hukum potong kuku dan rambut ketika haid dan

7
Hukum Potong Kuku Dan Rambut ketika Haid dan Nifas SEP 7 Posted by salafartikel Soal: Bolehkah seorang wanita memotong kuku atau rambut pada saat haid atau nifas ? Haruskah rambut dan kuku yang dipotong saat haidh, nifas atau janabah dikumpulkan untuk dicuci bersamaan saat mandi? Jawab: Memotong kuku demikian pula membersihkan rambut di sekitar kemaluan atau mencabut bulu ketiak termasuk fitrah, disyareatkan dalam islam sebagaimana disebutkan dalam riwayat shahih dari Rasulullah saw. Syareat ini berlaku umum bagi laki-laki atau wanita dalam segala keadaan baik suci atau tidak. Kecuali jika seorang dalam keadaan ihram (haji atau umrah) ketika itu dilarang – baik lelaki atau wanita, suci atau berhadats- dengan sengaja menggunting kuku atau mencukur rambut. Walhasil, seorang wanita dalam keadaan haidh, nifas atau hadats besar tidak ada halangan untuk melaksanakan sunah fitrah ini, tidak ada dalil yang melarang. Silahkan menggunting kuku atau membersihkan rambut walaupun masih dalam keadaan haidh, nifas atau hadats akbar. Tidak terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku maupun rambut. Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar rambut wanita haid yang rontok untuk di cuci bersamaan dengan mandi besar. Bahkan sebaliknya, Rasulullah saw membolehkan wanita haid menyisir rambutnya, padahal bisa dipastikan adanya rambut yang rontok saat wanita menyisir. Disebutkan dalam hadis

Upload: yuniarti-widya-ningrum

Post on 01-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

HPOTONG KUKU

TRANSCRIPT

Hukum Potong Kuku Dan Rambut ketika Haid danNifasSEP 7Posted bysalafartikelSoal:Bolehkah seorang wanitamemotong kuku atau rambut pada saat haid atau nifas? Haruskah rambut dan kuku yang dipotong saat haidh, nifas atau janabah dikumpulkan untuk dicuci bersamaan saat mandi?Jawab:Memotong kuku demikian pula membersihkan rambut di sekitar kemaluan atau mencabut bulu ketiak termasuk fitrah, disyareatkan dalam islam sebagaimana disebutkan dalam riwayat shahih dari Rasulullah saw.Syareat ini berlaku umum bagi laki-laki atau wanita dalam segala keadaan baik suci atau tidak. Kecuali jika seorang dalam keadaan ihram (haji atau umrah) ketika itu dilarang baik lelaki atau wanita, suci atau berhadats- dengan sengaja menggunting kuku atau mencukur rambut.Walhasil, seorang wanita dalam keadaan haidh, nifas atau hadats besar tidak ada halangan untuk melaksanakan sunah fitrah ini, tidak ada dalil yang melarang. Silahkan menggunting kuku atau membersihkan rambut walaupun masih dalam keadaan haidh, nifas atau hadats akbar.Tidak terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku maupun rambut. Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar rambut wanita haid yang rontok untuk di cuci bersamaan dengan mandi besar.Bahkan sebaliknya, Rasulullah saw membolehkan wanita haid menyisir rambutnya, padahal bisa dipastikan adanya rambut yang rontok saat wanita menyisir. Disebutkan dalam hadis dari Aisyah, bahwa ketika Aisyah mengikuti haji bersama Nabishallallahu alaihi wa sallam, sesampainya di Mekkah beliau mengalami haid. Kemudian Nabishallallahu alaihi wa sallambersabda kepadanya, Tinggalkan umrahmu (yakni niatkanlah haji qiran), lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah(HR. Bukhari 317 & Muslim 1211)Rasulullahshallallahu alaihi wa sallammemerintahkan Aisyah yang sedang haid untuk menyisir rambutnya. Padahal beliau baru saja datang dari perjalanan. Sehingga kita bisa menyimpulkan dengan yakin, pasti akan ada rambut yang rontok. Namun Rasulullahshallallahu alaihi wa sallamtidak menyuruh Aisyah untuk menyimpan rambutnya yang rontok untuk dimandikan setelah suci haid.Hadis ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid hukumnya sama dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk memandikannya bersamaan dengan mandi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabishallallahu alaihi wa sallamakan jelaskan kepada Aisyah agar menyimpan rambutnya dan memandikannya bersamaan dengan mandi haidnya, karena tidak boleh bagi Rasulullah saw mengakhirkan penjelasan di saat dibutuhkan sebagaimana kaedah ini disebutkan oleh para ulama:Ta`khirul Bayan Inda waqtil Hajah Laa Yajuz/Mumtani.DalamFatawa Al-Kubra, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terdapat pertanyaan, Ketika seorang sedang junub, kemudian memotong kukunya, atau kumisnya, atau menyisir rambutnya. Apakah dia salah dalam hal ini? Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa orang yang memotong rambutnya atau kukunya ketika junub maka semua bagian tubuhnya ini akan kembali pada hari kiamat dan menuntut pemiliknya untuk memandikannya, apakah ini benar?Syaikhul Islam memberi jawaban : : . : : . Terdapat hadis shahih dari Hudzifah dan Abu Hurairahradliallahu anhuma, bahwa Nabishallallahu alaihi wa sallamditanya tentang orang yang junub, kemudian beliau bersabda, Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.Dalamshahih Al-Hakim, ada tambahan, Baik ketika hidup maupun ketika mati.Sementara saya belum pernah mengetahui adanya dalil syariat yang memakruhkan potong rambut dan kuku, ketika junub. Bahkan sebaliknya, Nabishallallahu alaihi wa sallammenyuruh orang yang masuk islam, Hilangkan darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah. Beliau juga memerintahkan orang yang masuk islam untuk mandi. Dan beliau tidak memerintahkan agar potong rambut dan khitannya dilakukan setelah mandi. Tidak adanya perintah, menunjukkan bolehnya potong kuku dan berkhitan sebelum mandi (Fatawa Al-Kubra, 1:275)Allahu alam.Diskusi Pendapat Yang Melarang Dalam Madzhab Syafii,Pendapat yang tidak memperbolehkan memotong kuku dan rambut pada saat haid bagi wanita atau juga umumnya bagi laki-laki dalam keadaan junub adalah salah satu pendapat dalam madzhab SyafiI (bukan kesepakatan dalam madzhab Syafii) sebagaimana disebutkan dalam kitab Ianat at-Tholibin, dan sumber lain dari kitab-kitab syafiiyyahPendapat ini bersumber dari pernyataan Imam al-Ghozali dalam Ihya ulum al-Din sebagaimana dikutip dalamMughni al-Muhtaj(1/72 al-Maktabah as-Syamilah) dan dalamSyarh Al-Iqna li Matni Abi Syuja(1/60), - - - - - - : .Berkata Al-Ghazalidalam al-Ihya: Tidak semestinya memotong (rambut) atau menggunting kuku atau memotong ari-ari, atau mengeluarkan darah atau memotong sesuatu bagian tubuh dalam keadaan junub, mengingat seluruh anggota tubuh akan dikembalikan kepada tubuh seseorang. Sehingga (jika hal itu dilakukan) maka bagian yang terpotong tersebut kembali dalam keadaan junub. Dikatakan: setiap rambut dimintai pertanggungjawaban karena janabahnya.Dari beberapa kitab dalam madzbab Syafii sendiri, diketahui bahwa para ulama madzhab SyafiI tidak semuanya sepakat dengan pendapat Imam Ghozali tersebut, sebagaimana diisyaratkan dalam kitab Ianat Tholibin (1/96 Maktabah syamilah) dengan pernyataan: .Tentang akan kembalinya (anggota tubuh) semisal darah, pendapat ini perlu diselidiki lagi.Demikian pula (bagian tubuh) yang lainnya. Karena (bagian tubuh) yang kembali (dibangkitkan bersama dengan pemilik bagian tubuh itu) adalah bagian-bagian tubuh yang pemilik tubuh itu mati bersamanya (ada pada saat kematian orang tersebut)Dalam kitab Syafii yang lain yaitu Niyatul Muhtaj Syarh al-Minhaj disebutkan:( : ) . : : ( : ) ( : .. ) Lebih jelas lagi dalam kitab Hasyiah al-Bujairimi ala al-Khotib (2/335 al-Maktabah as-Syamilah), mengkritisi pendapat Imam al-Ghozali tersebut yang intinya menyatakan bahwa pendapat Imam al-Ghozali tersebut perlu dikaji lagi sebab bagian tubuh yang kembali adalah yang ada disaat kematian pemiliknya dan bagian badan asli yang pernah terpotong, bukan seluruh kuku dan rambut yang pernah dipotong selama hidupnya. Beliau membawakan perkataan Ibnu Hajar untuk menguatkan pendapatnya. Disebutkan dalam kitab tersebut: : ( ) . . . . . : . : { } .Masalah ini pernah ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan beliau jelaskan dalam Majmu Fatawa, intinya: setahu beliau tidak ada dalil syari yang menunjukkan makruhnya memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub, bahkan terdapat hadis shohih riwayat Bukhari-Muslim yang menegaskan bahwa (tubuh) seorang mukmin itu tidak najis. Dengan tambahan riwayat dari Shohih al-Hakim: baik dalam keadan hidup ataupun mati. Demikian pula adanya hadis tentang perintah bagi yang haid untuk menyisir rambut pada waktu mandi, padahal sisiran bisa menyebabkan rontoknya rambut. Berikut petikannya: : { : : }[3]. : { } . { : }[4] . . . .Dalam Fatwa ketua lajnah Fatwa ulama al-Azhar, Syaikh Atiyah Shaqr (Fatwa Mei 1997 al-Maktabah as-Syamilah) menyebutkan bahwa pernyataan yang melarang memotong kuku dan rambut ketika dalam keadaan junub tidak berdasarkan dalil. Beliau membawakan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas dan menambahkan:(dengan hadis tersebut) kita ketahui bahwa hal demikian tidaklah dimakruhkan. Pendapat yang menyatakan makruh adalah pendapat yangla ashla lahu(tidak ada dasarnya). Athoyaitu Atho bin Abi robah ra, seorang tabiin seniormenyatakan: .Seorang yang junub (diperbolehkan) melakukan hijamah (pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor) dan memotong kuku dan menggunting rambutnya, walaupun ia belum berwudhu(Shohih al-Bukhari 1/496 al-Maktabah al-Syamilah babal-Junubu yakhruju wayamsyi fis suq waghairihi)Berdasarkan dalil ini maka tidak dimakruhkan untuk memotong rambut dan kuku ketika janabah. Adapun hukum menimbun potongan kuku dan rontokan rambut dari sisir ada dalam bahasan lain (tidak termasuk dalam bahasan ini).Dalam Fath al-Bari Syarah Shohih al-Bukhari oleh Ibnu Rajab 2/54 terhadap perkataan Atho di atas menyebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal menyatakanla basa(tidak mengapa) untuk mengeluarkan darah (hijamah) atau memotong kuku dan rambut ketika junub. Ibnu Rajab al-Hanbali menyatakan: tidak ada khilaf tentang bolehnya ini di antaraashabina(ulama mazhab Hanbali) kecuali Abu al-Farj al-Syirozi yang memakruhkan untuk mengambil kuku dan rambut dari orang yang junub, dan menyebutkan hadis yang marfu riwayat al-Ismaily dalam Musnad Ali dengan Isnad yangdhoif jiddandari Ali : : (( [ ] )) : : (( )) . . .Ibnu Rajab menjelaskan bahwa hadis tersebut adalah hadis yangMunkar jiddanbahkan secara eksplisit menunjukkan kualitasnyamaudhu(palsu).Kesimpulan bahasan di atas:1. Tidak dalil dari Al-Quran maupun Sunnah yang shohih yang menjadi dasar hukum larangan bagi orang yang memotong kuku dan rambut bagi orang yang sedang junub khususnya wanita yang haid. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah..2. Pendapat tersebut bersumber dari pendapat Imam al-Ghozali dalam madzhab Syafii. Imam al-Ghozali sendiri tidak menyatakan larangan itu dengan kalimat yang tegas yang menunjukkan hukum haram. Beliau menggunakan lafadz:la yanbaghiyang artinya tidak semestinya, tidak seharusnya atau tidak seyogyanyadst3. Sementara itu tidak semua ulama madzhab SyafiI sepakat dengan Imam al-Ghozali dalam masalah tersebut (sebagaimana disebutkan tentang khilaf itu dalam beberapa kitab mazhab SyafiI, antara lain Nihayat al-Muhtaj di atas).Wallahu Alam bi as-Showa