i.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/63268/2/bab i.pdf · ia melihat pada akun penjual tersebut...
TRANSCRIPT
16
BAB I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya teknologi di masa kini, banyak kemajuan di
segala bidang terutama dalam bidang teknologi dan informasi. Teknologi informasi
dan komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat dan memberikan
banyak kemudahan bagi manusia. Banyak hal yang dapat dilakukan melalui internet
mulai dari berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara
online. Semua itu dilakukan tanpa melakukan kontak langsung dengan orang lain.
Bisnis secara online dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas
seperti situs internet, media sosial, dan pembayaran melalui layanan e-banking. Oleh
karena itu perlu saat ini kita memperhatikan pula aspek hukumnya terutama agar hak
dan kewajiban kedua belah pihak terjamin. Dalam proses transaksi cendrung
konsumen merasa tidak aman saat melakukakan proses tersebut. Perkembangan
teknologi informasi di dunia mengalami kemajuan yang begitu pesat. Mulai dari
perkembangan teknologi informasi itu sendiri telah menciptakan perubahan sosial,
ekonomi dan budaya. Layanan bisnis online ini tertunya berpeluang untuk dijadikan
lahan kejahatan.
Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Internet di Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1990-an. Masyarakat
menggunakan internet pada saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang
17
berada dikota-kota besar yang menggunakannya. Berbeda dengan sekarang,
masyarakat dari segalakalangan dapat menggunakan internet untuk berbagai macam
hal. Kalangan tua, muda, sampai anak-anak sekarang mampun menggunakannya
untuk kebutuhanya
Di Indonesia itu sendiri juga mempunyai dampak positif dan negatif.
Transaksi jual beli online memang mudah dan cepat tanpa harus bertatap muka
dengan penjual, tetapi pembeli tidak dapat melihat secara langsung kondisi barang
yang akan dibeli. Salah satu dampak negatifnya adalah dengan adanya fasilitas
internet yang sangat canggih dan mudah di pelajari, hal ini dapat menimbulkan
kejahatan. Kejahatan yang terjadi dalam internet sering di sebut Cyber Crime
(kejahatan di dunia maya). Salah satu jenis kejahatan e-commerce adalah penipuan
online. Penipuan online adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang
yang tidak bertanggung jawab untuk memberikan informasi palsu demi keuntungan
pribadi. Dengan perdagangan lewat internet ini yakni semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi yng merupakan motor penggerak bagi produksifitas dan
efisiensi produsen atas barang yang dijualnya dalam rangka mencapai sasaran usaha,
maka perlindungan hukum terhadap konsumen dipandang sangat penting
keberadaannya. Sebab dalam rangka mengejar produksifitas dan efisiensi tersebut,
pada akhirnya baik secara langsung dan tidak langsung konsumenlah yang
menanggung dampaknya.1
1 Sri Rejeki Hartono, Aspek-aspek hukum Perlindungan Konsumen pada era Perdagangan Bebas
dalam Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung : Mandar Maaju, 2000) hlm. 33
18
Di dalam dunia Internet, potensi pelaku kejahatan melakukan kejahatan
sangatlah besar dan sangat sulit untuk ditangkap karena antara orang yang ada
didalam dunia maya ini sebagian besar fiktif atau identitas orang per orang tersebut
tidak nyata. Salah satu bentuk kejahatan penipuan dalam transaksi jual-beli online (E-
Commerce)semakin hari semakin banyak korban. Bahkan dalam hal ini banyak sekali
terjadi tindak pidana penipuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya
yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan
penipuan yang semakin kompleks. Berbagai modus penipuan melalui media online
pun terus bermunculan dan pelaku pun dengan rapi melakukan aksinya dalam tindak
penipuan, hal ini di terlihat dari banyaknya website-website, dan berbagai akun jual
beli lainnya yang palsu yang dibuat secara sedemikian rupa dan menawarkan
berbagai produk dengan harga dibawah harga normal, dengan maksud menarik minat
pembeli untuk membeli produknya, yang tentu saja itu dapat merugikan banyak
pihak.
Seperti pada kasus yang dialami oleh seorang mahasiswa yang sedang
menempuh studi di salah satu universitas negeri di Kota Malang, demi untuk
melindungi privasi atau nama baik korban sehingga penulis menggunakan bukan
nama sebenarnya, sebut saja “Andi (nama disamarkan) saat itu ia ingin sekali
membeli salah satu barang elektrorik yang di promosikan oleh salah satu pedagang
online yang berada di Kota Batam di media sosial Instagram. Tergiur dengan harga
yang murah akhirnya “Andi” pun berkeinginan untuk membeli barang tersebut
melalui akun instagram miliknya. Setelah menghubungi pedagang melalui ponselnya
19
kemudian “Andi” melakukan tawar menawar dengan penjual tersebut hingga
akhirnya berniat untuk membeli Kamera Canon DSLR 600d dengan harga yang telah
disepakati yakni Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Tergiur dengan
harga murah yang telah ditawarkan oleh penjual tersebut, pada akhirnya penjual pun
memberikan nomor rekening nya kepada “Andi”. Lalu beberapa saat kemudian
penjual tersebut mendesak “Andi” untuk segera melakukan transfer ke ATM terdekat.
Dengan hati senang lalu “Andi” pun segera melakukan transfer uang sejumlah Rp.
2.500.000., kepada penjual atas nama Rita Nadira yang berdomisili di Kota Batam.
Setelah “Andi” melakukan transaksi lalu tiba-tiba penjual juga mengatakan ada
tambahan biaya sebesar Rp. 200.000 (dua ratus ribu rupiah) untuk biaya ekpedisi dan
Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk pajak agar barang lebih cepat di proses dan
dikirim, setelah penjual mengatakan hal tersebut Andi pun kaget karena kesepakatan
awal harga yang telah dibayarkan sudah termasuk biaya ongkos pengiriman dan lain-
lain. Setelah penjual mendesak lalu Andi mencoba menelponnya tetapi selalu di
Reject (atau di tolak dan setelah itu tidak bisa dihubungi lagi. Andi pun panik dan
terus mencoba menghubungi penjual tersebut tetapi tidak bisa. Akhirnya pada saat itu
juga Andi langsung bergegas ke Bank Terdekat untuk menarik kembali uang yang
telah di transfernya tetapi pihak teller bank mengatakan tidak bisa karena uang
tersebut telah diambil oleh pelaku beberapa saat setelah Andi mengirim uang. Andi
pun panik lalu melapor kepada pihak berwajib mengenai masalah ini, Andi juga
melampirkan bukti-bukti yang ada seperti kwitansi transfer, rekening atas nama, dan
rekening koran yang didapat dari pihak bank. Beberapa saat setelah itu Andi
20
mendapatkan STPL (Surat Tanda Penerimaan Laporan) dari pihak kepolisian dan
setelah itu Andi pulang dan berharap kasus yang dialaminya tersebut bisa segera di
proses. tetapi hingga beberapa minggu kemudian Andi pun masih belum mendapat
kabar mengenai kelanjutan dari kasusnya ini. Sehingga Andi pun dengan berat hati
berusaha mengikhlaskan uang tersebut
Tidak hanya Andi (nama disamarkan) yang menjadi korban dalam kasus
penipuan online shopini. Hal serupa juga dialami oleh mahasiswi asal Kota Makkasar
yang berdomisili di Kota Malang, penulis menggunakan nama samaran guna untuk
melindungi privasi korban atau nama baik korban, sebut saja Andini (nama
disamarkan) juga mengalami hal yang sama. Andini menjelaskan bahwa ketika ia
akan membeli sebuah Tas bermerek Coach di salah satu akun jastip (jasa titip)
instagram miliknya ia tergiur dengan iklan yang muncul pada beranda instagram
miliknya. Ia melihat pada akun penjual tersebut mempunyai banyak koleksi tas
branded original dengan harga yang lebih murah dari harga aslinya karena pada saat
itu penjual mengatakan bahwa pada hari itu barang-barang yang ada di salah satu
store tersebut mengadakan promo akhir tahun. Andini pun berniat untuk membeli
salah satu tas yang diinginkannya, sehingga ia langsung mengubungi nomor
whatssapp yang tertera di bio instagrram penjual. Setelah menghubungi lewat
whatssapp lalu Andini mengirimkan gambar foto tas yang diinginkannya kepada
penjual dan penjual tersebut lalu mengirimkan daftar harga tas yang sedang promo
tersebut. Dengan penuh keyakinan akhirnya Andini pun percaya dan langsung berniat
untuk membeli barang tersebut, beberapa saat setelah itu penjual mengirimkan nomor
21
rekening dan nama penerima dan jumlah harga yang harus dibayar yakni
Rp.1.100.000 (satu juta seratus ribu rupiah) untuk satu buah tas berukuran kecil dan
sudah termasuk harga jasa titip tersebut. Andini pun langsung segera melakukan
transfer dengan jumlah tersebut kepada penjual melalui M-Banking (Mobile Bank).
Setelah melakukan transfer uang ke rekening tersebut beberapa saat setelah itu Andini
pun di Block oleh si penjual, Andini pun kaget dan panik ia terus mencoba
menghubungi penjual tersebut sampai menelfon beberapa kali tetapi tidak bisa.
Akhirnya pada hari itu juga Andini langsung bergegas ke Bank Terdekat untuk
menarik kembali uang yang telah di transfernya tetapi pihak teller bank mengatakan
tidak bisa karena uang tersebut telah diambil oleh pelaku beberapa saat setelah Andi
mengirim uang. Andini pun langsung panik lalu melapor kepada pihak berwajib
mengenai masalah ini, Andini juga melampirkan bukti-bukti yang ada seperti
kwitansi transfer, rekening atas nama, dan rekening koran yang didapat dari pihak
bank. Beberapa saat setelah itu Andini mendapatkan STPL (Surat Tanda Penerimaan
Laporan) dari pihak kepolisian Andini pulang dan berharap kasus yang dialaminya
tersebut bisa segera di proses. tetapi hingga beberapa minggu kemudian Andi pun
masih belum mendapat kabar mengenai kelanjutan dari kasusnya ini.
Perbuatan penipuan tersebut selalu memakan banyak korban bahkan
cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring dengan kemajuan
ekonomi. Transaksi online semakin banyak mendapatkan perhatian dari para peminat
jual beli online seiring perkembangan teknologi karena memudahkan proses jual beli
tersebut. Selain adanya dampak negatif adapun dampak positif yang disebabkan oleh
22
adanya belanja online diantaranya masyarakat dapat dengan mudah membeli barang
apa yang diinginkan dengan pelayanan yang cepat dan mudah serta praktis karena
masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk yang akan
dibeli tanpa perlu mendatangi tempat penjual barang tersebut.
Penegakan Hukum di bidang Teknologi Informasi tidak terlepas dari peran
Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Masalah tindak pidana ini nampaknya akan terus
berkembang dan tidak akan pernah surut baik dilihat dari segi kualitas maupun
kuantitasnya, perkembangan ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan
pemerintah2. Saat ini tingginya tingkat pengaduan oleh konsumen di Indonesia
terutama di Kota Malang terkait dengan kasus penipuan dalam jual beli online
tentunya perlu mendapatkan perhatian.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri pada pasal 378 yang
menyatakan bahwa:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
2Arif Gosita. 1983. “Masalah Korban Kejahatan”. Jakarta: Akademika Pressindo. Hal 3.
23
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.”3
Walaupun demikian masih dirasa kurang efektif dalam penegakkan terhadap
pelanggarnya, karena dalam penegakan hukum pidana tidak hanya cukup dengan
diaturnya suatu perbuatan di dalam suatu undang-undang, namun dibutuhkan juga
aparat hukum sebagai pelaksana atas ketentuan undang-undang serta lembaga yang
berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti kepolisian, kejaksaan,
pengadilan. Kasus-kasus akhir-akhir ini semakin berkembang dan sering terjadi
meskipun tindak pidana ini telah diatur di dalam KUHP.
Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
juga disebutkan pada pasal 4 yang menyatakan bahwa hak-hak konsumen adalah:
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
24
Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini penjual online), sesuai
Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen adalah:
1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
6. mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
8. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Terkait dengan persoalan penipuan jual beli secara online, lebih tegas lagi
dibahas dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku
usaha untuk memperdagangkan barang/ jasa yang tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang
dan/atau jasa tersebut.4 Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian spesifikasi barang
yang Anda terima dengan barang tertera dalam iklan/ foto penawaran barang
merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan
barang. Kita selaku konsumen sesuai Pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen
tersebut berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian apabila
4 Diakses dari, Perlindungan Hukum Konsumen data E-Commerce, https://www.hukumonline.com,
Acces 17 Desember 2018
25
barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal 7 huruf g
UU Perlindungan Konsumen berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
Apabila pelaku usaha melanggar larangan memperdagangkan barang/ jasa
yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/ atau jasa tersebut, maka pelaku usaha dapat
dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi:
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.”
Dari penjelasan tersebut diatas dapat diketahui bahwa kurangnya Sumber
Daya Manusia dan peralatan yang memadai yang menjadi kendala kepolisian untuk
mengungkap dan menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan cyber crime dan
bagaimanakah strategi kepolisian untuk mengatasi kasus-kasus yang berkaitan
dengan cyber crime dengan keterbatasan yang ada sehingga tidak terjadi keresahan
dalam masyarakat. Dalam hal ini konsumen dalam melakukan transaksi online
memerlukan perlindungan secara hukum apabila terjadi permasalahan sebagaimana
yang mungkin terjadi. Dengan demikian peran kepolisian diharapkan dapat mengatasi
dan mengurangi tindak pidana penipuan yang terjadi secara online yang
26
memanfaatkan teknologi informasi sehingga tidak lagi menimbulkan kekhawatiran
dan keresahan yang besar dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai masalah terkait proses bagaimana penyelesaian perkara penipuan online
yang marak terjadi di masyarakat dan penulis juga ingin mengetahui lebih dalam
mengenai apa upaya yang dilakuan pihak Kepolisian mengenai kasus tersebut dan
bagaimanakah perlindungan hukum untuk korban tindak pidana penipuan jual beli
secara online. Dengan demikian penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan Melalui
Media Sosial Instagram (Studi Kasus di Kepolisian Resor Malang Kota).
I.2 Rumusan Masalah
Berdasaarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis
mengangkat beberapa permasalahan untuk selanjutnya dibahas dalam penulisan
skripsi ini
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban penipuan jual beli melalui
media sosial instagram?
2. Apa upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menyelesaikan perkara
terkait penipuan jual beli secara online melalui media sosial instagram?
I.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana penipuan jual beli secara online
27
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya kepolisian dalam menyelesaikan perkara
terkait penipuan jual beli secara online.
I.4 Metode Penelitian
Agar dapat mengetahui dan membahas suatu permasalahan diperlukan adanya
pendekatan dengan menggunakan metode-metode tertentu yang bersifat
ilmiah. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode Penelitian Lapangan (Sosio Legal
Research), Dengan mengadakan penelitian langsung pada tempat atau objek
penelitian yaitu di Kepolisian Resort Malang Kota terkait Perlindungan
Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan Melalui Media Sosial.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan oleh peneliti yaitu di Kepolisian Resor Kota
Malang atas pertimbangan banyaknya aduan terkait permasalahan kasus
penipuan jual beli online yang terdapat di sekitar Kota Malang. Penelitian ini
berlokasi di Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 19 Malang Jawa Timur 65112.
3. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar
adalah menggunakan data kualitatif, sedangkan sumber data yang dilakukan
28
dalam penelitian ini diklarifikasikan kedalam data primer, data sekunder dan
data tersier yaitu:
a. Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung yang dalam penelitian ini didapatkan melalui wawancara pada
salah satu anggota Unit Tipidter di Kepolisian Resor Malang Kota
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data yang diperloeh
dari pihak kepolisian, pendapat dan peraturan perundang-undangan dan
hukum positif yang berlaku
1. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
3. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
c. Data Tersier
Yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus, ensiklopedia, indeks
kumulatif.
I.5 Kegunaan Penulisan
1. Bagi Penulis
29
Untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh kepolisian resor kota malang
dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana penipuan
jual beli melalui media sosial.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai
perlindungan hukum terhadap korban yang mengalami penipuan dan menjadi
bahan referensi bagi mahasiswa.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan bagi masyarakat
terkait dengan pentingnya mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum
terhadap korban yang dilakukan kepolisian dan mengetahui upaya apa yang
dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menyelesaikan perkara terkait penipuan
melalui media sosial instagram. Sehingga masyarakat umum tidak salah dalam
menafsirkan hukum yang ada, jika masyarakat mengetahui maka diharapkan bisa
lebih berhati-hati dalam melakukan proses jual beli secara online.
4. Bagi Penegak Hukum
Diharapkan penelitian ini berguna untuk bagi pihak yang
berkepentingan dan dapat mengungkap, menangani kasus-kasus yang berkaitan
dengan penipuan jual beli online sehingga tidak terjadi keresahan dan ke
khawatiran dalam masyarakat.
30
I.6 Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, penulis akan menyajikan empat bab yang terdiri dari sub-
sub bab, sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari
penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum dalam memahami
penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka
teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab II ini penulis akan menguraikan landasan teori atau kajian
teori yang mendukung hasil penelitian dalam membahas permasalahan yang
dipaparkan oleh penulis.
BAB III : PEMBAHASAN
Dalam Bab III ini akan diuraikan mengenai jawaban terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Dalam
pembahasan akan dikaitkan dengan kajian teori serta landasan yuridis yang
tepat.
BAB IV PENUTUP
31
Bab IV merupakan bab terakhir atau penutup yang didalamnya
berisikan suatu kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian hukum serta
saran-saran yang akan diberikan oleh penulis.