rencana pengelolaan hutan jangka panjangkphl.sim-pdashl.menlhk.go.id/kphlnew/report/dok_rphjp/rphjp...

122
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) MODEL MALUNDA Jl. Poros Mamuju, Salutambung Kec. Ulumanda. Majene RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL MODEL MALUNDA (UNIT X) DI KABUPATEN MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL MALUNDA MAJENE, 2015

Upload: buiduong

Post on 06-Jul-2019

323 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL)

MODEL MALUNDA Jl. Poros Mamuju, Salutambung Kec. Ulumanda. Majene

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

KPHL MODEL MALUNDA (UNIT X) DI KABUPATEN MAJENE

PROVINSI SULAWESI BARAT

DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL MALUNDA

MAJENE, 2015

BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL MODEL MALUNDA Digandakan dan dijilid oleh : Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV Tahun 2015

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Malunda ditetapkan berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 753/Menhut-II/2012 dengan luas 52.071

ha.

2. Wilayah KPHL Malunda terletak di Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat

seluas 52.071 ha. KPHL Model Malunda terletak 118° 46’ 59,2” -119° 04’ 24,4” BT

dan 02° 54’ 52” – 03° 28’ 18,7” LS. Seluruh kawasan hutan yang terdapat di

Kabupaten Majene menjadi wilayah kerja pengelolaan KPHL Malunda.

3. Wilayah KPHL Malunda dibagi blok-blok pengelolaan yaitu Blok inti (HL) seluas

944,05 ha, blok pemanfaatan (HL) seluas 42.407,12 ha, blok khusus (HL) seluas

1.757,83 ha, Blok pemanfaatan (HPT) seluas 1.796,73 ha, blok pemanfaatan jasa

lingkungan (HPT) seluas 1.175,41 ha, blok perlindungan (HPT) seluas 485,04 ha,

dan blok pemberdayaan (HPT) seluas 3.504,82 ha. Wilayah tertentu seluas

31.510,69 ha terletak pada blok pemanfaatan (HPT) seluas 1.796,74 ha, pada blok

pemanfaatan jasa lingkungan (HPT) seluas 1.175,41 ha dan pada blok

pemanfaatan (HL) seluas 28.538,55 ha.

4. Visi KPHL Malunda adalah “Menjadi KPHL Model yang berbasis aneka usaha

kehutanan (AUK) yang madani untuk terwujudnya kemandirian petani

dan pengelolaan hutan lestari” . Visi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam

misi KPHL Malunda, yaitu (1). Penguatan kelembagaan KPHL, (2). Pemantapan

kawasan hutan, (3). Pemanfaatan hutan dan pengembangan wirausaha

kehutanan, dan (4). Pengembangan AUK sesuai potensi hutan yang terdapat di

areal KPHL Malunda, (5). Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS,

(6). Pemberdayaan masyrakat di sekitar hutan.

5. Capaian utama yang diharapkan dalam 10 tahun ke depan berdasarkan tujuan

yang telah dirumuskan yang merupakan penjabaran dari misi KPHP Budong-

Budong adalah (1). Pemantapan kawasan hutan, (2). Resolusi konflik dan

pengendalian perambhan kawasan hutan, (3). Penguatan kelembagaan KPHL

Malunda, (4). Peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan, (5). Pengembangan

ekonomi wilayah melalui PAD sektor kehutanan daro KPH, (6). Terdefinisi dengan

jelas tupoksi dan peran antara kelembagaan KPHL dengan kelembagaan dinas

kehutanan dan perkebunan Kabupaten Majene, (7). Terbangunnya model

pengelolaan hutan ditingkat tapak pada KPHL Malunda, (8). Pengendalian,

iii

pengawasan dan kolaborasi pengelolaan antar pemegang ijin dengan pengelola

KPH.

6. Potensi non kayu yang memungkinkan pada KPHL malunda yaitu berupa rotan,

gaharu dan lebah madu.

7. Berdasarkan data yang diperoleh di areal wilayah KPHL Malunda, terdapat flora

yang mendominasi yaitu Lewani, Damar-damar, dan Bitti/aholla. Seangkan

faunanya diantaranya Burung Alo, Anoa, Kera, Ular dan Rusa.

8. Potensi jasa lingkungan berupa danau, air terjun, pemandangan alam yang indah.

9. Proyeksi kondisi yang diharapkan pada blok-blok pengelolaan yaitu berupa

rencana program/kegiatan rehabilitasi areal, perlindungan dan pengamanan

hutan, inventarisasi berkala dan penataan areal KHDTK/HHBK, pengembangan

plot penelitian, pengembangan skim AUK pola agroforestry, penyadapan getah

pohon damar, rotan dan gaharu, pemanfaatan jasa lingkungan untuk wisata alam,

air mineral, PLTMH, pengusahaan hutan kayu, pengembangan pola agroforestry

penghasil kayu, dan pengembangan pola agroforestry penghasil non kayu.

10. Untuk menarik minat investor untuk terlibat dalam berbagai program pengelolaan

KPHL Malunda, maka prioritas arah kebijakan yang perlu diciptakan oleh lembaga

KPHL Malunda, meliputi ; (a) Mengurangi biaya transaksi dan praktek ekonomi

biaya tinggi baik untuk tahap memulai maupun operasinal bisnis, dan (b) Menata

aturan main yang jelas dan pemangkasan birokrasi dengan prinsip transparansi

dan tata pemerintahan yang baik.

11. Langkah strategis yang perlu diakukan lembaga KPHL Malunda untuk mewujudkan

kebijakan pengembangan investasi diwilayah kerjanya, seperti:

1. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi meliputi:

Penyerderhanaan prosedur pelayanan penanaman modal

Pemberian insentive yang menarik

Konsolidasi perencanaan peluang investasi

Pengembangan sistim informasi peluang investasi pada KPHL Malunda

Pengkajian regulasi bidang investasi sektor kehutanan

2. Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi meliputi:

iv

Penyediaan sarana dan prasana daerah terkait investasi di sektor usaha

kehutanan

Fasilitasi terwujudnya kerjasama antara usaha besar dan UKM

Promosi Peluang dan Prospek investasi pada kawasan KPHLMalunda

Mendorong dan menfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di

bidang investasi sektor usaha kehutanan dengan instansi terkait dan dunia

usaha

12. Mekanisme pembinaan dan pengawasan pengelolaan hutan meliputi mekanisme

pembinaan/pengawasan pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat, dan

mekanisme pembinaan/pengawasan pengelolaan hutan oleh dinas kehutanan

daerah kabupaten. Adapula mekanisme pembinaan manajemen oelh KPHL

Malunda terhadap pemegang ijin serta pembinaan organisasi dan SDM internal

KPHL Malunda.

13. Pemantauan, evaluasi dan pembuatan laporan adalah kegiatan penting

dilaksanakan oleh KPHL Malunda. Metode dan standar pelaksanaannya akan

merujuk kepada organisasi standar Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan

Kabupaten Majene.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya,

buku Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Malunda Provinsi Sulawesi Barat dapat

diselesaikan. Dalam rangka mendorong beroperasinya KPHP tersebut, Kementerian

Kehutanan melalui DIPA BPKH Wilayah VII Makassar Tahun 2013, melakukan fasilitasi

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Malunda Provinsi Sulawesi Barat

sebagai Rencana Pengelolaan Jangka Panjang 10 tahun (2014 – 2023) yang akan dijadikan

acuan bagi pengelola KPHL Model Malunda dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan

jangka pendek yang lebih detail.

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan ini telah melalui serangkaian proses yang

melibatkan berbagai stakeholder. Serangkaian pembahasan telah dilakukan oleh Tim Kerja

yang terdiri atas BPKH Wilayah VII Makassar, pengelola KPHL Model Malunda, Dinas yang

membidangi Kehutanan kabupaten Majene, Dinas yang membidangi kehutanan Provinsi

Sulawesi Barat serta instansi terkait lainnya yang didampingi oleh Tim Ahli dari Fakultas

Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar. Sebelumnya, draft rencana pengelolaan hutan

telah dibahas oleh stakeholder terkait melalui Konsultasi Publik.

Meskipun demikian, disadari bahwa Rencana Pengelolaan Hutan ini masih memiliki

banyak kekurangan terlebih bila menyadari kondisi aktual di lapangan yang menuntut agar

institusi KPH memiliki dokumen perencanaan yang relatif fleksibel dan mampu menjawab

berbagai dinamika perubahan di tingkat tapak. Disamping itu, buku ini masih melalui

serangkaian proses penilaian dan pengesahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur

dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP. Oleh karena itu, saran-saran dan

masukan demi penyempurnaan rencana pengelolaan ini akan diterima dengan baik.

Kepada seluruh pihak yang terlibat dan telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini

kami ucapkan terima kasih. Semoga buku ini bermanfaat untuk semua pihak serta akan

menjadi dokumen perencanaan yang baik bagi pengelola KPHL Model Malunda Provinsi

Sulawesi Barat.

Majene, Desember 2013 Kepala KPHL Model Malunda Ir. Syarifuddin J NIP. 19610418 199403 1 008

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR TABEL....................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi

BAB. I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Tujuan .................................................................................... 3

C. Sasaran .................................................................................. 4

D. Ruang Lingkup ....................................................................... 5

E. Batasan Pengertian ……………………………………………… 5

BAB II. DESKRIPSI KAWASAN.............................................................. 8

A. Risalah Wilayah KPHL Malunda ............................................. 8

B. Potensi Biofisik Wilayah KPHL malunda ................................ 19

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ...................................... 24

D. ................................................................................................. Pemanfaatan

Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan ............................... 31

E. ......................................................................................................... Isu Strategis,

Kendala dan Permasalahan …………......... ................................ 31

BAB III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN …………………… 34

A. ................................................................................................. Visi dan Misi Provinsi Sulawesi Barat dan kabupaten Majene Di Bidang Kehutanan............................................ 34

iv

B. ................................................................................................. Visi dan Misi

KPHL Malunda ….…..............……………… 37

C. ................................................................................................. Tujuan.............

.....................................……………………. 38

BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI ....................................................... 39

A. ................................................................................................ Blok Inti HL

.............................................................................................. 39

B. ................................................................................................ Blok Khusus

HL ......................................................................................... 40

C. ................................................................................................ Blok

Pemanfaatan HL ................................................................... 43

D. ................................................................................................ Blok

Pemanfaatan HPT ................................................................. 46

E. ................................................................................................ Blok

Pemberdayaan HPT .............................................................. 49

F. ................................................................................................ Blok

Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK (HPT) ................ 51

G. ................................................................................................ Blok

Perlindungan HPT ................................................................. 52

BAB V. RENCANA KEGIATAN ............................................................... 55

A. ................................................................................................ Inventarisasi

Berkala Wilayah Kelola serta Penataan Hutan ..................... 55

v

B. ................................................................................................ Pemanfaatan

Hutan pada Wilayah Tertentu ............................................... 57

1. ........................................................................................... Kegiatan Pokok dalam Wilayah Tertentu untuk pengusahaan hasil hutan kayu dan non kayu ................ 63

2. ........................................................................................... Kegiatan Pokok dalam wilayah tertentu pada Blok Pemanfaatan HPT untuk Hasil Hutan non kayu ............. 65

3. ........................................................................................... Kegiatan Pokok dalam Wilayah tertentu untuk pengusahaan Jasa Lingkungan ...................................... 65

C. Pemberdayaan Masyarakat ................................................... 66

1. ........................................................................................... Kegiatan pokok pada Blok Pemberdayaan untuk Skim HTR atau HKM ............................................................... 67

2. ........................................................................................... Kegiatan Pokok pada Blok Pemberdayaan untuk Pengusahaan hasil hutan non kayu (HHbK) ................... 67

D. ................................................................................................ Pembinaan dan Pemantauan Pemanfaatan Hutan dan Pengelolaan Kawasan Hutan ................................................ 68

E. ................................................................................................ Penyelenggara

an Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin .................................. 68

1. ........................................................................................... Dasar Hukum

Pelaksanaan Rehabilitasi di luar izin .............................. 68

2. ........................................................................................... Lokasi Penyelenggaraan Rehabilitasi areal KPHL Malunda .......................................................................... 70

3. ........................................................................................... Jenis Komoditas yang diinginkan oleh Masyarakat dalam Rehabilitasi di luar izin ......................................... 70

vi

4. ........................................................................................... Model

Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........................................ 71

5. ........................................................................................... Civil Teknis

dalam RHL ..................................................................... 73

F. ................................................................................................ Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi Dan Reklamasi pada Areal Yang Sudah ada IPPKH ............ 73

G. ................................................................................................ Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ...................................................................................... 73

H. ................................................................................................ Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar Pemegang Izin ...................................................................... 74

I. ................................................................................................. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Pemangku Kepentingan .......................................................................... 75

J. ................................................................................................. Penyediaan

dan Peningkatan Kapasitas SDM .......................................... 77

1. ........................................................................................... Dasar Acuan Peraturan dan Landasan Pemikiran Penyediaan SDM............................................................ 77

2. ........................................................................................... Struktur Organisasi dan Penyediaan SDM KPHL Malunda .......................................................................... 78

K. ................................................................................................ Penyediaan

Pendanaan ................................................................. 83

L. ................................................................................................ Pengembanga

n Database ............................................................................ 86

1. Masalah .......................................................................... 86

2. Sasaran .......................................................................... 86

vii

M. Rasonalisasi Wilayah Kelola .......................................... 86

1. Rasionalisasi Luas Wilayah Kelola Kegiatan Perlindungan dan Pengamanan Hutan........................... 87

2. Rasionalisasi Luas Wilayah Kelola Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Konservasi SDH ........................ 88

3. Rasionalisasi Luas Wilayah Kelola Kegiatan Pemungutan HHBK ........................................................ 88

N. Review Rencana Pengelolaan (5 Tahun) ....................... 90

O. Pengembangan Investasi ............................................... 92

BAB VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN ........... 96

A. Dasar Hukum ................................................................. 96

1. Mekanisme Pembinaan Perencanaan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat ......................................... 96

2. Mekanisme Pembinaan Perencanaan Pengelolaan Hutan oleh Dinas Kehutanan Daerah Kabupaten ........... 97

B. Mekanisme Pengawasan Pengelolaan Hutan ................ 98

1. Mekanisme Pengawasan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat ........................................................... 98

2. Mekanisme Pengawasan Pengelolaan Hutan oleh Kabupaten Majene ......................................................... 98

C. Mekanisme Pembinaan Manajemen oleh KPHL Malunda Terhadap Pemegang Izin ...................................................... 99

D. Pembinaan Organisasi dan SDM Internal KPHL Malunda 100

1. Pembinaan Teknis .......................................................... 100

2. Pengawasan ................................................................... 101

3. Pengendalian ................................................................ 101

BAB VII. PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN .................... 102

viii

A. Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan............................... 102

B. Pelaporan ....................................................................... 103

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. ....................................................................................................... Sebaran Areal

Blok Inti Pada KPHL Malunda .................................................... 12

2. ....................................................................................................... Sebaran Areal

Blok Pemanfaatan Pada KPHL Malunda ...................................... 12

3. ....................................................................................................... Sebaran Areal

Blok Khusus Pada KPHL Malunda .............................................. 14

4. ....................................................................................................... Sebaran Areal

Blok Wilayah Tertentu Pada KPHL Malunda ................................ 15

5. ....................................................................................................... Sebaran AreaL

Blok Jasa Lingkungan Pada KPHL Malunda................................. 17

6. ....................................................................................................... Sebaran Areal

Blok Perlindungan Pada KPHL Malunda ...................................... 17

7. ....................................................................................................... Sebaran Areal

Blok Perlindungan Pada KPHL Malunda ...................................... 18

8. ....................................................................................................... Keanekaragam

an Jenis Pohon pada Areal KPHL Malunda ................................. 19

ix

9. ....................................................................................................... Potensi Volume

Pohon pada Areal KPHL Malunda .............................................. 20

10. Potensi Jumlah Pohon per Hektar pada Areal KPHL Malunda ..... 21

11. Dugaan Rata-rata Potensi Tiang, Pancang dan Semai …………….. 21

12. Potensi Jasa Lingkungan Yang Terdapat Pada KPHL Malunda .... 23

13. jenis Tanaman yang Dibudidayakan Penduduk Desa Sekitar Areal Eks KPHL Malunda……………………………………………………….. 24

14. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo terhadap Kawasan Hutan…………………………………………………………………… 24

15. ..................................................................................................... Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo Selatan terhadap Kawasan Hutan …………………………………………………… 27

16. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Sambabo terhadap

Kawasan Hutan ………………………………………………………………… 29

17. Blok Inti HL pada KPHL Malunda ......................................... 39 18. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok Inti .. 40

19. Blok Khusus HL pada KPHL Malunda … ..................................... 41

20. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok Khusus HL ……………………………………………………………………….. 42

21. Blok Pemanfaatan HL pada KPHL Malunda ............................... 43

22. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan

Blok Pemanfaatan HL ……………………………………………………….. 45

23. Blok Pemanfaatan HPT pada KPHL Malunda ............................. 47 24. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pengelolaan Blok Pemanfaatan HPT .................................................................. 48

25. Blok Pemberdayaan HPT pada KPHL Malunda.......................... 49 26. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada BlokPemberdayaan HPT 50

x

27. Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada KPHL Malunda .............. 51

28. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pengelolaan Blok Jasa Lingkungan dan HHBK(HPT) ........................................... 52

29. Blok Perlindungan HPT pada KPHL Malunda .......................... 53

30. Proyeksi Kondisi yang diharapkan Pada BlokPerlindungan HPT . 54

31. Blok pada KPHL Malunda yang perlu mendapat prioritas awal dalam inventarisasi dan penataan hutan .................................. 56 32. Program dan kegiatan strategis pada blok Pemanfaatan wilayah tertentu di KPHL Malunda .................................................... 58

33. Lokasi yang direncanakan menjadi Wilayah tertentu pengusahaan hutan Kayu dan Non Kayu…………………………………………………… 64 34. Letak dan Luas Blok pemberdayaan KPHL Malunda Kabupaten Majene ................................................................. 66 35. Areal Blok inti dan Blok Perlindungan yang Perlu dilakukan Program Kegiatan Perlindungan dan Konservasi Alam .............. 73

36. Jenis Kegiatan dan Bentuk Koordinasi Instansi Terkait dengan KPHL Malunda …………………………………………………………… 75

37. Pembagian Tugas dan fungsi serta wilayah kerja pada struktur organisasi KPHL Malunda ......................................................... 80 38. Tingkat Pendidikan Formal SDM yang Mengisi Struktur Organisasi KPHL Malunda …………………………………………………………………... 81 39. Kelompok Kompetensi Jabatan Struktural dan Kepala Resort pada KPHL Malunda …………………………………………………………… 82 40. Potensi Sumber Pendanaan yang Dapat Diperoleh dalam Pengelolaan Areal oleh Lembaga KPHL Malunda ........................ 85 41. Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Malunda Selama Sepuluh Tahun ..................................... 90 42. Format matriks review Kinerja Lima Tahunan KPHL Malunda ...... 92

xi

43. Peluang Pengembangan Investasi pada Berbagai Pengelolaan Hutan oleh KPHL Malunda ……………………………………………………… 94

44. Contoh Format Laporan Evaluasi Kegiatan ……………………. 103

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kriteria Blok Arahan Pemanfaatan pada Hutan Lindung…………………… .. 26

2. Kriteria Blok Arahan Pemanfaatan pada Hutan Produksi……………….... .. 27

3. Alur Koordinasi dan Sinergis Pengelolaan Hutan pada Areal KPHL Malunda…………………………………………………………………………. . 76

4. Bagan struktur organisasi KPHL dan KPHP provinsi/kabupaten/kota tipe A……………………………………………………………………………………. . 77

5. Bagan struktur organisasi KPHL dan KPHP provinsi/kabupaten/kota tipe B…………………………………………………………………….. 77

xii

6. Struktur Organisaisi KPHL Malunda…………………………………………… . 79

1

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Degradasi sumberdaya hutan dari waktu ke waktu memperlihatkan

kecenderungan yang semakin meningkat, meskipun program penanggulangannya

selalu mengindikasikan adanya peningkatan dari tahun ke tahun, paling tidak dari

segi anggarannya. Sementara itu, sejumlah pihak mengindikasikan bahwa

masyarakat di sekitar hutan tetap tidak beranjak dari kondisi yang

memprihatinkan dan relatif tidak mengalami perbaikan secara signifikan selama

beberapa dasa warsa terakhir.

Pengelolaan hutan lestari (PHL) yang sering dikumandangkan oleh banyak

pihak, terutama oleh pihak-pihak yang terkait dengan pengurusan, pengelolaan

dan penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya hutan, terkesan masih sebatas

tataran konsepsi. Hampir semua pihak di berbagai kesempatan berbicara tentang

PHL, sementara itu praktek-praktek di lapangan sangat bertentangan dengan

prinsip-prinsip PHL. Para pengelola dan pengguna hutan cenderung ‘sepaham’

menguras potensi hutan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek. Perambahan

dan konversi kawasan hutan untuk kepentingan non kehutanan serta illegal

logging dan atau over cutting masih terus berlanjut hampir di semua bagian

wilayah, termasuk di Sulawesi Barat. Sementara itu, para pelaksana kegiatan

rehabilitasi hutan (yang rusak) cenderung masih berpola-pikir keproyekan. Kondisi

ini lebih diperburuk lagi oleh belum efektifnya pengawasan. Kesemua kondisi

termaksud di atas inilah, yang dari waktu ke waktu, telah memunculkan

permasalahan berupa semakin meluasnya kawasan hutan yang berubah wujud

menjadi lahan kritis atau lahan tidak produktif.

Permasalahan yang disebutkan di atas juga merupakan pencerminan dari

belum efektifnya tatakelola sumberdaya hutan dan kehutanan (forest and forestry

resources governance), serta belum jelasnya pemisahan antara pengurusan hutan

(forest regulation /administration) dan pengelolaan hutan (forest management).

Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) diharapkan dapat menjadi solusi

bagi permasalahan ini. Melalui pembentukan KPH maka tata kelola hutan

diharapkan akan menjadi lebih efektif. Sejalan dengan itu, juga diharapkan akan

2

terjadi pemisahan secara jelas antara pengurusan hutan (oleh Dinas yang

mengurusi kehutanan) dengan pengelolaan hutan (oleh pengelola KPH).

Selanjutnya melalui tata kelola yang lebih efektif dan pemisahan tanggung jawab

dan wewenang yang lebih jelas dalam pengurusan dan pengelolaan hutan maka

diharapkan bahwa :

Penyusunan perencanaan pengelolaan hutan (yang didasarkan atas data yang

akurat dan up to date) akan berlangsung secara lebih baik

Rehabilitasi dan atau peningkatan produktivitas hutan dan lahan akan

terselenggara secara lebih efektif

Laju degradasi hutan akan dapat diperlambat atau diatasi

Perlindungan dan pengamanan hutan akan lebih aktif

Manfaat hutan bagi masyarakat akan dapat ditingkatkan secara nyata dari

waktu ke waktu.

Stabilitas dan kontinyuitas pasokan aneka hasil hutan dan manfaat hutan

(termasuk dalam rangka mengantisipasi carbon market) akan lebih terjamin

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas serta dengan

memperhatikan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2004, maka Pemerintah dan masyarakat

Kabupaten Majene juga memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan

pembentukan dan beroperasinya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yang salah

satu diantaranya adalah KPHL Malunda. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan

No.722/Menhut-II/2011tgl 20 Desember 2011.

Salah satu langkah awal yang harus dilaksanakan KPHL Malunda

Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat yang baru terbentuk adalah menyusun

rencana kerja pengelolaan hutan jangka panjang pada seluruh wilayah kerjanya

yang berlaku selama jangka sepuluh tahun yang selanjutnya di terjemahkan

kedalam rencana hutan jangka pendek setiap tahun. Rencana Pengelolaan

Hutan KPHL Malunda disusun berdasarkan data hasil inventarisasi hasil hutan

(kondisi biofisik, sosial ekonomi dan budaya), mengacu pada perencanaan tata

ruang wilayah tingkat nasional sampai kabupaten (RKTN, RKTP, RKTK, dan

RTRWK), serta dengan memperhatikan aspirasi berbagai sektor yang terkait

3

dengan instansi kehutanan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih

intensif untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lestari.

Penjabaran dan operasionalisasi dari dokumen perencanaan pengelolaan

hutan jangka panjang KPHL Malunda, diharapkan dapat dicapai hal – hal sebagai

berikut:

Menjadi pengungkit dalam memperbaiki tata kelola hutan yang baik

(good forestry governance).

Memastikan semua program pemerintah di bidang kehutanan dapat ditampung

di kawasan yang memiliki prioritas pengelolaan yang sama di dalam wilayah

KPHL Malunda.

Meningkatkan kemantapan kawasan hutan, baik secara legal maupun

pengakuan para pihak.

Mengurangi potensi konflik atas kawasan dan sumberdaya hutan.

Memperkecil laju degradasi hutan serta mempercepat rehabilitasi dan

reforestasi.

Meningkatkan perlindungan dan pengamanan kawasan dan sumberdaya

hutan.

Meningkatkan manfaat hutan bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

Meningkatkan stabilitas supply hasil hutan.

Menyediakan data dan informasi SDH sebagai dasar penyusunan rencana

jangka panjang dan rencana jangka pendek yang lebih detail.

Pengelolaan areal KPHL Model Malunda dapat berimplikasi dan berperan

dalam peningkatan PAD, pengembangan wilayah kabupaten Majene,

peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan ekosistem hutan tetap

terjaga fungsinya.

B. Tujuan

Penyusunan rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Malunda bertujuan

untuk :

1. Memperoleh gambaran potensi kawasan hutan yang terdapat di areal

KPHL Model Malunda, meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi,

4

kelembagaan, posisi dan letak strategis wilayah KPHL terhadap ekosistem

daerah aliran sungai (DAS) dan rencana pengembangan wilayah (RKTN,

RKTP,RKTK dan RTRWK), serta kelembagaan pemerintah dan swasta yang

terkait dan dapat berkontribusi dalam pengelolaan KPHL bersangkutan

2. Menyusun tata Hutan KPHL Model Malunda menyangkut pembagian blok

pada seluruh wilayah KPHL

3. Merumuskan rencana pegelolaan hutan jangka sepuluh tahun yang

memuat rencana strategi pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan untuk

menjamin keberlangsungan perlindungan hutan, pelestarian,

pemanfaatan, dan rehabilitasi hutan serta pembinaan kelembagaan KPHL

Malunda untuk kepentingan peningkatan profesionalisme pengelolaan

hutan di tingkat tapak.

C. Sasaran

Sasaran penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPHL

Malunda adalah;

1. Sebagai acuan dalam melaksanakan penataan hutan dan pengelolaan

hutan berdasarkan karaksteristik kondisi biofisik lahan, potensi hutan,

demografi penduduk, rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK)

serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang terdapat pada

areal KPHL.

2. Menentukan blok pengelolaan hutan sebagai arahan dan kendali dalam

melaksanakan pemanfaatan kawasan hutan dan penggunaan kawasan

hutan ditingkat tapak pada seluruh wilayah KPHL.

3. Menetapkan penggunaan dan tata kelola kawasan hutan berdasarkan

fungsi – fungsinya sesuai batas adminsitrasi dalam KPHL.

4. Menyusun rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Malunda yang

memuat rencana perlindungan hutan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi

hutan, pemberdayaan masyarakat, sinkronisasi dan sinergitas pengelolaan

hutan antar lembaga terkait serta pembinaan kelembangaan KPHL untuk

kepentingan peningkatan profesionalisme pengelolaan hutan ditingkat

tapak.

5

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Penyusunan Rencana Pengelolaan KPHL Ganda Dewata adalah:

1. Bab I berisi latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup dan batasan

pengertian

2. Bab II berisi gambaran potensi biofisik, sosial ekonomi dan budaya pada

wilayah KPHL Malunda

3. Bab III berisi gambaran visi, misi, perubahan yang diharapkan terjadi

serta capaian program pengelolaan KPHL Malunda

4. Bab IV berisi analisis proyeksi pengelolaan KPHL Malunda

5. Bab V berisi gambaran rencana pengelolaan KPHL Malunda

6. Bab VI dan bab VII menguraikan mekanisme pembinaan, pengawasan dan

pengendalian pengelolaan KPHL Malunda

E. Batasan Pengertian

Kesatuan Pengelolaan Hutan yang disingkat KPH adalah wilayah

pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat

dikelola secara efesien dan lestari dan mempunyai batas yang jelas, yang

dikelola untuk memenuhi serangkaian tujuan yang ditetapkan secara eksplisit

sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang.

1. DAS adalah daerah yang dibatasi topografi yang menampung dan

menyimpan air hujan yang jatuh diatasnya kemudian mengalirkan lewat

sungai utama

2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani

hak atas tanah.

5. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas

tanah.

6

6. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat

hukum adat.

7. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan.

8. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata

air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan

memelihara kesuburan tanah.

9. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan

satwa serta ekosistemnya.

10. Deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan

menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

11. Degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok

karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

12. Inventarisasi Hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data–data

mengenai hutan

13. Pembinaan Hutan adalah Kegiatan pembangunan hutan, penanaman dan

pemeliharaan hutan serta perlindungan hutan.

14. Penataan Hutan : Kegiatan untuk menyusun rencana – rencana

pelaksanaan untuk jangka waktu tertentu

15. Penatagunaan hutan : kegiatan untuk menetapkan hutan berdasarkan

fungsinya dalam rangka pengukuhan kawasan hutan

16. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan rencana

pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,

rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi

alam.

17. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan

kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan

adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga

kelestariannya.

7

18. Penggunaan kawasan hutan adalah merupakan penggunaan untuk

kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan

fungsi pokok kawasan hutan.

19. Kesatuan Pengelolaan Hutan, yang selanjutnya disebut KPH, adalah

wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang

dapat dikelola secara efisien dan lestari.

20. Organisasi kesatuan pengelolaan hutan lindung, yang selanjutnya disebut

KPHL, adalah organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya

sebagian besar terdiri atas kawasan hutan lindung, yang dikelola

Pemerintah Daerah.

21. Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan,

mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe

ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara

lestari.

22. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan,

mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga

daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem

penyangga kehidupan tetap terjaga.

23. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan

kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara

optimal sesuai dengan peruntukannya.

24. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi

kerusakan hutan,kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh

perbuatan manusia, ternak,kebakaran daya-daya alam, hama, penyakit,

serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan

perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta

perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

8

BAB II. DESKRIPSI KAWASAN

A. Risalah Wilayah KPHL Malunda

1. Letak dan Luas Wilayah KPHL

Wilayah KPHL Malunda terletak di Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi

Barat seluas 56.105,06 ha. KPHL Model Malunda terletak 118° 46’ 59,2” -

119° 04’ 24,4” BT dan 02° 54’ 52” – 03° 28’ 18,7” LS. Seluruh kawasan

hutan yang terdapat di Kabupaten Majene menjadi wilayah kerja

pengelolaan KPHL Malunda.

2. Geologi dan tanah

Secara umum jenis tanah dalam lokasi setiap plot tergolong dalam

jenis tanah podsolik, tanah ini merupakan tanah yang memiliki tingkat

kesuburan sedang. Tanahnya berwarna merah atau kekuning-kuningan.

Tanah podsolik mempunyai karakteristik tekstur yang lempung atau berpasir

dengan PH rendah serta memiliki kandungan unsur aluminum dan besi yang

tinggi.Karakteristik lain yang dapat ditemui pada tanah podsolik adalah daya

simpan unsur hara sangat rendah karena bersifat lempung yang beraktivitas

rendah, kejenuhan unsur basa seperti K, Ca, dan Mg, rendah sehingga tidak

memadai untuk tanaman semusim, kadar bahan-bahan organik rendah dan

hanya terdapat di permukaan tanah saja, dan penyimpanan air sangat

rendah sehingga mudah mengalami kekeringan.Perbaikan sifat fisika tanah

ini dapat ditanggulangi dengan perbaikan sifat ketahanan daya

penyimpanan air. Sementara itu, perbaikan sifat kimiawinya bisa dilakukan

dengan memperbaiki kandungan unsur hara yang ada dalam tanah.Tanah

podsolik pada umumnya terletak pada daerah yang memiliki iklim basah

dengan curah hujan lebih dari 2500 mm per tahun dan banyak terdapat di

daerah-daerah dengan topografi pegunungan.

9

3. Topografi

Kondisi Topografi pada areal kegiatan inventarisasi di KPHP Malunda

Kab. Majene pada areal plot 1-3 Memiliki topografi yang begunung,

bergelombang, dan berbukit-bukit. Dengan ketinggan diatas permukaan laut

185- 205 mdpl pada plot satu, 187-214 mdpl pada plot 2 dan 192-205 mdpl

pada plot 3, serta kelerengan rata-rata dari setiap sampel 45% areal

tergolong sangat curam, 34% curam, 20 % agak curam.

4. Aksesibilitas Kawasan Hutan

Wilayah KPHL Malunda terletak di jalan provinsi antara makassar-

mamuju. Perjalanan menuju wilayah KPHL Malunda dari Ibu Kota Propinsi

Sulawesi Barat dapat ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi

seperti mini bus, truck dan sepeda motor, dengan waktu tempuh sekitar 3

jam sampai ke batas desa terluar sebelum mencapai kawasan hutan.

5. Sejarah Wilayah KPHL Model Malunda

Pembangunan KPH di Provinsi Sulbar dimulai Tahun 2007 melalui

tahapan identifikasi terhadap kondisi obyektif kawasan hutan yang telah

ditunjuk oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan melalui Keputusan Nomor

: 890/Kpts-II/1999 pada 5 (lima) kabupaten yaitu Kabupaten Mamuju,

Mamuju Utara, Majene, Polewali Mandar, dan Kabupaten Mamasa. Beberapa

faktor yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan batas penetapan

wilayah antara satu KPH dengan KPH lainnya di Provinsi Sulbar, antara lain

adalah: keadaan biofisik sumber daya hutan, batas DAS, keadaan sosial

ekonomi dan budaya masyarakat, batas administrasi wilayah pemerintahan,

batas kawasan hutan, batas-batas alam, serta kemungkinan pengembangan

wilayah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, pada tanggal 24 Juli 2007 di

Mamuju telah diadakan pertemuan teknis antara Badan Planologi

Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat, Dinas-dinas

Kabupaten yang mengurusi bidang kehutanan, UPT Kementerian

10

Kehutanan, serta Tim Pakar dari Universitas Hasanuddin. Pertemuan

tersebut bertujuan untuk membahas penyusunan draft penetapan wilayah

KPH yang dilanjutkan dengan konsultasi publik pada tanggal 28 Desember

2007. Konsultasi publik tersebut diikuti oleh BPKH, instansi yang menangani

kehutanan di 5 kabupaten, serta stakeholder lainnya yang terkait guna

menghimpun masukan dalam menyusun rencana tindak (action plan)

pembangunan KPH Provinsi Sulawesi Barat. Pada kedua pertemuan

tersebut, telah disepakati bahwa seluruh kawasan hutan di Provinsi Sulawesi

Barat akan dibagi menjadi 11 (sebelas) wilayah KPH, yaitu: KPHL Malunda

di Kabupaten Majene, KPHL Mamasa di Kabupaten Mamasa, KPHK Ganda

Dewata di Kabupaten Mamasa-Kabupaten Mamuju, KPHP Karama di

Kabupaten Mamuju, KPHK Kalumpang di Kabupaten Mamuju, KPHL

Pasangkayu di Kabupaten Mamuju Utara, KPHL Lariang di Kabupaten

Mamuju Utara, KPHL Sarudu di Kabupaten Mamuju Utara, KPHP Budong–

Lebbo di Kabupaten Mamuju, KPHL di Karossa Kabupaten Mamuju, KPHL

Mapilli di Kabupaten Polman. Hasil kesepakatan tersebut di atas, kemudian

ditindaklanjuti dengan Usulan Penetapan Wilayah KPH melalui Surat

Gubernur Sulawesi Barat Nomor : 522.2/001/I/Dishutbun tanggal 2 Januari

2008 kepada Menteri Kehutanan.

Pada tanggal 1 sampai 5 Desember 2008, Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Provinsi Sulawesi Barat melaksanakan kegiatan sosialisasi dan fasilitasi

dalam rangka penyusunan Action Plan Pembentukan KPH dan Strukturisasi

Kelembagaan KPH bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan Universitas

Hasanuddin. Peserta sosialisasi tersebut menyepakati untuk merevisi

wilayah KPH yang telah disusulkan sebanyak 11 (sebelas) wilayah menjadi

13 (tiga belas) wilayah yaitu: KPHL Pasangkayu, KPHL Lariang, KPHL

Sarudu, KPHL Karossa, KPHP Budong-Lebbo, KPHP Karama, KPHK (TSM)

Kalumpang, KPHL Malunda, KPHL Mapilli, KPHP Mamasa Barat, KPHL

Mamasa Tengah, MPHL Mamasa Timur, dan KPHK (BTN) Ganda Dewata.

Revisi tersebut dilakukan karena adanya aspirasi dari Pemerintah Kabupaten

Mamasa untuk membagi wilayah KPH Kabupaten Mamasa menjadi 3 wilayah

KPH, dengan mempertimbangkan kondisi, karakteristik, serta aksesibilitas

11

wilayah Kabupaten Mamasa. Untuk itu Gubernur Sulawesi Barat melalui

suratnya Nomor : 522.2/1175/XII/Dishutbun tanggal 9 Desember 2009 telah

mengajukan Revisi Usulan Penetapan Wilayah KPH kepada Menteri

Kehutanan.

Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya Menteri Kehutanan

melalui Keputusan Nomor : SK.799/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember

2009, telah menetapkan 13 wilayah KPH Provinsi Sulbar dengan total luas

± 1.099.827 ha yang terdiri atas KPHP sebanyak 3 Unit dengan luas

total ± 379.153 ha, dan KPHL sebanyak 10 Unit dengan luas total ±

720.674 ha.

KPHL Malunda ditetapkan sebagai KPHL Model berdasarkan SK Menteri

Kehutanan No. 753/Menhut-II/2012 tentang Penetapan Wilayah KPHL

Malunda. Luas areal KPHL Malunda berdasarkan revisi SK menteri tersebut

adalah 52.071 ha.

6. Pembagian Blok

Pembagian blok dilakukan dengan memperhatikan karakteristik biofisik

lapangan, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya

alam, dan keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan. Selain itu pembagian blok juga

mempertimbangkan peta arahan pemanfaatan sebagaimana diarahkan oleh

Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat

Provinsi (RKTP)/Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota (RKTK), dan

fungsi kawasan hutan di wilayah KPHL. Berdasarkan overlay dari peta

kawasan hutan, RKTN, ijin penggunaan/pemanfaatan, akses jalan dan sungai,

penutupan lahan, potensi, serta kondisi sosial dan budaya, wilayah KPHL

Malunda dibagi blok-blok pengelolaan sebagai berikut:

12

a). Blok Inti

Blok Inti merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan

tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Blok ini

diarahkan pada kawasan hutan yang tidak memiliki potensi jasa

lingkungan, wisata alam, maupun potensi hasil hutan bukan kayu; relatif

jauh dari pemukiman, sulit diakses serta areal-areal yang perlu

direhabilitasi.

Berdasarkan hasil interpretasi peta dan hasil konsultasi dengan pihak-

pihak yang terkait diidentifikasi areal-areal kawasan hutan yang akan

dikelola sebagai blok inti seperti disajiikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Areal Blok Inti pada KPHL Malunda

BLOK INTI HL

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT ULUMANDA ULUMANDA MAJENE 356.42

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 587.63

TOTAL 944.05

Luas wilayah KPHL yang dialokasikan untuk dikelola sebagai blok

inti adalah 944,05 ha, tersebar pada 2 (dua) desa di Kabupaten Mejene,

yaitu Desa Ulumanda Kecamatan Ulumanda seluas 356,42 Ha dan Desa

Lombang Kecamatan Malunda seluas 587,63 Ha.

b). Blok Pemanfaatan HL

Blok Pemanfaatan dengan fungsi kawasan hutan lindung (HL)

merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Blok pemanfaatan di wilayah KPHL Malunda diarahkan pada

desa-desa yang memiliki potensi jasa lingkungan dan wisata alam yang

pada saat ini belum dikelola, dapat diakses dengan mudah, serta belum

13

ada ijin pemanfaatan oleh pihak ketiga. Sebaran blok pemanfaatan pada

areal KPHL Malunda disajikan pada Tabel 2.

Luas wilayah KPHL Malunda yang dialokasikan untuk dikelola

sebagai blok pemanfaatan HL adalah 42.407,12 ha, yang tersebar pada 23

(dua puluh tiga) desa di Kabupaten Majene.

Tabel 2. Sebaran Areal Blok Pemanfaatan pada KPHL Malunda

BLOK PEMANFAATAN HL

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT ULUMANDA KABIRAAN MAJENE 90.17

SULAWESI BARAT ULUMANDA SAMBABO MAJENE 60.06

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 190.99

SULAWESI BARAT MALUNDA MEKKATTA MAJENE 666.75

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 609.41

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 4.44

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 174.92

SULAWESI BARAT TUBO ONANG UTARA MAJENE 621.63

SULAWESI BARAT TUBO ONANG MAJENE 1651.50

SULAWESI BARAT TUBO TUBO SELATAN MAJENE 1527.08

SULAWESI BARAT TUBO TUBO MAJENE 920.31

SULAWESI BARAT SENDANA PUNDAU MAJENE 723.80

SULAWESI BARAT SENDANA PUNDAU MAJENE 65.26

SULAWESI BARAT SENDANA PUTTADA MAJENE 2473.62

SULAWESI BARAT SENDANA SENDANA MAJENE 944.10

SULAWESI BARAT SENDANA SENDANA MAJENE 246.66

SULAWESI BARAT TAMMERODO ULIDANG MAJENE 1107.21

SULAWESI BARAT ULUMANDA SAMBABO MAJENE 1650.57

SULAWESI BARAT TAMMERODO SEPPONG MAJENE 576.52

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 238.01

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 115.22

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 342.47

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 282.88

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 2061.30

SULAWESI BARAT BANGGAE TIMUR BARUGA DUA MAJENE 21.66

14

BLOK PEMANFAATAN HL

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT SENDANA MOSSO MAJENE 834.94

SULAWESI BARAT ULUMANDA ULUMANDA MAJENE 363.17

SULAWESI BARAT ULUMANDA ULUMANDA MAJENE 1471.77

SULAWESI BARAT ULUMANDA ULUMANDA MAJENE 791.14

SULAWESI BARAT ULUMANDA ULUMANDA MAJENE 7826.72

SULAWESI BARAT MALUNDA MEKKATTA MAJENE 614.63

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 3693.80

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 5943.55

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 99.23

SULAWESI BARAT PAMBOANG BETTENG MAJENE 653.04

SULAWESI BARAT SENDANA MOSSO DUA MAJENE 852.80

SULAWESI BARAT PAMBOANG ADOLANG MAJENE 927.32

SULAWESI BARAT SENDANA TALLUM BANUA MAJENE 539.47

SULAWESI BARAT SENDANA TALLUM BANUA MAJENE 359.07

SULAWESI BARAT SENDANA TALLUM BANUA MAJENE 0.04

SULAWESI BARAT TAMMERODO TALLAMBALAO MAJENE 787.96

TOTAL 42.407,12

c). Blok Khusus

Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL

Malunda. Kriteria Blok ini antara lain: terdapat pemakaian wilayah

kawasan hutan untuk kepentingan: religi, kebun raya, kawasan dengan

tujuan khusus (KHDTK), atau wilayah adat/ulayat.

Blok Khusus di wilayah KPHL Malunda dengan fungsi kawasan

hutan lindung (HL) ditujukan untuk mengembnagkan pengelolaan

kawasan hutan khusus (KHDTK) di bidang pendidikan untuk memenuhi

kebutuhan Tridarma Perguruan Tinggi (Pengajaran, penelitian dan

pengabdian masyarakat) dari Universitas yang terdapt pada wilayah

15

tersebut. Letak KHDTK tersebut secara administrasi terletak di kecamatan

Ulumanda, Sendana dan pamboang.

Tabel 3. Sebaran Areal Blok Khusus pada KPHL Malunda

BLOK KHUSUS HL

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT SENDANA SENDANA MAJENE 1.74

SULAWESI

BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 342.49

SULAWESI

BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 224.23

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 238.44

SULAWESI

BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 98.52

SULAWESI

BARAT

BANGGAE

TIMUR BARUGA DUA MAJENE 164.96

SULAWESI BARAT ULUMANDA ULUMANDA MAJENE 281.46

SULAWESI

BARAT PAMBOANG BETTENG MAJENE 53.62

SULAWESI

BARAT SENDANA TALLUM BANUA MAJENE 215.61

SULAWESI BARAT SENDANA TALLUM BANUA MAJENE 136.75

TOTAL 1.757.83

d). Blok Pemanfaatan HPT

Blok Pemanfaatan HPT pada areal KPHL Malunda di merupakan

kawasan hutan produksi terbatas terletak di wilayah administrasi

kecamatan Malunda dan kecamatan Ulumanda. Penentuan Blok

Pemanfaatan HPT pada wilayah tersebut karena faktor fungsi kawasan

hutan pada wilayah tersebut merupakan hutan produksi terbatas,

terdapat prasarana jalan sehingga mudah dijangkau, serta terdapat

pemukiman penduduk pada wilayah tersebut.

Blok Pemanfaatan HPT merupakan kawasan hutan produksi terbatas

yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Malunda dan Kecamatan

Ulumanda seluas 1.796,73 Ha (Tabel 4).

16

Tabel 4. Sebaran Areal Blok Pemanfaatan HPT pada KPHL Malunda

BLOK PEMANFAATAN HPT

PROVINSI KECAMATAN DESA LUAS BLOK

(HA)

SULAWESI BARAT Malunda Ulumanda

• Desa Lombang • Desa Bambangan • Desa Mekkatta • Desa Kabiraan • Desa Sambabo • Desa Tandeallo

1.796,73

TOTAL 1.796,73

e) Blok Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Blok pemanfaatan jasa lingkungan ditujukan untuk mengembangkan

potensi air terjun dan pemandian alam yang terdapat dan telah mulai

dimanfaatkan penduduk setempat sebagai areal wisata. Luas blok

pemanfaatan jasa lingkungan 1.175,41 Ha yang berada di 4 (empat) desa

di kabupaten Majene seluruhnya merupakan kawasan hutan produksi

terbatas (HPT).

Tabel 5. Sebaran Blok Pemanfaatan Jasa Lingkungan KPHL Malunda

BLOK PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HPT

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT ULUMANDA KABIRAAN MAJENE 275.30

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 179.09

SULAWESI BARAT MALUNDA MEKKATTA MAJENE 1.01

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 720.00

TOTAL 1.175.41

f) Blok Perlindungan

Blok perlindungan pada KPHL Malunda dialokasikan seluas 485,04 Ha

merupakan kawasan hutan produksi terbatas (HPT) yang terletak di

kecamatan malunda dan ulumanda, dikarenakn areal tersebut kondisi

topografinya berat dan jenis tanahnya peka sampai sampai peka terhadap

erosi, sehingga mempunyai potensi untuk dijadikan areal budidaya karena

solumnya dangkal atau areal berbatu, sehingga dijadikan blok

17

perlindungan yang pengelolaan hutannya diarahkan pada program

rehabilitasi.

Tabel 6. Sebaran Blok Perlindungan KPHL Malunda

BLOK PERLINDUNGAN HPT

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT ULUMANDA KABIRAAN MAJENE 0.43

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 12.36

SULAWESI BARAT MALUNDA MEKKATTA MAJENE 93.77

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 56.33

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 120.72

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 201.43

TOTAL 485.04

g) Blok Pemberdayaan

Blok pemberdayaan seluruhnya merupakan kawasan hutan produksi

terbatas (HPT) berada di wilayah administrasi kecamtan malunda,

ulumanda dan tubo dengan luas 3.504,82 ha. Penempatan blok

pemberdayaan dicirikan dengan terdapat banyaknya masyarakat yang

telah bermukim dan melakukan aktivitas budidaya wanatani pada areal

kawasan hutan. Faktor lain sehingga areal tersebut sebagai blok

pemberdayaan karena banyak akses jalan yang memudahkan untuk

menjangkau areal bersangkutan.

Tabel 7. Sebaran Blok Pemberdayaan KPHL Malunda

BLOK PEMBERDAYAAN HPT

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT ULUMANDA KABIRAAN MAJENE 1382.04

SULAWESI BARAT ULUMANDA KABIRAAN MAJENE 127.18

SULAWESI BARAT TUBO TUBO MAJENE 27.23

SULAWESI BARAT MALUNDA MALUNDA MAJENE 69.24

SULAWESI BARAT ULUMANDA SAMBABO MAJENE 857.56

SULAWESI BARAT ULUMANDA TANDEALLO MAJENE 93.05

SULAWESI BARAT MALUNDA MALIAYA MAJENE 15.15

SULAWESI BARAT MALUNDA MEKKATTA MAJENE 625.91

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 1051.05

18

BLOK PEMBERDAYAAN HPT

PROVINSI KECAMATAN DESA KABKOT LUAS (Ha)

SULAWESI BARAT MALUNDA BAMBANGAN MAJENE 153.74

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 1375.71

SULAWESI BARAT MALUNDA LOMBANG MAJENE 308.25

TOTAL 3.504,82

Areal Wilayah Tertentu

Mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor: P.47/Menhut-Ii/2013 Tentang Pedoman, Kriteria dan Standar

Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan

Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, wilayah tertentu antara lain

adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak

ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya, berada di luar areal ijin

pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Penyelenggaraan pemanfaatan

hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung, dapat berupa:

pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil

hutan bukan kayu.

Pada areal KPHL Malunda, wilayah tertentu diarahkan pada kawasan

hutan lindung dan pada kawasan hutan produksi terbatas. Luas wilayah KPHL

Malunda yang direncanakan untuk dikelola sebagai wilayah tertentu adalah

31.510,69 ha terdiri dari blok pemanfaatan HPT seluas 1.796,74 ha, blok

pemanfaatan jasa lingkungan (HPT) seluas 1.175,41 ha dan blok pemanfaatan

HL seluas 28.538,55 ha.

19

B. Potensi Biofisik Wilayah KPHL Malunda

1. Kondisi Penutupan Vegetasi

Keadaan umum penutupan vegetasi di KPHL Malunda Kabupaten

Majene Sulawesi Barat, masing-masing hampir seluruh tutupan

vegetasinya terdiri atas berbagai jenis pohon seperti : Malapao,

Bitti/aholla, Kosambi, Ketapang, Damar-damar, Borring, Arogo,

Lamarreng, Lewani, Gare-garetan, Ahola, Suka, Lebbo-lebbo, Barru,

Landera, Talise, Bayor, Wagang, Cendana dan Palau. Hasil inventarisasi

pada wilayah KPH tersebut di sajikan pada Tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8. Keanekaragaman Jenis Pohon pada Areal KPHL Malunda

Jenis Plot

I Plot II

Plot III

Jumlah k KR plot

terisi F FR

diameter tot

D dr INP

Malapao 9 11 7 27 9 7.26 3 1 5.17 613.91 4.9308 8.1409 20.57

Bitti/aholla 6 11 12 29 9.67 7.80 3 1 5.17 673.23 5.9298 9.7902 22.76

Kosambi - 6 3 9 3 2.42 2 0.67 3.45 211.73 0.5865 0.9684 6.84

Ketapang 6 7 2 15 5 4.03 3 1 5.17 327.61 1.4042 2.3183 11.52

Damar-damar 25 11 7 43 14.33 11.56 3 1 5.17 972.80 12.3812 20.4415 37.17

Borring 5 4 1 10 3.33 2.69 3 1 5.17 216.18 0.6114 1.0095 8.87

Arogo 4 3 7 14 4.67 3.76 3 1 5.17 311.33 1.2681 2.0937 11.03

Lamarreng 4 6 5 15 5 4.03 3 1 5.17 373.67 1.8268 3.0161 12.22

Lewani 24 7 15 46 15.33 12.37 3 1 5.17 1039.69 14.1425 23.3494 40.89

Gare-

garetan 10 2 6 18 6 4.84 3 1 5.17 353.19 1.6321 2.6946 12.71

Ahola - 5 3 8 2.67 2.15 2 0.67 3.45 171.96 0.3869 0.6388 6.24

Suka 7 6 2 15 5 4.03 3 1 5.17 342.76 1.5371 2.5378 11.74

Lebbo-lebbo 3 6 3 12 4 3.23 3 1 5.17 274.31 0.9845 1.6254 10.02

Barru 6 3 4 13 4.33 3.49 3 1 5.17 280.44 1.0290 1.6988 10.37

Landera 5 3 4 12 4 3.23 3 1 5.17 284.21 1.0568 1.7448 10.14

Talise 8 5 10 23 7.67 6.18 3 1 5.17 531.47 3.6956 6.1014 17.46

Bayor 10 1 3 14 4.67 3.76 3 1 5.17 322.44 1.3603 2.2458 11.18

Wagang 1 5 5 11 3.67 2.96 3 1 5.17 259.25 0.8794 1.4518 9.58

Cendana 11 4 7 22 7.33 5.91 3 1 5.17 503.60 3.3181 5.4782 16.56

Palau 10 4 2 16 5.33 4.30 3 1 5.17 350.56 1.6078 2.6546 12.13

154 110 108

124.00 100.00

19.33 100.00 8414.35 60.5690

300.00

Sedangkan Untuk Index Nilai Penting (INP) Tegakan Pohon yang secara

alami paling potensial untuk tumbuh dan berkembang, berturut-turut

adalah Lewani (INP 40,89%), Damar-damar (INP 37,17%), dan

20

Bitti/aholla (INP 22.76%), Jika dilihat dari sebaran untuk ketiga jenis

tersebut berada pada seluruh plot yang ada.

2. Volume Tegakan

Hasil inventarisasi hutan pada wilayah KPHL Malunda pada 3 unit

dengan volume setaip unit contoh dapat di lihat pada Tabel 9 dibawah

ini:

Tabel 9. Potensi Volume Pohon pada Areal KPHL Malunda

Volume Pohon/Hektar

No.Plot Volume

1 8.612350426

2 5.855802873

3 6.871365125

Total 21.33951842

Volume

Pohon/Hektar 7.113172808

Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa masing-masing volume plot

sebesar 8.612 m3/hektar pada plot 1, plot 2 sebesar 5.855 m3/hektar,

sedangkan volume pohon pada plot 3 sebesar 6.871 m3/hektar. Pada unit

contoh KPH Malunda memiliki volume pohon rata-rata perhektar sebesar

21.33951842 m3/hektar. Dari volume hektar setiap plot dapat dilihat

bahwa kerapatan vegetasi pohon pada plot 1 dan 2 sangat berbeda

tingkat kerapatannya. Hal ini mengambarkan bahwa pada unit contoh

pada plot 1 memiliki kerapatan vegetasi yang rapat, sedangkan pada unit

contoh pada plot 2 memiliki pentupan vegetasi yang cukup kurang apabila

dibandingkan dengan unit contoh pada plot 1 dan 3.Jumlah pohon pada

unit contoh KPH Malunda berdasarkan hasil ineventarisasi dan pendugaan

potensi dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

21

Tabel 10. Potensi Jumlah Pohon per Hektar pada Areal KPHL Malunda

No. Plot Jmlh Pohon/Hektar

1 154

2 110

3 108

Jumlah 372

Rataan 124

Volume pohon perhektar yang dijelaskan pada Tabel 6 di atas,

berbanding lurus dengan banyaknya jumlah batang perhektar pada setiap

unit contoh per plot. Jumlah batang pada setiap unit contoh dapat dilihat

masing-masing jumlah pohon perhektar pada Plot 1 sebesar 154

pohon/hektar, Plot 2 sebesar 110 pohon/hektar, Plot 3 sebesar 108

pohon/hektar. Hal ini juga menggambarkan kerapatan vegetasi yang

tinggi pada plot 1 dan sangat berbeda pada plot 2 yang memiliki

kerapatan vegetasi yang lebih sedikit.

3. Permudaan

Kondisi permudaan pada ketiga plot tersebut berdasarkan hasil

inventrasisasi di lapangan pada KPHL Malunda Sulawesi Barat adalah

sebagai berikut:

Tabel 11. Dugaan Rata-rata Potensi Tiang, Pancang dan Semai

NO

PERMUDAAN TINGKAT

SEMAI

PERMUDAAN TINGKAT

PANCANG

PERMUDAAN

TINGKAT TIANG

JUMLAH

JUMLAH

BATANG

PER

HEKTAR

JUMLAH

JUMLAH

BATANG

PER

HEKTAR

JUMLAH

JUMLAH

BATANG

PER

HEKTAR

1 41 41 82 82 97 97

2 28 28 88 88 57 57

3 58 58 59 59 80 80

TOTAL 127 229 234

RATA-RATA 42.3 76.3 78

22

Pada Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa potensi dugaan pada potensi tiang

dan jumlah batang per hektar pada plot 1 adalah 97 batang/ha, pada plot 2

sebanyak 57 batang/ha dan pada plot 3 sebanyak 80 batang/ha dengan

dugaan rata-rata pada contoh uji untuk potensi tiang sebesar 78 batang/ha.

Untuk strata pancang jumlah batang pada plot 1 sebanyak 82 batang/ha,

plot 2 sebanyak 88 batang/ha, dan plot 3 sebanyak 59 batang/ha dengan

dugaan potensi rata-rata pada strata pancang adalah 76.3 batang/ha.

Sedangkan pada strata semai pada plot 1 sebanyak 41 batang/ha, pada plot

2 sebanyak 28 batang/ha dan plot 3 sebanyak 58 batang/ha dengan dugaan

rata-rata pada strata semai adalah 42.3 batang/ha. Sedangkan untuk indeks

nilai penting pada potensi tiang yang paling potensial untuk sebaran dan

pertumbuhanya adalah dengan INP pada tanaman Kosambi 32.98897484

(INP=55,81375), Malapao (INP=46,21936) dan Damar-damar (INP

=21.59159). untuk potensi pancang yang potensial untuk pertumbuhanya

adalah jenis tanaman Borring (INP=22,97), dan Malapao (INP=21,65).

Sedangkan untuk potensi semai yang potensial untuk pertumbuhannya

adalah jenis tanaman Lammareng (INP=32.47), serta Karre-karre dan Alang-

alang (INP=22,60).

4. Potensi Non kayu

Potensi non kayu yang memungkinkan pada KPHL malunda yaitu berupa

rotan, gaharu dan lebah madu.

5. Keberadaan Flora dan Fauna

Berdasarkan data yang diperoleh di areal wilayah KPHL Malunda, terdapat

flora yang mendominasi yaitu Lewani, Damar-damar, dan Bitti/aholla.

Seangkan faunanya diantaranya Burung Alo, Anoa, Kera, Ular dan Rusa.

23

6. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata

Potensi jasa lingkungan berupa danau, air terjun, pemandangan alam

yang indah banyak terdapat pada areal KPHL Malunda (Tabel 6). Potensi

jasa lingkungan yang sekarang ini telah banyak dikunjungi dan dijadikan

obyek wisata oleh penduduk lokal (table 12).

Tabel 12. Potensi jasa Lingkungan yang Terdapat pada KPHL Malunda

No

Sebaran Potensi

Lokasi Sebaran

Potensi

Letak Administrasi Sebaran

Potensi

Desa Kecamatan

1.

HHBK

Lombang Lombang Malunda

Pundau Mosso Sendana

Pundau

Pupu Uping Pupu Uping Alu

Ulidang Tammerodo

2. Permandian Air Panas Tallum Banua Tallum Banua Sendana

3. Wisata Alam Arung

Jeram

Bambangan Bambangan Malunda

Kabiraan Ulumanda

4. Wisata Alam Air Terjun Sambabo Sambabo Ulumanda

5. Getah Damar Sambabo Sambabo Ulumanda

6. Hutan Pendidikan Baruga Dua Baruga Dua Pamboang

7. Pengembangan

Kegiatan Religi

Tallum Banua Tallum Banua Sendana

Potensi obyek wisata tersebut di atas dapat dikembangkan oleh KPHL

Malunda sebagai areal ekowisata secara komersil yang dapat dikelola sendiri

oleh KPHL bersangkutan melalui blok areal tertentu dengan bermitra dengan

dinas terkait yang menangani pariwisata, masyarakat lokal dan atau investor

yang tertarik dalam pengembangan ekowisata dan agrowisata.

24

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

1. Kegiatan Wanatani Penduduk Sekitar Areal KPHL Malunda

Aktifitas wanatani yang dilakukan penduduk lokal sekitar areal KPHL

Malunda meliputi kebun rakyat, sawah dan atau tegal/ladang (Tabel 13).

Tabel 13. Jenis Tanaman yang Dibudidayakan Penduduk Desa Sekitar Areal

Eks KPHL Malunda

No Tujuan Penggunaan

Lahan

Tanaman

Pohon

Tanaman

Perkebunan

Tanaman

Semusim

1 Kebun rakyat

Durian

Langsat

Kemiri

Coklat

Kopi

Lada/Merica

Jagung

Palawija

Pisang

2 Sawah Padi

3 Tegal/ladang

Padi

ladang

Palawija

Sumber : Hasil Pengamatan Lapang dan Wawancara dengan Metode PRA, 2013

Aktivitas wanatani yang dilakukan penduduk sekitar kawasan hutan yang

merupakan areal KPHL Malunda, meliputi: (a) Pembangunan kebun rakyat

dengan pola agroforestry yang memerlukan tanamann pohon seperti durian, dan

langsat pada strat atas sedang strat bawah ditanami tanaman perkebunan

seperti coklat, kopi. Sedang pada awal pembangunan kebun campuran tahun

pertama, seperti jagung, padi ladang, pisang, dan sayur mayur.

Kegiatan wanatani ladang bergilir, biasanya dilakukan untuk pemenuhan

kebutuhan pokok beras dengan menanam padi ladang. Areal persawahan yang

terbentuk dari aktivitas ladang pada awalnya, biasanya terjadi karena pada awal

tersebut terdapat sumber air untuk pengairan air persawahan secara alami dari

sungai kecil atau mata air.

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan beberapa jenis komoditas

perkebunan seperti kopi robusta, kopi arabika, pala, lada , dan kakao banyak

ditanam oleh penduduk pada kawasan hutan berbentuk pola agroforestry yang

dicampur dengan pohon penghasil buah seperti kemiri dan aren. Model-model

25

agroforestry tersebut dapat dijadikan model untuk diaplikasikan pada kawasan

hutan di tempat lain dalam wilayah KPHL Malunda untuk pengusahaan hutan

skala kecil seperti HTR, HKM, dan atau Hutan Desa.

2. Ketergantungan Masyarakat Desa Tubo Terhadap Kawasan Hutan di

Sekitar Areal KPHL Malunda

Masyarakat Desa Tubo, khususnya yang bermukim di Dusun Taraweki

pada umumnya bekerja di kebun dan juga memiliki usaha sampingan yakni

sebagai nelayan. Usaha ini dilakukan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga

selama perkebunan mereka tidak memberikan hasil karena musim panen hanya

berlangsung selama dua bulan dalam setahun, yakni bulan Juni dan Juli. Namun

demikian, pada umumnya masyarakat yang menangkap ikan tidak menjual hasil

tangkapannya. Hasil tangkapan tersebut digunakan utuk konsumsi sehari-hari

bagi anggota keluarganya.

Data pada Lampiran 1 menunjukkan profil usahatani masyarakat di dalam

kawasan hutan, sekaligus menunjukkan tingkat ketergantungannya. Tingkat

ketergantungan masyarakat atas kawasan hutan dianalisis dengan

membandingkan pendapatan mereka dari dalam kawasan hutan dengan

pendapatan dari luar kawasan hutan, seperti yang tertera pada Tabel 14.

Tabel 14. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo terhadap Kawasan

Hutan

Nama

Responden

Penerimaan

dalam Kawasan

Hutan

(Rp/Tahun)

Penerimaan di

luar Kawasan

Hutan

(Rp/Tahun)

Pendapatan

Total

(Rp/Tahun)

Tingkat

Ketergantungan

Terhadap Hutan

(%)

Suka Amang 9,400,000.00 - 9,400,000.00 100,00

Darma 4,540,000.00 - 4,540,000.00 100,00

Syamsuddin 4,500,000.00 - 4,500,000.00 100,00

Busriadi 5,220,000.00 - 5,220,000.00 100,00

Nurdin 3,250,000.00 - 3,250,000.00 100,00

Sida 5,000,000.00 - 5,000,000.00 100,00

26

Abd Kadir 500,000.00 - 500,000.00 100,00

Hudong 9,250,000.00 - 9,250,000.00 100,00

100Bayasa 9,400,000.00 - 9,400,000.00 100,00

Abd. Halim 1,840,000.00 - 1,840,000.00 100,00

Syamsuddin 2,700,000.00 - 2,700,000.00 100,00

Asil 6,700,000.00 - 6,700,000.00 100,00

Sunarjo 320,000.00 3,000,000.00 3,320,000.00 9,63

Hasanuddin 9,400,000.00 - 9,400,000.00 100,00

Najamuddin 18,800,000.00 - 18,800,000.00 100,00

Patong 18,400,000.00 - 18,400,000.00 100,00

Uddin 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Koddong 8,140,000.00 - 8,140,000.00 100,00

Abd Haris 13,500,000.00 9,000,000.00 22,500,000.00 60,00

Dahlan 9,200,000.00 - 9,200,000.00 100,00

Rata-rata 7,453,000.00 600,000.00 8,053,000.00 92,54

Sumber : Olah Data Primer 2013

Data pada Tabel 14 menunjukkan 92,54% pendapatan masyarakat Desa

Tubo bersumber dari dalam kawasan hutan, sehingga secara ekonomi responden

sangat ketergantungan terhadap kawasan hutan. Ada 5% responden hanya memiliki

ketergantungan pada hutan sebesar 9, 63% dimana penghasilan utamanya

diperoleh dari hasil tangkapannya sebagai seorang nelayan. Selain itu 5% responden

juga memiliki 60 % ketergantungan terhadap kawasan hutan karena responden

tersebut memiliki lahan lain di luar kawasan hutan. Namun selebihnya sebanyak

90% responden memiliki ketergantungan ekonomi sepenuhnya dari dalam kawasan

hutan. Terbatasnya lahan diluar kawasan hutan yang dapat dikelola oleh merupakan

faktor utama penyebab tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan

hutan.

Data pada Tabel 14 juga menunjukkan pendapatan total masyarakat Desa

Tubo relatif rendah yakni rata-rata Rp 8.053.00,00/KK/tahun atau rata-rata sebesar

Rp 2.013.250,00/kapita/tahun berdasarkan data rata-rata jumlah tanggungan

responden sebanyak 4 orang/KK. Angka ini termasuk kategori miskin apabila

menggunakan standar kemiskinan dari FAO yaitu sebesar US 10/kapita/tahun.

27

3. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Desa Tubo Selatan Terhadap

Kawasan Hutan di Sekitar Areal KPHL Malunda

Masyarakat Desa Tubo Selatan pada umumnya berkebun dan memungut

hasil hutan bukan kayu dalam kawasan hutan. Luas lahan yang dikelola antara

0,5 – 5 ha per KK. Profil usahatani masyarakat Desa Tubo Selatan di dalam

kawasan hutan sesuai hasil pengamatan lapangan dan wawancara, dapat

disimpulkan bahwa aktifitas masyarakat dalam kawasan hutan antara lain

berkebun cengkeh dan coklat. Selain itu, masyarakat juga mengelola lahan untuk

pemungutan hasil hutan bukan kayu seperti kemiri. Aktifitas-aktifitas tersebut

dilakukan masyarakat di dalam kawasan hutan disebabkan karena terbatasnya

lahan diluar kawasan hutan yang cukup subur untuk dikelola dan juga karena

hasil kebun tersebut telah memiliki pasar di masyarakat. Tingkat ketergantungan

masyarakat Desa Tubo Selatan tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo Selatan terhadap

Kawasan Hutan

Nama

Responden

Penerimaan

dalam Kawasan

Hutan

(Rp/Tahun)

Penerimaan di

luar Kawasan

Hutan

(Rp/Tahun)

Pendapatan

Total

(Rp/Tahun)

Tingkat

Ketergantungan

Terhadap Hutan

(%)

Jusman Y 5,300,000.00 - 5,300,000.00 100,00

Hasanuddin 150,000.00 225,000.00 375,000.00 40,00

M.Arif B. 3,400,000.00 630,000.00 4,030,000.00 84,36

Abd. Hamid 9,000,000.00 750,000.00 9,750,000.00 92,30

Amran 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

Asrar 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Ma'mung 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

Ahmad Tasyrik 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Saparuddin 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Sarkusi 9,000,000.00 324,000 9,324,000.00 96,52

Nurdin 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

Amiluddin 2,700,000.00 - 2,700,000.00 100,00

M.Yusran 4,500,000.00 3,360,000.00 7,860,000.00 57,25

Suriana 4,950,000.00 - 4,950,000.00 100,00

Mustafa 750,000.00 - 750,000.00 100,00

28

Abd Jalil 10,440,000.00 - 10,440,000.00 100,00

Mustari 2,700,000.00 - 2,700,000.00 100,00

Abd Rahman 4,500,000.00 - 4,500,000.00 100,00

Abd Hamid 3,400,000.00 - 3,400,000.00 60,00

Ruslan S. 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Rata-rata 5,109,500.00 1,057,800.00 5,373,950.00 95,07

Sumber : Olah Data Primer 2013

Berdasarkan data Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pendapatan masyarakat Desa Tubo Selatan bersumber dari dalam kawasan hutan

mencapai 95,07%. Dari hasil wawancara terhadap responden dapat diketahui bahwa

mata pencaharian di desa ini mayoritas sebagai petani dan nelayan. Masyarakat

Desa Tabo Selatan memanfaatkan kawasan hutan sebagai sumber kehidupan

mereka. Hal ini dikarenakan terbatasnya lahan diluar kawasan hutan yang dapat

dikelola oleh masyarakat.

Hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu yang dikelola masyarakat

Desa Tubo Selatan relative rendah. Hasil produksi yang rendah disebabkan berbagai

faktor, antara lain kurangnya bantuan dari pemerintah baik bantuan berupa bibit,

sosialisasi maupun penyuluhan tentang pengelolaan hutan dan lahan ataupun

penyuluhan tentang penanggulangan hama pada tanaman. Selain itu kurangnya

akses jalan dari lokasi perkebunan ke jalan provinsi masih sulit sehingga menjadi

kendala bagi masyarakat untuk membawa hasil kebunnya.

Masyarakat Desa Tubo Selatan mengemukakan bahwa lahan hutan tersebut

berpotensi untuk tanaman lain seperti jati, gaharu, durian, alpukat dan kelapa serta

hasil hutan bukan kayu lainnya seperti bambu dan madu. Masyarakat

mengemukakan bahwa tanaman-tanaman tersebut tumbuh subur walaupun dalam

jumlah yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat berharap bisa mendapatkan

bantuan bibit dari pemerintah. Namun ada juga masyarakat yang memang tidak

berminat untuk menanam pohon dengan alasan apabila pohon tersebut sudah

waktunya ditebang akan terkendala untuk mengeluarkannya dari kawasan hutan

karena jarak yang jauh dan kondisi topografi yang tidak mendukung untuk

mengangkut kayu.

29

4. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Desa Sambabo Terhadap Kawasan

Hutan di Sekitar Areal KPHL Malunda

Pada awalnya, aktifitas utama masyarakat Desa Sambabo dalam kawasan

hutan adalah petani coklat. Namun karena beberapa tahun terakhir tanaman

coklat diserang hama maka masyarakat kemudian mulai mengelola lahan kebun

untuk ditanami kemiri dan buah-buahan seperti langsat dan durian. Profil

usahatani masyarakat Desa Sambabo di dalam kawasan hutan dapat dilihat pada

Lampiran 3. Berbeda dengan masyarakat Desa Tubo dan Tubo Selatan yang

dapat bekerja sampingan sebagai nelayan karena bermukim dipinggir laut,

masyarakat Desa Sambabo bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan

sehingga betul-betul menggantungkan hidupnya pada hasil kebunnya. Tingkat

ketergantungan masyarakat Desa Sambabo dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Sambabo terhadap Kawasan

Hutan

Nama Responden

Penerimaan dalam Kawasan

Hutan (Rp/Tahun)

Penerimaan di luar Kawasan

Hutan(Rp/ Tahun)

Pendapatan Total(Rp/

Tahun)

Tingkat Ketergantu

ngan Terhadap

Hutan (%)

Mail 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

M.Arifin 17,200,000.00 12,285,000.00 29,485,000.00 58,33

Hamal E. 3,500,000.00 - 3,500,000.00 100,00

Nadira 3,000,000.00 3,000,000.00 6,000,000.00 50,00

Hudu 3,600,000.00 - 3,600,000.00 100,00

Hacco 800,000.00 - 800,000.00 100,00

Mardiyah 3,400,000.00 - 3,400,000.00 100,00

Jufri 8,200,000.00 - 8,200,000.00 100,00

Agus 900,000.00 - 900,000.00 100,00

30

Suratni 1,140,000.00 900,000 2,040,000.00 55,88

Amir 500,000.00 - 500,000.00 100,00

Mudasir 4,900,000.00 - 4,900,000.00 100,00

Rudi 500,000.00 900,000 1,400,000.00 35,71

Mustam 900,000.00 - 900,000.00 100,00

Sidar 3,800,000.00 - 3,800,000.00 100,00

Rusman

Lalla 3,300,000.00 - 3,300,000.00 100,00

Rusman 900,000.00 - 900,000.00 100,00

Abd.Aziz 1,600,000.00 - 1,600,000.00 100,00

Herman 900,000.00 600,000 1,500,000.00 60,00

Jasman 1,450,000.00 400,000 1,850,000.00 78,37

Rata-rata 3,114,500.00 3,014,166.70 4,018,750.00 77,49

Sumber : Olah Data Primer 2013

Masyarakat Desa Sambabo sepenuhnya menggantungkan kehidupan mereka

dari hasil berkebun meskipun dilihat pada Tabel 16 ada sebagian kecil

responden yang memiliki lahan diluar kawasan hutan. kawasan hutan sebagai

sumber kehidupan mereka. Pada Tabel 16 terlihat bahwa salah seorang

responden yang bernama M. Arifin memiliki penghasilan diatas rata-rata.

Menurut responden, M. Arifin memiliki penghasilan yang besar karena

memiliki area lahan yang luas. Hal ini dikarenakan M. Arifin merupakan

penduduk pertama yang ada di Desa Sambabo. M. Arifin mengaku bahwa dia

berhak atas tanah miliknya karena pada awalnya dia membayar pajak secara

rutin untuk tanah tersebut. Selain M. Arifin, responden lain yakni Nadira dan

Herman juga menyatakan bahwa sebelumnya mereka membayar pajak untuk

tanah mereka masing-masing.

31

Aspek sosial masyarakat yang menonjol di Desa Sambabo adalah

konflik pengelolaan sumberdaya hutan antara masyarakat dan pemerintah.

Karena beberapa masyarakat mengkliam bahwa lahan itu merupakan

kepemilikannya yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang

dan sebelum ditetapkan sebagai hutan lindung mereka rutin membayar pajak

untuk lahan tersebut. Selain alas hak, bukti fisik yang menjadi dasar

masyarakat mengklaim lahan tersebut sebagai lahan milik adalah terdapat

fasilitas publik seperti pemukiman, sekolah, mesjid, kuburan dan jalan yang

telah ada sebelum areal tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan. Dengan

demikian masyarakat berpendapat bahwa penetapan areal pemukiman

mereka menjadi kawasan hutan adalah suatu kesalahan fatal.

D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pada wilayah KPHL Malunda belum ada izin pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan.

E. Isu Strategis, Kendala, dan Permasalahan

Hasil Pengamatan Lapang dan wawacara dengan responden dan berbagai

stakeholder, diperoleh informasi faktor yang menjadi penyebab utama bagi

terjadinya konversi kawasan hutan yang selanjutnya berimplikasi pada terjadinya

degradasi sumberdaya hutan pada areal KPHL Malunda tersebut antara lain

sebagai berikut :

1. Belum Mantapnya Batas Kawasan Hutan di Lapangan

Batas kawasan hutan di wilayah KPHL Malunda mantap atau lebih

tepatnya belum ada. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah terjadinya

penguasaan sebagian kawasan hutan secara defacto oleh masyarakat, yang

diwariskan secara turun temurun dan diklaim sebagai lahan milik mereka.

Batas – batas kawasan hutan yang tidak mantap juga ditunjukkan oleh

masih terus berkembangnya kampung dan permukiman di dalam kawasan

32

hutan pasca TGHK. Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder dan

pengamatan lapangan diketahui adanya beberapa desa yang seluruh

wilayahnya berada dalam kawasan hutan. Kondisi ini menuntut adanya

penataan dan pemantapan kawasan hutan yang ditunjukkan oleh adanya

batas – batas kawasan hutan yang jelas dan permanen di lapangan serta

batas - batas tersebut diakui oleh semua pihak yang terkait.

2. Masih berlangsungnya kegiatan perambahan kawasan hutan

Perambahan kawasan hutan terjadi sebagai salah satu dampak atau

implikasi dari permasalahan pembangunan wilayah. Data yang ada

mengindikasikan bahwa luas kawasan hutan yang dirambah dan atau

dikonversi menjadi areal perkebunan rakyat dan pertanian lahan kering,

cenderung mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan

hasil diskusi dengan para stakeholders diketahui bahwa masyarakat

umumnya terdorong atau termotivasi melakukan berbagai bentuk aktivitas

(perambahan) di dalam kawasan hutan dengan beberapa alasan sebagai

berikut :

a. Untuk menambah pendapatan baik secara subsisten maupun untuk

tujuan komersial dengan menanam tanaman perkebunan seperti kakao

dan lada.

b. Untuk mempertahankan status lahan yang dikelola sebagai lahan milik

atau lahan warisan.

3. Adanya Kecendrungan Masyarakat untuk Menerapkan Pola

Usahatani Ekstensif.

Kondisi lahan usahatani masyarakat di wilayah KPHL Malunda

umumnya lahan marginal untuk kesesuaian pengembangan komoditas

pertanian karena berada di dalam kawasan hutan lindung. Hal ini

menyebabkan produktivitas usahatani masyarakat relatif rendah, dan

malahan sering mengalami kegagalan.

33

Masyarakat tidak dapat melakukan pengelolaan usahatani secara

intensif karena keterbatasan pengetahuan teknik budidaya dan keterbatasan

permodalan. Kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab

sehingga masyarakat cenderung melakukan ekstensifikasi lahan usahatani ke

dalam kawasan hutan.

34

BAB III

VISI DAN MISI PENGELOAAN HUTAN

A. Visi dan Misi Provinsi Sulawesi Barat dan Kabupaten Majene di Bidang

Kehutanan

Visi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat untuk lima tahun kedepan

(2011–2016) sebagai berikut :

“Pengelolaan Hutan yang Lestari, untuk kesejahteraan Rakyat”

Rumusan visi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat tersebut mengandung

pengertian sebagai berikut :

1. Hutan Lestari, adalah suatu keadaan dimana sumberdaya hutan berfungsi

secara seimbang antara manfaat ekologi, sosial/budaya dan ekonomi yang

berkelanjutan.

2. Berkeadilan, adalah bisa dinikmati oleh semua elemen masyarakat sehingga

memberi andil dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

3. Rakyat Sejahtera, adalah Keadaan dimana pengelolaan hutan bisa

meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di dalam, di sekitar hutan,

maupun masyarakat pada umumnya.

Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka suatu organisasi harus

merumuskan misi. Misi organisasi adalah identifikasi tentang langkah-langkah

utama yang akan diambil untuk mendukung pencapaian visi. Misi dalam hal ini

dimaksudkan sebagai upaya pokok yang ditentukan untuk dapat mewujudkan

kondisi/keadaan yang diharapkan visi. Adapun misi Dinas Kehutanan Provinsi

Sulawesi Barat adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan Kelembagaan Kehutanan yang Mantap

2. Mewujudkan Kawasan Hutan yang mantap

35

3. Meningkatkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

4. Meningkatkan Pengendalian dan Pengawasan Pengelolaan Hutan

5. Meningkatkan Kesejahteraan Melalui Peran serta masyarakat dalam

Pengelolaan Hutan yang adil dan bertanggungjawab

6. Meningkatkan Pengelolaan Hasil Hutan kayu dan non Kayu yang

Transparant dan akuntabel.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Majene

Tahun 2011 menetapkan bahwa visi dan misi Kabupaten Majene adalah:

“Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata di Kabupaten

Majene dalam tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa,

demokratis, dalam kehidupan agamais dan berbudaya”.

Berdasarkan visi tersebut, maka misi Kabupaten majene, adalah :

1. Peningkatan sumber daya manusia, aparatur pemerintah dan masyarakat

yang berilmu, profesional dan berakhlak mulia.

2. Peningkatan akselerasi pembangunan bidang ekonomi, kesejahteraan sosial,

politik dan keamanan

3. Pengembangan dan pengamalan nilai-nilai agama dan budaya sebagai

sumber motivasi dan inovasi pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan

4. Percepatan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, lingkungan

permukiman, sarana dan prasarana kebutuhan dasar masyarakat

5. Peningkatan, pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian sumber daya alam

yang berkelanjutan untuk peningkatan pendapatan masyarakat tanpa

merusak lingkungan

6. Peningkatan pelaksanaan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang

profesional, demokratis, bersih,efektif dan efisien

7. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat pada berbagai bidang

pemerintahan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kepemudaan, olahraga,

pariwisata, dunia usaha, lembaga sosial masyarakat, kewartawanan, hukum

dan hak asasi manusia.

36

8. Optimalisasi pemanfaatan, pengelolaan dan peningkatan produksi, hasil

pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan dan perikanan

sebagai salah satu upaya menurunkan kemiskinan

9. Peningkatan peran masyarakat dan lembaga keuangan di daerah untuk

mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, ekonomi koperasi dan UKM,

untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan

kemiskinan

Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana

instansi pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat

eksis, antisipatif, inovatif serta produktif, visi tidak lain adalah suatu

gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan

citra yang ingin diwujudkan oleh instansi pemerintah. Dengan mengacu

pada batasan tersebut, visi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Majene dijabarkan sebagai berikut :

“TERWUJUDNYA PEMANFAATAN HUTAN DAN KEBUN MELALUI KEMANDIRIAN

PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS SECARA OPTIMAL MELALUI PEMBANGUNAN

SISTEM DAN USAHA YANG BERKELANJUTAN, BERDAYA SAING DAN

BERKERAKYATAN SERTA OPTIMALISASI PENGELOLAAN AGRO EKOSISTEM”

Visi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene tersebut

memuat makna dalam jangka waktu lima tahun pembangunan sektor

kehutanan dan perkebunan akan mewujudkan pemanfaatan hutan dan kebun

melalui kemandirian petani dan pelaku agribisnis secara optimal melalui

pembangunan sistem dan usaha yang berkelanjutan, berdaya saing dan

berkerakyatan serta optimalisasi pengelolaan agro ekosistem.

Untuk memenuhi visi tersebut, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Majene mencanangkan misi sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan Pembangunan Berkelanjuta

2. Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam

37

B. Visi dan Misi KPHL Malunda

Mengacu pada visi dan misi Dinas kehutanan Provinsi Sulawesi selatan,

Visi dan misi Pemerintah Kabupaten Majene,Visi dan misi Dinas Kehutanan

Kabupaten Majene serta dengan melihat Kondisi lokasi KPHL Model Malunda

seluas 52.071 ha, sebagian besar merupakan kawasan hutan lindung dan

sebagian lainnya telah dirambah oleh masyarakat lokal yang telah lama

bermukim dan menggantungkan hidupnya pada hasil hutan kayu dan non

kayu. Berdasarkan kondisi tersebut, maka visi dari KPHl Malunda, yaitu :

“Menjadi KPHL model yang berbasis aneka usaha kehutanan (AUK)

yang madani untuk terwujudnya kemandirian petani dan

pengelolaan hutan yang lestari”.

Makna dari visi tersebut, yaitu bagaimana membangun ekonomi

kerakyatan pada masyarakat lokal sekitar hutan pada areal yang telah

dirambah dan illegal logging melalui pengelolaan hutan yang lestari sehingga

KPHL tersebut dapat mandiri dalam pengelolaan aneka usaha kehutanan

(AUK) dan tanggung jawab KPHL tersebut terhadap perlindungan dan

pengamaman areal kawasan hutan lingkup wilayah kelolanya. Aplikasi AUK

yang madani dalam pengelolaan KPHL Malunda diharapkan dapat

meningkatkan kemandirian ekonomi petani, sekaligus secara signifikan

mengurangi kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumberdaya alam.

Berdasarkan visi dan kondisi areal KPHL bersangkutan, maka misinya

adalah :

Penguatan kelembagaan KPHL

Pemantapan kawasan hutan

Pemanfaatan hutan dan pengembangan wirausaha kehutanan

Pengembangan AUK sesuai potensi hutan yang terdapat diareal KPHL

Malunda

Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS

Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan

38

C. Tujuan

Berdasarkan visi dan misi dari KPHL Malunda dan berdasarkan isu-isu

strategis dan permasalahan yang dihadapi KPHL Malunda, maka Tujuan yang

diharapkan dapat terjadi pada pengelolaan KPHL bersangkutan, yaitu

penyelesaian masalah yang terdapat dalam wilayah KPHL tersebut, meliputi :

Pemantapan kawasan hutan

Resolusi konflik dan pengendalian perambahan kawasan hutan

Penguatan kelembagaan KPHL Malunda

Peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan

Pengembangan ekonomi wilayah melalui PAD sektor kehutanan dari KPH

Terdefinisi dengan jelas tupoksi dan peran antara kelembagaan KPHL

dengan kelembagaan dinas kehutanan dan perkebunan Kabupaten

Majene

Terbangunnya Model pengelolaan hutan ditingkat tapak pada KPHL

Malunda

Pengendalian , pengawasan, dan kolaborasi pengelolaan antar

pemegang ijin dengan pengelola KPH

39

BAB IV

ANALISIS DAN PROYEKSI

A. BLOK INTI HL

Blok Inti HL pada KPHL Malunda terdapat pada kawasan hutan lindung

di Kecamatan Ulumanda dan Malunda (Tabel 17) pada Desa Ulumanda dan

Desa Lombang

Tabel 17. Blok Inti HL pada KPHL Malunda

Kecamatan

Desa Jenis blok

Luas Blok (Ha)

Faktor penyusun blok

Peluang pemanfa

atan hutan

Skala pengusa

haan hutan yang dapat

berlangsung

Izin usaha

pemanfaatan

hutan (IUPH)

Ulumanda Malunda

• Desa Ulumanda

• Desa Lambong

Inti HL 356,42 587,63

1. Aksesibilitas relatif sulit dijangkau

2. Lokasi agak jauh dari pemukiman

3. Adanya arahan rehabilitasi pada RKTN

4. Tutupan lahan terdapat padang rumput dan semak belukar

Perlindungan hutan

--------

Rehabilitasi hutan

Blok Inti HL pada areal KPHL Malunda di tempatkan pada kawasan

hutan yang kondisinya tidak terdapat akses jalan sehingga susah untuk

menjangkaunya dan letaknya jauh dari pemukiman. Faktor lain sehingga

Blok Inti HL di tempatkan di Desa Ulumanda dan Desa Lambong dikarenakan

merupakan kawasan hutan lindung. Aktifitas pengelolaan hutan yang

memungkinkan untuk dilakukan adalah program rehablitasi pada areal yang

tutupan lahannya padang rumput dan semak belukar pada wilayah blok inti

tersebut.

Blok Inti yang terdapat pada areal KPHL Malunda penutupan lahannya

berupa semak belukar areal terbuka dan padang rumput. Disebabkan kondisi

penutupan lahan tersebut maka pengelolaan pada areal Blok Inti diarahkan

40

berupa program rehabilitasi areal yang dikerjakan secara swakelola oleh

KPHL Malunda atau secara partisipatif dengan penduduk lokal setempat.

Tabel 18. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok Inti

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi areal

Blok

pelaksanaan program

Skala pegusahaan

Hutan

Model/metode

pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan

program/kegiatan

1 Rehabilitasi areal Semak belukar,

areal terbuka, padang rumput

----------- Dikerjakan sendiri

dan atau secara partisipatif dengan

kelompok tani

Kecamatan

Ulumanda Desa

Ulumanda Kecamatan

malunda Desa

Lombang

2 Perlindungan dan

pengamanan hutan

Seluruh areal

blok inti

-------- Partisipatif dengan

masyarakat , desa

dan pengelola KPHL

Blok Inti HL merupakan kawasan hutan lindung sehingga program

perlindungan hutan yang perlu dilakukan dalam rangka optimalisasi fungsi

manfaat ganda sebagai pengatur tata air bagi wilayah bawahnya. Program

perlindungan hutan pada Blok Inti dapat dilakukan secara partisipatif

bersama-sama dengan masyarakat lokal dan lembaga Desa Ulumanda dan

Desa Lombang.

B. Blok Khusus HL

Blok Khusus HL dalam KPHL Malunda di tujukan untuk

mengembangkan pengelolaan kawasan hutan khusus (KHDTK) di bidang

pendidikan untuk memenuhi kebutuhan Tridarma Perguruan Tinggi

(pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat) dari Universitas yang

terdapat pada wilayah tersebut. Letak KHDTK tersebut secara administrasi

terletak di kecamatan Ulumanda, Sendana, Pamboang dan banggae Timur

seluas 1.757,83 Ha (Tabel 19).

Tabel 19. Blok Khusus HL pada KPHL Malunda

41

Kecamatan Desa Jenis blok

Luas Blok (Ha)

Faktor penyusun

blok

Peluang pemanfaata

n hutan

Skala pengusahaa

n hutan yang dapat

berlangsung

Izin usaha pemanfaatan hutan (IUPH)

1.Ulumanda 3. Sendana 4. Pamboang 5. Banggae

Timur

• Desa Ulumanda

• Desa Tandeallo

• Desa Sendana

• Desa Tallum Banua

• Desa

Betteng

• Desa

Baruga Dua

Khusus HL

1.757,83

1. Aksesibilitas

sangat

tinggi

2. Terdapat

pemukiman

disekitar

wiayah

3. Arahan HA

dan Gambut

serta

rehabilitasi

pada RKTN

4. Tutupan

lahan

terdapat

Hutan

Sekunder,

kebun

masyarakat

dan Padang

rumput

1. Jasa lingkungan

2. HHBK

KHDTK Kemitraan

Keberadaan Universitas Negeri Sulawesi Barat yang baru terbentuk

dimana pada Universitas tersebut terdapat Jurusan Kehutanan, tentunya

membutuhkan hutan pendidikan sebagai tempat praktek sekaligus lokasi

pendidikan. Penempatan Blok Khusus HL untuk areal KHDTK yang terletak di

Kecamatan Ulumanda, Tubbi Taramanu, Sendana, dan Pamboang, di

karenakan areal tersebut letaknya dekat dengan Kampus UNSULBAR dan

terdapat banyak akses jalan untuk menjangkau lokasi tersebut, di samping

sebagai areal tersebut terdapat areal pemukiman penduduk.

Penentuan sebagai Blok Khusus HL yang mestinya pengelolaannya

dalam bentuk KHDTK, di karenakan mengembangkan pola-pola kemitraan

dengan penduduk yang telah bermukim pada areal Khusus HL tersebut.

42

Pada areal yang tutupan hutannya padang rumput, diharapkan

dikembangkan penelitian-penelitian pengembangan agroforestry yang sesuai

kondisi Biofisis dan sosial ekonomi Sulawesi Barat. Demikian pula pada areal

yang tutupan hutannya sekunder di harapkan dapat dikembangkan sistem

silvikultur intensif (SILIN) untuk dapat menjadi model pengelolaan lingkup

Sulawesi Barat

Keberadaan UNSULBAR di Kabupaten Mejene di mana terdapat KPHL

Malunda secara administratif pemerintahan merupakan peluang dalam

membangun modal pengelolaan hutan secara kolaboratif pada kawasan hutan

yang merupakan Blok Khusus HL KPHL Malunda.

Tabel 20. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok Khusus HL

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi areal Blok

pelaksanaan

program

Skala

pegusahaan Hutan

Model/metode

pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan

program/kegiatan

2 Inventarisasi berkala

dan Penanataan areal KHDTK

Seluruh areal

blok khusus

Skala kecil Dikerjakan sendiri

oleh KHDTK unsulbar atau pola kemitraan

1. Kec Ulumanda

• Desa Ulumanda • Desa Tandeallo

2.Kec. Sendana Desa Sendana

Desa Tallum

Banua

3. Kec. Banggae Timur Desa Desa

Baruga Dua

4.Kec. Pamboang

• Desa Betteng

3 Rehabilitasi areal Semak belukar Kecil Rehabilitasi polaagroforestry

4 Perlindungan dan pengamanan hutan

Seluruh areal blok khusus

-------- Partisipatif dengan masyarakat , desa

dan pengelola KHDTK UNSULBAR

5 Pengembangan plot penelitian

Semak belukar dan padang

rumput

Demplot penelitian

1. Penelitian pengembangan

sistem silvikultur 2. Pengembangan

demplot pola

agroforetsry

6 Pengembagan skim AUK pola

agroforestry

Semak belukar dan padang

rumput, kebun

masyarakat

skala kecil kelompok

tani

Kemitraan

Blok Khusus HL diharapkan pengelolaannya oleh insan lembaga

akademik kehutanan yang terdapat pada UNSULBAR melaksanakan dan

mengembangkan model-model pengelolaan hutan, seperti: (1) inventarisasi

berkala dan penataan areal KHDTK, (2) model perlindungan dan pengamanan

43

hutan secara kemitraan dengan penduduk lokal sekitar hutan dan lembaga

desa yang terdapat pada berbagai desa di areal KHDTK, (3) pengembangan

plot-plot penelitian pengembangan berbagai komoditas pohon penghasil kayu

dan non kayu untuk merehabilitasi areal KHDTK, dan (4) pengelolaan skim

aneka usaha kehutanan pola agroforestry secara kemitraan bersama dengan

kelompok tani pada setiap penduduk desa yang terdapat di sekitar areal

KHDTK.

C. Blok Pemanfaatan HL

Blok Pemanfaatan HL pada KPHL Malunda terdapat pada wilayah

administrasi Kecamatan Tubo, Sendana, Tammerodo, Ulumanda, Banggae

timur, Malunda, dan Pamboang. Luas blok Pemanfaatan HL seluas 42.407,12

Ha merupakan blok yang terluas di banding blok lainnya yang terdapat

dalam KPHL Malunda (Tabel 21)

Tabel 21. Blok Pemanfaatan HL pada KPHL Malunda

Kecamatan Desa Jenis blok

Luas Blok (ha)

Faktor penyusun blok

Peluang pemanfaatan

hutan

Skala pengusahaa

n hutan yang dapat

berlangsung

Izin usaha pemanfaata

n hutan (IUPH)

Ulumanda Pamboang Sendana

• Desa Sambabo

• Desa Tandeallo

• Desa Ulumanda

• Desa

Betteng • Desa

Adolang • Desa Tallum

Banua • Desa Mosso • Desa Mosso

Dua • Desa

Puttada • Desa

Pundau • Desa

Sendana

Pemanfaat-an HL

42.407,12

1. Aksesibilitas

relatif mudah

dijangkau

2. Terdapat

pemukiman

disekitar

wilayah

3. Adanya arahan

HA dan Gambut

serta

rehabilitasi pada

RKTN

4. Tutupan lahan

terdapat Hutan

Primer, Hutan

Sekunder,

kebun

masyarakat,

Padang rumput,

dan semak

belukar

1. Jasa lingkungan

2. Wisata Alam

3. HHBK

4. ekowisata

1. Skala Besar

2. Skala Kecil

1. HKM

2. HD

3. Wilayah

tertentu

4. Koperasi

5. BUMD/BU

MS

6. Kemitraan

44

Tammerodo

Tubo

Malunda

• Desa Tallambala

o

• Desa Seppong

• Desa Ulidang

• Desa

Onang

• Desa Onang

Utara • Desa Tubo

• Desa Tubo

Selatan

• Desa Lombang

• Desa Bambanga

n

• Desa Mekkatta

Pemanfaa-

tan HL

1.Aksesibilitas

relatif

mudah

dijangkau

2. Terdapat

pemukiman

disekitar

wilayah

3. Adanya

arahan HA

dan Gambut

serta

rehabilitasi

pada RKTN

4. Tutupan

lahan

terdapat

Hutan

Primer,

Hutan

Sekunder,

kebun

masyarakat,

Padang

rumput, dan

semak

belukar

1. Jasa

lingkungan 2. Wisata

Alam

3. HHBK

1. Skala

Besar

2. Skala

Kecil

1. HKM

2. HD

3. Hutan adat

4. Koperasi 5. BUMD/BUMS

6. Kemitraan

7. Wilayah

tertentu

Blok Pemanfaatan HL pada KPHL Malunda ditempatkan pada sebagian

besar wilayah administrasi kecamatan yang ada kawasan hutan lindungnya

yang relatif mudah di jangkau, disamping sebagai areal Blok Pemanfaatan

tersebut terdapat pemukiman masyarakat dan kebun masyarakat.

Potensi hutan yang memungkinkan di usahakan pad Blok Pemanfaatan

HL, meliputi : (a). Hasil hutan dan kayu seperti rotan, gaharu, lebah madu

dan hasil hutan non kayu lainnya masih banyak terdapat pada tutupan hutan

45

primer dan tutupan hutan sekunder, (b). Pada areal-areal tersebut terdapat

potensi wisata pemandian alam yang memungkinkan di kembangkan sebagai

tempat wisata pemandian alam, (c). Pada areal yang tutupan hutannya

terdapat kebun masyarakat, atau padang rumput dan semak belukar yang

dekat dengan pemukiman masyarakat sangat potensial untuk dikembangkan

hutan kemasyarakatan (HKM).

Blok Pemanfaatan HL yang terdapat pada KPHL Malunda mempunyai

potensi penutupan lahannya berupa tutupan hutan alam primer dan tutupan

hutan alam sekunder, semak belukar dan areal terbuka. Potensi hasil hutan

yang terdapat pada hutan alam primer dan sekunder seperti getah pada

pohon damar, rotan dan gaharu. Potensi hasil hutan non kayu lainnya berupa

potensi jasa lingkungan seperti potensi wisata air terjun, air panas, aliran air

sungai dan panorama keindahan alam.

Berbagai potensi hasil hutan yang terdapat pada kawasan 41.328,45

ha pula di inventarisasikan secara berkala berbagai potensi tersebut

menyangkut letak, pengelolaan, dan besarnya potensi areal.

Tabel 22. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok

Pemanfaatan HL

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi areal

Blok pelaksanaan

program

Skala

pegusahaan

Hutan

Model/metode pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan program/kegiatan

1 Penyadapan getah pohon damar, rotan,

gaharu

Hutan alam primer/

sekunder

skala kecil Kemitraan dengan kelompok

tani dan KPH

Kec. Ulumanda Kec. Pamboang

Kec Sendana Kec. Tammerodo

Kec. Tubo

Kec. Malunda Kec. Banggae Timur

2 Inventarisasi berkala

dan Penanataan areal pemungutan

HHBK

Hutan alam

primer dan sekunder

3 Rehabilitasi areal Semak belukar

dan areal terbuka

Skala Kecil Rehabilitasi pola

agroforestry non buah dengan

pola kemitraan

kelompok tani dan KPHL

4 Perlindungan dan pengamanan hutan

Seluruh blok pengelolaan

KPHL

--------- Partisipatif dengan

penyadap, desa

dan pengelola KPH

46

5 Pemanfaatan jasa

lingkungan untuk wisata alam, air

mineral, PLTMH

Terdapat air

terjun, air panas, dan

atau air sungai

Skala kecil

atau skala besar

Kemitraan

dengan investor atau dengan

kelompok tani

dengan pengelola KPH

Desa Tandiallo (wisata

air terjun)

Desa Lombang

(pemandian air) Desa bambangan ( air

mineral )

Pengelolaan hutan yang diharapkan dapat berlangsung pada Blok

Pemanfaatan HL , meliputi (1) pemanenan hasil hutan non kayu (getah pohon

damar, rotan dan atau gaharu) yang dilakukan dengan pola pengusahaan

hutan skala kecil secara kemitraan antara kelompok tani dengan lembaga

KPHL Malunda, (2) rehabilitasi areal pada tutupan lahan semak belukar dan

areal terbuka yang dilakukan secara swakelola oleh KPHL Malunda atau

secara kemitraan dengan kelompok tani dengan mengembangkan pola

agroforestry penghasil non kayu, (3) pengembangan usaha jasa lingkungan

seperti wisata alam air terjun dan atau wisata air panas dan atau usaha air

mineral. Pengusahaan jasa lingkungan tersebut dapat dilakukan secara skala

besar atau skala kecil dengan pola kemitraan antara petani atau investor

serta SKPD terkait seperti Dinas Pariwisata atau Dinas Perdagangan (BKPMD),

(4) program perlindungan dan pengamanan areal dilakukan secara partisipatif

atau kemitraan dengan kelompok tani terkait dalam pengelolaan Blok

Pemanfaatan HL tersebut.

D. BLOK PEMANFAATAN HPT

Blok Pemanfaatan HPT terdapat pada kawasan hutan produksi terbatas

di wilayah administrasi Kecamatan Malunda dan Kecamatan Ulumanda seluas

1.796,73 Ha (Tabel 23).

47

Tabel 23. Blok Pemanfaatan HPT pada KPHL Malunda

Kecamatan Desa Jenis blok

Luas Blok

Faktor penyusun blok

Peluang pemanfaatan

hutan

Skala pengusahaa

n hutan yang dapat

berlangsung

Izin usaha pemanfaatan hutan (IUPH)

Malunda Ulumanda

• Desa Lombang

• Desa Bambangan

• Desa Mekkatta

• Desa

Kabiraan • Desa

Sambabo • Desa

Tandeallo

Pemanfa- atan HPT

1.796,73 1. Aksesibilitas mudah dijangkau

2. Terdapat pemukiman disekitar wlayah

3. Adanya arahan usaha

skala besar dan kecil pada RKTN

4. Tutupan lahan terdapat Hutan Sekunder dan semak belukar

1. Jasa lingkungan

2. Wisata Alam 3. HHBK 4. HHK

1. Skala Besar 2. Skala Kecil

1.HKM 2. HD 3. HTI 4. HPH 5. BUMD 6 BUMS 7. Kemitraan 8.Wilayah

tertentu

Blok Pemanfaatan HPT pada areal KPHL Malunda di tempatkan pada

kawasan hutan produksi wilayah administrasi yang terdapat di kecamatan

Malunda dan kecamatan Ulumanda. Penentuan Blok Pemanfaatan HPT pada

wilayah tersebut karena faktor fungsi kawasan hutan pada wilayah tersebut

merupakan hutan produksi terbatas, terdapat prasarana jalan sehingga

mudah dijangkau, serta terdapat pemukiman penduduk pada wilayah

tersebut.

Pemanfaatan hutan yang potensial untuk di kembangkan, meliputi hasil

hutan non kayu seperti rotan, damar, gaharu. Hasil hutan kayu dapat

diperoleh dari pembangunan hutan tanaman pada areal yang tutupan

lahannya merupakan semak belukar.

Pengusahaan hutan yang memungkinkan di kembangkan pada Blok

Pemanfaatan HPT, seperti pengusahaan skala kecil (HKM, Hutan Desa),

48

sedang yang skala besar dapat dalam bentuk BUMD, HTI BUMS dan

pengusahaan pada kemitraan

Tabel 24. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pengelolaan Blok Pemanfaatan

HPT

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi areal

pelaksanaan program

Skala

pegusahaan Hutan

Model/metode

pelaksanaan

Lokasi

pelaksanaan program/kegiatan

1 Penyadapan getah pohon damar,

gaharu,

pemungutan rotan

Hutan primer dan hutan

sekunder

Skala besar atau skala kecil

Dikerjakansendiri atau bermitra

dengan kelompok

tani

Kecamatan Malunda :

• Desa Lombang

• Desa Bambangan • Desa Mekkatta

Kecamatan Ulumanda

• Desa Tandeallo

• Desa Kabiraan • Desa Sambabo

2. Pengusahaan hutan kayu

Hutan primer dan hutan

sekunder

Skala besar atau skala kecil

Dikerjakan sendiri atau bermitra

dengan kelompok tani

3. Pemanfaatan jasa

lingkungan untuk wisata alam, air

mineral, PLTMH

Terdapat air

terjun, air panas, dan atau

air sungai

Skala kecil atau

skala besar

Kemitraan dengan

investor atau dengan kelompok

tani dengan

pengelola KPH

Kecamatan

Ulumanda : Desa Lombang

(pemandian air )

Desa bambangan ( air mineral )

2 Inventarisasi berkala

dan Penanataan

areal pemungutan HHBK

Seluruh blok

pengelolaan

-------- Dikerjakan oleh

KPHL

Kecamatan Malunda

:

• Desa Lombang • Desa Bambangan

Kecamatan Ulumanda

• Desa Tandeallo

• Desa Kabiraan • Desa Sambabo

3 Rehabilitasi areal Semak belukar Kecil Rehabilitasi pola

agroforestry

4 Perlindungan dan

pengamanan hutan

Seluruh blok

pengelolaan

-------- Partisipatif dengan

kelompok tani, desa dan pengelola

KPHL

Kondisi yang diharapkan dapat terjadi dalam pengelolaan Blok

Pemanfaatan HPT pada prinsipnya sama dengan program pengelolaan pada

Blok Pemanfaatan HL, yang membedakan adalah pada Blok Pemanfaatan HPT

memungkinkan dilakukan pengusaha hasil hutan kayu secara skala besar atau

skala kecil yang dikerjakan sendiri atau secara kemitraan dengan investor

(untuk skala besar) atau dengan kelompok tani (untuk skala kecil).

49

E. BLOK Pemberdayaan HPT

Blok Pemberdayaan HPT terdapat pada kawasan hutan produksi

terbatas di wilayah administrasi kecamatan Malunda, Tubo dan Ulumanda

dengan luas 3.504,82 Ha (Tabel 25).

Tabel 25. Blok Pemberdayaan HPT pada KPHL Malunda

Kecamatan Desa Jenis blok

Luas Blok

Faktor penyusun blok

Peluang pemanfaatan hutan

Skala pengusahaan hutan yang

dapat berlangsung

Izin usaha pemanfaatan hutan (IUPH)

Malunda Ulumanda

Tubo

• Desa Lombang

• Desa Bambangan

• Desa Mekkatta

• Desa Maliaya • Desa Malunda • Desa

Tandeallo • Desa

Kabiraan • Desa

Sambabo

• Desa Tubo

Pemberda-

yaan HPT

3.504,82 1. Aksesibilitas

sangat mudah

dijangkau

2. Terdapat

pemukiman

disekitar

wilayah

3. Adanya

arahan usaha

skala besar

dan skala

kecil serta

rehabilitasi

pada RKTN

4. Tutupan

lahan

terdapat

Hutan

Sekunder dan

semak

belukar

1. Jasa lingkungan

2. Wisata Alam 3. HHBK 4. HHK

Skala Kecil 1. HKM

2. HD

3. Kemitraan

Penempatan Blok Pemberdayaan HPT dalam pembangunan KPHL

Malunda dicirikan dengan terdapat banyaknya masyarakat yang telah

bermukim dan melakukan aktivitas budidaya wanatani pada areal kawasan

hutan di kecamatan Malunda dan kecamatan Ulumanda pada luasan 3.504,82

Ha. Faktor lain sehingga areal tersebut sebagai blok pemberdayaan karena

banyaknya akses jalan yang memudahkan untuk menjangkau areal

bersangkutan.

50

Pengusahaan hutan yang memungkinkan untuk di kembangkan pada

blok tersebut seperti pengembangan HKM atau hutan desa untuk pengelolaan

hasil hutan kayu dalam bentuk pengusahaan hutan skala kecil

Tabel 26.Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada Blok Pemberdayaan HPT

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi

areal Blok

pelaksanaan program

Skala

pegusahaa

n Hutan

Model/metode

pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan

program/kegiatan

1 Pengembangan pola agroforestry

penghasil kayu (kemiri, jabon ,

sengon , dlll) dan

non kayu (coklat , lada, dll)

Kebun masyarakat

dan telah ada

pencadangan

HTR

Skala kecil

Pola HKM atau hutan desa

Kecamatan Malunda : DesaMekkatta

Desa Bambangan

Desa Lombang

Desa Maliaya

Desa Malunda

Kecamatan Ulumanda :

Desa Kabiraan

Desa Sambabo

Desa Tande Allo

Kecamatan Tubo Desa Tubo

2. Pengembangan pola

agroforestry

penghasil non kayu (Kemiri Pala dengan

coklat, kopi , Nilam, dll)

Kebun

masyarakat

yang belum ada isin

skim hak kelola

Skala kecil Pola HKM atau

hutan desa

Kecamatan Malunda

• Desa Lombang

• Desa Bambangan • Desa Mekkatta

• Desa Maliaya • Desa Malunda

Kecamatan Ulumanda

• Desa Tandeallo • Desa Kabiraan

• Desa Sambabo Kecamatan Tubo

• Desa Tubo

Blok Pemberdayaan HPT dicirikan dengan kawasan hutan yang telah

terdapat masyarakat didalam kawasan hutan tersebut. Hasil pengamatan

lapangan dan wawancara dengan penduduk lokal yang beraktivitas di dalam

kawasan hutan dan dengan instansi kehutanan Kabupaten Majene, diperoleh

informasi bahwa pada Blok Pemberdayaan HPT KPH Malunda, terdapat

pencadangan HTR yang telah di verifikasi oleh BP2HP, namun areal

pencadangan HTR tersebut tidak bisa dilanjutkan karena berada pada

kawasan hutan produksi terbatas, yang memungkinkan adalah dengan skim

HKm atau hutan desa.

51

F. Blok Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK (HPT )

Blok Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK pada kawasan hutan

produksi terbatas di kecamatan Malunda dan kecamatan Ulumanda, di

tujukan untuk mengembangkan potensi air terjun, dan potensi permandian

alam yang terdapat dan telah mulai di manfaatkan penduduk setempat

sebagai areal wisata. Blok tersebut seluas 1175,41 Ha dan terletak pada Desa

Bambangan, Desa Tandeallo, Mekkatta dan Desa Kabiraan (Tabel 27)

Tabel 27. Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada KPHL Malunda

Kecamatan Desa Jenis blok

Luas Blok

Faktor penyusun

blok

Peluangpemanfaat-an

hutan

Skala pengusahaa

n hutan yang dapat

berlangsung

Izin usaha pemanfaata

n hutan (IUPH)

Malunda Ulumanda

• Desa Bambangan

• Desa Mekkatta

• Desa

Tandeallo • Desa

Kabiraan

Pemanfaat

an HPT

1175,41 1. Aksesibilitas

mudah

dijangkau

2. Terdapat

pemukiman

disekitar

wlayah

3. Adanya

arahan usaha

skala besar

dan kecil

pada RKTN

4. Tutupan

lahan

terdapat

Hutan

Sekunder dan

semak

belukar

1. Jasa lingkungan

2. HHBK

1. Skala Besar

2. Skala Kecil

1. HKM

2. HD

3. HTI

4. HPH

5. BUMD

6. BUMS

7. Kemitraan

8. Wilayah

tertentu

Program pengelolaan hutan yang di harapkan dapat berlangsung pada Blok

Jasa Lingkungan dan HHBK (HPT) , seperti pemanfaatan jasa lingkungan

52

untuk wisata alam, pengusahaan air mineral dan pembangkit listrik tenaga

mikro hidro (PLTMH). Gambaran secara rinci program pengelolaan hutan

yang diharapkan berlangsung pada Blok Jasa Lingkungan dan HHBK (HPT)

secara rinci diperlihatkan pada Tabel 28.

Tabel 28. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pengelolaan Blok Jasa Lingkungan dan HHBK(HPT)

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi

areal pelaksanaan

program

Skala

pengusahaan Hutan

Model/metode

pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan

program/kegiatan

1 Penyadapan getah pohon damar,

gaharu, pemungutan rotan

Hutan primer dan

hutan sekunder

Skala besar atau skala

kecil

Dikerjakan sendiri atau bermitra

dengan kelompok tani

Kecamatan Malunda : - Desa Bambangan

- Desa Mekkatta Kecamatan Ulumanda

Desa Tandeallo

Desa Kabiraan

3. Pemanfaatan jasa

lingkungan untuk wisata alam, air

mineral, PLTMH

Terdapat air

terjun, air panas, dan

atau air

sungai

Skala kecil

atau skala besar

Kemitraan

dengan investor atau dengan

kelompok tani

dengan pengelola KPH

Kecamatan Malunda :

Desa bambangan ( air mineral )

2 Inventarisasi

berkala dan Penanataan areal

pemungutan HHBK

Seluruh

blok pengelolaan

-------- Dikerjakan oleh

KPHL

Kecamatan Malunda :

Desa Bambangan Desa Mekkatta

Kecamatan Ulumanda • Desa Tandeallo

• Desa Kabiraan 3 Rehabilitasi areal Semak

belukar

Kecil Rehabilitasi pola

agroforestry

4 Perlindungan dan

pengamanan hutan

Seluruh

blok

pengelolaan

-------- Partisipatif

dengan kelompok

tani, desa dan pengelola KPHL

G. BLOK PERLINDUNGAN HPT

Blok Perlindungan HPT pada KPHL Malunda di alokasikan seluas 485,04

pada kawasan hutan di kecamatan Malunda dan kecamatan Ulumanda (Tabel

24), di karenakan areal tersebut kondisi topografinya berat dan jenis

tanahnya peka sampai peka terhadap erosi, sehingga mempunyai potensi

untuk dijadikan areal budidaya karena solumnya dangkal atau areal berbatu,

sehingga di jadikan Blok Perlindungan yang pengelolaan hutannya di arahkan

pada program rehabilitasi.

53

Tabel 29. Blok Perlindungan HPT pada KPHL Malunda

Kecamatan Desa Jenis blok Luas Blok

Faktor penyusun blok

Peluang pemanfaatan

hutan

Skala pengusahaan hutan

yang dapat

berlangsung

Izin usaha

pemanfaatan

hutan (IUPH)

Malunda

Ulumanda

• Desa Lombang

• Desa Bambangan

• Desa Mekkatta

• Desa Tandeallo

• Desa Kabiraan

Perlindungan

HPT

485,04 1. Aksesibilitas

relatif mudah

dijangkau

2. Terdapat

pemukiman

disekitar

wilayah

3. Adanya arahan

usaha skala

besar dan

skala kecil

serta

rehabilitasi

pada RKTN

4. Tutupan lahan

terdapat Hutan

Sekunder dan

semak belukar

1. Rehabilitasi

2. Jasa

Lingkungan

Penempatan Blok Perlindungan HPT dalam pembangunan KPHL

Malunda, dicirikan dengan (a) adanya arahan usahan skala besar dan skala

kecil suatu rehabilitasi pada RKTN, (b) kondisi biofisik yang bertopografi berat

dan atau solumnya dangkal dengan kondisi permukaan tanah berbatu yang

tidak layak sebagai areal budidaya, (c) .

Kondisi biofisik yang tidak layak secara secara ekonomi untuk lahan

budidaya, sehingga program pengelolaan hutan pada blok tersebut yang

perlu dilakukan adalah kegiatan rehabilitasi dan perlindungan hutan.

Kondisi yang diharapkan dapat berlangsung pada pengelolaan Blok

Perlindungan HPT, meliputi perlindungan dan pengamanan hutan, rehabilitasi

areal, dan penataan areal (Tabel 30)

Tabel 30.Proyeksi Kondisi yang diharapkan Pada Blok Perlindungan HPT

54

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi areal

Blok pelaksanaan

program

Skala

pegusahaan Hutan

Model/metode

pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan

program/kegiatan

1 Penanataan areal

rehabilitasi

Seluruh blok

perlindungan HPT

---------- Kec. Malunda

• Desa Lombang • Desa

Bambangan • Desa Mekkatta

• Kec. Ulumanda

• Desa Tandeallo

• Desa Kabiraan

2 Rehabilitasi areal Semak belukar Kecil Rehabilitasi pola

agroforestry

3 Perlindungan dan pengamanan

hutan

Seluruh blok perlindungan

HPT

Kelompok Tani

Kemitraan denganlembaga desa

dan pengelola KPHL, atau secara

swakelola oleh KPHL Malunda

Program perlindungan dan pengamanan hutan pada Blok Perlindungan

HPT di lakukan pada seluruh Blok Perlindungan HPT secara swakelola oleh

KPHL Malunda, dan atau secara kemitraan dengan kelompok tani, lembaga

desa, dan pengelola KPHL Malunda. Kegiatan rehabilitasi lahan pada areal

Blok Perlindungan HPT di arahkan pada areal yang kondisi penutupan

lahannya merupakan areal semak belukar dan atau areal terbuka dengan

mengembangkan pola agroforestry yang dapat meningkatkan produktifitas

lahan secara ekologis dan ekonomis.

55

BAB V

RENCANA KEGIATAN

A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola serta Penataan Hutan

Inventarisasi berkala wilayah kelola KPHL Malunda perlu dilakukan untuk

mengetahui dengan tepat potensi areal sebagai dasar dalam menyusun

perencanaan jangka pendek pada setiap blok pengelolaan hutan. Blok yang

perlu mendapat perhatian utama dalam inventarisasi berkala, yaitu blok

pemanfaatan HPT untuk melihat potensi kayu dan potensi non kayu yang

terdapat dalam blok tersebut, dan blok pemanfaatan HL dan blok jasa

lingkungan HHBK untuk melihat potensi hasil hutan non kayu seperti rotan,

gaharu, dan damar.

Blok pemanfaatan HPT seluas 1.796,74 ha direncanakan sebagai areal

wilayah tertentu yang akan dikelola sendiri oleh KPHL Malunda untuk produksi

kayu hutan alam nantinya, perlu diinventarisasi secara detail untuk pengaturan

hasil, sehingga pengusahaan hutan pada blok tersebut dapat dicapai kelestarian

hasil. Inventarisasi potensi yang perlu dilakukan, melipuit : (a) inventarisasi

berkala lokasi mana dalam blok tersebut yang penutupan hutannya tinggi,

sedang dan rendah, (2) inventarisasi potensi jenis dan potensi kayu (m³/ha)

pada berbagai potensi tutupan lahan yang sekaligus mengetahui penyebaran

kelas diameter berbagai jenis tegakan komersil dan non komersil. Berdasarkan

hasil inventarisasi tersebut dapat dilakukan pengaturan hasil berdasarkan etat

luas dan berdasarkan etat volume, sehingga pengusahaan hutan untuk produksi

kayu pada blok tersebut diharapkan nantinya dapat tercapai kelestarian hasil

dan kelestarian hutan. Implementasi pengaturan hasil berdasarkan etat luas

dan etat volume dilapang dilakukan melalui penataan petak-petak tebang

tahunan menggunakan batas-batas alam.

56

Tabel 31. Blok pada KPHL Malunda yang perlu mendapat prioritas awal dalam inventarisasi dan penataan hutan

Blok prioritas inventarisasi dan penataan areal

Luas areal Blok pada berbagai administrasi Kecamatan (ha)

Total luas Aktivitas inventarisasi Aktivitas

penataan areal

Ulumanda Malunda Tubo Sendana Tammerodo Banggae

Timur Pamboang

Pemanfaatan HPT 341,22 1455,52

1.796,74

1. Inventarisasi lokasi-lokasi yang berpotensi non kayu tinggi, sedang dan rendah

Tata batas blok menggunakan batas

alam

Pemanfaatan HL 15143,25 10351,21 4720,52 7039,76 2471,69

21,66

1580,36 42.407,12

1. Inventarisasi lokasi-lokasi yang berpotensi tutupan hutan (tinggi, sedang dan rendah)

2. Inventarisasi potensi tegakan kayu (m³/rha)

pada berbagai potensi tutupan hutan

1. Tata batas luar blok menggunakan balas alam.

2. Batas areal berpotensi

tinggi, sedang dan rendah menggunakan batas alam

Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT

454,39 722,01

1.175,41

Blok Perlindungan 12,79 472,25

485,04

Blok Inti 356,42 587,63

944,05

57

Blok Pemanfaatan-HL dan Blok Pemanfaatan-HPT, dilakukan inventarisasi

berkala, dimaksudkan untuk mengetahui pada wilayah mana dalam blok

tersebut yang dapat diusahakan untuk memungut hasil hutan kayu dan non

kayu pada blok Pemanfaatan HPT, sedang hasil hutan non kayu pada Blok HL

dengan menggunakan masyarakat lokal sebagai tenaga pemungut HHBK getah

damar. Penataan hutan dilapangan dilakukan untuk menata luas areal dan

jumlah pohon yang disadap getahnya oleh setiap tenaga pemungut getah damar

menggunakan batas-batas alam dan penandaan pohon sebagai batas areal

pemungutan pohon damar antar penduduk pemanen getah damar .

Inventarisasi berkala untuk blok perlindungan dan blok inti dilakukan

untuk mengetahui potensi flora dan fauna yang perlu dilindungi atau yang

endemik. Inventarisasi lainnya yang perlu dilakukan secara berkala adalah

mengetahui wilayah mana dalam blok tersebut yang tutupan hutannya berhutan

dan yang tidak berhutan untuk maksud mengetahui letak dan luas areal yang

perlu kegiatan rehabilitasi lahan.

B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu

Kawasan hutan dalam wilayah KPHL Malunda yang direncanakan untuk dikelola

oleh KPHL Malunda sebagai areal wilayah tertentu seluas 31.510,69 ha, terdapat

pada Blok Pemanfaatan HPT seluas 1.796,74 Ha, pada blok pemanfaatan jasa

lingkungan seluas 1.175,41 Ha (HPT) dan pada blok pemanfaatan HL seluas

58

28.538,55 Ha. Rencana kegiatan pada wilayah tertentu meliputi ; (a) rencana

pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (HHK-HA) hasil hutan bukan kayu (HHBK)

berupa getah pohon damar, gaharu dan rotan seluas 1.796,74 Ha pada blok

pemanfaatan HPT, (b) rencana pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam seluas

1.175,40 Ha (HPT) pada blok pemanfaatan jasa lingkungan, serta rencana

pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada blok pemanfaatan HL seluas

28.538,55 Ha .

Tabel 32. Program dan kegiatan strategis pada areal wilayah tertentu di KPHL

Malunda

No Jenis Blok Lokal administrasi kecamatan/Desa

Luas Program kegiatan

Model pelaksanaan

Kelas perusahaan

1. Jasa Lingkungan

HPT

Kec. Ulumanda

Wisata alam Kemitraan dengan investor

Skala kecil

Desa kabiraan 275,30

Desa tandeallo 179,09

Kec. Malunda

Desa mekkatta 1,01

Desa bambangan 720,0

2. Pemanfaatan HPT

Kec. Ulumanda

Pemanfaatan hasil hutan kayu

hutan alam (HHK-HA) dan

hasil hutan bukan kayu

(HHBK)

Kemitraan Dengan investor

Skala kecil dan skala

besar

Desa kabiraan 90,17

Desa sambabo 60,06

Desa tandeallo 190,99

59

No Jenis Blok Lokal administrasi

kecamatan/Desa Luas

Program

kegiatan

Model

pelaksanaan

Kelas

perusahaan

Kec. Malunda

Desa mekkatta 666,75

Desa bambangan 613,85

Desa lombang 174,92

3. Pemanfaatan HL

Kec. Tubo

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu

(HHBK)

Kemitraan Dengan investor

Skala besar dan skala

kecil

Desa onang utara 621,61

Desa onang 1651,18

Desa tubo selatan 1526,25

Desa tubo 918,27

Kec. Sendana

Desa pundau 535,88

Desa puttada 1270,10

Desa sendana 744,28

Desa mosso 601,16

Desa mosso dua 539,96

Desa tallum banua 895,71

Kec. Tammerodo

Desa ulidang 1107,21

Desa seppong 576,60

Desa tallambalao 788,02

Kec. Ulumanda

Desa sambabo 1649,83

Desa tandeallo 3040,5

Desa ulumanda 6814,97

Kec. Banggae Timur

Desa baruga dua 13,74

60

No Jenis Blok Lokal administrasi

kecamatan/Desa Luas

Program

kegiatan

Model

pelaksanaan

Kelas

perusahaan

Kec. Malunda

Desa mekkatta 614,19

Desa bambangan 1700,92

Desa lombang 1496,75

Kec. Pamboang

Desa betteng 188,84

Desa adolang 454,56

Kec. Tammerodo

Desa tallambalao 788,02

1. Kegiatan Pokok dalam Wilayah tertentu untuk pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam dan hasil hutan bukan kayu

a. Kegiatan Inventarisasi dan Penataan wilayah tertentu

Kegiatan inventarisasi potensi kayu dan non kayu pada wilayah tertentu,

meliputi :

1) Inventarisasi berkala lokasi mana dalam blok tersebut yang penutupan

hutannya tinggi, sedang dan rendah,

2) Inventarisasi potensi jenis dan potensi kayu (m³/ha) pada berbagai

potensi tutupan lahan yang sekaligus mengetahui penyebaran kelas

diameter berbagai jenis tegakan komersil dan non komersil.

Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut dapat dilakukan pengaturan

hasil berdasarkan etat luas dan berdasarkan etat volume, sehingga

pengusahaan hutan untuk produksi kayu pada blok tersebut

61

diharapkan nantinya dapat tercapai kelestarian hasil dan kelestarian

hutan. Implementasi pengaturan hasil berdasarkan etat luas dan etat

volume dilapang dilakukan melalui penataan petak-petak tebang

tahunan menggunakan batas-batas alam.

3) inventarisasi potensi hasil hutan non kayu yang potensinya tinggi,

sedang, atau rendah serta dimana letak lokasi penyebaran potensi

hasil hutan non kayu tersebut.

b. Kegiatan Pembukaan Wilayah hutan (PWH)

Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan

dan pembuatan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka

operasional kegiatan, baik penanaman, pemeliharaan tanaman,

penanaman hasil hutan kayu dan kayu sekali pengangkutan hasil hutan

kayu dan non kayu tersebut keluar dari hutan. Prasarana tersebut meliputi

rencana sumbu jalan (trase), base camp, jembatan, gorong-gorong, ilaran

api, pemasangan papan-papan peringatan dan larangan dll.

Kegiatan PWH di dalam Wilayah tertentu pada areal KPHL Malunda

adalah upaya pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung

pengelolaan hutan sesuai persyaratan yang telah ditentukan. Pertimbangan

teknik, ekonomis dan ekologis dari pembukaan wilayah hutan, pembukaan

tegakan dan sistem penanaman, pemeliharaan, penjarangan dan

62

pemanenan merupakan perpaduan yang perlu dipertimbangkan, agar

pengelolaan hutan dapat lestari, dengan tujuan sebegai berikut:

Mempermudah penataan hutan, tata batas dalam dan luar wilayah

tertentu, tata batas dalam membagi areal hutan ke dalam petak

tebangan tahunan.

Mempermudah pengukuran pekerja, peralatan dan bahan-bahan keluar

masuk hutan dan kegiatan pembinaan hutan.

Mempermudah kegiatan pemanenan hasil hutan (penebangan,

penyaradan, pengumpulan, pengangkutan dan penimbunan)

Mempermudah pengawasan hutan perlindungan hutan (terhadap

kebakaran, serangan hama dan penyakit hutan)

Di daerah yang terisolasi terpencil, kegiatan PWH dapat merupakan

bagian yang penting dari pengembagan infrastruktur daerah tersebut,

bahkan dapat merupakan pionir pengembangan hutan.

c. Lokasi Prioritas untuk menjadi Wilayah tertentu pemanfaatan hasil hutan

kayu hutan alam dan hasil hutan bukan kayu.

Berdasarkan hasil analisis GIS oleh BPKH tahun 2013 dan hasil

diskusi dengan lembaga KPHL Malunda, lokasi-lokasi yang akan

dikembangkan menjadi wilayah tertentu untuk rencana pemanfaatan hasil

hutan kayu hutan alam dan hasil hutan bukan kayu dapat dilihat pada

Tabel 33.

63

Tabel 33. Lokasi yang direncanakan menjadi Wilayah tertentu pemanfaatan

hasil hutan kayu hutan alam dan hasil hutan bukan kayu

No Lokal administrasi

kecamatan/Desa Luas

JENIS

BLOK

Blok

Pemanfaatan

HPT

1. Kec. Ulumanda

Desa kabiraan 90,17

Desa sambabo 60,06

Desa tandeallo 190,99

2. Kec. Malunda

Desa mekkatta 666,75

Desa bambangan 613,85

Desa lombang 174,92

1. Kegiatan Pokok dalam Wilayah tertentu pada Blok Pemanfaatan HPT untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu

Kegiatan pokok yang perlu dilakukan dalam pengelolaan wilayah

tertentu untuk pengusahaan HHBk, antara lain :

1) Mencari investor yang tertarik pada pengusahaan hasil hutan non

kayu

2) Mengembangkan sistem kerjasama kemitraan bagi hasil hutan non

kayu

64

3) Inventarisasi dan pemetaan secara partisipatif lokasi-lokasi potensi

hasil hutan non kayu

4) Pembentukan kelompok tani pemanenan hasil hutan non kayu

secara sistem afdeling, dimana satu afdeling dikelola oleh satu

kelompok tani dan diawasi oleh seorang mandor dan berada

dibawah resort pengembangan wilayah tertentu dalam struktur

organisasi KPHL Malunda. Luas setiap afdelig berkisar antara 100 -

150 ha dan luas kelola setiap rumah tangga kelompok tani

pemanenan hasil hutan non kayu berkisar antara 4 sampai 8 hektar

5) Mengembangkan aturan internal kelompok tani pemanenan hasil

hutan non kayu dan mekanisme bagi hasil atau sistem upah dalam

pemanenan tersebut.

2. Kegiatan Pokok dalam Wilayah tertentu untuk pemanfaatan Jasa

Lingkungan

Potensi jasa lingkungan yang terdapat dalam areal wilayah tertentu

pada blok pemanfaatan jasa lingkungan meliputi : air terjun, aliran

sungai, dan atau mata air yang kesemuanya mempunyai potensi

untuk dikembangkan menjadi areal pemandian alam, areal untuk

petani, areal untuk bahan baku air mineral. Kegiatan pokok yang perlu

dilakukan untuk pengembangan wisata tersebut, antara lain:

65

1) Mencari investor yang tertarik pada pengusahaan jasa lingkungan,

atau SKPD lingkup Kabupaten Majene (seperti Dinas pariwisata)

untuk sumber pendanaan pembangunan jasa lingkungan.

2) Menyusun desain atau rancangan bangunan serta tata letak

prasarana dan sarana pendukung pengusahaan jasa lingkungan.

3) Mengembangkan mekanisme pengusahaan hasil hutan non kayu

secara kemitraan antara lembaga KPHL Malunda, SKPD terkait, atau

inverstor (apabila kerjasama kemitraan bagi hasil dengan investor

dan masyarakat lokal setempat).

4) Mengembangkan sistem promosi pariwisata lokasi bersangkutan

melalui media oline (melalui internet), atau melalui pamplet.

C. Pemberdayaan Masyarakat

Lokasi pemberdayaan masyarakat pada areal Kawasan hutan KPHL

Malunda, dilakukan pada areal – areal yang telah terdapat masyarakat yang

beraktivitas di dalam kawasan hutan dan berada di luar areal ijin pengusahaan

hutan. Wilayah kecamatan terdapatnya lokasi blok pemberdayaan sebagian

besar tedapat pada kecamatan Malunda dan Ulumanda seluas 3.504,82 Ha

yang merupakan kawasan hutan produksi terbatas (Tabel 34).

66

Tabel 34. Letak dan Luas Blok pemberdayaan KPHL Malunda

No Uraian Rencana

program/kegiatan

Kondisi areal Blok

pelaksanaan program

Skala pegusahaan

Hutan

Model/metode pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan program/kegiatan

1 Pengembangan pola

agroforestry

penghasil kayu

(kemiri, jabon ,

sengon , dlll) dan

non kayu (coklat ,

lada, dll)

Kebun

masyarakat dan

telah ada

pencadangan

HTR

Skala kecil

Pola HKM atau

hutan desa

Kecamatan Malunda :

Desa Mekkatta

Desa Bambangan

Desa Lombang

Kecamatan Ulumanda :

Desa Kabiraan

Desa Sambabo

2. Pengembangan

pola agroforestry

penghasil non kayu

(Kemiri Pala dengan

coklat, kopi, Nilam,

dll)

Kebun

masyarakat

yang belum ada

izin skim hak

kelola

Skala kecil Pola HKM atau

hutan desa

Kecamatan Malunda

• Desa Lombang

• Desa Bambangan

• Desa Mekkatta

Kecamatan Ulumanda

• Desa Tandeallo

• Desa Kabiraan

• Desa Sambabo

Kegiatan Pokok pada Blok Pemberdayaan untuk skim HKm atau HD

Kegiatan pokok yang perlu dilakukan dalam pengelolaan blok

pemberdayaan untuk program Hutan Desa atau HKM, antara lain :

1) Mengembangkan skim hutan kemasyarakatan (HKM), atau Hutan Desa

(HD).

2) Fasilitasi pembentukan kelompok tani HD, atau HKM serta pengurusan

proses perolehan ijin IUPHHD, dan IUPHHKM dilakukan secara kemitraan

67

antara lembaga pengelola KPHL Malunda, kelompok tani HD, dan HKM,

Lembaga Dinas Kehutanan Kabupaten Majene, dan UPT kementerian

kehutanan yang membidangi HD, dan HKM (BPDAS Saddang).

3) Pengembangan AUK pada berbagai lokasi pembangunan HD, atau HKM

dengan pola agroforestry. Aktivitas pemberdayaan masyarakat berupa

budidaya tanaman kehutanan dengan tanaman perkebunan kakao, lada,

dan padi ladang atau jagung direncanakan akan di ditransformasi menjadi

pola–pola agroforestry melalui skim hutan kemasyarakatan (HKM), atau

Hutan Desa (HD).

D. Pembinaan dan Pemantauan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan

Kawasan Hutan

Berdasarkan informasi dari para pihak yang terkait, belum ada pihak

ketiga yang melakukan aktivitas pengelolaan hutan di wilayah KPHL Malunda.

Potensi-potensi wisata air terjun, serta potensi wisata alam belum dikelola oleh

pihak ketiga. Demikian pula pemanfaatan jasa lingkungan juga belum

terbangun pada saat ini. Namun demikian, apabila potensi-potensi tersebut

dikelola, maka lembaga pengelola KPHL Malunda harus membangun

kelembagaan sistem kompensasi atas produk jasa lingkungan yang diproduksi

dari wilayah KPHL Malunda yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Konsep

sinergitas manajemen harus mejadi pilar utama di dalam pengelolaan potensi-

potensi tersebut oleh pihak ketiga.

68

E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di luar Izin

1. Dasar Hukum Pelaksanaan Rehabilitasi diluar izin

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 76 Tahun 2008 Tentang

Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (pasal 35), pelaksana rehabilitasi Hutan dan

Lahan, yaitu : (1) rehabilitasi hutan pada kawasan hutan

konservasidilaksanakan oleh Pemerintah kecuali taman hutan raya, (2)

Rehabilitasi hutan pada taman hutan raya dilaksanakan oleh pemerintah

provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (3)

Rehabilitasi hutan pada hutan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan harus : a. menanam jenis

tumbuhan asli setempat; b. menanam tumbuhan yang sesuai keadaan habitat

setempat; dan c. menanam dengan berbagai jenis tanaman hutan. Sedang

Pasal 36, menyebutkan (1) Rehabilitasi pada kawasan hutan produksi dan

hutan lindung yang hak pengelolaannya dilimpahkan kepada Badan Usaha

Milik Negara, atau diberikan izin pemanfaatan hutan, atau izin penggunaan

kawasan hutan dilaksanakan oleh pemegang hak atau izin.(2) Rehabilitasi

pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang tidak dibebani hak atau

izin dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

(3) Rehabilitasi pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan

ketentuan: a. jenis tumbuhan yang ditanam harus sesuai dengan fungsi

hidroorologis; b. tumbuhan yang ditanam dapat bersifat monokultur atau

campuran; dan c. sejauh mungkin menghindari jenis tumbuhan eksotis atau

69

jenis tumbuhan asing. Pasal 37, menjelaskan (1) Rehabilitasi hutan pada

kawasan hutan yang dikelolaoleh lembaga yang diberi hak pengelolaan

kawasan hutan dengan tujuan khusus dilakukan oleh pengelola. (2)

Rehabilitasi pada kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat hukum adat

sebagai hutan adat,dilaksanakan oleh masyarakat hukum adat yang

bersangkutan. Pasal 38 menguraikan (1) Rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh

pemerintah kabupaten/kota.(2) Rehabilitasi lahan yang dibebani hak atas

tanah menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemegang hak. Sedang Pasal

39 menjelaskan (1) Pemegang hak atau pemegang izin dalam melaksanakan

rehabilitasi hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,

Pasal 37, dan Pasal 38 ayat (2) dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan

dukungan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,

dan/atau lembaga swadaya masyarakat.(2) Pendampingan, pelayanan, dan

dukungan Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan rehabilitasi

hutan dan lahan dengan tujuan perlindungan dan konservasi.

2. Lokasi Penyelenggaraan Rehabilitasi areal KPHL Malunda

Areal yang diprioritaskan untuk direhabilitasi pada areal KPHL Malunda

seluas 1.429,09 Ha adalah areal-areal yang tutupan hutannya telah terbuka

atau yang berpenutupan semak belukar sebagai akibat aktivitas perambahan

masyarakat, yaitu pada blok perlindungan (HPT) seluas 485,04 Ha dan pada

blok inti (HL) seluas 944,05 Ha. Blok inti dan blok perlindungan yang

tutupan hutannya berupa semak belukar dan belum dirambah masyarakat

dilakukan rehabilitasi lahan dengan sistem pengayaan tanaman, sedang yang

70

telah dirambah masyarakat dalam bentuk pertanian lahan kering dan atau

pertanian campur semak maka dilakukan rehabilitasi pola agroforestry secara

swakelola oleh KPHL Malunda atau secara kemitraan dengan masyarakat

lokal, dan atau lembaga desa.

3. Jenis Komoditas yang Diinginkan Oleh Masyarakat dalam rehabilitasi di luar

izin.

Hasil pengamatan lapang dan wawancara dengan masyarakat

menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan pengembangan beberapa

jenis komoditas baik berupa kayu-kayuan maupun komoditas MPTS (Multi

Purpose Tree Spesies) pada pelaksanaan RHL. Berdasarkan pertimbangan

keadaan di lapangan, yaitu masyarakat yang telah melakukan kegiatan

usahatani di dalam kawasan hutan areal KPHL Malunda, maka pola

rehabilitasi yang diusulkan adalah pola agroforestry. Dengan demikian

masyarakat tersebut tetap akan mendapatkan kebutuhan hariannya,

sementara mereka juga akan membangun tegakan hutan dengan menanam

tanaman jenis kayu-kayuan. Jenis-jenis yang diinginkam oleh masyarakat

antara lain kemiri, durian, lansat, gmelina, mahoni, suren, rambutan, kakao,

kopi. Kendala utama dalam pengembangan komoditi tersebut antara lain

adalah usahatani belum dikelola secara intensif dan belum diterapkannya

teknik-teknik sipil konservasi.

71

4. Model Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Model RHL yang dapat di kembangkan dalam merehabilitasi areal kelola KPHL

Malunda, seperti pola agroforestry, pola pengayaan, pola hutan campuran sistem

jalur, pola hutan tanaman campuran/hutan serbaguna.

a. Pola Agroforestry

Pola agroforestry yang dapat dikembangkan antara lain silvopasture dan

agrosilvikultur. Sistem penanaman dapat di lakukan dengan tumpang sari maupun

alley cropping.

Alley cropping merupakan pola agroforestry yang sesuai untuk lahan datar

sampai topografi agak miring. Dengan alley cropping tanaman pohon ditanam secara

kelompok berselang-seling dengan tanaman perkebunan coklat menurut kontur

membentuk jalur-jalur tanaman. Pohon-pohon yang ditanam secara berkelompok

tersebut dapat berfungsi sebagai penahan erosi yang cukup efektif disamping

sebagai sumber bahan organik untuk mempertahankan dan mengembalikan

kesuburan tanah. Pada jalur tanaman kayu-kayuan ditanam jenis pohon seperti

mahoni, jati, durian, rambutan, nangka dll.

b. Pola Pengayaan

Pola Pengayaan dilakukan pada kawasan hutan yang penutupan lahannya telah

mengalami kerusakan secara setempat-setempat yang penutupannya semak

belukar, atau pada lahan pertanian lahan kering campur semak (PLKCS), sehingga

tidak diperlukan penanaman secara menyeluruh. Pengayaan ini mengikuti model

spot/mosaik dengan jalan menanam jenis-jenis kayu unggulan setempat dan jenis-

jenis pohon penghidupan (MPTS) yang ditanam secara mengelompok maupun

secara campuran. Jenis-jenis pohon unggulan setempat seperti: kemiri, durian,

langsat, rambutan, nangka, petai, mangga, kapuk, dan sebagainya. Penanaman

dapat dilakukan secara campuran ataupun secara kelompok.

c. Pola Hutan Campuran Sistem Jalur

Hutan campuran sistem jalur merupakan pola yang sesuai untuk penutupan

pada lahan milik dan kawasan hutan yang penutupannya semak belukar.

72

Penanaman secara jalur dimaksudkan agar belukar yang ada tidak ditebang habis

melainkan ditebang secara jalur sehingga akan terdapat jalur tanaman dan jalur

konservasi secara berselang-seling.

Lebar jalur tergantung dari kondisi tanah, kemiringan lereng dan jenis

tanaman. Untuk menentukan berapa lebar jalur yang paling efektif perlu dilakukan

penelitian dan uji coba, melalui pembangunan plot coba (demplot Agroforestry).

d. Pola Hutan Tanaman Campuran/Hutan Serbaguna.

Pada pola ini beberapa jenis pohon, jenis kayu-kayuan untuk pertukangan dan

jenis MPTS dapat ditanam secara bercampur disesuaikan dengan kondisi lapangan,

lebar tajuk dan kebutuhan akan cahaya dari masing-masing jenis yang dipilih. Pola

ini cukup baik untuk diterapkan pada penutupan semak belukar, dan atau alang-

alang. Kombinasi tanaman dapat dilakukan sesuai keinginan dan tujuan penekanan

yang diinginkan. Perbandingan antara kayu-kayuan dan jenis MPTS dapat dipilih

antara lain: 70% :30%, 50% : 40%, 50% : 50% dan seterusnya. Model kebun

campuran ini adalah mengkombinasikan tanaman kayu-kayuan, MPTS, dan

tanaman semusim.

Beberapa pola yang dapat dikembangkan pada lahan alang-alang adalah

sebagai berikut:

1) Pola Hutan Tanaman Penghasil Kayu dan Buah. Pola ini sesuai dilaksanakan

pada areal alang-alang dan tanah kosong bekas ladang untuk meningkatkan

produktifitas lahan dengan menanam tanaman MPTS yang bermanfaat bagi

penduduk.

2) Hutan Tanaman Kayu Pertukangan. Hutan tanaman kayu pertukangan

diarahkan pada areal semak belukar, alang-alang dan tanah kosong pada

kawasan hutan atau lahan milik. Jenis yang dikembangkan adalah jenis kayu

yang disenangi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan

seperti, jati, suren, mahoni, uru, dll. Tanaman kayu-kayuan ditanam pada jalur

tersendiri dan tanaman MPTS ditanam pada jalur tersendiri pula, sehingga

terbentuk sabuk-sabuk yang mengikuti kontur.

73

5. Civil Teknis dalam RHL

Pembangunan bangunan-bangunan civil teknis dalam RHL diperlukan pada

lokasi-lokasi di luar kawasan hutan yang karena kondisi fisik lahan dan aktivitas

usahatani masyarakat pada lahan tersebut berpotensi untuk terjadinya degradasi

lahan. Berdasarkan kondisi areal sasaran RHL, maka dapat dipertimbangkan untuk

membangun teras dan rorak pada lokasi-lokasi sasaran RHL yang saat ini

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai areal pertanian lahan kering dengan komoditi

coklat pada lokasi-lokasi sasaran RHL yang mempunyai potensi menimbulkan erosi

dan longsor pada desa -desa yang terletak pada Hulu DAS di areal KPHL Malunda.

F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutannya.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa di wilayah KPHL Malunda belum

ada izin pemanfaatan hutan. Oleh karena itu, kegiatan pembinaan dan pemantauan

pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh Dinas Kehutanan kepada lembaga pengelola

KPHL Malunda dan oleh lembaga pengelola KPHL kepada mitra yang melaksanakan

kegiatan rehabilitasi atau reklamasi hutan.

G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam di arahkan pada

blok inti dan blok perlindungan. Lokasi-lokasi yang menjadi prioritas utama

perlindungan hutan dan konservasi alam, yaitu pada tutupan hutan yang masih

primer yang terletak pada daerah topografi berat, seperti pada hutan lindung di

Kecamatan Ulumanda, Malunda (Tabel 35).

Tabel 35. Areal Blok inti dan Blok Perlindungan yang Perlu dilakukan Program Kegiatan Perlindungan dan Konservasi Alam

Blok KPHL

Malunda

Luas areal KPHL Malunda pada berbagai administrasi Kecamatan (ha) Grand Total

(ha) Ulumanda Malunda

Blok Inti Hl 356,42 587,63 944,05

Blok Perlindungan HPT 12,79 472,25 485,04

Grand Total 369,21 1059,88 1429,09

74

Perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga dan memelihara hutan,

kawasan hutan dan lingkungannya agar berfungsi secara optimal dan lestari yang

dilaksanakan melalui upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan,

kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,

ternak, kebakaran, daya-daya alam, serta hama dan penyakit.

Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan oleh pemerintah desa dan

masyarakatnya sangat diperlukan dalam bentuk kegiatan secara berkelanjutan

dan efektif. Bentuk perlindungan dan pengamanan yang diharapkan dapat

dilakukan oleh masyarakat melalui kelompok atau lembaga yang dibentuk oleh

masyarakat berupa :

1) Perlindungan dan pengamanan sumber mata air yang terdapat di dalam

wilayah hutan pada setiap desa.

2) Perlindungan terhadap lahan usaha dari gangguan serangan hama dan

penyakit.

3) Perlindungan dan pengamanan hutan di desa atau dusun dari gangguan

pembukaan lahan atau penebangan tanpa sepengetahuan lembaga

pengelolaan hutan oleh desa, dan lembaga KPHL Malunda.

4) Pengendalian sistem budidaya yang destruktif terhadap tutupan hutan oleh

masyarakat pendatang berbentuk tata aturan budidaya agroforestry

konservatif yang dapat menghindari terjadinya banjir erosi dan longsor.

5) Program pengamanan hutan oleh desa dengan pembentukan lembaga/satuan

pengamanan hutan di setiap dusun.

6) Perlindungan dan pengamanan tersebut seharusnya dijabarkan secara tertulis

dalam bentuk peraturan desa dan peraturan daerah. Yang pembentukannya

difasilitasi oleh lembaga pengelola KPHL Malunda.

H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar Pemegang Izin

Belum ada izin penggunaan kawasan hutan maupun pemanfaatan hutan

dalam areal KPHL Malunda, sehingga belum bias dilakukan koordinasi dan

didiskusikan antar pemegang izin.

75

i. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Pemangku Kepentingan

Lembaga KPHL Malunda yang baru terbentuk tahun 2011 sesuai SK

menteri Kehutanan No. 722/Menhut-II/2011 tgl 20 Desember 2011, tentunya

memerlukan dukungan dari instansi terkait, koordinasi dan sinergitas kegiatan

untuk terwujudnya pelaksanaan dokumen perencanaan KPHL jangka panjang

ini. Kegiatan Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan oleh KPHL

Malunda melibatkan berbagai instansi dan pemangku kepentingan, oleh karena

itu koordinasi dan sinergi dengan instasi terkait merupakan salah satu kegiatan

yang sangat penting untuk dilakukan agar kewenangan, kepentingan dan

program kegiatan pengelolaan dari unsur-unsur terkait sinergi antara satu

dengan yang lainnya. Adapun bentuk dan alur koordinasi dengan instansi

terkait dalam membangun sinergi program kegiatan pengelolaan areal KPHL

Malunda diuraikan sebagai berikut:

Tabel 36. Jenis Kegiatan dan Bentuk Koordinasi Instansi Terkait dengan KPHL Malunda

Pemanfaatan dan penggunaan

kawasan hutan

Intansi Terkait Bentuk Koordinasi

Produksi HHK dan HHBK

- Kehutanan kab. - Perindustrian, - Perdagangan - Kadin - Perkebunan

-Rekomendasi perijinan - penataausahaan HHK dan HHBK - Kapasitas Produksi kayu alam - Perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu (biji, getah, jasa lingkungan)

- Badan Revitasliasi Industri kehutanan

Perizinan dan kapasitas jatah tebangan

Jasa Lingkungan - Pariwisata - Pengembangan Potensi areal wisata alam

Akses Jalan - PU Cipta Karya

Tata Guna Lahan - BPN - Bappeda - Pemda

Kawasan Hutan RTRWP / TGHK

Dampak Lingkungan - Kantor

Lingkungan Hidup

Pengendalian dan pengawasan dampak lingkungan pengelolaan kawasan hutan

76

Gambar 3. Alur Koordinasi dan Sinergis Pengelolaan Hutan pada Areal KPHL Malunda

SKPD KPHL Malunda

Perkebunan

BP DAS

Pertanian

PU Pengairan

Bappenas/Da

BPN

Transmigrasi

Lintas Sektoral

Daerah

Balai Benih

Perbenihan

Dalkar

BKSDA

Balai Pemantapan

kawasan hutan

BPK/Tek. DAS

Dishut dan

PerkebunanMAJEN

E

Instansi Teknis

Vertikal

Pertambangan

Komisi Amdal

Badan Usaha

Pemegang Izin

Pengelolaan Hutan

BP2HP

BRIK KADIN MPI

Koordinasi

Sinergi

LSM

Diklat Dep. Hut

Balai Litbang Hut

Tanaman

Balai Sutra Alam

77

J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM

1. Dasar Acuan Peraturan dan landasan pemikiran Penyediaan SDM

BerdasarkanPeraturan Menteri dalam negeri no. 61 tahun 2010

tentang pedoman Organisasi dan tata kerja KPHL dan KPHP, bagan struktur

organisasi KPHL dan KPHP pada provinsi dan kabupaten terdiri atas dua

pilihan, yaitu tipe A (Gambar 4) dan struktur organisasi KPH tipe B (Gambar

5).

Gambar 4. Bagan struktur organisasi KPHL dan KPHP provinsi/ kabupaten / kota tipe A

Gambar 5. Bagan struktur organisasi KPHL dan KPHP provinsi/kabupaten /kota tipe

B

Seksi

Bagian Tata

Usaha

Kepala

Seksi

Resort KPH

Kelompok Jabatan

Fungsional

Bagian Tata

Usaha

Kepala

Resort KPH

Kelompok

Jabatan Fungsional

78

2. Struktur organisasi dan Penyediaan SDM KPHL Malunda

Berbagai pertimbangan dalam menentukan bentuk organisasi yang sebaiknya

dibangun KPHL Malunda, yaitu : (a) Peraturan Menteri dalam negeri no. 61 tahun

2010 tentang pedoman Organisasi dan tata kerja KPHL dan KPHP, (b) luas wilayah

KPHL Malunda yang sebagian besar terdapat aktivitas wanatani masyarakat lokal

sekitar hutan,(c) Hasil analisis tata hutan yang menghasilkan blok pengelolaan (blok

inti, blok perlindungan,blok pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi, blok

pemberdayaan, blok pemanfaatan HHK-HA, dan blok khusus, (d) kondisi penutupan

lahan yang sebagain besar telah dirambah masyarakat, (e) Peraturan Menteri

Kehutanan RI No. P. 42/Menhut-II/ 2011 Tentang Standar kompetensi bidang

teknis kehutanan pada kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL dan kesatuan

pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan (f) PERDA Kabupaten Majene Tentang

organisasi dan Tata Kerja KPHL KPHL Malunda, maka struktur organisasi yang perlu

dibangun oleh KPHL Malunda untuk menstimulasi awal pembagunan dan

pengelolaan hutan selama jangka perencanaan jangka panjang KPHL tersebut,

seperti diperlihatkan pada Gambar 6

79

Gambar 6. Struktur Organisasi KPHL Malunda

Kepala KPHL Malunda

Sub bagian Tata Usaha

Seksi perencanaan dan

evaluasi Seksi pengelolaan hutan lindung / hutan produksi

Mandor Mandor

Resort Rehabiliatsi

Hutan/lahan

Resort Perlindungan dan

Pengamanan Hutan

Resort Hasil Hutan

Bukan Kayu dan Jasa

Lingkungan

Resort Perencanaan

Mandor Mandor

Kelompok jabatan

fungsional

Kerjasama

pemegang izin

Pemberdayaan

masyarakat

80

Berdasarkan struktur organisasi KPHL Malunda (Gambar 6) tugas dan

fungsi yang diharapkan dari setiap persoil yang terdapat dalam struktur

kelembagaan tersebut, yatu Kepala KPHL (KKPHL) menjalankan dan

mengendalikan seluruh pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan yang

terdapat pada seluruh wilayah KPHL Malunda.

Tabel 37. Pembagian Tugas dan fungsi serta wilayah kerja pada struktur organisasi KPHL Malunda

No Staf organisasi Tugas dan fungsi Wilayah kerja dalam

KPHL Malunda

1 Kepala KPHL malundai Memimpin dan mengendalikan seluruh program dan kegiatan pengelolaan hutan yang berlangsung pada seluruh areal

KPHL Malundai

Seluruh wilayah KPHL Malunda

2 Sub Bagian tata Usaha Melaksanakan pengadministrasian kegiatan pengelolaa pada wilayah KPHL

3 Jabatan Fungsional i pemberdayaan masyarakat dan

kerjasama pemegang ijin

1.Melaksanakan program pemberdayaan masyarakat 2.Melaksanakan program kerjasama kemitraan

pemberdayaan masyarakat dengan pemegang ijin

Blok Pemberdayaan masyarakat dan blok

khusus

Melakukan kerjasama kemitraan dengan pemegang ijin hak kelola kawasan hutan yang terdapat pada wilayah

KPHL malunda

Blok HL- pemanfaatan dan HP-Pemanfaatan

4. Kepala Seksi Pengelolaan

Hutan lindung dan hutan produksi

Menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan pada

seluruh blok pengelolaan areal KPHL Malunda sesuai garis kebijakan yang ditetapkan oleh KKPHL

Seluruh Blok

pengelolaan hutan

5. Kepala Seksi perencanaan dan evaluasi

Menyelenggarakan kegiatan perencanaan dan evaluasi pengelolaan hutan pada seluruh blok pengelolaan areal

KPHL Malundai sesuai garis kebijakan yang itetapkan oleh KKPHL

Seluruh Blok pengelolaan hutan

6. Kepala Resort rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)

1. Melaksanakan program rehabilitasi hutan pada Blok inti dan blok perlindungan

2. Melaksanakan tugas pembantuan RHL pada seluruh wilayah KPHL

Blok inti dan blok perlindungan hutan

7.

Kepala Resort perlindungan dan pengamanan hutan

1. Melaksanakan program pegamanan dan perlindungan hutan pada blok inti dan blok perlindungan

3. Melaksanakan tugas pembantuan perlindungan dan pengamanan hutan pada seluruh wilayah KPHL

Blok inti dan blok perlindungan hutan

8. Kepala resort pegusahaan hasil hutan bukan kayu

(HHBK) dan jasa lingkungan

Melaksanakan kegiatan pengusahaan HHBK dan jasa lingkungan

Blok pemanfaatan HHK-HA dan wilayah tertentu

9. Kepala Resort Pengusahaan hasil hutan kayu (HHK)

Melaksanakan kegiatan pengusahaan HHK dan jasa lingkungan

Blok pemanfaatan HHK-HA

10 Kepala Resort Perencanaan Melaksanakan kegiatan perencanaan pada suatu areal dalam blok pengelolaan KPHLMalunda sesuai garis kebijakan

yang telah ditetapkan oleh kepala seksi perencanaan dan KKPHL

Seluruh blok pengelolaan KPHL

Kepala seksi mempunyai tugas membantu kepala KPHL dalam

melaksanakan program kegiatan yang digariskan oleh KKPHL Malunda sesuai

dengan wewenang kerjanya pada setiap blok pengelolaan yang telah

ditentukan (Tabel 39). Sedang kepala resort membantu kepala seksi dalam

81

mengimplementasikan kegiatan pengelolaan hutan yang telah digariskan oleh

kepala seksi pada setiap areal blok pengelolaan.

Berdasarkan struktur organisasi dan tufoksi dari setiap bagian organisasi

KPHL Malunda, maka dapat ditentukan level tingkat pendidikan yang

dibutuhkan dari SDM yang akan mengisi struktur organisasi KPHL Malunda.

Perekrutan SDM pada KPHL tersebut dapat dilakukan secara sistem mutasi

dari instansi terkait dalam kabupaten Majene atau pengangkatan tenaga

honorer untuk tingkat KRPH atau mandor. (Tabel 32).

Tabel 38. Tingkat Pendidikan Formal SDM yang Mengisi Struktur Organisasi KPHL Malunda

No Persyaratan Kepala KPHL Kepala Seksi Kepala Sub

Bagian Tata Usaha

Kepala Resort

KPH

1 Pangkat dan

Golongan/ruang

Penata Tk .I, Gol

III/d

Penata Muda Tk. I,

Gol. III/b

Penata Muda

Tk. I, Gol. III/b

Pengatur Tk. I,

Gol. II/d

2 Hasil penilaian kinerja (DP-3)

Baik Baik Baik Baik

3 Tingkat

pendidikan formal

-S-1/D-IV

Kehutanan -S-1 non

kehutanan

berlatar belakang pendidikan

kehutanan (SKMA/SMK

Kehutanan, D-III Kehutanan)

dengan

pengalaman di bidang kehutanan

lima tahun.

- SKMA atau SMK

Kehutanan - D-III Kehutanan

- D-III non Kehutanan

dengan pengalaman di bidang kehutanan

lima tahun

SLTA/D-III - SKMA atau SMK

Kehutanan - D-III Kehutanan

- D-III non

Kehutanan dengan

pengalaman di bidang kehutanan

dua tahun

4 Sistem pengadaan

SDM

Pengangkatan (SK) Bupati

1. Mutasi 2. Pengangkatan

(SK) Bupati

1. Mutasi 2.Pengangkatan

(SK) Bupati

1. Mutasi 2. Pengangkatan

(SK) Bupati 3. tenaga honorer

Sumber : Dimodifikasi dariPeraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 42/Menhut-II/ 2011

Tentang Standar kompetensi bidang teknis kehutanan pada kesatuan pengelolaan

hutan lindung (KPHL dan kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP)

Berdasarkan Tabel 50, maka dapat ditentukan kompetensi yang

dibutuhkan dan jumlah SDM yang dibutuhkan pada setiap level/jenjang

dalam organibasi KPHL Malunda, seperti diperlihatkan pada Tabel 39.

82

Tabel 39. Kelompok Kompetensi Jabatan Struktural dan Kepala Resort pada KPHL Malunda

NO. KELOMPOK

KOMPETENSI

JABATAN

KKPHL

Kepala Seksi yang

menangani Perencanaan

Kepala Seksi yang

menangani Pengendalian dan

Pemantauan

Pengelolaan

Kepala Sub Bagian

Tata Usaha

Kepala Resort

KPHL

1. Kemampuan berpikir V V V V V

2. Pengelolaan tugas V V V V V

3. Pengelolaan SDM V V V V V

4. Karakter personal V V V V V

5 Pengelolaan sarpras

dan keuangan

V V V

6 Pengelolaan program dan kegiatan

V V V V

7 Pengelolaan parapihak

(komunikasi, negosiasi konsultasi, fasilitasi,

pengelolaan konflik dll.)

V V V V

8 Pengelolaan

usaha/bisnis

V V V

9. Penyelenggaraan tata hutan dan

penyusunan rencana pengelolaan hutan:

a. Inventarisasi hutan V V

b.Penataan hutan V V

c. Penyusunan pengaturan hasil

V V

d. Penyusunan

rencana pengelolaan hutan

V V

Penyelenggaraan

pemanfaatan hutan

V

a. Pemanfaatan

kawasan

V V V

b. Pemanfaatan jasa lingkungan

V V V

c. Pemanfaatan hasil

hutan kayu

V V V

d. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu

V V V

e. Pemungutan hasil hutan kayu

V V V

f. Pemungutan hasil

hutan non kayu.

V V V

11. Penyelenggaraan

penggunaan kawasan hutan

V V V

83

12. Penyelenggaraan

rehabilitasi dan reklamasi hutan.

V V V

13. Penyelenggaraan

perlindungan hutan dan konservasi alam.

V V V

14. Pengelolaan informasi

dan pengendalian manajemen hutan.

V V V V

15. Jumlah SDM yang

dibutuhkan (orang) 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 3 orang

Keterangan : V : syarat yang harus dipenuhi K. Penyediaan Pendanaan

Berdasarkan uraian BAB IV tentang hasil analisis dan proyeksi dan

uraian rencana kegiatan pada Bab V yang telah diuraikan di atas, diperoleh

gambaran rencana kegiatan yang akan dilakukan KPHL Malunda selama

perencanaan jangka panjang sepuluh tahun. Sumber pendanaan yang

diharapkan dapat diperoleh oleh lembaga KPHL Malunda untuk membiayai

biaya operasional pengelolaan hutan dan sekaligus diharapkan dalam

jangka waktu tertentu sudah dapat surplus penerimaannya, sehingga

dapat membiayai dirinya dalam pengelolaan areal kerjanya dan dapat

mebuka sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) dalam bentuk

retribusi atau pajak.

Gambaran potensi sumber pendanaan yang dapat diperoleh lembaga

KPHL Malunda dalam pengelolaan arealnya, diuraikan pada Tabel 40.

Berdasarkan Tabel 40 Usaha yang perlu dilakukan untuk memperoleh

sumber pendanaan untuk merealisasikan program pengelolaan hutan pada

setiap blok pengelolaan yang ada dalam KPHL Malunda, meliputi :

1. Koordinasi dan konsultasi dengan Kementerian Kehutanan tentang

perencanaan anggaran pembangunan KPHL Malunda

2. Menyusun manual operasional anggaran tahun berjalan tentang alokasi

anggaran kegiatan berdasarkan skala prioritas

3. Desiminasi dan sosialisasi manual operasional penyusunan anggaran

belanja pengelolaan KPHL Malunda

84

4. Musrembang secara berjenjang mulai dari petak, blok, unit

pengelolaan UPTD/SKPD kabupaten tentang kemitraan pengelolaan

KPHL Malunda

5. Asistensi dan konsultasi usulan anggaran SKPD KPHL Malunda yang

disiapkan dari APBD Kabupaten Majene, sampai tahap Rapat

pembahasan dan penatapan anggaran

6. Skim pembiayaan melalui investor dan perbankan.

7. Skim pembiayaan melalui kerjasama pembiayaan pemberdayaan

masyarakat dengan pemegang ijin pemanfaatan kawasan hutan.

85

Tabel 40. Potensi Sumber Pendanaan yang Dapat Diperoleh dalam Pengelolaan Areal oleh Lembaga KPHL Malunda

No

Program Rencana Pengelolaan

Potensi Sumber-sumber pendanaan/penerimaan

Pemerintah (Kementerian kehutanan)

APBD MAJENE/

SKPD

Perusahaan pemegang

ijin Investor Perbankan

LSM internasional

A. Program kegiatan umum pada setiap blok pengelolaan

2 Desain pem-bentukan unit mana- jemen hutan (FMU) KPHL

Hibah penelitian

1 Inventarisasi berkala

A. Blok Pemanfaatan HPT 1. Pemanenan HHK

Kemitraan Bagi hasil

Pinjaman

2. Pemanenan HHBK 3. Pembangunan

HTI

4. Pengamanan dan perlindungan hutan

SKPD TIM TERPADU

5. Rehabilitasi dan konservasi

DAK

B. BLOK Pemberdayaan 1. Program skim

HTR,HD dan atau HKM

dana fasilitasi

Kemitraan Pinjaman Hibah penelitian

C. Blok Pemanfaatan HL 1. reklamasi Kewajiban 2. Perlindungan dan

pengamanan hutan

Kewajiban

2. Rehabilitasi Dana CSR 3. Pemberdayaan CSR 4. HHBK getah

damar Kemitraan Pinjaman

D Blok Inti HL 1. Perlindungan dan

pengamanan hutan SKPD

2 Rehabilitasi hutan DAK E. Blok Khusus Penelitian APBN Kemitraan Hibah Pengembangan

Hutan wisata kemitraan

F. Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT

86

L. Pengembangan Database

1. Masalah

Penyediaan Informasi / database pada KPHL Malunda terbatas pada

data manual berupa dokumen atau buku.

Data base tersebut sulit diakses dan dimanfaatkan oleh pihak terkait

Keterbatasan informasi KPHL Malunda yang up to date dan dapat

diakses dengan cepat akan mempengaruhi optimalisasi pengambilan

keputusan yang tepat dan cepat dalam peningkatan kualitas KPHL

Malunda

2. Sasaran

Tersedianya Informasi dan data yang memuat secara rinci, aktual dan

akurat tentang potensi areal dan aspek teknis kawasan hutan menurut

unit pengelolaan, data sosial ekonomi masyarakat serta variable lain

terkait pengelolaan KPHL Malunda.

a. Prioritas kegiatan pokok

Kegiatan Pokok yang akan dilaksanakan antara lain:

1. Penyusunan/Desain Sistem Informasi Perencanaan, pelaksanaan

dan pengendalian kegiatan pengelolaan pembangunan kehutanan

KPHL Malunda yang terintegrasi antara SKPD Kabupaten dengan

SKPD KPHL Malunda.

2. Pengadaan software dan peralatan pendukungnya

3. Pelatihan tenaga operator

4. Evaluasi kinerja SIM Data base

M. Rasionalisasi Wilayah Kelola

Faktor yang menjadi pertimbangan utama dalam menentukan

rasionalitas wilayah kelola dan prioritas urutan kegiatan pengelolaan

hutan yang akan ditetapkan oleh lembaga KPHL Malunda dalam

87

menentukan luas areal yang akan dikelola pada periode pertama

perencanaan jangka panjang sepuluh tahunan, yang selanjutnya

diterjemahkan kedalam luas areal yang akan dikelola setiap tahun,

meliputi ; (a) pertimbangan pembatas ketersediaan SDM dan struktur

organisasi KPHL Malunda yang akan melaksanakan fungsi-fungsi

pengelolaan hutan ditingkat tapak pada seluruh wilayah KPHL Malunda,

(b) berdasarkan pertimbangan intensitas kegiatan dan luas areal pada

setiap blok pengelolaan, dan (c) berdasarkan pertimbangan

karakteristik ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah stakeholder

yang terlibat (pemegang ijin, atau investor, atau SKPD instansi terkait)

serta ketersediaan dana pengelolaan.

Berdasarkan uraian berbagai pertimbangan di atas, rasionalisasi

luas wilayah kelola dan prioritas kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan

dalam jangka rencana sepuluh tahunan pada setiap blok pengelolaan

pada KPHL Malunda, diuraikan berikut ini.

1. Rasionalisasi luas wilayah kelola kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan

Berdasarkan struktur organisasi KPHL Malunda, bagian

organisasi yang menangani kegiatan perlindungan dan pengamanan

hutan adalah staff resort perlindungan dan pengamanan hutan yang

diharuskan menangani kegiatan tersebut pada blok inti yang

berpenutupan hutan primer dan hutan sekunder pada wilayah

Kecamatan Pamboang. Sedang pada Blok perlindungan, luas areal

yang menjadi prioritas utama perlindungan dan pengamanan hutan

seluas 744,59 ha dengan tutupan hutan primer, hutan sekunder dan

dominan terdapat pada Kecamatan Ulumanda dan malunda.

Blok pemanfaatan HL dan Blok Pemanfaatan HPT, perlindungan

dan pengamanannya menjadi tanggungjawab perlindungan dan

pengamanan hutan kepada lembaga KPHL Malunda yang merupakan

kewajiban untuk melakukan program perlindungan dan pengamanan

hutan di wilayah kerjanya. Untuk meningkatkan kinerja perlindungan

88

dan pengamanan hutan dari resiko illegal logging, maka tenaga lokal

pemanenan HHBK yang akan dilibatkan, diharapkan berperan ganda

dalam kegatan perlindungan dan pengamanan hutan pada areal blok

tersebut.

Dikarenakan areal Blok Perlindungan dan Blok inti merupakan

prioritas utama lokasi kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan

selama jangka perencanaan sepuluh tahunan, maka aktivitas yang

perlu dilakukan dalam pengamanan hutan dan perlindungan hutan,

meliputi inspeksi areal, monitoring areal, dan pengawasan areal.

2. Rasionalisasi luas wilayah kelola kegiatan Rehabilitasi hutan dan konservasi SDH

Berdasarkan struktur organisasi KPHL Malunda, bagian

organisasi yang menangani kegiatan rehabilitasi hutan adalah Kepala

seksi, rehabilitasi perlindungan dan pengamanan hutan, sedang

ditingkat resort adalah resort rehabilitasi hutan yang diharapkan

resort tersebut dapat melakukan kegiatan rehabilitasi diprioritaskan

pada Blok Inti dan Blok Perlindungan yang penutupannya

merupakan semak belukar. Berdasarkan hasil pengamatan dalam

pengembangan perkebunan sawit menggunakan sistem afdeling,

yaitu seorang mandor menangani lahan 125 – 150 Ha, dimana

setiap tenaga kerja menangani lahan 4 Ha untuk kegiatan

penanaman dan pemilihan tanaman rehabilitasi, maka secara

rasional setiap tahun resort rehabilitasi hutan menangani dua areal

afdeling rehabilitasi lahan dengan jumlah mandor sebanyak dua

orang dan melibatkan 100 orang tenaga rehabilitasi hutan dan lahan

(tenaga persemaian sekaligus persiapan lahan, penanaman dan

pemeliharaan tanaman RHL).

3. Rasionalisasi luas wilayah kelola kegiatan Pemungutan

HHBK

89

Berdasarkan struktur organisasi KPHL Malunda, bagian

organisasi yang menangani kegiatan pemungutan HHBK adalah

Kepala seksi wilayah tertetu, sedang ditingkat resort adalah resort

pengusahaan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.

Pengembangan investasi getah pohon damar diharapkan

diprioritaskan dilakukan pada areal yang direncanakan menjadi

wilayah tertentu yang mempunyai potensi HHBK pada areal yang

penutupan lahan hutannya primer dan hutan sekunder yang

terdapat pada Blok Pemanfaatan HL, Blok Pemanfaatan HPT, dan

Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT, yang penutupan

lahannya.

Asumsi yang digunakan untuk menentukan luas rasionalitas

wilayah kelola pemungutan HHBK, yaitu menggunakan pengalaman

pengelolaan perkebunan sawit pola PIR dengan sistem afdeling ,

dimana seorang mandor pengawas membawahi satu afdeling seluas

125 ha sampai 150 ha. Pada setiap afdeling tersebut dapat

diberikan hak kelola kepada penduduk lokal yang berminat sebagai

tenaga pemanenan HHBK, yaitu 4 – 8 hektar per kepala rumah

tangga petani yang diawasi seorang mandor pengawas terhadap

seluruh anggota kelompok tani penyadap dalam afdeling tersebut.

Karena keterbatasan SDM dalam organisasi KPHL Malunda, maka

untuk tahap awal tahun pertama sampai tahun kelima pelaksanaan

perencanaan pengelolaan diharapkan dalam setiap kecamatan lokasi

terdapatnya potensi getah pohon damar hanya terdapat dua

afdeling. Sehingga jumlah afdeling hanya sebanyak 10 afdeling

yang melibatkan 10 orang mandor dan petani tenaga penyadap

getah damar sebanyak 300 orang rumah tangga petani pemanenan

HHBK pada seluruh KPHL Malunda. Apabila selama lima tahun

tersebut memberikan prospek yang lebih bagus, maka dapat

ditingkatkan jumlah afdeling, sebaliknya jika kurang memberikan

prospek dapat dikurangi jumlah afdelingnya.

90

Berdasarkan pertimbangan rasionalisasi wilayah kelola, rencana kegiatan

pengelolaan hutan jangka panjang KPHL Malunda selama sepuluh

tahun, disajikan pada Tabel 41.

Tabel 41. Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Malunda Selama Sepuluh Tahun

No

Review kinerja Program Pengelolaan Hutan

Rencana pengelolaan hutan jangka Panjang KPHL Malunda Tahun 2015- 2024

Tahun 2015

Tahun 2016

Tahun 2017

Tahun 2018

Tahun 2019

Tahun 2020

Tahun 2021

Tahun 2022

Tahun 2023

Tahun 2024

A. Program umum setiap blok pengelolaan

1. Inventarisasi berkala √ √ √

2. Kinerja organisasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3. Kinerja keuangan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4. Kinerja pengembangan SDM √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5. Kinerja Litbang √

B. Kinerja Blok Pemberdayaan HPT

1. Program skim HTR, HD, dan atau HKM

√ √ √ √ √

C. Kinerja pengelolaan Blok Pemanfaatan HL dan HPT

1. Reklamasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Perlindungan dan pengamanan hutan

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Rehabilitasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3. Pemberdayaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4. Pemanenan HHBK √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

D Blok Inti HL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

1. Perlindungan dan pengamanan hutan

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2 Rehabilitasi hutan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

E. BLOK Perlindungan HPT

1. Perlindungan dan pengamanan hutan

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Rehabilitasi hutan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

F. Blok Khusus HL

1. Penelitian √ √ √ √ √

2. Pengembangan Hutan wisata

√ √ √ √ √

G. Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT

1. Pengembangan hutan wisata

√ √ √ √ √

2. Pengembangan wisata alam √ √ √ √ √

3. Pengembangan usaha air mineral

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4. Perlindungan dan pengamanan areal

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √

N. Review Rencana Pengelolaan (5 tahun)

91

Operasionalisasi rencana jangka panjang sepuluh tahunan

pengelolaan KPHL Malunda yang dibuat, dalam Pelaksanaan

pengelolaannya tentunya terdapat beberapa item kegiatan yang belum

tercapai 100 % bahkan tertunda dengan konteks permasalahan yang

berbeda antara satu Blok dengan blok pengelolaan lainnya. Review

rencana pengelolaan jangka panjang perlu dilakukan setiap lima tahunan

untuk meperbaiki kinerja pengelolaan internal KPHL Malunda.

Kegiatan Review lima tahunan akan dilaksanakan sebagai evaluasi

tingkat keberhasilan pelaksanaan dan pengelolaan KPHL. Parameter yang

dievaluasi adalah semua aspek kegiatan lapangan, admisnitrasi,

manajemen / SDM dan aspek finansialnya. Semua muaranya adalah

efisiennya berdasarkan target tahunan dan lima tahunan . Adapun bentuk

kegiatan yang akan dilaksanakan adalah;

1. Evaluasi dan Analisis Pelaksanaan dan Pengelolaan pada masing-

masing unit KPHL Malunda

2. Identifikasi Masalah dan kebutuhan tindakan penanganannya

3. Penyusunan Draft Review Rencana kerja lima Tahunan

4. Sosialisasi dan Sinkronisasi Rencana kerja 5 tahun dengan Dinas

Kabupaten terkait dan pihak investor yang terlibat

5. Rapat Pembahasan dan Penetapan finalisasi Rencana Kerja Lima

Tahunan

Review lima tahunan akan dilaksanakan sebagai evaluasi tingkat

keberhasilan pelaksanaan dan pengelolaan. Parameter yang dievaluasi

adalah semua aspek kegiatan lapangan, administrasi, manajemen / SDM

dan aspek finansialnya. Semua bermuara pada efesiensi berdasarkan

target tahunan, lima tahunan dan 10 tahunan. Untuk mengetahui prestasi

pencapaian oganisasi dan manajemen ini, dibuat format matriks laporan

yang dapat digunakan dalam mereview kinerja dan kekurangan yang

terjadi selama lima tahun berlangsungnya pengelolaan hutan, seperti

diperlihatkan pada Tabel 36 berikut.

92

Tabel 42. Format matriks review Kinerja Lima Tahunan KPHL Malunda

No

Review kinerja Program Pengelolaan Hutan

Kinerja pengelolaan hutan KPHL Malunda Tahun 2015- 2019

target RKT tahun 2015-21019 Realisasi/kinerja RKT tahun

2015-2019 Rekomendasi hasil

review Fisik Biaya/penerimaan Fisik Biaya/penerimaan

A. Program umum setiap blok pengelolaan

1. Inventarisasi berkala

2. Kinerja organisasi

3. Kinerja keuangan

4. Kinerja pengembangan SDM

5. Kinerja Litbang

B. Kinerja Blok Pemberdayaan

1. Program skim HTR, HD, dan atau HKM

C. Kinerja pengelolaan Blok Pemanfaatan HL dan HP

1. Reklamasi

2. Perlindungan dan pengamanan hutan

2. Rehabilitasi

3. Pemberdayaan

4. Pemanenan HHBK

D Blok Inti

1. Perlindungan dan pengamanan hutan

2 Rehabilitasi hutan

E. Blok Perlindungan

1. Perlindungan dan pengamanan hutan

2. Rehabilitasi hutan

F. Blok Khusus

1. Penelitian

2. Pengembangan Hutan wisata

G. Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT 1. Pengembangan hutan

wisata

2. Pengembangan wisata alam 3. Pengembangan usaha air

mineral

4. Perlindungan dan pengamanan areal

O. Pengembangan Investasi

Potensi areal KPHL Malunda yang dapat dikembangkan melalui

berbagai peluang pengembangan investasi aneka usaha kehutanan,

meliputi :

93

1. Pengusahaan hutan hasil hutan kayu pada Blok Pemanfaatan HPT

seluas 1.097 ha. Areal tersebut dikelola sebagai wilayah tertentu oleh

KPHL Malunda dengan penutupan hutan merupakan tutupan hutan

sekunder. Pengembangan investasi yang dapat dilakukan dalam

pengusahaan hutan pada Blok Pemanfaatan HPT, yaitu (a) dapat

dilakukan sendiri pengelolaannya dengan meminjam dana perbankan

untuk investasi peralatan pemanenan dan biaya operasional

pemanenan kayu tersebut, (b) Dilakukan secara kemitraan bagi hasil

dengan pihak ketiga, dimana kontrol pemanenan dibawah pengawasan

dan kendali lembaga pengelolaan KPHL Malunda (terutama

penanganan sistem penatausahaan kayu dan laporan administrasi

pemanenan sesuai peraturan perundang-undangan) serta pengadaan

tenaga kerja pemanenan melalui perekrutan tenaga kerja lokal yang

direkrut langsung oleh lembaga pengelola KPHL Malunda. Sedang

pihak ketiga sebagai penyedia peralatan pemanenan, seperti alat sarad

dan alat angkut serta biaya operasional pelaksanaan pemanenan,

menyangkut upah tenaga pemanenan (upah tebang, sarad, dan upah

pengangkutan. Sistem pemanenan hanya dilakukan dengan sistem

seperti yang dilakukan penduduk lokal pada pemanenan Industri Sawit

dan perlunya pengembangan industri Pengolahan kayu untuk

meningkatkan nilai kayu oleh KPHL Malunda.

2. Perlunya pengembangan investasi untuk pengusahaan hasil hutan non

kayu yang terdapat pada seluruh blok pengelolaan KPHL Malunda

seluas 56.105,06 ha dan tersebar pada seluruh kecamatan yang

terdapat dalam areal KPHL malunda. Pengembangan peluang investasi

pada pengusahaan hasil hutan non kayu dapat dilakukan melalui (a)

Perencanaan pemasaran hasil, (b) mengadakan kerjasama pemasaran

hasil pada perusahaan eksportir hasil hutan non kayu menyangkut

besarnya kontrak produksi perbulan dan kepastian harga beli oleh

pihak investor pembeli. Sedangkan pelaksanaan pengusahaan hasil

hutan non kayu dapat dilakukan sendiri oleh lembaga KPHL Malunda

dengan menerapkan sistem bagi hasil dengan penduduk lokal yang

94

direkrut menjadi tenaga pemanen hasil hutan non kayu yang

diorganisir dalam sistem kelompok tani mengikuti pola afdeling.

3. Pengembangan investasi wisata Permandian yang terdapat pada areal

KPHL Malunda dapat dilakukan melalui kerjasama bagi hasil dengan

investor yang bergerak di bidang pariwisata atau kerjasama dengan

istansi SKPD terkait internal Kabupaten Majene di bidang pariwisata.

Pihak investor atau SKPD terkait diharapkan dapat bermitra dalam

pembangunan sarana dan prasarana wisata alam permandian, sedag

pihak lembaga pengelola KPHL menyediakan administrasi perisinan

pembangunan sarana dan prasarana, serta penyediaan tenaga kerja

pengelola wisata.

Tabel 43. Peluang Pengembangan Investasi pada Berbagai Pengelolaan

Hutan oleh KPHL Malunda

No

Peluang investasi

Lembaga investor

Model investasi

Lokasi blok pengelolaan

KPHL Malunda investor

1. Pengusahaan hasil hutan kayu

Perusahaan perkayuan

Kemitraan Bagi hasil

1. Administrasi perizinan pengusahaan kayu

2. Administrasi penatagunaan kayu

3. Rekrutmen tenaga kerja lokal pemanenan kayu

1. Penyediaan dana operasional

2. penyediaan peralatan pemanenan

Blok Pemanfaatan HPT ( HHK - HA)

perbankan Kredit perbankan

1. Melaksanakan seluruh kegiatan pengusahaan kayu

2. Pembayaran pinjaman kredit

Pemberi pinjaman

2. Peyadapan getah pohon damar, gaharu, dan pemungutan rotan

Perusahaan eksportir

Kontrak Pemasaran

hasil

1. Administrasi perizinan 2. Administrasi

penatausahaan getah damar, gaharu dan rotan

3. Rekrutmen tenaga kerja lokal

4. Bagihasil dengan tenaga kerja lokal

1. Kontrak pembelian getah damar, gaharu, dan rotan

2. Kontrakkesepakatan harga beli damar, gaharu dan rotan

Blok pemanfaatan HL dan HPT

3. Pembangunan HTI

Perusahaan perkayuan

Kemitraan Bagi hasil

1. Administrasi perizinan lokasi HTI

2. Rekrutmen tenaga kerja lokal

1. Penyediaan dana operasional

2. penyediaan peralatan pembangunan HTI

Blok Pemanfaatan HPT

perbankan Kredit perbankan

1. Melaksanakan seluruh kegiatan pembangunan HTI kayu

2. Pembayaran pinjaman kredit

Pemberi pinjaman kredit

95

4. Pembangunan wisata permandian alam

Perusahaan Wisata

Kemitraan Bagi hasil

1. Administrasi perizinan 2. Promosi wisata 3. Rekrutmen tenaga kerja

pengelola areal wisata

1. Penyediaan dana investasi pembangunan wisata permandian alam

2. Promosi wisata

Blok pemanfaatan HL dan HPT (jasa lingkungan )

Instansi SKPD

terkait

Kemitraan Bagi hasil

1. Admistrasi perizinan 2. Promosi wisata 3. Rekrutmen tenaga kerja

pengelola areal wisata

1. Penyediaan dana investasi pembangunan wisata permandian alam

2. Promosi wisata

Untuk menarik minat investor untuk terlibat dalam berbagai program

pengelolaan KPHL Malunda, maka prioritas arah kebijakan yang perlu

diciptakan oleh lembaga KPHL Malunda, meliputi ; (a) Mengurangi biaya

transaksi dan praktek ekonomi biaya tinggi baik untuk tahap memulai

maupun operasinal bisnis, dan (b) Menata aturan main yang jelas dan

pemangkasan birokrasi dengan prinsip transparansi dan tata pemerintahan

yang baik

Beberapa Langkah strategis yang perlu diakukan lembaga KPHL Malunda

untuk mewujudkan kebijakan pengembangan investasi diwilayah kerjanya,

seperti:

1. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi meliputi:

Penyerderhanaan prosedur pelayanan penanaman modal

Pemberian insentive yang menarik

Konsolidasi perencanaan peluang investasi

Pengembangan sistim informasi peluang investasi pada KPHL Malunda

Pengkajian regulasi bidang investasi sektor kehutanan

2. Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi meliputi:

Penyediaan sarana dan prasana daerah terkait investasi di sektor

usaha kehutanan

Fasilitasi terwujudnya kerjasama antara usaha besar dan UKM

Promosi Peluang dan Prospek investasi pada kawasan KPHLMalunda

96

Mendorong dan menfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di

bidang investasi sektor usaha kehutanan dengan instansi terkait dan

dunia usaha

96

BAB VI

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

A. Dasar Hukum

Pembinaan, pengawasan dan pengendalian, adalah salah satu unsur

manajamen yang penting dilaksanakaan oleh KPHL Malunda. Metode dan

standar pelaksanaannya akan merujuk kepada organisasi induk yakni

Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Majene. Juga tata

hubungan kerja antar setiap jenjang jabatan (struktural dan fungsional)

didalam wadah KPHL tersebut perlu dibuat.

1. Mekanisme pembinaan perencanaan pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat

Berdasarkan undang – undang dan peraturan yang ada, pembinaan

perencanaan pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat hanya dalam bentuk

perencanaan yang bersifat makro yang meliputi perencanaan pengelolaan hutan

untuk seluruh wilayah hutan di Indonesia. Rumusan perencanaan hutan yang dibuat

oleh pemerintah pusat harus disertai dengan kriteria dan indikator untuk pencapaian

pengelolaan hutan yang lestari. Kriteria dan indikator pengelolaan hutan yang lestari,

dapat dinilai dari dua dimensi, yaitu dimensi hasil dan dimensi manajemen.

Dimensi hasil mencakup tiga prinsip yaitu :

1. kelestarian fungsi produksi, yaitu terdiri atas tiga kriteria, yaitu :

a. Kelestarian sumber daya

b. Kelestarian hasil hutan

c. Kelestarian usaha

2. Kelestarian fungsi ekologi / lingkungan terdiri atas dua kriteria, yaitu :

a. Stabilitas ekosistem

b. Survival species langka / endemik / dilindungi

97

3. Kelestarian fungsi sosial budaya terdiri atas dua kriteria, yaitu :

a. Kesetaraan (Equality)

b. Partisipasi masyarakat

Dimensi manajemen, mencakup tiga strategi pencapaian, yaitu :

1. Manajemen kawasan terdiri atas tiga kegiatan, yaitu :

a. Pemantapan kawasan

b. Penataan kawasan

c. Pengamanan kawasan

2. Manajemen hutan terdiri dari tiga kegiatan, yaitu :

a. Kelola produksi

b. Kelola lingkungan

c. Kelola sosial

3. Manajemen kelembagaan terdiri atas tiga kegiatan, yaitu :

a. Organisasi

b. Sumber daya manusia

c. Keuangan

2. Mekanisme Pembinaan Perencanaan Pengelolaan Hutan oleh Dinas Kehutanan Daerah Kabupaten

Pembinaan perencanaan pengelolaan hutan oleh Dinas Kehutanan

kabupaten Majene dilakukan dalam bentuk :

a. Merumuskan perencanaan operasional seluruh aktivitas pengelolaan hutan pada

areal hutan yang terdapat di daerah Kabupaten Majene.

b. Melakukan koordinasi perencanaan atau koordinasi kebijakan pengelolaan hutan

yang akan diterapkan di wilayah pada Dinas Kehutanan Propinsi untuk mencapai

pedoman perencanaan yang ditetapkan oleh dinas kehutanan daerah Propinsi

dan keselarasan analisis rumusan kebijakan dinas Propinsi, dengan perencanaan

operasional unit pelaksana teknis kehutanan daerah kabupaten / kota.

98

B. Mekanisme Pengawasan Pengelolaan Hutan

1. Mekanisme Pengawasan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

Mekanisme pengawasan pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat

sebagai berikut :

a. Aspek yang diawasi oleh pemerintah pusat dalam pengelolaan hutan adalah

mulai dari perencanaan, pelaksanaan tata poduksi, peremajaan dan

pelestarian hutan, serta monitoring evaluasi dan pelestarian.

b. Aspek pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dibidang keuangan

adalah pajak, alokasi dana umum dan pengelolaannya, alokasi dana khusus

dan pengelolaannya serta keuntungan dan kerugian usaha lainnya pemerintah

yang menangani pengawasan tersebut adalah lembaga pemerintah pusat

yang berwenang akan masalah keuangan.

c. Pengawasan di bidang pengembangan usaha, meliputi permodalan dan

industri pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu dan non kayu dilakukan

oleh lembaga pemerintah pusat yang berwenang dalam hal pengembangan

usaha seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

d. Substansi yang diawasi oleh pemerintah pusat adalah agar pengelolaan hutan

yang dilakukan oleh KPHL Malunda sesuai dengan kriteria dan indikator yang

telah ditetapkan.

2. Mekanisme Pengawasan Pengelolaan Hutan oleh Kabupaten Majene

Pengawasan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh kabupaten Majene

terhadap KPHL Malunda pada prinsipnya adalah :

a. Pengawasan pelaksanaan operasional pengelolaan hutan oleh KPHL Malunda

mulai dari kegiatan perencanaan sampai kegiatan monitoring evaluasi.

99

b. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan tentang pajak, keuntungan

usaha, alokasi dana produksi, alokasi dana sosial diserahkan ke lembaga

pajak.

c. Pengawasan pengembangan usaha, permodalan dari hasil hutan dan non

kayu.

C. Mekanisme Pembinaan Manajemen oleh KPHL Malunda Terhadap Pemegang ijin

Dari uraian mekanisme pembinaan pengelolaan hutan oleh Dinas Kehutanan

Kabupaten Majene, KPHL Malunda dapat membantu perusahaan pemegang ijin

yang terdapat dalam areal KPHL Malunda dalam penyelenggaraan kehutanan dan

memberikan pembinaan manajemen kepada para pelaku pemegang ijin usaha

kehutanan dalam kegiatan pengelolaan hutan, sesuai hirarki yang ada, dalam

bentuk :

1. Memfasilitasi pelaku usaha kehutanan dalam penyusunan rencana pengelolaan

hutan, seperti RKU, RKL, dan RKT, serta instrumen / dokumen perencanaan

pengelolaan hutan lainnya.

2. Memfasilitasi pelaku usaha kehutanan dalam pelaksanaan pengawasan dan

pengendalian internal pelaku usaha kehutanan sesuai mekanisme yang ada.

3. Memfasilitasi pelaku usaha kehutanan dalam hal pemasaran agar dapat tercipta

pemasaran hasil hutan yang efisien, namun tidak mengarah ke mekanisme

struktur pasar monopoli.

4. Mempersiapkan dan mengembangkan tenaga profesional kehutanan, peralatan

perencanaan, data base sumberdaya hutan untuk mendukung terciptanya

efisiensi perencanaan pengelolaan hutan.

5. Membuat rencana pengelolaan hutan bagi usaha kecil dan menengah seperti

rencana pengelolaan HKM, HTR, Hutan desa, dan usaha perorangan.

6. Melaksanakan pengelolaan hutan yang baik sesuai dengan coorporate cultur

usaha kehutanan yang dapat menjadi model bagi pelaku usaha kehutanan

100

lainnya dengan menerapkan silvikultur yang sesuai dengan kondisi biofisik

wilayah.

7. Bersama – sama dengan lembaga publik yang lain seperti LSM, masyarakat

pemerhati kehutanan, membantu instansi kehutanan daerah melakukan

monitoring pelaksanaan pengelolaan hutan oleh pelaku usaha kehutanan lainnya

baik secara sendiri – sendiri maupun secara bersama – sama dalam suatu wadah

berbentuk forum.

8. Memberikan pertimbangan teknis kepada Dinas kehutanan Majene dalam

pengendalian pengelolaan hutan.

D. Pembinaan Organisasi dan SDM Internal KPHL Malunda

Pembinaan organisasi dan kegiatan operasional lapangan adalah satu

unsur penting dalam manajemen organisasi kegiatan kehutanan. Pembinaan

pegawai dan semua unsur yang ada di KPHL Malunda akan disesuaikan dengan

Tupoksi SKPD Kehutanan yang membawahinya jika ada sesuai hirarki struktural .

Namun demikian secara khusus manajamen KPHL akan membuat job diskription

atau tupoksi khusus mengenai tugas-tugas lapangan dan administrasi yang

cenderung rumit, khususnya Tata Usaha Kayu. Untuk itu pembinaan pelaksana

tugas lapangan akan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pegawai.

1. Pembinaan Teknis

Pembinaan teknis kehutanan dimulai pada saat pembuatan dan

penyusunan rencana teknis pengelolaan hutan, dimana unsur-unsur yang

menjadi obyek binaan adalah semua kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

tatalaksana pengelolaan kawasan, mulai dari unsur perencanaan, pelaksanaan

penanaman dan pemeliharaan serta ekpolitasi tegakan. Yang menjadi poin

pembinaan adalah usulan rencana dan kemampuan operasional satuan

101

pengelolaan yang disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung atau kondisi

lapangan.

2. Pengawasan

Pengawasan dilaksanakan berdasarkan standar dan kriteria tupoksi masing-

masing secara berjenjang mulai dari tingkat kepala KPHL sampai tingkat seksi dan

resort. Standar pengawasan akan dibuat sesuai standar yang ada dan standar

kinerja juga disiapkan dalam setiap operasional kegiatan atau standar operasional

prosedur (SOP). Bila staf atau tenaga operasional tidak dapat

mengembangkannya, maka akan diberikan sanksi sementara yang berprestasi

diberikan penghargaan untuk memacu kinerjanya.

Untuk pengawasan pelaksanaan kegiatan di lapangan akan dilakukan

monitoring dan evaluasi prestasi kegiatan secara berkala (triwulan, semester dan

tahunan), dengan format standar kepegawaian dan dari hasil laporan dan evaluasi

lapangan akan terlihat kinerja pelaksanaan lapangan.

3. Pengendalian

Pengendalian adalah salah satu fungsi manajamen yang paling penting.

Dengan adanya pembuatan rencana 10 tahun, 5 tahunan dan rencana kerja

tahunan, maka unsur pengendalian kegiatan dapat dilaksanakan sesuai rencana

yang telah disusun sebelumnya. Dalam manajamen KPHL Malunda, pengendalian

kegiatan pokok ada pada kepala KPHL Malunda berdasarkan rencana kegiatan

yang telah disusun sebelumnya. Pengendalian program pengembangan SDM dan

mitra kerja juga dilaksanakan secara berkala sesuai kebutuhan. Sementara

pengendalian kerja jangka pendek atau rutin akan dibuat sistem data base baik

kegiatan lapangan penanaman, pemeliharaan tanaman dan produksi, akan dibuat

format khusus. Dari semua ini yang paling penting adalah membuat fakta integritas

semua pegawai yang akan melaksanakan tugasnya.

102

BAB VII

PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

Pemantauan, evaluasi dan pembuatan laporan adalah kegiatan penting

dilaksanakan oleh KPHL Malunda. Metode dan standar pelaksanaannya akan merujuk

kepada organisasi standar Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Kabupaten

Majene.

A. Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan

Pada umumnya kegiatan pemantauan / monitoring pada setiap kegiatan pada

bidang kehutanan biasanya mengacu kepada target rencana berupa fisik dan biaya

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan usulan rencana yang telah mendapatkan

rekomendasi dan atau persetujuan. Format yang biasanya menjadi pemantauan

seperti pada Tabel 42.

Untuk pelaksanaan pemantauan umumnya menggunakan skala waktu

triwulanan, semester dan tahunan yang termuat dalam laporan bulanan pelaksanaan

kegiatan dengan bobot dan presentase. Pemantauan kegiatan akan dilaksanakan

secara rutin dan berkala. Baik pada tingkat lapangan maupun secara administrasi

yang telah baku sesuai standar Kementerian kehutanan. Pemantauan di lapangan

akan dilaksanakan oleh supervisi, mandor dan asisten lapangan yang akan

melaksanakan pemantauan dengan menggunakan sistem sampling atau sensus dan

atau interpretasi. Hasil pemantauan dan pengawasan akan dibuat analisas dan

evaluasi pelaksanaan dengan standar tertentu sesuai standar yang telah dibuat.

Evaluasi dan kontrol lapangan sangat penting dilaksanakan baik secara ruitn

maupun berkala. Karena dengan evaluasi akan terkoreksi kegiatan-kegiatan yang

tidak sesuai standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Untuk itu kegiatan evaluasi

rutin oleh internal pemeriksa (auditor internal) juga perlu ada pemeriksa dari luar

(ekternal) sebagai tim independen sebagai auditor yang layak dipercaya.

103

B. Pelaporan

Pembuatan laporan dalam satu organisasi dan manajemen sangat penting dan

mutlak karena dengan adanya laporan, maka pelaksanaan kegiatan tergambar

dengan baik. Laporan merupakan salah satu alat penting dalam manajemen KPHL

Malunda dalam manajemen pengawasan terhadap kegiatan KPHL bersangkutan.

Untuk itu pembuatan laporan kegiatan rutin setiap unsur setiap lini organisasi

dan setiap kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas kehutanan dan sosial penting

dilaksanakan. Berdasarkan sifatnya, maka laporan dapat dibagi menjadi dua, yakni :

(1) Laporan rutin berjenjang sebagai data dasar mengukur kinerja lapangan dan

administrasi keuangan dan laporan ini bersifat terbuka untuk diketahui semua level

manajemen. Sedangan (2) laporan 2 (kedua) adalah laporan rahasia untuk

mengambil kebijakan. Biasanya laporan ini adalah hasil pengembangan investigasi

yang penting.

Tabel 44. Contoh Format Laporan Evaluasi Kegiatan

Kegiatan Target Tahun …. Realisasi S/D Persentase

Fisik Biaya Fisik Biaya Fisik Biaya

Perencanaan

Penanaman

Pemeliharaan

Sarana

Jumlah