hubungan pengetahuan tentang latihan fisik dengan motivasi melakukan latihan fisik pada pasien dm...

113
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LATIHAN FISIK DENGAN MOTIVASI MELAKUKAN LATIHAN FISIK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI POLIKLINIK ENDOKRIN BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: ZUHRI RAMADHAN NIM. 1007101190026 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2013

Upload: lisamislina

Post on 21-Nov-2015

109 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

SKRIPSI KEPERAWATAN

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LATIHAN FISIK

    DENGAN MOTIVASI MELAKUKAN LATIHAN FISIK PADA

    PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI POLIKLINIK

    ENDOKRIN BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

    BANDA ACEH TAHUN 2012

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

    Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

    Oleh:

    ZUHRI RAMADHAN

    NIM. 1007101190026

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    BANDA ACEH

    2013

  • KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    SKRIPSI

    04 Januari 2013

    xv + VI Bab + 71 Halaman + 11 Tabel + 1 Skema + 14 Lampiran

    ZUHRI RAMADHAN

    1007101190026

    HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LATIHAN FISIK DENGAN

    MOTIVASI MELAKUKAN LATIHAN FISIK PADA PASIEN DIABETES

    MELLITUS TIPE II DI POLIKLINIK ENDOKRIN RUMAH SAKIT UMUM

    DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2012

    ABSTRAK

    Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme (metabolic syndrome) dari

    distribusi gula oleh tubuh. Usaha untuk menjaga agar gula darah tetap mendekati

    normal juga tergantung dari motivasi serta pengetahuan penderita mengenai

    penyakitnya. Latihan fisik pada pasien diabetes melitus memiliki peranan yang sangat

    penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah. Tujuan penelitian untuk

    mengetahui hubungan pengetahuan tentang latihan fisik dengan motivasi melakukan

    latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit

    Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode

    deskriptif korelatif dengan desain cross sectional study, pada 70 orang sampel. Analisa

    data menggunakan uji chi-square, menggunakan software komputer. Hasil analisa data

    didapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik dengan

    motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II (p-value = 0,004).

    Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik

    dengan motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di

    Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

    Diharapkan kepada pasien agar dapat mencari tahu lebih banyak tentang latihan fisik

    pada diabetes mellitus dan nantinya akan meningkatkan motivasi untuk melakukan

    latihan fisik. Sedangkan bagi perawat diharapkan dapat terus memberikan informasi

    terkait pentingnya latihan fisik bagi pasien diabetes mellitus sehingga akan

    meningkatkan motivasi dalam melakukan latihan fisik.

    Kata Kunci : pengetahuan, latihan fisik, motivasi, diabetes mellitus tipe II.

    Daftar bacaan : 26 buku (2000 2011), 1 jurnal (2004), 4 internet

  • KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

    nikmat Iman dan Islam pada kita semua, tidak lupa sholawat beserta salam kepada Nabi

    Muhammad SAW, keluarga juga para sahabat. Atas berkat rahmat Allah dan

    kuasaNyalah peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul Hubungan

    Pengetahuan Tentang Latihan Fisik Dengan Motivasi Melakukan Latihan Fisik

    Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin BLUD RSU dr.

    Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 tepat pada waktunya.

    Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk dapat melakukan penelitian dalam

    rangka memperoleh gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan

    Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

    Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepasa Ibu Ns. Marlina, M. Kep, Sp. MB,

    selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan sehingga penulis

    dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

    Adapun dalam penyusunan penelitian ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan

    dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah pada kesempatan ini

    penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. Bapak Dr. dr. Mulyadi, Sp. P (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

  • 2. Ibu Ns. Darmawati, M.Kep, Sp. Mat selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

    3. Bapak T. Samsul Alam, SKM., MNSc selaku Koordinator Proposal penelitian

    Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

    Banda Aceh.

    4. Ibu Ns. Cut Husna, MNS dan Bapak Teuku Samsul Bahri, S. Kp., MNSc selaku

    penguji I dan penguji II yang telah memberi kritik dan saran yang konstruktif

    demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

    5. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf pada Program Studi Ilmu Keperawatan

    Fakultas Kedokteran Unsyiah yang telah membantu dan memudahkan penulis

    dalam menyusun proposal penelitian ini.

    6. Yang tercinta Ayahanda, Ibunda, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan

    serta memberikan semangat dan dukungan baik moril maupun materil dalam

    penyusunan proposal penelitian ini.

    Akhir kata hanya Tuhan jualah pemilik segala kesempurnaan, penulis berharap

    semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi dunia keperawatan

    pada umumnya. Amin.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Banda Aceh Maret 2013

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    LEMBARAN JUDUL ................................................................................... i

    LEMBAR ORISINALITAS ......................................................................... ii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

    LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................................... v

    ABSTRAK ..................................................................................................... vi

    ABSTRACT ................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

    DAFTAR ISI .................................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii

    DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

    BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    A. Konsep Dasar Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan ................................................................. 7 2. Proses Pengetahuan .................................................................... 7 3. Tingkat Pengetahuan .................................................................. 8

    B. Konsep Dasar Motivasi 1. Definisi Motivasi ....................................................................... 10 2. Teori Motivasi ............................................................................ 11

    C. Konsep Dasar Diabetes Mellitus 1. Definisi ....................................................................................... 18 2. Klasifikasi .................................................................................. 19 3. Penyebab .................................................................................... 20

  • 4. Tanda dan Gejala ....................................................................... 20 5. Patofisiologi ............................................................................... 22 6. Penatalaksanaan ......................................................................... 24

    a. Diet ..................................................................................... 24 b. Latihan Fisik ....................................................................... 26 c. Terapi .................................................................................. 32 d. Pendidikan .......................................................................... 34

    BAB III KONSEP KERANGKA PENELITIAN

    A. Kerangka Konsep ........................................................................... 35 B. Hipotesa Penelitian ......................................................................... 36 C. Definisi Operasional ....................................................................... 36

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

    A. Desain Penelitian ............................................................................ 38 B. Populasi dan Sampel ...................................................................... 38 C. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 39 D. Alat Pengumpulan Data dan Uji Instrumen ..................................... 39 E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................. 44 F. Pengolahan Data ............................................................................. 45 G. Analisa Data ................................................................................... 45

    BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian ............................................................................... 48 B. Pembahasan ................................................................................... 59

    BAB VI PENUTUP

    A. Kesimpulan ..................................................................................... 70 B. Rekomendasi ................................................................................. 71

    DAFTAR PUSTAKA

    BIODATA PENULIS

    LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................... 37

    Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Data Demografis

    Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin

    RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 ....................

    50 ...................................................................................................

    Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Pengetahuan Tentang Manfaat

    Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik

    Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 .....

    52 ...................................................................................................

    Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Pengetahuan Tentang Prinsip

    Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik

    Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 .....

    53 ...................................................................................................

    Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Pengetahuan Tentang Latihan

    Fisik Yang Tidak Dianjurkan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II

    di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

    Tahun 2012 ....................................................................................

    54 ...................................................................................................

    Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Pengetahuan Tentang Latihan

    Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin

    RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 .....................

    55 ...................................................................................................

    Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi Melakukan

    Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik

    Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 .....

    56 ...................................................................................................

    Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan Tentang Manfaat Latihan Fisik Dengan

    Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus

    Tipe II di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda

    Aceh Tahun 2012 ..........................................................................

    57

    Tabel 5.8 Hubungan Pengetahuan Tentang Prinsip Latihan Fisik Dengan

    Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus

    Tipe II di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda

  • Aceh Tahun 2012 ..........................................................................

    58 ...................................................................................................

    Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Tentang Latihan Fisik Yang Tidak

    Dianjurkan Dengan Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien

    Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Zainoel

    Abidin Banda Aceh Tahun 2012 ...................................................

    60

    Tabel 5.10 Hubungan Pengetahuan Tentang Latihan Fisik Dengan Motivasi

    Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di

    Poliklinik Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun

    2012 ...............................................................................................

    61

  • DAFTAR SKEMA

    Halaman

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 36

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penyusunan Proposal

    Lampiran 2 Anggaran Biaya

    Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden

    Lampiran 4 Lembaran Persetujuan Menjadi Responden

    Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

    Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Awal Dari Rumah Sakit

    Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

    Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Uji Kuesioner dari Rumah Sakit Umum

    Meuraxa Banda Aceh.

    Lampiran 8. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

    Lampiran 9. Surat Keterangan Selesai Pengumpulan Data dari RSUD dr. Zainoel

    Abidin Banda Aceh.

    Lampiran 10. Hasil penelitian dan Master Tabel Penelitian

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Pengetahuan adalah hasil `tahu`, dan ini terjadi setelah orang melakukan

    penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera

    manusia, nyakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

    tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan

    sikap positif, akan berlangsung langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

    pengetahuan (Notoatmodjo, 2007, p.144)

    Tingginya pengetahuan seseorang tanpa adanya motivasi untuk berperilaku sehat

    sampai usia senja membuat seseorang akan mengalami berbagai masalah kesehatan.

    Menurut Najati yang dikutip dalam (Shaleh, 2004, p.132) motivasi adalah kekuatan

    penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan

    tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.

    Salah satu penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup atau perilaku yang tidak

    sehat adalah penyakit Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan

    metabolisme (metabolic syndrome) dari distribusi gula oleh tubuh. Penderita Diabetes

    tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tak mampu

    menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula didalam darah.

    Kelebihan gula yang kronis di dalam darah (hiperglikemia) ini menjadi racun bagi tubuh

    (VitaHealth: 2004, p.13).

  • Rubenstein (2005, p.177), mengatakan bahwa dua sindrom klinis utama yang

    disebut Diabetes adalah tipe 1 dan tipe 2, hanya sedikit memiliki kesamaan selain

    peningkatan kadar gula darah dan akibat langsung jangka panjang dari keadaan tersebut.

    Diabetes Mellitus tipe I (Diabetes Mellitus yang tergantung insulin (Insulin-Dependent

    Diabetes Mellitus/IDDM) adalah gangguan autoimun dimana terjadi penghancuran sel-

    sel pangkreas penghasil insulin. Pasien biasanya berusia dibawah 30 tahun,

    mengalami onset akut penyakit ini, tergantung pada terapi insulin, dan cenderung lebih

    mudah mengalami ketosis.

    Diabetes Mellitus tipe II adalah bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada

    Diabetes khasnya menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua dengan gejala

    ringan sehingga penegakan diagnosis bisa saja baru dilakukan pada stadium penyakit

    yang sudah lanjut, seringkali setelah ditemukannya komplikasi seperti retinopati atau

    penyakit kardiovaskuler. Insensitivitas jaringan terhadap insulin (resistensi insulin) dan

    tidak adekuatnya respon sel pankreas terhadap glukosa plasma yang khas,

    menyebabkan produksi glukosa hati berlebihan dan penggunaannnya yang terlalu

    rendah oleh jaringan (Rubenstein: 2005, p.177).

    Diabetes Mellitus termasuk penyakit yang belum dapat disembuhkan secara

    total. Yang mungkin dilakukan adalah mengontrolnya agar penderitanya dapat

    mempertahankan kualitas hidupnya. Usaha pengendalian Diabetes adalah dengan

    mengupayakan agar kadar gula darah menjadi normal sekitar 60-120 mg/dl, yang ideal

    ukurannya adalah 80-109 mg/dl pada waktu puasa sebelum test darah dan 110-159 pada

    dua jam setelah makan. Kuncinya adalah dengan pangaturan makanan (diet), latihan

  • fisik, dan menghindari stress (VitaHealth: 2004, p.10).

    Usaha untuk menjaga agar gula darah tetap mendekati normal juga tergantung

    dari motivasi serta pengetahuan penderita mengenai penyakitnya. Pengetahuan

    seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan

    pengetahuan tersebut penderita memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu

    pilihan (Ambarwati, 2009).

    Untuk penatalaksanaan DM sebaiknya menggunakan latihan fisik dan disertai

    dengan mengatur pola makan. Walaupun manfaat dari latihan fisik masih ditentukan

    oleh tipe penyakit DM. Menurut Dalimartha (2005, p.30), salah satu bentuk pengelolaan

    penyakit diabetes mellitus yang lain adalah melakukan latihan fisik. Dengan melakukan

    latihan secara teratur dan berkesinambungan diharapkan kadar glukosa darah akan

    menurun.

    Lebih lanjut Soegondo (1995) dalam Indriyani, Supriyatno, dan Santoso (2004 )

    mengatakan bahwa latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat

    penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan

    fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara

    langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan fisik

    dapat menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi,

    menurunkan LDL dan meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit jantung

    koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriyani, dkk, (2004), menunjukkan

    bahwa sebelum melakukan latihan fisik rata-rata kadar gula darah responden adalah

  • 240,27 mg% dengan standar deviasi 11,56 mg%. Faktor pencetus peningkatan kadar

    gula darah ini akibat dari gaya hidup yang salah dan kurangnya aktivitas. Selain itu

    sedikit dari mereka yang mengetahui dan mempunyai motivasi untuk melakukan latihan

    fisik pada penderita DM seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2003)

    menyatakan bahwa motivasi yang mendasari responden untuk melakukan latihan fisik

    dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi harapan agar

    normal kadar gula darahnya, sikap yang ditunjukan dengan niat untuk melakukan olah

    raga dan faktor eksternal meliputi pengetahuan yang ditunjang dari banyaknya

    informasi melalui media dan dukungan dari keluarga.

    Menurut laporan World Health Organization (WHO), jumlah penderita DM di

    dunia pada tahun 1987 30 juta. Menyusul kemudian, laporan WHO November 1993,

    ternyata jumlah penderita DM di dunia meningkat tajam menjadi 100 juta lebih dengan

    prevalensi sebesar 6%. Laporan terakhir oleh McCarty et al, 1994: jumlah penderita DM

    di dunia menjadi 110,4 juta, tahun 2000 meningkat 1,5 kali lipat ( 175,4 juta), tahun

    2010 menjadi 2 kali lipat (239,3 juta), dan hingga tahun 2020 diperkirakan menjadi

    300 juta. (Tjokokroprawiro, 2007, p.30).

    Berdasarkan sebuah studi populasi yang dilakukan oleh WHO tahun 2005

    menemukan bahwa jumlah pengidap diabetes tipe II di Indonesia mencapai peringkat

    ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Di Indonesia penderita DM terhitung

    mencapai 8,6 juta orang (Mahendra, 2008, p.32)

    Jumlah penderita diabetes mellitus yang didapatkan dari data Medical Record

    BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2011 mencapai 727 pasien,

    dengan tipe I sebanyak 84 pasien (11,5% ), dan tipe II sebanyak 643 pasien (88,5%).

  • Kemudian pada triwulan pertama Tahun 2012, jumlah pasien Diabetes Mellitus

    mencapai 238 pasien, dengan tipe I berjumlah 8 pasien dan tipe II berjumlah 230 pasien

    (Medical Record BLUD RSUZA Banda Aceh, 2012).

    Hasil wawancara awal yang dilakukan pada terhadap 5 orang saat pengambilan

    data awal yang berobat ke Poliklinik Endokrin BLUD RSUZA Banda Aceh, didapatkan

    bahwa hanya 1 orang yang rutin melakukan olahraga sebanyak 3 kali perminggu, dan 4

    orang lainnya mengatakan jarang melakukan olahraga, hanya aktivitas di rumah saja.

    Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

    penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan Tentang Latihan Fisik Dengan

    Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di

    Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012.

    B. PERUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan uraian di atas peneliti membatasi dan merumuskan masalah

    penelitian adalah sebagai berikut Apakah Ada Hubungan Antara Pengetahuan Tentang

    Latihan Fisik Dengan Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus

    Tipe II di Poliklinik Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Tujuan umum

    Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Latihan Fisik dengan Motivasi

    dalam melakukan Latihan Fisik pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik

    Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

  • 2. Tujuan khusus

    a. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Mamfaat Latihan Fisik

    dengan motivasi dalam melakukan latihan fisik pada pasien Diabetes Mellitus

    Tipe II di Poliklinik Endokrin.

    b. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Prinsip Latihan Fisik dengan

    Motivasi dalam melakukan Latihan Fisik pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II

    di Poliklinik Endokrin.

    c. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Latihan Fisik yang tidak

    dianjurkan dengan Motivasi dalam melakukan Latihan Fisik pada pasien

    Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin

    D. MAMFAAT PENELITIAN

    1. Bagi Pasien

    Sebagai motivasi bagi pasien diabetes mellitus dalam melakukan latihan fisik di Poli

    Endokrin.

    2. Bagi Tenaga Keperawatan

    Untuk meningkatkan wawasan tentang pelayanan keperawatan khususnya latihan

    fisik pada pasien diabetes mellitus untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan

    secara profesional

    3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

    Khususnya BLUD RSUZA Banda Aceh, hasil penelitian ini dapat digunakan

    sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan khususnya dalam memberikan

    penyuluhan tentang pentingnya latihan fisik untuk meningkatkan motivasi pada

  • pasien diabetes mellitus.

  • BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    A. KONSEP DASAR PENGETAHUAN

    1. Definisi Pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2005, p.50) Pengetahuan adalah hasil penginderaan

    manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

    (mata,hidung,telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan

    sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

    perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagaian besar pengetahuan seseorang

    diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).

    2. Proses Pengetahuan

    Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007, p.144) mengungkapkan

    bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri

    orang tersebut terjadi proses yang berurutan, nyakni:

    1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

    mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

    2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

    subjek sudah mulai timbul

    3. Evaluation (Menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

    bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

    4. Trial, di mana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

    apa yang dikehendaki oleh stimulus.

  • 5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

    kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

    3. Tingkatan Pengetahuan

    Notoatmodjo (2007, p.145) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap

    objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya

    dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

    1. Tahu (know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

    Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

    terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

    yang telah diterima. Oleh karena itu, `tahu` ini merupakan tingkat pengetahuan

    yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

    yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

    menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda

    kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

    2. Memahami (comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

    tentangobjek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

    benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

    menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

    terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus

    makan makanan yang bergizi.

    3. Aplikasi (application)

  • Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).aplikasi disini dapat diartikan

    aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

    dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus

    statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan

    prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam

    pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

    4. Analisis (analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

    dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

    tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

    dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (memuat bagan),

    membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

    5. Sintesis (synthesis)

    Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

    menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

    Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

    dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat

    merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya,

    terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

    6. Evaluasi (evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

    penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

  • suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

    telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi

    dengna anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di

    suatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan

    sebagainya.

    B. KONSEP DASAR MOTIVASI

    1. Definisi motivasi

    Istilah motivasi baru digunakan sejak awal abad kedua puluh. Selama beratus-

    ratus tahun, manusia dipandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memilih

    tujuan dan menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah yang menentukan

    apa yang dilakukan manusia. Manusia bebas untuk memilih, dan pilihan yang ada

    baik atau buruk, tergantung pada intelegensi dan pendidikan individu (Shaleh, 2004,

    p.128)

    Menurut Notoatmodjo (2005, p.120) motivasi berasal dari bahasa latin yang

    berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang

    menggerakkan kita untuk untuk berperilaku tertentu. Dalam bukunya tentang

    bagaimana memotivasi perilaku sehat, Elder et.al (1988) mendefinisikan motivasi

    sebagai interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan,

    menurunkan atau mempertahankan perilaku.

    Sedangkan menurut Robbin (2002, p.55) motivasi adalah keinginan untuk

    melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan

    kebutuhan individu. Suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi menciptakan ketegangan,

    sehingga merangsang dorongan dari dalam diri individu. Dorongan-dorongan ini

  • menghasilkan suatu pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu yang jika

    tercapai akan memuaskan kebutuhan dan menyebabkan penurunan ketegangan.

    Lebih lanjut Shaleh, (2004, p.129) mengatakan bahwa setiap perbuatan yang

    dilakukan manusia baik yang disadari atau yang tidak disadari pada dasarnya

    merupakan sebuah wujud untuk menjaga keseimbangan hidup. Jika keseimbangan

    ini terganggu, maka akan timbul suatu dorongan untuk melakukan aktivitas guna

    mengembalikan keseimbangan kondisi tubuh.

    2. Teori Motivasi

    Menurut Siagian (2004, p.145;185), beberapa teori motivasi yang dikemukakan

    oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

    a. Teori Kebutuhan

    1) Teori Kebutuhan Sebagai Hirarkhi

    Teori ini dikembangkan oleh Maslow yang mengatakan bahwa

    kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarkhi kebutuhan,

    yaitu:

    a) Kebutuhan fisiologis

    Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan-

    kebutuhan pokok dari manusia seperti sandang, pangan dan perumahan.

    Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar

    bukan saja karena setiap orang membutuhkannya secara terus menerus

    sejak lahir hingga ajalnya. Akan tetapi juga karena tanpa pemuasan

    berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup

    secara normal.

  • b) Kebutuhan akan keamanan

    Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam

    arti keamanan fisik, meskipun hal ini aspek yang sangat penting, akan

    tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, termasuk perlakukan adil

    dalam pekerjaan seseorang.

    c) Kebutuhan sosial

    Dalam kehidupan organisasionalnya manusia sebagai insan social

    mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan

    keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya.

    d) Kebutuhan esteem

    Salah satu ciri manusia ialah bahwa dia mempunyai harga diri,

    karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan

    statusnya oleh orang lain.

    e) Kebutuhan untuk aktualisasi diri

    Dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum

    seluruhnya dikembangkan. Merupakan hal yang normal apabila dalam

    meniti karir, seseorang ingin agar potensinya itu dikembangkan secara

    sistematik sehingga menjadi kemampuan efektif. Dengan pengambangan

    demikian, seseorang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar

    bagi kepentingan organisasi dan dengan demikian meraih kemajuan

    professional yang memungkinkan untuk memuaskan berbagai jenis

    kebutuhannya.

    2) Teori X dan Y

  • Teori ini dikembangkan oleh Douglas McGregor yang

    mengklasifikasikan manusia sebagai berikut:

    a) Teori X yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung

    berperilaku negatif.

    b) Teori Y yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung

    berperilaku positif.

    3) Teori Motivasi-Higiene

    Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg, seorang psikolog.

    Yang mengemukakan bahwa apabila pekerja merasa puas dengan

    pekerjaannya, kepuasan itu didasari pada factor-faktor yang sifatnya

    instrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh,

    sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karir

    dan pertumbuhan professional dan intelektual, yang dialami oleh seseorang.

    Sebaliknya apabila para pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaannya,

    ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang

    bersifat ekstrinsik, artinya bersumber dari luar diri perkerja yang

    bersangkutan, seperti kebijaksanaan organisasi, pelaksanaan kebijaksanaan

    yang telah ditetapkan, supervise oleh para manajer, dan hubungan

    interpersonal.

    4) Teori ERG

    Teori ERG dikembangkan oleh Clayton Alderfer dari universitas Yale.

    Akronim ERG merupakan huruf pertama dari tiga kata, yaitu: Existense,

    Relatedness, dan Growth. Menurut teori ini yang didukung oleh kehidupan

  • sehari-hari, mempertahankan eksistensi seseorang merupakan kebutuhan

    yang sangat mendasar dan merupakan kebutuhan nyata setiap orang untuk

    mempertahankan dan melanjutkan eksistensinya itu secara terhormat.

    Kebutuhan akan relatedness tercermin pada sifat dasar manusia sebagai

    insan sosial. Setiap orang ingin mengkaitkan keberadaannya dengan orang

    lain dan dengan lingkungannya. Hal ini sangat penting karena tanpa

    interaksi dengan orang lain dan dengan lingkungannya, keberadaan

    seseorang dapat dikatakan tidak mempunyai makna yang hakiki.

    Sedangkan Growth merupakan kebutuhan yang pada dasarnya tercermin

    pada keinginan seseorang untuk bertumbuh dan berkembang, misalnya

    dalam peningkatan keterampilan dalam bidang pekerjaan atau profesi

    seseorang yang memungkinkannya meraih apa yang secara umum disebut

    sebagai kemajuan dalam perjalanan hidup seseorang.

    Menurut Nursalam (2002, p.94), teori ERG adalah teori motivasi yang

    menyatakan bahwa orang berkerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang

    eksistensi (existence, kebutuhan mendasar dari maslow), kebutuhan

    keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan

    pertumbuhan (growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pengaruh

    produktif). Teori ERG menyatakan bahwa kalau kebutuhan yang lebih

    tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali,

    walaupun sudah terpuaskan.

    5) Teori Tiga Kebutuhan

  • Teori ini dikemukakan oleh David Mcleland. Inti dari teori ini terletak

    pada pendapat yang mengatakan bahwa pemahaman tentang motivasi akan

    semakin mendalam apabila disadari bahwa setiap orang mempunyai tiga

    jenis kebutuhan, yaitu: Need for Achievement, Need for Power, dan

    Need for Affiliation. Lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:

    a) Need for Achievement

    Setiap orang ingin dipandang sebagai orang yang berhasil dalam

    hidupnya. Keberhasilan itu bahkan mencakup seluruh segi kehidupan

    dan penghidupan seseorang.

    b) Need for Power

    Menurut teori ini, kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada

    keinginan untuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Penelitian

    dan pengalaman memang menunjukkan bahwa setiap orang ingin

    berpengaruh terhadap orang lain dengan siapa ia melakukan interaksi.

    c) Need for Affiliation

    Kebutuhan ini merupakan kebutuhan nyata dari setiap manusia,

    terlepas dari kedudukan, jabatan, dan pekerjaannya. Artinya, kebutuhan

    tersebut bukan hanya kebutuhan mereka yang menduduki jabatan

    manajerial, juga bukan hanya merupakan kebutuhan para bawahan yang

    tanggung jawab utamanya hanya melakkan tugas kegiatan-kegiatan

    operasional. Kenyataan ini berangkat dari sifat manusia sebagai makhluk

    social. Kebutuhan akan affiliasi pada umumnya tercermin pada

    keinginan berada pada situasi yang bersahabat dalam interaksi seseorang

  • dengan orang lain.

    b. Teori evaluasi Kognitif

    Menurut teori ini, apabila faktor-faktor motivasional yang bersifat

    ekstrinsik diperkenalkan, seperti gaji yang besar sebagai imbalan bagi usaha

    penyelesaian tugas, yang tadinya memberikan kepuasan bagi pekerja yang

    bersangkutan secara instrinsik akan cenderung mengurangi tingkat motivasional

    seseorang.

    c. Teori Penentuan Tujuan

    Ditekankan dalam teori ini bahwa semakin tinggi tingkat penerimaan

    para pelaksana atas kepantasan dan kelayakan tujuan tertentu untuk dicapai,

    semakin tinggi pula motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut. Ditekankan

    pula bahwa semakin besar partisipasi seseorang dalam menentukan tujuan itu,

    semakin besar pula motivasinya untuk meraih keberhasilan dan prestasi kerja

    yang setinggi mungkin. Alasannya mudah dipahami, yaitu bahwa apabila

    seseorang terlibat langsung dalam memutuskan sesuatu dalam hal ini tujuan

    yang akan dicapai, ia akan merasa bahwa keputusan itu merupakan

    keputusannya sendiri dan tidak sekedar pelaksana sesuatu keputusan yang

    ditentukan oleh orang lain.

    d. Teori Penguatan

    Para penganut teori penguatan melihat perilaku seseorang sebagai akibat

  • lingkungannya, yang dimaksud dengan factor-faktor penguatan adalah adalah

    setiap konsekuensi yang apabila timbul mengikuti suatu respons, memperbesar

    kemungkinan bahwa tindakan itu akan diulangi.

    e. Teori Keadilan

    Keadilan menyangkut perspsi seseorang terhadap perlakuan yang

    diterimanya dari orang lain. Biasanya seseorang akan mengatakan bahwa

    dirinya diperlakukan dengan adil apabila perilaku itu menguntungkannya.

    Sebaliknya dia akan cenderung mengatakan bahwa dia diperlakukan tidak adil

    apabila perlakuan yang diterima dirasakan merugikannya. Dapat dipastikan

    bahwa persepsi seseorang tentang keadilan berpengaruh pada perilaku dan

    tindak tanduknya yang pada gilirannnya menentukan motivasinya, terutama

    yang bersifat instrinsik.

    f. Teori Harapan

    Inti teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa kuatnya

    kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada

    kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu

    dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan.

    C. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS

    1. Definisi

    Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

    kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai

    komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada

  • membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007,

    p.580).

    Sedangkan menurut Smeltzer (2001, p.1220), Diabetes Mellitus merupakan

    sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah

    atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam

    darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu

    hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah

    dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.

    Lebih lanjut Tjokoprawiro, (2007, p.32) mengatakan bahwa Diabetes Mellitus

    adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya

    insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan

    glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM-Tipe 2), atau kurangnya

    insulin absolut (pada DM-Tipe 1), dengan tanda-tanda hiperglikemia dan

    glukosuria, disertai dengan gejala-gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan

    berat badan), dan atau pun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala.

    Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada

    metabolisme lemak dan protein.

    2. Klasifikasi

    Menurut Underwood (1999, p.538) bahwa dua tipe utama Diabetes Mellitus

    diberi batasan yang tergantung pada penetapan klinikal dimana keadaan ini terjadi.

    Penelitian terhadap patogenesis penyakit telah memperkuat klasifikasi ini,

    sebagaimana halnya kedua tipe tersebut mempunyai patogenesis yang berbeda.

    Disamping itu, diabetes kadang-kadang timbul sebagai konsekuensi sekunder dari

  • penyakit lain.

    a. Tipe 1 (juvenile-onset, insulin-dependent diabetes)

    Diabetes mellitus tipe I (disebut juga juvenile-onset, atau insulin-dependent

    diabetes) khas timbul pada masa kanak-kanak. Penderita biasanya

    memperlihatkan terjadinya efek katabolik dan sangat rawan terhadap timbulnya

    ketoasidosis. Defek sentralnya ialah sekresi insulin oleh sel- pankreas yang

    tidak adekuat, dan ini hanya dapat dikoreksi dengan pemberian insulin eksogen

    seumur hidupnya.

    b. Tipe 2 (maturity-onset, non-insulin-dependent diabetes)

    Diabetes mellitus tipe II lebih sering ditemukan dibandingkan dengan tipe I dan

    biasanya timbul pada usia pertengahan, yang menjadi lebih banyak pada

    obesitas. Penderita tidak rawan terhadap timbulnya ketoasidosis, tetapi kadang-

    kadang timbul koma non-ketotik dimana terdapat hiperosmolaritas plasma yang

    ekstrim. Sekresi insulin masih dalam batas normal, atau meningkat dan

    karenanya defek sentralnya mungkin menjadi reduksi pada jumlah reseptor

    permukaan sel insulin.

    Faktor genetik jelas sangat berperan dalam etiologi diabetes mellitus tipe II,

    hal ini ditunjukkan bahwa hampir 100% kembar identik karena penyakit ini. Pola

    menurunnya yang sesuai hukum mendel masih belum jelas. Bukti menunjukkan

    bahwa kelainan ini bukan penyakit autoimun.

    3. Penyebab

    Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung

    Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau langerhans akibat proses

  • autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau

    Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif

    sel dan resistensi insulin (Mansjoer, 2007, p.580).

    Mansjoer, (2007, p.580) menambahkan bahwa resistensi insulin adalah turunnya

    kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer

    dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu

    mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif

    insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

    rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang

    sekresi insulin lain.

    4. Tanda dan Gejala

    Menurut Price (2005, p.1263), manifestasi klinik diabetes mellitus dikaitkan

    dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi

    insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau

    toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan

    melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan

    mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria)

    dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka

    pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa

    lapar akan semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat

    kehilangan kalori. Pasien megeluh lemah dan mengantuk.

    Lebih lanjut, Tapan (2005, p.70) mengatakan gejala diabetes mellitus adalah

  • sebagai berikut:

    a. Diabetes Mellitus Tipe I

    Gejala dari penyakit ini adalah keadaan yang ditimpakan akibat kadar

    glukosa darah yang tinggi yang biasa dijuluki dengan hiperglikemia. Orang yang

    mengalami hiperglikemi akan merasa lapar dan haus terus menerus. Karena

    minum banyak, otomatis kencing juga akan banyak. Akan terjadi penurunan

    berat badan meskipun makannya banyak. Merasa selalu lelah dan lemas tak

    berenergi. Gejala yang lain, mata kabur dan nyeri hebat di daerah lambung.

    Gejala permulaan ini kadangkala sukar ditemui pada penderita, terutama

    jika mereka masih dalam usia muda (anak-anak). Karena penderitanya biasanya

    anak-anak dan remaja, mereka terdiagnosa DM tipe I ini karena dibawa ke

    dokter akibat menderita dehidrasi berat, ketoasidosis diabetik (adanya keton,

    suatu zat racun yang membuat darah menjadi asam), atau karena koma

    diabetikum.

    b. Diabetes Mellitus Tipe II

    Berbeda dengan tipe I, DM tipe II ini mempunyai gejala yang perlahan-

    lahan bahkan tidak disadari hingga secara tidak sengaja diperiksa kadar gula

    darah, misalnya proses rekruitment atau medical check up. Gejala yang mungkin

    timbul pada awal menderita hiperglikemia adalah: cepat lelah, kondisi tidak fit/

    merasa sakit, sering kencing, cepat haus, lapar terus, dan lain-lain. Jika glukosa

    darah sudah tumpah ke air seni/kencing, biasanya bekas air seni yang tidak

    disiram akan bersemut.

    Gejala yang lain yang bisa menyertai adalah penurunan berat badan

  • yang tiba-tiba, peningkatan nafsu makan, dan pandangan kabur. Juga jika

    mengalami luka baik di kulit maupun di mulut maka proses penyembuhannya

    menjadi sukar/lama. Sering mendapat infeksi saluran kencing adalah tanda yang

    membawa penderita berobat ke dokter. Khususnya pada pada kelamin wanita

    bisa terjadi gatal-gatal hingga keputihan.

    5. Patofisiologi

    a. Diabetes tipe I

    Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

    insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

    Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh

    hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

    dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

    postprandial (sesudah makan).

    Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tingi, ginjal tidak dapat

    menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa

    tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan

    disekresikan kedalam urin, ekresi inin akan disertai pengeluaran cairan dan

    elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai

    akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami

    peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

    Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

    yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

    peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.

  • Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal

    insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan

    glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta

    substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin proses ini akan terjadi

    tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia.di samping itu akan

    terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan

    keton yang merupakan prosuk samping pemecahan lemak (Smeltzer, 2001,

    p.1223).

    b. Diabetes tipe II

    Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan

    dengan insulin, yaitu: resistensi indulin dan gangguan sekresi insulin.

    Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

    Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

    rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insuli pada

    diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.

    Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa

    dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada

    penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin

    yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang

    normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

    mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

    meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

  • Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas

    diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat

    untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

    menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe

    II (Smeltzer, 2001, p.1223)

    6. Penatalaksanaan

    Smeltzer (2001, p.1226) mengatakan bahwa tujuan utama terapi diabetes

    mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah

    dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.

    Tujuan teurapetik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah

    normal (Euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola

    aktivitas pasien.

    Smeltzer (2001, p.1226), ada empat komponen dalam penatalaksanaan diabetes,

    diantaranya adalah sebagai berikut:

    a. Diet

    Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

    diabetes. Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus

    mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya

    hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik dan

    budayanya. Lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:

    1) Kebutuhan kalori

    Tahap pertama dalam mempersiapkan perencanaan makan adalah

    mandapat riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasaan makan pasien dan

  • gaya hidupnya. Kita juga harus mengkaji keinginan pasien untuk

    menurunkan, menaikkan atau mempertahankan berat badannya. Pada

    sebagian besar kasus, penderita diabetes mellitus tipe 2 memerlukan

    penurunan berat badan.

    Diet untuk mengendalikan kalori dapat dilakukan pertama-tama dengan

    menghitung kebutuhan kalori seseorang. Usia, jenis kelamin, tinggi dan

    berat badan digunakan dengan rumus Harris-Benedict untuk menentukan

    Basal Energy Expenditure (BEE) yang akan mencerminkan kebutuhan

    energy minimal. Factor aktifitas kemudian dikalikan dengan BEE untuk

    menghasilkan jumlah kalori yang diperlukan agar berat badan dapat

    dipertahankan. Untuk menurunkan berat badan sebanyak setengah hingga

    satu kilogram, jumlah total kalori tersebut dikurangi dengan 500 hingga

    1000 kalori. Kalori yang diberikan harus didistribusikan ke dalam

    karbohidrat, protein serta lemak, dan dengan demikian perencanaan makan

    dapat dibuat.

    2) Distribusi kalori

    Distribusi kalori dari karbohidrat saat ini lebih dianjurkan dari pada

    protein dan lemak. Meskipun demikian, riset tentang ketepatan diet tinggi

    karbohidrat pada pasien penurunan toleransi glukosa sedang berjalan, dan

    dengan demikian anjuran tersebut masih dapat berubah. Pada saat ini.

    Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Diabetik Amerika

    merekomendasikan bahwa untuk semua tingkat asupan kalori, maka 50%

    hingga 60% kalori berasal dari karbohidrat, 20% hingga 30% dari lemak,

  • dan 12% hingga 20% lainnya dari protein. Rekomendasi ini juga konsisten

    dengan rekomendasi dari The American Heart Association dan American

    Cancer Society.

    b. Latihan fisik

    1) Pengertian

    Latihan fisik sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena

    efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi factor

    risiko kardiovaskuler. Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar

    glukosa darah lebih dari 250 mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam

    urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin

    memperlihatkan hasil negative dan kadar glukosa darah mendekati normal.

    Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi

    glucagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormone ini

    membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar

    glukosa darah (Smeltzer, 2001, p.1226),

    Dalimartha, (2005, p.30) menambahkan bahwa dengan melakukan

    latihan teratur dan berkesinambungan diharapkan kadar glukosa darah akan

    menurun. Namun, tidak semua penderita dapat melakukan aktivitas fisik

    tanpa risiko. Hanya penderita DM Tipe II yang dapat melakukannya dengan

    aman, terutama penderita DM tipe II yang ringan atau sedang.

    Selanjutnya Dalimartha, (2005, p.31) mengatakan bahwa untuk

    mengetahui berapa denyut nadi yang diperbolehkan selama latihan, dapat

  • dihitung melalui rumus sebagai berikut: Denyut nadi maksinal = 220 umur.

    Adapun target zone/zone latihan ialah 70-85% dari denyut nadi maksimal.

    2) Manfaat latihan fisik

    Menurut Mahendra (2008, p.111), beberapa manfaat latihan fisik yang

    baik, benar, terukur, dan teratur bagi penderita diabetes, antara lain.

    a) Memperbaiki sensitivitas insulin.

    b) Mencegah terjadinya DM dini bagi mereka yang memiliki risiko tinggi

    terserang penyakit DM.

    c) Mengurangi kebutuhan obat.

    d) Membuat tubuh menjadi lebih sehat dan bugar.

    e) Mengelola berat badan dalam program mengatasi kegemukan.

    f) Memperbaiki profil lemak darah.

    g) Menurunkan tekanan darah tinggi.

    h) Menurunkan risiko penyakit jantung.

    Menurut Donna (1995, p. 1665) Latihan ringan yang berkelanjutan setiap

    hari membantu mengatur kadar glukosa darah dan dapat menurunkan

    kebutuhan obat untuk klien dengan diabetes tipe 2. Latihan secara teratur juga

    meningkatkan control diabetes dengan meningkatkan sensifitas insulin,

    meningkatkan pembersihan glukosa, dan menggalakkan penurunan berat

    badan.

    Latihan secara teratur menurunkan factor resiko penyakit jantung, seperti

    hiperlipidemia, kelainan koagulan, hipertensi, intoleransi glukosa, dan

    obesitas. setelah menjalani latihan, klien dengan diabetes tipe 2 mengalami

  • penurunan total kolesterol, lipoprotein berkepadatan rendah, dan trigliserida,

    dan peningkatan lipoprotein berkepadatan tinggi. Latihan menurunkan

    tekanan darah sistolik dan diastolic dan meningkatkan fungsi kardiovaskular.

    Aktivitas fisik secara teratur tampaknya memiliki peran penting dalam

    pencegahan diabetes tipe 2 melalui efek independen terhadap resistensi

    insulin dan intoleransi glukosa (Donna, 1995, p. 1665)

    3) Prinsip Latihan Fisik

    Menurut Mahendra (2008, p.111), dosis latihan bagi penderita DM

    sebaiknya dikelola secara individu sesuai dengan program FITT, yaitu

    frecuency, intensity, time, dan type.

    a) Frecuency

    Frekuensi pada dasarnya adalah jumlah hari latihan per minggu.

    Penderita diabetes mellitus tipe 2 dianjurkan melakukan latihan jasmani

    secara teratur untuk memperbaiki kadar gula darahnya. Bahkan beberapa

    kepustakaan merekomendasikan penderita diabetes dengan berat badan

    berlebih/obes agar berlatih setiap hari untuk memaksimalkan kalori yang

    keluar sehubungan pengelolaan berat badan.

    b) Intensity

    Umumnya intensitas latihan diharapkan dalam zona latihan individu.

    Intensitas latihan yang direkomendasikan adalah ringan sampai sedang (50-

    75% denyut nadi maksimal) untuk mencapai perbaikan system

    kardioespirasi dan metabolisme. Intensitas latihan dapat diukur dengan

    menghitung denyut nadi dipergelangan tangan atau dileher per 15 detik,

  • kemudian dikali empat (hitungan perdetik).

    c) Time

    Durasi adalah lama berlatih dalam I sesi. Idealnya lama berlatih 20-

    60 menit, tetapi bagi pemula dapat memulai dengan 10 menit per sesi

    latihan. Metode lain dengan membagi melalui beberapa latihan yang

    kumulatif mencapai waktu yang ditentukan, misalnya latihan 10 menit per

    sesi yang bila dijumlahkan mencapai waktu 30 menit per hari. Selanjutnya

    waktu latihan dapat ditambahkan per 2 minggu sesuai kemampuan individu.

    Khususnya bagi penderita diabetes mellitus dengan kelebihan berat

    badan/obes maka lama latihan dapat mencapai 60 menit.

    d) Type

    Pilihlah latihan yang anda sukai, sebaiknya mengacu pada bentuk

    latihan yang dihubungkan dengan latihan ketahanan jantung-paru serta

    letihan kekuatan. Dianjurkan latihan aerobic tipe I dan II seperti jalan,

    sepeda, senam, atau renang sehingga intensitas mudah dipantau. Sebagai

    pelengkap, dapat ditambahkan latihan kekuatan baik dengan beban berat

    badan sendiri ataupun beban dari luar seperti dumbel,karet, dan lain-lain.

    Jenis latihan fisik yang baik adalah aerobik yang bersifat daya tahan, karena

    dapat memperkuat otot jantung dan pembuluh darah. Misalnya jalan, joging,

    bersepeda, dan berenang.

    Untuk setiap kali melakukan latihan, ikuti tahapan-tahapan yang biasa

    berlaku, yaitu:

  • a) Pemanasan

    Sebelum masuk kedalam latihan inti, lakukan pemanasan dan peregangan.

    Keduanya berfungsi untuk menyiapkan tubuh anda menerima beban yang

    lebih berat

    (1) Pemanasan ( warming up )

    Pemanasan sebaiknya dilakukan dalam tempo lambat 5_10 menit

    sehingga kecepatan jantung menigkatkan secara bertahap. Contoh jalan

    di tempat ,dan jalan pelan.

    (2) Peregangan ( sretching )

    Lakukan secara perlahan dan lembut selama lebih kurang 5 menit.

    Caranya tahan 10-15 hitungkan untuk setiap gerakan dan sebaiknyatidak

    dihentakkan.

    b) Latihan inti

    Latihan inti terbagi menjadi beberapa sesi, yakni latihan ketahanan

    jantung-paru (aerobik), latihan kekuatan, dan latihan keseimbangan.

    (1) Latihan ketahanan jantung-paru.

    Latihan ketahanan jantung-paru dilakukan dengan intensitas lebih tinggi

    dari pemanasan, tetapi masih dalam zona latihan individual. Latihan ini

    dipertahankan selama 20-60 menit. Contohnya jalan,sepeda, berenang,

    dan senam.

    (2) Latihan kekuatan

    Latihan kekuatan dilakukan baik dengan beban tubuh sendiri atau dengan

    tambahan beban, seperti elastic band, dumbel, barbell, atau alat

  • olahraga/mesin yang ada di fitness center (pusat kebugaran).

    c) Pendinginan

    Lakukan pendinginan berupa jalan pelan selama 3-5 menit. Regangkan

    kembali semua otot-otot yang dipakai berolahraga.

    4) Latihan fisik yang tidak dianjurkan

    Menurut Mahendra (2008, p.111), penderita diabetes mellitus tidak

    dianjurkan melakukan latihan yang berat. Latihan fisik yang berat akan berakibat

    fatal karena hal itu juga berkaitan dengan system kerja jantung sebagai alat

    pemompa darah.

    Sebelum mulai latihan, perlu diketahui latihan fisik dan status

    kesehatannya secara pasti. Bila tidak terlatih, sebaiknya jangan memilih latihan

    yang ritmenya tidak teratur dan intensitasnya sulit dipantau (kadang cepat,

    kadang pelan) seperti tenis, basket, voli, atau badminton.

    Penderita diabetes mellitus tentu menyadari bahwa pengaturan pola makan

    bukanlah satu-satunya cara untuk menjaga kualitas hidup. Mereka masih

    memerlukan kebugaran, nyakni cara tepat untuk membantu mengendalikan

    kadar gula.

    Berikut tips melakukan latihan fisik yang aman untuk pasien diabetes.

    a) Latihan harus menyenangkan agar anda tidak merasa terpaksa dan mudah

    jenuh.

    b) Jangan melakukan latihan jika kadar gula darah lebih dari 250 mg/dl untuk

    penderita diabetes tipe II dan lebih dari 200mg/dl pada penderita diabetes

    tipe I serta jika kadar gula darah

  • c) Bawalah selalu makanan ringan yang mengandung 15-30 karbohidrat seperti

    permen, air gula, atau biscuit. Bila terjadi tanda-tanda hipoglikemik seperti

    keringat dingin,jantung berdebar, dan mata berkunang-kunang, segeralah

    mengonsumsi makanan tersebut.

    d) Gunakan ukuran sepatu yang cocok dengan ukuran kaki (tidak kebesaran

    atau kekecilan) serta nyaman. Sebelum mengenakan sepatu,lihat bagian

    dalamnya apakah ada benda yang dapat menyebabkan luka. Jangan berlatih

    tanpa sepatu. Ukuran kaus kaki harus pas,jangan ada lipatan. Sebaiknya

    kaus kaki diganti setiap akan berlatih.

    e) Lakukan latihan bersama dengan teman (jangan sendirian agar mereka dapat

    member pertolongan seandainya terjadi sesuatu terhadap diabetes).

    f) Minum air sebelum, saat, dan setelah berlatih.

    g) Sebaiknya pilih pakaian khusus olahraga dan pakaian tersebut nyaman serta

    tidak mengganggu latihan fisik yang dilakukan. Baju sebaiknya berupa kaus

    yang terbuat dari bahan katun.

    h) Jika anda ingin mengisi perut sebelum melakukan latihan, sebaiknya makan

    besar 2-3 jam sebelum latihan.

    i) Lakukan pemanasan dan peregangan sebelum berlatih serta pendinginan

    dan peregangan sesudah berlatih.

    j) Jangan mengonsumsi alcohol sebelum, saat, dan setelah berlatih.

    k) Kenali diri anda dengan mengenal respon latihan.

    c. Terapi

  • 1) Terapi Insulin

    Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi

    insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah

    tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi

    jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan

    latihan fisik serta obat hiperglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.

    Disamping itu, sebagian pasien diabetes mellitus tipe II yang biasanya

    mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan latihan fisik

    dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama

    mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian

    stress lainnya.

    Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih

    sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah

    makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin diperlukan masing-

    masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah, maka pemantauan kadar

    glukosa darah yang akurat sangat penting.

    2) Agens Antidiabetik Oral

    Agens antidiabetik oral mungkin berkhasiat bagi pasien diabetes tipe II

    yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan fisik, meskipun

    demikian, obat ini tidak dapat digunakan pada kehamilan. Di Amerika

    Serikat, obat antidiabetik oral mencakup golongan sulfonilurea dan

    biguanid.

    Golongan sulfonilurea bekerja terutama dengan merangsang langsung

  • pancreas untuk mensekresi insulin. Dengan demikian, pankreas yang masih

    berfungsi merupakan syarat utama agar obat-obat ini bekerja efektif.

    Golongan sulfonilurea tidak dapat digunakan pada pasien diabetes tipe I dan

    pasien diabetes yang cenderung mengalami ketoasidosis. Kerja penting

    lainnya dari preparat ini, yang tidak berakibat langsung pada pancreas

    adalah memperbaiki kerja insulin di tingkat seluler. Sulfonilurea juga dapat

    menurunkan secara langsung produksi glukosa oleh hati.

    Kelompok obat antidiabetik oral yang lain adalah biguanid. Metformin

    (Glucophage), merupakan biguanid yang disetujui pemakaiannya di

    Amerika Serikat, obat ini dapat menimbulkan efek antidiabetik dengan

    memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer. Oleh karena itu,

    obat ini hanya dapat digunakan jika masih terdapat insulin. Biguanid tidak

    member efek pada sel-sel beta pancreas.

    Asidosis laktat merupakan komplikasi yang potensial serius pada terapi

    biguanid, pasien harus dipantau ketat ketika terapi biguanid diberikan atau

    ketika dosisnya diubah. Obat-obat yang dapat mengadakan interaksi dengan

    biguanid mencakup golongan antikoagulan, kortikosteroid, diuretic, dan

    kontraseptif oral.

    d. Pendidikan

    Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku

    penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, latihan fisik dan

    stress fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka

  • pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai factor. Pasien

    bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari

    guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang

    mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup

    unutuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penghargaan pasien

    tentang pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh

    penderita diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan pendidikan dan

    penyuluhan.

    Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan diabetes, namun

    pasien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam penatalaksanaan terapi

    yang kompleks itu setiap harinya. Karena alasan ini, pendidikan pasien dan

    keluarganya juga dipandang sebagai komponen yang penting dalam menangani

    penyakit diabetes mellitus.

  • BAB III

    KERANGKA KONSEP PENELITIAN

    A. Kerangka Konsep

    Penelitian ini dikembangkan berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh

    Mahendra (2008, p. 111), yaitu pengetahuan tentang latihan fisik yang terdiri dari:

    manfaat latihan fisik, prinsip latihan fisik, dan latihan fisik yang tidak dianjurkan.

    Kemudian konsep motivasi pasien diabetes mellitus tipe 2 melakukan latihan fisik

    berdasarkan teori ERG yang dikembangkan oleh Alderfer dalam Siagian (2004, p. 145).

    Menurut Nursalam (2011, p.97-98), variabel independent (bebas) yaitu variabel yang

    nilainya menentukan variabel lain, sedangkan variabel (terikat) yaitu variabel yang

    nilainya ditentukan oleh variabel lain. Penelitian ini yang menjadi variabel independent

    adalah pengetahuan tentang latihan fisik dan variabel dependennya adalah motivasi

    pasien diabetes mellitus tipe 2 melakukan latihan fisik.

    Untuk lebih jelas, kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan secara

    ringkas pada skema berikut ini:

    Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

    Variebel independen (bebas):

    Pengetahuan tentang latihan fisik,

    meliputi:

    - Manfaat latihan fisik - Prinsip latihan fisik - Latihan fisik yang tidak

    dianjurkan

    Variabel dependen (terikat):

    Motivasi pasien diabetes mellitus

    tipe 2 melakukan latihan fisik

  • B. Hipotesis

    1. Hipotesis Mayor

    Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik dengan motivasi

    melakukan latihan fisik

    2. Hipotesis Minor

    a. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang mamfaat latihan fisik dengan

    motivasi melakukan latihan fisik.

    b. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang prinsip latihan fisik dengan motivasi

    melakukan latihan fisik.

    c. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik yang tidak

    dianjurkan dengan motivasi melakukan latihan fisik

    C. Definisi Operasional

    Tabel 3.1

    Definisi Operasional Variabel Penelitian

    No Variabel Definisi

    Operasional Alat Ukur Cara Ukur

    Skala

    Ukur Hasil Ukur

    Variabel Independen

    1.

    Pengetahuan

    pasien DM

    tipe 2 tentang

    latihan fisik

    Pemahaman pasien

    DM tipe II tentang

    latihan fisik pada

    Diabetes Mellitus,

    meliputi: mamfaat

    latihan fisik,

    prinsip latihan

    Kuesioner

    Membagikan

    kuesioner

    berjumlah 20

    pernyataan

    kepada

    responden

    dalam bentuk

    Ordinal

    Tinggi; jika

    X 75%

    Rendah; jika

  • a.

    b.

    Pengetahuan

    pasien DM

    tipe 2 tentang

    Manfaat

    latihan fisik

    Pengetahuan

    pasien DM

    tipe 2 tentang

    Prinsip latihan

    fisik

    fisik, latihan fisik

    yang tidak

    dianjurkan.

    Pemahaman pasien

    DM tipe 2 tentang

    pentingnya

    melakukan latihan

    fisik

    Pemahaman pasien

    DM tipe 2 tentang

    bagaimana cara

    yang benar untuk

    melakukan latihan

    fisik, yang terdiri

    dari Jumlah,

    intensitas, lama,

    dan jenis latihan

    fisik

    Pemahaman pasien

    DM tipe 2 tentang

    apa saja yang harus

    diperhatikan saat

    berolahraga,

    meliputi: makan

    besar 2-3 jam

    sebelum latihan,

    bawa selalu

    makanan ringan.

    Kuesioner

    Kuesioner

    skala

    dichotomous

    .

    Membagikan

    kuesioner

    berjumlah 6

    pernyataan

    kepada

    responden

    dalam bentuk

    skala

    dichotomous.

    Membagikan

    kuesioner

    berjumlah 7

    pernyataan

    kepada

    responden

    dalam bentuk

    skala

    dichotomous

    Membagikan

    kuesioner

    berjumlah 7

    pernyataan

    kepada

    responden

    dalam bentuk

    skala

    dichotomous.

    Ordinal

    Ordinal

    X < 75%

    Tinggi; jika

    X 75%

    Rendah; jika

    X < 75%

    Tinggi; jika

    X 75%

    Rendah; jika

  • c.

    Pengetahuan

    pasien DM

    tipe 2 tentang

    Latihan fisik

    yang tidak

    dianjurkan

    Kuesioner

    Ordinal

    X < 75%

    Tinggi; jika

    X 75%

    Rendah; jika

    X < 75%

    No Variabel Definisi

    Operasional Alat Ukur Cara Ukur

    Skala

    Ukur Hasil Ukur

    Variabel Dependen

    1 Motivasi

    pasien

    diabetes

    mellitus tipe 2

    melakukan

    latihan fisik.

    Dorongan untuk

    melakukan latihan

    fisik pada pasien

    diabetes mellitus

    tipe 2, meliputi:

    kebutuhan dasar,

    kebutuhan

    Kuesioner

    Membagikan

    kuesioner

    berjumlah 9

    pernyataan

    kepada

    responden

    dalam bentuk

    Ordinal Tinggi; jika

    X 75%

  • hubungan antar

    pribadi, dan

    kebutuhan

    pertumbuhan

    skala Likert.

    Rendah; jika X < 75%

  • BAB IV

    METODELOGI PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode deskriptive korelatif dengan pendekatan

    cross sectional study, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara

    faktor-faktor resiko dengan efek, dengan pendekatan, observasi atau pengumpulan data

    sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010, p.145).

    B. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus tipe II di Poliklinik

    Endokrin BLUD Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang

    berjumlah 230 orang.

    2. Sampel

    Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability

    sampling melalui pendekatan purposive sampling yaitu sampel yang diambil

    berdasarkan ketentuan dari peneliti, dengan kriteria sebagai berikut:

    a. Bersedia menjadi responden.

    b. Pasien diabetes mellitus tipe II.

    c. Pasien yang dapat membaca dan menulis.

    Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus Slovin (1960), dikutip

    dari Notoatmodjo, 2010, p.92) sebagai berikut :

  • n=

    keterangan :

    n : besar sampel

    N : besar populasi

    d : tingkat kepercayaan

    Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti dapat dihitung sampelnya dengan

    menggunakan derajat presisi 10% sebagai berikut :

    n =

    n =

    n = 69,69 orang, dibulatkan 70 orang

    C. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Endokrin BLUD Rumah Sakit Umum

    Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

    2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 28 Desember 2012 ( lampiran

    1).

    D. Alat Pengumpulan Data Dan Uji Instrumen

    1. Alat Pengumpulan Data

  • Sebagai alat ukur data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner

    yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :

    a. Bagian A, berisikan data demografi responden berisi identitas responden, yang

    meliputi : umur, jenis kelamin, status, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan

    lamanya menderita diabetes melitus. (lampiran 5.1)

    b. Bagian B, berisikan kuesioner variabel independent yang dikembangkan sendiri

    oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep dan berdasarkan literatur

    yang telah disusun, digunakan untuk mengukur pengetahuan pasien diabetes

    melitus tipe II tentang latihan fisik, meliputi: manfaat latihan fisik, prinsip

    latihan fisik, dan latihan fisik yang tidak dianjurkan dalam bentuk dichotomous

    berjumlah 19 item pernyataan. Dengan artenatif jawaban ya dan tidak yang

    terdiri dari (lampiran 5.2):

    1) Mamfaat latihan fisik: pernyataan no 1 sampai dengan 5, dengan pernyataan

    positif pada no 2, 3, dan 4, sedangkan pernyataan negatif pada no 1, dan 5.

    2) Prinsip latihan fisik: pernyataan no 6 sampai dengan 12, dengan pernyataan

    positif pada no 6, 7, 9, 11 dan 12, sedangkan pernyataan negatife pada no 8,

    dan 10.

    3) Latihan fisik yang tidak dianjurkan: pernyataan no 13 sampai dengan 19,

    dengan pernyataan positif pada no 13, 14, 15, 16, 17, dan 18, sedangkan

    pernyataan negatife pada no 19.

    c. Bagian C, berisikan kuesioner variabel dependent, yaitu mengenai motivasi

    melakukan latihan fisik pada pasien diabetes melitus tipe II dalam bentuk skala

    Likert yang terdiri 10 item pernyataan. Pernyataan positif pada no 1, 4, 5, 7 dan

  • 9, sedangkan pernyataan negatif pada no 2, 3, 6, 8 dan 10. (lampiran 5.3)

    Untuk variabel pengetahuan pasien diabetes melitus tentang latihan fisik pada

    penderita DM. Perrnyataan positif diberi nilai ya (1), tidak (0). Pernyataan negatif

    diberi nilai ya (0) dan tidak (1). Untuk variabel motivasi pasien diabetes melitus

    tipe II dalam melakukan latihan fisik, pernyataan positif diberi nilai sangat setuju

    (4), setuju (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Dan pernyataan negatif

    diberi nilai sangat tidak setuju (4). tidak setuju (3), setuju (2), dan sangat setuju (1).

    2. Uji Coba Instrumen

    Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba instrumen. Uji

    coba instrumen dilakukan pada 10 (sepuluh) responden di Poliklinik Endokrin

    BLUD Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan kriteria

    yang sama dengan sampel.

    Menurut Notoatmodjo (2010, p.167), validitas adalah suatu indeks yang

    menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk

    mengetahui kuesioner yang telah disusun mampu mengukur apa yang hendak

    diukur, maka perlu diuji korelasi tiap-tiap item dengan nilai total kuesioner tersebut.

    Teknik korelasi yang dipakai adalah product moment (r). Untuk jumlah responden

    10 orang dengan menggunakan taraf signifikan 5% maka diketahui r tabel yang

    memenuhi adalah 0,632. Bila nilai korelasi r hitung sama dengan atau lebih dari

    0,632, maka pernyataan dalam kuesioner dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai

    korelasi r hitung kurang dari 0,632 maka pernyataan dalam kuesioner tidak valid

    dan harus direvisi atau didrop (dihilangkan).

  • Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid

    dan reliabel. Untuk itu instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan uji sebagai

    berikut :

    a. Uji Validitas

    Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa

    yang ingin diukur. Validitas mempunyai dua tipe, yaitu validitas muka (face

    validity) dan validitas isi/muatan (content validity) (Nursalam, 20011, p. 108).

    1) Face validity

    Face validity adalah suatu keputusan apakah instrumen yang ditanyakan

    mengukur konsep yang diinginkan. Keputusan-keputusan tentang face

    validity juga subyektif dan biasanya meliputi suatu proses dimana para ahli

    dengan bidang tes kontruksi dan bidang minat menilai instrumen untuk

    melihat jika dalam pendapat mereka, instrumen mengukur apa yang berarti

    untuk diukur (Brockopp, 2000, p.173).

    2) Content validity

    Content validity adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen

    dengan baik mewakili karakteristik yang dikaji. Instrumen dengan content

    validity yang tinggi adalah sangat mewakili semua butir-butir soal yang

    dapat dimasukkan untuk mengukur konsep dalam studi (Brockopp, 2000,

    p.172). Face validity dan content validity ini telah menggunakan 1 (satu)

    orang yang ahli dalam bidang keperawatan medikal bedah, yaitu:

    Ns. Hilman Syarief, M.Kep., Sp.MB.

    Kuesioner penelitian berisi 20 item pernyataan untuk variable independen

  • (pengetahuan tentang latihan fisik), dan 9 item pernyataan untuk variable

    dependen (motivasi pasien diabetes mellitus tipe 2 melakukan latihan fisik).

    Setelah dilakukan face validity dan content validity, pernyataan independen

    menjadi 19 item pernyataan yang valid dari 20 item pernyataan sebelumnya,

    sedangkan variable dependen menjadi 10 item pernyataan dari 9 item pernyataan

    sebelumnya dengan sedikit perubahan kata-kata.

    b. Uji Reliabilitas

    Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrument

    cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

    instrument itu sudah baik. Instrument yang sudah dapat dipercaya, yang

    relialibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya

    memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap

    akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliable

    artinya dapat dipercaya, dan jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2005, p.178).

    Pengukuran dianggap andal bila nilai korelasi diatas atau sama dengan 0,632.

    Dengan menggunakan program software computer maka nilai reliabilitas dapat

    langsung dihitung. Bila hasilnya sama atau lebih dari angka kritis pada derajat

    kemaknaan yaitu nilain alpha per-item kuesioner, maka alat ukur itu reliable.

    Menurut Anna dan Susana (2007, p.109 ), uji reliabilitas ini juga dapat

    diukur dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson 20 (KR-20) dapat

    diterapkan pada tes-tes yang soal-soalnya diskoring benar atau salah, atau

    tergantung pada system all-or-none (semua-atau-tidak sama sekali) lainnya.

    Nilai reliable dengan menggunakan rumus KR-20 pada masing-masing

  • variable independen yaitu manfaat latihan fisik nilainya adalah 0,928, prinsip

    latihan fisik nilainya adalah 0,941, dan latihan fisik yang tidak dianjurkan

    nilainya adalah 0,944, sedangkan variable dependen yaitu motivasi pasien

    diabetes mellitus tipe 2 melakukan latihan fisik dihitung dengan menggunakan

    cronbach`s , nilainya adalah 0,927, sehingga keseluruhan variabel dikatakan

    reliabel.

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Adapun tahap-tahap pengumpulan data terdiri dari:

    a. Tahap persiapan pengumpulan data

    Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi dengan

    cara mendapatkan surat izin dari institusi pendidikan keperawatan PSIK Unsyiah

    dan izin dari BLUD Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

    b. Tahap melakukan pengumpulan data

    Setelah mendapat izin dari BLUD Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel

    Abidin Banda Aceh, peneliti mendatangi Poliklinik. Kemudian peneliti menjumpai

    responden untuk memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan

    penelitian. Selanjutnya peneliti menentukan calon responden yang akan menjadi

    sampel. Kemudian peneliti meminta kesediaan pasien di Poliklinik Endokrin untuk

    menjadi responden pada penelitian ini dengan cara menandatangani lembar

    persetujuan menjadi responden yang telah disediakan (lampiran 4). Setelah surat

    persetujuan ditandatangani, peneliti memberikan penjelasan kepada responden

    tentang cara pengisian kuesioner dan dipersilahkan bertanya bila ada yang tidak

  • jelas. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden agar bila ada

    pertanyaan yang meragukan dapat ditanyakan langsung pada peneliti.

    Setelah kuesioner diisi dan dikumpulkan, peneliti memeriksa kelengkapannya

    dan mengakhiri pertemuan dengan responden. Kemudian peneliti melaporkan

    kembali pada bidang administrasi untuk mendapatkan surat keterangan selesai

    melakukan penelitian dari Direktur BLUD Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel

    Abidin Banda Aceh.

    F. Pengolahan Data

    Setelah kuesioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan lalu dilanjutkan

    dengan melakukan pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan

    melalui beberapa tahap sebagai berikut (Budiarto, 2002, p.29) :

    1. Editing

    Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dilakukan pengecekan nama dan

    identitas responden. Mengecek kelengkapan data, dengan memeriksa isi instrument

    pengumpul data untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan dalam pengisian identitas

    responden atau kelengkapan isi dari jawaban pernyataan dari kuesioner.

    2. Coding

    Pada tahap ini untuk mempermudah pengolahan, semua kuesioner yang telah

    diisi diberikan kode 01-70.

    3. Transferring

    Data yang diberi kode dimasukkan dalam master tabel dan data tersebut diolah

    dengan menggunakan data computer

    4. Tabulating

  • Pengelompokkan jawaban responden berdasarkan katagori yang telah dibuat

    untuk tiap-tiap subvariabel yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel

    distribusi frekuensi.

    G. Analisa Data

    1. Univariat

    Analisa univariat menggunakan metode statistik deskriptif untuk masing-masing

    variabel penelitian. Masing-masing variabel ditentukan hasil ukur. Menurut Chandra

    (2009, p.53), mean atau rata-rata nilai dapat diketahui dengan menggunakan rumus

    sebagai berikut :

    Keterangan :

    = nilai rata-rata

    = jumlah nilai

    n = sampel

    Selanjutnya variabel-variabel dikategorikan dalam kriteria sebagai berikut :

    Untuk variabel independen pengetahuan pasien tentang latihan fisik pada

    diabetes mellitus :

    1. Tinggi, apabila diperoleh x 75%

    2. Rendah, apabila diperoleh x < 75%

    Untuk variable dependen motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes

    melitus tipe II:

    1. Tinggi, apabila diperoleh x 75%

  • 2. Rendah, apabila diperoleh x < 75%

    Selanjutnya data yang telah dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi

    ditentukan persentase perolehan untuk tiap-tiap kategori dengan menggunakan rumus

    yang dikemukakan Budiarto (2002, p.37) yaitu :

    P= x100%

    Keterangan :

    p = persentase

    fi = frekuensi teramati

    n = jumlah responden yang menjadi sampel

    2. Bivariat

    Pada penelitian ini, analisa bivariat yang digunakan untuk mengukur hubungan

    adalah analisa silang dengan menggunakan tabel silang yang di kenal dengan baris

    kali kolom (B x K) dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai dengan tingkat

    kemaknaan 5% ( = 0,05) (Candra, 2009, p.99).

    Perhitungan statistik untuk analisa variabel penelitian tersebut dilakukan

    dengan menggunakan program komputer yang diinterpretasikan dalam nilai

    probabilitas (p-value). Pengolahan data diinterpretasikan menggunakan nilai

    probabilitas dengan kriteria table 2x2 dan tidak ada nilai E (harapan) , maka hipotesa (Ho)

    diterima dan sebaliknya apabila P-value , maka hipotesa (Ho) ditolak (Hastono,

    2007, p.103).

  • BAB V

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai tanggal 18 sampai dengan 28

    Desember 2012 di Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zinoel Abidin Banda

    Aceh pada 70 orang pasien diabetes mellitus tipe II dengan menggunakan alat ukur

    berbentuk kuesioner. Adapun hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai

    berikut:

    1. Data Demografi

    Data demografi yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan,

    pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lamanya menderita diabetes melitus.

    Gambaran data demografi tersebut dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi

    berikut:

    Tabel 5.1

    Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Data Demografis di

    Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

    Tahun 2012 (n=70)

    No Data Demografi Jumlah

    Frekuensi Persentase

    1. Usia

    18-40 Tahun

    41-60 Tahun

    >60 Tahun

    21

    41

    8

    30,0

    58,6

    11,4

    Total

    70 100

    No Data Demografi Jumlah

    Frekuensi Persentase

    2. Jenis Kelamin:

  • Laki-laki

    Perempuan

    40

    30

    57,1

    42,9

    Total 70 100

    3. Status Pernikahan:

    Kawin

    Tidak kawin