hubungan kelebihan bb dengan kelainan faal paru

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah pangan yang dihadapi penduduk dunia bukan hanya kelaparan, tetapi juga kegemukan. Menurut WHO, meskipun angka kejadian malnutrisi masih terus meningkat, obesitas atau kegemukan telah menjadi penyakit epidemi atau wabah meluas yang mengancam dunia (Chaula, 2007). Wabah obesitas tidak terbatas dihadapi negara-negara maju, tetapi peningkatan lebih cepat justru terjadi di negara-negara sedang berkembang (Anna, 2010). Jika tidak segera ditangani, jutaan orang akan mengalami gangguan kesehatan yang serius akibat komplikasi obesitas (Chaula, 2007). IFRC (International Federation of the Red Cross ) di New Delhi, India mencatat tahun lalu jumlah penderita kegemukan di seluruh dunia yang termasuk dalam kategori obesitas sudah mencapai 1,5 miliar. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah penderita kurang gizi

Upload: lopiga

Post on 07-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referensi

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masalah pangan yang dihadapi penduduk dunia bukan hanya kelaparan,

tetapi juga kegemukan. Menurut WHO, meskipun angka kejadian malnutrisi

masih terus meningkat, obesitas atau kegemukan telah menjadi penyakit epidemi

atau wabah meluas yang mengancam dunia (Chaula, 2007). Wabah obesitas tidak

terbatas dihadapi negara-negara maju, tetapi peningkatan lebih cepat justru terjadi

di negara-negara sedang berkembang (Anna, 2010). Jika tidak segera ditangani,

jutaan orang akan mengalami gangguan kesehatan yang serius akibat komplikasi

obesitas (Chaula, 2007).

IFRC (International Federation of the Red Cross) di New Delhi, India

mencatat tahun lalu jumlah penderita kegemukan di seluruh dunia yang termasuk

dalam kategori obesitas sudah mencapai 1,5 miliar. Angka ini lebih besar

dibandingkan dengan jumlah penderita kurang gizi pada periode yang sama, yakni

925 juta (AN Uyung, 2011).

Hasil penelitian sebuah tim dari Imperial College London, Harvard, dan

WHO (World Health Organization) bahwa dalam tiga dekade terakhir terjadi

tsunami obesitas di kalangan orang dewasa di seluruh dunia. Lebih dari setengah

juta orang pria dan wanita atau satu dari sembilan orang dewasa secara klinis

mengalami obesitas (Suara Pembaruan, 2011).

Pada tahun 2008, WHO memperkirakan lebih dari 1,4 miliar orang

dewasa, usia 20 tahun dan lebih dari 20 tahun mengalami kelebihan berat

Page 2: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

badan/overweight. Dari keseluruhan yang menderita overweight, lebih dari 200

juta pria dan hampir 300 juta wanita mengalami obesitas. Secara keseluruhan

lebih dari satu diantara sepuluh populasi orang dewasa mengalami obesitas

(WHO, 2012). Prevalensi global telah meningkat drastis di sebagian besar negara

selama 20 tahun terakhir (Mary, 2009).

Menurut WHO, kegemukan yang berlebihan ini menjadi penyebab utama

munculnya risiko penyakit kronis membuat tiga juta orang di seluruh dunia

mengalami kematian dini setiap tahun karena stroke, penyakit jantung koroner,

tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (Diabetes Melitus), fungsi paru,

kanker dan berbagai jenis penyakit lainnya pada orang dewasa dan juga dapat

menimbulkan masalah estetika.

Tantangan masa depan gizi di Indonesia sangat unik. Indonesia masih akan

menghadapi masalah-masalah gizi kurang, sementara di sisi lain Indonesia juga

harus segera memerangi masalah obesitas yang jumlahnya terus menunjukkan

peningkatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 mengungkapkan bahwa jumlah

balita penderita gizi buruk mencapai 17%, sedangkan jumlah balita penderita

obesitas sudah mencapai 14% (Tribun Medan, 2011). Ratio kegemukan dan

kelebihan berat badan lebih tinggi di kota-kota besar, artinya ini sangat erat

kaitannya dengan gaya hidup : orang-orang lebih sering tidak aktif, sehingga

meningkatkan jumlah kalori pada diet mereka dan kurang berolahraga (Health

Messenger, 2008).

Page 3: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2010), status gizi pada kelompok

dewasa di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas, walaupun masalah

kurus juga masih cukup tinggi. Angka obesitas pada perempuan cenderung lebih

tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan karakteristik masalah obesitas cenderung

lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi

dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula. Berdasarkan Persentase

Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 Tahun) Menurut Kategori IMT, Jenis

Kelamin, dan Provinsi, Riskesdas 2010, di Aceh pada laki-laki ada sebesar 10,0 %

yang mengalami berat badan lebih dan 7,9 % yang mengalami obesitas.

Sedangkan pada perempuan sebesar 11,8 % yang mengalami berat badan lebih

dan 18,8 % yang mengalami obesitas.

Selama tahun 1990-an, peranan lemak yang berlebihan pada paru-paru

merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan

obesitas karena keterkaitannya dengan napas yang pendek, sleep apnea (henti

napas sewaktu tidur) dan morbiditas psikososial yang terjadi bersamaan (Michael

dkk, 2009). Menurut Laksmi dan Manasye (2007), gangguan seperti ini lama-

lama bisa menyebabkan gagal jantung hingga berujung pada kematian.

Kelebihan lemak dapat menyebabkan tertekannya saluran pernapasan yang

bisa menyebabkan sleep apnea, yaitu terhentinya napas saat tidur. Bahkan dapat

juga menyebabkan gagal jantung dan berujung pada kematian. Sebuah studi di

Ottawa terhadap 50 perempuan penderita obesitas menunjukkan bahwa ketika

mereka mengalami penurunan berat badan sebesar 10%, fungsi paru nya akan

Page 4: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

meningkat sebesar 5% dan ketika mereka kehilangan 25 % dari bobotnya semula,

kekuatan bernapasnya akan meningkat 10% (Priandini, 2010).

Obesitas memberikan beban tambahan pada thoraks dan abdomen berupa

peregangan berlebihan. Otot-otot pernapasan bekerja lebih keras. Beban kerja

pernapasan merupakan jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses pernapasan.

Jumlah energi diukur dengan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh otot-otot

pernapasan untuk tiap liter ventilasi. Semakin besar indeks massa tubuh, kian

berat kerja pernapasan. Beban kerja pernapasan pada obesitas meningkat 60%;

obesitas berat 250% (Timmreck, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian Jaowenny (2001) terhadap 699 responden di

RSUP Dr. Kariadi menyimpulkan bahwa sebanyak 151 orang menderita obesitas,

144 orang diantaranya mempunyai nilai kapasitas vital (KV) paru yang menurun.

Sedangkan untuk nilai kapasitas vital paksa (KVP) sebanyak 171 orang yang

mengalami overweight, 153 orang diantaranya mengalami nilai KVP yang

menurun Untuk orang yang mengalami obesitas, dari 151 penderita obesitas, ada

sebanyak 144 orang yang mengalami penurunan nilai KVP.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jelas

hubungan kelebihan berat badan dengan faal paru yang meliputi nilai kapasitas

vital (KV) paru, kapasitas vital paksa (KVP) paru dan volume ekspirasi paksa 1

detik (VEP1) pada mahasiswa Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.

Page 5: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengangkat permasalahan

sebagai berikut :

Bagaimana hubungan kelebihan berat badan dengan faal paru?

Apakah ada hubungan antara kelebihan berat badan dengan kapasitas

vital (KV)?

Apakah ada hubungan antara kelebihan berat badan dengan kapasitas

vital paksa (KVP)?

Apakah ada hubungan antara kelebihan berat badan dengan volume

ekspirasi paksa dalam detik pertama (VEP1)?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Sehubungan dengan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1.3.1. Tujuan Umum

1) Mendapatkan gambaran kelebihan berat badan dan faal paru pada

mahasiswa Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.

2) Mengetahui hubungan antara kelebihan berat badan dengan faal paru.

1.3.2. Tujuan Khusus

1) Mendapatkan gambaran status gizi mahasiswa Universitas

Malikussaleh Lhokseumawe berdasarkan BMI dan lingkar pinggang.

2) Mendapatkan gambaran faal paru mahasiswa Universitas Malikussaleh

Lhokseumawe KV, KVP dan VEP1.

Page 6: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

3) Mengetahui hubungan antara kelebihan berat badan dengan kapasitas

vital (KV).

4) Mengetahui hubungan antara kelebihan berat badan dengan kapasitas

vital paksa (KVP).

5) Mengetahui hubungan antara kelebihan berat badan dengan volume

ekspirasi dalam detik pertama (VEP1).

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Pemerintah dan Praktisi Kesehatan

Sebagai sumber informasi bagi pemerintah dan praktisi kesehatan agar

lebih memperhatikan masalah kesehatan berupa kelebihan berat badan

karena mempunyai dampak yang besar, termasuk perubahan dan gangguan

pada sistem respirasi.

2. Subjek Penelitian

Mengetahui keadaan status gizi dan fungsi paru, sehingga dapat

melakukan pencegahan dan penanganan kelebihan berat badan yang

mempengaruhi fungsi paru.

3. Peneliti Lain

Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.

4. Penulis

Untuk menambah wawasan mengenai kelebihan berat badan dan fungsi

paru dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.

Page 7: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OBESITAS

2.1.1. Definisi Obesitas

Overnutrisi adalah mengonsumsi terlalu banyak disertai dengan aktivitas

dan olahraga yang sangat sedikit, mengakibatkan obesitas (Elly, 2001)

Seseorang dikatakan memiliki berat badan berlebih (overweight) bila

memiliki berat badan di atas berat badan idealnya, sekitar 10%-20%. Sedangkan

lebih dari 20% orang tersebut dikatakan obesitas.5,21

Obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang

lebih berat dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya

penumpukan lemak di tubuhnya.23

2.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko

Obesitas biasanya disebabkan oleh kelebihan masukan makanan bukannya

dari kelebihan makan yang masif. Simpanan lemak tubuh bertambah ketika

masukan energi melebihi pengeluaran dan keadaan ini biasanya terjadi bila ada

keseimbangan energi yang sedikit positif.26

Pada dasarnya obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan energi yang

timbul bila jumlah asupan kalori melebihi jumlah kalori yang digunakan untuk

menghasilkan energi. Ketidakseimbangan yang terjadi secara terus-menerus

membuat berat badan senantiasa bertambah. Ketidakseimbangan ini paling sering

disebabkan oleh perilaku makan berlebihan, kurang beraktivitas, atau keduanya.12

Page 8: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Di samping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor bakat atau keturunan

masih dinilai memiliki andil terhadap timbulnya kegemukan. Akan tetapi,

temuan-temuan sementara hasil penelitian di Cina menunjukkan bahwa

kegemukan lebih berkaitan dengan jenis pangan yang dikonsumsi. Demikian pula

suatu studi di Brazil (Francois, 1989) menunjukkan bahwa kegemukan lebih

disebabkan oleh jumlah lemak dan makanan. Suatu penelitian yang dilakukan di

Indonesia (Hermana dan Mien Karmini, 1993) menunjukkan bahwa timbulnya

obesitas tidak dipengaruhi oleh jenis lemak yang dikonsumsi.1

Dianggap bahwa obesitas terjadi bila mendapat kalori lebih banyak

daripada yang dimetabolisme. Anggapan lain mengatakan bahwa ada orang yang

hanya memerlukan metabolisme yang sangat sedikit dan hanya memerlukan

metabolisme yang sangat sedikit dan dapat menjadi gemuk meskipun mendapat

diit berkalori rendah.28

Besarnya kalori yang dibutuhkan tergantung dari jenis kelamin, usia, dan

aktivitasnya. Perempuan aktif membutuhkan 1500 – 1800 kalori per hari dan pria

aktif membutuhkan 2000 – 2500 kalori per hari. Akan berbahaya jika yang

dikonsumsi melebihi dari jumlah itu, sementara aktivitasnya hanya sedikit

(Oetoro, 2012).

Biasanya remaja yang mengalami obesitas akan berperawakan lebih

pendek. Kebanyakan remaja yang mengalami obesitas dipicu oleh makan yang

terlalu banyak dan sedikit berolahraga (Sriwijaya post 2012). Penderita

kegemukan adalah selalu duduk diam dan mempunyai pengalaman yang buruk

dengan latihan pada masa lampau.29 Sebagian besar ahli setuju bahwa epidemi

Page 9: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

obesitas didorong oleh kurangnya aktivitas fisik dan asupan kalori yang

berlebihan. Yang menarik perhatian para peneliti kesehatan adalah meningkatnya

obesitas ternyata karena remaja asyik main video game. Namun, korelasi tidak

selalu bersifat sebab-akibat.30

Etiologi obesitas sesungguhnya dapat dibagi dua, yaitu (Andry, 2006) :

1) Penyebab internal yang bisa berupa permasalahan metabolisme

(hormonal) atau pencernaan (enzimatik).

2) Permasalahan eksternal yang berupa ketidakseimbangan antara diet dan

exercise sebagai akibat dari perubahan gaya hidup serta modernisasi,

termasuk pelbagai problem psikologis dan aktualisasi diri.

Penyebab obesitas menurut Soetjiningsih (1995) adalah :

1) Masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh.

a) Gangguan Emosional : makanan merupakan pengganti untuk

mencapai kepuasan dalam memperoleh kasih sayang.

b) Gaya hidup masa kini : Kecenderungan anak-anak sekarang

suka makanan “fast food” yang berkalori tinggi seperti

hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es

krim, aneka macam mie, dll.

2) Penggunaan kalori yang kurang : berkurangnya pemakaian energi dapat

terjadi pada anak yang kurang aktivitas fisiknya, seharian nonton TV,

dll. Lebih-lebih kalau nonton sambil tidak berhenti makan, maka

kecenderungan menjadi obesitas akan lebih besar.

Page 10: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

3) Hormonal : penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi

hipotalamus yang abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan

berlebihan) karena gangguan pada pusat kenyang di otak.

Faktor resiko yang berperan terjadinya obesitas antara lain adalah sebagai

berikut (Atikah, 2010):

1. Faktor genetik, obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga

memiliki penyebab genetik. Orang tua yang gemuk cenderung

mempunyai anak-anak yang gemuk pula karena terdapat faktor genetik

yang berperan. Anak yang gemuk cenderung menjadi orang dewasa

yang gemuk, meskipun tidak selalu demikian (David dan Derek, 2008)

Jika kedua orang tua gemuk, risiko kegemukan pada anak-anaknya

mencapai 80%. Namun, jika hanya satu orangtua yang gemuk, peluang

anak-anaknya menjadi gemuk adalah sebesar 40%.8

2. Faktor lingkungan, yang termasuk lingkungan dalam hal ini adalah

perilaku atau pola gaya hidup, misalnya apa yang dimakan dan berapa

kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya setiap hari.

3. Faktor psikososial, pada setiap individu, asupan makanan dapat

dipengaruhi oleh kondisi mood dan mental, kepribadian, citra diri dan

persepsi bentuk tubuh yang dipengaruhi oleh budaya, sikap terhadap

makanan dalam konteks sosial dan faktor eksternal, seperti pengaruh

sesama anggota kelompok, iklan dan media.9 Salah satu bentuk

gangguan emosi adalah persepsi diri yang negative. Gangguan emosi

ini merupakan masalah serius pada wanita muda pada penderita

Page 11: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

obesitas, dan dapat menimbulkan kesadaran berlebih tentang

kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan bersosial.

4. Faktor kesehatan, ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan

terjadinya obesitas antara lain :

a. Hipotiroidisme

b. Sindrome Cushing

c. Sindrome Prader-Willi, dan

d. Beberapa kelainan saraf yang dapat menyebabkan seseorang

menjadi banyak makan.

5. Faktor perkembangan, pertambahan ukuran dan atau jumlah sel-sel

lemak menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan

dalam tubuh.

6. Aktivitas fisik, seseorang yang hidupnya kurang aktif (sedentary life)

atau tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang dan

mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan cenderung

mengalami obesitas.

7. Mengudap (mengonsumsi kudapan) dan mengemil, terjadi perubahan

kebiasaan dari makan secara teratur menjadi pola makan yang kurang

terstruktur, yang lebih menyukai konsumsi kudapan, produk makanan

siap saji atau cepat saji, dan minuman ringan, ketimbang makan

sampai kenyang sampai dengan selang waktu yang lebih panjang

(Mary, 2007)

Page 12: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

8. Peningkatan pendapatan, menyebabkan perubahan dalam gaya hidup,

terutama dalam pola makan. Pola makan tradisional yang tadinya

tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar, dan rendah lemak berubah ke

pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar, dan

tinggi lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah tidak

seimbang. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya

arus budaya asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi

dan globalisasi ekonomi. Di samping itu perbaikan ekonomi

menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu (Sunita,

2004).

9. Jenis kelamin, kaum perempuan mempunyai kecenderungan obesitas

lebih tinggi dibandingkan pria. Ini karena masa otot pria lebih besar

daripada masa otot perempuan. Akibatnya ruang untuk tumbuhnya

lemak pada perempuan pun lebih besar. Selain itu aktifitas fisik laki-

laki jauh lebih banyak dan berat. Perempuan menjadi lebih cepat

gemuk, karena dalam setiap fase kehidupan mereka selalu berisiko

untuk gemuk. Ketika seorang remaja wanita mendapatkan menstruasi

pada usia dini, maka ia rentan obesitas. Lalu, ketika mengandung, jika

berat badan seorang calon ibu naik berlebih, tubuh akan menjadi

gemuk setelah melahirkan. Kemudian, pada saat menopause, ketika

tubuh tidak lagi kuat melakukan kegiatan fisik, perempuan

menghadapi risiko obesitas lagi (Ethical Digest, Juni 2005).

Page 13: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

2.1.3. Patogenesis Obesitas

Lemak akan terdeposit di dalam tubuh, jika total energi yang masuk

melalui makanan dan minuman jauh lebih besar daripada energi yang digunakan

tubuh. Ketidakseimbangan energi tersebut disebabkan pemasukan energi yang

sangat berlebihan atau penurunan penggunaan energi tubuh untuk metabolisme,

termoregulasi, dan aktivitas fisik. Peningkatan pemasukan energi yang berlebihan

dapat ditemukan pada beberapa kelainan genetik seperti sindrom Prader-Willi,

sindrom Cushing dan beberapa mutasi gen yang mengontrol napsu makan.

Penurunan pemakaian energi dapat disebabkan oleh defisiensi hormon seperti

hipotiroidisme dan defisiensi growth hormone.3

Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak, adalah sebagai berikut :

1. Jumlah sel lemak normal, tetapi terjadi hipertrofi/pembesaran.

2. Jumlah sel lemak meningkat/hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi.

Penambahan dan pembesaran jumlah sel lemak paling cepat pada masa

anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa meningkat dewasa. Setelah masa

dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah sel, tetapi hanya terjadi pembesaran

sel. Obesitas yang terjadi pada masa anak selain hiperplasi juga dapat terjadi

hipertrofi. Sedangkan obesitas yang terjadi setelah masa dewasa pada umumnya

hanya terjadi terjadi hipertrofi sel lemak. Disamping itu, pada penderita obesitas

juga menjadi resisten terhadap hormon insulin, sehingga kadar insulin di dalam

peredaran darah akan meningkat. Insulin berfungsi menurunkan lipolisis dan

meningkatkan pembentukan jaringan lemak (Soetjiningsih, 1995)

Page 14: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Obesitas merupakan gangguan pada keseimbangan energi. Kalau energi

yang berasal dari makanan melampaui pengeluaran energi, kalori yang berlebihan

akan disimpan dalam bentuk trigliserida di dalam jaringan adiposa. Keseimbangan

antara asupan dan pengeluaran energi dikendalikan lewat mekanisme neural dan

hormonal. Adiposit berkomunikasi dengan pusat-pusat hipotalamus yang

mengontrol selera makan dan pengeluaran energi lewat sekresi hormon

polipeptida yang disebut leptin. Leptin bekerja sebagai faktor antiobesitas dengan

berikatan dengan reseptor leptin di hipotalamus untuk kemudian

menggantikannya. Reseptor ini mensupresi selera makan dan meningkatkan

pengeluaran energi, aktivitas fisik, serta produksi panas. Leptin menurunkan

seksresi neuropeptida Y yang merupakan neurotransmiter perangsang selera

makan. Di samping itu, lewat lintasan neuronal, aktivasi reseptor leptin dalam

dalam hipotalamus akan meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung ke

ujung terminal saraf simpatis yang mempersarafi jaringan adiposa. Norepinefrin

akan berikatan dengan reseptor adrenergik-ẞ2 pada sel-sel lemak dan

menyebabkan peningkatan metabolisme asam lemak dengan penghamburan

energi sebagai panas. Disfungsi sistem leptin mungkin memainkan peranan dalam

obesitas manusia. Mayoritas pasien obesitas memiliki kadar leptin plasma yang

tinggi dan keadaan ini menunjukkan adanya bentuk tertentu resistensi insulin

(Mitchell dkk, 2009).

Pada obesitas, lemak berlebihan ditimbun pada jaringan subcutis, jaringan

retroperitoneum dan peritoneum serta omentum. Jaringan lemak juga terdapat

dalam jumlah berlebihan, berupa fatty in growth pada jaringan subepicard dan

Page 15: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

pankreas. Juga hati menunjukkan penimbunan lemak, tetapi bukan perlemakan

seperti gizi buruk.28

2.1.4. Penegakan Diagnosa pada Pasien dengan Obesitas

Menurut Hidajat dkk (2006), cara pemeriksaan pasien pada orang obesitas

adalah:

1) Anamnesis:

a) Saat mulainya timbul obesitas: prenatal, early adiposity rebound,

remaja.

b) Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous).

c) Adanya keluhan: ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul.

d) Riwayat gaya hidup:

Pola makan/kebiasaan makan

Pola aktifitas fisik: sering menonton televisi

e) Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai

dengan resiko seperti penyakit  kardiovaskuler di usia muda,

hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes melitus tipe II.

2) Pemeriksaan fisik: Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas.

3) Pemeriksaan penunjang: analisis diet, laboratoris, radiologis,

ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika ada tanda-tanda kelainan).

4) Pemeriksaan antropometri:

Page 16: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

a) Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal

(BBI). BBI adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut

obesitas bila BB > 120% BB Ideal.

b)  Pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT  P > 95

kurva IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.

c) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness

(tebal lipatan kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps  P > 85.

d) Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri,

hidrometri.

Obesitas dapat dinilai secara layak hanya dengan melihat postur tubuh.

Jika diperlukan analisis yang lebih akurat, dapat dihitung rasio tinggi badan

terhadap berat badan dan mengukur ketebalan lipatan kulit (David dan Derek,

2008). The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) menerbitkan

panduan federal pertama mengenai identifikasi, evaluasi, dan terapi overweight,

serta obesitas pada orang dewasa pada tahun 1998. Menurut panduan ini,

penilaian overweight melibatkan evaluasi tiga ukuran penting yaitu (Brenna dkk,

2011) :

1. Indeks Massa Tubuh : suatu cara penilaian terhadap berat badan.

Semua pasien obesitas harus dihitung IMT-nya. Pehitungan IMT untuk

memperkirakan total lemak tubuh lebih baik daripada mengukur berat

badannya saja (Chaula, 2007). Persoalan keterbatasan IMT sebagai

ukuran kegemukan menjadi masalah yang semakin penting pada usia

lanjut. Untuk nilai IMT tertentu, wanita berusia lanjut cenderung

Page 17: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

memiliki massa lemak yang lebih banyak dengan jumlah otot dan lean

body mass yang berkurang jika dibandingkan dengan wanita muda

(Michael dkk, 2009). IMT diperoleh dari perbandingan antara berat

badan dan tinggi badan atau dirumuskan : Berat Badan(kg)

Tinggi badan kuadrat (m2)

Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa

berdasarkan IMT menurut WHO adalah :

Klasifikasi IMT(kg/m2)

Berat Badan Kurang < 18,5

Kisaran Normal 18,5 – 24,9

Berat Badan Lebih > 25

Pra-Obes 25,0 – 29,9

Obes Tingkat I 30,0 – 34,9

Obes Tingkat II 35,0 – 39,9

Obes Tingkat III > 40

Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas

2. Lingkar pinggang : salah satu ukuran antropometrik lainnya yang lebih

merupakan indikator distribusi lemak ketimbang jumlah total lemak

tubuh (Michael, 2009). WHO menganjurkan agar lingkar perut

sebaiknya diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan krista

iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horisontal pada saat

akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm. Subyek

diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai pita

Page 18: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

dengan tegangan pegas yang konstan (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid III, 2009). Sebelum membaca pita pengukur, pastikan bahwa pita

pengukur pas, tidak menekan kulit, dan sejajar dengan lantai (Brenna,

2011). Penilaian terhadap lemak di perut melalui pengukuran lingkar

pinggang sangat penting karena berhubungan dengan faktor risiko.

Pengukuran lingkar pinggang terutama berguna untuk pasien dengan

kategori overweight. Laki-laki dengan lingkar pinggang lebih dari 40

inci dan perempuan dengan lingkar pinggang lebih dari 35 inci,

memiliki risiko tinggi menderita diabetes melitus, hipertensi,

dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (Chaula, 2007). Bagi orang

Asia, lingkaran perut pada laki-laki harus kurang dari 90cm sementara

pada wanita kurang dari 80cm (Andry, 2006).

3. Menilai faktor risiko : menentukan seberapa banyak faktor risiko

kesehatan yang dimiliki pasien untuk mengendalikan berat badan.

Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin banyak manfaat yang

didapat pasien dari menurunkan berat badannya. Faktor risiko ini

meliputi :

Riwayat penyakit jantung pada seseorang atau keluarga

Laki-laki berusia lebih dari 45 tahun

Perempuan pascamenopause

Merokok

Gaya hidup santai

Hipertensi

Page 19: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Tingginya nilai kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL)

atau rendahnya kolesterol lipoprotein densitas tinggi (HDL)

Trigliserida yang tinggi

Diabetes atau gangguan pada glukosa puasa.

Penyakit dengan risiko kematian tinggi di antaranya penyakit

jantung koroner, diabetes melitus tipe 2 dan sleep apnea dan

penyakit yang tidak mengancam nyawa diantaranya adalah

osteoartritis, kolelitiasis, penyakit ginekologi seperti amenore

dan menometroragi (Chaula, 2007)

Berdasarkan analisis distribusi penyimpanan lemak tubuh, seseorang yang

dikatakan obesitas dapat dikategorikan ke dalam dua tipe, yaitu (Sarwono, 2010):

1. Obesitas Android

Merupakan karakteristik obesitas pada laki-laki dengan ciri abdomen

(perut) besar, namun bagian paha dan pantat relatif kecil (berbentuk seperti apel)

Walau hubungannnya belum begitu jelas, tapi rendahnya kadar testosteron

menyebabkan obesitas dan lingkar perut yang besar (Em Yunir, 2012). Adanya

hormon testosteron yang rendah pada laki-laki mendorong penumpukan lemak

pada bagian atas tubuh (mulai dari perut ke atas atau daerah pinggul luar).

Penyimpanan lemak pada daerah perut dapat lebih mudah hilang dibandingkan

pada daerah paha.

2. Obesitas Ginekoid

Merupakan karakteristik obesitas pada perempuan dengan ciri abdomen

kecil, namun bagian panggul atau pantat dan paha relatif besar (berbentuk seperti

Page 20: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

pir). Hal ini dapat terjadi karena sel-sel yang ada pada paha dan daerah tersebut

lebih banyak terdiri dari lipoprotein lipase. Enzim tersebut akan mendorong lemak

dari aliran darah ke dalam sel-sel lemak. Lebih dari pada itu, progesteron, hormon

seks yang ada pada wanita meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase di daerah

tulang belakang lebih ke bawah tubuh dan dapat memengaruhi profil kadar lemak

darah. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya obesitas ginekoid pada

perempuan.

Gemuk yang berbentuk seperti apel (android) lebih berbahaya

dibandingkan gemuk yang berbentuk seperti pir. Yang berbahaya adalah timbunan

lemak di dalam rongga perut, yang kemudian disebut sebagai obesitas sentral.

Obesitas sentral sering dikaitkan dengan komplikasi metabolik dan pembuluh

darah (kardiovaskuler) (Atikah, 2010). Lemak daerah abdomen terdiri dari lemak

subkutan dan lemak intra-abdominal yang dapat dinilai dengan cara CT-Scan dan

MRI. Jaringan lemak intra-abdominal terdiri dari lemak viseral atau

intraperitoneal yang terutama terdiri dari lemak omental dan mesenterial serta

massa lemak retroperitoneal (sepanjang perbatasan dorsal usus dan bagian

permukaan ventral ginjal). Pada laki-laki, massa retroperitoneal hanya merupakan

sebagian kecil dari lemak intra abdominal. Kira-kira seperempatnya terdiri dari

lemak viseral. Lemak subkutan daerah abdomen sebagai komponen obesitas

sentral mempunyai korelasi yang kuat dengan resistensi insulin seperti lemak

viseral. Keadaan ini tetap berbeda bermakna setelah disesuaikan dengan lemak

viseralnya (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 2009).

2.1.5. Penatalaksanaan Obesitas

Page 21: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Ada 5 hal yang perlu diperhatikan sebelum terapi obesitas dilakukan, yaitu

(Andry, 2006) :

1. Motivasi yang kuat dari pasien sendiri untuk mengatasi permasalahan

obesitasnya.

2. Dukungan dari keluarga atau orang yang dicintainya.

3. Informasi yang benar tentang diet dan exercise.

4. Diet rendah kalori gizi seimbang.

5. Olahraga aerobik menurut kondisi pasien dan penyakitnya.

Penurunan berat badan harus SMART : Specific, Measurable, Achievable,

Realistic and Time limited. Tujuan awal dari terapi adalah untuk mengurangi berat

badan sebesar sekitar 10 persen dari berat badan awal (Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam jilid III, 2009).

Penanganan lini pertama harus berupa program pengaturan berat badan,

dengan tujuan sebagai berikut (Mary, 2007):

Membantu individu dengan berat badan berlebih untuk menurunkan

berat badannya.

Mempertahankan penurunan berat badan yang telah dicapai, dengan

mengubah gaya hidup dan perilaku.

Mengurangi faktor perilaku.

Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10

persen adalah 6 bulan terapi. Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan

lazimnya akan melambat dan berat badan menetap karena seiring dengan berat

badan yang berkurang terjadi penurunan energi ekspenditure. Untuk pasien yang

Page 22: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

tidak mampu untuk mencapai penurunan berat badan yang signifikan, pencegahan

kenaikan berat badan lebih lanjut merupakan tujuan yang paling penting. Pasien

seperti ini tetap diikutsertakan dalam program manajemen berat badan (Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 2009).

Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu

diet rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah.

1. Terapi diet

Terapi diet atau terapi nutrisi meliputi penyuluhan kepada pasien

mengenai cara memodifikasi makanan untuk mengurangi asupan kalori. Elemen

penting yang dianjurkan saat ini adalah penurunan kalori secara bertahap untuk

mencapai penurunan berat badan secara perlahan dan progresif sebesar 1 sampai 2

pon per minggu. Kalori hanya boleh diturunkan hingga ke tingkat yang

dibutuhkan untuk mencapai berat badan yang diidamkan. Ukuran rata-rata

makanan untuk perempuan adalah 1200kal/hari; untuk perempuan yang lebih

besar dan laki-laki, sekitar 1400 sampai 1600 kal/hari. Rencana makanan kurang

dari 1200/kal mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan nutrisi. Umumnya,

dibutuhkan penurunan sebesar 1000 kal/hari untuk menurunkan sekitar 2

lb/minggu; penurunan 500 kalori 1 lb/minggu. Selain itu, pengurangan asupan

lemak hingga lebih kecil dari 30% kalori total lebih banyak lagi menurunkan berat

badan banyak dan membantu memperbaiki kadar lipid (Brenna dkk. 2011).

Perubahan pola makan adalah suatu cara untuk menurunkan berat badan,

tetapi tidak mampu menjaga berat badan dengan baik. Penurunan massa otot dapat

pula menurunkan metabolisme dan menurunkan pengeluaran energi, sehingga

Page 23: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

menyebabkan kebutuhan energi yang lebih rendah. Asupan kalori minimal 1200

kkal perhari harus diterapkan pada wanita. Sangat disarankan pada pasien yang

melakukan diet lebih dari beberapa bulan untuk menggunakan multivitamin

dengan kalsium ekstra (Ethical Digest, 2005)

Untuk menjadi pilihan diet terbaik, berbagai aspek yang dipertimbangkan

meliputi : mudah diikuti, bernutrisi, aman, memiliki efek protektif terhadap

diabetes dan penyakit kardiovaskular, dan efektif untuk menurunkan berat badan.

Secara keseluruhan, diet yang paling baik adalah diet Dietary Approaches to Stop

Hypertension (DASH). Diet DASH adalah pola diet yang kaya buah, sayur,

penggunaan susu bebas-lemak, pemakaian produk-gandum, penggunaan ikan

sebagai ganti daging merah, dan kacang-kacangan. Selain itu diet ini juga minimal

dalam hal kandungan garam, lemak jenuh, gula, minuman manis dan daging

merah. Diet DASH terbukti efektif menurunkan berat badan dan tekanan darah,

menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida, meningkatkan HDL dan tentunya

bersifat kardioprotektif dalam jangka panjang. Beberapa prinsip umum yang dapat

diikuti adalah, konsumsi sayuran dan buah yang tinggi, penyajian makanan yang

direbus atau dipanggang daripada digoreng, suplementasi minyak ikan dan

restriksi garam (Ethical Digest, 2012).

Dalam menerapkan diet rendah kalori, harus diingat bahwa penurunan

jumlah kalori dalam makanan tidak selalu identik dengan pengurangan jumlah

makanan tetapi lebih banyak berhubungan dengan manipulasi jenis-jenis

makanannya sementara proporsi nutrien penting lainnya seperti protein, lemak

esensial, vitamin-mineral, dan air harus tetap seimbang (sesuai dengan

Page 24: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

kebutuhan). Makanan, khususnya camilan, yang tepat bagi penyandang obesitas

harus memiliki kalori yang rendah dengan indeks kekenyangan yang tinggi seperti

havermut, kentang, ikan dan jeruk (Andry, 2006).

Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan

sama dengan 30 persen dari total kalori. Pengurangan persentase lemak dalam

menu sehari-hari saja tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan, kecuali

total kalori juga berkurang. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus

diberikan untuk mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk

menurunkan konsentrasi kolesterol-LDL (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3,

2009).

Pada pasien obesitas dapat yang dapat dilakukan adalah (Herbold dan

Edelstein, 2012):

1) Ajarkan ukuran porsi makanan yang adekuat, termasuk gandum,

protein, sayuran, produk susu dan buah.

2) Anjurkan tiga makanan seimbang dalam sehari dan tetap sediakan

kudapan yang sehat.

3) Izinkan pilihan makanan yang sehat dan mudah disajikan.

4) Anjurkan untuk makan di satu tempat tanpa distraksi.

5) Berikan rujukan kepada masyarakat dan program pemerintah untuk

membantu akses makanan jika berada dalam kesulitan finansial.

Untuk mencapai perilaku gizi yang baik dan benar, sesuai dengan Repelita

VI tentang Pangan dan Perbaikan Gizi, Departemen Kesehatan RI (1995) telah

menyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berisi 13 Pesan Dasar

Page 25: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Seimbang yang isinya sebagai berikut : 1) makanlah aneka ragam makanan, 2)

makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, 3) makanlah makanan

sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, 4) batasi konsumsi lemak

dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi, 5) gunakan garam

beryodium, 6) makanlah sumber energi zat besi, 7) berikan ASI saja kepada bayi

sampai umur 4 bulan, 8) biasakanlah makan pagi, 9) minumlah air bersih, aman

yang cukup jumlahnya, 10) lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur, 11)

hindarilah minuman beralkohol, 12) makanlah makanan yang aman bagi

kesehatan, 13) bacalah label pada makanan yang dikemas (Muchtadi, 2001).

2. Aktivitas fisik

Lemak tubuh berkurang jika terdapat keseimbangan kalori negatif yang

kronis. Untuk mencapai tujuan tersebut, dianjurkan untuk meningkatkan

pengeluaran kalori melalui latihan dan mengurangi masukan kalori. Latihan akan

meningkatkan pengeluaran energi dan memperlambat kecepatan kehilangan

jaringan bebas lemak yang terjadi jika seseorang itu kehilangan berat badan

dengan pembatasan kalori yang ketat. Latihan juga membantu mempertahankan

kecepatan metabolisme saat istirahat dan kecepatan penurunan berat badan

(ACSM, 2004).

Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program

penurunan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi

pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan

dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja. Untuk pasien obese,

terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya ditingkatkan secara

Page 26: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada satu saat atau bertahap

sepanjang hari. Pasien harus dimotivasi untuk meningkatkan aktivitas fisik sehari-

hari, seperti naik tangga dari pada naik lift. Seiring waktu, pasien dapat

melakukan aktivitas yang lebih berat. Strategi lain untuk meningkatkan aktivitas

fisik adalah mengurangi waktu santai (sedentary) dengan cara melakukan aktivitas

fisik rutin lain dengan risiko cedera rendah (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid

III, 2009).

Aktivitas memberikan sarana tambahan untuk mencapai keseimbangan

energi negatif (Barasi, 2007).

Bersama dengan ukuran-ukuran diet, aktivitas berkontribusi terhadap

penurunan berat badan, dan melindungi massa tubuh bebas-lemak. Hal ini

membantu untuk mempertahankan laju metabolik yang ikut menurun ketika

asupan energi berkurang.

Aktivitas berat juga menghasilkan peningkatan laju metabolik setelah

berolahraga, sehingga meningkatkan pengeluaran energi.

Aktivitas dapat meingkatkan penggunaan lemak dan sensitivitas

terhadap insulin serta memperbaiki profil lipid darah.

Aktivitas menimbulkan perasaan sehat, bugar, dan senang, sehingga

dapat memperbaiki mood dan citra diri individu yang sedang menjalani program

penurunan berat badan.

Peningkatan mobilitas dan fungsi paru-paru dapat memberikan manfaat

tambahan.

Page 27: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Anjuran dokter untuk berolahraga, serta rujukan ke program penurunan

berat badan dan klub pelangsing semakin dianggap lazim di kalangan layanan

kesehatan primer.

Aktivitas sehari-hari memberikan kontribusi bermakna terhadap keluaran

energi total. Oleh karena itu, cara termudah untuk meningkatkan aktivitas adalah

dengan menjadwalkan lebih banyak aktivitas ke dalam rutinitas normal sehari-

hari. Cara ini lebih mungkin tetap dilakukan daripada dengan sengaja meluangkan

waktu untuk melakukan latihan di pusat kebugaran (gym) (Mary, 2007)

Berolahraga sangat penting untuk menurunkan dan mengatur berat badan.

Meski banyak manfaat yang bisa didapat dari olahraga, kurang dari setengah

wanita berumur 50-64 tahun melakukan olahraga dengan teratur, dan hanya

seperempatnya yang melakukan olahraga dengan intensitas tinggi (Ethical Digest,

2005).

Olahraga penting untuk meningkatkan pengeluaran energi,

mempertahankan atau meningkatkan massa tubuh yang tidak berlemak, dan

meningkatkan hilangnya lemak. Perubahan-perubahan komposisi tubuh ini

menghasilkan peningkatan lemak tubuh dan kemungkinan meningkatkan

kecepatan metabolik (Susan dkk, 2011).

Upaya menurunkan berat badan melalui aktivitas fisik sendiri umumnya

hanya menurunkan berat badan sebesar 2% sampai 3%. Olahraga memengaruhi

kecepatan penurunan berat badan menurut frekuensi dan durasinya. Aktivitas fisik

yang tetap membantu mempertahankan penurunan berat badan dan mengurangi

risiko kardiovaskular dan diabetes, serta mungkin membantu dalam menghambat

Page 28: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

asupan makanan. Bahkan tanpa penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik

membuat tekanan darah menjadi lebih rendah, kadar kolesterol HDL meningkat,

toleransi glukosa meningkat, merasa lebih sehat, mengurangi ketegangan dan

meningkatkan kewaspadaan (Libby dkk, 2011)

Aktivitas awal yang dapat dilakukan berupa peningkatan aktivitas

kehidupan sehari-hari, seperti menggunakan tangga atau berjalan pelan. Seiring

waktu, bergantung pada kemajuan, jumlah penurunan berat badan dan kapasitas

fungsional, pasien dapat melakukan aktivitas yang lebih berat. Aktivitas sedang

selama 30 sampai 45 menit, tiga sampai lima kali per minggu harus digiatkan.

Tujuan jangka panjangnya harus mencapai akumulasi waktu setidaknya 60 menit

olahraga dengan intensitas sedang setiap hari (Brenna dkk, 2011).

3. Perubahan Perilaku

Diet rendah kalori yang ketat mungkin sulit diikuti di samping tidak begitu

berhasil dalam menimbulkan perubahan berat yang permanen. Perubahan gaya

hidup seperti mengubah komposisi lemak dalam makanan dan meningkatkan

aktivitas sehari-hari memperlihatkan kemungkinan yang lebih besar bagi pasien

untuk dapat mengubah simpanan lemak tubuhnya secara permanen (Andry, 2006).

Diet yang tepat perlu disertai dengan modifikasi perilaku. Pada dasarnya,

modifikasi perilaku adalah upaya mendisplinkan diri untuk menghindari

kebiasaan makan yang tidak seimbang. Modifikasi perilaku mengharuskan agar

makanan hanya tersedia di tempat-tempat yang terbatas dengan jumlah

secukupnya (Faisal dan Ali, 2009).

Page 29: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Kebiasaan menonton televisi sambil ngemil juga harus dikurangi.

Umumnya, snack menjadi makanan selingan yang sering dikonsumsi secara

berlebihan pada saat kita menonton televisi. Kegiatan menonton televisi yang

termasuk aktivitas ringan harus diimbangi dengan aktivitas fisik lain yang bersifat

lebih menghabiskan energi. Oleh karena itu, sebaiknya, kita melakukan olahraga

tiga kali seminggu, masing-masing selama 50 – 60 menit (Anwar dan Khomsan,

2009).

Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,

diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi

diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri

terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control,

pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan

dukungan sosial (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 2009).

Terapi perilaku turut menunjang rencana penurunan asupan makanan dan

meningkatkan aktivitas fisik. Terapi perilaku bertujuan mengatasi hambatan untuk

mematuhi kebiasaan makan dan melakukan aktivitas. Penurunan berat badan

jangka panjang sering tidak berhasil kecuali diterapkan kebiasaan baru. Beberapa

asumsi utama yang dapat diterapkan dalam terapi perilaku adalah sebagai berikut

(Brenna, 2011) :

Mengubah kebiasaan makan dan aktivitas fisik dapat mengubah berat

badan .

Perilaku makan dan aktivitas fisik dapat dipelajari dan dimodifikasi.

Lingkungan harus diubah untuk mengubah pola.

Page 30: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Berbagai strategi harus digunakan untuk memodifikasi perilaku karena

tidak ada satu metode yang paling baik daripada yang lain (Barasi, 2011) :

Memantau sendiri aktivitas makan dan fisik – Strategi ini meliputi

pencatatan jumlah, jenis makanan, nilai kalori dan komposisi nutrien makanan

yang dimakan, serta frekuensi, intensitas, dan jenis aktivitas fisk yang dilakukan

setiap hari. Pencatatan informasi ini membuat pasien melihat sendiri perilaku

mereka.

Manajemen stres – Stres memicu timbulnya gangguan makan.

Penggunaan strategi coping, meditasi, teknik relaksasi, dan olahraga dapat

membantu meredakan stres.

Pengendalian stimulus – Strategi ini melibatkan pengenalan rangsang

yang mendorong makan insidental (tidak direncanakan) dan pembatasan rangsang

tersebut.

Pemecahan masalah – Strategi ini meliputi identifikasi masalah berat

badan dan perencanaan, serta pelaksanaan perilaku alternatif.

Manajemen penghargaan – Teknik ini melibatkan penghargaan

terhadap perubahan perilaku yang positif, seperti meningkatkan olahraga atau

mengurangi konsumsi makanan tertentu.

Restrukurisasi kognitif – Teknik ini melibatkan pengubahan pikiran-

pikiran yang merugikan diri sendiri dengan pikiran positif dan penetapan tujuan

yang masuk akal.

Dukungan sosial – Sistem dukungan yang kuat membantu memberikan

dukungan emosional yang dibutuhkan untuk menurunkan berat badan. Melibatkan

Page 31: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

teman dan keluarga dalam aktivitas fisik, dan diet atau ikut bergabung dalam satu

kelompok pendukung dapat memberi manfaat yang besar.

4. Obat-obatan/Bedah

Selain dari gaya hidup yang sehat, obesitas bisa diantisipasi melalui diet

farmakoterapi, salah satunya dengan menggunakan diethylpropion. Dari beberapa

penelitian jangka panjang, diethylpropion bermanfaat dalam menurunkan berat

badan dan menghindari risiko dari obesitas. Hal tersebut terbukti di dalam studi

yang dilakukan Cercato C dan tim, yang dipublikasikan di International Journal

Obesity Agustus 2009. Hasilnya, setelah 6 bulan pemberian, kelompok

diethylpropion mengalami penurunan berat badan 9,8% dibandingkan placebo

yang hanya 3,2% (Ethical Digest, 2011).

Terapi obat harus dipertimbangkan sebagai tambahan dalam terapi nutrisi,

peningkatan aktivitas, dan terapi perilaku jika setelah enam bulan pasien tidak

menunjukkan penurunan berat badan yang dianjurkan, 1 lb per minggu. Obat-

obatan menghasilkan penurunan berat badan yang sedang yaitu 4,4 sampai 22 lb

dalam 6 bulan pertama dan membantu mempertahankan penurunan berat badan.

Namun, kebanyakan penelitian menunjukkan adanya peningkatan berat badan

yang cepat setelah obat dihentikan. Jika terapi obat terbukti efektif dan efek

sampingnya dapat diatasi, terapi dapat diteruskan untuk jangka waktu lama;

namun, tidak ada yang tahu berapa lama terapi obat dapat dipertahankan secara

aman. Karena hanya ada sedikit penelitian jangka panjang mengenai keamanan

dan efektivitas penurunan berat badan dengan obat, terapi ini hanya boleh

Page 32: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

digunakan pada pasien yang berisiko tinggi menderita penyakit akibat kelebihan

berat badannya (Brenna dkk, 2011).

Obat penekan nafsu makan atau anorektik, dibagi dua yaitu :

1. Stimulan sentral (misalnya amfetamin) yang bekerja pada jalur

katekolamin. Obat ini menyebabkan pasien makan lebih sedikit dan membantu

menjadi lebih aktif melalui stimulasi sentral.

2. Stimulan lain seperti diethylpropion (amfepramone), mazidol,

phentermine dan phenylpropanolamine. Obat generasi yang lebih baru, misalnya

orlistat dan sibutramine. Orlistat, suatu penghambat lipase, bekerja dengan

membatasi penyerapan lemak dalam tubuh. Harus disertai dengan diet, untuk

memperoleh efek terbaik. Sirbutramine bekerja secara sistemik dengan dua cara,

yaitu : 1) mempengaruhi selera makan yang menyebabkan bertahannya sensasi

rasa kenyang. Sensasi kenyang akan membatasi asupan makanan. 2) mendorong

pengeluaran energi dan membatasi tingkat metabolisme yang menurun, seiring

dengan penurunan berat badan. Kerja utama sirbutramin adalah menghambat re-

uptake monoamine, memblok re-uptake dari norephineprin serta serotonin. Obat

anti obesitas seperti fentermin digunakan terutama untuk efek anorektik yang

dimilikinya. Obat ini membuat pasien makan lebih sedikit dan membantu untuk

lebih aktif melalui stimulasi sentral. Penggunaan obat harus hati-hati, karena dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal atau defek katup jantung. Terutama bila

diberikan bersama fenfluramin atau deksenfluramin (Ethical Digest, 2008).

Sibutramine dan orlistat merupakan obat-obatan penurun berat badan yang

telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang.

Page 33: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Pada pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine dan orlistat sangat berguna.

Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif

menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Dengan pemberian

sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.

Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat hipertensi,

penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat strok

Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan

pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi

malabsorpsi parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang

timbul. Pengawasan secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan untuk

mengawasi tingkat efikasi dan keamanan (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

2009).

Terapi pembedahan hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara

klinis dengan BMI ≥40 atau ≥ 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini

harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan

farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrem.

Digunakan dua jenis tindakan pembedahan yaitu malabsorptif dan

restriktif. Perencanaan tindak lanjut yang sesuai harus dilakukan bersama pasien

untuk mengatasi komplikasi. Kondisi malabsorpsi yang timbul dari operasi pintas

(bypass) terkait dengan defisiensi gizi dan memerlukan suplementasi (Mary,

2006).

Pembedahan harus dipertimbangkan jika risiko yang ada akibat obesitas

lebih besar dibandingkan dengan risiko pembedahan. Keberhasilan pembedahan

Page 34: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

jangka panjang bergantung pada kemampuan pasien untuk mengubah perilakunya

dan setia menindaklanjutinya secara jangka panjang. Sekitar 70% pasien

mempertahankan penurunan berat badan sebesar 50% untuk 5 tahun.

Pada restriksi lambung, yang juga dikenal sebagai vertical banded

gastroplasty dan stomach stapling, ukuran lambung dikurangi dengan

pembedahan sehingga pasien merasa penuh setelah makan dalam jumlah sedikit.

Jajaran staple dalam bentuk vertikal dimasukkan melalui lambung pasien,

mengurangi ukuran lambung antara 15 dan 30 ml. Pita mengurangi lubang dari

kantong bagian atas menjadi sekitar 1 cm, yang menunda pengosongan lambung.

Setelah beberapa waktu, kantong dapat diregangkan untuk menahan makanan

lebih banyak. Dalam proses adjustable gastric banding, pembalut dari silikon karet

ditempatkan di sekeliling bagian atas lambung, membentuk kantong kecil dengan

lubang sempit ke dalam bagian lambung yang lebih besar. Pembalut tersebut

dapat dikembangkan atau dikempiskan menggunakan larutan salin lewat slang

yang terhubung dengan akses di bawah kulit sehingga ukuran lubang lambung

dapat disesuaikan. Prosedur itu dapat dilakukan laparoskopi.

Prosedur malabsorptif/restriktif antara lain (Brenna, 2011):

Pintas lambung – dikenal juga sebagai Roux-en-Y gastric bypass,

prosedur ini menggabungkan restriksi lambung dengan pintas duodenum, serta

bagian pertama yeyunum. Prosedur paling sering dilakukan pada penurunan berat

badan secara bedah dan dianjurkan untuk penurunan berat badan dan jangka

panjang.

Page 35: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Pengalihan biliopankreatik – Prosedur ini merupakan operasi yang lebih

sulit; bagian bawah lambung dibuang dan kantong yang tersisa dihubungkan

dengan segmen terminal usus halus sehingga memintas duodenum dan yeyunum.

Operasi jenis ini jarang digunakan karena menyebabkan defisiensi nutrisi. Pasien

yang menjalani pengalihan biliopankreatik harus mendapat suplemen vitamin

larut lemak (A,D,E, dan K). Pada versi modifikasinya, bagian lambung yang lebih

besar dan katup pilorus tetap ada sehingga pergerakan isi lambung ke dalam

duodenum dapat dikendalikan. Dengan variasi ini, pasien dapat lebih banyak

makanan daripada mengikuti prosedur lain.

2.1.6. Komplikasi Obesitas

Pasien obesitas biasanya mengalami risiko terserang berbagai penyakit dan

gangguan kesehatan. Beberapa di antaranya yang paling sering menjadi ancaman

akibat komplikasi dari obesitas adalah (Kompas, 2009):

1. Gangguan Jantung dan Pembuluh Darah

Obesitas merupakan penyebab utama terjadinya penyakit jantung dan

pembuluh darah (kardiovaskuler). Pasalnya, obesitas menyebabkan peningkatan

beban kerja jantung, karena dengan bertambah besar tubuh seseorang maka

jantung harus bekerja lebih keras memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh.

Bila kemampuan kerja jantung sudah terlampaui, terjadilah yang disebut gagal

jantung. Tanda-tandanya, napas sesak dan timbulnya bengkak pada tungkai.

Pengidap obesitas juga sering mengalami hipertensi karena pembuluh darah

menyempit akibat jepitan timbunan lemak. Kombinasi obesitas dan hipertensi ini

Page 36: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

tentu saja memperberat kerja jantung. Akibatnya, timbul penebalan pada dinding

bilik jantung disertai kekurangan oksigen. Keadaan ini akan mempercepat

timbulnya gagal jantung.

2. Gangguan fungsi paru-paru

Lagi-lagi timbunan lemak menjadi pemicu masalah. Pada pengidap

obesitas, timbunan ini dapat menekan saluran pernapasan. Ini bisa menyebabkan

terjadinya henti napas saat tidur (sleep apnea). Gangguan seperti ini lama-lama

dapat menyebabkan gagal jantung juga dan berujung dengan kematian.

3. Diabetes dan peningkatan kolesterol

Obesitas dapat menyebabkan terjadinya penyakit Diabetes Melitus. Ini

disebabkan timbulnya gangguan fungsi insulin pada pengidapnya.

Gangguan fungsi insulin ternyata juga mengakibatkan gangguan

metabolisme lemak (dislipidemia). Ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan

kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, namun disertai penurunan

kolesterol HDL.

Peningkatan kadar LDL disertai penurunan kadar kolesterol HDL berujung

terbentuknya arterosklerosis. Arterosklerosis akan memperkecil diameter

pembuluh darah, sehingga menyebabkan penyakit jantung koroner dan serangan

stroke.

4. Gangguan Persendian

Obesitas akan menyebabkan peningkatan beban pada persendian

penyangga berat. Misalnya persendian lutut sehingga lama-lama dapat

Page 37: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

menimbulkan peradangan persendian (osteoartritis). Komplikasi lebih lanjutnya

adalah penderita tidak sanggup berjalan lagi.

5. Gangguan Sistem Hormonal

Obesitas ternyata juga mempengaruhi sistem hormonal dalam tubuh. Pada

perempuan, obesitas menyebabkan haid pertama (menarkhe) datang lebih awal.

Pada wanita dewasa, obesitas dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

hormonal (hiperandrogenisme, hirsutisme), dan gangguan siklus menstruasi.

Hiperandrogenisme berarti jumlah hormon androgen meningkat.

Akibatnya terjadi hirsutisme (tanda maskulinisasi). Misalnya jerawatan, distribusi

bulu-bulu di wajah dan badan, bahkan mungkin perubahan suara menjadi berat

seperti suara lelaki.

Pada wanita, obesitas juga peningkatan risiko timbulnya batu empedu. Ini

terjadi karena cairan empedu menjadi lebih kental.

6. Risiko penyakit keganasan (kanker)

Hasil penelitian menunjukkan, pada wanita yang sudah mengalami

menopause, obesitas meningkatkan risiko timbulnya kanker rahim (endometrium)

dan kanker payudara. Sedangkan pada pria, kegemukan dapat meningkatkan

risiko terserang kanker prostat dan kanker usus besar (kolorektal).

7. Gangguan Psikologis

Orang dengan obesitas juga sering kali mengalami gangguan psikologis

berupa rasa rendah diri, keadaan depresi, bahkan bisa terkucil dari pergaulan

sosial. Terlebih lagi bila lingkungan di sekitarnya tidak memberi dukungan,

melainkan lebih banyak memperolok-olok kegemukannya.

Page 38: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

2.2. FUNGSI PARU

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat

dibagi menjadi empat fungsi utama: 1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan

keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru; 2) difusi oksigen dan karbon

dioksida antara alveoli dan darah; 3) pengangkutan oksigen dan karbondioksida

dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh dan 4) pengaturan

ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.

Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara yaitu: 1) dengan

gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga

dada, dan 2) dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau

memperkecil diameter anteroposterior rongga dada (Guyton dan Hall, 2008).

Situasi faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses

ventilasi, distribusi, perfusi, difusi serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi

pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah

arteri (PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud dengan keadaan santai

adalah keadaan ketika jantung dan paru tanpa beban-kerja yang berat

(Djojodibroto, 2009).

Saat istirahat, paru menyerap 4 L/mnt udara dan 5 L/mnt darah,

mengalirkan keduanya dalam jarak 0,2 µm satu sama lain, dan kemudian

mengembalikan keduanya ke tempat masing-masing. Pada olahraga maksimal,

aliran dapat meningkat hingga 100 L/mnt ventilasi dan 25 L/mnt curah jantung.

Karena itu, paru menjalankan fisiologis utamanya menyediakan oksigen bagi

Page 39: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

jaringan untuk metabolisme dan membuang produk sampingan utama dari

metabolisme tersebut: karbon dioksida (Mcphee dan Ganong, 2011).

1.2.1. Proses Pernapasan

1.2.1.1. Ventilasi

Istilah ventilasi menyangkut volume udara yang bergerak masuk dan

keluar dari hidung atau mulut pada proses bernapas (Djojodibroto, 2009).

Ventilasi terdiri dari dua tahap, yaitu:

a) Inspirasi

Inspirasi merupakan proses aktif. Selama inspirasi, volume toraks

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi

beberapa otot. Otot-otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan

otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Kontraksi

otot-otot antariga eksternal mengangkat iga-iga untuk memperbesar rongga toraks

dari depan ke belakang dan sisi ke sisi (Sherwood, 2001). Toraks membesar ke

tiga arah: anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini

menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari sekitar -4 mmHg (relatif

terhadap tekanan atmosfer) menjadi -8 mmHg bila paru mengembang pada waktu

inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan napas

menurun sampai sekitar -2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0

mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara jalan napas dan

atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sampai tekanan jalan napas

pada akhir inspirasi (Price dan Wilson, 2006). Pada akhir inspirasi, daya rekoil

Page 40: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai

tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.

Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg,

menimbulkan pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi

meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi

aktif otot-otot ekspirasi yang menurunkan volume intratorakal (Ganong, 2006).

b) Ekspirasi

Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena terjadi

akibat penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan

kontraksi otot atau pengeluaran energi (Sherwood, 2001). Pada waktu otot

interkostalis eksternus relaksasi, rangka iga turun dan lengkung diafragma naik ke

atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Otot

interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam pada waktu

ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot

abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdominal membesar dan

menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan

tekanan intrapleura maupun intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang

meningkat dan mencapai sekitar 1 sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer.

Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara

mengalir keluar dari paru sampai tekanan jalan napas dan tekanan atmosfer

menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Tekanan intrapleura selalu berada di

bawah tekanan atmosfer selama siklus pernapasan. Perubahan ventilasi dapat

dinilai dengan uji fungsional paru (Price dan Wilson, 2006).

Page 41: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

1.2.1.2. Difusi

Secara umum difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan molekul dari

suatu daerah yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya

lebih rendah. Peristiwa difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan

energi ekstra. Peristiwa difusi yang terjadi di dalam paru adalah perpindahan

molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membrana kapiler alveolar,

kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding sel darah merah

dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan

hemoglobin (Djojodibroto, 2009).

Gas berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya

melintasi membran alveolus kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal

endotel kapiler serta membrana basalis masing-masing yang berfusi. Tercapai atau

tidaknya keseimbangan senyawa yang melintas dari alveoli ke dalam darah

kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlukan darah untuk melewati kapiler

paru pada saat istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam darah

(Ganong, 2006). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih antara

tekanan parsial antara darah dan fase gas.

Tekanan parsial O2 (PO2) dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya

sekitar 159 mmHg (21% dari 760 mmHg). Pada waktu O2 sampai di trakea,

tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai 149 mmHg karena

dihangatkan dan dilembabkan di jalan napas. Tekanan parsial O2 yang diinspirasi

akan menurun kira-kira 103 mmHg pada saat mencapai alveoli karena tercampur

dengan udara dalam ruang mati (dead space) anatomik pada saluran napas. Hanya

Page 42: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

udara bersih yang mencapai alveolus yang merupakan ventilasi efektif. Tekanan

parsial O2 dalam darah vena campuran (PVO2) di kapiler paru kira-kira sebesar 40

mmHg. PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (PAO2=103

mmHg) sehingga O2 mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Perbedaan tekanan

antara darah dan PaCO2 yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan CO2

berdifusi ke dalam alveolus. CO2 ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, yang

konsentrasinya pada hakekatnya nol. Kendati selisih CO2 antara darah dan

alveolus amat kecil namun tetap memadai, karena dapat berdifusi melintasi

membrana alveolus kapiler kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan O2

karena daya larutnya lebih besar (Price dan Wilson, 2006).

Faktor Pengaruh pada Kecepatan

Pertukaran Gas Melintasi

Membran Alveolus

Komentar

Gradien tekanan

parsial antara O2

dan CO2

Kecepatan pertukaran

meningkat jika gradien

tekanan parsial meningkat.

Penentu utama kecepatan

pertukaran.

Luas permukaan

membran alveolus

Kecepatan pertukaran

meningkat jika luas

permukaan meningkat.

Bersifat tetap -> pada

istirahat, meningkat ->

saat olahraga, menurun -

> pada keadaan patologis

Ketebalan sawar

memisahkan udara

& darah melintasi

Kecepatan pertukaran

menurun jika ketebalan

Normal -> ketebalan

tidak berubah. Meningkat

-> pada keadaan

Page 43: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

membran alveolus meningkat. patologis.

Koefisien difusi

(daya larut gas

dalam membran)

Kecepatan pertukaran

meningkat jika koefisien

difusi meningkat.

CO2 20 kali lebih besar

dari O2 mengimbangi

gradien tekanan parsial

CO2.

Tabel 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pertukaran Gas Melintasi

Membran Alveolus (Sherwood, 2001).

1.2.1.3. Ventilasi-Perfusi

Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru

membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru dan perfusi (aliran darah)

dalam kapiler. Dengan perkataan lain, ventilasi dan perfusi unit pulmonar harus

sesuai. Pada orang normal dengan posisi tegak dan dalam keadaan istirahat,

ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru. Sirkulasi

pulmonar dengan tekanan dan resistensi mengakibatkan aliran darah di basis paru

lebih besar daripada di bagian apeks paru, disebabkan pengaruh gaya tarik bumi.

Namun, ventilasinya cukup merata (Price dan Wilson, 2006).

Walaupun secara normal beberapa alveolus tetap terisi, dan terutama pada

banyak penyakit paru, sebagian daerah paru terventilasi secara baik tetapi hampir

tidak mempunyai aliran darah, sedangkan daerah yang lain mungkin mempunyai

aliran darah yang sangat baik tapi ventilasinya sedikit atau tidak ada. Pada

kondisi-kondisi ini, pertukaran gas melalui membran pernapasan sangat

terganggu, dan seseorang dapat menderita distres pernapasan yang berat walaupun

ventilasi total dan aliran darah paru totalnya normal, tetapi dengan ventilasi dan

Page 44: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

aliran darah yang mengalir ke bagian paru yang lain. Oleh karena itu, konsep yang

sangat kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu memahami mengenai

pertukaran pernapasan bila terdapat ketidakseimbangan antara ventilasi alveolus

dan aliran darah alveolus. Konsep ini disebut rasio ventilasi-perfusi.

Secara kuantitatif, rasio ventilasi-perfusi dinyatakan sebagai VA/Q. Bila VA

(Ventilasi Alveolus) adalah normal untuk alveolus tertentu dan Q (aliran darah)

juga normal pada alveolus yang sama, maka rasio ventilasi-perfusi (VA/Q) juga

dikatakan normal (Guyton dan Hall, 2008).

Pada orang normal, ventilasi istirahat biasanya sekitar 6 L/mnt. Sekitar

sepertiga dari jumlah ini mengisi saluran napas penghubung dan membentuk

ruang mati (dead space) atau wasted ventilation. Karena itu, ventilasi alveolus

pada keadaan istirahat menjadi sekitar 4 L/mnt, sementara aliran darah paru

adalah sekitar 5 L/mnt. Hal ini menghasilkan rasio keseluruhan ventilasi terhadap

perfusi sebesar 0,8 (Mcphee dan Ganong, 2011).

Kalau rasio VA/Q cocok, darah kotor dari sistem vena akan kembali ke

ventrikel kanan dan kemudian melalui arteri pulmonalis memasuki paru-paru

dengan membawa karbondioksida. Pembuluh arteri bercabang menjadi kapiler

alveolar tempat pertukaran gas terjadi (Kowalak dkk, 2012).

Perubahan distribusi rasio ventilasi terhadap perfusi merupakan hal yang

sangat penting dan menjadi gangguan fungsional yang mendasari banyak penyakit

(Mcphee dan Ganong, 2011). Menurut Price dan Wilson (2006), terdapat tiga unit

pernapasan abnormal secara teoretis, yaitu:

Page 45: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

a) Unit ruang mati (dead space unit) bila terdapat ventilasi yang adekuat

(VA) tapi perfusinya nol (Q), maka rasionya (VA/Q) adalah tak terhingga, tidak

terjadi pertukaran gas melalui membran pernapasan pada alveoli yang terkena

(Guyton dan Hall, 2008). Kalau rasio VA/Q tinggi, ventilasi berjalan normal tetapi,

perfusi alveoli menurun. Keadaan ini terjadi karena defek perfusi, seperti emboli

paru atau gangguan yang menurunkan curah jantung (Kowalak, 2012).

b) Unit pirau (shunt unit) bila ventilasi (VA) nol namun masih ada perfusi

(Q) pada alveolus, maka rasio ventilasi-perfusinya adalah nol (Guyton dan Hall,

2008). Kalau rasio VA/Q rendah, sirkulasi pulmoner adekuat, tetapi tidak terdapat

cukup oksigen untuk difusi yang normal. Bagian darah yang mengalir melalui

pembuluh darah paru tidak mengalami oksigenasi (Kowalak dkk, 2012).

c) Unit diam (silent unit) saat tidak terdapat ventilasi maupun perfusi.

Bagian darah yang mengalir melalui pembuluh darah paru tidak mengalami

oksigenasi (Kowalak, 2012).

1.2.1.4. Transportasi Gas

Transportasi adalah proses perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari

jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.

Gas Metode Transportasi dalam Darah Persentase yang Diangkut

Dalam Bentuk ini

O2 Larut secara Fisik 1,5

Terikat ke Hemoglobin 98,5

CO2 Larut secara fisik 10

Page 46: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Terikat ke hemoglobin 30

Sebagai bikarbonat (HCO3-) 60

Tabel 2.3 Metode Transportasi Gas dalam Darah

1.2.2. Volume dan Kapasitas Paru

1.2.2.1. Volume Paru

Arti dari masing-masing volume paru adalah (Guyton dan Hall, 2008):

a) Volume Tidal (VT) adalah volume udara yang diinspirasikan atau

diekspirasi setiap kali bernapas normal. Volume tidal besarnya sekitar 500 ml

pada lelaki dewasa dalam keadaan istirahat tetapi dapat meningkat sampai 3000

ml pada waktu melakukan kegiatan fisik yaitu bernapas dalam (Price dan Wilson,

2006).

b) Volume Cadangan Inspirasi (inspiratory reserve volume, VCI) adalah

volume udara yang ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume tidal

normal bila dilakukan inspirasi kuat. Volume cadangan inspirasi dihasilkan oleh

kontraksi maksimum diafragma, otot antariga eksternal, dan otot inspirasi

tambahan (Sherwood, 2001); biasanya mencapai 3000 ml.

c) Volume Cadangan Ekspirasi (expiratory reserve volume, VCE) adalah

volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada

akhir ekspirasi tidal normal; jumlah normalnya adalah sekitar 1100 ml.

d) Volume Residu (VR) yaitu volume udara yang masih tetap berada

dalam paru setelah ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 ml.

e) Volume Ekspirasi Paksa (forced expiratory volume, FEV1). Volume

udara yang dapat diekspirasi selama detik pertama ekspirasi selama detik pertama

Page 47: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

ekspirasi. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80%; yaitu, dalam keadaan normal 80%

udara yang dapat dipaksa keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat

dikeluarkan dalam 1 detik pertama.

1.2.2.2. Kapasitas Paru

Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang

perlu menyatukan dua atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut

sebagai kapasitas paru, yang dapat diuraikan sebagai berikut (Guyton dan Hall,

2008):

a) Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume

cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500 ml) yang dapat dihirup

seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai

maksimum.

b) Kapasitas Residu Fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi

ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada

akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml).

c) Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah

volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum

yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru

secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira

4600 ml).

d) Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat

mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-

kira 5800 ml); jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.

Page 48: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25

persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada orang yang atletis dan

bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis.

1.3. UJI FAAL PARU

Uji fungsi paru yang paling sederhana adalah ekspirasi paksa. Uji fungsi

tersebut juga merupakan salah satu uji yang paling informatif dan hanya

membutuhkan sedikit peralatan serta mudah dihitung (West, 2010). Alat yang

dipakai adalah spirometri. Spirometri adalah alat untuk mengukur volume udara

yang dihirup dan dihembuskan; alat ini terdiri dari sebuah tong berisi udara yang

terapung pada sebuah wadah berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan

menghembuskan udara keluar-masuk tong melalui sebuah selang penghubung,

tong akan naik atau turun yang kemudian dicatat sebagai suatu spirogram.

Pencatatan tersebut dikalibrasi ke besarnya perubahan volume (Sherwood, 2001).

1.4. FAAL PARU PADA KELEBIHAN BERAT BADAN

Kelainan faal paru yang dijumpai pada penderita obesitas menggambarkan

perubahan fisiologis pada mekanika pernafasan dan resistensi aliran udara.

Derajat beratnya kelainan faal paru tergantung pada beratnya obesitas, dan

distribusi lemak tubuh. Abnormalitas faal paru yang paling sering dijumpai pada

obesitas adalah penurunan volume cadangan ekspirasi. Hal ini disebabkan oleh

beban massa dan pemindahan beban dari dinding thorax bagian bawah dan

abdomen ke paru-paru, serta naiknya posisi diafragma. Didapatkan pula

penurunan kapasitas vital paksa, dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

(Wulandari dan Edo, 2007).

Page 49: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. HIPOTESIS PENELITIAN

Peneliti mempunyai hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :

Kenaikan berat badan berkolerasi positif dengan penurunan nilai :

Kapasitas vital (KV)

Kapasitas vital paksa (KVP)

Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik pertama (VEP1)

Nilai Faal Paru

1. KV2. KVP3. VEP1

Obesitas

Page 50: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian “Cross Sectional” dengan statistik

deskriptif dan analitik (korelasi – regresi).

4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Universitas Malikussaleh dan RSUD Cut Meutia

Lhokseumawe pada bulan September 2012.

4.3. POPULASI DAN SAMPEL

4.3.1. Populasi

Menurut Sugiono (2005) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian populasi yang dijadikan sebagai objek dan sumber

data dan informasi dalam penelitian yang dianggap mewakili dari suatu penelitian.

Dalam menentukan sampel dari objek penelitian ini ditetapkan dengan

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang

ditetapkan secara sengaja oleh peneliti. Sampel dalam penelitian ini adalah

responden yang dianggap berkaitan dengan seluruh mahasiswa-mahasiswi

Universitas Malikussaleh Lhokseumawe yang mempunyai berat badan berlebih

dan obesitas. Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari 100 maka

untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya.

Page 51: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat

diikutsertakan ke dalam penelitian ini adalah :

a) Pada saat penelitian pemeriksaan fungsi paru tidak dalam kondisi sakit,

seperti : bronkitis, radang paru, asma dan alergi.

b) Tidak menderita penyakit diabetes melitus, gagal jantung dan penyakit

yang mempengaruhi fungsi pernapasan (misal miastenia gravis, dll).

c) Tidak cuti saat penelitian berlangsung (pemeriksaan fungsi paru)

d) Bersedia ikut partisipasi dalam penelitian

4.4. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

4.4.1. Variabel

1. Variabel Umum Penderita

- Umur

- Jenis Kelamin

- Kebiasaan Merokok

- Berat badan (dalam kilogram)

- Tinggi Badan (dalam centimeter)

2. Faal Paru

- Kapasitas Vital (KV)

- Kapasitas Vital Paksa (KVP)

- Volume Ekspirasi Paksa (FEV1)

4.4.2. Definisi Operasional

4.4.2.1. Kriteria Diagnosis Berat Badan

Pada penelitian ini digunakan kriteria kelebihan berat badan berdasarkan :

Page 52: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

- Indeks Massa Tubuh (IMT)

Rumus : IMT=BB

(TB)2

Keterangan : BB = Berat badan (kg)

TB = Tinggi Badan (m2)

“Underweight”= ≤20,0 kg/m2

Normal = 20,1 – 25,0 kg/m2

“Overweight” = 25,1 – 30,0 kg/m2

Obesitas = 30,1 – 40,0 kg/m2

4.4.2.2. Parameter Faal Paru

Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang bisa dikeluarkan

setelah inspirasi maksimal. Nilai normal KV adalah ≥ 80%.

Kapasitas vital paksa (KVP) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan

selama ekspirasi dengan paksa kuat dan cepat setelah melakukan inspirasi

maksimal. Besarnya hanya berbeda sedikit, kadang-kadang sama dengan

KV yang diperoleh dengan ekspirasi penuh biasa setelah inspirasi

maksimal. Orang normal mempunyai nilai KVP sebesar ≥ 80%.

Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik pertama (VEP1) adalah volume

udara yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik pertama dengan

ekspirasi paksa kuat dan cepat setelah inspirasi maksimal. Pada orang

normal, udara yang dikeluarkan dalam 1 detik pertama mencapai ≥ 75%.

4.4.2.3. Kriteria Evaluasi Faal Paru

Grafik yang terdapat dalam pada spirogram diperiksa sebanyak 3 kali dan

dipilih yang terbaik dan terbesar nilainya. Harga yang didapat dibandingkan

Page 53: Hubungan Kelebihan BB Dengan Kelainan Faal Paru

dengan nilai normal secara individual berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Responden yang mempunyai faal paru normal adalah apabila KV dan KVP ≥

80% dan nilai FEV1 ≥ 75%.

Disebut retriksi bila nilai KV dan KVP < 80% sedangkan FEV1 ≥ 75%.