna hijau terang kekuning-kuningan. Tekstur yang dihasilkan

juga agak kasar.

5.1.4. Perkebunan

Kelas perkebunan didapat dari hasil pengamatan citra yang sudah

terkoreksi radiometrik. Dalam kegiatan pendahuluan kelas ini tidak dapat dikenali

pada citra karena warna yang ditampilkan menyerupai semak belukar. Pada citra

yang sudah terkoreksi perkebunan berwarna merah kecoklatan dan berasosiasi

dengan sungai serta permukiman. Pola, warna, serta tekstur yang didapat pada

kelas ini menyerupai pola dan warna pada perkebunan dalam areal permukiman

desa transmigrasi. Pada areal ini masyarakat membudidayakan tanaman kacang,

coklat, karet, jagung dan lain-lain. Perkebunan pada citra dan di lapangan

ditampilkan pada Gambar 14.

(a) (b)

Gambar 14 Perkebunanan pada citra (a) perkebunan di lapangan (b).

Keterangan

= Deliniasi perkebunan

Skala = 1: 50000

5.1.5. Tanah terbuka

Pada penelitian ini tanah terbuka didefinisikan sebagai lahan tanpa atau

dengan sedikit tutupan baik berupa semak belukar atau ilalang yang terbuka

secara alami ataupun akibat dari kegiatan manusia. Tanah terbuka yang banyak

dijumpai adalah tanah terbuka karena kegiatan manusia, seperti tambang,

pelebaran jalan dan kegiatan pemanenan serta persiapan ladang warga.

Pada citra tanah terbuka dapat dikenali dengan mudah. Kelas ini dicirikan

dengan warna magenta dan merah muda. Di lapangan tanah terbuka diobservasi

dengan menggunakan enam titik. Gambar 15 menyajikan gambar tutupan lahan

tanah terbuka pada citra dan foto lapangan.

Page 57: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

43

(a) (b)

Gambar 15 Tanah terbuka pada citra (a) tanah terbuka di lapangan (b). Keterangan:

= Deliniasi tanah terbuka

Skala = 1: 50.000

5.2. Klasifikasi Tutupan Lahan pada Citra Landsat Multiwaktu

Citra landsat TM tahun 1997 tidak mengalami kerusakan sehingga dapat

diolah secara digital dengan menggunakan metode supervised. Dengan cara ini

penafsir dapat mengolah data dalam jumlah banyak dan dapat diolah dalam waktu

yang relatif singkat. Sebelum data diolah secara digital pada software ERDAS

Imagine version 9.1 terlebih dahulu dibuat training area sesuai kelas yang

dikenali di lapangan. Hasil klasifikasi citra landsat TM tahun 1997 disajikan pada

Gambar 16.

Gambar 16 Peta tutupan lahan tahun 1997 PT. Austral Byna.

Page 58: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

44

Citra landsat ETM+ tahun 2005 dan tahun 2012 hanya dapat diolah secara

visual karena pada citra tersebut terdapat gangguan yaitu stripping. Citra didigitasi

pada software Arcgis version 9.0 dengan mengikuti kunci interpretasi dari Baplan

dan informasi lapangan (Tabel 8). Hasil klasifikasi Citra landsat ETM+ tahun

2005 dan 2012 disajikan berturut-turut pada Gambar 17 dan 18.

Gambar 17 Peta tutupan lahan tahun 2005 PT. Austral Byna.

Gambar 18 Peta tutupan lahan tahun 2012 PT. Austral Byna.

Page 59: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

45

Hasil klasifikasi baik secara digital maupun visual, pada tahun 1997, 2005

dan tahun 2012 hutan masih mendominasi sebanyak 78,93%, 77,59%, dan 75,03%

dibandingkan tutupan lahan lainnya (Gambar 19). Luas tutupan lahan pada tiap

tahun pengamatan disajikan pada Tabel 13.

Gambar 19 Grafik tutupan lahan tahun 1997, 2005 dan 2012.

Tabel 13 Luas tutupan lahan tahun 1997~2012

Tutupan Lahan Areal (ha)

Tahun 1997 % Tahun 2005 % Tahun 2012 %

Hutan 166.681,27 78,93 163.833,64 77,59 158.429,35 75,03

Ladang 18.549,29 8,78 6.890,38 3,26 5.889,36 2,79

Perkebunan 10.535,31 4,99 6.751,95 3,20 3.451,12 1,63

Semak belukar 12.083,37 5,72 28.404,97 13,45 41.198,96 19,51

Tanah terbuka 3.316,21 1,57 5.284,49 2,50 2.196,66 1,04

Total Areal 211.165,45 100,00 211.165,45 100,00 211.165,45 100,00

5.3. Uji Akurasi Klasifikasi

Citra yang diolah secara digital, sebelum proses klasifikasi, terlebih dahulu

dilakukan evaluasi separabilitas untuk training area yang dibuat. Nilai minimum

separabilitas yang diperbolehkan adalah 1600. Ukuran kuantatif untuk pemisahan

kategori dapat dihitung dalam bentuk matriks kelas atau biasa disebut matriks

devergensi. Matriks ini merupakan hasil pengukuran secara statistik bagi

pemisahan antar pola tanggapan spektral setiap kategori tutupan lahan. Nilai

maksimum devergensi adalah 2000, sedangkan 1500 menunjukan kelas dengan

spektral sama, dengan kemungkinan nilai spektral kurang dari 1500 akan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Hutan Ladang Perkebunan Semak

belukar

Tanah terbuka

x 1

00

00

(h

a)

Tutupan Lahan

Grafik Tutupan Lahan Tahun 1997, 2005 dan 2012

Tahun 1997

Tahun 2005

Tahun 2012

Page 60: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

46

bertampalan satu sama lain (Purwadhi 2006). Hasil uji separabilitas pada citra

landsat TM tahun 1997 disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Separabilitas citra landsat TM tahun 1997

Kelas 1 2 3 4 5 6

Ladang (1) 0 2000 2000 2000 2000 1999.09

Semak belukar (2)

0 2000 1989.42 1993.76 1999.78

Perkebunan (3)

0 1988.21 2000 1991.94

Tanah terbuka (4)

0 1939.17 1826.65

Awan (5)

0 1931.33

Hutan (6)

0

Uji akurasi klasifikasi dilakukan dengan membuat matriks konjugasi. Pada

citra yang diklasifikasikan secara visual (citra tahun 2012) uji akurasi berdasarkan

titik observasi yang dicocokan dengan hasil klasifikasi visual. Hasil uji akurasi

disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil uji akurasi citra

Tahun Akurasi (%)

Overall Kappa

2012 91.4 88.6

Nilai keakuratan dapat dilihat berdasarkan kappa akurasi. Secara teoritis

nilai kappa akurasi yang mengindikasikan hasil digitasi yang baik adalah diatas

85% (Jaya, 2010). Nilai kappa akurasi pada klasifikasi visual tahun 2012 yang

diperoleh sebesar 88,6%. Uji akurasi tidak dilakukan untuk hasil klasifikasi citra

tahun 1997 dan 2005, hal ini dikarenakan dalam mengklasifikasi kedua citra

tersebut digunakan informasi berdasarkan kunci interpretasi yang sebelumnya

digunakan pada klasifikasi citra tahun 2012.

5.4. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis

kenampakan yang ada dipermukaan bumi. Sedangkan perubahan penutupan lahan

adalah keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan pada waktu berbeda baik

karena manusia (Lillesand dan Kiefer 1990). Analisis perubahan tutupan lahan

pada tahun 1997-2005 dan 2005-2012 dihitung menggunakan matriks perubahan

Page 61: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

47

tutupan lahan. Matrik ini mengandung informasi luas dan bentuk perubahan dari

suatu kelas tutupan lahan ke tutupan lahan lainnya.

5.4.1. Perubahan tutupan lahan pada tahun 1997-2005

Hasil analisis menunjukan perubahan terluas tiap kelas tutupan lahan

adalah sebagai berikut, hutan pada tahun 1997 menjadi semak belukar di tahun

2005 seluas 9.469,26 ha. Tejadi suksesi pada tanah terbuka menjadi semak belukar

seluas 1.440,42 ha. Sedangkan semak belukar berkembang menjadi hutan seluas

6.557,83 ha. Perubahan tutupan lahan dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2005

PT. Austral Byna disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Perubahan tutupan lahan tahun 1997-2005

Tahun

2005

Tutupan Lahan

(ha) 1 2 3 4 5 Total

1997

Hutan (1) 148.986,62 2.845,72 1.491,83 9.469,26 3.887,84 166.681,27

Ladang (2) 4.949,46 1.891,43 2.168,94 9.145,59 393,89 18.549,29

Perkebunan (3) 2.497,91 1.056,55 2.474,86 4.362,98 143,00 10.535,31

Semak belukar (4) 6.557,83 719,84 311,23 3.986,73 507,74 12.083,37

Tanah terbuka (5) 841,82 376,85 305,09 1.440,42 352,03 3.316,21

Total 163.833,64 6.890,38 6.751,95 28.404,97 5.284,49 211.165,45

Sejak tahun 1997 masyarakat sudah memanfaatkan hutan untuk keperluan

perladangan dan perkebunan didalam areal PT. AB. Keduanya mengalami

perubahan tertinggi menjadi semak belukar seluas 9.145,59 ha dari ladang dan

4.362,98 ha dari perkebunan. Hal ini mengindikasikan pemanfaatan untuk

keperluan berladang dan berkebun sebagian besar tidak dilakukan secara

permanen.

5.4.2. Perubahan tutupan lahan pada tahun 2005-2012

Dari tahun 2005 hingga tahun 2012 terjadi perubahan tutupan lahan

menjadi semak belukar secara besar-besaran. Hal ini dapat dilihat dari luas

perubahan tertinggi pada masing-masing tutupan lahan. Selain dari perubahan tiap

kelas tutupan lahan, luas semak belukar pada tahun 2012 juga disebabkan areal

yang tetap menjadi semak belukar tetap tinggi yaitu seluas 19.305,73 ha.

Perubahan tutupan lahan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2012 PT. Austral

Byna disajikan pada Tabel 17.

Page 62: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

48

Tabel 17 Perubahan tutupan lahan tahun 2005-2012

Tahun

2012

Tutupan Lahan

(ha) 1 2 3 4 5 Total

2005

Hutan (1) 148.430,95 3.520,02 262,24 10.688,45 932,00 163.833,64

Ladang (2) 1.182,91 1.470,17 152,60 3.885,53 199,17 6.890,38

Perkebunan (3) 505,27 246,29 2.563,72 3.319,60 117,08 6.751,95

Semak belukar (4) 8.090,27 526,23 396,74 19.305,73 86,01 28.404,97

Tanah terbuka (5) 219,96 126,65 75,82 3.999,66 862,41 5.284,49

Total 158.429,35 5.889,36 3.451,12 41.198,96 2.196,66 211.165,45

Hutan yang telah dimanfaatkan pada tahun 2005 berkembang menjadi

semak belukar di tahun 2012 seluas 10.688,45 ha. Tanah terbuka mengalami

suksesi menjadi semak belukar sebesar 3.999,66 ha. Areal yang dimanfaatkan

masyarakat untuk kegiatan perladangan dan perkebunan juga berubah menjadi

semak belukar, luas perubahan pada ladang dan perkebunan secara berturut-turut

sebesar 3.885,53 ha dan 3.319,60 ha.

5.5. Laju degradasi hutan dan reforestasi

Pada umumnya degradasi hutan yang terjadi pada hutan produksi

mengakibatkan kerusakan atau pengurangan luas hutan produktif terhadap

keseluruhan luas kawasan hutan yang akan mempengaruhi produksifitas.

Pengurangan ini terjadi karena berkurangnya kualitas kelas kesuburan lahan atau

bonita dan dipengaruhi pula oleh kegiatan pencurian kayu, kebakaran hutan dan

hama penyakit tanaman. Selain itu faktor degradasi genetika yang ditandai dengan

bentuk morfologi dari suatu pohon dapat menyebabkan menurunnya kualitas

batang dan produksi kayu (Hanggumantoro 2007).

Perubahan hutan menjadi kelas lainnya dianalisis menggunakan thematic

change. Hasil analisis thematic change tahun 1997 sampai dengan 2005, serta

tahun 1997 sampai dengan tahun 2012 disajikan pada Tabel 18.

Page 63: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

49

Tabel 18 Degradasi hutan tahun 1997, 2005 dan 2012

Perubahan Areal (ha)

Tahun 1997-2005 % Tahun 1997-2012 %

Hutan-Ladang 2.845,72 16,08 4.273,80 16,26

Hutan-Perkebunan 1.491,83 8,43 1.033,83 3,93

Hutan-Semak belukar 9.469,26 53,51 19.486,60 74,12

Hutan-Tanah terbuka 3.887,84 21,97 1.497,53 5,70

Total Perubahan 17.694,65 100,00 26.291,76 100,00

Total Perubahan terhadap

total areal 211.165,45 8,38 211.165,45 12,45

Secara umum kegiatan pemanenan di PT. AB menyebabkan perubahan

hutan menjadi semak belukar dan tanah terbuka, sedangkan kegiatan konversi

terbagi menjadi kegiatan ladang berpindah, dan perkebunan. Pada tahun 1997

sampai dengan tahun 2005 hutan mengalami perubahan tertinggi menjadi semak

belukar yaitu sebesar 9.469,26 ha atau sebesar 53,51%. Kegiatan masyarakat yaitu

ladang dan perkebunan menyebabkan perubahan fungsi hutan berturut-turut seluas

2.845,72 ha dan 1.491,83 ha. Selain itu sejak tahun 1997 hingga tahun 2012 hutan

juga terdegradasi menjadi tanah terbuka seluas 3.887,84 ha. Perubahan hutan

tahun 1997 sampai tahun 2005 disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Peta Degradasi hutan tahun 1997-2005 PT. Austral Byna.

Pada interval dua belas tahun yaitu tahun 1997 sampai dengan tahun 2012

diduga kegiatan pemanenan menyebabkan peningkatan luas hutan yang

Page 64: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

50

terdegradasi. Dugaan ini berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan hutan

terdegradasi menjadi semak belukar seluas 19.486,60 ha atau sebesar 74,12% dari

total perubahan, serta menjadi tanah terbuka seluas 1.497,53 ha. Perubahan hutan

menjadi semak belukar adalah perubahan tertinggi selama tahun 1997 sampai

dengan tahun 2012. Sedangkan kegiatan masyarakat yaitu ladang dan perkebunan

menyebabkan perubahan fungsi hutan berturut-turut seluas 4.273,80 ha dan

1.033,83 ha. Perubahan hutan tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 disajikan

pada Gambar 21.

Gambar 21 Peta Degradasi hutan tahun 1997-2012 PT. Austral Byna.

Hasil analisis laju degradasi dari tahun 1997 hingga tahun 2012

menunjukan adanya peningkatan luasan semak belukar. Jika dibandingkan dengan

luas tutupan lahan pada masing-masing tahun pengamatan, juga diperoleh hasil

yang sama. Luas semak belukar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan

(Gambar 19). Semak belukar yang teridentifikasi sebagian besar berada dipinggir

jalan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan areal kanan kiri

jalan selebar 50 m merupakan areal yang diperuntukkan untuk dibuka, agar

transportasi pengangkutan kayu tidak terganggu. Akan tetapi pada

perkembangannya, pihak lain datang dan memanfaatkan lahan tersebut untuk

berladang, membuka pertambangan baik secara legal maupun ilegal, dan program

perluasan jalan.

Page 65: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

51

Penambahan luas hutan juga dapat dilihat dari hasil analisis thematic

change tahun 1997 sampai dengan 2012 yang disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Reforestasi tahun 1997, 2005 dan 2012

Perubahan Areal (ha)

Tahun 1997-2005 % Tahun 1997-2012 %

Ladang-Hutan 4.949,46 33,34 6.732,75 37,32

Perkebunan-Hutan 2.497,91 16,82 4.156,73 23,04

Semak belukar-Hutan 6.557,83 44,17 6.162,61 34,16

Tanah terbuka-Hutan 841,82 5,67 987,75 5,48

Total 14.847,02 100,00 18.039,84 100,00

Total Perubahan terhadap

total areal 211.165,45 7,03 211.165,45 8,54

Pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 perubahan kelas non-hutan

menjadi hutan sebesar 7,03% dari total areal PT. AB. Perubahan tertinggi terjadi

pada semak belukar yang mengalami suksesi menjadi hutan. Luas semak belukar

yang berubah menjadi hutan sebesar 6.557,83 ha, atau sebesar 44,17 % dari total

perubahan. Perkebunan berubah menjadi hutan seluas 2.497,91 ha, atau sebesar

16,82 %. Ladang juga mengalami suksesi menjadi hutan seluas 4.949,46 ha, atau

sebesar 33,34 %. Sedangkan tanah terbuka mengalami perubahan menjadi hutan

dengan persentase terendah yaitu 5,67 %. Penambahan luas hutan pada tahun

1997-2005 disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Peta Reforestasi tahun 1997-2005 PT. Austral Byna.

Page 66: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

52

Pada tahun 1997-2012 perubahan ladang menjadi hutan sebesar 6.732,75

ha, atau sebesar 37,32 % dari total perubahan di areal PT. AB. Perkebunan

berubah menjadi hutan sebesar 4.156,73 ha, atau sebesar 23,04 %. Semak belukar

mengalami suksesi menjadi hutan sebesar 6.162,61 ha. Sedangkan tanah terbuka

yang kembali tertutup menjadi hutan seluas 987,75 ha, atau sebesar 5,48 % dari

total perubahan di areal PT. Austral Byna. Penambahan luas hutan pada tahun

1997-2012 disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23 Peta Reforestasi tahun 1997-2012 PT. Austral Byna.

Hasil analisis reforestasi menunjukkan peningkatan luas hutan yang

berasal dari ladang merupakan salah satu perubahan tertinggi pada tahun 1997-

2005 dan tahun 1997-2012. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat

sekitar, ladang warga diolah secara berpindah-pindah. Satu petak ladang yang

dibuat dapat dimanfaatkan untuk dua kali panen. Jika sudah tidak produktif ladang

akan ditinggalkan, dan pemilik ladang akan kembali ke ladang tersebut, jika

ladang sudah ditumbuhi pohon dengan diameter lebih dari 20 cm.

Page 67: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Tutupan lahan hasil klasifikasi menggunakan citra Landsat TM dan ETM+

tahun 1997, 2005, dan 2012 baik secara digital maupun visual terdiri atas

hutan, ladang, semak belukar, perkebunan, tanah kosong, dan awan.

2. Perubahan tutupan lahan tertinggi yang terjadi pada tahun 1997 sampai

dengan tahun 2005 meliputi hutan berubah menjadi semak belukar

dimanfaatkan seluas 9.469,26 ha, ladang menjadi semak belukar seluas

9.145,59 ha, perkebunan menjadi semak belukar seluas 4.362,98 ha, semak

belukar menjadi hutan seluas 6.557,83 ha, dan tanah terbuka menjadi semak

belukar seluas 1.440,42 ha.

3. Perubahan tutupan lahan juga terjadi dari tahun 2005 sampai dengan tahun

2012. Dari tahun 2005 hingga tahun 2012 terjadi perubahan tutupan lahan

menjadi semak belukar secara besar-besaran. Semak belukar tetap bertahan

seluas 19.305,73 ha. Hutan menjadi semak belukar seluas 10.688,45 ha,

tanah terbuka menjadi semak belukar seluas 3.999,66 ha, ladang berubah

menjadi semak belukar seluas 3.885,53 ha, dan perkebunan menjadi semak

belukar seluas 3.319,60 ha.

4. Hutan yang mengalami degradasi sejak tahun 1997- 2005 seluas 17.694,65

ha, sedangkan tahun 1997-2012 degradasi terjadi seluas 26.291,76 ha. Hasil

analisis laju degradasi dari tahun 1997 hingga tahun 2012 menunjukan

adanya peningkatan luasan semak belukar. Sedangkan reforestasi pada

tahun 1997-2005 seluas 14.847,02 ha, dan pada tahun 1997-2012 seluas

18.039,84 ha. Perubahan tertinggi terjadi pada kelas semak belukar dan

ladang yang berubah menjadi hutan.

Page 68: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

6.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian serupa pada areal IUPHHK-HA PT. Austral Byna

dengan menggunakan citra radar agar dapat mereduksi luas awan, sehingga

setiap tutupan lahan dapat teridentifikasi dengan benar.

2. Perusahaan menetapkan kawasan pemanfaatan oleh masyarakat, agar tidak

terjadi konflik kepentingan lahan, serta dilakukan perhitungan luas hutan

efektif yang dimanfaatkan perusahaan.

Page 69: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

57

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Permenhut No.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan

Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).

http://www.dephut.go.id [internet]. 1 mei 2009; [11 Februari 2013]

Adinugroho W. 2009. Penebangan Liar (Illegal Logging), Sebuah Bencana Bagi

Dunia Kehutanan Indonesia yang Tak Kunjung Terselesaikan. [Laporan].

Institut Pertanian Bogor.

[PT. AB] PT. Austral Byna. 2012. Fungsi dan kondisi hutan PT. Austral Byna.

http://www.australbyna.co.id [internet]. 20 Januari 2012; [2012 Setember

23]

CGIAR. 2010. Hutan, Pohon dan Wanatani Penghidupan, Bentang Alam dan Tata

Kelola. [Ringkasan Eksekutif]. Bogor (ID): CIFOR, World Agroforestry

Centre, Bioversity International dan CIAT

Hanggumantoro A. 2007. Studi Laju Degradasi Hutan Jati (Tectona grandis) KPH

Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut

Pertanian Bogor.

Hasan Z. 2012. Hutan Indonesia makin Hijau [Majalah Kehutanan Indonesia]

Edisi VI. Tahun 2012: 28-29.

Jaya NS. 2010. Analisis Citra Digital Perspektif Penginderaan Jauh untuk

Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Lo CP. 1996. Pengindraan Jauh Terapan. Bambang P, Penerjemah; Jakarta (ID):

UI press. Terjamahan dari: Applied Remote Sensing.

[NASA] National Auto Sport Association. 2007. Picture of Satelite Landsat 7.

http://science.hq.nasa.gov [internet]. 2007; [2012 Januari 23]

Prahasta E. 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar (Perspektif

Geodesi & Geomatika).Bandung (ID): Penerbit Informatika.

Purwadhi ISH. 2006. Interpertasi Citra Digital. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Badan Planologi Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta

(ID): Deperteman Kehutanan.

Salim H.S. 1997. Dasar-dasar Hukum Kehutanan. Jakarta (ID): Sinar Grafika

Offset.

Salman F. 2011. Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar dalam

Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar

Resolusi 50 m. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiyono B. 2006. Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Citra

Satelit Landsat ETM+ di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana, Jawa

Tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 70: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

Sunderlin WD dan Ida Aju PR. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di

Indonesia; Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. Bogor (ID):

CIFOR.

Syarif, NI. 2011. Perbandingan Interpretasi Visual Citra Alos Palsar Resolusi 50

m dengan Citra Landsat resolusi 30 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan

(Studi Kasus di Wilayah Bogor, Sukabumi dan Cianjur). [Skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Verchot LV. 2010. Mengurangi Emisi Kehutanan di Indonesia. Bogor (ID):

CIFOR.

Wibisono Y. 2010. Sumberdaya Alam Kalimantan. Cibinong (ID): Pusat Survei

Sumberdaya Alam, Bakosurtanal.

Wicaksono, MDA. 2006. Deteksi Perubahan Penutupan Hutan Mangrove

Menggunakan Data Landsat Di Delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zulfikar. 1999. Aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk

mengidentifikasi dan memetakan lahan kritis (Studi kasus pada lahan kritis

di sub Das Bancak, Provinsi Jawa Tengah. [Tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Page 71: IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN … · 2013-05-08 · sebagai salah satu alat bantu dalam memantau kondisi hutan Indonesia. ... dan pengolahan citra pada bulan Juni-November

Lampiran 3. Tabel Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix) hasil digitasi visual tahun 2012

Tutupan lahan 1 2 3 4 5 Total Prod. Acc (%)

Hutan (1) 3 1

4 75,0

Ladang (2)

13

13 100,0

Perkebunan (3)

7

7 100,0

Semak belukar (4)

6

6 100,0

Tanah terbuka (5)

2 3 5 60,0

Total 3 14 7 8 3 35

User Acc. (%) 100,0 92,9 100,0 75,0 100,0

Overall Acc. (%) 91,4

Kappa Acc. (%) 88,6