i. pendahuluan a. latar belakang...1 i. pendahuluan a. latar belakang dalam rphjp tahun 2014-2023,...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam RPHJP Tahun 2014-2023, KPHP Batu Lanteh telah menetapkan salah
satu core bisnisnya adalah memproduksi minyak kayu putih. Pilihan core bisnis ini
diharapkan akan menjadikan KPHP Batu Lanteh menjadi mandiri secara finansial dan
masyarakat sekitar hutan dapat sejahtera.
Supaya core bisnis tersebut berjalan lancar, maka budidaya kayu putih harus
dilaksanakan agar kecukupan bahan baku terpenuhi. Keberhasilan budidaya kayu
putih sangat dipengaruhi oleh kesesuaian lahan (aspek ekologis). Sebidang lahan
yang memiliki kesesuaian lahan tinggi, maka secara ekologis keberhasilan budidaya
akan tinggi pula.
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis
kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan
sebidang lahan untuk ditanami kayu putih.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari karya tulis ini adalah untuk menjawab pertanyaan
lahan mana saja pada areal kerja KPHP Batu Lanteh yang sesuai, cukup sesuai dan
tidak sesuai untuk tanaman kayu putih? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan
berguna bagi KPHP Batu Lanteh sebagai referensi sebelum melakukan kegiatan
budidaya tanaman kayu putih, agar secara ekologis memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi.
2
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup karya tulis ini dibatasi hanya pada analisis kesesuaian lahan
untuk tanaman kayu putih pada wilayah kerja KPHP Batu Lanteh dengan
menggunakan sistem informasi geografis.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Kayu Putih
Dalam buku Budidaya dan Prospek Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca
cajuputi) halaman 4 disebutkan bahwa secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp
cajuput diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae,
Klas Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Familia Myrtaceae, Genus Melaleuca, dan Spesies
Melaleuca cajuputi, Sub spesies Melaleuca cajuputi subsp cajuputi. Dalam tatanama
lama Melaleuca cajuputi subsp cajuputi disebut Melaleuca leucadendron, tetapi
tatanama spesies tersebut telah direvisi menjadi Melaleuca cajuputi subsp cajuputi
(Craven dan Barlow, 1997).
Selanjutnya dalam buku ajar Pengenalan Tanaman Kayu Putih BDLK KLHK
Kupang disebutkan bahwa secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp cajuput
diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca cajuputi
Sub pesies : Melaleuca cajuputi Powell
: Melaleuca cumingiana Barlow
: Melaleuca platyphylla Barlow
Dalam buku yang sama, Brophy dan Doran (1996) menyebutkan bahwa kayu
putih tersebar secara alami di Kepulauan Maluku, Pulau Timor, Australia bagian
utara dan barat daya (Kartikawati dkk, 2014). Spesies ini tumbuh pada ketinggian
antara 5 sampai dengan 400 m di atas permukaan laut, dengan zona iklim tropis dan
curah hujan rata-rata 1.300 sampai dengan 1.750 mm per tahun. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan dalam buku Budidaya Kayu Putih menyebutkan
4
bahwa pada umumnya kayu putih relatif mudah ditanam, terutama pada jenis tanah
grumosol, latosol, maupun regosol.
Kayu putih mampu tumbuh baik pada lahan-lahan marginal maupun di daerah
rawa-rawa dan genangan air, mampu beradaptasi pada tanah dengan drainase
jelek, tahan terhadap kebakaran dan toleran terhadap tanah dengan kadar garam
rendah sampai dengan tinggi (Doran et al., 1998, dalam Kartikawati dkk, 2014). Di
Kepulauan Maluku, kayu putih tumbuh pada berbagai kondisi tapak, baik di dataran
tinggi maupun rendah yang berbatasan dengan hutan pantai dan tumbuh secara
monokultur. Selain itu, kayu putih tahan terhadap suhu panas dan kebakaran. Kayu
putih dapat hidup dan tumbuh kembali dalam 1 tahun dengan kondisi daun-daun
yang sudah dapat dipetik. Di samping kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, kayu
putih tidak tahan terhadap tanah dengan kadar keasaman 3 yang tinggi (Sunanto,
2003 dalam Kumalajati, 2017).
Akar kayu putih terdisi atas akar tunggang, akar lateral, dan akar sekunder.
Akar tunggang lurus dan tumbuh ke bawah, akar lateral tumbuh pada leher akar
pada awal pertumbuhan. Akar sekunder menyebar pada kedalaman sekitar 20 cm di
bawah permukaan tanah (Sunanto, 2003 dalam Kumalajati, 2017).
Batang kayu putih berbentuk bulat dan lurus dengan percabangan yang
sedikit. Dengan kondisi pertumbuhan yang baik, kayu putih dapat tumbuh menjadi
pohon dengan tinggi mencapai 35 m dan diameter mencapai 100 cm (Sunanto, 2003
dalam Kumalajati, 2017). Namun demikian, kayu putih dapat tumbuh menjadi perdu
apabila kondisi pertumbuhannya kurang (Kartikawati dkk, 2014). Selain itu,
pertumbuhan kayu putih dapat dimanipulasi untuk mendapatkan bentuk perdu
dengan cara memetik daunnya sejak tanaman berumur masih muda (Sunanto, 2003
dalam Kumalajati, 2017). Kulit batang kayu putih berwarna putih atau putih
kecoklatan yang terdiri atas lembaran-lembaran tipis yang mudah terkelupas atau
terlepas. Pengelupasan tersebut tidak mengganggu pertumbuhan kayu putih.
Dalam buku Pengenalan Tanaman Kayu Putih dijelaskan bahwa daun kayu
putih berwarna hijau dengan kenampakan tebal, tidak mengkilat, dan berbulu
(Kartikawati dkk, 2014). Menurut Sunanto (2003), daun kayu putih selalu berwarna
hijau meskipun pada saat musim kemarau. Daun berbentuk lurus atau melengkung
dengan panjang antara 5 sampai dengan 10 cm dan lebar antara 1 sampai dengan 4
5
cm serta. Pada daun terdapat antara 5 sampai dengan 7 tulang daun dengan
panjang antara 3 sampai dengan 11 mm pada setiap helaian daun. Pucuk daun
muda tertutup oleh bulu-bulu yang tebal, lembut dan tersebar dengan panjang
antara 0,3 sampai dengan 2 mm. Kelenjar minyak pada daun kayu putih biasanya
kurang jelas. Pada umumnya, tajuk kayu putih tidak lebar dan tidak teratur
(Sunanto, 2003)
Perbungaan kayu putih berbentuk bulir dan banyak terdapat pada ujung
ranting terminal dan ketiak daunnya (Doran et al., 1998, dalam Kartikawati dkk,
2014). Bunganya bersifat biseksual dengan kelopak dan mahkota bunga yang kecil
dan benang sari yang kebanyakan lebih panjang dari perhiasan bunga. Bentuk dari
bunga tersebut merupakan daya tarik bagi polinator. Bagian dalam bakal buah
terbagi menjadi 3 ruang dengan ovul dalam jumlah besar dan satu putik serta
kepala putik. Jumlah biji pada buah kayu putih biasanya sangat rendah, yaitu hanya
antara 1 sampai dengan 2 % dari jumlah ovulenya. Buah kayu putih berbentuk
kapsul dan bertipe dehiscent. Tipe dehiscent adalah tipe yang mempunyai kulit
buah yang kering dan akan terbuka ketika mencapai kemasakan untuk melepaskan
biji-biji yang ada di dalamnya.
Dalam buku Pengenalan Tanaman Kayu Putih juga disebutkan bahwa
tanaman kayu putih merupakan jenis tanaman yang mempunyai peranan cukup
penting, diantaranya:
1. Dalam industri minyak atsiri, tanaman kayu putih menghasilkan minyak kayu
putih yang diperoleh dengan cara penyulingan. Unsur utama yang terkandung
dalam minyak kayu putih adalah kandungan sineol yang mengandung obat yang
sangat penting untuk pharmakologi atau obat-obatan.
2. Kayu putih subspesies cajuputi adalah penghasil minyak kayu putih dengan kadar
1,8 cinole dan rendemen yang tinggi, sedang subspecies lainnya cumingiana dan
platyphylla menghasilkan minyak dengan kadar cineole rendah.
3. Merupakan tanaman yang cukup potensial untuk kegiatan rehabilitasi lahan baik
dari aspek ekologis dan ekonomis.
4. Secara ekologis pengembangan tanaman kayu putih di lahan kritis antara lain
untuk menunjang usaha konservasi lahan dan pemanfaatan lahan marginal
menjadi lahan produktif. Secara ekonomis, pengembangan tanaman kayu putih
6
dapat dijadikan usaha/ industri baik untuk skala rumah tangga sampai skala
besar. Sebagai contoh, dalam pengelolaan industry kayu putih, Perum Perhutani
maupun Dinas Kehutanan dan Perkebunan DI Yogyakarta bekerjasama dengan
masyarakat di sekitar kawasan hutan.
5. Peran masyarakat dalam industri kayu putih di Jawa adalah sebagai buruh dalam
kegiatan pemanenan daun, pengangkutan daun, proses penyulingan, dan
penangganan limbah. Selain itu peran masyarakat dalam pengelolaan
tanaman/tegakan kayu putih yaitu sebagai penggarap lahan tumpang sari
dengan tanaman palawija di sela-sela tanaman kayu putih. Sebagai contoh, KPH
Gundih yang mengelola lebih dari 3000 ha tanaman melibatkan lebih dari 300
orang untuk pemanenan daun dan 70 orang di pabrik penyulingan pada setiap
musim produksi.
6. Kayu dari tanaman kayu putih dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kayu
putih termasuk kayu kelas kuat II dengan kelas awet III. Di daerah Kalimantan
Selatan dan Sumatra Selatan jenis kayu putih subspecies cumingiana dikenal
sebagai gelam dan kayunya banyak digunakan untuk keperluan bangunan.
B. Sistem Informasi Geografis
Dalam modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis Tingkat Dasar yang
diselenggarakan oleh Tropenbos Internasional Indonesia Pragramme disebutkan
bahwa secara umum pengertian SIG adalah suatu komponen yang terdiri dari
perangkat keras,perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang
bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki,
memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan
menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Dari definisi ini dapat
diuraikan menjadi beberapa sub sistem yaitu data input, dasa output, data
manajemen, dan data manipulasi dan analisis. Jika subsistem SIG di atas diperjelas
berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di
dalamnya.
7
Dalam modul tersebut juga dijelaskan SIG memiliki keunggulan dalam
menyajikan data-data spasial tersebut sehingga lebih mudah untuk dianalisis dan
diketahui polanya. Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh SIG adalah kemampuan
untuk melakukan overlay atau tumpang tindih dari data-data atribut suatu wilayah.
Proses overlay atau tumpang tindih ini biasa digunakan untuk menganalisis dan
menghasilkan informasi baru berdasarkan data-data spasial dan atribut yang telah
ada. Misalnya dalam menghasilkan peta kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu,
overlay dari beberapa data atribut seperti elevasi lahan, kemiringan lereng, dan
data curah hujan dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan untuk
ditanami jenis tanaman tertentu.
Dalam modul yang sama juga dijelaskan SIG mempunyai kemampuan untuk
menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,
menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang
akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi
geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai
dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan
seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang
membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Sebagian besar data yang akan
ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi
geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan
mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu
informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute).
C. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis
kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan
sebidang lahan untuk ditanami kayu putih. Caranya dengan membandingkan antara
persyaratan tumbuh tanaman kayu putih dengan karakteristik lahan yang ada.
8
Tingkat kesesuaian lahan yang digunakan pada karya tulis ini adalah sesuai,
cukup sesuai dan tidak sesuai. Jika hasil analisis kesesuaian lahan dinyatakan sesuai,
maka secara ekologis lahan tersebut cocok untuk ditanami kayu putih. Jika hasil
analisis kesesuaian lahan dinyatakan cukup sesuai, maka secara ekologis lahan
tersebut cukup cocok untuk ditanami kayu putih. Namun jika hasil analisis
kesesuaian lahan dinyatakan tidak sesuai, maka secara ekologis lahan tersebut tidak
cocok untuk ditanami kayu putih.
9
III. METODOLOGI
A. Bahan Karya Tulis
Bahan yang dipakai dalam penyusunan karya tulis ini adalah:
1. Peta wilayah kerja (petak) KPHP Batu Lanteh
2. Peta jenis tanah Pulau Sumbawa
3. Peta curah hujan Pulau Sumbawa
4. Peta topografi Pulau Sumbawa
B. Alat Karya Tulis
Alat yang dipakai dalam penyusunan karya tulis ini adalah:
1. Komputer dengan software ARCGIS
2. Internet
3. Pustaka yang relevan
4. Alat tulis kantor
C. Kerangka Analisis
Peta kesesuaian lahan kayu putih adalah peta yang menunjukkan lahan mana
yang secara ekologis cocok untuk ditanami kayu putih. Tingkat kesesuaian lahan
yang digunakan pada karya tulis ini adalah sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai.
Untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan kayu tersebut, hal pertama yang
dilakukan adalah pengumpulan data dan informasi yaitu peta wilayah kerja, peta
jenis tanah, peta topografi dan peta curah hutan KPHP Batu Lanteh. Peta wilayah
kerja KPHP Batu Lanteh sudah terbagi ke dalam petak-petak, dimana petak ini
merupakan unit manajemen dan unit silvikultur terkecil. Peta jenis tanah KPHP Batu
Lanteh didapatkan dengan melakukan clip antara peta jenis tanah Pulau Sumbawa
10
dengan peta wilayah kerja. Demikian juga dengan peta curah hujan dan peta
topografi, semua dilakukan dengan melakukan clip antara peta Pulau Sumbawa
dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh. Selanjutnya adalah merumuskan
klasifikasi kesesuaian lahan untuk kayu putih dengan memperhatikan hasil studi
pustaka.
Tahapan selanjutnya adalah intersect peta tanah, peta curah hujan dan peta
topografi dan penghitungan kesesuaian lahan dengan ARCGIS. Karena satuan
terkecil polygon dalam analisis kesesuaian lahan adalah petak, maka hasil klasifikasi
kesesuaian lahan tanaman kayu putih pada KPHP Batu Lanteh juga dalam bentuk
petak. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa petak merupakan unit managemen dan
unit silvikultur terkecil dalam pengelolaan hutan. Berikut adalah kerangka analisis
kesesuaian lahan tanaman kayu putih pada KPHP Batu Lanteh:
Gambar 1. Kerangka Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih
Peta kesuaian lahan
kayu putih
Overlay /
intersect
Peta curah
hujan
Peta
topografi
Peta jenis
tanah
Peta wilayah
kerja
Kriteria
kesesuaian
lahan kayu putih
11
D. Tahapan Kerja
Tahapan kerja pada penyusunan karya tulis ini sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dan informasi
a. Mengumpulkan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.
b. Mengumpulkan peta jenis tanah, curah hujan dan topografi Pulau Sumbawa.
c. Mengumpulkan data dan informasi terkait parameter ekologis kesesuaian
lahan. Pada karya tulis ini parameter yang digunakan adalah jenis tanah,
curah hujan dan ketinggian tempat dari permukaan air laut.
2. Membuat klasifikasi kesesuaian lahan
Berdasarkan studi pustaka, dibuat klasifikasi kesesuaian lahan sebagai berikut:
Tabel 1. Parameter Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih
No. Parameter Uraian Kesesuaian Nilai Skor
1. Jenis Tanah Grumusol, Latosol,
Regosol
Sesuai 40
Selain grumusol,
latosol dan regosol
Tidak sesuai 20
2. Curah Hujan
(mm/tahun)
1300 – 1750 Sesuai 30
0 < 1300 dan > 1750 Tidak sesuai 15
3. Ketinggian tempat
(mdpl)
400 Sesuai 30
‘ > 400 Tidak sesuai 15
Dari tabel di atas, dapat dibuat jumlah nilai tertinggi dan nilai terendah ketiga
parameter sebagai berikut:
12
Tabel 2. Nilai Tertinggi dan Terendah Parameter Kesesuaian Lahan
No. Parameter Nilai Tertinggi Nilai Terendah
1. Jenis Tanah 40 20
2. Curah Hujan 30 15
3. Ketinggian tempat 30 15
Jumlah 100 50
Untuk menentukan rentang skala nilai suatu klasifikasi digunakan rumus yaitu
nilai skor terendah dikali selisih jumlah klasifikasi dikurangi satu dibagi dengan
jumlah klasifikasi.
Rentang skala = (Nilai tertinggi – Nilai terendah) : 3
Dengan demikian rentang skala klasifikasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih
sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai Skor Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih
No. Kesesuaian Lahan Rentang Skala Nilai Skor
1. Sesuai 84 + 16 =100 100-84
2. Cukup sesuai 67 + 16 = 83 83-67
3. Tidak sesuai 50 + 16 =66 66-50
3. Membuat peta curah hujan
Peta curah hujan KPHP Batu Lanteh dibuat dengan cara mengclip peta curah
hujan Pulau Sumbawa dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.
4. Membuat peta jenis tanah
Peta jenis tanah KPHP Batu Lanteh dibuat dengan cara mengclip peta jenis tanah
Pulau Sumbawa dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.
5. Membuat peta topografi
Peta topografi KPHP Batu Lanteh dibuat dengan cara mengclip peta topografi
Pulau Sumbawa dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.
6. Intersect peta jenis tanah, peta curah hujan dan peta topografi.
13
Proses ini dilakukan untuk menggabungkan data beserta atributnya yang
memiliki batas geometri yang sama. Feature class yang dihasilkan dari proses
intersect antara peta jenis tanah, peta curah hujan dan peta topografi adalah
polygon yang identik dengan petak di KPHP Batu Lanteh. Proses intersect
sebagai berikut:
a. Geoprocessing
b. Intersect
7. Melakukan klasifikasi kesesuaian lahan dengan pendekatan kuantitatif berjenjang
(skoring area)
Setelah proses intersect selesai, proses selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian
lahan dengan pendekatan kuantitatif berjenjang. Pendekatan ini dilakukan
dengan melakukan skoring, atau penilaian variable atas suatu nilai atribut
tertentu dan melakukan kalkulasi berdasarkan skor/nilai masing-masing variable.
Prosesnya sebagai berikut:
a. Open attribute table
b. Add Field untuk membuat field kls_elev, kls_ch, kls_tanah dan skor total.
c. Mengisi semua field kecuali field skor total, sesuai dengan aturan kesesuaian
lahan tanaman kayu putih yang dibuat.
d. Mengisi field calculator skor total dengan membuat query
[kl_elev]+[kl_ch]+[kl_tanah]
8. Melakukan klasifikasi kesesuaian lahan yang terbagi menjadi sesuai, cukup sesuai
dan tidak sesuai.
a. Open attribute table
b. Add field untuk membuat field kesuaian lahan
c. Select By Attributes
d. Setelah polygon terpilih tersorot, mengisi field kesesuaian lahan dengan field
calculator.
e. Membuat query “3=sesuai”, jika skor total antara 100-84, membuat query
“2=cukup sesuai”, jika skor total antara 83-67 dan membuat query “1=tidak
sesuai”, jika skor total antara 66-50
9. Membuat layout peta kesesuaian lahan tanaman kayu putih
14
Setelah skoring dan analisis kesesuaian lahan selesai, proses selanjutnya adalah
membuat peta kesesuaian lahan tanaman kayu putih pada KPHP Batu Lanteh.
Prosesnya sebagai berikut:
a. Properties
b. Symbology
c. Categories, pilih field kesesuaian lahan
d. Add All Values
e. Klik kanan layer
f. Data
g. Export Data
h. Layouting peta kesesuaian lahan tanaman kayu putih
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum KPHP Batu Lanteh
Wilayah pengelolaan KPHP Batulanteh, secara administratif pemerintahan
terletak dalam kecamatan Batulanteh, kecamatan Moyo Hulu dan Moyo Hilir, dan
kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebelah
Utara dibatasi Laut Flores/KPHK P. Moyo, sebelah timur dibatasi KPHP Plampang,
sebelah selatan dibatasi KPHP Orong Telu dan KPHL Ropang dan sebelah Barat
dibatasi KPHL Puncak Ngengas.
Berdasarkan pembagian wilayah berdasarkan pengelolaan hutan KPHP
Batulanteh masuk dalam beberapa Kelompok Hutan (KH), antara lain ; KH. Olat Lake
(RTK 78) seluas 3.381 Ha, KH. Gili Ngara (RTK 79) seluas 2.259 Ha, KH. Rai Rakit
Kwangko (RTK 80) seluas 2.739 Ha, KH. Serading (RTK 36) seluas 1.894 Ha, KH.
Boinsoway (RTK 57) seluas 5.103 Ha, KH. Batulanteh (RTK 61) seluas 17.400 Ha.
KPHP Batu Lanteh terbagi ke dalam 238 petak dengan rincian: 144 petak dengan
fungsi kawasan hutan produksi, 57 petak dengan fungsi kawasan hutan lindung dan
37 petak dengan fungsi kawasan hutan produksi terbatas.
B. Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Senawi, 1997). Analisis
kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan untuk menilai kecocokan
sebidang lahan untuk ditanami kayu putih. Caranya dengan membandingkan antara
persyaratan tumbuh tanaman kayu putih dengan karakteristik lahan yang ada.
Berdasarkan studi pustaka diketahui bahwa tanaman kayu putih tumbuh pada
ketinggian antara 5 sampai dengan 400 m di atas permukaan laut, dengan zona
iklim tropis dan curah hujan rata-rata 1.300 sampai dengan 1.750 mm per tahun
serta umumnya kayu putih relatif mudah ditanam, terutama pada jenis tanah
grumosol, latosol, maupun regosol.
16
Sehingga parameter kesesuaian lahan yang digunakan dalam karya tulis ini
adalah:
1. Topografi atau ketinggian tempat
2. Curah hujan
3. Jenis tanah
Klasifikasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih yang digunakan dalam karya
tulis ini ada 3 (tiga) yaitu sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai. Jika hasil analisis
kesesuaian lahan dinyatakan sesuai, maka secara ekologis lahan tersebut cocok
untuk ditanami kayu putih. Jika hasil analisis kesesuaian lahan dinyatakan cukup
sesuai, maka secara ekologis lahan tersebut cukup cocok untuk ditanami kayu putih.
Namun jika hasil analisis kesesuaian lahan dinyatakan tidak sesuai, maka secara
ekologis lahan tersebut tidak cocok untuk ditanami kayu putih.
Tingkat kesesuaian lahan diperoleh dengan melakukan skoring terhadap
ketiga parameter yang eksisting pada petak-petak di KPHP Batu Lanteh. Hasil
skoring setiap parameter kemudian dijumlahkan dan dibandingkan dengan klasifikasi
kesesuaian lahan yang telah dibuat.
Skoring parameter menggunakan sistem pembobotan, dengan total bobot
100. Berikut adalah nilai skor untuk masing-masing parameter:
Tabel 5. Parameter Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih
No. Parameter Uraian Kesesuaian Nilai Skor
1. Jenis Tanah Grumusol, Latosol,
Regosol
Sesuai 40
Selain grumusol,
latosol dan regosol
Tidak sesuai 20
2. Curah Hujan
(mm/tahun)
1300 – 1750 Sesuai 30
0 < 1300 dan > 1750 Tidak sesuai 15
3. Ketinggian tempat
(mdpl)
400 Sesuai 30
‘ > 400 Tidak sesuai 15
Dari tabel di atas, dapat dibuat jumlah nilai tertinggi dan nilai terendah untuk
ketiga parameter sebagai berikut:
17
Tabel 6. Nilai Tertinggi dan Terendah Parameter Kesesuaian Lahan
No. Parameter Nilai Tertinggi Nilai Terendah
1. Jenis Tanah 40 20
2. Curah Hujan 30 15
3. Ketinggian tempat 30 15
Jumlah 100 50
Untuk menentukan rentang skala nilai suatu klasifikasi digunakan
rumus yaitu nilai skor terendah dikali selisih jumlah klasifikasi dikurangi satu
dibagi dengan jumlah klasifikasi.
Rentang skala = (Nilai tertinggi-Nilai Terendah) : 3
Dengan demikian rentang skala klasifikasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih
sebagai berikut:
Tabel 7. Nilai Skor Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih
No. Kesesuaian Lahan Rentang Skala Nilai Skor
1. Sesuai 84 + 16 =100 100-84
2. Cukup sesuai 67 + 16 = 83 83-67
3. Tidak sesuai 50 + 16 =66 66-50
C. Jenis Tanah di KPHP Batu Lanteh
Jenis tanah di wilayah KPHP Batu Lanteh meliputi alluvial coklat kekelabuan;
alluvial kelabu tua; latosol coklat kemerahan; komplek mediteran coklat dan
mediteran coklat kemerahan; kepulauan; kompleks litosol dan mediteran coklat
kemerahan; kompleks litosol dan mediteran coklat; komplek mediteran coklat dan
latosol; mediteran coklat dan mediteran coklat kemerahan. Dari 238 petak, terdapat
18
39 petak yang cocok untuk kayu putih dan 199 petak yang tidak cocok untuk kayu
putih. Berikut adalah peta jenis tanah di KPHP Batu Lanteh:
Gambar 2. Peta Jenis Tanah KPHP Batu Lanteh
D. Curah Hujan di KPHP Batu Lanteh
Berdasarkan Schmidt dan Ferguson tipe iklim di KPHP Batulanteh mempunyai
tipe D dan E. Curah hujan tahunan di KPHP Batu Lanteh antara 1000-1600
mm/tahun. Hujan mulai turun berkisar bulan November dan Desember, dengan
curah hujan tertinggi 215 – 629 mm/hari. Hari hujan tertinggi 15 – 23 hari, dan
bulan kering pada bulan Mei – November, dengan temperatur berkisar antara 24 -
32°C. Berdasarkan komparasi dengan kesesuaian curah hujan, diketahui bahwa
terdapat 74 petak yang tidak sesuai karena memiliki curah hujan 1000<1300
mm/tahun dan terdapat 164 petak yang sesuai karena memiliki curah hujan 1300-
1600 mm/tahun. Berikut adalah peta curah hujan KPHP Batu Lanteh:
19
Gambar 3. Peta Curah Hujan KPHP Batu Lanteh
E. Topografi di KPHP Batu Lanteh
Untuk mengetahui kondisi topografi KPHP Batu Lanteh, digunakan peta
topografi Pulau Sumbawa yang diclip dengan peta wilayah kerja KPHP Batu Lanteh.
Berdasarkan hasil clip, diketahui bahwa wilayah kerja KPHP Batu Lanteh memiliki
ketinggian antara 0 – 1.737,5 meter di atas permukaan laut. Dari hasil analisis
ARCGIS juga diketahui bahwa terdapat 177 petak yang sesuai untuk tanaman kayu
putih dan 61 petak yang tidak sesuai dengan tanamana kayu putih. Berikut adalah
peta topografi KPHP Batu Lanteh:
20
Gambar 4. Peta Topografi KPHP Batu Lanteh
F. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kayu Putih
Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman kayu putih dilakukan dengan
pemodelan overlay (intersect) dengan pendekatan kuantitatif berjenjang.
Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan skoring atau penilaian variable atas
suatu nilai atribut tertentu dan melakukan kalkulasi berdasarkan skor masing-masing
variable.
Dari hasil intersect diketahui terdapat 39 (tiga puluh sembilan) petak dengan
luasan 8.509,36 Ha yang sesuai untuk tanaman kayu putih. Jumlah petak dengan
klasifikasi cukup sesuai untuk tanaman kayu putih sebanyak 87 (delapan puluh
tujuh) petak seluas 8.592,63 Ha. Sedangkan jumlah petak yang tidak sesuai untuk
tanaman kayu putih sebanyak 112 (seratus dua belas) petak dengan luasan
14.280,46 Ha.
21
Berdasarkan fungsi kawasan hutan, maka pada hutan produksi, terdapat 52
(lima puluh dua) petak yang cukup sesuai dan 92 (sembilan puluh dua) petak yang
tidak sesuai untuk tanaman kayu putih. Pada hutan produksi terbatas, terdapat 2
(dua) petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih dan 35 (tiga puluh lima) petak
yang cukup sesuai. Sedangkan pada hutan lindung, terdapat 37 (tiga puluh tujuh)
petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih dan 20 (dua puluh) petak yang tidak
sesuai untuk tanaman kayu putih.
Gambar 5. Peta Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kayu Putih di KPHP Batu Lanteh
22
Berikut adalah tabel jumlah dan luas petak kesesuaian lahan tanaman kayu putih
pada KPHP Batu Lanteh:
Tabel 8. Jumlah dan Luas Petak Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Lahan Tanaman
Kayu Putih Pada KPHP Batu Lanteh
No. Tingkat kesesuaian
lahan
Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas
Hutan Lindung Jumlah
Jml
Petak
Luas
Petak (Ha)
Jml
Petak
Luas
Petak (Ha)
Jml
Petak
Luas
Petak (Ha)
Jml
Petak
Luas
Petak (Ha)
1. Sesuai 0 0 2 286,47 37 8.222,89 39 8.509,36
2. Cukup sesuai 52 5.139,50 35 3.453,13 0 0 87 8.592,63
3. Tidak sesuai 92 9.986,60 0 0 20 4.293,86 92 14.280,46
Jumlah 144 15.126,10 37 3.739,60 57 12.516,75 238 31.382,45
Berikut adalah grafik kesesuaian lahan tanaman kayu putih di KPHP Batu Lanteh:
Gambar 7. Grafik Kesesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih di KPHP Batu Lanteh
0 0 2 286,47 37
8.222,89
52
5.139,50
35
3.453,13
0 092
9.986,60
0 0 20
4.293,86
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Jml Petak Luas Petak (Ha) Jml Petak Luas Petak (Ha) Jml Petak Luas Petak (Ha)
Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Lindung
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kayu Putih di KPHP Batu Lanteh
Sesuai Cukup sesuai Tidak sesuai
23
Wilayah kerja KPHP Batu Lanteh terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi.
Kawasan hutan tersebut kemudian dibagi per blok dengan pembagian terdiri dari:
1.) hutan lindung (blok inti), 2.) hutan lindung (blok pemanfaatan), 3.) hutan
produksi (blok perlindungan), 4.) hutan produksi (blok pemanfaatan HHK-HA), 5.)
hutan produksi (blok pemanfaatan HHK-HT), 6.) hutan produksi (blok pemberdayaan
masyarakat) dan 7.)hutan produksi (blok khusus). Berdasarkan blok arahan fungsi
tersebut, rincian petak kesesuaian lahan tanaman kayu putih di KPHP Batu Lanteh
adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Jumlah dan Luas Petak Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman Kayu Putih Pada Blok Arahan KPHP Batu Lanteh
No. Tingkat kesesuaian lahan
Hutan Produksi dan Hutan Lindung
Jml Petak Luas Petak (Ha) Blok Arahan
1 2 3 4 5 1. Sesuai 25 5.058,47 HL-Inti
12 3.164,42 HL-Pemanfaatan
2 286,47 HP-Pemberdayaan
Masyarakat
Jumlah 39 8.509,36
2. Cukup Sesuai 2 188,41 HP-Khusus
7 647,31 HP-Pemanfaatan
HHBK
49 4.631,86 HP-Pemanfaatan kawasan (wilayah tertentu)
7 1.045,29 HP-Pemberdayaan
Masyarakat
22 2.079,76 HP-Perlindungan
Jumlah 87 8.592,63
3. Tidak Sesuai 11 2.480,80 HL-Inti
8 1.758,91 HL-Pemanfaatan
3 205,54 HP-Pemanfaatan
HHBK
87 9.588,87 HP-Pemanfaatan kawasan (wilayah
tertentu)
3 246,34 HP-Pemberdayaan masyarakat
Jumlah 92 14.280,46
Jumlah 1+2+3 238 31.382,45
24
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebaran petak yang sesuai untuk tanaman
kayu putih yang berada di blok HL-Inti sebanyak 25 petak, blok HP-Pemanfaatan
wilayah tertentu sebanyak 12 petak, blok HP-Pemberdayaan masyarakat sebanyak 2
petak. Sebaran petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu putih, pada blok HP-
Khusus sebanyak 2 petak, blok HP-Pemanfataan HHBK sebanyak 7 petak, blok HP-
Pemanfaatan kawasan wilayah tertentu sebanyak 49 petak, blok HP-Pemberdayaan
masyarakat sebanyak 7 petak, blok HL inti sebanyak 3 petak dan blok HP
pemanfaatan sebanyak 10 petak dan HP-Perlindungan sebanyak 22 petak. Sebaran
petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih, pada blok HL-Inti sebanyak 11
petak, blok HL-Pemanfaatan wilayah tertentu sebanyak 8 petak, blok HP-
Pemanfaatan HHBK sebanyak 3 petak, blok HP-Pemanfaatan kawasan wilayah
tertentu sebanyak 87 petak dan blok HP-Pemberdayaan masyarakat sebanyak 3
petak.
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat
diambil sebagai berikut:
1. Jenis tanah pada KPHP Batu Lanteh hanya ada 10 (sepuluh) yaitu alluvial coklat
kekelabuan; alluvial kelabu tua; latosol coklat kemerahan; komplek mediteran
coklat dan mediteran coklat kemerahan; kepulauan; kompleks litosol dan
mediteran coklat kemerahan; kompleks litosol dan mediteran coklat; komplek
mediteran coklat dan latosol; mediteran coklat; dan mediteran coklat kemerahan.
2. Berdasarkan jenis tanah, terdapat 39 petak yang sesuai dan 199 petak yang
tidak sesuai untuk tanaman kayu putih.
3. Tipe iklim pada kawasan KPHP Batu Lanteh adalah antara D dan E, dengan curah
hujan berkisar antara 1000-1600 mm/tahun.
4. Berdasarkan jumlah curah hujan, terdapat 164 petak yang sesuai dan 74 petak
yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih.
5. Ketinggian tempat di KPHP Batu Lanteh antara 0 – 1.737,5 mdpl.
6. Berdasarkan ketinggian tempat, terdapat 177 petak yang sesuai dan 61 petak
yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih.
7. Jumlah petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih, sebanyak 39 petak seluas
8.509,36 Ha.
8. Jumlah petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu putih sebanyak 87 petak
seluas 8.592,63 Ha.
9. Jumlah petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih sebanyak 92 petak
seluas 14.280,46 Ha.
10. Pada hutan produksi, tidak ada petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih.
11. Pada hutan produksi, jumlah petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu putih
sebanyak 52 petak seluas 5.139,50 Ha.
12. Pada hutan produksi, jumlah petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih
sebanyak 92 petak seluas 9.986,60 Ha.
26
13. Pada hutan produksi terbatas, jumlah petak yang sesuai untuk tanaman kayu
putih sebanyak 2 petak seluas 286,47 Ha.
14. Pada hutan produksi terbatas, jumlah petak yang cukup sesuai untuk tanaman
kayu putih sebanyak 35 petak seluas 3.453,13 Ha.
15. Pada hutan produksi terbatas, tidak ada petak yang tidak sesuai untuk tanaman
kayu putih.
16. Pada hutan lindung, jumlah petak yang sesuai untuk tanaman kayu putih
sebanyak 37 petak seluas 8.222,89 Ha.
17. Pada hutan lindung, tidak ada petak yang cukup sesuai untuk tanaman kayu
putih.
18. Pada hutan lindung, jumlah petak yang tidak sesuai untuk tanaman kayu putih
sebanyak 20 petak seluas 4.293,86 Ha.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka saran yang diberikan
adalah:
1. Karya tulis ini dapat diberikan kepada managemen KPHP Batu Lanteh sebagai
bahan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi lahan hutan.
2. Kajian-kajian tentang kesesuaian lahan untuk jenis tanaman lain perlu dilakukan,
sebagai bahan pertimbangan kegiatan rehabilitasi lahan hutan agar tingkat
keberhasilan kegiatan bisa tinggi.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Budidaya Kayu Putih. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Anto Rimbawanto dan Mudji Susanto. Topik I Kayu Putih. Buku Seri Iptek V
Kehutanan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan.
Budi Susetyo, dkk. 2014. Analisis Spasial Kemampuan dan Kesesuaian Lahan Untuk
Mendukung Model Perumuasan Kebijakan Manajemen Lanskap di Sempadan
Ciliwung, Kota Bogor. Majalah Ilmiah Globe No. 1 Juni 2014: hal 51-58.
Dr. Noor Khomsah Kartikawati, S.Hut, MP, dkk. 2014. Budidaya dan Prospek
Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). IPB Press.
Erlynda Kumalajati, 2017. Bahan Ajar Pengenalan Tanaman Kayu Putih, Pada
Pelatihan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Usaha Pemanfaatan
HHBK Kayu Putih.
G. Manjela Eko Hartoyo, dkk. 2010. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis
(SIG) Tingkat Dasar. Tropenbos Internasional Indonesia Programme.
I Nyoman Dibia. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman
Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) pada Kawasan Hutan Produksi Bali
Barat (Kecamatan Gerokgak) Kabupaten Buleleng Bali. Agrotrop. 5 (2): 154-
205 ISSN 2008-155x.
Muhammad Rasid Ridho. Cara Membuat Tabel Rentang Skala Untuk Analisis
Deskriptif. https://emerer.com/cara-membuat-tabel-rentang-skala-untuk-
analisis-deskriptif/
Puspics. Pelatihan Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis Tingkat Dasar. Fakultas Geografi UGM. 2017
Puspics. Pelatihan Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis Tingkat Analis. Fakultas Geografi UGM. 2018
Rato Firdaus Silamon, dkk, 2015. Analisis Degradasi Lahan dan Evaluasi Kesesuaian
Lahan Hutan Tanaman Industri di Desa Marga Karya, Resort Semamung,
KPHP Batulanteh. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol.1 No. 2.
28
Senawi, 1997. Identifikasi Sistem Lahan dan Kesesuaian Lahan Hutan Dengan
Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Program Pasca
Sarjana. Universitas Gadjah Mada.
Sudaryono, 2010. Evaluasi Kesuaian Lahan Tanaman Kayu Putih Kabupaten Buru,
Provinsi Maluku. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vo.11 No. 1 Hal. 105-116
Sofyan Ritung, dkk. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta
Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan
World Agroforestry Centre.
Supriyadi, dkk. Studi Kasus Analisis Kesesuaian Untuk Penanaman Spesies Kayu
Putih (Meleleuca leucadendron) pada Wilayah Kerja KPH Yogyakarta dengan
Menggunakan Pemodelan SIG. Pelatihan Aplikasi Teknologi Penginderaan
Jauh dan SIG Tingkat Dasar. 2017