icd 10
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekitar 50-70% kasus yang datang ke rumah sakit terutama di instalasi gawat
darurat adalah kasus perlukaan atau trauma. Luka-luka ini dapat terjadi akibat dari
kecelakaan, penganiayaan, bunuh diri, bencana, maupun terorisme. Seorang dokter,
dalam tugas sehariharinya, selain melakukan pemeriksaan diagnostik serta
memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien juga mempunyai tugas
melakukan pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, baik untuk
korban hidup maupun korban mati antara lain adalah adalah pembuatan Visum et
Repertum (VeR).
Fungsi dokter di Rumah Sakit terutama adalah menangani masalah kesehatan
pasien. Dokter telah cukup tersita energinya dalam menangani begitu banyak pasien
di Rumah Sakit, khususnya bagian bedah dan kebidanan yang banyak unsur
kedaruratannya. Padahal permintaan keterangan (Visum et Repertum) yang paling
banyak justru menyangkut masalah bedah dan kebidanan sehingga sangat dapat
dimaklumi bila pembuatan keterangan untuk peradilan itu hanya “seadanya” saja
sesuai dengan segala keterbatasan yang ada pada dokter. Hal ini akan mengakibatkan
banyak hal-hal yang penting bagi pengungkapan perkara akan luput dari perhatian
dokter.3 Penelitian di Jakarta4, memperlihatkan bahwa hanya 15,4 % dari VeR
perlukaan rumah sakit umum DKI Jakarta berkualitas baik dan di sebuah penelitian di
Pekanbaru5 menunjukkan bahwa 97,06 % berkualitas jelek dan tidak satu pun yang
memenuhi kriteria VeR yang baik.
Beban ini dapat lebih terasa lagi bila dokter tersebut harus dipanggil kedepan
sidang pengadilan. Banyak pekerjaan yang harus ditinggalkan, ditambah dengan
beban mental tersendiri karena tidak biasa meng-hadapi sidang pengadilan dan tempat
memberikan keterangan itu sama dengan kursi terdakwa.
Dari kegiatan ini akan dihasilkan data otopsi verbal yang harus dikelola ke
dalam sistem yang sudah terintegrasi untuk menghasilkan sebuah informasi berupa
pendukung diagnosa tentang identifikasi penyebab kematian berdasarkan symptoms
atau gejala yang berhubungan dengan penyakit yang dimiliki almarhum sebelum
meninggal. Dimana pada modul aplikasi yang sudah ada, untuk mendapatkan
informasi setiap modulnya, masih dilakukan secara manual.
1
Karena form manual otopsi verbal standar WHO yang digunakan cukup
komplek, maka dibutuhkan sebuah aplikasi dengan validasi yang memadai untuk
meminimalisasi kesalahan input data. Sedangkan sumber data kematian yang didapat
dari form otopsi verbal tersebut harus bisa digali keterkaitan dan informasinya
berdasarkan data korespondensi penyebab kematian untuk otopsi verbal dengan kode
ICD-10.
ICD-10 merupakan standarisasi penyebab kematian berdasarkan data otopsi
verbal yang juga sudah disediakan oleh WHO melalui penelitian selama 3 tahun. Hal
ini untuk menghindari kerancuan atau pendapat subjective mengenai hasil data otopsi
verbal. Dengan memanfaatkan data otopsi verbal dan data korespondensi penyebab
kematian dengan kode ICD-10, dapat diketahui informasi identifikasi penyebab
kematian.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana penulisan penyebab kematian berdasarkan ICD 10
2. Untuk mengetahui bagaimana penulisan penyebab kematian berdasarkan
kepentingan hukum
3. Memberikan gambaran tentang cara penulisan penyebab kematian berdasarkan
kepentingan hukum
1.3 Manfaat
1. Pembaca dapat memperoleh gambaran mengenai cara penulisan penyebab kematian
berdasarkan ICD 10 dan kepentingan hukum
2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai cara penulisan penyebab kematian
berdasarkan ICD 10 dan kepentingan hukum
3. Menambah khazanah ilmu bagi para pembaca tentang cara penulisan penyebab
kematian berdasarkan ICD 10 dan kepentingan hukum
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penulisan Penyebab Kematian
berdasarkan ICD 10 & Kepentingan
Hukum
1. Penulisan penyebab kematian berdasarkan ICD 10
ICD-10
ICD-10 merupakan klasifikasi statistik, yang terdiri dari sejumlah kode
alfanumerik yang satu sama lain berbeda (mutually exclusive) menurut kategori, yang
menggambarkan konsep seluruh penyakit (WHO, 2004).
ICD-10 merupakan standarisasi penyebab kematian berdasarkan data otopsi
verbal yang juga sudah disediakan oleh WHO melalui penelitian selama 3 tahun. Hal ini
untuk menghindari kerancuan atau pendapat subjective mengenai hasil data otopsi
verbal.
Klasifikasi terstruktur secara hierarki dengan bab, kategori dan karakter spesifik
untuk setiap penyakit/kondisi yang mana klasifikasi mencakup panduan yang berisi rule
yang spesifik untuk menggunakannya.
Klasifikasi merupakan suatu sistem dari pengelompokkan penyakit, cedera,
keadaan dan prosedur-prosedur yang ditentukan menurut kriteria yang telah ditetapkan.
Penggunaan klasifikasi dimaksudkan agar data penyakit/cedera/kondisi mudah
disimpan, digunakan kembali dan dianalisis, serta dapat dibandingkan antar rumah sakit,
propinsi dan negara untuk kurun waktu yang sama atau berbeda.
International Classification of Diseases yang dikembangkan didasarkan pada
prinsip kepraktisan, untuk tujuan epidemiologi dan statistik penyakit yang diklasifikasi
sebagai berikut:
a. Penyakit-penyakit endemik
b. Penyakit-penyakit umum
3
c. Penyakit-penyakit menurut letak organ
d. Penyakit-penyakit yang berkembang
e. Cedera.
ICD-10 terdiri dari 3 volume yaitu:
1. Volume 1 berisi klasifikasi utama. Sebagian besar buku Volume 1 terdiri dari daftar
kategori 3 karakter dan daftar tabel inklusi dan subkategori 4 karakter. Inti
klasifikasi adalah daftar kategori 3 karakter yang dianjurkan untuk pelaporan ke
WHO mortality database dan perbandingan umum internasional. Daftar bab dan
judul blok juga termasuk inti klasifikasi. Daftar tabular memberikan seluruh rincian
level 4 karakter dan dibagi dalam 22 bab (WHO, 2004)
2. Volume 2 berisi petunjuk pemakaian ICD
3. Volume 3 berisi alfabet klasifikasi, dibagi dalam 3 bagian: bagian 1, terdiri atas
indeks tentang penyakit dan luka alami. Bagian 2, merupakan indeks penyebab luar
morbiditas dan mortalitas, berisi seluruh term yang diklasifikasi. Bagian 3, berisi
tabel obat dan bahan kimia.
Kode utama untuk penyakit yang mendasari diberi tanda dagger (†) dan kode
tambahan untuk manifestasinya diberi tanda asterisk (*). Kode dagger adalah kode
utama dan harus selalu digunakan. Dalam coding, kode asterisk tidak bisa digunakan
sendiri (WHO, 2004).
Penyebab kematian
Semua penyakit, kondisi sakit atau cedera yang baik mengakibatkan atau menyebabkan kematian dan keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera. Definisi ini tidak termasuk gejala dan cara mati, seperti gagal jantung atau kegagalan pernafasan.
4
Bab XV khusus untuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kematian maternal yaitu
kematian yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Di dalam bab ini sebab
kematian maternal dibedakan antara:
Sebab kematian secara langsung berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan
masa nifas (O00-O97) dan
Sebab kematian tidak langsung yaitu disebabkan karena penyakit infeksi, penyakit
sistem sirkulasi (Jantung), penyakit sistem pernapasan, anemia yang terjadi pada saat
kehamilan, persalinan, dan masa nifas (O98-O99).
Tiap bab terdiri dari beberapa blok dimana masing-masing blok merupakan kumpulan
penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Tiap-tiap blok terdiri dari beberapa penyakit dan
gangguan kesehatan lainnya yang mempunyai 3 kode karakter. Beberapa kategori 3 karakter terbagi
lagi dalam kategori 4 karakter yang menguraikan secara lebih rinci tentang penyakit dan gangguan
kesehatan lainnya seperti menguraikan letak anatomis, komplikasi, sifat dan lain lain. Untuk
beberapa keadaan bahkan sampai dengan 5 karakter (contoh patah tulang). Di bawah ini akan
disebutkan beberapa contoh:
5
• Penyakit Infeksi dan Parasit (A00-B99)…...….. ……………………. Bab
• Penyakit Infeksi Intestinal (A00-A09)…………….…………………. Blok
• Tuberculosis (A15-A19)…………………………….…………. …….Blok
• Cholera (A00)………………………………………..… Kategori 3 karakter
• Typhoid dan paratyphoid fever…………………… .... .. Kategori 3 karakter
• Typhoid fever……………………………………..……. Kategori 4 karakter
Dalam bagian I atau II merupakan penyakit, cedera, atau komplikasi suatu penyakit.
Kolom yang disebelah kanan berisi keterangan kira-kira lama waktu antara timbulnya
penyakit sampai orang tersebut meninggal.
Ia. Direct Cause of Death (Penyebab Kematian Langsung)
Adalah penyakit yang secara langsung menyebabkan kematian.
Ib dan c. Intervening Antecedent Cause of Death (Penyebab Perantara)
Adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya penyakit yang disebutkan pada Ia
Id. Underlying Cause of Death (Penyebab Utama)
6
Adalah penyakit atau cedera yang merupakan awal dimulainya perjalanan penyakit menuju
kematian atau keadaan kecelakaan/kekerasan/ keracunan yang menyebabkan cedera dan
kematian.
Prosedur untuk memilih penyebab utama dari kematian (underlying cause)
Bila hanya terdapat satu sebab kematian maka sebab kematian ini dipilih untuk
“Underlying Cause of Death” dan ditempatkan pada bagian Id, sedangkan untuk bagian
lainnya Ia, Ib, Ic tidak diisi.
Dua atau lebih keadaan yang dituliskan berturut-turut pada bagian I (pertama) sertifikat
adalah penyakit/gangguan/cedera dimana masing-masing keadaan tersebut adalah
penyebab yang dapat diterima dari penyebab yang sebelumnya (Konsep urutan logic).
Dalam beberapa keadaan ICD memungkinkan penyebab untuk digantikan dengan yang
lebih cocok untuk mengungkapkan penyebab utama yang mendasari dalam tabulasi.
Sebagai contoh, ada beberapa kategori untuk kombinasi kondisi, atau mungkin ada alasan
utama epidemiologi untuk memberikan kondisi lain pada sertifikat.
Oleh karena itu langkah berikutnya adalah untuk menentukan apakah ada aturan
modifikasi yang berhubungan dengan situasi di atas, berlaku. Nomor kode yang dihasilkan
untuk tabulasi ini adalah penyebab utama (Underlying Cause).
Bila penyebab yg menimbulkan kematian adalah cedera atau efek lain dari penyebab
eksternal, keadaan yang menimbulkan kondisi harus dipilih sebagai underlying cause
untuk tabulasi dan dikode V01-Y89. Kode untuk cedera atau efek dapat digunakan sebagai
tambahan kode.
Contoh:
Penyebrang jalan ditabrak truk, meninggal ditempat kejadian, dibawa ke RS terdekat
dan oleh dokter dikatakan mengalami patah ke dua tulang tungkai atas, tulang lengan
bawah kanan. Pada sertifikat kematian dicatat sebagai berikut:
Ia. Traumatic Shock (T79)
b. Multiple Fractures (S72)
c. -
d. Pedestrian Hit by Truck (V04)
7
Bila ditemukan 2 rangkaian penyebab kematian, maka yang menjadi Underlying Cause of
Death adalah keluhan utama dari rangkaian penyakit sebelum almarhum meninggal dan
ditempatkan pada bagian Ia, sedangkan rangkaian penyakit lainnya ditempatkan pada
bagian II.
Contoh:
Dari autopsi verbal ditemukan ada riwayat chronic rheumatic heart diseases,
congestive heart failure, dan cirrhosis of the liver. Sebelum meninggal almarhum
muntah darah/hematemesis. Pada sertifikat kematian dicatat sebagai berikut:
I a. Oesophageal Varices (I85)
b. -
c. -
d. Cirrhosis of the liver (K74)
II a. Congestive Heart Failure (I50)
b. Chronic Rheumatic heart Diseases (I05)
Beberapa kasus kematian yang dipilih untuk dicatat dalam sertifikat kematian sesuai
dengan konsep general urutan logik tidak selalu penting dan informative. Sebagai contoh
adalah senilitas atau beberapa penyakit menahun (hipertensi, atherosclerosis) yang
mempunyai peran sebagai salah satu faktor risiko dari suatu penyakit penyebab kematian,
apabila dicatat sebagai penyebab kematian akan menjadi kurang berguna karena keadaan
tersebut bukan sesungguhnya sebagai penyebab kematian utama (underlying cause).
Modifikasi dilakukan untuk meningkatkan kegunaan dan presisi dari data mortalitas, terlebih
lagi pada penetapan diagnosis sebab kematian dengan teknik autopsi verbal.
Beberapa contoh aturan modifikasi:
• Senility and ill defined condition
Pada ketentuan pengkodean ICD, penyebab kematian yang ada pada Bab XVIII/ ill
defined conditions (kecuali R95-Sudden Infant Death Syndrom) tidak mempunyai arti
penting untuk dilaporkan. Oleh sebab itu diagnosis sebab kematian pada Bab tersebut
diusahakan untuk dihindari dengan menggali lebih dalam informasi yang ada.
Contoh (autopsi verbal):
Kematian terjadi pada laki-laki berumur 75 tahun. Sebelum meninggal almarhum
berbaring terus kira-kira selama 1 tahun, sesak napas dan sekali-sekali batuk. Penderita kurus,
8
makan sedikit, tidak bisa bangun dari tempat tidur. Penderita mempunyai riwayat kaku pada
sendi, nyeri dan bila sedang kumat berwarna merah. Penyakit ini sudah lebih dari 5 tahun dan
hilang timbul.
Kesimpulan: Senilitas, Reumatoid Arthritis, Pnemonia hypostatic.
I a. Pneumonia hipostatic (J17)
b. -
c. -
d. Rheumatoid artritis (M06)
Trivial condition
Apabila salah satu penyakit/kondisi tidak begitu penting dari beberapa sebab
kematian, maka sebab tersebut diabaikan.
Contoh 1:
Dari hasil autopsi verbal dicatat beberapa penyakit yaitu Paronychia dan Tetanus. Maka
yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai Underling Cause of Death adalah Tetanus
(A35), sedangkan Paronychia diabaikan.
Contoh 2:
Dari hasil autopsi verbal dicatat beberapa penyakit/kondisi yaitu: KKP, Campak,
Bronchopnemonia. Maka yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai berikut:
I a. Bronchopnemonia (J18)
b. -
c. -
d. Campak/Measles (B05)
Contoh 3:
Dari hasil autopsi verbal dicatat beberapa penyakit/kondisi yaitu: obesitas, Dengue
Haemorrhagic Fever, shock. Maka yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai berikut:
I a. -
b. -
c. -
9
d. Dengue Haemorrhagic Fever (A91)
• Linkage
Apabila ada beberapa penyakit dan faktor risiko biologis yang berkaitan/berhubungan
dengan kematian, maka dipilih penyakit yang merupakan muara dari berbagai penyakit/faktor
risiko biologi yang mengawali proses menuju kematian.
Contoh 1:
Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat menderita hipertensi yang sudah lama, penyakit
jantung, stroke. Maka yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai berikut:
I a. Stroke (I64)
b. -
c. -
d. Hipertensive Heart Diseases (I11)
Contoh 2:
Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat hipertensi, diabetes koma. Maka yang dicatat pada
sertifikat kematian adalah:
I a. -
b. -
c. -
d. Coma Diabeticum (E10.0)
• Risk Factor
Apabila satu atau beberapa sebab kematian merupakan faktor risiko yang turut berperan
dalam penyebab kematian, maka faktor risiko tersebut tidak dituliskan dalam rangkaian
perjalanan penyakit yang mendasari terjadinya kematian.
Contoh 1:
Dari hasil autopsi verbal dicatat atherosclerosis, hipertensi, cerebral infark, pneumonia
hypostatic. Atherosclerosis dan hipertensi yang saling berkaitan merupakan salah satu
faktor risiko untuk terjadinya thrombus atau embolus otak yang mengakibatkan infark.
Maka yang dicatat pada sertifikat kematian adalah:
I a. Pnemonia hypostatic (J17)
10
b. -
c. -
d. Cerebral Infark (I63)
Contoh 2:
Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat hipertensi, obesitas, stroke. Hipertensi, obesitas
dan diabetes adalah faktor risiko untuk terjadinya stroke, dan sangat sulit untuk
menentukan apakah stroke disebabkan oleh hipertensi, obesitas atau diabetes. Maka yang
dicatat pada sertifikat kematian adalah:
I a. -
b. -
c. -
d. Stroke (I64)
Dalam contoh kasus ini penyakit hipertensi, obesitas, diabetes tanpa komplikasi adalah
faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit stroke, oleh sebab itu faktor-faktor risiko
tersebut tidak dituliskan sebagai underlying cause of death. Faktor risiko lain adalah
atherosklerosis, hiperlipedemia.
Spesifitas
Apabila dari hasil autopsi verbal dapat dicatat suatu keadaan yang menunjukkan
informasi yang lebih tepat dan spesifik mengenai diagnosis penyakit maka pilihan akan
ditujukan terhadapnya.
Contoh:
Hipertensi berat ketika hamil, bengkak pada kaki dan tungkai, sakit kepala, kejang-
kejang. Maka yang dipilih sebagai underlying cause of death, adalah Eclampsia in
pregnancy (O15), bukan Gestational hypertension without significant proteinuria (O13).
Sequelae
Sequelae beberapa penyakit tertentu dan cedera tertentu misalnya lumpuh separuh badan
dianggap sebagai penyebab kematian utama.
Contoh:
11
Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat hipertensi, lumpuh separuh badan sudah 6 tahun,
pernah stroke 2 kali dan serangan yang terakhir 1 tahun sebelum meninggal bertambah
berat dan tidak bisa duduk, beberapa bulan yang lalu sesak napas dan meninggal. Maka
yang dicatat pada sertifikat kematian adalah:
I a. Pnemonia hipostatik (J17)
b. -
c. -
d. Sequalae dari CVA (I69)
12
2. Penulisan penyebab kematian berdasarkan kepentingan hukum
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari
satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya
berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum
masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun
Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut :
1. Pro Justitia
Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum
tidak perlu bermeterai.
13
2. Pendahuluan
Pendahuluan memuat : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan
pukul diterimanya permohonan visum et repertum, dentitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa,
alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan,
alasan dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat
sebelumnya, pukul korban meninggal dunia, keterangan mengenai orang yang
mengantar korban ke rumah sakit
14
CONTOH :
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati
terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan
dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal.
Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis
adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka
dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,
karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan
korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan
dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian
ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat
kualifikasi luka.
15
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan.
Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum
16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penetapan urutan diagnosis pada sertifikat kematian umum mengikuti konsep, tata cara,
dan modifikasi yang berlaku untuk masing-masing sertifikat.
Diagnosis sebab kematian umum diklasifikasikan menurut International Classification of
Diseases ke-10.
Tujuan dari ICD-10 ini adalah untuk melakukan pencatatan, analisis, interpretasi dan
membandingkan secara sistematik kejadian dan kematian akibat penyakit dari banyak
negara pada waktu yang berbeda.
ICD-10 dipakai secara global untuk mengelompokan jenis penyakit dengan pengkodean
yang tepat.
Sistem ICD-10 yang dibuat oleh WHO ini sangat memudahkan kerja dalam bidang
forensik kedokteran, terutama dalam penulisan sertifikat kematiannya. Semua telah
diatur dalam sistem tersebut, sehingga dapat diterima oleh pihak yuridisme (hukum)
terkait mengenai penulisan penyebab kematian tersebut.
17
DAFTAR PUSTAKA
Djaja & Suhardi. 2001. Aplikasi ICD-10 Pada Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga
2001. Jakarta: Depkes RI.
Afandi, Dedi. 2008. Visum et Repertum Pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Accesed at
http://dediafandi.staff.unri.ac.id/files/2010/05/Visum-et-Repertum-pada-korban-hidup.pdf
World Health Organization. 2003. International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems. Accesed at
www.who.int/occupational_ health /publications/en/oehicd10. pdf
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=136104
Susanto, Dian Budi. 2010. Pengembangan Modul Pembelajaran Icd-10 Pada E-Learning
Terminologi Medis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Accesed at
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=136104
Canadian Institute for Health Information. 2009. International Statistical Classification of
Disease and Related Health Problems. Accesed at
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=international%20statistical%20classification
%20of%20disease%20and%20related%20health
%20problems*pdf&source=web&cd=5&ved=0CEEQFjAE&url=http%3A%2F
%2Fsecure.cihi.ca%2Fcihiweb%2Fen%2Fdownloads%2FICD-10-
CA_Vol1_2006.pdf&ei=jH_tToekLISnrAeTqvjtCA&usg=AFQjCNGoS5JS48R4UTAstHWs
gNU7OdSOPA&cad=rja
18