bab ii kajian pustaka 2.1 penuaan (aging) 2.pdf · kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan (Aging)
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya
fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai
tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian,
yaitu:
1. Tanda fisik, seperti massa otot yang berkurang, lemak meningkat,
kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu,
kemampuan kerja menurun, dan sakit tulang.
2. Tanda psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah
cemas, mudah tersinggung, dan merasa tidak berarti lagi
(Pangkahila, 2007).
Konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti-aging
Medicine.Anti-aging medicine ini didefinisikan sebagai bagian ilmu
kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan,
pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan,
dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuaan untuk
memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007).
Beberapa perubahan kulit secara klinis dan histologi adalah sebagai
berikut: Pada lapisan epidermis terjadi dermo-epidermal junction yang
menyempit, ketebalan bervariasi, ukuran dan bentuk sel bervariasi, nukleus
9
2
atipik berkala, sel melanosit berkurang dan sel Langerhans berkurang.
Lapisan dermis terjadi atrofi, fibroblas berkurang, sel mast berkurang,
pembuluh darah berkurang, loop kapiler memendek, ujung saraf abnormal.
Adapun perubahan yang lain adalah rambut kehilangan pigmen, rambut
rontok, rambut terminal menjadi rambut halus, dasar kuku abnormal, dan
jumlah kelenjar berkurang (Yaar, 2004).
2.2 Kulit
Kulit adalah merupakan organ paling besar pada tubuh manusia.
Penampilan kulit membuat gambaran yang memberi informasi tentang
individu tersebut seperti kesehatannya secara umum, etnis atau ras, gaya
hidup dan usia. Kualitas penampilan kulit ditentukan oleh warna kulit,
tekstur dan bentuk (Fisher, 2008).
Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu
epidermis, dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5
lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum
lusidum, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis.
Epidermis adalah struktur yang dinamis dimana 95% tersusun oleh
keratinosit yang terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit,
sel Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin,
yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel
Merkel berperan pada persepsi sensoris (Edmondson et al., 2003).
Dermis terdiri dari 2 lapisan yaitu papillary dermis di bagian
permukaan dan reticular dermis di bagian dalam. Di papillary dermis
3
terdapat kolagen, elastin, fibrous dan ground substance (mukopolisakarida,
asam hyaluronat, kondroitin sulfat), serta kaya akan mikrosirkulasi. Di
reticular dermis terdapat kumpulan kolagen yang lebih kasar dengan
serabut-serabut elastin yang tersebar (Khazanchi et al., 2007).
Gambar 2.1 : Anatomi Kulit
(diambil dari Kuliah Kedokteran Estetika, Wiraguna, 2013)
Tabel 2.1
Manifestasi histologis penuaan kulit kronologis (YaarM,2006 )
Epidermis Dermis Jaringan Lain
Perataan dermo-
epidermal junction
Athropy ( kurangnya
volume dermis )
Depigmentasi rambut
Perubahan ketebalan Perubahan jaringan
penunjang kulit
Rambut rontok
Bentuk dan ukuran sel
yang bervariasi
Fibroblast yang
berkurang
Konversi dari rambut
terminal menjadi
vellus
Terdapat inti sel
atipik
Mast cell berkurang Nail plates abnormal
Melanosit berkurang Pembuluh darah
berkurang
Kelenjar berkurang
Sel Langerhans
berkurang
Pemendekan loop
kapiler
Pembuluh saraf
abnormal
4
2.2.1 Penuaan Kulit Kronologis
Manifestasi klinis dari penuaan kulit kronologis meliputi xerosis,
kendor, keriput, lamban dan munculnya seborrheic keratosis dan cherry
angioma. Relatif sedikit terjadi perubahan ketebalan di epidermis, bentuk
keratinosit dan kohesi korneosit, dan terjadi banyak kehilangan melanosit
dan sel Langerhans. Perubahan kulit yang besar pada penuaan kulit
kronologis terlihat pada dermoepidermal junction yang memperlihatkan
perataan rete ridges yang menyebabkan reduksi kontak antara epidermis dan
dermis menyebabkan reduksi pertukaran nutrien dan metabolit diantara
kedua kompartemen ini.
Penuaan kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan
konsekuensi dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Penuaan intrinsik
atau disebut juga penuaan kronologis mengakibatkan perubahan di semua
lapisan kulit. Epidermis mengalami perlambatan regenerasi. Pada kulit usia
muda, epidermal turnover membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia tua
membutuhkan waktu 40-60 hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan
epidermis sehingga kulit tampak translusen. Perlambatan regenerasi
epidermis juga mengganggu fungsi pertahanan dan perbaikan kulit.
Korneosit berkumpul di permukaan kulit sehingga kulit tampak kasar dan
bersisik. Pada histologi kulit tua akan tampak penipisan dermal-epidermal
junction sehingga meningkatkan kerapuhan kulit dan penurunan transfer
nutrisi pada epidermis dan dermis. Populasi melanosit di epidermis semakin
berkurang dan melanosit yang ada akan mengalami penurunan aktivitas.
Kulit tua mengalami perubahan diskromik seperti bintik-bintik pigmentasi,
5
freckles dan lentigines. Kulit tua juga mudah terbakar sinar matahari sebab
kulit menipis dan sedikit melanosit. Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-
sel Langerhans, Penurunan jumlah sel-sel Langerhans sampai 50% sehingga
terjadi penurunan imunitas kulit dan peningkatan risiko kanker kulit
(McCullough dan Kelly, 2006).
Dermis tampak hiposelular dengan lebih sedikit fibroblast dan mast
cells danhilangnya volume dermis. Penelitian dengan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa serabut kolagen menjadi longgar dan terjadi
peningkatan moderat dan penebalan serabut elastin dengan resorbsi
sebagian besar serabut sub-epidermis. Selain itu, terjadi penurunan jumlah
pembuluh darah dermis, pemendekan capillary loop, dan penurunan
densitas Pacinian corpuscles dan Meissner’s corspuscles, yakni organ-
ujung kulit yang bertanggung jawab terhadap persepsi tekanan dan sentuhan
ringan. Kehilangan inervasi sensorik dan otonom yang melibatkan
epidermis maupun dermis (Ulfhak, 2002 ).
Di bawah ini adalah struktur anatomi dan fisiologi lapisan
epidermal:
1) Lapisan Korneum
Jaringan sangat berpegas oleh karena: sampul penandukan
(cornified envelope), interdigitasi korneosit yang berdekatan,
penarikan korneosit melalui desmosom, elastisitas stratum
korneum. Sedangkan elastisitas lapisan korneum ini dipengaruhi
oleh tingkat hidrasi protein sitosolik, gliserol yang dihasilkan
oleh kelenjar sebasea, dan perubahan kelembaban eksternal.
6
Fungsi lapisan korneum ini adalah integritas mekanik (cross
linked peptides), pertahanan xenobiotic (lipid solubility),
pertahanan antimikroba (acidic pH, FFA, antimicrobial
peptides). Pertahanan anti oksidan (keratins), barier permeabilitas
(hydrophobic lipid) dan anti hidrasi.
2) Lapisan Lusidum
Lapisan tipis ini terletak hanya pada jari jari, telapak tangan dan
kaki. Terdiri dari 3-5 baris lapisan sel keratinosit yang jernih,
tipis, dan mati. Tersusun atas zat keratin.
3) Lapisan Granulosum
Adalah lapisan sel lebih dalam yang terbentuk dari sel kulit yang
baru. Sebagian besar lapisan ini menghasilkan keratohialin dan
serabut keratin yang berfungsi sebagai penguat dan pemberi
ketebalan kulit. Sel mulai mengalami dehidrasi dan mati menuju
lapisan korneum.
4) Lapisan Spinosum
Lapisan ini terdiri atas 8-10 baris sel keratinosit dengan ikatan
tonofilamen juga didapatkan sel melanosit dan sel langerhans.
5) Lapisan Basale
Adalah lapisan yang terdiri dari satu baris sel keratinosit yang
melakukan pembelahan sel secara cepat. Disebut basal sel (Stem
cell) karena sifatnya yang selalu membelah diri. Di lapisan ini
terletak sel melanosit dan sel Merkel (reseptor peraba) (Materi
7
Kuliah Anatomi dan Fisiologi Kulit, Kedokteran Estetika,
Wiraguna A.A.G.P., 2013).
2.2.2 Penuaan kulit biologis (Photoaging)
Photoaging meliputi perubahan kulit yang diakibatkan oleh paparan
sinar matahari kronik diatas lapisan penuaan kulit kronologis. Photoaging
dihasilkan dari kerusakan kumulatif dari radiasi sinar UV yang
menyebabkan kelainan kulit yang parah. Radiasi ini dibagi menjadi UVA
(320-400 nm), UVB (280-320 nm) dan UVC (100-280 nm). Bagian
UVC dari spektrum tersebut tidak terdapat pada sinar mahatari di bumi,
kecuali pada garis bujur tinggi, karena bagian UVC tersebut diserap
oleh lapisan ozon atmosfer melalui absorpsi sinar UVA dan UVB oleh
kromofor seluler seperti urocanic acid, riboflavin dan precursor melanin
yang bekerja sebagai fotosensitizer berperan utama untuk produksi reactive
oksigen species (ROS) dan radikal bebas.
Penelitian oleh Lavker et al. menunjukkan bahwa radiasi
UVA, jika diberikan terus-menerus, dapat menginduksi perubahan
yang sama dengan yang diinduksi oleh UVB, termasuk hiperplasia
dermis, penebalan stratum corneum, penipisan sel langerhans,
inflamasi dermis dan akumulasi lisozim diatas serabut dermis. Kulit
yang mengalami photoaging secara klinis menunjukkan karakteristik kasar,
kerutan halus dan kasar, hiperpigmentasi yang tidakmerata dapat berupa
lentigen atau bercak (freckles), kelemahan, bengkak, dan teleangiektasis
(Rigel , 2004).
8
Gambar 2.2Efek radiasi UV pada keratinosit (KC) dan fibroblas (FB).
Radiasi UV memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS)
yang dapat merusak DNA dan menghambat kerja enzim tirosin fosfatase.
UV juga dapat menurunkan reseptor asam retinoat (RA) dan memicu
peningkatan nuclear factor-kB (NFkB), dengan efek akhir penurunan
produksi kolagen, pemecahan kolagen, akibat aktivitas matriks
metaloproteinase (MMP). (Rigel et al.,2004; Rabe et al., 2006).
Radiasi UVB utamanya mengenai epidermis. Ini diserap
langsung oleh DNA selular, mengakibatkan pembentukan lesi DNA,
utamanya dimer cyclobutane dan photoproduct pyrimidine (6-4)
pyrimidone. Meski mempunyai sistem perbaikan kerusakan nuclear
DNA, kerusakan DNA jarang diperbaiki secara menyeluruh. Jika sel
terus menyimpan banyak DNA rusak, maka mereka mengalami
apoptosis, suatu proses yang utamanya diperantarai oleh protein tumor
9
suppressor p53 (Kulms, 2000). P53 juga ikut serta dalam perbaikan
kerusakan DNA dan dalam penghentian siklus sel transien sesudah
kerusakan DNA. Sel yang tidak mengalami apoptosis dan yang
kerusakannya tidak diperbaiki secara menyeluruh akan beresiko mutasi
dan pada akhirnya menjadi kanker. Ini sangat penting mengingat
beberapa penelitian epidemiologi terbaru menunjukkan bahwa lebih
dari 90% squamous cellcarcinoma pada epidermis dan lebih dari 50%
basal cell carcinoma (BCC) memperlihatkan mutasi terinduksi UV yang
menonaktifkan actinic keratosis . Selanjutnya, mutasi p53 terdapat pada
premalignant actinic keratosis, menunjukkan bahwa mutasi p53 terjadi
secara dini, meningkatkan risiko transformasi ganas pada sel yang
terserang.
Terlepas dari efek langsungnya terhadap DNA epidermis,
beberapa penelitian pada sistem mencit menunjukkan bahwa iradiasi
UVB mempengaruhi respons imun kulit dan sistemik yang
menyebabkan presentasi antigen defektif dan pembentukan suppressor
T-cells, sehingga memungkinkan penyebaran sel kanker yang akan
ditolak (Kulms, 2000). Dalam hal ini, UVB dengan menginduksi
peroksidasi lipid menstimulasi migrasi keluar sel respons imun dari
epidermis dan dengan demikian turut menyebabkan imunospuresi.
Iradiasi UVB juga menginduksi sekresi sitokin epidermis, dan bukti
menunjukkan bahwa, diantara sitokin yang terinduksi, tumor necrosis
factor- dan interleukin-10 berperan penting dalam imunosupresi
terinduksi UVB ( Granstein, 2003 ).
10
Secara histologis, terdapat tebalan epidermis tak beraturan.
Dermis papilla memperlihatkan agregasi nodular elastotik abnormal
berbentuk serabut hingga tak berbentuk. Jumlah glikosaminoglikan
dan proteoglikan pada zat dasar dermis meningkat sedangkan serabut
kolagen menurun dan sebagian terurai sebagai akibat dari sintesis dan
sekresi metalloproteinase pengurai matriks melalui induksi oleh UV
(Kulms, 2000).
Elastosis adalah suatu bahan yang terdiri dari jalinan massa
besar dari jaringan elastis yang terurai. Terdapat pita tipis yang
mengandung suatu zat eosinofilik yang utamanya terdiri dari
glikosaminoglikan dan kolagen yang baru terbentuk dan disebut Green
zone. Zona ini dianggap sebagai suatu area tempat berlangsungnya
perbaikan aktif photodamage dan secara histologis mengingatkan akan
jaringan parut pada luka. Lebih dalam lagi pada dermis, serabut kolagen
tampak terurai, menggumpal dan terfragmentasi. Dermis juga sering
memperlihatkan banyak infiltrat inflamatorik yang terdiri dari mast
cells, histiosit dan sel mononukleus lain (Fisher et al, 2002 ).
Gambar 2.3 Gambaran Histologis Photodamage. Pewarnaan
HE menunjukkan adanya masa keunguan yang
meliputi serat fibrotik, lapisan subepidermal yang
tipis yang disebut ‘Green Cone’ tampak terlihat
jelas ( diambil dari Yaar et al.,2002 )
11
2.2.3 Fibroblas
Fibroblas adalah sel yang membentuk jaringan ikat tubuh. Ada
banyak macam jaringan ikat antara lain jaringan ikat padat, longgar, elastik,
retikularis dan jaringan adiposa.Selain itu bisa ditambahkan bahwa jaringan
ikat ada yang embrionik dan ada yang terspesialisasi seperti tulang, tulang
rawan dan darah.Jaringan ikat padat membentuk ligamentum, tendon dan
matriks ekstraseluler di dermis kulit.Matriks ekstraseluler ini terbentuk
hampir seluruhnya oleh kolagen, yang diproduksi oleh fibroblas. Fibroblas
tersebar di antara kolagen yang juga memproduksi glikoprotein,
glikosaminoglikan, serta proteoglikan yaitu polisakarida yang berbentuk gel
seperti pelumas untuk menjaga ligamentum dan tulang rawan tetap
berfungsi baik. Selain itu fibroblas juga mempunyai kemampuan untuk
memperbaiki jaringan yang rusak dan akan bertambah jumlahnya apabila
terjadi luka.
Gambar 2.4. Fibroblas (diambil dari Mescher, 2013)
12
Setiap sel saling berhubungan satu dengan lainnya melalui berbagai
cara. Mereka bersatu membentuk jaringan atau organ. Beberapa jaringan,
seperti epitel pembatas atau epitel penutup terdiri dari kelompok sel yang
rapat dan saling melekat erat secara langsung dengan sedikit sekali ruang
antara. Kelompok jenis ini adalah lunak, lentur dan tidak dapat
mempertahankan bentuk organ ataupun menopang seluruh tubuh.
Sebenarnya jaringan penyambung yang mempersatukan sel-sel tersebut
menjadi tubuh karena jaringan ini memiliki substansi interselular. Jaringan
penyambung menghasilkan kolagen. Kolagen adalah suatu protein
berbentuk serabut yang amat kuat (seperti tendon, ligamentum dan elastin)
yang juga dibentuk menjadi serabut, serta mempunyai sifat-sifat kenyal.
Diantara serabut-serabut elastik ini terdapat matriks atau zat dasar seperti
agar-agar. Kombinasi serabut kuat dan serat elastik serta matriks
memberikan kekuatan, bentuk dan gaya pegas pada tubuh. Pada rangka, zat
antar sel ini diisi dengan garam-garam kalsium, menghasilkan tulang
penyokong tubuh yang kuat (Mescher, 2013).
Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan
ikat. Fibroblas adalah sel memanjang yang dibedakan terutama oleh
banyaknya anyaman retikulum endoplasma kasar yang melapisi rongga
lebar dalam sitoplasmanya. Fibrosit berukuran lebih kecil daripada
fibroblas. Ia cenderung berbentuk gelendong, dengan lebih sedikit cabang-
cabangnya daripada fibroblas. Ia memiliki inti yang panjang, lebih gelap,
lebih kecil dan sitoplasmanya bersifat asidofil serta mengandung sedikit
retikulum endoplasma kasar. Bila cukup dirangsang, fibrosit dapat berubah
13
menjadi fibroblas dan aktivitas sintetiknya diaktifkan kembali. Hal ini
terjadi pada penyembuhan luka dan dalam keadaan demikian sel-sel
mengambil bentuk dan tampak seperti fibroblas muda. Miofibroblas, suatu
sel dengan gambaran fibroblas dan otot polos, juga diamati selama
penyembuhan luka. Sel ini mempunyai sifat morfologis sebagai suatu
fibroblas tetapi mengandung banyak mikrofilamen aktin dan miosin.
Aktivitas sel-sel tersebut berperan pada penutupan luka akibat cedera
jaringan, suatu proses yang disebut kontraksi luka (Mescher, 2013).
Fibroblas membuat serat-serat kolagen, retikulin, elastin,
glikosaminoglikan dan glikoprotein dari substansi intercellular amorf. Serat
kolagen adalah serat yang paling banyak dijumpai dalam jaringan
penyambung. Serat-serat kolagen segar merupakan benang-benang tanpa
warna, namun bila terdapat dalam jumlah besar akan menyebabkan jaringan
tempat beradanya tampak putih, misalnya pada tendon dan aponeurosis
(Mescher, 2013).
Fibroblas mensekresi molekul prokolagen ke dalam matriks intersel,
dan polismerisasi mereka menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma
tersebut.Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang mengalami
pembelahan. Mitosis hanya tampak bila organisme memerlukan fibroblas
tambahan, yaitu bila jaringan ikat cedera (Spector dan Spector, 2002).
2.2.4 Kolagen
Merupakan polipeptida yang ditemukan pada hampir semua organ tubuh.
Sampai saat ini sudah ditemukan sebanyak 12 tipe kolagen, jumlah dan
14
jenisnya berbeda-beda pada berbagai organ tubuh manusia (Rhein and
Santiago, 2010).
Kolagen adalah triple helical protein yang tersebar di seluruh tubuh
dan mempunyai berbagai fungsi seperti pengikat jaringan, adesi sel, migrasi
sel, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), morfogenesis
jaringan dan perbaikan jaringan. Kolagen adalah elemen yang membentuk
matriks ekstraseluler jaringan, yang berguna untuk kekuatan tegang jaringan
seperti tendon, tulang, tulang rawan dan kulit. Kolagen juga mempunyai
fungsi yang berkaitan dengan lokasinya, misalnya membran basalis pada
glomerulus ginjal yang berfungsi untuk filtrasi molekul (Kadler dkk., 2007).
Kolagen terdiri dari 3 rantai polipeptida (α) dengan konformasi
poliprolin yang panjang. Setiap rantai polipeptida memiliki pengulangan
Gly-X-Y triplet dimana residu glycyl menempati setiap posisi ketiga dan
posisi X dan Y ditempati oleh prolin dan 4-hidroksiprolin. Ketiga rantai α
saling berikatan melalui ikatan rantai hidrogen.
Ada 28 jenis kolagen pada vertebrata yang diberi nomor I-XXVIII. Kolagen
dihasilkan oleh sel fibroblas. Kolagen tipe I adalah jenis yang paling
banyak di jaringan ikat kulit. Selain itu, kulit juga mengandung kolagen (III,
V, VI), elastin, proteoglikan dan fibronektin (Kadler et al, 2007).
Kolagen tipe I merupakan jenis serabut kolagen terbanyak yang dijumpai
dalam tubuh manusia seperti pada tendon, tulang, kulit. Serabut kolagen
tipe I berperan penting dalam pembentukan jaringan parut. Kolagen tipe
II, IX, X, XI ditemukan pada kartilago. Kolagen tipe III banyak dijumpai
pada kulit, dinding pembuluh darah, pada jaringan yang ada serabut
15
retikuler, seperti pada jaringan yang mengalami pertumbuhan cepat
terutama pada tahap awal penyembuhan luka. Kolagen tipe III
penyebarannya hampir sama dengan kolagen tipe I. Sedangkan kolagen tipe
VII kebanyakan lokasinya terletak pada anchoring fibril di dermal
epidermal junction pada kulit, mukosa dan servik. Kolagen tipe VII juga
banyak terdapat pada dinding pembuluh darah (Uito et al., 2008).
Kolagen dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik meliputi genetik dan hormon, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
sinar ultraviolet, polusi, dan diet. Faktor ekstrinsik dapat memperberat
kerusakan kolagen yang disebabkan oleh faktor intrinsik. Pengaruh faktor
genetik tampak pada studi penuaan kulit pada berbagai etnis. Etnis dengan
pigmentasi lebih gelap, seperti ras Afrika-Amerika, memiliki daya
perlindungan yang lebih tinggi terhadap ultraviolet photodamaged daripada
ras Kaukasia. Sinar ultraviolet memicu pembentukan radikal bebas sehingga
merusak kolagen kulit. Kulit ras Afrika-Amerika mengandung lipid
interseluler lebih banyak daripada ras Kaukasia sehingga lebih resisten
terhadap penuaan. Kerutan wajah pada ras Asia terjadi lebih lambat dan
lebih ringan daripada ras Kaukasia (Farage et al, 2008). Produksi kolagen
dipengaruhi oleh hormon-hormon. Estrogen dapat meningkatkan sintesis
kolagen. Penurunan kolagen kulit tampak signifikan pada wanita
menopause. Kolagen kulit orang dewasa berkurang 1% setiap tahun.
Penurunan kolagen ini lebih tampak pada wanita daripada pria. Hormon
seks wanita lebih dominan pada kolagen daripada hormon seks pria
(Pangkahila, 2007).
16
Kolagen merupakan serat utama pada lapisan dermis kulit dan merupakan
protein yang berfungsi untuk kekuatan mekanik dan penyangga kulit.
Semakin bertambah umur maka struktur protein kulit dan komponen kulit
lain akan berubah dan hal ini menyebabkan penuaan kulit. Perubahan
jumlah kolagen merupakan bagian integral dari proses penuaan kulit.
Diperkirakan bahwa akan terjadi penurunan kolagen sekitar 1% pertahun
perunit area kulit akan tetapi pada kulit yang terpapar sinar U V dijumpai
penurunan sampai 59% seperti yang ditemukan pada kulit yang mengalami
photodamage (Uito et al, 2008; Griffits et al.,2009).
Sinar ultraviolet mengaktifkan matriks metalloprotease, yaitu enzim
yang mendegradasi kolagen. Akumulasi paparan sinar ultraviolet
mengakibatkan penuaan kulit berupa kulit kendor dan kerutan wajah sebab
akumulasi kerusakan kolagen. Sinar ultraviolet juga memicu pembentukan
radikal bebas, yang dapat bereaksi dengan protein seperti kolagen sehingga
terjadi kerusakan kolagen. Polusi seperti rokok merusak kulit termasuk
kolagen. Rokok memicu pembentukan radikal bebas sehingga terjadi
kerusakan kolagen. Rokok juga mengurangi aliran darah kapiler kulit
sehingga terjadi penurunan oksigen dan nutrisi ke kulit, maka produksi
kolagen juga berkurang. Diet yang memicu pembentukan radikal bebas
juga dapat mempercepat penuaan sebab radikal bebas bereaksi dengan sel
dan matriks ekstraseluler kulit termasuk kolagen (Farage et al, 2008).
2.3 Sel Punca
Untuk dapat digolongkan menjadi sel punca, suatu sel harus
17
memiliki sejumlah karakteristik yaitu antara lain: belum berdiferensiasi
(undifferentiated), mampu memperbanyak dirinya sendiri (self renewal),
dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel
(multipotent/pluripotent) (Halim,et al., 2010). Sel punca adalah sel yang
mempunyai kemampuan membentuk dan menyusun jaringan tubuh (Sell,
2004). Sel punca adalah merupakan sel awal kehidupan yang bisa
berkembang menjadi sel lain dan membentuk jaringan yang lain dalam
tubuh (multipotent). Jika sel punca ditransplantasikan dalam tubuh ia akan
membentuk jaringan tubuh di tempat tersebut (Cherian, 2011).
Sel punca mempunyai berbagai tingkatan kemampuan
perkembangbiakan yaitu totipoten, pluripoten, multipoten, oligopoten, dan
unipoten (Bongso, 2005). Totipoten dalah kemampuan membentukseluruh
jenis sel dan organisme baru. Pluripoten adalah kemampuan membentuk
seluruh jenis sel tetapi tidak dapat membentuk organisme baru. Multipoten
adalah kemampuan membentuk berbagai jenis sel dewasa dalam lini yang
sama. Oligopoten adalah kemampuan menghasilkan beberapa jenis sel
dewasa. Unipoten adalah kemampuan menghasilkan satu jenis sel dewasa
(Wagers, 2004). Seluruh kemampuan tersebut dipengaruhi oleh faktor
internal (jenis dan genetik sel), dan faktor eksternal (media, faktor
pertumbuhan, lingkungan mikro dan kontak fisik antar sel) (Bryant, 2008).
Sel punca dibedakan menjadi sel punca embrional dan sel punca
jaringan (Bongso, 2005). Sel punca embrional berasal dari sel blastosit dan
sel lapisan embrional lempeng kelamin. Sel ini dapat diisolasi dari manusia,
primate dan tikus (Richardson, 2005). Penggunaanya mempunyai kendala
18
etik, teknis, reaksi penolakan, dan resiko teratoma (Shenaq, 2010). Sel
punca jaringan adalah sel punca yang berada di berbagai jaringan dan organ
tubuh, keberadaanya diperlukan untuk menjaga homeostasis jaringan
tempatnya berada (Halim, et al, 2010). Sel punca ini terdapat di lapisan
germinal dan sel somatik. Sel punca somatik terdiri atas sel punca
mesenkimal dan sel punca hematopoietik. Sel punca mesenkim adalah sel
yang dapat memperbanyak diri dan membentuk berbagai jenis jaringan ikat
mesenkim (Dennis, 2004). Sel ini dapat ditemukan di sumsum tulang, darah,
tali pusat, plasenta, cairan amnion, lemak, kulit, pembuluh darah, otot,
sinovium, periosteum, tulang, hati,dan paru (Shenaq, 2010). Sel punca
mesenkim merupakan sumber potensial untuk rekayasa jaringan namun
aplikasinya terkendala oleh pengambilan dan sifatnya (English, 2009).
Pengambilan dari kulit akan menimbulkan rasa nyeri, morbiditas dan
kemungkinan infeksi, Sifatnya seperti jumlah, rentang usia, proliferasi, dan
diferensiasinya menurun dengan bertambahnya usia (Supartono, 2012).
Kendala lain adalah memerlukan kultur, penghantaran, pemicu diferensiasi,
serta regenerasinya beresiko menghasilkan jaringan ikat dan integrasi
(English, 2004). Khan menyarankan perlunya alternatif lain yang mudah
pengambilannya, minimal komplikasinya, konsentrasi selnya tinggi,
proliferasi dan diferensiasinya baik tanpa dipengaruhi umur. Menurut
Terayama alternatif itu adalah sel punca hematopoietik yaitu sel punca
CD34+(Terayama, 2011).
2.3.1 Sel Punca Hematopoietik
Sel punca hematopoietik adalah sel progenitor pembentuk sel darah.
19
Sumbernya berasal dari sumsum tulang dan darah (Ponting, 2004). Sel
punca ini dapat diisolasi dari darah tepi secara langsung maupun dengan
teknik mobilisasi (Raghunath, 2009). Sel punca hematopoietik mempunyai
sifat pluripoten dan plastis sehingga dapat membentuk sel non
hematopoietik (Richardson, 2005). Isolasi langsung dilakukan dengan
melakukan proses isolasi darah tepi donor tanpa bantuan obat. Sel hasil
isolasi dikultur dan diidentifikasi dengan analisis sitometri, selanjutnya
diberikan media agar berkembang dan dapat diaplikasikan Sel punca
hematopoietic dapat diisolasi dari darah tepi secara langsung atau dengan
bantuan mobilisasi. Isolasi langsung dilakukan dengan melakukan proses
isolasi donor tanpa bantuan obat (Supartono, 2012).
Sel punca hematopoietik diidentifikasi berdasarkan sifat fisiologis
dan sifat metabolik. Identifikasi metabolik berdasarkan respon sel terhadap
zat Rhodamin 123 dan Hoechst 33342. Identifikasi dapat juga dilakukan
dengan pemeriksaan genetik dan penanda permukaan sel. Penanda tersebut
diantaranya adalah CD 14, CD 34, AC 133, CD 133 (Ponting, 2004).
2.3.2 Sifat Plastis Sel Punca Hematopoietik
Sel punca hematopoietik mempunyai sifat plastis yaitu dapat
membentuk sel yang berbeda dengan garis keturunan aslinya, yang dapat
dijelaskan melalui beberapa mekanisme yaitu: 1) model keturunan ganda, 2)
model somatik, 3) model transdeferensiasi, 4) model dedeferensiasi
redeferensiasi (Korbling, 2003).
20
Gambar. 2.5
Sifat Plastis Sel Punca Hematopoietik (diambil dariKorbling, 2003)
Sel punca ganda adalah mekanisme perubahan sel punca jaringan
membentuk sel punca seperti dirinya dan membentuk sel dengan garis
keturunan baru (Wagers, 2004).
Transdeferensiasiadalah mekanisme perubahan dan pembentukan
sel yang berbeda dari garis keturunannya. Sel punca jaringan
bertransdeferensiasi sesuai dengan lokasinya berada. Sel punca sumsum
tulang atau sel punca dalam aliran darah membentuk sel bukan darah. Sel
punca sumsum tulang hematopoietik dan mesenkimal dapat bergerak
menuju jaringan tertentu dan berubah menjadi sel jaringan tersebut.
Peristiwa ini melalui mekanisme transdeferensiasi, fusi atau sinyal inflamasi
(Pera, 2005). Suatu sel dikatakan mengalami transdeferensiasi bila
memenuhi kriteria: 1) adanya sel transisi 2) adanya rekayasa inti sel yang
bertransdeferensiasi 3) manipulasi sel minimal 4) mempunyai penanda sel
yang jelas 5) diteliti di lebih dari satu laboratorium dengan lebih dari satu
model percobaan.
1.
model keturunan ganda
2.
model somatik 3.
model transdeferensiasi
4.
model dedeferensiasi
redeferensiasi
21
Dediferensiasiadalah mekanisme perubahan sel punca jaringan
menjadi sel yang lebih primitif atau sel multipoten , dan membentuk sel
dengan garis keturunan baru (Wagers, 2004).
Sel punca pluripotent adalah mekanisme perubahan sel punca
jaringan menjadi sel punca pluripotent dan pembentukan dua sel punca baru
dan dua garis keturunan baru (Wagers, 2004).
Sifat sel ini memungkinkan sel punca hematopoietik membentuk sel
jantung, hepar, pankreas, kulit, otot dan tulang. Mekanismenya melalui
model transdiferensiasi atau fusi. Untuk membuktikan sifat plastis maka sel
punca harus diidentifikasi pada awal isolasi dan saat menjadi sel baru. Sel
tersebut harus terbukti dapat berintegrasi dan berfungsi serta mengeluarkan
protein yang sesuai dengan jaringan baru (Kraft, 2005).
2.3.3 Sel Punca CD34+
Sel CD34+ adalah sel punca hematopoietik yang positif terhadap
penanda sel CD 34. CD 34 adalah penanda sel punca hematopoietik terbaik.
Antigen CD 34 terdapat di sel punca darah pluripoten, sel mieloid unipoten,
endotel pembuluh darah, struktur membran saraf, dan folikular sel kulit
manusia (Zvaifler, 2000).
Karakter sel CD34+ memberi peluang penelitian plastisitas yaitu
perubahan sel punca hematopoietik menjadi sel non hematopoietik (Hu,
2010). Matsumoto dan kawan kawan (2006) melaporkan penyembuhan
patah tulang femur tikus dengan pemberian sel CD34+ secara intra vena. Shi
dan kawan kawan (2009) melaporkan terjadinya regenerasi otot tikus yang
22
cedera, setelah pemberian sel CD 133+ secara intra vena. Sel CD 133
+
adalah sub populasi dari sel CD34+. Pemeriksaan histologis jaringan baru
membuktikan peran sel CD 133+ dalam regenerai otot. Jaringan tersebut
fungsional terbukti dari adanya peningkatan angiogenesis dan pengurangan
jaringan parut. Hal ini membuktikan kemampuan sel CD 133+ dalam
menciptakan lingkungan yang baik untuk proses regenerasi dan
pembentukan jaringan otot (Shiet al., 2009). Terayama dan kawan kawan
(2011) melaporkan penyembuhan osteonekrosis femur tikus dengan
pemberian sel CD34+ secara intra vena. Hasil tersebut menunjukkan potensi
diferensiasi sel CD34+ membentuk sel endotel dan sel osteoblas (Terayama,
2011).
Gambar 2.6
Skin Tissue Engineering(dimodifikasi dari Supartono, 2012)
Pada penelitian anti-aging medicine ini sel punca hematopietik
CD34+ yang berasal dari darah tepi manusia akan diinjeksikan secara
subkutan dalam kulit tikus jantan wistar yang telah dipajan sinar ultraviolet
B untuk dilihat kemampuan meregenerasi lapisan dermal kulit tersebut.
23
Regenerasi sel fibroblas dan kolagen ditentukan oleh sel punca
CD34+, jaringan mikro perancah dan sinyal molekul. Terdapat sejumlah sel
punca yang belum berdiferensiansi di lapisan basal membran pada lapisan
kulit epiderma. Adapun sinyal molekul yang paling dominan adalah
keratinocytes stem cells (KSCs) dan sytokeratine (CK5/14/15), p63, α6β4-
dan α3β1-integrins dan transport ATP-binding cassette (ABC).KSCs
memegang peran penting dalam kelangsungan regenerasi sel keratin dalam
epidermis baik dalam keadaan normal maupun pasca trauma(sinar UV)
(Mimeault, 2010).
Hubungan yang kompleks ditunjukkan oleh sinyal molekul EGFR,
Notch, Insulin-like Growth Factor (IGF-1) / IGF-R1, immunoglobulin-like
domain 1 (Lrig 1), Myc, Transforming Growth Factor – β (TGF-β) dan
Polycom-group protein BMI-1. Semua sinyal molekul tersebut memperkuat
peran KSCs dalam regenerasi sel fibroblas dan kolagen (Mimeault, 2010).
Gambar 2.7 Alur kerja sel punca CD34+ untuk regenerasi sel fibroblas dan
kolagen. SCS meregenerasi lapisan epitel kulit dengan cara
mengganti sel keratin.bESCs yang ada dalam folikel rambut ikut
berdeferensiasi menjadi sel epitel setelah trauma kulit (UV). Stem
sel CD34+ meregenerasi precursor melanosit menjadi
keratinosit.Degedrasi dari kolagen pada lapisan dermal melalui
pengeluaran matriks metalo proteinase (MPPs) dengan mengaktivasi
sel fibroblas yang akan meningkatkan regenerasi kulit(diambil dari
Mimeault, 2010).
CD34+ CD133+