identifikasi keragaman gen hormon pertumbuhan di daerah ... · sapi berasal dari sumber daya...

17
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Penyebaran Sapi Lokal Indonesia Keanakeragaman ternak yang terdapat di Indonesia khususnya pada ternak sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus) yang dimulai pada awal abad ke-20 memegang peranan penting dalam upaya pengembangan peternakan sapi di Indonesia. Ongole murni pertama kali dibawa ke Pulau Sumba yang kemudian dikenal dengan sebutan Sumba Ongole (SO) dan selanjutnya dibawa ke wilayah lain di Indonesia untuk disebarkan. Penyebaran tersebut dimaksudkan untuk dapat disilangkan dengan sapi asli Jawa dan akhirnya membentuk suatu bangsa sapi peranakan Ongole dan sapi Madura (Utoyo 2002). Proses perkembangan sapi di Indonesia telah menghasilkan sumber daya genetik ternak yang lebih beragam, yaitu mulai dari sapi asli seperti sapi Bali, juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi Pesisir, sapi Aceh, sapi Madura, sapi Sumba Ongole (SO) dan sapi Peranakan Ongole (PO) (Utoyo 2002; Martojo 2003). Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Menurut Rollinson (1984) proses domestikasi sapi Bali itu terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia atau Indochina. Banteng liar saat ini bisa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di Pulau Kalimantan, serta ditemukan juga di Malaysia (Payne & Rollinson 1973). Hardjosubroto dan Astuti (1993) mengemukakan bahwa di Indonesia saat ini, banteng liar hanya terdapat di hutan lindung Baluran, Jawa Timur dan Ujung Kulon, Jawa Barat, serta di beberapa kebun binatang. Pada keadaan liar, habitat asli banteng di Indonesia, adalah di Jawa Timur (Baluran) dan di Jawa Barat (Ujung Kulon), selain itu banteng juga ditemukan di perbatasan hutan Kalimantan Timur, Laos, Vietnam dan di Semenanjung Coubourgh di Australia Utara (Scherf 1995). Penyebaran sapi Bali di Indonesia dimulai pada tahun 1890 dengan adanya pengiriman ke Sulawesi, pengiriman selanjutnya dilakukan pada tahun 1920 dan 1927. Pada tahun 1927 sapi Bali dimasukkan ke Sulawesi Selatan (Rampi) sebanyak 5 ekor dan pada tahun 1940 jumlahnya telah mencapai 80 ekor. Pada

Upload: lamminh

Post on 19-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

5

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Penyebaran Sapi Lokal Indonesia

Keanakeragaman ternak yang terdapat di Indonesia khususnya pada ternak

sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak

sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus) yang dimulai pada awal abad ke-20

memegang peranan penting dalam upaya pengembangan peternakan sapi di

Indonesia. Ongole murni pertama kali dibawa ke Pulau Sumba yang kemudian

dikenal dengan sebutan Sumba Ongole (SO) dan selanjutnya dibawa ke wilayah

lain di Indonesia untuk disebarkan. Penyebaran tersebut dimaksudkan untuk

dapat disilangkan dengan sapi asli Jawa dan akhirnya membentuk suatu bangsa

sapi peranakan Ongole dan sapi Madura (Utoyo 2002). Proses perkembangan

sapi di Indonesia telah menghasilkan sumber daya genetik ternak yang lebih

beragam, yaitu mulai dari sapi asli seperti sapi Bali, juga sapi hasil silangan yang

telah menjadi sapi lokal seperti sapi Pesisir, sapi Aceh, sapi Madura, sapi Sumba

Ongole (SO) dan sapi Peranakan Ongole (PO) (Utoyo 2002; Martojo 2003).

Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil

domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Menurut Rollinson (1984) proses

domestikasi sapi Bali itu terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia atau Indochina.

Banteng liar saat ini bisa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di

Pulau Kalimantan, serta ditemukan juga di Malaysia (Payne & Rollinson 1973).

Hardjosubroto dan Astuti (1993) mengemukakan bahwa di Indonesia saat ini,

banteng liar hanya terdapat di hutan lindung Baluran, Jawa Timur dan Ujung

Kulon, Jawa Barat, serta di beberapa kebun binatang. Pada keadaan liar, habitat

asli banteng di Indonesia, adalah di Jawa Timur (Baluran) dan di Jawa Barat

(Ujung Kulon), selain itu banteng juga ditemukan di perbatasan hutan Kalimantan

Timur, Laos, Vietnam dan di Semenanjung Coubourgh di Australia Utara (Scherf

1995).

Penyebaran sapi Bali di Indonesia dimulai pada tahun 1890 dengan adanya

pengiriman ke Sulawesi, pengiriman selanjutnya dilakukan pada tahun 1920 dan

1927. Pada tahun 1927 sapi Bali dimasukkan ke Sulawesi Selatan (Rampi)

sebanyak 5 ekor dan pada tahun 1940 jumlahnya telah mencapai 80 ekor. Pada

Page 2: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

6

tahun 1947 sapi Bali disebarkan ke propinsi ini secara besar besaran. Sapi-sapi

inilah bersama dengan pendahulunya menjadi cikal bakal sapi Bali di Sulawesi

Selatan yang telah berkembang menjadi propinsi dengan jumlah sapi Bali

terbanyak di Indonesia. Pada tahun 1964 di Bali terjadi musibah penyakit

jembrana secara besar-besaran yang menyebabkan sapi Bali tidak boleh

dikeluarkan lagi dari pulau Bali sebagai ternak bibit. Mulai periode inilah sumber

bibit sapi Bali bagi daerah lain di Indonesia digantikan oleh NTT, Sulawesi

Selatan dan NTB (Talib 2002).

Gambar 1. Penyebaran dan tipe–tipe sapi domestikasi yang terdapat di

Asia, Afrika dan Eropa (MacHugh 1996).

Gambar 1 terlihat dengan jelas bahwa penyebaran sapi yang secara

tertutup (warna hijau), hal ini terkait dengan spesies Bos (Bibos) seperti banteng,

gaur dan kouprey (MacHugh 1996). Hasil domestikasi spesies liar Bos (Bibos)

banteng adalah sapi Bali (Bos sondaicus) atau Bos javanicus (Talib et al. 2002).

Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng

liar yang telah berjalan lama. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum

diketahui dengan jelas, demikian pula dengan mengapa lebih terkenal di Indonesia

sebagai sapi Bali dan bukannya sapi banteng mengingat dalam keadaan liar

Page 3: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )
Page 4: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

8

dipertimbangkan untuk dijadikan kriteria seleksi, mengingat produksi susu sapi

Bali yang baik hanya dalam 4 bulan pertama (Talib et al. 1999). Korelasi genetik

bobot umur 120 hari dengan sifat-sifat ekonomis seperti bobot potong dan

pertambahan bobot badan pada bangsa sapi Bali cukup tinggi (Talib 2002).

Cara lain untuk meningkatkan produktivitas sapi adalah dengan

memanfaatkan banteng yang memiliki bobot dewasa yang besar (pejantan sapi

Bali dengan bobot sekitar 600−800 kg terdapat di luar pulau Bali) ataupun sapi

Mithan yang memang masih satu tetua dengan sapi Bali (Scherf 1995; Talib et al.

1997). Sapi Bali umur sekitar 2 tahun dengan bobot 400 kg atau umur 4 tahun

dengan bobot badan sekitar 600–800 kg dapat ditemukan di Bali. Kasus penyakit-

penyakit yang menjadi khas sapi Bali seperti Jembrana, mengakibatkan potensi

yang baik ini belum dapat digunakan dengan semestinya di luar Pulau Bali. Pada

umumnya di Sulawesi Selatan pemeliharaan sapi Bali dengan digembalakan,

sehingga penampilan produksi lebih rendah. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh

batas bawah dari performan sapi Bali di NTT, tetapi pada pemeliharaan intensif

terlihat bahwa sapi Bali baik di Bali ataupun di NTT menunjukkan performan

yang sama baiknya (Talib 2002).

Sapi Bali merupakan salah satu penyumbang daging terbesar dari kelompok

ruminansia khususnya dari ternak sapi, terhadap produksi daging nasional

sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang

menguntungkan. Sapi Bali telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat di

Indonesia, seperti di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,

Kalimantan Selatan, dan beberapa wilayah di pulau Jawa, sebagai tabungan dan

tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara

tradisional. Pola usaha ternak sapi Bali sebagian besar berupa usaha rakyat untuk

menghasilkan bibit atau penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi

dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha

ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah

satu alternatif untuk meningkatkan keuntungan peternak (Suryana 2009).

Pada pemeliharaan intensif maupun ekstensif sapi Bali menunjukkan

kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan khusus tersebut. Hal ini

dapat dilihat dari laporan Siregar et al. (2000) bahwa walaupun sapi Bali di

Page 5: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

9

Ujung Pandang berukuran kecil tetapi mempunyai body condition score yang

baik, artinya sapi-sapi tersebut tidak kurus. Kemampuan adaptasi ini merupakan

salah satu keunggulan sapi Bali tetapi juga sekaligus merupakan kelemahannya.

Keadaan lingkungan hidup sapi Bali yang kurang baik (pakan jelek) maka

adaptasi sapi Bali adalah dengan menurunkan ukuran tubuh, sehingga akan

menghasilkan jumlah edible meat sedikit dan kecil-kecil. Kondisi ini akan

menyebabkan pasarannya sapi Bali hanya dapat menjangkau kalangan bawah

sampai menengah.

Sapi Pesisir

Sapi di Sumatera Barat, menurut catatan sejarah terdiri atas sapi lokal, sapi

Zebu dan sapi Eropa. Sejak tahun 1907 telah dimasukkan sapi-sapi Zebu (Ongole

dan Hissar) untuk meningkatkan mutu genetik sapi lokal. Setelah kemerdekaan,

kembali dimasukkan sapi Ongole di Sumatera Barat dalam rangka Program

Ongolisasi. Terbatasnya sarana perhubungan di bagian selatan Sumatera Barat

terutama di Kabupaten Pesisir Selatan, Program Ongolisasi tidak berjalan sebaik

di daerah bagian utara dan tengah, seperti di Kabupaten Agam, Kabupaten Lima

Puluh Kota dan Kabupaten Tanah Datar (Sarbaini 2004).

Ciri-ciri sapi lokal Sumatera Barat adalah tubuh kecil, badan pendek dan

kaki kecil. Sapi Pesisir memiliki pola warna bulu tunggal yang dikelompokkan

atas lima warna utama, yaitu merah bata (34.35%), kuning (25.51%), cokelat

(19.96%), hitam (10.91%), dan putih (9.26%) (Sarbaini 2004). Selain itu, sapi

Pesisir juga dikenal bertemperamen jinak sehingga mudah dikendalikan dalam

pemeliharaan (Saladin 1983).

Sapi Pesisir Sumatera Barat khususnya sapi Pesisir Selatan yang terdapat

di Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu sapi terkecil di dunia. Contoh

sapi terkecil di dunia yang lainnya berdasarkan bobot badannya adalah sapi dwarf

West Afrika shorthorn yang berasal dari Wilayah Pantai Afrika Barat dan Bonsai

Brahman dari Meksiko (Sarbaini 2004).

Sapi Madura

Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos sondaicus dan Bos

indicus. Daerah atau lokasi penyebaran terutama di pulau Madura, Jawa Timur.

Sapi ini termasuk tipe pedaging dan pekerja, dengan memiliki karakteristik warna

Page 6: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

10

merah bata baik pada jantan maupun betina. Sapi jantan memiliki tanduk yang

pendek dan beragam lebih kurang 15 – 20 cm, sedangkan pada betina, tanduk

lebih kecil dan pendek lebih kurang 10 cm. Panjang badan lebih mirip seperti sapi

Bali tetapi berpunuk kecil, dengan tinggi badan kira 118 cm dengan berat badan

rata–rata 350 kg (Arbi 2009). Saat ini breed sapi lain dilarang masuk ke pulau

Madura, tetapi sapi Madura disebarkan ke berbagai daerah seperti Jawa Timur,

Flores, Kalimantan dan Sumatra, walaupun perkembangannya tidak sebaik di

Pulau Madura. Berdasarkan bentuk fenotipe, sapi Madura menyerupai sapi Bali,

yakni bentuknya yang uniform, ukuran tubuhnya sedang sampai kecil, bertulang

dan berotot yang bagus, terutama sapi jantan (karapan) dan mempunyai kaki

yang cukup kuat untuk bertahan terhadap kerja tarik yang berat. Sapi Madura

umumnya berwarna coklat medium dan coklat merah. Warna putih seperti pada

kaki (white stocking) juga sering ditemukan di daerah abdomen dan bagian paha

dalam. White stocking yang ditemukan pada kaki sapi Madura berwarna lebih

muda dan tidak sejelas yang ditemukan pada sapi Bali (Suwiti et al. 2008).

Sapi Madura merupakan salah satu jenis sapi potong lokal dari Indonesia

yang berkembang pesat di Pulau Madura serta pulau–pulau disekitarnya. Asal

domestikasi sapi Madura juga hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.

Secara morfologi, sapi Madura memiliki karakter yang hampir sama dengan sapi

Bali, kecuali ukuran tubuh dan tanduknya yang lebih kecil (Setiadi 2010). Sapi

Madura mempunyai keunggulan yang patut dibanggakan dan diberdayakan.

Keunggulan itu antara lain, memiliki kemampuan daya adaptasi yang baik

terhadap stres pada lingkungan tropis, mampu hidup dalam keadaan pakan yang

kurang baik, tumbuh dan berkembang dengan baik, serta tahan terhadap investasi

serangan caplak dan memiliki kualitas karkasnya yang tinggi dan ketahanannya

terhadap parasit tertentu. Beberapa sumber hingga kini menyebutkan bahwa sapi

Madura telah mengalami degradasi produktivitas karena seleksi negatif dan

inbreeding (Leasa 2009).

Sapi Katingan

Sapi Katingan adalah salah satu plasma nutfah yang ada di Kalimantan

Tengah yang secara umum dapat dimanfaatkan dalam berkontribusi dalam

pembangunan peternakan nasional. Hasil karakterisasi fenotipik yang menjadi

Page 7: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

11

ciri umum sapi Katingan adalah bergelambir, berpunuk, bertanduk dan

mempunyai banyak variasi warna. Keberadaan sapi katingan yang unik ini

dipelihara di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Katingan dan Kahayan secara

ekstensif dalam bentuk ranch-ranch. Sapi-sapi tersebut hanya dipelihara oleh

masyarakat lokal setempat atau yang dikenal dengan sebutan suku Dayak,

sedangkan sapi-sapi lokal lainnya seperti sapi Bali (dominan), sapi Madura dan

sapi PO kebanyakan dipelihara oleh masyarakat pendatang (transmigran). Tidak

seperti sapi lokal lainnya yang sudah banyak dilakukan penelitian, informasi

mengenai sapi lokal dari Kalimantan Tengah ini masih sangat minim, mulai dari

informasi tentang reproduksi, pertumbuhan bahkan dari genetika. Keberadaan sapi

tersebut sudah puluhan bahkan ratusan tahun dan sudah beradaptasi dengan

lingkungan sekitar yang lahannya tergolong asam dan rawa (Utomo 2011).

Penciri pada sapi Katingan ditunjukkan pada sapi betinanya, yaitu adanya

variasi pertumbuhan tanduk seperti melengkung ke depan, melengkung ke

samping, dan melengkung ke bawah, sedangkan pada sapi jantan, hanya terdapat

variasi tanduk melengkung ke atas dan menyamping ke atas. Pola warna bulu

pada sapi Katingan juga sangat bervariasi baik pada jantan maupun betina mulai

dari pola warna coklat kemerahan, coklat keputihan, hitam hingga putih keabuan.

Hal menarik yang terdapat pada sapi Katingan adalah adanya tonjolan kecil pada

bagian kepala yang kemungkinan dapat mejadi penciri morfologi dari sapi

Katingan. Tonjolan yang terdapat pada bagian tengah (diantara dua tanduk) dari

kepala sapi Katingan hanya ditemukan pada sapi betina saja. Berdasarkan bobot

badan, sapi Katingan jantan memiliki rata-rata bobot badan sebesar 250-299.9 kg,

sedangkan betina memiliki rata-rata bobot badan sebesar 201-217 kg, hal ini dapat

menyatakan bahwa sapi Katingan tergolong bangsa sapi tipe kecil dan sedang

(Utomo 2011).

Pertumbuhan Sapi

Pertumbuhan bagi ternak merupakan suatu proses perubahan bentuk atau

ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun

massa Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran linear, bobot,

akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Terdapat tiga hal penting

dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu proses-proses dasar pertumbuhan sel,

Page 8: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

12

diferensiasi sel-sel induk menjadi beberapa lapisan yaitu ektodermis, mesodermis

dan endodermis dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi.

Pertumbuhan sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi

substansi ekstraseluler atau material-material non protoplasma. Pertumbuhan

dimulai sejak terjadinya pembuahan dan berakhir pada saat dicapainya

kedewasaan. Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi pertumbuhan sebelum

kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah terjadi kelahiran (postnatal) (Aberle

et al. 2001).

Pertumbuhan merupakan indikator yang utama dan terpenting dalam

produksi daging pada sapi pedaging, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi

dalam budidaya sapi pedaging. Sapi Bali merupakan salah satu sapi pedaging

lokal Indonesia yang memiliki kelebihan berupa kemampuan adaptasi yang tinggi

terhadap lingkungan Indonesia baik terhadap iklim, ketersediaan makanan alami,

ketersediaan air dan juga ketahanan terhadap bakteri maupun parasit yang ada di

lingkungan Indonesia. Meskipun sapi Bali ini mampu berkembang biak dengan

baik di Indonesia, namun kualitas dan kuantitas produksinya masih kalah dengan

sapi impor (Talib 2002). Peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi daging

bagi sapi lokal Indonesia akan lebih tepat bila dilakukan melalui seleksi yang

tidak hanya berdasarkan pada penampakan luar (fenotipe), melainkan melalui

seleksi langsung pada tingkat DNA yang mengkodekan fenotipe yang ingin

diperbaiki kualitasnya (Martojo 2003).

Pertumbuhan sapi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetis.

Faktor lingkungan meliputi pakan, baik hijauan maupun konsentrat, air, iklim dan

fasilitas pemeliharaan yang lain. Pengaruh pertumbuhan yang disebabkan faktor

lingkungan ini tidak diturunkan kepada anakan. Faktor genetis yang dikendalikan

oleh gen akan diturunkan kepada keturunannya. Pertumbuhan dikendalikan oleh

beberapa gen, baik yang pengaruhnya besar/utama (major gene) sampai yang

pengaruhnya kecil (minor gene). Salah satu gen yang diduga merupakan gen

utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah gen pengkode hormon

pertumbuhan yang mempengaruhi sekresi hormon pertumbuhan (Carnicella et al.

2003)

Page 9: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

13

Salah satu faktor genetik yang mempunyai peranan dalam pertumbuhan

suatu individu adalah gen GH (hormon pertumbuhan). Gen GH memiliki peranan

yang sangat penting dalam pengaturan regulasi pertumbuhan dan matabolisme

dari tubuh ternak (Carnicella et al. 2003). Fungsi dari gen GH pada suatu

individu khususnya ternak menjadi hal yang penting dikarenakan gen GH

mengatur sifat-sifat yang bernilai ekonomi yang tinggi.

Menurut Silveira et al. (2007), GH merupakan kandidat gen yang sangat

mendasar dan berperan dalam pertambahan dan pertumbuhan bobot badan pada

ternak. Gen GH merupakan kandidat gen dalam pengaturan produksi susu, karkas

dan respon immun (Ge et al. 2003). Selain itu, gen GH juga diperlukan dalam

pertumbuhan jaringan, metabolisme lemak dan reproduksi (Burton et al. 1994).

Gen lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak adalah gen yang

termasuk dalam famili POU atau transcription factor family yaitu gen Pit-1

(pituitary specific transciptation factor-1) yang berfungsi sebagai faktor pengatur

(regulator) hormon pertumbuhan, hormone prolaktin dan hormon tirotropin β-

subunit (Tuggle & Trenkle 1996). Selain itu gen Pit-1 juga berperan dalam

diferensiasi dan proliferasi sel kelenjar pituitary (Hoggard et al. 1993).

Mengingat peran penting gen tersebut dalam mengatur gen-gen lain dalam proses

pertumbuhan khususnya pada ternak sapi, maka gen Pit-1 dipilih sebagai salah

satu gen kandidat yang perlu dicari hubungan atau keterkaitannya dengan

performa pertumbuhan, kualitas karkas dan juga performa laktasi pada beberapa

bangsa sapi seperti yang telah dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya

(Woollard et al. 1994; Moody et al. 1995; Zwierzhowski et al. 2001; Dybus et al.

2003; Oprzadek et al. 2003; Zhao et al. 2004; Viorica et al. 2007).

Gen lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan pada ternak adalah gen

Insulin-like growth factor I (IGF-I) yang merupakan faktor utama peningkatan

polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan. Gen IGF-I mengatur pertumbuhan

somatik dari rangsangan perkembangan dan penghambatan beberapa tipe sel

apoptosis, termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Wu et al. 2008).

Gen Insulin-like growth factor I (IGF-I) merupakan kandidat gen untuk

pertumbuhan pada ternak yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan. Gen IGF-I memediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan proses

Page 10: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

14

metabolism yang berhubungan dengan deposisi protein. Gen IGF-I menstimulasi

metabolisme protein dan berperan penting terhadap fungsi beberapa organ

(Pereira et al. 2005).

Hormon Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor

ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan secara umum adalah adanya

perubahan bentuk atau ukuran serta penampilan seekor ternak yang dapat

dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa dengan satuan berat maupun

satuan panjang. Menurut Aberle et al. (2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai

peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor

ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat tempat

berlindung yang layak. Secara lanjut, Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan

bahwa pertumbuhan merupakan suatu proses deposisi, pemindahan substansi sel-

sel, serta peningkatan ukuran dan jumlah pada tingkat dan titik berbeda dalam

suatu waktu tertentu.

Gambar 3. Mekanisme kerja hormon pertumbuhan dalam pengaturan

pertumbuhan otot dan tulang (Roith et al. 2001).

Pada hewan yang sedang tumbuh, hormon pertumbuhan dapat

meningkatkan efisiensi produksi, pengurangan deposisi lemak, merangsang

Page 11: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

15

pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, meningkatkan

pertumbuhan organ, dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Roith et al. 2001)

(Gambar 3). Pertumbuhan secara efektif dikontrol oleh hormon dan salah satu

hormon yang penting dalam mengatur proses pertumbuhan adalah hormon

pertumbuhan. Hormon pertumbuhan pada sapi (bovine growth hormone)

mempunyai peran utama pada pertumbuhan, laktasi dan perkembangan kelenjar

susu (Cunningham 1994; Hoj et al. 1993). Menurut Sellier et al. (2005),

pertumbuhan pada ternak dikontrol oleh suatu sistem yang kompleks, salah satu

yang memiliki peranan penting dalam proses ini adalah somatotropin. Gen yang

mengatur dari somatotropin ini dalam menjalankan fungsinya dalam masa

pertumbuhan postnatal adalah GH yang berperan penting dalam pertumbuhan

tulang dan otot, dan gen yang membantu GH dalam proses tersebut adalah IGF-1.

Hormon pertumbuhan menyebabkan perubahan yang luar biasa di dalam

tubuh hewan dan mempengaruhi banyak proses fisiologis di dalam jaringan dan

organ tubuh (Gambar 4). Selain itu, aksi biologis hormon pertumbuhan selama

pertumbuhan akan berpengaruh secara fisiologis pada pengeluaran dan sintesis

protein, pengambilan asam amino, glukosa, dan efisiensi penggunaan asam amino

(Bauman & Vernon 1993).

Hormon pertumbuhan adalah hormon peptida yang reseptornya terdapat di

permukaan sel, superfamili dari reseptor sitokinin. Ikatan antara hormon

pertumbuhan dengan reseptornya mengakibatkan terjadinya aktivasi enzim

fosforilase yang dilakukan oleh enzim kinase dengan cara menambah gugus

fosfat. Hal ini menyebabkan timbulnya reaksi intrasel yang dapat berpengaruh

pada metabolisme dan fungsi sel (Granner 2003). Pengikatan hormon

pertumbuhan akan menyebabkan dimerisasi dua buah reseptor hormon

pertumbuhan (GHR).

Reis et al. (2001) menyatakan bahwa hormon pertumbuhan pada

kelompok bovine (bGH) adalah hormon peptida (protein) yang secara alami

dihasilkan oleh somatotropes, subclass dari sel hipofisa acidophilic yang terletak

dalam kelenjar hipofisa bagian depan. Hormon pertumbuhan pada sapi memiliki

ukuran sebesar 22 kilo Dalton (kDa) (Vukasinovic et al. 1999; Dybus 2002) yang

Page 12: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

16

disusun oleh 190-191 asam amino sebagai produk dari gen hormon pertumbuhan

pada kelompok bovine (Gordon et al. 1983).

Keterangan :

TRH = thyrotrophin releasing hormone, GRF = growth hormone releasing

factor, SRIF = somatostatin inhibitory releasing factor, T3 = triidothyronine,

T4 = thyroxine, NA = Non adrenaline, A = Adrenaline, 5HT = 5-

hydroxytryptamine, = meningkat, = menurun.

Gambar 4. Diagram pengaturan sekresi hormon pertumbuhan dan kerjanya

pada ternak domestik (Lawrence & Fowler 2002)

Page 13: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

17

Gen Hormon Pertumbuhan

Gen adalah unit pewarisan sifat yang terdapat pada organisme dan terdiri

dari dua bentuk, yaitu DNA (yang berfungsi sebagai penyandi protein) dan RNA

(yang berfungsi dalam rantai kehidupan organisme dalam bentuk protein). Semua

gen terdiri atas rangkaian DNA, namun tidak semua rangkaian DNA identik

dengan gen atau dengan kata lain ada bagian DNA yang bukan merupakan gen.

DNA yang bukan gen dapat diidentifikasi, dikarakterisasi dan ditentukan

posisinya pada genom. Analisis genetik untuk lokus penyandi sifat-sifat

kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan gen kandidat

(candidate gene) yang dieksplorasi menggunakan penciri DNA (Muladno 2002).

Gen hormon pertumbuhan sapi telah dipetakan terletak pada kromosom 19

dengan lokasi q26-qtr (Hediger et al. 1990). Sekuen gen ini terdiri atas 2856 pb

yang terbagi dalam lima exon dan dipisahkan oleh empat intron (Gambar 5).

Intron 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut terdiri atas 248 pb, 227 pb, 227 pb dan 274 pb.

Woychick et al. (1982) dan Gordon et al. (1983) menyatakan bahwa gen hormon

pertumbuhan (GH) pada sapi Bos taurus memiliki panjang sekuens nukleotida

2856 pb (Gambar 6). Variasi gen pengkode hormon pertumbuhan telah

dilaporkan pada sapi Eropa, misalnya sapi perah jenis Red Danish (Hoj et al.

1993), serta sapi pedaging Hereford dan komposit (Sutarno 1998; Sutarno et al.

1996).

Lokus = BOVGH

Panjang = 2856 bp Gen = 649 – 723, 971 – 1131, 1359 – 1475, 1703 – 1864, 2138 – 2439

Sekuen depan = 648 = 648

Exon 1 = 649 – 723 = 75 bp Intron 1 = 724 – 970 = 247 bp Exon 2 = 971 – 1131 = 161 bp Intron 2 = 1132 – 1358 = 227 bp

Exon 3 = 1359 – 1475 = 227bp Intron 3 = 1476 – 1702 = 227 bp Exon 4 = 1703 – 1864 = 162bp Intron 4 = 1865 – 2137 = 273 bp

Exon 5 = 2138 - 2439 = 302bp Sekuens ujung = 2440 - 2865 = 382 bp

Gambar 5. Rekonstruksi struktur gen GH berdasarkan sekuens gen GH di

GenBank (Gordon et al. 1983).

Coding sequence (CDS)

Flanking Region 5’

Intron 1 Intron 2 Intron 3 Intron 4

5’ 3’

Exon 1 Exon 2 Exon 3 Exon 4 Exon 5

Flanking Region 3’

Kodon awal ATG Kodon akhir TAG

Page 14: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

18

Penelitian yang dilakukan pada sapi Hereford dan komposit di Wokalup

Research Station Australia Barat oleh Sutarno et al. (1996) dan Sutarno (1998)

menunjukkan bahwa variasi pada lokus gen hormon pertumbuhan secara

signifikan berhubungan dengan terjadinya variasi rerata pertumbuhan. Penelitian

yang telah dilakukan Schlee et al. (1994) menemukan bahwa perbedaan genotipe

dari gen hormon pertumbuhan mempengaruhi konsentrasi sirkulasi hormon

pertumbuhan dan IGF-I pada sapi Eropa jenis Simmental. Rocha et al. (1991)

juga telah menemukan hubungan signifikan antara alel hormon pertumbuhan

dengan berat badan waktu lahir serta lebar punggung saat lahir pada sapi jenis

Brahman.

Gen GH terkait dengan beberapa ekspresi gen yang mempengaruhi

pertumbuhan salah satunya adalah gen Pit-1. Gen Pit-1 mengatur ekspresi gen

Growth Hormone (GH), prolaktin (PRL) (Tuggle et al. 1993) dan thyroid-

stimulating hormone β (TSH-β) (Pan et al. 2008) pada pituitary anterior. Menurut

McCormick et al. (1990) defisiensi dari gen Pit-1 mengurangi ekspresi GH,

disebabkan penurunan proliferasi lapisan sel dalam memproduksi GH.

Keragaman Genetik Gen GH

Sifat polimorfisme gen GH sudah banyak diidentifikasi, baik dengan

menggunakan enzim restriksi MspI dan AluI, bahkan Yardibi et al. (2009)

mengidentifikasi gen GH yang bisa digunakan sebagai selection marker untuk

penyeleksian sifat kadar lemak susu pada ternak sapi lokal di Turki. Dybus et al.

(2004), mengidentifikasi bahwa kombinasi penggunaan enzim restriksi MspI–AluI

dapat digunakan sebagai marker selection pada ternak perah, terutama pada ternak

Polish black – white dengan sifat kadar lemak pada susu.

Sutarno et al. (2005) menunjukkan terjadinya polimorfisme pada situs

restriksi oleh enzim restriksi MspI yang disebabkan oleh adanya substitusi antara

Leusin/Valin pada posisi 127 pb pada sapi PO. Polimorfisme yang terjadi pada

gen GH secara intensif telah diteliti karena diduga mungkin berpengaruh pada

ekspresi fenotipe. Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa genotipe +/+ dan

+/- fragmen gen GH MspI berpengaruh positif pada sifat bobot badan dan kualitas

Page 15: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

19

daging (Unanian et al. 2000; Garcia et al. 2003; Di Stasio et al. 2005). Schlee et

al. (1994) menyatakan bahwa polimorfisme fragmen gen GH AluI yang

bergenotipe LL diduga kuat berhubungan dengan tingkat plasma hormon

pertumbuhan. Genotipe VV menurut Growchowska et al. (1997) memiliki

konsentrasi GH yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe LV dan LL.

Sebaliknya Reis et al. (2001) menyatakan bahwa genotipe LL berhubungan

dengan konsentrasi sirkulasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe LV

pada hormon pertumbuhan.

Gambar 6. Sekuens gen hormon pertumbuhan (bGH) pada sapi Bos taurus yang

diakses di GenBank (Gordon et al. 1983).

1 gtactggggt gggttgcctt tctcttctcc aggggattta tctgacccag ggattgaacc

61 tgagtctcct gcatttgcag ctagattctt tacggctgag ccacctggga agcccattcg

121 cttctgctgc tgctgctgct gctaagttgc ttcagtcgtg tccgacctgt gcgacgccat

181 agacagcagc ccaccaggtc cccgtccctg ggattctcca ggcaagaaca ttggagtggg

241 ttgccatttc ctcctccaat gcatgaaagt gaaaagtgaa agtgaagtca ctcagttgtg

301 tccgaccctc agcgacccca tggactgcag ccttccagaa tggggtgcca ttgccttctc

361 ctcgcttctg ctacctcccc tttaaaaaga aaacctatgg ggtgggctct caagctgaga

421 ccctgtgtgc acagccctct ggctggtggc agtggagacg ggatgatgac aagcctgggg

481 gacatgaccc cagagaagga acgggaacag gatgagtgag aggaggttct aaattatcca

541 ttagcacagg ctgccagtgg tccttgcata aatgtataga gcacacaggt ggggggaaag

601 ggagagagag aagaagccag ggtataaaaa tggcccagca gggaccaatt ccaggatccc

661 aggacccagt tcaccagacg actcagggtc ctgtggacag ctcaccagct atgatggctg

721 caggtaagct cgctaaaatc ccctccattc gcgtgtccta aaggggtaat gcggggggcc

781 ctgccgatgg atgtgttcag agctttgggc tttagggctt ccgaatgtga acataggtat

841 ctacacccag acatttggcc aagtttgaaa tgttctcagt ccctggaggg aagggtaggt

901 ggggctggca ggagatcagg cgtctagctc cctggggccc tccgtcgcgg ccctcctggt

961 ctctccctag gcccccggac ctccctgctc ctggctttcg ccctgctctg cctgccctgg

1021 actcaggtgg tgggcgcctt cccagccatg tccttgtccg gcctgtttgc caacgctgtg

1081 ctccgggctc agcacctgca tcagctggct gctgacacct tcaaagagtt tgtaagctcc

1141 cgagggatgc gtcctagggg tggggaggca ggaaggggtg aatccacacc ccctccacac

1201 agtgggagga aactgaggag ttcagccgta ttttatccaa gtagggatgt ggttagggga

1261 gcagaaacgg gggtgtgtgg ggtggggagg gttccgaata aggcggggag gggaaccgcg

1321 caccagctta gacctgggtg ggtgtgttct tcccccagga gcgcacctac atcccggagg

1381 gacagagata ctccatccag aacacccagg ttgccttctg cttctctgaa accatcccgg

1441 cccccacggg caagaatgag gcccagcaga aatcagtgag tggcaacctc ggaccgagga

1501 gcaggggacc tccttcatcc taagtaggct gccccagctc ccgcaccggc ctggggcggc

1561 cttctccccg aggtggcgga ggttgttgga tggcagtgga ggatgatggt gggcggtggt

1621 ggcaggaggt cctcgggcag aggccgacct tgcagggctg ccccagaccc gcggcaccca

1681 ccgaccaccc acctgccagc aggacttgga gctgcttcgc atctcactgc tcctcatcca

1741 gtcgtggctt gggcccctgc agttcctcag cagagtcttc accaacagct tggtgtttgg

1801 cacctcggac cgtgtctatg agaagctgaa ggacctggag gaaggcatcc tggccctgat

1861 gcgggtgggg atggcgttgt gggtcccttc catgtggggg ccatgcccgc cctctcctgg

1921 cttagccagg agaatgcacg tgggcttggg gagacagatc cctgctctct ccctctttct

1981 agcagtccag ccttgaccca ggggaaacct tttccccttt tgaaacctcc ttcctcgccc

2041 ttctccaagc ctgtagggga gggtggaaaa tggagcgggc aggagggagc tgctcctgag

2101 ggcccttcgg cctctctgtc tctccctccc ttggcaggag ctggaagatg gcaccccccg

2161 ggctgggcag atcctcaagc agacctatga caaatttgac acaaacatgc gcagtgacga

2221 cgcgctgctc aagaactacg gtctgctctc ctgcttccgg aaggacctgc ataagacgga

2281 gacgtacctg agggtcatga agtgccgccg cttcggggag gccagctgtg ccttctagtt

2341 gccagccatc tgttgtttgc ccctcccccg tgccttcctt gaccctggaa ggtgccactc

2401 ccactgtcct ttcctaataa aatgaggaaa ttgcatcgca ttgtctgagt aggtgtcatt

2461 ctattctggg gggtggggtg gggcaggaca gcaaggggga ggattgggaa gacaatagca

2521 ggcatgctgg ggatgcggtg ggctctatgg gtacccaggt gctgaagaat tgacccggtt

2581 cctcctgggc cagaaagaag caggcacatc cccttctctg tgacacaccc tgtccacgcc

2641 cctggttctt agttccagcc ccactcatag gacactcata gctcaggagg gctccgcctt

2701 caatcccacc cgctaaagta cttggagcgg tctctccctc cctcatcagc ccaccaaacc

2761 aaacctagcc tccaagagtg ggaagaaatt aaagcaagat aggctattaa gtgcagaggg

2821 agagaaaatg cctccaacat gtgaggaagt aatgag

Page 16: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

20

Curi et al. (2010), melaporkan bahwa polimorfisme GH1, dapat digunakan

sebagai tanda dalam seleksi sifat karkas dan daging pada ternak persilangan Bos

taurus– Bos indicus, polimorfisme ini terjadi pada intron 3. Adanya polimorfisme

pada gen GH AluI juga berhubungan dengan sifat produksi daging (Chrenek et al.

1998), deposisi daging (Oprzadek et al. 2003) dan bobot karkas (Growchowska et

al. 1999).

Reis et al. (2001) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara

genotipe LL dan LV gen GH dengan rataan bobot badan hidup ternak dari bangsa

sapi Alentejana, Marinhoa, dan Preta asal Portugis. Unanian et al. (2000),

melaporkan bahwa adanya polimorfisme GH AluI dan GH MspI mungkin dapat

dijadikan sebagai penciri genetik yang potensial untuk sifat pertumbuhan bobot

badan pada sapi pejantan muda. Beauchemin et al. (2006) menyatakan bahwa gen

GH merupakan gen kandidat untuk program seleksi yang dibantu penciri pada

ternak sapi. Namun, tidak semua polimorfisme dari gen GH dapat digunakan

sebagai marker dalam seleksi, menurut Balogh et al. (2009), polimorfisme gen

GH-AluI tidak memiliki efek terhadap calving interval pada ternak yang

mengalami ovulasi pertama kali dan tidak berpengaruh secara langsung pada

produksi susu dan body condition score (BCS) dari ternak perah yang telah

beranak setelah satu bulan (bulan pertama setelah beranak).

PCR-SSCP (Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation

Polymorphism)

Salah satu metode sederhana dalam genetika molekuler dan paling banyak

digunakan untuk mendeteksi mutasi dari runutan DNA adalah PCR-SSCP

(Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism). Teknik

ini mulai diperkenalkan pada tahun 1989. PCR-SSCP digunakan untuk

mengasumsikan bahwa perubahan atau mutasi yang terdapat pada fragmen DNA

akan mempengaruhi konformasi fragmen DNA untai tunggal (Bastos et al. 2001)

walaupun perbedaannya hanya satu nukleotida. Mutasi ini terdeteksi dalam bentuk

pita atau band-band baru yang terlihat setelah dilakukan pewarnaan dengan

pewarnaan perak. Mutasi deteksi untuk PCR-SSCP umumnya tinggi > 80% dalam

menentukan DNA untai tunggal untuk fragmen pendek dari 300 pb (Hayashi

Page 17: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan di Daerah ... · sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor. Impor ternak sapi Ongole dan Zebu (Bos indicus )

21

1991). Sensitivitas dari teknik SSCP ini tergantung oleh beberapa faktor yaitu

komposisi gel yang digunakan (gel yang sering digunakan berbahan acrilamide),

ukuran fragmen DNA, komposisi buffer yang digunakan termasuk jumlah ion

(konsentrasi) dan pH, suhu pada saat elektroforesis, dan konsentrasi dari DNA

tersebut (Nataraj et al. 1999; Hayashi et al. 1991).

PCR-SSCP terdiri atas beberapa tahapan dalam prosesnya, yaitu tahapan

amplifikasi fragmen DNA dengan proses PCR, tahapan denaturasi produk PCR

yang sudah diberi formida dye pada suhu 930-95

0C selama 5 menit. Tahapan

terakhir elektroforesis pada gel polyacrilamide adalah proses dilakukan pada

kondisi temperatur tertentu (Hayashi 1991 ; Nataraj et al. 1999).

Kelebihan dari metode PCR-SSCP ini antara lain teknik penentuan mutasi

DNA yang sederhana, tidak memerlukan peralatan yang rumit, visualisasinya

tidak menggunakan bahan radioaktif (Nataraj et al. 1999; Bastos et al. 2001) dan

lebih banyak mutasi yang dapat dideteksi (sampai ratusan mutasi) dibandingkan

teknik yang lain yang sedikit (± 20 basa) (Hayashi 1991). Namun, terdapat juga

kekurangan dalam metode ini, yaitu kurangnya landasan teori untuk mendukung

terjadinya mutasi yang dideteksi dari metode ini sehingga harus dilanjutkan

dengan analisa sekuensing (Hayashi 1991). Kelemahan yang sering didapatkan

pada PCR-SSCP adalah kesulitan terhadap interpretasi pita-pita yang muncul pada

gel, tidak dapat memberikan informasi yang jelas terhadap posisi mutasi yang

terjadi pada fragmen DNA (Nataraj et al. 1999), dan pola migrasi SSCP tidak

dapat dikonversi atau dinotasikan menjadi alel yang definitif (sebelum analisis

lanjut seperti sekuensing) sampai posisi mutasinya dapat ditemukan (Prizenberg et

al. 2005). Nataraj et al. (1999) juga mengungkapkan kekurangan PCR-SSCP

yaitu ukuran fragmen DNA yang dapat dianalisis terbatas, membutuhkan kondisi

yang beragam untuk mendeteksi semua kemungkinan mutasi, kadang-kadang sulit

untuk menginterpretasikan pita-pita yang dihasilkan, tidak efisien untuk fragmen

DNA yang tidak diketahui urutan nukloetidanya.