identifikasi karang keras sebagai penunjang kawasan ...repository.ub.ac.id/8068/1/mohamad...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI KARANG KERAS SEBAGAI PENUNJANG KAWASAN
EKOWISATA DI PANTAI PUTRI MENJANGAN, BULELENG, BALI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
Oleh :
MOHAMAD FAISAL
NIM. 125080601111033
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
IDENTIFIKASI KARANG KERAS SEBAGAI PENUNJANG KAWASAN
EKOWISATA DI PANTAI PUTRI MENJANGAN, BULELENG, BALI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
MOHAMAD FAISAL
NIM. 125080601111033
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
3
4
JUDUL : Identifikasi karang keras sebagai penunjang kawasan
ekowisata di pantai putri menjangan, Buleleng, Bali
NAMA MAHASISWA : MOHAMAD FAISAL
NIM : 125080601111033
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Guntur, MS
Pembimbing 2 : Oktiyas Muzaky Luthfi, ST., M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : M. Arif Zainul Fuad S.Kel., M.Sc
Dosen Penguji 2 : Rarasrum Dyah K. S.Kel., M.Sc
Tanggal Ujian : 24 November 2017
5
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Mohamad Faisal
Nim : 125080601111033
Prodi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan skripsi yang berjudul
“Identifikasi Karang Keras Sebagai Penunjang Kawasan Ekowisata di Pantai Putri
Menjangan, Buleleng, Bali” adalah benar merupakan hasil tulisan dan hasil karya
saya sendiri, yang dibantu oleh dosen pembimbing. Adapun data dan informasi
yang diperoleh berasal dari beberapa sumber tertulis, dan sepanjang
sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan
atau dipublikasi oleh orang lain selain yang tertulis dalam laporan ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa laporan skripsi ini merupakan hasil penjiplakan (plagiasi), maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut, sesuai hukum yang
berlaku di Indonesia.
Malang, 24 November 2017
Mahasiswa,
Mohamad Faisal NIM. 125080601111033
6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Mohamad Faisal
NIM : 125080601111033
Tempat / Tgl Lahir : ....................................... Gresik, 21 September 1994
No. Tes Masuk P.T. : ............................................................... 4120122335
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan / Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan *)
Program Studi : Ilmu Kelautan
Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Agama : Islam
Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)
Alamat : Jl. KH. Kholil Gang 6D no. 27 Galangan RT. 04 RW. 02 Kel. Pekelingan Kab. Gresik
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2000 2006 MI Banin Banat NU Gresik
2 S.L.T.P 2006 2009 SMP N 4 Gresik
3 S.L.T.A 2009 2012 SMA NU 1 Gresik
4 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2012 2017 Universitas Brawijaya Malang
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan saya sanggup menanggung segala akibatnya.
Malang, November 2017 Hormat saya Mohamad Faisal NIM. 125080601111033
7
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan laporan skripsi ini.
2. Keluarga, terutama untuk kedua orang tua penulis. Bapak Miskan dan Ibu
Cholifah yang tiada henti-hentinya mensupport, memotivasi, dan yang
selalu memberikan dukungan moril maupun materi, serta do’a yang tak
pernah putus. Kakak dan adik di rumah yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Guntur, MS selaku dosen pembimbing I dan Bapak Oktiyas
Muzaky Luthfi, ST., M.Sc selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar
dalam membimbing demi penyelesaian laporan ini.
4. Pengurus dan pengelola NCF (Nature Conservation Forum ) Putri
Menjangan, yang telah mengizinkan melakukan penelitian di wilayahnya.
5. Bapak Abdul Hari dan Ibu Khusna yang telah membiayai selama penelitian
berlangsung, mengijinkan tinggal di rumah beliau selama berhari-hari, dan
terima kasih sudah menganggap saya sebagai anak sendiri.
6. Bapak Ketut Sutame dan Bu Wayan yang tanpa henti memberikan nasehat
dan pelajaran terkait penelitian, dunia penyelaman dan juga tak luput
memberikan nasehat dan pelajaran dalam berkeluarga di masa depan.
7. Bapak Santoso Wardoyo Ketua Pemadam Kebakaran Kota Batu, terima
kasih atas apa yang telah bapak ajarkan, semangat yang telah bapak
berikan, dan arahan yang selalu bapak arahkan.
8. Mas Marwi yang telah rela menjemput dan mengantarkan pulang ketika
saya sampai di Bali. Mas Rusli dan Pak Gatot yang mengajarkan tentang
kelestarian alam. Pak Wawan yang senantiasa mengajarkan tentang
8
agama islam dan juga budaya yang ada di Pulau Jawa maupun budaya
yang ada di Pulau Bali.
9. Mas Arif yang telah membantu mendapatkan buku terkait masalah
ekowisata dari Profesor Fredinand Yulianda.
10. Dewi Arista Anom S. seseorang yang spesial yang selalu memberi
semangat, dukungan, serta memberikan dorongan atas terselesainya
laporan ini.
11. Keluarga besar POSEIDON, yang telah memberi dukungan moril selama
perjalanan menyelesaikan laporan ini.
12. Saifur Rizal, Sigit Rijatmoko, Maulana Abd, Agung Rizqon, Gustiar B ayu
Angganie, Nyoman Januarsa, Yusuf Bachtiar terima kasih atas support dan
dukungan kalian untuk terselesainya laporan ini.
13. Teman – teman seperjuangan di Putri Menjangan (Ingga, Adit, Reza) yang
telah mendahului saya untuk lulus dari Ilmu Kelautan yang tercinta ini,
terima kasih atas support yang selalu kalian berikan dalam pelaksanaan
penelitian maupun penyelesaian laporan ini.
14. Martabhe Foundation (Jamal, Dimas, Fahri, Dliyak, Ghofar, Hakam), terima
kasih atas kebersamaan yang telah kita lakukan selama 5 tahun ini.
15. PMII Komisariat Brawijaya, terima kasih sudah mengajarkan berorganisasi
yang baik dan untuk teman – teman Kobra 2012 terima kasih telah menjadi
keluarga baru saya dan terima kasih atas motivasinya selama ini.
Malang, 24 November 2017
Mohamad Faisal NIM. 125080601111033
9
IDENTIFIKASI KARANG KERAS SEBAGAI PENUNJANG KAWASAN EKOWISATA DI PANTAI PUTRI MENJANGAN, BULELENG, BALI
Mohamad Faisal1, Guntur2, Oktiyas Muzaky Luthfi2
Abstrak
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas yang berada di daerah tropis.Wisata bahari merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di kawasan pesisir yang dapat memberikan dampak ekonomi, tetapi tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam secara berkelanjutan.Terumbu karang di pantai Putri Menjangan sangatlah beragam jenis dan bentuknya. Perubahan dari perairan yang tidak dimanfaatkan menjadi dimanfaatkan membuat pantai Putri Menjangan mengalami peningkatan aktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, genus karang, dan kesesuaian wisata snorkeling, diving, dan daya dukung kawasan di pantai Putri Menjangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode descriptive.Pengambilan data tutupan ekosistem karang menggunakan teknik UPT (Underwater Photo Transek), Analisis data wisata yang digunakan adalah analisis kesesuaian wisata snorkeling, diving dan daya dukung wisata.Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Kondisi ekosistem terumbu karang di pantai Putri Menjangan termasuk dalam kondisi rusak dengan rata-rata presentase penutupan sebesar 23,17%.Hasil perhitungan indeks ekologi di pantai Putri Menjangan adalah keanekaragaman sedang, keseragaman rendah, dan dominansi rendah. Ditemukan 1.345 karang hidup dari 19 genus dengan 11 lifeform yang berbeda.Hasil analisis kesesuaian wisata snorkeling didapatkan perhitungan rata-rata sebesar 61,72% dan wisata diving didapatkan sebesar 50,56%.Daya Dukung Kawasan untuk kegiatan wisata snorkeling yaitu dapat menampung wisatawan sebanyak 461 orang/hari, sedangkan untuk wisata diving dapat menampung sebanyak 369 orang/hari. Kata Kunci :Terumbu Karang, Kesesuaian Wisata, Daya Dukung Kawasan
1. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya 2. Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
IDENTIFICATION OF SCLERACTINIAN CORAL TO SUPPORT ECOTOURISM SITES
AT PANTAI PUTRI MENJANGAN, BULELENG, BALI Mohamad Faisal1, Guntur2, Oktiyas Muzaky Luthfi2
Abstract
Coral reefs are typical ecosystems that located in the tropical area. Marine ecotourism is one form of good tool of natural resources in the coastal areas that can provide economic impact, but still maintain the sustainability of natural resources in a sustainable manner. Coral reefs on the Putri Menjangan beach very diverse types and shapes. The change from the untapped waters to be utilized to make the Putri Menjangan beach has increased activity. This study aims to determine the condition of coral reef ecosystems, coral genus, and the suitability of snorkeling, diving, and carrying capacity of the Putri Menjangan beach area. The method used in this research is descriptive. Coral ecosystems cover data retrieval using techniques UPT (Underwater Photo Transect), travel data analysis used is the analysis of the suitability of snorkeling, diving and tourism carrying capacity. Results of the research show that the condition of the coral reef ecosystem on the Putri Menjangan beach included in the damaged condition with an average closing percentage of 23.17%. The result of calculation of ecological index at Putri Menjangan beach is medium diversity, low uniformity, and low dominance. Found 1,345 live coral from 19 genus with 11 different lifeform. The results of the snorkeling tourism suitability analysis obtained an average calculation of 61.72% and diving tourism obtained by 50.56%. Area Supporting Capacity for snorkeling activities that can accommodate tourists as much as 461 people / day, while for diving tours can accommodate as many as 369 people / day.
Keywords: Coral Reefs, Travel Suitability, Area Supporting Capacity
1. Student of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University. 2. Lecturers of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University
i
RINGKASAN
MOHAMAD FAISAL. Laporan skripsi tentang Identifikasi Karang Keras Sebagai Penunjang Kawasan Ekowisata di Pantai Putri Menjangan, Buleleng, Bali (di bawah bimbingan Guntur dan Oktiyas Muzaky Luthfi)
Terumbu karang di pantai Putri Menjangan sangatlah beragam jenis dan
bentuknya. Masyarakat di sekitar kawasan pantai Putri Menjangan saat ini sedang aktif melaksanakan program transplantasi karang. Transplantasi karang dilakukan yang bertujuan untuk merehabilitasi beberapa wilayah yang rusak akibat kondisi alam yang ekstrim dan aktifitas manusia yang merusak seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Perubahan dari perairan yang tidak dimanfaatkan menjadi dimanfaatkan membuat pantai Putri Menjangan mengalami peningkatan aktivitas.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan variabel genus karang dan wisata. Pengambilan data tutupan ekosistem karang menggunakan teknik UPT (Underwater Photo Transek), lalu diolah dengan menggunakan prangkat lunak ImageJ 1.46r dan diidentifikasi secara manual menggunakan acuan Kelley (2010) dan Veron (2000). Analisis data wisata yang digunakan adalah analisis kesesuaian wisata snorkeling, diving dan daya dukung wisata.
Kondisi ekosistem terumbu karang di pantai Putri Menjangan termasuk dalam kondisi rusak dengan rata-rata presentase penutupan sebesar 23,17%. Hasil perhitungan indeks ekologi di pantai Putri Menjangan adalah keanekaragaman sedang, keseragaman rendah, dan dominansi rendah. Ditemukan 1.345 karang hidup dari 19 genus dan 11 lifeform yang berbeda. Komposisi genus yang ditemukan adalah Acropora, Montipora, Seriatopora, Porites, Platygyra, Fungia, Galaxea, Coeloseris, Goniastrea, Leptastrea, Pocillopora, Podabacia, Stylophora, Favia, Leptoseris, Pavona, Leptoria, Turbinaria, Oulophyllia. Komposisi lifeform yang ditemukan adalah Coral Branching (CB), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Folliose (CF), Coral Submassive (CS), Coral Mushroom (CMR), Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Digitate (ACD), Acropora Submassive (ACS).
Hasil analisis kesesuaian wisata snorkeling untuk kawasan pantai Putri Menjangan didapatkan hasil perhitungan rata-rata sebesar 61,72% dan kesesuaian wisata diving didapatkan hasil sebesar 50,56%. Indeks kesesuaian untuk snorkeling dan diving termasuk dalam kategori cukup sesuai / S2 (IKW <83 - 50%). Daya Dukung Kawasan untuk kegiatan wisata snorkling yaitu dapat menampung wisatawan sebanyak 922 orang/hari, sedangkan untuk kegiatan wisata diving dapat menampung sebanyak 369 orang/hari.
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal Skripsi
dengan judul : “Identifikasi Karang Keras Sebagai Penunjang Kawasan Ekowisata di
Pantai Putri Menjangan, Buleleng, Bali”. Tujuan dibuatnya Laporan Skripsi ini adalah
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Laporan Skripsi ini menyajikan pokok-
pokok ulasan mengenai identifikasi karang tingkatan genus dan tingkat kesesuaian
wisata di pantai putri menjangan, Buleleng, Bali..
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada di
dalam proposal Skripsi ini. Demi kesempurnaan dari proposal skripsi ini maka penulis
membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menjadikan proposal
Skripsi yang lebih baik nantinya.
Malang, 24 November 2017
Mohamad Faisal NIM. 125080601111033
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................... 4
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... 7
RINGKASAN ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 5
DAFTAR TABEL .................................................................................................. 6
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... 7
1. PENDAHULUAN ............................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ......................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Kegunaan .................................................... Error! Bookmark not defined.
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Ekosistem Terumbu Karang ........................ Error! Bookmark not defined.
2.1.1 Morfologi Karang .................................. Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Sistem Reproduksi Karang ................... Error! Bookmark not defined.
2.1.3 Bentuk Pertumbuhan Karang ................ Error! Bookmark not defined.
2.1.4 Manfaat Terumbu Karang ..................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Wisata Bahari .............................................. Error! Bookmark not defined.
2.2.1 Pengembangan Wisata Bahari ............. Error! Bookmark not defined.
2.2.2 Pengaruh Wisata dan Ekonomi ............. Error! Bookmark not defined.
2.2.3 Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata .. Error! Bookmark not defined.
3. METODE PENELITIAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Alat dan Bahan ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.2.1 Alat ....................................................... Error! Bookmark not defined.
3.2.2 Bahan ................................................... Error! Bookmark not defined.
3.3 Penentuan Stasiun Penelitian...................... Error! Bookmark not defined.
3.4 Teknik Pengambilan Data ........................... Error! Bookmark not defined.
3.4.1 Parameter Lingkungan .......................... Error! Bookmark not defined.
3.4.2 Tutupan Karang Hidup .......................... Error! Bookmark not defined.
4
3.5 Pengolahan Data Karang ............................ Error! Bookmark not defined.
3.5.1 Perangkat Lunak ImageJ ...................... Error! Bookmark not defined.
3.5.2 Persentase Tutupan Karang Hidup ....... Error! Bookmark not defined.
3.5.3 Kerapatan Jenis .................................... Error! Bookmark not defined.
3.5.4 Indeks Ekologi ...................................... Error! Bookmark not defined.
3.5.4.1 Indeks Keanekaragaman ................ Error! Bookmark not defined.
3.5.4.2 Indeks Keseragaman...................... Error! Bookmark not defined.
3.5.4.3 Indeks Dominansi ........................... Error! Bookmark not defined.
3.6 Kesesuaian Wisata Snorkeling dan Diving .. Error! Bookmark not defined.
3.7 Analisa Daya Dukung Kawasan .................. Error! Bookmark not defined.
3.6 Skema Kerja ................................................ Error! Bookmark not defined.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................. Error! Bookmark not defined.
4.1 Hasil Penelitian ........................................... Error! Bookmark not defined.
4.1.1 Kondisi Umum Perairan ........................ Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Kondisi Terumbu Karang ...................... Error! Bookmark not defined.
4.1.2.1 Genus Karang yang Ditemukan ...... Error! Bookmark not defined.
4.1.2.2 Persentase Tutupan Karang Hidup . Error! Bookmark not defined.
4.1.2.3 Kerapatan Jenis ............................. Error! Bookmark not defined.
4.1.2.4 Indeks Ekologi ................................ Error! Bookmark not defined.
4.1.3 Kesesuaian Wisata Snorkeling dan DivingError! Bookmark not defined.
4.1.4 Daya Dukung Kawasan ........................ Error! Bookmark not defined.
4.1.5 Kondisi Parameter Perairan .................. Error! Bookmark not defined.
4.2 Pembahasan ............................................... Error! Bookmark not defined.
4.2.1 Karakteristik Terumbu Karang di Pantai Putri MenjanganError! Bookmark not defined.
4.2.2 Ekologi Karang dan Ekowisata Bahari .. Error! Bookmark not defined.
4.2.3 Terumbu Karang dan Parameter Kualitas PerairanError! Bookmark not defined.
4.2.4 Kesesuaian Wisata Snorkeling, Diving dan Daya Dukung KawasanError! Bookmark not defined.
5. PENUTUP ........................................................ Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran .......................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................................. Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reproduksi Karang (Campbell et al., 2003) ....... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel ............... Error! Bookmark not defined. Gambar 3. Transek Penelitian .............................. Error! Bookmark not defined. Gambar 4. Skema Kerja ....................................... Error! Bookmark not defined. Gambar 5. Grafik Tutupan Karang Hidup Berdasarkan StasiunError! Bookmark not defined. Gambar 6. Grafik Tutupan Karang Hidup Berdasarkan Lifeform Error! Bookmark not defined.
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Titik Koordinat Pengambilan Sampel ...... Error! Bookmark not defined. Tabel 2. Alat dan Fungsi ....................................... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. Bahan dan Fungsi ................................... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. Kriteria Persentase Penutupan Karang (Gomez dan Yap, 1988) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 5. Indeks Keseragaman .............................. Error! Bookmark not defined. Tabel 6. Matriks Kesesuaian Wisata Kategori Snorkeling ... Error! Bookmark not defined. Tabel 7. Matriks Kesesuaian Wisata Kategori DivingError! Bookmark not defined. Tabel 8. Kelimpahan Genus Karang pada Stasiun Pengamatan Error! Bookmark not defined. Tabel 9. Genus Karang yang Ditemukan .............. Error! Bookmark not defined. Tabel 10. Kerapatan Jenis Ekosistem Terumbu Karang ..... Error! Bookmark not defined. Tabel 11. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan DominansiError! Bookmark not defined. Tabel 12. Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Snorkeling dan Diving .......... Error! Bookmark not defined. Tabel 13. Daya Dukung Kawasan Pantai Putri Menjangan . Error! Bookmark not defined. Tabel 14. Kondisi Parameter kualitas Air Berdasarkan Stasiun Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi Umum Pantai Putri MenjanganError! Bookmark not defined. Lampiran 2. Tim Penelitian Lapang....................... Error! Bookmark not defined. Lampiran 3. Biota di Pantai Putri Menjangan ........ Error! Bookmark not defined. Lampiran 4. Kegiatan Lapang ............................... Error! Bookmark not defined. Lampiran 5. Presentase Tutupan Karang Hidup Berdasarkan Lifeform ........ Error! Bookmark not defined. Lampiran 6. Perhitungan Indeks Ekologi ............... Error! Bookmark not defined. Lampiran 7. Hasil ImageJ Stasiun 1 ..................... Error! Bookmark not defined. Lampiran 8. Hasil ImageJ Stasiun 2 ..................... Error! Bookmark not defined. Lampiran 9. Hasil ImageJ Stasiun 3 ..................... Error! Bookmark not defined. Lampiran 10. Perhitungan Nilai Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Snorkeling dan Diving ................................................................... Error! Bookmark not defined. Lampiran 11. Perhitungan Daya Dukung KawasanError! Bookmark not defined.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang merupakan kumpulan dari bagian - bagian
ekosistem laut yang terdiri atas beraneka jenis karang dan ikan karang. Ekosistem ini
penting bagi kelangsungan biota-biota laut karena kehidupan utamanya mereka
banyak tergantung pada karang seperti tempat tinggal, tempat mencari makan, dan
sebagai tempat berlangsungnya simbiosis mutualisme atau komensalisme (Fossa
dan Nilsen, 1996). Potensi terumbu karang di Indonesia juga memiliki beragam nilai
dan fungsi selain untuk biota laut, diantaranya nilai rekreasi (wisata bahari), nilai
produksi (sumber bahan pangan dan ornamental) dan nilai konservasi (sebagai
pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan di daerah pesisir, sumber
sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman abrasi). Terumbu karang
merupakan ekosistem yang khas yang terdapat di daerah tropis. Meskipun terumbu
karang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan dunia, namun hanya di daerah
tropis terumbu karang dapat berkembang biak dengan baik. Terumbu karang
terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan
oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme-organisme lain yang
menghasilkan kalsium karbonat.
Indonesia memiliki 113 spesies karang pada genus Acropora, 4 spesies pada
genus Anacropora, 12 spesies pada genus Astreopora, dan 135 spesies pada genus
Montipora telah diidentifikasi dan saat ini yang dikenali hanya 45 Spesies pada genus
Acroporidae. Sebaran karang di dunia terdapat 170 spesies pada genus Acropora, 7
spesies pada genus Anacropora, 12 spesies pada genus Astreopora, dan 73 spesies
pada genus Montipora. Famili Acroporidae memiliki tingkat keanekaragaman spesies
yang tinggi bila dibandingkan dengan famili lain pada ordo Scleractinia (Veron, 2000).
Banyak peran penting dari adanya terumbu karang seperti mendukung kelestarian
lingkungan, organisme laut dan sebagai pelindung pantai dari gelombang dan arus.
Terumbu karang juga mempunyai manfaat yang antara lain dapat menghasilkan nilai
ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Wisata Bahari merupakan salah satu jenis wisata yang berkembang di
Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan Negara kepulauan dan memiliki
potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Haris dan Godwin, 2002).
Sumberdaya pesisir dan lautan yang dapat ditemui di Indonesia antara lain populasi
ikan hias, terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Daerah yang memiliki
potensi pesisir dan pantai, pengembangan pariwisata pantai atau bahari merupakan
suatu tantangan yang menjanjikan, mengingat pariwisata merupakan sektor yang
mampu memberikan kontribusi tinggi bagi perekonomian (Hunger dan Whelen, 2003).
Wisata bahari merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang ada
dikawasan pesisir yang dapat memberikan dampak ekonomi tetapi tetap dapat
menjaga kelestarian sumberdaya alam secara berkelanjutan. Wisata Bahari banyak
dikaitkan dengan wisata yang menawarkan keindahan perairan suatu wilayah. Lokasi
wisata Bahari meliputi wisata danau, sungai, dan laut. Wisata bahari yang ditawarkan
di pantai Putri Menjangan yaitu air laut yang jernih, hamparan hutan mangrove yang
mencapai 30 Hektar dan juga keindahan serta keragaman terumbu karang di
sepanjang pantai Putri Menjangan.
Pengelolaan sumberdaya terumbu karang untuk kegiatan wisata bahari harus
mempunyai keseimbangan antara konservasi dan ekonomi, sehingga tidak terjadi
konflik yang mengakibatkan kerusakan sumberdaya terumbu karang (Tomboelu dkk,
2000). Pengembangan kawasan di suatu daerah sebagai tujuan wisata bahari tentu
saja akan membutuhkan data dan informasi dalam pengembangannya agar kegiatan
wisata yang dilakukan berjalan dengan baik dan tanpa merusak lingkungan. Kegiatan
wisata tidak jauh dari peran masyarakat maupun pemerintah sekitar dalam
pengelolaannya, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi yang melimpah tanpa
merusak lingkungan. Peran pemerintah dan juga masyarakat sangat dibutuhkan
dalam pengembangan suatu wilayah yang akan difungsikan sebagai kawasan wisata.
Pantai Putri Menjangan berada di Banjar Dinas Batu Ampar, Desa Pejarakan,
Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pantai Putri Menjangan
pada awalnya adalah kawasan tidak terkelola dan penuh dengan sampah anorganik
yang terdampar dari lautan. Ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang di
pantai Putri Menjangan berpotensi sebagai kawasan wisata, oleh karena itu beberapa
masyarakat lokal berinisiatif untuk membentuk organisasi Nature Conservation Forum
Putri Menjangan yang bertujuan untuk mengelola dan menciptakan kawasan
ekowisata bahari berbasis konservasi dan edukasi. Pantai Putri Menjangan resmi
dibuka pada tahun 2015. Kegiatan wisata yang ditawarkan adalah wisata jembatan
mangrove, snorkeling dan diving. Keterbatasan pengetahuan dari pihak pengelola
membuat tujuan mereka dalam menciptakan kawasan ekowisata bahari yang
konservatif terhambat, oleh karena itu penelitian di pantai Putri Menjangan sangat
dibutuhkan untuk membantu masyarakat lokal dalam membangun kawasan perairan
pantai Putri Menjagan sebagai kawasan wisata (Profil NCF Putri Menjangan, 2015).
Terumbu karang di pantai Putri Menjangan sangatlah beragam jenis dan
bentuknya. Masyarakat di sekitar kawasan pantai Putri Menjangan saat ini sedang
aktif melaksanakan program transplantasi karang dan juga pembibitan bbit mangrove.
Salah satu kondisi alam yang mengakibatkan kerusakan pada karang adalah suhu
perairan yang meningkat yang menyebabkan keputihan karang (bleaching) dan juga
arus kencang yang menyebabkan karang menjadi patah dan mati. Arus kencang juga
berpengaruh pada jenis karang yang tumbuh di pantai Putri Menjangan. Transplantasi
karang dilakukan yang bertujuan untuk merehabilitasi beberapa wilayah yang rusak
akibat kondisi alam yang ekstrim dan aktifitas manusia yang merusak seperti
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Perubahan dari perairan yang tidak
dimanfaatkan menjadi dimanfaatkan membuat pantai Putri Menjangan mengalami
peningkatan aktivitas. Kurangnya data terumbu karang dan juga belum adanya
penelitian yang mendukung tentang terumbu karang dalam pengembangan wisata
bahari yang memperhatikan kelestarian alam, maka perlu dilakukan penelitian
identifikasi karang, agar dapat mengetahui jenis-jenis terumbu karang yang hidup dan
cocok sebagai penunjang kawasan wisata di pantai Putri Menjangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka disusun
rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi ekosistem terumbu karang di pantai Putri Menjangan?
2. Apa saja genus karang yang ada di pantai Putri Menjangan ?
3. Bagaimana kesesuaian wisata snorkeling, diving dan daya dukung kawasan
di pantai Putri Menjangan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang yang ada di pantai Putri
Menjangan.
2. Mengetahui genus karang yang ada di pantai Putri Menjangan.
3. Mengetahui kesesuaian wisata snorkeling, diving dan daya dukung kawasan
di pantai Putri Menjangan.
1.4 Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi tentang
keberlanjutan terumbu karang sebagai penunjang kawasan wisata yang ada di pantai
Putri Menjangan. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mempermudah
pemantauan keadaan terumbu karang serta sebagai bahan acuan bagi penelitian
sejenis maupun penelitian yang akan dilakukan di sekitar daerah tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Terumbu Karang
Karang merupakan kelompok organisme yang hidup di dasar perairan laut
dangkal, terutama di daerah tropis. Di dalam klasifikasi hewan, karang termasuk
dalam kelompok besar Cnidaria/ Coelenterata (hewan berongga). Makanan karang
berasal dari 3 sumber yaitu plankton yang ditangkap melalui tentakel yang dilengkapi
sel penyengat pelumpuh mangsa (nematocyst), nutrisi organik yang diserap langsung
dari air dan senyawa organik yang dihasilkan zooxanthellae, yaitu sejenis algae yang
hidup di polip karang dan melakukan fotositesis, karena aktifitas fotosintesis tersebut,
maka peran cahaya matahari sangat penting. Selain cahaya, pertumbuhan terumbu
karang juga membutuhkan suhu, salinitas, kejernihan air, arus dan substrat (Ghufron,
2010).
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yang antara lain : Sebagai
gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap,
tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan dan tempat berlindung bagi hewan
laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus
biologi, kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang
sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun
tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai
dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan kontruksi. Di samping itu
terumbu karang mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung dan penyedia bagi
perikanan pantai termasuk di dalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya
berbagai hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi,
baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya (Suharsono, 2010).
2.1.1 Morfologi Karang
Selama hidupnya, polip menempati mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka
yang massif. Koralit memiliki beberapa sel septa yang tajam dan berbentuk daun yang
keluar dari dasar. Tiap polip merupakan hewan berlapis dua epidermis terluar yang
dipisahkan dari gastrodermis oleh mesoglea yang tak hidup. Simbiotik zooxanthellae
dilakukan di dalam lapisan gastrodermis (Nybakken ,1992).
Hewan karang atau polip memiliki sistem pencernaan sederhana di bagian
ujung mulut yang dikelilingi oleh tentakel, biasa disebut oral disk. Bagian tubuh polip
terbagi menjadi tentakel, mulut dan perut. Polip hidup pada skeleton yang berbentuk
seperti mangkuk (corallite) dan menutupinya dengan jaringan. Pada koralit terdapat
bagian septa, kosta dan wall (Kelley, 2010).
Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut
berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh
tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut dilanjutkan dengan
tenggorokan yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Di
dalam rongga perut terdapat semacam usus yang disebut dengan mesenteri filament
yang berfungsi sebagai alat pencerna. Dinding dari polip karang terdiri dari tiga lapisan
yaitu ektoderma, endoderma dan mesoglea. Ektoderma merupakan jaringan terluar
yang terdiri dari berbagai jenis sel yang antara lain sel mucus dan sel nematocyts.
Mesoglea merupakan jaringan yang di tengah berupa lapisan seperti jelly, di dalam
lapisan jelly terdapat fibril-fibril sedangkan di lapisan luar terdapat sel semacam sel
otot. Sedangkan jaringan endoderm berada di lapisan dalam yang sebagian besar
selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang (Suharsono, 2010).
2.1.2 Sistem Reproduksi Karang
Karang memiliki kemampuan reproduksi aseksual dan seksual. Reproduksi
secara aseksual terjadi apabila suatu polip berkembang dan mencapai ukuran
tertentu, lalu polip tersebut membelah dan hidup sebagai individu baru. Proses ini
berlaku bagi semua organisme untuk memperbesar koloni. Reproduksi secara
seksual terjadi dengan cara melepaskan sel telur dan dan sperma lalu terjadi
pembuahan di luar (broadcast spawning) ataupun terjadi pembuahan di dalam dan
dierami beberapa saat lalu dikeluarkan dalam bentuk planula (brooding). Planula akan
berenang bebas hingga mendapatkan tempat yang cocok untuk menetap pada dasar
perairan dan berkembang menjadi koloni baru (Veron, 2000).
Jenis kelamin karang dibedakan menjadi 2 yaitu hemaprodit dan gonoporik.
Jenis hemaprodit ini menghasilkan dua jenis kelamin dalam satu koloni atau individu.
Sedangkan gonoporik menghasilkan individu tunggal dalam satu koloni (Munasik,
2002). Karang memiliki 2 model reproduksi yaitu brooding (pembuahan di dalam) dan
spawning (pembuahan luar). Sesuai penelitian terdahulu dilakukan, masa reproduksi
seksual karang dapat dikelompokkan dalam tiga musim setiap tahun. Spawning
sebelum musim hujan (Oktober-November), spawning sewaktu atau sesudah musim
hujan (Januari-April) dan spawning atau pelepasan planulae sepanjang tahun. Setiap
belahan wilayah memiliki masa spwaning yang berbeda-beda tergantung dari jenis
terumbu karang dan faktor lingkungannya.
Gambar 1. Reproduksi Karang (Campbell et al., 2003)
Organ reproduksi karang berkembang diantara mesenteri filamen. Pada saat
tertentu organ-organ reproduksi terlihat dan pada waktu yang lain menghilang,
terutama untuk jenis-jenis karang yang hidup di daerah subtropis. Untuk karang yang
hidup di daerah tropis organ reproduksi ini dapat ditemukan sepanjang tahun karena
siklus reproduksinya terjadi sepanjang tahun. Indonesia sebagai negara tropik
memiliki suhu perairan yang relatif tinggi dengan variasi suhu yang kecil sehingga
karang-karang kemungkinan memiliki waktu reproduksi sepanjang tahun. Dalam satu
polip dapat kita temukan organ betina saja atau jantan saja atau kedua-duanya
(hermaprodit). Namun karang hermaprodit jarang yang mempunyai tingkat
pemasakan antara gonad jantan dan betina matang pada saat yang bersamaan
(Suharsono, 2010).
2.1.3 Bentuk Pertumbuhan Karang
English et al. 1994 mengkategorikan terumbu karang sebagai bagian dari
komunitas bentik dengan membagi karang menjadi dua kelompok besar yaitu
Acropora dan non-Acropora. Terdapat 5 bentuk pertumbuhan dari Acropora yaitu
Acropora encrusting (ACE), Acropora branching (ACB), Acropora tabulate (ACT),
Acropora digitate (ACT) dan Acropora submassive (ACS). Bentuk partumbuhan dari
non-Acropora yaitu Coral foliose (CF), Coral encrusting (CE), Coral branching (CB),
Coral submassive (CS), Coral mushroom (CMR), Coral massive (CM), Coral millepora
(CME), Coral heliopora (CHL).
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompeks.
Berkaitan dengan pembentukan terumbu karang terbagi atas dua kelompok yaitu
karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat
membentuk terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya
bersimbiosis dengan zooxanthellae yang membutuhkan sinar matahari untuk
membentuk bangunan kapur yang kemudian dikenal dengan reef building corals,
sedangkan kelompok ke dua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga
dikenal dengan noon-reef building corals yang secara normal hidupnya tidak
tergantung dengan sinar matahari (Veron, 1986).
Bentuk pertumbuhan karang keras dibagi menjadi dua, yaitu karang Acropora
dan non–Acropora (English et al., 1994). Perbedaan yang terdapat pada karang
Acropora dan non-Acropora, yaitu pada struktur skeletonnya. Karang Acropora
memiliki bagian tubuh yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-
Acropora hanya memiliki radial koralit. Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan
koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk
pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis,
(gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subreal exposure,
dan faktor genetik (Veron, 2000).
2.1.4 Manfaat Terumbu Karang
Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang penting baik dari segi sosial,
ekonomi maupun budaya masyarakat kita. Hampir sepertiga penduduk Indonesia
yang tinggal di pesisir menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal. Mereka
umunya masih menggunakan cara-cara tradisional terbatas. Disamping itu, terumbu
karang mempunyai nilai penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan
pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia bahan dan tempat budidaya berbagai
hasil laut. Terumbu karang juga berfungsi sebagai daerah rekreasi baik rekreasi pantai
maupun rekreasi bawah laut. Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai
sarana penelitian dan pendidikan serta sebagai tempat perlindungan biota-biota
langka (Veron, 2000).
Menurut Dahuri (2003), bahwa tingginya produktivitas primer di perairan
terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan
(spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding
ground) dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu, secara otomatis produksi ikan di
daerah terumbu karang sangat tinggi. Menurut Supriharyono (2000), bahwa banyak
organisme-organisme lain, seperti ikan, kerang, lobster, penyu yang juga berasosiasi
di ekosistem terumbu karang. Terumbu karang adalah rumah bagi banyak biota yang
ada di laut, dikarenakan fungsi atau manfaat terumbu karang yang sangat beragam
dan menduung untuk perkembangan biota dan juga ekosistem yang ada di laut.
2.2 Wisata Bahari
Wisata Bahari merupakan wisata yang bertujuan untuk menikmati keindahan
alam berupa yang berupa air. Wisata Bahari banyak di kembangkan di seluruh
perairan yang ada di Indonesia, melihat hasil dari pengembangan wisata bahari
tersebut dapat menghasilkan nilai ekonomi yang sangat membantu kebutuhan
masyarakat maupun pihak pemerintah setempat. Wisata Bahari merupakan wisata
yang banyak dikaitkan dengan danau, pantai, atau laut. Wisata bahari adalah suatu
kunjungan ke objek wisata, khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan,
menyelam dengan perlengkapan selam lengkap.
Wisata bahari merupakan kesan yang penuh makna bukan sematamata
memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan
pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung
untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang
mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran
bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dimasa kini dan dimasa
yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara
langsung maupun tidak langsung. Wisata bahari memiliki banyak aktivitas di laut,
dimana para wisatawan akan memanfaatkan laut atau perairan lainnya sebagai daya
tarik wisata (Gautama, 2011).
2.2.1 Pengembangan Wisata Bahari
Pengembangan adalah kegiatan untuk memajukan suatu tempat atau daerah
yang dianggap perlu ditata atau dikelola sedemikian rupa baik dengan cara
memelihara yang sudah berkembang atau menciptakan yang baru. Keberhasilan
pengembangan wisata bahari ada 3 faktor, yaitu : Tersedianya objek daya tarik wisata,
Adanya fasilitas sarana dan prasarana, dan faktor yang terakhir yaitu Terjadinya
fasilitas aminities yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan kenyamanan
kepada masyarakat (Yoeti, 1996). Pengembangan Wisata Bahari dapat dilakukan
dengan cara memulai dari suatu hal terkecil menuju hal yang terbesar. Peran
masyarakat untuk pengembangan suatu wilayah sangatlah penting dikarenakan
masyarakat adalah pelaku utama dalam pengembangan suatu wilayah.
Menurut Samsuridjal dan Kaelany (1997) dalam mengembangkan wisata
bahari mempunyai tantangan, antara lain :
1. Belum terbentuknya system pengembangan pariwisata yang terintegrasi
dengan infrastruktur, organisasi pengelolaan, dan sistem pemasaran
terpadu.
2. Rendahnya kesadaran masyarakat dan investor dalam negeri dalam
mengemban sumber daya laut.
3. Citra keamanan nasional dan pengelolaan sumber daya laut.
4. Peralatan wisata bahari digolongkan sebagai barang mewah sehingga
pajak mahal.
2.2.2 Pengaruh Wisata dan Ekonomi
Pariwisata bukan saja sebagai sumber devisa, tetapi juga merupakan faktor
dalam menentukan lokasi industri dalam perkembangan daerah-daerah yang miskin
sumber-sumber alam, sehingga perkembangan pariwisata adalah salah satu cara
untuk memajukan ekonomi di daerah-daerah yang kurang berkembang tersebut
sebagai akibat kurangnya sumberdaya alam (Yoeti, 1997). Keadaan alam yang
mendukung dapat dijadikan modal utama untuk pembangunan kawasan wisata.
Keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung
pada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara
berimbang kedalam sebuah rencana pengembangan pariwisata.
Kelincahan dalam berusaha harus dilakukan agar pendapatan selama musim
kedatangan wisatawan bisa menjadi penyeimbang bagi musim sepi wisatawan.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap ekonomi ada dua ciri, yaitu
produk pariwisata tidak dapat disimpan, dan ciri kedua yaitu permintaanya sangat
tergantung pada musim, berarti pada bulan tertentu ada aktivitas yang tinggi,
sementara pada bulan-bulan yang lain hanya ada sedikit kegiatan (Yoeti, 1990).
Kegiatan pariwisata yang hanya terjadi musiman akan terjadi 2 kemungkinan yaitu
kurang menguntungkannya untuk pihak pengelola dikarenakan akan terjadi
berkurangnya pendapatan pada daerah tersebut. Keuntungan yang didapat yaitu
pada saat sepi wisatawan, pihak pengelola dapat memanfaatkan waktu untuk
melaksanakan kegiatan pembersihan lingkungan ataupun perbaikan pada lingkungan
tersebut.
2.2.3 Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata
Pengembangan wisata bahari memerlukan kesesuaian sumberdaya dan
lingkungan pesisir yang sesuai dengan kriteria yang disyaratkan. Kesesuaian
sumberdaya pesisir dan lautan ditujukan untuk mendapatkan kesesuaian karakteristik
sumberdaya wisata. Kesesuaian karakteristik sumberdaya dan lingkungan untuk
pengembangan wisata dilihat dari aspek keindahan alam, keamanan, keterlindungan
kawasan, keanekaragaman biota, keunikan sumberdaya dan lingkungan dan
aksesibilitas (Yulianda, 2007). Persyaratan sumberdaya dan lingkungan
dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan wisata. Parameter fisik pantai dan perairan
lebih dominan untuk menjadi syarat dalam pembentukkan wisata pantai, sedangkan
pada wisata bahari selain parameter fisik, parameter biologi juga dipertimbangkan.
Analisis daya dukung diciptakan (tahun 1960) sebagai suatu metode untuk
menentukan batas-batas pembangunan dengan menggunakan angka, komputerisasi,
kalkulasi, dengan objektivitas. Hal ini belum bisa cukup sukses dalam mempengaruhi
kebijakan pemerintah karena kompleksitas parameter-parameternya dank arena
politisi, pengelola, dan administrator enggan untuk mengawali keputusannya dengan
computer. Meskipun demikian, konsep yang tidak ditentukan yang lebih kualitatif dan
partisipatif mengenai daya dukung telah sangat berguna dalam mempengaruhi kontrol
pengembangan, terutama dalam dunia pariwisata (Clark, 1991).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pantai Putri Menjangan, Buleleng, Bali. Kegiatan
penelitian dimulai dari survey lapang yang dilakukan pada bulan Februari - Juli dan
penelitian lapang pada bulan November 2016. Lokasi pengambilan sampel dapat
dilihat pada Gambar 2 dan titik koordinat pengambilan sampel pada Tabel 1.
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Tabel 1. Titik Koordinat Pengambilan Sampel
Stasiun Koordinat Lintang Bujur
1 8⁰ 7' 18'' LS 114⁰ 34' 29'' BT
2 8⁰ 7' 21'' LS 114⁰ 34' 23'' BT
3 8⁰ 7' 24'' LS 114⁰ 34' 16'' BT
Pemilihan titik lokasi stasiun pengukuran menggunakan metode purpossive
sampling. Berikut merupakan penjelasan mengenai tiap stasiunnya:
Stasiun 1 : Stasiun ini terletak di bagain Barat, dimana stasiun ini merupakan
stasiun yang dekat dengan kawasan zona inti. Selain itu, jarak yang masih
memungkinkan wisatawan menjangkau merupakan alasan pemilihan stasiun
ini dan juga tingkat tutupan karang yang sedang menjadikan alasan pemilihan
lokasi sebagai tempat pengukuran.
Stasiun 2 : Stasiun ini terletak pada mulut saluran air yang digunakan
wisatawan untuk memulai aktifitas wisata snorkeling dan diving. Selain
didasari tingginya aktifitas wisatawan pada titik ini, secara visual tutupan
karang yang cukup rapat adalah salah satu alasan pemilihan titik lokasi
sebagai stasiun pengukuran.
Stasiun 3 : Stasiun ini terletak pada bagian timur kawasan wisata snorkeling
dan diving Pantai Putri Menjangan. Pemilihan ini didasarkan kepada letaknya
yang merupakan salah satu objek wisata bawah air yaitu tulisan berbahan
dasar beton “Putri Menjangan”. Selain itu pengamatan secara visual juga
menunjukkan tutupan karang yang sedikit jumlahnya dan jarang.
3.2 Alat dan Bahan
Penelitian yang dilaksanakan dalam rentang waktu 3 bulan membutuhkan alat
dan bahan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan berupa alat pengukuran parameter lingkungan secara in
situ dan alat lainnya dalam menunjang penelitian hingga pembuatan laporan. Berikut
adalah tabel alat beserta fungsinya yang dijabarkan tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Fungsi
No Alat Spesifikasi/merk Fungsi
1 Kamera Underwater
Olympus Pengambilan data foto karang
2 Alat Selam Masker, Snorkel, fin
Membantu penelitian di perairan laut
3 Reflaktometer ‰ Mengukur kandungan salinitas air laut di kawasan penelitian
4 pH meter pHionLab pH 10 Mengukur kandungan pH air laut di kawasan penelitian
5 TDS oC Mengukur suhu dan tingkat kekeruhan air laut di kawasan penelitian
6 DO meter pHionLab DO 10 Mengukur kandungan oksigen terlarut pada air laut di kawasan penelitian
7 Alat Tulis Bolpoin, Pensil, dan Penghapus
Mencatat data
8 Laptop Lenovo Mengolah data dan membuat laporan
9 Gunting Ukuran sedang Memotong benang 10 GPS Garmin 76 Menandai lokasi penelitian
3.2.2 Bahan
Bahan digunakan hanya untuk sekali pakai, bahan yang digunakan untuk
menunjang penelitian terumbu karang dijabarkan dalam tabel 3 dilengkapi dengan
kegunaan dari bahan tersebut.
Tabel 3. Bahan dan Fungsi
No Bahan Spesifikasi Fungsi
1 Cool box Styrofoam Wadah media selama diperjalanan
2 Map plastic Penanda pada media 3 Aquades Membersihkan alat pengukur
parameter lingkungan 4 Tissu Passeo Mengeringkan alat pengukur
parameter lingkungan 5 Pipa parallon Lion star Membuat transek kuadran
3.3 Penentuan Stasiun Penelitian
Penentuan stasiun penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sample atau metode yang dilakukan secara sengaja dengan maksud
adanya pertimbangan tertentu, sedangkan pertimbangan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan objek yang diteliti dan juga lokasi yang cocok untuk dilakukan penelitian.
3.4 Teknik Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer. Penelitian ini didominasi oleh data
primer karena lokasi penelitian baru dibuka pada tahun 2015 dan terhitung belum
mencapai satu tahun dari dilaksanakannya penelitian, sehingga tidak ada penelitian
pendahuluan yang dapat dijadikan sebagai data acuan. Pengambilan data dalam
penelitian skripsi ini dilakukan dengan tahap pengambilan foto karang yang diambil
langsung saat di lapang.
3.4.1 Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diamati pada penelitian ini berupa parameter fisika
dan kimia. Parameter fisika meliputi suhu, kecerahan dan tingkat kekeruhan air,
sementara parameter kimia meliputi salinitas, pH dan DO. Pengambilan data suhu
dan kekeruhan air menggunakan alat digital berupa TDS. Kecerahan perairan diamati
secara visual karena kedalaman perairan pada lokasi pengamatan hanya 3-8 meter
sehingga sudah dapat dipastikan kecerahan mencapai dasar perairan. Salinitas
diamati menggunakan alat konvensional yaitu reflaktometer, sementara pH dan DO
meter diamati menggunakan alat digital berupa pH meter dan DO meter.
Pengukuran parameter perairan bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan
pada tiap stasiun pengamatan, kualitas perairan menjadi salah satu faktor penting
sebagai dasar analisis pada penelitian ini. Pengambilan data parameter lingkungan
dilakukan pada tiap stasiun dengan 3 kali pengulangan dengan selang waktu 5-10
menit, hal ini dilakukan guna mendapatkan hasil yang akurat.
3.4.2 Tutupan Karang Hidup
Pengambilan data penutupan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan
metode UPT (Underwater Photo Transect) sepanjang 20 meter di tiap stasiun. Metode
ini dilakukan dengan cara memasang roll meter sejajar garis pantai di dasar perairan
agar kedalaman lokasi pengamatan sama. Transek yang digunakan adalah transek
kuadran dari paralon berukuran 1 x 1 meter dengan tali pembatas pada bagian
tengahnya, sehingga transek tersebut terbagi menjadi 4 bagian. Setelah roll meter
dibentangkan, letakan transek kuadran diatas rol meter dan usahakan roll meter
berada persis di tengah transek kuadran. Foto transek kuadran pada 5 bagian,
pertama foto keseluruhan transek, kedua foto salah satu bagian di dalam transek
dimulai dari bagian atas kanan, kemudian foto ketiga pada bagian bawah kanan dan
seterusnya mengikuti arah jarum jam. Transek kuadran kemudian digulingkan
mengikuti alur roll meter dan difoto dengan cara yang sama seperti sebelumnya,
begitu seterusnya hingga batas rol meter dibentangkan. Foto diusahakan tegak turus
dengan transek untuk keakuratan data.
Gambar 2. Transek Penelitian
3.5 Pengolahan Data Karang
Foto hasil pengambilan data lapang dengan menggunakan metode UPT,
kemudian diolah menggunakan perangkat lunak ImageJ 1.46r untuk mendapatkan
data berupa jumlah individu dan luasan penutupannya. Identifikasi dilakukan secara
visual mengacu pada Kelley (2010) dan Veron (2000), kemudian hasil identifikasi
dipadukan dengan data yang di hasilkan oleh perangkat lunak ImageJ. Pengolahan
data dilanjutkan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2013 untuk
mendapatkan hasil persentase penutupan karang hidup, kerapatan jenis terumbu
karang, dan indeks ekologi.
3.5.1 Perangkat Lunak ImageJ
ImageJ adalah perangkat lunak untuk pengolahan gambar digital berbasis
pemrograman java yang dibuat oleh Wayne Rasband dari Research Services Branch,
National Institute of Mental Health, Bethesda, Maryland, USA. Perangkat lunak ini
salah satu peralatan analisa ambar kualitatif yang handal dan sangat berguna untuk
dunia penelitian. Aplikasi ini bebas diakses dan dirancang mudah untuk digunakan
sehingga sangat membantu dalam mengolah foto di berbagai ilmu pengetahuan
(Ferreira dan Rasband, 2012).
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak ImageJ 1.46r untuk menghitung
luasan penutupan karang melalui foto yang telah diambil menggunakan metode UPT
(Underwater Photo Transect). Hasil dari pengolahan foto menggunakan prangkat
lunak ImageJ adalah luasan terumbu karang pada tiap individu, identifikasi karang
menggunakan metode visual menggunakan alat bantu buku Coral Finder. Setelah foto
diolah maka akan diketahui jenis, jumlah dan luasannya. Data yang dihasilkan
tersebut menjadi data dasar untuk analisisis kerapatan jenis, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi.
3.5.2 Persentase Tutupan Karang Hidup
Perhitungan data yang digunakan untuk mengetahui sebaran komunitas dan
persentase penutupan karang hidup menurut English et al., (1994) menggunakan
rumus sebagai berikut:
L =Li
N …………………………………………………..………….…(rumus 1)
Keterangan : L : Persentase penutupan karang
Li : Luasan total terumbu karang (cm²)
N : Total luasan transek (cm²)
Tabel 4. Kriteria Persentase Penutupan Karang (Gomez dan Yap, 1988)
Persentase Penutupan (%)
Kriteria
0 – 24,9 Rusak 25 – 49,9 Sedang 50 – 74,9 Baik 75 – 100 Sangat Baik
3.5.3 Kerapatan Jenis
Menurut Brower et al., (1990) Kerapatan jenis terumbu adalah jumlah individu
per satuan luas. Satuan luas yang digunakan pada umumnya adalah m2. Karang
dihitung dengan menggunakan rumus :
D =ni
A ………………….………………………………………………(rumus 2)
Keterangan : D : Kerapatan jenis (individu/m²)
ni : Jumlah total individu jenis ke-i
A : Luas total habitat yang disampling (m2)
3.5.4 Indeks Ekologi
3.5.4.1 Indeks Keanekaragaman
Menurut Brower et al., (1990) keanekaragaman spesies dapat dikatakan
sebagai keheterogenan spesies dan merupakan ciri khas struktur komunitas. Rumus
yang digunakan untuk menghitung keanekaragaman adalah rumus Shannon-Wiener
sebagai berikut :
H′ = − ∑ (pi ln pi)𝑠
𝑖=1 ………………………….……………………(rumus 3)
Keterangan : H' : lndeks Keanekaragaman
pi : Jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah individu
semua spesies (ni/N)
S : Jumlah spesies
Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon ditentukan berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
H' < 1 : keanekaragaman spesies rendah, tekanan ekologi sangat kuat
1 ≤ H' < 3 : keanekaragaman spesies sedang
H' > 3 : keanekaragaman spesies tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem
3.5.4.2 Indeks Keseragaman
Menurut Krebs (1972) keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan
yaitu komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks
Keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut :
E =H’
H max……………………………………...………………………..(rumus 4)
Keterangan : E : lndeks Keseragaman
H’ : Indeks Keanekaragaman
H max : Log S
S : Jumlah Spesies
Nilai indeks keseragaman ini berkisar antara 0-1. Jika indeks keseragaman mendekati
nilai 0, maka dalam ekosistem ada kecenderungan terjadi dominansi spesies yang
disebabkan oleh adanya ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan dan populasi. Bila
indeks keseragaman mendekati 1, maka hal ini menunjukkan bahwa ekosistem
tersebut dalam kondisi yang relatif stabil.
Tabel 5. Indeks Keseragaman
No. Indeks Keseragaman Kategori
1 E < 0.3 Rendah 2 E = 0.3 – 0.6 Sedang 3 E > 0.6 Tinggi
3.5.4.3 Indeks Dominansi
Menurut Krebs (1972) untuk mengetahui ada tidaknya dominansi spesies
tertentu digunakan Indeks Dominansi dengan rumus Simpson sebagai berikut :
C = ∑ (pi)²𝑠
𝑖=1 ………………………….…………….………………(rumus 5)
Keterangan : C : Indeks Dominasi
pi : Jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah individu
semua spesies (ni/N)
S : Jumlah Spesies
Nilai Indeks Dominansi berkisar antara 0 - 1. Jika indeks dominansi mendekati 0
berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti indeks
keragaman yang tinggi. Apabila indeks dominansi mendekati 1 berarti ada salah satu
genera yang mendominasi dan nilai indeks keragaman semakin kecil. Jadi indeks
dominansi ini berhubungan terbalik dengan keragaman dan keseragaman sedangkan
keragaman dan keseragaman mempunyai hubungan positif.
0 < C ≤ 0,5 : dominansi rendah
0,5 < C ≤ 0,75 : dominansi sedang
0,75 < C ≤ 1 : dominansi tinggi
3.6 Kesesuaian Wisata Snorkeling dan Diving
Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan
yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Matriks kesesuaian
untuk wisata bahari kategori snorkeling dan diving disusun berdasarkan kepentingan
setiap parameter untuk mendukung kegiatan tersebut. Kesesuaian wisata bahari
kategori snorkeling mempertimbangkan beberapa parameter antara lain kecerahan
perairan, tutupan karang, jenis lifeform, jumlah ikan karang, kecepatan arus,
kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan data karang. Kesesuaian wisata
bahari kategori diving mempertimbangkan beberapa parameter untuk kesesuaiannya
antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis lifeform, jumlah ikan
karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang.
Masing-masing parameter dalam matriks kesesuaian ini memiliki skor dan
bobot yang berbeda berdasarkan tingkat kepentingan terhadap wisata bahari. Kelas
kesesuaian dibagi dalam empat kelas, yaitu : Kategori S1 (IKW 100 – 83 %) Kelas ini
tergolong higly suitable (sangat sesuai), Kategori S2 (IKW <83 – 50 %) Kelas ini
tergolong quite suitable (cukup sesuai), Kategori S3 (IKW <50 – 17 %) Kelas ini
tergolong sebagai kelas sesuai bersyarat, Kategori TS (IKW <17%) Kelas ini tergolong
not suitable (tidak sesuai).
Kriteria – kriteria yang disarankan untuk kawasan wisata bahari dalam hal
snorkeling dan diving sebagai berikut.
Tabel 6. Matriks Kesesuaian Wisata Kategori Snorkeling
No Parameter Skor Bobot Keterangan
1 Tutupan komunitas karang (%)
5
>75 3 S1 (Sangat Sesuai) >50- 75 2 S2 (Cukup Sesuai) 25- 50 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <25 0 TS (Tidak Sesuai) 2 Jenis life form
3
>12 3 S1 (Sangat Sesuai) <7- 12 2 S2 (Cukup Sesuai) 4- 7 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <4 0 TS (Tidak Sesuai) 3 Jenis ikan karang
3
>50 3 S1 (Sangat Sesuai) 30-50 2 S2 (Cukup Sesuai) 10- <30 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <10 0 TS (Tidak Sesuai) 4 Kecerahan perairan (%)
5
100 3 S1 (Sangat Sesuai) 80- <100 2 S2 (Cukup Sesuai) 20- <50 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <20 0 TS (Tidak Sesuai) 5 Kecepatan arus (cm/s)
1
0- 15 3 S1 (Sangat Sesuai) >15- 30 2 S2 (Cukup Sesuai) >30- 50 1 S3 (Sesuai Bersyarat) >50 0 TS (Tidak Sesuai)
6 Kedalaman terumbu karang (m)
1
1- 3 3 S1 (Sangat Sesuai) >3- 6 2 S2 (Cukup Sesuai) >6- 10 1 S3 (Sesuai Bersyarat) >10 0 TS (Tidak Sesuai)
Sumber: Yulianda (2007) dan Hasil Modifikasi (2017) Keterangan: Jumlah = Skor X bobot
Nilai Maksimum = 54
Tabel 7. Matriks Kesesuaian Wisata Kategori Diving
No Parameter Skor Bobot Keterangan
1 Tutupan karang (%)
5
>75 3 S1 (Sangat Sesuai) >50- 75 2 S2 (Cukup Sesuai) 25- 50 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <25 0 TS (Tidak Sesuai) 2 Jenis life form
3
>12 3 S1 (Sangat Sesuai) >7- 12 2 S2 (Cukup Sesuai) 4- 7 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <4 0 TS (Tidak Sesuai) 3 Jenis ikan karang
5
>100 3 S1 (Sangat Sesuai) >50- 100 2 S2 (Cukup Sesuai) 20- 50 1 S3 (Sesuai Bersyarat)
<20 0 TS (Tidak Sesuai)
4 Kecerahan air (%)
5
>80 3 S1 (Sangat Sesuai) 50- 80 2 S2 (Cukup Sesuai) 20- <50 1 S3 (Sesuai Bersyarat) <20 0 TS (Tidak Sesuai) 5 Kecepatan arus (cm/s)
1
0- 15 3 S1 (Sangat Sesuai) >15- 30 2 S2 (Cukup Sesuai) >30- 50 1 S3 (Sesuai Bersyarat) >50 0 TS (Tidak Sesuai) 6 Kedalaman karang (m)
1
6- 15 3 S1 (Sangat Sesuai) >15- 20 2 S2 (Cukup Sesuai) >20- 30 1 S3 (Sesuai Bersyarat) >30 0 TS (Tidak Sesuai)
Sumber: Yulianda (2007) dan Hasil Modifikasi (2017) Keterangan: Jumlah = Skor X bobot Nilai Maksimum = 60
3.7 Analisa Daya Dukung Kawasan
Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan ekowisata bahari di
suatu wilayah dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-
pulau kecil secara lestari. Alam memiliki kemampuan untuk menerima gangguan atau
tekanan dari manusia dalam jumlah tertentu dan dapat memulihkan diri secara alami.
Namun jika gangguan tersebut dalam jumlah yang besar maka dapat terjadi
kerusakan lingkungan, oleh karena itu, pengembangan kegiatan wisata seharusnya
disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya (Pragawati, 2009).
Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik
dapat ditampung kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan daya dukung kawasan menggunakan
rumus (Yulianda 2007):
𝐷𝐷𝐾 = 𝐾 𝑥 𝐿𝑝
𝐿𝑡 𝑥
𝑊𝑡
𝑊𝑝…………………………………………………..(rumus 8)
Keterangan : DDK : Daya Dukung Kawasan
K : Potensi ekologis penunjang per satuan unit area
Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit area yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
tertentu
Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan
wisata dalam satu hari
Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap
kegitan tertentu
Daya dukung kawasan hendaknya disesuaikan dengan karakteristik
sumberdaya dan peruntukannya, oleh karena itu diperlukan informasi tentang kondisi
sumberdaya agar kelestariannya tetap dapat dipertahankan. Kebutuhan manusia
akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang yang bersifat horizontal untuk dapat
bergerak bebas dalam setiap kegiatannya dan tidak merasa terganggu oleh
wisatawan lainnya.
Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dapat dihitung berdasarkan lama waktu
yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu
pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk wisatawan (Wt).
Waktu kawasan adalah lama waktu area tersebut dibuka oleh pengelola dalam satu
hari.
3.6 Skema Kerja
Berikut adalah skema kerja pada penelitian ini yang dilakukan pada pantai
Putri Menjangan, Desa Pajarakan, Bali.
Observasi Awal Pengamatan Ekosistem Terumbu karang
Pengamatan Kondisi Masyarakat Lokal
Menentukan Stasiun Pengamatan
Foto koloni karang
Pengambilan Data dan Sampel
Mengambil Data Parameter Lingkungan
Analisis Data Kesesuaian Hasil
Identifikasi (coral finder dan ImageJ)
Gambar 3. Skema Kerja
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Kondisi Umum Perairan
Pantai Putri Menjangan berada di Banjar Dinas Batu Ampar, Desa Pejarakan,
Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pantai Putri Menjangan
pada awalnya adalah kawasan tidak terkelola dan penuh dengan sampah anorganik
yang terdampar dari lautan, kemudian masyarakat lokal membentuk organisasi
Nature Conservation Forum Putri Menjangan yang bertujuan untuk mengelola dan
menciptakan kawasan ekowisata bahari berbasis konservasi. Pantai Putri Menjangan
ini resmi dibuka pada akhir tahun 2015 dengan menawarkan kegiatan wisata berupa
jembatan mangrove, snorkeling dan diving (Profil NCF Putri Menjangan 2015).
Ekositem terumbu karang pada pantai Putri Menjangan berada pada reef flat
dengan kedalaman 3 sampai 7 meter. Kondisi ekosistem terumbu karang tergolong
baik dengan jumlah dan keanekaragaman spesies yang melimpah. Secara garis
besar kondisi fisik pantai Putri Menjangan memiliki visibilitas yang baik karena
Intensitas cahaya matahari sampai pada dasar perairan, perairan pantai ini juga
memiliki arus dan gelombang yang cukup tenang.
4.1.2 Kondisi Terumbu Karang
4.1.2.1 Genus Karang yang Ditemukan
Pantai Putri Menjangan memiliki ekosistem terumbu karang dengan
keragaman genus. Pengamatan yang dilakukan pada tiga stasiun dengan total luasan
60 m² menghasilkan data (Tabel 8) berupa jumlah koloni sebanyak 1.345 yang
termasuk kedalam 19 Genus.
Tabel 1. Kelimpahan Genus Karang pada Stasiun Pengamatan
No Genus Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Jumlah
1 Acropora 15 22 10 47 2 Montipora 90 187 22 299 3 Seriatopora 131 143 38 312 4 Porites 164 124 156 444 5 Platygyra 7 0 1 8 6 Fungia 13 21 8 42 7 Galaxea 10 9 5 24 8 Goniastrea 12 16 20 48 9 Coeloseris 6 6 14 26 10 Leptastrea 4 4 7 15 11 Pocillopora 3 3 2 8 12 Podabacia 2 13 7 22 13 Stylophora 6 2 4 12 14 Favia 3 3 14 20 15 Leptoseris 1 1 2 4 16 Pavona 1 3 0 4 17 Leptoria 0 2 1 3 18 Turbinaria 0 1 5 6 19 Oulophyllia 0 0 1 1
Jumlah 468 560 317 1345
Tabel 8 adalah data individu karang berdasarkan genus di setiap stasiun, hasilnya
menunjukan bahwa genus yang paling melimpah adalah Porites baik pada Stasiun 1,
2, maupun 3 dengan total individu sebanyak 444. Terdapat 16 genus berbeda pada
stasiun 1. Genus pada stasiun 2 adalah 17, sedangkan stasiun 3 adalah stasiun
pengamatan yang memiliki keanekaragaman paling banyak genusnya, yaitu 18
genus.
Tabel 2. Genus Karang yang Ditemukan
No Genus Gambar
1 Acropora
No Genus Foto Lapangan
2 Montipora
3 Seriatopora
4 Porites
5 Platygyra
No Genus Foto Lapangan
6 Fungia
7 Galaxea
8 Goniastrea
9 Coeloseris
No Genus Foto Lapangan
10 Leptastrea
11 Pocillopora
12 Podabacia
13 Stylophora
No Genus Foto Lapangan
14 Favia
15 Leptoseris
16 Pavona
17 Leptoria
No Genus Foto Lapangan
18 Turbinaria
19 Oulophyllia
4.1.2.2 Persentase Tutupan Karang Hidup
Rata-rata persentase penutupan karang hidup pada pantai Putri Menjangan
adalah 23,17%. Persentase tertinggi adalah stasiun 2 dengan nilai tutupan karang
hidup sebesar 26,27%, dan yang terendah adalah stasiun pengamatan 1 dengan
tutupan karang hidup sebesar 21%. Grafik persentase tutupan di pantai Putri
Menjangan secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 1. Grafik Tutupan Karang Hidup Berdasarkan Stasiun Presentase penutupan karang hidup dijabarkan lebih jelas pada grafik yang
menunjukan komposisi genus pada setiap stasiun.
21.00
26.27
22.24
stasiun 1 stasiun 2 Stasiun 3
Penutu
pan K
ara
ng
Hid
up (
%)
Gambar 2. Grafik Tutupan Karang Hidup Berdasarkan Lifeform di tiga stasiun penelitian a. Stasiun 1, b. Stasiun 2, c. Stasiun 3
17.10
75.89
1.08 0.65 0.44 1.02 0.86 0.80 2.16
CB CM CE CF CMR ACT ACE ACB ACD
Penutu
pan K
ara
ng H
idup (
%)
a
52.22
37.61
0.72 0.65 0.71
6.50
0.01 0.91 0.67
CB CM CE CF CMR ACT ACS ACB ACD
Pen
utu
pan
Kara
ng
Hid
up
(%
)
b
6.56
82.31
0.774.20
1.68 0.47 2.51 1.48
CB CM CE CF CS CMR ACB ACD
Pen
utu
pan
Kara
ng
Hid
up
(%
)
c
Presentase penutupan karang hidup terluas pada ketiga stasiun memiliki sedikit
perbedaan, dimana tutupan pada stasiun 1 dan 3 lifeform terluas adalah Coral
Massive (CM) , dan pada stasiun 2 lifeform terluas adalah Coral Branching (CB).
Persentase tutupan terluas yang lain adalah Acropora Tabulate (ACT) di stasiun 2
yaitu 6,50%, sementara persentase tutupan terendah dari ketiga stasiun berada di
stasiun 2 yaitu life form Acropora Submassive (ACS) 0,01%.
4.1.2.3 Kerapatan Jenis
Kerapatan jenis ekosistem terumbu karang setiap stasiun memiliki nilai yang
berbeda, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Berikut adalah data kerapatan
genus (Tabel 10) ekosistem terumbu karang yang didapatkan pada setiap stasiun
penelitian di pantai Putri Menjangan.
Tabel 3. Kerapatan Jenis Ekosistem Terumbu Karang
No Genus D = individu/m²
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Acropora 0.75 1.10 0.50
2 Montipora 4.50 9.35 1.10
3 Seriatopora 6.55 7.15 1.90
4 Porites 8.20 6.20 7.80
5 Platygyra 0.35 0.00 0.05
6 Fungia 0.65 1.05 0.40
7 Galaxea 0.50 0.45 0.25
8 Goniastrea 0.60 0. 80 1.00
9 Coeloseris 0.30 0.30 0.70
10 Leptastrea 0.20 0.20 0.35
11 Pocillopora 0.15 0.15 0.10
12 Podabacia 0.10 0.65 0.35
13 Stylophora 0.30 0.10 0.20
14 Favia 0.15 0.20 0.70
15 Leptoseris 0.05 0.05 0.10
16 Pavona 0.05 0.15 0.00
17 Leptoria 0.00 0.10 0.05
18 Turbinaria 0.00 0.05 0.25
19 Oulophyllia 0.00 0.00 0.05
Stasiun 1 dan 3 memiliki nilai kerapatan jenis tertinggi pada genus Porites, dimana
pada stasiun 1 nilai kerapatan Porites yang didapatkan yaitu sebesar 8,2m²,
sedangkan pada stasiun 2 didapatkan sebesar 7,8m². Stasiun 2 nilai kerapatan jenis
tertinggi pada genus Montipora yaitu sebesar 9,35m². Stasiun 1 memiliki 3 genus
dengan nilai kerapatan jenis diatas 1, selebihnya tidak mencapai 1 yang berarti
kerapatan jenis tersebut tidak terdapat di tiap 1m². Stasiun 2 memiliki 5 genus dan
stasiun 3 memiliki 3 genus.
4.1.2.4 Indeks Ekologi
Indeks ekologi mencakup indeks keanekaragaman, keseragaman dan
dominansi. Hasil ketiga indeks tersebut dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi
Stasiun Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
1 1.25 0.58 0.43 2 1.10 0.50 0.44 3 1.05 0.51 0.49
Hasil perhitungan keanekaragaman spesies didapatkan nilai tertinggi yaitu
pada stasiun 1 dengan nilai 1,25, kemudian stasiun 2 didapatkan nilai
keanekaragaman sebesar 1,10, dan pada stasiun 3 nilai keanekaragaman yaitu 1,05.
Mengacu pada kriteria Shannon-Wiener, nilai dari ketiga stasiun tersebut termasuk
keanekaragaman sedang (1 ≤ H' < 3).
Mengacu pada Krebs (1972) indeks keseragaman yang didapat pada stasiun
penelitian di pantai Putri Menjangan tergolong rendah, dimana pada stasiun 1
didapatkan hasil keseragaman sebesar 0,58, stasiun 2 didapatkan nilai sebesar 0,50,
dan untuk keseragaman pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,51. Nilai keseragaman di
ketiga stasiun tersebut masih mengarah ke kriteria baik walaupun berada pada batas
kategori rendah.
Hasil perhitungan indeks dominansi pada stasiun 1 didapatkan nilai dominansi
sebesar 0,43, stasiun 2 sebesar 0,44, dan stasiun 3 sebesar 0,49. Mengacu pada
kriteria rumus Simpson, nilai indeks dominansi ketiga stasiun tersebut termasuk dalam
kategori dominansi rendah (0 < C ≤ 0,5), sehingga dapat disimpulkan bahwa
ekosistem terumbu karang pada pantai Putri Menjangan relative stabil karena tidak
ada spesies yang mendominasi.
4.1.3 Kesesuaian Wisata Snorkeling dan Diving
Pengukuran Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) snorkeling dan diving dilakukan
di pantai Putri Menjangan dapat dilihat pada lampiran 10. Berikut merupakan hasil
pengukuran IKW snorkeling dan diving berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan:
Tabel 5. Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Snorkeling dan Diving
Stasiun Snorkeling Diving
Ni IKW (%) Kesesuaian Ni IKW (%) Kesesuaian
Stasiun 1 29 53,70% S2 27 45,00% S3
Stasiun 2 39 72,22% S2 37 61,67% S2
Stasiun 3 32 59,26% S2 27 45,00% S3
Rata-rata 33,33 61,72% S2 30,33 50,56% S2
Nilai indeks kesesuaian wisata snorkeling untuk kawasan pantai Putri
Menjangan didapatkan hasil perhitungan diantaranya stasiun 1 sebesar 53,70% (S2),
stasiun 2 sebesar 72,22% (S2), dan stasiun 3 sebesar 59,26% (S2). Rata-rata hasil
perhitungan yang didapatkan pada semua stasiun sebesar 61,72% dan termasuk
dalam Kategori S2, dimana kelas ini termasuk kelas cukup sesuai (IKW <83 – 50%).
Indeks kesesuaian wisata diving untuk kawasan pantai Putri Menjangan
didapatkan hasil perhitungan diantaranya stasiun 1 sebesar 45,00% (S3), stasiun 2
sebesar 61,67% (S2), dan stasiun 3 sebesar 45,00% (S2). Rata-rata hasil perhitungan
yang didapatkan pada semua stasiun sebesar 50,56% dan termasuk dalam Kategori
S2, dimana kelas ini termasuk kelas cukup sesuai (IKW <83 – 50%).
4.1.4 Daya Dukung Kawasan
Lingkungan memiliki batas kapasitas dalam menampung sumberdaya
wisatawan yang ada. Perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK) sangat penting
mengingat alam memiliki batasan dalam hal daya tampung. Kegiatan wisata di wilayah
pantai Putri Menjangan yang dapat dimaksimalkan merupakan wisata snorkeling dan
diving. Pantai Putri Menjangan yang dimanfaatkan sebagai kawasan wisata akan
menerima tekanan dari wisatawan dan hal itu bisa menjadi ancaman apabila alam
tidak mampu mentoleransi tekanan tersebut. Berikut hasil perhitungan daya dukung
kawasan di pantai Putri Menjangan.
Tabel 6. Daya Dukung Kawasan Pantai Putri Menjangan
Nama Area Luas/ m2 DDK(orang/hari)
Snorkeling 23.070 922 Diving 23.070 369
Luas area untuk wisata snorkeling dan diving sekitar 23.070m2 dan waktu yang
disediakan oleh pihak pengelola selama 8 jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan
wisatawan dalam berkegiatan yaitu 2 jam, maka hasil dari perhitungan daya dukung
kawasan untuk kegiatan wisata snorkeling yaitu per harinya dapat menampung
wisatawan sebanyak 922 orang, dan untuk kegiatan diving dapat menampung 369
orang per hari. Hasil tersebut cukup ideal mengingat luas area yang tersedia dan
waktu yang disediakan masih memungkinkan wisatawan memperoleh rasa nyaman
dalam melakukan aktifitas snorkeling dan diving.
4.1.5 Kondisi Parameter Perairan
Pengambilan data kualitas air dilakukan menggunakan sampel air laut yang
berada pada permukaan perairan. Hasil dari pengukuran parameter lingkungan
disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 7. Kondisi Parameter kualitas Air Berdasarkan Stasiun Penelitian
Stasiun Suhu (oC)
Salinitas (ppt)
Kedalaman (m)
Kecerahan (%)
pH DO (mg/l)
Stasiun 1 29 29 5 100 7,6 7,5
Stasiun 2 29 28 5 100 7,2 7,4
Stasiun 3 29 30 6 100 8,0 7,6
Hasil diatas diketahui bahwa suhu di 3 titik stasiun memiliki nilai yang sama
yaitu 29oC. Suhu permukaan dengan hasil 29oC berada pada kisaran yang normal
dan termasuk hangat untuk kategori laut tropis (Nybakken, 1992). Salinitas dari 3 titik
stasiun berada antara 28–30ppt, salinitas dengan angka terendah yaitu stasiun 2
sebesar 28ppt dan yang tertinggi di stasiun 3 sebesar 30ppt. Menurut Romimohtarto
dan Juwana (2001), keadaan salinitas yang optimum untuk pertumbuhan karang
adalah 30-35ppt.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) yaitu optimal, dimana pada stasiun
penelitian didapatkan hasil DO berkisar antara 7,4–7,6mg/l. DO tertinggi berada pada
stasiun 3 sebesar 7,6mg/l, DO terendah berada pada stasiun 2 sebesar 7,4mg/l. pH
pada lokasi penelitian berkisar antara 7,2–8,0. pH terendah terdapat pada stasiun 2
yaitu sebesar 7,2 dan tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 8,0. pH yang
ideal bagi kehidupan akuatik pada umumnya berkisar 7-8,5. Kondisi perairan yang
bersifat asam ataupun basa akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolism dan
respirasi (Barus,2001).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Terumbu Karang di Pantai Putri Menjangan
Karakteristik ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian di pantai Putri
Menjangan relative sama, mengingat kawasan tersebut tidak memiliki lokasi yang
terlalu luas, sehingga untuk mempresentasikan nilai tutupan karang hidup dapat
dilihat dari rata-rata persentase penutupannya yaitu sebesar 23,17%, dengan hasil
tersebut maka tutupan karang di lokasi penelitian masuk dalam kategori rusak.
Kerusakan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang di pantai Putri Menjangan
dikarenakan aktivitas masyarakat dulunya melakukan perburuan ikan hias
menggunakan potassium sianida, kegiatan tersebut adalah penyebab utama
persentase penutupan karang hidup di perairan tersebut hanya 23,17% dan termasuk
dalam kategori rusak (Gomez dan Yap, 1988). Kondisi pantai Putri Menjangan yang
terbuka memiliki peran penting dalam pertumbuhan karang. Pada kondisi seperti ini
aliran air di lokasi akan cepat berganti, sehingga kenaikan suhu permukaan tidak
berlangsung lama. Sirkulasi perairan yang baik dapat melindungi karang dari dominasi
alga (McClanahan et al., 2002). Kompetisi dengan alga berkurang akan menyebabkan
karanng menerima cahaya dengan baik, sehingga pertumbuhan dapat dilakukan
dengan baik. Selain itu, aliran air yang cukup cepat juga dapat mempercepat proses
pemulihan karang pasca-bleaching (Nakamura et al., 2003).
Berdasarkan Tabel 8, keberadaan genus Porites, Seriatopora, dan Montipora
melimpah disetiap stasiunnya. Porites memiliki jumlah total 444, Seriatopora 312, dan
Montipora berjumlah 299. Keberadaan genus Porites yang melimpah disebabkan oleh
faktor reproduksi. Genus Porites bereproduksi secara spawning maupun brooding.
Menurut Richmond (1996) larva Porites sudah memiliki septa dan zooxanthellae yang
berkontribusi menghasilkan energi bagi larva selama proses penempelannya, hal ini
menyebabkan planula mampu langsung menempel pada substrat. Kondisi lingkungan
yang memiliki karakteristik berbeda seperti paparan gelombang, tingkat pencahayaan,
sedimentasi, dan paparan arus memengaruhi bentuk pertumbuhan karang yang ada
di suatu lokasi. Lokasi suatu wilayah yang memiliki paparan gelombang dan arus kuat,
karang yang akan sering dijumpai yaitu dari jenis karang bercabang.
4.2.2 Ekologi Karang dan Ekowisata Bahari
Parameter yang merupakan faktor pembatas dalam penilaian kesesuaian
untuk ekowisata bahari, yaitu: kecerahan, tutupan dan jenis karang hidup,
keanekaragaman ikan karang, kedalaman, kecepatan arus, dan lebar atau luas
hamparan karang (Yudasmara, 2010). Daya dukung ekowisata bahari tidak hanya
berkaitan dengan jumlah total wisatawan yang dapat ditampung sebuah kawasan,
tetapi juga tersedianya lokasi yang berkualitas tinggi dengan kehadiran biota yang
beragam.
Tutupan dan jenis karang hidup menjadi salah satu faktor pembatas dalam
penilaian kesesuaian untuk ekowisata bahari dan daya dukung yang harus tetap
terjaga dan terawat mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari adanya
terumbu karang. Tutupan Karang di pantai Putri Menjangan memiliki Rata-rata
persentase penutupan karang hidup sebesar 23,17%, dengan hasil tersebut maka
tutupan karang di lokasi penelitian masuk dalam kategori rusak. Perlu adanya
pemantauan dan perbaikan untuk menjaga kelestarian terumbu karang di pantai Putri
Menjangan. Indeks keanekaragaman spesies (H’) di lokasi penelitian berkisar antara
1,05–1,25, indeks keseragaman berkisar antara 0,50–0,58, dan untuk indeks
dominansi berkisar antara 0,43–0,49. Secara keseluruhan, pantai Putri Menjangan
dapat dikatakan memiliki kenekaragaman yang sedang, keseragaman yang rendah
dan tingkat dominansi yang rendah. Kondisi perairan yang beragam bila dilihat dari
faktor biotik (penutupan karang hidup) merupakan daya tarik wisatawan untuk dapat
melakukan aktivitas snorkeling dan diving.
Menurut Hawkins dan Roberts (1993) serta Barker dan Roberts (2001), bahwa
kedalaman secara umum yang sesuai untuk snorkeling pada kedalaman 1 – 3 meter,
gelombang minimal, dan ada sesuatu yang menarik untuk dilihat. Sedangkan area
dengan kedalama kurang dari 1 meter sangat tidak cocok untuk snorkeling, mengingat
terumbu karang yang berada kurang dari 1 meter akan mudah terinjak oleh
wisatawan. Karang pembentuk terumbu sangat peka terhadap suhu bahkan terbatas
keberadaannya di perairan hangat, karena karang tersebut dapat tumbuh pada
temperature suhu antara 18-27oC (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Adanya tingkat
suhu yang optimal membantu karang untuk berkembang dan tumbuh secara optimal.
Beberapa jenis karang dapat tumbuh dengan kisaran suhu yang lebih rendah maupun
lebih tinggi dari suhu yang ditetapkan. Hal ini diakibatkan perbedaan jenis terumbu
karang, kedalaman, dan difat-sifat dari habitat tempat tinggal terumbu karang
tersebut.
4.2.3 Terumbu Karang dan Parameter Kualitas Perairan
Terumbu karang dapat mentolerir suhu antara 38-40oC, akan tetapi terumbu
karang yang berada di daerah tropis akan berkembang optimal dengan suhu rata-rata
antara 25-30 oC. Suhu memiliki peran penting dalam kehidupan terumbu karang
(Nybakken, 1992). Terumbu karang yang hidup di suhu tidak optimal akan mengalami
sejumlah gangguan seperti bleaching dan penyakit. Untuk dapat tumbuh dan
berkembangbiak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan
hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar diatas 20oC (Hubbard, 1997).
Berdasarkan hasil di tabel 13 diketahui bahwa suhu di 3 titik stasiun memiliki nilai yang
cukup konstan yaitu 29oC.
Beberapa jenis terumbu karang dapat hidup pada salinitas yang tinggi, namun
beberapa jenis tidak bertahan. Beberapa jenis karang yang tahan terhadap salinitas
tinggi adalah jenis Acropora dan Porites. Akan tetapi pada dasarnya juga tergantung
lingkungan dimana organisme karang itu berada, karena ada kalanya pada saat-saat
tertentu berbagai jenis karang juga masih ditemukan didaerah pada salinitas sampai
mendekati 0. Terutama bagi berbagai jenis-jenis karang yang berada di daerah
intertidal pada saat surut terendah.
Oksigen terlarut merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air.
Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg
oksigen dalam setiap liter air. Banyaknya oksigen terlarut melalui udara ke air
tergantung pada luas permukaan air, suhu, dan salinitas air. Oksigen yang terlarut
berasal dari fotosintesis tumbuhan dan tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan
air dan intensitas cahaya yang sampai ke dalam air tersebut. Kenaikajn suhu pada
perairan dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (Barus, 2004). Nilai
DO yang diukur dalam bentuk konsentrasi menunjukkan jumlah oksigen yang
terkandung dalam suatu badan air. Semakin kecil nilai DO pada air, mengindikasikan
air tersebut memiliki kualitas yang kurang bagus. Dari hasil DO dapat diketahui
apakah suatu perairan tersebut tercemar atau tidak. Hasil pengukuran parameter DO
di lokasi penelitian yaitu optimal, dimana pada lokasi penelitian didapatkan hasil DO
berkisar antara 7,4 – 7,6. Mg/l.
4.2.4 Kesesuaian Wisata Snorkeling, Diving dan Daya Dukung Kawasan
Pengukuran indeks kesesuaian wisata snorkeling dan diving dilakukan pada
kawasan pantai Putri Menjangan. Pemilihan titik lokasi stasiun pengukuran
menggunakan metode purposive sampling. Hasil perhitungan kesesuaian wisata
snorkeling pada stasiun 1 yaitu sebesar 53,70% (S2), stasiun 2 yaitu 72,22% (S2),
dan pada stasiun 3 yaitu 59,26% (S2). Rata-rata dari hasil perhitungan di ketiga
stasiun tersebut yaitu sebesar 61,72% (S2). Hasil perhitungan kesesuaian wisata
diving pada stasiun 1 yaitu 45,00% (S3), stasiun 2 yaitu 61,67% (S2), dan pada
stasiun 3 yaitu 45,00% (S3). Rata-rata dari hasil perhitungan di ketiga stasiun tersebut
yaitu sebesar 50,56% (S2). Keseseuaian wisata snorkeling dan diving termasuk
dalam Kategori S2, dimana kelas ini termasuk kelas cukup sesuai (IKW <83 – 50%).
Jenis ikan di lokasi penelitian tidak terlalu beragam, jenis ikan dipengaruhi oleh
sejarah lokasi itu sendiri yang dulunya merupakan lahan untuk nelayan ikan hias yang
menggunakan potassium dalam penangkapannya sehingga lokasi penelitian saat ini
mengalami masa pemulihan untuk jumlah ikan, jenis ikan serta tutupan karang yang
ada.
Lokasi yang dapat di jadikan sebagai kawasan ekowisata bahari kategori
snorkeling harus memenuhi 7 parameter perairan yaitu kecerahan, tutupan karang,
pertumbuhan karang lifeform, jenis ikan karang (spesies), kecepatan arus (cm/detik),
kedalaman dasar perairan (m), dan lebar hamparan data karang (Yulianda, 2007).
Rata-rata persentase penutupan karang hidup di lokasi penelitian di pantai Putri
Menjangan adalah 23,17%, dengan hasil tersebut maka tutupan karang di lokasi
penelitian masuk dalam kategori rusak. Berdasarkan hasil di lapang, didapatkan hasil
jenis lifeform karang sebanyak 11 jenis lifeform. Penyebaran jenis lifeform sendiri
cukup merata, hanya saja pada Coral Massive (CS) hanya terdapat pada stasiun 3,
Acropora Encrushting (ACE) hanya terdapat pada stasiun 1, dan Acropora
Submassive (ACS) yang hanya terdapat pada stasiun 2. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan dilapang, terdapat 23 jenis ikan karang yang termasuk dalam 5 famili.
Keseluruhan jenis ikan karang yang ada rata-rata merupakan ikan indikator. Ikan
gepe-gepe atau Butterfly merupakan ikan dari famili Chaetodontidae yang merupakan
indikator bagi kesehatan ekosistem terumbu karang sekitar. Menurut (Nybakken &
Bertness, 2004) ikan indikator merupakan ikan yang aktif memangsa koloni karang,
seperti ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae), ikan Kakak Tua (Scaridae), ikan Pakal Tato
(Balistidae), dan ikan Buntal (Tretaodontidae), (Martinez & Albenson, 2013) serta
(Sammarco et al, 2014) menyebutkan bahwa kehadiran ikan Kepe-Kepe tidak terlepas
dari keberadaan terumbu karang, karena ikan ini merupakan salah satu indikator
kesehatan karang. Hasil pengukuran kecepatan arus di pantai Putri Menjangan
adalah 0.4–0.6m/detik. Menurut Juliana et al., (2013), kecepatan arus yang layak
untuk wisata bahari kategori berenang berkisar 0.20–0.40m/detik. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan ada beberapa stasiun di Pantai Putri Menjangan yang masih
sesuai untuk wisata bahari kategori berenang atau snorkeling. Hasil tersebut
menunjukan bahwa pantai Putri Menjangan pada ketiga stasiun tersebut masih belum
memenuhi kriteria tersebut sehingga masih dikategorikan S2 (cukup sesuai).
Kondisi alami suatu lingkungan, memiliki kapasitas dalam hal menampung
sumber daya manusia yang ada. Perhitungan daya dukung kawasan sangat penting
mengingat alam memiliki batasan dalam hal daya tampung ata kapasitas tampung
baik dari segi pariwisata maupun lainnya. Kawasan Pantai Putri Menjangan sendiri
kegiatan pariwisata yang sering dilakukan juga masih terbatas akan sarana dan
prasarana, namun dapat menjadikan ancaman apabila berlebihan dan dapat
dikembangkan apabila memiliki acuan daya tampung yang ideal. Dari hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus 8, didapatkan hasil yaitu per harinya dapat
menampung wisatawan sebanyak 922 orang/hari untuk kegiatan snorkeling dan 369
orang/hari untuk kegiatan diving.
1
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Kondisi ekosistem terumbu karang pada lokasi penelitian di pantai Putri
Menjangan termasuk kedalam kriteria rusak dengan rata-rata persentase
penutupan karang sebesar 23,17%.Ditemukan jumlah karang hidup
sebanyak 1.345 dari 19 Genus. Hasil perhitungan indeks ekologi adalah
keanekaragaman sedang, keseragaman rendah, dan dominansi rendah.
2. Genus karang yang ditemukan di pantai Putri Menjangan terdapat 19
genus yaitu Acropora, Montipora, Seriatopora, Porites, Platygyra, Fungia,
Galaxea, Coeloseris, Leptastrea, Pocillopora, Podabacia, Pavona,
Stylophora, Leptoseris, Goniastrea, Leptoria, Merullina, Turbinaria, dan
Oulophyllia.
3. Indeks kesesuaian wisata snorkeling untuk kawasan pantai Putri
Menjangan didapatkan hasil perhitungan rata-rata sebesar 61,72% dan
kesesuaian wisata diving didapatkan hasil sebesar 50,56%, termasuk
dalam kategori cukup sesuai/ S3 (IKW <83 50%). Daya Dukung Kawasan
untuk kegiatan wisata snorkeling yaitu dapat menampung wisatawan
sebanyak 922 orang/hari, sedangkan untuk kegiatan wisata diving dapat
menampung sebanyak 369 orang/hari.
2
5.2 Saran Saran untuk penelitian kali ini adalah:
1. Pantai putri Menjangan merupakan salah satu objek wisata baru di
Kabupaten Buleleng, oleh sebab itu diperlukan upaya upaya pengelolaan
wisata bahari untuk membantu proses pengembangan kegiatan pariwisata
di daerah tersebut.
2. Perlu adanya penelitian yang berlanjut mengenai perhitungan valuasi
terumbu karang sehingga nantinya lebih jelas nilai ekonomis dari terumbu
karang dalam peran ekowisata bahari.
3
DAFTAR PUSTAKA
Adharianti, T. 2007. Kajian Potensi Sumberdaya Pantai Nirwana Untuk Kegiatan
Wisata Pantai Di Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Barker dan Roberts. 2001. Scuba Diver Beharvior and the Management of Diving Impact on Coral Reef. Biological Conservation.
Barus T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. ASEAN Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia.
Ferreira, Tiago and Wayne Rasband. 2012. Image-J User Guide.IJ 1.46r revised edition.
Fossa, A & A. Nilsen. 1996. The Modern Coral Reef Aquarium. Vol. 1. Germany: J.C.C Bruns GmBH.
Gautama, I Gusti Agung Gede Oka. 2011. Evaluasi Perkembangan Wisata Bahari Di Pantai Sanur. Universitas Udayana: Denpasar.
Ghufran H. Kordi K., M. 2010. Ekosistem Terumbu Karang: Potensi, Fungsi dan pengelolaan. Jakarta : Rineka Cipta.
Gomez dan Yap. 1988. Monitoring Reef Condition In Kenchington R. A and B.E.T. Hudson (eds) Coral Reef Management Handbook. UNNESCO Regional Officer For Science And Technology For South Of Eart Asia. Jakarta.
Haris JM dan Godwin. 2002. A Survey of Sustainable Development: Social and Economic Dimensions. The Global Development and Environtment Institute Tufts University.
Hawkins dan Roberts. 1993. Effects of recreational scuba diving on coral reefs: trampling on reef-flat community. Brithis Ecological Society is collaborating with JSTOR to digitize, perverse and extend access to Journal of Applied Ecology.
Hubbard. 1997. Pengantar Oceanografi. UI Press. Jakarta.
Hunger DJ. And Wheelen TL. 2003. Strategic Management. Edisi Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Andi, Yogyakarta.
Kesesuaian Dan Daya Dukung Wisata Bahari Di Perairan Bandengan Kbupaten Jepara Jawa Tengah. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. IX-1.
4
Kaelany dan Samsuridjal. 1997. Peluang di Bidang Pariwisata. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Kelley, Russell. 2010. Coral Finder 2.0 Indo Pacific. BYO GUIDES
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Baku Mutu Kualitas Air Untuk Wisata Bahari.
Krebs, C. J., 1972. Ecology, The Experimental Analisys of Distribution and Abudance. Haper and Row Publication. New York.
McClanahan, T., N. Polunin, dan T. Done. 2002. Ecological states and resilience of coral reefs. Conservation Ecology 6:1 18.
Martinez, S. & Abelson, A. (2013). Coral Recruitment: The Critical Role of Early Post-Settlement Survival. ICES Journal of Marine Science, 70 (7): 1294-1298.
Munasik, A. A. 2002. Masa Reproduksi dan Struktur Gonad Karang Acropora aaspera di Pulau Panjang, Jepara. Konperensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia, Bali 21 24 Mei 2002.
Nakamura, T., H. Yamasaki, dan R. van Woesik. 2003. Water flow facilitates recovery from bleaching in the coral Stylophora pistillata. Marine Ecology Progress Series 256: 287 291.
Nybakken, J.W. & Bertness, M. (2004). Marine Biology. An Ecological Approach. Six Edition. Benjamin Cummings Publishers. New York. 592p.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan dari Marine Biology: An Ecological Approach. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Rani, C. 2002. Reproduksi Seksual Karang : Suatu Peluang Dan Tantangan Dalam Penelitian Biologi Laut Indonesia. Hayati, Vol. 9 No.2
Richmond, R.H. 1996. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in the Persistence of Reefs. Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall. New York:175 197.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.
Suharsono. 2010. Jenis-jenis Karang di Indonesia. LIPI Press: Jakarta.372 hlm.
Supryharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. PT. Djambatan. Jakarta.
Tomboelu, N., Bengen, D.G., Nikijuluw, V.P.H., Idris, I., 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Terumbu Karang di Kawasan Bunaken dan Sekitarnya. Jurnal Pesisir dan Lautan, 3 (1): 51-67
Yoeti, O. 1990. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa Pura, Bandung.
5
Yoeti, O. 1996. Dasar Dasar Pariwisata. Penerbit Angkasa Bandung. Anatomi Pariwisata Perkembangan Sektor Pariwisata di Indonesia, Bandung.
Yoeti, O. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Yudasmara, 2010. Model Pengelolaan Ekowisata Bahari di Kawasan Pulau Menjangan Bali Barat. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Disampaikan pada Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen MSP. FPIK. IPB. Bogor.
Veron, J.E.N. 2000. Coral of The World . Australian Institute of Marine Science. Townsville.