i - kimia untuk kehidupan yang lebih baik | hidup menjadi ... · web viewperkembangan ilmu...
TRANSCRIPT
PERAN FILSAFAT DALAM ILMU KIMIA(Makalah)
(Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu)
Dosen: Prof. Suharso, Ph.D.
NAMA : MUHAMAD NURISSALAMNPM : 1327011010
PASCA SARJANA MAGISTER KIMIA JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2013
PERAN FILSAFAT DALAM ILMU KIMIA
(Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu)Dosen: Prof. Dr. John Hendri, M.S.
NAMA : MUHAMAD NURISSALAMNPM : 1327011010
PASCA SARJANA MAGISTER KIMIA JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
yang maha Esa yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini berjudul “ PERAN FILSAFAT DALAM ILMU KIMIA”. Makalah
ini berisi tentang hubungan sinergi antara filsafat, filsafat ilmu pengetahuan dan
ilmu kimia
Makalah ini merupakan tulisan ilmiah untuk berpikir rasional dalam mengaitkan
teori kefilsafatan dalam membangun pemikiran ilmiah dalam mencari kebenaran
dalam bidang ilmu kimia. Ilmu kimia harus ada pembuktian ilmiah.
Penulis menyampaikan permohonan maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat kesalahan. Penulis juga berharap sekali saran dan kritik yang bersifat
konsktruktif, sehingga dapat memberikan motivasi bagi penulis agar lebih baik
untuk kedepannya. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Mungkin hanya inilah yang dapat
kami lakukan untuk dunia pendidikan
Metro, Awal Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULPENGANTARDAFTAR ISI
1.1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 11.2 Tujuan Penulisan......................................................................... 41.3 Manfaat Penulisan........................................................................ 4
II. PEMBAHASAN..................................................................................... 5
2.1. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu………………………….. 5
2.1.1 Zaman Periode Yunani Kuno…………………………... 52.1.2 Zaman Periode pertengahan……………………………. 62.1.3 Zaman Periode Kontemporer…………………………… 6
2.2. Tinjauan Umum Filsafat............................................................... 6
2.3. Pengertian Filsafat ........................................................................ 9
2.4. Filsafat Ilmu.................................................................................... 11
2.5. Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan ........................
Pengetahuan Alam.......................................................................... 13
2.6. Filsafat sebagai induknya Ilmu pengetahuan................................. 16
2.7. Filsafat kimia................................................................................. 19
2.7.1 Ilmu Kimia dalam Tinjauan Ontologi................................ 19
2.7.2 Ilmu Kimia dalam Tinjauan Epistemologi......................... 20
2.7.3 Ilmu Kimia dalam Tinjauan Aksiologi............................... 22
III. Kesimpulan Dan Saran............................................................................. 27
III.1 Kesimpulan........................................................................................ 27
III.2 Saran...................................................................................................27
DAFATAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan yang di identikkan dengan filsafat di mulai
sebelum abad ke -17, bahkan filsafat merupakan bahasa lain dari Ilmu
pengetahuan pada saat itu. Misalnya perkembangan filsafat di Yunani, yang
semuanya hampir meliputi pemikiran teoritis para pemikir, artinya para ahli pada
saat itu menciptakan ide dan pendapat yang nantinya dijadikan rujukan dan
pedoman oleh orang lain. Pada awal abad ke -17, munculah pemikiran baru
tentang filsafat, yaitu pemisahan filsafat dengan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya
ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan
baru. Bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi, seperti
spesialisasi-spesialisasi. Menurut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan,
karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”,
maka lahirlah filsafat ilmu lahir sebagai penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek
sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan
pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu
yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ilmu kimia lahir dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-
masing akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang
kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology),
bagaimana (estimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.
Ketiga landasan ini saling berkaitan, tidak mungkin bahasan estimologi terlepas
sama sekali dari ontology dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model
berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Ilmu kimia merupakan ilmu mengenal bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat
abstrak yang perlu ditakuti oleh manusia biasa. Bahan ini mencakup benda yang
ada disekitar kita. Ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang
mempelajari struktur materi, sifat-sifat materi, perubahan suatu materi menjadi
materi lain, serta energi yang menyertai perubahan materi. Mempelajari ilmu
kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat
bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula
memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakikat materi serta
perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam
mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan serta ketelitian bekerja.
Kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah
segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Semua materi
berada dalam tiga wujud yaitu, padat, cair dan gas. Hakikat ilmu kimia adalah
bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya
menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi perubahan letak susunan yang
mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dari wujud/bentuk semula. Ilmu kimia
lahir dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-masing akan
menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya
dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu-ilmu eksak yang sudah tidak asing lagi di
telinga masyarakat. Pemanfaatan ilmu kimia itu itu sendiri tidak bisa dilepaskan
dari kehidupan sehari-hari. Setiap harinya, di mana pun itu, kita dapat menemukan
proses kimia berlangsung serta hasil dari proses kimia tersebut. Baik itu manfaat
yang diberikannya baik ataupun tidak bagi kita sendiri ataupun lingkungan serta
masyarakat.
Ilmu kimia itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah Kimia
Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, Kimia Fisika, Kimia Nuklir (inti), Kimia
terapan yang mencakup banyak ilmu-ilmu terapan, misalnya Kimia Polimer,
Kimia Bahan Alam, Kimia Medisinal, dan lain-lain.
Persepsi masyarakat tentang kimia kebanyakan lebih terdengar negatif. Hal ini
juga tidak bisa dipungkiri dari adanya andil kimia dalam penyebab beberapa
kerugian yang diderita oleh masyarakat. Misalnya saja limbah dari pabrik yang
menimbulkan gangguan kesehatan, penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya
pada makanan, sampai dengan penggunanaan ilmu kimia dalam membuat senjata
pembunuh massal yaitu bom atom.
Jika kita lebih bijak, maka semua kerugian itu dapat saja kita tanggulangi. Pada
dasarnya ilmu itu ada bukan untuk merugikan manusia tetapi sebaliknya. Oleh
sebab itu, diangkatlah tema tentang ilmu kimia yang dikaji menurut ontology,
epistimologi dan aksiologi agar kita benar-benar mengetahui apa sebenarnya ilmu
kimia tersebut.
I.2 Tujuan Penulisan
Pada makalah ini di berikan urain ilmia tentang Filsafat ilmu bidang kimia dengan
tujuan untuk menjadi acuan dasar berpikir kimia dengan konsep pemahaman
filsafat ilmu guna mencari kebenaran dari apa yang kita rumuskan dan teliti terkait
bidang ilmu kimia
I.3 Manfaat Penulisan
Penulisan ini bermanfaat untuk lebih memahami tentang filsafat, filsafat ilmu dan
penerapan filsafat ilmu dalam bidang kimia dalam hal penelitian, pembuatan teori
dan kebenaran mutlak
II. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah
berhasil mengubah pola fikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan
mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia
beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa.
Karenanya para dewa harus dihormatidan sekaligus ditakuti kemudian disembah.
Dengan filsafat, pola fikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola
fikir yang tergantung pada rasio.
Perkembangan sejarah filsafat di dunia barat dapat dibagi dalam empat periodisasi
yaitu :
2.1.1 ZamanYunani Kuno atau periode klasik,
Ciri pemikiran filsafat adalah kosmosentris yakni para filosof masa ini
mempertanakan asal-usul alam semesta dan jagad raya. Pada periode ini, orang
Yunani berusaha memberikan deskripsi yang rasional dari masalah-masalah yang
mereka hadapi, termasuk memikirkan tentang asal-mula amam semesta. Periode
filsafat Yunani merupakan periode sangat penting karena terjadi perubahan pola
fikir manusia dari Mitnosentris ( Mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam) menuju Logosentris. Thales adalah orang pertama yang berupaya
mencari jawaban atas pertanyaan tentang segala benda dalam alam ini sehingga
dia dikenal sebagai bapak filsafat.
2.1.2 Zaman periode pertengahan
Pada abad ini, tradisi berpikir ( berfilsafat ) bersentuhan dengan tradisi agama
(Teologi ). Ada 2 periode di jaman pertengahan yaitu periode skolastik Islam dan
periode skolastik Kristen.
2.1.3 Zaman periode kontemporer
Pemikiran filsafat pada abad ini, mayoritas mengkritisi, memperbaiki, dan
menyempurnakan pemikiran-pemikiran filsafat pada abad sebelumnya. Yang
terpenting pada abad ini yaitu mengembangkan pendekatan interdisipliner.
Filsafat sebagai “ibu” ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat kembali
mengarahkan “anak cucunya” sebagai “mitra dialog” dalam menyelesaikan
persoalan aktual masa kini dan masa mendatang yang semakin kompleks ruang
lingkupnya.
2.2 Tinjauan Umum Filsafat
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat
di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu
pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa
sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat.
Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang
mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga
definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu
sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan
bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara
subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya,
berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-
sendiri. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama
semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya
memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu
pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena
itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu
pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas
(konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu
pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya
“Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan
terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat
menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984),
adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang
lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis
dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan
suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang
muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal
tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono
dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang
mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara
tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut
filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan
ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat
ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai
cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang
garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang
berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau
tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan
filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang
dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam
Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap
bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga
memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan
filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya
argumentasinya tidak salah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang
penulis akan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan
tentang: “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Alam”, dengan pertimbangan bahwa latar belakang pendidikan penulis adalah
ilmu pengetahuan alam (MIPA – Kimia).
2.3. Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya
ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang
semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun,
cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia
tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian
pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The
Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo,
1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya
adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-
kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti:
logika, etika, estetika dan teori pengetahuan. Kalau menurut tradisi filsafati dari
zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan
philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang
kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 =
c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya
kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak
Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang
mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani.
Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam
semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya
(The Liang Gie, 1999). Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud
sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta
kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan
mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada
kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan
kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap
awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam
perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka
tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang
diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi
yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua
persoalan itu harus persoalan filsafat.
2.4. Filsafat Ilmu
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai
buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat
ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala
segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan
campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-
balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah
digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu
merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat
ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah
mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan
lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari
pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980)
bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan
ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk.,
1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang
hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang
kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang
mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan
filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu
“ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang
merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang
berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu
menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus
dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada”
(being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih
pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain
sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan
epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju
sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai,
ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan
ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento
Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu,
kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu,
simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi
penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat
ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan
metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah
dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang
ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
2.5 Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai
perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah
mengembangkan pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam.
Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan
ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun
1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu
pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya.
Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani
putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari
pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu
pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk
membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam,
filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental
dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat
digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form)
dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan
yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu
pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan
mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan
rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah
bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan
registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini
adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak
menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah,
sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen
adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita.
Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti
terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-
sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang
elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada
tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada
dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte
(dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu
sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang
paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang
paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan
memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan
untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu
pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia,
Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan
dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah
lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya
daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).
Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu
tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah
bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi
yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang
Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni:
kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi
tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of
composition and decomposition, which result from the molecular and specific
mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-
kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan
dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu
pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan
(observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan
(komparasi).
Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya
orang tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu
pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli
kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam
tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu
diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam
merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam
pengembangan ilmu IPA selanjutnya.
2.6 Filsafat sebagai induknya Ilmu pengetahuan
Beberapa ahli filsafat menjelaskan bahwa filsafat itu adalah induk semua ilmu
pengetahuan. Dahulu pada mulanya filsafat meliputi semua ilmu yang ada pada
zamanya: politik, ekonomi, hukum, seni, dan sebagainya. Akan tetapi lama
kelamaan dengan intensifnya usaha-usaha yang bersifat empiris dan eksperimental
terciptalah satu persatu ilmu yang khusus memecahkan satu bidang masalah.
Sehingga terwujudlah berbagai ilmu pengetahuan yang mendasarkan
penyelidikannya secara empiris dan eksperimental dan terlepaslah dari filsafat
sebagai induknya. Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu tidak berarti telah
lenyaplah eksistensi filsafat dan fungsinya. Filsafat masih tetap eksis dan
mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan.
Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu pengtahuan dan masing-masing
dibutuhkan. Dalam kenyataan, setiap ilmu membutuhkan filsafatnya. Ada ilmu
hukum ada pula filsafat hukum, ada ilmu pendidikan ada pula filsafat pendidikan.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu
dan filsafat dimulai dari keduanya. Dalam berfilsafat kita didorong untuk
mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Filsafat dalam
pandangan tokoh-tokoh dunia diartikan sebagai berikut:
a. Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli
b. Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang terkandung dalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
ekonomi, politik dan estetika
c. Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah pengetahuan tentang realisasi
segala sesuatu sejauh jangkauan kemampuan manusia
d. Al Farabi (870 – 950 m), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
wujud bagaimana hakikat sebenarnya.
e. Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga
manusia menemui kepribadiannya. Di dalam kepribadiannya itu dialami
sesungguhnya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, filsafat dapat diartikan sebagai berikut
a. Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari
pengaturan, pemikiran pengetahuan, sifat alam semesta.
b. Prinsip-prinsip umum tentang suatu bidang pengetahuan.
c. Ilmu yang berintikan logika ,estetika, metafisika, dan epistemology
d. Falsafah.
Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan
menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk sistematik. Dengan demikian
filsafat memerlukan analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran sudut
pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Semua ilmu baik ilmu sosial
maupun ilmu alam bertolak dari pengembangannya yaitu filsafat. Pada awalnya
filsafat terdiri dari tiga segi, yaitu
1. Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika);
2. Mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika);
3. Apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).
Kemudian ketiga cabang utama itu berkembang lagi menjadi cabang-cabang
filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang-cabang
filsafat tersebut antara lain mencakup:
1. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
2. Etika (Filsafat Moral)
3. Estetika (Filsafat Seni)
4. Metafisika
5. Politik (Filsafat Pemerintahan)
6. Filsafat Agama
7. Filsafat Ilmu
8. Filsafat Pendidikan
9. Filsafat Hukum
10. Filsafat Sejarah
11. Filsafat Matematika
Ilmu tersebut pada tahap selanjutnya menyatakan diri otonom, bebas dari konsep-
konsep dan norma-norma filsafat. Namun demikian ketika ilmu tersebut
mengalami pertentangan-pertentangan maka akan kembali kepada filsafat sebagai
induk dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, mengapa filsafat sering disebut para ahli
sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan di mana ilmu tersebut selalu berkaitan
dengan filsafat sebagai sumber acuan.
2.7 Filsafat Kimia
2.7.1. Ilmu Kimia dalam Tinjauan Ontologi
Nama ilmu kimia berasal dari bahasa Arab, yaitu al-kimiya yang artinya
perubahan materi, oleh ilmuwan Arab Jabir ibn Hayyan (tahun 700-778). Ini
berarti, ilmu kimia secara singkat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
rekayasa materi, yaitu mengubah materi menjadi materi lain. Secara lengkapnya,
ilmu kimia adalah ilmu mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan
serta energi yang menyertai perubahan suatu zat atau materi. Zat atau materi itu
sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa
Susunan materi mencakup komponen-komponen pembentuk materi dan
perbandingan tiap komponen tersebut. Struktur materi mencakup struktur partikel-
partikel penyusun suatu materi atau menggambarkan bagaimana atom-atom
penyusun materi tersebut saling berikatan. Sifat materi mencakup sifat fisis
(wujud dan penampilan) dan sifat kimia. Sifat suatu materi dipengaruhi oleh :
susunan dan struktur dari materi tersebut. Perubahan materi meliputi perubahan
fisis/fisika (wujud) dan perubahan kimia (menghasilkan zat baru). Energi yang
menyertai perubahan materi = menyangkut banyaknya energi yang menyertai
sejumlah materi dan asal-usul energi itu.
Ini berarti bahwa aspek ontologi dari ilmu kimia adalah:
1. Konsep kimia, yang berarti kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang
susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan
suatu materi
2. Objek studi dari ilmu kimia adalah zat atau materi.
Bagian yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia,
perubahan yang terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu
senyawa baru yang berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang
menakjubkan untuk diteliti dan merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu
kimia untuk memperhatikan terjadinya reaksi kimia.
Hakekat ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun
susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi,
perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan
wujud yang semula.
2.7.2. Ilmu Kimia dalam Tinjauan Epistimologi
Epistimologi ilmu adalah berbicara tentang bagaimana ilmu itu diperoleh dan
dikembangkan. Ilmu kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan
selanjutnya ilmu kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori
(deduktif).
Ilmu kimia dikembangkan oleh ahli kimia untuk menjawab pertanyaan “apa” dan
“mengapa” tentang sifat materi yang ada di alam. Pengetahuan yang lahir dari
upaya untuk menjawab pertanyaan “apa” merupakan suatu fakta bahwa sifat-sifat
materi yang diamati sama oleh setiap orang akan menghasilkan pengetahuan
deskriptif yang diperoleh dengan merancang percobaan dan melakukan
eksperimen. Sedangkan pengetahuan yang lahir untuk menjawab pertanyaan
“mengapa” suatu materi memiliki sifat tertentu akan menghasilkan pengetahuan
yang teoritis. Pengetahuan ini diperoleh melalui langkah-langkah ilmiah sehingga
muncul dan diciptakannya suatu teori. Teori yang telah ditemukan akan terus
dibuktikan oleh peneliti lain demi memperkuat teori tersebut atau mungkin
menyempurnakannya. Teori yang sudah mendekati sempurna akan diakui. Berikut
adalah bagaimana ilmu kimia dikembangkan.
2.7.3. Ilmu Kimia dalam Tinjauan Aksiologi
Aksiologi ilmu membicarakan tentang nilai atau kebermanfaatan suatu ilmu. Ilmu
kimia seperti halnya ilmu-ilmu yang lain mempunyai manfaat apabila dipelajari
oleh siapapun. Manfaat dari mempelajari ilmu kimia meliputi :
1. Pemahaman kita menjadi lebih baik terhadap alam sekitar dan berbagai
proses yang berlangsung di dalamnya.
2. Mempunyai kemampuan untuk mengolah bahan alam menjadi produk
yang lebih berguna bagi manusia.
3. Membantu kita dalam rangka pembentukan sikap.
Secara khusus, ilmu kimia mempunyai peranan sangat penting dalam bidang :
kesehatan, pertanian, peternakan, hukum, biologi, arsitektur dan geologi. Pada
bidang kesehatan contohnya adalah ditemukannya obat-obatan dari proses kimia
yang dapat membantu dalam proses pemulihan terhadap suatu penyakit.
Dibalik sumbangannya yang besar bagi kehidupan kita, secara jujur harus diakui
bahwa perkembangan ilmu kimia juga memberikan dampak negatif bagi
kehidupan manusia. Contohnya bahan pangan yang beredar di tengah masyarakat
yang mengandung bahan kimia berbahaya, seperti : tahu, bakso yang mengandung
bahan formalin, pengawet. Krupuk yang kita konsumsi pun tak luput dari bahan
racun kimia “boraks”. Bahkan, minuman es di kantin-kantin maupun yang dijual
dipinggir jalan diindikasikan bahwa bahan pewarnanya tak lain adalah bahan yang
digunakan untuk pewarna kain. Produk kecantikanpun tak luput dari penggunaan
racun-racun berbahaya, mercuri, yang berakibat paling fatal yakni kematian serta
masih banyak lagi manfaat negatif dari ilmu kimia.
Dampak negatif dari ilmu kimia ada karena para pelaku tersebut paham konsep
dan proses ilmu yang ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu
tersebut, sehingga ilmu yang ditemukan hanya akan membawa kerugian bagi
masyarakat. Jika setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah
aksiologi, maka ilmu tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contohnya yaitu
mengenai peluruhan atom yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan
tertentu. Peluruhan atom telah diketahui oleh ilmuwan, bahwa dalam proses
peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai pelepasan energi beberapa elektron
yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan untuk pembangkit listrik tenaga
nuklir.
Ilmu kimia merupakan ilmu mengenal bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat
abstrak yang perlu ditakuti oleh manusia biasa. Bahan ini mencakup benda yang
ada disekitar kita. Ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang
mempelajari struktur materi, sifat-sifat materi, perubahan suatu materi menjadi
materi lain, serta energi yang menyertai perubahan materi. Mempelajari ilmu
kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat
bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula
memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakikat materi serta
perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam
mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan serta ketelitian bekerja.
Kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah
segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Semua materi
berada dalam tiga wujud yaitu, padat, cair dan gas. Hakikat ilmu kimia adalah
bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya
menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi perubahan letak susunan yang
mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dari wujud/bentuk semula.
Ilmu kimia lahir dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-
masing akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang
kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika. Jenis pengetahuan
selalu mempunyai cirri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana
(estimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga
landasan ini saling berkaitan, tidak mungkin bahasan estimologi terlepas sama
sekali dari ontology dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model
berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi
jawaban atas pertanyaan “apakah hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan
dikolong langit?”. Segala apa yang ada ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
benda hidup dan benda mati. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan
manusia. Benda mati berupa cangkir, piring, meja, batu dan sebagainya. Jadi
segala apa yang ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda hidup dan benda
mati.
Benda mati tidak bergerak, dan tidak mengalami perubahan kecuali bila
digerakkan dan dirubah oleh benda lain. Sedangkan benda hidup bergerak dan
mengalami perubahan walaupun tidak digerakkan atau dirubah oleh benda lain.
Dengan demikian maka gerak dan perubahan itu bersifat pribadi. Wujud satuan
benda jadi adalah hewan, manusia, meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia
sebagai benda disebut badan (raga). Raga manusia senantiasa dapat bergerak
sendiri dan dapat mengalami perubahan sesuai keinginannya, baik dalam hal
perubahan sifatnya, bentuk dan energi yang dihasilkan. Jika raga itu tidak dapat
lagi bergerak sendiri dan melakukan perubahan, maka raga itu disebut mati.
Perubahan ada dua yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia. Perubahan fisika
adalah perubahan yang tidak menghasilkan zat baru, yang berubah hanyalah
bentuk dan wujudnya tanpa mengubah jenis dan sifat zat tersebut. Sedangkan
perubahan kimia adalah perubahan yang menghasilkan zat baru, berubah sifat dan
susunannya.
Benda mati ini apabila mengalami perubahan tidak akan mengubah sifat dan
jenisnya, hanya berubah bentuk dan wujudnya saja. Misalnya kayu yang telah di
bentuk atau diolah oleh seseorang menjadi kursi atau meja, yang berubah
hanyalah bentuk dari kayu itu yang semula berbentuk panjang bulat, setelah
diolah berbentuk meja dan kursi yang memiliki kaki, sifat dari benda itu tetap
yaitu kayu. Lain halnya dengan benda hidup seperti manusia, hewan dan tumbuh-
tumbuhan. Disini manusia sama halnya dengan perubahan kimia yang mengalami
perubahan menghasilkan zat baru, berubah sifat dan bentuknya. Misalnya bayi
yang baru lahir dengan bentuk yang kecil dan hanya bisa menangis dan
menggerakkan tangan dan kaki, tetapi setelah bayi itu tumbuh dewasa maka
otomatis bentuk tubuh dan sifatnya berubah. Energy yang dikeluarkannya juga
lebih banyak seiring dengan kegiatan/pekerjaan yang dia lakukan.
Energy adalah sesuatu yang memiliki kemampuan untuk melakukan usaha, tidak
dapat diamati langsung keberadaannya, tetapi dapat diamati akibat yang
ditimbulkan.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat
dijadikan landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam bidang
kimia, karena kenyataanya, filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam.
1. Hakikat dari ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan
bentuk, baik itu susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain maupun
perubahan letak susunan yang mana hal ini mempengaruhi sifat-sifat yang
berbeda dengan wujud yang semula.
2. Ilmu Kimia ada karena untuk menjawab pertanyaan “apa” dan “mengapa”
tentang materi yang diamati.
3. Ilmu Kimia secara aksiologi adalah berkaitan dengan kebermanfaatan dari
ilmu kimia tersebut yang dikaitkan dengan moral manusia yang
menggunakannya. Ilmu kimia akan bermanfaat jika moral manusia yang
menggunakannya baik, dan ilmu kimia akan mendatangkan kerugian jika
moral manusia yang menggunakannya tidak baik.
2. Saran
Saran yang diberikan berkaitan dengan topic yang diambil adalah ilmu kimia
merupakan ilmu yang bermanfaat bagi manusia jika dimanfaatkan secara benar
dan tepat. Benar dalam hal sesuai dengan fungsinya dan tepat dalam hal
komposisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam,
Relevansi Filsafat dalam Pengembangan Ilmu Kimia (Wilayah Aksiologi).(http://jawigo.blogspot.com/2011/07/relevansi-filsafat-dalam-pengembangan.html. tanggal akses 7 Desember 2011).