bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdf · diagnosis dan icd-9-cm untuk tindakan/prosedur...

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Sistem Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Sistem tersebut perlu dirangkai dengan berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisa, desain, dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Gambaran penerimaan dari sebuah kebijakan dari kelompok sasaran berfungsi sebagai umpan balik (feed back) yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem (Azwar, 2010). Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur saja yaitu (Azwar, 2010) : 1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. 2. Proses (process) adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. 4. Umpan Balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem. 5. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilakan oleh keluaran suatu sistem.

Upload: vohuong

Post on 06-Feb-2018

239 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Sistem

Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah

ditetapkan. Sistem tersebut perlu dirangkai dengan berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa

sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang

menggunakan metoda analisa, desain, dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

secara efektif dan efisien. Gambaran penerimaan dari sebuah kebijakan dari kelompok sasaran berfungsi

sebagai umpan balik (feed back) yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan

bagi sistem (Azwar, 2010).

Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Bagian

atau elemen tersebut banyak macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam

unsur saja yaitu (Azwar, 2010) :

1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang diperlukan untuk dapat berfungsinya

sistem tersebut.

2. Proses (process) adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistem dan berfungsi untuk

mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya

proses dalam sistem.

4. Umpan Balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari

sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem.

5. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilakan oleh keluaran suatu sistem.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

6. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi

mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

Salah satu elemen dalam pembuatan kebijakan publik menurut Bintoro Tjokroamidjojo &

Mustopadidjaja (1988) dalam Utomo (2000) adalah dampaknya terhadap kelompok sasaran yaitu orang-

orang, kelompok atau organisasi yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi atau diubah oleh

kebijakan publik tersebut. Bentuk pokok sistem kesehatan antara satu negara dengan negara lainnya

sangat bervariasi, karena kesemuanya tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhi sistem

kesehatan itu sendiri. Terbentuknya sistem kesehatan pada dasarnya ditentukan oleh tiga unsur utama,

yakni (Azwar, 2010):

1. Pemerintah (policy maker) adalah yang bertanggung jawab dalam merumuskan berbagai kebijakan

pemerintah, termasuk kebijakan kesehatan.

2. Masyarakat (health consumer) adalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan.

3. Penyedia pelayanan kesehatan (health provider) adalah yang bertanggung jawab secara langsung

dalam menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan.

Dalam kaitannya dengan sistem INA-CBGs, BPJS Kesehatan merupakan badan penyelenggara yang

ditunjuk oleh pemerintah yang berhubungan langsung dengan peserta JKN dan fasilitas kesehatan,

peserta program JKN adalah seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling

singkat enam bulan di Indonesia yang telah membayar iuran sebagai konsumen, serta penyedia

pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan juga cost

effective.

2.2 Sistem INA-CBGs

Sistem INA-CBGs merupakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang

menjadi output pelayanan, berbasis pada data costing dan coding penyakit mengacu International

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

Classification of Diseases (ICD) yang disusun WHO dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-

Clinical Modifications untuk tindakan/prosedur. Tarif INA-CBGs mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri

dari 789 kode group/kelompok rawat inap dan 288 kode kelompok rawat jalan. Pengelompokan kode

diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper United Nations University (UNU

Grouper). UNU Grouper adalah grouper case-mix yang dikembangkan oleh UNU Malaysia (Kemenkes,

2014). Untuk tarif INA-CBG’s dikelompokan dalam 4 jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A yang

ditentukan berdasarkan akreditasi rumah sakit (BPJS Kesehatan, 2014).

Sistem INA-CBGs merupakan sistem pembiayaan prospektif dan tujuan yang ingin dicapai dari

penerapan sistem ini yaitu pelayanan kesehatan yang berkualitas dan cost effective. Tidak ada satupun

sistem pembiayaan yang sempurna, setiap sistem pembiayaan memiliki kelebihan dan kekurangan.

Berikut tabel kelebihan dan kekurangan sistem pembayaran prospektif (Kemenkes, 2014).

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Prospektif

Kelebihan Kekurangan

Provider 1. Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan

2. Proses klaim lebih cepat

1. Kurangnya kualitas koding akan menyebabkan ketidak sesuaian proses grouping (pengelompokan kasus)

Pasien 1. Kualitas pelayanan baik 2. Dapat memilih provider dengan

pelayanan terbaik

1. Pengurangan kuantitas pelayanan

2. Provider merujuk ke luar / RS lain

Pembayar 1. Terdapat pembagian resiko keuangan dengan provider

2. Biaya administrasi lebih rendah 3. Mendorong peningkatan sistem

informasi

1. Memerlukan monitoring pasca klaim

Sumber: Kemenkes. (2014a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA- CBGs).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

Jika dibandingkan dengan Jamkesda Kota Yogyakarta yang menerapkan sistem Fee For Service

(FFS) untuk pembiayaan rumah sakit. Sistem pembiayaan Jamkesda masih bersumber pada pemerintah

kota, yakni Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD). Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)

terkadang mengalami kendala oleh pencairan klaim karena harus disesuaikan dengan mekanisme

keuangan daerah (Sunarto, 2011). Berbeda halnya dengan sistem INA-CBGs yang berlaku di era JKN

karena ada jaminan kepastian untuk pencairan klaim asalkan berkas klaim sudah dilengkapi dengan

benar. Namun penggunaan sistem INA-CBGs ini masih belum efektif, hal tersebut diperoleh dari hasil

penelitian yang menunjukkan kecenderungan besaran biaya INA-CBGs lebih besar disbanding FFS

terutama untuk kasus-kasus non bedah. Sebaliknya untuk kasus-kasus bedah kecenderungan biaya INA-

CBG's jauh lebih rendah dibanding FFS (Kusumaningtyas, 2013).

2.2.1 Struktur kode INA-CBGs

Pada sistem INA-CBGs setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi alphabet dan numerik,

contoh dapat dilihat pada gambar 2.1.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

Gambar 2.1. Struktur Kode INA-CBGs

(Kemenkes, 2014)

Keterangan:

1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups), berhubungan dengan sistem organ tubuh

yang dilabelkan dengan huruf alphabet (A to Z).

2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus yang dilabelkan dengan numerik (1 to 9).

3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG (Case Base Group) kasus yang dilabelkan dengan

numerik(01 to 99).

4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level, keparahan kasus dalam INA-CBGs

terbagi menjadi : “0” untuk rawat jalan, “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan

satu (tanpa komplikasi maupun komorbiditi), “II - Sedang” untuk rawat inap dengan tingkat

keparahan dua (dengan mild komplikasi dan komorbiditi), dan “III - Berat” untuk rawat inap

dengan tingkat keparahan tiga (dengan major komplikasi dan komorbiditi).

Untuk mendapatkan hasil grouper yang benar diperlukan kerjasama yang baik antara dokter dan

koder. Kelengkapan rekam medis yang ditulis oleh dokter akan sangat membantu koder dalam

memberikan kode diagnosis dan tindakan/prosedur yang tepat (Kemenkes, 2014). Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Oktamianiza (2011) mengenai Analisis Keefektifan Pengelolaan Informasi

Kesehatan Berdasarkan Sistem Case-mix INA-CBGs Pasien Jamkesmas pada Bangsal Bedah di RSUP Dr.

M. Djamil Padang Tahun 2011, dari hasil penelitian kualitatif, diketahui bahwa kebijakan secara

operasional belum ada, tim case- mix sudah dibentuk, motivasi dan edukasi belum optimal,

monitoring/evaluasi belum diterapkan. Analisa kuantitatif didapatkan 75,3% kinerja pengode tidak baik,

78,7% kinerja dokter tidak baik dan 48,3% pengelolaan informasi tidak efektif. Tidak ada hubungan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

antara kinerja pengode dengan keefektifan informasi (p value = 0,124) dan ada hubungan kinerja dokter

dengan keefektifan informasi (p value = 0,024) (Oktamianiza, 2011).

Sesuai dengan Permenkes No. 269/ Menkes/Per/III/2008, rekam medis merupakan suatu

berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Depkes RI, 2008). Berdasarkan

hal tersebut, tujuan dari pengisian rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Wijono, 2000).

Berikut tugas dan tanggung jawab dari dokter dan koder serta verifikator klaim berdasarkan

petunjuk teknis sistem INA-CBGs:

1. Tugas dan tanggung jawab dokter adalah menegakkan dan menuliskan diagnosis primer dan

diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10, menulis seluruh tindakan/prosedur sesuai ICD-9-

CM yang telah dilaksanakan serta membuat resume medis pasien secara lengkap dan jelas

selama pasien dirawat di rumah sakit.

2. Tugas dan tanggung jawab seorang koder adalah melakukan kodifikasi diagnosis dan

tindakan/prosedur yang ditulis oleh dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD-10 untuk

diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien.

Apabila dalam melakukan pengkodean diagnosis atau tindakan/prosedur koder menemukan

kesulitan ataupun ketidaksesuaian dengan aturan umum pengkodean, maka koder harus

melakukan klarifikasi dengan dokter. Apabila klarifikasi gagal dilakukan maka koder dapat

menggunakan aturan (rule) MB 1 hingga MB 5.

2.3 BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan adalah badan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan,

implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014. Dengan telah disahkan Undang-Undang tentang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka PT Askes (Persero) dinyatakan bertransformasi menjadi BPJS

Kesehatan. Pihak BPJS Kesehatan bertugas melakukan pengawasan yang serius pada setiap rumah sakit

dalam implementasi tarif INA-CBGs. Walaupun telah dilakukan revisi seideal mungkin tapi tanpa disertai

pengawasan yang serius pada tahapan implementasi bisa jadi tujuan dari INA-CBGs tidak tercapai. BPJS

Kesehatan juga membentuk tim kendali mutu dan biaya yang memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi

kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi dan melakukan

pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan (Kemenkes, 2013).

Pada setiap rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terdapat petugas verifikator.

Untuk menjalankan tugasnya dalam melakukan verifikasi klaim, verifikator wajib memastikan

kesesuaian diagnosis dan posedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat

buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya). Ketentuan koding mengikuti panduan Ketentuan koding

mengikuti panduan koding yang terdapat dalam Juknis INA-CBGs (BPJS Kesehatan, 2014).

2.4 Rumah Sakit sebagai FKRTL

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang

dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat. Berdasarkan kepemilikannya rumah sakit dapat dibagi menjadi dua yaitu rumah sakit

pemerintah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit yang dimiliki oleh

Departemen Kesehatan, pemerintah daerah, ABRI dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rumah sakit

swasta adalah rumah sakit yang kepemilikannya berbentuk yayasan, Perseroan Terbatas (PT), koperasi

dan atau badan hukum lainnya.

Tarif INA-CBGs untuk rumah sakit pemerintah dan swasta adalah sama, perbedaannya yaitu pada

kelompok kelas rumah sakit. Oleh karena itu di era JKN rumah sakit harus berlomba untuk meningkatkan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

akreditasi rumah sakitnnya. Dengan ditetapkannnya metode pembayaran INA-CBGs, terjadi perubahan

cara pandang dan perilaku dalam pengelolaan rumah sakit serta pelayanan terhadap pasien. Rumah

sakit dituntut untuk merubah cara pandang dari pola pembayaran fee for service ke pembayaran INA-

CBGs, dari mulai tingkat manajemen rumah sakit, dokter dan seluruh karyawan rumah sakit.

Dalam menjalankan sistem INA-CBGs pihak rumah sakit harus membangun komunikasi

yang baik antara tim dokter dengan manajemen untuk mengurangi variasi pelayanan dan pilih

layanan yang paling cost efective dengan membuat dan menjalankan clinical pathway serta

mengedepankan kendali mutu dan kendali biaya, untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu,

efisien dan cost effective (Kemenkes, 2014). Hal ini didukung oleh penelitian Indriani mengenai

Dampak Biaya Laboratorium Terhadap Kesenjangan Tarif INA-CBGs dan Biaya Riil Diagnosis

Leukemia menunjukkan bahwa selama penerapan Diagnosis Related Group di Rumah Sakit

Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito, terjadi kesenjangan tarif biaya riil pelayanan kesehatan dengan

tarif INA-CBGs. Penyebab terbesar kesenjangan tarif tersebut adalah pelayanan obat dan

penggunaan sumber daya laboratorium yang tidak efisien (Indriani, 2013).

Rumah sakit provider BPJS kesehatan setelah menangani pasien peserta BPJS Kesehatan

maka dapat mengajukan klaim ke pihak BPJS Kesehatan. Pengesahan tagihan dilakukan oleh

direktur/kepala fasilitas kesehatan lanjutan dan petugas verifikator BPJS Kesehatan. Klaim pada

FKRTL diajukan secara kolektif oleh rumah sakit kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10

bulan berikutnya dengan kelengkapan administrasi umum yang terdiri dari (BPJS, tanpa tahun):

1. Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap tiga.

2. Softcopy luaran aplikasi.

3. Kuitansi asli bermaterai cukup.

4. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

5. Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan klaim.

2.4.1 Penerapan sistem INA-CBGs

Jika rumah sakit menerapkan pembiayaan prospektif dan biaya dibayarkan tanpa melihat lama

pasien dirawat, maka rumah sakit akan terdorong untuk menghindari pengeluaran biaya yang tidak

penting, khususnya pada pembayaran yang melebihi biaya aktual yang optimal. Jaminan mutu dapat

diterapkan dengan penerapan pemanfaatan/utilization, sehingga evaluasi perawatan medik dapat

berlangsung dengan efisien (Mukti, 2009). Karena program ini merupakan hal yang masih baru bagi staf

rumah sakit maka dari manajemen perlu melakukan pendekatan dengan melihat edukasi (pendidikan)

dan motivasi (dorongan) terhadap staf untuk penerapan sistem INA-CBGs. Sebagaimana menurut Gillies

(1986) fungsi dasar manajemen pada tahap actuating adalah pengarahan (edukasi) dan motivasi.

Berbagai jenis informasi dalam rangka sosialisasi dapat disampaikan dalam pola dan bentuk kegiatan,

yaitu melalui berbagai jenis event seperti seminar, workshop, talkshow, simulasi ataupun penyebaran

buku, leaflet, brosur, CD dan sebaran lainnya (Aprillia, 2009). Menurut Notoatmodjo (2003) dalam

Efendi & Makhfudli (2009), pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Kurangnya pengetahuan responden mengenai sistem INA-CBGs dapat

berdampak pada rendahnya sikap/perilaku dalam menjalankan sistem INA-CBGs.

Penyelenggaraan jaminan kesehatan menggunakan prinsip-prinsip managed care yaitu suatu

teknik yang mengintegrasikan pembiayaan dan pelayanan kesehatan melalui penerapan kendali biaya

dan kendali mutu yang bertujuan untuk mengurangi biaya pelayanan yang tidak perlu dengan cara

meningkatkan kelayakan dan efisiensi pelayanan kesehatan (Mukti, 2009). Berikut adalah hal yang harus

dilakukan rumah sakit untuk menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 antara lain:

a. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

Hal ini perlu dilakukan karena salah satu tonggak keselamatan pasien adalah akuntabilitas sumber

daya manusia yang terlibat dalam layanan kesehatan. Dokter, perawat, atau tenaga kesehatan

lainnya dituntut untuk memiliki kompetensi yang adekuat (Herkutanto, 2009). Proses kredensial

adalah proses untuk memberikan kewenangan klinis bagi tenaga kesehatan untuk melakukan

tindakan klinis tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Herkutanto mengenai Hambatan Dan

Harapan Sistem Kredensial Dokter: Studi Kualitatif Di Empat Rumah Sakit Indonesia Tahun 2009

menunjukan hasil bahwa hambatan terwujudnya sistem kredensial ideal adalah mispersepsi

bahwa kredensial identik dengan proses penerimaan dokter sebagai karyawan rumah sakit.

Harapan partisipan tercermin dari kebutuhan proses monitoring, hubungan baik tim kredensial

dengan pihak manajemen, standardisasi aturan dan instrumen kredensial, adanya tim kredensial

yang obyektif, dan hubungan baik antar sejawat (Herkutanto, 2009). Dengan sistem kredensial

yang baik akan menjamin kualitas layanan rumah sakit terhadap pasien.

b. Utilization review dan audit medis yang dilaporkan setiap bulan oleh rumah sakit kepada pihak BPJS

Kesehatan.

Utilization review merupakan suatu metode untuk menjamin mutu pelayanan terkait

penghematan biaya. Mekanisme pengendalian biaya utilization review dengan memeriksa

apakah pelayanan secara medis perlu diberikan dan apakah pelayanan diberikan secara tepat.

Utilization review memiliki keuntungan yang jelas untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan

pelayanan kesehatan agar menghilangkan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu serta resiko

potensial pasien (Kemenkes, 2014). Audit medis adalah upaya evaluasi secara professional

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam

medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis (Kemenkes, 2005)

c. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan dan/atau;

Tujuan dari pembinaan etik dan profesionalisme adalah untuk memastikan bahwa pasien

mendapatkan pelayanan kesehatan dengan standar mutu tinggi dan keselamatan pelayanan

sesuai dengan sumber daya yang dimiliki (Indonesia Orthopedic, 2015). Lamanya menjalani

profesi sebagai tenaga kesehatan akan mempengaruhi pengetahuan, sikap serta perilaku

berkaitan dengan etika dan disiplin profesi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Afandi mengenai Refleksi Dokter terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia menunjukkan hasil

untuk variabel lama menjadi dokter didapatkan hubungan yang bermakna dengan tingkat refleksi

KODEKI (p=0,01). Hal ini dapat terjadi dikarenakan perkembangan moral yang dipengaruhi oleh

faktor eksternal (reward and punishment) yang didapat selama menjalani profesi sebagai tenaga

kesehatan (Afandi, 2008).

d. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam

pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi

kesehatan.

Untuk menjalankan sistem INA CBGs rumah sakit harus sudah memiliki clinical pathway untuk

setiap diagnosa (Nasution, 2014). Clinical pathway adalah konsep perencanaan pelayanan terpadu yang

merangkum setiap langkah kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan

keperawatan dan standar pelayanan kesehatan lainnya (Rivani, 2009). Hal ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Devitra (2011) mengenai Analisis Implementasi Clinical Pathway Kasus Stroke

Berdasarkan INA-CBGs di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2011, menunjukkan bahwa

pelaksanaan clinical pathway di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi berada pada tingkat

pengenalan dan siap untuk diimplementasikan. Operasional kebijakan, komitmen, kepemimpinan klinis,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

motivasi dan evaluasi perlu ditingkatkan. Manajemen rumah sakit disarankan untuk membuat rencana

clinical pathway, membentuk tim clinical pathway, meningkatkan motivasi staf rumah sakit dan

menyosialisasikan program pada semua staf rumah sakit (Devitra, 2011). Karena dengan

diberlakukannya clinical pathway dapat memperbaiki proses pelayanan (Pinzon, 2009).

Selain clinical pathway di era JKN juga telah dibentuk formularium obat atau disebut

Formularium Nasional / Fornas. Menurut Kongstvedt dalam Christina 2011 disebutkan bahwa

formularium merupakan suatu daftar obat yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan medis

dengan jenis obat yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien. Berkaitan dengan obat, formularium

nasional sebenarnya dapat mempermudah dalam perencanaan dan penyediaan obat, serta

meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan. Formularium nasional daftar obat ini

disusun oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional (BPJS Kesehatan, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang

Petunjuk Teknis Sistem INA-CBGs ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan rumah sakit agar

pemberlakuan sistem INA-CBGs dapat berjalan dengan baik. Beberapa upaya yang sebaiknya

dilakukan rumah sakit adalah:

1. Membangun Tim Rumah Sakit

Manajemen dan profesi serta komponen rumah sakit yang lain harus mempunyai persepsi dan

komitmen yang sama serta mampu bekerja sama untuk menghasilkan produk pelayanan rumah

sakit yang bermutu dan cost efective. Bukan sekedar untuk mencari keuntungan sebesar-

besarnya. Sebagai tim semua komponen rumah sakit harus memahami tentang konsep tarif

paket, dimana dimungkinkan suatu kasus atau kelompok CBG tertentu mempunyai selisih

positif dan pada kasus atau kelompok kasus CBG yang sama pada pasien berbeda ataupun pada

kelompok CBG lain mempunyai selisih negatif. Surplus atau selisih positif pada suatu kasus

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

atau kelompok CBG dapat digunakan untuk menutup selisih negatif pada kasus lain atau

kelompok CBG lain (subsidi silang). Sehingga pelayanan rumah sakit tetap mengedepankan

mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

2. Meningkatkan Efisiensi

Efisiensi tidak hanya dilakukan pada sisi proses seperti penggunaan sumber daya farmasi, alat

medik habis pakai, lama rawat, pemeriksaan penunjang yang umumnya menjadi area profesi

tetapi juga pada sisi input seperti perencanaan dan pengadaan barang dan jasa yang umumnya

menjadi area/tanggung jawab menejemen. Sisi proses umumnya lebih menekankan pada aspek

efektifitas sedangkan sisi input umumnya lebih menekankan aspek efisiensi. Keduanya harus

mampu berinteraksi untuk menghasilkan produk pelayanan yang cost effective. Sisi proses

dalam hal melakukan efisiensi juga harus mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan

pelayanan yang berlebih dan tidak diperlukan (over treatment dan atau over utility). Seperti

penggunaan/pemilihan obat yang berlebihan dan pemeriksaan penunjang yang tidak selektif

dan tidak kuat indikasinya. Efisiensi juga harus dilakukan pada biaya umum seperti penggunaan

listrik, air, perlengkapan kantor dan lain-lain. Inefisiensi pada sisi input maupun proses akan

berpengaruh pada ongkos/biaya produksi pelayanan rumah sakit yang mahal.

3. Memperbaiki Mutu Rekam Medis

Tarif INA-CBGs sangat ditentukan oleh output pelayanan yang tergambar pada diagnosis akhir

(baik diagnosis utama maupun diagnosis sekunder) dan prosedur yang telah dilakukan selama

proses perawatan. Kelengkapan dan mutu dokumen rekam medis akan sangat berpengaruh pada

koding, grouping dan tarif INA-CBGs.

4. Memperbaiki Kecepatan dan Mutu Klaim

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

Kecepatan dan mutu klaim akan mempengaruhi cash flow rumah sakit. Kecepatan klaim sangat

dipengaruhi oleh kecepatan penyelesaian berkas rekam medis. Sehingga rumah sakit harus

menata sistem pelayanan rekam medis yang baik agar kecepatan dan mutu rekam medis bisa

memperbaiki dan meningkatkan cash flow rumah sakit.

5. Melakukan Standarisasi

Perlu terus dibangun standard input dan proses di tingkat rumah sakit. Standard input misalnya

farmasi, alat medik habis pakai. Perlu dibuat formularium obat rumah sakit (perencanaan), perlu

dibuat standar pengadaan obat rumah sakit (e-katalog dan atau lelang), standar penulisan resep

misal dokter hanya menulis nama generik sedangkan obat yang diberikan berdasar

hasil/perolehan pengadaan. Standar proses misalnya PPK/SPO dan atau clinical pathway.

Keputusan/penetapan standar proses akan sangat berpengaruh pada pembuatan keputusan pada

standar input.

6. Membentuk Tim Casemix/Tim INA-CBG Rumah Sakit

Tim Case-mix/Tim INA-CBGs rumah sakit akan menjadi penggerak membantu melakukan

sosialisasi, monitoring dan evaluasi implementasi INA-CBGs di rumah sakit.

7. Memanfaatkan Data Klaim

Data INA-CBGs rumah sakit dapat digunakan/dimanfaatkan tidak hanya untuk klaim tetapi

juga dapat digunakan untuk menilai performance rumah sakit dan performance SDM

khususnya profesi dokter. Data INA-CBGs bisa juga digabungkan dengan data HIMS (Health

Information Management System) bahkan bisa dibandingkan dengan rumah sakit lain yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber dari rekam medis pasien. ... buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya)

sekelas. Jadi data INA-CBGs dan data klaim dapat digunakan sebagai bahan untuk pengambilan

keputusan/kebijakan tingkat rumah sakit.

8. Melakukan Reviu Post-Claim

Reviu post-claim yang dilakukan secara berkala sangat penting dalam menentukan kebijakan

yang berkaitan dengan pengendalian biaya dan mutu dalam pelayanan yang akan diberikan.

Idealnya kegiatan reviu ini melibatkan seluruh unit yang ada di rumah sakit baik manajemen,

tenaga professional, serta unit penunjang maupun pendukung dan dilakukan dengan data yang

telah dianalisis oleh tim case-mix rumah sakit.

9. Pembayaran Jasa Medis

Perubahan metode pembayaran rumah sakit dengan metode paket INA-CBGs sebaiknya diikuti

dengan perubahan pada cara pembayaran jasa medis. Pembayaran jasa medis sebaiknya

disesuaikan dengan menggunakan sistem remunerasi berbasis kinerja. Remunerasi merupakan

imbalan yang diberikan kepada seseorang berkaitan dengan kompetensi yang dimilikinya dan

kinerja yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kristanti, 2013). Apabila

karyawan merasa bahwa kompensasi yang mereka terima tidak memadai maka prestasi kerja,

kepuasan kerja, dan motivasi kerja menurun secara drastic (Darmawan, 2008).

10. Untuk masa yang akan datang diharapkan seluruh rumah sakit provider JKN bisa berkontribusi

untuk mengirimkan data koding dan data costing sehingga dapat dihasilkan tarif yang

mencerminkan actual cost pelayanan di rumah sakit.