aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalat

16
AURAT WANITA DAN BATASAN AURAT WANITA DALAM SHALAT Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Perempuan Semester Genap OLEH DEFRIANNANDA 09140006 FEBRI SURYA CAHYANTI 09140007 HARYANTO 09140009 DOSEN PEMBIMBING GIBTIAH GASIM M.Ag. JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH IAIN RADEN FATAH PALEMBANG 2010/2011

Upload: febri-cahyanti

Post on 12-Jul-2015

1.419 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

AURAT WANITA DAN BATASAN AURAT WANITA DALAM SHALAT

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Perempuan

Semester Genap

OLEH

DEFRIANNANDA 09140006

FEBRI SURYA CAHYANTI 09140007

HARYANTO 09140009

DOSEN PEMBIMBING

GIBTIAH GASIM M.Ag.

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH

IAIN RADEN FATAH PALEMBANG

2010/2011

PENDAHULUAN

Kewajiban menutup aurat dalam kitab shohih Muslim, Imam Muslim meriwayatkan sebuah

hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya:

“Ada seorang wanita thawaf di ka‟bah tanpa busana (bertelanjang bulat). Kata wanita itu : siapa

pula yang berani mengganggu saya selagi thawaf? Sambil ia menengok kemaluannya ia berkata pula

melanjutkan: “sekarang nyata kelihatannya sebagian atau seluruhnya, sekalipun kelihatnnya toh tidak

halal baginya.”

Melihat kejadian yang seperti itu, maka turunlah ayat ini:

.....................................

Artinya ”...pakailah pakaianmu yang ondah setiap memasuki masjid...”

Dengan berdasarkan ayat ini, maka seseorang itu wajib menutup aurat sewaktu shalat. Selain

mengatur masalah aurat dalam shalat Islam juga telah mengatur masalah aurat wanita ketika diluar sholat.

Oleh karena itu dalam makalah ini akan penyusun coba uraikan mengenai masalah aurat tersebut untuk

memberikan pengetahuan bagi kita yang belum tahu, dan mengingatkan bagi yang telah tahu.

RUMUSAN MASALAH

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan aurat tersebut?

2. Apa saja aurat tersebut (dalam shalat dan di luar shalat)?

3. Apakah hukum menggunakan cadar/ apakah wajah termasuk aurat?

4. Apakah suara wanita termasuk aurat?

PEMBAHASAN

Wanita dan Auratnya

Aurat artinya barang yang buruk. Dari kata itu, ada sebutan Aurat ( ), yakni wanita buruk

karena matanya hanya satu.Sedang yang dimaksud di sini ialah bahagian tubuh yang tidak patut

diperlihatkan kepada orang lain. Dan bagian- bagian itu ada bermacam- macam sesuai dengan tempat dan

situasi.

Aurat menurut KBBI adalah bagian tubuh manusia yang harus ditutupi (tidak boleh keliahatan),

kemaluan, organ- organ seks. (Daryanto: 60 : 1997).

Sedangkan menurut Ust. Mahtuf Ahnan, S.Pd. dkk. dalam Risalah Fiqh Wanita aurat ialah bagian

tubuh yang tidak patut (pantas) untuk diperlihatkan kepada orang lain (kecuali kepada suaminya atau

kepada hamba sahaya perempuan, atau sewaktu sendirian diruang tertutup). Sebagaimana hadits yang

diriwayatkan dari Ibnu Hakim, ia mengatakan :

Artinya” saya bertanya : “manakah dari aurat- aurat kami yang boleh kami perlihatkan dan mana

yang tidak?” maka jawab Nabi: “ peliharalah auratmu, kecuali terhadap istrimu atau hamba

sahayamu”. Saya bertanya pula:, jawab beliau: “ kalau kamu dapat agar tak seorang pun melihat

auratmu. Maka jangan sampai ia melihatmu”. Tanya saya pula: “maka terhadap Allah Tabaraka

Wata‟ala sepatutnya orang lebih merasa malu daripada terhadap sesama manusia.” (HR. Imam Lima

selain An-Nasai).

Selain hadits di atas yang membolehkan seseorang yang bersendirian (diruang tertutup) boleh

membuka auratnya, terdapat pula hadits- hadits yang menunjukkan bahwa bertelanjang sekalipun tidak

ada orang lain, tidak boleh sama sekali.

Jadi menurut penyusun aurat itu adalah bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan kepada orang

lain kecuali suami atau hamba sahaya perempuan, bagian tubuh yang harus ditutupi.

Selanjutnya yang paling penting dan perlu diingat dalam msalah aurat ini ialah bahwa seorang

wanita wajib menjaga diri, menjaga kehormatan milik satu- satunya.jangan sampai memperlihatkan

auratnya kepada siapapun yang tidak diizinkan untuk melihat, sehingga pada gilirannya ia akan

memperoleh ridho Allah daan berhak untuk menempati syurga yang telah disediakan Allah bagi mereka

yang bertakwa.

Aurat Wanita Dalam Shalat

Menutup aurat adalah wajib, termasuk syarat dalam shalat. Allah SWT. berfirman “Wahai anak

cucu Adam!, pakailah pakaianmu yang bagus pada disetiap (memasuki) masjid”. (QS: Al- A‟raf: 7)

Menurut Ibu Abdilbar, dalam Fiqhun Nisa‟ thaharah dan shalat karangan Adil Sa‟di, “ulama

sepakat mengatakan bahwa tidak shalat orang yang shalat sambil telajang, padahal dia bisa menutup

auratnya.”

Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, jika pakaian itu besar, maka tutuplah

semua auratnya, dan jika pakaian itu sempit, maka lekatkan pada auratnya.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Seorang wanita muslimah yang telah baliqh, hendaknya menyediakan pakaian shalat. Pakaian

shalat bagi seorang wanita bisa berupa gaun, atau baju kurung yang cukup panjang, yang dapat menutupi

kedua kakinya sampai tumit. Bisa juga memakai mukenah yang cukup lebar, panjang, dan tebal. Dengan

demikian pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutupi aurat wanita (semua anggota

tubuhnya)kecuali muka dan telapak tangan. Dalam hubungan ini Allah ta‟ala berfirman :

Artinya “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,

dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)

nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah

menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,

atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau

putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita

Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai

keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah

mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu

sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

Sedangkan menurut mazhab- mazhab yang dikatakan aurat wanita dalam shalat itu adalah:

a. Hambali

Dalam mazhab ini para ulama berpendapat bahwa aurat wanita dalam shalat itu ialah

badan sampai ujung rambut yang turun dari kedua telinga. Tidak ada yang terkecuali selain muka.

Dan apabila aurat tersebut terbuka sedikit tanpa disengaja, atau terbuka banyak misalnya karena

tertiup angin, kemudian ditutupinya segera tanpa banyak gerak, maka tidak membatalkan shalat.

Tetapi jika terbukanya tersebut secara sengaja maka shalatnya mutlak batal.

b. Hanafi

Menurut mazhab Hanafi yang termasuk aurat wanita adalah seluruh tubuh sampai ujung

rambut yang turun dari atas telinga. Alasan dari mazhab ini ialah Rasulullah yang mengatakan

bahwa WANITA ADALAH AURAT. Tapi mereka mengecualikan telapak tangan dan punggung

kaki. Menurut mazhab ini tidak batal shalat seorang wanita apabila terbuka telapak tangan atau

punggung kaki, tetapi dia harus mengulang kembali shalatnya apabila punggung tangan atau

telapak kakinya terbuka.

c. Syafi’i

Menurut mazhab ini para ulama berpendapat yang termasuk aurat wanita adalah sekujur

badan, kecuali muka, telapak tangan, dan punggung tangan. Apabila auratnya terbuka sewaktu

shalat, sedangkan ia sanggup untuk menutupinya, maka batal shalatnya. Dan apabila auratnya itu

terbuka karena tiupan angin lalu ditutupinya kembali tanpa banyak menggunakan gerak, maka

shalatnya tidak batal. Akan tetapi apabila auratnya terbuka karena sebab lain, misalnya disenggol

anak kecil, maka shalatnya batal.

d. Maliki

Dalam mazhab ini pendirian dan pendapat mereka agak lapang. Mereka telah membagi

aurat menjadi dua bagian, yaitu : Aurat Mugholladhah (berat) dan Aurat Mukhaffafah (ringan).

Aurat yang berat tersebut adalah sekujur badan, kecuali bagian ujung- ujung badan, dada,

dan yang setentang dengan dada di bagian punggung. Aurat mukhaffafah adalah dada, yang

setentang dengan dada di bagian punggung, dua pergelangan tangan, leher, kuduk, kepala, dan

dari lutut sampai ujung kaki. Adapun muka, telapak tangan dan punggungnya tidaklah termasuk

aurat.

Apabila dalam shalat yang terbuka adalah aurat mughodhalah seluruhnya atau sebagian

kecil, padahal dia mampu dengan jalan membeli atau meminjam kain, maka secara mutlak batal

shalatnya. Dan apabila dia shalat kainnya terbuka, maka shalatnya batal, dan dia harus

mengulangnya kembali dari awal.

Jika aurat mukhaffafah yang terbuka baik seluruhnya atau sebagian maka shalat wanita

tersebut tidak batal. Sekalipun membukanya haram atau makruh dalam shalat dan haram untuk

menengoknya. Tetapi disunnahkan bagi wanita itu untuk mengulangi shalatnya segera dengan

aurat tertutup.

Jadi dalam mazhab ini seorang wanita merdeka harus mengulang shalatnya dengan

segera apabila kepalanya terbuka, leher atau kuduk, punggung, antara kedua bahu, pergelangan,

dada atau yang setentang dada dibagian punggung, lutut, betis hingga ujung kaki.

Aurat Wanita di Luar Shalat

Kalau aurat wanita di luar shalat para fuqaha telah sepakat mengatakan sekujur badan kecuali

muka dan kedua telapak tangan. Maka aurat di luar shalatnya juga seperti dalam shalat jikalau berhadapan

dengan selain mahramnya. Karena memang demikianlah konsep agama Islam dalam mengatur dan

menganjurkan cara berpakaian wanita muslimah di luar rumah, atau ketika berhaddapan dengan laki- laki

lain yang bukan mahramnya.

Pendapat para ulama mazhab tentang aurat wanita di luar shalat adalah sebagai berikut:

a. Menurut ulama Maliki bahwa aurat wanita di luar shalat terhadap mahramnya yang laki- laki ialah

seluruh tubuhnya selain wajah, dan ujung- ujung badan yaitu leher, kepala, dua tangan dan kaki.

b. Sedangkan menurut ulama Hambali bahwa aurat wanita terhadap mahramnya yang laki- laki adalah

seluruh badan kecuali muka, leher, kepala, dua tangan, telapak kaki dan betis. Demikian juga terhadap

sesama wanita muslim Boleh seorang perempuan memerlihatkan badannya selain anggota antara pusat

dan lutut, baik sewaktu sendirian maupun ketika wanita- wanita itu di sisinya.

Sedangkan aurat wanita dihabapan laki- laki ajnabi adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak

tangan. Karena memang anggota ini tidak termasuk aurat jadi boleh saja membukanya jika dirasa tidak

akan menimbulkan fitnah.

c. Menurut imam Syafi‟i bahwa wajah wanita, seperti kedua belah telapak tangannya dihadapan laki- laki

yang bukan mahramnya adalah tetap aurat. Sedangkan dihadapan wanita kafir, bukan lah aurat.

Demikian juga diperbolehkan apabila seorang wanita muslimah memperlihatkan sebagian anggota

tubuhnya sewaktu bekerja di rumah, seperti menampakkan leher dan lengan tangan. Demikian pula di

hadapan wanita kafir, wajah dan telapak tangan bukan aurat.

Dengan memperhatikan beberapa keterangan di atas dapatlah kita simpulkan bahwa tujuan utama

menutup aurat adalah sebagai benteng (perisai) bagi dirinya, agar terhindar akan timbulnya fitnah dan

akhlak yang tercela (buruk).

Hukum Menggunakan Cadar

Cadar menurut KBBI adalah kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan). Wanita bercadar

seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah

bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur‟an, hadits-hadits shahih serta penerapan

para sahabat Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak

benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.

Berikut ini pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka,

untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4

madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar,

bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya

secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.

Madzhab Hanafi

Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah

(dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Asy Syaranbalali berkata:

“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak

tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul

Iidhah)

Al Imam Muhammad „Alaa-uddin berkata:

“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu

riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama

wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki”

Al Allamah Al Hashkafi berkata:

“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan

kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan

dianjurkan”

Al Allamah Ibnu Abidin berkata:

“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki,

kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan

syahwat”

Al Allamah Ibnu Najiim berkata:

“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan

wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah”

Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan

zaman kita sekarang?

Madzhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar

hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan

sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Az Zarqaani berkata:

“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak

tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh

dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat

ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk

berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga

diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani”

Ibnul Arabi berkata:

“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh

menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau

pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam

sebuah persoalan)”

Al Qurthubi berkata:

“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik

dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya.

Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya”

Al Hathab berkata:

“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak

tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam

Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat”

Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:

“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia

berkata: „Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki‟. Al Hathab juga menukil perkataan Al

Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa

hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq

dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak

cantik maka sunnah”

Madzhab Syafi’i

Pendapat madzhab Syafi‟i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh

tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat

mu‟tamad madzhab Syafi‟i.

Asy Syarwani berkata:

“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu

seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu

seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu‟tamad, (3) aurat ketika

berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha”

Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:

“Maksud perkataan An Nawawi „aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan‟, ini

adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang

masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram

adalah seluruh badan”

Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:

“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat.

Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan”

Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya

tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun

karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah”

* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:

“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula

wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari

pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan

kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)”

Madzhab Hambali

Imam Ahmad bin Hambal berkata:

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul

Masiir, 6/31)

Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al „Anqaari, penulis Raudhul Murbi‟, berkata:

«

“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat

ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri‟ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam

shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di

hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga

paha” (Raudhul Murbi‟, 140)

Ibnu Muflih berkata:

«

“Imam Ahmad berkata: „Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan

perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat„. Abu Thalib menukil penjelasan

dari beliau (Imam Ahmad): „Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan

apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih

suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan” (Al Furu‟, 601-602)

Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna‟ , ia berkata:

« »

“Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya

pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa‟, 309)

* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:

“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup

wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun „Alad Darb,

http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)

Cadar Adalah Budaya Islam

Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya

timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai

pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat

timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat

timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang

muslim berbudaya Islam.

Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :

1.Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah

adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj.

Oleh karena itu Allah Ta‟ala berfirman:

“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-

tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)

Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu‟alihi

Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan

para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari

Islam.

2.Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu‟alaihi

Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. „Aisyah

Radhiallahu‟anha berkata:

“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain

kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu

mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)

Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka

sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.

Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita.

Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang

mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja.

Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-

ikutan budaya negeri arab. (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503).

Selain itu menurut Ust. Mahtuf S.Pd. dalam risalah Fiqh Wanita menyatakan bahwa meskipun

para ulama (jumhur) sepakat atas kebolehannya memperlihatkan wajah dan telapak tangan kepadda selain

mahram, namun apabila dikhawtirkan akan dapat menimbulkan fitnah, maka wajah dan telapk tangan

tersebut wajib ditutupi/ dirahasiakan. Dengan menanamkan akidah yang kuat. Demikianlah Allah Yang

Lebih Maha Tahu.

Apakah Suara Wanita Termasuk Aurat?

Dalam menanggapi masalah suara wanita apakah termasuk Aurat atau tidak di hadapan laki- laki

ajnabi , Imam Hanafi dan Imam Syafi‟i memberikan pendapatnya:

Menurut Imam Hanafi, bahwa suara itu tidak termasuk aurat. Karena berdasarkan bahwa para

istri Rasulullah SAW. Pernah bercakap- cakap dengan para sahabat beliau dan para sahabat pun

mendengarkan ajaran- ajaran (hukum- hukum) agama yang disampaikannya. Tapi mazhab ini

mengharamkan mendengar suara wanita jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah sekalipun didengarkan

itu bacaan al- Qur‟an daripadanya.

Menurt Imam Syafi‟i, suara wanita adalah termasuk aurat di hadapan laki- laki yang bukan

mahramnya. Apakah dikhawartirkan timbul fitnah atau tidak.

Menurut hemat kami (Ust. Mahtuf dan Ny. Maria Ulfa) bahwa suara itu tidak termasuk aurat, jika

percakapannya dengan laki- laki ajnabi itu memang dirasa perlu dan penting dan tidak dikhawatirkan

terjadi fitnah serta wanita yang bersangkutan tidak merendahkan suaranya. Dalil yang mendukung bahwa

suara wanita tidak termasuk aurat adalah sebagai berikut:

1. Para istri Rasululllah Saw. Pernah bercakap- cakap dengan para sahabat Rasulullah dalam rangka belajar

belajar hukum agama Islam, dan para sahabat Rasulullah senantiasa mendengar fatwanya.

2. Pada suatu ketika Umar bin Khattab ra. Hendak menentukan jumlah mahar. Tetapi ditolak oleh seorang

wanita dari sudut masjid sambil membaca firman Allah SWT. Umar tidak membantah wanita tersebut,

begitu pula para sahabat yang lain. Bahkan Umar berkata : “ wanita itu betul, dan Umar yang salah.”

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari sedikit penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang wanita itu wajib menutup

auratnya, menjaga diri, menjaga kehormatannya, dan tidak memperlihatkan auratnya kepada siapapun

yang tidak berhak untuk melihatnya. Sehingga pada gilirannya ia akan memperoleh ridho Allah dan

bentuk untuk menempati syurga yang telah disediakan Allah bagi yang bertaqwa.

Sebagaimana kita ketahui bahwa wanita adalah perhiasan dunia yang paling indah, dan menurut

hadits Rasulullah bahwa wanita adalah Aurat karena keindahannya itulah maka wanita diwajibkan untuk

menutup auratnya untuk menghindarkan ia dari fitnah dan menjaganya. Dan merupakan salah satu cara

Allah untuk menyeleksi wanita- wanita bertaqwa yang akan mendapatkan ridho dan berhak tinggal di

SyurgaNya nanti.

Tentang wajah apakah boleh kita membukanya atau tidak, sudah dijelaskan di atas bahwa jumhur

ulama telah sepakat membolehkan membuka muka dan telapak tangan tetapi jika dikhawatirkan akan

menimbulkan fitnah maka hukumnya wajib untuk ditutup.

Untuk suatu kewajiban yang tidak dijalankan dan hukumnya hanya akan diterima oleh manusia

pada hari akhir maka dalam pelaksanaan itu terserah pada keyakinan apa yang dipegang oleh subjek itu

sendiri. Tidak ada yang mampu melarang, hanya kewajiban manusia itu mengingatkan saudaranya, dan

mendoakan yang terbaik untuk saudaranya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahnan, Mahtuf, Dkk. Risalah Fiqih Wanita Pedoman Ibadah Bagi Kaum Wanita Muslimah dengan

Berbagai Permasalahannya. Surabaya: Terbit Terang.

Sa‟di, Adil. 2006. Fiqhun Nisa‟ Thaharah- Shalat. Jakarta Selatan: PT Mizan Publika.

Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia.surabaya: Apollo.

Yulian Purnama, 22 Mei 2011 (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)

Yulian Purnama, 22 Mei 2011 (Fatawa Nurun „Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com

/all/noor/article_4913.shtml)