fakultas ekonomi universitas sebelas maret … · tabel 1.1 populasi ternak ruminansia di...

159
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1 ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG MITRA BINAAN BUMN JAMSOSTEK DAN MANDIRI DI D. I. YOGYAKARTA DENGAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Diajukan oleh : ANGGIT FITRIYANTO F 0105035 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: lephuc

Post on 25-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG MITRA BINAAN BUMN JAMSOSTEK DAN MANDIRI DI D. I.

YOGYAKARTA DENGAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Diajukan oleh :

ANGGIT FITRIYANTO

F 0105035

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

i

Page 3: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

MOTTO

ii

Page 4: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Never Say ”give up” (Penulis)

“Tahumu bukan tahuku, tahuku bukan tahumu” (Penulis)

“Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu akan diberikan kepadamu” (Yosua 1:3a)

”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 4:13)

“Whole world seems so wonderful to me eventhough im blind and cannot see the sunrise”

(Endah N Rhesa)

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk :

Kedua orang tuaku

Kekasihku ^_^

Saudaraku

KATA PENGANTAR

Page 5: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan segala kasih dan karuniaNya dan

memberikan segala kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi: “ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI

POTONG MITRA BINAAN BUMN JAMSOSTEK DAN MANDIRI

DI D. I. YOGYAKARTA DENGAN METODE DEA (DATA

ENVELOPMENT ANALYSIS”. Adapun penulisan ini sebagai syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak kendala yang dihadapi

oleh penulis, namun demikian tidak menjadi halangan dalam

menyelasaikannya sebab dibalik kerja keras penulis dalam menyelesaikan

tulisan ini banyak pihak-pihak yang membantu dan selalu mendukung.

Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu dan Kakak yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan

dan bimbingan kepada penulis.

2. Tata, Tyas, Iyem, ^_^ Damaz Eversweet, Sulistyaningtyas Darmastuti

thank’s for everything. I LOVE YOU so much...

3. Dr. Drs. Guntur Riyanto M.Si, selaku pembimbing yang dengan arif

dan bijak telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam

membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam

penyusunan skripsi ini.

Page 6: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

4. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

5. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan.

6. Izza Mafruhah, SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.

8. Seluruh Responden, Staff dan Karyawan PKBL Jamsostek

Yogyakarta, Dinas Peternakan Jawa Tengah dan Dinas Peternakan

Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam

mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.

9. Estiningtyas Kristian R , Damar Cahyo N, Aditya Putra R dan Woro

Utama

10. Teman-teman EP, PMK Angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008,

2009,2010, PD ELLOHIM Ministry dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu baik terimakasih atas bantuannya kepada

penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

Dalam penulisan skripsi ini pastilah masih ada kekurangan. Oleh

karena itu segala saran dan kritik sangat diharapkan agar tulisan ini dapat

lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan

Page 7: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

pengetahuan bagi pembaca dan bermanfaat bagi peneliti selanjutnya yang

akan menulis tentang bidang yang serupa.

Surakarta, 9 April

2011

Anggit

Fitriyanto

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ABSTRAK ..................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................iii

HALAMAN MOTO & PERSEMBAHAN ...................................................iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................v

DAFTAR ISI ..................................................................................................vii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xiv

ABSTRAK .....................................................................................................xv

ABSTRACT ...................................................................................................xvi

BAB I Pendahuluan .......................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1

B. Perumusan Masalah...................................................................................8

Page 8: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

C. Tujuan Penelitian.......................................................................................9

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................10

BAB II Tinjauan Pustaka ..............................................................................11

A.. Teori Produksi ..........................................................................................11

1. Pengertian produksi ...................................................................................11

a. Fungsi produksi .....................................................................................12

b. Fungsi Produksi Jangka Pendek............................................................14

2. Fungsi Transformasi ..................................................................................15

3. Fungsi-Fungsi Biaya ..................................................................................16

a. Fungsi Biaya Jangka Pendek .................................................................17

b. Fungsi Biaya Jangka Panjang ...............................................................18

4. Fungsi-Fungsi Pendapatan .........................................................................18

5. Fungsi-Fungsi Profit Multi-Input Multi-Output ........................................19

B. Konsep Dasar Efisiensi .............................................................................20

1. Ukuran-Ukuran Orientasi-Input .................................................................21

2. Ukuran-Ukuran Orientasi-Output ..............................................................24

C. Konsep Data Envelopment Analysis (DEA) .............................................29

D. Ekonomi Pertanian Dan Ekonomi Peternakan ..........................................32

1. Ekonomi Pertanian .....................................................................................32

2. Ekonomi Peternakan ..................................................................................35

E. Berbagai Sistem Penggemukan .................................................................36

1. Pasture fattening ........................................................................................36

2. Dry lot fattening ..........................................................................................37

Page 9: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

3. Kombinasi pasture dan dry lot fattening ....................................................38

4. Kereman .....................................................................................................38

E. Jenis-jenis Sapi ..........................................................................................39

1. Jenis-jenis sapi impor .................................................................................39

2. Jenis-jenis sapi lokal ..................................................................................40

G. Corporate Social Responbility ....................................................................42

1. Pengertian Corporate Social Responbility .................................................42

2. Manfaat CSR ..............................................................................................42

3. Perkembangan Implementasi CSR di Indonesia ........................................44

4. Kemitraan ...................................................................................................46

H. Penelitian Terdahulu ..................................................................................52

I. Kerangka Pemikiran ...................................................................................55

BAB III Metode Penelitian ...........................................................................57

A. Jenis Penelitian ..........................................................................................57

B. Populasi .....................................................................................................57

C. Sumber Data ..............................................................................................57

D. Tehnik Survei ............................................................................................58

E. Tehnik Pengambilan Sampel .....................................................................58

F. Metode Analisis Data ................................................................................59

G. Diskripsi Data ...........................................................................................59

H. Analisis Efisiensi.......................................................................................60

I. Alat Analisis DEA (Data Envelopment Analysis) ......................................61

1. Konsep nilai dalam DEA ...........................................................................62

Page 10: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2. Nilai manajerial DEA ................................................................................63

3. Kelebihan dan keterbatasan DEA ..............................................................64

4. Bentuk formulasi (DEA) ............................................................................66

BAB IV Gambaran Umum ...........................................................................67

A. Keadaan Wilayah Provinsi D. I. Yogyakarta ............................................67

1. Letak Geografis Administratif ...................................................................67

2. Pertumbuhan Ekonomi...............................................................................68

3. Stuktur Ekonomi ........................................................................................69

3. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Di Provinsi Yogyakarta .....................69

B. Analisis Deskritip ......................................................................................71

C. Analisis Data Dengan Metode DEA .............................................78

BAB V Penutup ............................................................................................87

A. Kesimpulan ...............................................................................................87

B. Saran Bagi Pengusaha Penggemukan Sapi Potong ...................................88

A. Rekomendasi Kebijakan ...........................................................................89

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................91

Page 11: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 ...................2

Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia,

2003−2007 .....................................................................................................2

Tabel 4.1 Luas Wilayah, Ketinggian menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 ..................................68

Tabel 4.2 Populasi Ternak Besar, Kecil Dan Unggas Tahun 2004-

2008 Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ............................................70

Tabel 4.3 Populasi ternak Sapi Potong Per kabupaten Prop. D.I

Yogyakarta Tahun 2004-2008 (ekor) .............................................................71

Tabel 4.4 Berdasarkan Pekerjaan Responden ................................................72

Tabel 4.5 Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi ....................................................72

Tabel 4.6 Berdasarkan Berat Bakalan Sapi ....................................................73

Tabel 4.8 Berdasarkan Sistem Penggemukan ................................................73

Tabel 4.9 Berdasarkan jumlah Konsentrat Yang diberikan Dalam

Sehari .............................................................................................................74

Tabel 4.10 Berdasarkan Banyaknya Hijauan Yang diberikan Dalam

Sehari

.......................................................................................................................74

Page 12: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Tabel 4.11 Berdasarkan Harga Bakalan .........................................................75

Tabel 4.12 Berdasarkan Harga Konsentrat ....................................................76

Tabel 4.13 Berdasarkan Harga Hijauan .........................................................76

Tabel 4.14 Berdasarkan Produksi Daging Sapi .............................................77

Tabel 4.15 Berdasar Harga Produksi Daging Sapi ........................................77

Tabel 4.16 Berdasar Kenaikan Bobot Dalam Sehari .....................................78

Tabel 4.17 Efisiensi Teknis Dan Alokatif Usaha Penggemukan

Sapi Potong

Prop. D. I. Yogyakarta ...................................................................................80

Tabel 4.18 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Status Usaha ............82

Tabel 4.19 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Berat

Bakalan ..........................................................................................................82

Tabel 4.20 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Banyaknya

Hijauan ...........................................................................................................83

Tabel 4.21 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan banyaknya

Konsentrat

........................................................................................................................83

Tabel 4.23 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasar Harga

Konsentrat ......................................................................................................84

Tabel 4.23 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Jumlah

Tenaga Kerja ..................................................................................................84

Tabel 4.24 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasar Produksi

Daging Sapi ....................................................................................................85

Page 13: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Tabel 4.25 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Sistem

Pemeliharaan ..................................................................................................85

Tabel 4.26 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi ........................................................................................................................86

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fungsi Produksi Input Tunggal ..................................................13

Gambar 2.2 Efisiensi Teknik dan Alokatif ....................................................22

Gambar 2.3 Ukuran Orientasi Out-put Efisiensi Teknis ................................25

Gambar 2.4 Technical And Alolcative Effciensies From an Output

Orientation

........................................................................................................................25

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran ...................................................................55

Page 14: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner

Lampiran 2 Data Responden Usaha Penggemukan Sapi Potong

Prov. Yogyakarta Hasil Olahan Kuisioner dan

Observasi

Lampiran 3 Efisiensi Teknis (Hasil Olahan DEA)

Lampiran 4 Efisiensi Revenue (Hasil Olahan DEA)

Lampiran 5 Efisiensi Alokatif (Hasil Olahan DEA)

Lampiran 6 Surat Pernyataan

Page 15: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

ABSTRAKSI

ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG MITRA BINAAN BUMN JAMSOSTEK DAN MANDIRI DI D. I.

YOGYAKARTA DENGAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

Anggit Fitriyanto

F 0105035

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknis, alokatif dan usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri dengan mengambil sampel di wilayah Provinsi D. I. Yogyakarta. Dalam mengukur efisiensi produksi usaha penggemukan sapi potong digunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dimana bobot bakalan sapi, jumlah hijauan, jumlah konsentrat, jumlah garam dan jumlah tenaga kerja sebagai input sedangkan produksi daging sebagai output untuk menghitung efisiensi teknis. Penghitungan efisiensi alokatif meliputi bakalan sapi, jumlah hijauan, jumlah konsentrat, jumlah garam dan jumlah tenaga kerja ditambahkan biaya bakalan sapi, biaya hijauan, biaya konsentrat, biaya garam, biaya tenaga kerja untuk input sedangkan untuk output ditambahkan harga produksi daging. Data yang tersedia merupakan data primer dimana diambil 40 sampel dari 4 Kabupaten di Provinsi

Page 16: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Yogyakarta yang tergabung dalam Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri.

Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa dari 40 jumlah sampel usaha penggemukan sapi potong di Yogyakarta ada 19 responden yang belum efisien. Kemudian hasil rata-rata efisiensi teknis dan alokatif diperoleh hasil bahwa di Yogyakarta, usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek lebih efisien secara teknis dibandingkan usaha penggamukan sapi potong mandiri dengan tingkat efisiensi sebesar 97,38% untuk rata-rata efisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan 95,00% untuk usaha penggemukan sapi potong mandiri, kemudian untuk efisiensi alokatif untuk usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek sebesar 98,66% dan untuk usaha penggemukan sapi mandiri sebesar 96,78%.

Penyebab inefisiensi peternak dalam penelitian ini bersumber dari input (bobot bakalan sapi, jumlah hijauan, jumlah konsentrat, jumlah garam dan jumlah tenaga kerja) yaitu pada pengalokasian input tidak sesuai dengan kebutuhan dan output (produksi daging), yaitu dalam pencapaian output yang tidak sesuai dengan pemakain input.

Saran yang diajukan bagi pengusaha penggemukan sapi potong yang belum efisien adalah mengurangi pemborosan dari sisi input, yaitu misalnya dengan cara memilih bobot, kualitas bakalan serta menggunakan jumlah pakan dan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan sapi untuk memproduksi daging. Kepada pemerintah daerah, memberi pasokan konsentrat yang berkualitas dan murah serta bakalan sapi yang berkualitas. Bagi BUMN Jamsostek bekerja sama secara kemitraan dengan peternak sapi potong diharapkan dapat lebih lagi memperluas jaringan kemitraan sehingga banyak peternak yang masih individual bisa bekerja sama dengan BUMN.

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF CATTLE FATTENING EFFICIENCY OF BUMN JAMSOSTEK PARTNERSHIP AND THE INDEPENDENT

ONE IN D.I. YOGYAKARTA WITH DEA METHOD (DATA ENVELOPMENT

ANALYSIS)

Anggit Fitriyanto F 0105035

The research aims to measure technical and alocative efficiency of

cattle fattening of BUMN Jamsostek partnership and the independent one that take sample in D.I. Yogyakarta province. For measuring the cattle fattening efficiency, it used Data Envelopment Analysis method (DEA), where the cattle weight, forage amount, feed concentrate amount, salt

Kata Kunci : Usaha Penggemukan Sapi Potong, Efisiensi, Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokatif, DEA.

Page 17: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

amount and labour amount as input, then meat production as output, to measure technical efficiency. The alocative efficiency is measured by cows cost, forage cost, feed concentrate cost, salt cost and labour cost for input, then for output is added with meat product price. The 40 primer datas are taken from 4 region in Yogyakarta province that joined on BUMN Jamsostek partnership dan the independent one.

Based on the analysis, it can be concluded that from 40 samples of cattle fattening in Yogyakarta, there are 19 inefficient respondent. The average amount of technical and alocative efficiency in Yogyakarta shows that BUMN Jamsostek’s cattle fattening partnership is technically more efficient than the independent one. BUMN Jamsostek’s cattle fattening partnership technical efficiency is 97,38% and the independent one is 95%. BUMN Jamsostek’s cattle fattening partnership alocative efficiency is 98,66% and the independent one is 96,78%.

The cause of inefficient farmer comes from the inconsistency using of input (the cattle weight, forage amount, feed concentrate amount, salt amount and labour amount). The input using is inconsistent with output (meat production).

The suggestion for inefficient cattle fattening farmer is reducing the input dispute, as examples : choose the proportional cows weight, the cows quality, and using the feed and labour adequate with the cows need. The suggestion for the regional government is providing the cheap but qualified feed concentrate and the qualified cows. The suggestion for BUMN Jamsostek is enlarging the partnership so that the individual farmer can cooperate with BUMN Jamsostek.

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peternakan merupakan suatu kegiatan

perekonomian dimana manusia mengusahakan sumber

Keywords : Cattle Fattening, Efficiency, Technical Efficiency, Alocative Efficiency, DEA.

Page 18: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

daya alam peternakannya secara lestari guna

mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

kesejahteraan umat manusia. Sumber daya alam biologis

termasuk hasil dagingnya dimanfaatkan guna memenuhi

kebutuhan gizi oleh manusia dengan memelihara

keseimbangan alam, dengan menggunakan ilmu dan

teknologi secara ekonomis, efisien dan produktif.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang

berdampak langsung pada peningkatan pendapatan

perkapita penduduk telah menyebabkan meningkatnya

permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi.

Hal ini tampak jelas dari pertumbuhan jumlah sapi yang

dipotong maupun daging sapi yang dikonsumsi secara

nasional beberapa tahun terakhir (Setiyono, 2007).

Dengan adanya hal itu, maka potensi untuk

membuka usaha dalam bidang peternakan di Indonesia

semakin terbuka lebar. Banyak potensi yang mendukung

dalam usaha peternakan ini seperti lahan yang luas, iklim

yang mendukung untuk pertumbuhan ternak yang dapat

dibudidayakan secara optimal. Oleh karena itu, tidak

heran jika tiap daerah mengusahakan pemenuhan akan

kebutuhan daging ternak tersebut salah satunya adalah

penggemukan sapi potong (Hadi et al., 1999a).

Page 19: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Tabel 1.1. Populasi Ternak Ruminansia Di

Indonesia, 2003−2007

Populasi (ooo ekor)

Page 20: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Page 21: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2007).

Tabel 1.2. Produksi Daging Ternak

Ruminansia Di Indonesia, 2003−2007

Produksi (t)

Page 22: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Page 23: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2007).

Sementara disisi lain pertumbuhan populasi sapi

secara nasional tidak mampu mengimbangi

pertumbuhan konsumsi masyarakat, sehingga berakibat

adanya kelebihan permintaan (over demand)

dibandingkan penyediaan (supply). Kondisi tersebut

menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi

daging nasional rendah (Mersyah 2005, dalam Hadi et al

2002; hal 145) sehingga terjadi kesenjangan yang makin

lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono 2007,

dalam hadi et al 2002; hal 147). Hal ini memaksa

pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan impor

daging sapi. Australia merupakan negara pengekspor

daging sapi ke Indonesia terbesar, mencapai 28% dari

total kebutuhan daging sapi di Indonesia.

Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi

daging pada tahun 2010 sebesar 2,72kg/kapita/tahun

sehingga kebutuhan daging dalam negeri mencapai

654.400 ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan

konsumsi 1,49%/tahun (Badan Pusat Statistik tahun

2005). Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat

11,366 juta ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2007).

Page 24: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Populasi tersebut belum mampu mengimbangi laju

permintaan daging sapi yang terus meningkat. Dalam

rangka menanggulangi masalah tersebut telah ditempuh

upaya untuk mencukupi kebutuhan sapi dan daging sapi

dengan cara antara lain mengimpor baik dalam bentuk

induk sapi, sapi potong, daging sapi maupun semen

untuk inseminasi buatan. Pemenuhan kebutuhan impor

tersebut didominasi oleh kebutuhan akan sapi potong

(Hadi, 2002).

Tujuan pemeliharaan sapi potong oleh

peternakan rakyat adalah untuk pembibitan (reproduksi)

dan penggemukan (Prasetyo 1994, dalam Hadi et al

2002; hal 148). Usaha pembibitan umumnya dilakukan

di daerah dataran rendah dengan ketersediaan pakan

relatif kurang, sedangkan usaha penggemukan banyak

terdapat di daerah dataran tinggi dengan ketersediaan

pakan relatif cukup. Kecilnya skala usaha pemeliharaan

sapi di daerah intensif disebabkan peternakan merupakan

usaha yang dikelola oleh rumah tangga petani, dengan

modal, tenaga kerja, dan manajemen yang terbatas.

Kecilnya pemilihan ternak juga karena umumnya usaha

pembibitan atau penggemukan merupakan usaha

sampingan, selain usaha tani utama seperti padi,

Page 25: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

palawija, sayuran atau tanaman perkebunan. Di daerah

pertanian ekstensif, cukup besarnya skala usaha

disebabkan padang rumput untuk penggembalaan cukup

tersedia, sehingga kebutuhan tenaga kerja dan biaya

pakan dapat dikatakan hampir mendekati nol (Hadi,

2002; hal 149).

Sapi potong sudah menjadi salah satu pilihan

komoditas yang diyakini bisa menjadi sumber

pendapatan keluarga karena proses pemeliharaan sapi

potong sebenarnya cukup mudah, namun yang menjadi

permasalahan adalah pemeliharaan yang dilakukan para

peternak. Beberapa peternak belum memiliki orientasi

bahwa beternak sapi potong bisa menjadi sumber

pendapatan utama. Hal itu kemungkinan disebabkan

oleh kurangnya pemahaman mereka tentang beternak

sapi potong.

Masalah utama usaha penggemukan komersial

adalah tingginya biaya tetap (fixed cost) untuk

manajemen dan lain – lain. Untuk menekan biaya

diperlukan sapi bakalan yang harganya relatif murah

tetapi mempunyai ADG (penambahan berat harian) yang

tinggi. Selama ini, perusahaan swasta mengimpor sapi

bakalan dari Australia karena dinilai lebih murah

Page 26: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dibanding mendatangkan sapi lokal jenis Peranakan

Ongole dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara

Barat atau daerah lainnya. Jika pembibitan dapat

dilakukan di Jawa yang sekaligus merupakan daerah

sentra konsumen daging sapi di Indonesia, dengan

menggunakan bangsa sapi dengan ADG yang tinggi

seperti peranakan Simmental atau sederajad, maka

peternak kecil berpeluang untuk memasok sapi bakalan

secara lebih efisien bagi usaha penggemukan.

Teknologi pembibitan mungkin tidak dipengaruhi

skala usaha (bersifat “scale neutral”), tetapi

meningkatnya skala akan menghemat biaya (size

economies). Kebutuhan pakan dan biaya bakalan per

ekor akan sama pada skala kecil dan besar, tetapi pada

skala besar biaya operasional lebih efisien. Total biaya

tetap akan semakin besar dengan meningkatnya usaha,

tetapi dengan jumlah induk yang makin besar, biaya

manajemen untuk memproduksi per ekor pedet akan

makin kecil.

Keadaan ini merupakan dampak positif dari

meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat

serta semakin selektifnya konsumen. Faktor penunjang

lainnya adalah semakin digalakkannya subsektor

Page 27: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

kepariwisataan yang pada kenyataannya memang

menuntut ketersediaan daging berkualitas tinggi.

Namun, hal ini tidak didukung dengan ketersediaan

bakalan sehingga sampai saat ini Indonesia masih

banyak mengimpor sapi dari negara lain.

Sudah saatnya diadakan koreksi total bagi

penanganan usaha peternakan rakyat, yang dalam skala

makro, tidak hanya akan meningkatkan taraf kehidupan

peternak, tetapi juga penghematan devisa. Peningkatan

skala usaha, penanganan yang lebih intensif dan

penggunaan berbagai hasil penelitian di bidang pakan

ternak, pemuliaan ternak, pencegahan dan pengobatan

penyakit ternak yang dilakukan oleh berbagai perguruan

tinggi dan lembaga–lembaga penelitian lainnya, yang

terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak

sudah saatnya dilakukan.

Program aksi untuk mewujudkan swasembada

daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan

melalui kebijakan teknis pengembangan agrobisnis sapi

pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan

pendekatan berkelanjutan dan biaya murah serta

optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal

dengan istilah low external input sustainable agriculture

Page 28: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(LEISA) dan zero waste, terutama di wilayah perkebunan.

Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha

pembibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat

dilakukan secara terintegrasi melalui perkebunan,

tanaman pangan, dan memanfaatkan sumber pakan

biomas lokal (Hadi, 2009).

Upaya pemerintah dalam mengantisipasi

permasalahan ini sebenarnya sudah bisa dirasakan,

sebagai contoh usaha pemerintah dalam menciptakan

tatanan iklim usaha yang mampu mendorong pelaku

usaha untuk mendorong Usaha Kecil dan Koperasi

dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai unit usaha

yang tangguh dan mandiri, selain mendukung

pertumbuhan ekonomi nasional juga diharapkan mampu

bersaing di pasar lokal, nasional, regional dan global.

Salah satunya adalah usaha pengemukan sapi potong.

Sesuai SK Menteri Keuangan RI No.

316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, BUMN

diwajibkan melakukan pembinaan terhadap usaha kecil

dan Koperasi termasuk di dalamnya usaha penggemukan

dan pembibitan sapi potong dalam rangka mendukung

Pemerintah.

Page 29: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian

lebih dalam pengembangan usaha penggemukan sapi

dan untuk menjaga eksistensi usaha penggemukan sapi

di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta memiliki

potensi yang besar untuk pengembangan usaha ternak

sapi karena didukung oleh sumber daya alam (lahan,

pakan), sumber daya manusia, serta peluang pasar yang

memadai. Ternak sapi mempunyai prospek dan potensi

pasar yang cerah. Selain memberikan tambahan

pendapatan bagi petani-peternak, usaha ternak sapi juga

merupakan sumber pendapatan daerah melalui

perdagangan antarprovinsi dan antarpulau, antara lain ke

Maluku, Papua, Jawa (Jakarta), dan Kalimantan Timur

(Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Yogyakarta

2005).

Potensi pengembangan sapi potong untuk

wilayah Provinsi Yogyakarta cukup besar, karena

didukung oleh potensi pasar yang masih kekurangan

akan daging sapi potong serta makin meningkatnya

konsumsi daging sapi perkapita. Selain itu peluang

pengembangan usaha ini didukung oleh terjadinya

perkembangan harga daging sapi di 10 tahun terakhir,

dimana secara konsisten terjadi peningkatan harga

Page 30: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

sekitar 5,26–23,8% pertahun. Kontribusi peternakan

terhadap PDRB pertanian di Yogyakarta atas dasar harga

berlaku adalah 77,57% sedangkan atas dasar harga

konstan adalah 25,42% (Anonim, 2004)

Mengingat besarnya kontribusi daging sapi di

empat kabupaten tersebut terhadap permintaan daging

sapi di Provinsi Yogyakarta, maka perlu adanya sebuah

penelitian yang bisa dijadikan salah satu alternatif solusi

masalah-masalah yang dihadapi oleh para pengusaha

penggemukan sapi. Dalam hal ini yaitu bagaimana

mengkombinasikan semua faktor-faktor produksi yang

ada agar dapat dikelola dengan baik sehingga produksi

daging sapi, umumnya di Provinsi Yogyakarta dapat

dioptimalkan dan produksi daging sapi di Provinsi

Yogyakarta pun akan lebih efisien. Berdasarkan latar

belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan

mencoba untuk menganalisis efisiensi produksi usaha

penggemukan sapi di 5 kabupaten, Provinsi D. I.

Yogyakarta dengan judul ”ANALISIS EFISIENSI

USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG MITRA

BINAAN BUMN JAMSOSTEK DAN MANDIRI DI

D. I. YOGYAKARTA DENGAN METODE DEA

(DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)”

Page 31: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka

dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah komparasi profil usaha penggemukan sapi potong Mitra

Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri di D. I. Yogyakarta?

2. Bagaimana perbandingan efisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong

Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri di D. I. Yogyakarta?

3. Apakah secara teknis usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan

BUMN Jamsostek lebih efisien dibanding usaha penggemukan sapi potong

mandiri ?.

4. Apakah secara alokatif usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan

BUMN Jamsostek lebih efisien dibanding usaha penggemukan sapi potong

mandiri ?

5. Jenis sapi apakah yang paling efisien untuk diusahakan di D. I.

Yogyakarta?

6. Berapakah takaran hijauan dan konsentrat yang efisien dalam sehari yang

diberikan oleh penggemuk sapi?

7. Berapakah berat bakalan sapi yang efisien untuk dibudidayakan?

C. Tujuan Penelitian

Page 32: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Berdasarkan permasalahan penelitian seperti

telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan penelitian

yang ingin dicapai adalah :

1. Mengkomparasikan profil usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan

BUMN Jamsostek dan mandiri di D. I. Yogyakarta.

2. Mengetahui perbandingan tingkat efisiensi teknis dari masing-masing

usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan

mandiri di D. I. Yogyakarta.

3. Mengidentifikasi tingkat efisiensi teknis dari masing-masing usaha

penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri di

D. I. Yogyakarta.

4. Mengidentifikasi tingkat efisiensi alokatif dari masing-masing usaha

penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri di

D. I. Yogyakarta.

5. Untuk mengetahui jenis sapi apakah yang paling efisien untuk diusahakan di

D. I. Yogyakarta

6. Untuk mengetahui berapakah takaran hijauan dan konsentrat yang efisien

dalam sehari yang diberikan oleh penggemuk sapi.

7. Untuk mengetahui berapakah berat bakalan sapi yang efisien untuk

dibudidayakan.

Page 33: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat

memberi manfaat dan kontribusi sebagai berikut :

1. Mendapatkan gambaran komparasi profile usaha usaha penggemukan sapi

potong Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan mandiri di D. I. Yogyakarta

terutama dilihat dari efisiensi teknis dan prospeknya kedepan.

2. Sebagai pedoman bagi peternak maupun calon peternak sapi potong

dalam menggunakan input-input produksi guna meningkatkan efisiensi

peternakan masing-masing.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah guna mengambil kebijakan

untuk mengembangkan potensi usaha peternakan sapi potong di

daerahnya.

4. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya, terutama yang

berkaitan dengan masalah usaha peternakan sapi potong.

BAB II

Page 34: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Produksi

1. Pengertian produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang

mengubah input menjadi output. Input merupakan faktor

– faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dalam

proses produksi (Agarwal, 1998 : 279-281 ).

Sesuai dengan pengertian produksi diatas, maka

produksi peternakan dapat diartikan sebagai usaha untuk

memelihara dan mengembangkan suatu komoditi untuk

kebutuhan manusia. Pada proses produksi untuk

menambah guna dan manfaat maka dilakuan proses

pemilihan, pemeliharaan bakalan atau bibit

menggunakan teknologi tertentu untuk memeproleh

manfaat atau hasil dari suatu komoditi peternakan. Ada

dua teori penting dalam proses ini (Coelli dkk,

2005:278):

a. Teori produksi

Teori analisis produksi merupakan hubungan fisik antara input dan

output.

b. Teori biaya.

Page 35: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Teori biaya merupakan hubungan antara tingkat output dan

tingkat biaya (pengeluaran yang timbul dari input yang berbeda yang

digunakan dalam memproduksi suatu output).

Ari Sudarman (1997:119), mendefinisikan

produksi sebagai penciptaan guna. Guna berarti

kemampuan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Proses perubahan bentuk faktor-faktor

produksi disebut dengan proses produksi. Produksi tidak

hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat

dilihat tetapi termasuk juga didalamnya produksi jasa.

a. Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output

maksimum yang diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan

output tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu (Agarwal,

1998: 282-283). Fungsi produksi menunjukkan bahwa unit total produk

sebagai fungsi dari unit masukan (input). Penyajian fungsi dapat dilakukan

melalui bentuk Tabel, grafik atau dalam persamaan matematis. Fungsi

produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukan hubungan antara hasil

produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input).

Sebuah firma yang menggunakan jumlah input N (misalnya, tenaga

kerja, mesin, bahan mentah) untuk menghasilkan output tunggal.

Kemungkinan teknologi firma semacam itu dapat diringkas dengan

menggunakan fungsi produksi. (Coelli 2005:12)

Page 36: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Q= f ( x ) ( 2.1 )

Di mana x merepresentasikan output dan x = (x1, x2,...,xN)’ adalah

vektor input N X 1. Input yang ada tersebut yang harus diperhitungkan

dalam pengambilan keputusan, sedangkan beberapa input lain yang berada

di luar model (misalnya, curah hujan) juga penting, namun biasanya ada

baiknya memasukkannya ke dalam struktur umum fungsi f(.).

Dapat diringkas, bahwa fungsi produksi yang dilukiskan dalam

Gambar 2.1 menunjukkan pada titik tertentu, apabila unit-unit tambahan

input variabel ditambahkan dalam input tetap, maka produk marginal akan

menurun. David Ricardo dalam pengamatan dibidang pertanian di Inggris

pada abad 19, pada sebidang lahan jika input modal dan tenaga kerja

ditambahkan secara terus menerus akan menghasilkan kenaikan hasil

panen yang semakin menurun (Case, 2005 : 170). Hal ini yang dikenal

dengan istilah The Law Of Diminishing Return. Sedangkan lereng antara

D-G, menunjukkan daerah yang feasibel-ekonomi atas produksi. Titik E di

dalam daerah ini, adalah titik di mana rata-rata produknya dimaksimalkan.

Titik ini disebut sebagai titik skala optimal (atas operasi).

Gambar 2.1. Fungsi Produksi Input Tunggal.

Page 37: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Sumber : Coelli (2005:14).

Perluasan tipe analisis grafik pada kasus multi-input relatif sulit,

karena muncul kerumitan untuk menggambarkan beberapa diagram yang

lebih dari dua dimensi. Dalam kasus semacam itu, agar lebih jelas perlu

menggambarkan hubungan antara dua variabel sambil mempertahankan

variabel tetap lainnya. Gambar 2.1, menunjukkan fungsi produksi dua-

input, hubungan antara dua input, yaitu input x1 dan x2 digambarkan ketika

outputnya ditetapkan pada nilai q0. Hubungan antara dua input juga

digambarkan ketika outputnya ditetapkan pada nilai q1 dan q2, di mana q2

> q1 > q0, dimana kurva dalam gambar ini dikenal sebagai isoquant output,

maka isoquant-nya adalah fungsi non-interseksi yang cembung pada

sumbernya, sebagaimana yang terlukiskan dalam Gambar 2.2, kemiringan

isoquant dikenal sebagai tingkat marjinal substitusi teknis, hal digunakan

mengukur tingkat di mana x1 harus digantikan untuk x2 supaya bisa

mempertahankan output pada level tetapnya.

Sebuah representasi alternatif fungsi produksi dua-input disajikan

dalam Gambar 2.3. Dalam Gambar ini, yang terendah dari empat fungsi, q

= f(x1½x2 = x20). Menggambarkan hubungan antara q dan x1 sambil

mempertahankan x2 tetap berada pada nilai x20. Fungsi-fungsi lain

Page 38: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

menggambarkan hubungan antara q dan x1 ketika x2 ditetapkan pada nilai-

nilai x21, x2

2, x23, x2

4, di mana x24 > x2

3 > x22 > x2

0.

b. Fungsi Produksi Jangka Pendek

Dalam penelitian ini menggunakan istilah ‘jangka pendek’ untuk

mengacu pada time horizon sehingga beberapa input harus dianggap tetap.

Sebaliknya, istilah ‘jangka panjang’ digunakan untuk mengacu pada time

horizon yang cukup lama sehingga semua input dapat dianggap sebagai

variabel. Mengingat semua input dianggap sebagai variabel, maka Cobb-

Douglass Production Function dapat dipandang sebagai fungsi produksi

jangka panjang. Varian jangka pendek dari fungsi produksi jangka panjang

diperoleh dengan mempertahankan satu atau lebih input agar menjadi

input tetap. Misalnya, perhatikan Cobb-Douglass Production Function

dan anggaplah input keduanya tetap, setidaknya dalam jangka pendek.

2. Fungsi Transformasi

Dalam Coelli (2005: 18) konsep fungsi produksi

pada kasus sebuah firma yang menghasilkan lebih dari

satu output dapat digeneralisasikan. Secara khusus,

kemungkinan teknologi sebuah firma yang

menggunakan input N untuk menghasilkan output M

dapat diringkas oleh fungsi transformasi.

T( x,q ) = 0

( 2.2 )

Page 39: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

di mana q = (q1, q2,...,qM)’ adalah vektor output

M X 1. Sebuah kasus khusus fungsi transformasi adalah

fungsi produksi yang diungkapkan dalam bentuk

implisit:

T ( x,q ) = q – f ( x ) = 0 (2.3)

Kedetilan tidak dibahas, karena dua alasan.

Pertama, fungsi-fungsi transformasi sebagai kasus-kasus

khusus fungsi distance yang dibahas sebelumnya dapat

dilihat. Kedua, kebanyakan untuk terapan menganalisis

teknologi-teknologi multi-output tanpa harus melakukan

spesifikasi fungsi transformasi. Kebanyakan

mengagregatkan beberapa output ke dalam sebuah

ukuran tunggal dengan menggunakan metode-metode

angka indeks (dan kemudian menggunakan fungsi

produksi untuk meringkas rencana produksi feasible-

teknis). Teknik lain menggunakan informasi harga dan

merepresentasikan teknologi dengan menggunakan

fungsi biaya, pendapatan, dan profit.

3. Fungsi-Fungsi Biaya

Dalam fungsi biaya, Coelii (2005: 21),

menjelaskan hubungan fisik antara input dan output

mendapatkan perhatian yang luas. Dalam bagan ini,

bagaimana beberapa firma memutuskan tentang

Page 40: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

gabungan input yang ingin mereka gunakan diteliti

dengan cermat. Asumsi yang paling lazim yakni

beberapa firma membuat keputusan bersama tersebut

agar bisa meminimalisir beberapa biaya.

Perhatikan kasus firma multi-input dan multi-

output yang relatif kecil untuk ukuran pasar yang tidak

memiliki pengaruh apapun pada harga-harga input,

sehingga harus mengambil harga tersebut sebagaimana

yang ditetapkan oleh pasar. Firma semacam itu

dikatakan sebagai firma yang kompetitif sempurna dalam

pasar input. Secara matematis, masalah minimalisasi

biaya untuk firma ini dapat ditulis sebagai berikut:

C ( w,q) = min w’x such that T (x,q)=0. ( 2.4)

Di mana w = (w1, w2,..., wN)’ adalah sebuah vektor

harga-harga input. Sisi sebelah kanan atas persamaan ini

mengatakan “pencarian atas semua kombinasi input-

output feasibel-teknis dan menemukan kuantitas input

yang meminimalisir biaya dalam menghasilkan vektor

output q". Notasi c(w,q) di sisi kiri untuk menekankan

bahwa nilai biaya berbeda dengan variasi-variasi dalam

w dan q digunakan.

a. Fungsi Biaya Jangka Pendek

Page 41: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Hingga saat ini, muncul asumsi bahwa semua input adalah

variabel, sebab mereka berada dalam jangka panjang. Untuk alasan ini,

fungsi biaya c(w,q) kadang-kadang dikenal sebagai fungsi biaya variabel

atau jangka panjang. Varian yang bermanfaat atas fungsi ini diperoleh

dengan mengasumsikan bahwa sub-rangkaian (subset) input ditetapkan,

sebab beberapa input akan berada dalam jangka pendek (misalnya,

bangunan). Fungsi biaya ini dikenal sebagai fungsi biaya terestriksi atau

jangka pendek.

Anggaplah bahwa vektor input x dipisahkan sebagai x = (xf,xy)

di mana xf dan xy adalah sub-vektor yang mengandung input tetap dan

variabel, dan anggaplah bahwa vektor harga input w sama-sama

dipisahkan sebagai w= (wt,wy). Jadi, masalah minimalisasi biaya jangka

pendek menurut Coelli (2005:26 )dapat ditulis sebagai berikut :

(2.5)

Perhatikan bahwa masalah ini hanya mencakup pencarian nilai-

nilai input variabel. Dalam tiap kaitan lain, sebetulnya sama dengan

masalah minimalisasi biaya jangka panjang. Selain itu, c(w,q,x ) >=

c(w,q), (yakni biaya jangka pendek tidak kurang dari biaya-biaya jangka

panjang), dan jika , maka x > x then c ( w,q,x > c( w,q,x ), (yakni fungsi

dalam non-penurunan dalam input tetap).

T(q, such that min),,( '' f f f f f X W X W x qw c +=

Page 42: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

b. Fungsi Biaya Jangka Panjang.

Dalam konsep fungsi biaya jangka panjang, firma tidak memiliki

input tetap sehingga yang membatasi produksinya pada skala tertentu.

Disamping itu juga firma bebas keluar masuk pasar untuk menghindari

kerugian. Konsekuensi karena skalanya tidak tetap, bentuk fungsinya lebih

komplek dan sulit digeneralisasi. Bentuk kurve jangka panjang memiliki

imnplikasi yang penting kecenderungan cara struktur industri berkembang

sesuai dengan perkembangan waktu. Dalam kontek biaya jangka panjang

ini terdapat 3 keputusan firma untuk melanjutkan usahanya:

1) Melanjutkan usahanya dengan mendapatkan laba normal.

2) Firma melanjutkan usahanya meskipun menderita kerugian

3) Firma menutup usahanya karena menderita kerugian dalam

jangka panjang.

4. Fungsi-Fungsi Pendapatan

Cara menentukan biaya minimum dalam

menghasilkan vektor output tertentu q dapat dilihat

sebelumnya. Masalah serupa yakni dalam hal

menetapkan pendapatan maksimum yang dapat

diperoleh dari vektor input tertentu x. Fungsi yang

memberikan pendapatan maksimum dikenal sebagai

fungsi pendapatan. Dalam bagian ini, apa yang dapat

dilakukan adalah lebih sedikit daripada sekedar

menghadirkan fungsi pendapatan dan properti-

Page 43: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

propertinya. Terdapat dua alasan untuk

mempertahankannya. Pertama, masalah optimalisasi

pendapatan jelas mencerminkan masalah minimalisasi

biaya, dan pengulangan tentunya perlu dihindari

(menurut fakta, fungsi pendapatan dan biaya adalah

varian restriktif fungsi profit). Kedua, para pakar

ekonomi produksi terapan menggunakan fungsi

pendapatan tidak begitu sering daripada fungsi biaya.

Fungsi pendapatan lebih banyak digunakan dalam

makroekonomi dan perdagangan internasional, di mana,

misalnya, para pakar ekonomi tertarik dalam

mempelajari income maksimum yang negara hasilkan

dari sokongan sumber.

5. Fungsi-Fungsi Profit Multi-Input Multi-Output

Hingga saat ini, bagaimana beberapa firma

menggunakan informasi harga input dan output untuk

memilih level-level input atau output (namun bukan

keduanya) dapat diamati. Dalam bagian ini, bagaimana

beberapa firma memilih input dan output secara simultan

dapat diamati. Biasanya muncul asumsi bahwa beberapa

firma membuat keputusan-keputusan tersebut supaya

bisa memaksimalkan profit (yakni pendapatan minus

biaya). Secara khusus menurut Coelli (2005:31), firma

Page 44: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

multi-input dan multi-output memecahkan masalah

sebagai berikut:

p(P,w) = max p’q –w’x such that T(q,x) =0 ( 2.6)

Notasi p(P,w) di samping kiri untuk menekankan

bahwa profit maksimum bervariasi dengan P dan w

dapat digunakan.

Pemaksimalan-profit dapat diperoleh dengan

menulis masalah maksimalisasi-profit dalam bentuk:

(2.7)

Dalam kasus firma output-tunggal, ini

mengimplikasikan:

(2.8)

Hingga saat ini, muncul asumsi bahwa semua

input dan output dalam masalah maksimalisasi profit

adalah input variabel. Fungsi profit 2.8, yang

menganggap semua input dan output sebagai variabel,

kadang-kadang disebut sebagai fungsi profit yang tak

terestriksi atau jangka panjang. Kasus khusus fungsi itu

diperoleh dengan mengasumsikan bahwa satu atau lebih

input atau output ditetapkan, sebab mereka adalah

jangka pendek. Fungsi profit yang dihasilkan dikenal

)

, ( p max ) , ( ' qwc q w p q

-p

max ) , ( p ), ( qw c q wpq

-p

Page 45: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

sebagai fungsi profit yang terestriksi atau jangka

pendek. Dua fungsi profit terestriksi dalam, fungsi

biayanya adalah (negatif) fungsi profit terestriksi yang

sesuai dengan kasus di mana semua output ditetapkan;

dan fungsi pendapatan adalah fungsi profit terestriksi di

mana semua input ditetapkan.

Fungsi profit lain yang terestriksi diperoleh

dengan mengasumsikan sub-rangkaian (subset) input

ditetapkan. Masalah maksimalisasi profit jangka pendek

yang dihasilkan menurut Coelli (2005:32 )dapat ditulis.

( 2.9)

Masalah ini adalah sama dengan masalah

maksimalisasi profit jangka panjang 2.22 kecuali nilai-

nilai output dan input variabel (yakni q dan xv) diselidiki

untuk saat ini saja. Karena nilai-nilai (yang berpotensi

lebih menguntungkan) dari input itu tidak diselidiki lagi,

jelaslah bahwa profit jangka pendek tidak akan pernah

lebih besar daripada profit jangka panjang.

B. Konsep Dasar Efisiensi

( ) ( )0xq,Tsuchthat x wqpmaxxw,p,π f ¢-¢=

Page 46: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Farrell (1957) mengajukan bahwa efisiensi

sebuah firma terdiri dari dua komponen efisiensi teknis,

yang mencerminkan kemampuan sebuah firma untuk

memperoleh output maksimal dari rangkaian input

tertentu, dan efisiensi alokatif, yang mencerminkan

kemampuan sebuah firma untuk menggunakan input

dalam proporsi optimal, mengingat adanya harga

respektif dan teknologi produksi. Dua ukuran tersebut

selanjutnya digabungkan untuk memberikan sebuah

ukuran total efisiensi ekonomi.

Kajian berikut ini dimulai dengan ide-ide asli

Farrell yang diilustrasikan dalam ruang output/input dan

memiliki fokus pengurang-input. Hal tersebut biasanya

diistilahkan sebagai ukuran-ukuran orientasi-input.

1. Ukuran-Ukuran Orientasi-Input

Farrell mengilustrasikan ide-idenya dengan

menggunakan contoh sederhana yang melibatkan

beberapa firma yang menggunakan dua input (x1 dan x2)

untuk menghasilkan output tunggal (q), di bawah asumsi

constant retuns to scale. Pengetahuan tentang isoquant

unit beberapa firma yang benar-benar efisien, yang

direpresentasikan oleh SS’ dalam Gambar 2.1,

memudahkan pengukuran efisiensi teknis. Jika firma

Page 47: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

tertentu menggunakan kuantitas input, yang

didefinisikan oleh titik P, untuk menghasilkan sebuah

unit output, inefisiensi teknis firma itu dapat

direpresentasikan oleh QP, yang merupakan jumlah

semua input yang dapat direduksi secara proporsional

tanpa reduksi dalam output. Hal ini biasanya

diungkapkan dalam istilah persentase dengan rasio

QP/0P, yang merepresentasikan persentase semua input

yang perlu direduksi untuk mencapai produksi yang

secara teknis adalah efisien Coelli (2005: 52). Efisiensi

teknis (TE) sebuah firma biasanya diukur oleh rasio itu.

TE = OQ / OP (2.10)

Dengan mengambil sebuah nilai nol dan satu,

dan memberikan sebuah indikator tingkat efisiensi teknis

firma itu. Nilai satu mengimplikasikan bahwa firma itu

secara teknis adalah efisien. Misalnya, titik Q secara

teknis adalah efisien sebab ini terletak pada isoquant

efisien.

Gambar 2.2 Efisiensi Teknik dan Alokatif.

Page 48: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Sumber : Coelli (2005: 52).

Ukuran orientasi-input efisiensi teknis sebuah

firma dapat diungkapkan dalam istilah fungsi -input

di(x,q) sebagai berikut Coelli (2005: 53):

TE = 1/di(x,q)

(2.11)

Firma yang dipertimbangkan secara teknis juga

efisien jika ini terletak di batasannya, sejauh kasus TE =

1 dan d1(x,q) juga sama dengan 1.

Karena keberadaan informasi harga input,

tidaklah mustahil untuk mengukur efisiensi biaya firma

yang dipertimbangkan. w kita anggap merepresentasikan

vektor harga input dan x kita anggap merepresentasikan

vektor terobservasi input yang digunakan terkait dengan

titik P. x dan x* kita anggap merepresentasikan vektor

input yang terkait dengan titik Q yang secara teknis

adalah efisien dan vektor input minimalisasi-biaya di Q’.

Jadi, efisiensi biaya suatu firma didefinisikan

sebagai rasio biaya-biaya input yang terkait dengan

vektor input, x dan x*, yang terkait dengan titik P dan

Q’. Jadi,

Page 49: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

OPORxwxw

CE /1

*1

== (2.12)

Jika rasio harga input, yang direpresentasikan

oleh kemiringan garis isocost, AA’, dalam Gambar 2.7,

maka ukuran-ukuran efisiensi alokatif dan efisiensi

teknis dapat dikalkulasi dengan menggunakan garis

isocost. Hal tersebut disajikan oleh Coelli (2005: 53):

OPOR

xwxw

AE == 1

*1

OPOQ

wxxw

TE ==1

(2.13)

Berdasarkan observasi yang dilakukan,

persamaan menunjukkan bahwa RQ merepresentasikan

reduksi dalam biaya produksi yang akan terjadi jika

produksinya terjadi di titik Q’ yang secara alokatif (dan

teknis) adalah efisien, bukan titik Q’ yang secara alokatif

(dan teknis) adalah inefisien.

Mengingat adanya ukuran efisiensi teknis, total

efisiensi biaya menyeluruh (CE) dapat diungkapkan

sebagai suatu produk ukuran efisiensi teknis dan alokatif

Coelli (2005: 53):

CE = TE x AE = ( OQ/OP ) x (OR/OQ)=(OR/OP)

( 2.14)

Page 50: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Perhatikan juga semua ukuran efisiensi ini yang

dibatasi oleh nol dan satu.

Ilustrasi grafik terhadap ukuran-ukuran efisiensi

di atas menggunakan teknologi constant returns to scale.

Penggunaan constant returns to scale dan dua variabel

input akan memunculkan kemudahan untuk

menggambarkan grafik yang diperlukan dalam dua

dimensi. Ukuran-ukuran tersebut dapat didefinisikan

untuk kasus non-constant returns to scale dengan

menggunakan simulasi aljabar yang sederhana. Dalam

mengilustrasikan hal ini, dapat menyesuaikan Gambar

2.7 dengan mengubah label-label aksis pada x1 dan x2

dan mengasumsikan bahwa isoquant merepresentasikan

batas rendah rangkaian input yang terkait dengan

produksi level output tertentu. Ukuran-ukuran efisiensi

selanjutnya bisa didefinisikan secara sama dengan

ukuran-ukuran di atas.

Ukuran-ukuran efisiensi tersebut mengasumsikan

bahwa teknologi produksi diketahui. Dalam prakteknya,

ini bukan merupakan suatu kasus, dan isoquant efisien

harus diestimasi dari data sampelnya. Pengidentifikasian

batas produksi adalah sebuah masalah yang kompleks.

2. Ukuran-Ukuran Orientasi-Output

Page 51: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Perbedaan antara ukuran-ukuran orientasi output

dan input dapat diilustrasikan dengan menggunakan

contoh sederhana yang meliputi satu input, x dan satu

output, q. Hal ini diilustrasikan dalam Gambar 2.10 (a)

di mana teknologi penurunan – pendapatan – terhadap -

skala, yang direpresentasikan oleh f(x), dan frma

inefisien yang beroperasi di titik P. Ukuran orientasi-

input TE Farrell adalah sama dengan rasio AB/AP,

sedangkan ukuran orientasi-output TE-nya

direpresentasikan oleh CP/CD. Ukuran-ukuran orientasi-

output dan input adalah ukuran-ukuran yang sama dalam

efisiensi teknis ketika constant returns to scale eksis

(Fare dan Lovell, 1978). Kasus constant returns to scale

(CRS) diilustrasikan dalam Gambar 2.10 ( b), di mana

dalam melakukan observasi AB/AP=CP/CD, untuk

firma inefisien yang beroperasi di titik P.

Gambar 2.3 Ukuran Orientasi Out-put

Efisiensi Teknis.

Sumb

er : Coelli

Page 52: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Dalam mengilustrasikan ukuran-ukuran orientasi-

output dengan mempertimbangkan kasus di mana

produksinya meliputi dua output (q1 dan q2) dan input

tunggal (x), jika mempertimbangkan CRS, dapat

merepresentasikan teknologi itu dengan kurva

kemungkinan produksi unit dalam dua dimensi. Contoh

ini diilustrasikan dalam Gambar 2.11, di mana kurva ZZ’

adalah kurva kemungkinan produksi unit dan titik A

sesuai dengan firma inefisien. Perhatikan bahwa firma

inefisien yang beroperasi di titik A terletak di bawah

kurva itu, sebab ZZ’ merepresentasikan ikatan atas

kemungkinan produksi.

Gambar 2.4 Technical And Alolcative

Effciensies From an Output Orientation

Ukuran-ukuran efisiensi orientasi-output ( Fare,

Grosskopf dan Lovell, 1985, 1994) didefinisikan sebagai

berikut. Dalam Gambar 2.3, AB merepresentasikan

Sumb

er : Coelli

Page 53: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

inefisiensi teknis, yang merupakan jumlah output yang

dapat ditingkatkan tanpa membutuhkan input ekstra.

Dengan demikian, sebuah ukuran efisiensi teknis

orientasi-output adalah rasio:

TE = OA/OB = d0(x,q)

(2.15)

Di mana d0(x,Q) adalah fungsi output pada

vektor input x yang diobservasi dan vektor output q

yang diobservasi.

Sekarang, efisiensi pendapatan dapat

didefinisikan untuk vektor harga output p yang

diobservasi dan direpresentasikan oleh garis DD’. Jika q,

q, dan q* merepresentasikan vektor output firma yang

diobservasi, yang terkait dengan titik A, vektor produksi

yang secara efisien-teknis terkait dengan B dan vektor

efisien pendapatan yang terkait dengan titik B’, maka

firma itu didefinisikan sebagai berikut:

OCOB

qpqp

RE ==*1

1

(2.16)

Jika informasi tentang harga dimiliki, maka akan

dapat menggambarkan garis isorevenue, DD’, dan

Page 54: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

mendefinisikan ukuran-ukuran efisiensi alokatif dan

teknis sebagaimana di bawah ini:

OBOA

pqpq

TE ==

(2.17)

Teknik Efisiensi ini memiliki interpretasi

peningkatan-pendapatan (sama dengan interpretasi

pengurangan-biaya inefisiensi alokatif dalam kasus

orientasi-input). Selain itu menurut Coelli (2005: 56),

dalam mendefinisikan efisiensi pendapatan menyeluruh

sebagai produk dua ukuran.

RE= (OA/OC)=OA/OB)x(OB/OC) = TExAE ( 2.18)

Sekali lagi, dengan melihat bahwa semua tiga

ukuran dibatasi oleh nol dan satu, juga mengobservasi

bahwa ukuran efisiensi teknis orientasi-output adalah

sama dengan fungsi output.

Sebelum menyimpulkan pembahasan ini, perlu

diperlihatkan tiga poin tentang ukuran-ukuran efisiensi

yang didefinisikan. Pertama, efisiensi teknis diukur

sepanjang sinar dari sumber poin produksi yang

diobservasi. Dengan demikian, ukuran-ukuran tersebut

mempertahankan proporsi relatif input (atau output)

tetap konstan. Salah satu keuntungan ukuran-ukuran

Page 55: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

efisiensi radial tersebut yakni invarian unit. Dengan

demikian perubahan unit-unit pengukuran (misalnya,

pengukuran kuantitas tenaga kerja dalam hari orang

kerja) tidak mengubah nilai ukuran efisiensi. Ukuran

non-radial, seperti terpendek dari titik produksi pada

permukaan produksi, secara intuitif nampaknya menarik

perhatian, namun ukuran semacam itu tidaklah invarian

terhadap unit-unit pengukuran. Dalam kasus ini,

perubahan unit-unit pengukuran dapat menyebabkan

identifikasi titik “terdekat” yang berbeda.

Kedua, setelah mendiskusikan efisiensi alokatif

dari perspektif minimalisasi-biaya dan dari perspektif

maksimalisasi-pendapatan, namun bukan dari perspektif

maksimalisasi-profit (di mana minimalisasi biaya dan

maksimalisasi pendapatan dipertimbangkan).

Maksimalisasi profit dapat diakomodir dengan sejumlah

cara. Kesulitan utama terkait dengan seleksi orientasi

untuk mengukur efisiensi teknis (input, output atau

keduanya). Salah satu saran dipresentasikan dalam

penelitian Fare, Grosskopf, dan Lovell (1994) sejauh

DEA digunakan untuk mengukur efisiensi profit

sepanjang dengan sebuah ukuran hiperbola efisiensi

teknis (yang mempertimbangkan perluasan simultan

Page 56: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

output dan kontraksi input). Konsep ini memerlukan

penggunaan fungsi-fungsi direksional yang secara teknis

melebihi ruang lingkup bahasan, fungsi ini dikenalkan

oleh Chamber, Chung, dan Fare (1996). Sedangkan Balk

(1998) untuk ilustrasi tentang bagaimana fungsi-fungsi

direksional dapat digunakan dalam menghadapi efisiensi

profit dan perubahan produktivitas. Perbedaan antara dua

ukuran itu selanjutnya diinterpretasikan sebagai efisiensi

alokatif. Sebuah pendekatan alternatif ditunjukkan oleh

Kumbhakar (1987) dalam kerangka batas stokhastic, dan

meliputi dekomposisi efisiensi profit ke dalam tiga

komponen efisiensi input-alokatif, efisiensi output-

alokatif, dan efisiensi teknis orientasi-input. Tidak ada

metodologi efisiensi profit tertentu yang secara luas

digunakan. Referensi yang ditunjukkan di atas

memberikan landasan bagi siapapun yang berkeinginan

untuk mengeksplorasi isu ini.

Terakhir, dengan mengulangi observasi, bahwa

ukuran-ukuran efisiensi teknis orientasi-input dan

output, yang didiskusikan dalam Shepard (1970) dan

Fare serta Primont (1995). Observasi ini adalah sangat

penting ketika akan digunakan untuk mendiskusikan

Page 57: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

penggunaan metode-metode DEA dalam menghitung

indeks-indeks Malmquist perubahan TFP.

C. Konsep Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel

(1957) yang mengukur efisiensi teknik satu input dan

satu output menjadi multi input dan multi output,

menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai

rasio input (single virtual input) dengan output (single

virtual output) (Giuffrida dan Gravelle, 2001; Lewis et,

al. 1999; Post dan Spronk, 1999 dalam Adrian

Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009). Alat analisis

ini dipopulerkan oleh beberapa peneliti lainnya, di

antaranya (Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari,

2009):

1) Charnes-Cooper-Rhodes (1978)

Para peneliti ini pertama kali menemukan model DEA CCR

(Charnes-Cooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Harjum Muharam

dan Pusvitasari (2007), model ini mengasumsikan adanya Constant

Return to Scale (CRS). CRS adalah perubahan proporsional yang sama

pada tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama

pada tingkat output (misalnya: penambahan 1 persen input akan

Page 58: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

menghasilkan penambahan 1 persen output).

2) Bankers, Charnes dan Cooper (1984)

Beberapa peneliti ini mengembangkan lebih lanjut model DEA

BCC (Bankers, Charnes dan Cooper) pada tahun 1984. Harjum Muharam

dan Pusvitasari (2007) menyebutkan bahwa model ini mengasumsikan

adanya Variable Return to Scale (VRS). VRS adalah semua unit yang

diukur akan menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output dan

adanya anggapan bahwa skala produksi dapat mempengaruhi efisiensi.

Hal inilah yang membedakan dengan asumsi CRS yang menyatakan

bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Teknologi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi VRS, sehingga

membuka kemungkinan skala produksi mempengaruhi efisiensi.

Menurut Ahmad Syakir Kurnia (2004), DEA

termasuk salah satu alat analisis non-parametrik yang

digunakan untuk mengukur efisiensi secara relatif baik

antar organisasi bisnis yang berorientasi laba (profit

oriented) maupun antar organisasi atau pelaku kegiatan

ekonomi yang tidak berorientasi laba (non-profit

oriented) yang dalam proses produksi atau aktivitasnya

melibatkan penggunaan input-input tertentu untuk

menghasilkan output-output tertentu. Alat analisis ini

juga dapat mengukur efisiensi basis dan alat pengambil

kebijakan dalam peningkatan efisiensi.

Page 59: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari

(2009) menambahkan bahwa DEA dapat digunakan di

berbagai bidang, antara lain: kesehatan (health care),

pendidikan (education), transportasi (transportation),

pabrik (manufacturing), maupun perbankan.

DEA lebih memfokuskan tujuannya, yaitu

mengevaluasi kinerja suatu Unit Kegiatan Ekonomi

(UKE). Analisis yang dilakukan berdasarkan evaluasi

terhadap efisiensi relatif dari UKE yang sebanding,

selanjutnya UKE-UKE yang efisien tersebut akan

membentuk garis frontier. Apabila UKE berada dalam

garis frontier, UKE tersebut dapat dikatakan efisien

relatif dibandingkan dengan UKE lainnya dalam

sampel. DEA juga dapat menunjukkan UKE-UKE

yang menjadi referensi bagi UKE-UKE yang tidak

efisien (Ascarya, Diana Y. dan Guruh S. R., 2008).

Ada tiga manfaat yang diperoleh dari

pengukuran efisiensi DEA, yaitu (Insukirdo, dkk 2000

dalam Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009).

a. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang

berguna untuk mempermudah perbandingan antara unit ekonomi yang

sama.

b. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk

Page 60: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

mengindentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

c. Menentukan implikasi kebijakan, sehingga dapat meningkatkan nilai

efisiensinya.

Pada awalnya, DEA digunakan untuk mengatasi

kekurangan yang dimiliki oleh analisis rasio dan regresi

berganda. Analisis rasio hanya mampu memberikan

informasi bahwa UKE tertentu yang memiliki

kemampuan khusus mengkonversi satu jenis input ke

satu jenis output tertentu, sedangkan analisis regresi

berganda menggabungkan banyak output menjadi satu.

DEA dirancang untuk mengukur efisiensi relatif suatu

Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang menggunakan

input dan output yang lebih dari satu, di mana

penggabungan tersebut tidak mungkin dilakukan

(Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009).

D. Ekonomi Pertanian Dan Ekonomi Peternakan

1. Ekonomi pertanian

Pertanian memegang peranan penting dalam

pembangunan ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya yang

efisien pada tahap-tahap awal proses pembangunan

Page 61: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan tenaga

kerja dan formasi kapital yang selanjutnya dapat

digunakan untuk membangun sektor industri. Pertanian

atau usaha tani hakekatnya merupakan proses produksi

di mana input alamiah berupa lahan dan unsur hara yang

terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor

klimatologis (suhu, kelembaban udara, curah hujan,

topografi dan sebagainya) berinteraksi melalui proses

tumbuh kembang tanaman dan ternak untuk

menghasilkan output primer yaitu bahan pangan dan

serat alam (Tatiek Koerniawati, 1993; 5).

Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan

perkembangannya yaitu:

a. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya

mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi.

Pertanian semacam ini meliputi sektor perikanan dan ekstraksi hasil

hutan.

b. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatif yaitu corak

pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan,

pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya.

Pertanian juga merupakan mata pencaharian

sebagian besar penduduk Indonesia yang merupakan

Negara agraris. Pertanian berhubungan dengan usaha

Page 62: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

pemanfaatan tanah untuk menanam tanaman atau

pohon–pohonan. Ilmu pertanian merupakan suatu ilmu

yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian baik

mengenai subsektor tanaman pangan dan holtikultura,

subsektor perkebunan, subsektor peternakan, maupun

subsektor perikanan (Moehar Daniel, 2000 : 14).

Pertanian dibagi menjadi dua yaitu pertanian

dalam arti sempit dan pertanian dalam arti luas.

Pertanian dalam arti sempit dapat dikatakan sebagai

pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana

produksinya bahan makanan utama seperti beras,

palawija (jagung, kacang–kacangan dan umbi–umbian),

tanaman sayuran dan buah – buahan. Pada umumnya

sebagian hasil pertanian rakyat adalah untuk dikonsumsi

keluarga. Adapun petanian dalam arti luas adalah banyak

sekali macamnya, yaitu (1) pertanian rakyat atau

pertanian dalam arti sempit, (2) perkebunan, termasuk

didalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar,

(3) kehutanan, (4) peternakan, (5) perkebunan baik

perikanan darat maupun perikanan laut (Mubyarto,

1994; 16).

b. Pengertian usaha tani

Beberapa definisi usaha tani adalah sebagai berikut :

Page 63: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

1) Menurut Mubyarto, usaha tani dapat didefinisikan sebagai

himpunan dari sumber – sumber alam yang terdapat ditempat itu,

yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan,

tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang telah dilakukan atas

tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan

diatas tanah tersebut (Mubyarto,1994; 66).

2) Menurut Musher dalam Mubyarto (1994 ;66), usaha tani

merupakan suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi

dimana pertanian diselenggarakan oleh seseorang petani tertentu

apakah dia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji.

Usaha tani berdasarkan tujuannya dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu (Mubyarto, 1994 :18).

1) Usaha tani keluarga (family farm) yang mempunyai tujuan utama

untuk memperoleh pendapatan keluarga yang terbesar. Usaha

tani ini pada umumnya diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

kehidupan (subsisten) petani dan keluarganya. Secara ekonomis

dapat dikatakan bahwa hasil produksinya sebagian besar

digunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga dan faktor

produksi atau modal yang digunakan sebagian besar berasal dari

dalam usahanya sendiri.

2) Usaha tani komersial, yaitu tujuannya adalah untuk memperoleh

keuntungan yang sebesar – besarnya. Secara ekonomis usaha tani

Page 64: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

komersial ini menggunakan modal yang besar, buruh upahan dan

peralatan yang bermesin.

Usaha tani yang baik adalah usaha tani yang produktif dan efisien.

Usaha tani produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi.

Pengertian produktivitas ini, secara teknis merupakan perkalian antara

efisien dan kapasitas. Efisien mengukur banyaknya output yang diperoleh

dari suatu input. Sementara kapasitas menggambarkan kemampuan yang

dapat memberikan hasil produksi bruto yang sebesar – besarnya pada

tekhnologi tertentu.

2. Ekonomi Peternakan

Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di

Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok

(Mubyarto, 1977;22), yaitu:

a. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional.

Ketrampilan sederhana dan menggunakan bibit local dalam

jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Ternak pemakan rumput

digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir

sungai atau di tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minum dan

dimandikan seperlunya sebelumnya dimasukkan ke dalam kandang.

Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh

anggota keluarga peternak. Tujuan utama ialah sebagai hewan kerja

dalam membajak sawah/tegalan, hewan penrik gerobak atau pemgamgkut

beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.

Page 65: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

c. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil.

Ketrampilan yang mereka miliki dapat dikatakan lumayan.

Penggunaan bibit unggul, obat – obatan dan makanan penguat cenderung

meningkat, walaupun lamban.Jumlah ternak yang dimiliki 2 – 5 ekor

ternak besar dan 5 – 100 ekor ternak kecil terutama ayam. Bahan

makanan berupa ikutan panen seperti bekatul, jagung, jerami dan rumput –

rumputan yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri. Tujuan

utama dari memelihara ternak untuk menambah pendapatan keluarga

dan konsumsi sendiri.

d. Peternak komersil.

Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai

kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang

agak modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama

dibeli dari luar dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah

mengejar keuntungan sebanyak –banyaknya. Biaya produksi ditekan

serendah mungkin agar dapat menguasai pasar.

E. Berbagai Sistem Penggemukan

Pada prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan

sapi terletak pada teknik pemberian pakan atau ransum,

luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang

akan digemukkan, serta lama penggemukan. Di luar

negeri, penggemukan sapi dikenal dengan sistem

Page 66: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

pasture fattening, dry lot fattening, dan kombinasi

keduanya, sedangkan di Indonesia dikenal dengan sistem

kereman (Sori Basya Siregar, 2008;hal 32 - 40).

1. Pasture fattening

Pasture fattening merupakan suatu sistem

penggemukan sapi yang dilakukan dengan cara

menggembalakan sapi dipadang penggembalaan.

Dengan demikian, teknik pemberian pakan dalam sistem

ini adalah dengan penggembalaan. Tidak ada

penambahan pakan berupa konsentrat maupun biji –

bijian sehingga pakan yang tersedia hanya berasal dari

hijauan yang terdapat di padang penggembalaan.

Oleh karena itu, hijauan yang terdapat di padang

penggembalaan di samping rumput – rumputan yang

ada, harus ditanami leguminosa agar kualitas hijauan

yang ada di padang penggembalaan itu lebih tinggi.

Kandang pada sistem penggemukan sapi pasture

fattening hanya berfungsi sebagai tempat berteduh sapi

– sapi pada malam hari atau pada waktu hari sedang

sangat panas. Penggemukan dengan sistem pasture

fattening memerlukan padang penggembalaan yang

relatif luas sehingga sulit bila dilaksanakan di daerah –

daerah yang padat penduduknya seperti di Pulau Jawa.

Page 67: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

2. Dry lot fattening

Dry lot fattening merupakan sistem

penggemukan sapi dengan pemberian ransum atau pakan

yang mengutamakan biji – bijian seperti jagung,

sorgum, atau kacang – kacangan. Di Amerika Serikat,

penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening

dilakukan pada daerah pusat produksi jagung yang

dikenal dengan corn belt. Pemberian jagung yang telah

digiling dan ditambah dengan pemberian hijauan yang

berkualitas sedang pada penggemukan sapi sudah

memberikan pertambahan bobot badan yang lumayan.

Namun, belakangan ini penggemukan sapi dengan

sistem dry lot fattening bukan hanya memberikan satu

jenis biji – bijian saja, tetapi sudah merupakan suatu

bentuk yang diformulasi dari berbagai jenis bahan

konsentrat.

3. Kombinasi pasture dan dry lot fattening

Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi

pasture dan dry lot fattening banyak dilakukan di daerah

– daerah subtropis maupun tropis dengan peritmbangan

musim dan ketersediaan pakan. Di daerah subtropis,

Page 68: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

pada musim dingin sebelum salju turun, sapi

digemukkan dengan sistem pasture. Setelah turun salju,

penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot

fattening.

Di daerah tropis, pada musim banyak produksi

hijauan ataupun rumput, penggemukan sapi dilakukan

dengan pasture. Pada musim tertentu pada musim

kemarau, sewaktu produksi sijauan sudah sangat

menurun, penggemukan sapi diteruskan dengan sistem

dry lot. Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi

pasture dan dry lot fattening dapat pula diartikan

dengan menggembalakan sapi – sapi pada padang –

padang penggembalaan di siang hari selama beberapa

jam, sedangkan pada sore dan malam hari sapi – sapi

dikandangkan dan diberi pakan konsentrat secukupnya.

Dibandingkan dengan sistem penggemukan sapi pasture

fattening, lama penggemukan sapi dengan sistem

kombinasi pasture dan dry lot fattening lebih singkat,

tetapi lebih lama dibandingkan dengan sistem pasture

fattening.

4. Kereman

Penggemukan sapi dengan sistem kereman

dilakukan dengan cara menempatkan sapi – sapi dalam

Page 69: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

kandang secara terus – menerus salama beberapa bulan.

Sistem ini tidak begitu berbeda dengan penggemukan

sapi dengan sistem dry lot, kecuali tingkatnya yang

masih sangat sederhana. Pemberian pakan dan air

minum dilakukan dalam kandang yang sederhana

selama berlangsungnya proses penggemukan. Pakan

yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat

dengan perbandingan yang tergantung pada

ketersediaan pakan hijauan dan konsentrat. Apabila

hijauan tersedia banyak maka hijauanlah yang lebih

banyak diberikan, sebaliknya, apabila konsentrat mudah

diperoleh, tersedia banyak, dan harganya relatif murah

maka pemberian konsentratlah yang diperbanyak.

Penggemukan sapi dengan sistem kereman

hanya terdapat di Indonesia dan banyak dilakukan di

daerah - daerah Magetan, Wonogiri, Wonosobo,

Lamongan, Bondowoso, Banyuwangi, Sulawesi Selatan,

dan Aceh.

F. Jenis – jenis Sapi

Berikut ini jenis – jenis sapi, baik sapi impor

maupun sapi local (Murtijo. 1990; hal 14-20)

1. Jenis – jenis Sapi Impor

Page 70: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

a. Limousine

Limousine merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di

Perancis. Sapi jenis ini merajai di pasar – pasar sapi Indonesia dan

merupakan sapi primadona untuk penggemukan. Harganya mahal, karena

memiliki tingkat pertambahan badan yang cepat per harinya, yaitu 1,1 kg.

Simmental

Simmental merupakan sapi yang berasal dari lembah Simme

negara Switzerland, tapi banyak dikembangkan di Australia dan Selandia

Baru. Bobot jantan rata – rata 1100 kg dan betina 800 kg. Sapi ini

banyak kita jumpai di pasar – pasar tradisional.

c. Brahman

Brahman merupakan sapi yang berasal dari India, namun banyak

dikembangkan di Amerika. Jenis sapi yang masuk di Indonesia adalah dari

Amerika. Jenis sapi yang masuk di Indonesia adalah dari Amerika.

Bobot jantan maksimum 800 kg dan betina 550 kg. Di Amerika maupun

di Australia, sapi Brahman disilangkan dengan jenis sapi lainnya dan

menghasilkan sapi brahman cross. Beberapa peternak di Pulau Jawa sudah

menggunakan sapi Brahman cross sebagai bakalan untuk usaha

penggemukan yang diimpor dari Australia. Penggemukan yang telah

dilakukan di daerah Wonogiri (Jawa Tengah) mendapatkan pertambahan

bobot badan sekitar antara 0,83–1,5 kg/hari dengan bobot badan awal

berkisar antara 240–300kg.

2. Jenis – jenis Sapi Lokal

Page 71: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Sapi lokal adalah sapi yang sudah lama dan

berkembang secara turun temurun terdapat di Indonesia.

Berikut ini adalah jenis – jenis sapi yang biasa

digunakan sebagai bakalan untuk usaha penggemukan

(Murtijo. 1990; hal 21-23).

1) Sapi Ongole

Sapi Ongole merupakan sapi yang berasal dari India. Sapi ini

masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal abad ke- 20 dan diternakkan

secara turun – temurun di Pulau Sumba, sehingga sapi ini juga dikenal

sebagai Sumba Ongole. Sapi Ongole ini memiliki ciri – ciri dengan

postur tubuh lebih besar dibandingkan sapi – sapi lokal lainnya. Warna

bulunya dari putih sampai putih keabu – abuan dengan campuran kuning

orange ke kelabu. Sapi Ongole memiliki tubuh yang besar, kuat, tahan

panas, dan makanannya sederhana. Sapi ini mudah dikenal dengan ponok

bulat dan besar; gelambir lebar dan bergantung mulai dari leher melelui

perut hingga skrotum. Bobot badan yang jantan sekitar 600 – 700 kg dan

betina sekitar 450 – 650 kg. Pertambahan bobot badan sekitar antara 0,47

– 0,81kg/hari.

2) Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi hasil perkawinan sapi

Ongole dengan sapi – sapi lokal yang telah dilakukan di Sumatera dan

Pulau Jawa. Poster tubuh maupun berat badan sapi (PO) ini lebih kecil

dibandingkan dengan sapi Ongole.

Page 72: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

3) Sapi bali

Sapi Bali merupakan sapi hasil keturunan dari sapi liar yang sudah

mengalami proses yang cukup lama. Sapi Bali memiliki bulu halus,

pendek – pendek, dan mengkilap. Pada saat muda, warna bulunya yang

cokelat akan berubah menjadi hitam. Sapi Bali dapat mencapai bobot

badan jantan dewasa antara 350 400 kg dan betina dewasa antara 250–300

kg.

4) Sapi Madura

Sapi Madura merupakan sapi yang diperkirakan sebagai hasil

perkawinan antara sapi Bali dengan sapi India (Bos Indicus). Perkiraan

ini didasarkan pada tanda – tanda kesesuaian ponok dan bulu yang

diturunkan dari kedua jenis sapi tersebut.

G. Corporate Social Responbility

1. Pengertian Corporate Social Responbility

Corporate social responsibility merupakan suatu

elemen penting dalam kerangka keberlanjutan usaha

suatu industri yang mencakup aspek ekonomi,

lingkungan dan sosial budaya. Definisi secara luas yang

ditulis sebuah organiasi dunia World Bisnis Council for

Sustainable Development (WBCD) menyatakan bahwa

CSR merupakan suatu pernyataan berkelanjutan oleh

dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan

kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari

Page 73: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

komunitas setempat atau pun masyarakat luas,

bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya

beserta seluruh keluarga. Sedangkan menurut Untung

(2008:1) CSR merupakan komitmen perusahaan atau

dunia usaha untuk berkontribusi dalam pengembangan

ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan

tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan

pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek

ekonomis, sosial dan lingkungan.

2. Manfaat CSR

Fokus utama perusahaan dalam menjalankan

tanggung jawab sosialnya pada tiga hal, yaitu: profit,

lingkungan dan masyarakat. Dengan diperolehnya laba,

perusahaan dapat memberikan deviden bagi pemegang

saham, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh

guna membiayai pertumbuhan dan pengembangan usaha

dimasa depan, serta membayar pajak kepada pemerintah.

Dengan lebih banyak memberikan perhatian kepada

lingkungan sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi

dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi

terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam

jangka panjang. Konsumen akan lebih loyal terhadap

produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang

Page 74: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

konsisten menjalankan CSR sehingga memiliki reputasi

yang baik (Susanto, 2007:31). Dari sisi perusahaan

terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari

aktivitas CSR (Susanto, 2007:28) diantaranya:

1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang

diterima perusahaan.

2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan

meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.

3) Keterlibatan dan kebanggan karyawan. Karyawan akan merasa bangga

bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi baik, yang secara

berkelanjutan melakukan upaya-upaya untuk membantu menigkatkan

kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

4) CSR yang dilaksanakan secara berkelanjutan akan mampu memperbaiki

dan mempererat hubungan antar perusahaan dengan para stakeholdernya.

5) Meningkatkan penjualan. Konsumen akan lebih menyukai produk-produk

yang dihasilkan oleh perusahaan menjalankan tanggung jawab sosialnya

secara berkelanjutan sehingga memiliki reputasi yang baik.

3. Perkembangan Implementasi CSR di Indonesia

Page 75: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Konsep mengenai CSR mulai hangat dibicarakan

di Indonesia sejak tahun 2001, dimana banyak

perusahaan maupun instansi-instansi sudah mulai melirik

CSR sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat.

Sampai saat ini, perkembangan tentang konsep dan

implementasi CSR pun semakin meningkat, baik dari

segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini terbukti dari

banyaknya perusahaan yang berlomba-lomba untuk

melakukan CSR. Pelaksanaannya pun semakin

beranekaragam mulai dari bentuk program yang

dilaksanakan, maupun dari sisi dana yang digunakan

untuk program tersebut. Contoh kegiatan untuk program

CSR yang dilakukan oleh perusahaan antara lain

pemberian beasiswa, bantuan langsung bagi korban

bencana, pemberian modal usaha, sampai pada

pembangunan infrastruktur seperti pembangunan sarana

olahraga, sarana ibadah maupun sarana umum lainnya

yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Model pelaksanaan CSR juga bemacam-macam.

Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang

umum digunakan di Indonesia. Ke empat model tersebut

antara lain:

a. Terlibat langsung.

Page 76: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan melakukannya

sendiri tanpa melalui perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan

memiliki satu bagian tersendiri atau bisa juga digabung dengan bagian lain

yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan.

b. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan.

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri. Pada model ini biasanya

perusahaan sudah menyediakan dana khusus untuk digunakan secara

teratur dalam kegiatan yayasan.Bermitra dengan pihak lain. Dalam

menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain

seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa

dan organisasi lainnya.

c. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium.

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung

lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.

Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan

memiliki beberapa alasan diantaranya adalah:

a. Alasan Sosial.

Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung

jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada

wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat

sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi

Page 77: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang

ditimbulkan.

b. Alasan Ekonomi.

Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada

keuntungan. Perusahaan melakukan program CSR untuk menarik simpati

masyarakat dengan membangun citra positif bagi perusahaan yang tujuan

akhirnya tetap pada peningkatan profit.

4. Kemitraan

Kemitraan merupakan suatu strategi

bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan

oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam

menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-

pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut

harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami

bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam

menjalankan kemitraan. Komposisi kemitraan itu sangat

bervariasi, tetapi merupakan representasi pelaku

ekonomi seperti produsen, pedagang, eksportir,

pengolah, pemerintah daerah/pusat, perguruan tinggi,

lembaga riset lain, lembaga swadaya masyarakat dan

sebagainya (Haeruman, 2001)

Kemitraan bukan sebuah pengaturan resmi

berdasarkan kontrak. Kemitraan adalah sebuah cara

Page 78: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan

berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis

bersama. Kemitraan menggantikan hubungan pembeli

atau pemasok teradisional dengan suatu derajat

kerjasama dan saling percaya serta memanfaatkan

keahlian setiap mitra usaha guna memperbaiki

persaingan secara keseluruhan (Linton, 1997).

Kemitraan menyediakan banyak manfaat dan

kegunaan dari fungsinya yaitu sebagai berikut (Linton,

1997):

1) Membangun hubungan jangka panjang.

2) Memperbaiki kinerja bisnis jangka panjang.

3) Perencanaan produk yang difokuskan.

4) Kesadaran pelanggan ditingkatkan.

5) Membuka saluran – saluran penjualan.

6) Mengendalikan biaya – biaya penjualan.

Program kemitraan dan Bina Lingkungan

(PKBL) pada dasarnya merupakan wujud tanggung

jawab sosial perusahaan (Corporate Social

Responsibility) BUMN kepada masyarakat. Secara

umum, PKBL diwujudkan dengan upaya-upaya untuk

memberdayakan masyarakat, meningkatkan

kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi

Page 79: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

masyarakat secara berkesinambungan, dengan tetap

menjaga kelestarian lingkungan. Aktivitas PKBL

merupakan wujud nyata dari program penanggulangan

dan pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh

pemerintah, dimana masyarakat miskin merupakan

sasaran utamanya (Anonimous, 2009).

Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung

jawab sosial ini perusahaan memang perlu memiliki

pandangan bahwa CSR adalah investasi masa depan.

Artinya CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya

(cost centre), melainkan sentra laba (Profit centre) di

masa mendatang. Karena melalui hubungan yang

harmonis dan citra yang baik, timbal baliknya

masyarakat juga akan ikut menjaga eksistensi

perusahaan (Wibisono, 2007).

Konsep CSR (Corporate Social Responsibility)

sebenarnya adalah sebuah konsep manajemen yang

menggunakan pendekatan ”Tripple bottom line” yaitu

keseimbangan antara mencetak keuntungan, harus

seiring dan berjalan selaras dengan fungsi-fungsi sosial

dan pemeliharaan lingkungan hidup demi terwujudnya

pembangunan yang sustainable (Berkelanjutan)

(Ambadar, 2008).

Page 80: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Istilah Tiripple Bottom Line dipopulerkan oleh

John Elkington pada tahun 1997 dimana Elkington

berpendapat bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan

haruslah memperhatikan ”3P” yaitu (Wibisono, 2007) :

a. Profit (keuntungan) merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama

dari setiap kegiatan usaha

b. Masyarakat (People) merupakan salah satu stakeholder yang penting bagi

perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi

keberadaan atau kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan,

dimana perusahaan harus berkomitmen untuk berupaya memberikan

manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.

c. Lingkungan (Planet) adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang

kehidupan manusia

PKBL sebagai upaya penanggulangan

kemiskinan seyogyanya ditujukan untuk the poorest

yaitu untuk mengurangi beban masyarakat miskin dan

economically active poor yaitu untuk meningkatkan

produktivitas dan kemudian pendapatannya. Program

Kemitraan terhadap usaha kecil masyarakat dan Bina

Lingkungan merupakan salah satu program untuk

meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi

tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari

bagian laba BUMN (Anonimous, 2009).

Page 81: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu

pendorong kekuatan terdepan dan pembangunan

ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital untuk

menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan.

UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah

beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan

pasar. Mereka juga menciptakan lapangan pekerjaan

lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, dan

mereka juga cukup terdiversifikasi dan memberikan

kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan.

Keikutsertaan sektor swasta dan wakil dari

masyarakat sangat berperan dalam meningkatkan

dinamika suatu kemitraan dan kecenderungan di dunia

usaha sekarang bahkan kepada pembangunan usaha yang

semakin besar, tetapi kepada unit usaha kecil atau

menengah dan independen sehingga menjadi lincah dan

cepat tanggap dalam menghadapi perkembangan dan

perubahan yang cepat dipasar (Anonimous, 2009).

Usaha kecil yang menerima pinjaman modal

untuk pengembangan usahanya dari dana program

kemitraan disebut Mitra Binaan yang merupakan

kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil serta

Page 82: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Bag. PKBL

Jamsostek, 2009):

a. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 200.000.000.- (dua ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki

hasil penjualan maksimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

b. Milik warga Negara Indonesia.

c. Berdiri sendiri, tidak merupakan anak atau cabang perusahaan yang

dimiliki serta berafiliasi baik secara langsung ataupun tidak langsung

dengan usaha menengah atau besar.

d. Pembentukan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

e. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun

f. Belum mempunyai persyaratan perbankan (non bankeble)

Program Kemitraan BUMN tersebut tidak hanya

berupa pemberian pinjaman tetapi juga pembinaan

dimana masyarakat dibina agar bisa mandiri dan

memiliki pola pikir yang maju untuk mengembangkan

usaha kecilnya. Adapun pola pembinaan yang dilakukan

terhadap usaha kecil masyarakat adalah (Anonimous,

2009):

a. Pola pembinaan Langsung yang terdiri dari :

Page 83: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

- Pola Pembinaan Murni dimana pengusaha kecil diberi pinjaman

modal untuk biaya modal kerja atau investasi dalam rangka untuk

meningkatkan usahanya.

- Pola Inkubator, dimana perusahaan memberikan tempat untuk

lokasi kerja dan pelatihan, pembekalan teknis produksi, manajerial

dan pemasaran secara intensif kepada pengusaha kecil pemula agar

mampu menciptakan pendapatan melalui kegiatan produktif selama

waktu yang ditentukan.

- Pola kemitraan, dimana perusahaan bekerja sama dengan

instansi/lembaga/koperasi yang dapat menampung hasil produksi

pengusaha kecil sekaligus sebagai penjamin terhadap pinjaman

yang diberikan oleh perusahaan kepada pengusaha kecil dengan

prinsip saling menguntungkan

b. Pola kerjasama antara BUMN pembina dengan BUMN pembina

lainnya, misalnya dengan membentuk konsorsium. Program ini

merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan dua atau lebih BUMN

dalam melaksanakan pembinaan terhadap Mitra Binaan usaha kecil,

mikro secara bersama-sama.

c. Pola Satuan Kerja, dimana BUMN bekerjasama dengan pihak

Pemerintah Kabupaten/Kota dengan membentuk satuan kerja., dan

pihak Pemerintah Kabupaten/Kota sekaligus bertindak sebagai affalis.

d. Pola Kerjasama dengan Lembaga Keuangan/Perbankan, yaitu dengan

memanfaatkan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang

Page 84: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

akan dipergunakan oleh pihak perbankan untuk menjamin kredit yang

akan disalurkan oleh pihak Perbankan.

Kualitas pinjaman dana program Kemitraan

dinilai berdasarkan pada ketepatan waktu pembayaran

kembali pokok dan jasa administrasi pinjaman Mitra

Binaan. Dalam hal ini Mitra Binaan hanya membayar

sebagian angsuran, maka pembayaran tersebut terlebih

dahulu diperhitungkan untuk pembayaran jasa

administrasi dan sisanya bila ada untuk pembayaran

pokok pinjaman. Adapun penggolongan kualitas

pinjaman yang ditetapkan oleh kementrian BUMN

adalah sebagai berikut (Anonimous, 2007):

a. Lancar: Pembayaran angsuran pokok dan jasa administrasi tepat waktu

dan selambat-lambatnya 30 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran

angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama.

b. Kurang lancar: Terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran

pokok dan jasa administrasi pinjaman yang telah melewati 30 hari dan

belum melampaui 180 hari dari tanggal yang telah disetujui bersama.

c. Diragukan : Terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran pokok

dan jasa administrasi pinjaman yang telah melewati 180 hari dan

belum melampaui 270 hari dari tanggal yang telah disetujui.

Page 85: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

d. Macet: Terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran pokok dan

jasa administrasi pinjaman yang telah melewati 270 hari dari tanggal

jatuh tempo pembayaran angsuran sesuai dengan kesepakatan bersama.

H. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian oleh Titik Wulandari (2000) dalam skripsi dengan judul “Analisis

Efisiensi Usaha Tani Bawang Merah dan Cabai Besar dalam

Diversivikasi Pertanian di Kecamatan Saden Kabupaten Bantul”. Di

dalam penelitian ini penulis mengambil perumusan masalah, pertama

apakah produksi bawang merah dan cabai besar penelitian sudah efisien

secara teknis. Kedua apakah produksi bawang merah dan cabai besar

didaerah penelitian sudah efisien secara ekonomis. Kesimpulan yang dapat

diambil dari penelitian ini adalah, pertama produksi bawang merah dan

cabai besar yang menggunakan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk,

pestisida dan tenaga kerja didaerah penelitian tidak memenuhi kriteria

efisiensi secara teknis. Kedua dalam produksi bawang merah dan cabai

besar yang menggunakan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk,

pestisida dan tenaga kerja didaerah penelitian belum memenuhi kriteria

efisiensi secara ekonomis.

2. Hadi, Prajogo U dan Nyak Ilham (2002), dalam penelitiannya dengan

judul “Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan dan

Sapi Potong di Indonesia”. Penelitian ini membahas bahwa sumber

utama sapi bakalan untuk usaha adalah kegiatan pembibitan sapi potong

di dalam negeri oleh peternak kecil, sedangkan produksi sapi bakalan

Page 86: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

sangat dipengaruhi oleh problem dan prospek usaha pembibitan itu sendiri.

Beberapa temuan krusial dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)

skala usaha pembibitan per peternak sangat kecil (1–3 ekor) dengan

teknologi budi daya sederhana, 2) pembibitan umumnya dilakukan di

daerah dataran rendah dengan ketersediaan pakan terbatas, sedangkan

penggemukan dilakukan di dataran tinggi dengan ketersediaan pakan

cukup, 3) produktivitas masih rendah karena rasio pelayanan kawin suntik

per kebuntingan masih tinggi, jarak waktu beranak cukup panjang,

tingkat kematian pedet prasapih tinggi, dan adanya serangan parasit, 4)

di daerah tertentu peternak cenderung memilih peranakan bangsa sapi

betina Peranakan Friesh Holland (PFH) dan semen Simmental dan

sederajad karena harga pedetnya sangat tinggi, 5) usaha pembibitan

dengan induk peranakan ongole (PO) dan semen Simmental

mendatangkan kerugian, sedangkan dengan induk PFH dan semen

Simmental memberikan keuntungan, walaupun sangat marjinal, 6) usaha

penggemukan memberikan keuntungan jauh lebih besar namun

membutuhkan modal jauh lebih besar pula yang sulit dipenuhi peternak

sehingga usaha pembibitan masih merupakan lahan usaha yang dipilih

peternak, 7) perlu integrasi kuat antara usaha pembibitan sabagai pemasok

sapi bakalan dengan usaha penggemukan (termasuk perusahaan “feedlot”)

sebagai pengguna sapi bakalan, dan 8) perlu perbaikan program kawin

suntik dengan penyediaan semen Simmental dan sederajad dalam jumlah

cukup. Dalam penelitian ini menggunakan metode DEA dengan

Page 87: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

pendekatan tingkat peternakan lintas penampang, survei data di dua

provinsi wilayah selatan Thailand yang digunakan untuk memperkirakan

nilai efisiensi ekonomi. Kemudian, sebuah regresi Tobit diperkirakan

untuk meneliti efek peternakan, sosio ekonomi dan faktor – faktor

manajemen peternakan efisiensi. Melalui ini, kemungkinan perubahan

dalam nilai inefisiensi dapat dijelaskan oleh faktor di atas.

3. Wirat Krasachat (2007) dalam penelitiannya dengan judul “Efisiensi

Ekonomi Pertanian Ternak Sapi di Thailand”. Penelitian ini membahas

mengenai faktor yang mempengaruhi inefisiensi ekonomi ternak sapi di

Thailand. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa ada konfirmasi

bahwa ukuran peternakan, yang cukup variabilitas ternak dan perbedaan

terkonsentrasi pakan yang digunakan telah mempengaruhi inefisiensi

ekonomi peternakan sapi sementara, perbedaan usia produsen, pedidikan

dan pengalaman, pakan kasar, jumlah kunjungan pertahun pertanian dan

milik kelompok tani tidak memiliki yang berbeda pada efisien ekonomi di

Thailand produksi ternak di berbagai peternakan. Hasilnya menunjukan

keuntungan dalam campuran pakan ternak siap digunakan oleh produsen

dan pertanian kecil di Thailand ternak sapi potong.

4. Ghorbani, SA Mirmahdavi dan E. Rahimabadi Rahimabadi (2009) dalam

penelitiannya yang berjudul “Efisiensi Ekonomi Penggemukan Sapi

Caspian Farms”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur

efisiensi teknis (ET), efisiensi alokatif (EA), dan efisiensi ekonomi (EE)

usaha penggemukan sapi di Kaspia dengan mengambil sampel sebanyak

Page 88: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

70 peternak. Analisis data dengan menggunakan metode DEA.

Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu dapat ditingkatkan efisiensi usaha

penggemukan sapi di Kaspia dengan menggunakan input produksi seperti

penambahan lamanya masa penggemukan dan ditingkatkan asupan gizi

sebagai energy untuk asupan protein kasar dalam melahirkan anak sapi.

Data yang digunakan dalam studi ini didasarkan pada survey wawancara

langsung dari 70 peternakan yang dipilih dengan metode sampling acak

proporsional diklasifikasikan di sebagian besar adalah daerah penghasil

ternak di Iran Utara (dekat Laut Kaspia) selama satu masa penggemukan.

Isi kuesioner seperti jumlah anak sapi yang dilahirkan, umur petani,

pendidikan dan pengalaman peternak, asupan makanan sehari – hari,

metabolized energi, dan asupan protein kasar anak sapi dan lamanya

periode penggemukan yang diperoleh. Selain itu biaya input dan nilai

output yang diperoleh.

I. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Berdasarkan gambar diatas efisiensi adalah

ukuran yang menunjukkan bagaimana baiknya sumber -

S

F

Page 89: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

sumber daya ekonomi dalam proses produksi untuk

menghasilkan output. Sumber daya ekonomi

merupakan input antara lain berat bakalan sapi, jumlah

Hijauan, jumlah kosentrat, tenaga kerja dan jumlah garam

sedangkan outputnya adalah nilai produksi daging sapi.

Efisiensi usaha penggemukan sapi dapat diketahui

dengan mengamati input dan output yaitu dalam

produksi daging sapi dengan menggunakan metode

DEA (Data Envelopment Analysis).

Page 90: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi D. I.

Yogyakara, dengan jenis penelitian exploratif.

Penelitian ini bersifat terbuka, mencari-cari

pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti

masih terbatas.

B. Populasi

Jumlah populasi keseluruhan dari satuan–satuan

atau individu–individu yang karakteristiknya hendak

diduga (Djarwanto, 2000; hal 42). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh penggemuk sapi di 4

Kabupaten di Provinsi Yogyakarta, yaitu Kabupaten

Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo,

Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari 40 responden, 20

responden merupakan Mitra Binaan BUMN Jamsostek

dan 20 responden sisanya merupakan usaha mandiri.

C. Sumber Data

Page 91: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Penelitian ini menggunakan dua sumber data.

Pertama, data pimer yang diperoleh melalui metode

observasi dan interview terhadap beberapa pelaku

lapangan untuk usaha penggemukan sapi potong, yaitu

peternaknya sendiri. Kedua, data sekunder, yang berasal

dari departemen pemerintah seperti Yogyakarta dalam

angka, Dinas Peternakan Yogyakarta, lembaga riset

lainnya.

D. Tehnik Survei

Beberapa metode pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah :

1. Dengan kuisioner, yaitu dengan mengajukan daftar pertanyaan yang

diberikan kepada para peternak untuk diisi jawaban yang semestinya.

2. Mengadakan observasi, yaitu pengamatan secara langsung ke lapangan

guna memperoleh data – data maupun informasi – informasi yang

dibutuhkan. Biasanya survei observasi ini dilakukan dengan cara tertentu

yang dapat mengukur besaran parameter yang dicari.

3. Kajian pustaka, yaitu dengan mendapatkan keterangan maupun teori dari

berbagai sumber pustaka.

E. Tehnik Pengambilan Sampel.

Penarikan sampel dalam hal ini adalah

mendapatkan sampel dengan jumlah relatif kecil dari

jumlah populasi, sedemikian sehingga sampel dapat

Page 92: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

mempresentasikan seluruh target populasi tersebut.

Dalam hal ini penentuan jumlah sampel ada 3 faktor

yang harus diperhatikan:

1. Tingkat variabilitas dari parameter

2. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter

3. Besar populasi dimana parameter yang akan disurvei

Lokasi penelitian yang sangat luas dan sangat

sulit menentukan populasi maka pengambilan sample

menggunakan teknik accidental sampling. Berdasarkan

daerah penelitian yaitu Provinsi D. I. Yogyakarta, semua

peternak penggemukan sapi potong Mitra Binaan

BUMN Jamsostek dan peternak penggemukan sapi

potong mandiri dianggap sebagai populasi dengan

jumlah populasi yang tidak jelas atau sangat sulit

menghitung populasinya kecuali dengan cara listing.

Dalam tehnik sampling ini, unit analisis adalah rumah

tangga peternak penggemukan sapi potong yang harus

tetap diundi agar data yang diperoleh cukup

representative mewakili populasi.

F. Metode Analisis Data

Page 93: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode analisis kualitatif dan metode analisis

kuantitatif.

1. Metode Analisis Kualitatif adalah suatu metode mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan penelitian yang sifatnya berupa penjelasan dan

keterangan-keterangan lengkap serta tidak menggunakan rumus.

2. Metode Analisis Kuantitatif adalah suatu metode mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan penelitian yang menggunakan rumus dengan

menggunakan data-data dari angka dan rumus perhitungan.

G. Diskripsi Data

Data primer yang diperoleh dari para peternak

disusun kemudian dimasukkkan ke dalam beberapa

variabel. Adapun variabel yang digunakan adalah:

1. Output

Data output yang digunakan adalah output yang dihasilkan oleh

masing-masing peternakan. Data output yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jumlah produksi daging yang dihasilkan oleh usaha penggemukan sapi

potong tiap masa panen.

2. Input

Data input yang digunakan adalah input yang digunakan oleh usaha

penggemukan sapi potong untuk menghasilkan output yang diinginkan. Data

input dalam penelitian ini berupa pakan yang yang diberikan pada hewan

Page 94: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

ternak tiap harinya dan jumlah tenaga kerja untuk menghasilkan output berupa

daglng. Variabel-variabel tersebut adalah berat bakalan, hijauan, kosentrat,

dan garam.

H. Analisis Efisiensi

Dalam istilah umum, efisiensi sering diartikan sebagai: dengan biaya

sekecil - kecilnya diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang sebesar-besarnya.

Tingkat efisiensi diukur dengan indikator yang dihitung dari rasio antara nilai

tambah (value added) dengan nilai output. Ini berarti semakin tinggi nilai ratio

tersebut semakin tinggi tingkat efisiensinya, karena semakin rendah biaya output

yang diperlukan untuk menghasilkan suatu unit output.

Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output)

dengan masukan (input), atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang

dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi apabila

mempergunakan jumlah unit yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah

unit input yang dipergunakan perusahaan lain untuk menghasilkan output yang

sama, atau menggunakan unit input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output

yang lebih besar (Permono dan Darmawan, 2000; 2).

Efisiensi juga bisa diartikan sebagai rasio antara output dengan input. Ada

tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) apabila dengan input yang sama

dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2) input yang lebih kecil dapat

menghasilkan output yang sama, dan (3) dengan input yang lebih besar dapat

Page 95: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

menghasilkan output yang lebih besar lagi (Ghofur dalam Atmawardhana,

2006;40).

Ditinjau dari teori ekonomi, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi

teknik dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang

makro yang jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik. Pengukuran

efisiensi teknik cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam

proses konversi input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan

efisiensi hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan

pengendalian dan alokasi sumberdaya yang optimal (Ghofur dalam

Atmawardhana, 2006; 41).

I. Alat Analisis DEA (Data Envelopment Analysis)

Dalam penelitian ini metode analisis yang

digunakan adalah metode analisis DEA. Metode Data

Envelopment Analysis (DEA) adalah metode non

parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA

mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi

(UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input

tertimbang. Secara konsep, DEA menjelaskan tentang

langkah yang dirancang untuk mengukur efisiensi relatif

suatu unit ekonomi tertentu dengan beberapa unit

ekonomi yang lain dalam satu pengamatan, dimana

mereka menggunakan jenis input dan output yang sama.

Page 96: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Penerapan metode DEA diasumsikan dapat

mengatasi keterbatasan yang dimilki oleh regresi

berganda atau analisis rasio parsial. Analisis regresi

dapat menunjukan elastisitas penggunaan input

terhadap output yang dihasilkan dalam suatu sektor

ekonomi. Sektor ekonomi dapat dinilai efisien apabila

nilai output yang dihasilkan secara riil lebih tinggi dari

nilai output yang dihasilkan dalam estimasi. Sejalan

dengan analisis rasio, analisis regresi juga memiliki

kelemahan yaitu tidak mampu menganalisis kondisi

pada saat terdapat banyak input dan output. Di sisi lain,

analisis non parametric (salah satunya DEA) dapat

mengeliminir kendala yang dihadapi oleh analisis

parametrik untuk menganalisis efisiensi tingkat input

terhadap nilai tambah ( output ) ( PAU UGM, 2000; hal

1).

1. Konsep Nilai dalam DEA

DEA menentukan ukuran untuk input dan output

unit ekonomi yang nilainya tidak negative dan setiap

unit ekonomi harus dapat memakai ukuran yang sama

untuk evaluasi rasionya (total output tertimbang / total

input tertimbang ≤ 1). Teori DEA memiliki beberapa

Page 97: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

konsep nilai yang digunakan sebagai dasar proses

manajerial (PAU UGM, 2000; hal 2) yaitu:

a. Nilai rasio efisiensi bersifat relatif, berarti DEA menghasilkan efisiensi

untuk setiap unit ekonomi yang relatif terhadap sampel unit lain.

Hal ini dapat digunakan untuk melihat unit ekonomi yang

membutuhkan perbaikan manajerial.

b. DEA menunjukan unit ekonomi yang memiliki efisiensi sempurna

dengan nilai 100% dan yang kurang efisien dengan nilai < 100%. Di

samping itu terdapat angka multiplier yang digunakan sebagai dasar

perbaikan manajerial.

c. DEA menyajikan matriks efisiensi silang yang dapat menunjukan unit

ekonomi efisien dengan input berbeda dan menghasilkan output berbeda

dengan unit ekonomi lain .

2. Nilai manajerial DEA

DEA memiliki beberapa nilai manajerial, antara

lain :

a. DEA menghasilkan efisiensi untuk setiap UKE, relatif terhadap UKE

yang lain dalam sampel. Angka efisien ini memungkinkan seorang

analisis untuk mengenali UKE yang paling membutuhkan perhatian

dan merencanakan tindakan perbaikan bagi UKE yang tidak/kurang

efisien.

b. Jika suatu UKE kurang efisien (efisiensi < 100%), DEA menunjukan

sejumlah UKE yang memiliki efisiensi sempurna (efficiency reference

Page 98: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

set, efisiensi = 100%) dan seperangkat angka pengganda (multipliers)

yang dapat digunakan oleh manajer untuk menyusun strategi

perbaikan, informasi tersebut memungkinkan seorang analisis

membuat UKE hipotesis yang menggunakan input yang lebih sedikit

dan menghasilkan output paling tidak sama atau lebih banyak

dibandingkan UKE yang tidak efisien, sehingga UKE hipotesis

tersebut akan memiliki efisiensi yang sempurna jika menggunakan

bobot input dan bobot output dari UKE yang tidak efisien. Pendekatan

tersebut memberi arah strategi bagi manajer untuk meningkatkan

efisiensi suatu UKE yang tidak efisien melalui pengenalan terhadap

input yang terlalu banyak digunakan serta output yang produksinya

terlalu rendah sehingga seorang manajer tidak hanya mengetahui UKE

yang tidak efisien tetapi ia juga mengetahui berapa tingkat input dan

output yang harus disesuaikan agar dapat memiliki efisiensi yang

tinggi.

c. DEA menyediakan matrik efsiensi silang. Efisiensi silang UKE A

terhadap UKE B merupakan rasio dari output tertimbang dibagi input

tertimbang yang dihitung dengan menggunakan tingkat input dan

output UKE A dan bobot input dan output B. analisis efisiensi silang

dapat membantu seorang manajer untuk mengenali UKE yang efisien

tapi menggunakan kombinasi input dan menghasilkan kombinasi

output yang sangat berbeda dengan UKE yang lain. UKE tersebut

sebagai maverick (menyimpang, unik).

Page 99: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

3. Kelebihan dan keterbatasan DEA

Adapun kelebihan dari metode DEA

dibandingkan dengan alat analisis yang lain antara lain :

a. DEA dapat mengukur tingkat efisiensi relatif yang menggunakan

banyak input dan banyak output.

b. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan

output.

c. DMU (Decision Making Unit) dibandingkan secara langsung dengan

sesamanya.

d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.

Meskipun untuk menghitung efisiensi relatif

memiliki banyak kelebihan dibandingkan analisa rasio

parsial dan analisa regresi, DEA memiliki keterbatasan,

yaitu :

a. DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat

dukur, demikian pula dengan analisis rasio dan analisis regresi.

Kesalahan dalam memasukan input dan output yang valid akan

memberikan hasil yang bias. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan

UKE yang pada kenyataannya tidak efisien menjadi nampak efisien,

dan sebaliknya.

b. DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit

lain dalam tipe yang sama. Tanpa mampu mengenali perbedaan -

perbedaan tersebut. DEA akan memberi hasil yang bias. Masalah ini

Page 100: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

terkandung pada data base-nya, bukan pada teknik DEA-nya.

Masalah ini tidak hanya relevan untuk DEA, tetapi juga menyangkut

semua teknik untuk mengukur efisiensi.

c. Dalam bentuk dasarnya DEA berasumsi adanya Constant Retunr To

Scale (CRTS). CRTS menyatakan bahwa perubahan proporsional pada

semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang

sama pada tingkat output. Ini merupakan asumsi yang penting, sebab

asumsi ini memungkinkan semua UKE diukur dan dibandingkan

terhadap unit isoquant, walaupun pada kenyataannya hal tersebut tidak

selalu (jarang) terjadi.

Bobot input dan output yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat

ditafsirkan dalam nilai ekonomi, meskipun koefisien tersebut

memiliki formulasi matematik yang sama. Tetapi hal ini bukan

merupakan kendala yang serius, sebab DEA bertujuan mengukur

efisiensi teknis relatif.

4. Bentuk formulasi ( DEA )

Fungsi tujuan programasi dalam model DEA

akan menjadi rasio efisiensi (total output tertimbang /

total input tertimbang). Rasio efisiensi tersebut akan

dibandingkan dengan rasio efisiensi sampel lain (yang

berperan sebagai benchmark / reference set) bernilai

paling efisien (100%). Dari hasil perbandingan tersebut

didapat nilai multiplier pengganda Y (shadow price).

Page 101: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Angka shadow price tersebut digunakan sebagai dasar

penyesuain input dan output unit ekonomi yang kurang

efisien menuju efisien.

DEA untuk suatu UKE dapat diformulasikan

sebagai program linier fraksional yang solusinya dapat

diperoleh jika model tersebut ditransformasikan ke

dalam program linier dengan bobot dari input dan output

UKE tersebut sebagai variabel keputusan (decision

variables). Metode simpleks dapat digunakan untuk

menyelesaikan model yang sudah ditransformasikan ke

dalam program linier. DEA memerlukan penyelesaian

program linier bagi setiap UKE. Hasilnya adalah

seperangkat bobot untuk suatu UKE dan angka efisiensi

relatifnya (Anonim, 1999).

Page 102: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cii

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Keadaan Wilayah Provinsi D. I. Yogyakarta

1. Letak Geografis Administratif

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi di

wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah

Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia,

bagian timur laut dibatasi oleh Kabupaten Klaten, bagian tenggara

dibatasi oleh Kabupaten Wonogiri, bagian barat dibatasi oleh

Kabupaten Purworejo, dan pada bagian barat laut dibatasi oleh

Kabupaen Magelang.

Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta

terdiri dari Pegunungan Selatan dengan luas 1.656,25 km2 dengan

ketinggian antara 150-700 mdpl, Gunung Berapi Merapi dengan luas

582,81 km2 dengan ketinggian 80-2.911 mdpl, dataran rendah antara

Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo dengan luas

215,62 km2 dengan ketinggian antara 0-80 mdpl, serta Pegunungan

Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan dengan luas 706,25 km2

dengan ketinggian antara 0-572 mdpl.

Posisi D.I. Yogyakarta yang terletak antara 7°.33’ - 8°.12’

Lintang Selatan dan 110°.00’ 110°.50’ Bujur Timur, tercatat memiliki

Page 103: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ciii

luas 3.185,80 km² atau 0,17 % dari luas Indonesia (1.860.359,67 km²)

dan merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 5 kabupaten/kota, yaitu

Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Sleman, dan Kota

Yogyakarta.

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Ketinggian menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

2007

Page 104: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

civ

Page 105: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cv

Sumber : BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan perhitungan PDRB atas harga konstan,

perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2007 tumbuh sekitar

4,31 %, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai

3,70 %(angka diperbaiki). Hal yang menggembirakan dari gambaran

ekonomi D.I. Yogyakarta tahun 2007 adalah pertumbuhan positif dari

seluruh sektor. Sektor pertambangan/penggalian mengalami

partumbuhan paling besar yaitu sebesar 9,69 %, disusul dengan sektor

bangunan dan listrik/gas/air masing-masing sebesar 9,66 % dan 8,45 %.

Sektor keuangan, sector angkutan/komunikasi, sektor perdagangan dan

sektor jasa-jasa tahun ini tumbuh positif sebesar 6,49 %, 6,45 % dan

5,06 % dan 3,61 %. Sedangkan pertumbuhan sektor industry

pengolahan dan sektor pertanian relatif kecil, tercatat sebesar 1,89 %

dan 0,80 %. Meski andil sektor industri masih lebih kecil dari sektor

perdagangan/hotel/restauran, sektor pertanian ataupun sektor jasa-jasa,

namun sektor industri tetap merupakan salah satu penggerak

pertumbuhan ekonomi yang potensial karena sifat industri yang mampu

mendorong pembentukan nilai tambah yang tinggi.

3. Struktur Ekonomi

Page 106: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cvi

Nilai Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku

Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp

32.916.736 juta dengan PDRB per kapita sebesar Rp 9.584.047 atau

naik 10,77 %. Berdasarkan komposisi nilai Produk Domestik Regional

Bruto atas dasar harga berlaku dapat diketahui bahwa peran sektor

pertanian sebagai penyumbang terbesar dalam perekonomian Provinsi

D.I. Yogyakarta mulai tergeser oleh sektor lain. Pada tahun 2007, andil

terbesar berasal dari sektor jasa-jasa sebesar 19,79 %. Kemudian sector

perdagangan/ hotel/ restaurant, sektor pertanian dan sektor industri

pengolahan memiliki andil 19,22 %, 15,01 %, dan 13,06 %. Sektor

bangunan, sector angkutan/ komunikasi, sektor keuangan tercatat

sebesar 10,54 %, 10,08 % dan 9,69%. Padahal sektor listrik/gas/air

bersih dan sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor

dengan andil terkecil atau tercatat sebesar masing-masing sebesar 1,29

% dan 0,79 % dari total PDRB harga berlaku.

4. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Di Provinsi Yogyakarta.

Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi tersebut adalah ternak

sapi baik sapi perah maupun sapi potong, kerbau, kuda, kambing,

domba dan babi. Selain itu juga diusahakan unggas seperti ayam, itik,

puyuh dan lainnya. Ternak sapi, khususnya sapi potong, merupakan

salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi

tinggi, dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau

Page 107: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cvii

ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama

sebagai bahan makanan berupa daging, di samping hasil ikutan lainnya

seperti pupuk kandang, kulit dan tulang.

Karena produktivitas penggemuk sapi di Yogyakarta

mempunyai potensi untuk mengembangkan hewan – hewan ternak dan

jauh dari pemukiman warga yang mungkin bisa mengganggu

ketenangan warga setempat, selain itu karena daerah tersebut tempatnya

di bawah lereng gunung yang memudahkan bahan – bahan pakan

ternak didapat dan hasil dari kotoran sapi pun mampu menghasilkan

pupuk bagi petani – petani yang bercocok tanam di sekitar daerah

tersebut

Keempat kabupaten tersebut mempunyai potensi yang besar

untuk beternak sapi karena di dukung oleh iklim yang sesuai dalam

pemeliharaan, yaitu meliputi keadaan suhu, curah hujan, kelembapan,

tekanan dan gerakan udara, serta cahaya yang sesuai bagi kehidupan

sapi. Perkembangan ternak sapi di Provinsi D. I. Yogyakarta lebih maju

dibanding ternak besar ataupun kecil seperti kerbau, kuda, kambing,

domba dan babi.

Tabel 4.2. Populasi Ternak Besar, Kecil Dan Unggas Tahun 2004-2008 Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ternak

Besar Sapi

Sapi

Page 108: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cviii

Kuda

Kerbau Sumber data : Dinas Peternakan Kabupaten & Kota Prop. Yogakarta

Tabel 4.3. Populasi ternak Sapi Potong Per kabupaten Prop. D.I Yogyakarta Tahun 2004-2008 (ekor)

Kabua

ten

Kulon

Bantul

Slema

Gunun

Kota Sumber data : Dinas Peternakan Kabupaten & Kota Prop.

Yogakarta

B. Analisis Deskriptif

Penelitian dengan judul ”ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN

SAPI POTONG MITRA BINAAN BUMN JAMSOSTEK DAN MANDIRI DI D. I.

YOGYAKARTA DENGAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)” ini

mencakup data mengenai jenis bakalan sapi, pakan, tenaga kerja, biaya produksi dan

produksi daging sapi. Data-data ini diperoleh dari penyebaran kuesioner di empat Kabupaten

di Provinsi D. I. Yogyakarta, yaitu:

a. Kabupaten Bantul

b. Kabupaten Sleman

Page 109: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cix

c. Kabupaten Kulon Progo

d. Kabupaten Gunung Kidul

Pengambilan data dilakukan pada bulan September dan

November 2010 berdasarkan pengalaman para pengusaha

penggemukan sapi potong dalam memproduksi daging. Berikut ini

karakteristik variabel-variabel (independen dan dependen) berdasarkan

data yang didapat dari para responden secara lebih mendalam kemudian

data dikelompokkan menurut kuantitasnya menjadi beberapa kelompok.

1. Pekerjaan Responden

Sebagian besar responden yang menjadikan usaha

penggemukan sapi sebagai pekerjaan pokok sebanyak 24 responden,

sedangkan yang dijadikan sebagai pekerjaan sampingan hanya 16

responden.

Tabel 4.4. Berdasarkan Pekerjaan Responden

o

P

ekerjaa

n

J

umlah

Respon

den

P

ekerjaa

n

Pokok

2

4

P

ekerjaa

1

6

Page 110: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cx

n

Sampin

gan

Sumber: Data Primer 2010, Diolah

2. Bakalan Sapi

Jenis sapi yang paling banyak digemukan adalah jenis sapi

Limousine yaitu sebanyak 16 responden, untuk jenis sapi Simmental

sebanyak 14 responden, untuk jenis sapi Brahman sebanyak 8

responden, dan untuk jenis sapi Ongole sebanyak 2 responden (Tabel

4.5).

Tabel 4.5. Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi

o

J

enis

Sapi

J

umlah

Respon

den

L

imousi

ne

1

6

S

immen

tal

1

4

B

rahman 8

O

ngole 2

Sumber: Data Primer 2010, Diolah

Page 111: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxi

Umur bakalan sapi yang produktif untuk digemukan yaitu

antara umur 1,5 sampai 2,5 tahun. Berat bakalan sapi yang digunakan

responden adalah antara dari 200 kg sampai 450 kg. Data di

kelompokkan menjadi 5 kelompok kemudian dapat diketahui kelompok

berat badan antara 200 kg sampai 250 kg yaitu sebanyak 6 responden,

kelompok berat badan antara 251 kg sampai 300 kg yaitu sebanyak 4

responden, kelompok berat badan antara 301 kg sampai 350 kg yaitu

sebanyak 12 responden, kelompok berat badan antara 351 kg sampai

400 kg yaitu sebanyak 11 responden, dan hanya 7 responden yang yang

memiliki bakalan sapi dengan berat bakalan di atas 401 kg.

Tabel 4.6. Berdasarkan Berat Bakalan Sapi

o.

B

erat

Bakalan

Ju

mlah

Responden

2

00 –

250

6

2

51 –

300

4

3

01 –

350

12

3

51 - 11

Page 112: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxii

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

3. Sistem penggemukan

Sebagian besar para peternak menggunakan sistem

penggemukan Kereman yaitu sebanyak 37 responden dan yang

menggunakan sistem dry lot fattening sebanyak 3 responden.

Tabel 4.8 Berdasarkan Sistem Penggemukan

o

.

S

istem

Pengge

mukan

J

umlah

Respo

nden

D

ry of

Fattenin

g 3

K

ereman

3

7

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

4. Jumlah Konsentrat

Jumlah takaran Konsentrat yang diberikan untuk sapi antara

responden satu dengan yang lain bervariasi. Banyaknya konsentrat yang

diberikan pada sapi dalam sehari dengan membagi data menjadi 4

400

4

01 + 7

Page 113: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxiii

kelompok. Kelompok antara 5 - 6 kg sebanyak 14 responden, kelompok

antara 7 – 8 kg yaitu sebanyak 19 responden, kelompok antara 9 – 10

kg yaitu sebanyak 6 responden, dan kelompok 11 kg ke atas yaitu

sebanyak 1 responden.

Tabel 4.9. Berdasarkan Jumlah Konsentrat Yang diberikan Dalam Sehari.

Page 114: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxiv

Page 115: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxv

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

5. Jumlah Hijauan

Jumlah takarannya hijauan per hariyang diberikan antara

responden satu dengan yang lain juga bervariasi. Dari data Tabel 4.10

dapat dilihat bahwa responden yang memakai hijauan dengan takaran

20 Kg sebanyak 7 responden, yang memakai hijauan dengan takaran 30

Kg sebanyak 15 responden, yang memakai hijauan dengan takaran 40

Kg sebanyak 12 responden, dan yang memakai hijauan dengan takaran

50 Kg sebanyak 6 responden.

Tabel 4.10. Berdasarkan Banyaknya Hijauan Yang diberikan Dalam Sehari.

Page 116: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxvi

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

6. Harga Bakalan

Harga bakalan sapi bervariasi berdasar harga per kilogramnya

dan berdasar beratnya. Berikut ini daftar harga bakalan sapi yang

Page 117: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxvii

diternak oleh responden. Dari Tabel 4.11 dapat diketahui bahawa

jumlah responden yang membeli bakalan dengan harga per kg nya Rp.

22.000,00 sebanyak 4 esponden dan dengan harga Rp. 23.000,00 ada 16

responden, untuk harga per kg nya Rp.24.000,00 sebanyak 13

responden, dan sisanya 4 responden yang harga bakalan sapi per

kilogramnya Rp.25.000,00.

Tabel 4.11. Berdasarkan Harga Bakalan

Page 118: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxviii

Page 119: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxix

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

7. Harga Konsentrat

Harga konsentrat bervariasi berdasar kualitasnya. Semakin

mahal harganya semakin bagus pila kualitasnya. Berdasarkan Tabel

4.12 dapat di ketahui bahwa kebanyakan para responden menggunakan

konsentrat dengan harga per kilgramnya Rp.1.600,00 dengan jumlah

responden 24 responden, responden yang menggunakan konsentrat

dengan harga per kilogramnya Rp.1.900,00 sebanyak 13 responden,

dan yang responden menggunakan konsentrat paling mahal Rp.2100,-

per kilogramnya yaitu sebanyak 3 responden.

Page 120: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxx

Tabel 4.12. Berdasarkan Harga Konsentrat

Sumb

er : Data

Page 121: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxi

Page 122: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxii

8. Harga Hijauan

Berdasarkan harganya, hijauan dibagi menjadi 3 kelompok.

Harga hijauan yang per kilogramnya Rp.100,00 sebanyak 22

responden, harga hijauan yang per kilogramnya Rp.150,00 sebanyak 10

responden, dan hijauan yang paling mahal yaitu Rp.200,00 sebanyak 8

responden.

Tabel 4.13. Berdasarkan Harga Hijauan

Page 123: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxiii

Sumb

er : Data

Page 124: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxiv

9. Produksi Daging Sapi

Berikut ini hasil data dari penelitian kepada responden yaitu

banyaknya produksi daging sapi dalam masa penggemukan sapi ( 3

bulan ). Dan data dibagi 3 kelompok. Kelompok antara 250 – 349 kg

yaitu sebanyak 17 responden, Kelompok antara 350 – 449 kg yaitu

sebanyak 10 responden, dan kelompok antara 450 – 549 kg sebanyak

13 responden.

Tabel 4.14. Berdasarkan Produksi Daging Sapi

Page 125: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxv

Page 126: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxvi

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

10. Harga Produksi Daging Sapi

Harga produksi daging sapi bervariasi berdasarkan harga per

kilogramnya dan berdasar beratnya. Berikut ini daftar harga produksi

daging sapi yang diternak oleh responden. Dari hasil penelitian daftar

harga produksi daging sapi berdasar data Tabel 4.15, dapat diketahui

bahwa harga produksi daging sapi yang per kilogramnya Rp.22.000,00

yaitu sebanyak 2 responden, harga bakalan sapi yang per kilogramnya

Rp.23.000,00 sebanyak 13 responden, harga bakalan sapi yang per

kilogramnya Rp.24.000,00 sebanyak 21 responden dan sisanya 4

responden yang harga produksi daging sapi per kilogramnya

Rp.25.000,00.

Page 127: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxvii

Tabel 4.15. Berdasar Harga Produksi Daging Sapi

arg

a

Pro

duk

si

Da

gin

g

Sap

i

p.

22.

000

,-

p.

23.

000

,-

p.

Page 128: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxviii

24.

000

,-

p.

25.

000

,-

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

11. Kenaikan bobot

Kenaikan bobot sapi dalam satu hari bervariasi antara jenis sapi

satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Tabel 4.16 diperoleh data dari

responden yaitu 34 responden yang memiliki kenaikan bobot sapi

peliharaannya sebesar 0,5 – 0,99 kg per hari, 5 responden dengan

kenaikan bobot sapi peliharaannya sebesar 1-1,49 kg per hari, dan 1

responden dengan kenaikan bobot sapi peliharaannya sebesar 1,5 kg

keatas per hari.

Tabel 4.16. Berdasar Kenaikan Bobot Dalam Sehari

Page 129: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxix

Page 130: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxx

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

C. Analisis Data Dengan Metode DEA

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari

hasil wawancaradan kuisioner dengan peternak sapi potong di

Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo dan

Kabupaten Gunung Kidul. Data yang diambil adalah berdasarkan

variable-variabel yang akan digunakan dalam pengukuran antara lain:

1. Efisiensi Teknis

Page 131: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxi

a. Variabel Input :

1) Berat Bakalan (BB)

2) Hijauan (HJN)

3) Konsentrat ( KST )

4) Garam ( GRM )

5) Tenaga Kerja (TK)

b. Variabel Output : Produksi Daging ( PROD )

2. Efisiensi Alokatif

a. Variable Input :

1) Berat Bakalan (BB)

2) Harga Bakalan (HB)

3) Hijauan (HJN)

4) Harga Hijauan (HHJN)

5) Kosentrat (KST)

6) Harga Konsentrat ( HKST )

7) Garam (GRM)

8) Harga Garam ( HGRM )

9) Tenaga Kerja (TK)

10) Harga Tenaga Kerja (HTK)

b. Variabel output :

1) Daging (PROD)

Page 132: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxii

2) Harga daging (HPROD)

Dari hasil analisis yang dilakukan dengan mengguanakan metode DEA (Data

Envelopment Analysis), diperoleh hasil sebagai berikut ini :

Tabel 4.17. Efisiensi Teknis Dan Alokatif Usaha

Penggemukan Sapi Potong Prop. D. I. Yogyakarta

Page 133: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxiii

Page 134: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxiv

Page 135: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxv

Page 136: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxvi

Page 137: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxvii

Dari hasil data hasil olahan DEA (Tabel 4.17) menunjukkan

bahwa efisiensi secara teknis jumlah responden yang sudahefisien

sebanyak 11 responden, dan yang belum efisien sebanyak 29

responden. Kemudian efisiensi secara alokatif jumlah responden yang

sudah sudah efisien sebanyak 23 responden sedangkan yang belum

Sumb

er : Data

Page 138: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxviii

efisien sebanyak 17 responden. Berdasarkan hasil olahan data secara

keseluruhan menggunakan DEA, kemudian dikelompokkan dan dicari

rata-rata efisiensi teknis, diantara variabel faktor produksi (input) yang

mempengaruhi produksi (output) usaha penggemukan sapi di Provinsi

D. I. Yogyakarta.

1. Status Usaha

Dalam Penelitian ini diambil 20 responden yang terdaftar

sebagai Mitra Binaan BUMN Jamsostek dan 20 responden lainnya

usaha mandiri. Berdasarkan hasil olahan DEA pada Tabel 4.18 dapat

diketahui bahwa secara rata – rata usaha penggemukan sapi potong

Mitra Binaan memilki skala efisiensi secara teknis yng lebih baik dari

pada usaha penggemukan sapi potong mandiri yaitu 97,38 % untuk

usaha penggemukan sapi Mitra Binaan dan 95,00 % untuk usaha

penggemukan sapi potong mandiri. Untuk skala efisiesnsi secara

alokatif, usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan juga memilki

skala efisiensi yang lebih baik daripada usaha penggemukan sapi

potong mandiri yaitu 98,66 % untuk usaha penggemukan sapi potong

Mitra Binaan dan 96,78 % untuk usaha penggemukan sapi potong

mandiri.

Tabel 4.18. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Status Usaha

Page 139: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxxix

Page 140: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxl

Sumber : Data Primer 2010, Diolah

2. Berat Bakalan

Berdasarkan hasil olahan DEA yang di tunjukan pada Tabel

4.19 dapat diketahui bahwa berat bakalan sapi yang lebih dari 401 kg

memilii skala efisiensi secaratekns yang paling baik yaitu sebanyak

98,09 % dan yang paling rendah skala efisiensinya adalah berat bakalan

sapi 200-250 kg yaitu sebanyak 93,78 %. Untuk skala efisiensi secara

alokatif yang paling baik juga pada berat bakalan lebih dari 401 kg

yaitu sebesar 100.00 % dan yang paling rendah dengan berat 200-250

dengan skala efisiensi 94,05 %.

Tabel 4.19. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Berat Bakalan

Page 141: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxli

Page 142: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxlii

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

3. Hijauan

Page 143: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxliii

Hasil dari data Tabel 4.20 berdasarkan takaran hijauan yang

memilki skala efisiensi secara teknis yang paling baik adalah hijauan

dengan takaran 20 kg per hari yaitu sebesar 96,76 %. Kemudian skala

efisiensi secara alokatif yang paling baik adalah hijauan dengan takaran

50 Kg sebesar 99,20 %.

Tabel 4.20. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Banyaknya Hijauan

Page 144: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxliv

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

4. Konsentrat

Berdasarkan Tabel 4.21 takaran kosentrat yang memilki skala efisiensi secara teknis dan

secara alokatif yang paling baik adalah konsentrat dengan takaran lebih dari 11 Kg ke atas yaitu

sebesar 100%.

Tabel 4.21. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Banyaknya Konsentrat

Page 145: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxlv

Page 146: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxlvi

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

Kemudian dari data dikelompokkan berdasar harga kosentrat.

Setiap responden dalam memberikan konsentrat pada ternak dengan

harga per kilogramnya berbeda-beda sesuai kulitas kosentratnya.

Berdasarkan Tabel 4.22, konsentrat dengan harga Rp. 2.100,- memilki

skala efisiensi yang paling baik secara teknis maupun secara alokatif

yaitu sebesar 100%.

Tabel 4.22. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Harga Konsentrat

Page 147: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxlvii

Page 148: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxlviii

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

5. Jumlah Tenaga Kerja

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam

memproduksi daging sapi (Tabel 4.23), yang memilki skala efisiensi

secara teknis yang paling baik adalah 1 orang tenaga kerja yaitu sebasar

96,69 % dan untuk skala efisiensi secara alokatif yang paling baik

adalah 3 orang tenaga kerja yaitu 98,41%.

Tabel 4.23 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja

Page 149: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxlix

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

6. Produksi Daging Sapi

Berdasarkan produksi daging sapi (Tabel 4.24), skala efisiensi

secara teknis dan efisiensi alokatif yang paling baik adalah usaha

penggemukan sapi dengan produksi daging per ekornya seberat 450-

549 kg, yaitu 97,78 % untuk skala teknis dan 99,99 % untuk skala

alokatif.

Tabel 4.24. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Produksi Daging

Page 150: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cl

Page 151: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cli

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

7. Sistem Pemeliharaan

Dalam sampel penelitian ini ditemukan 2 sistem pemeliharaan

yang diterapkan oleh pengusaha penggemukan sapi potong di

Yogyakarta, yaitu sistem kereman dan sistem dry lot fattening.

Berdasarkan Sistem pemeliharaan (Tabel 4.25) dapat diketahui sistem

dry lot fattening mempunyai skala efisiensi yang lebih baik daripada

sistem kereman baik secara teknis maupun secara alokatif.

Page 152: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

clii

Tabel 4.25. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Sistem Pemeliharaan

i

s

t

e

m

P

e

m

e

l

i

h

a

r

a

a

n

e

r

e

m

a

n

Page 153: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cliii

r

y

l

o

t

f

a

t

t

e

n

i

n

g

Sumber : Data Primer dan hasil olahan DEA

8. Jenis Bakalan sapi

Berdasarkan jenis bakalan (Tabel 4.26) dapat diketahui bahwa

jenis sapi Simmental mempunyai skala efisiensi secara teknis yang

paling baik yaitu sebesar 98,16 % dan yang paling rendah efisiensinya

adalah jenis sapi Ongole yaitu 92,20%. Skala efisiensi secara alokatif

yang paling baik adalah juga sapi Simmental sebesar 99,38 % dan yang

paling rendah adalah sapi jenis Ongole sebesar 92,20 %.

Tabel 4.26. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi

Page 154: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cliv

Page 155: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

clv

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

Page 156: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

clvi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan

pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Hasil penghitungan dengan menggunakan DEA dari 40 Responden di Provinsi

Yogyakarta menunjukkan bahwa efisiensi secara teknis diketahui 11 responden sudah

efisien dan 29 responden belum efisien. Secara alokatif diketahui 23 responden sudah

efisien secara dan 17 reponden belum efisien.

2. Usaha penggemukan sapi potong Mitra Binaan BUMN mempunyai skala efisiensi secara

teknis dan alokatif yang lebih baik dari pada usaha penggemukan sapi potong mandiri

Page 157: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

clvii

3. Berat bakalan yang paling efisien secara teknis dan alokatif adalah bakalan sapi dengan

bobot 401 kg ke atas.

4. Takaran hijauan yang paling efisien secara teknis adalah hijauan dengan takaran 20 Kg.

efisien secara alokatif takaran hijauan yang paling efisien adalah hijauan dengan takaran

50 Kg.

5. Takaran konsentrat yang paling efisien secara teknis dan alokatif adalah, kosentrat

dengan takaran 11 Kg ke atas. Kemudian harga kosentrat yang paling efisien secara

teknis dan alokatif adalah kosentrat dengan harga Rp. 2.100,-.

6. Berdasarkan produksi daging sapi efisiensi teknis dan efisiensi alokatif yang tingkat

efisiensinya paling tinggi pada bobot produksi daging sapi antara 450-549 kg.

7. Sistem pemeliharaan dilihat dari efisiensi teknis dan secara alokatif rata-rata yang paling

efisien adalah Sistem Dry lot fattening

8. Jenis sapi yang paling efisien secara teknis dan alokatif di Provinsi yogyakarta adalah

jenis sapi Simmental.

B. Saran Bagi Peternak Penggemukan Sapi Potong

1. Bagi pengusaha penggemukan sapi potong yang secara teknis masih belum efisien harus

mulai mengejar bagaimana mengalokasikan inputnya lebih baik lagi agar dapat menutup

kekurangan yang terjadi karena kelebihan penggunakan input. Hal ini dapat dilakukan

dengan menekan input yang terlalu boros yaitu penggunaan hijauan, dan tenaga kerja

2. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal usaha penggemukan sapi potong di Provinsi

Yogyakarta sebaiknya membeli bakalan yang beratnya di atas 401 kg.

Page 158: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

clviii

3. Untuk hasil yang lebih efisien, bagi para penggemuk sapi disarankan untuk

membudidayakan jenis sapi Simmental dan alternatif kedua adalah jenis sapi Limousine.

4. Pemberian konsentrat yang paling efisien dalam sehari yaitu 11kg atau lebih sehingga

bagi penggemuk sapi yang pemberian takarannya kurang banyak dari takaran tersebut

sebaiknya ditambah takarannya.

5. Pemberian hijauan yang paling efisien dalam sehari yaitu 20 kg, sehingga bagi

penggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih dari 20kg sehari sebaiknya dikurangi.

6. Terkait dari kesimpulan nomor 4 sampai 9, maka sebaiknya bagi pengemuk sapi pemula

maupun yang sudah lama yang dianalogikan pada responden yang belum efisien

mengadopsi sistem tata cara pengelolaan hewan ternak yaitu menyangkut jenis sapi, berat

bakalan, takaran pemberian makanan. Hal ini direkomendasikan karena berdasarkan hasil

penelitian tata cara pengelolaan penggemukan sapi yang sudah efisien.

C. Rekomendasi Kebijakan

1. Bagi BUMN Jamsostek

a. Bagi pengelola program kemitraan BUMN diharapkan lebih mensosialisasikan

program kemitraanya sehingga banyak peternak yang masih individual bisa bekerja

sama dengan BUMN sehingga dapat mendorong usaha ternaknya.

2. Bagi pemerintah

a. Bagi pemerintah pusat terutama Departemen Peternakan, harus meningkatkan

penelitian teknologi peternakanya, sehingga akan memacu pertumbuhan produksi

daging sapi potong mampu bersaing dengan keberadaan daging impor.

Page 159: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET … · Tabel 1.1 Populasi ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007 .....2 Tabel 1.2 Produksi daging ternak ruminansia di Indonesia, 2003−2007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

clix

b. Bagi pemerintah daerah, terutama di Provinsi Yogyakarta dimana banyak peternak

individual yang terlibat dalam usaha penggemukan sapi potong ini, maka bantuan

kosentrat yang berkualitas dan murah serta bakalan sapi yang berkualitas segera

dicanangkan sebagai prioritas utama. Peran pemerintah daerah disamping dalam

bantuan persediaan dana berupa pinjaman modal, juga menjaga kestabilan harga

pakan maupun daging sapi potong tersebut.

c. Bagi Pemerintah pusat dan daerah, pendataan yang valid terhadap usaha ternak sapi

pada umumnya dan usaha penggemukan sapi potong khususnya harus segera

dilakukan, sehingga kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat sampai ke

peternak dan tepat sasaran.