filsafat abad 19 (firdaus)

Upload: ancha-vhendrank

Post on 09-Jul-2015

171 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

1

FILSAFAT ABAD 19 IDEALISME HEGEL & POSITIVISME COMTE

Makalah Dipresentasikan pada forum kelas Mata kuliah filsafat Ilmu

Oleh

FIRDAUS DAHLANDosen Pemandu Dr. Muh Sabri AR, M.Ag Dr. Mustari

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2009

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filsafat zaman modern pada pertengahan abad 18 sampai abad 19 adalah filsafat Barat dalam arti yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena baru pada zaman ini setelah abad pertengahan muncul di segala bidang hidup syarat-syarat yang diperlukan bagi perkembangan suatu pemikiran yang bebas. Kalau abad pertengahan masih bergerak dalam belenggu kekuasaan teologi dan gereja, maka pada zaman abad modern tersebut filsafat menjadi kuasa rohani yang berdiri sendiri yang dimulai dengan renaissance, di mana orang lebih memusatkan perhatian dan konsentrasinya pada manusia sendiri, bukan pada Tuhan, kepada hidup sekarang, bukan pada kehidupan akhirat, pemikiran yang bercorak antroposentris.1 Renaisance disusul dengan aufklarung yang menjadikan manusia merasa menjadi dewasa, makin percaya kepada diri sendiri dan berusaha membebaskan diri dari segala kuasa yang mengikatnya terutama dogma tradisi gereja. Sejalan dengan perkembangannya, sejak abad ke 19 filsafat menjadi terbagi-bagi menjadi filsafat Jerman, filsafat Perancis, filsafat Inggris, filsafat Amerika dan filsafat Rusia. Bangsabangsa ternyata mengikuti jalannya sendiri-sendiri dan masing-masing membentuk kepriba diannya sendiri dengan cara dan pengertian dasar sendiri-sendiri.2 Suatu hal yang baru pada zaman abad 19 adalah dominasi Jerman secara intelektual yang dimulai dari pemikiran Kant sebelumnya.1

Sejarah filsafat Barat dibagi empat priode; pertama zaman abad Yunani kuno (kosmosentris); kedua, zaman abad pertengahan (teosentris); ketiga, zaman abad modern (antroposentris) dan keempat, abad kontemporer (logosentris) lihat : Rizal Muntansir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (cet. VIII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 58 Dr. Bernard Delfgaauw, Filsafat Abad 20, terjemah Soejono Soemargono (cet II; Yogyakarta: Tiara wacana 2001) h. 32

3 Abad 19 adalah abad yang ruwet dibanding dengan abad-abad yang sebelumnya. Hal ini disebabkan karena beberapa hal; pertama, daerah tempat filsafat berkembang menjadi lebih luas. Amerika dan Rusia ikut memberikan sumbangan mereka. Kedua, ilmu pengetahuan berkembang cepat sekali terutama di bidang pengetahuan alam seperti geologi, biologi dan kimia organis. Ketiga, produksi yang dihasilkan mesin-mesin sangat mengubah masyarakat dan memberikan kepada manusia suatu konsepsi baru tentang kuasa dalam hubungannya dengan alam sekitar. Keempat, baik di bidang filsafat maupun di bidang politik ada suatu revolusi yang mendalam terhadap sistem-sistem tradisional dalam pemikiran, politik dan ekonomi, yang mengakibatkan adanya serangan-serangan terhadap banyak kepercayaan dan lembaga-lembaga yang dipandang sebagai tak tergoyah.3 Filsafat abad 19 yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah filsafat idealisme Hegel dan Positivisme Comte, kedua model filsafat tersebut banyak memberi corak pengaruh pemikiran pada zamannya ketika itu dan dalam sejarah pemikiran filsafat setelahnya.

B. Rumusan Masalah Berpijak dari uraian latar belakang tersebut, maka diambil beberapa rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana corak pemikiran filsafat Idealisme Hegel ? 2. Bagaimana corak pemikiran filsafat Posivitisme Comte ?

3

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah filsafat Barat, (Cet. 10; Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1994) h. 85

4 BAB II PEMBAHASAN A. Idealisme (Hegel) 1. Biografi Hegel Georg Wilhelm Friedrich Hegel, keluarga dekatnya memanggilnya dengan "Wilhelm" lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770. Ayahnya Georg Ludwig (1733 - 1779) lahir di Tbingen dari keluarga pegawai negeri dan pendeta, adalah seorang perwira pendapatan biasa dalam pelayanan fiskal Wrttemberg. Ibunya, Maria Magdalena Louisa (dahulu Fromm, 1741 - 1783) berasal dari keluarga Stuttgart, rumah bagi beberapa teolog terkemuka, pengacara dan birokrat tingkat tinggi di Wrttemberg, terdidik dan punya kemampuan skolastik untuk mengajar

anaknya Hegel muda unsur-unsur dari bahasa Latin. Georg Ludwig dan Maria Magdalena menikah pada 29 September 1769. Hegel adalah yang tertua dari tiga anak-anak Saudara perempuannya, Louisa Kristen (1773- 1832), yang telah bekerja 1807- 1814 sebagai pengasuh untuk Count Josef von Berlichingen, Saudara Georg Hegel Ludwig si bungsu, tewas dalam pertempuran sebagai perwira untuk tentara Napoleon di Rusia. Pada usia ketiga Hegel belajar di Sekolah Jerman. Pada usia lima tahun, sekolah Latin. Ia dididik di Stuttgart Gymnasium (sekolah dasar) antara umur tujuh dan delapan belas.. Dia adalah seorang yang serius, pekerja keras dan sukses siswa.. Ia menunjukkan rasa ingin tahu yang luar biasa, berbagai tingkat kepentingan dan bacaan. Hegel memperoleh karya-karya Shakespeare lengkap (18 jilid, dalam Bahasa Jerman translation) dari guru tercinta, Lffler.. Di antara para penulis Yunani kesukaannya adalah Plato, Socrates, Homer dan Aristoteles. Ia terinspirasi oleh tragedians Yunani, Euripides dan

5 Sophocles, Ia membaca Bibel dalam bahasa Yunani, serta Homer's Iliad. Di antara penulis Latin kesukaannya Livius, Cicero dan Epictetus, dan ia juga menerjemahkan beberapa karya mereka. Hegel juga belajar bahasa Ibrani, mulai dari kelas lima, selama dua jam setiap minggu.. Ia belajar bahasa Perancis di waktu siang-kursus elektif yang ditawarkan oleh sekolah.. Dia juga belajar bahasa Inggris. Di Jerman dalam dunia Filsafat ia mengamati Moses Mendelssohn 's, PHAEDON, dan Wolf's, LOGIC. Utamanya menulis, selain dari terjemahan, adalah buku harian (sebagian dalam bahasa Latin) terus pada interval selama delapan belas bulan (mulai ketika ia berusia sekitar lima belasia berumur tujuh belas tahun). Ketika Hegel berumur delapan belas tahun, ia masuk di Stift Theological Seminary di Tbingen. Namun, ia lebih suka Aristoteles (yang ia belajar secara intensif saat ini), Schiller, Spinoza, Jacobi, Herder, Voltaire, dan ia memegang kesukaan khusus untuk tulisan-tulisan Rousseau. Hegel terus belajar dan sukses dalam karier akademik.. Setelah dua tahun Hegel diperoleh tingkat PhD ( "Magister der Philosophie") pada September 1790. Pada dua puluh tiga, pada bulan September 1793, ia memperoleh sertifikat teologis yang didambakan. Ijazah Hegel menyatakan bahwa ia kemampuan yang baik, tapi dari industri menengah dan pengetahuan menengah.. Sertifikat yang asli menyatakan bahwa Hegel mencurahkan banyak upaya untuk Filsafat. Ini ditulis dalam bahasa Latin sebagai berikut: "Philosophiae multam operam impendit." Hegel meninggal pada tahun 1831 M4

2. Idealisme Hegel Tokoh filsafat idealisme yang berkembang di Jerman sebenarnya bukan hegel satusatunya. Di samping hegel ada Fichte (1762-1814), Schelling (1775-1854) dan Schopenhauer4

Canfora dan Froeb, Biografi Hegel (Internet, WWW. Biografi Hegel)

6 (1788-1868). Namun gerakan dalam filsafat Jerman, yang diawali dengan Kant mencapai puncaknya perkembangannya dalam filsafat Hegel (1770-1831). Ia termasuk dari salah satu filosof Barat yang paling menonjol. Pengaruhnya begitu besar sampai di luar Jerman. Ia banyak menulis buku, filsafatnya sukar untuk dimengerti, oleh Dr. Harun Hadiwijono dianggap filsafat Hegel adalah mungkin yang paling sukar dari segala filsafat.5 Dialektika : Tesa, Antitesa dan Sintesa Hegel mengeritik Fichte yang terlalu memberi tekanan kepada obyektivitas Idea, sehingga persoalan tentang objek dalam dirinya tetap menjadi sesuatu yang tidak jelas atau masih gelap. Hegel mencoba mengerti bahwa sintesa yang mutlak antara subyek dan obyek bukanlah hal yang terbatas yang telah menjadi tidak terbatas, melainkan suatu keberadaan dalam ketiadaan, suatu menjadi di dalam yang mutlak. Menurut Fitche, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi kesadaran 6. Seluruh dunia diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan cara: Ego meng-ia-kan dirinya (menghasilkan atau disebut dengan tesa), yang mengakibatkan adanya bukan Ego yang menghadapinya (disebut antitesa) lalu sebagai sintesa dari keduanya, tesa dan antitesa tidak lagi saling mengucilkan yang berarti kebenaran keduanya dibatasi atau berlakunya keduanya itu dibatasi. Hal ini diungkapkan dalam suatu ungkapan yang berbunyi; Ego menempatkan sesuatu bukan Ego yang dapat dibagi-bagi berhadapan dengan Ego yang dapat dibagi-bagi. Hegel berusaha mengatasi kedua sistem tersebut dengan memperdalam pengertian sintesa. Menurutnya, di dalam sintesa baik tesa maupun antitesa bukan dibatasi seperti pendapat Fichte melainkan aufgehoben. Kata Jerman aufgehoben mengandung tiga arti, pertama, menge sampingkan seperti suatu undang-undang dikesampingkan. Kedua, merawat, menyimpan, jadi5

Ibid, h. 98 Sudarsono, Ilmu Filsafat; Suatu Pengantar ( Cet II; Jakarta ; Rineka Cipta, 2008) h. 86

6

7 tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara. Arti terakhir yaitu ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, di mana keduanya tesa dan anti tesa tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan7. Contoh yang diperlihatkan oleh Hegel dalam usaha menajamkan makna sintesa dari tesa dan antitesa, dalam kehidupan sehari-hari, bahwa suatu pandangan yang ekstrim kanan menimbulkan pandangan ekstrim kiri, yang melahirkan suatu usaha kompromi untuk menyelaraskan keduanya. Misalnya, golongan yang satu menghendaki negara menguasai agama. Pandangan ini mengandung hal positif diantaranya ada kesatuan diantara kekuatan dan kekuasaan politik, sehingga ketertiban nasional terjamin. Pandangan ini juga mengandung sisi negatif, kebebasan agama ditiadakan, agama harus tunduk pada pemerintah. Hal ini tentu menimbulkan reaksi, yang menghendaki supaya agama menguasai negara. Keuntungan atau hal positif dari pandangan ini kebebasan agama terjamin, agama dapat mengatur diri sesuai dengan hakikat dan sifat-sifatnya. Kerugian atau hal negatif dari pandangan ini yaitu adanya kemungkinan kebebaan agama itu berlaku hanya bagi satu agama saja. Kalau pandangan pertama mewujudkan tesa, maka pandangan kedua mewujudkan antitesa. Sintesa yang muncul bagi kedua pendapat tersebut adaah adanya pandangan yang menghendaki perpisahan diantara agama dan negara. Keduanya, negara maupun agama harus diberi tugasnya sendiri-sendiri di bidangnya sendiri-sendiri. Segi positif dari sintesa ini stabilitas nasional terjaga dan kebebasan agama terjamin. Dalam sintesa, segala unsur positif dari tesa dan antitesa disintesakan menjadi kesatuan yang lebih tinggi, walau tidak dinafikan, sintesa juga tetap mempunyai sisi negatif, seperti kemungkinan agama hanya menjadi perkara pribadi saja, sehingga mudah kehilangan rasa sosial yamng tinggi atau kurang ikut menjaga nilai moral politik

7

Harun Hadiwijono, Op Cit h. 99

8 dan lainnya. Mungkin dalam proses perkembangan lebih lanjut, orang akan sampai pada struktur dimana ada hubungan dialogis anatara negara dan agama, bukan hanya perpisahan saja8. Roh : Idea atau pikiran Di antara pemikiran Hegel, Yang Mutlak adalah Roh yang mengungkapkan diri di dalam alam supaya dapat sadar akan dirinya sendiri. Hakikat Roh adalah idea atau pikiran. Pikiran menjadi sadar akan dirinya sendiri di dalam sejarah manusia, sehingga manusia merupakan bagian dari ide yang mutlak adalah Yang Ilahi. Hakikat idea yang berpikir adalah gerak tapi bukan gerak lurus, gerak disini adalah gerak yang berlangsung dalam gerak yang senatiasa menimbulkan gerak lain. Gerak ini mewujudkan tesa yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang berlawanan sebagai antitesa. Dari gerak yang saling bertentangan tersebut timbul suatu gerak baru sebagai suatu sintesis yang tarafnya lebih tinggi. Dengan demikian ada proses dalam idea, proses tersebut menjadi keterangan untuk segala kejadian. Seluruh proses dunia adalah perkembangan Roh (idea atau pikiran), sesuai dengan hukum dialektika Roh meningkatkan diri, tahap demi tahap, menuju pada Yang mutlak9. Perkembangan Roh (idea) dalam filsafat Hegel dibagi dalam tiga tahap yaitu logika, filsafat Alam dan filsafat Roh

1). Filsafat Hegel : Logika Tahap Roh berada dalam ada dalam dirinya sendiri. Ilmu filsafat yang membicarakan Roh dalam posisi ini diistilahkan oleh Hegel sebagai logika. Pengertian logika yang dimakksud bukan bentuk dan hukum berfikir logika yang tradisional, tapi ilmu yang memandang Roh atau idea dalam dirinya, bebas dari ruang dan waktu.8

Ibid h. 100 Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat ( Cet.V; Jakarta ; Bumi aksara, 2003) h. 244

9

9 Proses gerak pemikiran adalah sama dengan proses gerak kenyataan, maka pengertianpengertian, kategori-kategori dan lainnya bukan hukum pemikiran belaka tetapi kenyataan atau realita. Pemikiran, kategori dan lainnya bukan hanya menyusun pemikiran kita, tetapi semuanya adalah kerangka dunia, semuanya menggambarkan hakikat dunia dalam pikiran. Permulaan logika Hegel adalah ada. Atau dengan kata lain, tesa pertama Hegel ialah suatu pengertian umum ada. Sebagai pengertian umum ada harus dirumuskan lepas dari segala isi yang kongkrit. Ia adalah yang ada tanpa tambahan apa-apa, tidak mengungkapkan isi apa pun dan tidak dapat dirumuskan bagaimana. Tesa melahirkan antitesa. Selama ada tak mempunyai suatu ketentuan, maka ada sama dengan tidak ada dan hal yang tidak dapat dirumuskan kalau ada itu juga sekaligus tidak ada. Demikianlah ada dan tidak ada berwujud dua ungkapan yang saling melengkapi bagi satu hal yaitu awal yang tidak dapat ditentukan bagaimana10. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal yang tidak dapat ditentukan bagaimana itu ada gerak, yaitu gerak yang memindahkan yang satu pada yang lain, memindahkan tidak ada menjadi ada. Gerak dari tidak ada menuju ada disebut dengan menjadi. Menjadi adalah sintesa, karena dalam menjadi keduanya ada dan tidak ada dipersatukan dalam posisi yang lebih tinggi. Menjadi melahirkan pergertian yang dijadikan, berarti ada secara umum karena menjadi dibatasi atau sebagai yang terbatas. Adanya sesuatu yang terbatas mengandaikan adanya sesuatu yang tidak terbatas, jadi tesa menjadi melahirkan antitesa yang dijadikan yang menimbulkan sintesa yang tidak terbatas. Begitu seterusnya dalam pola filsafat Hegel: logika

10

Harun, Op cit h. 102

10 2). Filsafat Hegel : Filsasat Alam Tahap kedua, Roh berada dalam keadaan berbeda dengan dirinya sendiri, berbeda dengan yang lain. Roh keluar dari dirinya sendiri, menjadikan dirinya di luar dirinya dalam bentuk alam yang terikat pada ruang dan waktu. Hegel menyebut Ilmu filsafat yang

membahasnya dengan filsafat Alam. Idea atau Yang Mutlak telah keluar dari dirinya sendiri ke dalam ruang dan waktu, dalam keadaan yang berbeda, dengan penjelmaan alam. Pada akhirnya dalam pengasingan dirinya, Idea tersesat, maka ia akhirnya akan berjalan kembali pada Roh Mutlak dengan melalui tingkatan yang bermacam-macam 3). Filsafat Hegel: Filsafat Roh11 Tahap terakhir, ketika Roh kembali kepada dirinya sendiri, kembali dari berada di luar dirinya, sehingga Roh dalam tahap ini dalam posisi dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri. Ini yang disebut Hegel dengan filsafat Roh. Kembali pada Roh Mutlak, kembali pada dirinya sendiri, melalui tiga tingkatan; berawal dari roh subyektif, naik tangga pada Roh obyektif dan sampai pada roh Mutlak. Tingkatan pertama, Roh subyektif masih dalam tahap orang perorangan masih dalam pengaruh alam, namun berusaha melepas diri dari alam. Roh mulai beralih dari posisi berada di luar dirinya ke dalam posisi berada bagi dirinya. Manusia pribadi saat itu masih mewujudkan sebagian jenisnya, sehingga masih dalam bagian alam. Tingkatan kedua, Roh obyektif, tingkatan mengandung ajaran pada hukum dan kesusi laan atau moralitas, sehingga ajaran Roh obyektif disebut dengan etika. Kehendak rasional diobjektifkan dalam bentuk hidup dan idea tentang yang baik direalisasikan dalam lembagalembaga yang kongkrit. Nafsu-nafsu alamiah dipermlukman sebagai hak dan kewajiban dalam bentuk dasar kesusilaan, sebagai contoh, nafsu seks diperhalus dalam pernikahan dan keluarga.11

Ibid h. 103, lihat Burhanuddin dan Sudarsono

11 Roh subyektif yang terlihat dalam diri pribadi perorangan telah memasuki tingkatan lebih tinggi, masuk pada aturan yang lebih tinggi sebagai hal yang obyektif, yaitu dalam keluarga, masyarakat dan negara. Kawasan roh obyektif adalah keluarga, masyarakat, negara dan sejarah (tempat keluarga, masyarakat dan negara berkembang). Negara Pemikiran Hegel tentang negara sangat penting12. Negara baginya, adalah penjelmaan idea yang tertinggi di dunia ini. Negara dipandang sebagai idea moralitas yang berwujud, tempat idea dan realitas bertemu. Negara adalah substansi kesusialaan yang telah sadar akan dirirnya, yang telah menjadikan asas keluarga dan masyarakat sebagai sintesa. Negara adalah kekuasaan susila yang mempermaklumkan keputusan-keputusan pribadi perorangan tidak ada lagi. Bangsa-bangsa dalam hubungannya satu dengan lainnya membnetukproses sejarah dunia. Sejarah dunia adalah perkembangan Idea Mutlak. Dalam sejarah dunia, idea mutlak mewujud dirinya dengan memakai waktu sebagai sarananya. Sejarah dunia adalah proses penghantar Roh mengolah pengetahuan tentang apa yang pada dirinya, untuk sampai pada diri sendiri. Rentetan kesadaran diri tersebut makin lama makin jelas, Roh menemukan kebebasan dan hakikatnya sendiri. Roh Mutlak, tingkatan terakhir13, tingkatan Roh kembali pada dirinya sendiri dari keadaan lain dari dirinya sendiri kepada keadaan dalam dirinya secara penuh. Di sini Roh beradadalam dirinya dan bagi dirinya.

Lihat Prof I.R. Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah alam Filsafat ( Cet. VIII, Jakarta; PT Rineka Cipta, 1990) h. 11913

12

Ibid H. 118

12 Kawasan Roh Kawasan Roh berada pada tiga bagian, kesenian, agama dan filsafat 14. Dalam kawasan Roh Obyektif, ketegangan antara roh subyektif dan roh obyektif belum ditiadakan, masih terdapat ketegangan-ketegangan antara individu dan yang melebihi individu seperti kekuasaan kemasya rakatan. Ketegangan-ketegangan tersebut mewujudkan daya pendorong dalam sejarah. Dalam kesenian tampak roh yang telah didamaikan dengan dirinya sendiri, tampak obyek dan subyek dalam keselarasan yang sempurna. Dalam keadaan ini tampaklah Idea Mutlak dalam kejelasannya. Agama berada diatas kesenian. Jika kesenian menampakkan keselarasan dalam bentuk lahiriah, maka agama menampakkan kselarasan dalam bentuk batiniyah. Sebagai akhir dalam bentuk tertinggi, Roh Mutlak berada dalam dirinya adalah filsafat. Dalam agama, Yang mutlak masih terikat kepada perasaan dan gagasan, belum terwujud dalam bentuk pengertian pikiran yang murni. Apa yang terdapat dalam kesenian dan agama, di dalam filsafat dijadikan bentuk murni gagasan.

B. Positivisme ( Comte) 1. Biografi Comte Augustu Comte lahir di Mountupiler, Prancis 19 januari 1798. Orang tuanya berstatus menengah dan ayahnya kemudian menjadi pejabat lokal kantor pajak. Meski tergolong cepat menjadi mahasiswa, ia tak mendapat ijazah dari perguruan tinggi. Dalam setiap kelasnya di Ecole Polytecnique, Comte bersama seluruh kelasnya di keluarkan karena gagasan politiknya dan pemberontakan yang di lakukan. Pemecatan ini berpengaruh buruk terhadap karir akademik Comte.14

Burhanuddin Salam, Op cit

13 Tahun 1817 ia menjadi sekretaris (dan menjadi anak angkat) Saint Simon, filsuf yang 40 tahun yang lebih tua. Mereka bekerja bersama secara akrab selama beberapa tahun dan Comte menyatakan utang budinya kepada Saint-Simon;aku secara intelektual sangat berhutang budi kepada Saint-Simonia memberikan dorongan sangat besar kepadaku dalam study filsafat yang memungkinkan diriku menciptakan pemikiran filsafatku sendiri dan yang akan aku ikuti tanpa ragu selama hidupku tetapi tahun 1824 keduanya bersengketa karena Comte yakin SaintSimon menghapus namanya dari salah satu sumbangannya, Comte kemudian menyurati temantemannya sambil menuduh Saint-Simon bersifat katastropik dan melukiskan Saint-Simon sebagai penyulap besar. Heilbord (1995) melukiskan Comte sebagai orang yang pendek(sekitar 5 kaki leih 2 inci), brmata agak juling dan sangat gelisah dalam pergaulan terutama di tengah lingkungan wanita, ia juga terasing dari pergaulan masyarakat. Fakta ini membantu menjelaskan mengapa Comte mengawini Caroline Massin, seorang pelacur miskin. Perkawinan berlangsung dari 1825 hingga 1841. kegelisahan pribadinya bertolak belakang dengan keyakinannya yang sangat besar terhadap kapasitas intelektual-nya dan keyakinan itu seolah-olah mencerminkan kepercayaan diri yang mantap. Comte terkenal mempunyai daya ingat yang luar biasa. Berkat daya ingatnya yang seperti fotografi itu ia mampu menceritakan kembali kata-kata yang tertulis di satu halaman buku yang hanya sekali saja di baca. Kemampuan berkonsentrasinya sedemikian rupa sehinggga ia mampu mengungkapkannya keseluruh isi sebuah buku yang akan ditulisnya tanpa harus menulusnya. Kuliahnya seluruhnya di sajikan tanpa berbekal catatan. Bila ia duduk untuk menulis buku, ia menuliskan segala yang ia ingat. Tahun 1826 Comte membuat sebuah catatancatatan yang kemudian menjadi bahan kuliah (ceramah) umum sebanyak tujuh puluh dua kali

14 tentang pemikiran filsafatanya.Ceramahnya itu di lakukan di rumahnya sendiri.Kuliahnya itu menarik minat kalangan orang terpandang. Tetapi setelah berjalan tiga kali, kuliah Comte terhenti karena mengalami gangguan syaraf . Sejak saat itu ia terus terserang gangguan mental dan suatu ketika di tahun 1827 ia mencoba bunuh diri dengan mencebur ke sungai Saine, untungnya ia selamat. Meski ia tak mendapatkan jabatan resmi di Ecole Polytecnique, ia di beri jabatan kecil sebagai asisten dosen pada 1832. Tahun 1837 ia di beri pekerjaan tambahan , hak untuk menguji, dan jabatan ini untuk pertama kali yang memberikannya penghasilannya yang memadai (hingga waktu itu secara ekonomis ia sering tergantung pada bantuan keluarganya). Selama periode ini Comte berkonsentrasi menulis 6 jilid buku yang membuatnya sangat terkenal , berjudul cour de philosophie positif, yang akhirnya di terbitkan secara utuh pada 1842 (jilid pertama telah di terbitkan tahun 1830), dalam karya ini Comte melukiskan pemikiran filsafatnya bahwa sosiologi adalah ultimate science. Ia pun menyerang ecole polytechnique dan akibatnya, pada tahun 1844 jabatan asisten dosennya tak di perpanjang. Sekitar tahun 1851 ia menyelesaikan 5 jilid karyanya yang berjudul sysiteme de politicqeu positif, yang mengandung pemikiran lebih praktis dan menawarkan rencana besar untuk mereorganisasi masyarakat. Heilbron menyatakan bahwa gangguan mental besar dalam kehidupan Comte terjadi pada tahun 1838, dan itulah yang membuat kemudian putus asa karena membayangkan ada orang yang secara serius hendak merampas karyanya tentang ilmu pengetahuan umunya dan sosiologi khususnya, ini pula yang menyebapkaanya mengalami gangguan otak, yakni Comte mulai tak membaca karya orang lain. Akibatnya, ia tak dapat mengikuti perkembangan intelektual terakhir. Baru sesudah tahun 1838 ia mulai membangun gagasan aneh tentang reformasi sosial yang menemukan pengungkapan dalam Systeme de politique positive. Comte menghanyalkan dirinya

15 sebagai pendeta agama baru kemanusiaan. Ia yakin bahwa kehidupan di dunia ini akhirnya dipimpin oleh pendeta sosiologi (Comte sangat di pengaruhi oleh latar belakang agama katolik). Yang sangat menarik, meski gagasannya itu keterlaluan, Comte akhirnya mendpat sejumlah besar pengikut di prancis dan di beberapa negara lain. Comte meninggal 5 september 1857.15 2. Positivisme (Comte) Istilah positivisme tidak bisa dilepaskan dari Auguste Comte (1798-1857), karena dialah pengagas filsafat positivisme16. Istilah positivisme paling tidak mengacu pada dua hal yaitu teori perkembangan sejarah akal budi manusia dan teori ilmu pengetahuan positif17. Sebagai teori perkembangan sejarah manusia, istilah positivisme identik dengan tesis Comte sendiri mengenai tahap perkembangan akal budi manusia yang secara linear bergerak dalam urutan yang tidak terputus. Sebagai teori pengetahuan, istilah positivisme biasanya didefinisikan sebagai salah satu paham dalam filsafat Barat yang hanya mengakui dan membatasi pengetahuan yang benar kepada fakta-fakta positif. Dalam dunia intelektual, kedua tesis Comte tersebut sangat berpengaruh hingga saat ini. Asumsi-asumsi dasar di dalam ilmu pengetahuan modern tampaknya membenarkan tesis Comte tentang perlunya penggunaaan metode ilmiah, demikian pula perkembangan kebudayaan dan keberadaan institusi kemasyarakatan dan pemerintahan seolah membenarkan tesis Comte tentang tibanya zaman positif.

15

Dodi Adi Natae, Internet WWW. Biografi Comte

James M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, terjemah Kamanto Sunarto (Cet. 10, edisi 6 Jilid 1, Jakarta; Erlangga : 2007) h. 5 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terjemahan Robert MZ Lawang (Jilid I; Jakarta; PT. Gramedia, 1986) h. 8017

16

16 Teori perkembangan akal budi manusia Perkembangan pemikiran (akal budi) manusia oleh Comte berlangsung dalam tiga tahap atau zaman yaitu zaman teologis, zaman metafisis dan zaman positif atau ilmiah18 1. Tahap teologis Tahap ini manusia berusaha menerangkan segenap fakta kejadian dalam kaitannya dengan teka-teki alam yang dianggapnya berupa misteri. Segala-galanya, termasuk manusia sendiri, diterangkan dalam hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang sifatnya misterius, tahap ini dijumpai pada manusia awal atau purba. Alam semesta, dimengerti sebagai keseluruhan integral dan terdiri dari makhluk-makhluk yang mempunyai kedudukan sebagai sesuatu yang hidup, bertindak dan berkehendak. Tahap teologis ini orang mengarahkan rohnya pada kekuatan gaib sebagai hakikat segala sesuatu. Ada keyakinan bahwa di belakang setiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak secara khusus. Pada taraf pemikiran ini terdapat tiga tahapan, yaitu animism, politeisme dan monoteisme.19 a). Tahap animisme, manusia menghayati alam semesta dalam individualitas atau segala ssuatu berjiwa. Benda-benda dipahami sebagai sesuatu yang individual dan singular. Pohon beringin yang tua tidak dipahami sebagai bagian spesies dari pohon, tetapi sebagai sebuah pohon khas dan sacral yang lain dari pohon biasanya. Benda-benda lainpun seperti keris mempunyai roh dan kekuatan.

18

Ibid, h. 85- 88 Ibid

19

17 b). Tahap politeisme, manusia telah menurunkan kelompok-kelompok hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkan dari sesuatu kekuatan adikodrati yang melatar belakanginya, sedemikian rupa sehingga setiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewanya sendiri. Jika dalam cara berfikir animism, bahwa sawah dan lading di setiap desa dihuni oleh roh-roh leluhur, maka cara berfikir politeisme diyakini bahwa Dewi Sri yang menghuni dan memelihara sawah dan ladang di semua desa. c). Tahap monoteisme, sebagai tahap yang tertinggi, ketika dewa-dewa yang bermacam-macam tersebut diganti dengan satu tokoh tertinggi atau satu Tuhan. Cara berfikir seperti ini mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan sosial, budaya dan pemerintahan. Monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma agama, yang selanjutnya dija dikan pedoman hidup masyarakat, disamping sebagai landasan institusional serta kenegaraan suatu bangsa dan alat justifikasi para raja (kepala negara) yang berkuasa. Peran rohaniwan, termasuk para dukun, sangat menentukan dan mereka diyakini mampu memperantarai komunikasi manusia dengan Tuhan. Raja sebagai pejabat tertinggi mempunyai legitimasi teologis baik sebagai wakil Tuhan dibumi maupun sebagai tetesan dewata yang suci. 20 2. Tahap Metafisis Semua gejala dan kejadian tidak lagi diterangkan dalam hubungannya dengan kekuatan yang bersifat supranatural atau rohani. Manusia kini mulai mencari pengertian dan penerangan yang logis dengan membuat abstraksi-abstraksi21 dan konsep-konsep, pengertian-oengertian

Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia melalui Filsafat, (cet II; Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002) h.11821

20

Poedjawijatna, Op Cit h. 121

18 metafisik. Manusia pada tahap ini berusaha keras untuk mencari esensi atau hakikat dari segala sesuatu. Tidak puas hanya dengan mencari pengertian umum tanpa dilandasi oleh pemikiran dan argumentasi logis. Untuk itu, dogma agama mulai ditinggalkan dan kemampuan akal budi mulai dikembangkan, irrasional harus disingkirkan dan analisi pikir yang diperkenalkan. Tahap metafisis pada prinsipnya hanya merupakan suatu modifikasi artifisial saja dari tahap teologis, karena sebetulnuya sama-sama mengembangkan pengetahuan dalam rangka mencari sebab pertama dan tujuan terakhir dari kehidupan. Perbedaaan metafisis dan teologis terletak pada cara menerangkan kenyaaan, alam yang semula diasalkan dari dewa atau Tuhan, dijelaskan dalam konsep-konsep abstrak seperti kodrat, kehendak Tuhan, roh absolute, kewajiban moral dan lainnya. 3. Tahap Positif Pada tahap ini, gejala dan kejadian alam tidak lagi dijelaskan secara pengandaian a priori, melainkan secara a posteriori yang berdasarkan observasi, eksprimen dan komparasi yang teliti dan ketat. Gejala dan kejadian alam harus dibersihkan dari muatan teologis dan metafisinya. Akal tidak diarahkan untuk mencari kekuatan transenden dibalik atau hakikat di dalam atas setiap gejala. Akal tidak lagi berorientasi pada pencarian sebab pertama dan tujuan terakhir dari kehidupan, akal mencoba mengobservasi gejala dan kejadian secara empiris untuk menemukan hukum-hukum yang mengatur (yang menjadi sebab akibat yang sudah tertentukan22) gejala dan kejadian itu. Hukum-hukum yang ditemukan nyata dan jelas karena sumbernya diperoleh secara langsung dari gejala dan kejadian positif, yang dapat dialami semua orang. Hukum-hukum tersebut bersifat pasti dan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dibuktikan dengan perangkat

22

Ibid h. 121

19 metodis yang sama seperti yang dipakai untuk menemukan hukum tersebut. Hukum-hukum itupun bersifat praktis dan bermanfaat karena jika hukum-hukum itu diketahui dan dikuasai, maka kita dapat mengontrol dan memanipulasi gejala dan kejadian tertentu sebagai sarana mewujudkan masa depan yang lebih baik. Teori Pengetahuan Positif Tiga tahap perkembangan akal budi manusia diatas juga berlaku bagi pada bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, lalu oleh pemikiran metafisis dan akhirnya pada zaman posistif. Ilmu pengetahuan yang diajarkan harus disesuaikan dengan pembagian kawasan gejalagejala yang dipelajari ilmu tersebut. Comte membagi gejala-gejala itu kedalam dua hal, gejala yang terdapat dalam segala yang anorganis dan gejala yang terdapat dalam segala yang organis. Gejala yang organis baru dapat dipelajari bila segala anorganis telah dikenal. Ajaran terhadap gejala anorganis ini dibagi dua bagian yaitu astronomi, yang mempelajari segala gejala umum dari jagat raya, dan fisika serta kimia, yang mempelajari anorganis di bumi. Ajaran terhadap gejala organis juga dibagi dua bagian, yang pertama; proses-proses yang berlangsung pada individu-individu yaitu biologi dan yang kedua, proses-proses yang berlangsung dalam jenisnya dalam hidup bermasyarakat yaitu sosiologi23 yang selanjutnya comte disebut bapak sosiologi24. Mengenai dinamika sosial dalam masyarakat positif, Comte dengan penuh optimism menguraikan fungsi lain dari pengetahuan positif. Dalam diri ilmu pengetahuan mengandung alat untuk mencapai baik kemajuan (progress) maupun ketertiban (order). Comte mengeritik pandangan lawan intelektualnya yang mempertentangkan keduanya. menurut golongan lain

23

Harun Hadiwijono, Op Cit h. 113 Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebuah Pengantar ( Cet. 34; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

24

h. 398

20 kemajuan hanya mendatangkan instabilitas, disharmoni, konflik sosial, peperangan dan anarkisme. Comte melihat kemajuan yang dilandasi ilmu pengetahuan justru membawa manusia menuju masyarakat yang tertib,stabil, aman dan harmonis. Ilmu pengetahuan positif membebaskan manusia dari perasaan terkungkung oleh kekuatan magis akibat pandangan teologis, dan menjauhkan diri dari kecenderungan purba untuk berperang akibat militerisme dan feodalisme sisa-sisa pemikiran tahap metafisis. Dengan perkataan lain, tanpa perlu bantuan dari agama dan metafisika, ilmu pengetahuan dengan sendirinya membawa moralitas dan humanismenya sendiri. Ilmu pengetahuan kemampuan untuk mencegah kita dari keinginan tidak rasional untuk berperang dan melakukan penindasan terhadap alam dan manusia. Comte melihat ilmu pengetahuan positif, yang pada tahap akhir perkembangan akal budi manusia, menjadi pedoman hidup dan landasan kultural, institusional dan kenegaraan, untuk menuju suatu masyarakat maju, tertib dan sejahtera. Comte menunjuk pendekatan rasionalisme Descartes dan pada ilmu pengetahuan alam seperti Galilie, Newton dan Bacon. Ilmu pengetahuan positif dibangun atas asumsi-asumsi yang dapat dirumuskan sebagai berikut; pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat objektif, bebas nilai dan netral. Objektivitas pengetahuan berlaku pada subjek dan objek. Untuk subjek, ilmuwan tidak boleh membiarkan dirinya dipengaruhi oleh factor-faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri, semisal sentiment dan kepentingan pribadi, kepercayaan dan apa saja yang bisa mempengaruhi objektifitas dari objek yang sedang diobservasi. Objek pengetahuan yang bersih dari pengaruh subjektif ilmuwan yang boleh dipaparkan dalam laporan, teori atau hukum ilmiah25. Untuk objek, aspek dan dimensi lain yang tidak bisa diukur di dalam observasi seperti jiwa tidak boleh ditolerir keberadaanya.25

Soerjono Soekanto, Op Cit h. 32

21 Kedua, ilmu pengetahuan merupakan pengamatan pada gejala yang selalu berulang, bukan pada hal yang unik atau yang hanya sekali saja terjadi. Yang terakhir, ilmu pengetashuan menangani fenomena alam dari saling

ketergantungan dan antar hubungan dengan fenomena lain, saling berrhubungan satu sama lain membentuk suatu sistem yang bersifat mekanis. Atau dengan kata lain yang diteliti pengetahuan adalah relasi-relasi luar seperti sebab akibat. Menurut Comte, segenap gejala dan kejadian tunduk pada hokum alam, berjalan secara mekanis. Teori pengetahuan positif sekali lagi mengacu pada metodologis yang ketat yaitu bersifat objektif, ilmiah dan universal, baik dalam ilmu pasti maupun ilmu sosial.

22 BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Idealisme, yang puncaknya berada pada diri Hegel (1770-1831) memperkenalkan beberapa hal, terutama tentang dialektika: tesa, antitesa dan sintesa. Menurut Hegel, sintesa yang mutlak antara subyek dan obyek bukanlah hal yang terbatas yang telah menjadi tidak terbatas, melainkan suatu keberadaan dalam ketiadaan, suatu menjadi di dalam yang mutlak. Juga tentang teori Perkembangan Roh (idea) dalam filsafat Hegel dibagi dalam tiga tahap yaitu logika, filsafat Alam dan filsafat Roh 2. Positivisme yang dikenalkan August Comte (1798-1857) memperkenalkan dua konsep yaitu teori perkembangan sejarah akal budi manusia dan teori ilmu pengetahuan positif.

Teori pertama, perkembangan pemikiran (akal budi) manusia oleh Comte berlangsung dalam tiga tahap atau zaman yaitu zaman teologis, zaman metafisis dan zaman positif atau ilmiah a. Tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan hal itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia. b. Tahap metafisis, manusia pada tahap ini masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabklan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia. c. Tahap positif, tahap dimana manusia telah sanggup berfikir secara ilmiah Teori kedua, ilmu pengetahuan positif. Ilmu pengetahuan bertujuan mencari sebab serta akibat dan gejala-gejala yang berdasaerkan observasi, eksprimen dan data ilmiah serta fakta yang nyata.

23

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, cet II, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2002 Canfora dan Froeb, Biografi Hegel (Internet, WWW. Biografi Hegel) Delfgaauw, Bernard Dr. Filsafat Abad 20, terjemah Soejono Soemargono, cet II, Yogyakarta, Tiara Wacana 2001 Dodi Adi Natae, Internet WWW. Biografi Comte Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah filsafat Barat, cet.10 Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1994 M. Henslin, James Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, terjemah Kamanto Sunarto, Cet. 10; edisi 6, Jilid 1, Jakarta; Erlangga : 2007

Muntansir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu cet. VIII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008

Salam , Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Cet V; Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Sebuah Pengantar Cet. 34; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002

Sudarsono, Ilmu Filsafat; Suatu Pengantar, Cet II; Jakarta ; Rineka Cipta, 2008

Paul Johnson, Doyle,Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terjemahan Robert MZ Lawang Jilid I; Jakarta; PT. Gramedia, 1986

Poedjawijatna, Prof I. R, Pembimbing Ke Arah alam Filsafat Cet. VIII, Jakarta; PT Rineka Cipta, 1990

24