perbedaan tingkat kemandirian remaja putra dan …
TRANSCRIPT
PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN REMAJA PUTRA DAN PUTRI
KELUARGA BATAK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Yohana Tarigan
159114117
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSETUJUAN
PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN REMしAJA PUTRA
DAN PUTRI KELUARGA BATAK
SKRIPS量
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PENGESAHAN
PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN REMAJA PUTRA
DAN PUTRI KELUARGA BATAK
SKRIPSI
Penguji 3 Monica E. Madyaningnm, M.Psych., Ph.D.
Yogyakarta, 10 Juni 2021
‥皿
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
HALAMAN MOTTO
“ Bertahanlah ! Karena hari-hari baik akan segera datang ”
-Dinner Mate
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Tuhan Yesus yang masih dan selalu menerima diriku, yang memahami isi
pikiran dan keresahanku, yang selalu turut ambil bagian disetiap rencana yang
masih kuharapkan dan yang telah terwujud,
Untuk keluargaku yang selalu menunggu dan mendampingiku,
Untuk Pak Pratik yang tidak jenuh memberikan solusi dan pengetahuan baru di
sepanjang proses perjalanan studiku,
Untuk sekitarku yang masih belum menemukan jawaban mengenai makna atas
hidup ini,
Untuk diriku sendiri yang akan selalu terus bertahan,
Terima kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 April 2021
Penulis
Yohana Tarigan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN REMAJA PUTRA DAN PUTRI
KELUARGA BATAK
Yohana Tarigan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kemandirian remaja laki-laki
dan perempuan berusia 15-18 tahun yang berasal dari keluarga Batak di kota Pematang Siantar.
Hipotesis pada penelitian ini perempuan lebih mandiri dibandingkan dengan laki-laki pada siswa-
siswi yang berasal dari keluarga Batak. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain
penelitian ini berupa kausal komparatif dengan jumlah partisipan sebanyak 214 orang. Alat
pengumpul data menggunakan skala berbentuk kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan
tiga aspek teori kemandirian Steinberg dengan pengukuran skala Likert. Reliabilitas skala
kemandirian ini sebesar 0.690. Teknik uji hipotesis menggunakan uji perbedaan mean Mann
Whitney U Test. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ditolak (sig = 0.627
dengan p ≥ 0.05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat
kemandirian antara remaja kelompok laki-laki dan perempuan dalam keluarga Batak.
Kata kunci : Kemandirian, Remaja, Keluarga Batak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
THE DIFFERENCES IN THE LEVEL OF AUTONOMY OF TEENS
MALE AND FEMALE IN BATAK’S FAMILY
Yohana Tarigan
ABSTRACT
This study aimed to reveal the differences in the level of autonomy of teens male and female among
15-18 years old who come from Batak’s family in Pematang Siantar. The hypothesis of this study
was that female has more autonomy than male in students who came from Batak’s family. The
participants were 214 students who have aged 15-18 years old from high school at Pematang
Siantar. The method of this study was quantitative with causal comparative design. The method of
data collection in this study used form of a questionnaire compiled by researcher based on the three
aspects of Steinberg's theory of autonomy with used Likert model scale. The autonomy scale got
reliability was 0.690. The hypothesis test technique used the mean difference of Mann Whitney U
Test. The result of the hypothesis test showed this study hypothesis is rejected (sig = 0.424 with p ≥
0.05). It means that there is no significant difference to the level of autonomy between groups of
teens male and female in Batak’s family.
Keyword :Autonomy, Teens, Batak’s family
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Yohana Tarigan
Nomor Mahasiswa : 159114117
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Putra Dan Putri Keluarga Batak
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-
ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-
berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak berkeberatan jika nama, tanda tan-
gan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh mesin
pencari (search engine), misalnya google.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 26 April 2021
Yang menyatakan
( Yohana Tarigan )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Selama proses penelitian, peneliti mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas penyertaan-Nya dalam menyelesaikan skripsi. Saya mengucapkan terima
kasih banyak kepada instansi pendidikan terutama para guru dan staf administrasi
di Sekolah Menengah Atas kota Pematang Siantar yang telah memberikan akses
kepada saya untuk mengumpulkan data penelitian. Tak lupa juga, saya
mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh responden yang turut membantu
mengisi skala penelitian skripsi ini. Saya menyadari bahwa skripsi ini memiliki
kekurangan, namun hal tersebut sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Dalam proses pengerjaan skripsi, terdapat banyak pihak yang berperan
mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini, Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Saya berterima kasih kepada Yesus Kristus yang senantiasa memberikan
berkat yang baik kepada saya, mengingatkan sekaligus menegur saya untuk
terus tumbuh dan berkembang dalam melakukan tanggungjawab saya
selaku mahasiswa. Sehingga saya tetap memiliki semangat dan energi
positif dalam proses pengerjaan skripsi saya ini dan pada akhirnya mampu
saya lewati dengan baik.
2. Bapak, Mamak dan Kakak saya yang senantiasa mengingatkan saya untuk
segera menyelesaikan skripsi saya. Mereka juga yang tetap sabar
mendukung dan membiayai perkuliahan saya. Saya sangat bersyukur
memiliki adik laki-laki yang menjadi alasan saya untuk segera lulus dan
terus mengerjakan skripsi ini sampai akhirnya saya menyelesaikannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
3. Alm. Tarean Tarigan selaku kakek saya yang telah memberikan banyak
nasehat hidup kepada saya selama saya bersekolah dulu sampai akhirnya
saya mempratekkannya dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan
Dosen Pendamping Akademik yang telah memberikan banyak waktu dan
tenaga dalam membimbing, mengoreksi dan memberikan banyak ilmu serta
saran selama saya berkuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
5. Seluruh dosen yang telah menerima saya untuk berdikusi dan memberikan
ilmu baru dalam pembelajaran selama saya berkuliah di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
6. Kepada seluruh responden yang telah bersedia membantu dalam mengisi
kuesioner penelitian, saya mengucapkan terima kasih banyak. Karena tanpa
mereka, penelitian ini tidak akan selesai. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada instansi pendidikan terutama para guru dan staf administrasi
di Sekolah Menengah Atas kota Pematang Siantar yang telah memberikan
akses kepada saya untuk mengumpulkan data penelitian.
7. Gines Ayu Febriyanti selaku teman seperjuangan saya sejak semester satu
hingga sekarang yang selalu memberikan dukungan moral, mendengarkan
keluh kesah saya dan selalu ada menjadi teman diskusi saya selama proses
pengerjaan skripsi ini. Saya bersyukur bisa menjalin relasi pertemanan
selama ini dan selalu saling menguatkan dan menghibur satu dengan yang
lain saat berada di jalan yang buntu.
8. K.Catur Indra Priojeta, S.Psi selaku teman diskusi saya dalam segala hal
baik tentang hubungan pertemanan, keluarga maupun proses pengerjaan
skripsi saya ini. Terima kasih sudah memberikan banyak saran dan solusi
dalam pengerjaan skripsi saya ini. Terima kasih juga telah mengulurkan
tangan, waktu, pundak serta tenaga dalam membantu saya untuk bangkit
berjuang, sehingga pada akhirnya saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
9. Antonio Ginting sebagai teman satu daerah yang berasal dari Sumatera
Utara. Terima kasih karena sudah membantu saya dalam bertukar pikiran
terkait skripsi saya ini yang juga menyinggung tentang budaya Batak. Saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
sangat bersyukur mendapatkan ide baru selama berdikusi dan berteman
selama ini. Terima kasih sudah membuat saya tetap merasa bahagia dengan
bahan candaan yang mampu meringankan perasaan stres saya pada saat
proses revisian.
10. Fransisca Pungkas Harmalina, Agatha Desi Vita Pratiwi, Anastasia Arsanti,
Christina Mega Citra dan Bayu Widiantoro Pamungkas selaku teman kuliah
sekaligus teman akrab saya yang saling memberikan dukungan dan menjadi
teman berdiskusi mengenai perkembangan skripsi dan hidup kita masing-
masing. Terima kasih kepada teman-teman saya yang masih meluangkan
waktunya untuk tetap saling bertemu berkomunikasi langsung sehingga
hubungan pertemanan kita masih bertahan hingga sekarang. Semoga kita
bisa saling melengkapi, merangkul dan membantu satu dengan yang lain
dalam kondisi apapun dan dimanapun.
11. Felisitas Vista Mbete selaku teman kos yang selalu menjadi teman saya saat
ingin berdiskusi dan saling memberikan dukungan satu dengan yang lain.
Terima kasih sudah menerima saya untuk merepotkanmu membantu saya
merakit item skala kemandirian saya di skripsi ini.
12. Mei Marini sebagai seorang teman sekaligus saya anggap sebagai kakak
perempuan yang telah sabar menghadapi keluh kesah saya, juga membantu
saya dalam proses pengambilan data, dan banyak memberikan informasi
pengalaman mengenai dunia kerja. Terima kasih mba Mei sudah terlibat
dalam kehidupan kuliah saya.
13. Ricky Nelson Tarigan sebagai abang gereja yang selalu sedia meluangkan
waktu dan telinganya mendengarkan diskusi tentang kesehatan diri dan
skripsi saya ini. Saya merasa dirangkul ketika bertukar pikiran dengan
beliau. Terima kasih untuk nasehat dan pedoman hidup berlandaskan
analogi kekristenan yang telah dilimpahkan kepada saya dalam
mendewasakan pola pikir maupun iman saya. Saya sangat bersyukur
bertemu dan berteman akrab dengan beliau sebagai sosok saudara seiman di
Gereja Batak Karo Protestan Yogyakarta. Meskipun tidak pernah menjalin
komunikasi chat secara intens, saya merasa beliau sosok yang hangat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
mengulurkan tangannya untuk mendengarkan keluh kesah saya. Sehingga
pada akhirnya saya menyelesaikan skripsi ini dengan segala kemampuan
dan usaha saya.
14. Kepada seluruh teman dekat SMA saya yakni Angel Gita Rianida L.Tobing,
Lady Yosephin Purba, Sola Vide Sitompul dan Madeleine Diana Silalahi
yang masih mau berinteraksi dan berdiskusi mengenai drama kehidupan ini,
terima kasih untuk waktu yang kalian sediakan bagi saya dan seluruh
motivasi penguatan secara emosional yang telah disampaikan kepada saya.
Saya bersyukur dikelilingi oleh teman baik seperti kalian.
15. Seluruh pihak yang telah banyak berpartisipasi dalam proses penyusunan
dan penyelesaian skripsi ini sehingga saya dapat melakukannya dengan
baik.
Yogyakarta,
Penulis,
Yohana Tarigan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI ................... i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................. ii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................................... 1
Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 10
Tujuan Penelitian ................................................................................................... 10
Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10
Manfaat Teoritis ..................................................................................................... 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
Manfaat Praktis ...................................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
Budaya Batak ......................................................................................................... 11
Dalihan Natolu ...................................................................................................... 13
Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon .................................................................... 13
Pola Asuh Berbasis Budaya Batak ........................................................................ 15
Kemandirian ........................................................................................................... 17
Definisi Kemandirian ............................................................................................ 17
Kemandirian Pada Remaja .................................................................................... 18
Aspek Kemandirian ............................................................................................... 19
Kemandirian Emosional ........................................................................................ 19
Kemandirian Tingkah Laku .................................................................................. 21
Kemandirian Nilai ................................................................................................. 22
Pola Asuh Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ............................. 23
Jenis Kelamin ........................................................................................................ 24
Usia ................................................................................................................ 25
Kerangka Konseptual ............................................................................................. 26
Hipotesis ................................................................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 29
Jenis dan Desain Penelitian .................................................................................... 29
Definisi Operasional Variabel ................................................................................ 29
Kemandirian .......................................................................................................... 30
Jenis Kelamin ........................................................................................................ 32
Keluarga Batak ...................................................................................................... 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
Populasi dan Sampel .............................................................................................. 32
Alat Pengumpulan Data ......................................................................................... 33
Skala Kemandirian ................................................................................................ 34
Pemeriksaan Mutu Skala ........................................................................................ 35
Pemeriksaan Validitas Isi ...................................................................................... 35
Pemeriksaan Ciri Psikometrik ............................................................................... 35
Prosedur Penelitian................................................................................................ 41
Teknik Analisis Data .............................................................................................. 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 42
Deskripsi Subyek Penelitian .................................................................................. 42
Deskripsi Hasil Penelitian ...................................................................................... 43
Pembahasan ............................................................................................................ 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50
Kesimpulan ............................................................................................................ 50
Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 50
Saran ..................................................................................................................... 51
Pelajar ................................................................................................................ 51
Peneliti Selanjutnya ............................................................................................... 51
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 52
LAMPIRAN .......................................................................................................... 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. ................................................................................................................... 31
Aspek Dan Indikator Kemandirian ........................................................................ 31
Tabel 2. ................................................................................................................... 34
Pemberian Penilaian Skala Kemandirian .............................................................. 34
Tabel 3. ................................................................................................................... 34
Blueprint Skala Kemandirian ................................................................................. 34
Tabel 4. ................................................................................................................... 36
Distribusi Item ........................................................................................................ 36
Tabel 5. ................................................................................................................... 39
Struktur Bentuk Final Skala Kemandirian ............................................................. 39
Tabel 6. ................................................................................................................... 43
Deskripsi Statistik Data Kemandirian Dan Hasil Uji One Sample t-Test ............. 43
Tabel 7. ................................................................................................................... 44
Hasil Uji Perbedaan Mean Pada Skala Dan Subskala Antara Kelompok Laki-Laki
(N=45) dan Perempuan (N=169) .......................................................................... 44
Tabel 8. ................................................................................................................... 46
Hasil Uji Beda Mean Jenis Kelamin ...................................................................... 46
Tabel 9. ................................................................................................................... 46
Hasil Uji Mann Whitney Test ................................................................................. 46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. ............................................................................................................... 28
Bagan Kerangka Konseptual Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Putra Dan
Putri Keluarga Batak ............................................................................................. 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Boru ni raja do di au, holan i saut di au, dang adong be na asing, ai boru
batak do au. (Aku hanya puteri raja, itu yang terjadi, tidak ada yang lain, aku hanya
puteri Batak).
Sepotong lirik dan terjemahan lagu di atas menceritakan tentang status
perempuan Batak yang disimbolkan bukan sebagai ratu melainkan hanya sebatas
puteri raja, sedangkan pada status laki-laki disimbolkan sebagai rajanya.
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa kedudukan laki-laki dianggap lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan di kalangan masyarakat (keluarga) Batak.
Hal ini dikarenakan masyarakat Batak menganut budaya kekerabatan patrilineal
yang merupakan kekerabatan yang mengikuti garis keturunan bapak. Dalam
perkawinan pasangan suku Batak sangat diharapkan hadirnya sosok anak laki-laki
di tengah rumah tangga mereka. Hal ini dilakukan agar tetap ada garis keturunan
dari bapak yang sering disebut Marga. Sosok anak laki-laki lah yang akan
membawa marga dari garis keturunan bapak. Harapan orang tua Batak ketika
memiliki anak tidak terlepas dari falsafah 3H yaitu Hamoraon berarti memiliki
kekayaan dan kelimpahan secara materi, Hagabeon berarti memiliki keturunan
laki-laki dan perempuan dan Hasangapon berarti memiliki kehormatan atau
terpandang di masyarakat. Secara kultural konseptualisasi suku Batak mengenai
anak hanya mengacu kepada anak laki-laki dan bukan anak perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2
Sehingga kedudukan anak perempuan dalam keluarga Batak sebatas
memiliki marga dari ayah, mereka tidak dapat membawa marga tersebut ketika
sudah menikah, karena perempuan akan masuk ke dalam kekerabatan suami mereka
(Irianto, 2003). Perjuangan meraih misi budaya 3H ini bertujuan melatih suku
bangsa Batak Toba untuk mandiri dan dinamik (Hutahaean & Agustina, 2020).
Berdasarkan teori perkembangan pada masa remaja, ada beragam tugas dan
tanggungjawab yang akan dialami oleh para remaja, salah satunya ialah
kemandirian (Berk, 2012). Hal ini sejalan dengan misi budaya Batak yang
menginginkan anaknya untuk meraih kemandirian. Masa remaja merupakan masa
peralihan antara masa kanak-kanak dan remaja. Remaja sebaiknya mulai
meninggalkan perilaku atau sifat kekanak-kanakan dan mulai berpikir dengan
mempertimbangkan suatu hal secara matang apakah hal tersebut baik atau buruk
untuk dirinya. Kemandirian pada masa remaja dapat dimulai dari memiliki prestasi
belajar, percaya diri dan memiliki rasa tanggungjawab.
Menurut Shaffer (2002) kemandirian merupakan kemampuan seseorang
untuk bertanggungjawab atas pilihan hidup yang akan ia ambil, tidak hanya
mengandalkan orang lain untuk membantunya. Kemandirian juga merupakan
kemampuan mendasar yang harus dimiliki individu untuk menuju pada
pendewasaan diri, dimana ia belajar untuk mampu berpikir dan membuat suatu
keputusan dalam mengatasi setiap masalah yang ia hadapi (Steinberg, 2002).
Kemandiran menurut Steinberg terdiri dari tiga aspek yakni kemandirian emosional
ialah kemampuan remaja tidak lagi sepenuhnya bergantung pada dukungan
emosional dari orang tua, kemandirian perilaku ialah kemampuan remaja untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
menentukan dan mengambil suatu keputusan secara mandiri dan kemandirian nilai
ialah kemampuan memiliki keyakinan dan sikap tentang spritualitas, politik dan
moral secara independen.
Perlakuan pola asuh keluarga Batak untuk membentuk kemandirian
direalisasikan dengan menanamkan keberanian untuk menyampaikan pendapat di
lingkungan keluarga terlebih dahulu sebelum menghadapi lingkungan di luar
keluarga (Gultom, 1992). Kemudian, suku Batak Toba juga menekankan nilai
pendidikan dalam hal pola asuh untuk mencapai kemandirian anak yang
berlandaskan pada falsafah hidup 3H. Tipe pola asuh yang digunakan oleh orang
tua keluarga Batak cenderung bergaya authoritative (Irnawati, 2011) yakni pola
asuh yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi
berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak, namun tetap ada batasan dan
pengawasan dari orangtua. Meskipun orang tua Batak memberikan gaya pola asuh
yang sama terhadap anak perempuan dan laki-laki nya (Paramitha & Basaria, 2018),
namun pada pengaplikasian pola asuh di kehidupan sehari-hari, orang tua Batak
cenderung memberikan perlakuan berbeda dalam hal intensitas membimbing dan
mendampingi anak laki-laki dan perempuan (Irianto, 2003). Seorang anak
perempuan dididik untuk menghormati saudara laki-lakinya walaupun anak laki-
laki itu dibawah umurnya (Simangunsong, 2013). Anak perempuan juga
ditempatkan dalam arena domestik dan kungkungan adat (Firmando, 2020).
Sedangkan laki-laki dapat menghabiskan waktunya dengan duduk bersantai tanpa
melakukan tugas apapun (Ginting et al, 2018). Melalui website Ruang Publik KBR
(2019), Psikolog Vera menyatakan bahwa apabila laki-laki Batak melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kesalahan maka pihak perempuanlah yang akan disalahkan. Perbedaan perlakuan
ini telah terlihat secara tidak langsung melalui adat dan kebiasaan suku Batak,
seperti perilaku masyarakat Batak yang selalu mendambakan anak laki-laki dalam
rumah tangganya. Perbedaan perlakuan ini dapat berupa perbedaan pemberian
tanggung jawab, pemberian perhatian hingga perbedaan rasa sayang. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Aninda (2013) yang menyatakan
bahwa ibu yang bersuku Batak tidak akan menerima sikap anak perempuannya jika
anak perempuan tidak membantunya dalam mengerjakan tugas di rumah. Karena
menurut budaya Batak, pada zaman dahulu anak perempuanlah yang bekerja seperti
bekerja di ladang atau sawah.
Lebih lanjut, penelitian Rangkuti dan Fatmariza (2020) menjelaskan bahwa
pengasuhan keluarga yang berasal dari keluarga Batak cenderung membedakan
cara mendidik antara anak perempuan dan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan dampak pengasuhan dari suku Batak membentuk karakter anak yang
memiliki gaya cara berbicara yang keras namun tetap berhati lemah-lembut.
Berdasarkan paparan di atas, tradisi keluarga Batak memandang bahwa
anak laki-laki lebih diunggulkan dibandingkan dengan anak perempuan, hal ini juga
tampak pada perbedaan perlakuan dalam pengasuhan yang dilakukan oleh orang
tua Batak terhadap anaknya, di mana anak perempuan dididik melakukan tugas
rumah (Aninda, 2013) sedangkan anak laki-laki tidak diembankan tugas apapun
(Ginting et al, 2018). Situasi ini diduga justru membuat remaja lelaki Batak menjadi
kurang mandiri. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengungkap perbedaan tingkat
kemandirian remaja putra dan putri dalam keluarga Batak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Penelitian yang dilakukan oleh Farihah et al. (2019) menjelaskan bahwa
faktor budaya dapat mempengaruhi tipe pola asuh dalam upaya pembentukan
kemandirian pada anak. Keluarga dengan latar belakang budaya Batak Toba, Nias,
Mandailing, Melayu, Aceh, dan Jawa cenderung menerapkan pola asuh demokratis
dan pola asuh otoriter. Sedangkan, keluarga dengan latar belakang budaya Karo,
cenderung menunjukkan pola asuh demokratis-permisif.
Penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2004) menunjukkan bahwa suku
bangsa Batak Toba di desa Parparean II memiliki lingkungan geografis berstruktur
tanah gersang, sehingga tingkat kesuburannya tergantung pada curah hujan,
membuat masyarakatnya tidak termanjakan oleh alam. Bermata pencaharian
sebagai petani, menariknya, penggarap sawah mayoritas adalah perempuan. Suku
bangsa Batak Toba meletakkan nilai pendidikan sebagai hal yang utama dalam
kehidupan mereka. Hal ini dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang Batak
Toba, bahwa jalan menuju tercapainya kekayaan (hamoraon) dan kehormatan
(hasangapon) adalah melalui pendidikan. Dalam hal pola pengasuhan, pada
keluarga Batak Toba di desa Bogak cenderung bergaya authoritative yakni
menetapkan suatu pedoman dan standar bahwa anak-anak mereka diharapkan untuk
mengikuti. Dalam hal ini, 3H sebagai standar kemandirian keluarga Batak.
Penelitian lain dilakukan oleh Leofitri et al. (2014) yang membahas
perbandingan motivasi berprestasi dan urutan kelahiran psikologis pada remaja
laki-laki bersuku Batak Toba. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
motivasi berprestasi hope of success pada urutan kelahiran psikologis anak sulung,
tengah, bungsu dan tunggal di remaja laki-laki keluarga Batak Toba, dimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
pada urutan kelahiran psikologis bungsu memiliki hasil motivasi berprestasi hope
of success yang paling tinggi. Hasil selanjutnya adalah mengenai perbedaan
motivasi berprestasi fear of failure (FF) pada urutan kelahiran psikologis remaja
laki-laki Batak Toba yaitu tidak terdapat perbedaan motivasi berprestasi fear
of failure pada urutan kelahiran psikologis anak sulung, tengah, bungsu dan
tunggal di remaja laki-laki keluarga Batak Toba.
Kemudian, Tobing dan Alfiani (2018) bertujuan untuk melihat ada atau
tidaknya hubungan antara konformitas dengan motivasi berprestasi pada
mahasiswa Suku Batak di Universitas Udayana. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan positif yang signifikan antara konformitas dengan motivasi berprestasi
pada mahasiswa Suku Batak di Universitas Udayana. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat konformitas maka semakin tinggi motivasi berprestasi pada
mahasiswa, begitu pula sebaliknya.
Penelitian yang dilakukan Ginting dan Sitepu (2013) mengenai perbedaan
Adversity Quotient (AQ) pada wirausahawan Batak dan Jawa mengatakan bahwa
AQ orang Batak lebih tinggi dibandingkan orang Jawa. Hal ini dikarenakan orang
Batak Toba memiliki 7 sebagian ciri-ciri orang yang memiliki AQ yang tinggi yaitu
orang yang terus berjuang dalam bentuk kegigihannya dalam memperoleh sesuatu,
memiliki kemampuan bertahan terhadap kesulitan yang ditunjukkan dengan sikap
tidak pasrah menerima keadaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Endriani (2016) bertujuan untuk membahas
perbedaan motivasi berprestasi dan aspirasi pendidikan siswa ditinjau dari jenis
kelamin dan latar belakang budaya serta implikasinya dalam pelayanan bimbingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dan konseling. Subjek penelitian ini dilakukan kepada 350 siswa di SMA Negeri 1
Batusangkar dan SMA Negeri 1 Balige yang berlatar belakang budaya Batak dan
Minangkabau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian motivasi dan
aspirasi pendidikan dari siswa dalam kategori tinggi, tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam motivasi berprestasi dan aspirasi pendidikan antara siswa latar
belakang budaya Minangkabau dan Batak, ada yang signifikan perbedaan motivasi
berprestasi dan aspirasi pendidikan antara laki-laki dan siswa perempuan latar
belakang budaya Minangkabau, di mana motivasi berprestasi dan aspirasi
pendidikan siswa perempuan Minangkabau lebih tinggi dari siswa laki-laki
Minangkabau, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada motivasi
berprestasi dan aspirasi pendidikan antara siswa pria dan wanita yang berlatar
belakang budaya Batak.
Lalu, Siregar (2018) membuat laporan riset mengenai budaya Batak yang
bertujuan untuk membahas ketidaksetaraan gender dalam Dalihan na Tolu. . Sistem
dalihan na tolu ini digunakan sebagai sistem kekeluargaan yang mengatur perilaku
dan juga sebagai pedoman bermasyarakat dalam suku Batak. Riset ini
menyimpulkan bahwa kedudukan perempuan dalam struktur dalihan na tolu
mengalami ketidaksetaraan gender. Sistem dalihan na tolu yang terdapat dalam
tradisi Suku Batak merupakan perwujudan kesenangan bagi kaum Laki-laki Batak
dan ketidakadilan bagi Perempuan Batak.
Sianturi (2017) melakukan analisa secara deskriptif mengenai pemaknaan
anak laki-laki di kota Sidikalang kabupaten Dairi dengan menggunakan metode
kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki keberadaan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
nilai tersendiri di keluarga Batak. Keberadaan anak laki-laki dipandang penting dan
sakral dalam kelanjutan generasi keluarganya untuk hal pembawaan marga, ahli
waris dan pelengkap adat. Sehingga, apabila dalam rumah tangga pernikahan
keluarga Batak tidak memiliki anak laki-laki, hal itu dapat dianggap Nupunu karena
tidak dapat melanjutkan silsilah ayahnya dan tidak akan pernah diingat atau
diperhitungkan dalam silsilah.
Penelitian yang dilakukan oleh Masrun et al (1986) bertujuan untuk
mengungkap studi mengenai kemandirian pada penduduk di tiga suku bangsa
(Jawa, Batak, Bugis). Hasil penelitian menjelaskan bahwa kelompok suku Batak
lebih mandiri dibandingkan dengan kelompok Bugis dan Jawa. Dilihat dari jenis
kelamin pada ketiga kelompok suku yakni Jawa, Batak dan Bugis, kelompok pria
lebih mandiri dibandingkan dengan wanita. Peneliti menduga bahwa perbedaan
tersebut bukan karena faktor “dasar” melainkan karena faktor utama yaitu
lingkungan. Adapun faktor lingkungan yang dimaksud ialah faktor eksternal seperti
tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang
cenderung membuat semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya.
Lalu, penelitian yang membahas mengenai kemandirian pada remaja Batak
dilakukan oleh Sitorus dan Warsito (2013) yang membahas tentang perbedaan
tingkat kemandirian dan penyesuaian diri mahasiswa perantauan suku batak
ditinjau dari jenis kelamin. Hasil penelitian ini ialah tidak ada perbedaan antara
tingkat kemandirian dan penyesuaian diri mahasiswa perantauan suku batak
ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini hanya dilakukan pada kelompok
mahasiswa yang latar belakang budaya yang berbeda, respondennya dipilih dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
membandingkan suku Batak dan suku lain, dan kelompok perantau atau tidak
perantau. Penelitian yang dilakukan Odhe (2017) menunjukkan bahwa hasil angket
yang peneliti berikan kepada remaja perantau Batak, diketahui bahwa ada remaja
yang memiliki indikator kemandirian tinggi tampak pada hasil angket yang
menyatakan 50% dari 12 subjek memandang orang tua sebagai orang tua yang biasa
dan sederhana, lalu 75% dari 12 subjek akan berusaha sendiri menyelesaikan
masalah yang terjadi dan 90% dari 12 subjek bertanggung jawab terhadap masalah
serta keputusan yang telah diambilnya. Hal tersebut didukung dengan hasil
wawancara terhadap beberapa orang subjek yang mengatakan bahwa mereka
mengambil keputusan terbesar untuk pergi merantau sendiri setelah mereka tamat
SMA, mereka merasa yakin dan percaya diri melakukan usaha.
Kesimpulan dari penelitian kemandirian sebelumnya hanya membahas
contoh perilaku kemandirian yang dikaitkan dengan variabel lain, dampak,
manfaat, korelasi dan faktor apa saja yang mempengaruhi kemandirian itu sendiri
dan banyak menggunakan metode penelitian kuantitatif. Namun, penelitian yang
membahas mengenai kemandirian remaja Batak sangat sedikit ditemui. Hal ini
membuat peneliti ingin membahas perbedaan tingkat kemandirian remaja putra dan
putri dalam keluarga Batak, sehingga menambah sumber pengetahuan baru di
masyarakat. Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan budaya Batak banyak
menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggali lebih
dalam mengenai relevansi atau pemaknaan budaya dan tradisi Batak pada zaman
sekarang ini dan memberikan perbandingan antara budaya/adat Batak dengan suku
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Melihat belum adanya penelitian yang membahas kemandirian remaja yang
sepenuhnya berkaitan dengan budaya Batak, peneliti menganggap bahwa perlu
adanya penelitian mengenai kemandirian pada remaja keluarga Batak untuk
memberikan gambaran kepada orang tua suku Batak perihal kemandirian anak.
Pertanyaan penelitian
Apakah terdapat perbedaan tingkat kemandirian remaja putra dan putri keluarga
Batak?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kemandirian remaja
putra dan putri keluarga Batak.
Manfaat penelitian
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru di bidang
psikologi perkembangan dan budaya yang berkaitan dengan kemandirian pada
remaja, khususnya remaja laki-laki dan perempuan dalam keluarga Batak.
Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai tingkat kemandirian remaja Batak ditinjau dari jenis kelamin dan dapat
bermanfaat bagi remaja untuk menyadari tugas perkembangannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, peneliti akan membahas budaya dan tradisi keluarga Batak terlebih
dahulu, kemudian dilanjutkan dengan membahas pengasuhan orang tua Batak yang
berdampak pada kemandirian remaja. Lalu, menjelaskan pengertian kemandirian
yang merupakan salah satu tugas perkembangan pada remaja, serta
menghubungkan budaya Batak terhadap kemandirian. Kemudian, pada bagian
terakhir bab ini, peneliti akan menyampaikan kerangka konseptual penelitian ini.
Budaya Batak
Bila mendengar kata “Batak” terlintas pada masyarakat bahwa asal suku tersebut
ialah dari pulau Samosir, Sumatera Utara, sebab sejarah keturunan Siraja Batak
bermula datang dari pulau tersebut. Orang Batak datang dari sebelah timur
Sumatera.
Suku Batak dikenal sebagai orang yang gesit, rajin, berani memulai sesuatu yang
baru, tegas dan sangat taat pada adat istiadat (Ginting, 1985). Menurut Harahap
(1960) suku Batak menganut sistem kekerabatan patrilineal atau tergolong dalam
bangsa Patriachaat yakni sistem kekerabatan menurut garis keturunan ayah atau
dalam arti lain anak laki-laki lah yang akan mewarisi harta dan pusaka keluarganya.
Garis keturunan laki-laki diteruskan oleh anak laki-laki, dan akan menjadi punah
bila tidak ada anak laki-laki yang dilahirkan. Sistem ini menjadi tulang punggung
suku Batak (Vergouwen, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Anak do hamoraon hu yang berarti anak laki-lakilah kemuliaanku, kalimat
tersebut biasa disenandungkan orang-orang tua Batak. Anak laki-laki lebih
berharga dan menjadi kekayaan bagi kehidupan suku Batak (Siregar, 2018).
Masyarakat Batak meyakini bahwa akan menjadi penderitaan orang Batak yang
tidak memiliki anak laki-laki karena akan terputusnya marga di kehidupan mereka.
Kehidupan yang dimaksud ialah memelihara dan melestarikan kemanusiaan yang
telah diturunkan dari langit melalui si Raja Batak. Maka dari itu, tugas dan
kewajiban anak laki-laki lah untuk meneruskan marga.
Batak sebagai salah satu suku yang menganut sistem patriarki beranggapan
bahwa anak laki-laki membawa nilai lebih tinggi yakni dalam hal pengambilan
keputusan, pembagian warisan dan perolehan hak. Hal ini membuat laki-laki dalam
budaya patriarki berfokus pada urusan di luar lingkungan keluarga dan menafkahi
keluarga. Sedangkan citra perempuan kerap dikaitkan dengan kegiatan rumah
tangga saja. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan dalam pola asuh anak,
sehingga pengasuhan anak sampai saat ini masih terkait dengan tanggung jawab
perempuan.
Selain itu, Harahap dan Siahaan (1987) mengatakan bahwa suku Batak memiliki
tujuan hidup dan nilai-nilai utama yang menjadi cita-cita keluarga suku Batak
terhadap masa depan anaknya. Dibawah ini akan membahas mengenai fungsi
keberadaan sistem Dalihan Natolu dan nilai 3H yang mendasari orang tua Batak
memberikan pola asuh, serta standar tercapainya kemandirian anak dalam
kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Dalihan Natolu
Sistem Dalihan Natolu merupakan sebuah sistem yang secara kekeluargaan
menjadi panduan bermasyarakat dalam suku Batak untuk mengatur perilaku
maupun kehidupan adat istiadat. Dalihan berarti tungku, Natolu berarti tiga.
Dengan demikian Dalihan Natolu berarti tungku yang terdiri dari tiga buah batu,
yang biasanya digunakan untuk memasak. Selain sebagai sumber inspirasi dalam
mengatur seluruh tata kehidupan suku Batak, Dalihan Natolu ini juga dapat
berfungsi sebagai interaksi sosial yang membantu orang tua mendampingi anaknya
dalam pemecahan masalah. Hal ini tampak pada makna dari Dalihan Natolu itu
sendiri di mana terdiri dari 3 buah batu yang diibaratkan dalam hubungan sosial
ialah antar individu, keluarga dan masyarakat. Sistem ini mengajak seseorang untuk
memahami dan menempatkan kedudukannya, hak dan kewajiban sebagai individu
dalam keluarga, dan masyarakat untuk memecahkan masalah kehidupannya
(Sinaga, 2009).
Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon
Pada kebudayaan Batak terdapat rumusan mengenai tujuan hidup atau nilai yang
utama dalam hidup yakni Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon. Hal ini menjadi
impian seluruh keluarga dan merupakan standar kemandirian anak dalam suku
Batak. Misi budaya 3H ini merupakan tiga dari sembilan nilai utama yang
dipandang dapat melatih orang Batak untuk mencapai kemandirian dan bersifat
dinamik. Nilai budaya batak ini diwariskan oleh orang tua dari generasi ke generasi
yang bertujuan untuk memberikan teladan kepada putra-putrinya bahwa orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Batak berusaha dengan gigih untuk melihat anaknya berhasil dan meneladani usaha
kemandirian orang tuanya. Hamoraoan merupakan salah satu nilai budaya yang
mendasari dan mendorong suku Batak dalam mencari harta kekayaan. Hagabeon
ialah beranak cucu dengan banyak dan berumur panjang. Kekuatan suku bangsa
Batak ialah sumber daya manusia dengan jumlah populasi yang besar. Satu
ungkapan tradisional yang masih diyakini oleh suku Batak dan akan disampaikan
setiap acara pernikahan ialah ungkapan yang mengharapkan agar kelak si pengantin
baru diberikan putra sebanyak 17 dan putri sebanyak 16. Hasangapon memiliki
makna untuk mendorong masyarakat suku Batak untuk gigih dalam mencapai
kejayaan, seperti kewibawaan, kharisma dan kekuasaan. Orang tua Batak meyakini
bahwa jika anak berhasil merealisasikan 3 nilai utama ini dalam kehidupannya
maka anak tersebut telah mencapai kemandirian menurut budaya Batak itu sendiri
(Harahap & Siahaan, 1987).
Selain 3H di atas, terdapat enam nilai utama lainnya yakni Kekerabatan yang
mencakup hubungan solidaritas marga, Religi mencakup kehidupan keagamaan,
Hamajuon mendorong suku Batak maju dalam menuntut ilmu, Hukum mendorong
suku Batak berkecimpung dalam menegakkan kebenaran, Pengayoman sebagai
pelindung dan pemberi kesejahteraan saat dalam kondisi terdesak, Konflik dipahami
sebagai tantangan yang harus dihadapi dengan gigih dan berencana tanpa
menyerah. (Harahap & Siahaan, 1987).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Pola asuh berbasis budaya Batak
Nilai-nilai di atas dipraktekkan dan ditanamkan oleh orang tua kepada anak
melalui praktek pengasuhan anak dalam keluarga. Dalam sistem patrilineal yang
dianut oleh orang Batak sendiri, secara kultural suku Batak hanya mengacu pada
anak laki-laki dan bukan anak perempuan. Hal ini membuat orang tua Batak lebih
memprioritaskan pengasuhannya terhadap anak laki-laki (Irianto, 2003). Irnawati
(2011) menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua Batak
ialah tipe otoritatif yakni pola asuh yang ditandai dengan kontrol tegas dan tuntutan
yang tinggi terhadap kematangan anak. Namun, pada prakteknya, perlakuan orang
tua Batak memanjakan anak laki-lakinya (Ginting et al, 2018), sedangkan
perempuan diembankan dalam pekerjaan rumah dan kungkungan adat (Firmando,
2020).
Melalui website Ruang Publik KBR (2019), seorang Psikolog anak yakni Vera
Hadiwidjojo menjelaskan bahwa peran orang tua yang seimbang merupakan kunci
dalam memberikan pengasuhan pada anak dengan memandang kesetaraan gender.
Menurutnya, perihal kesetaraan gender dan tradisi nasehat leluhur seringkali
bersebrangan. Dalam suku Batak, jika anak laki-laki melakukan kesalahan maka
pihak yang disalahkan adalah perempuan, karena adanya anggapan bahwa
kedudukan anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Hal ini membuat
anak laki-laki cenderung dimanjakan oleh orang tua Batak dan dapat berdampak
pada ketidakmandirian anak laki-laki dalam memenuhi tugas perkembangannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Pada anak perempuan, orang Batak mendidik anak perempuan mereka dengan
cara bagaimana kelak anaknya dapat menjadi istri yang “pantas”. Orang tua Batak
percaya bahwa konsep dan nilai mengenai perempuan adalah hal yang berada dalam
arena domestik dan kungkungan adat. Namun, sejak terbukanya kesempatan
pendidikan tahun 1889, perempuan Batak dikenal dengan kegigihannya dalam
menjalankan perdagangan dan dijuluki sebagai “pemanjat kapal” dikarenakan para
perempuan berdagang dengan menaiki kapal yang terapung. Singkatnya,
perempuan Batak justru tampak lebih mandiri untuk mewujudkan nilai-nilai 3H
melalui cara apapun. Sedangkan Laki-laki disimbolkan sebagai pewaris harta
kekayaan, penerus garis keturunan (marga) dan pemandu acara adat atau tanggung
jawab adat (Irianto, 2003).
Berdasarkan paparan di atas, orang tua Batak cenderung memanjakan anak laki-
laki nya sebagai sosok yang pantas untuk dilindungi karena memiliki status dan
kedudukan penting dalam keluarga. Sedangkan perempuan justru diajarkan untuk
terampil menjadi sosok istri yang pantas untuk kehidupannya kelak. Melalui
perbedaan pengasuhan ini yang bersumber pada tradisi budaya Batak justru
menimbulkan dampak ketidakmandirian pada laki-laki Batak atau menimbulkan
terdapatnya perbedaan kemandirian terhadap laki-laki dan perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Kemandirian
Pengertian kemandirian
Kemandirian adalah salah satu tugas dari proses perkembangan yang penting
bagi remaja. Soesens et al. (2007) menyatakan bahwa anak diharapkan dapat
mampu melepaskan diri dari orang tua dan mencoba belajar untuk mandiri. Orang
tua berharap agar anak menjadi seseorang yang mandiri dan tegas.
Kemandirian merupakan bentuk dari pendewasaan diri yang akan dialami
individu dalam proses perkembangannya, dimana ia belajar untuk mampu berpikir
dan membuat suatu keputusan dalam bertanggungjawab atas pilihan hidupnya.
Kemandirian terdiri dari berbagai istilah seperti autonomy, indenpendency dan self
reliance (Steinberg, 2002). Menurut Steinberg kemandirian dibedakan menjadi tiga
aspek yakni kemandirian emosional, tingkah laku dan nilai.
Dalam pandangan Lerner (1976), konsep kemandirian (autonomy) terdiri dari
dapat mengatur kehidupan sendiri, bebas untuk bertindak, tidak bergantung dan
terpengaruh pada lingkungan.
Pandangan Masrun (1986) mengemukakan kemandirian sebagai sifat yang
membuat individu melakukan sesuatu atas dorongan pribadinya, percaya pada diri
sendiri, mengejar prestasi, berpikir, bertindak secara orisinil dan inisiatif, serta
bertanggung jawab dan puas terhadap keputusan yang ia ambil.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian merupakan kemampuan yang menjadi syarat untuk dicapai pada masa
proses perkembangan bagi remaja di mana individu mampu memilih dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
bertanggungjawab untuk mewujudkan pilihan hidup dengan usaha sendiri dan tidak
bergantung pada orang lain.
Kemandirian pada remaja
Memasuki masa remaja akan menuntut individu untuk menjadi orang dewasa
dengan berbagai macam persyaratan. Marheni (seperti dikutip dalam Soetjiningsih,
2004) menyatakan remaja merupakan individu yang berada pada masa transisi atau
peralihan yang akan mengalami berbagai perubahan mulai dari fisik sampai
psikososial di mana hal tersebut sebagai fondasi untuk pembentukan orientasi
dalam mencapai jati diri yang sesungguhnya. Individu dikatakan berada pada masa
remaja ketika menginjak usia 12 tahun sampai 22 tahun (Mappiare, 1982). Pada
masa remaja ini mereka dihadapkan pada dua tugas utama yaitu:
1. Mencapai ukuran kebebasan dan kemandirian dari orang tua
2. Membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan
pribadi.
Berdasarkan paparan di atas, kemandirian merupakan salah satu tugas
perkembangan yang harus dipenuhi dalam fase remaja. Terwujudnya kemandirian
dapat membantu remaja menentukan pilihan dan mengembangkan tanggung jawab
atas dirinya sebagai suatu proses menuju pendewasaan diri (Mappiare 1982).
Penelitian ini akan berfokus pada kemandirian menurut Steinberg yang terdapat 3
aspek kemandirian yakni kemandirian emosional, tingkah laku dan nilai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Aspek kemandirian
Steinberg (2002) membedakan kemandirian dalam tiga aspek yaitu
kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian tingkah laku
(behavioral autonomy), kemandirian nilai (values autonomy). Kemandirian
emosional berkaitan dengan hubungan emosional remaja terhadap orang lain atau
kemampuan remaja untuk tidak tergantung penuh terhadap dukungan orang lain
terutama orang tua. Kemandirian tingkah laku melibatkan kemampuan diri untuk
melakukan sesuatu dengan bebas. Kemandirian nilai merujuk pada kemampuan diri
dalam memilah dan memaknai sesuatu berdasarkan penilaian efektivitas ataupun
skala prioritas.
Kemandirian Emosional (Emotional Autonomy)
Perkembangan emosional pada masa remaja melibatkan membangun rasa
identitas yang realistis dan berhubungan dengan orang lain dan belajar untuk
mengatasi stress dan mengelola emosi. Perkembangan emosional terjadi pada
remaja dengan unik dikarenakan terdapatnya perbedaan pola yang muncul pada
kelompok usia remaja, salah satunya adalah perbedaan jenis kelamin. Anak laki-
laki dan perempuan dapat berbeda dalam tantangan yang mereka hadapi dalam
perkembangan emosional mereka. Selain perbedaan jenis kelamin, pengaruh
perbedaan budaya juga penting dalam perkembangan emosional pada remaja hal
ini meliputi nilai, tradisi dan perlakuan dari kelompok budaya (Steinberg, 2002).
Steinberg (2002) menyatakan bahwa kemandirian emosional pada remaja
ditandai saat hubungan keterikatan terhadap orang tua mulai longgar dan remaja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
tidak bergantung menerima dukungan emosional dari orang lain termasuk orang
tua. Proses kelonggaran hubungan disini bukan berarti remaja melakukan
pemberontakan terhadap keluarga, terutama orang tua atau pelepasan hubungan
orang tua anak. Melainkan, remaja mulai remaja tergantung kepada kemampuannya
sendiri tanpa mengharapkan bantuan emosional orang lain.
Berk (1994) menjelaskan efek dari semakin anak mampu mengurus dirinya
sendiri maka waktu yang diluangkan orang tua terhadap anak akan semakin
berkurang pula. Hal ini memberikan peluang bagi remaja dalam mengembangkan
kemandiriannya terutama kemandirian emosional.
Menurut Silverberg dan Steinberg (seperti dikutip dalam Steinberg, 2002),
remaja dikatakan sudah memiliki kemandirian emosional ditandai dengan sejauh
mana remaja melakukan de-idealized terhadap orang tua. Hal ini berkaitan dengan
bagaimana remaja memandang orang tuanya tidak selamanya benar atau tahu
segalanya, memiliki kekuasaan. Sehingga remaja dapat menentukan sendiri
pilihannya tanpa harus bergantung pada dukungan emosional orang tuanya. Tidak
gampang bagi remaja untuk melakukan de-idealized, karena pengalaman anak
terhadap pola asuh yang diberikan oleh orang tua menyimbolkan bahwa orang tua
memang berkuasa atas diri anak. Kedua, sejauh mana remaja memandang orang tua
sebagai orang dewasa pada umumnya (parents as people). Hal ini berkaitan dengan
bagaimana remaja memandang orang tua tidak hanya sebagai hubungan interaksi
antara anak dan orang tua melainkan sebagai hubungan antar individu juga. Ketiga,
sejauh mana remaja mengandalkan kemampuan dirinya tanpa mengharapkan
bantuan emosional dari orang lain (nondependency). Remaja tidak lagi secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
penuh meminta bantuan atau dukungan dari orang lain pada saat menghadapi
masalah. Keempat, sejauh mana remaja bersikap bertanggungjawab dalam
hubungannya dengan orang tua (individuated). Perilaku individuasi dapat dilihat
pada saat remaja mampu menemukan perbedaan antara pandangan tentang dirinya
sendiri maupun orang tua dan remaja sudah mampu menunjukkan perilaku yang
lebih bertanggungjawab atas dirinya (Susanto, 2018).
Kemandirian Tingkah Laku (Behavioral Autonomy)
Kemandirian ini ditandai ketika individu mulai dapat memutuskan pilihannya
secara bebas, namun tetap bertanggung jawab pada konsekuensi yang akan ia
hadapi atas keputusannya (Steinberg, 2002). Pada bagian ini, remaja melibatkan
proses penalaran mereka saat mendapat dan menerima informasi kemudian
mempertimbangkannya terlebih dahulu sebelum membuat keputusan akhir
(Santrock, 2008). Perubahan kognitif pada remaja mengacu pada peningkatan
penalaran individu dalam hal pengambilan keputusan dan remaja memiliki
kemampuan lebih besar untuk bertingkah laku secara mandiri (Steinberg, 2002).
Menurut Steinberg (2002), ada tiga ranah kemandirian perilaku yang
berkembang pada masa remaja. Pertama, individu memiliki kemampuan dalam
mengambil keputusan, hal ini dapat ditandai dengan mempertimbangkan resiko atas
tingkah laku, mencari alternatif pemecahan masalah dan bertanggungjawab atas
konsekuensi dari keputusan yang diambil. Kedua, individu memiliki kekuatan
terhadap pengaruh pihak lain, hal ini dapat ditandai dengan tidak mudah
terpengaruh pada kondisi atau situasi dari lingkungan luar dalam mengambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
keputusan. Ketiga, individu memiliki rasa percaya diri, ditandai dengan berani
mengemukakan ide dan berani bertanggungjawab dalam memenuhi tugas di rumah
maupun sekolah.
Kemandirian Nilai (Values Autonomy)
Kemandirian nilai menurut Steinberg (2002) terbentuk karena adanya proses
internalisasi dalam diri individu yang melibatkan proses penalaran dan kemampuan
individu dalam melakukan evaluasi mengenai sesuatu dalam bidang nilai.
Kemandirian nilai akan tercapai setelah kemandirian emosional dan tingkah laku
berkembang dengan baik. Untuk mencapai kemandirian ini, individu melakukan
evaluasi mengenai penanaman nilai, keyakinan dan kepercayaan yang diberikan
oleh figur otoritas seperti orang tua, kemudian mencoba mengembangkan penilaian
dirinya sendiri.
Perkembangan kemandirian ini memiliki 3 hal untuk mencapainya, yang
pertama ialah keyakinan akan nilai-nilai abstrak (abstract belief), remaja mampu
mempertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi pada saat mengambil
keputusan yang bernilai moral. Kedua, keyakinan akan nilai-nilai yang semakin
mengarah pada prinsip (principled belief), remaja mampu berpikir dan bertindak
sesusai dengan prinsip yang dapat ia pertanggungjawabkan dalam bidang nilai.
Ketiga, keyakinan akan nilai-nilai yang ia bentuk sendiri (independent belief),
remaja mampu berpikir, bertingkah laku dan mengevaluasi sendiri nilai yang ia
terima dari orang lain sesuai dengan penilaiannya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pola Asuh Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Pilihan cara pengasuhan orang tua terhadap anak dapat mempengaruhi
kemandirian. Cara mendidik dan membimbing anak dalam keluarga merupakan
faktor keberhasilan untuk menentukan tinggi rendahnya kemandirian anak.
Menurut Sunarty (2016) menyebutkan bahwa jenis pola asuh mempengaruhi
terbentuknya kemandirian diri anak. Hurlock (1999) membagi pola asuh orang tua
dalam tiga macam yakni pertama pola asuh permisif diartikan sebagai pola perilaku
orang tua yang membebaskan anak dan tidak menggunakan aturan-aturan yang
ketat sehingga tidak ada tuntutan kepada anak. Kedua, pola asuh otoriter yang
cenderung menerapkan aturan dan batasan yang harus ditaati, tanpa memberi
kesempatan pada untuk berpendapat dan akan memberikan hukuman apabila tidak
mematuhi peraturan. Ketiga, pola asuh otoritatif atau demokratis yang menerapkan
kebebasan dengan bimbingan dan kontrol antara anak dan orang tua.
Penelitian ini akan berfokus pada bagaimana keluarga Batak memberikan
pola pengasuhan terhadap putra-putrinya sebagai faktor internal yang dapat
mempengaruhi tingkat kemandirian remaja pada suku Batak itu sendiri. Tipe pola
asuh yang cenderung dilakukan oleh orang tua bersuku Batak ialah tipe otoritatif
yang ditandai dengan kontrol tegas dan tuntutan yang tinggi terhadap kematangan
anak (Irnawati, 2011). Suku Batak selalu mengacu pada anak laki-laki yang
menyebabkan orang “diharuskan” memiliki anak laki-laki (Irianto, 2003). Hal ini
berkaitan dengan sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh suku Batak yang
berarti garis keturunan akan diteruskan oleh anak laki-laki dan akan menjadi punah
bila tidak ada anak laki-laki. Hal inilah yang membuat perlakuan pengasuhan orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
tua Batak terhadap anak laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Sosok anak laki-
laki cenderung mendapatkan perlindungan dan dimanja karena dianggap memiliki
status dan kedudukan penting dalam keluarga. Sedangkan, perempuan diajarkan
untuk menjadi sosok yang terampil agar kelak menjadi seorang istri yang pantas.
Melalui perbedaan pengasuhan ini, justru menimbulkan dampak ketidakmandirian
pada laki-laki Batak (Vergouwen, 2004). Selain faktor pola asuh di atas, terdapat
juga faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perkembangan kemandirian, sebagai
berikut :
Jenis kelamin
Hurlock (1991) berpendapat bahwa laki-laki diberikan kesempatan lebih untuk
menanggung resiko, berdiri sendiri dan dituntut untuk memiliki kemampuan
inisiatif daripada perempuan. Hal ini serupa dengan pernyataan Nuryoto (1992)
mengatakan bahwa di Indonesia remaja laki-laki berkesempatan mengembangkan
kemandirian karena memiliki peran maskulin, sedangkan perempuan diarahkan
pada hal yang bersifat feminim seperti merawat dan tidak boleh jauh dari orang tua.
Pandangan di atas bertolak belakang dengan prinsip budaya Batak sangat lekat
dengan salah satu nilai yang menjadi tujuan hidup masyarakat Batak yaitu
Hagabeon yang berarti memiliki banyak keturunan. Secara kultural, suku ini
beranggapan bahwa berbicara mengenai anak hanya mengacu pada laki-laki dan
bukan perempuan. Berlandaskan konsep “Raja Parhata” yang menganggap bahwa
laki-laki dipandang memiliki tanggungjawab besar untuk meneruskan keturunan
ayahnya, sedangkan perempuan memikul tanggungjawab utama yang berupa kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
domestik atau urusan rumah tangga saja. Sehingga para orang tua Batak
menginginkan anak laki-laki lebih mandiri dibandingkan perempuan (Irianto,
2003). Hal ini sejalan dengan penelitian Nuryoto (1992) mengatakan bahwa di
Indonesia remaja laki-laki berkesempatan mengembangkan kemandirian karena
memiliki peran maskulin, sedangkan perempuan diarahkan pada hal yang bersifat
feminim seperti merawat dan tidak boleh jauh dari orang tua.
Usia
Perkembangan kemandirian akan berkembang sejalan dengan
bertambahnya umur seseorang. Ketergantungan terhadap orang lain akan berkurang
perlahan-lahan seiring dengan individu tersebut menginjak usia lebih tinggi. Hal ini
didukung Sutton (seperti dikutip dalam Masrun et al., 1986) yang mengatakan
bahwa pertambahan umur serta proses belajar membuat individu semakin mandiri
dan tidak bergantung pada orang lain. Memasuki usia remaja, individu dituntut
untuk menjadi seseorang yang lebih matang dikarenakan pada masa remaja ini
merupakan masa transisi atau peralihan untuk membentuk orientasi dalam
pencapaian jati diri yang sesungguhnya. Kemudian, pada masa remaja ini mereka
dihadapkan untuk memenuhi tugas utama yakni mencapai kebebasan dan
kemandirian dari orang tua dan membentuk identitas dan integrasi kematangan diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Kerangka Konseptual
Masyarakat Batak dikenal dengan memprioritaskan anak laki-laki. hal ini
didukung oleh budaya Batak yang menganut sistem patrilineal. Sehingga
kedudukan anak laki-laki lebih dibandingkan perempuan (Irianto, 2003).
Dikarenakan status laki-laki dianggap penting dalam keluarga, orang tua Batak
memberikan perbedaan pengasuhan antara laki-laki dan perempuan, di mana anak
laki-laki lebih dimanja dan tidak boleh disalahkan (Ginting et al, 2018).
Berdasarkan prinsip pola pengasuhan budaya batak yang lebih memanjakan
anak laki-lakinya, hal ini justru dapat berdampak pada ketidakmandirian anak laki-
laki tersebut pada masa remajanya kelak. Sunarty (2016) menyebutkan bahwa
pengaruh memanjakan anak dapat menyebabkan anak menjadi kurang mandiri. Hal
ini didukung oleh pandangan Hurlock (2008) yang menjelaskan pengaruh cara
orang tua dalam mendidik anaknya dapat mempengaruhi kemandirian anak.
Agustina dan Mailasari (2017) menjelaskan bahwa memanjakan merujuk pada
menuruti semua kehendak, tidak pernah menegur (dimarahi). Gambaran perlakuan
pemanjaan, menurut Baumrind (seperti dikutip dalam Bi et al., 2018) termasuk
dalam pola asuh permisif. Pola asuh permisif ditandai dengan orang tua tidak
pernah memberikan aturan dan pengarahan pada anak. Pola asuh permisif dapat
menyebabkan anak kurang mampu dalam pengendalian diri dan cenderung
bergantung pada orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Maka dari itu berdasarkan pola pengasuhan dan prinsip budaya batak
memanjakkan anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kemandirian remaja
putra dan putri dalam keluarga Batak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Gambar 1.
Kerangka Konseptual Penelitian
→
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah perempuan lebih mandiri dibandingkan dengan laki-laki pada
siswa-siswi yang berasal dari keluarga Batak.
Budaya Batak
memprioritaskan
anak laki-laki
dibandingkan
anak perempuan
Pola asuh
berbasis budaya
Batak lebih
memanjakan
anak laki-laki
Berdampak pada
kemandirian
remaja laki-laki
yang menjadi
kurang mandiri
dibandingkan
anak perempuan
Terdapat perbedaan
tingkat kemandirian
remaja putra dan
putri keluarga Batak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif komparatif untuk
membandingkan kemandirian remaja putra-putri dalam keluarga Batak. Desain
penelitian ini berupa kausal komparatif yang bertujuan untuk membandingkan taraf
kemandirian remaja dari keluarga Batak berdasarkan jenis kelamin mereka.
Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan berusia 15-
18 tahun yang berasal dari keluarga Batak. Instrumen dalam penelitian ini berupa
skala kemandirian dengan item-item yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori
kemandirian Steinberg (2002), meliputi kemandirian emosional, tingkah laku dan
nilai. Data hasil penelitian ini dianalisis dengan uji perbedaan mean untuk
mengungkap perbandingan antara kemandirian remaja laki-laki dan perempuan.
Definisi Operasional Variabel
Adapun variabel yang diungkap dalam penelitian ini adalah mengenai kemandirian,
jenis kelamin dan keluarga Batak. Variabel utama sekaligus variabel dependen
dalam penelitian ini ialah kemandirian yang didasari oleh tiga aspek kemandirian
Steinberg (2002). Variabel tersebut dieksplorasi dengan jenis kelamin sebagai
variabel independen. Kemudian dalam penelitian ini keluarga Batak merupakan
variabel kontrol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Kemandirian
Steinberg (2002) mendefinisikan kemandirian sebagai kemampuan dalam
menguasai, mengatur dan mengelola diri sendiri yang ditentukan dengan melihat
intensitas pemenuhan tiga aspek kemandirian secara keseluruhan yakni emosional,
tingkah laku dan nilai.
Kemandirian emosional adalah proses longgarnya hubungan keterikatan orang
tua dengan remaja dimana remaja mulai tergantung kepada kemampuannya sendiri
tanpa mengharapkan bantuan emosional orang lain.
Kemandirian tingkah laku adalah individu mulai dapat memutuskan pilihannya
secara bebas, namun tetap bertanggung jawab pada konsekuensi yang akan ia
hadapi atas keputusannya.
Kemandirian nilai adalah remaja mampu untuk memilah dan memaknai prinsip
hidupnya seperti hal mengenai benar atau salah dan penting atau tidak penting.
Kemandirian remaja akan diungkap melalui skala kemandirian berdasarkan
aspek-aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg yang meliputi aspek
emosional, tingkah laku dan nilai.
Berikut merupakan aspek beserta indikator perilaku kemandirian menurut
Steinberg (2002) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Tabel 1
Aspek dan Indikator Kemandirian
No Aspek kemandirian Indikator Perilaku
1 Kemandirian Emosional
Tidak bergantung secara emosional
terhadap orang tua atau dewasa lainnya
Keinginan untuk berdiri sendiri
Mampu mengontrol emosi
2 Kemandirian tingkah laku
Mampu mengambil keputusan dan
mempertanggungjawabkannya
Tidak rentan terpengaruh terhadap orang
lain
Mengandalkan diri sendiri
3 Kemandirian nilai
Mampu berpikir secara abstrak
Memiliki prinsip dan mampu
mempertanggungjawabkannya
Memiliki kepercayaan pada nilai dan
mampu mengevaluasinya
Bagaimana tingkat Perilaku kemandirian remaja akan diukur menggunakan skala kemandirian
yang disusun oleh peneliti sendiri didasarkan teori Steinberg pada definisi tiga
aspek kemandirian yang telah dipaparkan di atas. Skala ini memiliki rentang skor
yang berkisar dari satu hingga empat. Skor total yang diperoleh merupakan indikasi
tinggi atau rendahnya kemandirian yang dimiliki subyek. Semakin tinggi skor total
maka semakin tinggi pula kemandiriannya, begitu sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah atribut fisiologis dan anatomis yang membedakan laki-
laki dan perempuan. Data jenis kelamin ini akan diperoleh melalui pengakuan
masing-masing responden yang tertulis dalam bagian identitas diri.
Keluarga Batak
Masyarakat yang termasuk dalam keluarga Batak adalah mereka yang berasal
dari ayah dan ibu yang memiliki marga suku Batak. Penelitian ini dilakukan pada
seluruh sub suku Batak yakni Batak Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola,
Mandailing. Informasi ini akan diperoleh melalui pengakuan masing-masing
responden yang tertulis dalam bagian identitas diri.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah remaja yang berasal dari keluarga Batak
dengan rentang usia 15-18 tahun. Dalam pengambilan sampel, peneliti
menggunakan metode dengan teknik convenience sampling yakni jenis
pengambilan sampel non-probabilitas dengan teknik penentuan sampel berdasarkan
kemudahan memperolehnya dan sampel tersebut memenuhi kriteria atau elemen
untuk mewakili populasi (Sekaran, 2006). Adapun subyek dalam penelitian ini
adalah para pelajar yang berusia 15-18 tahun dari keluarga Batak yang tersebar di
berbagai Sekolah Menengah Atas Kota Pematang Siantar. Pemilihan lokasi
penelitian ini dikarenakan kota Pematang Siantar berada di Sumatera Utara yang
merupakan kota muara sebagian besar suku Batak bermukim.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala berbentuk
kuesioner di mana jawaban subyek akan dikonversikan menjadi angka. Skala
kemandirian ini disusun berdasarkan tiga aspek teori kemandirian Steinberg yaitu
emosional, tingkah laku dan nilai. Skala ini berjumlah 60 pernyataan yang masing-
masing aspek memiliki 20 item pernyataan yang meliputi 10 item pernyataan
favorable dan 10 pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable apabila disetujui
maka menunjukkan sikap positif terhadap atribut psikologis yang sedang diukur,
sedangkan pernyataan unfavorable apabila disetujui menunjukkan sikap negatif
terhadap atribut psikologis yang sedang diukur (Supratiknya, 2014). Jenis
penskoran yang digunakan dalam penelitian ini ialah normative scoring, karena
peneliti hanya mengukur satu atribut dimana respon subyek pada tiap item mewakili
diri subyek. Hasil skala pengukuran tersebut akan menunjukkan tinggi atau
rendahnya kecenderungan pada diri subyek. Normative Scoring merupakan
penskoran yang ditujukan untuk mengetahui jumlah atau kuantitas absolut terkait
atribut psikologis dalam diri subyek (Supratiknya, 2014).
Penelitian ini menggunakan skala Likert dengan meminta subyek menyatakan
kesesuaian-ketidaksesuaiannya terhadap pernyataan yang diberikan. Adapun
variasi jawaban yang digunakan peneliti dalam pembuatan skala kemandirian ialah
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
Peneliti memilih kata “sesuai” agar responden lebih dahulu mempertimbangkan
setiap pernyataan tersebut menggambarkan dirinya dan perilakunya (Azwar, 2012).
Penelitian ini tidak menggunakan pilihan netral karena untuk mengantisipasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kecenderungan responden memilih jawaban netral sehingga mengurangi dampak
kepatutan secara sosial (Supratiknya, 2014).
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban pada skala kemandirian perlu
diberi skor. Tabel pemberian skor :
Tabel 2
Pemberian Penilaian Skala Kemandirian
Alternatif
Jawaban
Skor
Favorable Unfavorable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
Semakin tinggi skor total yang diperoleh menunjukkan bahwa responden
memiliki kecenderungan yang tinggi pada kemandirian. Sebaliknya, jika skor yang
diperoleh rendah menunjukkan bahwa responden kecenderungan yang rendah akan
penguasaan kemandirian. Skor untuk setiap item dijumlahkan sehingga menjadi
skor total yang berkisar antara 60 (tingkat kemandirian rendah) dan 240 (tingkat
kemandirian tinggi).
Tabel 3
Blueprint Skala Kemandirian
No Aspek
Kemandirian Favorable Unfavorable
Jumlah
Item Persentase
1 Kemandirian
Emosional
7,8,16,17,24,2
5,34,43, 44,56
9,26,35,36,45,
46,47,48,55,60 20 33.33%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
2 Kemandirian
tingkah laku
10,18,19,27,37
49,50,51,54,57
3,4,11,12,20,
28,29,38,39,52 20 33,33%
3 Kemandirian
nilai
1,2,5,15,21,
30,31,40,41,58
6,13,14,22,23,
32,33,42,53,59 20 33,33%
Total 30 30 60 100%
Pemeriksaan Mutu Skala
Pemeriksaan Validitas Isi
Pemeriksaan validitas isi skala Kemandirian dilakukan oleh dosen
pembimbing sebagai professional judgement. Peneliti memperbaiki dan merubah
item-item dalam skala tersebut agar mudah dipahami dan bertujuan untuk
memberikan penilain mengenai sejauh mana item-item relevan dengan atribut
psikologis yang hendak diukur dalam penelitian ini ialah kemandirian.
Pemeriksaan Ciri Psikometrik
Pemeriksaan ciri psikometrik alat ukur pada taraf item maupun skala dilakukan
melalui dua kali uji coba. Uji coba skala pertama dilakukan pada pelajar dalam
rentang usia 15-18 tahun dilakukan pada Kamis, 5 Maret 2020 dan Selasa 10 Maret
2020. Peneliti menyebarkan kuesioner di sekolah SMA Negeri 6 Yogyakarta pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kelas X dan XI MIPA. Pada hari pertama, peneliti memperoleh 48 orang dan hari
kedua memperoleh 30 orang. Total keseluruhan subyek adalah 78 orang.
Ciri psikometrik alat ukur pada taraf item diperiksa dengan melihat daya
diskriminasi tiap item. Daya diskriminasi item didapatkan dengan mengkorelasikan
skor item dengan skor total. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skor indeks
daya diskriminasi yang ideal terlebih dahulu yakni ≥ 0.30 (Supratiknya, 2014).
Kemudian, peneliti menggunakan daya diskriminasi yang tergolong positif yakni ≥
0.20 (Azwar, 2009). Dari data uji coba, item yang memiliki indeks daya
diskriminasi ≥ 0.30 berjumlah 19 item yang terdiri dari 13 item favorable dan 6
item unfavorable. Item yang memiliki indeks daya diskriminasi < 0.30 dan ≥ 0.20
berjumlah 10 item yang terdiri atas 7 item favorable dan 3 item unfavorable.
Sehingga, secara keseluruhan dari data uji coba terdapat 29 item yang memenuhi
standar indeks daya diskriminasi diantaranya 20 item favorable dan 9 item
unfavorable. Kemudian, terdapat 9 item yang memperoleh skor rit bernilai minus
dan terdapat 22 item yang memiliki rit ≤ 0.20 yakni 8 item favorable dan 14 item
unfavorable (lihat tabel 4).
Tabel 4
Distribusi Item
N
o
Aspek
Kemandirian Favorable
Jumlah
Item Unfavorable
Jumlah
Item
1 Emosional
7(0.3865),8(0.098),
16(0.3508), 17(0.1121),
24(0.084),25(0.2952),
10
9(0.1867),26(-0.0560),
35(-0.0577), 36(0.0229),
45(0.1168),46(0.1131),
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
34(0.3931),43(0.096),
44(0.3057), 56(0.4461)
47(0.3328),48(0.0060),
55(0.1960), 60(-0.0067)
2 Tingkah laku
50(0.3844), 10(0.2447),
18(0.2404), 19(0.4944),
27(0.1747), 37(0.065),
49(0.1637), 51(0.3351),
54(0.4179), 57(0.3734)
10
3(0.2399), 4(0.1544),
11(0.1537), 12(-0.2440),
20(-0.1023),28(0.1306),
29(0.1312), 38(0.1046),
39(0.1334), 52(0.2681),
10
3 Nilai
1(0.3470), 2(0.4065),
5(0.2760), 15(0.1540),
21(-0.057), 30(0.4144),
31(0.2795), 40(0.2249),
41(0.2498), 58(-0.1998)
10
6(0.023), 13(0.3393),
14(0.3317), 22(0.3570),
23(0.1544),
32(0.2773),33(0.0994),
42(0.3191), 53(0.3001),
59(-0.1763)
10
Total 30 30
Keterangan: nomor item(skor rit)
Untuk menyusun bentuk final skala yang seimbang, langkah pertama yang
dilakukan peneliti dalam melakukan seleksi item adalah menggugurkan 9 item yang
memiliki rit negatif (nomor item 12, 20, 21, 26, 35, 36, 58, 59 dan 60). Sehingga
diperoleh sisa item sebanyak 51 item yang terdiri dari 29 item dengan rit ≥ 0.20 dan
22 item dengan rit < 0.20. Kemudian, untuk menyusun skala final dengan distribusi
item yang setara disetiap aspek dan sifat favorable dan unfavorable nya, maka
peneliti melakukan beberapa langkah yakni menetapkan jumlah item disetiap aspek
dan sifatnya masing-masing 4 butir item. Sehingga jumlah keseluruhan item pada
skala final sebanyak 24 butir, hal ini dilakukan karena kriteria jumlah item yang
memenuhi syarat memuaskan dan reliabel ialah 20-30 item (Supratiknya, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Kemudian, peneliti menggugurkan kembali 10 butir item dari 29 item yang telah
memenuhi syarat skor indeks daya diskriminasi (2 item favorable pada aspek
emosional dengan nomor item 44 & 47, 3 item favorable pada aspek tingkah laku
dengan nomor item 10,18 dan 51, 3 item favorable pada aspek nilai dengan nomor
item 5,31 dan 41 dan 2 item unfavorable pada aspek nilai 32 dan 53).
Langkah-langkah seleksi item di atas dilakukan peneliti karena
mempertimbangkan hal yakni item-item yang digugurkan oleh peneliti adalah item
yang memiliki indeks daya diskriminasi rendah dan kurang berdampak pada
peningkatan koefisien reliabilitas skala. Dikarenakan item positif yang dipakai
tersisa 19 item, maka peneliti kembali menambahkan dan merevisi sebanyak 5 butir
dengan nomor item 4 dan 39 (aspek tingkah laku dan unfavorable), 9, 45 dan 55
(aspek emosional dan unfavorable). Hal ini dilakukan agar jumlah item memenuhi
standarisasi kriteria. Lalu untuk meratakan jumlah item dan variansi konten agar
seimbang disetiap aspeknya dan untuk memenuhi standar koefisien reliabilitas
skala yang baik. Kelima item tersebut diperiksa ulang daya diskiriminasinya
sebelum ditetapkan sebagai bagian dari final skala.
Uji coba kedua dilakukan untuk memeriksa ciri psikometrik alat ukur baru terdiri
dari 24 item meliputi 19 item hasil uji coba pertama dan lima item baru yang
ditambahkan. Uji coba dilakukan pada tanggal 16 April 2020 hingga 20 April 2020
dengan cara menyebarkan tautan kuesioner melalui tautan google form. Subyek
pada uji coba kedua ini ialah siswa-siswi sekolah menengah atas yang berasal dari
keluarga Batak di kota Pematang Siantar yang berjumlah 214 orang. Pemilihan
lokasi pada subyek penelitian ini dilakukan karena Pematang Siantar berada di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Sumatera Utara yang merupakan kota muara sebagian besar suku Batak bermukim.
Kemudian, pengumpulan data menggunakan google form dilakukan karena
bermanfaat dalam mengurangi biaya, kemudahan entri data dan kemampuan untuk
mengakses populasi yang berbeda.
Hasil pemeriksaan mutu psikometrik alat ukur baru pada taraf item adalah
sebagai berikut:
Tabel 5
Struktur Bentuk Final Skala Kemandirian
Aspek Pernyataan
Jumlah Persentase Favorable Unfavorable
Emosional 7(0.3865), 16(0.3508),
34(0.3931), 56(0.4461)
9(0.2189), 45(0.4094),
47(0.3328), 55(0.4068)
8 33,33%
Tingkah Laku 19(0.4944),50(0.3844),
54(0.4179), 57(0.3734)
3(0.2399), 4(0.2164),
39(0.2309), 52(0.2681)
8 33,33%
Nilai 1(0.3470), 2(0.4065),
30(0.4144), 31(0.2795)
13(0.3393), 14(0.3317),
22(0.3570), 42(0.3191)
8 33,33%
Total 12 12 24 100%
Keterangan: nomor item(skor rit)
Hasil koefisien item total (rit) pada final skala kemandirian secara keseluruhan
menunjukkan koefisien di atas 0.2. Skor rit tertinggi pada final skala ini adalah
0.4944 dan skor rit terendah adalah 0.2164.
Dari hasil uji coba kedua ini terbukti, baik 19 item lama maupun 5 item baru
terbukti memiliki daya beda yang baik. Maka, langkah berikutnya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
memeriksa mutu psikometrik alat ukur pada taraf skala, meliputi pemeriksaan
reliabilitas dan daya diskriminasi skala.
Pemeriksaan reliabilitas skala adalah konsistensi hasil pengukuran yang
dapat dipercaya bila dilakukan berulang kali terhadap suatu populasi, individu atau
kelompok. Kemudian, salah satu cara untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah
dengan menggunakan Alpha Cronbach (Supratiknya, 2014). Suatu konstruk
dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas ≥ 0.60 (Latan, 2014). Hasil
reliabilitas dalam penelitian ini sebesar 0.690. Hal ini menunjukkan bahwa skala
penelitian ini memperoleh skor Cronbach Alpha yang cukup reliabel untuk
digunakan.
Pemeriksaan daya diskriminasi skala diperiksa dengan menghitung
koefisien delta Ferguson yang memiliki kriteria ≥ 0.90. Besarnya delta Ferguson
dalam penelitian ini adalah 0.967. Hasil ini menunjukkan bahwa skala kemandirian
memiliki daya diskriminasi tes yang baik sehingga skala ini mampu menunjukkan
kemandirian subyek.
Artinya, bentuk baru Skala Kemandirian yang terdiri dari 24 item tersebut
terbukti memiliki mutu psikometrik yang memuaskan, baik pada taraf item maupun
pada taraf skala. Demi efisiensi dari segi waktu maupun biaya dan mengingat proses
pengambilan data dengan cara daring dalam uji coba kedua ini sudah
dipertimbangkan segi positif-negatifnya dan mengingat mutu psikometrik skala ini
terbukti baik, maka atas persetujuan dosen pembimbing data hasil uji coba kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
ini sekaligus dipakai sebagai data penelitian dengan hanya menggunakan data dari
subjek yang memenuhi kriteria (keluarga Batak) sebagai data terpakai.
Prosedur Penelitian
Dalam menyusun penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
penelitian kuantitatif. Perolehan subyek pada penelitian ini dilakukan dengan
meminta bantuan para guru di seluruh sekolah kota Pematang Siantar untuk
menyebarkan tautan kuesioner melalui tautan google form. Pengumpulan data
menggunakan google form dilakukan karena bermanfaat dalam mengurangi biaya,
kemudahan entri data dan kemampuan untuk mengakses populasi yang berbeda.
Teknik Analisi Data
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemandirian
remaja putra dan putri dalam keluarga Batak. Tahapan analisis data yang dilakukan
pada penelitian ini ialah pertama dengan melakukan uji perbedaan mean teoritik
dan mean empirik untuk memperoleh gambaran tingkat kemandirian secara umum
dengan menggunakan teknik one sample t-test. Uji perbedaan mean tingkat
kemandirian sampel laki-laki dan perempuan dilakukan pada taraf skala dan
subskala dalam rangka menguji hipotesis. Sehingga, sebelum menentukan teknik
statistik uji hipotesis yang dipakai, perlu dilakukannya uji asumsi terlebih dahulu
yakni uji normalitas dan homogenitas varians. Standar kriteria uji hipotesis diterima
pada penelitian ini jika perolehan skor signifikansi lebih kecil dari 0.05 (p< 0.05).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan data uji coba kedua yang sekaligus dipakai sebagai data
penelitian. Dari data yang terkumpul tidak ada satu pun data yang gugur dalam
proses pengumpulan.
Deskripsi Subyek Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 214 orang yang merupakan siswa-
siswi keluarga Batak dengan kriteria usia 15-18 tahun, yang tersebar dari sebelas
sekolah yang berbeda dan merupakan pelajar yang sedang berada di kelas 1-3 SMA.
Deskripsi subyek penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin partisipan, usia
partisipan dan kategorisasi suku Batak.
Berdasarkan jenis kelaminnya diperoleh subyek sebanyak 214 orang,
subyek berjenis kelamin laki-laki berjumlah 45 orang (21%). Sedangkan subyek
berjenis kelamin perempuan berjumlah 169 orang (79%).
Usia partisipan pada penelitian ini berkisar 15-18 tahun dengan Mean usia
partisipan penelitian adalah 16 tahun dengan SD = 1.008. Secara lengkap uraian
tentang usia partisipan penelitian adalah subyek berusia 15 tahun berjumlah 66
orang (30.8%). Subyek berusia 16 tahun berjumlah 76 orang (35.5%). Lalu, subyek
berusia 17 tahun berjumlah 44 orang (20.6%). Kemudian, subyek berusia 18 tahun
berjumlah 28 orang (13.1%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Berdasarkan latar belakang asal suku Batak diperoleh subyek yang berasal
dari keluarga Batak Toba berjumlah 155 orang (72.4%). Hal ini dapat dipengaruhi
oleh demografi tempat pengambilan data yang terletak di pulau Sumatera Utara.
Subyek terbanyak kedua berasal dari keluarga Batak Karo dengan jumlah 27 orang
(12.6%). Kemudian, subyek yang berasal dari keluarga Batak Simalungun
berjumlah 26 orang (12.1%). Lalu, subyek yang berasal dari keluarga Batak
Mandailing berjumlah 6 orang (2.8%).
Deskripsi Hasil Penelitian
Data deskriptif di bawah ini diperiksa melalui penyajian data mean dan SD
pada tingkat skala terlebih dahulu, kemudian melakukan uji beda mean empirik dan
mean teoritik pada tingkat skala untuk menafsirkan tinggi-rendah tingkat
kemandirian subyek secara keseluruhan dengan menggunakan teknik one sample t-
test. Data deskriptif yang diperoleh pada penelitian ini dituliskan dalam tabel 6.
Tabel 6
Deskripsi Statistik Data Kemandirian dan Hasil Uji One Sample t-Test (N=214)
Teoritik Empirik Perbedaan
Mean T Sig
Mean 60 72.97 12.97 202.493 .000
SD 12 5.271
Mean teoritik pada penelitian ini adalah 60 (SD = 12), dan mean empirik
sebesar 72.97 (SD = 5.271) dengan perbedaan Mean keduanya sebesar 12.97.
Perbedaan mean tersebut terbukti signifikan melalui signifikansi hasil uji t (t =
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
202.493, p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemandirian pada remaja
laki-laki dan perempuan secara umum tinggi.
Hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah perempuan
lebih mandiri dibandingkan dengan laki-laki pada siswa-siswi yang berasal dari
keluarga Batak. Hipotesis ini diuji pada tingkat skala dan subskala, sehingga untuk
menentukan teknik statistik yang dipakai perlu dilakukannya uji asumsi terlebih
dahulu yakni uji normalitas dan homogenitas varians.
Hasil uji normalitas terhadap kemandirian pada remaja menggunakan
Kolmogorov Smirnov test menunjukkan bahwa nilai signifikansi tingkat
kemandirian adalah 0.023 (p<0.05), hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi
tidak normal.
Uji homogenitas varians penelitian ini menggunakan uji Levene’s Test dengan
skor yang diperoleh 0.032 (p<0.05) yang berarti data tidak homogen.
Tabel 7
Hasil Uji Perbedaan Mean Pada Skala dan Subskala Antara Kelompok Laki-Laki
(N= 45) Dan Perempuan (N= 169)
Mean
Teoritik Mean & SD
Selisih Skor
Mean
Skala
Kemandirian 60
L Mean = 72.29
SD = 6.714
0.86
P Mean = 73.15
SD = 4.824
Emosional 20
L Mean = 25.56
SD = 3.341 0.42
P Mean = 25.98
SD = 2.326
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tingkah Laku 20
L Mean = 22.62
SD = 2.377 0.34
P Mean = 22.96
SD = 1.995
Nilai 20
L Mean = 24.11
SD = 2.289 0.1
P Mean = 24.21
SD= 2.098
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada taraf skala terdapat perbedaan
skor mean kemandirian laki-laki dan perempuan, dengan selisih skor sebesar 0.86.
Subyek dengan jenis kelamin perempuan memiliki skor mean sebesar 73.15 dan
skor laki-laki sebesar 72.29. Kemudian, pada taraf subskala terdapat pula perbedaan
skor mean di tiap aspeknya. Perempuan pada aspek emosional memiliki skor mean
sebesar 25.98 dan skor laki-laki sebesar 25.56, dengan selisih skor 0.42. Pada aspek
tingkah laku, perempuan memiliki skor mean sebesar 22.96 dan skor laki-laki
sebesar 22.62, dengan selisih skor 0.34. Aspek nilai, perempuan memiliki skor
mean sebesar 24.21 dan laki-laki sebesar 24.11, dengan selisih skor 0.1. Kemudian,
tabel di atas menunjukkan bahwa baik pada taraf skala dan subskala diperoleh hasil
mean empirik > mean teoritik, yang berarti tingkat kemandirian pada remaja laki-
laki dan perempuan cenderung tinggi.
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik non-
parametrik berupa Mann Whitney U Test. Teknik ini digunakan karena tidak
terpenuhinya uji asumsi normalitas dan homogenitas yang telah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Tabel 8
Hasil Uji Beda Mean Jenis Kelamin
Ranks
Jenis_Kelamin N Mean Rank Sum of Ranks
Kemandirian Laki-laki 45 103.52 4658.50
Perempuan 169 108.56 18346.50
Total 214
Tabel 9
Hasil Uji Mann Whitney Test
Kemandirian
Mann-Whitney U 3623.500
Wilcoxon W 4658.500
Z -.486
Asymp. Sig. (2-tailed) .627
Berdasarkan tabel 8, diketahui bahwa skor kemandirian lebih tinggi pada
kelompok perempuan (108.56) dibandingkan kelompok laki-laki (103.52). Pada
hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan mean,
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki
dan perempuan. Sehingga, tidak dapat dikatakan bahwa perempuan terbukti secara
signifikan lebih mandiri dari laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0.627 yang lebih besar dari 0.05.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kemandirian
pada remaja laki-laki dan perempuan dalam keluarga Batak. Berdasarkan hasil uji
asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data terdistribusi tidak normal, tidak
homogen dan hipotesis pada penelitian ini ditolak. Meskipun terdapat perbedaan
skor mean pada kelompok laki-laki dan perempuan, namun tidak dapat dikatakan
bahwa perempuan terbukti secara signifikan lebih mandiri dibandingkan laki-laki
(p>0.05). Santoso (2010) mengatakan bahwa tidak terpenuhinya uji asumsi dan
signifikansi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni yang pertama keadaan
tertentu yang membuat subyek tidak sungguh-sungguh dalam mengisi kuesioner,
sehingga subyek cenderung tidak kooperatif dan bahkan ekstrim dalam mengisi
kuesioner. Lalu, yang kedua terdapatnya jumlah sampel pada penelitian ini yang
tidak merata di mana subyek perempuan lebih banyak dibandingkan subyek laki-
laki.
Pada hasil perhitungan mean teoritik dan empirik pada taraf skala dan
subskala diketahui bahwa secara umum tingkat kemandirian laki-laki dan
perempuan cenderung tinggi (mean empirik > mean teoritik). Adapun faktor yang
dapat mempengaruhi kemandirian remaja adalah yang pertama hal ini dapat terjadi
karena usia subyek pada penelitian ini membuat mereka telah memiliki kesadaran
mengenai tugas dan tanggungjawab sebagai remaja yaitu untuk mencapai
kemandirian. Faktor usia subyek yang berada pada rentang 15-18 tahun di mana
pada masa ini remaja mulai memiliki keinginan untuk melepaskan diri dari
ketergantungan pada orang lain. Sehingga, perolehan hasil uji beda mean empirik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
> mean teoritik mendukung tingginya kemandirian remaja laki-laki dan perempuan
dalam keluarga Batak. Pandangan ini didukung oleh Sutton (seperti dikutip dalam
Masrun et al., 1986) yang menjelaskan pertambahan usia dan proses belajar
membuat individu semakin mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
Lebih lanjut, faktor usia subyek juga dapat menyebabkan tidak terdapatnya
perbedaan tingkat kemandirian antara laki-laki dan perempuan pada penelitian ini.
Berdasarkan, tingginya skor mean yang diperoleh secara keseluruhan pada laki-laki
dan perempuan, hal ini menunjukkan bahwa subyek penelitian memiliki kesadaran
akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang remaja.
Kemudian, berdasarkan hasil uji perbedaan mean pada tiap aspek (subskala)
diketahui bahwa remaja laki-laki dan perempuan cenderung mampu
mengembangkan kemandirian secara emosional, tingkah laku dan nilai (mean
empirik > mean teoritik). Hal ini sesuai dengan analisis Steinberg (2002) yang
menjelaskan terdapat tiga aspek kemandirian yang perlu dimiliki remaja untuk
mencapai kemandirian. Remaja dengan kemandirian yang baik dapat ditandai
dengan sudah mampu memutuskan kelekatan emosionalnya terhadap figur otoritas
yakni orang tua (aspek emosional), mampu menentukan pilihan dan
mempertanggungjawabkannya (aspek tingkah laku) dan mampu melibatkan proses
penalaran dan kemampuan berpikirnya dalam mengevaluasi suatu masalah hal
(aspek nilai).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masrun (1986) yang mengungkap
studi mengenai kemandirian pada penduduk di tiga suku bangsa (Jawa, Batak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Bugis). Dilihat dari jenis kelamin pada ketiga kelompok suku yakni Jawa, Batak
dan Bugis, kelompok pria lebih mandiri dibandingkan dengan wanita. Hasil
penelitian Masrun ini tidak sejalan dengan hasil pada penelitian ini yakni tidak
terdapatnya perbedaan tingkat kemandirian yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan dalam keluarga Batak. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sitorus dan Warsito (2013)
membahas tentang tidak terdapatnya perbedaan tingkat kemandirian dan
penyesuaian diri mahasiswa perantauan suku Batak ditinjau dari jenis kelamin. Hal
ini dikarenakan setiap mahasiswa perantauan suku Batak ternyata memiliki
komponen kemandirian, mampu beradaptasi dan memiliki penguasaan diri.
Kesimpulan dari hasil penelitian perbedaan tingkat kemandirian remaja
laki-laki dan perempuan dalam keluarga Batak menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan skor mean pada kelompok laki-laki dan perempuan, namun tidak dapat
dikatakan bahwa perempuan terbukti secara signifikan lebih mandiri dibandingkan
laki-laki, sehingga hipotesis pada penelitian ini ditolak. Meskipun demikian, taraf
kemandirian remaja pada penelitian ini secara umum tinggi baik pada taraf skala
maupun subskala.
Keterbatasan dalam penelitian ini ialah jumlah sampel yang tidak merata di
mana subyek perempuan lebih banyak dibandingkan subyek laki-laki. Lalu, peneliti
tidak mempertimbangkan faktor urutan kelahiran pada identitas subyek penelitian,
sehingga peneliti tidak dapat memastikan apakah seluruh subyek mengalami
perbedaan pola asuh berbasis budaya Batak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan hipotesis yang diajukan
sebelumnya, yakni perempuan lebih mandiri dibandingkan laki-laki. Sedangkan,
hasil yang diperoleh adalah meskipun terdapat perbedaan skor mean pada
kelompok laki-laki dan perempuan, namun tidak dapat dikatakan bahwa perempuan
terbukti secara signifikan lebih mandiri dibandingkan laki-laki. Penelitian ini tidak
dapat digeneralisasikan kepada kelompok populasi karena data yang diperoleh tidak
terdistribusi normal.
Keterbatasan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, tentu masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan diantaranya jumlah sampel yang tidak merata di mana subyek
perempuan lebih banyak dibandingkan subyek laki-laki.
Peneliti tidak mempertimbangakan faktor urutan kelahiran terhadap
identitas subyek penelitian, faktor urutan kelahiran yang dimaksud ialah apakah
subyek memiliki saudara laki-laki di dalam keluarganya atau tidak. Sehingga
peneliti tidak dapat memastikan apakah seluruh subyek mengalami perbedaan pola
asuh berbasis budaya Batak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Saran
Berdasarkan uraian penelitian di atas, berikut ini beberapa saran yang dapat
peneliti ajukan, antara lain :
1. Bagi Pelajar
Para pelajar diharapkan tetap memiliki kesadaran mengenai tugas dan
tanggungjawabnya sebagai remaja untuk mencapai kemandirian.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat memastikan terlebih
dahulu bahwa sampel yang akan dituju mengalami fenomena perbedaan
pola asuh berbasis budaya Batak. Kemudian dapat menambahkan variabel
lain sebagai variabel kontrol seperti faktor pola asuh, urutan kelahiran,
intelegensi yang dapat mempengaruhi kemandirian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
DAFTAR ACUAN
Agustina, E.F., & Mailasari, D.U. (2017). Spoiled children: problem dan solusi.
Thufula: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 5(2), 332-357.
http://dx.doi.org/10.21043/thufula.v5i2.3479
Aninda, R.N. (2013). Nilai anak perempuan pada keluarga Batak ditinjau dari ibu
dewasa awal dan dewasa madya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,
2(1), 1-13.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas. Pustaka Pelajar.
Bi, X., Yang, Y., Li, H., Wang, M., Zhang, W & Deckard, K.D. (2018). Parenting
styles and parent-adolscent relationships: the mediating roles of behavioral
autonomy and parental authority. Frontiers In Psychology. Vol 9, 113.
10.3389/fpsyg.2018.02187
Berk, Laura E. (2012). Development through the lifespan (Edisi Kelima Dari
Prenatal sampai remaja. Pustaka Pelajar.
Burton, Graeme. (1999). Media dan budaya populer. Jalasutra.
Desmita. (2010). Psikologi perkembangan. PT Remaja Rosdakarya.
Endriani, N. (2016). Perbedaan motivasi berprestasi dan aspirasi pendidikan siswa
ditinjau dari jenis kelamin dan latar belakang budaya serta implikasinya dalam
pelayanan bimbingan dan konseling. Jurnal Penelitian Bimbingan dan Konseling,
1(2), 104-119.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Ernes, Y. (2018, Agustus, 31). Perlukah mengajarkan kesetaraan gender sejak dini
kepada anak?
https://kbr.id/082018/perlukah_mengajarkan_kesetaraan_gender_sejak_dini_kepa
da_anak_/97142.html
Farihah., Gandamana, A., Erni., & Sitorus, M,A. (2019). Pola asuh keluarga dalam
upaya pembentukan kemandirian anak berdasarkan persepsi budaya di kota medan.
Elementary School Journal. 9(4), 318-326.
Feist, & Feist. (2009). Teori kepribadian jilid 1. Salemba Humanika.
Ginting. (1985). Kebudayaan batak dalam manusia dan kebudayaan Indonesia.
Jambatan.
Firmando H.B. (2020). Potret pengarusutamaan gender dalam kehidupan keluarga
batak toba di tapanuli utara (analisis gender pendekatan sosiologis). Jurnal Ilmiah
Sosiologi Agama. 3(1), 47-62
Ginting, E.D. J., & Sitepu, O.C. (2013). Perbedaan adversity quotient pada
wirausahawan batak toba dan jawa. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara.
Ginting, S.U., Nofasari, E., & Lubis, F.W. (2018). Ideologi gender pada perempuan
batak karo dan perempuan jawa di desa purwobinangun (kajian wacana kritis).
Jurnal Seminar Nasional Royal (SENAR). 533-536.
Granello, D.H. & Wheaton, J.E. (2004). Online data collection: strategies for
research. Journal of Counseling & Development, 82, 387-393.
Gultom. (1992). Dalihan natolu. nilai budaya suku batak. CV.Armanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Gunarsa, Y.S., & Gunarsa, S.D. (1981). Psikologi remaja. BPK Gunung Agung.
Harahap, B.H., & Siahaan, H.M. (1987). Orientasi nilai-nilai budaya batak.
Sanggar Willem Iskander.
Harahap, E.St. (1960). Perihal bangsa batak. Bagian Bahasa Kebudajaan Dep, P.P
dan K.
Hurlock, E.B. (1991). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Erlangga.
Hurlock, E.B. (1999). Child development jilid II, terjemahan tjandrasa. Erlangga.
Hurlock, E.B. (2008). Perkembangan anak jilid 1 edisi keenam. Erlangga.
Hutahaean A.N.P.S., & Agustina Winarti. (2020). Peran filosofi budaya batak toba
dalam dunia pendidikan. Jurnal Sosial dan Budaya. 9(3), 313-324.
https://doi.org?10.33772/etnoreflika.v9i3.895
Irianto, S. (2003). Perempuan di antara berbagai pilihan hukum. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Irmawati. (2004). Motivasi berprestasi dan pola pengasuhan pada suku bangsa
batak toba di desa parparean II dan suku bangsa melayu di desa bogak. Program
Pasca Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Irnawati. (2011). Motivasi dan pola pengasuhan pada suku bangsa batak toba di
desa parparean II kecamatan porsea-kabupaten tapanuli utara propinsi daerah
tingkat I sumatera utara. Jurnal Psikologi Sosial, 9(01), 22-32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Latan, H. (2014) Aplikasi analisis data statistik untuk ilmu sosial sains dengan IBM
SPSS. Alfabeta.
Leofitri, J., Indrasari, Y.S., & Menaldi, A. (2014). Perbandingan motivasi
berprestasi dan urutan kelahiran psikologis pada remaja laki-laki bersuku Batak
Toba. Jurnal Psikologi Sosial.
Lerner, R.M. (1976). Concept and theories of human development. Addison-
Wesley Publishing Company Inc.
Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Usaha Nasional.
Masrun., Martono., Haryanto., Purba, H., Utami, M.S., Bawani, N.A., Aritonang,
L., & Sutcipto, H. (1986). Studi mengenai kemandirian pada penduduk di tiga suku,
laporan penelitian kantor menteri negara dan lingkungan hidup. Fakultas Psikologi
UGM.
Novilita Hairina., & Suharnan. (2013). Konsep diri adversity quotient dan
kemandirian belajar siswa. Jurnal Psikologi. 8(1), 619-632.
Nuryoto, S. (1992). Kemandirian remaja ditinjau dari tahap perkembangan, jenis
kelamin dan peran jenis. Fakultas Psikologi UGM.
Odhe, R.S.V. (2017). Hubungan adversity quotient dengan kemandirian pada
remaja perantau batak. Fakultas Psikologi Universitas Andalas.
Paramitha, K., & Basaria, D. (2018). Pola asuh ayah terhadap anak perempuan dan
anak laki-laki keluarga patrilineal. Jurnal Muara Ilmu Sosial Humaniora dan Seni,
2(1), 1-13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Pariwisata Sumut. (2014, 30 Agustus). Tiga suku asli dari Sumatera Utara.
PariwisataSUMUT.NET.
https://www.pariwisatasumut.net/2014/08/3-suku-asli-dari-sumatera-utara.html.
Purbasari, K.D., & Nawangsari, N.A.F. (2016). Perbedaan kemandirian pada
remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi pola asuh orang
tua. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 5(1).
Rangkuti, E.N.A., & Fatmariza. (2020). Karakter anak pada perkawinan campuran
suku minangkabau dan batak di kelurahan tanjung buntung. Journal of Civic
Education. 3(4), 421-429
Rochmah, E.Y. (2005). Psikologi perkembangan. Teras.
Santosa, A.W.U., & Marheni, A. (2013). Perbedaan kemandirian berdasarkan tipe
pola asuh orang tua pada siswa smp negeri di Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana.
1(1), 54-62. https://doi.org/10.24843/JPU.2013.v01.i01.p06.
Santoso, A. (2010). Statistika untuk psikologi dari blog menjadi buku. Universitas
Sanata Dharma.
Santoso, S. (2003). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS versi 11.5.
PT. Elex Media Komputindo.
Santrock. J.W. (2008). Psikologi pendidikan. Prenada Media Group.
Santrock, J.W. (2009). Perkembangan anak. Edisi 11. Erlangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Sekaran, U. (2006). Metodologi penelitian untuk bisnis buku 2 edisi 4. Salemba
Empat.
Shaffer, D.R. (2002). Developmental psychology: childhood & adolescence. sixth
edition. Wadsworth/Thomson learning, Inc.
Siantar Rap Foundation. (2015). Boru ni Raja (Lagu). Dalam Tobanese. Awenz;
Sumatera Utara.
Sianturi, J. (2017). Makna anak laki-laki di masyarakat batak toba. JOM FISIP,
4(2). 1-12.
Simangunsong F. (2013). Pengaruh hagabeon, hamoraon, dan hasangapon terhadap
ketidaksetaraan gender dalam amang parsinuan. Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan
Kesastraan. 1(2), 207-220.
Simbolon, C.J., & Siregar, R.H. (2014). Nilai hagabeon dan upaya memperoleh
keturunan pada pasangan suku batak toba yang infertil. Jurnal Psikologia. 9(1), 25-
31.
Sinaga, B. (2009). Model pembelajaran bermuatan soft skills dengan pola interaksi
sosial dalihan na tolu. Jurnal Generasi Kampus, 2(1).
Siregar, A. (2018). Menolak ayah. Kepustakaan Populer Gramedia
Siregar, M. (2018). Ketidaksetaraan gender dalam dalihan natolu. Jurnal Studi
Kultural, 3(1), 13-15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Sitorus, L.I.S., & Warsito, WS.H. (2013). Perbedaan tingkat kemandirian dan
penyesuaian diri mahasiswa perantauan suku Batak ditinjau dari jenis kelamin.
Jurnal Character, 1(2), 1-6.
Soesens, B., Vansteenkiste, M., Lens, W., Luyckx, K., Goossens, L., Beyers, W.,
& Ryan, R.M. (2007). Conceptualizing parental autonomy support: Adolescent
perceptions of promotion of independence versus promotion of volitional
functioning. Developmental Psychology, 43(3), 633–646.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Sagung
Seto.
Steinberg, L. (2002). Adolescence Sixth edition. McGraw Hill Inc.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Afabeta.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Alfabeta.
Sukardi. (2004). Metodologi penelitian pendidikan: kompetensi dan praktiknya.
Bumi Aksara
Sunarty, K. (2016), Hubungan pola asuh orangtua dan kemandirian anak. Jurnal
EST (JEST), 2(3), 152-160.
Supardi. (2013). Aplikasi statistika dalam penelitian konsep statistika yang lebih
komprehensif. Change Publication.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran psikologis. Sanata Dharma University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Susanto, A. (2018). Bimbingan dan konseling di sekolah (konsep teori dan
aplikasinya). Prenadamedia Group.
Tobing, D.H., & Alfiani, C. (2018). Hubungan antara konformitas dengan motivasi
berprestasi pada mahasiswa suku batak di universitas udayana. Jurnal Psikologi
Udayana, 5(1), 116-122.
Vergouwen, J. (2004). Masyarakat dan hukum adat Batak Toba. LKiS.
Wasinah. (2015). Peran pola asuh otoritatif orang tua, pendidikan orang tua dan
jumlah saudara terhadap kemandirian anak. Psikopedagogia, 4(2), 104-114.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI