hubungan faktor risiko dengan kejadian sindroma koroner akut pada pasien dewasa muda
DESCRIPTION
SkripsiTRANSCRIPT
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah kondisi yang disebabkan oleh
penurunan aliran darah pada miokardium yang diakibatkan proses aterosklerosis
pada pembuluh darah koroner (Allison, 2007). PJK merupakan penyebab utama
kematian yaitu 1 dari setiap 6 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2010
(AHA,2014). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyatakan
prevalensi PJK di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5
persen. Di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, terjadi peningkatan jumlah
kasus dari tahun 2000-2009. Dalam 10 tahun terakhir ini terdapat peningkatan
operasi koroner sebesar 83% (Hartaty, 2010). Kejadian PJK di Sumatra Barat
menempati posisi 4 setelah Sulawesi Tengah, Aceh, dan Jakarta (Riskesdas,
2013).
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu spektrum dalam
perjalanan aterosklerosis. SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil (APTS),
infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST), atau infark miokard
akut non-elevasi segmen ST (IMANEST) (Liem, 2013). Pasien dengan kriteria
nyeri dada akut khas infark disertai adanya elevasi pada segmen ST yang
persisten (>20 menit) dikelompokan dalam IMAEST. Sedangkan pasien dengan
nyeri dada akut tetapi tanpa elevasi segmen ST yang persisten dikelompokan
sebagai IMANEST atau APTS. Gambaran elektrokardiografi ini bisa terdapat
depresi segmen ST yang persisten/transien atau inversi gelombang T, gelombang
T yang datar, gelombang T yang pseudo-normal atau tidak ada perubahan
-
2
gelombang EKG. IMANEST didiagnosis jika terdapat peningkatan pada troponin,
jika tidak maka akan didiagnosis sebagai APTS (Hamm et al, 2011).
Berdasarkan data dari Heart Disease and Stroke Statistics 2008, American
Heart Association (AHA), terdapat 1.413.000 pasien di Amerika Serikat yang
dirawat karena SKA pada tahun 2005. Sekitar 80% dari kasus tersebut merupakan
APTS dan IMANEST, sedangkan sekitar 20% adalah IMAEST. Menurut
European Society of Cardiology, insiden IMANEST setiap tahun berkisar 3 per
1000 penduduk tetapi jumlah ini berbeda-beda di setiap Negara. Insiden kejadian
IMAEST di Swedia berkisar 66 IMAEST/100.000/tahun, demikian juga
dibeberapa Negara lain seperti Belgia, United States, dan Republik Ceko.
Patofisiologi SKA melibatkan ateroskelerosis yang merupakan proses
terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri. Proses aterosklerosis
ini terjadi sepanjang usia sebelum akhirnya memberikan manifestasi klinis.
Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi proses ini adalah hiperkolesterolemia,
hipertensi, diabetes, dan merokok. Faktor risiko ini merusak endotelium
pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan disfungsi endotel yang membantu
proses aterosklerosis (Kumar et al, 2009). Riwayat keluarga merupakan salah satu
faktor risiko yang sangat mempengaruhi terjadinya infark miokard akut (Leander
et al, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Ismail et al menyebutkan bahwa perokok
aktif mempunyai risiko 3,82 kali lebih besar untuk menderita infark miokard dan
risiko ini lebih tinggi pada perokok yang lebih berat. Merokok dapat
meningkatkan kadar Low Density Protein (LDL) teroksidasi dan menganggu
faktor vasodilatasi (Ridker et al, 2011). Sedangkan kenaikan serum kolesterol
mempunyai risiko 1,67 kali lebih besar untuk menderita infark miokardium
-
3
(Ismail et al, 2003). Penurunan kadar kolesterol dapat menstabilkan plak yang
rentan untuk terjadinya ruptur dan dapat meningkatkan fungsi endotel pembuluh
darah koroner (Dupuis et al, 1999). Begitu juga dengan tingginya kadar LDL
teroksidasi dapat meningkatkan derajat keparahan SKA. Pada pasien SKA dewasa
muda, perempuan lebih sedikit mengalami IMAEST dibandingkan dengan laki-
laki tetapi lebih sering didiagnosis mengalami APTS (Rosengren et al, 2004).
Beberapa tahun terakhir ini PJK terlihat mengenai pasien dewasa muda.
Hal ini membutuhkan perhatian karena bisa menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang prematur. Pasien SKA pada dewasa muda banyak mengenai pria
dibanding wanita (Teixeira et al, 2010). Sebanyak 18% laki-laki dan 23%
perempuan pada usia 40 tahun keatas bisa meninggal karena infark miokard.
Diperkirakan sekitar sepertiga dari pasien IMAEST bisa meninggal dalam jangka
waktu 24 jam setelah iskemia serta risiko mortilitas dan morbiditas lebih rendah
pada pasien APTS/IMANEST (Kolansky, 2009).
Oleh karena tingginya risiko mortalitas yang dapat diakibatkan oleh SKA,
serta komplikasi yang ditimbulkan olehnya, maka diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai penyakit ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
yang menjadi permasalahannya adalah,
1. Bagaimana hubungan jenis kelamin dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013?
2. Bagaimana hubungan riwayat merokok dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013?
-
4
3. Bagaimana hubungan diabetes mellitus dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013?
4. Bagaimana hubungan hipertensi dengan kejadian sindroma koroner akut
pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013?
5. Bagaimana hubungan dislipidemia dengan kejadian sindroma koroner akut
pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013?
6. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk melihat hubungan jenis kelamin dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013.
2. Untuk melihat hubungan riwayat merokok dengan kejadian sindroma
koroner akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-
2013.
3. Untuk melihat hubungan diabetes melitus dengan kejadian sindroma
koroner akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-
2013.
4. Untuk melihat hubungan hipertensi dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013.
5. Untuk melihat hubungan dislipidemia dengan kejadian sindroma koroner
akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-2013.
-
5
6. Untuk melihat hubungan riwayat keluarga dengan kejadian sindroma
koroner akut pada pasien dewasa muda di RSUP M. Djamil periode 2011-
2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Untuk Pengembangan Ilmu
Sebagai tambahan informasi mengenai faktor risiko sindroma koroner akut
pada pasien dewasa muda serta pertimbangan bagi peneliti lain untuk meneliti
lebih lanjut tentang sindroma koroner akut
1.4.2 Manfaat Untuk Penerapan Ilmu
Sebagai masukan bagi tenaga medis agar dapat lebih waspada akan
terjadinya sindroma koroner akut pada pasien dewasa muda jika ditemukan faktor
risiko tersebut, sehingga dapat segera memberikan tatalaksana yang tepat.
-
6
DAFTAR PUSTAKA
Allison, T.G. 2007. Coronary heart disease epidemiology dalam Mayo Clinic
Cardiology. 3rd
edition. Mayo Clinic Scientific Press. Minnesota.
Dupuis, J., J.C. Tardif, P. Cernacek, dan P. Thereoux. 1999. Cholesterol reduction
rapidly improves endothelial function after acute coronary syndromes.
Circulation. Vol 99, hal 3227-3233
Go, A.S., D. Mozaffarian, V.L. Roger, E.J. Benjamin, J.D. Berry, and M.J. Blaha
et al. 2014. Heart Disease and Stroke Statistics2014 Update: A Report From the American Heart Assosiation. Circulation. Vol 129, hal e28-
e292.
Hamm, C.W., J.P. Bassan, S. Agewall, J. Bax, E. Boersma, and H. Bueno et al.
2011. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes
in patients presenting without persistent ST-segment elevation. European
Heart Journal. Vol 32, hal 29993054.
Sangkot, Hartaty S. 2010. Motalitas dan Morbiditas Pada Pasien Elektif Dalam
Daftar Tunggu Operasi Bedah Pintas Koroner di RS. Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2010. Tesis. Universitas Indonesia.
Ismail, J., T.H. Jafar, F.H. Jafari, F. White, A.M. Faruqui, and N. Chaturvedi.
2004. Risk factors for non-fatal myocardial infarction in young south asian
adults. Heart on Line. Vol 90, hal 259-263.
Kumar, A. and C.P. Cannon. 2009. Acute coronary syndromes : Diagnosis and
management, Part I. Mayo Clinic Proceedings. Vol 84, No. 10, hal 917-
938
Kolansky, D.M. 2009. Acute coronary syndromes: morbidity, mortality, and
pharmacoeconomic burden. American Journal of Managed Care.
Published online, March 23, 2009.
Leander, K., J. Hallqvist, C. Reuterwall, A. Ahlbom, and U.D. Faire. 2001.
Family History of Coronary Heart Disease, a String Risk Factor for
Myocardial Infarction Interacting with Other Cardiovascular Risk Factors:
Result from the Stockholm Heart Epidemiology Program (SHEEP).
Epidemiology. Vol 12, No. 2, hal 215-221.
Ridker, P.M., J. Ganest, dan P. Libby. 2001. Risk factors for atherosclerotic
disease in Braunwald E. Heart Disease, a text book of cardiovascular
medicine. Edisi 6. WB Saunders co Philadelphia. Hal 1010-1031.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Diakses pada 6 Juni, 2014 dari World Wide Web:
http://www.depkes.go.id.
Rosamond, W., K. Flegal, K. Furie, A. Go, K. Greenlund, and N. Haase. 2008.
Heart disease and stroke statistics-2008 update: a report from the
-
7
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics
Subcommittee. Circulation. Vol 117, hal e25-e146.
Rosengren, A., L. Wallentin, A.K. Gitt, S. Behar, A. Battler, dan D. Hasdai. 2004.
Sex, age, and clinical presentation of acute coronary syndromes. European
Heart Journal. Vol 25, hal 663-670.
Teixeira, M., Isabel SA, J. S. Mendes, and L. Martins. 2010 Acute coronary
syndromes in young adults. Rev Port Cardiol. Vol. 29, June 10
Yosonegoro, Liem. 2013. ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) Ventrikel
Kanan Pada Pria Perokok Aktif. Jurnal Medika. Edisi No 08 Vol XXXIX