i. pendahuluan a. latar belakang/pengaruh...daging merupakan sumber protein ... selama ini kebutuhan...

25
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat Indonesia, maka pemenuhan gizi yang seimbang terutama bahan pangan sumber protein hewani juga meningkat. Daging merupakan sumber protein hewani yang cukup diminati masyarakat. Selama ini kebutuhan daging terutama disuplai dari ternak besar, ternak kecil dan unggas, sedangkan untuk aneka ternak termasuk kelinci peranannya belum optimal. Padahal kelinci memiliki potensi sebagai ternak penghasil daging. Dalam peternakan kelinci dibutuhkan manajemen yang baik dalam pemeliharaan agar didapatkan produksi yang optimal. Pakan baik kuantitas maupun kualitasnya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas ternak kelinci. Produktivitas ternak yang tinggi dapat dicapai apabila kuantitas dan kualitas nutrien terpenuhi. Pada umumnya untuk mendapatkan pakan dengan kandungan nutrien yang baik harganya mahal. Apalagi yang penggunaannya berkompetisi dengan ternak lain seperti non ruminansia dan atau unggas. Pakan hijauan yang biasa digunakan adalah rumput lapang, daun kangkung, daun lamtoro, daun turi, jerami kacang tanah dan sebagainya. Jerami kacang tanah (rendeng) sering digunakan sebagai komponen hijauan dalam ransum kelinci, tetapi ketersediannya tidak kontinyu sepanjang tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya mencari bahan pakan pengganti hijauan tersebut yang ketersediaannya dapat kontinyu sepanjang tahun dan memiliki nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh kelinci. Salah satu bahan pakan tersebut adalah daun pisang. Daun pisang jumlahnya melimpah dan relatif tersedia sepanjang tahun, serta mempunyai kandungan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Komposisi kimia daun pisang antara lain energi (TDN) 73,5 %, protein kasar 16,6 % dan serat kasar 23,0 % (Siregar, 2003), energi (DE) sebesar 2240 kkal/ kg (Widayati dan Widalestari, 1996 cit. Irawan, 2009).

Upload: dinhtuyen

Post on 04-Apr-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat

Indonesia, maka pemenuhan gizi yang seimbang terutama bahan pangan

sumber protein hewani juga meningkat. Daging merupakan sumber protein

hewani yang cukup diminati masyarakat. Selama ini kebutuhan daging

terutama disuplai dari ternak besar, ternak kecil dan unggas, sedangkan untuk

aneka ternak termasuk kelinci peranannya belum optimal. Padahal kelinci

memiliki potensi sebagai ternak penghasil daging.

Dalam peternakan kelinci dibutuhkan manajemen yang baik dalam

pemeliharaan agar didapatkan produksi yang optimal. Pakan baik kuantitas

maupun kualitasnya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

produktivitas ternak kelinci. Produktivitas ternak yang tinggi dapat dicapai

apabila kuantitas dan kualitas nutrien terpenuhi. Pada umumnya untuk

mendapatkan pakan dengan kandungan nutrien yang baik harganya mahal.

Apalagi yang penggunaannya berkompetisi dengan ternak lain seperti non

ruminansia dan atau unggas. Pakan hijauan yang biasa digunakan adalah

rumput lapang, daun kangkung, daun lamtoro, daun turi, jerami kacang tanah

dan sebagainya. Jerami kacang tanah (rendeng) sering digunakan sebagai

komponen hijauan dalam ransum kelinci, tetapi ketersediannya tidak kontinyu

sepanjang tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya mencari bahan pakan

pengganti hijauan tersebut yang ketersediaannya dapat kontinyu sepanjang

tahun dan memiliki nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh kelinci. Salah satu

bahan pakan tersebut adalah daun pisang.

Daun pisang jumlahnya melimpah dan relatif tersedia sepanjang tahun,

serta mempunyai kandungan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak.

Komposisi kimia daun pisang antara lain energi (TDN) 73,5 %, protein kasar

16,6 % dan serat kasar 23,0 % (Siregar, 2003), energi (DE) sebesar 2240 kkal/

kg (Widayati dan Widalestari, 1996 cit. Irawan, 2009).

2

Penggunaan daun pisang sebagai pakan ternak memiliki kendala yakni

cepat busuk ataupun kering sehingga perlu dilakukan pengawetan untuk dapat

meningkatkan daya simpan dan mempertahankan kandungan nutriennya.

Salah satu cara pengawetan hijauan (dalam bentuk segar) adalah dengan

pembuatan silase. Silase merupakan proses fermentasi pada suatu tempat yang

kedap udara dan dalam kondisi anaerob (Mc Donald, 1991). Prinsip

pembuatan silase adalah mempercepat terjadinya keadaan anaerob (hampa

udara) dan suasana asam di dalam silo. Dalam keadaan anaerob dan suasana

asam, bakteri pembusuk, dan jamur berhenti bekerja sehingga bahan pakan

yang dibuat silase dapat tahan lama (Soegiri et al., 1981). Proses pembuatan

silase ini disebut ensilase.

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh

substitusi jerami kacang tanah (rendeng) dengan silase daun pisang (Musa

paradisiaca) dalam ransum terhadap performan kelinci New Zealand White

jantan.

B. Rumusan Masalah

Ternak kelinci mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan

sebagai ternak penghasil daging. Daging kelinci mempunyai kandungan

protein yang tinggi dengan kadar lemak dan kolesterol rendah serta

mempunyai bentuk dan warna yang menyerupai daging ayam, sehingga

banyak disukai oleh masyarakat umum.

Pakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

produktivitas ternak kelinci. Untuk mendapatkan pakan dengan kandungan

nutrien yang baik harganya sangat mahal. Maka diperlukan manajemen

pemeliharaan untuk meningkatkan produktivitas ternak tanpa harus

mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pakan. Jerami kacang tanah (rendeng)

sering digunakan sebagai komponen hijauan dalam ransum kelinci, tetapi

ketersediannya yang tidak kontinyu sepanjang tahun, sehingga diupayakan

bahan pakan pengganti hijauan tersebut yang salah satu diantaranya adalah

daun pisang.

3

Daun pisang menjadi pakan alternatif bagi ternak kelinci karena

ketersediaannya melimpah dan mengandung nutrien yang dapat dimanfaatkan

ternak. Akan tetapi daun pisang cepat busuk apabila tidak dilakukan suatu

pengolahan, oleh karena itu diperlukan pengolahan dengan membuat silase.

Ensilase merupakan proses fermentasi pada suatu tempat yang anaerob.

Ensilase dapat meningkatkan kualitas pakan dan palatabilitas serta konsumsi

pakan sehingga dapat meningkatkan performan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh subtitusi silase daun pisang terhadap performan

kelinci New Zealand White jantan.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh substitusi jerami kacang tanah dengan silase daun

pisang (Musa paradisiaca) dalam ransum terhadap performan kelinci New

Zealand White jantan.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelinci New Zealand White

Menurut Kartadisastra (1994), taksonomi kelinci adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Classis : Mammalia

Ordo : Lagomorpha

Familia : Leporidae

Sub familia : Leporinae

Species : Lepus spp, Oryctolagus spp

Kelinci New Zealand berasal dari Australia. Umumnya berwarna putih,

tapi ada juga yang berwarna merah atau hitam. Matanya berwarna merah

muda, bulunya padat, cepat dewasa, dan anak cepat disapih. Termasuk tipe

kelinci pedaging dengan puncak produksi sekitar 3 tahun (Whendrato dan

Madyana, 1983). Jenis kelinci New Zealand, terdiri dari New Zealand White,

Red dan Black. New Zealand White paling banyak dipelihara karena terkenal

sebagai penghasil daging yang baik, dan pertumbuhannya relatif cepat. Kelinci

New Zealand White termasuk tipe sedang karena mempunyai berat 4,5-5,5 kg

(Kartadisastra, 1994).

Menurut Sarwono (2002) keunggulan kelinci New Zealand White

adalah pertumbuhannya yang cepat sehingga baik untuk diternakkan sebagai

penghasil daging komersial dan kelinci percobaan di laboratorium. Jumlah

anak yang dilahirkan rata-rata 24 ekor per tahun. Kelinci memilki kemampuan

lebih tinggi sebagai penghasil daging dibandingkan sapi/ kambing, karena

sifatnya yang prolifik atau beranak banyak. Sarwono (2002) menyatakan

bahwa kelinci dapat melahirkan 4 - 5 kali dalam waktu 1 tahun, dimana lama

buntingnya selama 1 bulan dan 2 bulan waktu untuk mengasuh anak-anaknya

5

Kandungan protein kelinci, ayam, sapi, domba, dan babi berturut-turut

yaitu 20,8 %; 20 %; 16,3 %; 15,7 %; dan 11,9 % serta kandungan lemaknya

berturut-turut yaitu 10,2 %; 11 %; 22 %; 22,7 %; dan 40 % (Sarwono, 2002).

Manfaat yang dapat diambil dari kelinci New Zealand adalah rasio

daging dan tulang yang baik, daya asuhnya tinggi, daging, dan bulunya, serta

manfaat lain yaitu kulit kelinci (dapat dibuat bahan kerajinan) dan kotoran

kelinci yang dapat dipakai untuk pupuk ( Kartadisastra, 1994).

B. Pakan Kelinci

Keberhasilan suatu usaha ternak ditentukan oleh beberapa faktor,

diantaranya genetik, pakan dan manajemen pemeliharaan. Terpenuhinya

kebutuhan pakan, secara kualitas maupun kuantitas akan menentukan

penampilan produksi ternak (Ichwan, 2003).

Williamson dan Payne (1993), menyatakan bahwa secara garis besar

pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu, hijauan dan

konsentrat. Hijauan ditandai dengan kandungan serat kasar yang relatif banyak

pada bahan keringnya. Secara umum konsentrat mengandung serat kasar lebih

sedikit daripada hijauan yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak

yang relatif banyak tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif

sedikit.

Pemberian pakan secara ekonomis dan teknis memenuhi persyaratan

dilandasi beberapa kebutuhan, diantaranya adalah kebutuhan hidup pokok,

pertumbuhan, dan reproduksi. Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan

yang mutlak dibutuhkan dalam jumlah minimal, walaupun ternak dalam

keadaan hidup tetapi tidak mengalami pertumbuhan, dan atau penurunan

bobot badan. Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang

diperlukan ternak untuk memproduksi jaringan tubuh, dan menambah berat

tubuh. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan

ternak untuk proses reproduksi (Murtidjo, 2003).

Menurut Sarwono (2002) seperti halnya ternak ruminansia, kelinci

membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah

6

kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju atau kecepatan

pertumbuhannya. Menurut Kartadisastra (1994) kebutuhan energi (DE,

Digestible Energy) kelinci masa pertumbuhan berkisar antara 2600-2900 kkal/

kg. Menurut Whendrato dan Madyana (1983) bahwa ransum yang dibutuhkan

mengandung protein kasar (PK) berkisar antara 12-16 %, lemak kasar (LK) 2-4

%, dan serat kasar (SK) 10-20 %.

1. Hijauan

Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan pada ternak

dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu maupun tidak.

Hijauan segar pada umumnya segar terdiri atas daun-daunan yang berasal dari

rumput-rumputan, tanaman biji-bijian atau sejenis legume. Hijauan banyak

mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati, fruktosan yang

sangat berperan dalam menghasilkan energi. Rumput-rumputan mengandung

karbohidrat lebih tinggi dari pada legume (terutama kandungan selulosanya)

sedangkan legume mengandung lebih banyak pektin daripada rumput.

Meskipun demikian dalam hal kandungan protein dan mineral (terutama Ca,

Mg, S dan Cu) legum mempunyai potensi lebih tinggi daripada rumput-

rumputan (Kartadisastra, 1997).

Hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam

bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok pakan hijauan adalah bangsa

rumput (graminae), legume, dan tumbuh-tumbuhan lain. Semuanya bisa

diberikan dalam dua bentuk, yaitu hijauan segar atau kering. Hijauan segar

adalah hijauan yang diberikan dalam keadaan masih segar, ataupun berupa

silase sedangkan hijauan kering berupa hay (hijauan yang sengaja

dikeringkan) atau jerami kering (sisa hasil ikutan pertanian yang

dikeringkan (AAK, 1983).

Hijauan dihasilkan dari tanaman tahunan, dari rumput-rumputan dan

tanaman yang dipanen, sebagai hasil sampingan dari tanaman lain seperti

buah-buahan, kacang-kacangan, minyak palm dan karet. Jerami atau

tangkai tanaman yang kering dari tanaman kacang-kacangan

7

(Leguminoceae) memiliki nilai gizi lebih tinggi daripada jerami lainnya

(Williamson dan Payne, 1993).

Bahan pakan hijauan berfungsi sebagai pengenyang (bulky), sumber

mineral, karbohidrat, vitamin-vitamin dan protein, terutama yang berasal

dari kacang-kacangan (Anonimus, 2009). Menurut (Hartadi et al., 1990)

jerami kacang tanah mempunyai 35 % kandungan bahan kering (BK); 15,1

% PK; 22,7 % SK; 65 % TDN; 1,51 % Ca dan 0,20 % P. Menurut Huitema

(1982) bahwa tanaman kacang-kacangan yang sangat penting adalah,

kacang tanah (Arachis hypogeae). Sekitar 250.000 ha setiap tahun di Jawa

ditanami tanaman tersebut. Daun kacang tanah baik dalam bentuk segar

maupun sebagai hijauan kering, dapat melengkapi dengan baik sejumlah

pakan ternak berkualitas rendah.

Menurut Cahyono (2007) sistematika tanaman kacang tanah adalah

sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Familia : Leguminoceae

Sub familia : Papillonoideae

Genus : Arachis

Species : Arachis hypogeae L.

2. Konsentrat

Munurut Tillman et al., (1991) bahwa konsentrat adalah bahan pakan

ternak yang mengandung SK<18 persen banyak mengandung BETN

(karbohidrat yang mudah dicerna), termasuk golongan biji-bijian dan sisa hasil

penggilingan, umbi-umbian dan bahan berasal dari hewan.

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama

bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari seluruh pakan yang

dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap)

8

atau pakan lengkap (Hartadi et al., 1990). Sedang menurut Sugeng (2003)

fungsi pakan penguat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi

pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga ternak yang

sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam periode penggemukan harus diberi

pakan penguat yang cukup.

Menurut Rasyaf (2001) bahan pakan konsentrat dibagi menjadi dua

jenis, yaitu bahan pakan konsentrat sumber energi dan bahan pakan konsentrat

sumber protein. Bahan pakan konsentrat sumber energi yang kaya karbohidrat

dan protein diantaranya adalah jagung kuning, sorghum, bekatul dan dedak

gandum. Bahan pakan konsentrat yang berasal dari bahan pakan nabati

umumnya mengandung serat kasar yang tinggi, sedangkan bahan pakan

konsentrat sumber protein diantaranya adalah bungkil kedelai, bungkil kacang

tanah, tepung darah, dan tepung ikan.

Teknik pemberian konsentrat dalam meransum ternak disarankan tidak

bersamaan dengan hijauan karena pakan ini mempunyai daya cerna dan

kandungan nutrisi yang berbeda dengan hijauan. Apabila diberikan bersama-

sama maka efektivitas nutrisinya akan kurang (Mulyono, 1998).

C. Silase Daun Pisang

Taksonomi tanaman pisang adalah sebagai berikut :

Filum : Angiospermae

Klas : Monocotyledoneae

Ordo : Scitamineae

Familia : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca (Anonimus, 2010).

Menurut Ginting (2005) yang disitasi oleh Irawan (2009), potensi

pakan asal tanaman pisang secara Nasional mencapai 800.000 ton/ tahun.

Beberapa daerah penting penghasil pisang antara lain yang terbesar adalah

Jawa Barat dan Jawa Timur (> 10.000 ha), Jawa Tengah, Lampung, Nusa

Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Banten (4.000-8.000 ha), serta

9

Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur dan

Kalimantan Selatan (1.300-2.600 ha).

Menurut pendapat McDonald (1991) silase merupakan hasil

pengawetan bahan pakan. Daun pisang yang dibuat silase akan

memperpanjang masa simpan. Proses pembuatan silase disebut ensilase, yang

dapat menurunkan pH secara cepat agar mikroorganisme lain selain

pembentuk laktat tidak tumbuh, sehingga menurunkan degradasi substrat,

dimana energi pakan dapat lebih tersedia untuk ternak. Ensilase dapat

dilakukan kapan saja tanpa terpengaruh musim. Bahan pakan yang mengalami

proses ensilase akan mampu bertahan hingga berbulan-bulan. Daun pisang

dalam jumlah besar dapat disimpan untuk persediaan pakan. Menurut

Parakkasi (1999) pengawetan bahan pakan akan menekan penurunan nilai

nutrien bahan pakan.

D. Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah pakan yang

terkonsumsi oleh ternak bila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum

(Parakkasi, 1999). Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tergantung

pada jenis kelinci, berat badan kelinci dan umur kelinci. Kelinci jenis sedang

memerlukan pakan lebih banyak dibandingkan jenis kecil, tetapi lebih sedikit

jika dibandingkan jenis besar (Whendrato dan Madyana, 1983).

Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi pakan dipengaruhi oleh

bobot badan, umur, jenis kelamin, lingkungan, kesehatan, dan mutu pakan.

Ransum yang dikonsumsi oleh ternak harus dapat memenuhi kebutuhan hidup

pokok, pertumbuhan, dan produksi. Jika konsumsi energi yang berasal dari

pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok menyebabkan penurunan

bobot badan (Mugiyono dan Karmada, 1989).

Banyak ragam bahan pakan disukai oleh kelinci, antara lain limbah

pertanian dan sisa dapur. Jumlah pemberian pakan hijauan berkisar antara

0,5 – 2 kg ekor/ hari dan untuk pakan konsentrat diberikan sebanyak 4 - 7

persen dari berat hidup (Sumoprastowo, 1986).

10

Dari penelitian yang dilakukan Wicahyono (2010) diperoleh data

bahwa konsumsi pakan kelinci New Zealand White jantan dengan penggunaan

tepung kulit buah kakao (Theobroma cocoa, L) dalam ransum berkisar antara

82,24 – 97,98 gram/ ekor/ hari. Sedang penelitian yang dilakukan Bahri

(2010) dengan penggunaan tepung buah semu jambu mete (Anacardium

occidentale linn) dalam ransum berkisar antara 100,68 – 102,19 gram/ ekor/

hari.

E. Pertambahan Berat Badan

Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran

yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk dan komposisi tubuh, termasuk

perubahan komposisi kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.

Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara serentak hingga

tercapainya ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan

tersebut (Soeparno, 1994). Menurut Anggorodi (1990) bahwa pertumbuhan

murni adalah suatu pertambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang

tertimbun dalam tubuh. Penambahan berat akibat penimbunan lemak atau

penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni.

Menurut Tillman et al., (1991), pertumbuhan umumnya dinyatakan

dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan

penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dalam pertambahan bobot badan

tiap hari, tiap minggu atau tiap satuan waktu lainnya. Menurut Mugiyono dan

Karmada (1989), pertumbuhan ternak biasanya dinyatakan dengan adanya

perubahan bobot hidup, perubahan tinggi atau panjang badan. Semakin tinggi

kenaikan bobot badan per hari makin baik pertumbuhannya. Untuk dapat

mencapai bobot badan optimal ditentukan oleh manajemen pada saat periode

pertumbuhan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, manajemen

dan pemberian pakan. Jika bahan pakan yang diberikan dapat menyediakan

nutrien sesuai dengan imbangan dan kebutuhannya, maka pertumbuhannya

akan optimal. Menurut Anggorodi (1990), kekurangan nutrien memperlambat

11

pertumbuhan urat daging dan laju penimbunan lemak, sedangkan pakan yang

lengkap mempercepat terjadinya laju pertumbuhan.

Kelinci muda yang diberi pakan hijauan sampai umur empat bulan

bobot hidupnya hanya sekitar 1,5 kg, tetapi jika ditambah dengan bekatul atau

bijian lainnya, mencapai bobot badan rata-rata 4 kg untuk kelinci New

Zealand White, Californian, dan kelinci potong lainnya (Sarwono, 2002).

Dari penelitian yang dilakukan Wicahyono (2010) diperoleh data

bahwa pertambahan berat badan harian (PBBH) kelinci New Zealand White

jantan dengan penggunaan tepung kulit buah kakao (Theobroma cocoa, L)

dalam ransum berkisar antara 9,87 – 13,43 gram/ ekor/ hari. Sedang penelitian

yang dilakukan Bahri (2010) dengan penggunaan tepung buah semu jambu

mete (Anacardium occidentale linn) dalam ransum berkisar antara 15,83 –

18,51 gram/ ekor/ hari.

F. Konversi Pakan

Menurut Rasyaf (1994) konversi pakan merupakan pembagian antara

konsumsi pakan dengan berat badan yang dicapai pada waktu yang sama.

Konversi pakan digunakan sebagai pegangan berproduksi karena melibatkan

bobot badan dan konsumsi pakan. Menurut Kartadisastra (1994) konversi

pakan adalah imbangan antara berat pakan yang diberikan dengan berat badan

yang dihasilkan. Menurut Anggorodi (1990) bahwa konversi pakan

merupakan salah satu indikator untuk menggambarkan tingkat efisiensi

penggunaan ransum, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin

efisien penggunaan ransumnya.

Tingkat konsumsi dan temperatur lingkungan mempengaruhi efisiensi

penggunaan pakan secara langsung, sehingga mempengaruhi nilai konversi

pakan. Temperatur yang dibawah suhu normal, akan menghasilkan nilai

konversi pakan tinggi karena ternak lebih banyak mengkonsumsi pakan guna

mempertahankan temperatur tubuh. Sebaliknya, pada temperatur di atas suhu

normal akan menurunkan tingkat konsumsinya guna mempertahankan

temperatur tubuh pada kondisi normal. Keduanya akan menurunkan

12

produktivitas dan efisiensi penggunaan pakan, sehingga nilai konversi pakan

menjadi tinggi (Parakkasi, 1999).

Dari penelitian yang dilakukan Wicahyono (2010) diperoleh data

bahwa konversi pakan kelinci New Zealand White jantan dengan penggunaan

tepung kulit buah kakao (Theobroma cocoa, L) dalam ransum berkisar antara

7,44 – 8,42 %. Sedang penelitian yang dilakukan Bahri (2010) dengan

penggunaan tepung buah semu jambu mete (Anacardium occidentale linn)

dalam ransum berkisar antara 5,54 – 6,36 %.

G. Feed Cost per Gain

Biaya pakan merupakan komponen harga pakan dikalikan dengan

jumlah konsumsi pakan. Tinggi rendahnya biaya pakan tergantung pada harga

pakan dan efisien tidaknya penggunaan pakannya (Rasyaf, 1992). Menilai

pemberian dan kualitas pakan yang baik adalah dengan melihat pertambahan

berat badan (Rasyaf. 2001).

Feed cost per gain yang rendah didapatkan dengan pemilihan bahan

pakan yang semurah mungkin dan tersedia secara kontinyu atau dapat juga

menggunakan limbah pertanian yang tidak kompetitif. Feed cost per gain

dinilai baik apabila angka yang diperoleh serendah mungkin, yang berarti dari

segi ekonomi penggunaan pakan efisien (Basuki, 2002).

Dari penelitian yang dilakukan Wicahyono (2010) diperoleh data

bahwa Feed cost per gain kelinci New Zealand White jantan dengan

penggunaan tepung kulit buah kakao (Theobroma cocoa, L) dalam ransum

berkisar antara Rp. 10.252,57 – Rp. 13.276,44. Sedang penelitian yang

dilakukan Bahri (2010) dengan penggunaan tepung buah semu jambu mete

(Anacardium occidentale linn) dalam ransum berkisar antara Rp. 8.296,56 –

Rp. 11.684,61.

13

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di BPBT Non Ruminansia, Satuan Kerja

Aneka Ternak, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Provinsi Jawa

Tengah, di Balekambang, Surakarta. Penelitian dilaksanakan selama 8

minggu dari tanggal 2 Oktober hingga 27 Nopember 2009.

Analisis bahan pakan dan sisa pakan dilaksanakan di Laboratorium

Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Kelinci

Kelinci yang digunakan adalah kelinci jenis New Zealand White

jantan sebanyak 20 ekor dengan umur 2 bulan (lepas sapih) dan bobot

badan awal rata-rata 906,8 ± 59,35 gram per ekor.

2. Ransum

Ransum terdiri dari konsentrat dan hijauan dengan perbandingan

40 : 60 (% berdasarkan bahan kering). Susunan konsentrat (15 %

konsentrat layer CP 124, 50 % tepung jagung, dan 35 % bekatul ). Hijauan

yang digunakan sebanyak 60 % berupa jerami kacang tanah (rendeng) dan

silase daun pisang. Pakan yang diberikan untuk kelinci adalah 8 % dari

bobot badan (dalam BK), sedangkan untuk air minum diberikan secara ad

libitum.

Kebutuhan nutrien kelinci New Zealand White jantan, kandungan

nutrien bahan pakan penyusun ransum serta susunan dan kandungan

nutrien ransum percobaan dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.

14

Tabel 1. Kebutuhan nutrien untuk kelinci New Zealand White jantan masa pertumbuhan.

Nutrien Kebutuhan

Digestible Energy/DE(kkal/ kg)1) Protein Kasar (%)2)

Lemak Kasar (%)2)

Serat kasar (%)2)

2600-2900 12-16 2-4

10-20 Sumber : 1) Kartadisastra (1994). 2) Whendrato dan Madyana (1983). Tabel 2. Kandungan nutrien bahan penyusun ransum perlakuan

Bahan Pakan BK (%)

DE )4 (Kkal/Kg)

PK SK LK Abu % dasar BK

Jerami Kacang Tanah 1)

Silase daun pisang1)

Jagung2)

Bekatul2)

Kons.ayam petelur CP1243)

46,03 30,76 86,00 86,00 86,00

2718,87 2736,05 3090,60 2979,06 2310,44

14,12 17,62 8,90 12,00 32,00

22,82 21,75 2,20 5,20 8,00

1,28 1,48 4,00 10,70 4,00

12,06 9,50 1,70 9,85 15,00

Sumber : 1) Hasil Analisis Lab. Biologi Tanah UNS (2009). 2) Hartadi (1990). 3) Label konsentrat ayam petelur PT Charoen Pokphand Indonesia. 4) TDN = 77,07 – 0,75(PK) – 0,07(SK)

DE (Kkal/ kg) = TDN x 44 (Hartadi, 1990).

Tabel 3. Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan (% dasar BK)

Bahan Pakan Komposisi Ransum

P0 P1 P2 P3 Komposisi ransum : Rendeng Silase Daun Pisang Jagung Bekatul Konsentrat ayam petelur

60 0 20 14 6

45 15 20 14 6

30 30 20 14 6

15 45 20 14 6

Jumlah 100 100 100 100 Kandungan Nutrien : DE ( Kkal/ Kg ) Protein Kasar (PK) Serat Kasar (SK) Lemak Kasar (LK) Harga (Rp/ Kg BK)

2805,12 13,85 15,34 3,31

1022,17

2807,69 14,37 15,18 3,34

992,26

2810,28 14,90 15,03 3,37

962,35

2812,85 15,43 14,86 3,40

932,44

Sumber : Hasil perhitungan berdasarkan tabel 2

15

3. Kandang dan Peralatan

a. Kandang

Penelitian ini menggunakan kan dang battery berjumlah 20

buah dengan ukuran p x l x t = ( 0,5 x 0,5 x 0,5 ) m, dan setiap

kandang berisi 1 ekor kelinci. Bahan yang digunakan untuk membuat

kandang adalah bambu, kayu dan kawat kasa.

b. Peralatan

Peralatan kandang yang digunakan meliputi :

1) Tempat pakan dan minum yang dibuat dari tanah liat (lempung)

masing-masing 20 buah dan ditempatkan pada tiap kandang.

2) Thermometer ruang untuk mengukur suhu dalam ruangan.

3) Timbangan yang digunakan yaitu timbangan Kitchen Scale dengan

kapasitas 5 Kg dengan kepekaan 20 g untuk menimbang kelinci, pakan

dan sisa pakan.

4) Timbangan digital Idealife kapasitas 3 Kg dengan kepekaan 1 gr

untuk menimbang silase daun pisang dan konsentrat.

5) Perlengkapan lain meliputi sapu untuk membersihkan kandang, ember

untuk menyiapkan minum kelinci dan sabit untuk mencacah rendeng.

6) Alat-alat tulis untuk men catat dan peralatan lain.

C. Persiapan penelitian

1. Persiapan kandang

Kandang individual dengan ukuran p x l x t = ( 0.5 x 0,5 x 0,5 ) m

dilengkapi dengan tempat pakan dan minum, terlebih dahulu dibersihkan

baru dilakukan pengapuran pada dinding dan alas kandang. Kandang

disemprot menggunakan Antisep L100 dengan dosis 12,5 ml dalam 1 liter

air. Tempat pakan dan minum dicuci hingga bersih kemudian direndam

dalam antiseptik dengan merk dan dosis yang sama, lalu dikeringkan di

bawah sinar matahari dan setelah kering di masukkan dalam kandang.

16

2. Persiapan kelinci

Kelinci yang dipergunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan

keseragaman bangsa, jenis kelamin, umur dan bobot badan. Kelinci NZW

jantan sebelum digunakan untuk penelitian diberi obat cacing Vermizyn

SBK (produksi Medion) dosis 32 mg/ kg bobot badan, yang diberikan

secara oral untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan.

3. Pembuatan silase daun pisang

Cara pembuatan silase daun pisang yaitu : Daun pisang segar

dipotong-potong dengan ukuran 3-5 cm. Pemotongan dilakukan agar

mudah dimasukan ke dalam silo (yang berupa kantong plastik) dan

mengurangi terperangkapnya udara di dalam silo serta memudahkan

pemadatan. Kemudian dilayukan di dalam ruangan yang tidak terkena

sinar matahari langsung sampai kadar airnya 50-65 %. Lalu taburkan

pollar dan aduk secara merata. Masukkan cacahan tersebut ke dalam silo

secara bertahap, lapis demi lapis. Menurut Mc Donald (1991) saat

memasukan bahan baku ke dalam silo secara bertahap, dilakukan

penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan. Kemudian silo ditutup

serapat mungkin agar tidak ada udara yang bisa masuk kedalam silo. Silo

diletakkan pada ruang yang tidak terkena matahari atau kena hujan secara

langsung, selama tiga minggu. Setelah tiga minggu maka silase dibuka dan

sudah siap di berikan untuk pakan ternak.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh substitusi jerami kacang tanah

(rendeng) dengan silase daun pisang dalam ransum terhadap performan

kelinci New Zealand White jantan ini merupakan penelitian secara

eksperimental.

2. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

searah dengan empat macam perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari lima

17

ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari satu ekor kelinci. Pakan yang

diberikan adalah jerami kacang tanah (JKT) dan konsentrat CP 124 dengan

perbandingan 60 : 40 persen berdasarkan bahan kering. Perlakuan yang

diberikan adalah subtitusi jerami kacang tanah dengan silase daun pisang

(SDP), masing-masing adalah sebagai berikut :

P0 : Hijauan 60 % (JKT 100% + SDP 0%) + Konsentrat 40 %.

P1 : Hijauan 60% (JKT 75% + SDP 25%) + Konsentrat 40%.

P2 : Hijauan 60% (JKT 50% + SDP 50%) + Konsentrat 40%.

P3 : Hijauan 60% (JKT 25% + SDP 75%) + Konsentrat 40%.

3. Peubah Penelitian

Peubah penelitian yang diamati adalah sebagai berikut :

a. Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan dihitung dengan cara mencari selisih antara pakan

yang diberikan dengan sisa pakan dan dikonversikan ke dalam gram/

ekor/ hari.

Konsumsi = (pakan pemberian x % BK pemberian)–(sisa x % BK sisa)

b. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan diperoleh dengan menghitung selisih

antara bobot akhir dengan bobot awal yang dinyatakan dalam g/ ekor/

hari.

PBBH = bobot badan akhir – bobot badan awal jumlah hari pemeliharaan

c. Konversi Pakan

Konversi pakan dapat dihitung dengan membagi jumlah konsumsi

pakan dengan pertambahan bobot badan.

Konversi Pakan = Konsumsi Pakan PBBH

d. Feed Cost Per Gain

Feed cost per gain diperoleh dengan menghitung jumlah biaya

pakan yang diperlukan untuk menghasilkan pertambahan berat badan.

Feed cost per gain dihitung berdasarkan biaya pakan saat penelitian

18

yang dikeluarkan setiap hari dibagi dengan rerata pertambahan berat

badan yang dihasilkan (Rp/kg).

4. Pengambilan Data

Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu pendahuluan

dan koleksi data. Tahap pendahuluan dilakukan selama 2 minggu untuk

adaptasi terhadap perlakuan pakan yang diberikan dan lingkungan

kandang. Tahap koleksi data dilakukan selama 6 minggu dengan

pemberian ransum sesuai dengan perlakuan dalam penelitian. Pada tahap

pengumpulan data dilakukan penimbangan bobot badan kelinci, yang

dilakukan setiap satu minggu sekali dan mencatat konsumsi pakan dan

menimbang pakan yang tersisa yang dilakukan pada pagi hari.

Pemberian pakan berupa konsentrat diberikan pada pukul 07.00

WIB dan 15.00 WIB dan pakan hijauan diberikan pada pukul 08.00 WIB

dan 16.00 WIB. Untuk pakan perlakuan yang berupa silase daun pisang

dengan mencampurkannya pada hijauan.

Konsentrat yang dipakai selama penelitian dibuat setiap satu

minggu sekali. Sampel hijauan dikeringkan di bawah sinar matahari dan

diambil sebanyak 10 %, kemudian dilakukan analisis proksimat untuk

mengetahui kandungan nutrient hijauan. Sedangkan untuk sampel sisa

pakan, setiap perlakuan diambil 10 % dari total sisa pakan kemudian

dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering sampel ditimbang,

kemudian dianalisis kandungan bahan keringnya.

E. Analisis Data

Data konsumsi pakan dan konversi pakan dianalisis dengan analisis

variansi berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah serta data

pertambahan berat badan harian (PBBH) dianalisis dengan menggunakan

analisis kovariansi untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap

peubah yang diamati. Sedangkan untuk feed cost per gain dilaporkan secara

deskriptif. Menurut Yitnosumarto (1993) model matematika yang digunakan

sebagai berikut :

19

Y ij = µ + t I + ε ij

Y ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j

µ = Nilai tengah perlakuan ke-I

t I = Pengaruh perlakuan ke-I

ε ij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j.

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Pakan

Rerata konsumsi pakan kelinci New Zealand White jantan selama

penelitian disajikan pada Tabel 4 :

Tabel 4. Rerata konsumsi pakan kelinci New Zealand White jantan hasil penelitian (gram BK / ekor/ hari)

Perlakuan Ulangan Rerata 1 2 3 4 5

P0 82,26 86,06 86,85 83,52 84,55 84,65 P1 85,90 79,86 81,65 80,09 72,28 79,96 P2 80,71 82,52 78,58 90,24 82,30 82,87 P3 70,96 76,15 70,73 81,84 84,94 76,92

Rerata konsumsi pakan selama penelitian untuk perlakuan P0, P1, P2, dan

P3 berturut-turut adalah 84,65; 79,96; 82,87 dan 76,92 gram/ekor/hari. Hasil

analisis variansi menunjukkan bahwa konsumsi pakan kelinci New Zealand White

jantan hasil penelitian adalah berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti

substitusi jerami kacang tanah (rendeng) dengan silase daun pisang hingga taraf

75 % dari total hijauan dalam ransum (penggunaan 45 % dari total ransum) tidak

berpengaruh terhadap konsumsi pakan kelinci New Zealand White jantan.

Konsumsi pakan tidak dipengaruhi oleh penggunaan silase daun pisang

dalam ransum, karena silase daun pisang cukup disukai kelinci (palatabel).

Menurut Nuraini (1999) disitasi Nusanti (2009) palatabilitas merupakan faktor

penting yang mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Daun pisang

yang dibuat silase mengalami proses ensilase, memiliki tekstur yang lembut dan

empuk, dan rasanya manis keasaman. Rasa sepet karena tannin telah hilang

selama proses ensilase.

Kandungan nutrien antara jerami kacang tanah dengan silase daun pisang,

yaitu kandungan energi (DE) hampir sama sehingga menyebabkan kelinci New

Zealand White jantan mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang relatif sama.

21

Sesuai dengan pendapat Anggorodi 1990) yang menyatakan kandungan nutrien

pakan yang relatif sama menyebabkan tidak adanya perbedaan konsumsi pakan.

Dari penelitian yang dilakukan Irawan (2009), diperoleh data bahwa

konsumsi pakan kelinci lokal jantan dengan penggunaan daun pisang (Musa, sp)

dalam ransum berkisar antara 63,50 - 73,98 gram/ ekor/ hari sedangkan pada

penelitian ini lebih tinggi, berkisar antara 76,92 - 84,65 gram/ ekor/ hari. Hal ini

diduga karena jenis kelincinya berbeda serta bobot badan awal kelinci pada

penelitian Irawan (2009) lebih kecil daripada penelitian ini sehingga konsumsi

pakannya berbeda. Semakin besar bobot badan, semakin tinggi pula konsumsi

pakannya. Jenis kelinci pada penelitian Irawan (2009) yaitu kelinci lokal jantan

dengan bobot badan awal yaitu 717 ± 89 gram, sedangkan pada penelitian ini

menggunakan kelinci New Zealand White jantan dengan bobot badan awal

906,80 ± 59,35 gram.

B. Pertambahan Berat Badan Harian

Rerata pertambahan berat badan harian kelinci New Zealand White jantan

selama penelitian disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata pertambahan berat badan harian kelinci New Zealand White jantan hasil penelitian (gram/ekor/hari)

Perlakuan

Ulangan Rerata 1 2 3 4 5

P0 10,05 14,67 10,21 12,74 14,31 12,40 P1 11,99 15,48 13,10 12,67 14,64 13,58 P2 9,88 12,81 13,45 11,64 12,17 11,99 P3 13,57 11,95 14,12 16,19 14,36 14,03

Rerata pertambahan berat badan harian selama penelitian untuk perlakuan

P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 12,40; 13,58; 11,99 dan 14,03

gram/ekor/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pertambahan berat

badan harian (PBBH) kelinci New Zealand White jantan hasil penelitian adalah

berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti subtitusi jerami kacang tanah

(rendeng) dengan silase daun pisang hingga taraf 75 % dari total hijauan dalam

ransum (penggunaan 45 % dari total ransum) tidak berpengaruh terhadap

pertambahan berat badan harian kelinci New Zealand White jantan.

22

Perbedaan yang tidak nyata pada pertambahan bobot badan harian diduga

karena kandungan energi (DE) antara jerami kacang tanah dengan silase daun

pisang relatif sama, sehingga kandungan energi masing-masing ransum perlakuan

relatif sama juga. Pada P3 ada kecenderungan lebih tinggi PBBH nya diantara

perlakuan lain karena kandungan protein pada P3 lebih banyak dibandingkan

kandungan protein pada perlakuan lain. Menurut Soeparno (1994) bahwa jenis,

komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap

pertumbuhan. Konsumsi pakan dan kandungan nutrien ransum yang relatif sama

antar perlakuan akan menyebabkan kandungan energi dan protein yang masuk ke

dalam tubuh kelinci relatif sama sehingga pertumbuhan yang dihasilkan pada tiap

perlakuan juga relatif sama.

Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Irawan

(2009) yang menggunakan pakan perlakuan berupa daun pisang (Musa, sp), yang

mendapatkan PBBH berkisar antara 6,24-6,91 gram/ ekor/ hari sedangkan pada

penelitian ini berkisar antara 11,99 - 14,03 gram/ ekor/ hari. Hal ini diduga karena

konsumsi pakan pada penelitian Irawan (2009) lebih rendah dibandingkan

penelitian ini, sehingga pertambahan berat badan harian (PBBH) yang dihasilkan

berbeda pula. Konsumsi pakan pada penelitian Irawan (2009) berkisar antara

63,50 - 73,98 gram/ ekor/ hari sedangkan pada penelitian ini berkisar antara 76,92

- 84,65 gram/ ekor/ hari.

C. Konversi Pakan

Rerata konversi pakan kelinci New Zealand White jantan selama penelitian

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rerata konversi pakan kelinci New Zealand White jantan hasil penelitian

Perlakuan

Ulangan Rerata 1 2 3 4 5

P0 8,18 5,87 8,50 6,56 5,91 7,00 P1 7,16 5,16 6,23 6,32 4,95 5,96 P2 8,27 6,44 5,84 7,75 6,76 7,01 P3 5,23 6,37 5,01 5,05 5,91 5,51

23

Rerata konversi pakan selama penelitian untuk perlakuan P0, P1, P2, dan

P3 berturut-turut adalah 7,00; 5,96; 7,01 dan 5,51. Hasil analisis variansi

menunjukkan bahwa konversi pakan kelinci New Zealand White jantan hasil

penelitian adalah berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti bahwa substitusi

jerami kacang tanah (rendeng) dengan silase daun pisang hingga taraf 75 % dari

total hijauan dalam ransum (penggunaan 45 % dari total ransum) tidak

memberikan pengaruh terhadap konversi pakan kelinci New Zealand White jantan.

Nilai konversi pakan yang berbeda tidak nyata disebabkan oleh konsumsi

pakan dan pertambahan berat badan yang juga berbeda tidak nyata. Menurut

Martawidjaja (1998) konversi pakan yaitu jumlah unit pakan berdasarkan bahan

kering yang dikonsumsi dibagi dengan unit pertambahan berat badan per satuan

waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Basuki (2002) bahwa konversi pakan

sangat dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan pertambahan berat badan

harian ternak.

Nilai konversi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai

konversi pada penelitian Irawan (2009). Pada penelitian ini konversi pakan

berkisar antara 5,51 – 7,01 %, sedangkan pada penelitian Irawan (2009) berkisar

antara 10,70 - 11,19 %. Hal ini diduga karena pada penelitian Irawan (2009)

konsumsi pakan dan PBBH nya berbeda dengan penelitian ini sehingga

didapatkan konversi pakan yang berbeda pula. Konsumsi pakan pada penelitian

Irawan (2009) berkisar antara 63,50 - 73,98 gram/ ekor/ hari dan PBBH nya

berkisar antara 6,24-6,91 gram/ ekor/ hari.

D. Feed Cost per Gain

Rerata feed cost per gain kelinci New Zealand White jantan selama

penelitian disajikan pada tabel 7.

24

Tabel 7. Rerata feed cost per gain kelinci New Zealand White jantan (Rp/kg BB)

Perlakuan

Ulangan Rerata

1 2 3 4 5 P0 8.361,35 6.000,14 8.688,45 6.705,44 6.041,02 7.159,28

P1 7.104,58 5.120,06 6.181,78 6.271,08 4.911,69 5.917,84

P2 7.958,63 6.197,53 5.620,12 7.458,21 6.505,49 6.748,00 P3 4.876,66 5.939,64 4.671,52 4.708,82 5.510,72 5.141,47

Rerata feed cost per gain selama penelitian untuk masing-masing

perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut yaitu Rp 7.159,28; Rp 5.917,84; Rp.

6.748,00 dan Rp. 5.141,47 .

Feed cost per gain didapat dengan menghitung jumlah biaya pakan yang

diperlukan untuk menghasilkan setiap kenaikan satu kilogram bobot badan

(Wodzicka et al., 1993 cit. Nusanti, 2009). Feed cost per gain dinilai baik apabila

angka yang diperoleh rendah, berarti dari segi ekonomi penggunaan pakan efisien.

Pada tabel 7 dapat diketahui feed cost per gain pada perlakuan P3 terlihat

paling efisien dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini disebabkan karena

nilai konversi pakan yang cenderung paling rendah, serta harga pakan (ransum)

juga paling rendah. Harga jerami kacang tanah Rp. 500,00/ kg sedang harga silase

daun pisang hanya Rp. 100,00/ kg. Untuk mengetahui pakan yang paling

ekonomis dalam menghasilkan daging, perhitungannya berdasarkan harga pakan

atas dasar bahan kering. Besarnya nilai feed cost per gain ini tergantung pada

harga pakan dan efisiensi dalam penggunaan pakan untuk diubah menjadi daging

(konversi pakan).

Konversi pakan yang rendah berarti penggunaan pakan efisien dan

ekonomis. Penggunaan pakan yang efisien dan ekonomis ditunjukkan dengan

angka feed cost per gain yang rendah. Rasyaf (1994) menyatakan semakin efisien

dalam mengubah pakan menjadi daging, semakin baik pula nilai income over feed

cost-nya.

Pada penelitian ini nilai feed cost per gain-nya lebih rendah dibandingkan

nilai feed cost per gain pada penelitian Irawan (2009). Pada penelitian ini feed

cost per gain bekisar antara Rp. 5.141,47 - Rp. 7.159,28 sedangkan pada penelitian

25

Irawan (2009) berkisar antara Rp. 14.320,96 - Rp. 21.924,21. Hal ini diduga

karena nilai konversi dan harga bahan pakan penyusun ransum pada penelitian

yang dilakukan oleh Irawan (2009) lebih tinggi dibandingkan penelitian ini.

Rerata konversi pakan pada penelitian Irawan (2009) berkisar antara 10,70 –

11,19 %, sedangkan harga bahan pakan penyusun ransumnya (dasar BK) masing-

masing perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut yaitu Rp. 2023,09/ kg; Rp.

1789,56/ kg; Rp. 1610,18/ kg; Rp. 1337,71/ kg.