i - learning of dedi doank · web viewair : 2 l gambar 4. peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan...

17
PENGEMBANGAN Cordyceps militaris UNTUK PENGENDALIAN UPDKS Abstrak Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada sawit yang telah memasuki masa tanaman menghasilkan. Serangan berat akan menyebabkan kehilangan indeks luas daun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga produksi kelapa sawit akan megalami penurunan. Data SMARTRI menunjukkan bahwa tingkat kerusakan daun 70% penurunan produksi kelapa sawit dapat mencapai 45 %/ha pada tahun pertama setelah serangan Upaya pengendalian ditujukan untuk memutuskan rantai siklus ulat api pada salah satu fase sehingga dengan demikian perkembangan ulat api dapat ditekan sampai pada ambang batas ekonomi. Pada umumnya pengendalian dengan bahan kimia sering dipilih karena hasilnya sepintas mudah dilihat hasilnya tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi dan terbunuhnya jasad bukan sasaran seperti parasit, predator, serta serangga berguna yang sebenarnya sangat diperlukan di perkebunan kelapa sawit. Jamur Cordyceps militaris sebagai salah satu agensia pengendali hayati merupakan salah satu parasit pada hama ulat api yang perlu mendapat perhatian karena jamur tersebut berpotensi tinggi untuk mengendalikan populasi ulat api. Jamur ini menyerang ulat api dari fase akhir larva dan berkembang pada larva sampai dengan fase pupa. Ciri yang ditunjukkan akibat serangan jamur ini adalah terjadinya mumifikasi pada pupa sehingga pupa gagal berkembang menjadi imago. Dengan demikian siklus hidup ulat api terputus sampai dengan fase pupa. Perlakuan penyemprotan ekstrak jamur yang telah dilakukan di perkebunan Sungai Buaya di divisi 3 dan divisi 1 dengan dosis 6 cc per pohon menunjukkan hasil yang memuaskan dimana tingkat infeksi dapat mencapai 90% dengan rata-rata infeksi mencapai 75%. Dibanding dengan jamur Cordyceps militaris yang menyerang pupa secara alami menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tingkat infeksi rata-rata 7.58 %. Permasalahan yang dihadapi adalah aplikasi jamur tidak bisa dilakukan setiap saat karena belum tersedianya stok jamur apabila suatu saat diperlukan. Oleh karena itu perlu dicari suatu solusi yang mudah dan cepat untuk mengembangkan jamur ini sehingga fungsi jamur sebagai agensia pengendali hayati dapat dioptimalkan dengan cara mengembangbiakkan jamur tersebut secara masal dalam suatu media buatan sehingga jamur tersebut dapat dijadikan stok dan tersedia setiap saat diperlukan. Hasil percobaan pembiakan jamur menunjukkan bahwa jamur Cordyceps militaris dapat tumbuh pada media padat jagung dan dedak. Pada pengamatan minggu I telah menunjukkan pertumbuhan miselia jamur yang berwarna putih di permukaan media. Umur hasil biakan yang siap dipanen mencapai 30-40 hari. Hasil pembiakan telah diidentifikasi di laboratorium SMARTRI dan menunjukkan bahwa jamur hasil pembiakan tersebut adalah Cordyceps militaris. Adanya perbedaan tingkat kerapatan miselium dan kematangan askokarp pada hasil pembiakan dikarenakan perbedaan nutrisi dengan media biakan standar (media agar). Pengujian hasil pembiakan terhadap daya infeksi pada pupa 1

Upload: vuongthien

Post on 05-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

PENGEMBANGAN Cordyceps militaris UNTUK PENGENDALIAN UPDKS

Abstrak

Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada sawit yang telah memasuki masa tanaman menghasilkan. Serangan berat akan menyebabkan kehilangan indeks luas daun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga produksi kelapa sawit akan megalami penurunan. Data SMARTRI menunjukkan bahwa tingkat kerusakan daun 70% penurunan produksi kelapa sawit dapat mencapai 45 %/ha pada tahun pertama setelah serangan

Upaya pengendalian ditujukan untuk memutuskan rantai siklus ulat api pada salah satu fase sehingga dengan demikian perkembangan ulat api dapat ditekan sampai pada ambang batas ekonomi. Pada umumnya pengendalian dengan bahan kimia sering dipilih karena hasilnya sepintas mudah dilihat hasilnya tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi dan terbunuhnya jasad bukan sasaran seperti parasit, predator, serta serangga berguna yang sebenarnya sangat diperlukan di perkebunan kelapa sawit. Jamur Cordyceps militaris sebagai salah satu agensia pengendali hayati merupakan salah satu parasit pada hama ulat api yang perlu mendapat perhatian karena jamur tersebut berpotensi tinggi untuk mengendalikan populasi ulat api. Jamur ini menyerang ulat api dari fase akhir larva dan berkembang pada larva sampai dengan fase pupa. Ciri yang ditunjukkan akibat serangan jamur ini adalah terjadinya mumifikasi pada pupa sehingga pupa gagal berkembang menjadi imago. Dengan demikian siklus hidup ulat api terputus sampai dengan fase pupa.

Perlakuan penyemprotan ekstrak jamur yang telah dilakukan di perkebunan Sungai Buaya di divisi 3 dan divisi 1 dengan dosis 6 cc per pohon menunjukkan hasil yang memuaskan dimana tingkat infeksi dapat mencapai 90% dengan rata-rata infeksi mencapai 75%. Dibanding dengan jamur Cordyceps militaris yang menyerang pupa secara alami menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tingkat infeksi rata-rata 7.58 %.

Permasalahan yang dihadapi adalah aplikasi jamur tidak bisa dilakukan setiap saat karena belum tersedianya stok jamur apabila suatu saat diperlukan. Oleh karena itu perlu dicari suatu solusi yang mudah dan cepat untuk mengembangkan jamur ini sehingga fungsi jamur sebagai agensia pengendali hayati dapat dioptimalkan dengan cara mengembangbiakkan jamur tersebut secara masal dalam suatu media buatan sehingga jamur tersebut dapat dijadikan stok dan tersedia setiap saat diperlukan.

Hasil percobaan pembiakan jamur menunjukkan bahwa jamur Cordyceps militaris dapat tumbuh pada media padat jagung dan dedak. Pada pengamatan minggu I telah menunjukkan pertumbuhan miselia jamur yang berwarna putih di permukaan media. Umur hasil biakan yang siap dipanen mencapai 30-40 hari. Hasil pembiakan telah diidentifikasi di laboratorium SMARTRI dan menunjukkan bahwa jamur hasil pembiakan tersebut adalah Cordyceps militaris. Adanya perbedaan tingkat kerapatan miselium dan kematangan askokarp pada hasil pembiakan dikarenakan perbedaan nutrisi dengan media biakan standar (media agar). Pengujian hasil pembiakan terhadap daya infeksi pada pupa menunjukkan terjadinya penurunan daya infeksi sampai dengan 10% dibanding dengan ekstrak pupa. Namun demikian jamur hasil pembiakan tersebut masih cukup efektif untuk dipakai untuk pengendalian ulat api.

1

Page 2: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada sawit yang telah memasuki masa tanaman menghasilkan. Ulat api jenis Setora nitens dan Ploneta diducta pada sistem binomial termasuk dalam kelas Insecta, Ordo Lepidoptera dari famili Limacodidae. Hama ini mempunyai tahapan siklus hidup dimana fase yang merugikan bagi kelapa sawit adalah fase larva. Siklus hidup ulat pemakan daun kelapa sawit adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Siklus hidup ulat pemakan daun kelapa sawit

Serangan berat seperti ditunjukkan pada gambar 2, akan menyebabkan kehilangan indeks luas daun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga produksi kelapa sawit akan menurun sebagai akibat dari kehilangan daun tersebut.

Gambar 2. Serangan ulat api kategori berat

Data penurunan produksi karena serangan ulat api ditunjukkan pada Tabel 1 (Pane, Wahyu, dan Liwang, 2000).

Tabel. 1. Data penurunan produksi karena kerusakan daun oleh ulat apiTingkat

Kerusakan%

Penurunan TBS per ha setelahSerangan (tahun ke…) % KeteranganI II III

80 45.0 26 16 Data PPKS Medan70 45.6 17 8 Pengamatan di Kebun Libo Tahun 1993 – 199550 29.0 14 5 Data PPKS Medan

Pengendalian ulat api ditujukan untuk menghambat pertumbuhan populasi ulat sampai pada

batas ambang ekonomi dengan prinsip memutuskan rantai siklus pada masing-masing stadia. Pada

2

Imago Larva

Telur

Pupa

Page 3: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

umumnya pengendalian dengan bahan kimia sering dipilih karena hasilnya mudah dilihat dan mudah aplikasinya, tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi, munculnya hama kedua, terbunuhnya jasad bukan sasaran (parasit, predator, serangga berguna lainnya), residu insektisida dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif cara pengendalian yang ramah lingkungan namun efektif untuk menekan populasi ulat api.

Di perkebunan Sungai Buaya pengendalian ulat api secara fisik dilakukan dengan kutib pupa dan light trap. Sedangkan pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara penanaman berbagai jenis tanaman inang agensia pengendali hayati antara lain Casiatora dan Turnera subulata. Di lapangan kami menemui pupa yang telah terserang Cordyceps militaris namun dalam persentase yang kecil. Hal ini menggugah pemikiran kami untuk mengusahakan penyebaran jamur dengan cara penyemprotan ekstraks jamur Cordyceps militaris dengan bahan yang diambil dari pupa-pupa yang telah mati dan ditumbuhi jamur.

Gambar 3. Posisi pupa ulat api dari jenis Setora nitens dan Ploneta diducta.

Hasil aplikasi ekstraks Cordyceps militaris dengan dosis 6 cc/pokok pada piringan dan gawangan kelapa sawit menunjukkan hasil yang memuaskan dimana tingkat infeksi jamur dapat mencapai 90% dengan rata-rata infeksi mencapai 75%. Data hasil aplikasi ekstrak jamur ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data persentase pupa terinfeksi jamur Cordyceps militaris setelah aplikasi.

Blok Divisi Tgl. AplikasiJamur

Tgl. Kutib Pupa

Jumlah pupa dikutib

Jumlah pupa terinfeksi % infeksi

G12 I 3/05/2003 03/07/2003 12.800 6.400 50G11 I 5/05/2003 02/07/2003 8.470 6.352 75G10 I 5/05/2003 05/07/2003 23.840 21.456 90F06 III 9/05/2003 03/06/2003 1.003 450 45F07 III 7/05/2003 03/06/2003 10.225 7.158 70F10 III 21/05/2003 19/06/2003 14.106 11.002 78Rata-rata 11741 8.803 75

Tingkat infeksi jamur Cordyceps militaris di lapangan yang diamati pada blok-blok yang tidak diaplikasi jamur adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Data presentase pupa terserang jamur Cordyceps militaris secara alami.

Blok Divisi Tgl kutib Pupa Jumlah pupa dikutib

Jumlah pupa terinfeksi % infeksi

F12 III 19/06/2003 5.106 459 9F13 III 26/06/2003 9.983 685 7Rata-rata 7545 572 7,58

3

Page 4: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa kondisi jamur Cordyceps militaris yang menyerang pupa secara alami menunjukkan perkembangan yang lambat dengan tingkat infeksi rata-rata 7.58 %. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa blok yang diaplikasi jamur menunjukkan perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan blok-blok yang tidak diaplikasi. Dari hasil aplikasi tersebut terbukti bahwa Cordyceps militaris sangat berpotensi untuk dipakai sebagai agensia pengendali hayati hama ulat api. Jamur ini juga dapat dengan mudah disebarkan ke lapangan dengan cara penyemprotan ke piringan dan gawangan.

1.2 Permasalahan Permasalahan yang dihadapi adalah belum tersedianya stok jamur yang siap diaplikasikan

apabila suatu saat diperlukan. Oleh karena itu perlu dicari suatu solusi yang mudah dan cepat untuk mengembangkan jamur ini sehingga fungsi jamur sebagai APH dapat dioptimalkan.

1.3 Batasan MasalahTulisan ini difokuskan pada usaha untuk mengembangbiakkan jamur Cordyceps militaris pada

media padat berupa jagung sehingga dapat dihasilkan stok jamur apabila diperlukan aplikasi di lapangan.

1.4 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Menemukan cara memperbanyak jamur pada media yang mudah dan murah. 2. Menyediakan stok Cordyceps militaris yang siap diaplikasikan setiap saat apabila diperlukan 3. Meningkatkan potensi Cordyceps militaris sebagai Agensia Pengendali Hayati.

4

Page 5: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

II. PEMBAHASAN DAN ANALISA

2.1 Metode

2.1.1 Alat Dan Bahan1. Corong : 1 buah 2. Jirigen : 1 buah3. Gelas ukur : 1 buah4. Pinset : 1 buah5. Kompor : 1 buah6. Panci kukus : 1 buah7. Baki plastik : 6 buah

2.1.2 Bahan pembuatan ekstrak pertama Untuk mendapatkan 1 liter ekstrak Cordyceps militaris diperlukan bahan sebagai berikut (Tiong, 1981) :1. Pupa : 100 butir2. Air bersih : 1 liter

2.1.3 Bahan pembiakan (skala kecil)1. Beras jagung : 2 Kg2. Air : Secukupnya3. Ekstrak Jamur : 6 cc

2.1.4 Pembuatan ekstraks kedua1. Jamur hasil pembiakan : 1 kg2. Air : 2 L

Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris

5

Page 6: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

2.2 Pelaksanaan Percobaan

Gambar 5. Diagram pelaksanaan percobaan.

2.1.1 Pembuatan Ekstraks 1. Pilih 100 butir pupa yang terserang jamur.2. Siapkan Blender, penyaring, corong dan jirigen plastik.3. Masukkan pupa kedalam blender dan ditambah air sebanyak 1 liter.4. Blender pupa hingga halus.5. Saring hasil blenderan dan masukkan ke dalam jirigen.6. Simpan ekstrak di tempat sejuk dengan suhu ruang atau di kulkas.

2.1.2 Pembiakan Jamur

Media pembiakan yang digunakan adalah media padat yang terbuat dari tepung jagung. Langkah kerja pembuatan media sebagai berikut:

2.1.2.1 Cara Basah1. Menir jagung dibersihkan dan ditambahkan air secukupnya.2. Sterilkan bahan dengan cara dikukus selama 15 menit atau sampai setengah matang.3. Angkat media dan diangin-anginkan.4. Setelah dingin media ditempatkan pada wadah.5. Semprotkan ekstrak jamur ke media dan aduk hingga merata.6. Tutup wadah dengan plastik dan simpan media pembiakan ditempat sejuk.

2.1.2.2 Cara Kering1. Menir jagung dicuci bersih dengan air2. Kukus bahan selama 15 menit atau sampai setengah matang.3. Angkat media dan dinginkan.4. Tempatkan bahan di wadah/nampan plastik berpenutup.5. Inokulasi media dengan spora jamur.6. Tutup wadah dengan plastik dan ditempatkan di suhu ruang.

2.1.3 Pembuatan ekstraks jamur hasil pembiakan1. Ambil jamur dalam media pembiakan2. Tambahkan air satu liter dalam blender3. Blender jamur sampai halus4. Saring ekstraks dan ditempatkan dalam jirigen

2.3 Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap media pembiakan mulai satu minggu setelah aplikasi. Diamati keberhasilan pembiakan jamur yang ada dimedia dengan mengamati :1. Miselia jamur pada media.2. Pengamatan mikroskopis di laboratoium.

Pengamatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi jamur hasil pembiakan dengan mengenali ciri-cirinya dibawah mikroskop.

2.3.1 Aplikasi Ekstraks di LapanganAplikasi ekstraks jamur Cordyceps militaris di lapangan dapat dilakukan dengan knapsack

sprayer dimana saat yang tepat adalah setelah larva memasuki stadia akhir. Biasanya larva-larva

6

Pembuatan ekstraks jamur

Pembiakan di media padat

Stok jamurAplikasi lapangan

Page 7: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

tersbut akan mencari tempat yang sejuk untuk bermetamorfosis sehingga pupa tersebut dapat memasuki fase imago. Cara aplikasi dapat dijelaskan seperti tampak pada gambar berikut :

Gambar 6. Aplikasi ekstrak jamur Cordyceps militaris pada piringan dan gawangan.

2.4 Hasil Percobaan Pada pengamatan minggu I telah dijumpai miselia jamur yang berkembang pada media.

Pertumbuhan jamur ditandai dengan muculnya lapisan berwarna putih diatas media pembiakan.

Gambar 7. Perkembangan Cordyceps militaris pada media pembiakan menir jagung (Minggu I)

7

Page 8: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

Gambar 8. Media menir jagung tanpa perlakuan (kontrol)

Gambar 9. Perkembangan Cordyceps militaris pada media pembiakan menir jagung (Minggu III)

2.5 Pengujian Hasil Pembiakan Jamur

Percobaan untuk menguji efektifitas jamur hasil pengembangbiakan di media jagung dengan metode perbandingan tingkat infeksi antara ekstraks jamur dari pupa terserang Cordyceps militaris dengan ekstraks jamur dari hasil pembiakan di media jagung. Percobaan dilakukan pada plot percobaan dengan setiap ulangan untuk masing-masing perlakuan menggunakan 33 pokok sampel. Teknik penyemprotan dan dosis yang digunakan sama dengan percobaan sebelumnya. Aplikasi ekstraks pada piringan dan gawangan dengan knapsack sprayer dosis 6 cc/pokok sampel. Pengamatan ditujukan pada tingkat infeksi ekstraks terhadap pupa yang dikutip. Hasil dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

8

Page 9: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

Tabel 4. Data tingkat infeksi jamur beberapa perlakuan

No Perlakuan Pupa dikutip Pupa terinfeksi % Infeksi1 P1.1 29 21 72,42 P1.2 16 11 68,83 P1.3 27 20 74,1

Rata-rata 24 17,3 71,64 P2.1 25 14 565 P2.2 27 17 62,96 P2.3 28 21 75

Rata-rata 26,7 17,3 64,66 K.1 24 1 4,27 K.2 28 1 3,68 K.3 26 0 0

Rata-rata 26 0,7 2,6Keterangan :

P1 = ekstraks berasal dari pupa terserang Cordyceps militarisP2 = ekstraks dari hasil pembiakan media jagungK = kontrol (tanpa perlakuan)

2.5 Pembahasan Cordyceps militaris merupakan salah satu agensia pengendali hayati yang berpotensi untuk

mengendalikan populasi ulat api. Jamur ini merupakan jamur entomopatogenik dari kelas Ascomycetes, ordo Clavicipitales dan famili Clavicipitaceae. Jamur ini menyerang ulat api dengan penampakan gejala mumifikasi pada pupa sehingga pupa menjadi keras dan akan terjadi perubahan warna menjadi putih pucat atau kecoklatan. Perkembangan jamur pada jasad/mumi selama 30-40 hari dan dicirikan dengan munculnya akar yang berwarna merah yang disebut rhizomorph. Dari ujung rhiozomorph berkembang badan sporulasi yang mengandung perithecia dengan ascospora yang berfungsi sebagai alat berkembang biak jamur. Aplikasi jamur Cordyceps militaris pada piringan tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Perkebunan Sungai Buaya telah menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dengan tingkat infeksi mencapai 90% dengan rata-rata 75%. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak jamur Cordyceps militaris memberikan pengaruh yang berbeda nyata apabila dibandingkan dengan plot yang tidak diaplikasi (Lampiran 3). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiong (1981) di Serawak, Malaysia dimana aplikasi jamur Cordyceps militaris dapat menginfeksi hingga 100% pupa sejak 1 bulan sampai dengan 10 bulan setelah aplikasi.

Hasil percobaan pembiakan jamur menunjukkan bahwa jamur Cordyceps militaris dapat tumbuh pada media padat yang sederhana yaitu beras jagung dan dedak. Pada pengamatan minggu I telah menunjukkan pertumbuhan miselia jamur yang berwarna putih di permukaan media. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widayat (1996) dimana perbanyakan jamur entomopatogenik dapat dilakukan dengan media yang sederhana dengan menggunakan media jagung, beras, dedak, kentang dan sebagainya.

Ciri jamur ini adalah adanya ascocarp pada hifa jamur. Ascocarp merupakan kantung berisi spora yang merupakan alat perkembangbiakan jamur. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium SMARTRI ciri-ciri yang ada pada jamur hasil pembiakan di media jagung dan dedak menunjukkan berasal dari spesies yang sama dengan jamur standar yang ada di SMARTRI. Perbedaan umur dan kualitas nutrisi pada media pembiakan mengakibatkan perkembangan jamur pada masing-masing media tidak sama (Lampiran 4). Pembiakan jamur di media ini dapat membantu perkembangbiakan jamur sehingga dapat dihasilkan jamur yang lebih banyak. Dengan sistem ini ketersediaan jamur akan selalu ada karena daur/siklus hidup jamur terjamin keberadaannya. Proses pembiakan jamur di media bertujuan untuk menjaga kesinambungan daur hidup jamur dan dapat dipergunakan sebagai salah satu cara pengadaan stok jamur dalam jumlah yang besar. Selanjutnya jamur hasil pembiakan jamur di media jagung tersebut dapat dibuat ekstraks kembali dan diaplikasikan ke lapangan pada saat terjadi serangan ulat api. Ketersediaan jamur secara berkesinambungan dapat mengoptimalkan fungsi Cordyceps militaris sebagai salah satu Agensia Pengendali Hayati yang ada di perkebunan kelapa sawit. Dengan demikian hama ulat pemakan daun kelapa sawit dapat selalu dikontrol sampai pada batas ambang ekonomi dengan cara yang murah dan ramah lingkungan.

9

Page 10: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

Hasil percobaan efektifitas jamur hasil pembiakan di media jagung menunjukkan terjadinya penurunan daya infeksi ekstraks jamur terhadap pupa ulat api apabila dibandingkan dengan daya infeksi ekstraks jamur dari pupa teserang Cordyceps militaris. Daya infeksi ekstraks dari pupa terserang Cordyceps militaris mencapai rata-rata 71,6% dari pupa yang dikutip sedangkan ekstraks jamur hasil pembiakan dapat menginfeksi pupa sampai dengan 64,6%. Dengan demikian penurunan daya infeksi mencapai 10 %. Hal ini karena jamur tersebut telah mengalami modifikasi nutrisi. Dari beberapa penelitian tentang jamur menunjukkan hal yang sama dengan kondisi tersebut. Namun demikian ekstraks jamur hasil pembiakan ini cukup efektif menginfeksi pupa ulat api pda plot-plot percobaan dan menunjukkan perbedaan yang nyata apabila dibandingkan dengan plot yang tidak diaplikasi ekstraks jamur dimana pada plot kontrol hanya 2.6% pupa yang teinfeksi.

Biaya pembiakan dan pembuatan ekstraks jamur dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 5. Biaya pengembangan Jamur di Media JagungUraian Jlh Harga (Rp) Total (Rp)

1. Biaya PembiakanJagung 2 Kg 2.000 4.000Upah 1 Hk 15.000 15.0002. Biaya Ekstraks *)Upah 0.1 Hk *) 15.000 1.500Total Biaya Rp 20.500,-

Keterangan : * ) Ekstraks jamur yang dihasilkan dari hasil pembiakan jagung dengan bahan 2 kg adalah 2 liter**) 1 HK dapat memproduksi 20 liter ekstraks jamur

Perhitungan harga ekstraks hasil pembiakan adalah sebagai berikut :

Total biaya pembiakan jamur dan pembuatan ekstrak = Rp 20.500,-Harga ekstraks setiap liter = Rp 20.500,-/2 = Rp 10.250,-

Pengendalian dengan jamur Cordyceps militaris merupakan cara pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit yang murah. Berikut ditampilkan perbandingan biaya pengendalian setiap luasan 1 ha dibandingkan dengan cara kutip pupa.

Tabel 6. Perbandingan biaya aplikasi eksktraks Cordyceps militaris dengan kutip pupaNo Pengendalian Uraian Jumlah Harga/Unit

(Rp)Total (Rp)

1 Kutib pupa Upah 1.67 HK *) 15.000,00 23.550,00Total Biaya (Rp) 23.550,00

2 Jamur C. militaris Upah**) 0.6 HK 15.000,00 8.400,00Ekstraks 0.9 L 10.250,00 9.225,00

Total Biaya (Rp) 17.625,00Keterangan :

*) Prestasi rata-rata kutip pupa pada kondisi serangan sedang **) Upah dan harga bahan pada tahun 2004

Dapat dijelaskan bahwa penghematan biaya yang diperoleh dengan cara ini sebagai berikut :

Biaya kutib pupa = Rp 23.550,00/haBiaya aplikasi jamur = Rp 17.625,00/haPenghematan biaya = Rp 6.125,00/ha

Dengan demikian aplikasi jamur Cordyceps militaris ini dapat menekan biaya Rp 6.125,00 dibandingkan dengan cara pengendalian kutip pupa dengan kondisi serangan sedang. Selain itu masih didapat keuntungan lain yaitu tidak terjadinya resistensi, resurgensi hama dan musnahnya organisme yang bukan sasaran sebagai akibat aplikasi bahan kimia yang tidak tepat.

10

Page 11: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

III. KESIMPULAN & SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Jamur Cordyceps militaris berpotensi untuk dikembangbiakkan dalam skala besar pada media jagung dan dedak.

2. Dapat disediakan stok jamur yang berkesinambungan melalui sistem pembiakan di media.3. Aplikasi ekstrak jamur Cordyceps militaris dapat membantu penyebaran jamur lapangan.4. Potensi Cordyceps militaris sebagai Agensia Pengendali Hayati dapat ditingkatkan.5. Aplikasi jamur Cordyceps militaris dapat menekan biaya sebesar Rp 6.125,00 bila dibandingkan

dengan kutib pupa.

3.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan skala yang lebih besar untuk mendapatkan stok jamur yang lebih banyak.

2. Ekstrak jamur Cordyceps militaris dapat diaplikasikan ke lapang untuk mengendalikan populasi UPDKS.

3. Perlu dilakukan uji pathogenitas jamur hasil pembiakan dengan jamur sejenis yang sudah ada di pasaran.

DAFTAR PUSTAKALay, The Chong, 1996. Integrated Pest Management of Leaf-Eating Caterpillars of Oil Palms in

Sabah. The Planter 72 : 395 – 405. Pane,L. Wahyu dan Liwang, T. 2000. Pengelolaan Hama Terpadu Suatu Pendekatan Terhadap

Perkebunan Kelapa Sawit Yang Berkelanjutan. SMARTRI. Prawirosukarto, S, Aini, Ginting and Papierok. 1996. Development of Cordyceps aff. militaris

fungus on the rice bran medium and their pathogenicity againts pupae of Setothosea asigna can Eccke. The Journal Of Indonesian Oil Palm Research Institute. Medan.

Tiong, R.H.C, 1981. Study of Some Aspects of Biology and Control of Thoesea asigna (Moore). Serawak Land Development Board. Kuching. Malaysia.

Widayat dan Rayati, 1996. Prospek Penggunaan Jamur Entomopatogenik Untuk Pengendalian Hama di Perkebunan Teh. Puslit Perkebunan . Gambung.

11

Page 12: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

Lampiran 1. Data curah hujan SBYE Th 2003

No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (Hari)Div 1 Div 3 Div 1 Div 3

1 Januari 406 429 22 162 Februari 290 225 14 163 Maret 264 260 16 134 April 246 324 20 175 Mei 125 59 8 66 Juni 93 59 4 47 Juli 55 60 9 28 Agustus 45 75 5 49 September 48 2 7 110 Oktober 71 207 14 1011 Nopember 185 183 11 1412 Desember 400 447 21 18

Sumber : Data Curah Hujan Region Lampung. Kantor Region Lampung 2003.

12

Page 13: I - Learning of Dedi doank · Web viewAir : 2 L Gambar 4. Peralatan dan bahan pembuatan ekstrak dan pengembangan Cordyceps militaris Pelaksanaan Percobaan Gambar 5. Diagram pelaksanaan

Lampiran 2. Surat Keterangan identifikasi jamur di SMARTRI.

13