hukum wanita haidh membaca al

31
HUKUM WANITA HAIDH MEMBACA AL-QUR’AN Oleh : Burhan Isroi Ditulis sebagai jawaban dari berbagai pertanyanan di berbagai ceramah dan kajian Islam A. Muqoddimah Al Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan membancanya merupakan bernilai ibadah, banyak hadits shohih yang menerangankan anjuran memperbanyak membaca Al Qur’an dan fadhilah – fadhilah didalamnya, namun dalam lingkungan sekolah banyaknya anak didik mar’ah (perempuan) yang tidak membawa Al Qur’an ketika pelajaran Al Qur’an Hadits dengan alasan lagi berhalangan (Haidh), atau disaat murobbi (pendidik/guru) menyuruh mar’ah untuk membaca, mereka mengatakan “lagi berhalangan”, hal seperti ini perlu untuk diberi pemahaman yang benar dan ilmiyah. Juga dari berbagai tempat penulis menyampaikan ceramah maupun kajian Islam, sering banyak jama’ah yang menanyakan hukum wanita Haidh membaca Al-Qur’an,dengan banyaknya pemandangan seperti ini penulis perlu mengadakan analisis suatu dalil yang digunakan mereka, hal ini dikarenakan selama ini sebagian ummat Islam masih terkungkung dengan taklid kepada guru fiqih yang lebih besar mendoktrin dengan fahamnya dan tidak memberikan pemahaman ilmiyah tentang sumber dasarnya. Penulis melihat ada dua dasar dalil yang dijadikan pegangan oleh para mar’ah yang sedang haidh, yaitu : a. Al Qur’an Surat Al Waqi’ah ayat , yang menerangkan “Tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang suci” َ ونُ رَ ّ هَ طُ مْ ل ا اَ ّ ل اُ هُ ّ سَ مَ ي اَ ل“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)

Upload: amir-maruf

Post on 17-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Hukum

TRANSCRIPT

HUKUM WANITA HAIDH MEMBACA AL-QURANOleh : Burhan IsroiDitulis sebagai jawaban dari berbagai pertanyanan di berbagai ceramah dan kajian IslamA. MuqoddimahAl Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan membancanya merupakan bernilai ibadah, banyak hadits shohih yang menerangankan anjuran memperbanyak membaca Al Quran dan fadhilah fadhilah didalamnya, namun dalam lingkungan sekolah banyaknya anak didik marah (perempuan) yang tidak membawa Al Quran ketika pelajaran Al Quran Hadits dengan alasan lagi berhalangan (Haidh), atau disaat murobbi (pendidik/guru) menyuruh marah untuk membaca, mereka mengatakan lagi berhalangan, hal seperti ini perlu untuk diberi pemahaman yang benar dan ilmiyah.Juga dari berbagai tempat penulis menyampaikan ceramah maupun kajian Islam, sering banyak jamaah yang menanyakan hukum wanita Haidh membaca Al-Quran,dengan banyaknya pemandangan seperti ini penulis perlu mengadakan analisis suatu dalil yang digunakan mereka, hal ini dikarenakan selama ini sebagian ummat Islam masih terkungkung dengan taklid kepada guru fiqih yang lebih besar mendoktrin dengan fahamnya dan tidak memberikan pemahaman ilmiyah tentang sumber dasarnya.Penulis melihat ada dua dasar dalil yang dijadikan pegangan oleh para marah yang sedang haidh, yaitu :a. Al Quran Surat Al Waqiah ayat , yang menerangkan Tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang suci Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan (QS. Al Waqiah: 79)b. Hadits yang diriwayatkan imam tirmidzi yang mengatakan bahwa orang (wanita) yang sedang haid dan orang junub tidak boleh membaca al-Quran. : : : " " . : .Artinya: dari Ibnu Umar dari nabi Muhammad saw bersabda : Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca sedikitpun dari al-Quran. ((HR. At-Tirmizi: 1/236 dan Ibnu Majah: 1/195) Dengan adanya hadits di atas seolah membatasi gerak dan ruang lingkup dalam membaca al-Quran, artinya hanya orang (wanita) yang tidak haid dan orang yang tidak junub yang boleh membaca al-Quran, sedangkan orang yang haid dan sedang junub tidak boleh membaca al-Quran. Kondisi junub tentunya tak munkin akan menunda nunda untuk bersuci (mandi janabat), sehingga untuk masalah junub ini, penulis tidak akan membahasnya secara luas. Namun berbeda sekali dengan wanita yang sedang haid, ia memiliki siklus yang cukup lama dibandingkan dengan sekedar orang junub, ada yang satu minggu, ada yang dua minggu, bahkan lebih. Artinya ia baru bisa bersuci manakala telah usai masa haidnya. seperti permasalahan yang sering terjadi ketika perempuan dalam proses menghafal al-Quran jika mereka haid berarti mereka tidak dapat mengulang hafalannya, padahal kebiasaan wanita haid adalah tujuh hari dan tidak sedikit pula wanita yang haid sampai sembilan hari, duabelas hari bahkan ada juga yang sampai setengah bulan. Maka jika pada masa-masa haid seorang wanita sama sekali tidak mengulang hafalanya ditakutkan lupa dan bisa lupa dengan hafalan yang telah mereka hafal padahal semangat untuk tetap menghafal dan mengingat juga layak dimiliki seorang wanita yang dalam keadaan haid.Misalkan juga ketika murid perempuan ujian materi al-Quran dan dia dalam keadaan haid, kemudian masa haidnya lama sehingga tidak mungkin mengikuti ujian tersebut kecuali jika haidnya berhenti maka hal ini akan sangat merugikan bagi murid perempuan. Permasalahan lain ketika murid-murid perempuan ( terutama para ibu guru mereka ) telah menginjak usia baligh. Maka, jika mereka enggan membaca al-Quran pada masa-masa haid, berarti seperempat tahun dalam setiap tahunnya mereka terjauh dari al-Quran. Itu pun dengan catatan seorang murid perempuan tidak pernah absen dari pelajaran dan sang guru tidak pernah absen dari tugas mengajar. Akibatnya, pelajaran al-Quran di sekolah jadi terabaikan.Penulis sengaja mengambil hadits tentang membaca al-Quran ini, karena menurut penulis membaca itu lebih luas maknanya daripada sekedar menyentuh, membaca memuat arti menghafal, mengkaji, menyimak, apalagi mengingat zaman yang modrn ini, teks-teks al-Quran tidak hanya terdapat di mushaf tertulis dalam kertas saja, tetapi juga terdapat diberbagai media elektronik, pada Ipad/ Tablet, di HP, di Laptop dan lain sebagainya. Inilah yang mendasari penulis untuk membuat tulisan sederhana ini, yakni melacak validitas keshahihan hadits at-Tirmidz, karena mengingat bahwa dilihat dari periwayatannya, hadits berbeda dengan al-Quran. Semua periwayatan ayat-ayat dalam al-Quran berlangsung secara mutawtir, sedangkan hadits Nabi SAW sebagian lainnya diriwayatkan secara ahad. Oleh sebab itu, al-Quran karena periwayatannya yang mutawtir menjadi qati al-wurd dan tidak membutuhkan penelitian tentang otentitasnya, sementara hadits Nabi karena periwayatannya sebagian secara ahad yang bersifat anni al-wurd, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keasliannya apakah benar berasal dari Nabi atau bukan.B. Penegasan Judul1. Pengertian Haidh Akar kata haid dari kalimat ( ),menurut bahasa artinya mengalir, sedang menurut istilah adalah darah yang keluar dari rahim wanita yang sudah mencapai usia 9 tahun hijriyah kurang sedikit (tidak genap 16 hari 16 malam/ penggabugan minimal masa haid dan minimal masa suci) tidak dikarenakan penyakit atau sebab melahirkan.Dan definisi haid secara klinis adalah pendarahan secara periodic (berkala) dari rahim wanita dan disertai pelepasan endometrium. Dengan istilah lain menstruasi adalah suatu proses pembersihan rahim terhadap pembuluh darah, kelenjar-kelenjar dan sel-sel yang tidak terpakai karena tidak adanya pembuahan atau kehamilan.Selain dari ketentuan di atas, ada dua syarat lagi, yaitu:Keluarnya darah harus ada 24 jam, baik secara terus menerus atau terputus-putus selama tidak lebih dari 15 hari 15 mala.Darah yang keluar tidak lebih dari 15 hari 15 malam.Jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka darah tersebut dinamakan darah fasad atau istihadlah.Adapun dalil yang mengatakan bahwa haid itu mewajibkan mandi, berasal dari al-Quran dan as-Sunnah: Al-Quran, surat al-Baqoroh ayat 222 yang artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Alloh kepadamu. (Q.S. al-Baqarah: 222). As-Sunnah sabda Nabi SAW kepada Fatimah binti Abi Hubaisy RA: ( 226 333 Apabila haid itu datang maka tinggalkanlah shalat, dana apabila ia telah pergi, maka cucilah darah dari tubuhmu (mandilah) dan shalatlah (H.R. al-Bukhari: 226, dan Muslim (333). Pengertian Istihadhoh Istihadhoh ialah darah penyakit yang keluar dari sebuah otot pada bagian rahim yang terdekat, yang disebut al-Adzil. Darah ini membatalkan wudhu dan tidak mewajibkan mandi, dan tidak pula mengakibatkan harusditinggalkannya shalat dan puasa. Jadi, wanita yang mengalami istihadhoh diharuskan mencuci darahnya dan membalut tempat keluarnya, lalu melakukan shalat dengan berwudhu untuk tiap-tiap shalat fardhu. Abu Daud (186) dan lainnya telah meriwayatkan dari Fatimah binti Abu Hubaisy: Bahwasanya Fatimah mengalami istihadhoh . Maka berkatalah Nabi SAW kepadanya: Kalau darah itu darah haid, maka warnanya hitam dan bisa dikenali, kalau demikian halnya, maka tinggalkanlah shalat. Dan kalau tidak demikian, maka tetaplah engkau berwudhu dan shalat. Karena darah itu sesungguhnya (berasal dari) sebuah otot. Yurafu : bisa dikenali oleh para wanita pada umumnya. Irq : sebuah otot yang mengeluarkan darah. Al-Akhar : darah lain yang berbeda sifatnya. Al-Bukhari (236) dan Muslim (333) telah meriwayatkan dari Aisyah RA, dia berkata: : Fatimah binti Abi Hubaisy telah datang kepada nabi SAW lalu berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wania yang mengalami istihadhoh , sehingga aku tidak bisa suci. Haruskah aku meninggalkan shalat? Maka jawab Rasulullah SAW: Tidak, sesungguhnya itu (berasal dari) sebuah otot, dan bukan haid. Jadi, apabila haid itu datang, maka tinggalkanlah shalat. Lalu apabila ukuran waktunya telah habis, maka cucilah darah dari tubuhmu lalu shalatlah. 2. Pengertian Mushhof Al Quran Istilah mushhaf dibentuk dari kata shahfah; bentuk jamaknya shah'if. Pengertian shuhuf menurut Ibn Duraid dalam Jumhurah al-Lughah, shahfah adalah kulit yang berwarna keputihan atau lembaran/lempengan tipis, untuk tempat menulis tulisan. Adapun menurut al-Jauhari dalam Ash-Shihah f al-Lughah, shahfah adalah al-kitab. Jadi, secara bahasa shahfahjamaknya shuhufbisa diartikan lembaran-lembaran tulisan.Di dalam al-Quran kata shuhuf dinyatakan delapan kali di delapan ayat (QS Thaha [20]: 133; an-Najm [53]: 36; al-Muddatstsir [74]: 52; 'Abasa [80]: 13; at-Takwir [81]: 10; al-A'la [87]: 18, 19; al-Bayyinah [98]: 2). Maknanya adalah lembaran-lembaran, kitab-kitab terdahulu sebelum al-Quran dan catatan amal.Sehingga pengertian Mushhaf Al Quran adalah kumpulan lembaran lembaran kertas yang berisi tulisan firman Alloh yang telah diturunkan Alloh SWT kepada Nabi Muhammad saw. Kumpulan tulisan diatas kertas ini ditulis pada era modern menggunakan percetakan Printing yang kemudian menjali satu kesatuan kitab yang disebut Kitab Al Quran.Tempat penulisan Al Quran pada era modern sekarang bukan lagi dalam mushhaf lembaran kertas saja tetapi sudah tertulis dalam program Sofeware (perangkat lunak) di computer, Laptop, Ipad/ Tablet, HP dan lain-lain. C. Beberapa Larangan Bagi Marah Haidh dalam Al Quran atau dalam Hadits Yang Shohih1. Larangan Masuk / duduk di MasjidHadits ini adalah hadits yang berkualitas dhoif (lemah) Aku tidak menghalalkan masjid untuk wanita yang haidh dan orang yang junub. (Diriwayatkan oleh Abu Daud no.232, al Baihaqi II/442-443, dan lain-lain)Hadits di atas merupakan hadits dhoif (lemah) meski memiliki beberapa syawahid(penguat) namun sanad-sanadnya lemah sehingga tidak bisa menguatkannya dan tidak dapat dijadikan hujjah. Syaikh Albani -rahimahullaah- telah menjelaskan hal tersebut dalam Dhoif Sunan Abi Daud no. 32 serta membantah ulama yang menshahihkan hadits tersebut seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu al Qohthon, dan Asy Syaukani. Beliau juga menyebutkan ke-dhoif-an hadits ini dalam Irwaul Gholil I/201-212 no. 193.2. Larangan Sholat dan BerpuasaBukhari (298) dan Muslim (80), dari Abi Said RA: : Bahwa Rasulullah SAW bersabda mengenai wanita ketika ditanya tentang arti kekurangan agamanya: Bukankah apabila wanita itu haid, maka dia tidak melakukan shalat maupun puasa? 3. Larangan Thowaf dalam rangkaian HajiDalam Hadits Imam Bukhari (290) dan Muslim (1211), dari Aisyah RA, dia berkata: : : : Pernah kami keluar, sedang kami tidak berpikir selain haji. Tatkala kami sampai di Saraf, maka aku mengalami haid. Lalu Rasulullah SAW menemui aku, sedang aku menangis. Beliau bertanya: Kenapa engkau? Apakah engkau mengalami haid? Aku menjawab: Ya. Beliau berkata: Sesungguhnya ini adalah perkara yang telah ditetapkan Alloh atas anak-anak perempuan Adam. Maka, laksanakanlah apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berhaji, selain berthawaf sekeliling Kabah. Dari Aisyah bahawa Nabi -shallAlloh u alaihi wasallam- bersabda kepada dirinya tatkala dia haid saat perjalanan ibadah haji: Lakukan apa saja yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali tawaf di Kabah sampai kamu suci. (HR. Al-Bukhari: 1/77 dan Muslim: 2/873)Dengan kata lain, hadits tersebut memperbolehkan seseorang yang haidh membaca al-Quran. 4. Larangan JimaAl-Bukhari (215) dan Muslim ( 335) -dan lafazh hadits ini menurut Muslim- telah meriwayatkan dari Muadzah, dia berkata: : : Pernah aku bertanya kepada Aisyah RA, aku katakan: Kenapakah wanita yang berhaid itu wajib mengqadha puasanya, sedang shalatnya tidak? Maka jawab dia: Hal itu pernah kami alami semasa hidup Rasulullah SAW. tetapi, kami hanya disuruh mengqadha puasa, dan tidak disuruh mengqadha shalat. Sebagai mumin yang berpegang pada kitabulloh dan Sunnah Rosululloh saw, hendaklah menjauhkan diri dari istri di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Alloh kepadamu. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah: 222). Ungkapan menjauhkan diri dari wanita, ialah tidak menyetubuhi mereka. Dan Abu Daud (212) telah meriwayatkan pula dari Abdullah bin Saad RA: : : "Bahwa Abdullah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Apakah yang boleh aku lakukan terhadap istriku di kala dia sedang haid? Jawab Nabi: Kamu boleh melakukan apa saja yang di atas kain. D. Telaah Lafadz dan arti Al-Muthohharun Pada Surat Al-Waqiah :791. Pengertian Etimologi Ayat (78) (79)Pada Kitab yang terpelihara. Tidak menyentuhnya kecuali orang orang yang suci Al Waqiah : 78-79 Pada Kitab yang terpelihara (Q.S al-Waqiah: 78)adalah Lauhul Mahfuzh . Penulis sampaikan bahwa huruf Jar dan isim Majrur dalam ayat yang terdapat di antara dua ayat (sebelumnya dan sesudahnya) menunjukkan bahwa kata ganti dalam firman Alloh Subhaanahu wa Taala kembali kepada kata yang terdekat (sebelum ayat ini),yaitu kata . Dan sekiranya kata ganti tersebut kembali kepada kata amatlah jauh bahkan tidak bisa dibenarkan. Karena berdasarkan tata bahasa dalam bahasa Arab dinyatakan bahwa kata gantikedudukannya kembali kepada kata yang lebih dekat dalam penyebutannya. Dan kata yang lebih dekat dalam dalam penyebutan dalam ayat tersebut adalah kata yang bersifat yang berarti terpelihara , manakala penafsiran ayat ini sesuai dengan tata bahasa Arab (Nahwu), maka jelaslah bagi kita kesalahan perkataan orang yang mengatakan bahwa dilarangnya menyentuh dalam ayat tersebut kembali kepada kata sebagaimana hal ini telah umum di kalangan orang awam maupun selain mereka. Ini dikarenakan penafsiran seperti ini tidak sesuai dengan ketentuan tata bahasa Arab. Kemudian kalimat bermakna para Malaikat, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir. Dengan demikian jelaslah bagi kita sesungguhnya yang dimaksudkan Alloh Subhaanahu wa Taala bukanlah mushhaf (al-Quran), namun kitab yang lain, yaitu yang Alloh Subhaanahu wa Taala sifati dalam firmannya: yang maksudnya Lauhul Mahfuzh. Kemudian firman Alloh Subhaanahu wa Taala di atas bukanlah mengandung perintah, akan tetapi mengandung khabar (berita), maka tidak dibenarkan mengalihkan asal makna khabar (berita)kepada makna perintah kecuali berdasarkan dalil yang jelas atau ijma. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hazm ( al-Muhalla: 1/77). Sekiranya Alloh Subhaanahu wa Taala menghendaki sebagaimana yang Dia khabarkan, bahwa akan menjaga al-Quran agar orang selain Islam dan orang mukmin yang tidak berwudhu (berhadast kecil atau tidak) tidak boleh menyenyuhnya, maka dalam hal ini Alloh Subhaanahu wa Taala menjadikan yang demikian atas dasar sebab yang tersembunyi dan atas dasar apa hal ini bisa terjadi...? Dan penjagaan seperti ini merupakan penjagaan dari sisi kesempurnaan dan keotentikan al-Quran sebagaimana firmanNya: Dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q.S al-Hjr: 9). Maka pada dasarnya secara eksplisit Alloh Subhaanahu wa Taala telah menjadikan diantara sebab-sebab penjagaan terhadap al-Quran adalah dengan membolehkan selain orang mukmin atau orang yang tidak memiliki wudhu menyentuhnya sebagaimana penjagaan-Nya terhadap al-Quran dari kekurangan dan tambahan.Sementara pengertian orang yang najis dalam al Quran disebutkan : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis" (Qs 9 At Taubah : 28)Jadi......khabar (berita) yang demikian tidaklah berbicara mengenai al-Quran yang ada di bumi, melainkan al-Quran yang ada di langit sebelum turunnya pada periode kedua ke langit dunia, yaitu kitab yang terjaga di dalamnya al-Quran ketika turun pada periode pertama di Lauhul Makhfudz.2. PenafsiranAhli tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan dua ayat ini. Berikut penafasiran mereka pada surat Al-Waqiah (56) : 79, yaitu :Maksud adalah para malaikat (ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Katsir, Imam Malik, Anas bin Malik, Mujahid, Ikrimah, Said bin Jubair, AbdurRohman bin Zaid bin Aslam, as Syaukani dan selain mereka).Maksud adalah orang-orang yang suci dari hadats dan najis (ini pendapat Al-Qurthubie, Atha, Thowus, Salim, Qosim dan mayoritas ahli Ilmu, Imam Malik, Imam Syafiie dan mayoritas ahli Fiqih)..Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengungkapkan pendapat Ibnu Abbas yang menafsirkan bahwa adalah kitab yang ada di langit dan yang dimaksud adalah para malaikaat. Penafsiran Ibnu Abbas tersebut sebagaimana penafsiran yang dipilih oleh Imam malik. Imam Malik menyatakan : ( ) ( * * * * ) Sebaik apa-apa yang aku dengar tentang ayat bahwa ayat ini sesuai dengan ayat yang disebut dalam surat Abasa wa tawalla yaitu firmanNya (maka barang siapa yang menghendaki (hendaklah) dia memperhatikannya (al-quran itu) di dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan, ditinggikan, dan disucikan (lembaran-lembaran itu) berada pada tangan-tangan para penulis yang mulia yang berbakti). Ulama yang sependapat dengan penafsiran Ibnu Abbas dan Imam Malik antara lain: Anas bin Malik, Mujahid, Ikrimah, Said bin Jubair, Abdurrohman bin Zaid bin Aslam, dan selain mereka. Imam Syaukani menyebutkan makna ayat surat al-Waqi'ah ayat 79 Tidak menyentuhnya kecuali Malaikat Ayat ini bercerita tentang Lauh Mahfudz yang disentuh oleh Malaikat dan bukan menyebutkan hukum memegang mushaf. Ini adalah tafsir yang lebih kuat menurut beliau. Lih Nailul Awthor 1/260 Dar al-Hadits MesirUlama lain mendifinisikan Maksud adalah mushhaf dan maksud adalah orang-orang yang suci dari hadats dan najis Al Qurthubie menjelaskan bahwa maksud adalah mushhaf yang ada ditangan kita dan maksud adalah orang-orang yang suci dari hadats dan najis. Beliau berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Malik dan selainnya (imam Malik). Dan di dalam kitabnya (surat tersebut tertulis) bahwasannya tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali dalam keadaan suci. Al-Baghowie menjelaskan bahwa mereka yang menafsirkan dengan orang-orang yang suci dari hadats dan najis mengatakan bahwa orang yang junub atau sedang haid dan orang yang berhadats itu tidak boleh membawa ataupun menyentuh mushhaf. Penulis paparkan juga termasuk bila dikiaskan pada penulisan al-Quran sekarang, berarti untuk orang yang sedang haidh tidak bisa memegang HP/ Laptop/ Tablet/ Ipad atau computer yang didalamnya terdapat program sofeware al-Quran baik itu murotal amupun tulisan.Diantara mereka yang menafsirkan dengan orang-orang yang suci dari hadats dan najis adalah Atha, Thowus, Salim, Qosim Dan Mayoritas Ahli Ilmu, Imam Malik, Imam Syafiie dan mayoritas ahli Fiqih. E. Telaah Hadits Larangan Membaca Al Quran bagi Marah Haidh1. Lafadz Haditsa. Lafadz Imam TirmidziSunan At-Tirmidz, dalam kitab Abwbu al-Thahrati bab M Ja f al-Junubi wa al-Haidi Annahuma La Yaqra al-Qurn, no 131. - - ( )Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr dan Hasan bin Arafah, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ismil bin Ayysy dari Msa bin Uqbah dari Nfi dari Ibnu Umar dari nabi Muhammad saw bersabda : Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca sedikitpun dari al-Quran. (HR. At-Tirmidz dalam kitab sunannya) b. Lafadz Sunan Baihaqi : - - : ( ) Telah mengkhabarkan kepada kami Ab Ali al-Rdzabri dan Ab Muhammad, Abdullah bin Yahya bin Abdi al-Jabbr al-Sukkr keduanya berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ismil bin Muhammad al-shafar, telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Arafah telah menceritakan kepada kami Ismil bin Ayysy dari Msa bin Uqbah dari Nfi dari Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca sedikitpun dari al-Quran. (HR. Baihaq dalam kitab sunannya) c. Lafadz Sunan Ibnu Majah : : ( ) Telah menceritakan kepada kami Hisym bin Ammr, telah menceritakan kepada kami Ismil bin Ayysy, telah menceritakan kepada kami Msa bin Uqbah dari Nfi dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh seorang yang junub dan haid membaca al-Quran. (HR. Ibnu Mjah dalam sunannya) d. Lafadz Sunan DaruqutniPertama, Riwayat dari Ibnu Umar : ( )Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Abdul Azz, telah menceritakan kepada kami Dawud bin Rusyaid, telah menceritakan kepada kami Ismil bin Ayysy dari Msa bin Uqbah dari Nfi dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh orang yang junub dan haid membaca al-Quran sedikitpun dari al-Quran. (HR. Ad-Druqutn dalam kitab sunannya) Kedua, Riwayat dari Jabir: : . ( )Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Ziyd, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ali al-Abbr, telah menceritakan kepada kami Ab al-Syatsi Ali bin al-asan al-Wsithi, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ab Khlid dari Yahya dari Ab al-Zubair dari Jbir berkata, Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh seorang yang haid, junub, dan nifas membaca al-Quran. (HR. Ad-Druqutn dalam kitab sunannya) e. Lafadz Al Bazzar : ( )Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Arafah, telah menceritakan kepada kami Ismil bin Ayysy dari Musa bin Uqbah dari Nfi dari Ibnu Umar dari Nabi SAW bersabda: Tidak boleh seorang yang junub dan haid membaca sedikitpun dari al-Quran. (HR. Al-Bazzr dalam musnadnya) f. Lafadz Mujam Al Muqri : : ( )Telah menceritakan kepadaku Ab bakar Muhammad bin Jafar bin Yahya bin Rujaini al-Ithr al-Hamsh mengenai al-Quran yang aku baca kepadanya, maka tetapkanlah hukum kepadaku, telah menceritakan kepada kami Ab Ishq Ibrhim bin al-Adi al-Zubaid Zabriq, telah menceritakan kepada kami Ismil bin Ayysy, telah menceritakan kepada kami Msa bin Uqbah dan Ubaidillah bin Umar dari Nfi dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah bersabda: Tidak boleh seorang yang junub dan haid membaca sedikitpun dari al-Quran (HR. Ibnu al-Muqri dalam mujamnya). F. Takhrij HaditsMenurut bahasa takhrj dari asal kata , yang artinya mengeluarkan. Kata takhrj sering dimutlakkan pada beberapa macam pengertian, dan pengertian yang popular dan mudah dipahami untuk kata takhrj adalah al-istimbat yang artinya hal yang mengeluarkan. Sedangkan menurut istilah yang biasa dipakai oleh ulama hadits , kata takhrij mempunyai beberapa arti, yakni:a. Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadits itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.b. Menunjukkan asal-usul yang hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun oleh para mukharrij-nya langsung (yakni para periwayat yang juga sebagai penghimpun bagi hadits yang mereka riwayatkan).c. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab-kitab hadits yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing-masing.d. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang didalamnya dikemukakan hadits itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.Adapun perlunya kegiatan takhrij dalam penelitian suatu hadits diantaranya adalah:a. Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti. Tanpa diketahui asal-usulnya, maka sanad dan matan hadits sulit diketahui susunannya menurut sumber pengambilannya, oleh karena itu takhrj sangat diperlukan.b. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti. Hadits yang akan diteliti mungkin mempunyai lebih dari satu sanad. Maka setelah dikumpulkan diketahuilah seluruh periwayat hadits , mungkin saja salah satu riwayat itu berkwalitas dhoif atau sahih maka kegiatan takhrj sangat diperlukan.c. Untuk mengetahui ada tidaknya syahid dan muttabi pada sanad yang diteliti. Dalam hal ini untuk mengetahui apakah ada pendukungnya atau tidak. G. ITibarSetelah dilakukan kegiatan takhrj sebagai langkah awal penelitian untuk hadits yang diteliti, maka seluruh sanad hadits dicatat dan di himpun untuk kemudian dilakukan kegiatan al-itibr.Kata al-Itibr () merupakan masdar dari kata "" . menurut bahasa al-Itibr adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.Menurut istilah ilmu hadits , al-Itibr berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk hadits tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari hadits yang dimaksud.Dengan dilakukannya itibr, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadits yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, serta metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan itibr adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung berupa periwayat yang berstatus sebagai muttabi atau syahid. Yang dimaksud muttabi (biasa disebut tbi dengan jamak tawbi) ialah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat nabi. Sedangkan pengertian syahid (dalam istilah ilmu hadits biasa disebut dengan kata jamak yakni syawhid) ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai sahabat nabi. Melalui itibr akan dapat diketahui apakah sanad hadits yang diteliti memiliki muttabi dan syahid. Dilihat dari skema hadits dengan masing-masing mukharrij yang telah dipaparkan diatas bahwa sahabat nabi yang meriwayatkan hadits mengenai larangan membaca al-Quran bagi wanita haid dan orang junub adalah sahabat Ibnu Umar dan Jbir. Dengan demikian periwayat yang berstatus sebagai syahid bagi hadits at-Tirmidz adalah Jbir (hadits riwayat Ad-Druqutn). Sedangkan periwayat yang berstatus sebagai muttabi adalah:a. Hadits at-Tirmidz yang bersanadkan Ali bin Hujri dan Hasan bin Arafah, Ismil bin Ayysy, Msa bin Uqbah, Nfi.b. Hadits riwayat al-Baihaq yaitu Ab Ali al-Rabri dan Ab Muhammad, Abdullah bin Yahya bin Abdi al-Jabbr al-Sukkr, Ismil bin Muhammad a-afari.c. Hadits riwayat Ad-Druqutn yaitu Abdullah bin Muhammad bin Abdul Azz, Dwd bin Rusyaid. Dan hadits Ad-Druqutn yang bersanadkan Ahmad bin Muhammad bin Ziyd, Ahmad bin Ali al-Abbr, Ab asy-Syatsai Ali bin al-Hasan al-Wsithi, Sulaiman Ab Khlid, Yahya, Ab az-Zubai.d. Hadits riwayat Ibnu Mjah yaitu Hisym bin Ammr.e. Hadits riwayat al-Bazzr semua perawinya sama dengan perawi hadits at-Tirmidz, oleh karena itu tidak ada muttabi dalam riwayat al-Bazzr.f. Hadits riwayat al-Muqri yaitu Ab bakar Muhammad bin Jafar bin Yahya bin Rujaini al-Ithr al-Hamsh, Ab Ishq Ibrhim bin al-Adi al-Zubaidi Zabriq.H. Biografi Para PerawiPenulis memfokuskan pada para perawi hadits nya at-Tirmidz, Susunan para perawi hadits at-Tirmidz tentang larangan membaca al-Quran bagi wanita haid dan orang junub adalah Ibnu Umar, Nfi, Ms bin Uqbah, Ismil bin Ayysy, Ali bin Hujr, dan Hasan bin Arafah, At-Tirmidz. - - ( )1) Ibnu UmarNama aslinya adalah Abdullah bin Umar bin al-Khattb bin Nufail al-Qurasy al-Adaw. Sering disebut Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar (lahir pada tahun 612 M) adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal. Ia adalah anak dari Umar bin Khattb, salah seorang sahabat utama Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yang kedua, dan ayah dari Abdurrahman al-Mak (nama Ab Abdurrahman sekaligus menjadi kuniyahnya).Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jbir bin Abdullah berkata: " Tidak ada di antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan putranya Abdullah." Ab Salamah bin Abdurrahman mengatakan: "Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup pada masa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia".Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga banyak berderma. Ia hidup sampai 60 tahun setelah wafatnya Rasulullah. Ia kehilangan pengelihatannya pada masa tuanya. Ia wafat dalam usia lebih dari 80 tahun, dan merupakan salah satu sahabat yang paling akhir yang meninggal di kota Makkah.Dalam ilmu hadits semua ulama bahwa semua sahabat adalah adil, baik mereka yang terlibat fitnah atau tidak ( ) sehingga kualitas ke- tsiqahanya tidak perlu diragukan lagi.2) NafiNama aslinya adalah Nfi bin Hurmz (Hurmuz dinisbatkan pada nama ayahnya, ada juga yang mengatakan bin Kawus), beliau lebih dikenal dengan nama Nfi Maula Abdullah bin Umar bin al-Khattb al-Qurasy al-Adaw. Nama julukannya adalah Ab Abdullah al-Madan. Beliau berasal dari Naisaburi, ada yang mengatakan dari Kabul, namun setelah itu ia menetap dan berdomisili di Madinah.Komentar ulama terhadap Nfi:Muhammad bin Saad menyebutkan: beliau termasuk kalangan sahabat yang berdomisili di Madinah, tsiqah, banyak meriwayatkan hadits .Basysyar bin Umar al-Zihrn berkata: Aku percaya informasi dari umar yang disampaikan oleh Nfi.Uman bin Sad al-Drim berkata: TsiqahAl-Ijliyyu berkata: termasuk kalangan sahabat madinah, ia tsiqah.Ibnu Khirasy berkata: TsiqahAn-Nasi berkata: TsiqahYahya bin Man berkata: Tsiqah 3) Musa bin UqbahNama lengkapnya adalah Ms bin Uqbah bin Ab Ayysy al-Qurasy al-Asad al-Miraf, nama julukan beliau adalah Ab Muhammad al-Madan. Beliau adalah pelayan keluarga Zubair bin Awwm, beliau sehari-harinya berdomisili di Madinah. Beliau wafat pada tahun 141 H.Komentar para Ulama terhadap Ms bin Uqbah:Ibnu Mundir mengatakan: TsiqahMuhammad bin Sad berkata di dalam kitab shaghirnya: beliau termasuk kalangan tbiin yang tsiqah dan banyak meriwayatkan hadits Ab Khtim: beliau orang yang salihAhmad bin Hambl: TsiqahAn-Nasi: TsiqahIbnu Hjar al-Asqaln: Tsiqah lagi faqhYahya bin Main: TsiqahAl-Dzahabi: Tsiqah, mufti. 4) Ismail bin AyyasyNama lengkap beliau adalah Ismil bin Ayysy bin Sulaim al-Ans, Ab Khtim Utbah al-Khamsh. Beliau sering dijuluki dengan nama Ab Utbah. Al-Mufaddil mengatakan bahwa al-Ans adalah nisbah kepada tuannya, karena Ismil bin Ayysy adalah pembantu dari Ansi. Para ulama hadits berbeda pendapat mengenai tanggal kelahiran beliau, ada yang mengatakan pada tahun 102 H, ada yang mengatakan yang mengatakan 105 H, ada yang mengatakan 110 H, ada yang mengatakan 106 H, ada yang mengatakan 108 H. Para ulama hadits juga berbeda pendapat mengenai tanggal wafat beliau, ada yang mengatakan pada tahun 181 H, ada pula yang mengatakan 182 H. Keseharin beliau atau semasa hidupnya berdomisili di Negara Syam.Komentar ulama terhadap Ismil bin Ayysy:Bukhri berkata: jika ia meriwayatkan hadits di kalangan penduduk negerinya sendiri yakni Syam maka hadits nya sahih, tetapi bila ia meriwayatkan hadits selain dari Syam maka hadits nya dipertanyakan ( banyak pendapat disana).Ad-Drim berkata: Ismil bin Ayysy dipercaya dikalangan orang-orang Syam, namun dicela/kacau dikalangan orang-orang Madinah.Yaqub berkata: komentar satu kaum mengenai Ismil bin Ayysy, kebanyakan orang lebih mengenal beliau meriwayatkan hadits di Syam, tsiqah lagi adil, tidak ada orang yang membantahnya, dan kebanyakan orang tidak percaya jika ia meriwayatkan hadits di kalangan orang-orang madinah maupuan makkah karena biasanya ia meriwayatkannya sendiri.Yahya bin Man berkata: Ismil bin Ayysy tsiqah riwayatnya di kalangan orang-orang Syam, sedangkan riwayatnya dikalangan orang-orang Hijaj dan Iraq dinilai kacau hafalannya, bahkan orang-orang Iraq tidak suka hadits yang diriwayatkan darinya. Ibnu Ab Syaibah berkata: riwayat hadits nya dipercaya jika dari kalangan sahabat di Syam, sedangkan hadits nya dianggap dhoif selain dari kalangan sahabat di Syam.Ahmad bin hambl berkata: Husnu riwayatihi 'an al-Syamiyyin.Ali bin al-Madani berkata: Tsiqah bila meriwayatkan hadits dikalangan penduduk Syam, dan dhoif selain di Syam.Ibnu Hjar al-Asqaln berkata: ia jujur bila meriwayatkan dari negrinya sendiri yakni SyamAmru bin Al Fallas: Tsiqah bila meriwayatkan hadits dikalangan penduduk Syam, dan dhoif selain di Syam.Dahim: Tsiqah bila meriwayatkan hadits dikalangan penduduk Syam, dan dhoif selain di Syam. 5) Hasan bin ArafahNama lengkapnya adalah Al-hasan bin Arafah bin Yzid al-Abd, nama kunyahnya adalah Ab Ali al-Bagdadi al-Muaddib. Beliau termasuk kalangan Tbiul Atb kalangan tua. Semasa hidup beliau lebih banyak berdomisili di Bagdad. Dikatakan bahwa beliau wafat pada tahun 257 H. Komentar ulama terhadap beliau:Ahmad bin Hambl berkata: beliau tsiqah dalam meriwayatkan hadits Ibnu Ab Khtim berkata: beliau orang yang terkenal dengan kejujurannyaAn-Nasi berkata: La basa bihIbnu Hjar al-Asqaln berkata: ShudqYahya bin Man berkata: beliau tsiqah dalam meriwayatkan hadits Ad-Druqutn berkata: La basa bih. 6) Ali bin HujrNama lengkap beliau adalah Ali bin Hujr bin Iys bin Muqtil bin Mukhadits y bin Musyamrij bin Khlid al-Sad. Nama kunyah beliau adalah Ab Hasan al-Marwaz Mengenai tempat tinggal beliau, mula-mula beliau tinggal di Bagdad, kemudian pindah ke Marwa dan menetap disana. Beliau termasuk orang yang sangat hati-hati dalam menjaga hafalannya lagi tsiqah. Beliau termasuk dari kalangan Tbi'u al-Tbi'in biasa. Disebutkan bahwa tanggal kelahirannya adalah pada tahun 154 H, sedangkan wafatnya pada tahun 254 Jumadil Ula.Komentar ulama terhadap Ali bin Hujr:Al-Mawarz berkata: beliau awalnya tinggal di Bagdad lalu pindah ke Marwa kemudian menetap di desa Zarzam, beliau termasuk orang yang terpandang, beliau juga seorang hfid.An-Nasi berkata: Tsiqah, hfid, terpercaya.Ab Bakar al-Khattb berkata: Shudq, hfidIbnu Hajar al-Asqaln berkata: Tsiqah, hfidAl-dzahabi berkata: HfidAl-Hkim berkata: beliau termasuk dari kalangan Syaikh. 7) At TirmidziImam At-Tirmidz nama lengkapnya adalah Ab Ms Muhammad Ibn s Ibn Saurah Ibn Ms Ibn Al-Dhahak As-Sulami Al-Bughi Al-Tirmidz Al-Imam Al-lim Al-Bari. Ahmad Muhammad Syakir menambahnya dengan sebutan Al-Zhahir karena ia mengalami kebutaan di masa tuanya Imam Al-Tirmidz terkenal dengan sebutan Ab s. Beliau dilahirkan di tepi selatan sungai Jaihun, Usbekistan, di kota Tirmidz.Komentar ulama terhadap At-TirmidzIbnu Hibbn menuturkan: Abu 's adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits , membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits .Ab Ya'la al-Khalili menuturkan: Muhammad bin 's at-Tirmidz adalah seorang yang tsiqah menurut kesepakatan para ulama, terkenal dengan amanah dan keilmuannya. I. Penetapan HukumSetelah melihat biografi para perawi diatas, bahwa hadits at-Tirmidz yang bersanadkan Ibnu Umar, Nfi, Ms bin Uqbah, Ismil bin Ayysy, Hasan bin Arafah, dan Ali bin Hujr, kemudian at-Tirmidz adalah bersambung secara sanadnya, karena satu dengan yang lainnya diantara mereka menjadi guru dan murid, dan memungkinkan untuk bertemu.Namun apabila dilihat nilai kualitas dari masing-masing perawi berdasarkan komentar para ulama diatas, terdapat perawi yang dinilai dhoif , yakni Ismil bin Ayysy. para ulama menilai bahwa riwayat Ismil bin Ayysy dinilai dhoif jika meriwayatkan hadits selain negerinya sendiri yakni di kalangan orang-orang syam. Dan ternyata dalam hadits ini beliau meriwayatkannya dari Ms bin Uqbah yang ternyata berasal dari Madinah. Sehingga, berdasarkan hasil kritik terhadap sanad yang telah penulis paparkan diatas, maka hadits at-Tirmidz tentang larangan membaca al-Quran bagi wanita haid dan orang junub nilainya berstatus DHOIF . Dengan demikian hadits riwayat at-Tirmidz ini tidak dapat dijadikan hujjah terhadap larangan membaca al-Quran bagi wanita haid dan orang junub.Imam al-Bazzr dalam kitab Illal al-Rzi mengatakan bahwa yang benar hadits ini adalah mauquf yakni terhenti pada sahabat Ibnu Umar, artinya ini bukanlah sabda Rasullah akan tetapi hanya perkataan Ibnu Umar saja. Al-Hfizh Ibnu Hjar al-Asqaln mengatakan bahwa didalam kitab Bukhri tak ada satupun hadits yang menyangkut soal ini, yakni melarang orang junub dan perempuan haid membaca al-Quran, dan ini diakui kebenarannya. Dan sejauh penelusuran penulis, memang tidak ditemukan satu hadits pun yang melarang perempuan haid maupun orang junub membaca al-Quran didalam sahih Bukhri dan sahih Muslim. Sebagai implikasi dari penelitian diatas maka dapat direkomendasikan bahwa hadits riwayat at-Tirmidz ini tidak dapat dijadikan hujjah terhadap larangan membaca al-Quran bagi wanita haid dan orang junub. Oleh karenanya bagi orang junub terlebih bagi para wanita khususnya yang sudah aqil baligh tetaplah boleh membaca alquran meskipun mereka dalam keadaan haid, lebih-lebih bagi para ibu guru dan murid perempuan tetaplah bisa membaca, mempelajari, menghafal, dan mengkaji al- Quran disekolah tanpa rasa takut lagi akan larangannya.J. Analisis Terhadap Yang Mengharamkan Membaca Al QuranPara ulama berpendapat harom hukumnya membaca al-Quran, berdasarkan hadits:1. Hadits Ibnu Umar : (Tidak boleh) bagi seorang yang junub dan wanita haid, membaca Al-Quran sedikitpunAnalisis Hadits.Hadits tersebut sebagaimana yang telah dibahas diatas dikeluarkan oleh At-Tirmidzi no 131 dan selainnya, yaitu dari jalan periwayatan Ismail bin Iyyas dari Musa bin Uqbah dari Nafi dari Ibnu Umar secara marfu. Tetapi jika Ismail bin Iyyas meriwayatkan dari selain ulama dari Syam, haditsnya dhoif. Sedang Musa bukan termasuk ulama dari Syam tetapi dari Hijaz. Oleh karena itulah Al-Baihaqi dalam kitab Al-Marifah berkomentar : Ini adalah hadits yang hanya Ismail bin Iyyas saja yang meriwayatkan, sedang hadits yang diriwayatkan dari ulama negeri Hijaz adalah dhoif. Maka hadits tersebut tidak bisa dipakai hujjah/ dalil.Senada dengan perkataan Al-Baihaqi ini adalah pendapat Al-Bukhori dan Imam Ahmad, sebagaimana dalam kitab Tuhfadzul Ahwadzi. Ini adalah illah (cacat) yang pertama, sedangkan illah (cacat) yang kedua adalah : Berkata Abu Hatim dalam kitab Illalnya : Aku mendengar bapakku dan dan ia menyebut Ismail bin Iyyas ini, lalu berkata : Ismail bin Iyyas telah salah, karena hal itu tidak lain melainkan hanya perkataan Umar saja2. Hadits Ali yang diriwayatkan oleh semua pemilik kitab sunan, yaitu : Sungguh tidak ada sesuatu apapun yang menghalangi Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam untuk membaca Al-Quran selain junubHadits ini juga dhoif, karena di jalan periwayatannya ada perowi yang bernama Abdulloh bin Salamah yang bersendirian dalam periwayatannya, sedangkan di akhir umurnya ia berubah (kacau hafalannya).Asy-Syubah berkata : Kami mengetahui Abdulloh bin Salamah dan kami mengingkari dia. Yaitu Abdulloh bin Salamah yang telah tua umurnya ketika berjumpa dengan Amr bin Murroh , sedangkan ia meriwayatkan hadits darinya (Amr bin Murroh).Al-Bukhori menceritakan bahwa Amr bin Murroh berkata : Abdulloh bin Salamah meriwayatkan hadits dari kami, kami mengetahuinya dan kami mengingkarinya, lagi pula ia telah tua dan tidak ada yang mengikuti haditsnya.3. Hadits Ali : Aku melihat Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berwudhu kemudian membaca Al-Quran, lalu berkata : beginilah bagi orang yang tidak junub. Adapun kalau junub maka tidak boleh membaca Al-Quran walaupun satu ayatpun HR Ahmad dan Abu YalaHadits tersebut dhoif, karena mempunyai dua cacat.Pertama dalam jalan periwayatannya ada Amir bin As-Simthi, yaitu dia majhul (tidak dikenal).Kedua : hadits tersebut mauquf.Ad-Daruquthni dan yang lainnya mengeluarkan hadits tersebut dari jalan periwayatan Abdul Ghorif dari Ali secara marfu. Tetapi Abdul Ghorif orangnya majhul (tidak dikenal).4. Hadits Ali : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam membaca Al-Quran dalam setiap keadaan kecuali junub. HR TirmidziKesimpulannya hadits yang dipakai pendapat pertama semuanya dhoif (lemah). Sehingga gugurlah berdalil dengan hadits-hadits tersebut bahwa harom hukumnya membaca Al-Quran bagi orang yang junub dan haid. Oleh karena itu, wajib merujuk kembali pada hukum asal yaitu boleh membaca Al-Quran.4. Hadits yang point (4)Maka daripada itu Ibnu taimiyyah berkata : Tidak ada satu haditspun yang shohih yang menjelaskan haromnya membaca Al-Quran bagi orang yang junub atau haid, karena hadits Tidak boleh bagi seorang yang junub dan wanita haid membaca Al-Quran sedikitpun , merupakan hadits dhoif (lemah) berdasarkan kesepakatan ulama-ulama yang mengetahui tentang hadits. Sungguh para wanita pada zaman Nabi shollallohu alaihi wa sallam juga mengalami haid, jadi seandainya membaca Al-Quran itu diharomkan kepada yang sedang haid sebagaimana sholat, tentu hal itu akan dijelaskan oleh Nabi shollallohu alaihi wa sallam kepada umatnya dan istri-istri beliaupun tentu akan mengetahuinya, serta yang demikian itu akan dinukil oleh para sahabat. Maka tatkala tidak ada seorangpun yang menukilkan dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam tentang larangan tersebut, tidak boleh menghukumi harom karena beliau shollallohu alaihi wa sallam tidak melarangnya. Apabila beliau tidak melarangnya sedang pada saat itu banyak wanita haid, maka kita ketahui bahwa hal itu tidak harom.Namun yang demikian itu tidak terlepas dari afdol (utama) atau tidak. Dan yang paling utama adalah tidak membaca Al-Quran dalam keadaan junub atau haid, berdasarkan hadits : Artinya : Sungguh aku tidak suka berdzikir kepada Alloh dalam keadaan tidak suci (dari hadats kecil maupun besar).Walaupun hadits ini kejadiannya dilatar belakangi dalam hal menjawab salam, tetapi Al-Quran lebih ditekankan lagi. Adanya hukum makruh tidak meniadakan hukum boleh, karena makruh adalah meninggalkan perkara yang afdol (utama) sebagaimana perkataan An-Nawawi.Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam satu riwayat, Dawud Dhohiri dan para pendukungnya, Said bin Jubair, Ikrimah, Al-Bukhori, Ibnu Jarir At-Thobari, Ibnul Mundzir dan An-Nakhoi berpendapat bolehnya membaca Al-Quran, berdasarkan dalil :1. Hukum asal tidak ada larangan untuk membaca Al-Quran, maka barang siapa yang melarang membaca, ia harus mendatangkan dalil (bukti).2. Hadits Aisyah : Artinya : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berdzikir kepada Alloh tiap saat (HR. Muslim)Dalam hadits ini secara dhohir menunjukkan bahwa beliau shollallohu alaihi wa sallam juga membaca Al-Quran ketika dalam keadaan junub, karena lafadz ( = tiap saat) mencakup juga pada waktu keadaan junub dan lafadz ( = berdzikir kepada Alloh) mencakup juga membaca Al-Quran.3. Hadits Aisyah : Artinya : Kami keluar bersama Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam untuk menunaikan ibadah haji, maka ketika kami sampai di desa Sarof, aku (Aisyah) mengalami haid lalu beliau shollallohu alaihi wa sallam bersabda : Kerjakanlah sebagaimana yang dikerjakan oleh orang haji kecuali thowaf di Kabah sampai engkau suci. HR.BukhoriK. Organisasi Besar di Indonesia1. Pandangan NU (Nahdhotul ulama)2. Pandangan MuhammadiyahL. Telaah Kualitas Khadits tentang larangan Marah Haidh Membaca Al QuranM. IkhtitamMaroji : Al-Muhalla I/no.116; Al-Ausath II/96; Nailul Author I/335-336; Irwaul Gholil I/160; Al-Majmu II/358; Tuhfadzul Ahwadzi I/342; Majmu Fatawa 21/36; Tamamul Minnah 117-119.DAFTAR PUSTAKA1. Mushhaf Al-Quran1. Ibnu Katsir, Al Imam Al-Hafidz Imaduddin Abil fida Ismail bin Katsir Ad-Dimasyqie, 1424 H / 2006 M. Beirut, lebanon: Darul Kutubil Ilmiyyah.2. Al-Qurthubie, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshorie, 1414 H / 1994 M, Al-jamuulil Ahkamil Quran, Beirut, lebanon, Darul Fikr.3. Al-Khazim, Alaudin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi 1415 H / 1995 M, lubabut tawiel fil Maawiet Tanziel, Beirut, lebanon, Darul Kutubil Ilmiyyah.4. Al-Baghowie, Abu Muhammad Al-Husain bin Masud Al-Farra AlBaghowie Asy-Syafiie Al-imam maalimut Tanzil, 1415 H / 1995 M, Beirut, lebanon, Darul kutubil ilmiyyah.