huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

163
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10 59 BULAN DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013 Skripsi Oleh: FAUZIAH 109101000014 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/ 2013 M

Upload: dylover

Post on 15-Jan-2016

118 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

sanitasi lingkungan dengan kejadian diare

TRANSCRIPT

Page 1: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10 – 59 BULAN

DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG

KOTA BEKASI TAHUN 2013

Skripsi

Oleh:

FAUZIAH

109101000014

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1434 H/ 2013 M

Page 2: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2013

Fauziah

Page 3: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Oktober 2013

Fauziah, NIM: 109101000014

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI

KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA

BEKASI TAHUN 2013

(xviii+ 111 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 2 bagan, 6 lampiran)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi

penyebab utama kesakitan dan kematian. Dari angka mordibitas dan mortalitas diare di

Indonesia, balita merupakan yang terbanyak. Kelurahan Sumur Batu berada di sekitar

TPA sampah yang dapat menimbulkan pencemaran air. Sebagian besar masyarakat juga

berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada

sarana sanitasi airnya. Dari hal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor

individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada Balita umur 10-59

bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013.

Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain studi cross sectional, dengan

sampel balita berumur 10-59 bulan yang berjumlah 52 responden. Data yang digunakan

dari data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui

wawancara, observasi dan pemeriksaan mikrobiologi air minum.

Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 44,2% mengalami diare dan 55,8% tidak

mengalami diare. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan α 5% diperoleh dua

variabel yang berhubungan dengan kejadian diare yaitu kondisi sarana air bersih dengan

pvalue 0,023 dan E. Coli dalam air minum dengan pvalue 0,021. Sedangkan variabel

umur (pv 0,392), ASI eksklusif (pv 0,089), imunisasi campak (pv 0,263) dan pengolahan

air minum (pvalue 0,264) tidak berhubungan bermakna dengan diare.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare, mensosialisasikan

prinsip tatalaksana diare yaitu LINTAS DIARE, meningkatkan penyuluhan tentang

pencegahan diare, meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dan meningkatkan

sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang baik bagi masyarakat.

Kata Kunci : Sanitasi Air, Diare, Balita, Cross Sectional

Daftar Bacaan : 71 (1984-2013)

Page 4: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Paper, October 2013

Fauziah, NIM : 109101000014

THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTICS OF WATER

SANITATION WITH DIARRHEA IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS IN

SUMURBATU VILLAGE BANTARGEBANG SUBDISTRICT BEKASI CITY

ABSTRACT

Diarrhea is one of the environment based diseases which is a major cause of

mordibity and mortaliy. Based on diarrhoe mordibity and mortality rate in Indonesia,

diarrhea has happended mostly in child under fiver years. Sumurbatu village located

around the landfill waste, it can make water pollution. Beside that, mostly people are

also in the middle to lower socio-economic at risk pollution of water sanitation tools.

Therefore rese determine the relationship between the sanitation water characteristic

with the incidence diarrhoe on child under fiver years at Sumurbatu village.

This research is quantitative cross sectional study design, the samples were

children aged 10 until 59 months amounted to 52 respondents. The data used in this

study is secondary data from relevant institutions and primary data obtained through

interviews, observation and microbiological testing of drinking water.

The results showed that 44,2 % of children with diarrhea and 55,8% didn’t have

diarrhea. The bivariate result analysis of the significance level of 5% found two

variables related with incidence of diarrhea. The variables are clean water sanitation and

E.Coli in drinking water. Whereas, variables of the age, exclusive breastfeeding, measles

and drinking water treatment were not significantly relate with diarrhea incidence.

It’s reccomended that people need to increase public knowledge about diarrhea

diseases , promote the principles of management of diarrhea LINTAS DIARE , increase

education about prevention of diarrhea , increased monitoring of water quality and

increase socialization of how good management of drinking water for the community.

Keyword : water sanitation,diarrhea, child under five years, cross sectional.

References : 71 (1984-2013)

Page 5: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN

KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI KELURAHAN

SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013

Telah disetujui, diperiksa untuk di pertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, September 2013

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes

Page 6: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

PANIITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM SUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, November 2013

Penguji I,

Narila Mutia Nasir, Ph.D

Penguji II

Nurul Wandasari, M.Epid

Page 7: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fauziah

Tempat, Tanggal lahir : Tangerang, 26 November 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Golongan Darah : A

Alamat : Jl. Pondok Aren 2 Rt. 007 Rw. 003 No. 24 Pondok

Betung – Pondok Aren – Tangerang Selatan 15221

Hp : 085691688797

Email : [email protected]

Pendidikan

1997 – 2003 MI Nurul Huda, Tangerang

2003 – 2006 MTs N 13, Jakarta

2006 – 2009 SMA N 87, Jakarta IPA

2009 – 2013 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta S1, Kesehatan

Masyarakat

Organisasi

2011 – 2013 Anggota Environmental Health UIN Jakarta

Student Association (ENVIHSA)

2009 – 2011 Anggota Saman Dance FKIK UIN Jakarta

2006 – 2009 Anggota ROHIS SMA N 87 Jakarta

2004 - 2005 Anggota klub kaligrafi MTs N 13 Jakarta

Pengalaman

Kerja praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia – Riau

Kerja praktek di PT. Proton Gumilang Pest Management – Jakarta

Page 8: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

السالم عليكم ورحمة للاه وبركاته

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW

semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.

Skripsi dengan judul “Hubungan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian

Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak

kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini

dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas berkah, rahmat serta nikmat-Nya sehingga penulis diberikan

kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Untuk kedua orang tua, baba dan mama yaitu Murdih dan Sunah, untuk kakak-ku

Iman, Tinah, Tatang, Ismail, dan Kholida serta keponakan-keponakanku (Zidan,

Kholil dan Najwa) tersayang yang selalu mendoakan, memberi dukungan moril dan

materil serta memberikan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

vii

4. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK

UIN dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas

bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama

penyusunan skripsi.

5. Bapak Dr. Arif Sumantri S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing pertama

sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan, terima kasih atas

bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terimaksih atas ilmu,

kesempatan, dan pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar

kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan.

6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes; selaku dosen pembimbing kedua, terima

kasih ibu atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada

selama penyusunan skripsi

7. Kepala Puskesmas Bantargebang beserta jajaran; dr. Ikman, drg, Rina dan Bu Susi

atas perizinan untuk melakukan penelitian serta dukungannya dengan memberikan

data yang penulis butuhkan.

8. Ibu Hj. Sumiati selaku kepala kelurahan Sumurbatu beserta staf seperti bapak Tri;

atas perizinan, arahan, dan dukungannya

9. Ibu Masriah selaku kader posyandu yang selalu menemani dan membantu penulis

selama pelaksanaan turun lapangan

10. Untuk teman-teman seperjuangan di Kelurahan Sumurbatu ini yaitu Yeni dan Reni,

walaupun turun lapangannya ngga bareng, namun kerjasama berkesan sekali saat

Page 10: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

viii

minta data, studi pendahuluan serta mengurus perizinan di kesbangpolinmas dan

kelurahan. InsyaAllah kita akan dapet hasil yang manis dari buah kesabaran saat itu.

11. Untuk Keslingers 2009 (Mentary, Yeni, Cita, Imah, Dila, Imah, Nita, Risma, Ratna,

Nisa, Ami, Maya, Aan, Agung, Ersa, Moris, Yudi, Udin dan Rudi) yang sama-sama

berjuang menyelesaikan skripsi terima kasih atas semangat yang diberikan,

kebersamaan, canda tawa saat di dalam maupun di luar kelas.

12. Untuk Diana dan Alfiyah, terimakasih atas dorongan, semangat dan doa dalam

menyelesaikan skripsi ini dan selama kuliah.

13. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik !!!

14. Dan seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Hormat

penulis kepada semuanya.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari

Allah SWT. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa skripsi ini masih cacat

dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima Kasih.

و السالم عليكم ورحمة للاه وبركاته

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

Page 11: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR BAGAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Pertanyaan Penelitian 6

D. Tujuan Penelitian 8

1. Tujuan Umum 8

2. Tujuan Khusus 8

E. Manfaat Penelitian 10

1. Bagi Peneliti 10

2. Bagi Instansi Terkait 10

3. Bagi Peneliti Lain 10

F. Ruang Lingkup 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diare 12

B. Klasifikasi Diare 13

C. Etiologi Diare 14

Page 12: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

x

D. Gejala Diare 16

E. Cara Penularan Diare 17

F. Epidemiologi Diare 20

G. Patofisiologi Diare 20

H. Pencegahan Diare 25

I. Penatalaksanaan Pendertia Diare 26

J. Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Diare Pada Balita 29

1. Faktor Individu Balita 29

a. Umur Balita 29

b. Status Gizi 31

c. Pemberian ASI Eksklusif 31

d. Immuno defisiensi 33

e. Imunisasi Campak 33

2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air 34

a. Kondisi Sarana Air Bersih 35

b. Pengolahan Air minum 41

c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum 43

K. Kerangka Teori 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep 48

B. Definisi Operasional 50

C. Hipotesis Penelitian 53

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 54

B. Tempat Dan Waktu Penelitian 54

C. Populasi Dan Sampel Penelitian 56

1. Populasi 56

2. Sampel 57

Page 13: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xi

3. Teknik sampling 58

D. Metode Pengumpulan Data 59

1. Data Primer 59

2. Data Sekunder 59

E. Instrumen Penelitian 60

F. Validitas dan Reliabilitas Intrumen 63

G. Pengolahan Data 64

1. Mengkode Data 65

2. Menyunting Data 65

3. Memasukkan Data 65

4. Membersihkan Data 65

H. Analisis Data 66

1. Analisis Univariat 66

2. Analisis Bivariat 66

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat 68

1. Gambaran Karakteristik Responden 68

a) Gambaran Umur Reponden 68

b) Gambaran Pendidikan Responden 69

c) Gambaran Pekerjaan Responden 70

2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita 71

3. Gambaran Faktor Individu Balita 71

a) Umur Balita 72

b) Pemberian ASI Eksklusif 72

c) Imunisasi Campak 73

4. Distribusi Karakteristik Sarana Sanitasi Air 73

a) Kondisi Sarana Air Bersih 73

b) Pengolahan Air Minum 75

c) E.Coli dalam air Minum 77

Page 14: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xii

B. Analisis Bivariat 79

1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada

Balita 79

a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 79

b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada

Balita 81

c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 82

2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada

Balita 83

a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada

Balita 83

b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 84

c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 85

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian 87

B. Kejadian Diare 88

C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita 90

1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada

Balita 90

a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 90

b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada

Balita 93

c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 95

2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada

Balita 98

a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada

Balita 98

Page 15: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xiii

b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 101

c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 104

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 109

B. Saran 110

1. Bagi masyarakat 110

2. Bagi intansi terkait 111

3. Bagi Peneliti Selanjutnya 111

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 16: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional 50

Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan

Sumurbatu Tahun 2013

58

Tabel 4.2 Distribusi Jenis Mata Pencaharian di Kelurahan Sumurbatu

Tahun 2013

56

Tabel 4.3 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda

Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu

58

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun

2013

68

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun

2013

69

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013

69

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun

2013

70

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Individu umur balita, pemberian ASI

eksklusif, dan imunisasi campak di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

71

Tabel 5.6 Distribusi balita menurut Sarana Air Bersih yang digunakan di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013

73

Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Air Bersih di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013

74

Page 17: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xv

Tabel 5.8 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun

2013

74

Tabel 5.9 Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang

Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur

Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

75

Tabel 5.10 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013

76

Tabel 5.11 Distribusi Balita menurut E.Coli dalam air minum di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013

77

Tabel 5.12 Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari

Sumur dan Air Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu

Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

77

Tabel 5.13 Distribusi Balita menurut Hubungan Umur dengan Kejadian

Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota

Bekasi Tahun 2013

78

Tabel 5.14 Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

79

Tabel 5.15 Distribusi Balita menurut Hubungan Imunisasi Campak

dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

80

Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air

Bersih dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

81

Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Pengolahan Air Minum

dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

82

Page 18: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xvi

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Tabel 5.17 Distribusi Balita menurut Hubungan E.Coli dalam air Minum

dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

83

Page 19: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu

Lain

18

Page 20: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori 44

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 49

Page 21: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xix

DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

SAB : Sarana Air Bersih

TPA : Tempat Pembuangan Akhir

WHO : World Health Organization

Page 22: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Observasi

Lampiran 4 : Hasil Pemeriksaan E.Coli dalam Air Minum

Lampiran 5 : Output Analisis Data

Lampiran 6 : Foto

Page 23: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di

negara berkembang. Penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi karena adanya

hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan

yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008).

Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi

penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health

Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit

penyebab kematian di dunia (WHO, 2011).

Di Indonesia, penyebaran kasus diare ada di setiap provinsi dan

menyebabkan tingginya mortalitas dan mordibitas. Presentase kematian akibat

penyakit diare berdasarkan pola penyebab kematian semua umur sebesar 3,5 %,

sedangkan presentase kematian akibat diare diantara penyakit menular lainnya

adalah 13% berada pada urutan ke-empat (Kemenkes RI, 2007).

Menurut data Subdit diare Depkes RI, hasil survei menunjukkan dari

tahun 2000 sampai 2010 tren penyakit diare menunjukkan kecenderungan

insiden naik. Pada tahun 2000 angka kejadian diare 301/1000 penduduk, tahun

Page 24: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

2

2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000

penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak

diatasi lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan

kematian. Data terakhir dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa diare

menjadi pembunuh nomor satu penyebab kematian berdasarkan umur pada anak

balita atau kelompok umur 1-4 tahun (Kemenkes RI, 2011).

Di sisi lain, wilayah Jawa Barat menunjukkan daerah yang memiliki

penyebaran diare yang tinggi terlihat dari data Riskesdas tahun 2007 dengan

prevalensi penyakit diare di provinsi ini sebesar 10,2 % (Kemenkes, 2011). Pada

tahun 2010 jumlah kasus diare pada anak menunjukkan 269.483 penderita.

Jumlah kasus diare pada anak setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini

menunjukkan bahwa kasus diare pada anak masih tetap tinggi dibandingkan

golongan umur lainnya di Propinsi Jawa Barat. Salah satu kota yang memiliki

insiden diare yang besar terjadi di kota Bekasi sebesar 1.965,42 per 1000

penduduk (Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan data di Puskesmas Bantargebang I Kota Bekasi dari tahun

2006 sampai 2008 dalam sepuluh besar penyakit diare selalu berada di nomor

empat. Dari pelaporan itu, kasus diare dari tahun ke tahun juga terus meningkat

(Puskesmas Bantar Gebang I tahun 2008, dalam Wijayanti, 2009). Dalam data

terbaru sepuluh penyakit terbesar tahun 2012 penyakit diare masih dalam posisi

ke-empat dengan jumlah penderita 2.689 orang. Selain itu, diantara empat

kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantargebang I,

Page 25: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

3

kelurahan Sumur batu memiliki jumlah penderita diare terbanyak yaitu 120 orang

(Puskesmas Bantargebang I, 2012).

Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan

perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3

kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007). Penyakit diare merupakan

penyakit kompleks karena berbagai faktor ikut berperan aktif. Beberapa faktor

yang dapat meningkatkan insiden penyakit diare pada balita, diantaranya adalah

faktor individu pada balita yang terdiri dari umur balita, pemberian ASI eksklusif

serta imunisasi campak dan faktor sanitasi air yang terdiri dari antara lain kondisi

SAB, pengolahan air minum, dan keberadaan bakteri Eschericia Coli dalam air

minum.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan umur balita

dengan kejadian diare (Sinthamurniwaty, 2005), pemberian ASI eksklusif

berhubungan dengan kejadian diare (Simatupang, 2003), hubungan riwayat

imunisasi campak dengan kejadian diare (Cahyono, 2003). Di samping itu,

penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan kondisi SAB dengan

kejadian diare (Suhardiman, 2007), pengolahan air minum berhubungan dengan

kejadian diare (Rosa, 2011), dan hubungan E.Coli dalam air minum kejadian

diare (Suhardiman, 2007).

Daerah kelurahan Sumurbatu termasuk dalam kawasan tempat

penanganan akhir sampah yang dikirim dari Bekasi dan Jakarta. TPA ini sangat

dekat dengan pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada si

Page 26: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

4

sekitarnya. Menurut Ruspianto (2012), zona 5 TPA Sumurbatu berjarak sekitar 5

meter dari pemukiman warga.

Dampak dari sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan

berbagai masalah kesehatan dan gangguan lain seperti perkembangbiakan tikus,

lalat dan nyamuk. Seperti kita ketahui hewan-hewan tersebut merupakan vektor

yang dapat menularkan penyakit (Sukana, 1993). Masalah lainnya adalah sampah

yang sering mencemari air baku yang dipakai untuk sumber air minum secara

langsung pada pembuangan sampah atau secara tidak langsung melalui leachate

(Sharma 1987 dalam Johar, 2004)

Di daerah Sumurbatu ini memiliki kondisi sarana sanitasi air, terutama

akses terhadap pelayanan air bersih dan air minum masih tergolong rendah.

Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, beberapa pemukiman warga dan

pemukiman pemulung yang berada di sekitar TPA memiliki sarana sanitasi

lingkungan yang tidak memenuhi syarat. diantaranya adalah, 9 dari 10 responden

yang diwawancara memiliki sumber air bersih dengan jarak kurang dari 10 m

dari sumber pencemaran (tangki septik). Hal ini menunjukkan risiko pencemaran

sarana air bersih karena jarak yang disarankan adalah ≥ 10 m.

Sebagian besar masyarakat dan pemulung juga berada pada sosial

ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana

sanitasi airnya. Hal tersebut terlihat dari data Puskesmas Bantargebang I

menunjukkan hasil inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB) masih banyak SAB

masyarakat yang memiliki tingkat resiko pencemaran rendah. Hal ini

menunjukkan kondisi sarana air masih tergolong rendah.

Page 27: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

5

Oleh karena itu, penanggulangan dan pencegahan diare sangat diperlukan

dengan melakukan pemutusan rantai penularan penyakit diare. Berdasarkan hal

tersebut peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan faktor individu

dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59

bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013.

Page 28: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

6

B. Rumusan Masalah

Dilihat dari angka mordibitas dan mortalitas diare di Indonesia, kelompok

umur balita merupakan yang terbanyak diantara kelompok umur lainnya. Data

dari puskesmas Bantargebang pada tahun 2012 menunjukkan diare masih

menjadi masalah kesehatan dilihat dari jumlah kasusnya yang cukup tinggi yaitu

2.689 dan menempati urutan empat dari sepuluh penyakit terbesar setelah

penyakit ISPA, penyakit gigi, dispepsia. Selain itu, angka kejadian diare tertinggi

di antara kelurahan lainnya di puskesmas Bantargebang pada tahun 2012adalah

di kelurahan Sumur Batu sebesar 120 orang.

Kelurahan Sumur Batu merupakan wilayah yang termasuk dalam TPA

Sumurbatu dan berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga. Keberadaan

sampah di sekitar pemukiman warga ini dapat menimbulkan pencemaran air

pada masyarakat sekitarnya. Sebagian besar masyarakat juga berada pada sosial

ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana

sanitasi airnya.

Page 29: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

7

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di

Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

2. Bagaimana gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan (umur balita,

pemberian ASI Eksklusif dan imunisasi campak) di Kelurahan Sumur Batu

Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

3. Bagaimana gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air bersih,

pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di Kelurahan Sumur

Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

4. Apakah ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada

balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang

Tahun 2013

5. Apakah ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

6. Apakah ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian

diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantar Gebang Tahun 2013

7. Apakah ada hubungan antara variabel kondisi sarana air bersih dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

Page 30: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

8

8. Apakah ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian

diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantar Gebang Tahun 2013

9. Apakah ada hubungan antara variabel E. Coli dalam air minum dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara faktor individu dan karakteristik sanitasi

air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan

di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

b. Diketahuinya gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan

(umur balita, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi campak) di

Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

c. Diketahuinya gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air

bersih, pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di

Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

Page 31: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

9

d. Diketahuinya hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian

diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

e. Diketahuinya hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif

dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

f. Diketahuinya hubungan antara variabel imunisasi campak dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

g. Diketahuinya hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

h. Diketahuinya hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur

Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

i. Diketahuinya hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian

diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

Page 32: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

10

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dapat mengaplikasikan secara nyata teori yang menitikberatkan pada

hubungan interaksi antara manusia dan komponen lingkungan yang

mengandung agen penyakit, khususnya tentang hubungan umur balita,

pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana air bersih,

pengolahan air minum dan E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare

pada baita

2. Bagi instansi terkait

Memberikan informasi tentang hubungan karakteristik balita dan

sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita agar dapat menjadi

bahan masukan dalam perencanaan dan penyusunan program lintas sektoral

dalam dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit diare pada balita di

kelurahan Sumur Batu.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat menyadari bahwa penyakit diare dapat

dipengaruhi dari faktor karakteristik balita dan sanitasi lingkungan di

sekitarnya. Dengan begitu masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan.

4. Bagi Peneliti Lain

Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan

meneliti pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat

memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini.

Page 33: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

11

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan

Lingkungan, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk

melihat hubungan faktor individu dan karakterisik sanitasi air dengan kejadian

diare pada balita umur 10-59 bulan di kelurahan Sumur Batu kecamatan

Bantargebang kota Bekasi tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan pada Juli-

Agustus 2013 dengan populasi penelitian adalah balita yang berumur 10-59

bulan bertempat tinggal di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang

Kota Bekasi tahun 2013.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data penyakit diare dari puskesmas

bantargebang diketahui pada tahun 2012 terdapat 120 orang yang tercacat

mengalami kejadian diare di kelurahan Sumur batu. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pengukuran

dalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara kepada responden

menggunakan kuesioner serta pemeriksaan mikrobiologi air minum.

Page 34: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diare

Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan

frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek

atau cair (Nelson dkk, 1969 dalam Suharyono, 2008)

Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan

perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3

kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007).

Definisi diare lainnya menurut Smeltzer (2002) dalam Sardjana (2007),

diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari

3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr per hari) dan

konsistensi (feses cair).

WHO pada 1984, mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau

lebih dalam sehari semalam (Widoyono, 2008). Secara spesifik WHO

menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau

darah (Sardjana, 2007).

Dari beberapa definisi diare, dapat disebutkan bahwa diare adalah

penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan

Page 35: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

13

biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa

darah atau lendir dalam tinja (Sardjana, 2007).

B. Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan

jenisnya diare dibagi empat yaitu :

1. Diare Akut

Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan

dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

2. Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat

disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan

kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.

3. Diare persisten

Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara

terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan

gangguan metabolisme.

4. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin

juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau

penyakit lainnya.

Page 36: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

14

C. Etiologi Diare

Kondisi diare dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi, penyakit

dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan

muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tetapi tidak semua gejala

diare. Definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram

per hari (Sardjana, 2007).

Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh kolon.

Sebagai bagian dari proses digesti, atau karena masukan cairan, makanan

tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu, makanan yang dicerna

terdiri dari cairan sebelum mencapai kolon. Kolon menyerap air, meninggalkan

material lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila kolon rusak atau inflame,

penyerapan yang tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair (Sardjana,

2007)

Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:

1. Virus : Rotavirus

2. Bakteri : Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.

3. Parasit : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium.

4. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak,

sayuran mentah dan kurang matang).

5. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.

6. Alergi : makanan, susu sapi.

7. Imunodefisiensi

Page 37: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

15

Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga

seringkali akibat dari racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan

makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari

infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun

untuk individu yang sakit atau kurang gizi, dapat menyebabkan dehidrasi yang

parah (Sardjana, 2007).

Diare juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius, seperti

disentri, kolera atau botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom

kronis seperi penyakit Crohn. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi

alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan

(Sardjana, 2007).

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan

besar, yaitu infeksi, malaborsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan sebab-

sebab lain. Namun yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah

diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007).

Page 38: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

16

D. Gejala diare

Beberapa gejala dan tanda diare antara lain (Widoyono, 2008):

1. Gejala umum

a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare

b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroentritis akut

c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis

bahkan gelisah

2. Gejala spesifik

a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan

berbau amis

b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan (Widoyono, 2008):

1. Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi

ringan, sedang atau berat

2. Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat.

Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat

mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh kurangnya volume darah

(hipovolemia).

Page 39: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

17

3. Gangguan asam-basa (asidosis), hal ini terjadi akibat kehilangan cairan

elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh

bernapas lebih cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri

4. Hipoglekemia (kadar gula darah rendah), sering terjadi pada anak yang

sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma.

Penyebab yang pasti belum diketahu, kemungkinan karena cairan

ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler

sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma

5. Gangguan gizi, karena asupan makanan yang kurang dan output uang

berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan

serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (mal nutrisi).

E. Cara penularan Diare

Penyebaran kuman menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fekal-

oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau

kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau

kuman penyebab diare ke tubuh manusia dapat mudah dihafal dengan istilah 4F

yang pertama kali dikemukakan Wagner & Lanoix (1985). 4F adalah singkatan

dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut wagner

& Lanoix, tahapannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia

(feces) yang mencemari 4F, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang

kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007).

Page 40: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

18

Gambar 2.1

Jalur pemindahan kuman penyakit dari tinja ke penjamu yang baru

( Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000)

Di dalam gambar diatas, menjelaskan proses pemindahan kuman penyakit

termasuk diare dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melaui

berbagai media perantara, antara lain sebagai berikut (Depkes, 2000 dalam

Marlini, 2004):

1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai

sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat

mencemari tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan

serangga lainnya yang menghinggapinya

2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya

makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar

diminum oleh manusia

3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat

mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan,

Page 41: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

19

demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak

dengan mulut.

4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian

makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga,

kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di

makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

5. Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari

makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh

manusia.

6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana

pembuangan tinja atau membuang tinja di sembarang tempat, dimana

tanah tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak

langsung dengan mulut manusia.

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman

seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal

terjadi dengan mekanisme melalui air yang merupakan media penularan

utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air yang sudah

tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan

sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah

(Widoyono, 2008).

Page 42: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

20

F. Epidemiologi Diare

Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian

dan kesakitan pada anak, terutama anak usia di bawah 5 tahun. Di dunia,

sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar terjadi di negara

berkembang (Kemenkes RI, 2011). Angka kematian bayi dan balita karena diare

berdasarkan hasil survei antara lain:

1. Berdasarkan SKRT 2001, angka kematian bayi sebesar 9 %, angka

kematian balita sebesar 13%

2. Studi mortalitas tahun 2005 menunjukkan angka kematian bayi

sebesar 9,1%, angka kematian balita sebesar 15,3%

3. Dari riskesdas 2007, angka kematian bayi sebesar 42%, angka

kematian balita sebesar 25,5%

G. Patofisiologi Diare

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk

keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran

sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses

fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa

(Sinthamurniwaty, 2007):

Page 43: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

21

1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara

mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut

3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut

ke gaster

4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,

percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim

5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan

melalui selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.

6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang

kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.

7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Menurut Sunoto dalam Sinthamurniwaty (2007), dalam keadaan normal

dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja

sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran

gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal

atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat lainnya yang

memiliki sifat aktif osmotik (Sinthamurniwaty, 2007).

Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang

masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta

sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar

menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr

sebagai tinja (Sinthamurniwaty, 2007).

Page 44: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

22

Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:

1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum

2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu

3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya

satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan

menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan

gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus.

Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir

usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan

(Sinthamurniwaty, 2007).

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam

penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam

kelainan pokok yang berupa (Sinthamurniwaty, 2007):

1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)

Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat

menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga

cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu

yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.

Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di

jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon.

Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada

permukaan mukosa usus.

Page 45: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

23

Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam

pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna

yang diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa usus

manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.

Suatu perubahan PH cairan usus juga dapat menyebabkan terjadinya diare,

seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.

2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)

Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila

bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada

dalam keadaan yang cukup tercerna. Waktu sentuhan yang adekuat antara

khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang

normal.

Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat

kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah

reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus

merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa

usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroorganisme

berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang

kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan

absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.

Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin,

gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung

sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh

Page 46: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

24

enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang

invasif o1eh Shigella atau Salmonella. Selain uraian di atas haruslah diingat

bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan

absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.

3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).

Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang

melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare.

Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan

menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan

dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.

Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi:

1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan

keseimbangan asam basa

2. Kekurangan gizi

3. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi

usus

Page 47: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

25

H. Pencegahan Diare

Menurut Adrianto (2003) dalam Bintoro (2009), diare umumnya

ditularkan melalui empat F, yaitu food, feces, fly dan finger. Oleh karena itu

upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan

tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan makanan

dengan bersih, menyediakan air minum yang bersih, menjaga kebersihan

individu, mencuci tangan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air

besar pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar

tidak menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat.

Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian

dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan pemberian

oralit. Gizi yang kurang dapat dicegah dengan pemberian makanan yang cukup

selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada anak harus

dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan bila diare tetap berlangsung.

Anak harus segera dibawa ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi

pada anak (Bintoro, 2009).

Menurut Kemenkes RI (2011), kegitan pencegahan penyakit diare yang

benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:

a. Pemberian ASI

b. Makanan Pendamping ASI

c. Menggunakan air bersih yang cukup

d. Mencuci tangan

Page 48: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

26

e. Penggunaan jamban

f. Membuang tinja bayi yang benar

g. Pemberian imunisasi campak

I. Penatalaksanaan Penderita Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana penderita diare adalah

LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas:

1. Pemberian Oralit Osmolaritas Rendah

Pencegahan terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah

dengan memberikan oralit. Bila oralit tidak tersedia, penderita dapat

diberikan lebih banyak cairan yang mempunyai osmolaritas rendah yang

dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. Namun, bila terjadi

dehidrasi, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk

mendapatan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit. Oralit yang

digunakan saat ini adalah oralit kemasan 200cc dengan komposisi Natrium

klorida 0,52 gram, Kalium klorida 0,3 gram, Trisodium sitrat dihidrat 0,58

gram dan Glukosa anhidrat 2,7 gram.

2. Pemberian Zinc

Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc.

Bila anak mengalami diare, kehilangan Zinc bersama tinja, menyebabkan

defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang

penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan

Page 49: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

27

Zinc sebagai kofaktornya. Pemberian Zinc selama diare terbuki mampu

mengurangi lamanya diare, mengurangi tingkat keparahan diare, mengurangi

frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan

kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.

Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis; untuk anak berumur

kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (½ tablet) Zinc per hari, sedangkan

untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan tablet Zinc 20 mg.

Pemberian Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik

untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.

3. Pemberian ASI/Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering

diberi ASI. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah mendapat makanan padat

harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi

sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2

minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

4. Pemberian antibiotik

Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian

diare yang memerlukannya. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan

diare berdarah.

Page 50: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

28

5. Pemberian nasihat

Ibu atau keluarga harus diberi nasihat tentang:

a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah

b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, yaitu jika diare

lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit,

timbul demam, tinja berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari.

Page 51: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

29

J. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita

Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita, antara

lain:

1. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor pada balita (penjamu) yang dapat meningkatkan

insiden penyakit dan lamanya diare (Sardjana, 2007). Faktor-faktor tersebut

antara lain:

a. Umur Balita

Sardjana (2007) mengungkapkan diare lebih banyak terjadi pada

golongan balita (55%). Umur dinyatakan berhubungan dengan kejadian

diare pada penelitian Sinthamurniwaty (2005) yang menunjukkan adanya

hubungan signifikan umur balita terhadap kejadian diare (p=0,006).

Hal ini disebabkan karena semakin muda umur balita semakin

besar kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita

keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya tahan

tubuh masih belum sempurna (Muthmainah, 2011). Kejadian diare

terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :

1) Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI

dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah

tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang).

Page 52: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

30

2) Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang

masuk bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak

mulai membentuk sendiri antibodi dalam jumlah cukup (untuk

defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.

Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang

6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya.

Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja

yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika

kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril

memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012)

Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan,

biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh

ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat

imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika

disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita

tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty,

2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas

12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi

hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.

Page 53: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

31

b. Status gizi

Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare

meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada

penderita gizi buruk (Sardjana, 2007)

Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering

terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare

yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka

terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang (kalista, 2002)

Hasil penelitian Sinthamurniwaty (2005) menunjukkan status gizi

balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko

terjadinya diare pada balita dengan nilai p = 0,00. Risiko menderita diare

pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih

besar dibanding yang memiliki status gizi cukup.

c. Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 33 taun 2012 ASI (Air

Susu Ibu) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak

dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain.

Salah satu resiko terjadinya diare pada balita adalah tidak

diberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan bayi. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita

Page 54: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

32

diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan

menderita dehidrasi berat juga lebih besar (Sardjana, 2007).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan

adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut

memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,

pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar

terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol

(Kemenkes, 2011). Hal ini karena ASI terutama kolostrum sangat kaya

akan secrete imunoglobulin A (SigA). ASI mengandung laktooksidase

dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli

dan Staphylococcus (Depkes RI, 2005 dalam Purnamasari, 2011)

Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan

sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan

dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang

kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain

dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri

dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.

Simatupang (2003) menyebutkan bahwa proporsi kejadian diare

pada anak balita lebih besar terjadi pada anak balita yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat

hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian diare. Pemberian ASI

eksklusif akan meningkatkan daya tahan tubuh balita sehingga

kemungkinan balita tidak mudah terkena diare.

Page 55: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

33

d. Immuno defisiensi / Imunosupresi

Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan,

dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi

lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan

berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara

berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa),

serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan

masalahnya terletak pada sistem kekebalan (Wikipedia, 2013).

Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya

sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung

lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency Syndrome).

Pada anak immunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang

tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama (Depkes, 2006 dalam

Sardjana, 2007)

e. Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian

imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu balita

diusahakan untuk mendapat imunisasi campak segera setelah berumur 9

bulan. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang

sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan

kekebalan tubuh penderita (Kalista, 2012).

Page 56: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

34

Penelitian yang dilakukan Cahyono (2003) menunjukkan bahwa

imunisasi campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare.

Balita yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko terkena diare

sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan balita yang diimunisasi campak.

Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya

dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi.

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat

dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4

tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar

6-20%.

2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air

bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah atau

tidak membuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Kebutuhan manusia akan air bersih sangat kompleks antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO

di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari.

Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang

memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2007).

Di samping kebutuhan air yang sangat penting digunakan bagi

masyarakat, Achmadi (2008) menyatakan bahwa air dikenal merupakan

Page 57: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

35

media transmisi yang sangat baik bagi mikroorganisme. Air sebagai

komponen lingkungan dikatakan memiliki potensi dan menjadi media

transmisi kalau di dalamnya terdapat agen penyakit. Terutama dalam

penularan penyakit diare, air sangat berperan penting. Menurut Depkes

(2000), air dapat masuk melalui mekanisme Water borne disease yaitu

penyakit yang ditularkan langsung melalui air yang mengandung kuman

patogen.

Karakteristik sanitasi air dimaksudkan pada berbagai upaya kesehatan

dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan air sebagai upaya

pencegahan penyakit diare pada balita. Dengan demikian, beberapa variabel

karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita

sebagai berikut.

a. Kondisi Sarana Air Bersih (SAB)

Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990, Air bersih adalah air

yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum

setelah dimasak terlebih dahulu.

Penyediaan air bersih merupakan salah satu upaya untuk

memperbaiki derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang dijelaskan

dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Kesehatan lingkungan

diselenggarakan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, yaitu

keadaan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan

keselamatan hidup manusia. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan

Page 58: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

36

air, yakni pengamanan dan penetapan kualias air untuk berbagai

kebutuhan dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang

dipergunakan untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau

mencukupi dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah

ditetapkan. Pentingnya air berkualitas baik perlu disediakan untuk

memenuhi kebutuhan dasar dalam mencegah penyebaran penyakit

menular melalui air (Ginanjar, 2008)

Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatan

dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air

tersebut kepada masyarakat. Ada berbagai jenis sarana penyediaan air

bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bagi

kebutuhan sehari-hari, yaitu:

Sarana air bersih yang sering digunakan untuk keperluan menurut

(Depkes RI, 1997 dalam Marjuki, 2008), sebagai berikut:

1) Sumur Gali

Sumur gali adalah sarana air bersih yang mengambil/

memanfaatkan air tanah dengan cara menggali lubang di tanah

dengan cara menggali lubang di tanah sampai mendapatkan air.

Lubang kemudian diberi dinding, bibir, tutup dan lantai serta sarana

pengolahan air limbah (SPAL) (Depkes, 2008).

Dari segi kesehatan, sumur gali ini memang kurang baik jika

cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan karena selain

Page 59: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

37

sangat dipengaruhi oleh musim juga sangat besar kemungkinannya

untuk mendapatkan pencemaran apabila cara peletakkannya salah.

Mengingat bahwa sumur ini sangat banyak dipunyai oleh masyarakat

maka beberapa usaha penyempurnaan (Depkes, 1984).

2) Sumur Pompa Tangan

Selain sumur gali, maka untuk mendapatkan air tanah dapat

juga dilakukan denga cara pengeboran yang selanjutnya dipasang

sebuah pompa tangan.

Sesuai dengan kedalaman air tanah maka sumur pompa dibagi

dalam 2 bagian, yaitu:

a) Sumur Pompa Tangan Dangkal /SPT (Shallow Well Pump)

Pompa tangan dangkal prinsip kerjanya adalah

menghisap air di dalam tanah. Kekuatan / daya hisap pompa ini

sesuai dengan tekanan udara normal yang ada, maka secara

teoritis apabila kondisi silinder yang ada betul-betul kondisi

vaccum adalah sebesar 10,33 m. Dalam hal SPT dangkal maka

silinder berada di atas permukaan tanah sehingga naiknya air

adalah akibat hisapan yang dilakukan oleh klep di dalam silinder

ini. Agar kondisi pompa dapat bertahan cukup lama maka

kedalaman air ± 7 meter merupakan kedalaman yang optimal

untuk SPT dangkal (Depkes, 1984).

Page 60: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

38

b) Sumur Pompa Tangan Dalam

Prinsip kerja Sumur Pompa Tangan (SPT) dalam ini

adalah mengangkat air yang ada di dalam silinder. Oleh karena

itu, silinder SPT dalam berada di dalam / terendam di air yang

akan diangkat. Dengan demikian maka silinder SPT dalam

tertanam di dalam tanah. Untuk mempermudahkan perbaikan,

maka dalam pembuatan lubang pengeboran sangar diperlukan

casing untuk penahan tanah (Depkes, 1984).

3) Sumur Pompa Listrik / Sumur Bor

Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja SPL sama

dengan SPT, Hanya bedanya kalau SPL menggunakan tenaga listrik.

Jenis-jenis SPL seperti Jet Pump untuk kedalaman sampai 30 meter,

dan pompa selam (submersible pump) untuk kedalaman lebih dari 30

meter.

4) Perlindungan Mata Air (PMA)

Mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah

dalam, sehingga biasanya bebas dari cemaran mikroorganisme. Oleh

karena itu, bila dimanfaatkan, maka yang utama adalah perlindungan

mata air tersebut (bronkaptering). Selanjutnya yang penting

diperhatikan adalah perpipaan yang membawa air ke konsumen atau

jaringan distribusinya dan terminal akhir dari jaringan distribusinya.

Page 61: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

39

5) Perpipaan / PDAM

Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi melalui

proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada

konsumen melalui suatu instalasi berupa saluran air. Air

ledeng/PDAM merupakan air yang berasal dari perusahaan air minum

yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran, biasanya

menggunakan meteran (Kemenkes RI, 2010).

Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air

bersih yang meliputi kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan

konstruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar yang diwakili

oleh beberapa item isian pada lembar observasi. Item pada lembar

observasi ini diadopsi dari formulir inspeksi sanitasi sebagai kegiatan

pengawasan kualitas air yang dilakukan Departemen Kesehatan

(Suhardiman, 2007).

Inpeksi sanitasi menghasilkan tingkat risiko pencemaran dari

sarana air bersih berdasarkan skoring yang ada pada lembar observasi

(Depkes, 1994). Tingkat risiko pencemaran sumber air merupakan

kualifikasi penilaian terhadap keadaan sarana air bersih yang digunakan

penduduk terhadap kemungkinan kontaminasi kotoran atau pencemaran

air. Pencemaran air dapat berasal dari kondisi sekitar sumber air bersih

seperti kontaminasi tinja, sampah, air limbah maupun kotoran hewan

(Setyorogo, 1990).

Page 62: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

40

Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang

dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya

pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus

memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994).

Rahadi (2005) menyebutkan bahwa air mempunyai peran besar

dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air

dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat

membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme. Hal ini

dikarenakan sumur penduduk tidak diplester dan tercemar oleh tinja.

Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit

melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air (water borne

disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed

disease) (Chandra, 2007). Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi

bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan

melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum,

tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah

dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008).

Keluarga yang mempunyai tempat tinggal berdekatan dengan

sumber air bersih mempunyai kejadian diare yang lebih sedikit daripada

keluarga yang jauh. Selain itu, dari berbagai studi dampak proyek

perbaikan penyediaan air bersih dan sanitasi ternyata dapat menurunkan

diare sebesar 22-27 % dan menurunkan mortalitas diare sebesar 21-30%

(Sutoto, 1990 dalam Suhardiman, 2007).

Page 63: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

41

Hasil penelitian Anwar dan Musadad (2009) Balita yang di

rumahnya menggunakan sarana air bersihnya tidak terlindung

mempunyai risiko menderita diare 1,2 kali lebih besar dibandingkan

balita yang menggunakan sarana air bersih terlindung (p<0,05).

Di samping itu, Suhardiman (2007) dalam penelitiannya

menghasilkan hubungan kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare

pada balita. Hasil uji statistik menunjukkan kejadian diare berisiko 1,8

kali terjadi pada balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air

bersih buruk dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan

kondisi sarana air bersihnya baik.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga

menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik

dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali.

b. Pengolahan Air Minum

Di dalam Permenkes Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 dijelaskan

bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa

proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung

diminum.

Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas

secara mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode

sederhana dan terjangkau serta mengurangi angka kejadian dan kematian

Page 64: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

42

yang disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare

(Depkes RI, 2008 dalam Rosa 2011).

Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi

air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air

dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua

kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain

itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam

proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3

(Chandra, 2007).

Hasil penelitian Rosa (2011) menunjukkan bahwa dari 48 ibu

yang memiliki balita yang mengalami diare 33,3% tidak mengolah air

minum secara PAMRT (secara industri). Selain itu, Suprapti (2003) hasil

penelitiannya berkesimpulan bahwa ada hubungan antara pemasakan air

minum dengan kejadian diare pada balita.

Puspitasari (2012) dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan

kejadian diare pada kelompok balita yang ibuya memiliki perilaku

memasak air minum yang buruk mempunyai risiko 2,68 kali

dibandingkan dengan kelompok balita yang ibunya memiliki perilaku

memasak air minum yang baik.

Page 65: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

43

c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum

Kebutuhan air untuk minum (termasuk untuk masak) harus

mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan

penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2007).

Pemerintah telah mengatur tentang persyaratan kualitas air minum

dalam peraturan menteri kesehatan nomor 492/menkes/PER/IV/2010. Di

dalam peraturan ini, terdapat parameter wajib yang berhubungan

langsung dengan kesehatan yaitu parameter mikrobiologi dan parameter

kimia an-organik. Sedangkan untuk parameter yang tidak langsung

berhubungan dengan kesehatan adalah parameter fisik dan kimiawi.

Dari ke-empat parameter tersebut, parameter mikrobiologi yang

yang paling berkaitan dengan penyakit diare. Dalam persyaratan

mikrobiologis, air tidak boleh mengandung E.Coli maupun total bakteri

Coliform dalam satuan jumlah per 100 ml sampel. Menurut Fauzi (2005),

kualitas mikrobiologi air merupakan kriteria standar yang digunakan

untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada masyarakat yang

ditularkan melalui air seperti diare.

Eschericia Coli (E.coli) adalah salah satu jenis spesies utama

bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh

Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah

kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber dan masalah

pencemaran lainnya (Wikipedia, 2007)

Page 66: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

44

Fardiaz (1992) mengungkapkan, E.Coli merupakan salah satu

bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam

kororan manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform

fekal.

Menurut Khairunnisa (2012), bakteri coliform adalah golongan

bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri

coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain.

Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya

pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator

pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif

dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi bakteri

coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi

bakteri patogenik lain.

E. Coli adalah grup koliform yang mempunyai sifat dapat

menfermentasi laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37° C

maupun suhu 44,5+0,5°C dalam waktu 48 jam. E.Coli adalah bakteri

yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, bersifat gram negatif,

berbentuk batang dan tidak membentuk spora.

Menurut Sintamurniwaty (2005), sekitar 25% diare pada anak

disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada umumnya

dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera.

E.coli pada berbagai strain dapat mempunyai 2 sifat, yaitu sebagai

enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah melalui tantangan karena

Page 67: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

45

ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen usus kecil

memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat

mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus (Sintamurniwaty, 2005).

Pengujian uji kualitatif coliform secara lengkap terdiri dari 3

tahap, yaitu uji penduga (presumptive test), uji penguat (confirmed

test) dan uji pelengkap (completed test) (Widiyanti, 2004).

Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan

metode MPN. Uji penduga (presumptive test) tes pendahuluan tentang

ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam

dan gas disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli

(Widiyanti, 2004).

Berikutnya adalah uji penguat (confirmed test). Hasil uji dugaan

dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk asam

dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan

pada media Eosin Methylen Biru Agar (EMBA) atau endo agar secara

aseptik. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah

kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan

lendir untuk kelompok koliform lainnya (Widiyanti, 2004).

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk

menentukan bakteri jenis Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna

pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan

medium agar miring Nutrient Agar ( NA ), dengan jarum inokulasi secara

aseptik (Widiyanti, 2004).

Page 68: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

46

Menurut Rahayu (2006) dalam Suhardiman (2007), bakeri E.Coli

yang berasal dari tinja, sudah bisa dipastikan sangat merugikan terutama

sebagai penyebab penyakit diare. Di Jepang, E.Coli yang berasal dari

resapan tinja telah menyebabkan banyak penderita diare bahkan hingga

menimbulkan kematian.

Hasil penelitian Suhardiman (2007) menunjukkan hasil uji

statistik ada hubungan antara keberadaan bakteri E. Coli dalam air minum

dengan kejadian diare pada balita. Kejadian diare beresiko 2,9 kali terjadi

pada balita yang air minumnya positif E. Coli dibandingkan dengan balita

yang air minumnya negatif E. Coli. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Fardani (2013) juga menunjukkan hubungan E. Coli dalam air minum

dengan diare pada balita.

Page 69: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

47

K. Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori

sebagai berikut:

Bagan 2.1.

Kerangka Teori

Modifikasi teori dan penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003),

Simatupang (2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011)

FAKTOR INDIVIDU

BALITA

a. Umur balita

b. Status gizi

c. Pemberian ASI

Eksklusif

d. Imunodefisiensi

e. Imunisasi Campak

Kejadian diare

KARAKTERISTIK

SANITASI AIR

a. Kondisi Sarana Air

Bersih (SAB)

b. Pengolahan Air minum

c. E.Coli Dalam Air

Minum

Page 70: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

48

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori

dari penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003), Simatupang

(2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011). Berdasarkan teori dan

penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada

balita yaitu faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI

eksklusif, dan imunodefisiensi serta karakteristik sanitasi air yang terdiri dari

kondisi sarana air bersih (SAB), dan pengolahan air minum.

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu

status gizi karena untuk balita dengan status gizi buruk biasanya langsung

ditangani dalam pusat pemulihan gizi / Therapeutic Feeding Centre (TFC)

dan berdasarkan laporan tahunan kelurahan menunjukkan tidak ada balita

dengan status gizi kurang sedangkan gizi buruk hanya satu orang. Hal ini

menunjukkan untuk variabel status gizi data dapat homogen. Selanjutnya,

variabel immunodefisiensi tidak diteliti karena sulitnya untuk menilai balita

yang mengalami immunodefisiensi.

Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel

bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen

Page 71: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

49

adalah faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif,

dan imunodefisiensi dan karakteristik sanitasi air yang terdiri dari kondisi

sarana air bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel

dependen yaitu kejadian diare pada balita.

Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut

dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Umur balita

Pemberian ASI

Eksklusif

Imunisasi campak

Kondisi Sarana Air

Bersih (SAB)

E.Coli dalam Air

Minum

Kejadian diare

Pengolahan Air Minum

Page 72: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

50

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur skala

Variabel Dependen

Diare Penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk

dan konsistensi feses melembek sampai mencair

dan bertambahnya frekuensi buang air besar

(BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau

lebih dalam sehari). (Depkes, 2003)

Balita yang diare pada periode 2 minggu yang lalu

sampai pada saat diwawancara

Wawancara Kuesioner 0. Diare, jika:

Balita mengalami

berak-berak, > 3

kali sehari dan

bentuk kotoran

campur air atau

air saja.

1. Tidak diare, jika:

Balita tidak

mengalami berak-

bera atau balita

mengalami berak-

berak, ≤ 3 kali

dan bentuk

seperti biasa

Ordinal

Page 73: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

51

Variabel Independen

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur skala

Umur balita Lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur

dengan menggunakan tanggal, bulan kelahiran pada

saat dilaksanakan penelitian (10 – 59 bulan)

(Sinthamurniwaty, 2005)

Wawancara,

observasi

Kuesioner 0. 10-24 bulan

1. 25-59 bulan

(Sinthamurniwaty,

2005)

Ordinal

Pemberian

ASI eksklusif

ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan

selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan

dan/atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain.

(PP No. 33 tahun 2012)

Wawancara Kuesioner 0. Tidak, jika ASI

non eksklusif

1. Ya, jika ASI

eksklusif

(Simatupang, 2003)

Ordinal

Imunisasi

campak

Riwayat imunisasi yang diperoleh balita, yang

dilihat pada kartu Menuju Sehat (KMS) atau

catatan kartu kunjungan ke puskesmas/ sarana

kesehatan lainnya. Bagi yang tidak mempunyai

dianggap belum pernah imunisasi campak

dalam Cahyono, 2003

Wawancara,

observasi

KMS atau

kartu

kunjungan ke

puskesmas/

sarana

kesehatan

lainnya

0. Belum

1. Sudah

Ordinal

Page 74: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

52

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Kondisi Sarana

Air Bersih

(SAB)

Kondisi fisik sarana air bersih di

rumah tempat tinggal balita yang di

survei meliputi kualitas fisik air

yang digunakan, persyaratan

kontruksi dan jarak minimal dengan

sumber pencemar yang diwakili

oleh beberapa isian pada lembar

observasi

(Suhardiman, 2007)

Wawancara dan

observasi

Wawancara dan

lembar observasi

0. Buruk, jika skor yang

didapatkan dari hasil

observasi pada masing-

masing SAB adalah:

PDAM: < 3

SPL: < 7

SPT: < 6

SG: < 8

1. Baik, jika skor skor

yang didapatkan dari

hasil observasi pada

masing-masing SAB

adalah:

PDAM: 3

SPL: 7

SPT : 6

SG: ≥ 8

(Suhardiman, 2007)

Ordinal

Pengolahan air

minum

Cara pengolahan air untuk minum

yang dikonsumsi balita dari

berbagai sumber air minum.

(Rosa, 2011)

Wawancara Kuesioner 0. Tidak mengolah

1. Merebus

Ordinal

E. Coli dalam

air minum

Keberadaam bakteri E. Coli dalam

air minum, dengan kadar

maksimum yang diperbolehkan 0

per 100 ml sampel

(Permenkes no.

492/menkes/PER/IV/2010 dalam

Suhardiman, 2007)

Pengukuran Uji laboratorium 0. Ada (positif E.Coli

dalam 100 ml air

minum)

1. Tidak ada (negatif

E.Coli dalam 100 ml air

minum)

Ordinal

Page 75: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

53

C. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara umur balita dengan kejadian diare pada balita

umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang

tahun 2013

2. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare

pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang tahun 2013

3. Ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada

balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang tahun 2013

4. Ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare

pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang tahun 2013

5. Ada hubungan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare

pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang tahun 2013

6. Ada hubungan antara E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare

pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang tahun 2013

Page 76: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

54

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi

cross sectional, karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen

akan diamati pada waktu (periode) bersamaan. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah karakteristik sanitasi air yang terdiri dari faktor individu

yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif dan kondisi sarana air

bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel dependen yaitu

kejadian diare pada balita.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sumurbatu pada bulan Juni

sampai dengan Agustus 2013. Kelurahan Sumurbatu merupakan salah satu

dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini terdiri dari 7 Rukun Warga dan 41 Rukun

Tetangga dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustikajaya

Sebelah Timur : Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan : Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi

Sebelah Barat : Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang

Letak kota pemerintahan Kelurahan Sumurbatu berada di sebelah

tenggara dari kota pemerintahan Kecamatan Bantargebang, dengan luas ±

Page 77: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

55

568,995 ha. Dari luas ± 56.955 ha areal yang ada, sekitar 318 ha

dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya

dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan

serta tempat penampungan akhir (TPA) pemerintah DKI Jakarta ± 20 ha dan

pemerintah kota Bekasi ± 22,5 ha. Data mengenai penduduk berdasarkan

tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1

Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk

di Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tidak tamat SD 686 16,7

2. Sedang sekolah di SD 1.023 24,9

3. Tamat SD/sederajat 987 24

4. Tamat SLTP/sederajat 726 17,6

5. Tamat SMA/sederajat 598 14,5

6. Akademi D1-D2 45 1,1

7. Universitas 47 1,1

Jumlah 4112 100 Sumber: Data Demografi Kelurahan Sumurbatu

Tabel 5.2

Distribusi Jenis Mata Pencaharian Penduduk di

Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013

No. Jenis Mata

Pencaharian

Jumlah

(Orang)

Presentase

(%)

1. Pegawai Negeri Sipil 387 9,1

2. Pegawai swasta /

karyawan

674 15,8

3. Petani 1.156 27,1

4. Pertukangan 218 5,1

5. Pemulung 419 9,8

6. Buruh tidak tetap 597 14

7. TNI / POLR 29 0,68

8. Pensiunan ABRI / Sipil 71 1,67

9. Pedagang 418 9,8

10. Jasa angkutan 287 6,7

Jumlah 4256 100 Sumber: Data Demografi Kelurahan Sumurbatu

Page 78: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

56

Kelurahan Sumurbatu terdiri dari 3.966 kepala keluarga dengan

jumlah penduduk sebanyak 13.721 jiwa. Jumlah penduduk dengan kelamin

jenis laki-laki sebanyak 6.993 jiwa dan jumlah penduduk perempuan

sebanyak 6.728 jiwa. Kelurahan Sumurbatu termasuk dalam wilayah kerja

Puskesmas Bantargebang I yang terletak di jalan Naronggong Raya Km 10

No. 75 Kelurahan Bantargebang. Luas wilayah kerja Puskesmas

Bantargebang I adalah 18,54 km2. Puskesmas Bantargebang I mempunyai

wilayah kerja 4 kelurahan, yaitu Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Cikiwul,

Kelurahan Ciketing Udik dan Kelurahan Sumurbatu

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 10-59 bulan

yang berada di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota

Bekasi Tahun 2013. Umur balita yang menjadi populasi hanya 10-59

bulan karena dalam penelitian ini terdapat variabel ASI Eksklusif dan

imunisasi campak. Balita dapat disebut ASI eksklusif bila melewatinya

dalam 6 bulan. Selain itu, imunisasi campak pada balita baru dilakukan

pada bulan ke-sembilan. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh dari

dua variabel tersebut, populasi balita yang termasuk dalam penelitian ini

hanya 10-59 bulan.

Page 79: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

57

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah balita, sedangkan responden

adalah orang tua dari anak. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus

uji beda dua proporsi dengan arah uji statistik dua arah (two tail) karena

untuk mengetahui suatu hubungan. Besar sampel menggunakan rumus uji

di bawah ini (Ariawan, 1998):

Keterangan:

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Z1-α/2 : derajat kemaknaan 95% CI dengan α sebesar 5% = 1.96

Z1-β : Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 80% = 0,84

P : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2) = 0,5

P1 : Proporsi balita yang mengalami kejadian diare dengan

kualitas mikrobiologis air minum yang memenuhi syarat = 0,308

(Fardani, 2013)

P2 : Proporsi balita yang tidak mengalami kejadian diare dengan

kualitas mikrobiologis air minum yang memenuhi syarat = 0,692

(Fardani, 2013)

Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya diperoleh hasil, sebagai berikut:

Page 80: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

58

Tabel 4.1

Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis

Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu

Variabel Diketahui p Sampel total

Umur

(Anwar, 2009)

P1 = 0,182

P2 = 0,771

0,470 11x 2 = 22

ASI eksklusif

(Cahyomo, 2003)

P1= 0,594

P2= 0,406

0,001 110x2 = 220

Imunisasi campak

(Cahyono, 2003)

P1= 0,609

P2= 0,391

0,036 82x2 = 164

Kondisi Sarana Air

Bersih

(Suhardiman, 2007)

P1 = 0,416

P2 = 0,288

0,047 282x2 = 964

Pengolahan air minum

(Rosa, 2011)

P1= 0,333

P2= 0,417

0,358 696x2 = 1392

Escheria coli

(Fardhani, 2013)

P1=0,692

P2= 0,308

0,038 26x2= 52

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel dari beberapa

penelitian, jumlah sampel yang diambil adalah 52 responden. Penentuan

besar sampel yang berjumlah 52 responden didasarkan pada penyesuaian

terhadap waktu, tenaga dan biaya, mengingat dalam penelitian ini terdapat

variabel yang harus diukur dalam uji laboratorium.

3. Teknik sampling

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling yakni pengambilan sampel didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui. Kriteria responden sebagai

berikut:

Page 81: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

59

a. Kriteria inklusi

1) Ibu yang memiliki balita umur 10-59 bulan

2) Ibu yang bersedia sarana air bersihnya diobservasi

3) Ibu yang bersedia diambil air minumnya untuk dilakukan uji

laboratorium

b. Kriteria eksklusi

1) Ibu yang tidak memiliki balita umur 10-59 bulan

2) Ibu yang tidak bersedia sarana air bersihnya diobservasi

3) Ibu yang tidak bersedia diambil air minumnya untuk dilakukan uji

laboratorium

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan melalui data primer dan

data sekunder yang diuraikan sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

responden dengan menggunakan alat ukur kuesioner melalui wawancara

dengan ibu dari balita, observasi, pengujian laboratorium.

Variabel yang dapat diketahui dari kuesioner yaitu pengolahan air

minum, umur balita, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak.

Untuk variabel yang dilakukan dengan observasi adalah kondisi sumber

air bersih. Sedangkan variabel yang diketahui dengan pengujian

laboratorium adalah E. Coli dalam air minum. Pengujian laboratorium

Page 82: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

60

dilakukan dengan pemeriksaan kandungan Eschericia coli yang termasuk

dalam bakteri gram negatif dalam media endo agar.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari Puskesmas Bantar Gebang berupa

profil puskesmas dan data kejadian diare di Kelurahan Sumurbatu.

Sedangkan data demografi di dapatkan dari Kelurahan Sumurbatu.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan

mewawancarai ibu-ibu yang balitanya menjadi sampel. Kuesioner terdiri dari

beberapa item pertanyaan. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan

mengenai umur balita, pemberian ASI, imunisasi campak dan pengolahan air

iinum serta lembar observasi yang berisi mengenai variabel kondisi sarana air

bersih.

Untuk variabel E.Coli air minum digunakan pemeriksaan

bakteriologis E.Coli pada air minum. Pemeriksaan ini menggunakan uji

kualitatif coliform dengan alat, bahan dan prosedur kerja sebagai berikut

(Jalaludin, 2012):

1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: tabel sampel,

cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, mikropipet, lampu

spirtus, rak tabung reaksi, inkubator, timbangan, kapas, korek api,

autoklaf, sendok/ tangkai pengaduk, plastik pembungkus dan label.

Page 83: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

61

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel

air minum, media endo agar, alkohol 90%, kapas dan kertas pembungkus.

3. Prosedur kerja

a) Pengambilan Sampel

Sampel diambil dari air minum warga di Kelurahan

Sumurbatu. Sampel air minum yang diambil bersumber dari wadah

atau tempat air minum antara lain berupa dispenser, teko, botol atau

tempat lainnya yang biasa digunakan oleh responden. Pengambilan

sampel dilakukan secara aseptis. Mulut botol disterilisasi dahulu

dengan api spirtus, setelah air cukup untuk pemeriksaan kemudian

disterilisasi kembali dengan api spirtus dan botol ditutup kembali.

Setelah itu, botol sampel diberi label sesuai kode sampel yang tertulis

pada kuesioner.

b) Pembuatan Media dan Sterilisasi

Pembuatan media dilakukan dengan tahapan menimbang

bubuk media dan mencampurnya dengan aquades dalam gelas beaker

hingga kemudian dipanaskan di atas hotplate dengan stirer sampai

homogen dan mendidih. Setelah itu media dimasukkan ke dalam

tabung reaksi dan ke dalam labu Erlenmeyer, lalu menyumbat mulut

tabung dan labu Erlenmeyer dengan kapas.

Kemudian dilakukan sterilisasi medium menggunakan

autoklaf ± 2 jam. Alat-alat yang sudah dicuci bersih, setelah kering

Page 84: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

62

alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas juga disterilisasi dengan

oven selama 1 jam (180° C).

c) Penanganan sampel

Penanganan sampel dilakukan dengan pengujian air minum di

laboratorium mikrobiologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pengujian air minum diawali dengan menyiapkan media dan alat yang

sudah steril. Setelah itu, dari botol sampel yang masing-masing berisi

100 ml sampel, selanjutkan dipipet 1 ml dari masing-masing suspensi

dimasukkan ke dalam media steril sesuai dengan kode yang sama

dengan botol sampel. Kemudian masing-masing media yang telah

ditanami digoyang perlahan-lahan hingga tercampur merata. Semua

media diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam di dalam inkubator.

Setelah 24 jam, media yang sudah ditanam kemudian

dikeluarkan dan diamati adanya pertumbuhan koloni pada seluruh

permukaan media. Bila koloni berwarna merah metalik dan berbentuk

koloninya bulat cembung serta dikeliligi oleh warna kemerahan

berarti positif mengandung E.Coli. Jika terlihat terang dan tidak

berwarna serta di sekitar koloni berwarna merah muda pada media

berarti negatif mengandung E.Coli.

Page 85: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

63

F. Validitas dan Realibilitas Instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data primer

yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.

Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berasal dari penelitian

terdahulu dan beberapa telah dilakukan uji validitas dan realibilitas. Uji

kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan realibilitas dari

instrumen penelitian. Menurut Azwar (2003), kuesioner dikatakan valid bila

instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan

instrumen dapat dikatakanreliable jika instrumen menghasilkan ukuran yang

konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan untuk mengukur berulang-

ulang kali.

1. Validitas Instrumen

Adapun pertanyaan yang telah diuji validitas adalah pertanyaan

tentang kejadian diare. Untuk pertanyaan pemberian ASI eksklusif

berdasarkan penelitian Siregar (2011) kuesioner telah diuji pada 20 orang

sampel dan diperoleh bahwa seluruh item dinyatakan sudah valid dan

nilai r hitung berada diatas nilai r tabel yaitu 0,2461.

Pada pertanyaan mengenai kejadian diare berasal dari penelitian

Pusitasari (2012), pertanyaan tentang imunisasi campak dari penelitian

Cahyono (2003), dan pertanyaan pengolahan air minum dari penelitian

Rosa (2012) belum dilakukan uji validitas dalam penelitiannya.

Page 86: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

64

2. Reliabilitas Instrumen

Pertanyaan mengenai pemberian ASI eksklusif telah diuji

reliabilitasnya pada penelitian siregar (2011)dan diperoleh nilai r sebesar

0,881. Nilai ini lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,2461. Hal ini

menunjukkan bahwa instrumen ini telah reliable untuk digunakan dalam

penelitian.

Adapun pada pertanyaan mengenai kejadian diare berasal dari

penelitian Pusitasari (2012), pertanyaan tentang imunisasi campak dari

penelitian Cahyono (2003), dan pertanyaan pengolahan air minum dari

penelitian Rosa (2012) belum dilakukan uji reliabilitas dalam

penelitiannya.

G. Pengolahan Data

1. Mengkode Data (Data Coding)

Kegiatan pemberian kode pada setiap variabel yang dikumpulkan

untuk mempermudah proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya.

Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan

dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa yaitu :

a. Variabel diare Diare [0]

Tidak diare [1]

b. Umur balita 10-24 bulan [0]

25-59 bulan [1]

Page 87: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

65

2. Menyunting Data (Data Editing)

Menyunting data dilakukan untuk memeriksa kebenaran dan

kelengkapan data, seperti konsistensi pengisian setiap jawaban kuisioner,

kelengkapan pengisian dan kesalahan pengisian. Data ini merupakan data

input utama untuk penelitian.

3. Memasukkan Data (Data Entry)

Data yang sudah diberi kode kemudian di input ke dalam

komputer dengan menggunakan software statistik.

4. Membersihkan Data (Data Cleaning)

Pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk

memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut

telah siap diolah dan dianalisis.

c. Pemberian ASI eksklusif Tidak [0]

Ya [1]

d. Imunisasi campak Belum [0]

Sudah [1]

e. Kondisi Sarana Air

Bersih

Buruk [0]

Baik [1]

f. Pengolahan Air Minum Tidak mengolah [0]

Merebus [1]

g. E. Coli dalam air minum Ada [0]

Tidak ada [1]

Page 88: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

66

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran

distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, yaitu mendiskripsikan

variabel dependen (kejadian diare) dan variabel independen (faktor

individu balita, faktor sanitasi air).

Fungsi analisis univariat sebenarnya adalah menyederhanakan

atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa

sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang

berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan

juga grafik (Hastono, 2007).

2. Analisis Bivariat

Setelah diketahui karakteristik dari masing-masing variabel dapat

diteruskan analisis lebih lanjut. Analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor

individu balita yang terdiri dari umur, pemberian ASI eksklusif, dan

imunisasi campak serta faktor sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana

air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam minum.

Untuk mencari hubungan antara variabel faktor individu balita

(umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor

sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli

dalam minum) sedangkan variabel dependennya adalah kejadian diare

diuji dengan menggunakan uji chi-square.

Page 89: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

67

Penelitian ini menggunakan uji kemaknaan 5%. Jika P value ≤

0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara faktor individu balita

(umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor

sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli

dalam minum) dengan kejadian diare dan jika p value > 0,05 berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antara faktor individu balita (umur,

pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor sanitasi air

(kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam

minum) dengan kejadian diare.

Persamaan Chi Square: X2 = Σ {(O-E)

2/E}

Page 90: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

68

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat

Analisis univariat mendekripsikan karakteristik responden, kejadian diare

pada balita, umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana

air bersih, pengolahan air minum, dan E. Coli dalam air minum

1. Gambaran Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, pendidikan dan

pekerjaan ibu yang dijelaskan sebagai berikut.

a. Distribusi Umur Responden

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Variabel Mean SD Min-Max

Umur 29,83 6,97 19-45

Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh hasil analisis bahwa dari 52

responden rata-rata umur responden adalah 30 tahun dengan standar deviasi

6,97. Umur responden termuda adalah 19 tahun sedangkan umur ibu tertua

adalah 45 tahun.

Page 91: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

69

b. Gambaran Pendidikan Responden

Tabel 5.2

Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Sumurbatu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Kategori Frekuensi Presentase (%)

Tidak Sekolah 4 7.7

SD 28 53.8

SMP 10 19.2

SMA 8 15.4

Perguruan Tinggi 2 3.8

Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh distribusi tingkat pendidikan responden,

paling banyak responden memiliki pendidikan SD yaitu 28 responden (53.8%)

sedangkan untuk responden yang memiliki latar belakang pendidikan tidak

sekolah, SMP, SMA, dan perguruan tinggi masing-masing adalah 4 responden

(7,7%), 10 responden (19,2%), 8 responden (19,2%) dan 2 responden (3,8%).

Page 92: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

70

c. Gambaran Pekerjaan Responden

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Kategori Frekuensi Presentase (%)

PNS 1 1,9

Buruh 1 1,9

Ibu Rumah Tangga 36 69,2

Karyawan 3 5,8

Pemulung 10 19,2

Lainnya 1 1,9

Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh distribusi jenis pekerjaan ibu, paling

banyak ibu memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 36

orang (69,2%) sedangkan ibu yang bekerja sebagai PNS, buruh, karyawan,

pemulung dan lainnya masing-masing sebanyak 1 orang (1,9%), 1 orang

(1,9%), 3 orang (5,8%), 9 orang (19,2%), dan lainnya 1 orang (1,9%).

Page 93: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

71

2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan

Hasil penelitian mengenai kejadian diare pada balita diperoleh dari

wawancara kepada responden. Variabel kejadian diare pada balita dikategorikan

menjadi dua yaitu diare dan tidak diare. Adapun hasil yang diperoleh mengenai

kejadian diare pada balita dapat dilihat dari tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 bulan Di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Kejadian Diare Frekuensi Persentase (%)

Diare 23 44,2

Tidak diare 29 55,8

Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.4 dari hasil analisis gambaran kejadian diare pada

balita, diperoleh bahwa dari 52 balita, 23 balita (44,2%) mengalami diare dan 29

balita (55,8%) tidak mengalami diare. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lebih

banyak responden yang balitanya tidak mengalami diare.

3. Distribusi Faktor Individu Balita Umur 10-59 Bulan

Faktor individu balita dalam penelitian ini meliputi umur, pemberian ASI

eksklusif, dan imunisasi campak. Hasil penelitian umur balita, pemberian ASI

eksklusif, dan imunisasi campak diperoleh dengan wawancara menggunakan

kuesioner kepada responden. Distribusi faktor individu balita dapat terlihat pada

tabel 5.7 beikut ini.

Page 94: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

72

Tabel 5.5

Distribusi Faktor Individu Balita (Umur Balita, Pemberian ASI Eksklusif,

Dan Imunisasi Campak) di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang Tahun 2013

No. Variabel Kategorik Frekuensi Persentase

(%)

1. Umur 10-24 bulan 20 38,5

25-59 bulan 32 61,5

2. Pemberian ASI Eksklusif Tidak 31 59,6

Ya 21 40,4

3. Imunisasi Campak Belum 24 46,2

Sudah 28 53,8

Jumlah 52 100

a. Umur Balita

Variabel umur dalam penelitian ini adalah lama hidup yang dialami

oleh balita di Kelurahan Sumurbatu. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa

dari 52 balita, terdapat 20 balita berumur 10-24 bulan (38,5%) dan 40 balita

berumur 25 – 59 bulan (61,5%)

b. Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi

selama enam bulan, tanpa menambahkan dengan makanan atau minuman lain.

Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 52 balita, terdapat 31 balita (59,6%) yang

tidak mendapatkan ASI eksklusif, sedangkan 21 balita lainnya (40,4%)

mendapatkan ASI eksklusif.

Page 95: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

73

c. Imunisasi Campak

Imunisasi campak dalam penelitian ini merupakan riwayat imunisasi

campak yang diperoleh balita. Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa dari 52

balita, 24 (46,2%) balita yang berumur ≥ 10 bulan belum mendapatkan

imunisasi campak dan 28 (53,8%) balita yang berumur ≥ 10 bulan lainnya

sudah mendapatkan imunisasi campak.

4. Distribusi Karakteristik Sanitasi Air

Diantara faktor yang berhubungan dengan kejadian diare, salah satunya

adalah faktor sanitasi air. Di bawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi

faktor karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan terjadinya diare pada

balita di Kelurahan Sumur Batu.

a. Distribusi Kondisi Sarana Air Bersih

Kondisi sarana air bersih dalam penelitian ini merupakan kondisi fisik

sarana air bersih di rumah tempat tinggal balita. Di bawah ini adalah

gambaran sumber air bersih yang digunakan responden untuk keperluan

masak, mencuci, dan lain-lain.

Page 96: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

74

Tabel 5.6

Distribusi Balita Menurut Sarana Air Bersih Yang Digunakan di Kelurahan

Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

Sarana Air Bersih Frekuensi Presentase (%)

PDAM 9 17,3

Sumur gali 0 0

Sumur pompa listrik 43 82,7

Sumur pompa tangan 0 0

Sungai 0 0

Jumlah 52 100

Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

menggunakan sarana PDAM dan sumur pompa listrik. Berdasarkan tabel di atas

dari 52 responden, 9 responden menggunakan sarana air bersih PDAM (17,3%)

dan 43 responden menggunakan sumur pompa listrik (82,7) sebagai sarana air

bersih.

Tabel 5.7

Distribusi Balita menurut Kondisi Sarana Air Bersih di Kelurahan Sumur

Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

Kondisi Sarana Air

Bersih

Frekuensi Persentase (%)

Buruk 39 75

Baik 13 25

Jumlah 52 100

Page 97: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

75

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, diketahui bahwa

sebagian besar responden memiliki kondisi sarana sanitasi yang buruk yaitu

sebanyak 39 (75%) responden. Sedangkan responden yang memiliki kondisi

sarana air bersih yang baik sebanyak 13 (25%) responden.

b. Distribusi Pengolahan Air Minum

Adapun sumber air minum yang dikonsumsi balita di Kelurahan

Sumur Batu sebagai berikut.

Tabel 5.8

Distribusi Balita menurut Sumber Air Minum di Kelurahan Sumur Batu

Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

Sumber Air Minum Frekuensi Presentase (%)

PDAM 3 5.8

Sumur gali 0 0

Sumur pompa listrik 21 40.4

Sumur pompa tangan 0 0

Air isi ulang 24 46.2

Air kemasan 4 7.7

Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.8 sumber air minum yang paling banyak

digunakan responden adalah air isi ulang sebanyak 24 (46,2%). Selain itu,

dapat diketahui bahwa dari 52 responden terdapat 3 responden yang

menggunakan air minum yang bersumber dari PDAM (5,8%), 21 responden

Page 98: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

76

yang menggunakan air minum yang bersumber dari sumur pompa listrik

(40,4%), dan 4 responden yang menggunakan air minum yang bersumber

dari air kemasan (7,7%).

Tabel 5.9

Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang Berdasarkan

Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan

Bantargebang Tahun 2013

Sumber Air Minum

Kejadian Diare

Diare Tidak diare

n % n %

Sumur 6 28,6 15 71,4

Isi Ulang 12 50 12 50

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang balitanya mengalami diare adalah yang menggunakan

sumber air isi ulang. Dari 18 responden, 12 responden (50%) yang

menggunakan sumber air isi ulang sumur mengalami kejadian diare pada

balitanya sedangkan 6 responden (28,6%) lainnya yang menggunakan air

sumur mengalami kejadian diare pada balitanya masing-masing 12

responden (50%) yang menggunakan sumber air isi ulang mengalami

kejadian diare. Sedangkan 12 responden lainnya (46,5%) yang

menggunakan sumber air isi tidak mengalami kejadian diare.

Page 99: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

77

Tabel 5.10

Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di Kelurahan Sumur

Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

Pengolahan air minum Frekuensi Persentase (%)

Tidak mengolah 26 50

Merebus 26 50

Jumlah 52 100

Dari tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 52 responden terdapat 26

responden (50%) yang tidak melakukan pengolahan air minum, sedangkan

26 responden (50%) lainnya melakukan pengolahan air minum dengan cara

merebusnya.

3. Distribusi E. Coli dalam Air Minum

Variabel E.Coli dalam air minum pada penelitian ini diukur dengan

pemeriksaan mikrobiologis. Distribusi balita menurut E.Coli dalam air

minum di Kelurahn Sumurbatu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.11

Distribusi E.Coli dalam Air Minum Yang Dikonsumsi oleh Balita di

Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

E.Coli dalam Air Minum Frekuensi Persentase (%)

Ada 12 23.1

Tidak ada 40 76.9

Jumlah 52 100

Page 100: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

78

Pada tabel 5.11 dapat diketahui distribusi balita menurut kandungan

bakteri Escherisia Coli dalam air minum. Dari tabel tersebut menunjukkan

bahwa dari 52 responden, 12 responden (23.1%) terdapat E. Coli dalam air

minumnya. Sedangkan 40 responden (76.9%) tidak terdapat E. Coli di dalam

air minumnya.

Tabel 5.12

Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari Sumur dan Air

Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan

Bantargebang Tahun 2013

Sumber Air Minum

E. Coli dalam Air Minum

Ada Tidak

n % n %

Sumur 3 14,3 18 85,7

Air Isi Ulang 5 20,8 19 79,2

Dari tabel 5.12 menunjukkan E. Coli lebih banyak ada pada sumber

air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Dari 8 responden yang terdapat

5 (20,8%) responden yang memiliki sumber air minum dari sumur terdapat

E.Coli dalam air minumnya, sedangkan 3 (14,3%) responden lainnya yang

menggunakan sumber air isi ulang terdapat E.Coli dalam air minumnya.

Page 101: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

79

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univarit yang

bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan faktor sanitasi air

dengan kejadian diare pada balita menggunakan uji Chai Square yang hasilnya

akan dijelaskan dibawah ini.

1. Hubungan antara Faktor Individu dengan Kejadian Diare Pada Balita

Uji chi square digunakan untuk variabel umur balita, pemberian ASI

eksklusif dan imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Hasil

penelitian mengenai hubungan antara faktor individu (umur balita, pemberian

ASI eksklusif dan imunisasi campak) dengan kejadian diare pada balita

sebagai berikut.

a. Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare

Hasil penelitian megenai hubungan antara umur balita dengan

kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang

Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut.

Page 102: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

80

Tabel 5.13

Distribusi Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Umur balita

Kejadian diare

Total Pvalue

Diare Tidak

diare

N % N % n %

10-24 bulan 7 35 13 65 20 100 0,392

25 – 59 bulan 16 50 16 50 32 100

Total 23 44.2 29 55.8 52 100

Berdasarkan tabel 5.13 balita yang memiliki umur 10-24 bulan dan

mengalami kejadian diare sebesar 35 % (7 dari 52 balita) sedangkan balita yang

memiliki umur 25-59 bulan dan mengalami kejadian diare sebesar 50 % (16 dari

52 balita). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,392,

yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara umur balita

dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.

Page 103: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

81

b. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare

Hasil penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut.

Tabel 5.14

Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota

Bekasi Tahun 2013

Pemberian

ASI

Eksklusif

Kejadian diare Total

Pvalue Diare Tidak diare

N % n % n %

Tidak 17 54,8 14 45,2 31 100 0,089

Ya 6 28,6 15 71,4 21 100

Total 23 44,2 29 55,8 52 100

Berdasarkan tabel 5.14 balita yang tidak diberikan ASI eksklusif dan

menderita diare sebesar 54,8% (17 dari 52 balita) sedangkan balita yang

diberikan ASI eksklusif dan mengalami diare sebesar 28,6% (6 dari 52 balita).

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,089 yang artinya

pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu

Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.

Page 104: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

82

c. Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare

Hasil penelitian megenai hubungan antara imunisasi campak dengan

kejadian diare pada balita sebagai berikut.

Tabel 5.15

Distribusi balita menurut Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian

Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Imunisasi

Campak

Kejadian diare Total

Pvalue Diare Tidak diare

n % n % n %

Belum 13 54,2 11 45,8 24 100 0,263

Sudah 10 35,7 18 64,3 28 100

Total 23 44,2 29 55,8 52 100

Berdasarkan tabel 5.15 balita yang belum diimunisasi campak dan

menderita diare sebesar 54,2% (13 dari 52 balita) sedangkan balita yang sudah

diimunisasi campak dan mengalami diare sebesar 35,7% (10 dari 52 balita).

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,263, yang artinya

pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu Kecamatan

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.

Page 105: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

83

2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare Pada

Balita

a. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada

Balita

Hasil pengujian statistik antara variabel kondisi sarana air bersih dengan

kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang

Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut.

Tabel 5.16

Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan

Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota

Bekasi Tahun 2013

Kondisi

Sarana Air

Bersih

Kejadian diare

Total Pvalue

Diare Tidak

diare

N % N % N %

Buruk 21 53,8 18 46,2 39 100 0,023

Baik 2 15,4 11 84,6 13 100

23 44,2 29 55,8 52 100

Dari tabel 5.16 diketahui responden dengan kondisi sarana air bersih yang

buruk dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 21 (53,8%),

sedangkan responden dengan kondisi sarana air bersih baik dan mengalami

kejadian diare pada balitanya sebanyak 2 responden (15,4%).

Hasil uji chai square menunjukkan bawa ada hubungan antara kondisi

sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di

Page 106: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

84

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013, karena

nilai Pvalue sebesar 0,023 pada α 5%.

b. Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita

Hasil uji statistik antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian

diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

tahun 2013 sebagai berikut.

Tabel 5.16

Distribusi Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi

Tahun 2013

Pengolahan

Air minum

Kejadian diare

Total Pvalue

Diare Tidak

diare

n % n % n %

Tidak

mengolah

14 53,8 12 46,2 26 100 0,264

merebus 9 34,5 17 65,4 26 100

Total 23 44,2 29 55,8 52 100

Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden dengan tidak

mengolah air minumnya di rumah dan mengalami kejadian diare pada

balitanya sebanyak 14 responden (53,8%) sedangkan responden dengan

melakukan pengolahan airminum dengan merebusnya dan mengalami

kejadian diare pada balitanya sebanyak 14 responden (53.8%).

Page 107: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

85

Hasil uji statistik menunjukkan nilai Pvalue sebesar 0,264, yang

artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pengolahan air

minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan

Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013.

c. Hubungan E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita

Pengujian hubungan antara E.Coli dalam air minum dengan kejadian

diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota

Bekasi tahun 2013. Hasil selengkapnya terdapat pada tabel berikut.

Tabel 5.17

Distribusi Hubungan E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare

pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang

Kota Bekasi Tahun 2013

E.Coli dalam Air

Minum

Kejadian diare Total

Pvalue Diare Tidak diare

n % N % n %

Ada 9 75 3 25 12 100 0,021

Tidak ada 14 35 26 65 40 100

Total 23 44,2 29 55,8 52 100

Pada tabel 5.17 dapat dilihat bahwa responden dengan adanya E.Coli

dalam air minum dan mengalami kejadian diare pada balita sebesar 9 (75%),

responden dengan adanya E.Coli dalam air minum dan tidak mengalami kejadian

diare pada balita sebesar 14 (35%). Selain itu, pada tabel silang hasil uji statistik

Page 108: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

86

didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,021, yang artinya ada hubungan yang

signifikan antara adanya E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada

balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota

Bekasi Tahun 2013.

Page 109: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

87

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan

penelitian diantaranya yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan disain studi cross sectional.

Dalam desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaitan, tidak dapat

menjelaskan hubungan sebab akibat. Meskipun demikian, desain ini

dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan efektif dari segi

waktu.

2. Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini hanya

menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan

dengan variabel dependen sehingga masih terdapat kemungkinan

variabel-variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep seperti

variabel status gizi (Sinthamurniwaty, 2005)

3. Variabel dependen yaitu kejadian diare hanya diukur melalui wawancara

menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai definisi diare.

Menurut Widoyono (2008), terdapat beberapa gejala dan tanda untuk

menentukan penyakit diare, sehingga memerlukan diagnosa dari dokter.

Namun dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian pada

penelitian ini hanya menggunakan wawancara dengan kuesioner yang

berisi pertanyaan dari definisi penyakit diare menurut Kemenkes.

Page 110: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

88

Walaupun begitu, kuesioner ini telah digunakan pada penelitian

sebelumnya yang telah diuji secara statistik.

4. Variabel karakteristik sanitasi air pada penelitian ini hanya berfokus pada

air minum yang dikonsumsi pada balita, padahal ada sumber air lain yang

dapat dikonsumsi oleh balita seperti dari jajanannya dan air yang

digunakan untuk mengolah makanan balita.

5. Pada variabel pengolahan air minum, setelah diketahui hasil penelitian

peneliti menemukan bahwa sebaiknya dipilih kriteria salah satu sumber

air minum untuk menentukan hubungan dengan kejadian diare. Hal ini

disebabkan setiap sumber air minum memiliki proses pengolahan air

berbeda.

B. Kejadian Diare

Diare didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan perubahan

bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya buang

air besar lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana,

2007). Menurut Hippocrates dalam Suharyono (2008), diare adalah buang air

besar dengan frekuensi yag tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang

lebih lembek atau cair.

Kejadian diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit

diare. Oleh karena itu, bias informasi mungkin terjadi pada saat dilakukan

wawancara. Bias pada saat menjawab pertanyaan dari pewawancara karena

Page 111: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

89

responden pada penelitian ini sulit mengingat dengan pasti kapan terjadi diare.

Selain itu, kejadian diare hanya diukur menggunakan instrumen dari kuesioner

berdasarkan pengertian diare. Padahal terdapat gejala-gejala klinis untuk

penentuan penyakit diare yang didiagnosa oleh dokter.

Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.4 diketahui bahwa

sebagian besar balita di kelurahan Sumurbatu tidak mengalami diare yaitu

sebesar 55,8% dari 52 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Muhadi (2008)

yang mendapatkan hasil penelitian bahwa balita yang tidak mengalami kejadian

diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mengalami kejadian diare

sebesar 82,70%. Selain itu, hasil penelitian Wulandari (2009) sebesar 54,3%

responden yang diteliti mengalami kejadian diare.

Meskipun sebagian besar balita responden di kelurahan Sumurbatu tidak

mengalami kejadian diare, apabila tidak ditangani secara serius oleh petugas

kesehatan maka dapat menimbulkan keparahan bagi penderitanya dan penularan

penyakati diare ke daerah lain. Untuk itu petugas kesehatan setempat dalam

menanggulangi kejadian diare dapat dengan meningkatkan sosialisasi kepada

masyarakat mengenai tatalaksana diare pada anak yang direkomendasikan oleh

Kemernterian Kesehatan. Prinsip tatalaksana diare adalah LINTAS DIARE

(Lima Langkah Tuntaskan diare) yang ditujukan bagi penderita diare yang

bertujuan utuk mencegah dan mengobati dehidrasi, mencegah gangguan nutrisi

dengan memberikan makanan selama dan sesudah diare serta memperpendek

lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.

Selain itu, harus dilakukan pula tindakan pencegahan untuk memutus

rantai penularan melalui penyuluhan pemberian ASI makanan pendamping asi,

Page 112: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

90

menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, penggunaan jamban ,

membuang tinja bayi yang benar dan pemberian imunisasi campak.

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita

1. Hubungan Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare

a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare

Umur balita merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian diare. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa

sebagian besar balita yang diteliti memiliki umur > 24 bulan.

Berdasarkan hasil bivariat menunjukkan bahwa distribusi balita

yang banyak mengalami kejadian diare sebagian besar berumur 25-59

bulan yaitu sebanyak 16 balita. sedangkan balita yang berumur 10-24

bulan dan mengalami diare sebanyak 7 balita. Hasil uji chai square,

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur

balita 10-59 bulan dengan kejadian diare, dengan Pvalue sebesar 0,392.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) di TPA

Bantargebang yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara kejadian diare dengan umur balita.

Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Muhadi (2008),

yang memperoleh informasi bahwa balita kelompok umur bayi yang

terkena diare ada 12 (21,8%) dari 55 balita dan balita kelompok umur

balita yang menderita diare ada 14 (14,7%) dari 95 balita.

Berbeda halnya dengan penelitian Sinthamurniwaty (2005) di

Kabupaten Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

Page 113: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

91

signifikan antara umur balita dengan kejadian diare dengan Pvalue 0,006.

Hasil penelitian ini menunjukkan balita umur <24 bulan mempunyai

risiko 3,18 kali terkena diare dibandingkan dengan balita berumur ≥ 24

bulan.

Menurut Muthmainah (2011), bayi usia di bawah 10 bulan

mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya

kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya

kurang). Selanjutnya, anak yang berusia di bawah 24 bulan produksi ASI

mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang masuk bersama ASI

berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri

antibodi dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga

serangan virus berkurang.

Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang

6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya.

Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja

yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika

kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril

memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012).

Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara

umur balita dengan kejadian diare, dimungkinkan karena ibu balita selalu

melakukan perhatian khusus terhadap balita mengingat sebagian besar

pekerjaan ibu balita adalah ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu

lebih banyak untuk mengurus dan menjaga kebersihan balitanya sendiri.

Selain itu, sebagian responden menganggap bahwa diare yang terjadi

Page 114: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

92

pada umur dibawah 25 bulan adalah kejadian wajar dan merupakan tanda

fase perubahan anak menjadi besar dan pandai sehingga tidak adanya

upaya pencegahan.

Walaupun demikian terdapat 35% balita yang berumur 10-24

bulan menderita kejadian diare, yang artinya tidak semua balita yang

berumur 10-24 bulan pada penelitian ini tidak mengalami diare. Hal

tersebut dapat terjadi karena pada kelompok umur 6-12 bulan biasanya

balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut

perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa

terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau intololeransi makanan

itu yang dapat menyebabkan tingginya risiko terkena diare

(Sinthamurniwaty, 2004).

Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan,

biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh

ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat

imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika

disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita

tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty,

2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas

12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi

hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.

Page 115: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

93

b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare

Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu yang diduga

mempengaruhi kejadian diare pada balita. berdasarkan hasil penelitian

pada tabel 5.5, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 31 responden

(59,6%).

Berdasarkan hasil uji bivariat, dapat diketahui bahwa responden

yang memberikan ASI eksklusif sebagian kecil mengalami kejadian diare

yaitu sebanyak 6 responden (28,6%) sedangkan responden yang

memberikan ASI eksklusif sebagian besar mengalami kejadian diare pada

balitanya yaitu sebanyak 15 responden (71,4%). Berdasarkan hasil uji

statisik chai square diketahui pemberian ASI eksklusif tidak memiliki

hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita umur 10-59

bulan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara kejadian

diare dengan pemberian ASI. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 10

balita (11,6%) mendapatkan ASI dan mengalami kejadian diare.

Sedangkan balita yang tidak mendapatkan ASI terkena diare sebanyak 6

balita (60%).

Namun berbeda dengan hasil penelitian Cahyono di Pondok Gede

(2003), yang menunjukkan bahwa ASI eksklusif berhubungan secara

bermakna dengan kejadian diare pada balita. dalam penelitian ini balita

Page 116: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

94

yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai risiko terkena diare sebesar

3,19 kali dibandingkan dengan balita tang diberi ASI eksklusif.

Hasil penelitian lain yang dihasilkan oleh Simatupang (2003) di

kota Sibolga yang menyatakan terdapat hubungan antara pemberian ASI

dengan kejadian diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara

imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.

ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru

lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih

besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu

botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri

penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare

yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Kemenkes, 2011)

Kecilnya presentase pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini

diduga menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna

antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Selain itu, faktor

lain adalah imunitas balita yang cukup baik dari sebagian responden yang

terutama ibu rumah tangga mengasuh balitanya sendiri yang

memungkinkan ibu untuk memberikan makanan yang bergizi cukup.

Walaupun begitu, dalam penelitian ini secara presentase balita

yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan mengalami kejadian diare

lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI

eksklusif. Hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan ibu yang memberikan

pisang, bubur dan makanan lain pada bayi yang baru lahir. Beberapa

responden menyatakan saat melahirkan tidak memberi ASI karena pada

Page 117: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

95

saat itu ASI tidak keluar. Di samping itu, beberapa responden lainnya

juga mengatakan bahwa bayi tidak mau diberi ASI sehingga oleh

responden diberi makanan lain seperti bubur biskuit kepada bayinya.

Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan

sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan

dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang

kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain

dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri

dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.

c) Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare

Imunisasi campak merupakan riwayat imunisasi campak yang

diperoleh balita. Dalam penelitian ini, sebagian balita belum mendapatkan

imunisasi campak yaitu sebanyak 46,2% sedangkan balita yang sudah

diimunisasi campak sebanyak 53,8%. Hasil analisis hubungan imunisasi

campak dengan kejadian diare menunjukkan bahwa kejadian diare lebih

banyak terjadi pada balita yang belum diimunisasi campak yaitu sebanyak

54,2 % (13 balita).

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59

bulan karena nilai Pvalue sebesar 0,263 lebih besar dari α 5%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) yang

mendapatkan bahwa imunisasi campak tidak berhubungan dengan

kejadian diare pada balita dan sifat hubungan hanya risiko secara

Page 118: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

96

kebetulan. Penelitian yang dilakukan Rini (2001) juga menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi campak

dengan kejadian diare pada balita.

Hal ini berbeda dengan penelitian penelitian Cahyono di Pondok

Gede (2003) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan

adalah imunisasi campak. Balita yang tidak diimunisasi campak

mempunyai risiko terkena diare sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan

balita diimunasasi campak.

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian

imunisasi campak juga dapat mencegah diare (Kalista, 2012). Imunisasi

(termasuk imunisasi campak) merupakan upaya untuk mencegah

terjadinya penyakit pada balita, termasuk diare yang biasanya merupakan

komplikasi dari penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak

pada balia sangat bermanfaat.

Menurut Akhmadi (2009) dalam Umarotuzuhro (2011), pemberian

imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini dilakukan

pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan

setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih

tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh

karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera

setelah berumur sembilan bulan.

Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara imunisasi

campak dengan kejadian diare pada balita pada penelitian ini dapat terjadi

karena imunitas balita yang cukup baik yang didapatkan dari makanan

Page 119: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

97

dan minuman yang didapatkan balita. Menurut Johar (2004) dalam

penelitiannya, balita yang mengalami kejadian diare walaupun telah

diimunisasi campak dapat terjadi karena adanya variabel lain yaitu asupan

gizi yang berpengaruh pada imunitas tubuh balita.

Selain itu, dilihat dari presentase balita yang tidak mendapatkan

imunisasi campak setelah berumur 10 bulan dan mengalami diare lebih

besar 54,2%. Hal ini disebabkan dari masih banyaknya balita yang belum

diimunisasi. Berdasarkan pernyataan dari ibu balita yang belum

memberikan imunisasi kepada balitanya diketahui bahwa ibu balita malas

untuk membawa balitanya ke posyandu atau pelayanan kesehatan lainnya.

Hal ini dapat disebabkan karena pengetahuan dan kesadaran yang masih

rendah dari ibu tentang pemahaman imunisasi campak. Selain itu, balita

yang belum mendapatkan imunisasi campak juga dapat disebabkan

karena pada saat ada jadwal imunisasi campak balita tersebu dalam

kondisi tidak sehat sehingga tidak memungkinkan anak diimunisasi.

Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya

dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi.

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat

dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4

tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar

6-20%.

Page 120: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

98

2. Hubungan Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare

a) Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare

Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air bersih

di tempat tinggal balita meliputi pemeriksaan kualitas fisik air yang

digunakan, persyaratan kontruksi dan jarak minimal dengan sumber

pencemar. Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan sebagian besar

responden memiliki kondisi sarana air bersih yang buruk yaitu sebanyak

39 responden (78,8%) dan responden dengan kondisi sarana air bersih

yang baik sebanyak 13 responden (25%).

Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui responden yang

lebih banyak mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita

dengan presentase kondisi sarana air bersih yang buruk, yaitu sebanyak

21 responden (53,8%). Sedangkan balita dengan presentase kondisi

sarana air bersih yang baik dan menderita diare hanya sebanyak 2

responden (15,4%). Hasil analisis bivariat menunjukkan Pvalue sebesar

0,023 artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kondisi

sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di

Kelurahan Sumurbatu kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardiman (2007) di

Kota Tangerang yang mendapatkan adanya hubungan yang signifikan

anatara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan

Pvalue sebesar 0,047. Pada penelitian ini, balita yang tinggal di rumah

dengan kondisi sarana air bersih yang buruk berisiko 1,8 kali

Page 121: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

99

dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana

air bersih yang baik.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga

menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik

dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali.

Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang

dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya

pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus

memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994).

Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit

melalui mikroorganisme yang ditularkan lewat jalur air (water borne

disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed

disease). Sebagian besar besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang

ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan

atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-

jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah telah dicuci dengan

air tercemar (Suhardiman, 2007).

Menurut Simatupang (2004), memperbaiki sumber air (kualitas

dan kuantitas) dan keberhasilan perorangan akan mengurangi

kemungkinan tertular dengan bakteri patogen tersebut. masyarakat yag

terjangkau oleh penyediaan air yang bersih mempunyai risiko menderita

diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan

air bersih.

Page 122: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

100

Dari hasil wawancara peneliti, responden sebagian besar

menggunakan sumur pompa listrik dan PDAM. Menurut Puspitasari

(2012), jenis sarana air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan

peralatan makan dan minum yang digunakan. Sarana air bersih yang

kurang saniter maka kualitas air bersihnya menjadi tidak terjamin bebas

bakteriologis. Air bersih tersebut digunakan keluarga untuk aktivitas

sehari-hari seperti mencuci peralatan makan dan minum. Jika sumber air

bersih yang digunakan terkontaminasi bakteri patogen seperti E.Coli

maka peralatan makan dan minum berisiko untuk terkontaminasi, terlebih

jika perilaku mencucinya kurang baik. Akibatnya terjadi rantai penularan

penyakit diare.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare

dengan menggunakan air yang bersih dan air yang terlindungi dari

kontaminasi mulai dari sumber sampai penyimpanan. Oleh karena itu,

diperlukan adanya pengingkatan pengawasan petugas kesehatan untuk

melakukan inspeksi sanitasi sarana air bersih dan penyuluhan kepada

masyarakat untuk memperhatikan sarana air bersih yang digunakan. Air

bersih yang digunakan agar terlindungi dari kontaminasi yakni menjaga

kebersihan sumur dengan memperbaiki kontruksi dan menjaga kebersihan

bangunan sumur, pipa penyaluran dan tempat penyimpanan air bersih.

Page 123: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

101

b) Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare

Pengolahan air minum dalam penelitian ini merupakan cara

pengolahan air minum yang dikonsumsi balita. berdasarkan hasil

penelitian, diketahui bahwa responden yang tidak melakukan pengolahan

air minum dan responden yang melakukan pengolahan air minum dengan

cara merebus masing-masing sebanyak 26 reponden (50%).

Dari hasil analisis chai square menunjukkan bahwa 53,8% ibu

yang tidak melakukan pengolahan air minum memiliki balita yang

mengalami kejadian diare, sedangkan 34,5% ibu melakukan pengolahan

air minum dengan merebusnya. Berdasarkan hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita dengan Pvalue

sebesar 0,264.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa (2011) pada

balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok yang menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan bermakna antara pengolahan air minum rumah

tangga dengan kejadian diare pada balita.

Namun penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Suprapti

(2003) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara pemasakan air

minum dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa responden yang melakukan pengolahan air minum

rumah tangga salah satunya merebus telah efisien dalam mematikan

mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan penyakit diare.

Page 124: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

102

Menurut Depkes RI (2008), air yang tidak dikelola dengan standar

pengelolaan air minum rumah tangga dapat menimbulkan penyakit.

Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas

mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode sederhana dan

terjangkau serta, mengurangi angka kejadian dan kematian yang

disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare (Depkes RI,

2009 dalam Rosa, 2011).

Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi

air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air

dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua

kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain

itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam

proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3

(Chandra, 2007)

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengolahan air

minum dengan kejadian diare dapat disebabkan karena sebagian besar

responden yang tidak mengolah air minumnya adalah responden yang

mengonsumsi jenis air minum isi ulang dan air kemasan. Walaupun

masyarakat yang menggunakan air isi ulang tidak merebus air minum

terlebih dahulu, pada depot air minum isi ulang telah dilakukan proses

pengolahan air minum mengggunakan sinar ultraviolet dan filtrasi

(Sandra, 2007)

Proses pengolahan air baku menjadi air minum isi ulang pada

prinsipnya adalah filtrasi (penyaringan) dan desinfeksi. Proses filtrasi

Page 125: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

103

dimaksudkan selain untuk memisahkan kontaminan tersuspensi juga

memisahkan campuran yang berbentuk koloid termasuk mikroorganisme

dari dalam air, sedangkan disenfeksi dimaksudkan untuk membunuh

mikroorganisme yang tidak tersaring oleh proses sebelumnya (Indirawati,

2009). Sehingga bakteri patogen yang ada pada air minum telah mati

sebelum dikonsumsi.

Walaupun demikian, pada tabel silang 5.11 mengenai persentase

kejadian diare pada responden yang menggunakan sumber air dari sumur

dan air isi ulang diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden yang

menggunakan air isi ulang mengalami kejadian diare pada balitanya.

Terdapat 12 responden (50%) yang menggunakan air minum isi ulang dan

balitanya mengalami kejadian diare meskipun air isi ulang sebelum

dikonsumsi masyarakat telah melewati berbagai proses di depot AMIU

(Air Minum Isi Ulang), masyarakat juga perlu melakukan pencegahan

dengan memasak air terlebih dahulu. Seperti menurut Titik Wahyudjati,

mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih dari 2 jam harus

dimasak terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah satu upaya

kewaspadaan terhadap penyakit yang kemungkinan timbul akibat air yang

tidak sehat (Sandra, 2007 dalam Suyudhi, 2013).

Selain itu, penyimpanan air isi ulang juga dapat berpengaruh pada

keberadaan E.Coli dalam air isi ulang tersebut. Dalam penelitian Ekawati

(2005) menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah E.Coli pada air minum

isi ulang dengan lama penyimpanan. Air minum isi ulang biasanya tidak

habis dalam sekali pakai melainkan dalam beberapa hari. Menurut

Page 126: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

104

Hidayati (2010), semakin lama penyimpanan memungkinkan adanya

pertumbuhan mikroorganisme yang akan berkembang menjadi bakteri

patogen dan menyebabkan kadar zat organik meningkat.

Umumnya masyarakat menggunakan dispenser dalam penyajian

air isi ulang. Rahayu (2008) mengungkapkan penggunaan dispenser

memang membuat penyajian air minum menjadi praktis sesuai dengan

kebutuhan penyajian tetapi kebersihan dispenser umumnya kurang

diperhatikan oleh konsumen. Penggunaan dispenser berulang-ulang tanpa

pembersihan bagian dalam dispenser memungkinkan tumbuhnya mikroba.

Resiko pencemaran mikroba ini dapat terjadi baik pada keran bersuhu

normal, dingin ataupun panas karena mikroba dapat tumbuh pada suhu

dingin / psikrofilik, normal / mesofilik ataupun panas / termofilik.

Penelitian Rahayu (2008) membuktikan ada kemungkinan pencemaran air

galon di dalam dispenser, hal ini berdasarkan pada hasil pemeriksaan

awal terdapat 6 sampel yang tidak mengadung bakteri, tetapi setelah

penyimpanan didapatkan sejumlah bakteri.

c) E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare

E.Coli dalam air minum merupakan salah satu variabel yang

diduga berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan hasil

pemeriksaan mikrobiologi dan uji statistik pada tabel 5.11 didapatkan

bahwa 23,1% responden yang memiliki balita yang diteliti terdapat E.Coli

dalam air minumnya.

Page 127: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

105

Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa 75%

responden yang terdeteksi ada E.Coli dalam air minumnya mengalami

kejadian diare. Sementara 35% responden yang terdeteksi tidak ada

E.Coli dalam air minumnya tidak mengalami kejadian diare pada

balitanya. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui E.Coli

dalam air minum memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian

diare terlihat dari Pvalue sebesar 0,021.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhardiman (2007) di

kota Tangerang terhadap 250 responden yang menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara E.Coli dalam air minum dengan

kejadian diare pada balita. Kejadian diare berisiko 2,9 kali terjadi pada

balita yang air minumnya positif E.Coli dibandingkan dengan balita yang

air minumnya negatif E.Coli.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fardani (2013) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas yang

mendapatkan hasil bahwa kandungan E.Coli dalam air minum

berhubungan sigifikan dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa 18 balita yang positif mengandung E.Coli dalam

air minumnya mengalami kejadian diare sedangkan 8 balita sisanya tidak

mengalami kejadian diare.

Dalam peraturan menteri kesehatan nomor

492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum

mensyaratkan E.Coli harus nol dalam 100 ml sampel air. Menurut

Khairunnisa (2012), E.Coli yang merupakan bakteri coliform fecal adalah

Page 128: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

106

bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform

fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti

berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen.

Adanya E.Coli dalam air minum dapat menjadi penyebab

terjadinya diare karena setelah air minum tersebut dikonsumsi oleh

manusia, E.Coli bersama-sama air minum masuk ke dalam saluran

pencernaan manusia. Di dalam saluran pencernaan, terutama di usus,

E.Coli akan menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin ini akan

menginfeksi usus halus atau usus besar dan mengakibatkan terjadinya

diare, baik disertai dehidrasi, maupun tidak (Zein, 2004).

E. Coli merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan

hidup secara normal di dalam kororan manusia maupun hewan, oleh

karena itu disebut juga koliform fekal (Fardiaz, 1992). Menurut Wagner &

Lanoix (1985) jalur masuknya bakteri ini ke dalam tubuh manusia dapat

melalui 4F dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers

(tangan). Dalam hal ini, E.Coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia

melalui air. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit

(E.Coli) sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka

dapat mencemari air bersih yang digunakan sebagai air minum.

Adanya tempat pembuangan sampah juga dapat meningkatkan

kejadian diare pada balita di daerah terssebut. Grent (1970) dalam Johar

(2004) meyatakan bahwa kontaminasi mikroba yang diakibatkan oleh

adanya timbunan sampah dapat terjadi hingga jarak beberapa ratus meter,

bahkan lebih jauh lagi jika tanah yang dilalui mengandung rongga.

Page 129: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

107

Selain itu, adanya E.Coli dalam air minum dapat terjadi pada

pengelolaan air minum yang berupa cara pengolahan dan penyimpanan

air yang tidak sesuai dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk

mengurangi risiko kejadian diare pada balita dapat dilakukan dengan

melakukan pengelolaan air minum secara benar.

Untuk mengurangi kontaminasi E.Coli pada air minum, cara yang

paling mudah adalah dengan cara memasak air yang digunakan untuk

minum dan dibiarkan mendidih antara 5-10 menit sebelum diberikan

kepada balita. tujuannya adalah agar semua kuman, spora, kista dan telur

telah mati termauk E.Coli. sehingga air bersifat steril (Chandra, 2005).

Menurut Rahayu (2006), Sifat E.coli adalah tidak tahan pada pemanasan

dan akan mati pada suhu 100oc, sehingga salah satu cara paling mudah

menghilangkan E.coli dalam air minum adalah dengan memasak air

hingga mendidih.

Walaupun begitu, pada tabel 5.14 menunjukkan E. Coli lebih

banyak ada pada sumber air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Hal

ini menunjukkan bahwa diperlukan pengelolaan air minum rumah tangga

yang baik dan benar.

Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan dan tindak lanjut

yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi E.Coli dalam air

minum dan mengurangi angka kesakitan diare adalah dengan memberikan

sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat tertutama bagi mereka

yang menggunakan sumber air minum berasal dari sumur dan air minum

isi ulang.

Page 130: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

108

Menurut Depkes (2008) pengelolaan air minum yang benar antara

lain; air untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus

bersih dan tertutup, jangan mengambil air dengan diciduk, sebaiknya

simpan air minum di wadah yang berleher sempit atau memiliki kran.

Selain itu, cara penanganan air yang telah dimasak, misalnya dengan

tidak melakukan perebusan air minum dengan sistem tambah. Sistem

tambah artinya ketika air minum yang telah dimasak lagi secara

bersamaan. Kemudian juga dengan melakukan kerja sama lintas sektor

misalnya antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, atau pelayanan kesehatan

lainnya, laboratorium, dan masyarakat agar air minum yang dikonsumsi

bebas kontaminasi E.Coli sehingga dapat memenuhi syarat sesuai

peraturan menteri kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010.

Page 131: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

109

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada balita di Kelurahan

Sumurbatu, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran balita umur 10-59 bulan yang mengalami kejadian diare sebesar

44,2% dan balita yang tidak mengalami diare sebesar 55,8%.

2. Gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu

antara lain, 61,5% balita berumur 25-59 bulan, 40,4% balita mendapatkan

ASI eksklusif dan 53,8% balita mendapatkan imunisasi campak.

3. Gambaran karakteristik sanitasi air di Kelurahan Sumurbatu antara lain, 25%

kondisi sarana air bersih baik, 50% menggunakan pengolahan air minum

dengan merebus, dan 76,9% tidak ada E.Coli dalam air minumnya.

4. Tidak ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada

balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang

tahun 2013 dengan pvalue 0,392

5. Tidak ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu

Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,089

6. Tidak ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare

pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar

Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,263

Page 132: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

110

7. Ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada

balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang

tahun 2013 dengan pvalue 0,023

8. Tidak ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian

diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan

Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,264

9. Tidak ada hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada

Balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar

Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,021

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

a. Meningkatkan upaya pencegahan diare yang efektif kepada balita

terutama melalui menjaga kebersihan air yang dikonsumsi dan digunakan

sehari-hari serta serta melakukan penatalaksanaan pada balita yang

mengalami diare yang dianjurkan Kemenkes RI yaitu LINTAS DIARE .

b. Melakukan perlindungan dan perawatan terhadap sarana air bersih

sehingga dapat meminimanisasi risiko sarana air bersih terkontaminasi

pencemaran

c. Melakukan pengolahan air minum dengan benar, yaitu air dimasak

sampai mendidih 100°C dan dibiarkan dalam keadaan mendidih selama 1-

2 menit.

Page 133: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

111

2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Bantargebang I)

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dengan

melakukan penyuluhan kepada masyarakat

b. Meningkatkan sosialisasi prinsip tatalaksana diare pada anak yang

direkomendasikan oleh Kemernterian Kesehatan yaitu LINTAS DIARE

(Lima Langkah Tuntaskan diare)

c. Meningkatkan upaya pencegahan diare dengan penyuluhan kepada

masyarakat terutama ibu balita mengenai pentingnya pemberian ASI

makanan pendamping asi, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci

tangan, penggunaan jamban , membuang tinja bayi yang benar dan

pemberian imunisasi campak

d. Meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dengan inspeksi sanitasi

dan penyuluhan kepada masyarakat yakni menjaga kebersihan sumur

dengan memperbaiki kontruksi dan menjaga kebersihan bangunan sumur,

pipa penyaluran dan tempat penyimpanan air bersih

e. Meningkatkan sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang

baik bagi masyarakat

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti kualitas mikrobiologi

tidak hanya pada air minum, tetapi juga pada air bersih

b. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain, seperti jajanan

dan makanan yang dikonsumsi oleh balita

Page 134: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.

Rajawali Press: Jakarta

Anwar, Athena dan Musadad, Anwar. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih

Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan Vo. 8 No.2

Apriadji.WH, 1992. Memproses Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya

Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Penelitian Kesehatan. Depok:

Jurusan Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia.

Azhar. 2010. Kuliah 1 Statistik Dasar. www.uta.edu diakses pada 20 November

2013

Azwar. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya:

Jakarta

Bardosono, saptawati. 2011. Cara Melaporkan Hasil Analisis Statistik diakses dari

Staff.ui.ac.id pada tanggal 18 November 2013

Bintoro, Bakhti R T. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian

Diare Pada Balita Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. Skripsi

UMS

BPS. 2010. Indikator 40: Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses

terhadap sumber air minum yang terlindungi diakses dari http://mdgs-

dev.bps.go.id pada tanggal 11 Mei 2013

Bumolo, Septian. 2012. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Jenis Jamban

Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012.

Jurnal, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri

Gorontalo

Page 135: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Cahyono, Imron. 2003. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi Tahun 2003.

Tesis. Universitas Indonesia

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta.

Departemen kesehatan RI. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih.

Depkes RI. Jakarta.

_______________________.1992. Pedoman teknis perbaikan kualitas air bagi petugas

pembinaan kesehatan lingkungan. Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta.

______________________.1994. Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan

Pengelolaan Air Bersih : Buku Pedoman bagi Para Pengelola Program.

Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta.

Departemen kesehatan RI, 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.

Jakarta : Depkes RI

______________________.2008. Buku Saku Monitoring Dan Evaluasi PAMRT

(Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga). Dirjen PPM & PLP Depkes RI:

Jakarta.

______________________. 2010. Data base Kesehatan Per Kabupaten diakses dari

http://www.bankdata.depkes.go.id/ pada tanggal 9 Januari 2013

______________________. 2010. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare.

Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta.

Dewanti, Ratih. 2005. Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air Minum diakses

dari http://web.ipb.ac.id/ pada tanggal 28 Juni 2013

Dinas Kesehatan Kota Banjar. Betulkah jarak sumur dengan septic tank 10 meter?

Diakses dari http://www.banjar-jabar.go.id/ pada tanggal 26 Mei 2013

Fardani, Sekar Astrika. 2013. Hubungan Eschericia Coli dalam air minum dan

Kondisi Sarana Sanitasi Dasar dengan Diare Akut pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok. Skripsi: Universitas Indonesia

Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius: Bogor

Page 136: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Fauzi, Yusran. Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang berhubungan

dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka

Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 4 No. 2

Field book. Sanitation Ladder (Tangga Sanitasi) diakses dari www.pamsimas.org

pada tanggal 29 Mei 2013

Ginanjar, Reza. 2008. Hubungan Jenis Sumber Air Bersih dan Kondisi Fisik Air

Bersih dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya

Tahun 2008. Skripsi: Universitas Indonesia

Haryanto, Budi. 2011. Waduh Air Minum Kawasan Jabodetabek Berstatus Tercemar

diakses dari www.mediaindonesia.com pada tanggal 09 Juni 2013

Hastono, Susanto. 2006. Statistik Kesehatan. Rajawali Press: Jakarta

Hidayati, M Ana dan Yusrin. 2010. Pengaruh Lama Waktu Simpan Pada Suhu

Ruang (27-29°C) Terhadap Kadar Zat Organik Pada Air Minum Isi Ulang

diakses dari http:// jurnal.unimus.ac.id pada tanggal 27 November 2013

Jalaludin. 2012. Analisa Bakteri Escherichia coli Di Kolam Renang Waterboom Ulee

Lheue Kota Banda Aceh. Karya Tulis Ilmiah: Akademi Analis Kesehatan

Banda Aceh

Kalista, Endri. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Diare pada Anak Usia 6 – 12 Bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang.

Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang

Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta

______________________. 2010. Riskesdas 2010: Pedoman Pengisian Kuesioner.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta

______________________. 2010. Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta

______________________. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Page 137: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

______________________. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada

Balita Untuk Petugas Kesehatan. Dirjen P2 & PL Kemenkes RI. Jakarta

______________________. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Bulletin Diare Jendela

Data dan Informasi Kesehatan.

______________________. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Pusat

Data dan Informasi Kemenkes RI. Jakarta

______________________. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

Kandun, Nyoman. 2012. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika:

Jakarta

Khairunnisa, Cut. 2012. Pengaruh Jarak Dan Konstruksi Sumur Serta Tindakan

Pengguna Air Terhadap Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk Di

Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye

Kabupaten Aceh Utara Tahun 201. Tesis Universitas Sumatera Utara

Kusnadi. Buku Common Tect Mikrobiologi diakses dari http://file.upi.edu pada

tanggal 29 Mei 2013

Johar. 2004. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk Dengan Kejadian Diare

Pada Balita Di Sekitar TPA Sampah Kec. Bantar Gebang Kota Bekasi.

Skripsi Universitas Indonesia

Majid, Nurholis. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada

Balita di wilayah kerja puskesmas Cisurupan Kabupaten Garut tahun 2006.

Skripsi: Universitas Indonesia

Marjuki, Adikuri Dini. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi

Sanitasi) Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di

Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi Universitas

Indonesia.

Marlini, Yusti. 2004. Hubungan Sanitasi Dasar Dan Praktek Hygienis Keluarga

Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 1 ~ 4 Tahun Di Lingkungan Sri

Ratu Safiatuddin Kelurahan Peuniti Kecamatan Baiturrahman Kota Banda

Page 138: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Aceh Provinsin Naggroe Aceh Darussalam Tahun 200. Skripsi Universitas

Sumatera Utara

Muhadi. 2008. Hubungan Kandungan E.Coli pada Air Minum dengan Kejadian

Diare pada Balita di Kecamatan Koja Kota Administrasi Jakarta Utara

Tahun 2008. Skripsi: Universitas Indonesia

Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilm: Yogyakarta

Muthmainnah, Tazkiyyatul. 2011. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Status

Imunisasi Campak Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Kelurahan

Bandarharjo Kota Semarang. Skripsi Universitas Muhamadiyah Semarang

Notoatmodjo, Soekidjo, 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta

Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka Cipta:

Jakarta

Olyfta, Asny. 2010. Analisis kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Tanjung

sari kecamatan Medan Selayang tahun 2010. Skripsi: Universitas Sumatera

Utara

Puspitasari, Dini Tri. 2011. Hubungan Frekuensi Konsumsi Jajanan dan Kebiasaan

Cuci Tangan Dengan Diare Pada Anak Usia Sekolah (6-12) Tahun di SDN

Mulyasejati 1 Karawang 2011

Purwaningsih, Retno. 2013. Hubungan antara Penyediaan Air Minum Dengan

Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Diare Di Daerah Pasca Bencana. Unnes

Journal of Public Health 3

Rahadi E B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa

Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS.

Rahayu, Asih. 2008. Deteksi Adanya Bakteri Pada Air Minum Dalam Kemasan

Galon. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Renggani, Reny Farlia. 2002. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dengan Kejadian

Diare Pada Balita Di Pemukiman Tidak Terencana Kebon Singkong

Kelurahan Klender Jakarta Timur Tahun 2002.Skripsi: Universitas Indonesia

Page 139: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Rini, Lestiyo. 2001. Hubungan Status Imunisasi Campak Dengan Kejadian Penyakit

Diare (Campak, Ispa Dan Diare) Dan Status Gizi Anak Usia 1-4 Tahun Di

Desa Karang Duren Kecamatan Tenggaran Kabupaten Semarang. Skripsi:

Universitas Diponegoro

Rohmat, Dede. Materi Pengkayaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Dunia

Pendidikan Se-Jawa Barat. Diakses dari http://file.upi.edu pada tanggal 10

Mei 2013

Rosa, Syaefty Dewi. Hubungan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan

Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas

Cipayung Kota Depok Tahun 2011. Skripsi: Universitas Indonesia

Ruspianto, Atjep. 2012. Mulai Digarap, Proyek Zona 5 Makan Waktu 3 Bulan

diakses pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.radar-bekasi.com

Sandra, Christyana. 2007. Hubungan Pengetahuan Dan Kebiasaan Konsumen Air

Minum Sisi Ulang Dengan Penykit Diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol

3, No.2

Sardjana & Nisa, Hairun. 2007. Epidemiologi Penyakit menular. UIN Jakarta Press:

Jakarta

Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael. 1995. Dasar-Dasar Metodologi

Penelitian Klinis. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Setyorogo, Sudijono. 1990. Peranan Air Bersih dan Sanitasi dalam Pemberantasan

Penyakit Menular. Santasi Vol. II No. 2, YLKI: Jakarta

Simatupang, M. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Tesis Universitas Sumatra

Utara.

Sinthamurniwaty. 2005. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita

(Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Tesis Universitas Diponegoro

Subagyo, Bambang dan Budi S N. 2010 Diare Akut. Dalam Buku Ajar

Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbi IDAL

Page 140: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan

Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. Tesis:

Universitas Indonesia

Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta: Jakarta

Sukana, Bambang. 1993. Penelitian Sarana Penyediaan Air Minum Dalam

Hubungannya Dengan Penyakit Diare Para Pemulung Di Pemukiman

Sekitae LPA Budhi Dharma Kelurahan Semper Jakarta Utara.

Sukarni, Mariati. 1994. Kesehatan Lingkungan dan Keluarga. Kanisius: Yogyakarta

Suprapti. 2003. Hubungan Kualitas Sumber Air Minum Dan Pengelolaannya

Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kuripan Kecamatan

Karangawen Kabupaten Demak 2003. Skripsi: Universitas Indonesia

Suriawijaya, U. 199. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Air Buangan

Secara Biologi. Penerbit Alumni: Bandung

Umiati, Badar Kirwono, Dwi Astuti. Jurnal Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan

dengan Diare Pada Balita

Umarotuzuhro. 2011. Studi Diskriptif Upaya Keluarga Dalam Pencegahan

Terjadinya Penyakit Diare Pada Balita Di Desa Brambang Rw 01

Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Skripsi: Universitas

Muhammadiyah Semarang

WHO. The top 10 causes of death diakses dari http://www.who.int pada tanggal 8

Januari 2013

Widiyanti, Ni Luh. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum

Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3. No 1

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta

Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare

pada Balita yang bermukim Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah Bantar Gebang

Page 141: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Wikipedia. 2007. Escherichia coli diakses dari http://id.wikipedia.org pada tanggal

28 Mei 2013

Wikipedia. 2013. Imunodefesiensi diakses dari http://id.wikipedia.org pada tanggal

28 Mei 2013

Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan

Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa

Blimbing Kecamatan Sambirejo Kbupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi

Universitas Surakarta

Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius pada Dewasa. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada

Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19.

No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.

Page 142: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

LEMBAR KUESIONER

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN SUMUR BATU

KECAMATAN BANTAR GEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Dengan hormat, saya Fauziah mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud mengadakan penelitian mengenai

Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian Diare Pada

Balita Di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013.

Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan beberapa item pertanyaan, saya

mohon kesediaan saudara untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan lengkap dan

jelas. Jawaban saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat menghargai hak-hak

responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan.

Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Juli 2013

Peneliti,

Fauziah

LAMPIRAN 2

Page 143: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Kode Responden

A. Karakteristik Responden

ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!

No. Pertanyaan Jawaban Kode

1. Nama ibu A1

2. RT - RW – No. rumah A2

3. Umur A3

4. Pendidikan 0. Tidak sekolah

1. Tidak tamat SD

2. Tamat SD

3. Tamat SMP

4. Tamat SMA

5. Perguruan Tinggi

A4

5. Pekerjaan 0. PNS

1. Buruh

2. Ibu rumah tangga

3. Karyawan

4. Pemulung

5. Lainnnya.............

A5

B. Kejadian Diare

ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!

No. Pertanyaan Jawaban Kode

6. Apakah anak balita ibu sedang

mengalami / dua minggu

terakhir ini mengalami berak-

berak?

Jika tidak, lanjut ke no. 9

0. Ya

1. tidak

B1

7. Bila ya, berapa kali dalam

sehari?

0. Lebih dari 3 kali

1. 3 kali

2. Kurang dari 3 kali

B2

8. Bagaimana bentuk kotoran

anak ibu?

0. Air saja

1. Campur air

2. Seperti biasa

B3

Page 144: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

C. Faktor Individu Balita

ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!

No. Pertanyaan Jawaban Kode

Identitas balita

7 Nama Balita C1

8 Jenis Kelamin 0. Laki-laki

1. Perempuan

C2

10 Umur balita 0. 10-24 bulan

1. 25-59 bulan

C3

Pemberian ASI Eksklusif

11 Setelah melahirkan, apakah ibu

langsung memberikan ASI

kepada balita?

0. Tidak

1. Ya

D1

12 Berapa usia balita, saat

pertama kali ibu memberikan

makanan tambahan selain ASI?

0. Kurang dari 6

bulan

1. ≥ 6 bulan

D2

13 Apa makanan tambahan yang

ibu berikan kepada balita?

0. Tidak menjawab

1. Pisang

2. Biskuit

3. Susu formula

4. Bubur

5. ........(selain di atas)

D3

Imunisasi Campak

14 Apakah ada KMS (Kartu

Menuju Sehat)?

0. Tidak ada

1. Ada

E1

15 Apakah anak ibu sudah

diimunisasi campak?

0. Belum

1. Sudah

E2

D. Karakteristik Sanitasi Air

ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!

No. Pertanyaan Jawaban Kode

Sarana air bersih

16 Darimana keluarga ini

memperoleh air bersih

untuk mencuci, mandi

dan masak?

(pilih satu sumber air

bersih utama)

0. PDAM

1. Sumur gali

2. Sumur pompa listrik

3. pompa tangan

4. Sungai

5. Lain-lain,

sebutkan...........

F1

Page 145: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

17. Kondisi sarana air

bersih

(diisi setelah observasi)

PDAM:

0. Skor < 3

1. Skor = 3

Sumur Pompa Listrik

0. Skor < 7

1. Skor = 7

Sumur Pompa Tangan

0. Skor < 6

1. Skor =6

Sumur Gali

0. Skor < 8

1. Skor ≥ 8

F2

Pengolahan air minum

18. Darimana sumber air

yang digunakan untuk

air minum?

0. PDAM

1. Sumur gali

2. Sumur pompa listrik

3. Sumur pompa tangan

4. Air isi ulang

5. Air kemasan

G1

19. Bagaimana cara ibu

mengolah air untuk

diminum?

0. Tidak mengolah

1. Merebus

G2

E. Coli dalam air minum

20. Bagaimana kandungan

Eschericia Coli

berdasarkan hasil

pemeriksaan

laboratorium

(diisi setelah hasil

laboratorium keluar)

0. Ada, jika positif kuman

Eschericia Coli

1. Tidak Ada, jika negatif

kuman Eschericia Coli

G3

F. Pengambilan Sampel Air Minum

1. Ambil sampel air minum sesuai prosedur secara bakteriologis

2. Beri label dan isi dengan kode sampel sama dengan kode responden:

Page 146: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

LEMBAR OBSERVASI

beri tanda cheklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap, bila

perlu pewawancara dapat bertanya kepada responden

A. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH PDAM

No. Item Syarat Bobot Hasil pengamatan skor

Ya Tidak

1. Kualitas fisik air Jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa

1

2. Pipa distribusi Tidak ada kebocoran pipa 1

3. Kran air Bersih dan terawat 1

Jumlah

B. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA LISTRIK

No. Item Syarat Bobot Hasil Pengamatan

Skor

Ya Tidak

1. Kualitas fisik air Jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, tidak berasa

1

2. Lubang sumur Tertutup dan terlindung

dari pencemaran

2

3. Pipa distribusi Tidak ada kebocoran pipa 1

4. Kran air Bersih dan terawat 1

5. Jarak sumur dengan

sumber pencemar

(septic tank)

≥ 10 m 2

Jumlah

LAMPIRAN 3

Page 147: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

C. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA TANGAN

No. Item Syarat Bobot Hasil

Pengamatan

Skor

Ya Tidak

1. Kualitas fisik air Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

1

2. Dudukan pompa

tangan

Ada dan kedap air 1

3. Lantai sumur Ada 1

4. Ukuran lantai sumur Radius 1 meter dari

susukan pompa

1

5. Kondisi lantai sumur Kedap air dan tidak retak 2

Saluran pembuangan air kotor

Ada dan kondisi baik 1

6. Jarak sumur dengan

sumber pencemar (septic tank)

≥ 10 m 2

Jumlah

D. OBERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR GALI

No. Parameter Syarat Bobot Hasil Pengamatan

Skor

Ya Tidak

1. Kualitas fisik air Jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, tidak berasa

1

2. Cincin / bibir sumur Ada 1

3. Tinggi cincin / bibir

sumur

1 meter dari lantai 1

4. Kondisi cincin / bibir sumur

Baik (kedapp air) 1

5. Bagian dalam sumur Diplester 3 m dari atas

permukaan tanah

6. Lantai sumur Ada 1

7. Ukuran lantai sumur Radius 1 meter dari susukan pompa

1

8. Kondisi lantai sumur Kedap air dan tidak retak 2

9. Saluran pembuangan air kotor

Ada dan kondisi baik 1

10. Jarak sumur dengan

sumber pencemar

(septic tank)

≥ 10 m 2

Jumlah

Page 148: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM BAKTERI E.COLI DI DALAM

SAMPEL AIR MINUM

Pemilik: Fauziah Jenis sampel: air minum

Jeis pemeriksaan: kualitatif Jumlah sampel: 52

Legalisasi: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/ MENKES/

PER/IV/ 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

Sampel Deteksi E.Coli Sampel Deteksi E. Coli

A01 Negatif B01 Negatif

A02 Negatif B02 Positif

A03 Negatif B03 Positif

A04 Negatif B04 Positif

A05 Negatif B05 Negatif

A06 Negatif B06 Negatif

A07 Negatif B07 Positif

A08 Negatif B08 Negatif

A09 Negatif B09 Negatif

A10 Negatif B10 Positif

A11 Negatif B11 Positif

A12 Negatif B12 Positif

A13 Negatif B13 Positif

A14 Negatif B14 Negatif

A15 Negatif B15 Negatif

A16 Negatif B16 Negatif

A17 Negatif B17 Negatif

A18 Negatif B18 Negatif

A19 Negatif B19 Positif

A20 Negatif B20 Negatif

A21 Negatif B21 Negatif

A22 Negatif B22 Negatif

A23 Negatif B23 Negatif

A24 Negatif B24 Negatif

A25 Negatif B25 Positif

A26 Positif B26 Positif

LAMPIRAN 5

Page 149: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

HASIL ANALISI SPSS UNIVARIAT

1. Umur Ibu

Statistics

Umur Ibu

N Valid 52

Missing 0

Mean 29.8269

Std. Error of Mean .96614

Median 28.5000

Std. Deviation 6.96693

Minimum 19.00

Maximum 45.00

2. Pendidikan Ibu

Pendidikan Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak sekolah 4 7.7 7.7 7.7

SD 28 53.8 53.8 61.5

SMP 10 19.2 19.2 80.8

SMA 8 15.4 15.4 96.2

Perguruan Tinggi 2 3.8 3.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 150: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

3. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid PNS 1 1.9 1.9 1.9

Buruh 1 1.9 1.9 3.8

Ibu rumah tangga 36 69.2 69.2 73.1

Karyawan 3 5.8 5.8 78.8

Pemulung 10 19.2 19.2 98.1

Lainnya 1 1.9 1.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

4. Kejadian Diare Pada Balita

Diare

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Diare 23 44.2 44.2 44.2

Tidak diare 29 55.8 55.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

5. Umur Balita

Umur balita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 10-24 20 38.5 38.5 38.5

25-59 32 61.5 61.5 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 151: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

6. Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 31 59.6 59.6 59.6

Ya 21 40.4 40.4 100.0

Total 52 100.0 100.0

7. Imunisasi Campak

Imunisasi Campak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Belum 24 46.2 46.2 46.2

Sudah 28 53.8 53.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

8. Kondisi Sarana Air Bersih

a. Sumber Air Bersih

Sumber Air Bersih

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid PDAM 9 17.3 17.3 17.3

sumur pompa listrik 43 82.7 82.7 100.0

Total 52 100.0 100.0

b. Kondisi Sarana Air Bersih

Kondisi SAB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Buruk 39 75.0 75.0 75.0

Baik 13 25.0 25.0 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 152: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

9. Pengolahan Air Minum

a. Sumber Air Minum

Sumber Air Minum

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid PDAM 3 5.8 5.8 5.8

sumur pompa listrik 21 40.4 40.4 46.2

air isi ulang 24 46.2 46.2 92.3

air kemasan 4 7.7 7.7 100.0

Total 52 100.0 100.0

b. Pengolahan Air Minum

Pengolahan air minum

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak mengolah 26 50.0 50.0 50.0

merebus 26 50.0 50.0 100.0

Total 52 100.0 100.0

SAM = 2 (FILTER) * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

SAM = 2 (FILTER) Selected Count 6 15 21

% within SAM = 2 (FILTER) 28.6% 71.4% 100.0%

Total Count 6 15 21

% within SAM = 2 (FILTER) 28.6% 71.4% 100.0%

SAM = 4 (FILTER) * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

SAM = 4 (FILTER) Selected Count 12 12 24

% within SAM = 4 (FILTER) 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 12 12 24

% within SAM = 4 (FILTER) 50.0% 50.0% 100.0%

Page 153: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

10. E. Coli dalam air minum

E. Coli dalam air minum

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ada E.Coli 12 23.1 23.1 23.1

tidak ada E.Coli 40 76.9 76.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

SAM = 2 (FILTER) * Ecoli Crosstabulation

Ecoli

Total

Ada Tidak ada

SAM = 2 (FILTER) Selected Count 3 18 21

% within SAM = 2 (FILTER) 14.3% 85.7% 100.0%

Total Count 3 18 21

% within SAM = 2 (FILTER) 14.3% 85.7% 100.0%

Page 154: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

OUTPUT SPSS BIVARIAT

1. Umur Balita * Kejadian Diare

Umur balita * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

Umur balita 10-24 Count 7 13 20

% within Umur balita 35.0% 65.0% 100.0%

25-59 Count 16 16 32

% within Umur balita 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within Umur balita 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.123a 1 .289

Continuity Correctionb .597 1 .440

Likelihood Ratio 1.134 1 .287

Fisher's Exact Test

.392 .220

Linear-by-Linear Association 1.101 1 .294

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,85.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Umur balita (10-24 /

25-59) .538 .170 1.702

For cohort Diare = Diare .700 .351 1.396

For cohort Diare = Tidak diare 1.300 .810 2.086

N of Valid Cases 52

Page 155: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

2. Pemberian Asi Eksklusif * Kejadian Diare

ASI Eksklusif * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

ASI Eksklusif Tidak Count 17 14 31

% within ASI Eksklusif 54.8% 45.2% 100.0%

Ya Count 6 15 21

% within ASI Eksklusif 28.6% 71.4% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within ASI Eksklusif 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.502a 1 .061

Continuity Correctionb 2.518 1 .113

Likelihood Ratio 3.582 1 .058

Fisher's Exact Test

.089 .055

Linear-by-Linear Association 3.434 1 .064

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,29.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ASI Eksklusif (Tidak /

Ya) 3.036 .931 9.897

For cohort Diare = Diare 1.919 .909 4.055

For cohort Diare = Tidak diare .632 .394 1.015

N of Valid Cases 52

Page 156: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

3. Imunisasi Campak * Kejadian Diare

Imunisasi Campak * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

Imunisasi Campak Belum Count 13 11 24

% within Imunisasi Campak 54.2% 45.8% 100.0%

Sudah Count 10 18 28

% within Imunisasi Campak 35.7% 64.3% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within Imunisasi Campak 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.784a 1 .182

Continuity Correctionb 1.114 1 .291

Likelihood Ratio 1.791 1 .181

Fisher's Exact Test

.263 .146

Linear-by-Linear Association 1.750 1 .186

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,62.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Imunisasi Campak

(Belum / Sudah) 2.127 .698 6.485

For cohort Diare = Diare 1.517 .817 2.815

For cohort Diare = Tidak diare .713 .426 1.193

N of Valid Cases 52

Page 157: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

4. Kondisi Sarana Air Bersih * Kejadian Diare

Kondisi SAB * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

Kondisi SAB Buruk Count 21 18 39

% within Kondisi SAB 53.8% 46.2% 100.0%

Baik Count 2 11 13

% within Kondisi SAB 15.4% 84.6% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within Kondisi SAB 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.847a 1 .016

Continuity Correctionb 4.392 1 .036

Likelihood Ratio 6.397 1 .011

Fisher's Exact Test

.023 .016

Linear-by-Linear Association 5.735 1 .017

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,75.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kondisi SAB (Buruk /

Baik) 6.417 1.254 32.844

For cohort Diare = Diare 3.500 .947 12.940

For cohort Diare = Tidak diare .545 .362 .822

N of Valid Cases 52

Page 158: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

5. Pengolahan Air Minum * Kejadian Diare

Pengolahan air minum * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak diare

Pengolahan air minum tidak mengolah Count 14 12 26

% within Pengolahan air minum 53.8% 46.2% 100.0%

merebus Count 9 17 26

% within Pengolahan air minum 34.6% 65.4% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within Pengolahan air minum 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.949a 1 .163

Continuity Correctionb 1.247 1 .264

Likelihood Ratio 1.962 1 .161

Fisher's Exact Test

.264 .132

Linear-by-Linear Association 1.912 1 .167

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Pengolahan air

minum (tidak mengolah / merebus) 2.204 .721 6.733

For cohort Diare = Diare 1.556 .823 2.941

For cohort Diare = Tidak diare .706 .428 1.164

N of Valid Cases 52

Page 159: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

6. E. Coli Dalam Air Minum * Kejadian Diare

E. Coli dalam air minum * Diare Crosstabulation

Diare

Total

Diare Tidak Diare

E. Coli dalam air minum ada E.Coli Count 9 3 12

% within E. Coli dalam air minum 75.0% 25.0% 100.0%

tidak ada E.Coli Count 14 26 40

% within E. Coli dalam air minum 35.0% 65.0% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within E. Coli dalam air minum 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.987a 1 .014

Continuity Correctionb 4.476 1 .034

Likelihood Ratio 6.102 1 .014

Fisher's Exact Test

.021 .017

Linear-by-Linear Association 5.872 1 .015

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for E. Coli dalam air

minum (ada E.Coli / tidak ada E.Coli) 5.571 1.295 23.973

For cohort Diare = Diare 2.143 1.256 3.655

For cohort Diare = Tidak diare .385 .141 1.052

N of Valid Cases 52

Page 160: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

DOKUMENTASI PENELITIAN

Foto 1. Tempat Penelitian

Foto 2. Wawancara dengan Responden

Foto 3. Sarana air bersih yang digunakan warga

LAMPIRAN 6

Page 161: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare
Page 162: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Foto 4. Sarana Air minum

Foto 5. Pemeriksaan E.Coli

Page 163: huhubungan sanitasi lingkungan dengan diare

Foto 6. Kondisi Balita