hugo gotius
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Hugo Gotius
1/5
HUGO GROTIUS
Oleh:
Ezka Amalia (09/283366/SP/23675)
Hugo Grotius merupakan salah satu pemikir yang menggunakan justifikasi moral
dalam melihat hubungan internasional. Akar pemikiran Grotius sendiri berasal dari tradisi
pemikiran abad pertengahan. Tradisi pemikiran abad pertengahan berangkat dari
kepercayaan Kristen yang dipengaruhi oleh mitologi Yunani yang menyatakan bahwa
dalam alam semesta yang memiliki tatanan, semua memiliki tempatnya masing-masing di
dunia dengan Tuhan berada di tingkat paling atas dalam sebuah hierarki dan diikuti oleh
makhluk atau obyek yang semakin ke bawah semakin rendah eksistensinya. Semua
eksistensi makhluk tersebut kemudian dihubungkan oleh sesuatu yang disebut The Great
Chain of Being. Great Chain of Being terdiri dariplenitude dimana Tuhan menciptakan
segala sesuatu termasuk yang baik dan yang jahat, continuity dimana ada kontinuitas
antara satu spesies dengan yang lainnya, dan gradation dimana segala sesuatu dalam
rangkaian yang tidak terputus itu lebih rendah kedudukannya dari segala sesuatu yang
ada setelahnya atau dapat dimisalkan manusia lebih superior dibandingkan hewan dan
inferior dibandingkan makhluk-makhluk yang ada di planet lain. Menurut saya, hal ini
yang kemudian mempengaruhi pemikiran Kristiani di abad pertengahan bahwa semua
yang ada di dunia diatur oleh hukum, dengan human law maupun hukum yang ada di
negara harus mencerminkan hukum yang memerintah alam semesta.
Pemikiran Hugo Grotius yang hidup di abad pertengahan juga menggambarkan
tradisi dari pemikiran tersebut. Pemikiran pertama Grotius adalah pemikiran terkait
natural law. Banyak yang menilai bahwa pemikiran Grotius terkait natural law
merupakan pemikiran yang beralih dari pemikiran yang agamis ke arah pemikiran yang
sekuler dimana natural law atauLaw of Nature berasal dari natural rights atau yang juga
dikenal sebagai hak asasi yang dimiliki oleh manusia. Pemikiran tentang natural rights
sendiri awalnya dikemukakan oleh Huguenots terkait hak untuk melawan tiran yang
awalnya merupakan kewajiban agama. Hak tersebut yang kemudian menjadi hak moral
dibentuk oleh kontrak yang diciptakan dan disetujui oleh masyarakat sipil. Di sinilah
Grotius mengeluarkan pemikiran sekulernya tanpa membuang pengaruh Kristen. Natural
-
7/30/2019 Hugo Gotius
2/5
law memang diciptakan oleh Tuhan, namun sumbernya bukan lagi kewajiban agama
melainkan natural rights. Kemudian, jika kita kaitkan dengan hubungan internasional,
hukum perdata (civil law) dan hukum negara (law of nations) diciptakan oleh manusia
untuk menjamin kebebasan pelaksanaan hak tersebut dengan pembentukan keduanya
harus didasarkan pada natural law serta seluruh pelaksanaan hubungan internasional
termasuk perang harus tunduk kepada hukum baiknatural law ataupun law of nations.
Grotius sendiri jika dibandingkan dengan pemikir-pemikir sebelumnya seperti
Thomas Aquinas telah mampu membedakan antara natural law dengan law of nations.
Menurut Grotius, natural law merupakan hukum yang menentukan tindakan manusia
yang benar dan yang salah menurut moral. Natural law dibuat oleh Tuhan dan didasarkan
pada sifat dasar manusia yang diberikan oleh Tuhan. Hukum yang dapat dikatakan
hukum paling tinggi ini menurut Grotius diterapkan bukan untuk semua makhluk,
melainkan diterapkan secara umum kepada seluruh umat manusia. Hak yang dimiliki
oleh manusia merupakan sesuatu yang sesuai dengan hukum dan juga merupakan suatu
sifat moral yang membuat manusia memiliki kewenangan untuk melakukan sesuatu. Hak
ini ditopang oleh hukum yang ada, sehingga dengan kata lain hukum memungkinkan
moral itu ada di dunia, bukan menciptakan moral itu sendiri. Empat hak dasar yang
dimiliki oleh manusia menurut Grotius adalah hak kepemilikan atau properti tanpa
diganggu oleh orang lain, hak untuk mendapatkan keuntungan dari properti yang
dimiliki, hak untuk menghormati perjanjian dan terakhir hak untuk menghukum suatu
perbuatan yang salah secara moral. Dengan keempat dasar yang dijamin dalam natural
law yang menjadikan masyarakat itu ada, maka natural law dijadikan sebagai pondasi
dari segala hukum yang ada di dunia.
Sedangkan law of nations berasal dari kehendak yang dimiliki oleh manusia dan
disetujui secara bersama-sama untuk kemaslahatan semua umat manusia. Law of nations
sendiri bukan hanya berarti hukum di satu negara, namun dapat juga diartikan sebagai
hukum antar negara yang mengatur hubungan antar negara tersebut. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, law of nations dibuat dengan menggambarkan isi dari natural
law dan selain itu sebagai pelengkap dari hukum yang dibuat oleh Tuhan. Dengan
demikian, ketika kita mengambil pemahaman bahwa hukum ada untuk memastikan hak-
hak yang dimiliki terpenuhi, maka law of nations ada untuk memastikan tidak hanya hak
-
7/30/2019 Hugo Gotius
3/5
manusia secara individu namun juga hak yang dimiliki oleh negara terpenuhi sehingga
keduanya wajib mematuhi apa yang telah ditentukan oleh hukum. Jika kita hubungkan
dengan hubungan internasional, maka masyarakat internasional baik negara maupun
individu tindakannya dibatasi oleh nature law dan diatur oleh law of nations, termasuk
dalam pelaksanaan perang.
Terkait perang baik alasan maupun bagaimana perang itu dilaksanakan, Grotius
memperkenalkan kita kepada jus ad bellum dan jus in bello. Keduanya akan
menjustifikasikan apakah perang dilaksanakan secara adil atau jus war. Tujuan utama
Grotius menganalis bagaimana perang dapat dilegitimasi sebagai sesuatu yang benar dan
adil adalah untuk mencegah terjadinya perang, atau paling tidak membatasi pelaksanaan
perang dalam batasan-batasan yang dapat diterima. Jus ad bellum merupakan bagaimana
tanggung jawab secara politik terhadap terjadinya perang, dan jus in bello adalah
bagaimana perang itu dilaksanakan yang menjadi tanggung jawab pihak militer. Grotius
memang menerima pengertian perang sebagai penggunaan kekuatan militer dan oleh
karena itu dengan banyaknya kerugian yang diderita oleh masyarakat karena terjadinya
perang, muncullah ide tau pemikiran Grotius tentangjus war.
Melalui pemikirannya tentangjus war, Grotius menolak pemikiran Realisme yang
menyatakan bahwa alasan terjadinya perang adalah karena adanya ketakutan. Menurut
Grotius, ketakutan tidak bisa dijadikan alasan untuk mendeklarasikan perang. Perang
akan dinilai memiliki legitimasi ketika tujuan perang adalah untuk mencapai perdamaian
dan dengan alasan-alasan yang adil. Penggunaan kekuatan dalam perang ditujukan untuk
melindungi masyarakat ketika hak-hak yang dimiliki oleh mereka dilanggar. Selain itu,
kriteria jus war lainnya adalah intervensi dapat dilakukan oleh negara dengan alasan
adanya pihak yang tidak bersalah yang menjadi korban, negara mempunyai hak untuk
menghukum pihak-pihak yang melanggar natural law secara berlebihan, dan kesuksesan
dari perang tersebut.
Grotius juga menyatakan bahwa dalam pelaksanaan perang, setiap pihak harus
memberikan penilaian yang masuk akal ketika menyatakan siapa dan apa yang akan
menjadi target, metode apa yang akan digunakan dan bagaimana mereka memperlakukan
tawanan perang. Perang pun harus dideklarasikan di depan umum oleh otoritas yang sah.
Selain itu, ada beberapa pihak yang hak-haknya tidak boleh dilanggar dalam pelaksanaan
-
7/30/2019 Hugo Gotius
4/5
perang seperti wanita yang bukan anggota militer, anak-anak, pedagang, petani, pemuka
agama, dan tawanan perang. Pembunuhan terhadap pihak-pihak tersebut hanya
diperbolehkan sebagai konsekuensi dari tindakan militer sehingga pihak-pihak yang
terlibat dalam perang haruslah sebisa mungkin melindungi pihak-pihak tidak bersalah
tersebut.
Pemikiran selanjutnya yang dikemukakan oleh Grotius adalah kebebasan laut.
Laut menurut Grotius tidak bisa diokupasi atau dimiliki oleh siapapun secara eksklusif.
Bahkan Grotius tidak memperbolehkah usaha suatu aktor atau pihak untuk menguasai
laut. Menurut Grotius hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia
dan tidak bisa dijustifikasi sebagai usaha untuk mempertahankan perdamaian. Laut sama
halnya dengan udara dimiliki secara bersama oleh manusia dan setiap individu bisa
berbagi keuntungan dari keduanya. Pemikiran terakkhir yang berhubungan dengan
pemikirannya tentang kebebasan laut adalah teori tentang kepemilikan atau properti.
Dengan semakin kompleksnya masyarakat, kepemilikan individu muncul sebagai upaya
untuk menghindari konflik. Kepemilikan individu muncul dari adanya perjanjian antar
berbagai pihak yang dikemudian hari harus dipatuhi dan dilaksanakan.
Dari apa yang telah disampaikan oleh Grotius terkait pemikirannya, dapat kita
ambil kesimpulan bahwasanya Grotius memang tidak menolak adanya perang, namun
Grotius berusaha untuk mencegah terjadinya perang atau setidaknya mengatur bagaimana
perang itu dapat dijustifikasi. Selain itu, dengan adanya pemikiran tentang hukum yang
mengatur dunia, Grotius menolak pemikiran realisme terkait tidak adanya aturan atau
tatanan dalam hubungan internasional pada khususnya, dan dunia pada umumnya.
Grotius memberikan kita satu alternatif lain dalam melihat hubungan internasional
melalui justifikasi moral sehingga hubungan internasional tersebut dapat lebih
manusiawi. Hal ini ditunjukkan pula dengan adanya pemikiran tentang hak-hak yang
dimiliki oleh manusia yang tidak boleh dilanggar pelaksanaannya. Meskipun demikian,
kita tidak dapat pula mengelak dari pemikiran bahwa justifikasi moral kemudian selalu
dijadikan alasan negara menyerang negara lain namun dalam pelaksanaannya tidak ada
satupun tindakan yang memperlihatkan pihak yang berperang menggunakan moral
mereka.
-
7/30/2019 Hugo Gotius
5/5
Daftar Pustaka:
Boucher, D., Political Theories of International Relations: From Thucydides to the
Present, Oxford University Press, Oxford, 1998.
Libertarianism, Hugo Grotius, Libertarianism.org,
, diakses 17 September 2012.
Miller, J., Hugo Grotius, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2011 Edition),
28 Juli 2011, , diakses 1 November 2012.
http://www.libertarianism.org/people/hugo-grotiushttp://plato.stanford.edu/entries/grotius/http://plato.stanford.edu/entries/grotius/http://www.libertarianism.org/people/hugo-grotius