sindrom koroner akut

27
SINDROM KORONER AKUT A. PENDAHULUAN Saat ini penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat penting arena penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama di beberapa Negara termasuk di Indonesia. Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab disabilitas dan kerugian ekonomis yang tertinggi disbanding penyakit lain. Di Indonesia belum ada data- data yang jelas, tetapi menurut Survey Rumah Tangga Dep.Kes. tahun 1992 dilaporkan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomer satu. 1 Di Indonesia dilaporkan PJK merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian. 2 Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. 3 1

Upload: fitri-rahmalia-akbar

Post on 21-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Sindrom Koroner Akut

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom Koroner Akut

SINDROM KORONER AKUT

A. PENDAHULUAN

Saat ini penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat

penting arena penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama

di beberapa Negara termasuk di Indonesia. Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab

disabilitas dan kerugian ekonomis yang tertinggi disbanding penyakit lain. Di Indonesia belum

ada data-data yang jelas, tetapi menurut Survey Rumah Tangga Dep.Kes. tahun 1992 dilaporkan

bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomer satu.1

Di Indonesia dilaporkan PJK merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh

kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang

disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang

meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun

2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian.2

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung

Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA merupakan PJK

yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari

keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. 3

Pengobatan atau strategi terapi medis penderita SKA berubah dan mengalami kemajuan

pesat dengan adanya hasil-hasil penelitian mengenai patogenesis SKA dan petunjuk-petunjuk

penatalaksanaan baru. Kemajuan pesat dalam terapi medis tersebut mencakup terapi untuk

mengendalikan faktor risiko.

B. DEFINISI

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk

menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris

tidak stabil/UA (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard

tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark

1

Page 2: Sindrom Koroner Akut

miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial

infarction/STEMI).2

Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan

oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan

berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. SKA

merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan

perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.4

1. UA (Unstable Angina / Angina Pektoris Tidak Stabil )

Angina Pektoris Tidak Stabil, yang dimaksudkan dengan APTS yaitu; (1). Pasien dengan

angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering,

lebih dari 3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya

angina stabil lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan

factor presipitasi makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.3.

2. NSTEMI (Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi Segmen ST)

APTS dan NSTEMI diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan

patofisiologi dan gambaran klinis, sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak

berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA

menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. NSTEMI

dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen

miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. 2,3,5

3. STEMI (Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST)

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat yang berkembang secara lambat, biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kontralateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dapat dicetuskan oleh factor-faktor seperti

merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.3

2

Page 3: Sindrom Koroner Akut

Gambar 1. Spektrum dari Sindrom Koroner Akut5

C. ETIOLOGI

Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh erosi atau rupturnya plak

aterosklerotik karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable

atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak

penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. 2,6

Beberapa penyebabnya dapat dijelaskan sebagi berikut: 2,3,6

1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan

arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah

dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta

komponennya dari plak yang rupture merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard

pada banyak pasien.

2. Obstruksi dinamik

Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh

spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal).

Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat

3

Page 4: Sindrom Koroner Akut

disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal

pada pembuluh darah yang lebih kecil.

3. Obstruksi mekanik yang progresif

Penyebab lainnya adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau

trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan

stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan.

4. Inflamasi dan/atau infeksi

Inflamasi, disebabkan oleh infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri,

destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak

meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan

ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.

5. Faktor atau keadaan pencetus

SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada

pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya

perfusi miokard.

Gambar 2. Faktor-Faktor yang berperan untuk terjadinya SKA. 4

Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner

yang kemudian berujung pada iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan

oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus

4

Page 5: Sindrom Koroner Akut

pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium. Jika terjadi

penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Jika

iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis

atau kematian sel miokardium.4

Tabel 1. Faktor-Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut.2

Ada 2 kelompok faktor risiko secara garis besar yang harus dipahami. Pertama adalah

faktor-faktor risiko yang sama sekali tak bisa diubah atau dimodifikasi, yaitu faktor genetik, jenis

kelamin dan usia. Jika mempunyai riwayat keturunan, seseorang kemungkinan besar akan

mendapatkan serangan jantung pula dikemudian hari. Resiko aterosklerosis koroner meningkat

seiring bertambahnya usia. Selain itu, wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai

menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek

perlindungan estrogen. Ketiga faktor risiko itu memang tak bisa dihindari. Yang kedua adalah

faktor-faktor risiko yang sesungguhnya dapat dikendalikan. Antara lain adalah kolesterol,

hipertensi dan rokok, diabetes, stres, kurang berolahraga, dan sebagainya. 1,2

D. EDPIDEMIOLOGI

Prevalensi Nasional Penyakit Jantung adalah 7,2 % berdasarkan hasil Riset Kesehatan

Dasar Indonesia tahun 2007 oleh Departmen Kesehatan RI. Penyakit Jantung Iskemik

menduduki urutan ketiga (8,7%) sebagai penyebab kematian di daerah perkotaan.5

Sindrom koroner akut adalah kegawatan kardiovaskular yang merupakan penyebab utama

kematian. Kematian terbanyak terjadi diluar rumah sakit. Kematian yang terjadi sebelum pasien

sampai di rumah sakit berhubungan dengan aritmia maligna. Banyak kejadian terjadi dalam

5

Page 6: Sindrom Koroner Akut

empat jam pertama setelah awal serangan. Kematian di rumah sakit lebih banyak berhubungan

dengan menurunnya curah jantung termasuk gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik.

Kematian berhubungan pula dengan luasnya infark miokard. Oleh karena itu upaya membatasi

luas infark akan menurunkan mortalitas. 7

Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala

yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta

kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan

merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka

kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI

menurun. 3

E. PATOGENESIS

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses

aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis

merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta

saling terkait.Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. 2

Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak akibat akumulasi beberapa bahan

seperti lipid-filled macrophages, massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung

sel otot polos dan kolagen. 4 Banyak penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang

peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi

dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya

mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.2

Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan darah beku yang terdapat di dalam

pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial

(trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih

banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena

dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen yang

berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri

yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.2

6

Page 7: Sindrom Koroner Akut

Patogenesis masing-masing spektrum SKA dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Angina Pektoris Tidak Stabil

Plak aterosklerosis terdiri dari inti yang terdiri dari lemak dan pelindung jaringan fibrotik.

Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada

bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan terjadi pada dinding plak yang paling

lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik

melemahkan dinding plak. Ditambah aktifitas faktor VIIa memulai pembentukan trombin dan

fibrin. Platelet juga menghasilkan bahan vasoaktif, timbul spasme. Pada plak ysng ruptur, terjadi

adhesi dan agregasi platelet dan terbentuk trombus. Trombus menutup lumen pembuluh darah,

stenosis, terjadilah angina tak stabil. 3

2. STEMI

Terjadi jika aliran darah koroner mengalami penurunan secara mendadak setelah oklusi

trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri

koroner terjadi secara cepat pada lokas injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-

faktor merokok, hipertensi, akumulasi lipid.3

3. NSTEMI

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan

kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NTSEMI terjadi karena

trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali

dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti

lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi factor

jaringan yang tinggi. Pada lokasi rupture plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang

menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi

seperti TNFalfa, dan IL6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang penegeluaran hsCRP di hati. 3

No. Manifestasi Klinis Patogenesis

1. ANGINA PEKTORIS

TIDAK STABIL

Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi

pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan

menimbulkan oklusi thrombus yang transien.

7

Page 8: Sindrom Koroner Akut

Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi

sementara yang berlangsung antara 10-20 menit

2. NSTEMI

(Non-ST Elevation

Myocardial

Infarction)

Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat

dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten

dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada

kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi

thrombus yang berlangsung lebih dari 1 jam,

tetapi distal dari penyumbatan terdapat koleteral.

Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan

koleteral memegang peranan penting dalam

mencegah terjadinya NSTEMI

3. STEMI

(ST Elevation Myocardial

Infarction)

Pada STEMI disrupsi plak terjadipada daerah

yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya

trombus yang fixed dan persisten yang

menyebabkan perfusi miokard terhenti secara

tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam

dan menyebabkan nekrosis miokard transmural

Tabel 2. Patogenesis pada Berbagai Manifestasi Klinis SKA 2

F. DIAGNOSIS

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart

Assosiation (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)

ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada

miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina

tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun

CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen

ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan

enzim biasanya 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil sering kali tak bias

dibedakan dengan STEMI. 3

Diagnosis IMA dengan elevasi ST (STEMI) ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri

dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST>= 2 mm, minimal pada 2 sandapan

8

Page 9: Sindrom Koroner Akut

precordial yang berdampingan atau >=1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim

jantung, terutama troponin T yang meningkat memperkuat diagnosis STEMI.3

1. Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis apakah adanya

gejala nyeri dada yang harus dibedakan denngan nyeri dada bukan jantung, jika berasal dari

jantung harus dibedakan apakah berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis juga apakah

ada riwayat infark sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes,

merokok, riwayat keluarga yang menderita sakit jantung koroner dan juga adanya stres.

Terdapat faktor pencetus sebelumnya seperti aktivitas fisik berat, stres emosi. Walaupun STEMI

bisa terjadi sepanjang hari atau malam, dilaporkan bahwa pada pagi hari juga dapat terjadi

dalam beberapa jam setelah bangun tidur. 3

Keluhan nyeri dada harus diperjelas dengan melakukan anamnesa sifat nyeri dada yaitu : 2,6

• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial

• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

rasa diperas, dan dipelintir.

• Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke

lengan kanan.

• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

• Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi

lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Faktor pencetus dapat berupa hipertensi  tak

terkontrol,  anemia,  tirotoksikosis,  stenosis  aorta  berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi

lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3)

menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer

menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner

(PJK).6

9

Page 10: Sindrom Koroner Akut

Sedangkan untuk pasien STEMI dapat dilakukan pemeriksaan fisik sebagi berikut:

Pasien terlihat cemas, pada ekstrimitas pucat dan dingin. Kombinasi nyeri dada >30 menit dan

banyak keringat dicurigai STEMI. Peningkatan suhu sampai 38 oC, disfungsi ventrikular S4 dan

S3 gallop, penurunan instensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksial bunyi jantung

kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik. 3

3. Pemeriksaan Penunjang

1. EKG

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada.

Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.

Berdasarkan gambar EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok: 7

1. Elevasi segmen ST atau LBB (left bundle branch block yang dianggap baru).

Didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di dua lead yang berhubungan.

2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien

mengeluhkan nyeri dada.

3. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal.

Pemeriksaan EKG dimaksudkan untuk mencari adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukan kemungkinan adanya iskemik akut. Gelombang T negative juga bisa menjadi

petunjuk adanya tanda iskemik atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik

seperti depresi ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negative kurang dari 2mm, tidak

spesifik untuk iskemik dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada Angina tak stabil 4%

mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% juga normal. Sedangkan pada pasien STEMI

pada EKGnya akan terdapat elevasi segmen ST diikuti perubahan sampai inversi gelombang T,

kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan.3

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium penting sebagi petanda adanya nekrosis jantung, selnya

akan mengelurakan enzim yang dapat dapat diukur : 3

o CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-3 hari. Operasi jantung, miokarditis dan

injuri otot juga meningkatkan CKMB.

10

Page 11: Sindrom Koroner Akut

o cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark miokard, dan

mencapai puncak setelah 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari

sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

o Pemeriksaan enzim lainnya.

Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4-8 jam.

Creatinin kinase meningkat setelah setelah 3-8 jam mencapai puncak setelah 10 – 36 jam dan

kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactat dehydrogenase (LDH) menigkat setelah 24-28 jam mencapai puncak 3-6 hari kembali

normal dalam 8-14 hari

Leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam setelah nyeri dan menetap

dalam 3-7 hari, leukosit dapat mencapai 12000-15000/ul.

Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai

prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan

konstraksi dari sel miokrad. Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk

SKA. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam

setelah onset nyeri dada.2

Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari

nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah relative rendahnya

spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk

pada pasien tnpa segment ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.2

Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitifitas yang

tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negative dari mioglobin dalam

4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian

mioglobin tak dapat digunakan sebagai satusatunya petanda jantung untuk mengidentifikasi

pasien dengan NSTEMI. 2

Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA

tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas

normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan

miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.2

11

Page 12: Sindrom Koroner Akut

Tabel 3. Spektrum Klinis Sindrom Koroner2

G. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan

trombolitik untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark

miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. 2

Tujuan penatalaksanaan pada Sindrom Koroner Akut: 5

1. Mengurangi luas nekrosis otot miokardium, sekaligus mempertahankan fungsi ventrikel kiri

serta berusaha membatasi komplikasi yang terjadi

2. Melakukan penatalaksanaan terhadap komplikasi akut yang mengancam jiwa seperti

ventricular fibrillation, ventricular tachycardia, dan asistol

Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU

dengan pemantauan EKG kontiniu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan

pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari

(finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi

kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan

nitrat, bila terjadi endema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila

hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi

sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan

12

Page 13: Sindrom Koroner Akut

intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun

telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.7

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis, pemberian

fibrinolitik pra hospital hanya bisa dilakukan jika ada paramedis di ambulan yang sudah

terlatih menginterprestasikan EKG.

Tatalaksana di ruang Emergensi

Mencakup mengurangi /menghilangkan nyeri dada, referfusi segera, triase. Secara

umum dapat diberikan:

- Oksigen, dapat diberikan pada pasien tanpa komplikasi selama 6 jam pertama

- Nitrogliserin (NTG) sublingual, merupakan dilatasi pembuluh darah.

- Morfin, merupakan obat untuk menghilangkan nyeri, dengan dosis 2-4 mg.

- Aspirin, inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

tromboksan A2, dosis 160-325 mg di ruang emergensi.

- Penyekat beta, jika morfin tidak berhasil menghilangkan nyeri.

- Terapi referfusi.

13

Page 14: Sindrom Koroner Akut

Gambar 3. Alogaritma Sindrom Koroner Akut8

14

Page 15: Sindrom Koroner Akut

Terapi Non-Farmakologi

Tindakan Revaskularisasi

Termasuk di sini yaitu operasi pintas koroner (coronary artery bypass grafting, CABG) dan PCI

(angioplasti koroner atau percutaneous transluminal coronary angioplasty / PTCA) dan tindakan

terkait seperti misalnya pemasangan stent, aterektomi rotablasi, dan aterektomi direksional. 2

Modifikasi faktor risiko 2

• Berhenti merokok : pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka kematian dan infark

dalam 1 tahun pertama.

• Berat badan : untuk mencapai dan /atau mempertahankan berat badan optimal.

• Latihan : melakukan aktivitas sedang selama 30-60 menit 3-4x/minggu (jalan, bersepeda,

berenang atau aktivitas aerobic yang sesuai)

• Diet : mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau lemak dengan saturasi

rendah

• Kolesterol : mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Target primer kolesterol LDL <

100mg/dl.

• Hipertensi target tekanan darah <130/80 mmHg.

• DM kontrol optimal hiperglikemia pada DM

H. PROGNOSIS

Terdapat beberapa system untuk menetukan prognosis pasca IMA: 3

Klasifikasi Killip : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana, S3 gallop, kongesti

paru dan syok kardiogenik.

Kelas Definisi Mortalitas (%)

I

II

III

IV

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

+S3 dan atau ronki basah

Edema Paru

Syok Kardiogenik

6

17

30-40

60-80

Tabel 4. Klasifikasi Killip pada Infark Miokardium Akut3

Klasifikasi Forrester : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan

pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

15

Page 16: Sindrom Koroner Akut

Kelas Indeks Kardiak (L/min/m2) PCWP (mmHg) Mortalitas (%)

I

II

III

IV

>2,2

>2,2

<2,2

<2,2

<18

>18

<18

>18

3

9

23

51

Tabel 5. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokardium Akut3

TIMI Risk Score : adalah system prognostic paling akhir yang menggabungkan

anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang

mendapat terapi trombolitik.

Faktor Resiko Skor Resiko/Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin)

Usia >75 tahun ( 3 poin)

Diabetes Mielitus/hipertensi/angina (1 poin)

TD sistol < 100 mmHg (3 poin)

Frekuensi jantung >100 mmHg (2 poin)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)

Berat < 67 kg (1 poin)

Elevasi ST anterior atau LBB (1 poin)

Waktu ke Reperfusi > 4 jam (1 poin)

Skor Resiko = Total poin (0-14)

0 (0,8)

1 (1,6)

2 (2,2)

3 (4,4)

4 (7,3)

5( 12,4)

6 (16,1)

7 (23,4)

8 (26,8)

>8 (35,9)

Tabel 6. Risk Score untuk Infark Miokardium dengan Elevasi ST3

Sedangkan untuk pasien angina prognosisnya sebagai berikut : 3

Resiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai angina sebelumnya, dan sudah

tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak memakai obat anti angina dan ECG normal

atau taka da perubahan dari sebelumnya, enzim jantung tidak meningkat termasuk

troponin dan biasanya usia masih muda.

Resiko sedang apabila ada angina yang baru dan makin berat didapatkan angina pada

waktu istirahat, taka da perubahan segmen ST, dan enzim jantung tidak meningkat.

16

Page 17: Sindrom Koroner Akut

Resiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina berlangsung lama,

sebelumnya sudah mendapat terapi yang intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan

segmen ST yang baru, ada kenaikan troponin dan keadaaan hemodinamik tidak stabil.

Delapan puluh persen pasien dengan UA dapat distabilkan dalam 48 jam setelah diberi

terapi medikamentosa secara agresif. Pasien ini kemudian membutuhkan pemeriksaan lebih

lanjut dengan treadmill test atau ekokardiografi untuk menentukan apakah pasien cukup dengan

terapi medikamentosa atau butuh penanganan lanjutan. Bila pasien tetap stabil dan termasuk

resiko rendah maka terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya pasien dengan resiko tinggi

yang membutuhkan tindakan invasive segera dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.3

I. PERUJUKAN

1. Joewono, BS. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya. 2003

2. Bina D, Komunitas F, Klinik DAN, Bina D, Dan K, Kesehatan A, et al. Pharmaceutical

Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner . 2006. Diakses melalui

http://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361351516.pdf pada 22 Februari 2015.

3. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009.

4. Risalina M.A. Patofi siologi Sindrom Koroner Akut. 2012. Majalah CDK(4):261–4.

Diakses melalui http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_192Patofisiologi%20Sindrom

%20Koroner%20Akut.pdf pada 22 Februari 2015.

5. Lauer T, Kelm M. ESC Guidelines for The Management of Acute Coronary Syndromes

in Patients Presenting Without Persistent ST-segment Elevation. 2011. European Heart

Journal;136:2478–80. Diakses melalui http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-

guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-nste-acs-ft.pdf pada 22 Februari 2015.

6. Agus Subagjo, dkk. Basic Cardiac Life Support. Jakarta : Perhimpuanan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011

7. Achyar, dkk. Advanced Cardiac Life Support. Jakarta : Perhimpuanan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011

8. O’Connor RE, Brady W, Brooks SC, Diercks D, Egan J, Ghaemmaghami C, et al. Part

10: Acute coronary syndromes: 2010 American Heart Association Guidelines for

Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.

2010;122(suppl 3). Diakses melalui

17

Page 18: Sindrom Koroner Akut

http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf+html pada 22 Februari

2015.

J. PENUTUP

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung

Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA meliputi angina

pektoris tidak stabil/UA (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark

miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan

infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation

myocardial infarction/STEMI). SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan

penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak

stabil atau akut. Ketiga jenis SKA tersebut memiliki etiologi dan pathogenesis awal yang hampir

sama, namun dalam diagnosisnya kita dapat membedakan ketiga jenis SKA ini. Penatalaksanaan

SKA harus dilakukan secara segera untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dan agar

dapat menyelamatkan banyak jiwa.

18