hubungan terapi rehabilitasi dengan tingkat kemandirian ...eprints.ums.ac.id/67657/12/naskah...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN TERAPI REHABILITASI DENGAN TINGKAT
KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING PADA
PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
NANFIA BELLA KUNCOROWATI
J210 140 048
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
i
iii
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya bertanggung jawab sepenuhnya.
Surakarta, 10 Agustus 2018
Yang menyatakan
Nanfia Bella Kuncorowati
iii
1
HUBUNGAN TERAPI REHABILITASI DENGAN TINGKAT
KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING PADA
PASIEN SCHIZOPHRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH SURAKARTA
Abtrak
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan distorsi khas dan
fundamental dalam pikiran dan persepsi yang disertai dengan adanya afek yang
tumpul atau tidak wajar. Di dunia terdapat sekitar 21 juta orang penduduk terkena
skizofenia dan pada umumnya skizofrenia kronis mengalami gangguan dalam
aktivitas sehari-harinya, maka dalam penanganan pasien dilakukan berbagai
macam terapi, termasuk rehabilitasi. Rehabilitasi pada pasien skizofrenia
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk dapat hidup mandiri di
masyarakat. Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan terapi rehabilitasi
dengan tingkat kemandirian activity of daily living pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Metode penelitian ini menggunakan survey
analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel terdiri dari 42 pasien
skizofrenia di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada April
2018 dan diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Kuesioner yang digunakan yaitu indeks Katz lalu data hasil penelitian di analisis
menggunakan Chi-Square. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara terapi rehabilitasi dengan tingkat kemandirian activity of
daily living pada pasien skizofrenia nilai (pvalue 0,000). Hasil penelitian
menyatakan bahwa pelaksanaan terapi rehabilitasi secara rutin sangat diperlukan
dalam meningkatkan aktivitas sehari-hari pada pasien skizofrenia.
Kata kunci: activity of daily living, kemandirian, rehabilitasi, skizofrenia
Abstract
Schizophrenia is mental disorders are characterized by distinctive and
fundamental distortions in mind and perception accompanied by the presence of
dull or unnatural affects. In the world there are about 21 million people are
exposed to schizophrenia and in general, chronic schizophrenia is disrupted in
daily activities, so in the treatment of patients carried out various therapies,
including rehabilitation. Rehabilitations in patient schizophrenia aims to improve
the ability of the patient to be able to live independently in the community. This
research is to know relation of rehabilitation therapy with level of independence
activity of daily living in patient of schizophrenia in Surakarta Mental Hospital.
This research method used analytical survey with Cross Sectional approach. The
sample consisted of 42 schizophrenic patients in the inpatient room of Surakarta
Mental Hospital in April 2018 and taken by using simple random sampling
technique. The questionnaire used is the Katz index and the results of the research
data are analyzed using Chi-Square. This study shows that there is a significant
2
relationship between rehabilitation therapy with the level of independence activity
of daily living in schizophrenic patients value (pvalue 0. 000). The results of the
study stated that the routine implementation of rehabilitation therapy was needed
in increasing daily activities in schizophrenic patients.
Keyword: activity of daily living, independence, rehabilitation, schizophrenia
1. PENDAHULUAN
Penyakit gangguan jiwa adalah kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan
dalam berpikir, emosi atau perilaku (atau bisa juga keduanya) (American
Psychiatric Association, 2015). Menurut Yosep (2009) gangguan jiwa adalah
gangguan atau masalah dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),
emosi (affective), dan tindakan (psychomotor) seseorang. Gangguan jiwa
dikaitkan dengan distress mengenai masalah fungsi sosial, pekerjaan atau
kegiatan keluarga, seperti halnya skizofrenia. Dalam Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (2013) definisi skizofrenia dijelaskan bahwa
gangguan jiwa yang ditandai dengan distorsi khas dan fundamental dalam
pikiran dan persepsi yang disertai dengan adanya afek yang tumpul atau tidak
wajar.
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 21 juta orang penduduk dunia
terkena skizofenia. Sedangkan hasil Riskesdas (2013) yang dilaksanakan oleh
badan penelitian dan pengembangan kesehatan RI tahun 2013 menyebutkan
prevalensi gangguan jiwa berat skizofrenia pada penduduk Indonesia
sebanyak 1.728 orang dan prevalensi di Jawa Tengah sebanyak 0,23%. Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta terdapat 439 orang dengan skizofrenia.
Pasien skizofrenia kronis umumnya tidak mampu melakukan fungsi dasar
secara mandiri, misalnya kebersihan diri, penampilan, dan sosialisasi, karena
adanya kemunduran dalam kognitif, emosi, tingkah laku, serta persepsi oleh
karena itu perlu dilakukan rehabilitasi pada pasien.
Menurut Hawari (2007) program rehabilitasi adalah terapi yang dapat
diberikan pada pasien skizofrenia. Sedangkan Stuart dan Laraia (2005)
menegaskan bahwa rehabilitasi merupakan rangkaian tindakan sosial, edukasi,
perilaku dan kognitif untuk meningkatkan fungsi kehidupan pasien
gangguan jiwa dan berguna untuk proses penyembuhan serta pasien
dengan gangguan jiwa kronis harus diberikan kesempatan untuk hidup
3
mandiri dalam masyarakatnya.Terapi rehabilitasi mencakup semua terapi
psikiatri non-akut dan poin utamanya adalah untuk mencegah akan terjadinya
penyakit kronis (Nasir & Muhith, 2011). Saat terjadi rangsangan dari luar
melalui berbagai aktivitas sehari-hari pasien, misalnya seperti kunjungan dan
bertamasya ke suatu tempat, maka dengan begitu kebebasan akan terpacu dan
terjadi angka penurunan dalam gejala negatif skizofrenia (Nasir & Muhith,
2011).
Pasien skizofrenia sering terlihat adanya kemunduran yang ditandai
dengan menghilangnya motivasi dalam diri dan tanggung jawab, tidak
mengikuti kegiatan, dan hubungan sosialnya, kemampuan mendasar yang
terganggu salah satunya Activity of Daily Living (ADL) (Maryatun, 2015).
ADL adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari scera normal yang mencakup
ambulasi, makan, mandi, menyikat gigi, berpakaian, dan berhias (Abdul dan
Sandu, 2016). Ada beberapa sifat dalam kondisi tertentu yang membutuhkan
bantuan untuk memenuhi ADL antara lain sifat akut, kronis, temporer,
rehabilitative (Potter&Perry, 2005). Kemudian Menurut Dewy (2013) sangat
penting untuk melakukan pengkajian ADL karena dengan pengkajian tersebut
dapat ditentukan seberapa besar bantuan yang diperlukan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Tingkat kemandirian ADL mengalami perubahan salah
satunya dengan dilakukan terapi rehabilitasi.
Penelitian Maryatun (2015) menegaskan bahwa pasien mandiri sebanyak
15 dari 18 (83,3%) dapat melakukan rehabilitasi terapi gerak dengan baik dan
sebanyak 5 dari 14 (35,7%) pasien kurang baik dalam melakukan rehabilitasi
terapi gerak. Sedangkan dari data penelitian Silvina (2011) didapatkan bahwa
sebagian besar pasien yang aktif mengikuti posyandu lansia, tingkat
kemandirian aktivitas sehari-harinya dengan persentase 64% mandiri dan
pasien yang tidak aktif mengikuti posyandu tingkat kemandiriannya 44%
tergolong mandiri tetapi ada sebagian juga yang tergantung pada orang lain.
Observasi yang dilakukan peneliti selama satu minggu pada tanggal 11
Desember 2017 hingga 18 Desember 2017 di bangsal gatotkaca dan bangsal
sadewa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta terdapat 12 pasien skizofrenia
yang menjalani terapi rehabilitasi dengan sembilan pasien mampu mandi,
4
makan, berpindah, berpakaian, toileting dan kontinensi dan tiga pasien kurang
mampu dalam berpakaian, mandi dan toileting. Namun, belum diukur tingkat
kemandirian dalam ADL, karena terdapat beberapa faktor lain yang
mempengaruhi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
terapi rehabilitasi dengan tingkat kemandirian Activity of Daily Living pada
pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara terapi rehabilitasi dengan
tingkat kemandirian ADL pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta. Kemudian tujuan umum dari penelitian antara lain
mengetahui karakteristik pasien Schizophrenia, tingkat kemandirian ADL
pada pasien Skizofrenia setelah mengikuti terapi rehabilitasi dan mengetahui
hubungan terapi rehabilitasi dengan tingkat kemandirian ADL.
2. METODE
Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimen karena peneliti tidak
memberikan perlakuan pada subyek penelitian. Metode yang digunakan yaitu
deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan terapi
rehabilitasi denagn tingkat kemandirian activity of daily living pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Penelitian ini
menggunakan pendekatan studi Cross sectional yang artinya setiap subjek
diobservasi hanya saatu kali saja dan pengukuran setiap variabel pada waktu
yang sama (Notoatmojo,2012). Terapi rehabilitasi diukur dengan
menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 2 sub yaitu aktif dan tidak
aktif bila <3 kali mengikuti terapi rehabilitasi. Pengukuran untuk tingkat
kemandirian ADL menggunakan Indeks Katz yang meliputi kemandirian
makan, mandi, berpakaian, toileting, berpindah dan kontinensi (Katz, 1970).
Untuk penilaian terdapat mandiri 1 dan bergantung 0. Kemudian dari total
nilai jawaban dapat simpulan nilai mandiri total 6, tergantung paling ringan 5,
tergantung ringan 4, tergantung sedang 3, tergantung berat 2, tergantung
paling berat 1, tergantung total 0. Uji validitas dikatakan valid karena dari
setiap butir pertanyaan mempunyai nilai yaitu 0,771. Sampel diambil dengan
kriteria inklusi responden merupakan penderita penyakit skizofenia, menjalani
terapi rehabilitasi secara aktif maupun tidak aktif dengan rentang usia dewasa
5
26-45 tahun (Depkes RI, 2009). Dari populasi 75 responden yang telah
memenuhi kriteria inklusi, sampel dalam penelitian berjumlah 42 responden
dihitung menggunakan rumus slovin (Sugiyono, 2010). Pengambilan sampel
ini menggunakan teknik simple random sampling. Jalannya penelitian berawal
dari pasien yang setuju untuk menjadi responden kemudian diukur tingkat
ADL dari responden tersebut mandiri atau bergantung. Pengolahan data hasil
penelitian menggunakan uji Chi-Square (x2) dengan kemaknaan α < 0,05.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Analisa Univariat
Hasil penelitian dengan analisia univariat yaitu sebagai berikut :
a. Karakteristik responden
Tabel 1. Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
No Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%) N
1 Umur
a. 26-35 tahun
b. 36-45 tahun
26
61,9
42 16 38,1
2 Jenis kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
23
54,8 42
19 45,2
3 Lama sakit
a. 0-3 bulan
b. 4-12 bulan
17
14
59,5
40,5
42
4 Tingkat pendidikan
a. Tidak sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Sederajat
5
11
9
8
9
11,9
26,2
21,4
19,0
21,4
42
6
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki
umur 26-35 tahun yaitu 26 responden (61,9%) dan umur 36-45 tahun
berjumlah 16 responden. Jenis kelamin sebagian besar laki-laki sebanyak
23 responden (54,8%) dan 19 responden (45,2%) lainnya merupakan
perempuan. Kemudian untuk lama sakit skizofrenia terbanyak yaitu
dalam rentang 0-3 bulan berjumlah 59,5% , rentang 4-12 bulan sebanyak
40,5%. Tingkat pendidikan pada responden sebagian besar tamat SD
sejumlah 11 orang dengan persentase 26,2%.
b. Keaktifan Mengikuti Terapi Rehabilitasi
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Keaktifan Mengikuti Terapi Rehabilitasi
No Kemandirian Frekuensi(n) Persentase(%) N
1.
2.
Tidak aktif
Aktif
21
21
50
50 42
Tabel 2 distribusi responden dalam terapi rehabilitasi menunjukkan
sebagian besar responden aktif yaitu sebanyak 21 responden (50%) dan
21 responden (50%) tidak aktif.
c. Tingkat Kemandirian ADL
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Keamndirian Activity of Daily
Living
No Aktivitas Kemandirian Frekuensi
(n)
Persentase
(%) N
1 Makan Bergantung
Mandiri
6
36
14,0
83,7 42
2 Mandi Bergantung
Mandiri
12
30
27,9
69,8 42
3 Toileting Bergantung
Mandiri
9
33
20,9
76,7 42
4 Berpindah Bergantung
Mandiri
6
36
14,0
83,7 42
5 Berpakaian Bergantung
Mandiri
11
31
25,6
72,1 42
6 Kontinensi Bergantung
Mandiri
10
32
23,3
74,4 42
7
Data hasil distribusi frekuensi kemandirian aktivitas makan
menunjukkan sebagian besar responden mandiri yaitu sebanyak 36
responden (83,7%) dan 6 responden (14%) bergantung.Kemudian
aktivitas mandi menunjukkan sebagian besar responden mandiri yaitu
sebanyak 30 responden (69,8%) dan 12 responden (27,9%) bergantung.
Kemusian tingkat kemandirian dalam aktivitas toileting menunjukkan
sebagian besar responden mandiri yaitu sebanyak 33 responden (76,7%)
dan 9 responden (20,9%) dan distribusi tingkat kemandirian dalam
aktivitas berpindah menunjukkan sebagian besar responden mandiri
yaitu sebanyak 36 responden (83,7%) dan 6 responden (14,0%)
bergantung. Sedangkan dalam aktivitas berpakaian menunjukkan
sebagian besar responden mandiri yaitu sebanyak 31 responden (72,1%).
Terakhir dalam distribusi tingkat kemandirian kontinensi sebagian besar
mandiri yaitu sebanyak 32 responden (74,4%) dan 10 responden (23,3%)
bergantung.
3.1.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis ada tidaknya hubungan
status perkawinan dan aktivitas fisik dengan tingkat depresi lansia di
Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan Surakarta. Teknik analisis
menggunakan uji Korelasi dan dibantu dengan program SPSS 20.0 for
windows. Dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui teknik distribusi
data normal atau tidak. Teknik uji normalitas data yang digunakan yaitu uji
Kolmogorov-smirnov sebagai berikut.
a. Uji Normalitas Data
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Data
Variabel p-value
Terapi rehabilitasi 0,744
Tingkat kemandirian ADL 0,506
Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa kedua data penelitian
memiliki nilai p-value terapi rehabilitasi sebesar 0,744 > 0,05 dan
8
tingkat ADL sebesar 0,506 > 0,05 sehingga disimpulkan kedua data
penelitian berdistribusi normal. maka berikutnya teknik uji yang
digunakan adalah uji Chi Square dengan Fisher Exact Test.
b. Hubungan Terapi Rehabilitasi dengan Tingkat Kemandirian Activity of
Daily Living (ADL)
Tabel 5 Ringkasan Hasil Uji Chi-Square
Terapi
Rehabilitasi
Tingkat Kemandirian ADL
pada Pasien Skizofrenia
(Makan) Total
P-
value
Bergantung Mandiri
N % N % N %
0,000 Tidak aktif 12 57,1 9 42,9 21 100,0
Aktif 0 0,0 21 100,0 21 100,0
Total 12 28,6 30 71,4 42 100,0
Terapi
Rehabilitasi
Tingkat Kemandirian ADL
pada Pasien Skizofrenia
(Mandi) Total
P-
value
Bergantung Mandiri
N % N % N %
0,021 Tidak aktif 6 28,6 15 71.4 21 100.0
Aktif 0 0,00 21 100.0 21 100.0
Total 6 14.3 36 85.7 42 100.0
Terapi
Rehabilitasi
Tingkat Kemandirian ADL
pada Pasien Skizofrenia
(Toileting) Total
P-
value
Bergantung Mandiri
N % N % N %
0,001 Tidak aktif 9 42,9 12 57,1 21 100,0
Aktif 0 0,0 21 100,0 21 100,0
Total 9 21,4 33 78,6 42 100,0
9
Terapi
Rehabilitasi
Tingkat Kemandirian ADL
pada Pasien Skizofrenia
(Kontinensi) Total
P-
value
Bergantung Mandiri
N % N % N %
0,009 Tidak aktif 9 42.9 12 57,1 21 100.0
Aktif 1 4.8 20 95,5 21 100.0
Total 10 23.8 32 76.2 42 100.0
Terapi
Rehabilitasi
Tingkat Kemandirian ADL
pada Pasien Skizofrenia
(Berpakaian) Total
P-
value
Bergantung Mandiri
N % N % N %
0,032 Tidak aktif 9 42,9 12 57,2 21 100,0
Aktif 2 9,5 19 90,5 21 100,0
Total 11 26,2 31 73,8 42 100,0
Terapi
Rehabilitasi
Tingkat Kemandirian ADL
pada Pasien Skizofrenia
(Berpindah) Total
P-
value
Bergantung Mandiri
N % N % N %
0,021 Tidak aktif 6 28,6 15 71,4 21 100,0
Aktif 0 0,0 21 100,0 21 100,0
Total 6 14,3 36 85,7 42 100,0
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai signifikansi (p-value) diambil
ringkasan bahwa nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Nilai terapi
rehabilitasi dengan tingkat kemandirian ADL makan (0,000 < 0,05),
mandi (0,021 < 0,05), toileting (0,001 < 0,05), kontinensi (0,009 < 0,05),
berpakaian (0,032 < 0,05), berpindah (0,021 < 0,05), maka keputusan uji
adalah H0 ditolak yang berarti “Ada hubungan antara terapi rehabilitasi
10
dengan tingkat kemandirian Activity of Daily Living (ADL) pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Karakterisik Responden
Distribusi karakteristik responden menurut usia menunjukkan sebagian
besar responden yang berusia 26-35 tahun berjumlah 26 (61,9%)
sedangkan rentang usia 36-45 tahun hanya berjumlah 16 (38,1%). WHO
(2012) menyatakan bahwa 24 miliar penduduk di dunia menderita
skizofrenia pada usia antara 15 sampai dengan 35 tahun. Penelitian
Irmansyah (2005) menyatakan skizofrenia pada laki-laki biasanya timbul
antara usia 15-25 tahun, sedangkan pada wanita antara 25-35 tahun.
Penelitian lain menunjukkan distribusi usia pasien skizofrenia
berdasarkan jenis kelamin, usia yang terbanyak pada pasien berjenis
kelamin laki-laki maupun perempuan adalah yang berusia antara 26-45
tahun yaitu 66,1% dan 73,3% (Fahrul dkk, 2014). Hal ini disebabkan pada
usia muda terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkembangan emosional, sedangkan pada usia tua lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor biologik (Kaplan and Sadock, 1997). Usia
memiliki nilai prediksi yang tinggi dalam tingkat kejadian hospitalisasidan
memiliki hubungan yang signifikan (Hoffman, 1994).
Jenis kelamin responden menunjukkan distribusi perempuan sejumlah
19 (45,2%) lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki sebanyak responden
23 (61,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Messias, Chen, & Eaton
(2007) menyatakan bahwa laki-laki memiliki tingkat kejadian tinggi
dibandingkan wanita dengan perbandingan 1,4 : 1. Pernyataan dari Daily
(2018) stres yang dialami oleh perempuan lebih mungkin melepaskannya
dengan bercerita pada keluarga atau teman dekat sehingga memberikan
penguatan diri dari eksternal sedangkan cenderung memendam stres.
Alasan tersebut yang menyebabkan laki-laki tidak dapat melewati fase
stres kemudian berakhir dengan gangguan kejiwaan dalam tahap lebih
lanjut. Maka dapat disimpulkan sebagian besar penderita skizofrenia
adalah laki-laki.
11
Distribusi lama penyakit yang diderita responden dalam rentang 0-3
bulan sebanyak 17 (59,5%) lebih besar dibanding dengan yang lama
penyakitnya 4-12 bulan sebanyak 14 (40,5%), Gangguan jiwa skizofrenia
biasanya muncul pada masa remaja, sehingga pasien perlu pengobatan
dalam jangka waktu lama karena skizofrenia bersifat kronis sehingga
kemampuannya membangun relasi dengan baik cenderung terganggu
(David, 2004; Sira, 2011).Lama perawatan penyakit merupakan salah satu
unsur yang digunakan untuk melihat dan mengukur seberapa efektif dan
efisiennya pelayanan kesehatan jiwa yang telah diberikan kepada pasien
(Oktovina,2009). Menurut WHO (2017) lama perawatan pasien sizofrenia
terdiri dari: 14% selama kurang lebih 1 tahun, 12% selama 1 sampai 4
tahun, 25% selama 5 sampai 10 tahun, dan 49% selama lebih dari 10
tahun.20 Di Rumah Sakit Jiwa Bogor dan di Rumah Sakit Jiwa Aceh, rata-
rata masa rawat pasien gangguan jiwa adalah selama 115 hari
(Keliat,2009).
Tingkat pendidikan yang ditemukan pada penelitian dengan
pendidikan SD berjumlah 11 (26,2%) yang lebih besar dibanding dengan
SMP 9 (21,4%), SMA 8 (19,0%), sederajat 9 (21,4%) dan yang tidak
sekolah sebanyak 5 (11,9%). Amarita dalam Lesmanawati (2012)
menyatakan bahwa pasien yang memiliki pendidikan rendah cenderung
kurang memerhatikan kualitas hidup sehat yang dapat mempengaruhi
kesehatannya. Dalam penelitian lain menyatakan tingkat pendidikan dibagi
ke dalam lima kategori yaitu tidak bersekolah (2,5%), lulus SD (12,5%),
lulus SMP (22,5%), lulus SMA (42,5%) dan lulus sarjana (20%)
(Novitayani, 2016),. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
responden skizofrenia memiliki tingkat kurang dalam memerhatikan
kualitas kesehatan, sehingga mereka tidak memerhatikan sesuai intruksi
untuk menangani masalah skizofrenia yang menyebabkan gejala muncul
dan parah, sehingga hospitalisasi terjadi.
3.2.2 Tingkat Kemandirian ADL
Tingkat kemandirian responden menunjukkan sebagian besar adalah
mandiri, dimana pada tingkat kemandirian aktivitas makan responden
12
yang mandiri yaitu sebanyak 36 responden (83,7%). Distribusi tingkat
kemandirian dalam aktivitas mandi menunjukkan sebagian besar
responden mandiri yaitu sebanyak 30 responden (69,8%). Distribusi
tingkat kemandirian dalam aktivitas toileting menunjukkan sebagian besar
responden mandiri yaitu sebanyak 32 responden (74,4%). Distribusi
tingkat kemandirian dalam aktivitas berpindah menunjukkan sebagian
besar responden mandiri yaitu sebanyak 37 responden (86%). Distribusi
tingkat kemandirian dalam aktivitas berpakaian menunjukkan sebagian
besar responden mandiri yaitu sebanyak 34 responden (79,1%). Distribusi
tingkat kemandirian dalam aktivitas kontinensi menunjukkan sebagian
besar responden mandiri yaitu sebanyak 32 responden (74,4%).
Kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri
tanpa bergantung pada orang lain. Faktor-faktor dari kemandirian yaitu
bertanggung jawab, mandiri, pengalaman praktis dan akal sehat yang
relevan, otonomi, kemampuan memecahkan masalah, kebutuhan dan
kesehatan yang baik seperti olahraga (Keliat, 2009). Adanya kemunduran
kemampuan pada pasien gangguan jiwa menyebabkan terjadinya
kekurangmampuan pasien gangguan jiwa untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehingga kemandiriannya menjadi turun. Adanya gangguan
kemandirian pada pasien gangguan jiwa sebagaimana ditunjukkan dalam
beberapa penelitian diantaranya penelitian Maryatun (2015) yang
menunjukkan bahwa kemandirian pasien skizofrenia yang tinggal di
masyarakat sebagian besar adalah kurang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
kemandirian yang baik, dimana sebagian besar adalah mandiri. Kondisi ini
disebabkan bahwa responden berada di rumah sakit yang telah
mendapatkan aktivitas pengobatan dan terapi di rumah sakit. Pengobatan
dan terapi-terapi rehabilitasi yang dilakukan di rumah sakit berdampak
pada adanya peningkatan kemandirian pasien skizofrenia.
Hal tersebut sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian Rahmasari
(2013) yang menunjukkan bahwa tingkat kemandirian pasien skizofrenia
di RS Jiwa Grhasia Pemda Yogyakarta sebagian besar adalah mandiri dan
13
cukup mandiri. Handayani, Sriati dan Widianti (2013) menyebutkan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kedokteran dan keperawatan serta tuntutan masyarakat terhadap
pelayanan, mendorong meningkatnya kemampuan perawatan yang
diberikan oleh rumah sakit, termasuk rumah sakit jiwa.
3.2.3 Hubungan Terapi Rehabilitasi dengan Tingkat Kemandirian Activity Daily
Living (ADL) pada pasien skizofrenia
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa dari keseluruhan aktivitas
terbukti berhubungan dengan keaktifan mengikuti terapi rehabilitasi yaitu
ditandai dengan nilai p-value kurang dari 0,05. Nilai hubungan terapi
rehabilitasi dengan tingkat kemandirian ADL p-value makan (0,000 <
0,05), mandi (0,021 < 0,05), toileting (0,001 < 0,05), kontinensi (0,009 <
0,05), berpakaian (0,032 < 0,05), berpindah (0,021 < 0,05, Hubungan
tersebut memperjelas bahwa keduanya memiliki keterkaitan satu sama
lain. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemandirian ADL
pasien skizofrenia ditinjau dari keaktifan mengikuti terapi rehabilitasi.
Chowdhury (2010) menjelaskan bahwa terapi rehabilitasi merupakan
proses pemulihan fungsi fisik, mental-emosional, dan sosial ke arah
keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistik. Pasien sebagai manusia
yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan spritual tentu saja memiliki
masalah yang multikompleks, dengan demikian penanganannya pun tentu
harus multidisipliner.
Ariyadi (2009) menjelaskan bahwa pasien skizofrenia dapat
disembuhkan dengan berbagai macam terapi. Terapi dapat dilakukan
dengan terapi gerak ataupun terapi kognitif. Terapi berupa gerak atau olah
raga yang dilakukan dengan perasaan senang, dapat menurungkan tingkat
kegelisahan pasien, menurunkan tingkat kecemasan, menurunkan
ketegangan, mengurangi depresi pada pasien. Terapi berupa gerakan dapat
pula merangsang pengeluaran hormon dopamine adrenalin yang dapat
meningkatkan energy bergerak dalam melakukan aktivitas. Terapi gerak
yang dilakukan menyebabkan munculnya hormon dopamine adrenalin
14
sehingga peredaran darah dapat terangsang, meningkatkan metabolisme
tubuh dan energy untuk melakukan aktivitas-aktivitas perawatan diri.
Terapi rehabilitasi yang bersifat kognitif menurut Parker (2006) adalah
mengupayakan untuk peningkatan kemampuan otonomi, inde-pendensi,
dan kemampuan memecahkan masalah pada diri pasien. Tanggung jawab
merupakan perwujudan kesadaran akan kewajiban, dengan mengikuti
kegiatan berkelompok pasien belajar untuk memahami bahwa setiap
individu memiliki kewajiban atau tugas yang harus diselesaikan dan
dipertanggungjawabkan hasilnya.
Beberapa hasil yang menyebutkan tingkat ADL makan, mandi,
toileting, kontinensi, berpakaian dan berpindah pasien mandiri tetapi
pasien tersebut dalam terapi rehabilitasi tidak aktif, hal tersebut salah
satunya dikarenakan adanya hiperaktivitas sistem dopaminergic akibat
terapi farmakologi (Luana, 2007). Faktor lainnya menurut O’Kennedy dan
Ballard (2014) yaitu dari jenis skizofrenia dimana terdapat manifestasi
yang berbeda-beda pada setiap jenisnya. Meningkatnya kemandirian pada
pasien skizofrenia juga dipengaruhi adanya dukungan keluarganya.
Penelitian Wulansih dan Widodo (2008) menyatakan bahwa dukungan
keluarga dari pasien berperan penting dalam meminimalkan pengaruh
stressor psikososial supaya tidak rentan terhadap kekambuhan.
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan terapi rehabilitasi
dengan tingkat kemandirian activity daily living (ADL) pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Hasil penelitian ini
didukung oleh hasil-hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Handayani,
Sriati dan Widianti (2013) tentang tingkat kemandirian pasien mengontrol
halusinasi setelah terapi aktivitas kelompok yang menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan tingkat kemandirian pasien setelah menjalani terapi
aktivitas kelompok. Penelitian lain dilakukan oleh Sholikhah (2013) yang
meneliti pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap
tingkat kemandirian pada pasien perilaku kekerasan. Penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terapi kelompok stimulasi
persepsi terhadap peningkatan tingkat kemandirian pasien perilaku
15
kekerasan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rahmasari (2013) yang
meneliti pengaruh ADL training terhadap tingkat kemandirian pasien
skizofrenia di RS Jiwa Grhasia Yogyakarta, yang menyimpulkan adanya
pengaruh ADL training terhadap peningkatan kemandirian pasien
skizofrenia.
3.2.4 Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian dilakukan di rumah sakit, dimana selain mendapatkan terapi
rehabilitasi, pasien juga mendapatkan terapi menggunakan medikasi.
Kondisi ini memungkinkan bahwa kondisi ketenangan yang dialami
oleh pasien lebih banyak disebabkan oleh faktor medikasi
dibandingkan oleh terapi rehabilitasi yang diterima oleh pasien.
b. Peneliti tidak melakukan pengamatan terhadap bentuk-bentuk
keaktifan pasien dalam terapi rehabilitasi, sehingga penggambaran
tentang keaktifan pasien dalam kegiatan terapi rehabilitasi kurang
detail.
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
4.1.1 Karakteristik responden penelitian sebagian besar berjenis kelamin laki-
laki dengan rentang usia 26-35 tahun lebih banyak dari 36-45 tahun serta
lama sakit terbanyak yaitu dalam waktu 0-3 bulan.
4.1.2 Tingkat kemandirian activity daily living (ADL) pada pasien skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagian besar adalah mandiri.
4.1.3 Ada hubungan yang signifikan antara terapi rehabilitasi dengan tingkat
kemandirian activity daily living pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi pasien
Pasien hendaknya memiliki motivasi yang kuat dalam mengikuti
kegiatan terapi rehabitasi, sehingga proses penyembuhan yang diterapkan
oleh rumah sakit dapat berdampak secara maksimal dan meningkatkan
proses kesembuhan pasien
16
4.2.2 Bagi keluarga pasien
Keluarga diharapkan memberikan dukungan yang besar terhadap
pasien, sebab salah satu faktor yang berhubungan dengan kemandirian
pasien skizofrenia adalah dukungan keluarga khususnya kepercayaan
keluarga terhadap kemandirian pasien skizofrenia.
4.2.3 Bagi perawat
Perawat diharapkan senantiasa belajar untuk memahami metode-
metode dalam memberi pelayanan kesehatan terutama pelayanan untuk
penderita gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 2016 Diakses tanggal 22 Oktober 2017 dari
https://www.psychiatry.org/newsroom/reporting-on-mental-health-
conditions
Ariyadi. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indek.
Daily, News. 2018. Paradigm Penanganan Stress diakses tanggal 02 Agustus 2018
dari http://www.es.scribd.com/kesehatan/paradigm-penanganan-stress
David, F.R. 2004. Manajemen Strategis: Konsep Edisi ketujuh. Jakarta: PT.
Prenhallindo.
Dewi, Vivian N.L., & Sunarsih, Tri. 2013. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.
Fahrul, dkk. (2014). Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien
Skizofrenia) Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): 18-29 ISSN: 2338-
0950 Agustus 2014
Handayani, Dwi dan Sriati, Aat dan Widianti, Efri. (2013). Tingkat Kemandirian
Pasien Mengontrol Halusinasi setelah Terapi Aktivitas Kelompok Volume 1
No.1
Hawari, D. 2007. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
FKUI.
Hoffman, H. (1994). Age and other factors relevant to the rehospitalization of
schizophrenic outpatients. Acta Psychiatrica Scandinavica, 89 (3); 205-10.
Doi: 10.1111/j.16000447.1994.tb08093.x
Irmansyah, M., 2005, Skizofrenia Bisa Mengenai Siapa Saja. Jakarta : Majalah
Kesehatan Jiwa No. 3.
17
Kaplan, H.I., Sadock B.J., (1997). Sinopsis psikiatri Edisi ke-7 Terjemahan.
Jakarta :Binarupa Aksara.
Katz, S. (1983). Asseing Self-Maintenance : Activiies of Daily Living, Mobility
and Instrumental Activiies of Daily Living. J Am Geriatr Soc 31 (12): 721-
726.
Katz, S., TD, Cash, HR, et al. (1970). Progress in The Development of The Index
of ADL. Gerontologist 10:20-30. Copyright The Gerontological Society of
America. Reproduced by permission of the publisher
Keliat, B. A. 2009. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG.
Lesmanawati, D., A., S. (2012). Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Terapi
Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Jiwa Grhasia Yogyakarta. Berita Ilmu Keperawatan Vol. 1 No. 4.
Luana, NA. 2007. Skizofrenia Gangguan Psikotik Lainnya. Jakarta : EGC.
Maryatun, Sri. (2015). Peningkatan Kemandirian Perawatan Diri Pasien
Skizofrenia Melalui Rehabilitasi Terapi Gerak Jurnal Keperawatan
Sriwijaya Vol 2, No 2 (2015) page. 108-114 Publisher: universitas sriwijaya
Messias, E. L., Chen, C. Y., & Eaton, W. W. (2007). Epidemiology of
schizophrenia : Review of findings and myths. Psychiatric Clinics of North
America,30, 323-338. doi: 10.1016/j.psc.2007.04.007
Nasir, A dan Muhith, A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan
Teori. Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Oktovina, Silvina. (2009). Evaluasi Rejimen Obat Pasien Schizophrenia pada
Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap Setelah Uji Coba Kebijakan INA-DRG di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Jakarta : Universitas Indonesia
O’Brian, G.P, Kennedy, Z.W dan Ballard, A.K. 2014. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Psikiatrik. Jakarta : EGC.
Parker, K. L, Brunton, L. L., & Lazo, J. S.,. (2006). Goodman & Gillman's the
pharmacological basis of theurapeutics. New York: McGraw Hill.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan. Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.
18
Rahmasari, Anisa (2013). Pengaruh. Activity of Daily Living (ADL) Training
Terhadap Tingkat Kemandirian Pasien Skizofrenia Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Ghrasia Pemda Jogja
Riskesdas. 2013. Laporan nasional 2013. Diakses tanggal 25 Oktober 2017 dari
http://www.depkes.go.id.
Sholikhah, Siti. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Terhadap Tingkat Kemandirian Pada Pasien Perilaku Kekerasan Di Rumah
Sakit Jiwa Menur Surabaya Vol.05 No.01
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
PT. Alfabet.
World Health Organization (WHO). (2016). Diakses tanggal 10 Oktober 2017
http://www.who.int/mental_health/en/
Wulansih, Sri & Widodo, Arif. (2008). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Keluarga dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979-2697,
Vol. 1 No. 4 ,Desember 2008, 181-186
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/view/3732/2402
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.