hukum hiliyah dalam...

102
i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir F lil Qurn dan Tafsir Al- Misbah Surat Al-Maidah [5]: 50) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh SAEFULLOH NIM 11140340000187 Oleh: PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 15-Jan-2020

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

i

Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an

(Perbandingan Tafsir F lil Qur’ n dan Tafsir Al-

Misbah Surat Al-Maidah [5]: 50)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

SAEFULLOH

NIM 11140340000187

Oleh:

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n
Page 3: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n
Page 4: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n
Page 5: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

v

ABSTRAK

Saefulloh, NIM : 11140340000187

“HUKUM HILIYAH DALAM AL-QUR’AN.” (

lil Qu’ran dan Tafsir Al-Misbah Surat Al-Maidah [5]: 50)

Islam adalah Agama satu-satunya yang diridhai oleh Allah SWT,

sebagaimana yang Allah katakan dalam firmannya, bahwa Islam satu-satunya

Agama yang telah Allah sempurnakan dan hanya Islamlah Agama yang Allah

ridhai, tentunya hal ini hanya dapat diterima oleh orang-orang yang beriman

kepada Allah dan Rasulnya, serta kepada Al-Qur‟an yang merupakan kitab

hidayah, petunjuk hidup untuk umat Manusia. Al-Qur‟an hadir untuk memuliakan

manusia dari kejahiliyahan sebelum datangnya islam, Jahiliyah suatu term yang

tertulis dalam Al-Qur‟an, yang dalam masalah ini Allah mengecam perbuatan

Jahiliyah dalam berbagai bentuknya, perbuatan Jahiliyah sudah ada sejak zaman

diutusnya para Rasul baik dalam perkara hukum mau pun perilaku, maka

penelitian ini hadir untuk memperjelas makna Jahiliyah pada Al-Qur‟an surat Al-

Maidah ayat 50 yang sejatinya masih banyak perdebatan di dalamnya, perdebatan

ini muncul ketika term Jahiliyah di sangkut pautkan dengan negara yang

menganut sistem selain dari Islam, maka judul skripsi di ambil untuk mencari titik

temu terkait Hukum Jahiliyah yang terkandung dalam QS Al-Maidah ayat 50

yang memiliki latar belakang historis tertentu, dengan itu penulis menghadirkan

dua tafsir di dalam penelitian ini yang akan penulis uraikan pandapat masing-

masing mufasir terhadap QS Al-Maidah ayat 50 yang berbicara tentang hukum

Jahiliyah, tentunya dengan analisis penulis dan di perkuat oleh penapat-pendapat

yang lain, yang di tinjau dari berbagai sub yang berkaitan dangan tema ini juga

yang di anggap penting untuk di bahas.

Kata kunci: Hukum, Jahiliyah.

Page 6: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah Rasa syukur yang amat

sangat mendalam kepada Allah swt, atas segala limpahan rahmat dan kuasa-Nya

yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw

beserta kepada keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya yang telah

menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Alhamdulillah,

penulisan skrpisi yang berjudul “Hukum Jahiliyah”, telah penulis selesaikan.

Penulisan karya Ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk menyelesaikan studi strata satu (1) guna memperoleh gelar Sarjana Agama

(S. Ag.) Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tentunya, proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak kalangan, untuk

itu saya merasa perlu menghanturkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini, terutama penulis sampaikan kepada:

1. Kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.,

selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kepada Dr. Yusuf Rahman, M.A (Dekan Fakultas Ushuluddin) dan

segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak membantu kelancaran administrasi dan

birokrasi.

3. Kepada Bapak Dr. Eva Nugraha, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu

Al-Qur‟an dan Tafsir, dan Bapak Dasrizal, S.S.i, MIS selaku wakil ketua

Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.

Page 7: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

vii

4. Kepada Bapak Dr. Mafri Amir, M.A selaku dosen penasehat akademik

yang selalu memberikan masukan dan arahan dari awal perkuliahan hingga

proses pemilihan akhi judul skripsi ini berlangsung.

5. Kepada Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar M.A selaku pembimbing

skripsi, terimakasih telah meluangkan waktunya dan mengerahkan segala

tenaga dan pikirannya, terimakasih telah membimbing penulis sehingga

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

6. Kepada Para Dosen Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan

pencerahan dan ilmu yang luas kepada penulis. Pimpinan dan segenap Staf

Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, terimakasih

atas sumber daya dan fasilitasnya.

7. Kepada Ayahanda H. Sholeh dan Ibunda Hj. Masnah tercinta yang tak ada

hentinya memberikan dukungan baik materi maupun non-materi, dan

kepada Istriku Rizqya Ma‟rifatun Nisa S.Pdi yang tak henti-hentinya

memberikan semangat doa serta dukungannya, dan kepada teman-teman

seperjuangan yang selalu memberikan semangat, Merekalah yang

senantiasa mendoakan dan memotivasi saya dalam penulisan skripsi ini

dan terus berkreasi

Akhirnya, pengaji berharap agar apa yang telah ditulis dapat bermanfaat

bagi semua kalangan pada umumnya dan dapat memperluas khazanah. Pengaji

menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana judul pada

pengajian ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun dan mengembangkan

skripsi ini sangat diharapkan.

Page 8: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... iv

ABSTARAK ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 12

C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ................................ 13

D. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 14

E. Metode Penelitian....................................................................... 15

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16

BAB II KAJIAN TENTANG HUKUM DAN JAHILIYAH .................. 18

A. Pengertian tentang Hukum ......................................................... 18

1. Pengertian Hukum. ............................................................... 18

2. Fungsi Hukum. ..................................................................... 19

3. Sumber Hukum. .................................................................... 21

B. Penjelasan tentang Jahiliyah ...................................................... 24

1. Pengertian Kata Jahiliyah..................................................... 24

2. Bentuk Jahiliyah Bangsa Arab sebelum Datangnya Islam. . 25

Page 9: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

ix

3. Wujud Perbuatan Jahiliyah. ................................................. 29

C. Pengertian Hukum Jahiliyah .................................................... 35

BAB III BIOGRAFI DAN CORAK PENAFSIRAN SEPUTAR FI ZILAL

AL-QUR’AN DAN AL-MISBAH .............................................................. 36

A. Penafsiran Fi zilal Al-Qur‟an ................................................... 36

1. Biografi Sayid Qutb. ............................................................. 36

2. Latar Belakang Penulisan Tafsir Fi zilal Al-Qur‟an. ........... 39

3. Karakteristik Tafsir Fi zilal Al-Qur‟an ................................. 39

B. Penafsiran Al-Misbah. .............................................................. 41

1. Biografi Quraish Shihab. ...................................................... 41

2. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah......................... 42

3. Karakteristik Tafsir Al-Misbah. ............................................ 43

BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN SURAT AL-MAIDAH AYAT 50...47

A. Bunyi Teks Ayat. ...................................................................... 47

B. Asbabun Nuzul. ........................................................................ 48

C. Korelasi Ayat 50 dengan Ayat Sebelumnya. ............................ 51

D. Analisis Penafsiran Fi zilal al-Qur‟an dan Al-Misbah. ............ 53

1. Penafsiran Fi zilal al-Qur‟an................................................ 53

2. Penafsirsan Al-Misbah. ......................................................... 70

E. Komparasi antara dua penafsiran. ............................................. 74

BAB V. PENUTUP ..................................................................................... 77

A. Kesimpulan ................................................................................ 77

B. Saran ........................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 81

Page 10: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan bersama

(SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158

Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/u/1987.

1. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat

dilihat pada halaman berikut:

No Arab Latin

Tidak Dilambangkan ا 1

B ب 2

T ت 3

ṡ ث 4

J ج 5

ḥ ح 6

Kh خ 7

D د 8

Page 11: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xi

Ż ذ 9

R ر 10

Z ز 11

S س 12

Sy ش 13

ṣ ص 14

ḍ ض 15

ṭ ط 16

ẓ ظ 17

„ ع 18

G غ 19

F ف 20

Q ق 21

Page 12: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xii

K ك 22

L ل 23

M م 24

N ن 25

W و 26

H ه 27

′ ء 28

Y ي 29

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda

(‟).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Page 13: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xiii

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fatḥah A A ا

Kasrah I I ا

Ḍammah U U ا

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai A dan I ى ي

Au A dan U ى و

Contoh:

ي ف م Kaifa : ك Yauma : ي و

3. Vokal Panjang

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا atau ى Ā a dengan garis lurus di atas

و Ū u dengan garis lurus di atas

Page 14: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xiv

ي Ī i dengan garis lurus di atas

Contoh:

Māta : هبث

Ramā : رهي

Qīla : قيل

Yamūtu : يووث

4. Ta marbūṭah

Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang hidup atau

mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah [t].

Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya

adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta

marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

ṭarīqah طريقت 1

al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah الجبهعت األسالهيت 2

Waḥdat al-Wujud وحدة الوجود 3

Page 15: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xv

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah (Tasydīd) yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydīd ( ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan

huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh:

Kata Alih aksara

ب Rabbanā رب

ب Najjinā ج

Al-Ḥaqq الحق

Aduwwun„ عدو

Jika huruf ى ber-tasydīd di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah ( ى ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī). Contoh:

Alī (bukan „Alyy atau „Aly)„ : علي

Arabī (bukan „Arabyy atau „Araby)„ : عربي

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf (alif lam

ma„arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti

biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah.

Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata

sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan

garis mendatar (-). Contohnya:

No Kata Alih Aksara

al- Syamsu bukan as-syamsu الشوس 1

Page 16: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xvi

al- Zalzalah bukan az-zalzalah الزلزله 2

al- Falsafah الفبسفه 3

al-Bilād البالد 4

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contohnya:

ta‟murūna : تأهروى

‟al-nau : الوء

syai‟un : شيء

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia,

atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut

cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), Sunnah,

khusus dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu

rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

Fī Ẓilāl al-Qur‟ān

Al-Sunnah qabl al-tadwīn

Page 17: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xvii

Al-„Ibārāt bi „umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab

9. Lafẓ al- ā h (هللا)

Kata‚ Allah yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), ditransli-terasi tanpa huruf

hamzah. Contoh:

dīnullāhi : ديي للا

billāhi : بب لل

Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada Lafẓ al-Jalālah,

ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

hum fī raḥmatillāh : هن في رحوت للا

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri

didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak

pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf

kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul

Page 18: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

xviii

referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks

maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa mā Muḥammadun illā rasūl

Inna awwala baitin wuḍi„a linnāsi lallażī bi Bakkata mubārakan

`Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur‟ān

Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī

Abū Naṣr al-Farābī

Al-Gazālī

Page 19: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mempelajari al-Qur‟an bagi setiap muslim merupakan salah satu aktivitas

terpenting, bukan hanya sebagai bentuk ibadah, namun juga sebagai bagian dari

menjaga sanad keilmuan, seseorang yang mempelajari Al-Qur‟an akan

mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT, bahkan Rasulullah saw menyatakan

bahwa:

خيرلم م حعلم القسآن وعلمه

“Sebaik-baik kamu adalah siapa yang mempelajari al-Quran dan

mengajarkannya” (HR. Bukhari).

Al-Quran adalah kitab yang memancar darinya aneka ilmu keislaman,

karena kitab suci itu mendorong untuk melakukan pengamatan dan penelitian.

Kitab suci ini juga dipercaya oleh umat Islam sebagai kitab petunjuk yang

hendaknya dipahami.1

Sebagai sumber petunjuk bahkan sumber ilmu pengetahuan, al-Qur‟an

banyak sekali melahirkan konsep atau cara pandang (worldview) dalam berbagai

aspek kehidupan. Dalam khazanah keislaman, al-Quran melahirkan konsep-

konsep berupa aqidah (keyakinan), syariah (hukum) dan juga akhlak (pola sikap).

Misalnya frasa يوم اآلخر telah menjadi sebuah istilah yang mengandung konsep

aqidah, kata القصبص mengandung konsep dalam istilah syar‟i begitu juga frasa

1 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 1.

Page 20: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

2

adalah sebuah konsep dalam bidang akhlak yang termaktub pada ayat الفس الوطوئت

al-Qur‟an.

Konsep dalam al-Qur‟an tersusun dalam bentuk-bentuk dan susunan

lafadz, baik berupa kata, frasa ataupun (klausa) kalimat. Lafadz tersebut berbahasa

Arab dan mengandung makna. Pada titik inilah ilmu tafsir menemukan

urgensinya. Bagaimana lafadz-lafadz tersebut bisa dipahami dengan benar sesuai

dengan kaidah penafsiran.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin mencoba mengetengahkan tafsir

seputar konsep “Hukum Jahiliyah”. Pemilihan tema ini berangkat dari opini di

tengah masyarakat yang sampai saat ini masih ramai diperdebatkan. Sebagian

kalangan menganggap bahwa hukum yang kini diterapkan di Indonesia adalah

hukum jahiliyah. Misalnya dalam kutipan berikut:

“Jadi, barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah maka

hukum itu merupakan hukum jahiliyah. Sedangkan dalam sistem kehidupan

bermasyarakat dewasa ini seluruh negara di seluruh penjuru dunia berhukum

dengan selain hukum Allah. Dalam sistem demokrasi sumber hukumnya adalah

rakyat, berarti ia bukan hukum Allah alias hukum jahiliyah…! Kalau memang ada

satu macam atau beberapa macam hukum yang ada dalam Demokrasi itu serupa

dengan ajaran Islam atau bahkan memang bersumber dari ajaran Islam, tetap saja

itu tidak disebut hukum Allah. Ia tidak disebut hukum Allah karena ia sudah

dicampur dengan hukum buatan manusia”2.

2 https://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/hukum-allah-dan-hukum-

buatan-manusia. Diunduh pada 12 Maret 2019.

Page 21: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

3

Pandangan bahwa hukum Indonesia tidak sesuai dengan syariat

memunculkan gagasan yang pro terhadap upaya penerapan syariat, misalnya

Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mendesak penerapan hukum

syariat melalui jargon 'NKRI Bersyariah'. Konsep ini disebut bisa berdampingan

dengan Pancasila dengan menggandeng pula semangat Piagam Jakarta. "Kita

harus menerapkan hukum Al-Qur‟an. Kita harus berjuang menuju Indonesia

berkah, dan menegakkan NKRI bersyariah," cetusnya, melalui rekaman pidato

jarak jauhnya yang dikirim dari lokasi pelariannya di Arab Saudi, yang disiarkan

di hadapan massa Reuni Alumni 212, di Monas, Jakarta, Sabtu (2/12).3

Pada sisi yang lain terdapat kalangan yang menganggap bahwa hukum

Indonesia sudah sesuai atau tidak bertentangan dengan syariah Islam. Berikut

beberapa pandangan tersebut:

Nurul Ghufron menyebutkan, sebenarnya negara ini sudah menerapkan

prinsip-prinsip yang diajarkan Islam. Misalnya saja dengan adanya mekanisme

check and balance rakyat bisa mengawasi kerja aparatur Negara. Bahkan antar

lembaga negara pun saling mengawasi. Negara juga menempatkan warga

negaranya di posisi yang setara. Selain itu, mekanisme pembentukan undang-

undang pun dilakukan dengan bermusyawarah. Misalnya saja dalam hal pember

antasan minuman keras, DPR merumuskannya dengan mengambil materi

substansi dari Al-Qur‟an dan hadits, melalui mekanisme musyawarah.4

3 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171202080637-20-259615/rizieq-dorong-

konsep-nkri-bersyariah-di-reuni-alumni-212. Diunduh pada 12 Maret 2019. 4 https://nasional.sindonews.com/read/1273325/13/hukum-nkri-sudah-sesuai-dengan-

syariat-islam-1515817002. Diunduh pada 12 Maret 2019.

Page 22: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

4

Selain tidak bertentangan ada juga pandangan yang mengangap bahwa syariat

Islam telah terakomodir dalam perundang-undangan di Indonesia.

“Dalam konteks Indonesia, undang-undang secara hirarkis merupakan

turunan dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak boleh

bertentangan dengan keduanya. Tidak sedikit undang-undang yang

mengakomodir nilai-nilai syariat Islam. Di antara undang-undang tersebut banyak

menyangkut persoalan bab hukum kekeluargaan Islam (ahwal syakhsiyyah dan

mu‟amalah) sebagaimana lazim dalam kitab-kitab fikih. Di antaranya adalah UU

Perkawinan No. 1/ 1974. Dengan demikian, tidak benar anggapan sebagian orang

bahwa hukum yang diatur dalam Negara Indonesia adalah produk kafir dan

menjadi kekafiran jika mengikutinya. karena memang dari sananya dan fungsinya,

undang-undang dibuat bukan lagi menyangkut persoalan perbedaan teologis”5.

Kajian terhadap pandangan hukum jahiliyah dalam konteks Indonesia juga

mengisi ruang diskusi akademik. Dalam beberapa literatur bisa kita temukan

argumentasi kelompok yang setuju (bahwa hukum Indonesia adalah hukum

jahiliyah) dan kelompok yang kontra.

Perdebatan tentang dasar negara merupakan perdebatan klasik yang sudah

ada sejak negara ini akan lahir, pada saat lahir bahkan hingga kini. Salah satu

momen terbesar dalam perdebatan dasar negara adalah sidang konstituante pada

tahun 1955, kalangan pro Islam tampak gigih memperjuangkan agar Islam

menjadi dasar negara. Berikut beberapa gambaran argumentasi tokoh-tokoh

Islamsis dalam upaya mereka menjadikan Islam sebagai dasar negara;

5 https://islami.co/menaati-pemerintah-bukanlah-kekafiran. Diunduh pada 12 Maret 2019.

Page 23: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

5

Dalam persidangan Hamka berkata: Ajaran Islam yang bersumber kepada

Qur‟an dan Sunnah, cukup memberi peringatan dan didikan kepada umat Islam.

Karena Islam adalah hukum dan undang-undang yang lengkap yang meliputi

segenap segi hidup dan kehidupan manusia, duniawi dan ukhrawi, ubudiyah dan

muamalah. Baik mengenai kehidupan orang-seorang (individu) maupun mengenai

masyarakat dan negara (gemeenschaft).6

Menjawab pertanyaan, ajaran dan hukum apa yang wajib dijalankan oleh

kaum muslimin, dasar dan ideologi apa yang wajib diperjuangkan oleh kaum

muslimin, Allah SWT berfirman dalam lembaran Al-Quran Al-Syarif:

ن م أ زه

ر م واح ه ىاء ه

ع أ ب

د ج

ه ول

صى الل

ها أ م م ب ه ن ي ب م

ن ن اح

وأ

سيد ا ي م هم أ

ل اع

ىا ف

ىل

ن ج ئ

ف و ي

ل ه إ

صى الل

ها أ ض م ع ب ىك ع ى خ ف ي

ض ذ ع ب م ب ه يب ص ن ي

ه أ

ىالل ق اط

ف

اض ل الى را م ي ث

ن ل وإ م ه ىب

ه

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang

diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan

berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu

dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka

berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa

sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka

disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan

manusia adalah orang-orang yang fasik.(Al-Maidah ayat 49)

Wala tattabi‟ahwa-ahum!

6 Hamka, Debat Dasar Negara Islam Dan Pancasila, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001),

h. 194.

Page 24: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

6

Jangan kamu mengikuti nafsu orang banyak, karena orang banyak yang

hendak bertahkim bukan kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi kepada fikiran dan

perasaan manusia semata-mata.

Hukum keadilaan, haq dan hakikat, ukuran dan neraca penimbang, bukan

hanya ditentukan oleh otak dan fikiran manusia semata-mata, bukan hanya

ditentukan suara terbanyak mutlak semata-mata, tetapi harus bersumber dan tidak

bertentangan dengan ajaran dan hukum Qur‟an dan Sunah. Apa hukumnya orang

menggunakan undang-undang dasar dan ideologi tidak berdasarkan Kitabullah

dan Sunah Nabi?7

Dengan bahasa yang tegas Al-Qur‟an menjawab:

صىهم بما أ

م يحن

ل فسون وم

ن

ئو هم ال

ول

أه ف

الل

لمىنئو هم الظ

ول

أه ف

صى الل

هم بما أ

م يحن

ل وم

فظقىنئو هم ال

ول

أه ف

صى الل

هم بما أ

م يحن

ل وم

Dan barang siapa tidak berhukum dengan hukum yang di turunkan Allah

(Quran dan Hadits) maka mereka itulah orang-orang kafir.

Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan

Allah (Quran dan Hadits) maka itulah orang-orang zhalim.

7 Hamka, Debat Dasar Negara., h. 195.

Page 25: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

7

Dan barang siapa yan tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan

Allah (Quran dan Hadits), maka itulah orang-orang yang fasiq. (QS. AL-Maidah

ayat 44,45, dan 47).

Kafir, Zalim, dan Fasiq

Kafir; jikalau orang menganggap hukum Allah (Quran dan Sunnah) itu

tidak patut dan tidak baik dipakai buat menjadi undang-undang dan dasar negara.

Kafir, jikalau orang menganggap ada lagi hukum dan peraturan yang lebih baik

daripada hukum dan peraturan Allah dan Rasul-Nya. Kafir jikalau ada orang yang

menganggap, jika menggunakan hukum dan dasar Islam, maka akan pecahlah

Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Zhalim; meletakan sesuatu tidak pada tempatnya. Zhalim, jikalau orang

menggunakan hukum dan dasar selain dari hukum Allah karena kebodohan atau

tidak mengetahui sama sekali.

Fasiq; jika orang mengetahui hukum Allah dan Rasul, tetapi tidak mau

menggunakannya karena perhitungan fikiran dan keinginannya sendiri.

Ayat-ayat tajam tegas yang saya baca di atas, bukan ucapan saya, bukan pula ayat

Nahdlatul Ulama (N.U), bukan ayat Partai Syarikat Islam Indonesia (P.S.I.I),

bukan ayat Persatuaan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), bukan ayat Partai Politik

Thariqat Islam (P.P.T.I) dan bukan ayat Aksi Kemenangan Umat Islam (AKUI),

tetapi Ayat Al-Qur‟an, firman Allah SWT, Tuhan yang diimani oleh sebagian

besar anggota Konstituante ini8.

8 Hamka, Debat Dasar Negara., h. 196.

Page 26: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

8

Begitu tegasnya Allah memberikan peringatan dan cegahan kepada kaum

muslimin, supaya jangan menerima hukum selain dari hukum Allah dan Rasul-

Nya, Jangan mencari isme dan ideologi, selain dari ideologi dan ajaran Islam.

Jangan mengikut dan menurut hukum dan keyakinan, selan dari hukum dan

keyakinan Islam, Jangan membantu dan memperjuangkan ideologi yang bukan

keyakinan dan ideologi Islam.9

Mari kita dengarkan pertanyaan Al-Qur‟an dalam surat Al-Maidah ayat 50:

ه الل م حظ

أ ىن وم

ت يبغ جاهلي

م ال

حن

ف

ىم يىقىىنأ

ما لق

حن

Artinya: apakah mereka menghendaki hukum jahliyyah? Bukankah tidak

ada yang lebih baik dan adil selain dari hukum Allah, bagi kaum yang percaya?

Apakah hukum jahiliyah itu?

Hukum dan undang-undang yang menyimpang dan atau bertentangaan

dengan ajaran-ajaran Islam, menurut Al-Qur‟an di pandangan jahilyah.

Apakah pantas orang Islam memperjuangkan hukum jahiliyyah, menolak hukum

dan syariat Islamiyah?

Setiap orang Islam, laki dan perempuan yang mengaku beriman kepada

Allah dan Rasul-Nya, beriman kepada kitabNya wajib rela dan mau menjalankan

hukum Allah, dalam pribadinya, keluarganya, dan tetangganya, kampung halaman

dan qaryah-nya, wilayah dan daerahnya, negara dan bangsanya.10

Dalam kutipan-kutipan di atas nampak jelas besarnya visi kalangan tokoh

Islam dalam berjuang menjadikan Islam sebagai dasar negara, bahkan di antara

9 Hamka, Debat Dasar Negara., h. 196.

10Hamka, Debat Dasar Negara., h. 197.

Page 27: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

9

argumentasi mereka terdapat konfrontasi menyerang Pancasila dan menolak

berhukum dengan hukum jahiliyah.

Dewasa ini, pasca reformasi ketika kebebasan bersuara terbuka lebar,

suara yang menginginkan Islam sebagai dasar negara kembali mengemuka. Hal

ini nampak di antaranya ketika mereka berani secara terbuka menolak sistem

politik demokrasi. Demokrasi dikatakan tidak bersumber dari Islam bahkan

bertentangan dengan Islam.11

Hal ini dapat di buktikan dengan mengkaji terkait

konsep demokrasi yang merupakan ideologi yang berasal dari barat.

Adapun kalangan muslim yang melakukan justifikasi demokrasi sebagai

bagian dari Islam dianggap simplistis, gegabah dan cederung menyesatkan. 12

Pada sisi yang lain kita juga mendapati kalangan yang menganggap bahwa

Indonesia dengan seperangkat hukumnya sudah sesuai dengan norma-norma

Islam. Pandangan ini di antaranya sejalan dengan pemikiran Abdurrahman Wahid

seputar relasi antara negara dan Islam (syariah). “Saya ini orang NU (Nahdatul

Ulama). Jadi, saya mengikuti keputusan-keputusan di NU. Saya membiasakan diri

untuk tidak berfikir lain. NU pada 1935, sepuluh tahun sebelum proklamasi

kemerdekaan, mengadakan mukhtamar ke-9 di Banjarmasin. Waktu itu ada dua

buah pertanyaan. Pertama, wajibkah bagi seorang muslim mempertahankan

kawasan Hindia Belanda yang notabene, waktu itu, diperintah oleh non-muslim

(Belanda)? Jawabannya adalah wajib. Sebab di kawasan ini dulu pernah ada

kerajaan Islam. Karena adanya kerajaan Islam itu, maka otomatis setelah dipegang

11

Farid Wadjdi dan Shiddiq al-Jawi, Ilusi Negar Demokrasi, (Bogor: Al-Azhar Press,

2009), h. 295. 12

Wadjdi dan al-Jawi, Ilusi Negar Demokrasi, h. 298.

Page 28: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

10

orang lain pun, kaum muslimin di sini masih ingin menerapkan ajaran Islam.

Sebaliknya, kalau kawasan ini dipegang orang lain (non-Muslim), berbeda dari

yang memerintah sekarang, maka ada kemungkinan terdapat pelarangan untuk

melaksanakan syariah. Karena itu kawasan Hindia-Belanda tetap wajib di

pertahankan. Ini di ambil dari kitab Bughyat al- Murtasyidin.

Kedua, wajibkah adanya negara Islam untuk dapat melaksanakan syariah?

Jawabannya tidak wajib. Untuk melaksanakan syariat memang wajib. Tetapi

apakah dengan melaksanakannya harus dengan negara Islam atau bukan, itu

terserah. Perinsipnya adalah asal syariatnya bisa berjalan. Itu tugas ulama untuk

melaksanakannya, tetapi tanpa kekerasan. Berangkat dari pengertian tidak wajib

adanya negara Islam, maka otomatis mengandaikan sekularisme. Jadi, pandangan

NU dari awal sejak 1935 telah membolehkan sekularisme, Walaupun

sesungguhnya tidak sekular. Tidak sekular di sini dalam pengertian masih

menjalankan syariah. Ini berarti tidak sepenuhnya sekular.13

Pandangan yang mengarah pada sudah -Islam-nya dasar negara di

Indonesia juga seringkali keluar dari tokoh-tokoh intelektual muslim. Komaruddin

Hidayat, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta misalnya, menyebutkan

bahwa banyak kemiripan antara piagam madinah era Rasulullah dengan Pancasila

dasar negara RI. Komaruddin beralasan, pertama masyarakat dan bangsa

Indonesia bersifat majemuk dan memiliki sejarah konflik, pertikaian dan perang

antar suku. Juga konflik antar komunitas Agama. Pancasila merupakan trobosan

13

Budhi Munawar Rachman (ed), Membela Kebebasan Beragama, (jakarta: The Asia

Fudation, 2011), h. 130.

Page 29: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

11

fiosofis ideologi dan historis sebagai common denominator dan pemersatu bangsa

yang dilahiran melalui proses negosiasi dan partisipasi yang di ikuti oleh

komunitas suku dan agama yang ada di Indonesia. Kedua,isi dan semangat ke

lima sila itu mengajak masyarakat Nusantara tetap manjaga kearifan lokal yang

telah berjalan dan di anggap baik (al-ma‟ruf), namun dalam waktu yang sama di

ajak melakukan transendensi ketataran yang lebih tinggi, yaitu pemahaman,

keyakinan dan penghayatan akan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,

beragam Agama memperoleh tempat terhormat dan sama dihadapan undang-

undang Negara.14

Jauh dari pada itu terdapat juga pandangan yang menjadikan gerakan yang

ingin penegakan syariat sebagai tantangan yang harus di antisipasi. Sebagaimana

Haedar Nasir Ketua Umum Persyarikatan Muhammadiyah menyatakan,

“kehadiran gerakan Islam syariat dengan karakter dan orientasi yang bercorak

„Salafiyah Ideologis‟ tersebut merupakan tantangan bagi kelompok gerakan Islam

moderat (arus tengah) atau arus utama dan kelompo-kelompok masyarakat lain

dalam membangun keseimbangan-keseimbangan di tengah kecendrungan yang

serba ekstrm, baik dalam kehidupan keagamaan mapun kebangsaan”15

Pergolakan pemikiran ini pun, terus berkembang terutama pasca suksesi

kepemimpinan Jakarta 2017. Isu syariah dan isu kepemimpinan Islam menjadi isu

yang senantiasa mengisi opini publik. Dalam kerangka inilah penulis ingin

menghadirkan kajian tentang tafsir “hukum jahiliyah” sesuai dengan analisa-

14

Komarudin Hidayat (ed), Kontroversi Khilafah, Islam, Negara, dan Pancasila,

(Bandung: Mizan Media Utama, 2014), h. 138. 15

Dr. Haedar Nasir, Islam Syariat, (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), h. 19.

Page 30: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

12

analisa kajian tafsir yang penulis geluti. Namun, memperkaya prespektif dalam

kajian ini, penulis memilih kajian perbandingan dengan menghadirkan dua (kitab)

tafsir yang berbeda. pertama tafsir Fii Zhilaalil Qur‟an karya Sayyid Qutb, ia

oleh sebagian kalangan dianggap sebagai tokoh fundamentalis yang banyak

menginspirasi gerakan aktifisme Islam (yg berbicara tentang Sayyid Qutb

fundamentalis). Kedua, penulis mengetengahkan tafsir al-misbah karya Quraish

Shihab dia merupakan tokoh intelektual pakar tafsir Indonesia yang pernah

terlibat langsung dalam pemerintahan Indonesia sebagai menteri agama di masa

pemerintahan Suharto.

B. Identifikasi Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa

masalah yang perlu di identifikasi dalam penelitian ini.

a. Banyaknya perdebatan dikalangan cendikiawan muslim terhadap isu

hukum jahiliyah yang mengatas namakan negara demokrasi.

b. Banyaknya ayat-ayat Al-Qur‟an yang melarang mengambil hukum selain

dari pada Al-Qur‟an dan Al-Sunnah

2. Batasan Masalah

Agar dalam penelitian ini tersusun dengan baik dan rapi, maka perlu

dijelaskan pula batasan-batasan masalah yaitu, bahwa penulis akan membahas

ayat yang berbicara tentang hukum jahiliyah dan yang bersangutan tentangnya.

Page 31: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

13

dengan menggunakan dua pandangan Mufassir yaitu Tafsir Fii Zilalil Quran

Karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan-batasan masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka

penulis dapat menyilmpulkan rumusan-rumusan masalah sebagaimana berikut :

a. Bagaimana penafsiran Sayyid Qutb dan Quraish Shihab mengenai hukum

jahiliyah dalam Al-Qur‟an Surat Al-Maidah ayat 50?

C. Tujuan dan manfaat penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis rumuskan di atas, ada

beberapa alasan dan tujuan yang mendasari penulis memilih judul sekripsi ini :

1. untuk memberikan wawasan kepada para pembaca tentang penjelasan

tafsir QS Al-maidah ayat 50

2. untuk mengetahui sejauh mana penafsiran mereka tentang konsep hukum

jahiliyah.

3. Melatih berfikir ilmiah dan menganalisa masalah-masalah yang berlaku di

zaman Nabi, sahabat, tabi‟in sampai zaman ini, melalui penelitian

langsung kepada literatur yang ada.

4. Untuk memberi penerangan terhadap masyarakat tentang konsep jahiliyah.

5. Sebagai sumbangan ilmiah untuk menambahkan bahan bacaan dalam

kepustakaan Islam.

Page 32: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

14

6. Memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar sarjana strata

(S1) pada jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir fakultas ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah jakarta.

D. Tinjauan kepustakan

Sebelum melakukan penelitian ini peneliti telah melakukan tinjauan

pustaka. Tinjauan ini dimaksudkan agar tidak terjadi plagiasi dan mengulang

penelitian yang terdahulu. Sejauh ini peneliti merujuk pada skripsi-skripsi yang

terkait dengan penafsiran konsep hukum jahiliyah. Peneliti membatasi diri pada

skripsi-skripsi yang terdapat di perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kajian pustaka ini penulis belum

menemukan sekripsi yang membahas tentang H ukm al-J hiliyyah, namun penulis

menemukan karya yang memahas Jahiliyah dalam bentuk buku diataranya adalah:

Salah satu buku yang membahas tentang Jahiliyah adalah Jahiliyah abad dua

puluh yang ditulis oleh Muammad Quthb, buku ini membahas tentang Jahiliyah

moderen abad dua puluh, yang dimana penulis buku berupaya mebeberkan

kejahatan para pengabdi Thaghut yang tak segan-segan merusak mental dan moral

umat manusia.

Karya lain yang membahas tentang tema Jahiliyah adalah hasil penelitian

yang dilakukan oleh prof. Dr. Abd A‟la, M.Ag. yang berjudul Jahiliyah

Kontemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan buku terseut menjelaskan tentang

Jahiliyah kontemporer dan pundmentalis serta terorisme dan aksi radikalisme

yang mengatasnamakan Agama.

Page 33: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

15

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini meliputi berbagai hal

sebagai berikut

1. Metode Pendekatan

Melalui metode ini, penulis menggunakan metode pendekatan penafsiran

Al-Qur‟an dari segi tafsir Muqaran. Yakni, menghimpun ayat-ayat Alquran yang

memiliki tujuan yang sama, menyusunnya secara kronologis selama

memungkinkan dengan memperhatikan sebab turunnya, mengkomparasikan

antara dua Tafsir dan menjelaskannya, mengaitkannya dengan surah tempat ia

berada, menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut ke dalam kerangka

pembahasan sehingga tampak dari segala aspek, dan menilainya dengan kriteria

pengetahuan yang sahih.16

Untuk lebih jelasnya, penulis menghimpun tafsir

Alquran yang berkenaan dengan Hukum Jahiliyah, kemudian menyusunnya ber-

dasarkan kronologis serta sebab turunnya ayat tersebut, sehingga diketahui

pengklasifikasiannya. Apakah ia tergolong ayat Makkiyah atau Madaniyyah.

2. Metode Pengumpulan data

Mengenai pengumpulan data, penulis menggunakan metode atau teknik

library research, yaitu mengumpulkan data-data melalui bacaan dan literatur-

literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan penulis. Dan sebagai sumber

16

Abd. Al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyat Fi al-Tafsîr al-Mawdû‟I diterjemahkan oleh

Suryan A.Jamrah dengan judul Metode Tafs r Mawdhu‟iy (Cet.I:Jakarta: LSIK dan Raja Rafindo

Persada, 1994), hlm. 52.

Page 34: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

16

pokoknya adalah kitab tafsir dan kaidah tafsir, serta sebagai penunjangnya yaitu

buku-buku ke Islaman yang secara khusus mengenai masalah yang dibahas.

3. Metode Pengolahan Data

Dalam pengolahan data penulis akan melakukan pendekatan kualitatif.

Untuk menemukan pengertian yang diinginkan, penulis mengolah data yang ada,

selanjutnya disajikan secara komprehensif sebagai bangunan konsep.

4. Metode Analisis

Pada analisis, penulis akan mencoba menggunakan tiga macam metode, yaitu :

1. Induktif, yaitu metode analisis yang berangkat dari fakta-fakta yang

khusus lalu ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.

2. Deduktif, yaitu metode yang digunakan untuk menyajikan bahan atau teori

yang sifatnya umum untuk kemudian diuraikan dan diterapkan secara

khusus dan terperinci.

3. Komparatif, yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan mengadakan

perbandingan antara satu konsep dengan lainnya, kemudian menarik suatu

kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri atas lima bab. Bab pertama tentang pendahuluan. Bagian

ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Page 35: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

17

Bab kedua seputar kajian teori. Bagian ini tersusun dari konsep penafsiran dan

konsep seputar kajian seputar tema yang dibahas. Bab ketiga tentang tafsir ayat

yang menjadi objek pembahasan.

Berikutnya, dibab keempat akan dibahas analisis dengan melakukan

perbandingan tafsir ayat berikut analisa berdasarkan teori penafsiran. Terakhir

pada bab kelima akan dituangkan kesimpulan hasil analisa berupa konsep-konsep

penting seputar objek penelitian. Kemudian dalam bab ini akan disampaikan

rekomendasi kepada pihak yang berkaitan dengan hasil penelitian.

Page 36: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

18

BAB II

KAJIAN TENTANG HUKUM DAN A - A

A. Penjelasan tentang Hukum

1. Pengertian Hukum

Salah satu upaya menjaga ketertiban, keadilan, kemakmuran, dan menjaga

stabilitas negara adalah dengan diberlakukannya hukum, bahkan majunya suatu

negara pun karena adanya hukum yang adil, dan hancurnya negara dapat dipicu

akibat tidak adanya keadilan hukum. Oleh karena itu hukum merupakan kontrol

bagi semua element masyarakat, mulai dari penguasa sampai rakyat jelata. Karena

hukum bukan hanya sebagai balasan atas tindak kejahatan yang harus diberikan

kepada para pelaku kejahatan, akan tetapi hukum sebagai sistem yang mengatur

dan memberikan pengawasan pada setiap orang yang berada di dalam sistem

tertentu.

Istilah „hukum‟ di Indonesia berasal dari bahasa Arab qonun atau ahkam

atau hukm yang mempunyai arti „hukum‟. Secara etimologis, istilah „hukum‟

(Indonesia), disebut law (Inggris), dan recht (Belanda dan Jerman), atau droit

(Prancis). Istilah recht berasal dari bahasa Latin rectum berarti tuntunan atau

bimbingan, perintah atau pemerintahan. Rectum dalam bahasa Romawi adalah rex

Page 37: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

19

yang berarti raja atau perintah raja. Istilah-istilah tersebut (recht, rectum, rex)

dalam bahasa Inggris menjadi right (hak atau adil) juga berarti „hukum‟.1

Secara bahasa hukum bermakna al-ilmu, al-fiqh, dan memutuskan dengan

adil, kata hukum adalah bentuk masdar dari kata hakama-yahkumu.Orang Arab

berkata; hakamtu, ahkamtu, hakkamtu yang berarti mana‟tu dan radadtu (saya

mencegah) oleh karena itu dikatakan bahwa hakim adalah orang yang mencegah

orang zalim dari perbuatan zalimnya. Al-Ashmai berkata al-hukumah bermakna

mencegah seseorang dari perbuatan zalim.2

2. Fungsi Hukum

Hukum sebagai alat kontrol masyarakat dan penguasa, maka itu Hukum

memiliki fungsi-fungsi yang merupakan bagian dari esensi Hukum itu sendiri.

Secara garis besar fungsi hukum dapat diklasifikasikan dalam tiga tahap yaitu:

a. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hal ini

dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi pedoman dan

petunjuk tentang bagaimana berperilaku di dalam masyarakat.

Menunjukkan mana yang baik dan mana yang tercela melalui norma-

normanya yang mengatur pemerintah-pemerintah ataupun larangan-

larangan, sedemikian rupa, sehingga warga masyarakat diberi petunjuk

untuk bertingkah laku. Masing-masing anggota masyarakat telah jelas apa

1 Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafka, 2013), h. 7.

2 Ibn Manzhur, Lisan Al-Arab, (Maktabah Syamila: Juz 12), h. 141

Page 38: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

20

yang harus diperbuat atau tidak berbuat, sedemikian rupa sehingga

sesuatunya bisa tertib dan teratur.3

b. Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir

batin. Hukum dengan sifat dan wataknya yang antara lain memiliki daya

mengikat baik fisik maupun psikologis. Bisa penjatuhan hukuman nyata

dan takut berbuat yang merupakan kekangan. Daya mengikat dan bila

perlu memaksa ini adalah watak hukum yang bisa menangani kasus-kasus

nyata dan memberi keadilan, menghukum yang bersalah, memutuskan

agar yang hutang harus membayar dan sebagainya, sedemikian rupa,

sehingga relatif dapat mewujudkan keadilan.4

c. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan. Salah satu daya

mengikat dan memaksa dari hukum, juga dapat dimanfaatkan atau didaya

gunakan untuk menggerakan pembangunan. Hukum sebagai sarana

pembangunan merupakan alat bagi otoritas untuk membawa masyarakat ke

arah yang lebih maju. Dalam hal ini sering ada kritik atas fungsi hukum

sebagai alat penggerak pembangunan, yang dianggapnya melaksanakan

pengawasan perilaku dan mendesaknya, semata mata hanya kepada

masyarakat belaka sedangkan aparatur otoritas dengan dalih

menggerakkan pembangunan, lepas dari kontrol hukum. Sebagai imbalan

dari padanya bisa dilihat pada fungsi berikutnya.5

3 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

1994), h. 153 4 Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu..., h. 154

5 Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu..., h. 155

Page 39: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

21

Demikianlah hukum memiliki fungsi-fungsi yang sedemikian rupa sehingga di

dalam suatu kehidupan bermasyarakat, diharapkan terwujudnya ketertiban,

keteraturan, keadilan, dan perkembangan sedemikian rupa, sehingga dapat dijum-

pai masyarakat yang senantiasa berkembang. Agar hukum dapat melaksanakan

fungsinya dengan baik dan seyogya, maka bagi pelaksana penegak hukum

dituntut kemampuan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum, dengan seni

yang dimiliki masing-masing, antara lain dengan menafsirkan hukum sesuai

keadaan dan posisi pihak-pihak sedemikian rupa. Bila perlu dengan menerapkan

penafsiran analogis (menentukan kebijaksanaan untuk hal yang sama, atau hampir

sama), serta penghalusan hukum, bagi tercapainya kebijaksanaan yang konkrit. Di

samping itu perlu diperhatikan faktor pelaksana penegak hukum, yang dibutuhkan

kecekatan dan ketangkasan serta keterampilannya. Ingat yang penting adalah the

singer but not the song. Si penyanyi adalah semua insan di mana hukum berlaku

baik warga masyarakat ataupun para pejabat, termasuk para penegak hukum.6

3. Sumber Hukum

Ada beberapa sumber Hukum yang menjadi landasan konsep terbentuknya

hukum yang menjadi konsensus bersama, ada yang dibuat berdasaran akal pikiran

manusia dan ada yang berlandaskan wahyu, namun keduanya dapat dinyatakan

hukum apabila memiliki sumber-sumber yang telah di sepakati dalam ilmu

hukum, baik dalam prspektif ilmu hukum atau dalam hukum Islam.

6 Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu..., h. 155

Page 40: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

22

Sumber hukum ialah “asal mulanya hukum” segala sesuatu yang dapat

menimbulkan aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Hal

yang dimaksud “segala sesuatu” tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

terhadap timbulnya hukum, dari mana hukum ditemukan atau dari mana

berasalnya isi norma hukum.7

Sumber-sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang

digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.8 Istilah sumber

hukum mengandung banyak pengertian.9 Istilah itu dapat dilihat dari segi historis,

sosiologis, filosofis, dan ilmu hukum. Masing-masing disiplin mengartikannya

dari perspektifnya terhadap hukum. Sejarawan, sosiolog, filsuf, dan yuris melihat

hukum dari masing-masing sudut pandangnya. Bagi sejarawan dan sosiolog,

hukum tidak lebih dari sekadar gejala sosial sehingga harus didekati secara

ilmiah.10

Filsuf dan yuris, sebaliknya, memandang hukum sebagai keseluruhan

aturan tingkah laku dan sistem nilai.

Beda halnya dengan Islam, Islam memiliki sumber Hukum yang khas yang

tidak berasal dari sumber-sumber hukum yang telah dipaparkan di atas. Sumber-

sumber hukum Islam ialah:

a. Al-Qur‟an

b. Hadits Rasulullah saw

7 Sugiarto, Pengantar Hukum...,h. 39

8 CE. tohn Chipman Gray yang membedakan antara hukum dan sumber-sumber hukum

yang olehnya diartikan sebagai bahan-bahan hukum dan nonhukum tertentu yang digunakan oleh

hakim karena tidak tersedianya aturan sehingga putusun itu menjadi hukum. Edlgar Bodenheimer,

Op. cit. h. 270 dalam buku Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, h. 255 9 G.W Paton, Op. cif, h. 188 dalam buku, Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, h. 255

10 P. van Dijk, et al, Op. cit., h. 65, dalam buku, Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, h. 255

Page 41: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

23

c. Ijma‟

d. Qiyas

e. Ijtihad

Sumber hukum Islam yang pertama ialah Al-Qur‟an. Al-Qur‟an adalah

kumpulan wahyu Allah swt. yang disampikan kepada umat dengan perantara Nabi

Muhammad saw. Al-Qur‟an sebagai sumber hukum isinya merupakan susunan

hukum yang sudah lengkap, untuk penjelasan dari Al-Qur‟an ini maka selalu

didapati dalam Sunah Nabi, bagaimana memakai atau melaksanakan hukum yang

tercantum dalam Al-Qur‟an.11

Jika suatu nash hukum tidak didapati di dalam Al-

Qur'an atau Sunnah barulah dipergunakan ijma', yaitu pendapat ulama-ulama atau

ijtihad, pendapat seorang ulama atau dengan qiyas, membanding sesuatu dengan

yang sudah pasti hukumnya.12

Meletakkan basis moral Al-Qur'an telah dilakukan

dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan (tentunya ilmu pengetahuan hukum)

sejak berabad silam oleh intelektual Muslim. Al-Qur'an mengajak manusia untuk

mengembangkan konsep rasionalitas. Pengembangan ilmu pengetahuan melalui

wahyu yang terdapat dalam Al-Qur'an telah dilakukan sejak berabad silam.13

11

Idris Ramulyo, Asas-asas Hukum Islam, (jakarta: SINAR GRAFIKA, 1995), h. 61 12

Ibrahim lubis, Agama Islam Suatu Pengantar (jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), h. 118,

dalam buku Ramulyo, Asas-asas Hukum Islam, h. 61 13

Fokky Faud Wasitaatmadja, Filsafat Hukum, (jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2015),

h. 13

Page 42: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

24

B. Penjelasan tentang Jahiliyah

1. Pengertian Kata Jahiliyah

Kata Jahiliyah pada dasarnya memiliki makna yang negatif ditelinga

banyak orang, karna jahiliyah merupakan perilaku yang buruk dan bertentangan

dengan kebenaran yang mengambarkan sebuah kehidupan yang jauh dari petunjuk

pada umumnya. Secara istilah kata Jahiliyah adalah kondisi di mana bangsa Arab

pra-Islam yang tidak mengenal Allah Swt, tidak mengenal Rasulullah Saw dan

juga tidak mengenal syariat-syariatnya, membanggakan nasab, angkuh, sewenang-

wenang dan lain sebagainya.14

dalam istilah yang lebih konkrit, Jahiliyah adalah

penyelewengan manusia dari kewajiban berbakti dan bersembah sujud kepada

Allah yang Maha Benar, yaitu kebaktian dan sembah sujud yang mencerminkan

kepatuhan manusia kepada hukum Allah dalam semua urusan hidupnya.

Penyelewengan manusia terhadap tuhannya pasti akan mengakibatkan terjadinya

kekacauan dan perpecahan, kekacauan tata kehidupan, kekacauan fikiran dan

kekacauan hubungan manusia dengan tuhannya, dengan alam, dengan kehidupan

sekitarnya dan dengan sesama manusia.15

Mereka mengenal Allah, tetapi mereka

tidak membuktikan pengenalannya itu dengan konsekuensi yang wajar, logis dan

yang tidak boleh tidak harus diwujudkan dalam perbuatan nyata. Mereka

mengenal Allah, tapi bersaman dengan itu mereka memuja dan menyembah

“tuhan-tuhan” yang lain. Jadi kepercayaan mereka itu sama sekali tidak lurus dan

14

Ibn Manzur, lisan Aarab, (Maktabah syamilah: juz 11), h. 130 15

Muhammad Quthb, Jahiliyah Abad Dua Puluh, (Bandung: Mizan, 1985), h. 57

Page 43: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

25

tidak sehat. Mereka mengenal Allah, tetapi mereka tidak melaksanakan syari‟at-

Nya dan tidak mematuhi ketentuan-Nya dalam segala urusan mereka.16

2. Bentuk Jahiliyah bangsa Arab sebelum datangnya Islam

Kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Risalah yang dibawa oleh

Nabi Muhammad saw bagaikan jalan di malam hari tanpa cahaya yang

meneranginya, pola hidup yang jauh dari fitrah manusia, yang sesungguhnya

sangat jauh dari mereka, pada saat itu kehidupan mereka begitu rusak, tidak

mengenal baik dan buruk, antara yang haq dan yang batil, halal dan haram, itu

semua tidak pernah mereka fikirkan dalam kehidupannya. Sehingga jalan

kehidupannya bagaikan berjalan di gelapnya malam yang tidak ada petunjuk arah

dan rambu-rambu dalam kehidupannya. Bentuk kejahiliyahan mereka bukan

hanya pada tarap ketuhanan, namun juga pada aspek-aspek sosial, akhlak,

ekonomi, dan sebagainya. Banyak sekali perbuatan-perbuatan mereka yang tidak

mencerminkan layaknya manusia, melakukan kesirikan menyembah patung,

mengagungkan keturunan, hobi berperang, bahkan mengubur bayi perempuan

yang dianggapnya sebagai aib, kehidupan seperti itu lah yang dikatakan Jahiliyah

karna tidak adanya aturan yang suci yang dapat mengatur mereka.

Pertama kondisi sosial: Di kalangan bangsa Arab terdapat beberapa kelas

masyarakat, yang kondisinya berbeda satu sama lain. Hubungan seseorang dengan

keluarga di kalangan bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan,

16

Quthb, Jahiliyah Abad..., h. 59

Page 44: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

26

dihormati, dan dijaga, sekalipun harus dengan pedang yang terhunus dan darah

yang tertumpah. Jika seseorang ingin dipuji dan terpandang di mata bangsa Arab

karena kemuliaan dan keberaniannya maka dia harus banyak dibicarakan kaum

wanita, Jika sescorang wanita menghendaki, maka dia bisa mengumpulkan

beberapa kabilah untuk suatu perdamaian, dan jika mau dia bisa menyalakan api

peperangan dan pertempuran di antara mereka. Sekalipun begitu, seorang laki-laki

tetap dianggap sebagai pemimpin di tengah keluarga, yang tidak boleh dibantah

dan setiap perkataannya harus dituruti. Hubungan laki-laki dan wanita harus

melalui persetujuan wali wanita. Seseorang wanita tidak bisa menentukan

pilihannya sendiri.17

Di kalangan bangsa Arab masa itu, wanita hanyalah sebagai

barang dagangan yang dapat diperjualbelikan, tidak memiliki hak pribadi maupun

hak sosial termasuk hak untuk mewarisi.18

Kedua; Kondisi ekonomi: Kondisi ekonomi mengikuti kondisi sosial,

yang bisa dilihat dari jalan kehidupan bangsa Arab. Perdagangan merupakan

sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jalur-jalur

perdagangan tidak bisa dikuasai begitu saja kecuali jika sanggup memegang

kendali keamanan dan perdamaian. Sementara itu kondisi yang seperti ini tidak

terwujud di Jazirah Arab kecuali pada bulan-bulan suci. Pada saat itulah dibuka

pasar-pasar Arab yang sangat terkenal, seperti Ukazh, Dzil-Majaz, Majinnah, dan

lain-lainnya Tentang perindustrian atau kerajinan, mereka adalah bangsa yang

paling mengenalnya. Kebanyakan hasil kerajinan yang ada di Arab seperti jahit-

17

Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (jakarta: PUSTAKA

KAUTSAR, 2008), h. 31 18

Ja‟far Subhani, Ar-Risalah, (jakarta: LENTERA BASRITAMA, 1996), h. 23

Page 45: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

27

menjahit, menyamak kulit dan lain-lainnya berasal dari rakyat Yaman, Hirah, dan

pinggiran Syam. Sekalipun begitu di tengah jazirah ada pertanian dan

penggembalaan hewan ternak. Sedangkan wanita-wanita cukup menangangani

pemintalan. Tetapi kekayaan-kekayaan yang dimiliki bisa mengundang pecahnya

peperangan. Kemiskinan, kelaparan, dan orang-orang yang telanjang merupakan

pemandangan yang biasa di tengah masyarakat.19

Ketiga; kesyirikan: Golongan orang-orang Arab tersebut belakangan itu

(yakni yang menyekutukan Allah dengan tuhan tuhan lain) bertambah kuat

kepercayaannya, makin terbenam dalam kejahiliyahan, mengejawantahkan selera

keberhalaan dalam bentuk benda-benda yang dapat diraba dengan panca-indera

sesuai dengan akal fikiran mereka, sehingga keyakinan seperti itu menjadi rata

dan menguasai kehidupan mereka. Sedangkan orang -orang yang masih berfikir

dapat membedakan antara tuhan-tuhan dan perantara-perantara dianggap ganjil di

kalangan bangsa itu dan hanya terdiri dari orang-orang lapisan terdidik.20

Bangsa Arab sedemikian jauhnya tenggelam dalam penyembahan berhala

dalam bentuknya yang paling buruk Masing-masing kabilah ditiap daerah atau

kota mempunyai berhala sendiri-sendiri, bahkan tiap rumah atau keluarga

mempunyai berhala khusus. Mengenai hal itu Al-Kalbiy mengatakan: Ketika itu

masing-masing keluarga mempunyai berhala di dalam rumahnya untuk disembah-

sembah. Apabila salah seorang dari keluarga itu hendak bepergian, perbuatan

terakhir yang dilakukan di rumahnya ialah mengusap-usap berhalanya. Begitu

19

Mubarakfury, Sirah..., h. 34 20

Abul Hasan Ali Al-Hasany An-Nadawy, Kerugian Apa Yang Diderita Dunia Akibat

Kemerosotan Kaum Muslimin, (Bandung: Percetakan Offset, 1983), h. 72

Page 46: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

28

juga pada saat mereka baru datang dari bepergian, yang dilakukan pertama-tama

di rumahnya ialah mengusap-usap berhala. Orang-orang ketika itu sangat kegila-

gilaan dalam penyembahan berhala, sehingga di antara mereka ada yang membuat

rumah- rumahan dan ada pula yang membuat patung-patung sembahan, untuk

dijadikan berhala-berhala. Orang yang tidak mampu membuat patung-patung atau

rumah-rumahan, cukup dengan memancangkan sebuah batu besar di depan Ka'bah

atau di depan tempat lain yang dipandangnya baik, kemudian ia berjalan

mengelilinginya (thawaf) seperti orang berthawaf di sekitar Ka'bah Upacara

kebaktian seperti itu oleh mereka disebut dengan nama “Al-Anshab”.21

Sama halnya dengan setiap bangsa yang menyekutukan Allah di zaman

apa pun dan tempat mana pun juga, orang-orang yang menerima berbagai macam

tuhan. Ada yang mempertuhankan Malaikat, mempertuhankan Jin,

mempertuhankan binatang-binatang dan lain sebagainya. Mereka mempunyai

kepercayaan, bahwa para Malaikat adalah anak-anak perempuan Tuhan,

karenanya, mereka menyembah Malaikat agar dapat memberikan syafa'at

(pertolongan) di hadirat Allah, atau untuk dijadikan perantara dalam mendekatkan

diri kepada-Nya. Mereka juga mempersekutu- kan jin dengan Allah, mempercayai

kekuasaan dan pengaruhnya., lantas mereka sembah-sembah.22

Keempat; Akhlak dan Moral: memang kita tidak memungkiri bahwa

ditengah kehidupan orang-orang Jahiliyah banyak terdapat hal-hal yang hina,

amoraitas, dan masalah-masalah yang tidak bisa diterima oleh akal sehat dan tidak

21

Kitabul Ashnam, h. 33, dalam buku An-Nadawy, Kerugian Apa Yang Diderita.., h. 73 22

An-Nadawy, Kerugian Apa Yang Diderita.., h. 74

Page 47: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

29

disukai manusia.23

Di bidang akhlak, mereka sudah kejangkitan penyakit sangat

parah dan sebab-sebab pendorongnya pun merata di mana-mana. Minuman keras

sangat digemari hampir oleh semua orang dan mendarah-daging di kalangan

orang-orang Arab. Para penyair di kalangan mereka banyak sekali yang berbicara

tentang kelaziman orang-orang Arab berkumpul-kumpul untuk berpesta-pora

dengan minuman keras. Kebiasaan membangga-banggakan minuman keras

terdapat di dalam syair-syair dan sejarah kesusasteraan mereka. Di dalam bahasa

mereka, minuman keras mempunyai bermacam-macam nama dan jenis. Tidak

sedikit pula seruan-seruan yang dikumandangkan secara teliti dan terperinci untuk

mengajak orang supaya mengagumi minuman keras.24

3. Wujud perbuatan Jahiliyah

Turunnya Al-Qur‟an bukan hanya sebagai pedoman untuk melaksanakan

ubudiyah kepada Allah, namun yang paling utama ialah sebagai petunjuk Aqidah

yang benar dan diridhai oleh Allah dengan agama yang paling benar yakni Islam,

dengan adanya Al-Qur‟an sebagai petunjuk umat manusia yang yakin atasnya. Al-

Qur‟an hadir untuk mengembalikan fitrah manusia yang sesungguhnya, mencegah

manusia dari perbuatan yang keji, dan menyeru pada yang ma‟ruf. Membedakan

manusia yang sebelum datangnya Al-Quran.

23

Mubarakfury, Sirah..., h. 37 24

Kitab Al-Mukhashuhash, Jilid XI, h. 82-101 dalam buku An-Nadawy, Kerugian Apa

Yang Diderita.., h. 76

Page 48: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

30

Penulis menemukan sebanyak empat kali kata Jahiliyah dalam

konteksnya yang berbeda. Masing-masing menjelaskan tentang keyakinan,

sistem, perilaku dan watak yang semua hal tersebut merupakan perkara yang

dikecam dalam Islam. Untuk lebih jelas, penulis uraikan ayat-ayat tersebut

beserta penjelasannya.

1. Kepercayaan

Allah berfirman,

د ق

ت

ائف

م وط

مىن

ت

ائف

ى ط

ص

عاطا يغ

و

مىت

م أ

غ

بعد ال م م

ين

صى عل

هم أ

ث

مس لا ىا م

ىن هل ل

ت يقىل جاهلي

ال

حق ظير ال

ه غ

ىن بالل ى

فظهم يظ

هتهم أ هم

أ

يء ق

ش ان م

ى م

ىن ل

و يقىل

يبدون ل

فظهم ما ل

هفىن في أ

ه يخ

ه لل

لمس م

ل إن لا

يهم خب عل

ل ري

برش ال

م ل

ىخم في بيىجن

ى ل

ل ل

ىا هاهىا ق

خل

يء ما ق

مس ش

لا ىا م

ل

ى مضاجعخل إل

ق

ه ال

م والل

ىبن

لص ما في ق م وليمح

ه ما في صدوزل

هم وليبخلي الل

دوز اث الص عليم بر

“Kemudian setelah kamu berduka-cita Allah menurunkan kepada kamu

keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan daripada kamu, sedang

segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka

yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata:

“Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”

Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka

menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan

kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak

Page 49: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

31

campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan)

di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-

orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat

mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada

dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah

Maha Mengetahui isi hati (QS. Ali „Imran : 154)

Terkait ayat ini imam Al-Qurthubi mengatakan ayat ini menerangkan

bahwa Allah SWT mengaruniakan kepada orang-orang yang beriman setelah

mereka merasakan kiesedihan pada perang Uhud yaitu rasa ngantuk sehingga

sejumlah besar dari mereka tertidur. Sesungguhnya orang yang merasa ngantuk

itulah orang yang merasa aman, sedangkan orang yang tidak bisa tidur itulah

orang yang merasakan takut.25

Orang yang senantiasa percaya dan beriman

kepada Allah maka akan selalu mendapatkan rasa aman dan tentram dalam

keadaan apa pun, kecuali orang-orang yang merasakan kecemasan dalam hatinya,

mereka memiliki prasangka yang buruk kepada Allah seperti sangkaan orang-

orang jahiliyah.

2. Sistem Hukum

Allah berfirman,

بعض ن يفخىىك عزهم أ

هىاءهم واحر

بع أ

د ج

ه ول

صى الل

هم بينهم بما أ

ن احن

وأ

ىبهم هن يصيبهم ببعض ذ

ه أ

ما يسيد الل ه

م أ

اعل

ىا ف

ىل

ئن ج

يو ف

ه إل

صى الل

هما أ

25

Syaikh Imam Al Qurthubi, Al Jami‟ li Ahkaam Al Qur‟an, penerjemah, Dudi Rosyadi,

Nashirul Haq, Fathurrahman, (Jakarta: Pustaka Azam, 2008), h. 602.

Page 50: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

32

ثياطقىنوإن ل

ف

اض ل الى (94)را م م حظ

أ ىن وم

ت يبغ جاهلي

م ال

حن

ف

أ

ىم يىقىىن)ما لق

ه حن

(05الل

”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut

apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.

Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan

kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka

berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa

sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka

disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan

manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka

kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi

orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 49-50)

Ayat ini berbicara tentang aturan dan sistem hukum, aturan atau sistem

yang ada dalam Al-Qur‟an sebuah perkara yang Haq, dan tidak ada kebatilan

sedikitpun, namun ayat ini memberikan kecaman keras terhadap orang-orang

yang tidak berhukum dengan kitabullah dengan sebutan jahiliyah, jahiliyah

sebagaimana yang dikatakan oleh Sayid Qutb ialah hukum yang di buat oleh

manusia yang tidak berlandaskan Al-Qur‟an dan untuk mengatur kehidupan

manusia.26

3. Perilaku

26

Sayyid Quthb, Fi- hilalil Qur‟an, jilid II, (Beirut: Dar As-Syuruuq), h. 904.

Page 51: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

33

Allah berfirman,

اة

م وآجين الص

ة

ل الص قم

ى وأ

ول

ت لا جاهلي

برج ال

ج ج بر

ج

ول

سن في بيىجنوق

بيذ هل ال

جع أ م الس

هب عىن

ه لير

ما يسيد الل ه إه

ه وزطىل

الل طع

م وأ

سل ه

ويط

هيراط

(33)ج

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias

dan bertingkah laku (tabarruj) seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan

dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai

ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab : 33)

Ayat ini berisi tentang larangan terhadap kaum wanita untuk tidak

bertingkah laku tabarruj layaknya seperti orang-orang jahiliyah, Ibnu Abu

Syaibah menuturkan dari Ibnu Mas‟ud ia berkata, kaum wanita seluruhnya

hendaknya tinggal di dalam rumah, karena mereka merupakan aurat. Karena

setiap keluarnya wanita dari rumahnya, maka syetan selalu mengawasinya dan

berkata “Kamu tidak akan melewati seseorang kecuali mereka akan kagum

kepadamu”.27

27

Ibnu Mas‟ud, Tafsir Ibnu Mas‟ud Jam‟wa Tahqiq wa dirasah, Penerjemah, Ali Murtadho

Syahudi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 809.

Page 52: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

34

4. Watak

Allah berfirman,

ت حمي

ت حمي

ىبهم ال

لسوا في ق

ف

ل ري

جعل ال

ى إذ

خه عل

ه طنيي

صى الل

هأت ف جاهلي

ال

له به

ان الل

ها وم

هل

حق بها وأ

ىا أ

اه

قىي وم الخ

لمت

صمهم م

لمىين وأ

ؤ ى ال

زطىله وعل

يء عليما

(62)ش

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka

kesombongan (yaitu) kesombongan (hamiyyah) jahiliyah lalu Allah menurunkan

ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah

mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan

kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui

segala sesuatu” (QS. Al-Fath : 26)

Ayat ini menggambarkan watak buruk orang-orang kafir kepada Allah

berupa kesombongan hamiyyah, yaitu kesombongan jahiliyah, sifat sombong

tergolong kedalam prilaku jahiliyah. dalam ayat ini dijelaskan orang-orang kafir

menggertak dan marah-marah setiapkali pembukaan menggunakan lafaz

basmalah, mereka dengan telitinya menolak penggunaan lafaz basmalah.28

28

Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali, Penerjemah, Ali Audah, (Bogor: Pustaka Litera

Antar Nusa, 2009), h. 1341.

Page 53: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

35

C. Pengertian Hukum Jahiliyah

Hukum Jahiliyah secara umum adalah segala bentuk Hukum yang tidak

berlandaskan dengan Aturan yang ada dalam Al-Qur‟an, Artinya adalah setiap

aturan dan bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

Al-Qur‟an. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir

as-Sa‟di dalam tafsirnya, Menurutnya hukum Jahiliyah adalah semua hukum yang

bertentangan dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Karena

pilihan yang ada hanya hukum Allah dan Rasul-Nya atau hukum jahiliyah.29

Pendapat ini diperkuat oleh penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang

mengatakan bahwa hukum jahiliyah adalah mereka mengikuti hukum yang lain

berupa akal, hawa nafsu, istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa ada

sandaran syariat Allah. Hal ini sebagaimana orang-orang jahiliyah yang berhukum

dengan kesesatan dan kebodohan, dan hukum-hukum yang mereka buat

berdasarkan akal dan hawa nafsu mereka.30

29

Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di, Taisir al-Karim ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan,

(Jakarta: Darul Haq, 2013) 30

Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katir Jilid II, penerjemah Suharlan, (Jakarta:

Darus Sunnah Press, 2012), h. 636.

Page 54: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

36

BAB III

BIOGRAFI DAN CORAK PENAFSIRAN SEPUTAR A -

QUR’ N AN A -MISBAH

A. Penafsiran Fizilal Al-Qur’an

1. Biografi Sayid Qutb

Sayyid Qutb dilahirkan pada tangal 9 bulan Oktober tahun 1906

dikampung Mousyah kota Asyut, Mesir dengan nama lengkapnya Sayyid bin Al-

Hajj Quthb bin Ibrahim Husein Syazalia.1 Ayah Qutb bernama al Hajj Qutb bin

Ibrahim, seorang petani yang terhormat relatif berada dan menjadi anggota

Komisaris Partai Nasionalis di desanya. Rumahnya dijadikan markas bagi

kegiatan politik partainya. Di situ rapat-rapat penting diselenggarakan, baik yang

dihadiri oleh semua orang, maupun yang sifatnya rahasia dan dihadiri oleh orang-

orang tertentu saja. Lebih dari itu, rumah ayah Qutb juga menjadi pusat informasi

yang selalu didatangi oleh orang-orang yang ingin mengikuti berita-berita

nasional dan internasional dengan diskusi-diskusi para aktivis partai yang sering

berkumpul disitu atau untuk tempat membaca koran.2

Ibunya (Sayyid Qutb) berasal dari keluarga terkemuka dan taat beragama

pula. Keluarga ibunya memang dianugerahi dua kelebihan sekaligus, kaya dan

1 Shalah Abdul Fatah, Ta‟rif ad-Darisin bi Manahaji al-mufassirin, (Damaskus, Dar al-

Qolam 2002 M- 1423h), h.597, dalam Faizah Ali, Jauhar, Membahas kitab...,h. 131. 2 Nuim Hidayat, Sayyid Qutb, Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta: Gema

Insani,2005), h.16.

Page 55: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

37

berpendidikan tinggi. Ayahnya seorang Ashari (berpendidikan al-Azhar).3 Ibunda

Sayyid Qutb sangat mendambakan agar anak-anaknya segera menjadi pria

matang. Oleh sebab itu, Sayyid Qutb tumbuh dengan kepribadian yang jauh dari

sifat kekanak-kanakan, bahkan di saat usianya yang masih belia. Sayyid kecil

berhasil menembus ruang keluhuran jiwa yang ditanamkan ibu sejak masih kanak-

kanak hingga menghindar sejauh-jauhnya dari perilaku yang bersifat kekanak-

kanakan.4 Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Tiga di antaranya

perempuan dan dua lainnya laki-laki. Urutan persaudaraan mereka adalah,

Nafisah, Sayyid Quthb, Aminah, Hamidah dan Muhammad Quthb. Semua

saudara Sayyid Quthb ketika dewasa adalah aktivis pergerakan Islam.5 Sayyid

Qutb memulai pendidikannya secara formal di desanya sendiri sampai ia tamat

ibtidaiyah dan hafal Al-Qur‟an pada usia sepuluh tahun. Pada tahun berikutnya

beliau berangkat dari desanya menuju ke Kairo untuk melanjutkan studinya ke

jenjang i‟dadiyah (SMP) dan tsanawiyah (SMA). Kemudian pada tahun 1930 ia

menjadi mahasiswa di Daarul Ulum tepatnya di Fakultas Adab. Pada tahun 1933

beliau berhasil menyelesaikan kuliahnya dan mendapat gelar Licence (Lc).

Semasa kuliah inilah Qutb mempelajari serta mendalami bidang adab dan keritik

sastra, aktif dalam kegiatan akademik, ekstrakulikuler dan keorganisasian.

Tulisan-tulisannya banyak diterbitkan dalam koran dan berbagai majalah. Ketika

3 Ridjaluddin. FN, Teologi sayyid Quth, (Jakarta: pusat kajian islam), h. 12.

4 Khalidiy, Biografi Sayyid Qutb, Sang Syahid yang Melegenda, h. 49

5 Adib Hasani, jurnal, Kontradiksi dalam Konsep Politik Islam Eksklusif Sayyid Qutb,

Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni 2016, h. 5

Page 56: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

38

usianya mencapai empat puluh tahun Qutb dikenal sebagai kritikus sastra

ternama, bukan hanya di Mesir bahkan di seluruh negara Arab.6

Setelah lulus kuliah, Qutb diangkat menjadi guru di kementerian

pendidikan Mesir “Dar al-Ma‟arif.” Pada saat beliau bekerja sebagai pengawas

sekolah di Departemen Pendidikan tepatnya tahun 1948, Kembali ke Mesir pada

tahun 1950. Ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat untuk memperdalam

pengetahuannya dibidang pendidikan selama dua tahun, Di sana ia masuk dua

universitas sekaligus, yakni University of Northern Colorado‟s Teachers College

dan Standfort University. Dari kedua universitas tersebut ia meraih gelar MA.

Selain ke Amerika, ia juga berkunjung ke Swiss, Inggris dan Italia.7 Keberadaan

Sayyid Quthb di Amerika bertepatan dengan pendirian negara Israel yang telah

disetujui oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Pada waktu itu juga bersamaan

dengan perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Mesir dengan pemerintahan

Nasser lebih condong kepada Uni Soviet dan negara ini semakin terpengaruh

dengan pemerintahan gaya sekuler.8

6 Shalah Abdul Fatah, Sayyid Qutb, Asy-Syahid Al-Hayyi, Darul Manaarah, Jeddah As-

Saudiyah 1981, h.21. dalam Faizah Ali, Jauhar, Membahas kitab...,h. 132 7 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Insani

Madani, 2008), h. 183 dalam jurnal Adib Hasani, Kontradiksi dalam Konsep Politik Islam

Eksklusif Sayyid Qutb, h. 5 8 John L. Esposito, Unholy War: Teror atas Nama Islam, terj. Syafrudin Hasani

(Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003), h. 69 dalam jurnal Adib Hasani, Kontradiksi dalam Konsep

Politik Islam Eksklusif Sayyid Qut, 6

Page 57: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

39

2. Latar belakang penulisan Tafsir Fizilal Al-Qur’an

Tafsir fi dzilal al-Qur'an pada mulanya adalah judul dari serial bulanan

yang ditulis dan diterbitban oleh majalah " Al-Muslimun", sebuah majalah

bulanan yang diterbitkan oleh kelompok Ikhwan al-Muslimin. Makalah pertama

diterbitkan pada edisi ketiga majalah tersebut, pada bulan Februari tahun 1952.

Setelah menuliskan tujuh makalah yaitu pada penerbitan ke tiga sampai ke

Sembilan, sampai pada surah al-Baqarah ayat 103, Sayyid Quthub terinspirasi

untuk menulis buku tafsir seperti makalah yang ditulisnya di majalah. la berniat

menulis tafsir al-Qur'an lengkap sebanyak tiga puluh juz, berdasarkan tertib

susunan al-Qur'an dengan nama yang sama dan akan diterbitkan per juz setiap

bulannya. Apa yang di inginkan Sayyid Quthub terlaksana sampai tahun 1954

dimana tafsir Fi Dzilal al- Qur'an terbit sebanyak enam belas juz yaitu sampai

akhir surah Thaha, sebelum sayyd Quthub dituduh makar dan di penjara.9

3. Karateristik Tafsir Fizilal Al-Qur’an

Melihat penulisan tafsir fi Dzilal al_Qur‟an yang mengikuti alur susunan

surah dan ayat yang termaktub dalam mushaf al-Qur‟an, maka dari satu sisi

dikatakan bahwa Sayyid Qutb telah menggunakan metode analisa atau tahlili.10

Mencermati perkembangan pemikiran Sayyid Qutb sebelum dan sesudah

mengalami penangkapan oleh rezim pemerintahan mesir, mengharuskan kita juga

9 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Kelasik-Modern,

(jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 134 10

Faizah Ali, Jauhar, Membahas kitab...,h. 138

Page 58: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

40

melihat adanya perkembangan corak dalam tafsirnya. Pada mulanya, sebelum

penangkapan dirinya, Sayyid Qutb memiliki kecendrungan corak adabi ijtima‟i

yaitu corak yang diperkenalkan oleh Muhammad Abduh, di samping ia juga telah

mengarang bukunya yang berjudul at-tashwir al-fanni al-Qur‟an. Corak inilah

yang terlihat lebih menonjol dalam tafsirnya sebelum di edit ulang. Setelah tafsir

al-Dzilal di edit ulang, dan setelah Sayyid Qutb mendekam lebih lama di penjara,

penghayatannya terhadap Al-Qur‟an, Islam, kehidupan dan perjuangannya

berkembang. Hal ini berimbas pada corak penafsirannya, tidak lagi bernuansa

adabi ijtima‟i tetapi Ia menambahkan corak lain terhadap tafsirnya yaitu corak

perjuangan (haraki) dan corak tarbawi.11

Motivasi Sayyid Qutb memperkenalkan corak haraki dalam tafsirnya

didorong oleh obsesinya mengajak kaum muslimin untuk betul-betul memahami

al-Qur‟an dan menghayatinya untuk kemudian dijadikan sebagai inspirator dalam

menjalankan semua aktifitasnya di alam nyata ini. Karena menurut Sayyid Qutb

al-Qur‟an tidak cukup hanya dipelajari atau ditafsirkan saja secara teori.12

Penafsiran Sayyid Qutb dilakukan dari awal Surah al- Fatihah sampai

dengan akhir Surah al-Nas sesuai dengan urutan yang terdapat di dalam mushaf.

Setiap juz diawali dengan halaman judul; halaman keterangan isi juz yang

bersangkutan; dan ditutup dengan keterangan bahwa juz yang bersangkutan telah

selesai dan dilanjutkan dengan juz berikutnya, yang diawali dengan ayat atau awal

11

Shalah Abdul Fatah, Ta‟rif ad-Darisin bi Manahaji al-mufassirin, (Damaskus, Dar al-

Qolam 2002 M- 1423h), h.597, dalam Faizah Ali, Jauhar, Membahas kitab...,h. 139 12

Shalah Abdul Fatah, Ta‟rif ad-Darisin bi Manahaji al-mufassirin, (Damaskus, Dar al-

Qolam 2002 M- 1423h), h.597, dalam Faizah Ali, Jauhar, Membahas kitab...,h. 139

Page 59: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

41

surah tertentu. Jika ayat yang ditafsirkan pada awal juz tersebut merupakan awal

surah, maka Sayyid Qutb memulainya dengan basınalah, begitu pula dengan awal

setiap surah, kecuali Surah al-Tawbah yang memang tidak diawali dengan

basmalah. Awal juz yang ditafsirkan oleh Sayyid Qutb, tidak selalu sama dengan

awal juz yang terdapat di dalam muşhaf. Dengar pertimbangan bahwa keterkaitan

yang padu satu Surah al- Qur'an, maka awal Surah tertentu yang terdapat pada

akhir juz dimuat pada juz berikutnya, dan untuk itu diberikan catatan kaki.13

A. penafsiran Quraish Shihab

1. Biografi Quraish Shihab

M. Quraish Shihab dilahirkan pada 16 Februari di Kabupaten Sidendeng

Rampang, Sulawesi Selatan sekitar 190 Km dari kota Ujung Pandang.14

Ia berasal

dari keturunan Arab terpelajar. Shihab merupakan nama keluarganya (ayahnya)

seperti lazimnya yang digunakan di wilayah Timur (anak benua india termasuk

Indonesia).15

M. Quraish Shihab dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muslim yang

taat, pada usia sembilan tahun, ia sudah terbiasa mengikuti ayahnya ketika

mengajar. Ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986) merupakan sosok yang

banyak membentuk kepribadian bahkan keilmuannya kelak. Ia menamatkan

13

Abun bunyamin, dinamika tafsir ijtima‟i Sayyid Quthb, (purwakarta: Taqaddum, 2012),

h. 34. 14

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an…, h. 6, Saiful Amin Ghafur,

Profil Para Mufassir Al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 236. 15

Atik Wartini, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, h. 4

Page 60: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

42

pendidikannya di Jam‟iyyah al-Khair Jakarta, yaitu sebuah lembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia. Ayahnya seorang Guru besar di bidang Tafsir dan

pernah menjabat sebagai rektor IAIN Alaudin Ujung Pandang dan juga sebagai

pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang.16

Menurut M. Quraish Shihab sejak 6-7 Tahun, ia sudah diharuskan untuk

mendengar ayahnya mengajar Alquran. Dalam kondisi seperti itu, kecintaan

seorang ayah terhadap ilmu yang merupakan sumber motivasi bagi dirinya

terhadap studi Alquran.17

M. Quraish Shihab memulai pendidikan di Kampung

halamannya di Ujung Pandang, dan melanjutkan pendidikan menengahnya di

Malang tepatnya di Pondok Pesantren Dar al- Hadist al-Fiqhiyyah.18

Kemudian

pada tahun 1958, dia berangkat ke Kairo Mesir untuk meneruskan pendidikannya

di al-Azhar dan diterima di kelas II Tsanawiyyah. Selanjutnya pada Tahun 1967

dia meraih gelar Lc. (S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadist

Universitas Al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan pendidikanya di fakultas yang

sama, sehingga tahun 1969 ia meraih gelar MA untuk spesialis Tafsir Alquran

dengan judul al- I‟jāz al-Tasyri‟ li al-Qur‟ān al-Karīm.19

2. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah

Latar belakang penulisan Tafsir al-Misbah adalah karena semangat untuk

menghadirkan karya tafsir Al-Qur‟an kepada masyarakat secara normatif

16

Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Terbuka dalam Beragama, (Bandung:

Mizan,1999), h. v. Dalam jurnal Atik Wartini, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, h. 4 17

Saiful Amin Ghafur, Profil …., h. 237 18

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an…., h. 14 19

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an…., h. 6

Page 61: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

43

dikobarkan oleh apa yang dianggapnya sebagai suatu fenomena melemahnya

kajian Al-Qur‟an sehingga Al-Qur‟an tidak lagi menjadi pedoman hidup dan

sumber rujukan dalam mengambil keputusan. Menurut Quraish dewasa ini

masyarakat Islam lebih terpesona pada lantunan bacaan Alquran, seakan-akan

kitab suci Al-Qur‟an hanya diturunkan untuk dibaca.20

Di Indonesia sendiri,

kejumudan kajian Islam hampir merata di semua cabang. Cabang-cabang

"ortodoks" yang mestinya menjadi kajian unggulan pun, tidak mengalami

perkembangan signifikan. Kajian Fiqih, Ushul Fikih, atau Tafsir, juga tak ada

gebrakan baru. Baik di pesantren atau di perguruan tinggi, kajian-kajian itu tak

menunjukkan perkembangan berarti. Di tengah-tengah kemandegan seperti ini,

keadaan kian diperburuk oleh kecenderungan menghakimi pendapat yang

berbeda, kadang-kadang sampai ke tingkat “pengkafiran” Yang menyedihkan,

diskursus akademik yang bersifat “spesialis” dihakimi secara demagogis melalui

“mimbar awam” seperti khutbah Jumat, kajian-kajian salafi (wahabi) di

Indonesia, atau lewat majalah-majalah populer seperti Sabili dan Hidayatullah

atau lewat website salafi yang mudah di akses di mana-mana.21

3. Karateristik Tafsir Al-Misbah

Berdasarkan beberapa corak penafsiran yang digunakan di Indonesia,

pandangan quasi-obyektifis tardisionalis yang kemudian dikembangkan lagi

menjadi dua bagian, yaitu obyektifis tradisonalis dan obyektivis revivalis,

pandangan subyektifis dan pandangan quasi

20

Wartini, Hunafa: Jurnal Studia.., h. 8 21

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang: Mazhab Ciputat, 2013), h. 275

Page 62: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

44

obyektifis modernis, maka dapat disimpulkan bahwa penafsiran yang dilakukan

oleh M. Quraish Shihab menggunakan corak yang terakhir, yaitu quasi obyektifis

modernis, karena dengan menggunakan corak inilah penafsir mampu berdialog

dengan isu isu kontemporer. Dengan menggunakan metode quasi obyektifis

modernis seorang penafsir mampu melakukan dialog antara teks dengan konteks,

dan konteks bukan hanya pada saat ayat Alquran itu diturunkan tetapi juga

berupaya mendialogkan dengan konteks era sekarang secara relevan.

Analisis wacana kritis yang dibangun dalam tulisan ini juga ingin

menegaskan bahwa sebuah karya tidak terkecuali karya tafsir bukan suatu karya

suci yang kedap kritik, bahwa setiap karya tafsir yang dibuat selalu ada

kepentingan yang ada dibelakangnya dan mencoba menjawab isu-isu tentang

ekonomi, perpolitikan, hubungan sosial-kemasyarakatan, kemiskinan,

kesejahteraan, gender, keagamaan, pruralisme, hukum dan lain sebaginya.

Penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab menampakkan keberhasilannya

walaupun belum sempurna.22

Secara umum, dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh

corak tafsir di Mesir. Yakni banyak memakai konsep tafsir adabiy-ijtimâi (sastra-

kemasyarakatan). Pertama kali corak ini dipandang sebagai corak tafsir

kontemporer. Sample awal dari corak ini bias kita lihat dalam Tafsir Al-Manâr

karya Rasyid Ridha dan M. Abduh. Memang kondisi masyarakat pada waktu itu

sedang tunduk kepada imperialisme Barat. Maka timbullah niatan untuk bangkit

mengejar ketertinggalannya dan bangkit dari ajaran mereka sendiri. Tafsir dengan

22

Hunafa: Jurnal Studia Islamika, h. 18

Page 63: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

45

metode ini digunakan agar Al-Qur'an lebih dekat dengan masyarakat dan juga

untuk menjawab problematika yang mereka rasakan waktu itu. Pertama kali tafsir

corak ini berkembang di Mesir. Paham progresif dan modernis inilah yang

kemudian juga muncul di Indonesia. Apalagi waktu itu Indonesia pun sedang

mengalami penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang dalam waktu

hampir bersamaan. Maka paham progresif dan modernis ini cepat menyebar di

Indonesia.23

Begitu juga, kitab tafsir yang berjumlah lima belas jilid ini mempunyai

corak penafsiran Adabi ljtima'i. Kita juga bisa mengatakan bahwa tafsir ini

memiliki kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan kepada banyaknya

pembahasan tentang kata. Apalagi terhadap kata atau ungkapan yang selama ini

disalahpahami oleh sebagian pembaca. Sebut saja misalnya kalimat “Aqimush

shalah” yang biasa diterjemahkan dengan “dirikanlah shala”. Terjemahan ini

bukan saja keliru, bahkan juga mengaburkan pesan yang ingin disampaikan ayat

itu, karena kata aqim bukan terambil dari akar kata qama yang berarti “berdir”

tetapi dari kata qawama yang bearti “melaksanakan sesuatu dengan sempurna

serta berkesinaimbungan”.24

seorang peneliti dari Surabaya menyatakan hasil penelitiannya dalam

sebuah artikel panjang, Studi Analisis Metode Sistematika dan Corak Tafsir al-

Misbah Muhammad Quraish Shihalb (2005). Dia menyatakan bahwa corak atau

aliran tafsir yang diikuti oleh Muhammad Quraish shihab dalam tafsir al-Misbah

adalah Tafsir Adabi ljtima 'i, yaitu corak penafsiran al-Qur'an yang tekanannya

23

Amir, Literatur..., h. 282 24

Amir, Literatur..., h. 283

Page 64: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

46

bukan hanya ke tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, dan tafsir isy 'ari, akan

tetapi arah penafsirannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang kemudian

disebut corak tafsir adabi ijtima' i.25

25

Amir, Literatur..., h. 284

Page 65: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

47

BAB IV

ANALISIS PENAFSIRAN SURAT AL-MAIDAH AYAT 50

Al-Qur‟an adalah kalamullah yang di dalamnya terdapat berbagai macam

petunjuk dan hidayah, Al-Qur‟an memiliki uslub bahasa yang tinggi, yang tidak

semua orang dapat mengerti ketika membacanya dalam bentuk teks, namun harus

ada yang menjelaskan terkait teks yang dibacanya, yaitu tafsir. Tafsir merupakan

suatu metodologi yang digunakan untuk menjelaskan isi kandungan Al-Qur‟an,

dari tafsir ini seseorang akan dengan mudah dapat memahami Al-Qur‟an dengan

benar. Namun dalam memperjelas suatu tafsir, maka analisis terhadap tafsir

sangat diperlukan untuk mempertajam keilmuan dewasa ini, dari analisis tersebut

akan dapat menghadirkan ruang diskusi untuk publik yang bertujuan agar ilmu

dapat terus berkembang dan bermanfaat bagi orang banyak.

A. Bunyi teks ayat

Tidak ada satu pun ayat Al-Quran yang tidak mengandung petunjuk,

semua yang Allah SWT firmankan dalam risalah yang dibawa oleh Nabi

Muhammad Saw mengandung kebaikan dan merupakan ibadah bagi setiap orang

yang mengamalkannya, perintah-perintah yang bersifat tegas merupakan

kewajiban yang harus dipenuhi jika terdapat qarinah, apabila ditinggalkan

mendapatkan siksaan. namun ada juga larangan yang bersifat ancaman untuk

meninggalkannya, justru jika mengerjakannya maka Allah SWT akan

Page 66: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

48

menghukumnya. Dalam QS Al-Maidah ayat 50 misalnya, yang mengandung

kecaman bagi siapa saja yang ingin berhukum selain dari hukum Allah,

merupakan hukum jahiliyah. Berikut ayatnya:

ىم يىقىىن ق

ما ل

ه حن

ٱلل م حظ

أ وم

ىن

ت يبغ هلي

ج

م ٱل

حن

ف

٠٥أ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang

lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?(QS: Al-

Maidah ayat 50)

B. Asbabun nuzul

Asbabun nuzul menggambarkan ayat-ayat Al-Qur‟an memiliki hubungan

dialektis dengan fenomena sosiokultural masyarakat. Namun perlu ditegaskan

bahwa Asbabun nuzul tidak berhubungan secara kausal dengan materi yang

bersangkutan. Artinya, tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu sebab itu

tidak ada, maka ayat itu tidak akan turun.1

Asbabun nuzul mempunyai beberapa redaksi periwayatan dan makna.

Pertama, berupa pernyataan tegas dan jelas dengan menggunakan kata sebab,

seperti “Asbabu nuzûlil yah kadz ”, dengan menggunakan fa‟ ta‟qibiyyah yang

bersambung dengan lafaz nuzul, seperti “... fa anzalall hu ...”, tidak menggunakan

kata sebab dan fa‟ ta‟qibiyyah tetapi dapat dipahami sebagai sebab dalam konteks

jawaban atau suatu pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah Saw, seperti

hadits riwayat Ibnu Mas‟ud ketika Nabi Saw. ditanya tentang ruh.

1 Dr. Muhammad Chirzin, Mengerti Asbabun Nuzul (Jakarta: Zaman, 2015), h. 19.

Page 67: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

49

Kedua, berupa pernyataan tidak tegas dan tidak jelas, seperti ungkapan,

“nuzzilat h dzihil ayatu fi kadza”, “Ah sibu h dzihil yat nuzzilat fi kadz .”, atau

“ma ah sibu h dzihil y t nuzzilat fi kadz ”, redaksi semacam ini bisa jadi

merupakan penjelasan kandungan hukum ayat yang dimaksud.2

Dengan

pernyataan itu dan pernyataan selanjutnya, perawi tidak memastikannya sebagai

Asbabun nuzul. Redaksi-redaksi tersebut mengandung kemungkinan

menunjukkan sebab nuzul dan hal yang lain.3

Dalam penjelasan di atas sebab Nuzul pada QS al-Maidah ayat 49-50

memiliki hubungan dialektis dengan fenomena sosiokultural masyarakat. berikut

ayatnya:

م ب ه ن ي ب م ن ن اح

ن وأ

م أ زه

ر م واح ه ىاء ه

ع أ ب

د ج

ه ول

صى الل

ها أ م

سيد ا ي م هم أ

ل اع

ىا ف

ىل

ن ج ئ

ف و ي

ل ه إ

صى الل

ها أ ض م ع ب ىك ع ى خ ف ي

اف

اض ل الى را م ي ث

ن ل وإ م ه ىب

هض ذ ع ب م ب ه يب ص ن ي

ه أ

ىنالل ق ط

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa

yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan

berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu

dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka

berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa

sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka

disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan

manusia adalah orang-orang yang fasik.(Al-Maidah ayat 49).

2 Az-Zarqani, Manahilul „Irfan fi „Ulumil Quran (Bairut: Darul Fikr, 1988), h. 114-115.

3 Manna Khalil al-Qahthtan, Mabhahits fi Ulumil Quran (t.tp: Mansyurat al-„Ashr al-

Hadirts, 1973), h. 83.

Page 68: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

50

ىم يىقىىنما لق

ه حن

الل م حظ

أ ىن وم

ت يبغ جاهلي

م ال

حن

ف

أ

Apakah mereka menghendaki hukum jahliyyah? Bukankah tidak ada yang

lebih baik dan adil selain dari hukum Allah, bagi kaum yang percaya? (Al-

Maidah ayat 50).

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ka‟ab bin Usaid mengajak

„Abdullah bin Shuriya dan Syas bin Qais pergi menghadap Nabi Muhammad

untuk mencoba memalingkan Nabi Saw dari agamanya dengan berkata: “Hai

Muhammad! Engkau tahu bahwa kami pendeta-pendeta Yahudi, pembesar dan

tokoh mereka. Jika kami jadi pengikutmu, pasti kaum Yahudi akan mengikui jejak

kami, sedang mereka tidak akan menyalahi kehendak kami. Kebetulan antara

kami dengan mereka terdapat percekcokan. Kami mengharapkan agar engkau

mengadilinya dan memenangkan kami dalam perkara ini. Dengan begitu kami

akan beriman kepadamu.” Nabi Saw. menolak permintaan mereka, dan turunlah

ayat tersebut di atas (Q.S. al-Maidah: 49-50) yang mengingatkan untuk tetap

berpegang pada hukum Allah SWT dan berhati-hati terhadap kaum Yahudi.4

(diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu „Abbas).

Sebagaimana seruan pendeta Yahudi kepada Nabi Saw untuk

memalingkan Nabi dari kebenaran (Al-Qur‟an) maka turun lah ayat ini dengan

sebab peristiwa ini Allah berfirman pada Q.S. al-Maidah ayat 49-50.

4 Qamaruddin Shaleh, H.A.A Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya

Ayat-ayat al-Qur‟an, (Bandung: Penerbit Diponegoro, 2000), h. 197

Page 69: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

51

C. Korelasi Ayat 50 dengan Ayat sebelumnya

Pembahasan hukum al-Jahiliyah yang merujuk pada ayat 50 surat Al-

Maidah tidaklah berdiri sendiri. Tentunya memiliki keterkaitan dengan ayat

sebelumnya, yaitu 48 dan 49. Ayat itu turun secara beriringan memiliki hubungan

dialektis dengan fenomena sosiokultural masyarakat pada pemahasan asbabun

nuzul di atas. Hal ini terlihat dari konteks turunnya ayat yang mengisahkan kaum

Yahudi sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan

dari jalur Sufyan bin Husain, dari Al-Hakam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia

berkata, “Nabi Saw diberi pilihan, jika beliau menghendaki boleh memutuskan

perkara di antara mereka dan jika beliau menghendaki maka boleh berpaling dari

mereka. Lalu mengembalikan kepada hukum-hukum mereka. Kemudian turun

ayat ini, “Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah

dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka” [48] maka Rasulullah Saw

diperintahkan untuk memutuskan perkara mereka dengan apa yang ada di dalam

Al Qur an.5 Firman Allah Ta'ala, “Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di

antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau

mengikuti keinginan mereka” [49] ayat ini merupakan penguat dari perintah yang

sudah disebutkan, dan larangan untuk menyelisihinya. Firman Allah Ta'ala, “Dan

waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau

terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu” [49] artinya

barhati-hatilah terhadap musuh-musuh kamu dari kaum Yahudi yang akan menipu

kamu tentang kebenaran yang mereka larang untuk mengetahuinya. Maka

5 Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Jilid II, penerjemah Suharlan,

(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012), h. 626.

Page 70: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

52

janganlah kamu tertipu oleh mereka, karena mereka adalah para pendusta, kafir,

dan penghianat. Firman Allah Ta'ala, “Jika mereka berpaling (dari hukum yang

telah diturunkan Allah)” [49] yakni dari apa yang kamu putuskan di antara

mereka dengan kebenaran dan mereka melanggar syariat Allah. “Maka ketahuilah

bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka

disebabkan dosa-dosa mereka.” [49] artinya maka ketahuilah, bahwa hal ini

terjadi dari takdir Allah dan hikmah-Nya pada mereka, untuk memalingkan

mereka dari petunjuk karena dosa-dosa yang ada pada mereka yang telah lalu

sehingga mengharuskan mereka sesat dan ingkar. “Dan sungguh, kebanyakan

manusia adalah orang-orang yang fasik.” [49] artinya kebanyakan manusia tidak

taat kepada Tuhan mereka.6 Ayat 48 berisikan keterangan bahwa setiap umat

memiliki cara pandang sendiri tentang aturan hidup, untuk kaum muslimin adalah

Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian ayat 49

berisikan larangan mengikuti dan memperturutkan diri pada aturan hidup

kelompok lain, sedangkan ayat 50 berisikan tentang ketidak sesuaian antara aturan

hidup yang dibuat manusia dengan aturan hidup yang dibuat oleh Allah, aturan

hidup yang bersebrangan dengan aturan Allah dinilai sebagai hukum jahiliyah.

Maka dari sinilah dapat diketahui bahwa ayat 48,49, dan 50 memiliki keterkaitan

yang erat dalam satu peristiwa.

6 Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir..,h. 635.

Page 71: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

53

D. Analisis penafsiran Fi zilal al-Qu ’an dan Al-Misbah

Dalam pembahasan ini penulis menghadirkan dua tafsir yang memiliki

karakteristik yang berbeda, dengan tujuan membandingkan pandangan kedua

mufasir terhadap hukum jahiliyah pada surat Al-Maidah ayat 50.

1. Penafsiran Fi Zilal al-Qu ’

ىم يىقىىن ق

ما ل

ه حن

ٱلل م حظ

أ وم

ىن

ت يبغ هلي

ج

م ٱل

حن

ف

٠٥أ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang

lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS:Al-

Maidah ayat 50)

Ayat ini memberikan teguran keras kepada orang-orang yang berpaling

dari hukum-hukum Allah SWT, Mereka dinilai memilih hukum buatan manusia

dari pada hukum yang telah Allah SWT sempurnakan dalam firmannya. Sayyid

Quthb mendefinisikan hukum jahiliyah ialah hukum itu dibuat sendiri seketika

oleh manusia dan untuk manusia, Hal yang seperti ini sama sajah suatu

penghamban manusia terhadap manusia dan telah berpaling dari penghabaan

kepada Allah serta menolak uluhiyah Allah, dan lebih memilih untuk

menghambakan diri kepada manusia dalam berhukum.7

Ketika Allah SWT

menetapkan perkara hukum dalam Al-Qur‟an tentu saja wajib bagi kita selaku

seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat Allah, kitab-

7Sayyid Quthb, Fi- hilalil Qur‟an, jilid II, (Beirut: Dar As-Syuruuq), h. 904.

Page 72: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

54

kitab Allah, rasul-rasul Allah dan hari akhir untuk senantiasa mematuhi dan

menjalankannya sesuai apa yang Allah dan Rasul-Nya syari‟atkan. Jika berpaling

darinya, maka sudah jelas jalan hukum dan peraturan jahiliyah-lah yang mereka

kehendaki. karena salah satu tujuan Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw

adalah untuk mengeluarkan manusia dari bentuk-bentuk kejahiliyahan yakni

menghalalkan yang Allah haramkan dan mengharamkan yang Allah halalkan

sesuai dengan kehendak dan hawa nafsunya.

Perkara yang dimaksud hukum manusia untuk manusia adalah, manusia

membuat aturan hidup sendiri tanpa melibatkan aturan yang ada dalam Al-Qur‟an,

kemudian mereka berkonsensus untuk menjadikan aturan yang telah dibuatnya

untuk dipatuhi dan dijadikan sebagai pedoman hidup mereka. Berpaling dari

penghambaan kepada Allah bukan hanya dalam bentuk bersembah sujud dalam

perkara ubudiyah, namun dalam perkara kepatuhan dalam konteks mengimani

ayat-ayat Allah dan menjadikannya sebagai pedoman hidup tanpa meninggalkan

sedikitpun aturan dan hukum yang telah Allah buat untuk Manusia, itu pun

merupakan bagian dari menghambakan diri kepada Allah SWT. uluhiyah

mengesakan dan mengikhlaskan seluruh jenis ibadah untuk Allah semata, yang

tiada sekutu bagi-Nya secara lahir batin.8 Jika lebih memilih hukum dan aturan

hidup yang dibuat oleh manusia, dengan meninggalkan hukum-hukum Allah

maka dia telah mengakui uluhiyah manusia dan penghambaan kepada mereka,

karena bentuk ketaatannya kepada manusia dan menolak ketetapan-ketetapan

Allah SWT. Menurut Sayyid Qutb jahiliyah bukanlah zaman tertentu, ia adalah

8Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Allah, (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 167.

Page 73: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

55

atribut yang bisa melekat di setiap masa, dulu, sekarang ataupun masa yang akan

datang.

Kemudian sayyid Quthb mengatakan Pada dasarnya yang dimaksud

jahiliyah pada QS Al-Maidah ayat 50 tersebut terletak pada kondis dan keadaan

tertentu, bukan terletak pada suatu zaman ke zaman. Akan tetapi jahiliyah yang di

maksud ada pada setiap zaman yang sejatinya selalu berentangan dengan Islam.9

Jahiliyah ada bukan pada zaman dan fase tertentu, sesudah atau sebelum

datangnya islam, namun ada pada setiap zaman yang dimana suatu keadaan itu

terindikasi dalam bentuk jahiliyah, yaitu tidak sesuai aturan islam, dan

bertentangan dengan islam.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Manusia di setiap zaman dan di setiap

tempat hanya punya dua pilihan: berhukum dengan syari'at Allah tanpa tergoda

untuk meninggalkan sebagiannya dan menerimanya secara total, sehingga mereka

berada di dalam agama Allah, atau mereka berhukum dengan syari'at buatan

manusia dalam salah satu bentuknya dan menerimanya sehingga mereka berada di

dalam Jahiliyah dan berada di dalam agama orang-orang yang berhukum dengan

syari'atnya, dan tidak berada di dalam agama Allah.10

Dari penjelasan di atas dipahami bahwa tidak ada alasan apa pun yang

dapat dijadikan sebagai hujah untuk membantah mengapa tidak berhukum dengan

hukum Allah SWT dan memilih hukum jahiliyah? meski dalam keadaan seperti

apa pun, dan dalam perubahan zaman yang berbeda dengan zaman-zaman

9 Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 904.

10 Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 904.

Page 74: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

56

sebelumnya, tetap syari‟at dan hukum Allah yang harus dijunjung tinggi dan

sebagai pedoman hidup. Hanya ada dua pilihan dalam kehidupan ini, taat secara

totalitas kepada syari‟at Allah atau mengingkarinya. Indikasi ketaatan seorang

muslim kepada syari‟at Allah dan Rasulnya tercermin dari perilaku dan

pemikirannya, jika dia ridha Islam sebagai agamanya dan syari‟at Islam sebagai

pedomannya maka dia berada dalam Agama Allah yang hanif dan benar.

Sebaliknya, jika dia lebih memilih aturan yang dibuat oleh manusia dan ridha

kepadanya maka dia berada dalam syari‟at manusia. Asy-Syaikh Nawawi

mengatakan dalam tafsirnya terkait hukum jahiliyah pada ayat ini yaitu mereka

mencari hakim seperti hakim-hakim pada masa jahiliyah. Artinya adakalanya

yang dimaksud adalah agama jahiliyah yang selalu memperturutkan kemauan

hawa nafsu yang berakhir dengan berbasa-basi dalam hukum.11

Karena

hakikatnya aturan dan hukum yang dibuat oleh manusia hanya memperturutkan

hawanafsunya dan kepentingan-kepentingan segelintir orang semata. Dan inilah

kejahiliyahan yang dimaksudkan oleh Allah dalam QS Al-Maidah ayat 50, karena

begitulah keadaan saat itu bagaimana petinggi Yahudi mendatangi Rasulullah dan

meminta keputusan hukum sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan tidak

merujuk pada Al-Qur‟an dan hadits Nabi Saw. Beginilah keadaan saat ini

membuat keputusan di luar kitabullah dan hadits Nabi Saw dalam perkara hukum

dan kebijakkan, ketika disodorkan hukum Islam maka mereka menolaknya

dengan alasan-alasan tertentu. Ini yang dijelaskan Sayyid Qutb berada dalam

syari‟at manusia dan hukum jahiliyah, mengapa demikian? Karena Allah tidak

11

Asy-Syaikh Nawawi, Tafsir Al-Munir, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.

(Bandung: Sinar Baru Algenisindo), hal, 103.

Page 75: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

57

mengutus Nabi Muhammad saw hanya untuk urusan agama, namun seluruh aspek

permasalahan dan perkara-perkara yang ada dalam kehidupan ini terjawab oleh

Al-Qur‟an dan sunnah Nabi saw. Jawaban inilah yang berada dalam ruang lingkup

syari‟at Islam sepenuhya.

Imam Asy-Saukani dalam tafsirnya (apakah hukum jahiliyah yang mereka

kehendaki), menerangkan, apakah mereka berpaling dari keputusanmu yang

memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah kepadamu, dan berpaling

darinya serta menginginkan hukum jahiliyah.12

Kemudian Abu ja‟far juga berkata

dalam tafsirnya terkait ayat ini Allah SWT mengatakan, jika kamu memberi

keputusan yang adil kepada mereka maka mereka pasti lebih memilih keputusan

yang bodoh, yakni hukum-hukum patung dan berhala dari golongan syirik.

Padahal mereka memiliki Kitabullah, yang di dalamnya terdapat penjelasan yang

sesungguhnya dari hukum yang kamu putuskan kepada mereka. Sesunguhnya

kitab itu haq yang tidak di perkenankan untuk mengingkarinya.13

Dari sini

kembali ditegaskan bahwa hanya ada dua hukum antara hukum Allah dan hukum

jahiliyah, maka hanya ada satu pilihan di antara keduanya, menghendaki hukum

Allah berarti meninggalkan hukum jahiliyah, jika menolak hukum Allah pasti

menerima hukum jahiliyah.

Bagi Sayyid Qutb antara hukum jahiliyah dan hukum Allah adalah

persimpangan. Allah membawa manusia di atas persimpangan ini dan setelah itu

12

Imam Asy-Syaukani, Fathul Qadir, Jilid III, penerjemah, Amir Hamzah Fachruddin,

Asep Saefullah, (jakarta: Pustaka Azzam 2009), h. 411. 13

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami‟ Al-Bayan an Ta‟wil Ayi Al Qur‟an,

penerjemah, Akhmad Affandi, Benny Sarbeni, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 95.

Page 76: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

58

mereka bebas memilih.14

Ini berarti Allah tidak pernah memaksa seseorang untuk

taat kepadanya, taat kepada hukum-Nya, dan taat kepada syari‟at-Nya. Allah

memberikan kebebasan kepada hamba-hambanya untuk memilih jalan yang

mereka inginkan, patuh kepada perintah Allah menjalankan segala syari‟atnya,

maka dia akan selamat, dan Allah pasti akan memberikan keberkahan dalam

hidupnya. Namun jika dia mendustai syari‟at Allah dan menghendaki hukum

jahiliyah maka Allah akan memberikan hukuman sesuai dengan apa yang mereka

lakukan. Sebagaimana dalam firman Allah:

ء وٱل

ما ٱلظ

ذ ميهم بسل

خحىا عل

ف

ل

ىا

ق وٱج

ءامىىا

قسي

هل ٱل

ن أ

ى أ

ن ول

ز ول

ظبىن ين

ىا

اه

هم بما م

نر

خ

أ ف

بىا

ر

٦٩ل

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah

Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi

mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan

perbuatannya (QS. Al-A‟raaf: 96).

Ayat selanjutnya menggunakan gaya bertanya kepada mereka dengan nada

penolakan terhadap keinginan mereka akan hukum Jahiliyah, dan dengan nada

penetapan terhadap keutamaan hukum Allah:

ىم يىقىىنق

ما ل

ه حن

ٱلل م حظ

أ ٠٥وم

siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang

yakin ? (QS:Al-Maidah ayat 50)

14

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 904.

Page 77: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

59

terhadap ayat ini Sayyid Qutb menjelaskan bahwa, hukum siapakah yang

lebih baik dari hukum Allah? Siapakah yang berani berpendapat bahwa dia

membuat syari'at untuk manusia dan memutuskan hukum dalam kehidupan

mereka, dengan syari'at yang lebih baik dari apa yang disyari'atkan Allah untuk

mereka? Bisakah mereka berhujah untuk mendukung pengakuan ini?15

Penjelasan

ini menegaskan bahwa tidak ada yang berhak untuk membuat aturan hidup sendiri

selain sang maha pencipta. Hanya Allah yang paling mengetahui tentang manusia,

karena Allah yang menciptakannya, dengan itu Allah memberikan petunjuk

panduan hidup berupa Al-Qur‟an yang di dalamnya menjawab semua kebutuhan

manusia dengan hukum dan Syari‟at-Nya, jelas terbukti hukum Allahlah yang

paling terbaik bagi orang-orang yang yakin kepadanya, Tidak ada hukum yang

lebih adil dari hukum Allah, tidak ada hukum yang lebih baik selain dari hukum

Allah. Manusa tidak memiliki daya apa pun untuk bersifat sombong membuat

syari‟at sendiri, meninggalkan syariat Allah, dan menganggap bahwa hukum yang

dia buat itu lebih baik dari hukum Allah, dan dapat memberikan kemaslahatan dan

ketentraman bagi mereka.

„Apakah dia bisa mengatakan: Bahwa dia lebih tahu tentang manusia

ketimbang Pencipta manusia?‟ Kalimat tanya ini dijelaskan oleh Musa bahwa

tidak ada yang lebih tahu tentang manusia kecuali yang menciptakannya, yaitu

Allah SWT Sang Khaliq Pencipta seluruh makhluk yang ada di dunia ini. Tidak

ada satu orang pun yang berhak menandingi pengetahuan Allah terhadap manusia.

Karena Allahu Rabb al-„aalamin berarti Allah Yang memiliki semua yang ada,

15

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 78: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

60

baik yang ada di alam nyata (alam al-syahadah, alam al-mulk alam fisik) atau

yang ada di alam ghaib (alam al-malakuut atau alam metafisik), karena Dialah

yang telah mencipta semua yang ada tersebut. Dialah Yang Berkuasa atas semua,

yang berhak menentukan segala-galanya, yang berhak mengatur memerintah atau

melarang sesuai dengan kehendak-Nya.16

Artinya dialah yang maha mengetahui

segala-galanya, termasuk manusia, dia yang memberikan pengetahuan tentang

bagaimana dia menciptakannya yang digambarkan dalam firmannya;

طين ت مل م طل وظ

قىا ٱل

لد خ

ق

نين ٢١ول ساز م

في ق

ت

ف

ط

ه ه

ىم جعل

م ٢١ث

ث

م عظ

ا ٱل

ظىه

ن

ما ف

عظ

ت

ضغ

قىا ٱل

لخ

ف

ت

مضغ

ت

ق

عل

قىا ٱل

لخ

ف

ت

ق

عل

ت

ف

ط قىا ٱلى

لخ

وشم أ

حما ث

لقين ل

خ

ٱل حظ

ه أ

خبازك ٱلل

س ف

قا ءاخ

له خ

ه ٢١أ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami

jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,

dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu

Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang

(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Berkenaan ayat ini Sayyid Qutb menjelaskan Allah dalam firmannya

memiliki konsep dalam penciptaan manusia yang terbukti bahwa Allah maha

pencipta makhluk yang bernafas. dan maha pencipta hukum, maka Allah juga

16

Musa Bin Fatullah Harun, Manusia Dan Makhluk Ghaib di Sekitarnya, (Jakarta: Al-

Ghuraba, 2008), h. 6.

Page 79: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

61

berhak menciptakan sistem aturan hidup untuk makhluk yang ia ciptakan itu,

karena dia yang lebih tahu dari siapapun termasuk manusia itu sendiri.

„Apakah dia bisa mengatakan: Bahwa dia lebih sayang kepada manusia

ketimbang Rabb manusia?‟17

Layaknya pepatah yang mengatakan bahwa kasih

seorang ibu kepada anaknya tidak terhingga sepanjang masa. Begitu pula Allah

yang menciptakan manusia, bentuk sayangnya melebihi sayangnya seorang ibu

kepada anak-anaknya, sekali-kali Allah tidak ingin hamba-hambanya tersesat

dijalan yang salah, terlarut-larut dalam kejahiliyahan seperti sebelum datangnya

Islam, Allah mengirimkan risalah yang dititipkan kepada Nabi Muhammad Saw

dengan membawa agama dan syari‟at ini, bukti nyata bahwa Allah sangat

menyayangi makhluk ciptaannya ini, menurunkan Al-Qur‟an agar manusia tetap

berada dalam kasih sayangnya, Allah meridhainya dan manusia ridha kepadanya.

Mengapa Allah membuat hukum atas manusia? Karena Allah maha tahu, bahwa

mereka tidak akan bisa memberikan manfaat dan keadilan untuk manusia jika

mereka membuat hukum sendiri, maka dapat dikatakan bahwa manusia yang

membuat hukum tidak melebihi sayangnya dari pada sayangnya Allah keadaan

manusia.

„Apakah dia bisa mengatakan: Bahwa dia lebih mengenal kemaslahatan

manusia ketimbang Rabb manusia? Apakah dia bisa mengatakan: Bahwa Allah

yang Maha Suci ketika membuat syari'at dan risalah yang terakhir tidak

mengetahui akan terjadinya berbagai kondisi, kebutuhan dan situasi baru,

sehingga Dia tidak bisa mengantisipasinya dalam syari'at-Nya, karena tidak

17

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 80: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

62

diketahui, hingga terungkap oleh manusia di akhir zaman?‟18

Penjelasan ini

menegaskan bahwa segala sesuatu yang baik itu datang dari yang maha baik,

manusia tidak memiliki kekuatan untuk memberikan kebaikan bagi orang lain

tanpa adanya petunjuk dari Allah SWT. agama yang Allah ridhai ini telah Allah

sempurnakan, seluruh kemaslahatan dan kebaikan ada dalam syari‟at agama ini.

dalam firmannya;

م ديىا

طل

م ٱل

ن

م وعمتي وزضيذ ل

ين

ممذ عل

جم وأ

م ديىن

ن

ذ ل

مل

ل

يىم أ

١ٱل

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama

bagimu.

Bukankah agama ini telah sempurna? Jika demkian adakah alasan untuk

kita tidak memeluknya secara kaffah dan menjadikian agama ini sebagai tuntunan

hidup sepenuhnya dengan hukum-hukum yang ada di dalamnya. Inilah bentuk

kesempurnaan Islam yang dapat mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dan

Allah meridhai orang-orang yang patuh, tunduk, dan beriman kepadanya.

Sifat manusia yang memiliki naluri untuk membantah segala sesuatu yang

tidak sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya, mereka menolak hukum yang

Allah berikan kepadanya, dan mereka membuat hukum baru untuk

kemaslahatannya padahal Allah mengatakan dalam firmannya;

18

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 81: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

63

ي

شسهىا

ن

ن ج

أ

ى يوعس

ش

ىا حب

ن ج

أ

ى وعس

م

ن

يرل ل

م ا وهى خ

ه يعل

وٱلل

م

ن

سل ل

ا وهى ش

مىن وأ

عل

ح

١٢٩هخم ل

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan

boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Padahal segala yang Allah berikan kepada hamba-hambanya merupakan

bentuk kasih sayang Allah kepada mereka, karena Allah mengetahui segala

sesuatu pada diri manusia mana yang baik baginya dan mana yang buruk baginya,

dan dalam kondisi dan situasi apa pun hukum Allah tetap berlaku dan pasti akan

memberikan kemaslahatan bagi manusia, dalam firmannya;

مين ل ع

ل ل

زحمت

و إل

ىزطل

أ

٢٥١وما

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat

bagi semesta alam.

Ayat ini memberikan harga mati bahwa Islam itu memberikan rahmat

kepada seluruh alam, makna seluruh alam tidak terbatas oleh ruang dan waktu

zaman dahulu dan zaman moderen, jika Islam hanya cocok untuk kemaslahatan di

zaman Nabi dan para sahabat berarti Islam bukan rahmat bagi seluruh alam.

„Apakah yang bisa dikatakan oleh orang yang menjauhkan syari'at Allah

dari kehidupan lalu menggantinya dengan syari'at Jahiliyah dan hukum Jahiliyah,

dan menjadikan hawa nafsunya atau hawa nafsu rakyat atau hawa nafsu suatu

Page 82: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

64

generasi di atas hukum Allah dan di atas syari'at Allah?‟, dari penjelasan ini

dipahami bahwa tidak ada satu kata pun yang mampu di ungkapkan oleh mereka

kelak dihadapan Allah, mereka tidak mampu membela dirinya sendiri dan orang

lain atas apa yang mereka laukan. Mereka tidak akan mampu berkata apa pun,

memberikan hujah yang kuat setelah menjauhkan syari'at Allah dari kehidupan

lalu menggantinya dengan syari'at Jahiliyah dan hukum Jahiliyah.

„Apa yang bisa dikatakannya, khususnya bila dia mendakwakan diri

sebagai Muslim?‟ sambungan penjelasan ini bermakna bahwa apakah pantas

seorang muslim membuat hukum baru untuk menandingi hukum Allah, masih

bisakah dia mengaku dirinya itu sebagai muslim jika nyatanya dia memilih hukum

jahiliyah dan meninggalkan hukum Allah. Karena esensi seorang muslim adalah

berserah diri kepada Allah dalam urusan apa pun. Tentu saja dapat di ragukan

keimanan dan ketaqwaannya jika benar dia menjauhkan syari'at Allah dari

kehidupan lalu menggantinya dengan syari'at Jahiliyah dan hukum Jahiliyah.

„Kondisi? Situasi? Tidak adanya keinginan manusia? Takut musuh?

Tidakkah semua ini berada dalam pengetahuan Allah, ketika dia memerintahkan

kaum muslimin untuk menegakkan syari‟at-Nya, berjalan di atas manhaj-Nya, dan

tidak tergoda untuk meninggalkan sebagian syari‟at yang diturunkan-Nya?‟19

dalam penjelasan ini dipahami bahwa tidak ada asumsi yang kuat untuk

memberikan pembelaan atas apa yang telah mereka lakukan, yakni menjauhkan

syari'at Allah dari kehidupan lalu menggantinya dengan syari'at Jahiliyah dan

hukum Jahiliyah. Meski dalam kondisi yang mendesak, dan dalam situasi yang

19

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 83: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

65

darurat sekalipun, atau karena adanya ancaman musuh yang mengakibatkan rasa

takut, dan akhirnya memilih hukum jahiliyah agar mendapatkan rasa aman.

Apakah mereka ragu kepada Allah, kepada syari‟at Allah, apakah Allah telah

salah dan Allah tidak mengetahui apa yang baik untuk mereka sehingga mereka

menolak hukum-hukum Allah dan memilih hukum jahiliyah.

„Kelemahan syari'at Allah untuk mengantisipasi semua kebutuhan, kondisi

dan situasi yang baru? Tidakkah semua itu berada dalam pengetahuan Allah,

ketika Dia menyampaikan peringatan keras ini?‟20

Kalimat tanya ini bermaksud

menegaskan Apakah syari‟at Allah tidak sempurna? Apakah syari‟at Allah

memiliki kelemahan yang tidak mampu untuk memberikan kebaikan dan

mengatasi masalah di setiap kondisi dan situasi yang baru? Jika demikian mereka

berkeyakinan bahwa Allah tidak memiliki pandangan yang baik atas segala urusan

umatnya, Allah bukan zat yang maha mengetahui sehingga lahirlah rasa

ketidakyakinan ini dalam hati mereka orang-orang yang memilih hukum jahiliyah.

Padahal Allah satu-satunya zat yang mengetahui segala sesuatu ( )وهوبكل

.dan dia mengetahui segala sesuatuشيءعلين

„Orang-orang di luar Islam bisa mengatakan apa saja yang

dikehendakinya. Tetapi seorang Muslim atau orang-orang yang mendakwakan

Islam. apa yang mereka katakan dari semua ini, kemudian mereka tetap berada di

atas sebagian ajaran Islam?‟21

Penjelasan ini bermakna bahwa jika ucapan

mencela dan menolek yang keluar dari lisan orang-orang kafir terhadap syari‟at

20

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905. 21

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 84: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

66

Allah maka itu hal yang wajar, karena aqidah dan keyakian yang berbeda, namun

bagaimana jika hal ini justru dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai

muslim, tentu ini merupakan suatu kekufuran, kezaliman, dan kefasikan.

Sebagaimana yang telah Allah sebutkan dalam firmannya terhadap orang-orang

yang tidak mengambil hukum Allah;

فسون ن

ئو هم ٱل

ول

أه ف

هصى ٱلل

أ

م بما

م يحن

١١وم ل

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,

maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

لمىن ئو هم ٱلظ

ول

أه ف

هصى ٱلل

أ

م بما

م يحن

هۥ وم ل

ل

لازة ف

هى ل

ق بهۦ ف صد

م ج

١٠ف

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

ظقىن ف

ئو هم ٱل

ول

أه ف

هصى ٱلل

أ

م بما

م يحن

١١وم ل

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.

Ayat-ayat di atas telah memberikan pengklasifikasian terhadap orang-

orang yang tidak berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan dalam

firmanNya.

Dalam kaitan ini Sayyid Qutbh menjelaskan bahwa, sesungguhnya ia

merupakan persimpangan jalan, yang tidak ada pilihan lain baginya dan tidak ada

gunanya melakukan perdebatan atau mencari-cari alasan.

Page 85: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

67

Islam atau Jahiliyah. Iman atau kafir. Hukum Allah atau hukum Jahiliyah.

Orang-orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah

orang-orang kafir, zalim dan fasiq. Orang-orang yang tidak menerima hukum

Allah di kalangan rakyat adalah orang-orang yang tidak beriman.22

Maka jelas

perkara ini, di tengah-tengah persimpangan ini hanya ada dua jalan yang berbeda,

antara yang haq dan yang batil, Islam atau jahiliyah. Jika memilih yang haq yang

telah dibenarkan oleh Allah, memilih hukum-hukumnya, maka gelarnya sebagai

seorang muslim telah benar, namun jika dia berpaling dan memilih jalan yang

kedua yakni hukum jahiliyah, maka hanya ada tiga sebutan yang dapat dikatakan

untuknya, yakni kafir, zalim dan fasik. Begitu tegas Al-Qur‟an memberikan

kecaman terhadap siapa saja yang mengingkari ayat-ayat Allah.

Berikutnya Sayyid menjelasakan bahwa sesungguhnya masalah ini harus

jelas dan tegas di dalam nurani seorang Muslim, tidak boleh ragu-ragu dalam

penerapannya terhadap realitas manusia di zamannya, dan menerima konsekuensi

hakikat ini dan hasil penerapan ini pada lawan dan kawan.‟23

Penetapan dan

pengambilan hukum inilah yang menjadi tolok ukur permasalaan seorang muslim,

kebimbangan dan keragu-raguan hati seorang muslim menjadi pemicu lahirnya

permasalahan yang akan menimbulkan perselisihan antara hukum Allah dan

hukum jahiliyah. Permasalahan ini mesti jelas dan tegas, menanamkan keyakinan

yang kuat atas hukum Allah untuk penerapan terhadap kehidupan ini, tanamkan

dalam hati nurani bahwa hanya Allah SWT yang maha kuasa, hanya hukum Allah

yang berhak mengatur kehidupan ini selainnya tidak berhak dan batil.

22

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905. 23

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 86: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

68

Sayyid juga menegaskan bahwa Selagi nurani seorang Muslim tidak

mendapat kejelasan (dalam) masalah ini maka ia tidak akan dapat memiliki

standar yang lurus, tidak akan bisa memahami manhaj dengan jelas, tidak akan

bisa membedakan antara yang benar dan yang batil, dan tidak akan bisa

melangkah satu langkah pun di jalan yang benar. Bila masalah ini boleh tidak

jelas atau rancu di dalam jiwa sebagian besar manusia, tetapi masalah ini tidak

boleh rancu atau tidak jelas di dalam jiwa orang-orang yang ingin menjadi

"Muslim" dan merealisasikan sifat yang agung ini pada diri mereka.24

Nurani

seorang muslim dapat memberikan ukuran yang tepat tentang kebenaran, jika

nuraninya tidak memiliki kejelasan maka ia tidak akan bisa mengidentifikasi

tentang sesuatu yang baik untuk dirinya dan orang lain. Tidak dapat memahami

tentang tuntunan hidup dengan jelas sesuai fitrah manusia pada dasarnya.

Kewajiban untuk menjalankan hukum Allah berlaku untuk Muslim kapan

pun dan di mana pun tanpa mempedulikan tempat dan waktu. Seperti di zaman

ini, di mana banyak anggapan keliru yang menyatakan bahwa hukum Islam sudah

kuno dan tidak berlaku lagi di zaman yang serba canggih ini. Sesungguhnya yang

membedakan antara zaman dulu dan zaman sekarang hanyalah di perbedaan

fasilitas saja, karena sejatinya dari zaman kuno sampai hari ini kebutuhan utama

manusia sama saja; mereka butuh makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan

seterusnya.

Walaupun Al-Qur‟an diturunkan pada abad ke-7 di tanah Arab, namun

kandungan dari setiap hukum-hukumnya berlaku untuk kaum Muslim di setiap

24

Quthb, Fi-Zhilalil..,h. 905.

Page 87: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

69

tempat dan zaman. Sebagaimana yang dikatakan sebuah kaidah ushul, “al-ibrah

bi umum al-lafzhi la bi khushusi sabab”, pelajaran itu terdapat pada keumuman

lafaz, bukan di kekhususan sebab turunnya ayat yang bersangkutan. Menurut

Sayyid Quthb pula, bahwa kaum Muslim tidak boleh tunduk terhadap segala

rintangan yang ada untuk menjalankan hukum Allah, walau tantangan itu

datangnya dari kawan sendiri maupun lawan sejati. Keteguhan dalam

menjalankan dan ber-wala‟ kepada hukum Allah dan disloyalitas dan

kesabarannya dalam menghadapi ancaman hukum jahiliyah yang akan membuat

Muslim terbebas dari predikat kafir, zalim, maupun fasiq.

Jika masalah loyalitas kepada hukum Allah dan disloyalitas kepada hukum

jahiliyah ini masih membingungkan bagi seorang Muslim, niscaya akidahnya

akan mudah goyah, dikarenakan tidak memiliki pondasi yang kokoh dan begitu

rawan pemikirannya terselundupi paham-paham yang bertentangan dengan Islam.

Walaupun sebenarnya setiap manusia tidak dipaksa dan diberi pilihan untuk

berloyalitas kepada hukum manapun, tapi syarat untuk menjadi hamba Allah dan

menjadi Muslim seutuhnya adalah meyakini bahwa tiada hukum yang setara

dengan hukum Allah, dan menafikkan segala jenis hukum yang tidak berasal dari

Sang Pencipta. Kesimpulan ini selaras dengan kalimat yang wajib diucapkan

secara lisan dan diyakini dengan hati bagi setiap orang untuk menjadi Muslim,

yakni mengucapkan kalimat syahadat la ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah,

tiada sesembahan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Page 88: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

70

2. Penafsiran Al-Misbah

ىن

ت يبغ هلي

ج

م ٱل

حن

ف

ىم يىقىىن أ

ق

ما ل

ه حن

ٱلل م حظ

أ ٠٥وم

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah

yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS:Al-

Maidah ayat 50)

Ketika menafsirkan ayat ini, Quraish Shihab menjelaskan bahwa

Selanjutnya, karena yang ada hanya hukum Allah serta hukum yang bertentangan

dengannya, dan hukum yang bertentangan dengannya adalah hukum yang dinamai

hukum Jahiliyah, maka ayat ini mengecam mereka dalam bentuk pertanyaan:

apakah hukum Jahiliyah yakni hukum yang didasarkan oleh hawa nafsu,

kepentingan sementara, serta kepicikan pandangan yang mereka kehendaki, dan

jika demikian siapakah yang lebih sesat dari mereka?25

Ungkapan ini sejalan

dengan penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di dalam tafsirnya

ketika menjelaskan kata Jahiliyah pada ayat ini, Menurut as-Sa‟di, hukum

Jahiliyah adalah semua hukum yang bertentangan dengan apa yang diturunkan

oleh Allah kepada Rasul-Nya. Karena pilihan yang ada hanya hukum Allah dan

Rasul-Nya atau hukum jahiliyah.26

Segala hukum yang bertentangan dangan hukum Allah maka itu adalah

hukum jahiliyah. Tidak ada satu hukum pun yang dibuat oleh manusia yang tidak

berdasarkan akal dan hawa nafsu. Segala kebijakan dan kepentingan yang

25

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (ciputat: Lentera Hati, 2001), h. 111. 26

Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di, Taisir al-Karim ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-

Mannan, (Jakarta: Darul Haq, 2013)

Page 89: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

71

mengatasnamakan hukum mereka buat sesuai dengan keinginannya, agar berpihak

kepada akal dan hawa nafsunya, maka inilah yang dimaksud hukum jahiliyah.

Pendapat ini diperkuat oleh penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang

mengatakan bahwa hukum jahiliyah adalah mereka mengikuti hukum yang lain

berupa akal, hawa nafsu, istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa ada

sandaran syariat Allah. Hal ini sebagaimana orang-orang jahiliyah yang berhukum

dengan kesesatan dan kebodohan, dan hukum-hukum yang mereka buat

berdasarkan akal dan hawa nafsu mereka.27

Kesesatan ini telah nyata dan jelas.

Mereka berpaling dari hukum Allah, dan memilih hukum buatan manusia yang

berdasarkan akal fikiran dan hawa nafsu. Inilah yang dimaksud dengan hukum

jahiliyah.

Kemudian Quraish Shihab menjelaskan bahwa Karena kesempurnaan serta

baiknya suatu hukum adalah akibat kesempurnaan pembuatnya, sedang Allah

adalah Wujud yang paling baik serta sempurna, maka jika demikian siapakah

yang paling sempurna dan siapakah yang lebih baik dari pada Allah Yang Maha

Mengetahui itu dalam menetapkan hukum dan dalam hal-hal yang lain bagi kaum

yang yakin, yakni yang ingin mantap kepercayaannya?28

Jika Allah adalah zat yang maha sempurna di atas segalanya, zat yang

maha mengetahui segala sesuatu yang ada, mengetahui yang baik dan yang buruk,

mengetahui awal dan akhir dalam kehidupan ini dan Dia pula-lah yang memiliki

segala kerajaan di langit dan bumi, maka tidak ada lagi alasan kita untuk tidak

27

Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Ahmad Syakir dan Suharlan, Jilid II,

(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012), h. 636. 28

Shihab, Tafsir Al-Mishbah.., h. 111.

Page 90: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

72

mematuhi hukum-hukum Allah yang telah sempurna ini, dan memilih hukum

jahiliyah. Jika manusia dengan kemampuannya dapat membuat hukum maka

sudah pasti hukum yang dibuatnya itu sama sekali tidak mampu menandingi

hukum yang telah Allah turunkan dalam Al-Qur‟an. Hanya hukum Allah-lah yang

paling baik bagi setiap orang yang telah mantap keimanan dan ketaqwaannya.

Di titik ini Quraish Shihab mengemukakan bahwa kata yuqinun atau yaqin

adalah pengetahuan yang mantap tentang sesuatu disertai dengan tersingkirnya

sesuatu yang mengeruhkan pengetahuan itu, baik berupa keraguan maupun dalih-

dalih yang dikemukakan lawan. Itu sebabnya pengetahuan Allah tidak dinamai

mencapai tingkat yakin, karena pengetahuan Yang Maha Mengetahui sedemikian

jelas, sehingga tidak pernah sesaat atau sedikit pun disentuh oleh keraguan.

Berbeda dengan manusia yang “yakin”, sebelum tiba keyakinannya, ia terlebih

dahulu disentuh oleh keraguan, namun begitu ia sampai pada tahap yakin, maka

keraguan yang tadinya ada, langsung sirna. Seseorang yang ingin mencapai tahap

keyakinan harus berusaha menghilangkan setiap kerancuan yang menyelinap di

dalam benak, dan hatinya. Ini ditempuh dengan jalan mendekatkan diri kepada

Allah, mempelajari hukum-hukum yang ditetapkan-Nya serta mengamalkannya.

“Siapa yang mengamalkan apa yang diketahuinya, maka Allah akan mewariskan

kepadanya pengetahuan yang belum diketahuinya”. Demikian sabda Nabi saw.,

dan pengetahuan yang terakhir ini mengantar ia sampai kepada keyakinan, dan ini

Page 91: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

73

pada gilirannya mengantar ia dengan mantap berkata bahwa tidak ada yang lebih

baik dari Allah dalam menetapkan hukum.29

Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi bertugas untuk mengatur

urusan di bumi ini dengan hukum yang jelas. Manusia tidak boleh mengatur

dengan hukum yang tidak jelas siapa pembuatnya, konsepnya, dan tata caranya.

Apabila manusia menerapkan hukum semacam itu, maka bisa dijamin akan terjadi

kerusakan dan berbagai ketimpangan akibat penerapan hukum yang salah.

Banyak tokoh besar dan pemikir yang berusaha membuat hukum guna

dijadikan sandaran tata kelola dunia ini. Dengan akal dan hawa nafsu mereka,

telah banyak hukum yang ditelurkan dan diterapkan di seluruh dunia. Namun,

penerapan hukum yang berasal dari akal manusia selalu saja tidak tepat dan

membawa kehancuran. Sebagai contoh, penerapan hukum sosialisme -

komunisme telah menimbulkan kerusakan dan ketimpangan di negara-negara

yang pernah menerapkannya, seperti Uni Soviet, Cina, Laos, Vietnam Utara, dan

lain-lain. Walaupun maksud dan tujuan manusia membuat hukum untuk

menciptakan kemaslahatan, tapi apa yang diimpikan oleh akal mereka selalu saja

tidak mampu untuk mendapat kemaslahatan yang hakiki, dikarenakan

keterbatasan akal manusia dan kecenderungan hawa nafsunya yang dominan.

Manusia harus meyakini bahwa dirinya lemah dan terbatas, karena

memang hal itu sesuai dengan fakta yang ada. Keterbatasan manusia

menyebabkan manusia membutuhkan tempat untuk bergantung, tempat untuk

29

Shihab, Tafsir Al-Mishbah.., h. 112.

Page 92: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

74

bersandar, tempat untuk bertanya tentang hakikat kehidupan, alam raya, serta

manusia itu sendiri. Keyakinan seperti ini akan membuat manusia menyadari

kalau manusia harus tunduk kepada perintah Allah yang telah menciptakannya.

Manusia harus bisa menguatkan kepercayaannya kepada Allah sampai ke tingkat

benar-benar yakin, bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.

Keyakinan seperti ini tidak boleh dicapai dengan cara pemaksaan dan

indoktrinasi, tapi harus melalui cara yang rasional dengan memanfaatkan potensi

akal manusia untuk mencari tanda-tanda kekuasaan-Nya yang bertebaran di mana-

mana.

Sebagai Sang Pencipta, Allah tidak hanya menjadikan manusia sebagai

makhluk hidup, tapi juga mengiringi manusia dengan memberikan mereka

petunjuk (al-huda/guidence). Pada saat manusia menggunakan akalnya untuk

mengakses petunjuk dari Allah yang berupa wahyu, maka Allah akan memberikan

manusia itu taufiq dalam menjalankan hidayah dari Allah.

E. Komparasi antara dua penafsiran

Dari uraian di atas dapat dijadikan sebagai perbandingan yang memiliki

perbedaan dan persamaan antara dua tafsir diatas. Yang keduanya masing-masing

memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun dalam analisis yang telah penulis

uraikan terhadap kedua tafsir diatas, Perbedaan presfektif dua mufasir di atas

telah nampak pada term jahiliyah, walaupun secara garisbesar memiliki kesamaan

pada maksud dan tujuan Ayat pada dasarnya. Berikut perbedaannya;

Page 93: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

75

1. Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an (Apakah hukum Jahiliyah yang mereka

kehendaki) berpandangan tentang makna jahiliyah pada ayat ini adalah

segala jenis hukum yang dibuat oleh manusia dan untuk manusia, dan

suatu penghambaan manusia kepada manusia dan menolak uluhiyah Allah

Swt. Sementara Tafsir Al-Misbah berpandangan makna jahiliyah pada ayat

ini adalah, hukum-hukum yang di buat oleh manusia yang berdasarkan

dengan hawa nafsu dan kepentingan semata.

2. Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an memberikan pengertian pada ayat ini terkait term

jahiliyah yaitu bahwa semua hukum yang bukan berdasarkan dari Al-

Qur‟an maka itulah Hukum Jahiliyah. Sedangkan Al-Misbah memberikan

komentar pada ayat ini yang dimaksud jahiliyah yaitu segala bentuk

hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah.

3. Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an mengaitkan makna jahiliyah tidak sekedar

dengan konteks hukum tetapi mengaitkan juga dengan konsekuensi

penghambaan terhadap selain Allah. Sedangkan tafsir Al-Misbah fokus

pada persoalan hukum.

4. Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an lebih ketat dan keras dibandingkan Al-Misbah

terkait pandangannya terhadap hukum-hukum jahiliyah dan orang-orang

yang berhukum dengannya, hal ini terlihat pada argumentasinya ketika

sayid Quthb mengatakan bahwa hukum-hukum yang tidak bersumber dari

Al-Qur‟an maka itu lah hukum Jahiliyah, keluar dari penghambaan kepada

Allah, menolak uluhiyah Allah, mengakui uluhiyah manusia, dan

penghambaan kepaada mereka. Sedangkan Quraish Shihab hanya

Page 94: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

76

menyinggung bentuk ketidak yakinan mereka kepada hukum-Hukum

Allah.

5. Sayyid Quthb memandang jahiliyah sebagai masalah yang sangat urgen

dan kompleks sehingga Sayyid mampu memberikan solusi dengan

berusaha memformalkan syariat Islam dan menjadikannya menyatu

dengan negara dan kekuasaan.30

serta terkesan memojokan hukum

jahiliyah yang dianggapnya sebagai jalan kesesatan, sedangkan Quraish

Shihab memberikan pandanganya tentang hukum jahiliyah yang hanya

sebatas permasalahan hukum.

6. Sayyid Quthb memandang bahwa hukum Allah adalah yang terbaik

dengan argumentasi bahwa Allahlah yang maha pencipta dan paling

mengerti tentang ciptaannya. Sementara Quraish Shihab menekankan

bahwa hukum Allah adalah hukum yang sempurna karena berasal dari zat

yang Maha Sempurna.

7. Kedua tafsir bersepakat bahwa hukum jahiliyah adalah hukum produk akal

manusia.

Komparasi di atas sekilas tidak memiliki perbedaan yang mencolok,

namun jika di teliti dan di kaji lebih dalam lagi, maka akan nampak perbedaan

yang cukup signifikan, keduanya memiliki pandangan yang berbeda dalam aspek

tertentu, namun dalam pengertian mendasar pada term jahiliyah, keduanya

sepakat bahwa hukum jahiliyah merupakan hukum buatan manusia yang tidak

berdasarkan Al-Qur‟an serta bertentangan dengannya.

30

Hasani, Kontradiksi dalam...,h. 3.

Page 95: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah dibahas dari bab 1 sampai bab 4 penulis dapat

mengambil kesimpulan terkait hukum jahiliyah dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah

Ayat 50 sesuai yang telah di jelaskan oleh kedua mufasir di atas, jahiliyah

memiliki pengertian yang simple dan jelas, sejatinya bahwa hukum Jahiliyah pada

ayat ini menjelaskan tentang hukum-hukum dan sistem aturan hidup yang tidak

bersumber dari Al-Qur‟an, pada dasarnya ayat ini menggambarkan tentang

negosiasi petinggi yahudi atas Nabi Saw dalam pertikaian mereka dengan

kaumnya, atas dasar hawa nafsu dan kepicikannya mereka meminta kepada Nabi

agar Nabi Saw memenangkan perkara mereka dari perseteruannya dengan

kaumnya, kemudian Allah SWT menurunkan ayat ini dengan konteks keadan

mereka menginginkan hukum dan aturan jahiliyah yang didasari oleh kepentingan

dan hawa nafsunya. Dari sini penulis menarik kesimpulpan menjadi beberapa

point anatara lain;

1. Kedua penafsir bersepakat bahwa Hukum jahiliyah adalah hukum yang

berasal dari selain Allah SWT, yakni hukum yang bersumber dari akal dan

hawa nafsu manusia. Hanya saja penjelasan Sayyid Quthb lebih terkesan

Page 96: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

78

keras hingga mengaitkan pada aspek akidah sedangkan Quraish Shihab

memberikan penjelasan pada ruang lingkup hukum.

2. Hukum jahiliyah ada pada setiap masa yang dapat di indikasikan dengan

perbuatan dan hukum yang menyimpang, yang bertentangan dengan Al-

Qur‟an, yang bukan hanya ada pada masa tertentu.

3. Pada tafsir Sayyid Qutb ditemukan penjelasan bahwa hukum jahiliyah

tidak terbatas waktu dan tempat, artinya hukum jahiliyah terjadi di masa

lalu, bisa juga terjadi dimasa sekarang dan masa yang akan datang.

Patokannya adalah pertentangan dengan hukum Allah SWT.

Dari penjelasan ini maka dapat dinilai bahwa hukum-hukum kontemporer

yang bertentangan dengan hukum Allah swt maka terkategori hukum jahiliyyah.

Jika menggunakan pendekatan pengertian yang diajukan oleh Quraish Shihab

bahwa hukum jahiliyah adalah hukum yang bertentangan dengan hukum Allah

maka akan ditemukan kesimpulan yang sama bahwa hukum yang terdapat

dikehidupan masa kini yang bertentangan dengan hukum Allah, maka dapat

dimasukkan kedalam hukum jahiliyyah.

B. Saran

Setelah menyimpulkan hasil penelitian, peneliti juga ingin memberikan

rekomendasi kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini,

Pembahasan yang penulis ambil, merupakan pembahasan yang cukup penting

untuk dikaji, karena hukum Jahiliyah merupakan suatu permasalahan yang

mendasar pada umat islam dan merupakan perbuatan buruk yang termasuk

Page 97: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

79

kedalam dosa yang besar bagi pelakunya serta akan memberikan dampak yang

buruk bagi orang banyak jika hukum-hukum jahiliyah di terapkan dalam

kehidupan ini. saat ini jika kita teliti lebih lanjut baik dalam tatanan negara atau

dalam tatanan masyarakat maka kita akan menemukan bentuk-bentuk jahiliyah

dalam berbagai hal baik berupa atauran, sistem, kebijakan, atau perilaku. Jika

dikemudian hari ada yang ingin meneruskan penelitian ini, penulis berharap

kepada peneliti agar pembahasan yang di ambil lebih detail dari yang sudah ada,

serta dapat memberikan informasi dan pemahaman yang baru yang belum ada

sebelumnya, sehingga dapat memberikan khazanah bagi para pembaca, terkhusus

bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana Hukum Jahiliyah yang di

katakan dalam Al-Qur‟an, dan dampak apa sajah yang akan terjadi ketika hukum

jahiliyah tersebut diterapkan dalam kehidupan ini. Maka dengan ini penulis

berupaya memberikan rekomendasi yang relevan dengan penelitian ini:

1. Persoalan hukum jahiliyah menjadi sangat urgen untuk diketahui khalayak

muslim, sebab bisa menyangkut pada persoalan akidah sebagaimana

penjelasan sebagian mufassir, selain itu juga dampak yang dihasilkan

akibat penerapan hukum jahiliyah. Tentu persoalan hukum menjadi

tanggung jawab utama penguasa.

2. Kajian yang peneliti lakukan berfokus pada komparasi penjelasan hukum

jahiliyah antara dua mufasir ternama yakni Sayyid Qutb dan Quraish

Shihab. Dalam penelitian ini tidak terlalu digambarkan dengan rinci

karakteristik hukum jahiliyah. Oleh karena itu bagi kalangan yang akan

melakukan penelitian berkaitan dengan hukum jahiliyah, ada baiknya jika

Page 98: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

80

menitikberatkan pada kajian identifikasi, detailisasi dan kategorisasi

hukum jahiliyah.

Page 99: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

81

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abdullah, Yusuf. Tafsir Yusuf Ali. Penerjemah, Ali Audah. Bogor: Pustaka

Litera Antar Nusa, 2009.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Tangerang: Mazhab Ciputat, 2013.

Bunyamin, Abun. dinamika tafsir ijtima‟i Sayyid Quthb. Purwakarta: Taqaddum,

2012).

Chirzin, Muhammad, Mengerti Asbabun Nuzul. Jakarta: Zaman, 2015.

Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 1994

Al-Farmâwi, Abd, Al-Hayy, al-Mawdû‟I, Al-Bidâyat Fi al-Tafsîr diterjemahkan

oleh Suryan A.Jamrah dengan judul Metode Tafs r Mawdhu‟iy Cet.I:Jakarta:

LSIK dan Raja Rafindo Persada, 1994

Hamka, Debat Dasar Negara Islam Dan Pancasila, Jakarta: Pustaka Panjimas,

2001

Harun, Musa, Bin Fatullah. Manusia Dan Makhluk Ghaib di Sekitarnya. Jakarta:

Al-Ghuraba, 2008.

Hasani, Adib, jurnal. Kontradiksi dalam Konsep Politik Islam Eksklusif Sayyid

Qutb, Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni 2016.

Hidayat, Komarudin (ed). Kontroversi Khilafah, Islam, Negara, dan Pancasila,

Bandung: Mizan Media Utama, 2014

Hidayat, Nuim. Sayyid Qutb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya. (Jakarta:

Gema Insani, 2005.

Page 100: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

82

https://islami.co/menaati-pemerintah-bukanlah-kekafiran, Diunduh pada 12 Maret

2019.

https://nasional.sindonews.com/read/1273325/13/hukum-nkri-sudah-sesuai-

dengan-syariat-islam-1515817002, Diunduh pada 12 Maret 2019.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171202080637-20-259615/rizieq-

dorong-konsep-nkri-bersyariah-di-reuni-alumni-212, Diunduh pada 12

Maret 2019.

Ibn Manzhur, Lisan Al-Arab, (Maktabah Syamila: Juz 12)

Lubis, Ibrahim. Agama Islam Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Manzur, Ibn. lisan Aarab. Maktabah syamilah: juz 11.

Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,

Mas‟ud, Ibnu. Tafsir Ibnu Mas‟ud Jam‟wa Tahqiq wa dirasah. Penerjemah, Ali

Murtadho Syahudi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Al-Mubarakfury, Syaikh, Shafiyyurahman. Sirah Nabawiyah. Jakarta: PUSTAKA

KAUTSAR, 2008.

An-Nadawy, Abul, Hasan, Ali, Al-Hasany. Kerugian Apa Yang Diderita Dunia

Akibat Kemerosotan Kaum Muslimin, Bandung: Percetakan Offset, 1983.

Nasir, Haedar. Islam Syariat, Bandung: Mizan Media Utama, 2013

Nawawi, Asy-Syaikh. Tafsir Al-Munir

Al-Qahthtan, Manna, Khalil. Mabhahits fi Ulumil Quran t.tp: Mansyurat al-„Ashr

al-Hadirts, 1973.

Al-Qurthubi, Syaikh, Imam. Al Jami‟ li Ahkaam Al Qur‟an, penerjemah, Dudi

Rosyadi, Nashirul Haq, Fathurrahman, Jakarta: Pustaka Azam, 2008.

Page 101: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

83

Quthb, Muhammad. Jahiliyah Abad Dua Puluh. Bandung: Mizan, 1985.

Quthb, Sayyid. Fi- hilalil Qur‟an, jilid III, Penerjemah: Aunur Rafiq Shaleh

Tamhid, Khoirul Halim. Jakarta: Robbani press, 2002.

Rachman, Budhi, Munawar. (ed). Membela Kebebasan Beragama, jakarta: The

Asia Fudation, 2011

Ramulyo Idris, Asas-asas Hukum Islam. jakarta: SINAR GRAFIKA, 1995.

Ridjaluddin. Teologi sayyid Quth. Jakarta: pusat kajian islam.

As-Sa‟di, Syaikh, Abdurrahman, bin Nashir. Taisir al-Karim ar-Rahman Fi Tafsir

Kalam al-Mannan. Jakarta: Darul Haq.

Shaleh, Qamaruddin, dan Dahlan, H.A.A. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis

Turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an. Bandung: Penerbit Diponegoro, 2000

Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Iman Kepada Allah. Jakarta: Ummul Qura, 2014.

Shihab, M, Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang: Lentera Hati, 2013

Subhani, Ja‟far. Ar-Risalah. Jakarta: LENTERA BASRITAMA, 1996.

Sugiarto, Umar, Said. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafka, 2013.

Syakir, Syaikh, Ahmad. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katir, jilid II, penerjemah

Suharlan. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012.

Syakir, Syaikh, Ahmad. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Jilid II, penerjemah

Suharlan. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012.

Syaukani, Imam. Fathul Qadir. Jilid III, penerjemah, Amir Hamzah Fachruddin,

Asep Saefullah. jakarta: Pustaka Azzam 2009.

Syibromalisi, Faizah, Ali, dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Kelasik-

Moder. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Page 102: Hukum hiliyah dalam Al-Qur’anrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48369/1/SAEFULLOH... · i Hukum hiliyah dalam Al-Qur’an (Perbandingan Tafsir . F lil Qur ’ n

84

Tandjung, Ihsan. Hukum Allah dan Hukum buatan Manusia, Artikel di akses 17

oktober 2018 dari https://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-

ideologi/hukum-allah-dan-hukum-buatan-manusia.

Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Jami‟ Al-Bayan an Ta‟wil Ayi Al

Qur‟an. penerjemah, Akhmad Affandi, Benny Sarbeni. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008.

Wadjdi, farid, dan al Jawi, Shiddiq. Ilusi Negar Demokrasi, Bogor: Al-Azhar

Press, 2009

Wartini , Atik, Hunafa: Jurnal Studia Islamika.

Wasitaatmadja, Fokky, Faud. Filsafat Hukum. Jakarta: PRENADAMEDIA

GROUP, 2015.

Az-Zarqani. Manahilul „Irfan fi „Ulumil Quran. Bairut: Darul Fikr, 1988.