grief pada remaja putra karena kedua orang tuanya meninggal

16
Judul : Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal Nama/Npm : Intan Cahyasari/10503095 Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si ABSTRAK Kehilangan seseorang yang kita cintai akibat kematian merupakan hal yang tidak diinginkan oleh setiap orang. Setiap peristiwa kematian yang terjadi akan timbul rasa kesedihan dan kesedihan tersebut akan berakibat timbulnya grief. Grief merupakan rasa duka yang dialami bagi seseorang yang ditinggal oleh orang yang dicintainya karena kematian. Grief muncul saat seseorang terpisah dari seseorang atau sesuatu yang penting bagi dirinya, grief merupakan reaksi yang wajar terhadap kehilangan seseorang karena kematian. Umumnya grief terdiri dari penderitaan, kekosongan, kemuraman dan depresi. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui gejala-gejala pada grief, terutama grief yang yang dialami oleh remaja. Masa remaja merupakan masa transisi ke arah dewasa, masa peralihan dari imaturasi masa kanak-kanak kepada maturasi masa dewasa, serta persiapan untuk masa depan, sehingga remaja membutuhkan bimbingan serta perhatian yang lebih untuk mengarahkan dirinya menjadi lebih baik. Jika seorang remaja, khususnya remaja putra dihadapkan oleh peristiwa kehilangan seseorang ataupun sesuatu yang berharga dalam hidupnya karena kematian, dapat membuat jiwanya semakin menjadi labil. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana reaksi grief yang muncul pada remaja putra, proses perkembangan grief dan faktor yang menyebabkan grief pada remaja putra. Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Menurut Creswell, Denzin & Lincoln (dalam Heru Basuki, 2006) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Penelitian ini meneliti tentang grief pada remaja putra karena kedua orang tuanya meninggal. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang usianya diantara 11-24 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, grief yang muncul pada subjek dapat dilihat dari ekspresi yang muncul yaitu ekspresi fisik, ekspresi kognitif, ekspresi afektif, dan ekspresi dalam bentuk tingkah laku. Selain dari ekspresi juga dapat dilihat dari proses perkembangan grief yang telah dilalui oleh subjek yaitu denial, realization, feeling of abandonment, despair crying, restlessness, anger, guilt, feeling of loss, longing, voluntary return to society. Subjek melewati proses perkembangan grief, namun pada proses perkembangan yang terakhir yaitu the deminishment of grief and the beginning of full recovery subjek belum mampu melewatinya. Adapun faktor yang menyebabkan grief yang dialami subjek yaitu hubungan individu dengan almarhum, proses kematian, jenis kelamin orang yang ditnggalkan, latar belakang keluarga, support system. Kata kunci: grief, remaja, kematian orang tua, kesedihan, kehilangan,

Upload: trancong

Post on 13-Jan-2017

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Judul : Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Nama/Npm : Intan Cahyasari/10503095

Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si

ABSTRAK

Kehilangan seseorang yang kita cintai akibat kematian merupakan hal yang tidak

diinginkan oleh setiap orang. Setiap peristiwa kematian yang terjadi akan timbul rasa kesedihan

dan kesedihan tersebut akan berakibat timbulnya grief. Grief merupakan rasa duka yang dialami

bagi seseorang yang ditinggal oleh orang yang dicintainya karena kematian. Grief muncul saat

seseorang terpisah dari seseorang atau sesuatu yang penting bagi dirinya, grief merupakan

reaksi yang wajar terhadap kehilangan seseorang karena kematian. Umumnya grief terdiri dari

penderitaan, kekosongan, kemuraman dan depresi.

Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui gejala-gejala

pada grief, terutama grief yang yang dialami oleh remaja. Masa remaja merupakan masa

transisi ke arah dewasa, masa peralihan dari imaturasi masa kanak-kanak kepada maturasi

masa dewasa, serta persiapan untuk masa depan, sehingga remaja membutuhkan bimbingan

serta perhatian yang lebih untuk mengarahkan dirinya menjadi lebih baik. Jika seorang remaja,

khususnya remaja putra dihadapkan oleh peristiwa kehilangan seseorang ataupun sesuatu yang

berharga dalam hidupnya karena kematian, dapat membuat jiwanya semakin menjadi labil.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana reaksi grief yang muncul pada remaja

putra, proses perkembangan grief dan faktor yang menyebabkan grief pada remaja putra.

Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

jenis penelitian studi kasus. Menurut Creswell, Denzin & Lincoln (dalam Heru Basuki, 2006)

penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang

mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian

permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan

positivismenya. Penelitian ini meneliti tentang grief pada remaja putra karena kedua orang

tuanya meninggal. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang usianya

diantara 11-24 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, grief yang muncul pada subjek dapat dilihat dari ekspresi

yang muncul yaitu ekspresi fisik, ekspresi kognitif, ekspresi afektif, dan ekspresi dalam bentuk

tingkah laku. Selain dari ekspresi juga dapat dilihat dari proses perkembangan grief yang telah

dilalui oleh subjek yaitu denial, realization, feeling of abandonment, despair crying, restlessness,

anger, guilt, feeling of loss, longing, voluntary return to society. Subjek melewati proses

perkembangan grief, namun pada proses perkembangan yang terakhir yaitu the deminishment of

grief and the beginning of full recovery subjek belum mampu melewatinya. Adapun faktor yang

menyebabkan grief yang dialami subjek yaitu hubungan individu dengan almarhum, proses

kematian, jenis kelamin orang yang ditnggalkan, latar belakang keluarga, support system.

Kata kunci: grief, remaja, kematian orang tua, kesedihan, kehilangan,

Page 2: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Kematian merupakan bagian yang tidak

terlepas dari kehidupan manusia. Kematian

merupakan fakta hidup, setiap manusia di

dunia ini pasti akan mati. Kematian tidak

hanya dialami oleh kaum usia lanjut, tapi

juga oleh orang-orang yang masih muda,

anak-anak bahkan bayi. Seseorang dapat

meningal karena sakit, usia lanjut,

kecelakaan, dan sebagainya. Jika seseorang

meninggal dunia, peristiwa kematian

tersebut tidak hanya melibatkan dirinya

sendiri namun juga melibatkan orang lain,

yaitu orang-orang yang ditinggalkannya,

kematian dapat menimbulkan penderitaan

bagi orang-orang yang mencintai orang yang

meninggal tersebut (Turner & Helms, 1995).

Kehilangan seseorang yang dekat dan

dicintai karena kematian merupakan suatu

peristiwa yang tidak dapat dibandingkan

dengan peristiwa-peristiwa lain bagi

seseorang yang ditinggalkan, karena hal

tersebut tidak hanya berdampak pada orang

itu saja, tetapi juga berdampak pada orang-

orang disekitarnya. Setiap orang yang

meninggal akan disertai dengan adanya

orang lain yang ditinggalkan, untuk setiap

orang tua yang meninggal akan ada anak-

anak yang ditinggalkan. Kematian dari

seseorang yang kita kenal terlebih yang

sangat kita cintai, akan sangat berpengaruh

terhadap kehidupan kita selanjutnya.

Apalagi jika orang tersebut dekat dengan

kita, orang yang dikasihi, maka akan ada

masa dimana kita akan meratapi kepergian

mereka dan merasa kesedihan yang

mendalam. Kita juga merasa sangat

kehilangan, tidak bahagia, dan kurang dapat

menjalani kehidupan dengan baik (Stroebe,

Stroebe & Hansson, 1993).

Orang tua merupakan orang yang paling

dekat dengan anak, hangatnya sebuah

keluarga akan membuat kedekatan yang

terjalin antara anak dan orang tua, dan

kedekatan itu akan membuat anak menjadi

merasa aman dan nyaman, ketika seorang

remaja dihadapkan pada suatu peristiwa

yang tidak diinginkan dalam hidupnya pasti

akan merasa berat untuk menerimanya,

seperti peristiwa kematian yang dapat

memisahkan hubungan antara orang tua dan

anak, peristiwa tersebut sulit untuk diterima

oleh siapapun karena tidak ada satu orang

pun yang akan benar-benar siap ketika harus

kehilangan orang yang dicintainya.

Peristiwa itu akan membuat seorang remaja

yang mengalaminya menjadi syock dan

terpukul, juga merasa kehilangan seseorang

yang sangat berarti dalam hidupnya, saat

mengalami kehilangan orang yang dicintai

setiap orang akan memberikan reaksi

terhadap kehilangan tersebut dengan

berbagai cara. Salah satu cara yaitu dengan

reaksi psikologis seperti merasa kesepian,

putus asa dan takut, dan hal tersebut

merupakan hal yang normal bagi seseorang

yang mengalami kehilangan karena

kematian (Atwater, 1999).

Rice (1993), mengemukakan bahwa

kehilangan orang yang dicintai diidentifikasi

sebagai suatu kehilangan yang sangat

mendalam. Bagi seorang remaja baik putra

maupun putri pasti memiliki perasaan

kehilangan, tetapi dalam meluapkan dan

mengekspresikan perasaannya berbeda,

untuk remaja putra biasanya memiliki

perasaan kehilangan yang cenderung sulit

untuk diungkapkan, lebih pada menahan dan

memendam perasaannya tersebut sedangkan

untuk remaja putri cenderung lebih memiliki

perasaan yang sensitif dan lebih peka, lebih

menunjukkan kesedihan dan rasa

kehilangannya. Remaja putri biasanya akan

merasa kurang percaya diri untuk

bersosialisasi dilingkungannya. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan empat tahun lalu

(Fivush & Buckner dalam Martin & Doka,

2000), bahwa wanita memiliki tingkat

kepekaan emosional yang lebih tinggi

terhadap dirinya serta lebih sering

mengungkapkan perasaannya secara verbal,

sedangkan pria cenderung menekan ekpresi

perasaannya. Berbeda dengan Kubler-Ross

(dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa

untuk proses adaptasi pria yang mengalami

grief akan lebih lama dibanding dengan

wanita, dikarenakan wanita secara umum

sudah terbiasa tinggal dan hidup sendiri.

Keberhasilan seseorang untuk dapat

Page 3: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

mengatasi grief yang dialaminya dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

faktor subjektif (jenis kelamin dan coping

style), faktor diadik (karakteristik dan

kualitas dari ikatan emosional), faktor sosial

(dukungan sosial), hasil penelitian yang

dilakukan oleh (Fivush & Bucker, dkk

dalam Stroebe, 1987) terhadap ketiga faktor

itu mengimplikasikan adanya perbedaan

gender pada proses grief yang dilakukan

oleh remaja setelah suatu proses kehilangan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat

diketahui bahwa peristiwa kematian dapat

menyebabkan grief, grief dapat dialami oleh

siapa saja termasuk remaja. Grief yang

dialami oleh remaja putra berbeda dengan

grief yang dialami oleh remaja putri, karena

remaja putra cenderung sulit untuk

mengungkapkan rasa grief yang dialaminya,

oleh karena itu pembahasan tentang grief

pada remaja menarik untuk diteliti, karena

dimasa remajanya, seorang remaja sangat

membutuhkan kasih sayang, perhatian dan

kehangatan dari orang tua, mereka akan

bangga dengan adanya seseorang yang

mereka kagumi dalam hidupnya seperti

sosok orang tua, tetapi disaat itulah dimasa

remajanya mereka kehilangan sosok yang

mereka kagumi karena peristiwa kematian.

2.Pertanyaan Penelitian Bagaimana ekspresi grief pada remaja

putra yang kedua orang tuanya meninggal,

faktor apa yang menyebabkan grief pada

remaja putra, bagaimana proses

perkembangan grief yang dialami oleh

remaja putra.

3.Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini untuk

melihat bagaimana hasil dari gambaran grief

yang dialami remaja, dan dari hasil

gambaran tersebut kita dapat melihat

ekspresi yang muncul dari grief, melihat

faktor yang menyebabkan grief, dan untuk

melihat proses perkembangan grief yang

dialami oleh remaja putra.

4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis, Hasil dari penelitian

diharapkan bisa menambah wacana peneliti

dalam ilmu-ilmu psikologi terutama pada

psikologi perkembangan dan psikologi klinis

mengenai grief, terutama grief yang dialami

oleh remaja karena kehilangan kedua orang

tuanya. Dari hasil penelitian seperti faktor

yang menyebabkan grief yaitu komunikasi

pada keluarga yang ditinggalkan setelah

kematian membuat hubungan antara anggota

keluarga semakin erat dan terjalin lebih

baik. Lalu dari hasil proses perkembangan

grief, yaitu realization dimana seseorang

yang ditinggalkan mulai menyadari bahwa

kematian tersebut telah terjadi.

2. Manfaat Praktis, Dari segi praktis ini,

peneliti berharap dapat memberikan wacana

pengetahuan pada masyarakat luas mengenai

grief, pemahaman tentang grief dan semua

hal yang berhubungan dengan grief. Dari

hasil penelitian yang menyebabkan grief,

yaitu support system bahwa dukungan yang

diberikan oleh orang disekitarnya bisa

memberikan kekuatan dan membangun

kembali rasa kepercayaan diri. Lalu dari

proses perkembangan grief yaitu guilt,

bahwa seseorang yang ditinggalkan merasa

bersalah atas kematian yang terjadi namun

dapat membuat orang yang ditinggalkan

tersebut menjadi lebih terpacu untuk

memperbaiki kesalahan yang telah

dilakukan.

B. Tinjauan Pustaka

1. Grief

a. Pengertian Grief Menurut Kail dkk (2000), grief adalah

suatu reaksi yang diakibatkan oleh

bereavement (suatu kondisi emosional yang

penuh dengan kesedihan dan tekanan karena

kematian). Hal tersebut serupa dengan yang

dikemukakan oleh Parkes & Stroebe, dkk

(1988) bahwa grief sebagai respon

emosional yang disebabkan oleh kehilangan,

karena hal tersebut merupakan pengalaman

emosional yang pribadi pada setiap individu

yang mengalami kehilangan orang yang

dicintai.

b. Ekspresi dan Reaksi Yang Muncul

Pada Grief Kematian seseorang dapat menimbulkan

grief pada orang yang ditinggalkan.

Page 4: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Menerima kenyataan bahwa orang yang

dicintai telah meninggal dunia merupakan

hal yang menyakitkan. Dacey & Travers

(2002), membagi ekspresi duka kedalam

empat macam, yaitu:

a. Ekspresi Fisik, contohnya adalah

kehilangan selera makan, sulit tidur, sakit

pada tenggorokan, dada, terlalu sensitif pada

suara, depersonalization, mulut kering,

susah untuk bernafas, otot lemah dan

kehilangan energi.

b. Ekspresi Kognitif, contohnya adalah

kebingungan, ketidakpercayaan,

ketergantungan pada kenangan tentang

almarhum namun pada remaja

ketergantungan ini biasanya hanya

berlangsung sementara.

c. Ekspresi Afektif, contohnya lelah, takut,

cemas, menderita, bersalah, marah, depresi,

penyangkalan dan dorongan untuk

melakukan bunuh diri.

d. Ekspresi dalam bentuk tingkah laku, yaitu

perubahan perilaku sebagai keluaran dari

perubahan afektif, kognitif dan fisik.

Misalnya perubahan perilaku keseharian dari

seseorang, dari aktif secara sosial menjadi

menutup diri terhadap orang lain.

c. Faktor Yang Menyebabkan Grief Ada beberapa faktor yang menyebabkan

grief, faktor tersebut dikemukakan oleh

(Aiken, 1994), yaitu:

a. Hubungan individu dengan almarhum,

yaitu reaksi-reaksi dan rentang waktu masa

berduka yang dialami setiap individu akan

berbeda tergantung dari hubungan individu

dengan almarhum, dari beberapa kasus dapat

dilihat hubungan yang sangat baik dengan

orang yang telah meninggal diasosiasikan

dengan proses grief yang sangat sulit.

b. Kepribadian, usia dan jenis kelamin orang

yang ditinggalkan, merupakan perbedaan

yang mencolok ialah jenis kelamin dan usia

orang yang ditinggalkan. Secara umum grief

lebih menimbulkan stress pada orang yang

usianya lebih muda.

c. Proses Kematian, cara dari seseorang

meninggal juga dapat menimbulkan

perbedaan reaksi yang dialami orang yang

ditinggalkannya. Pada kematian yang

mendadak kemampuan orang yang

ditinggalkan akan lebih sulit untuk

menghadapi kenyataan. Kurangnya

dukungan dari orang-orang terdekat dan

lingkungan sekitar akan menimbulkan

perasaan tidak berdaya dan tidak

mempunyai kekuatan, hal tersebut dapat

mempengaruhi kemampuan seseorang

dalam mengatasi grief.

d. Proses Perkembangan Grief Turner & Helms (1987), menyebutkan

bahwa ada beberapa tahapan dari grief yang

dijelaskan secara lebih rinci, yaitu:

a. Denial Of Loss, pada fase ini orang yang

ditinggalkan tidak percaya dan menyangkal

kenyataan bahwa orang yang dicintai telah

tiada. Reaksi yang biasanya muncul pada

fase ini adalah “Tidak mungkin dia sudah

meninggal.”

b. Realization Of Loss, pada fase ini orang

yang ditinggalkan secara emosional mulai

menyadari bahwa orang yang dicintainya

memang sudah meninggal. Umumnya reaksi

yang muncul adalah “Ya Tuhan, hal ini

memang terjadi, dia sudah pergi untuk

selamanya.”

c. Feeling of abandonment, alarm, and

anxiety, pada fase ini orang yang

ditinggalkan merasa khawatir dan gelisah.

Karena telah ditinggalkan oleh orang yang

dicintainya, reaksi yang biasanya muncul

pada fase ini adalah “Tuhan, bagaimana

saya menjalani semua ini sendirian?”

d. Despair, crying, physical numbness,

mental confusion, indecisiveness pada fase

ini orang yang ditinggalkan akan merasa

putus asa, menangis, mati rasa, bingung dan

bimbang akibat kematian orang yang

dicintai.

e. Restlessness (a product of anxiety),

insomnia, loss of appetite, irritability, loss of

self control, wondering mind. Pada fase ini

orang yang ditinggalkan akan mengalami

keresahan (hasil dari kecemasan), insomnia,

nafsu makan hilang, cepat marah, kontrol

diri menurun, serta pikiran kacau.

f. Pining (the physical pain and agony of

grieving) and search for some token

remembrance of the lost love abject. Pada

fase ini orang yang ditinggalkan akan

merasa merana, timbulnya sakit fisik dan

Page 5: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

penderitaan atas grief. Selain itu orang yang

ditinggalkan akan mencari benda-benda

sebagai kenang-kenangan yang

mengingatkan pada orang yang telah

meninggal.

g. Anger, pada fase ini orang yang

ditinggalkan merasa marah atas kematian

yang menimpa orang yang dicintainya.

Kemarahan yang biasanya muncul biasanya

diungkapkan dengan kata-kata seperti

“mengapa dia harus mati?”

h. Guilt, pada fase ini orang yang

ditinggalkan akan merasa bersalah atas

kematian orang yang dicintainya. Umumnya

reaksi yang muncul adalah “Seharusnya

saya menjaga dia lebih baik, salah saya

sehingga dia sakit!”

i. Feeling of loss of self or total emptiness,

pada fase ini orang yang ditinggalkan akan

merasa kehilangan atas dirinya sendiri atau

merasa kekosongan secara menyeluruh.

Reaksi yang muncul umumnya adalah

“Sebagian diri saya telah pergi untuk

selamanya.”

j. Longing (the dull ache that won`t go

away event with other). Pada fase ini orang

yang ditinggalkan merasakan kerinduan

yang sangat mendalam dan merasa sakit atas

kesepian atau kehampaan, dan perasaan

rindu tersebut tidak hilang, bahkan saat

bersama dengan orang lain

k. Identification with one`s lost partner by

assuming some of her traits, attitudes, or

mannerism. Pada fase ini orang yang

ditinggalkan akan melakukan identifikasi

terhadap orang yang telah meninggal

tersebut, dengan meniru beberapa sifat,

perilaku atau gaya dari orang yang telah

meninggal.

l. Profound depression, pada fase ini

seseorang merasa sangat depresi akibat

kehilangan orang yang dicintai memalui

kematian. Umumnya orang yang

ditinggalkan berfikir untuk menyusul orang

yang dicintainya, yaitu keinginan untuk

mati.

m. Pathological aspects, such as minor

acehs and ailments and marked tendency

toward hypochondria. Pada fase ini muncul

aspek patologis pada orang yang

ditinggalkan, seperti penyakit minor dan

penyakit ringan dan ditandai kecenderungan

terhadap hypochondria. Reaksi yang

umunya muncul adalah “siapa yang akan

menjaga dan memperhatikan saya

sekarang.”

n. Voluntary return to society, pada fase ini

orang yang ditinggalkan mulai kembali ke

masyarakat atas keinginannya sendiri,

setelah sebelumnya sempat menarik diri dari

lingkungan.

o. The diminishment of grief symptoms and

the beginning of full recovery. Pada fase ini

simptom-simptom grief yang dialami oleh

orang yang ditinggalkan mulai berkurang,

mulai mengarah pada kepulihan yang

menyeluruh.

2. Pengertian Remaja Remaja, dalam bahasa latinnya adalah

adolescence, yang artinya "tumbuh atau

tumbuh mencapai kematangan". Istilah

adolescence memiliki arti yang luas,

mencakup kematangan mental, emosional,

sosial dan fisik (Hurlock,1991). Pandangan

ini didukung oleh Piaget (dalam

Hurlock,1991) yang menyatakan bahwa

secara psikologis, remaja adalah suatu usia

di mana individu menjadi terintegrasi

kedalam masyarakat dewasa, suatu usia di

mana anak-anak tidak merasa bahwa dirinya

barada di bawah tingkat orang tua yang

lebih tua melainkan merasa sama, atau

sejajar

3. Grief Pada Remaja Putra Karena

Kedua Orang Tuanya Meninggal Peristiwa kematian akan membawa

pengaruh yang kuat dan mendalam bagi

siapa saja yang ditinggalkan. Kesedihan

yang muncul akibat rasa kehilangan yang

begitu besar membuat seseorang tidak

mampu untuk menerima kenyataan dalam

hidupnya, tetapi disamping itu juga harus

berusaha untuk menyesuaikan diri dengan

keadaan tanpa orang yang telah meninggal,

setiap orang yang mengalami grief harus

mampu untuk melakukannya. Terlebih jika

seorang remaja yang mengalami peristiwa

seperti ini (Sarafino,1994).

Kehilangan orang tua diusia remaja

menimbulkan perasaan yang mendalam, dan

Page 6: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

dapat dikatakan sebagai sesuatu yang

mungkin akan mengubah hidup mereka,

karena orang tua memegang peranan yang

sangat penting didalam kehidupan seorang

remaja. Selama masa remaja orang tua atau

keluarga berubah fungsi dari pengasuhan,

perlindungan dan sosialisasi menjadi

pemberi dukungan, bimbingan serta

pengarahan (Steinberg, 2002). Apabila

seseorang kehilangan keluarganya semasa

remaja, dirinya akan merasa kesepian,

merasa tidak ada yang membimbingnya dan

juga pengarahan yang sangat diperlukannya

oleh remaja tersebut, dan situasi itu bisa

mengakibatkan perilaku remaja menjadi

negatif, berdampak buruk dalam

kehidupannya, seperti penggunaan obat-obat

terlarang, pecandu alkohol dan pergaulan

bebas, itu semua sebagai perwujudan dari

grief yang dialami. Karena diusia yang

rentan, remaja membutuhkan kasih sayang

yang lebih dan bimbingan yang terarah

untuk menuju kehidupannya yang lebih baik

(Papalia & Olds, 1995).

Dengan bantuan dan dukungan dari

orang-orang terdekat, dapat mencegah

perwujudan dari perilaku-perilaku yang

negatif, dengan memberikan perhatian dan

pemahaman yang baik kepada remaja bahwa

di usianya yang muda diharapkan untuk bisa

memberikan perilaku yang baik sebagai

contoh dimasyarakat dan tidak boleh

terjerumus dengan melakukan perbuatan-

perbuatan yang negatif, melainkan hal-hal

yang positif. Umumnya seseorang yang

mengalami grief mampu untuk mengatasi

perasaan kehilangan yang dialaminya dan

mereka dapat kembali hidup dengan normal

dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan

adanya rasa saling membantu dan adanya

support yang dapat memberikan

kepercayaan diri bahwa dirinya bisa

mengatasi grief yang dialami (Papalia &

Olds, 1998).

C. Metode Penelitian

1. Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian ini menggunakan

format studi kasus tipe pendekatan

penelitian yang penelaahannya kepada satu

kasus yang dilakukan secara intensif,

mendalam, mendetail dan komprehensif.

Dalam penelitian studi kasus ini lebih

menekankan mengkaji variabel yang cukup

banyak pada jumlah yang kecil, tujuan dari

penelitian studi kasus ini adalah

memberikan gambaran secara mendetail

tentang latar belakang, sifat-sifat serta

karakter-karakter yang khas dari kasus

(Nazir, 1999).

2. Subjek penelitian Karakteristik subjek dalam penelitian ini

adalah remaja putra, yang rentang usianya

antara 11-24 tahun yang kedua orang tuanya

telah meninggal. Sementara itu subjek

penelitian dalam penelitian ini terdiri dari

satu orang subjek dengan 1 orang significant

others.

3. Tahap-tahap Persiapan a. Tahap Persiapan Penelitian, dalam

membuat pedoman wawancara yang akan

dibuat sesuai dengan tujuan penelitian dan

berdasarkan teori yang relevan dengan

permasalahan pedoman wawancara ini berisi

pertanyaan-pertanyaan mendasar yang

nantinya dapat berkembang dalam

wawancara dengan topik penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian, peneliti

terjun langsung ke lapangan untuk

melakukan observasi dan wawancara secara

terpisah. Setelah itu, peneliti memindahkan

hasil rekaman berdasarkan wawancara dan

hasil observasi ke dalam bentuk verbatim

tertulis, kemudian peneliti melakukan

analisis data dan interpretasi data sesuai

dengan langkah-langkah yang dijabarkan

pada bagian teknik analisis data. Terakhir

peneliti membuat diskusi dan kesimpulan

dari seluruh hasil penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitan ini tipe pengumpulan

data yang akan dipergunakan adalah metode

wawancara dan metode observasi.

Wawancara dengan pedoman umum, yaitu

proses wawancara dimana peneliti

dilengkapi dengan pedoman mengenai

aspek-aspek yang dibahas dan pertanyaan-

pertanyaan dijabarkan tergantung pada

konteks saat wawancara berlangsung.

Page 7: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Sedangkan dalam jenis observasi yang

dilakukan adalah observasi sistemik, dimana

pada jenis observasi ini peneliti melakukan

wawancara (Poerwandari, 1998) adapun

sistemik pencatatan yang dilakukan meliputi

materi, cara-cara mencatat hasil observasi

dan wawancara, hubungan observer dan

observee dilingkungan tempat wawancara

dilakukan dan lain sebagainya.

5. Alat Bantu Penelitian Menurut Poerwandari (2001), penulis

sangat berperan dalam seluruh penelitian

mulai dari memilih topik, mendekati topik,

mengumpulkan data, analisis, interpretasi

dan menyimpulkan data, dalam pengambilan

data dalam metode wawancara dan

observasi diperlukan alat bantu, untuk

mempermudah peneliti untuk

mengumpulkan data yaitu: pedoman

wawancara, pedoman observasi, alat

perekam.

6. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu

penelitian dengan metode kualitatif, ada

beberapa teknik yang digunakan dan salah

satu teknik tersebut adalah triangulasi.

Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan

keakuratan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain di luar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Triangulasi dapat

dibedakan menjadi emapat macam yaitu

triangulasi data, pengamat, teori, dan

metodologis.

7. Teknik Anlisis Data Data yang diperoleh akan di analisa

dengan menggunakan teknik analisa data

kualitatif. Adapun tahapan tersebut adalah

mengorganisasikan data, mengelompokkan

data, analisis kasus, dan menguji asumsi.

D. Hasil Dan Analisis

1. Persiapan Penelitian Pertama kali yang dilakukan oleh

peneliti sebelum proses pengambilan data

dilakukan, peneliti terlebih dahulu datang

menemui subjek di rumahnya untuk

menjelaskan kedatangan dan tujuan peneliti.

Setelah maksud dan tujuan telah di ketahui

oleh calon subjek maka peneliti menjelaskan

lebih rinci mengenai penelitian yang

dilakukan peneliti agar subjek lebih

mengerti dan merasa nyaman dengan

peneliti sehingga penelitian dapat berjalan

dengan baik. Sebelum proses pengambilan

data, peneliti mempersiapkan pedoman

wawancara, pedoman observasi, dan

memepersiapkan alat-alat penelitian berupa

tape recorder, kertas dan alat tulis. Hal ini

dilakukan agar proses pengumpulan data

dapat berjalan dengan baik dan lancar.

2. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan observasi dalam penelitian ini

dilakukan pada tanggal 3 Maret 2008,

dikediaman rumah subjek. Sedangkan

kegiatan observasi dengan significant

others, yaitu sepupu subjek pada tanggal 17

Maret 2008.

Kegiatan wawancara dalam penelitian

ini dilakuakan pada tanggal 30 Maret 2008

dikediaman rumah subjek. Sedangkan

wawancara pada significant others juga

dilakukan pada tanggal 30 Maret 2008

dirumah sepupu subjek.

3. Hasil Observasi dan Wawancara

a. Gambaran Umum Subjek Subjek adalah seorang remaja putra

yang berusia 21 tahun, bertubuh besar

dengan tinggi sekitar 170 cm dengan berat

badan 72 kg, berkulit hitam, berambut

hitam. Kegiatan sehari-hari subjek adalah

bermain musik dan subjek sedang di training

untuk menjadi satpam. Subjek mempunyai

satu orang kakak perempuan dan satu orang

adik perempuan. Subjek mengatakan bahwa

hubungan kedua orang tua subjek sangat

baik serta hubungan subjek dengan kedua

orang tuanya juga baik, tidak ada masalah

yang berarti.

b. Pembahasan

1) Ekspresi Grief Pada Remaja Putra

Karena Kedua Orang Tuanya

Meninggal

a) Ekspresi Fisik Ekspresi fisik yang dialami oleh

seseorang yang mengalami grief umumnya

Page 8: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

bisa terlihat seperti kehilangan selera makan,

sulit tidur, sakit pada tenggorokan, lemah

dan kehilangan energi yang dapat

mengakibatkan adanya perubahan kondisi

yang menurun, Dacey & Traves (2002).

Pada subjek diketahui bahwa dirinya

mengalami beberapa reaksi fisik yang

serupa dan sejalan dengan teori yang

diungkapkan oleh Dacey & Travers (2002),

bahwa setelah kedua orang tuanya

meninggal subjek tidak mempunyai nafsu

makan, sehingga kondisi badan subjek terasa

lemah dan kurang bertenaga sehingga

menyebabkan kondisi subjek menurun dan

sempat jatuh sakit. Subjek juga sulit tidur

karena subjek selalu teringat dan terbayang

dengan kedua orang tuanya.

b) Ekspresi Kognitif Turner & Helms, (1995) mengatakan

bahwa pada ekspresi kognitif dapat

diketahui bahwa umumnya reaksi yang

ditimbulkan pada seseorang yang

mengalami grief, adanya rasa kebingungan,

ketidakpercayaan, dan sibuk dengan

pemikiran mengenai kematian dan mencoba

mencari penjelasan yang masuk akal

mengenai kematian yang dialami, serta

pikiran pun menjadi terganggu.

Pada subjek terlihat, bahwa setelah

kematian kedua orang tuanya pikiran subjek

menjadi sedikit terganggu, sehingga

konsentrasinya menurun, rasa bingung dan

tidak percaya pun muncul sehingga

membuat pikiran subjek menjadi kacau dan

berpengaruh terhadap emosi subjek yang

menjadi labil. Reaksi kognitif yang muncul

pada subjek terbukti dan sejalan dengan

pendapat yang diungkapkan oleh tokoh

diatas mengenai ekspresi grief.

c) Ekspresi Afektif Ekspresi afektif adalah perasaan yang

biasanya muncul pada seseorang yang

mengalami grief seperti rasa duka cita,

cemas, kesedihan, perasaan bersalah, marah,

penyangkalan, dan bahkan depresi (Aiken,

1994).

Pada kasus subjek diketahui bahwa

setalah mengetahui kedua orang tuanya

meninggal subjek merasakan kesedihan

yang mendalam karena subjek dekat dengan

kedua orang tuanya, subjek tidak

mempercayai kedua orang tuanya

meninggal, rasa cemas pada dirinya

dikarenakan subjek khawatir dengan

hidupnya setelah orang tuanya meninggal,

perasaan bersalah pun dialami oleh subjek

karena subjek belum sempat

membahagiakan kedua orang tuanya

sehingga membuat perasaannya tersiksa dan

kemarahan yang terjadi pun karena subjek

tidak rela kehilangan kedua orang tuanya.

d) Ekspresi dalam bentuk tingkah laku Ekspresi dalam bentuk tingkah laku

pada seseorang yang mengalami grief

karena kematian orang yang dicintai dapat

mengakibatkan adanya perubahan tingkah

laku keseharian dalam bersosialisasi di

masyarakat, serta kurangnya percaya diri

untuk bersosialisasi di masyarakat sehingga

dapat menutup diri di lingkungan.

Pada kasus yang dialami oleh subjek

dapat diketahui bahwa perubahan perilaku

keseharian subjek dimasyarakat

menunjukkan bahwa subjek belum mampu

untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisi

yang sedang di hadapinya, kurangnya rasa

percaya diri yang dimilikinya menyebabkan

subjek malu untuk bersosialisasi

dilingkungannya karena kedua orang tuanya

meninggal dan keluarganya sudah tidak

lengkap seperti dulu. Perubahan perilaku

yang dialami subjek dilingkungan bahwa

ternyata sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh tokoh (Dacey & Travers,

2002) mengenai ekspresi grief.

2) Faktor Yang Menyebabkan Grief

Pada Remaja Putra

a) Hubungan individu dengan almarhum Rentang waktu masa berduka yang

dialami setiap individu akan berbeda

tergantung hubungan kedekatan antara

individu dengan almarhum, jika hubungan

yang terjalin sangat baik dengan orang yang

telah meninggal akan mempersulit proses

grief yang akan dilalui oleh orang yang

ditinggalkan.

Hubungan kedekatan subjek dengan

dengan kedua orang tuanya terjalin dengan

baik. Subjek merupakan anak yang manja

dan dimanja oleh kedua orang tuanya

sehingga hubungan subjek dengan ayah dan

Page 9: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

ibunya terjalin cukup dekat dan hangat,

terutama dengan ibunya. Sehingga ketika

kedua orang tua subjek meninggal, subjek

sangat sulit untuk melupakan ayah serta

ibunya. Karena kedekatan yang terjalin

sangat baik antara subjek dengan kedua

orang tuanya, membuat subjek sulit untuk

kehilangan kedua orang tuanya. Proses yang

terjadi pada subjek ini terlihat bahwa adanya

kesesuaian dengan teori yang diungkapkan

oleh Aiken, (1994) mengenai faktor yang

menyebabkan grief, bahwa jika kedekatan

suatu hubungan yang terjalin dengan baik

akan memungkinkan bagi seseorang yang

ditinggalkan sulit untuk melupakan dan

melepaskan ikatan tersebut.

b) Proses Kematian Aiken, (1994) mengemukakan bahwa

cara dari seseorang meninggal dapat

menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami

oleh orang yang ditinggalkannya. Pada

kematian yang mendadak akan lebih sulit

untuk menghadapi kenyataan. Jika

kurangnya dukungan dari orang-orang

sekitar akan membuat orang yang

ditinggalkan tidak berdaya dan tidak

mempunyai kekuatan untuk menghadapi

kondisi tersebut dan hal tersebut dapat

mempengaruhi seseorang dalam mengatasi

grief yang di alaminya.

Peristiwa kematian kedua orang tua

subjek membuat subjek terpukul, kematian

ayah subjek tidak bisa terhindarkan karena

ayah subjek sudah cukup lama menderita

sakit komplikasi, sedangkan kematian pada

ibu subjek begitu cepat dan mendadak. Hal

tersebut yang membuat subjek sangat

terkejut karena peristiwa yang terjadi begitu

cepat, setelah ayah subjek meninggal

terlebih dahulu, berselang beberapa bulan

ibu subjek langsung meninggal menyusul

ayah subjek, sehingga sulit bagi subjek

untuk menerima kematian kedua orang

tuanya.

c) Jenis kelamin orang yang ditinggalkan Pada peristiwa kematian akan

membuat seseorang yang ditinggalkannya

merasa sangat sedih, banyak reaksi yang

akan ditimbulkan. Tergantung dari

bagaimana seseorang menahan perasaan

yang di rasakan olehnya, dapat pula dilihat

dari perbedaan jenis kelamin antara pria dan

wanita yang berbeda dalam menunjukkan

perasaan sedih yang dialaminya bahwa pria

cenderung lebih menyebunyikan

perasaannya dibandingkan dengan wanita

yang lebih sering mengungkapkan

perasaannya (Fivush & Buckner dalam

Martin & Doka, 2000).

Pada kasusnya subjek merupakan

seorang remaja pria yang dapat diketahui

bahwa subjek cenderung lebih

menyembunyikan perasaan yang dirasakan

oleh dirinya. Subjek lebih banyak diam

untuk menyembunyikan perasaannya. Hal

ini terlihat berbeda dengan yang di rasakan

oleh adik perempuan subjek, adik

perempuan subjek cenderung lebih

meluapkan dan menunjukkan perasaan yang

di rasakan olehnya. Dari hal tersebut dapat

diketahui bahwa teori yang diungkapkan

oleh tokoh diatas tersebut sejalan apa yang

dialami pada kasus subjek, bahwa perbedaan

jenis kelamin membuat reaksi yang

ditimbulkan antara pria dan wanita berbeda

dalam mencurahkan perasaannya.

d) Latar belakang keluarga yang

ditinggalkan Harper (2001), kedekatan antara

anggota keluarga dan jalinan hubungan yang

baik membuat suasana keluarga menjadi

hangat dan harmonis. karena keluarga

merupakan tempat dimana kita merasa

nyaman dengan orang-orang terdekat untuk

saling berbagi. Ayah, ibu adik serta kakak

adalah orang-orang terdekat dalam keluarga.

Pada kasus yang terjadi pada subjek,

dapat diketahui bahwa hubungan dalam

keluarga subjek terjalinan dengan cukup

baik, hubungan subjek dengan ayah dan

ibunya sangat dekat, subjek juga merupakan

anak yang di manja oleh kedua orang

tuanya, hubungan diantara anggota keluarga

subjek cukup hangat. Tetapi setelah kedua

orang tua subjek meninggal subjek merasa

bahwa keluarganya tidak lengkap lagi

seperti dulu, setelah kedua orang tua subjek

meninggal subjek tidak merasakan

kehangatan dalam sebuah keluarga sehingga

subjek merasa kehilangan.

e) Support system

Page 10: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Harper, (2001) mengatakan bahwa

dukungan yang datang dan yang diberikan

oleh seseorang yang sedang berduka akan

membuat seseorang tersebut merasa lebih

kuat dan tegar untuk menghadapi kondisi

yang sedang di alami, tanpa adanya

dukungan akan membuat seseorang yang

ditinggalkan oleh orang yang dicintainya

merasa sepi dan hampa di dunia ini.

Pada kasus yang terjadi pada subjek,

dengan adanya dukungan yang di berikan

dari keluarga, orang-orang terdekat dan

orang-orang disekelilingnya, terutama

dukungan dari pacar subjek membuat diri

subjek merasa kuat dan tergar untuk

melewati kondisi yang sedang di alaminya,

sehingga subjek mempunyai keberanian

untuk bersosialisasi kembali dan

menyesuaikan diri dimasyarakat.

3) Proses perkembangan grief pada

remaja putra karena kedua orang tuanya

meninggal

a) Denial of loss Pada tahap denial dapat dilihat adanya

beberapa reaksi yang ditimbulkan pada

seseorang yang ditinggalkan karena

kematian, seperti rasa tidak percaya dengan

kematian orang yang dicintai serta

penyangkalan bahwa orang yang dicintainya

telah meninggal. Penyangkalan merupakan

hal yang wajar yang dialami oleh seseorang

sebagai luapan emosi yang dialami oleh

seseorang karena kematian, Kubler Ross

(dalam Santrock, 2002).

Pada kasus subjek pada tahapan denial

ini subjek menunjukkan bahwa dirinya tidak

dapat menerima kematian kedua orang

tuanya, subjek menyangkal serta tidak

mempercayai bahwa kedua orang tuanya

telah meninggal, subjek bersikap demikian

dikarenakan bahwa subjek tidak rela dan

tidak siap kehilangan kedua orang tuanya,

terlebih ketika ibu subjek meninggal

menyusul ayahnya, terlihat bahwa subjek

begitu syock dan terpukul dengan peristiwa

ini.

b) Realization of loss

Tahap realization ini seseorang yang

kehilangan orang yang dicintai, dirinya

mulai berusaha menyadari kehilangan

tersebut, dimana seseorang yang kehilangan

tersebut mulai merasa bahwa orang yang

dicintainya telah tiada dan tidak ada lagi di

dunia ini, mulai menerima keadaan ini

bahwa ini semua adalah nyata.

Turner & Hemls, (1987) mengatakan

bahwa tidak mudah bagi seseorang yang

telah ditinggalkan untuk menyadari

seutuhnya bahwa dirinya menerima

kematian orang yang dicintainya. Pada

tahapan ini subjek mulai berusaha untuk

menyadari bahwa kematian kedua orang

tuanya adalah nyata, subjek berusaha untuk

menerima kematian kedua orang tuanya

walau sebenarnya subjek tidak bisa

menerimanya dan sulit bagi subjek

menerima ini semua.

c) Feeling of abandonment, alarm, and

anxiety Setiap orang pernah mengalami rasa

cemas, gelisah dan khawatir dalam peristiwa

yang berbeda, tetapi rasa cemas, gelisah dan

khawatir pada seseorang yang kehilangan

orang yang dicintai akan berbeda, karena

kehilangan seseorang yang cintai dalam

hidup akan berbeda dengan peristiwa-

peristiwa lainnya. Kubler Ross (dalam

Santrock, 2002), mengatakan bahwa pada

tahapan ini rasa gelisah, cemas dan khawatir

itu muncul tidak lama setelah kematian.

Pada kasus yang dialami oleh subjek,

bahwa subjek memang mempunyai rasa

khawatir yang begitu besar karena subjek

takut kehilangan kedua orang tuanya,

sehingga dirinya cemas dan gelisah untuk

dapat melanjutkan hidupnya. Karena semasa

hidup subjek, dirinya merasa bahwa kedua

orang tuanya begitu berarti untuk dirinya,

namun setelah kedua orang tua subjek

meninggal tidak ada lagi seseorang yang

mampu membimbing dirinya seperti kedua

orang tuanya, sehingga subjek merasa

khawatir dan cemas.

d) Despair, crying, physical numbness,

mental confusion, indecisiveness Keputusasaan pada tahap ini

menunjukkan bahwa seseorang yang

kehilangan orang yang dicintainya akan

menimbulkan rasa gundah dan,

kebimbangan dalam diri serta keraguan

dalam meneruskan hidup selanjutnya,

Page 11: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

keputusasaan dan kesedihan yang

mengandung perasaan putus harapan akan

menimbulkan rasa kesunyian dalam dirinya

dan dapat berdampak untuk psikologisnya,

hal tersebut diutarakan oleh Campbell dkk

(dalam Santrock, 2002).

Pada kasusnya, subjek di tahap ini

merasakan keputusasaan dalam dirinya

karena setelah kedua orang tuanya

meninggal subjek merasa kehilangan arah

tujuan hidupnya, rasa bimbang menyertai

dirinya segala keraguan membuat dirinya

takut untuk hidup tanpa orang tua, sehingga

kadang subjek merasa sendiri di dunia ini.

e) Restlessness (loss of self control,

wondering mind) Pada tahapan ini keresahan akan

muncul pada seseorang yang sedang

melewati tahapan pada grief. Keresahan

akibat kecemasan akan menimbulkan

kontrol diri menjadi menurun, pikiran akan

menjadi kacau, kondisi badan yang menurun

bisa mempengaruhi psikologis seseorang

untuk melewati pemulihan dari grief

(Turners & Helms, 1987).

Subjek mengatakan bahwa setelah

kematian kedua orang tuanya pikirannya

sempat kacau karena subjek selalu

memikirkan dan teringat dengan peristiwa

kematian kedua orang tuanya, sehingga rasa

cemas dan resah itu muncul dan

mengganggu pikirannya serta

mempengaruhi kondisi kesehatan dan

psikologisnya.

f) Anger Kemarahan bisa terjadi dan muncul

ketika peristiwa yang tidak di harapkan

menimpa seseorang yang dicintai. Peristiwa

kematian yang menimpa orang yang dicintai

bisa menimbulkan rasa kemarahan dan

penolakan, karena tidak dapat menerima

kepergian orang yang dicintai. Segala

bentuk kemarahan akan membuat emosi

seseorang berubah menjadi labil dan tidak

terkontrol (Dacey & Travers, 2002).

Pada kasus yang di alami oleh subjek,

menunjukkan bahwa subjek sempat marah

dengan kematian kedua orang tuanya, subjek

tidak bisa menerima peristiwa ini, karena

subjek tidak rela kehilangan kedua orang

tuanya. Kemarahan yang terjadi pada subjek

membuat emosi subjek berubah menjadi

labil dan sulit untuk dikontrol. Kemarahan

itu muncul beberapa minggu setelah

kematian kedua orang tua subjek.

g) Guilt. Pada setiap peristiwa kematian, bagi

orang yang ditinggalkan akan merasa

bersalah atas kematian orang yang

dicintainya. Menurut Turners & Helms

(1995), mengatakan bahwa rasa bersalah

yang dialami oleh orang yang ditinggalkan

akan membuat dirinya merasa tertekan. Pada

kasus subjek, terlihat bahwa subjek merasa

sangat bersalah atas kematian kedua orang

tuanya, subjek merasa tersisksa dengan

perasaannya karena subjek belum sempat

membahagiakan kedua orang tuanya, hal itu

yang membuat subjek kadang membenci

dirinya sendiri karena dirinya merasa tidak

berguna untuk kedua orang tuanya.

h) Feeling of loss, of self or total emptiness Pada peristiwa kematian, tidak ada

kehilangan yang lebih besar selain kematian

dari seseorang yang kita cintai dan kita

sayangi seperti orang tua. Rasa kehilangan

yang dialami oleh seseorang yang ditinggal

akibat kematian akan menimbulkan rasa

kehampaan, kesendirian dan kekosongan

dalam hidup (Santrock, 2002). Pada kasus

subjek terlihat bahwa setelah kedua orang

tuanya meninggal hidup subjek menjadi

hampa dan merasa hidup sendiri di dunia ini,

dirinya merasa begitu kehilangan orang

tuanya. Tetapi subjek berusaha untuk

mengatasi rasa hampa yang dirasakan

olehnya dengan mencurahkan isi hatinya,

bercerita dengan teman atau pun keluarga,

karena dengan cara seperti itu subjek merasa

bahwa bebannya berkurang dan dirinya

merasa tidak sendiri lagi.

i) Longing Kerinduan akan begitu mendalam dan

menyelimuti orang yang ditinggalkan,

kerinduan akan sosok orang yang disayangi

akan muncul ketika sedang teringat dengan

kenangan yang telah terjadi, perasaan rindu

tersebut tidak akan hilang walaupun sedang

bersama orang lain. Pada kasus subjek rasa

rindu itu memang terjadi, subjek merasakan

kerinduan yang mendalam dengan kedua

orang tuanya. Subjek selalu teringat dan

Page 12: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

membutuhkan sosok kedua orang tuanya

dalam hidupnya. Namun subjek juga

berusaha untuk menghibur diri dengan

melampiaskan rasa rindunya bermain musik

karena dengan bermusik subjek bisa

menghibur dirinya dan mengobati rasa

sedihnya.

j) Voluntary return to society Pada tahap ini orang yang

ditinggalkan mulai memberanikan diri untuk

kembali bersosialisasi ke masyarakat atas

keinginannya sendiri dan berusaha untuk

melanjutkan hidup tanpa orang yang

meninggal serta berusaha untuk

menyesuaikan diri di lingkungan sekitar

dengan harapan untuk memulihkan

perasaannya yang masih diselimuti oleh rasa

duka (Papalia & olds, 1995).

Pada kasus yang dialami oleh subjek,

keinginan subjek untuk kembali

bersosialisasi di masyarakat begitu kuat,

sehingga subjek mulai memberanikan diri

untuk menyesuaikan diri di lingkungan

dengan kondisinya dan bersosialisasi

kembali di masyarakat, karena subjek tidak

mau berlarut-larut dalam kesedihan, karena

subjek ingin kembali seperti dulu bisa

beraktivitas seperti biasa lagi.

E) Penutup

1. Kesimpulan a. Ekspresi dan Reaksi Yang Muncul

Pada Grief Ekspresi grief yang dialami oleh

subjek antara lain ekspresi fisik, dimana

pada kasus subjek terlihat bahwa adanya

perubahan dalam bentuk pola tidur yang

menyebabkan subjek sulit untuk tidur dan

berakibat menjadi insomnia, kurangnya

nafsu makan dan mengakibatkan kondisi

fisik subjek menurun dan jatuh sakit.

Ekspresi kognitif berupa menurunnya daya

pikir dan konsentrasi subjek dalam

melakukan aktivitas serta emosi subjek yang

menjadi labil. Ekspresi afektif, dimana

subjek menjadi merasa sangat sedih,

kecewa, marah, merasa bersalah dan cemas

atas kematian kedua orang tuanya. Ekspresi

dalam bentuk tingkah laku, dimana berupa

perubahan perilaku keseharian subjek

dilingkungan, perubahan sosialisasi subjek

dimasyarakat karena subjek merasa kurang

percaya diri karena kondisi yang di

alaminya, karena kedua orang tuanya yang

sudah meninggal dan subjek perlu

menyesuaikan dirinya dengan kondisi yang

dialami olehnya.

b. Faktor Yang Menyebabkan Grief

Ada beberapa faktor yang menyebabkan

grief pada subjek diantaranya yaitu:

a. Hubungan individu dengan alrmarhum,

kedekatan antara subjek dengan kedua orang

tuanya cukup dekat dan terjalin dengan baik,

terutama dengan ibunya, subjek merupakan

anak yang dimanja oleh kedua orang tuanya,

sehingga setelah kedua orang tuanya

meninggal subjek merasakan kehilangan

yang sangat besar dan sulit menerima

kematian kedua orang tuanya karena

hubungan mereka terjalin dengan baik.

b. Proses kematian, pada proses kematian

kedua orang tua subjek dikarenakan ayah

subjek menderita sakit komplikasi,

sedangkan ibu subjek sangat mendadak

karena terjatuh, subjek mengungkapkan

bahwa dirinya sangat syock dan terkejut

ketika mengetahui kedua orang tuanya

meninggal.

c. Jenis kelamin orang yang ditinggalkan,

bahwa antara seorang pria dan wanita dapat

diketahui adanya perbedaan reaksi yang

terjadi dalam mengekpresikan perasaannya.

Dapat dilihat bahwa subjek cenderung lebih

menyembunyikan perasaan sedihnya,

sedangkan wanita cenderung lebih

menunjukkan dan meluapkan perasaan

sedihnya, hal tersebut terlihat dari adik

perempuan subjek.

d. Latar belakang keluarga orang yang

ditinggalkan, bahwa keluarga subjek

merupakan keluarga yang cukup harmonis

dan hubungan subjek dengan kedua orang

tuanya terjalin dengan baik, sehingga setelah

kematian kedua orang tuanya subjek merasa

sangat kehilangan karena subjek merasa

keluarganya sudah tidak utuh lagi.

e. Support system, bahwa begitu banyak

dukungan-dukungan yang telah diterima

subjek dari keluarga terdekat, orang-orang

disekeliling subjek dan pacar subjek, agar

subjek mampu melewati cobaan ini.

Page 13: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

c. Proses Perkembangan Grief Proses perkembangan grief yang telah

di lewati oleh subjek yaitu, denial of loss

pada tahap ini subjek merasa sangat syock

dan terpukul serta tidak mempercayai

kematian kedua orang tuanya dan

menyangkan kematian kedua orang tuanya,

hal tersebut dapat dilihat dari emosi subjek

yang sering marah-marah tanpa sebab.

Realization of loss yaitu subjek mulai

berusaha untuk menyadari bahwa kedua

orang tua nya sudah meninggal walaupun

subjek belum bisa menerimanya dan emosi

subjek juga masih sangat labil, tetapi subjek

mulai menyadari bahwa yang terjadi ini

adalah nyata. Feeling of abandonment alarm

and anxiety, bahwa setelah kedua orang tua

subjek meninggal perasaan subjek selalu

gelisah, cemas dan khawatir untuk

melanjutkan hidupnya karena kehilangan

orang yang dicintainya.

Despair crying physical numbness

mental confusion, yaitu subjek merasa

dirinya putus asa dan banyak keraguan,

sehingga subjek takut untuk melewati

kondisi yang sedang di alaminya sehingga

membuat mental subjek menjadi lemah.

Restlessness (loss of self control, wondering

mind), terlihat bahwa adanya penurunan

kontrol diri pada subjek, emosinya labil,

kondisi fisik subjek menurun karena subjek

tidak menjaga kesehatannya sehingga subjek

sempat jatuh sakit karena terlalu

memikirkan kematian kedua orang tuanya.

Anger, terlihat bahwa subjek sangat marah

ketika mengetahui kedua orang tuanya

meninggal, subjek tidak dapat menerima

kematian kedua orang tuanya, karena subjek

tidak rela kehilangan kedua orang tuanya.

Guilt, menunjukkan bahwa subjek sangat

merasa bersalah dan menyesal atas kematian

kedua orang tuanya, karena selama ini

subjek belum sempat membahagiakan kedua

orang tuanya, sehingga perasaan bersalah itu

selalu menyelimuti subjek. Feeling of loss of

self or total emptiness, bahwa hidup subjek

menjadi hampa dan kosong setelah kedua

orang tuanya meninggal, subjek merasa

kesepian dan hidup sendiri di dunia ini.

Longing, subjek mengungkapkan bahwa

dirinya merasa sangat rindu dengan kedua

orang tuanya setelah mereka meninggal,

subjek selalu teringat dengan kedua orang

tuanya, sehingga kerinduan itu selalu

muncul pada diri subjek. Voluntary return to

society, subjek berusaha untuk

menyesuaikan diri dengan kondisinya, mulai

memberanikan diri untuk bersosialisasi lagi

dilingkungan dan masyarakat, karena subjek

mendapatkan banyak dukungan dari orang-

orang terdekatnya dan orang-orang

disekelilingnya agar mampu melewati ini

semua.

2. Saran

a. Untuk Subjek Dari hasil penelitian, bahwa subjek

telah melewati proses perkembangan grief

sampai dengan tahap voluntary return

society, namun ditahapan terakhir yaitu the

diminisment of grief sympotms and the

beginning of full recovery dimana tahap

untuk pemulihan yang menyeluruh, subjek

belum mampu melaluinya, sehingga peneliti

menyarankan kepada subjek agar subjek

berusaha untuk memulai kehidupan yang

lebih baik dengan mulai membuka pikiran

secara lebih terbuka dan ralistis. Serta mulai

menyibukkan diri dengan melakukan

kegiatan yang bersifat positif, sehingga

subjek dapat mengalihkan perasaannya

menjadi lebih baik. Lalu sebaiknya subjek

mulai kembali membuka kepercayaan

dirinya agar dapat bersosialisasi

dimasyarakat seperti biasa. Karena dengan

menyibukkan diri dengan kegiatan yang

positif, serta membangun kepercayaan diri

dan berpikir secara terbuka dapat membuat

subjek menyadari semua peristiwa yang

dialaminya adalah nyata, sehingga secara

perlahan subjek dapat menuju proses

pemulihan yang menyeluruh.

b. Untuk Keluarga Subjek Sebaiknya keluarga terdekat subjek

seperti kakak dan adik subjek untuk selalu

terus menghibur subjek, tidak berhenti untuk

memberikan nasihat kepada subjek agar

dirinya bisa tegar melewati cobaan ini dan

selalu memberikan pengertian agar subjek

dapat menerima kematian kedua orang

tuanya. Sebaiknya pula keluarga subjek

selalu mengawasi perilaku subjek agar tidak

Page 14: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

kembali berperilaku nakal dan tidak salah

dalam pergaulan. Walaupun kedua orang tua

subjek sudah meninggal diharapkan agar

keluarga subjek yang lain bisa menjaga tali

persaudaraan dengan baik, sehingga terjalin

komunikasi yang baik di dalam keluarga.

c. Untuk Penelitian Selanjutnya Diharapkan pada penelitian

selanjutnya, peneliti bisa mengambil kriteria

subjek dengan latar belakang yang lebih

beragam lagi seperti, subjek yang berasal

dari keluarga yang broken home, anak

tunggal, atau subjek yang kehilangan orang

tua akibat bencana alam agar dapat

memahami lebih dalam lagi mengenai grief.

DAFTAR PUSTAKA Aiken, L. R. (1994) Dying, death and

bereavement (3ed). Massachusetts:

Allyn and Bacon.

Atwater, E. & Duffy. K. G. (1999)

Psychology for living: Adjusment,

growth, and behavior today (6th

editon). New Jersey: Prentice –

Hall, Inc.

Dacey, J. S., & Travers, J. F. (2002).

Human development: Across the

Lifespan (5th ed). New York: Mc.

Graw Hill.

Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (1994).

Handbook of qualitative research.

Calfornia: Sage Publication. Inc.

Fivush, R., & Buckner, J. P. (2000). Gender,

sadness, and depression: The

development of emotonal focus

through gendered discourse. In A.

H. Fischer (Ed), Gender and

Emotion: Social Psychologcal

Perspectives. New York: Cambridge

Unversty Press.

Hurlock, E. B. (1973). Adolescent

development (4th ed). Tokyo. Mc

Graw-Hill Kogakusha, Ltd.

Hurlock, E. B. (1991). Psikologi

perkembangan suatu pendekatan

sepanjang rentang kehidupan (edisi

kelima). Alih Bahasa: Dra.

Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo,

Msc. Edtor: Drs Ridwan Max

Sijabat. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Harper,J.M. (2001). Men and grief. Web:

Http://www.grief.net.org/library/gri

ef.html.

Heru Basuki. A. (2006). Penelitian kualitatif

untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan

budaya. Jakarta: Gunadarma.

Kail, V. R., & Cavanough, J. C. (2000).

Human development: A lifespan

view (2nd ed). USA: Wadsworth /

Thomson Learning.

Martin, T. L., & Doka, K. J. (2000). Men

don’t cry…. women do:

Transcending gender stereotypes of

grief. USA: Taylor & Francis.

Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja.

Malang: Usaha Nasional.

Marshall, C. & Rossman. (1995) Designing

qualitative research. London: Sage

Publication.

Michelle & Lyness, (2007). Grief of

adolescent. Web:

Http://www.google.com

Moleong, L. J. (2002) Metodologi penelitian

kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Monks, F. J, Kinoers, A. M. P. & Haditono,

S. R. (2001). Psikologi

perkembangan: Pengantar dalam

berbagai bagiannya. Yogyakarta:

Gadjah Mada University.

Narbuko, C. & Achmadi, A. (2003) Metode

penelitian. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Papalia, D. E. & Olds, S. W. (1995). Human

development (6th ed). New York:

Mc Graw-Hill Companies.

Page 15: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Papalia, D. E., Olds, Sally Wendkos &

Feldman, Ruth Duskin. (1998).

Human development (7th ed). USA:

Mc Graw-Hill.

Papalia, D. E., S. W., & Feldman, R.D.

(2004). Human development. (9th

ed). USA: Mc Graw-Hilll

Companies, Inc.

Patton, M. Q. (1990). Qualitative evaluation

& reseach methods. Newburry Park:

Sage Publication.

Parkes, C. M. (1997). Coping with death

and dying. Dalam Baum, S.

Newman, J. Weinman, R. West &

C. Mc Manus (eds) Cambridge

Handbook Of Psychology Health

and Midicine. Cambridge:

Cambridge University Press.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan

kualitatif dalam penelitian

psikologi. Jakarta: Lembaga

Pengembangan Sarana Penguruan

dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Universitas Indonesia.

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan

kualitatif untuk perilaku manusia.

Depok: LPSP3 Faultas Psikologi

Universitas Indonesia.

Rice, F. P. (1993). The Adolescent:

Development, relationships, and

culture. USA: Allyn & Bacon.

Rutter, Michael. (1983). The adolescent

development: Some question and

some issues. Dalam Norman

Garmezy & Michael Rutter (ed).

Stress, Coping and Development In

children. USA: Mc Graw-Hill Book

Company.

Santrock, J. W. (2002). Life-span

development: Perkembangan masa

hidup. Jakarta: PT. Erlangga.

Santrock, J. W. (2005). Adolescence (10th

ed). Relationships and culture.

USA: Allyn & Bacon.

Sarafino, E. P. (1994). Health psychology

biopsychosocial interactions. (2th

ed). USA: John Wiley & Sons. Inc.

Sarwono, S. W. (2001). Psikologi remaja.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sukmadinata, N. S. (2005). Metode

penelitian pendidikan. Bandung:

PT. Rosdakarya.

Supadi, (2005). Rasa duka. Http://www.e-

psikologi.com

Steinberg, L. (2002). Adolescence (6th ed).

New York: Mc Graw-Hill

Companies.

Stroebe, W., & Stroebe, M. S. (1987).

Bereavement and health: The

psychological & physical

consequences of partner loss.

Canada: Cambridge Unversity

Press.

Stroebe, M. S., Stroebe, W., & Hanson, R.

O. (1993). Handbook of

bereavement: Theory, research, and

intervention. USA: Cambridge

University Press.

Taylor, S. J., & Bogdan, R. (1998).

Introducing to qualitative research

(3rd

ed). New York: John Wiley &

Sons.

Turner, J. S. & Helms, D. B. (1987).

Lifespan development (3rd

ed). USA:

Holt, Rinehart & Winston.

Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995).

Lifespan development (5rd ed).

USA: Harcourt Brace College

Publisher.

Page 16: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

Weiss, R. S. (1997). Loss and recovery.

Journal of social issues. 44 (3), 37-

52.