identifikasi kawasan konservasi laut dengan … · indonesia memiliki panjang garis pantai...

46
IDENTIFIKASI KAWASAN KONSERVASI LAUT DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK MARXAN DI KEPULAUAN SERIBU UTARA FIQRENO GAGAS WICAKSONO DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: phungkhanh

Post on 22-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI KAWASAN KONSERVASI LAUT DENGAN

MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK MARXAN DI

KEPULAUAN SERIBU UTARA

FIQRENO GAGAS WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Kawasan

Konservasi Laut dengan Menggunakan Perangkat Lunak Marxan di Kepulauan Seribu Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Fiqreno Gagas Wicaksono

NIM C54110061

ABSTRAK

FIQRENO GAGAS WICAKSONO. Identifikasi Kawasan Konservasi Laut dengan Menggunakan Perangkat Lunak Marxan di Perairan Kepulauan Seribu Utara. Dibimbing oleh SYAMSUL BAHRI AGUS dan SETYO BUDI SUSILO.

Pulau Kelapa dan Pulau Harapan merupakan bagian dari wilayah perairan Kepulauan Seribu Utara, yang termasuk ke dalam zona lain (pemukiman) pada zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Berbagai masalah muncul seiring bertambahnya jumlah populasi penduduk dan tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu. Pembentukan Kawasan Konservasi Laut dengan menggunakan perangkat lunak Marxan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan sumber daya pesisir dan laut, serta menjaga stabilitas ketersedian sumber daya perikanan di sekitar perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu Utara. Dalam analisis Marxan dibutuhkan fitur konservasi dan biaya, antara lain: terumbu karang, padang lamun, mangrove, budidaya perikanan, serta rute pelayaran, untuk merancang skema kawasan konservasi guna memperoleh hasil rekomendasi kawasan konservasi laut yang paling sesuai untuk diberlakukan di wilayah perairan tersebut. Hasil analisis Marxan dalam penelitian ini menyebutkan bahwa pesisir timur dari Pulau Kelapa Dua dan pesisir selatan Pulau Kaliage merupakan lokasi yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi. Dengan luas area masing-masing kawasan yaitu 59.601,27 m2 (5 Ha) dan 49.017,78 m2 (4 Ha). Wilayah perairan di sekitar pesisir timur Pulau Kelapa Dua dan pesisir selatan Pulau Kaliage diharapkan mampu menjadi daerah penyangga bagi kawasan konservasi, agar Kawasan Konservasi Laut yang terbentuk dapat tumbuh secara optimal. Kata kunci: kawasan konservasi laut, Marxan, Pulau Kelapa, Pulau Harapan

ABSTRACT

FIQRENO GAGAS WICAKSONO. Identification of Marine Protected Area by Using The Marxan Software in Waters on North of Seribu Islands. Mentored by SYAMSUL BAHRI AGUS and SETYO BUDI SUSILO.

Kelapa Island and Harapan Island are part of the territorial waters of

North Seribu Islands, that belongs to the other zone (residential) of the Seribu

Islands Marine National Park zoning. Various issues arise with the increasing

number of population and tourists who visited the Seribu Islands. The

establishment of Marine conservation area using MARXAN is one of the efforts

that can be done to preserve the coastal and marine resources, as well as

maintaining stability of the fisheries resources availability in the waters around

Kelapa Island and Harapan Island of North Seribu Islands. MARXAN analysis

requires conservation and cost features, among others: coral reefs, seagrass,

mangroves, aquaculture, as well as shipping route, to devise a scheme to obtain

results on the most suitable marine conservation areas to be applied around the

waters. The results of MARXAN analysis of this research mentioned that the East

coastal of Kelapa Dua Island and South coastal of Kaliage Island are the most

suitable area for conservations.Each location has an area of 59,601.27 m2 (5 Ha)

and 49,017.78 m2 (4 Ha). Territorial waters around the East coastal of Kelapa

Dua Island is expected to be buffer zone for conservation areas, so that the

formation of marine protected area can grow optimally.

Keywords: marine protected area, Marxan, Kelapa Island, Harapan Island

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

IDENTIFIKASI KAWASAN KONSERVASI LAUT DENGAN

MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK MARXAN DI

KEPULAUAN SERIBU UTARA

FIQRENO GAGAS WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah Kesesuaian Wilayah Perairan, dengan judul Identifikasi Kawasan Konservasi Laut dengan Menggunakan Perangkat Lunak Marxan di Kepulauan Seribu Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Syamsul Bahri Agus, SPi, MSi selaku pembimbing I dan Bapak Prof Dr Ir Setyo Budi Susilo MSc selaku pembimbing II. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc selaku ketua departemen, Bapak Dr Henry M Manik, S.Pi, M.T, selaku ketua komisi pendidikan, Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si, selaku pembimbing akademik, dan seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Kemudian untuk bapak Anton Widjonarno, saudara Fikri Firmansyah, dan saudara Herbeth T.Y. Marpaung selaku pembimbing non-formal yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Serta untuk seluruh staf dan teknisi Laboratorium Pemetaan dan Pemodelan Spasial Kelautan, yang telah mengizinkan penulis menggunakan citra satelit Worldview-2 dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, dan kedua adik, serta seluruh keluarga besar Tjitro Prawiro, atas segala doa dan kasih sayangnya. Dan ungkapan terimakasih tak akan lupa penulis sampaikan untuk seluruh keluarga besar ITK 48 (Lintang Jaya), keluarga besar eXplorasi Percussion, serta keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB atas segala bentuk motivasi dan doa yang diberikan selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

Fiqreno Gagas Wicaksono

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 4

Bahan 4

Alat 4

Pengolahan Citra Satelit 4

Prosedur Pengolahan Data Input MARXAN 5

Tahapan Analisis Citra dengan Perangkat Lunak MARXAN 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 30

DAFTAR TABEL

1 Daftar peralatan yang digunakan dalam kegiatan groundcheck data di lapangan 4

2 Target konservasi skenario perencanaan kawasan konservasi laut 7

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu Utara 3 2 Peta planning unit di sekitar perairan Pulau Kelapa dan Pulau

Harapan, Kepulauan Seribu Utara 6 3 Gambar satuan unit heksagon dalam planning units Marxan 6 4 Alur kerja Marxan 9 5 Klasifikasi citra Worldview-2 dengan metode klasifikasi tidak

terbimbing (unsupervised classification) habitat pesisir di kawasan kajian penelitian perairan Kepulauan Seribu Utara 10

6 Peta fitur konservasi di perairan Kepulauan Seribu Utara 11 7 Peta fitur cost di perairan Kepulauan Seribu Utara 11

8 Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 1 di Kepulauan Seribu Utara 12

9 Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 2 di Kepulauan Seribu Utara 13

10 Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 3 di Kepulauan Seribu Utara 14

11 Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 4 di Kepulauan Seribu Utara 15

12 Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 5 di Kepulauan Seribu Utara 16

13 Grafik tutupan karang hidup berdasarkan transek ke-1 pada setiap stasiun pengamatan 18

14 Grafik tutupan karang hidup berdasarkan transek ke-2 pada setiap stasiun pengamatan 18

15 Grafik tutupan karang hidup berdasarkan transek ke-3 pada setiap stasiun pengamatan 18

16 Grafik rataan tutupan terumbu karang hidup di perairan Kepulauan Seribu Utara 19

17 Peta kondisi terumbu karang di sekitar perairan Kepulauan Seribu Utara (Keterangan : lingkaran berwarna merah merupakan 2 lokasi

ekosistem terumbu karang yang tergolong dalam kategori sedang) 19 18 Peta wilayah larang ambil berdasarkan hasil perhitungan Marxan dan

delineasi zona inti III (TNKpS) 20 19 Peta alur pelayaran di perairan Kepulauan Seribu Utara berdasarkan

RZWP3K Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 21 20 Peta rekomendasi kawasan konservasi laut di Kepulauan Seribu Utara 22

DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel tutupan terumbu karang hidup pada transek 1 di perairan

Kepulauan Seribu Utara 25 2 Tabel tutupan terumbu karang hidup pada transek 2 di perairan

Kepulauan Seribu Utara 25 3 Tabel tutupan terumbu karang hidup pada transek 3 di perairan

Kepulauan Seribu Utara 26 4 Peta kontur kedalaman perairan di sekitar Kepulauan Seribu Utara 26 5 Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 1

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara 27 6 Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 2

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara 27 7 Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 3

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara 28 8 Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 4

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara 28 9 Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 5

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara 29

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang dikelilingi laut seluas 5,8 juta km2, memiliki ribuan gugusan pulau yang sebagian besar (± 10.000 pulau) merupakan pulau-pulau kecil (Bengen et al. 2012). Disamping itu, Indonesia memiliki panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia, yaitu 99.093 km (Ramdhan dan Arifin 2013). Letak geografis Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera, serta dilalui oleh barisan gunung-gunung api (Ring of

Fire), menjadikan Indonesia kaya akan sumber daya alam. Namun, hingga saat ini kekayaan sumber daya alam Indonesia masih belum didukung oleh perilaku bangsa Indonesia itu sendiri. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih kurang peduli terhadap lingkungan alam di sekitarnya. Berbagai macam aktivitas manusia di laut, telah memberikan dampak besar terhadap gangguan kestabilan ekosistem di alam, khususnya ekosistem pesisir dan laut. Aktivitas-aktivitas tersebut contohnya, seperti: membuang limbah ke laut, pemanfaatan sumber daya perikanan yang merusak ekosistem (dengan menggunakan pukat harimau, racun ikan, maupun bom ikan), eksplorasi minyak dan gas di laut, penambangan pasir maupun timah di laut, serta aktivitas pariwisata bahari (snorkeling atau diving) yang menyebabkan rusaknya ekosistem pesisir dan laut.

Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah kepulauan di Indonesia yang terdiri dari gugusan pulau-pulau sangat kecil dan perairan laut dangkal yang mengelilinginya. Kepulauan Seribu terdiri dari pulau-pulau karang sebanyak 105 buah dengan total luas wilayah daratan sebesar 8,7 km². Luas wilayah 107.489 hektar dengan sekitar 44 buah pulau termasuk ke dalam taman nasional (Subekti J et al. 2013). Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kepulauan Seribu yang sebelumnya merupakan bagian dari kecamatan Kotamadya Jakarta Utara, saat ini telah berubah tingkat pemerintahannya menjadi Kabupaten Administrasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan dikepalai oleh seorang Bupati (KAKS 2001). Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dibagi ke dalam 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Seribu Utara dan Kecamatan Seribu Selatan, dan meliputi 11 kelurahan. Sebagai kepulauan yang berada paling dekat dengan kota Jakarta, Kepulauan Seribu saat ini telah menjadi destinasi utama untuk rekreasi wisata alam bahari. Disamping itu, aktivitas perikanan yang bersifat destruktif dan ditambah dengan peningkatan volume limbah yang masuk ke dalam laut turut menambah kekhawatiran akan kelestarian ekosistem laut dan pesisir di Kepulauan Seribu. Meskipun sebagian wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu telah ditetapkan sebagai kawasan taman nasional, jumlah terumbu karang di TNKpS saat ini menurun sebanyak 27-30%. Kondisi terumbu karang yang ada saat ini sudah masuk dalam kategori sedang mengarah buruk dengan jumlah hampir 50% ekosistem terumbu karang dalam kondisi rusak dan 90% terumbu karang telah mengalami pemutihan (TERANGI, 2013 dalam Permatasari dan Andi, 2015). Untuk mencegah semakin meluasnya dampak kerusakan ekosistem laut dan pesisir di Kepulauan Seribu,

2

khususnya di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan yang tergolong ke dalam zona lain (pemukiman) Taman Nasional Kepulauan Seribu, perlu dilakukan identifikasi wilayah yang tepat untuk dijadikan sebagai kawasan perlindungan ekosistem dan biota-biota laut maupun pesisir yang kondisinya berada dalam tekanan (terancam).

Kemampuan pulau-pulau kecil dalam menyediakan sumberdaya alam laut harus menjadi pertimbangan laju eksploitasi sumberdaya alam dan pemanfaatan ruang di pulau tersebut, sehingga diperlukan penatakelolaan dengan harapan ada integritas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan sumberdaya (Kasnir 2011). Salah satu bentuk penatakelolaan wilayah pesisir dan laut yaitu pembentukan Kawasan Konservasi Laut. Kawasan Konservasi Laut merupakan wilayah perairan laut termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan di dalamnya, serta/atau termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya di bawahnya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif baik dengan melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut (Hasani 2012).

MARXAN (Marine Reserve Design Using Spatially Explicit Anealling) merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk membantu menentukan daerah konservasi yang tepat dari sekian banyak kemungkinan daerah konservasi yang akan muncul di suatu kawasan perairan laut dan pesisir. Marxan dapat membantu menentukan suatu daerah konservasi berdasarkan data dan skenario perencanaan wilayah yang telah disiapkan sebelumnya. Dengan perangkat lunak Marxan ini para perencana dapat mencoba berbagai skenario perencanaan kawasan konservasi yang hasilnya berbeda-beda sesuai kondisi ekosistem yang diamati (Ball dan Possingham 2000). Pada awal perkembangannya, Marxan digunakan untuk kepentingan identifikasi wilayah pesisir Australia bagian Timur (Great

Barrier Reef Marine Park Authority). Oleh karena meningkatnya kebutuhan dunia kelautan terhadap pembentukan kawasan perlindungan laut, kini MARXAN telah dipublikasikan dan dapat digunakan oleh khalayak umum, termasuk di Indonesia. Contoh penggunaan yang telah diterapkan di Indonesia dapat terlihat pada Taman Nasional Wakatobi (Marpaung 2011), dan Kawasan Konservasi Laut di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Firmansyah 2009). Perangkat lunak Marxan ini bekerja menggunakan algoritma simulated annealing. Algoritma tersebut memiliki prinsip kerja yang terbagi menjadi tiga langkah yaitu iterative

improvement, random backward, dan repetition. Ketiga langkah dari algoritma simulated annealing berfungsi untuk mencari nilai cost yang paling rendah (Sihite et al. 2007). Semakin rendah nilai cost yang dihasilkan pada suatu kawasan, maka semakin memungkinkan kawasan tersebut terpilih untuk dijadikan kawasan konservasi laut. Marxan membutuhkan input berupa data spasial ekologi (target konservasi), serta data pola pemanfaatan dan pengelolaan (target biaya/cost). Target konservasi (fitur konservasi) merupakan data yang berkaitan dengan parameter ekologi di suatu kawasan, baik ekosistem maupun jenis biota tertentu yang ditujukan untuk kepentingan konservasi. Target konservasi ditetapkan sesuai dengan kebutuhan akan jenis ekosistem dan biota yang dirasa perlu untuk dikonservasi. Sedangkan target biaya (fitur cost) merupakan suatu data yang menunjukkan tingkat nilai pemaanfaatan dalam suatu kawasan yang dapat mengakibatkan kenaikan biaya untuk pengelolaan kawasan konservasi tersebut ataupun dapat menurunkan kualitas kawasan konservasi tersebut. Tiap daerah memiliki jenis pola pemanfaatan yang berbeda. Penentuan pola pemanfaatan

3

dilakukan dengan cara meninjau secara langsung ke lapangan. Kedua fitur tersebut merupakan bahan dasar yang akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan Marxan sehingga akan didapatkan output berupa solusi alternatif.

Kawasan Konservasi Laut di perairan Kepulauan Seribu Utara, khususnya di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan perlu ditata kembali, guna menjaga dan memelihara ekosistem asli di perairan tersebut, serta meningkatkan produktivitas potensi sumberdaya perairan yang ada.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi ekosistem pesisir di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, serta menetapkan skema kawasan konservasi yang optimal berdasarkan analisis MARXAN di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan survei lapang (groundcheck) dalam penelitian ini, dilakukan pada 13-17 Desember 2015. Sedangkan pengolahan dan analisis data citra dilakukan pada Januari 2016 hingga April 2016. Pengolahan dan analisis data citra dilakukan di Laboratorium Pemetaan dan Pemodelan Geospasial Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB. Lokasi kajian penelitian ini berada di Perairan Kepulauan Seribu Utara. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu Utara

4

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data citra Worldview-2 pada daerah kajian di sekitar perairan Kepulauan Seribu Utara, yang diakuisisi pada tanggal 5 Oktober 2013. Serta data sekunder kedalaman perairan di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan tahun 2015, yang diperoleh dari Laboratorium Pemodelan dan Pemetaan Spasial Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Alat

Peralatan yang digunakan dalam proses anaslisis dan pengolahan data citra penelitian ini adalah Laptop, software pengolah data spasial, dan perangkat lunak MARXAN. Sedangkan guna menunjang kelancaran pengambilan data groundcheck di lapangan, dibutuhkan alat-alat sebagai berikut. Daftar alat ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar peralatan yang digunakan dalam kegiatan groundcheck data di

lapangan

No Nama Kegunaan 1 GPS Untuk menentukan koordinat titik pengamatan 2 Alat SCUBA Untuk menunjang aktivitas pengamatan ekosistem

bawah laut 3 Newtop Media tulis di dalam air 4 Alat tulis Untuk menunjang kegiatan pendataan 5 Underwater

Camera Untuk mendokumentasikan kegiatan groundcheck di lapangan

6 Roll meter Sebagai alat bantu transek pengambilan data ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove

7 Termometer Untuk mengukur suhu perairan 8 Refraktometer Untuk mengukur salinitas perairan 8 Kertas Lakmus Untuk mengukur pH perairan 9 Transek

kuadrat (50cm x 50 cm)

Untuk menghitung tutupan ekosistem lamun

Pengolahan Citra Satelit

Dalam penelitian ini, daerah yang diamati (area of interest) yaitu kawasan perairan di Kepulauan Seribu Utara, tepatnya di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra satelit Worldview-2 hasil perekaman dari satelit Worldview-2 yang diluncurkan oleh Digital Globe pada tahun 2009. Satelit Worldview-2 dilengkapi dengan kamera jarak jauh beresolusi tinggi dengan sensor band pankromatik dan multispektral, sehingga citra yang dihasilkan memiliki resolusi spasial tinggi, yaitu: 1,84 m untuk citra multispektral dan 0,5 m untuk citra pankromatrik (Setiawan dan Yanto 2014). Citra Worldview-2 dalam penelitian ini diakuisisi pada tahun 2013. Citra

5

Worldview-2 diperoleh dari Laboratorium Pemetaan dan Pemodelan Spasial Kelautan. Citra satelit tersebut telah terkoreksi, baik secara geometrik maupun secara radiometrik. Pengolahan citra satelit dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data spasial. Langkah awal dalam pengolahan citra satelit yaitu mengklasifikasikan objek ke dalam beberapa kelas dengan menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Berdasarkan hasil default klasifikasi tidak terbimbing dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data spasial, dihasilkan sejumlah kelas yang belum teridentifikasi. Kemudian hasil tersebut diklasifikasikan kembali (reclassify) ke dalam 6 kelas objek di perairan dangkal. Keenam kelas objek tersebut, antara lain: Terumbu karang, rubble (pecahan karang/karang mati), lamun-rubble, lamun, lamun-pasir, dan pasir. Keenam kelas objek tersebut dibuat berdasarkan objek yang mewakili habitat perairan dangkal.

Langkah berikutnya adalah mengubah hasil olahan reclassify tersebut (dalam bentuk data raster) menjadi data shapefile, dengan metode “raster to

polygon” pada perangkat lunak pengolah data spasial. Data shapefile (.shp) yang dihasilkan tidak seluruhnya digunakan sebagai bahan input data fitur konservasi di dalam proses analisis Marxan. Hanya empat dari enam kelas objek yang terbentuk, yang akan digunakan sebagai input data untuk analisis Marxan. Keempat kelas objek tersebut kemudian dibuat menjadi dua kelas habitat penting, yaitu: terumbu karang dan lamun (yang terbentuk dari kelas objek lamun-rubble, lamun, dan lamun-pasir). Selain itu, terdapat satu kelas tambahan habitat penting yang digunakan sebagai fitur konservasi dalam analisis Marxan, yaitu vegetasi pesisir (mangrove). Kelas mangrove diperoleh dengan metode “digit on screen”. Disamping itu, di dalam proses analisis Marxan, dibutuhkan pula bahan input data fitur cost. Dalam penelitian ini bahan input data fitur cost menggunakan data budidaya perairan (keramba jaring apung) dan alur pelayaran. Data keramba jaring apung dan alur pelayaran diperoleh dengan metode “digit on screen”, yang selanjutnya pada data alur pelayaran diperjelas dengan metode “buffer”.

Prosedur Pengolahan Data Input MARXAN

Dalam melakukan tahapan analisis Marxan, diperlukan beberapa input data dalam bentuk data tabuler (.dat), antara lain: Abundance.dat, Target.dat, Unit.dat, dan Bound.dat. Untuk membentuk data input tersebut, data-data fitur konservasi dan fitur cost yang sebelumnya telah terbentuk dalam shapefile, perlu diolah kembali di dalam perangkat lunak pengolah data spasial dengan ekstensi tambahan berupa CLUZ (Conservation Land Using Zoning).

Langkah pertama adalah membentuk area of interest (aoi.shp) dan pembentukan satuan unit hexagon, yang kemudian keduanya digabungkan guna membentuk Planning Units (pu.shp). Bentuk yang dapat diadopsi dalam satuan unit perencanaan yaitu segitiga, persegi empat, dan heksagon (Loss, 2006). Bentuk heksagon dipilih karena memiliki bentuk yang paling natural dan lebih mendekati lingkaran sehingga memiliki rasio tepi yang rendah (Gaselbarcht et al, 2005 dalam Loss, 2006). Dengan kata lain, satu heksagon dapat mewakili daerah terdekat dari setiap sisi-sisi daerah sekelilingnya. Peta Planning units dapat dilihat pada gambar 2. Planning units ini merupakan bahan dasar pembuatan data input tabular dari “bound.dat”, “unit.dat”, dan “target.dat”. Tiap-tiap heksagon yang

6

terbentuk memiliki unit ID yang berbeda-beda. Unit ID heksagon tersebut akan digunakan oleh MARXAN sebagai acuan untuk melakukan penghitungan yang berfungsi untuk menentukan suatu Kawasan Konservasi Laut. Dalam penelitian ini, 1 unit heksagonal dari planning units memiliki nilai luasan 1000 m2. Luasan satuan unit heksagon tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 2. Peta planning unit di sekitar perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan,

Kepulauan Seribu Utara

Gambar 3. Gambar satuan unit heksagon dalam planning units Marxan

1000 m2

7

Setelah planning units terbentuk, langkah selanjutnya adalah membentuk Conservation layer (habitat.shp) dan Cost layer (cost.shp). Data conservation

layer nantinya akan digunakan untuk menyusun data input “Abundance.dat” dan “Target.dat”. Sedangkan data cost layer akan digunakan untuk menyusun data input “Unit.dat”. Abundance (habitat.shp) dalam penelitian ini terdiri dari beberapa habitat penting, antara lain: terumbu karang (tk.shp), padang lamun (lamun.shp), dan vegetasi pesisir (mangrove.shp). Sedangkan Cost layer (cost.shp) terdiri dari data-data aktivitas di sekitar daerah pengamatan yang mampu menaikkan biaya pengelolaan kawasan konservasi, yaitu: data lokasi budidaya perairan/keramba jaring apung (tambak.shp), serta data alur pelayaran pemukiman (alur_layar_pemukiman.shp) dan alur pelayaran wisata (alur_layar_wisata.shp). Setelah semua bahan penyusun data input telah siap untuk diolah, langkah berikutnya yaitu mengatur nilai-nilai target dan SPF pada tabel data target sesuai dengan keadaan kondisi daerah yang akan dijadikan sebagai kawasan konservasi. Menurut Bohnsack et al. (2000), melindungi sekitar 20-30% luasan terumbu karang terbukti mampu mendukung keberlanjutan ekosistem terumbu karang di daerah tersebut, sebab akan mempengaruhi peningkatan produksi larva. Hal ini diperkuat oleh pernyataan PISCO (2002) dalam Susanto (2011), apabila kawasan konservasi memiliki target konservasi lebih dari 30%, akan berdampak pada penurunan produksi perikanan akibat semakin menyempitnya daerah penangkapan ikan. Dalam penelitian ini, peta rancangan kawasan konservasi terdiri dari 5 skenario perencanaan kawasan konservasi. Skenario 1 memiliki persentase 10% pada masing-masing total habitat yang akan dikonservasi. Skenario 2 memiliki persentase 20% pada masing-masing total habitat yang akan dikonservasi. Begitu pula pada setiap skenario yang diikuti oleh kenaikan persentase total habitat yang dikonservasi. Setiap skenario kawasan konservasi memiliki persentase yang sama untuk masing-masing habitat. Hal ini dikarenakan setiap habitat dalam kawasan perairan ini memiliki prioritas perlindungan yang sama pentingnya. Tabel skenario perencanaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Target konservasi skenario perencanaan kawasan konservasi laut

Target Konservasi (%)

Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Terumbu Karang 10 20 30 40 50 Lamun 10 20 30 40 50 Mangrove 10 20 30 40 50

Selanjutnya proses “running” dalam pengolahan data dengan menggunakan ekstensi tambahan CLUZ pada perangkat lunak pengolah data spasial, akan menghasilkan keempat data input tabuler Marxan (Abundance.dat, Target.dat, Unit.dat, Bound.dat) yang akan digunakan untuk tahapan analisis Marxan.

Tahapan Analisis Citra dengan Perangkat Lunak MARXAN

Tahapan ini merupakan tahap analisis hasil olahan citra dan perumusan formula untuk merencanakan suatu kawasan konservasi dengan menggunakan

8

perangkat lunak Marxan. Efektivitas suatu wilayah untuk dicalonkan menjadi suatu kawasan konservasi laut ditentukan oleh nilai fitur cost dan fitur konservasi. Nilai fitur cost diperoleh dari peranan suatu daerah yang mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi di daerah tersebut. Apabila nilai fitur cost-nya tinggi maka kawasan tersebut akan memiliki kemungkinan terkecil untuk dijadikan Kawasan Konservasi Laut. Sedangkan fitur konservasi diperoleh dari data-data pengamatan habitat pesisir di sekitar daerah tersebut. Nilai fitur cost dan fitur konservasi tersebut akan diolah dengan algoritma Marxan yang ditunjukkan oleh persamaan (1) sebagai berikut.

Total Cost = Cost + (BLM*ΣBoundary) + (SPF*Penalty)…(1)

Keterangan: Cost : Nilai cost (biaya) yang terpilih di planning unit yang dapat

diukur BLM : Boundary Length Modifier, adalah kontrol penting dari

Batas relative cost terpilih dari planning unit. BLM

bernilai 0 (nol) maka boundary length tidak dimasukan dalam fungsi objektif.

Boundary : Batas dari area terpilih atau perimeter SPF : Spesies Penalty Factor, yaitu faktor yang mengontrol

besarnya nilai penalty apabila target tiap-tiap spesies tidak terpenuhi

Penalty : Nilai yang ditambahkan dalam fungsi obyektif untuk setiap target tidak terpenuhi, penalty ini opsional, dapat tidak dimasukan kedalam fungsi obyektif.

i : Unit ID poligon n : Unit ID poligon terakhir

Dalam proses “running” data pada analisis Marxan, terdapat beberapa

pengaturan seperti “number of run”, BLM (Boundary Length Modifier), dan “number of iterations”. Number of run merupakan jumlah perulangan dalam proses analisis yang dilakukan oleh Marxan. Boundary Length Modifier (BLM) merupakan satuan konstanta yang mengatur tingkat pengelompokan satuan unit perencanaan yang terpilih. Semakin besar nilai BLM maka semakin mengelompok pula satuan unit perencanaan yang terpilih/terseleksi oleh perangkat lunak Marxan. Dalam proses analisis Marxan terjadi proses simulasi yang dilakukan oleh algoritma yang dipakai pada perangkat lunak Marxan, proses tersebut dinamakan Number of iteration. Nilai Number of iteration yang dipakai dalam penelitian ini yaitu 510.300. Ketiga komponen tersebut di-setting sesuai dengan kondisi data input yang sebelumnya telah diolah dan diproses dalam perangkat lunak pengolah data spasial, untuk mendapatkan hasil wilayah rekomendasi konservasi yang paling baik.

𝑛

𝑖=1

𝑛

𝑖=1

9

Selanjutnya output desain hasil olahan citra yang telah dianalisis, akan melalui tahap layout processing dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data spasial guna memperjelas gambaran hasil (skema) Kawasan Konservasi Laut di sekitar perairan Kepulauan Seribu Utara. Gambar diagram alur kerja Marxan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Alur kerja Marxan

Planning

units

Fitur Cost (KJA, Alur Kapal)

“Digit on

Screen” Data polygon

(.shp)

Abundance.dat Target.dat Unit.dat Bound.dat

Marxan

Kawasan terpilih

Kawasan tidak terpilih

Rekomendasi Kawasan Konservasi Laut

Fitur Habitat (Terumbu Karang, Mangrove, Lamun)

Citra Worldview-

2

Klasifikasi citra Worldview2

(Unsupervised

Classification)

Hasil klasifikasi

Identifikasi citra

Worldview-2

Re-klasifikasi citra

Worldview 2

“Raster to

Polygon”

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil klasifikasi citra Worldview-2 dengan metode klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised classification) menghasilkan 6 kelas objek yang mewakili habitat perairan dangkal. Gambar hasil klasifikasi dapat dilihat pada gambar 5. Selanjutnya 2 kelas objek dari 6 kelas yang dihasilkan, yaitu: terumbu karang, dan lamun (“lamun rubble” dan “lamun pasir” dikelaskan sebagai “lamun”) ditransformasikan dari bentuk data raster diubah menjadi data shapefile

untuk kemudian dijadikan sebagai fitur konservasi. Selain itu, terdapat satu kelas tambahan habitat penting yang digunakan sebagai fitur konservasi dalam analisis Marxan, yaitu vegetasi pesisir (mangrove). Peta fitur konservasi dapat dilihat pada gambar 6. Hasil digitasi dengan metode “digit on screen” pada aktivitas perikanan budidaya (keramba jaring apung), digunakan sebagai bahan fitur biaya (fitur cost) dalam penelitian ini. Peta fitur cost dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 5. Klasifikasi citra Worldview-2 dengan metode klasifikasi tidak

terbimbing (unsupervised classification) habitat pesisir di kawasan kajian penelitian perairan Kepulauan Seribu Utara

11

Gambar 6. Peta fitur konservasi di perairan Kepulauan Seribu Utara

Gambar 7. Peta fitur cost di perairan Kepulauan Seribu Utara

12

Berdasarkan hasil analisis citra pada perangkat lunak pengolah data spasial dengan menggunakan perangkat lunak Marxan, dihasilkan 5 peta skema kawasan konservasi yang terpilih berdasarkan hasil perhitungan Marxan. Pada skenario 1 kawasan konservasi yang terpilih berdasarkan perhitungan MARXAN memiliki luas 1.330.434,64 m2, dari total kawasan keseluruhan 10.894.510,11 m2 atau 12,21% dari total kawasan terpilih secara keseluruhan berdasarkan rekomendasi MARXAN. Peta hasil perhitungan Marxan dalam skenario 1 dapat dilihat pada gambar 8. Dalam perhitungan ini, diperoleh luasan dari ketiga habitat penting, yaitu: terumbu karang yang terpilih sebesar 20,67 Ha, padang lamun terpilih sebesar 36,84 Ha, dan tutupan vegetasi mangrove terpilih sebesar 0.98 Ha. Peta luasan habitat penting hasil perhitungan Marxan dalam skenario 1 terdapat pada lampiran.

Gambar 8. Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 1 di

Kepulauan Seribu Utara

13

Pada skenario 2 kawasan konservasi yang terpilih berdasarkan perhitungan MARXAN memiliki luas 2.297.136,79 m2, dari total kawasan kesuluruhan 10.894.510,11 m2 atau 21,09% dari total kawasan terpilih secara keseluruhan berdasarkan rekomendasi MARXAN. Peta hasil perhitungan Marxan dalam skenario 2 dapat dilihat pada gambar 9. Dalam perhitungan ini, diperoleh luasan dari ketiga habitat penting, yaitu: terumbu karang yang terpilih sebesar 19,99 Ha, padang lamun terpilih sebesar 76,05 Ha, dan tutupan vegetasi mangrove terpilih sebesar 1,71 Ha. Peta luasan habitat penting hasil perhitungan Marxan dalam skenario 2 terdapat pada lampiran.

Gambar 9. Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 2 di

Kepulauan Seribu Utara

14

Pada skenario 3 kawasan konservasi yang terpilih berdasarkan hasil perhitungan MARXAN memiliki luas 2.503.199,92 m2, dari total kawasan keseluruhan 10.894.510,11 m2 atau 22,98% dari total kawasan terpilih secara keseluruhan berdasarkan rekomendasi MARXAN. Peta hasil perhitungan Marxan dalam skenario 3 dapat dilihat pada gambar 10. Dalam perhitungan ini, diperoleh luasan dari ketiga habitat penting, yaitu: terumbu karang yang terpilih sebesar 31,11 Ha, padang lamun terpilih sebesar 118,2 Ha, dan tutupan vegetasi mangrove terpilih sebesar 2,77 Ha. Peta luasan habitat penting hasil perhitungan Marxan dalam skenario 3 terdapat pada lampiran.

Gambar 10. Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 3 di

Kepulauan Seribu Utara

15

Pada skenario 4 kawasan konservasi yang terpilih berdasarkan hasil perhitungan MARXAN memiliki luas 3.572.480,54 m2, dari total kawasan keseluruhan 10.894.510,11 m2 atau 32,79% dari total kawasan terpilih secara keseluruhan berdasarkan rekomendasi MARXAN. Peta hasil perhitungan Marxan dalam skenario 4 dapat dilihat pada gambar 11. Dalam perhitungan ini, diperoleh luasan dari ketiga habitat penting, yaitu: terumbu karang yang terpilih sebesar 35,88 Ha, padang lamun terpilih sebesar 155,43 Ha, dan tutupan vegetasi mangrove terpilih sebesar 4,09 Ha. Peta luasan habitat penting hasil perhitungan Marxan dalam skenario 4 terdapat pada lampiran.

Gambar 11. Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 4 di

Kepulauan Seribu Utara

16

Pada skenario 5 kawasan konservasi yang terpilih berdasarkan perhitungan MARXAN memiliki luas 4.063.822,18 m2, dari total kawasan keseluruhan 10.894.510,11 m2 atau 37,30% dari total kawasan terpilih secara keseluruhan berdasarkan rekomendasi MARXAN. Peta hasil perhitungan Marxan dalam skenario 5 dapat dilihat pada gambar 12. Dalam perhitungan ini, diperoleh luasan dari ketiga habitat penting, yaitu: terumbu karang yang terpilih sebesar 48,33 Ha, padang lamun terpilih sebesar 195,08 Ha, dan tutupan vegetasi mangrove terpilih sebesar 4,95 Ha. Peta luasan habitat penting hasil perhitungan Marxan dalam skenario 5 terdapat pada lampiran.

Gambar 12. Rekomendasi kawasan konservasi berdasarkan skenario 5 di

Kepulauan Seribu Utara

Dari kelima hasil rancangan kawasan konservasi, terlihat bahwa kawasan konservasi berdasarkan skenario 5 menghasilkan rancangan kawasan konservasi terpilih yang lebih luas daripada keempat skenario kawasan konservasi yang lain. Namun bukan berarti kawasan konservasi yang telah terpilih tersebut merupakan area terpilih yang terbaik untuk dijadikan suatu kawasan konservasi laut. Kelima rancangan kawasan konservasi hasil perhitungan Marxan tersebut perlu dikaji kembali berdasarkan luas kawasan konservasi, jarak antar kawasan konservasi, kedalaman perairan, konektivitas antar kawasan konservasi tersebut, serta perlindungan terhadap biota penting yang memiliki habitat di sekitar daerah

17

tersebut, agar diperoleh kawasan konservasi yang paling baik untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem di perairan tersebut (Marpaung 2013). Hal ini merupakan langkah dasar dalam kajian pembentukan kawasan konservasi laut, contohnya seperti kawasan konservasi laut di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Firmansyah 2009), atau wilayah larang ambil di Taman Nasional Wakatobi (Marpaung 2013). Berdasarkan langkah dasar tersebut, maka dalam menentuan suatu kawasan konservasi laut yang baik di wilayah perairan Kepulauan Seribu Utara, khususnya di perairan sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, diperlukan beberapa pertimbangan, antara lain: kondisi ekosistem yang akan dilindungi, kedalaman perairan, jarak antar kawasan konservasi, serta tingkat aktivitas manusia di sekitar kawasan tersebut.

Berdasarkan hasil observasi lapang dari 11 stasiun titik pengamatan dengan menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect), yang tiap transeknya memiliki panjang 25 m, terdapat 2 lokasi perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang yang cukup baik dengan status yang tergolong dalam kategori sedang. Hal ini terlihat dari data rata-rata tutupan terumbu karang hidup pada kedua stasiun pengamatan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang, ekosistem terumbu karang yang memiliki tutupan karang hidup yang tergolong dalam kategori sedang memiliki persentase tutupan 25%-49,9% (MNLH 2001). Kedua wilayah perairan yang memiliki potensi sebagai penyedia stok sumberdaya perikanan tersebut, yaitu : pesisir timur Pulau Kelapa Dua (st.5), dan pesisir Selatan Pulau Kaliage (st.9). Kedua lokasi ekosistem penyedia stok perikanan tersebut, dapat dilihat pada gambar 17. Pada lokasi stasiun pengamatan di pesisir timur Pulau Kelapa Dua (st.5), memiliki rataan persentase tutupan terumbu karang hidup mencapai 41,35%. Disamping itu pada lokasi ini ditemukan satu titik transek yang memiliki kondisi ekosistem terumbu karang dengan status baik (tutupan karang hidup 61,95%). Ekosistem terumbu karang pada stasiun ini memiliki kondisi yang sangat baik apabila dibandingkan dengan ekosistem terumbu karang lain di sekitarnya. Dan pada lokasi stasiun pengamatan di pesisir selatan Pulau Kaliage (st.9), memiliki rataan persentase tutupan terumbu karang hidup mencapai 31,23%. Hal ini menunjukkan kedua lokasi pengamatan ini memiliki rataan persentase tutupan terumbu karang hidup diatas 30%. Data tutupan terumbu karang hidup dapat dilihat pada grafik dalam gambar 13-16. Menurut Bohnsack et al. (2000), kondisi ekosistem seperti ini cukup optimum untuk meningkatkan produksi larva biota laut.

18

Gambar 13. Grafik tutupan karang hidup berdasarkan transek ke-1 pada setiap

stasiun pengamatan

Gambar 14. Grafik tutupan karang hidup berdasarkan transek ke-2 pada setiap

stasiun pengamatan

Gambar 15. Grafik tutupan karang hidup berdasarkan transek ke-3 pada setiap

stasiun pengamatan

19

Gambar 16. Grafik rataan tutupan terumbu karang hidup di perairan Kepulauan

Seribu Utara

Gambar 17. Peta kondisi terumbu karang di sekitar perairan Kepulauan Seribu

Utara (Keterangan : lingkaran berwarna merah merupakan 2 lokasi

ekosistem terumbu karang yang tergolong dalam kategori sedang)

20

Suatu kawasan konservasi akan efektif jika memiliki kedalaman perairan tidak lebih dari 200 meter (Mous 2006). Berdasarkan data peta kontur kedalaman yang terbentuk, kedua lokasi tersebut memenuhi syarat terbentuknya suatu kawasan konservasi laut. Sebab perairan Kepulauan Seribu Utara memiliki kedalaman rata-rata < 40 meter. Peta kontur kedalaman dapat dilihat pada lampiran 4. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi untuk melindungi cadangan larva, dengan demikian jarak antar kawasan konservasi haruslah berjarak 4-6 km agar mampu untuk menangkap ruaya larva biota laut (Shanks et

al 2003). Berdasarkan data zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan hasil skema perhitungan Marxan, kedua lokasi tersebut memiliki jarak sekitar 4 km dari zona inti terdekat yang berada di Pulau Kayu Angin (Zona inti III TNKpS). Jarak antar wilayah larang ambil tersebut, dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18. Peta wilayah larang ambil berdasarkan hasil perhitungan Marxan dan

delineasi zona inti III (TNKpS)

21

Kemudian berdasarkan analisis RZWP3K (Rancang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 oleh pihak terkait, perairan di sekitar Pulau Kelapa dan Harapan merupakan perairan yang memiliki alur pelayaran pemukiman dan alur pelayaran wisata. Alur pelayaran termasuk salah satu aktivitas manusia yang berdampak terhadap keberlangsungan hidup larva dan juvenil biota laut, yang dapat terganggu akibat gelombang laut yang ditimbulkan oleh kapal serta terbawa ballast air kapal. Kedua lokasi pengamatan yang masih memiliki kondisi ekosistem terumbu karang yang baik tersebut (st.5 dan st.9), memiliki posisi yang tidak dilalui oleh alur pelayaran pemukiman maupun alur pelayaran wisata. Peta Alur pelayaran di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan dapat dilihat pada gambar 19.

Gambar 19. Peta alur pelayaran di perairan Kepulauan Seribu Utara berdasarkan

RZWP3K Provinsi DKI Jakarta tahun 2014

Hasil perhitungan Marxan menunjukkan bahwa kedua lokasi perairan tersebut masuk ke dalam kategori kawasan terpilih (Best Solution) dalam 5 skenario kawasan konservasi laut. Kedua rancangan kawasan konservasi tersebut, masing-masing memiliki luas 49.017,78 m2 (4 Ha) pada pesisir selatan Pulau Kaliage dan 59.601,27 m2 (5 Ha) pada pesisir timur Pulau Kelapa Dua.

Berdasarkan hasil perhitungan Marxan dan beberapa pertimbangan tersebut, maka kawasan perairan di pesisir timur Pulau Kelapa Dua dan kawasan perairan

St.9

St.5

22

di pesisir selatan Pulau Kaliage direkomendasikan sebagai kawasan konservasi laut. Peta rekomendasi Kawasan Konservasi Laut di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu Utara dapat dilihat pada gambar 20.

Gambar 20. Peta rekomendasi kawasan konservasi laut di Kepulauan Seribu Utara

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil identifikasi ekosistem pesisir di perairan Kepulauan Seribu Utara, khususnya di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, masih terdapat habitat pesisir yang memiliki ekosistem dengan kondisi baik namun keberadaannya tengah terancam oleh aktivitas manusia di sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis rekomendasi kawasan konservasi laut yang dihasilkan oleh MARXAN, didukung oleh data hasil survei lapang, serta kajian terhadap syarat terbentuknya suatu kawasan konservasi laut, maka kawasan pesisir timur Pulau Kelapa Dua dan kawasan pesisir selatan Pulau Kaliage terpilih sebagai rekomendasi untuk dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Laut. Dengan luas kawasan terpilih untuk dilindungi yaitu pada kawasan pesisir timur Pulau Kelapa

23

Dua seluas 59.601,27 m2 (5 Ha) dan kawasan pesisir selatan Kaliage seluas 49.017,78 m2 (4 Ha). Kondisi lingkungan ekosistem yang cukup baik dan cukup jauh dari aktivitas manusia, turut menjadi pertimbangan peneliti menetapkan kawasan konservasi tersebut.

Saran

Pembentukan Wilayah Konservasi Laut dengan menggunakan perangkat lunak Marxan, memerlukan input data berupa informasi fitur konservasi dan fitur cost yang lebih banyak. Untuk input data fitur konservasi, contohnya seperti: data spesies yang dilindungi. Sedangkan untuk input data fitur cost, contohnya seperti: data daerah penangkapan perikanan, data aktivitas pariwisata bahari, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi data input yang lebih spesifik, agar dapat menghasilkan suatu rekomendasi Wilayah Konservasi Laut yang lebih detail.

DAFTAR PUSTAKA

Ball, I.R, dan Possinghamm, H.M. 2000. Marxan (v1.8.2). Manual Book. New York.

Bengen, D.G, Alex S.W.R, Sudirman Saad. 2012. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil. Bogor (ID). Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut.

Bohnsack, J.A. 2004. Why Have No-Take Marine Protected Areas?. h.185-193 dalam American Fisheries Society. Prosiding American Fisheries Society Symposium 42

Bohnsack, J.A., B. Causey, M.P. Crosby, R.B. Griffis, M.A. Hixon, T.F. Hourigan, K.H. Koltes, J.E. Maragos, A. Simons, J.T. Tilmant. 2000. A rationale for minimum 20-30% no-take protection. Proceeding of the 9th International Coral reef Symposium, 23-27 October 2000. Bali, Indonesia.

Firmansyah, Fikri. 2009. Identifikasi Wilayah Konservasi dengan Menggunakan Perangkat Lunak Marxan di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Hasani, Q. 2012. Konservasi Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat, Implementasi Nilai Luhur Budaya Indonesia dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan, vol.1 I (35-44).

[KAKS] Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta (ID): KAKS.

Kasnir, M. 2011. Analisis Aspek Ekologi Penatakelolaan Minawisata Bahari di Kepulauan Spermonde Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, vol.16 II (61-69)

24

Loss, S.A. 2006. Exploration of Marxan Utility in Marine Protected Area Zoning [Tesis]. Melbourne (AUS). University of Victoria.

Marpaung, Herbeth TY. 2011. Penerapan Perbandingan Dua Planning Unit Berbeda (Heksagon dan Management Unit) Perangkat Lunak Marxan dalam Perancangan Wilayah Larang Ambil Taman Nasional Wakatobi, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor

[MNLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta (ID): MNLH.

Mous, P. 2006. Guidelines and principles for spatial planning of Marine Protected Areas in Indonesia – MARXAN supported network design and zoning. Draft Report. The Nature Concervacy. Australia

Permatasari, F.N, dan Andi Utomo. 2015. Pemenuhan Fungsi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK, vol.4 III (571-578).

Ramdhan, M, dan Arifin, T. 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penilaian Proporsi Luas Laut Indonesia. Jurnal Ilmiah Geomatika, vol.19 II (141-146). Jakarta

Setiawan, H, dan Yanto Budisusanto. 2014. Kajian Citra Resolusi Tinggi Worldview-2 sebagai Penunjang Data Dasar untuk Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Jurnal Goegrafi Indonesia, vol.10 I (52-58). Surabaya

Shanks, A.L., Grantham, B.A. and M.H. Carr. 2003. Propagule Dispersal Distance and The Size And Spacing of Marine Reservese. Ecological Applications.13(I Supplement). S159-S169.

Sihite, J., Darmawan, A., dan Subijanto, J. 2007. Marxan for MPA Network Design in Lesser Sunda (Bali, NTB, NTT, Timor Leste). Proceeding Geo-Marine Research Forum. 373-384 ppi.

Subekti, J., Suradi, W.S., dan Imam Triarso. 2013. Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Ilmiah Manajemen Sumberdaya Perairan, vol.2 III (104-108). Semarang

Susanto, H.A. 2011. Progress Pengembangan Sistem Kawasan Konservasi Perairan Indonesia. Laporan. Kementrian Kelautan Perikanan - USAID. Jakarta (ID)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel tutupan terumbu karang hidup pada transek 1 di perairan Kepulauan Seribu Utara

No Stasiun Pengamatan Lokasi

Persentase tutupan terumbu karang

hidup (%)

Kategori menurut KemenLH no.4 tahun

2001

1 Rd1 Barat P.Panjang 44.05 Sedang 2 Rd2 Selatan P.Panjang 17.05 Buruk 3 Rd3 Barat P.Kelapa Dua 25.60 Sedang 4 Rd4 Utara P.Kelapa-Harapan 7.00 Buruk 5 Rd5 Timur P. Kelapa Dua 61.95 Baik 6 Rd6 Selatan P.Kelapa Dua 35.90 Sedang 7 Rd7 Barat P.Kelapa-Harapan 33.25 Sedang 8 Rd8 Barat P. Kaliage 24.35 Buruk 9 Rd9 Selatan P.Kaliage 32.05 Sedang

10 Rd10 Selatan P.Kelapa-Harapan 29.35 Sedang 11 Rd11 Timur P. Kelapa-Harapan 31.00 Sedang

Lampiran 2. Tabel tutupan terumbu karang hidup pada transek 2 di perairan

Kepulauan Seribu Utara

No Stasiun Pengamatan Lokasi

Persentase tutupan terumbu

karang hidup (%)

Kategori menurut KemenLH no.4

tahun 2001

1 Rd1 Barat P.Panjang 9.55 Buruk 2 Rd2 Selatan P.Panjang 14.80 Buruk 3 Rd3 Barat P.Kelapa Dua 9.85 Buruk 4 Rd4 Utara P.Kelapa-Harapan 1.35 Buruk 5 Rd5 Timur P. Kelapa Dua 22.05 Buruk 6 Rd6 Selatan P.Kelapa Dua 24.80 Buruk 7 Rd7 Barat P.Kelapa-Harapan 14.25 Buruk 8 Rd8 Barat P. Kaliage 17.75 Buruk 9 Rd9 Selatan P.Kaliage 41.95 Sedang

10 Rd10 Selatan P.Kelapa-Harapan 25.40 Sedang 11 Rd11 Timur P. Kelapa-Harapan 19.30 Buruk

26

Lampiran 3. Tabel tutupan terumbu karang hidup pada transek 3 di perairan Kepulauan Seribu Utara

No Stasiun Pengamatan Lokasi

Persentase tutupan terumbu

karang hidup (%)

Kategori menurut KemenLH no.4

tahun 2001

1 Rd1 Barat P.Panjang 15.85 Buruk 2 Rd2 Selatan P.Panjang 12.00 Buruk 3 Rd3 Barat P.Kelapa Dua 25.60 Sedang 4 Rd4 Utara P.Kelapa-Harapan 18.60 Buruk 5 Rd5 Timur P. Kelapa Dua 40.05 Sedang 6 Rd6 Selatan P.Kelapa Dua 24.85 Buruk 7 Rd7 Barat P.Kelapa-Harapan 12.95 Buruk 8 Rd8 Barat P. Kaliage 9.75 Buruk 9 Rd9 Selatan P.Kaliage 19.70 Buruk

10 Rd10 Selatan P.Kelapa-Harapan 9.40 Buruk 11 Rd11 Timur P. Kelapa-Harapan 8.05 Buruk

Lampiran 4. Peta kontur kedalaman perairan di sekitar Kepulauan Seribu Utara

27

Lampiran 5. Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 1

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara

Lampiran 6. Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 2

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara

28

Lampiran 7. Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 3

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara

Lampiran 8. Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 4

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara

29

Lampiran 9. Peta overlay skema hasil perhitungan Marxan terpilih skenario 5

dengan ekosistem penting di perairan Kepulauan Seribu Utara

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 November 1993 sebagai putra pertama dari pasangan Drs. Taufiq Rachman dan Dra. Rufiena Indriastity. Penulis merupakan lulusan dari Sekolah Menengah Atas Negeri 48 Jakarta pada tahun 2011. Pendidikan Sarjana ditempuh di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pendidikan Sertifikasi Selam A1 (One Star SCUBA Diving) POSSI-CMAS ditempuh pada tahun 2012. Kemudian dilanjutkan dengan Workshop

Scientific Diving di Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada akhir tahun 2012, dengan spesialisasi ikan terumbu. Pada bulan Juni 2015, penulis berkesempatan mengikuti kegiatan “Ekspedisi Nusantara Jaya 2015” dibawah pimpinan Menkomaritim Dr.Ir.Indroyono Susilo, M.Sc., bekerjasama dengan Kemenpora dan TNI-AL (KRI Banda Aceh, BAC-593). Pada bulan September - Oktober 2015, penulis berkesempatan mengikuti “Ekspedisi Maluku

Tenggara Barat” berupa program survei kelautan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Surveyor Indonesia, guna mendata ekosistem terumbu karang dan struktur komunitas ikan di Kepulauan Tanimbar. Pada bulan November 2015, penulis berkesempatan mengikuti kegiatan pendataan ekosistem terumbu karang dan struktur komunitas ikan di sekitar perairan Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, bekerjasama dengan PT. Timah (Persero) Tbk. Penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan selama 2 periode. Periode pertama dilalui dengan mandat sebagai Pelaksana Tugas Penanggungjawab Divisi Kaderisasi dan Kebijakan pada tahun 2013. Kemudian pada periode selanjutnya dipilih sebagai Kepala Divisi Kaderisasi dan Kebijakan pada tahun 2014. Penulis juga aktif pada komunitas musik tabuh perkusi EXPLORASI sejak tahun 2012 hingga tahun 2016. Prestasi yang telah diraih selama aktif dalam komunitas tersebut, yaitu Juara III cabang perkusi IPB Art

Contest 2013, dan Juara I cabang perkusi IPB Art Contest 2014.