hubungan bea masuk dan kualitas ekspor

Upload: endang-sulistiyowati

Post on 11-Jul-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    1/30

    D A M P A K K E B U A K A N S E K T O R R I l LT E R H A D A P S T R U K T U R D A N K I N E R J A

    S E K T O R I N D U S T R I I N D O N E S I A ,1 9 8 0 . 1 9 9 4 1

    R i m a w a n P r a d i p ty oGovernment intervention is one of classic agendas which has been

    discussed among economists. The Classic/New Classic economists believethat market would work more efficient in line with decreasing governmentinterventions in economy. On the contrary Keynesian economists arguethat perfect competition market never happens in the world. They believethat government plays a central role to clear the market. Most developedcountries have applied the Classic/New Classic's strategies ill/heir econo-mies. 011 the other hand, most of the less developed countries have usedKeynesian strategies to increase their economic performances. Thosedifferentces are influenced by the market system in each country.Economic globalization has indicated that the success of the develop-ment process of the nation will highly depend on the ability of the countryto increase its competitive advantage. Increasing competitiveness is moreimportant for a small country such as Indonesia. One of the main factorsthat can increase competitive advantages of the nation is the ability of thegovernment to increase its economic efficiency. This article attempts toexplore the impact of Indonesia's trade and industrial policy upon thestructure, conduct and performance of Indonesian industrial sector. Theaim of the study is to analyze Indonesian government intervention il l theeconomy and the impact of the policy upon competitive advantages ofindustrial sector in Indonesia.

    Pemerintah Orde Baru membuka diriterhadap investasi asing yang ditandaidengan UUNo.1 tahun 1967. Upaya untukmenarik pemodal asing mancanegaradilakukan berkaitan dengan usaha meng-

    gairahkan perekonomian nasionaI yangsangat lesu pasca pemerintahan Orla, Padasaat itu pemerintah dihadapkan padapilihan dilematis, di satu sisi kebijakanpintu terbuka tersebut akan menggairah-

    , A rtik el in l m e ru pa ka n rin gk as an h as il p en elitia n y an g d is po ns ori o le h P ro gra m S tu di Ma gis te r Ma na je me nUGM. Versi awal da n hasil penelitian pemah dipresenrasikan dalam Seminar Intemasional LU.Hrum Ke-8Fakultas Ekonomi UGM: Strategi Pembangunau Ekonomi dan Bisnis di Indonesia Refleksi dan Aktualisasi,Yogyakarta, I 5 -1 6 Septem ber 1 995.

    3 4 K E L O U N o . 1 1 J l '/ 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    2/30

    s n8i,

    kan per-ekonomian dengan aliran modal,teknologi dan penyerapan tenaga kerja,semen tara di sisi lain terdapat ancamankemungkinan dominasi perekonomianoleh PMA (Pangestu, 1995).Sejak awal 1970-an, hingga perte-ngahan dasawarsa 1980-an, pemerintahmengembangkan strategi Industri Substi-tusi Impor(ISI). Strategi industrialisasi inibertujuan untukmenghemat devisa dengancaramengembangkan industri yangmeng-hasilkan barang pengganti impor. Ber-

    Pradlplyo, D a m p a k K e b ij a k an S e k to r Ril ldasarkan pada strategi tersebut, pemerintahmembatasi masuknya investor asingdengan berbagai ketentuan antaralain pem-batasan pemberian lisensi, penetapanpangsa modal PMA relatifterhadap modaldomestik, dan pelarangan PMA bergerakdi sektor pertabanan-keamanan, sektorstrategis (telekomunikasi) dan sektorpublik (listrik dan air minum) (Pangestu,1995).

    Meski strategi lSI diharapkan mam-pu menghemat devisa, namun hal yang

    Tabel 1. Deregulasi Sektor Riil di Bidang Industri Khususnya Investasi AsingC '" " '" ' , ' : ' ' ' " ,

    . ,Tahun Kebijakan. ,lsi. -', i ' .-"_;-",' " " I ~ ,1984 SK BKPM 1511984 Penyederhanaan pennohonan PMA-PMDN1984 9511A.I11984 Daftar induk barang modal untuk merangsang

    PMA-PMDN menggunakan barang domestik1985 7651KMK.01/1985 Kemudahan pendanaan investasi oleh bank asing1986 SK BKPM 12/SKl86 Perusahaan PMA berbentuk patungan 20% dan

    meningkat 51% selama 10 tabun.1986 Keppres 17/1986 Perlakuan PMA=PMDN khusus PMA yang telahjual saham, atau 51% modal dipegang masyarakat1986 PP 2411986 Perpanjangan ijin bagl PMA yang telah berope-

    rasi 30 tahunllebih1986 1851KP1IV/1986 Perlakuan sarna PMA=PMDN dalarn perdagang

    an domestik1987 Keppres 15/1987 Daftar skala prioritas bidang usaha investasi1990 PP 5511990 Persero yang menjual saham di pasar bursa1992 PP 1711992 Perusahaan PMA=patungan dengan modal

    domestik 20% dan meningkat 51% selama 20tahun, Modal awal minimal 1juta US $.1992 Ke_ppres32/1992 Daftar bidang_usaha tertutup bl!gi investor1992 Keppres 3411992 HGU dan HGB bagi PMA patungan1992 PP 6211992 Modal Ventura1992 EJEP-2171PMl1992 Pengawasan Pasar Modal1993 IS/SKl1993 Pembebasan BM impor barang modal dan bahan

    penolong, Penggunaan tenaga asing, dan penyem-purnaan perijinan

    1993 Keppres 54/1993 Daftar bidang usaha tertutup untuk investasi1994 PP2011994 Peningkatan pangsa pemilikan modal PMA

    (95%)Sumber: Berbagai Keputusan Pemerintah tahun 1980-1994, diolah.l S S N : 0 8 5 3 . 7 0 4 6 3 5

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    3/30

    P r a d i p t y o , D a m p a k K e b ij a k a n S e k to r R l i Isebaliknya terjadi di Indonesia. Industrisubstitusi impor ternyata justru mengurascadangan devisa, akibat penekanan pro-duksi barang mewah yang berteknologitinggi dan padat modal, serta sangat ter-gantung pada pasokan input negara-negaramaju (Arief, 1988).

    Ketergantungan penerimaan eksporIndonesia yang didominasi oleh sektormigas dan jatuhnya harga minyak padaawal dasawarsa ]980-an, memaksa peme-rintah mengubah strategi industriaJisasidari Industri Substitusi Impor (lSI) menujuke Industri Promosi Ekspor (JOE). Sejakperi ode itu pemerintah berusaha memacupertumbuhan industri berorientasi ekspor,dengan kemudahan pennodalan dan ijininvestasi, baik bagi PMDN maupun PMA.

    Deregulasi yang ditetapkan sejak1984 telah menggairahkan ikIim per-saingan, khususnya pada industri manu-faktur, yang ditandai dengan peningkatanjumlah perusahaan yang tumbuh dan ma-suk dalam sektor-sektor industri yang ada.Pada tahun 1986, pemerintah meringan kanpersyarat-an bagi PMA dengan maksimalkepemilikan saham sebesar 20persen pada

    awal pendirian dan diperkenankan ber-kembang hingga 51 persen pangsa modalsetelah 10 tahun beroperasi. Keppres No.15/1987 menandai kemunculan DaftarSkala Prioritas Investasi yang diterbitkanoleh pemerintah sebagai petunjuk bagipara investor asing maupun domestiksektor-sektor unggulan yang sedang dikernbangkan.

    Kebijakan investasi yang dianggappaling ekspansif adalah PP 2011994, yang'memungkinkan investor asing memiliki95 persen saham perusahaan yang ditanam-kannya di Indonesia. Meski mengundangpro-kontra, kebijakan tersebut tetap digu-lirkan sebagai upaya tandingan terhadappeningkatan arus investasi di China danVietnam. Berkaitaridengan upayarnenarikinvestor tersebut pernerintah mengem-bangkan Kawasan Berikat, yaitu kawasanpengembangan industri yang mendapatperIakuan khusus bagi para pengusahayang membangun/mengalihkan Iokasiperusahaannya ke kawasan tersebut.

    Selain kebijakan investasi yangekspansif, di sisi lain pernerintah melaku-kan kebijakan penetapan harga pada

    Tabel 2. Penetapan Harga Produk Oleh PemerintabTabun . Komoditas .Undang-undang1980 Cengkeh KEP 39IPJ 32111980[983 Bahan baku besi baja 135/KPIIII19831983 Besi baja impor 146IKPIIV119831983 Kertas koran impor 147/KPIIVll9831984 Besi baja cold rolled sheet dan

    cold rolled coil asal im2_or 475/KP/IV/19841984 Kertas koran impor 1432/KPIXIII19841986 Kertas koran produksi dalam n~eri 170IKPN 119861991 Cengkeh SK Mendag 23fKpfIJ

    19911992 Cengkeh Keppres 2011992Sumber: Berbagai kebijakan pemerintah 1980-1994, diolah,

    3 6 K E L D IA N o . 1 1 !V / II } ! ) 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    4/30

    beberapa industri penghasil produk stra-regis, utamanya industri yang memilikikaitan ke depan yang tinggi.

    Penetapan harga terjadi pada industribaja, kertas, dan sektor tanaman perkebun-an khususnya cengkeh. Penetapan hargahasil produksi industri besi-bajadilakukankarena industri tersebut dimonopoli olehBUMN PT Krakatau Steel. Adalah halyang wajar jika pemerintah memonopoliproduksi besi-baja yang merupakan bahanbaku penting dalam kegiatan perekono-mian. Penguasaan besi-baja oleh peme-rintah diikuti dengan penetapan harga agarpihak konsumen tidak dirugikan olen pihakdistributor atau spekulan.

    .Kebijakan PerdaganganIndonesiaKebijakan Tarif

    Sampai awal dasawarsa 1980-an pe-merintah menetapkan instrumen kebijakantarif nominal yang relatif tinggi padahampir semua komoditas impor. Padatahun 1979, rata-rata tarif nominal per-SITe (3 digit) adalah 38 persen. Daftartacif tersebut didasarkan pada sistemklasifikasi komoditas dengan metode Brn.Dengan mengubah satuan B1N dalamSITe, dapat diketahui tingkat tarif nomi-nal berdasackan pengelompokan SITe.Tarif nominal terbesar didasackan padatabel tariftersebut adalah 194 persen padaindustri penghasil komoditas keramik.

    Pada tahun 1989, 1992, 1994, dan1995 nilai tarif nominal rata-rata berturut-turut adalah 20,23 persen; 16,63 persen;17,15persendan 14, 14persen. Tarlfnomi-nal tertinggi pada tahun 1989 adalah padaindustri otomctif, yaitu mencapai 130persen. Pad a tahun 1992 dan 1994 industriotomotifmasihmerupakan penerima bebantarif nominal terbesar, yaitu berturut-turut

    Pradlptyo, D a m p a k K e b i J a ka n S e k to r R I ll

    97,97 persen dan 175 persen, meski padatahun 1995 melalui deregulasi 23 Mei1995 tarif nominal turon menjadi 90,95persen (dengan memperhitungkan beamasuk dan bea masuk tambahan). Tacifsebelum tahun 1986 tidak memasukkanunsur Bea Masuk Tambahan (BMT),sedangkan setelah 1986 dikenakan tariftambahan (BMT) pada beberapa ko-moditas.

    Antara 1983 hingga 1994 telah terjadibeberapa penyesuaian tarif pada berbagaikomoditas, Penyesuaian tarif dapat berupapeningkatanlpengenaan tacif barn, atauberupa penurunan tarif baik secara penuh(100 persen) maupun sebagian.

    Secara umum, terdapat kecendunganpenurunan tarif (Bea Masuk/ BM) padakomoditas impor. Peningkatan tarif nomi-nal dikenakan pada beberapa barangmewah dan input antara pada industri-industri padat modal yang belum banyakdikembangkan di Indonesia. Khususproduk impor sektor industri manufaktur,penurunan tarif umumnya dilakukan se-bagian, dan dilakukan bertahap selarnabeberapa tahun. Di sisi lain, imp or produkpertanian yang banyak dikonsumsi masy a-rakat dikenakan pembebasan BM secarapenuh.

    Sampai akhir dasawacsa 1980-an.pola penurunan tarif dilakukan melaluiberbagai keputusan yang hanya mengaturpenyesuaian tarif pada beberapakomoditassaja. Sifat penurunan tarif yang bersifatproduct-by-product, menyebabkan ba-nyaknyakeputusan penyesuaian tarifyangdikeluarkan oleh pemerintah selama tahuntertentu. Pada tahun 1983 tidak kurangdari 27 kebijakan ditetapkan untuk me-nyesuaikan tarif pada 27 jenis kelompokkomoditas.

    Kebijakan pengenaan tarif hinggaakhir dasawarsa 1980-an sangat diskrimi-natif, yang bukan disebabkan oleh perbe-

    l S S N : 0 8 5 3 7 0 4 6 3 7

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    5/30

    Pradiptyo. D a m p a k K e b l j a k a n S ek to r R i l ldaan pengenaan tarif untuk setiap sektor,namun lebih pada diskriminasi fasilitaspembebasan tarif pada beberapa perusa-haan tertentu. Pada awal periode 1980-an.fasilitas penurunanfpembebasan tarif ha-nya diberikan kepada BUMN yang men-dominasi perekonomian pada waktu itu,Pada pertengahan dasawarsa 1980-an,pemberian fasilitas penurunan/pembe-basan tari f secara diskriminatif jus tru dite-rapkan pada pihakswasta. Beberapa peng-usaha, yang saatini tennasuk dalamjajarankonglomerat Indonesia, mendapatfasilitaskhusus kemudahan impordari pemerintah,yang seringkali kebijakan terse but sulitditemukan landasan teoritisnya. Beberapaperusahaan BUMN/swastanasional yangmendapat fasilitas khusus penurunan tarifdari pemerintah antara lain adalah:1. PTGudang Gararn dan Bentoel (kertas

    rokok dan karton pembungkus rokok)2. PT Sigma Tirta Engineering (KWH

    Meter)3. PT Telaga Sewu (hand sprayer)4. PT Kimia Fanna (alat kedokteran)5. PT Ruskin Nusantara (obat kanker)6. BPPT (alat bantu penelitian)7. Nurtanio (IPTN) (barang-barang in-

    put)8. CVCempakaPutihSarana,CVHidup

    Sejahtera, CV Tribudi Utama (bawangrnerah)

    9. PTFortunaSari Perdana, PTBentengBaja, PTHusein (Bahan bakumakanankeeil)

    10. PT Angkutan Pertarnbangan Jakarta(Truck Crane)

    11. Pertamina (alat pertambangan)12. PT Inhutani I tplastik container)13. PT Indocement (kertas semen berlapis

    plastik)14. Yayasan BungaN usantara (bunga dan

    bibit bunga dari USA, Jepang danBelanda)15. PT Inpres dan PT Darma Utama Pres

    (kertas koran)

    16. PT Multi Gemini Motor (Truck)17. PT Krakatau Steel dan PT Growth

    Sumatera Industry (Sisa PotonganBaja)

    18. PT Tamara Indah (Bleached KraftPulp)19. PTNational Gobel (Amplifier, CKD)

    20. Induk Koperasi Perikanan Indonesia(pelarnpung)

    21. Koperasi Pengemudi Taksi (mobilrakitan untuk taksi)

    22. Inkud (Hand Rubber)23. Friedrich EbertStiftung Pasmakop (re-

    fer container "Daikin")24. PT Kerta Niaga (Benang spun silk)25. PT Tjipta Niaga (Korma kering)

    Berdasarkan fakta di atas, tidak ter-dapat pola baku dalam pemberian fasilitaspenurunan tarif terhadap suatu industritertentu. Pertanyaan mendasar yang mun-cul kemudian dari ketidaktentuan pem-berian fasilitas tersebut adalah alas dasarpertimbangan apa pemerintah melakukandiskriminasi pemberian fasilitas penurunantarif pada perusahaan-perusahaan tersebutdi atas. Jika fasilitas tersebut diberikanatas permohonan perusahaan yang ber-sangkutan, adalah sangat tidak adil jikapemerintah sebagai lembaga pengontrolsistem perekonomian padaakhimya mene-rapkan kebijakan yang sangat diskriminatifterhadap perusahaan -perusahaan yang ada.Ketidakadilan tersebut terjadi karena pro-sedur tersebut hanya dapat dimanfaatkanoleh pengusaha yang memiliki hubunganbaik dengan pejabat pemerintah. Masa-lahnya, dalarn suatu industri terdapat ra-tusan bahkan ribuan pengusaha yang ten-tunya tidak memiliki aksesibiIitas yangsarna terhadap para pejabat pemerintah.Tidak dipungkiri bahwa kenyataan tersebutsernakin memperkuat dugaan yang ber-kembang selama ini, mengenai adanyakolusi antara para pejabat pernerintah de-ngan para pengusaha besar.

    3 8 K E L O l .4 . N o . 1 1 /V /1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    6/30

    j1I !1!i!i1IIIIjI

    Fenomenadi atas menunjukkan, bah-wa ridak terdapat transparansi dan kejelas-anmekanisme penetapan kebijakan peme-rintah, khususnya dalam pemberian fasi-litas penurunanlpembebasan tarif, Ketidakjelasan pola dan mekanisme pemberianfasilitas penurunan/pembebasan tarif me-nunjukkan, bahwasistem perencanaan pe-merintah di bidang perdagangan interna-sional sangat lemah. Penyesuaian tarif se-cara parsial akan menyulitkan pembuatandaftar tarif, dan akhirnya menyulitkan pe-mantauan perhirungan proteksi efektifyangditerima oleh suatu industri, sehingga padaakhirnya pemerintah sulit untuk menge-tahui dampak kebijakan yang dihasilkan.

    Pad a tahun 1986, melalui KeputusanMenteri Keuangan RI No. 915/KMK. 0511986, pemerintah melakukan perubahantarif bea mas uk atas impor pada beberapabarang tertentu dan penetapan barang im-por yang dapat dikenakan Bea MasukTambahan (BMT). Dengan adanya BMTini,derajat proteksi terhadap industri dalamnegeri, terutama infant industry semakinmeningkat. Struktur tarif secara umumberubah drastis, karena pengenaan BMTumumnya dikenakan pada produkindustrimanufaktur yang padat modal dan bertek-nologi tinggi. Industri otomotifadalah pe-nerima fasilitas BMT terbesar dibanding-kandengan sektor-sektor lainnya. Masalahmendasar yang dihadapi adalah, bahwapenetapan BMT justru dibebankan padabarang input antara, yang pada akhirnyaakan meningkatkan harga jual produk dipasar domestik. Pengenaan BMT menye-babkan inkonsistensi kebijakan peme-rintah.

    Sejak 1986, pemerintah cenderungmembukadiri terhadap investasi asing danmengubah kebijakan Industri SubstitusiImpor menjadi Industri OrientasiEkspor. Seharusnya, kebijakan perdagang-an selaras dengan kebijakan industri,

    P r a d l p t y o , D a m p a k K e b l j a k a n S e k t o r Ril lnamun ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah menggalakkan ekspornonmigas, namundi sisi lainjugarnening-katkan derajat proteksi dengan penetapanBMT. Kenyataan ini sangatmembingung-kan. Pengenaan BMT pada dasarnyamerupakan upaya untuk menghindarkankesan penetapan bea masuk yang tinggi diIndonesia. Hingga tahun 1986, secaraumum pemerintah menurunkan tarif beamasuk, namun kebijakan tersebut dikom-pensasi dengan pengenaan atau pening-katan BMT padainput antara yang diguna-kan pada industri manufakturyang bersifatpadatmodal dan baru. Hal in imenunjukkanbahwa pemerintah berusaha tetap mem-pertahankan (bahkan meningkatkan) pro-teksi di sektor industri manufaktur, meskisecara formal dilakukan penurunan beamasuk, yang pada akhirnya dikompen-sasikan dengan penetapan BMT.

    Penetapan BMT semakin melenakanpara pengusahapada industri tertentu untuktidak meningkatkan efisiensi sistem pro-duksinya, Dampak pengenaan BMT yangsemakin meningkatkan proteksi pe-merintah terhadap industri tertentu meng-hambat peningkatan efisiensi di beberapasubsektor industri. Sampai saat ini, halyang sulit adalah menderegulasikan sub-sektor otomotif, akibat pemberian proteksitinggi dalam jangka waktu lama. Selamalebih dari 25 tahun industri otomotifmenikrnati proteksi yang tinggi, sehinggasubsektor yang semula bersifat infant-in-dustry berkembang menjadi "bayi tua"yang terus meminta proteksi dari perne-rintah,

    Pad a tahun 1986, pemerintah mener-bitkan Surat Keputusan Bersama (SKB)yang ditandatangani Menteri Perdagangan,Menteri Perindustrian dan Menteri Ke-uangan No. 133 IK pbN 11986 ten tang pem-berian fasilitas pembebasan dan pengem-

    I S S N : 0 8 5 3 - 7 0 4 6 3 9

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    7/30

    P r a l i i p t y o , D a m p ak K e bi j a k an S ek to r R i l lbalian BM dan BMT. Pengembalian danpembebasan BMlBMT hanya akan dibe-rikan pada barang impor yang digunakansebagai input antara pada industri untukkeperluan ekspor, proyek -proyek yang di-biayai dari utang 1uar negeri, dan mesinuntuk keperluan PMAlPMDN. Pengem-balian BM dan BMTtidak diterapkan padainput. yang habis pakai, tapi lebih pada.input tetap.

    Penyesuaian BM dan BMT secarabesar-besaran di1akukan pada tahun 1985,1989, Ju1i-1992, 23 Oktober 1993, Juni1994, dan Mei 1995. Penyesuaian ini tidakmenjamin bahwa BM dan BMTsuatu pro-dukselalu akan diturunkan. Beberapakasusmenunjukkan bahwa komoditas sepertiminuman beralkohol dan kendaraan ber-motor mengalami peningkatan BMT padatahun 1994.

    Penurunan tarifBM dan BMTsecaraberuntun antara1992-1995 tidak terlepasdari dorongan faktor ekstemal, yaitu per-ubahan arah perekonomian dunia dan ke-nyataan dikotomi sektor riil dan moneteryang baru diketahui setelah gejala over-heated pasca deregulasi sektor moneter.Sebagai negara dengan perekonomian ter-buka, setiap perubahan dalam perekono-rnian internasional akan berpengaruh pad aperekonomian domestik. Sejarah pereko-nomian Indonesia mencatat, banyak kebi-jakan ekonomi yang terpaksa dilakukanoleh pernerintah yang disebabkan olehperubahan peta perekonornian dunia. Se-rnentara sistem perencanaan perdaganganinternasional Indonesia sangat lemah, ke-bijakan pernerintah di bidang tersebut lebihrnerupakan reaksi (dan bukan antisipasi)dati perubahan perekonomian dunia.Kebijakan Kuota dan Lisensi Impor

    Pernerintah lebih banyak meng-gu-nakan penetapan kebijakan non tarifdiban-dingkan dengan kebijakan tarif dalarn sis-

    tern perdagangan intemasional Indonesia.Seperti halnya pengenaanharnbatan perda-gangan dalam bentuk tarif, sejak 1983pemerintah mengeluarkan berbagai kebi-jakan pembatasan kuantitas dan jenis ko-rnoditas impor, serta melakukan penun-jukan irnportir pemegang lisensi impor.Sebagian besar lisensi impor yang diter-bitkan antara o f 983-1986 dikuasakan ke-pada BUMN. Setelah 1986, pemerintahjuga membuka kesempatan bagi swastanasional untukrnemperoleh lisensi impor.Pada peri ode tersebut, lisensi impor di-berikan kepada para lmportir Tercatat (IT)yang memenuhi ketentuan sesuai pene-tapan Departemen Perdagangan, ataujugapada perusahaan swasta nasional tertentu,

    Pemberian lisensi impor secara eks-plisit kepada pengusaha swasta nasionalditetapkan pada komoditas otomotif dankertas bekas. Hal yang samajuga diberikanpada beberapa subsektor, yaitu industripengolahan susu dan importir cengkeh.Selain itu, pernerintah mernberikan lisensikepada BUMN dan swasta nasional yangtelah terdaftar sebagai importir terdaftar diDepartemen Perdagangan.

    Terdapat beberapa komoditas yangtelah mendapat pengenaan tarif dan BMT,namun di SiS1lain ternyata pelaksanaanimpomya dilakukan oleh para importirtertentu dengan lisensi khusus. Zat pewarnareaktif, bearing, kertas koran dan DOPmerupakan beberapa komoditas yangterkena dua bentuk hambatan perdagangan(double res trictions) secara simul tan yaitupengenaan BM-BMT dan kuota melaluipengawasan irnportir,jenis komoditas dankuantitas impor komoditas terse but.Praktik tersebut sangat merugikan konsu-men domestik. Konsurnen dipaksa mem-beli barang dengan harga yang lebih tinggikarena BM, BMT, dan kuota, serta dis-tribusi terbatas oleh pengusaha tertentu.Di sisi produsen, double restrictions ber-

    4 0 K E L O L A N o . I 1 /V / 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    8/30

    ani peningkatan fasilitas proteksi yangdiberikan oleh pemerintah. Fasilitas ter-sebut tentunya akan dirnanfaatkan olehpengusaha, yang kernudian tidak berupayauntukmengefisienkan sistern produksinyaakibat pemberian benteng proteksi yangkokoh tersebut.Di samping itu, terdapat inkonsistensikebijakan pernerintah, khususnya dalamkasus Tata Niaga Cengkeh (TNC) yangberkaitan dengan pengadaan cengkeh. Se-jak 1991,pengadaan cengkeh dipercayakankepada BPPC dan ditetapkan kebijakanpelarangan impor cengkeh, Namun demi-kian, hak untuk mengimpor cengkeh masihdiberikan kepada PT Mereu Buana & PTMega melalui Keputusan Menteri Perda-gangan RINo. 132/KPNII1993, No. 3091KPIXI1993 dan No. 1251KPNII1994 .

    Pemerintah cukup bijaksana mene-tapkan pembatasan irnpor produk pertaniandengan metode pangsa irnpor, Kebijakankuota dengan menggunakan metode pang-sa impor adalah penentuan kuantitas ko-moditas yang boleh diimpor didasarkanpada supply domestik komoditas yangbersangkutan.

    Susu dan bungkil kedele adalah duakomodiras yang dikenakan kuota impor

    P r a d l p t y o , D am p ak K e b ij a k an S e k to r R i l l

    berdasarkan pangsa pengadaan komoditasterse but di dalam negeri. Pad a tahun 1983,impor susu d ipe rkenankan pada rasio 1 :6 .Artinya, jika seorang Produsen Importir(PI) dapat mengadakan susu dati dalamnegeri sebanyakxjuta liter, maka importirtersebut berhak mengimpor susu 6 kali,Secara umum, terjadi penurunan proporsiimpor susu, yang berarti hal ini didasarkanpada kemampuan penyediaan susu do-mestik. Kebijakan semacam inijauh lebihmenguntungkan dibandingkan dengan pe-netapan kuota biasa. Kebijakan tersebutsangatmemperhatikan perubahan kemam-puan produsen dalam negeri dalam mem-produksi suatu prod uk, dan tidak adanyajarninan pengenaan kuota secara permanen,yang pada akhirnya mendorong produsenuntuk selalu berusaha mengefisienkanprod uksiny a.

    Perkembangan Struktur danKinerja Industri Indonesia

    Struktur pasar suatu industri dapatdianalisis dengan menggunakan Her-findahl Index. Indeks tersebut merupakanhasil penjumlahan kuadrat pangsa pasar

    Tabel 3. Pangsa Kuota Impor Komoditas Pertanian.. . ,

    ",., . ' . ..~" " -Tahun Komeditas .-.Propo~i. ". ....,. ,. .. . ". ~ t - , .. - .' " "

    1983 Susu 1 : 6Susu 1 : 5

    1988 Susu I: 071990 Susu I: 0,531992 Susu 1: 21993 Susu 1 : 1,251994 Susu I: 1,61993 Bunzkil kedele 4:61994 Bungkil kedele 3:7

    1:',. ,

    Sumber: Berbagai kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia, 1980-1994.I S S N : 0 8 5 3 - 7 0 4 6 4 1

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    9/30

    Pradiptyo, D a m p a k K e b lj a k a n S e k t o r R i l ltiap-tiap perusahaan dalarn suatu industri.Indeks ini .bernilai diantara 0 hingga l.Jika indeks Herfindahl mendekati nilai 0,berarti strukturindustri yang bersangkutancenderung ke pasar persaingan (competi-tive market), sementarajika indeks bernilaimendekati 1maka struktur industri tersebutcenderung bersifat monopoli, IndeksHerfindahl akan semakin berarti jikadiketahui nilai I1Hetfindahl Index (11H2)yang mencenninkan jumlah perusahaanyang menguasai suatu industri .

    Data Tabel 4 menunjukkan, bahwapada tahun 1975, rata-rata suatu industrididominasi oleh 12,3 perusahaan denganjumlah perusahaan yang ada sejumlah 8711buah, Pada tahun 1991, derajat dominasitersebut turun, karen a rata-rata industridikuasai oleh 17,8 perusahaan denganjumlah total perusahaan mencapai 18112perusahaan. Data pad a tahun 1992 mulaimeng-gunakan sistem pengklasifikasianISIC secara lebih detil oleh BPS, sehinggadiperlukan penyesuaian-penyesuaianperhitungan (pembobotan) agar diperolehnilai indeks dengan ISIC y ang sarna dengantahun-tahun sebelumnya. Meski nilai padatahun 1992 relatif berbeda dengan kecen-derungan tahun-tahunsebelumnya, narnunhal ini tidak mengubah kecenderunganperilaku data.

    Meski secara umum terjadi penurunandominasi perusahaan tertentu dalam suatuindustri, namun pertumbuhan penurunantersebut hanya 0,93 pertahun, sementarapertumbuhan jumlah perusahaan yangmasuk dalam suatu industri adalah 4,33persen pertahun. Kondisi inimenunjukkan,bahwa pada dasarnya struktur industri In-donesia semakin terkonsentrasi. Penurunandominasi perusahaan besar dalam suatuindustri temyata jauh lebih kecil diban-dingkan peningkatan jumlah perusahaanyang masuk dalam industri tersebut. Halini menunjukkan, bahwa terjadi pening-

    katan skala konsentrasi, karena derajatpenguasaan pasar perusahaan dominanhampir tidak terpengaruh oleh cepatnyapeningkatan jumlah pesaing yang masukke industri tersebut. Dengan demikian,struktur industri Indonesia cenderungsemakin bergerak ke arah pligopoli/mo-nopoli.

    Didasarkan pada analisis standardalam ekonomi industri, bahwa strukturindustri dikatakan berbentuk oligopoli bila4 perusahaan terbesarmenguasaiminimal40 persen pangsa pasar penjualan dariindustri yang bersangkutan (CR4 = 40persen). Apabila kekuatan keempat per-usahaan tersebutdiasumsikan sama, makapangsa penjualan/produksi masing-rnasingperusahaan adalah 10 persen dari nilaipenjualan/produksi suatu industri, dengandemikian diperlukan lOperusahaan denganskala tersebut untuk menguasai 100 persenpangsa pasar industri tersebut.

    Pada tahun 1975, struktur industrioligopolilmonopoli dapat ditemukan pada76 subsektor industri (62,81 persen), danmengalami penurunan menjadi 64 sub-sektor industri (50,79 persen) dalam waktu17 tahun. Hal ini menunjukkan, bahwapenurunan derajat penguasaan pasarrelatifrendah apabila diperhitungkan jangkawaktu periode penurunan konsentrasi ter-sebut. Jika diketahui bahwa telah terjadipertumbuhan jumlah industri yang cukupfantastis, maka dapat disimpulkan bahwaderajat penguasaan pasar oleh para peng-usaha besar relatif semakin dominan darihari ke hari. Salah satu kelemahan perhi-tungan yang didasarkan pada data BPSadalah tidak dicantumkannya nama-namaperusahaan dan grup yang membawahinya.Apabila pangsa produksi dari perusahaanyang berada pada satu grup dikelompokkanbersama, maka deraj atkonsentrasi industriakan lebih besar lagi. Hal ini terjadi karenabentuk usaha sebagian besar pengusaha

    4 2 K E L O I A N o . I 1 / V / 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    10/30

    P r a d i p t y o , D am p a k K e b ij a k a n S ek to r R I l l

    Tabel4. Perkembangan Rata-Rata Perusahaan Dominan dan Jumlah Perusahaandalam Industri Manufaktur Indonesia 1975-1992

    -, -~". ~. 0 0..:T~Un .. . ", . Perusahaan Pertumbuhan . Jumlah . o.PertumbuhanDomlnan . (%). .: oPerusahaan . 00 (%)~.- .'/

    1975 12.3 87111976 12.9 5,65 9290 6,651977 13.02 0,54 9878 6,331978 13.25 1,81 10473 , 6,021979 13.2 -0,26 11136 6,331980 13.7 3,35 11488 3,161981 14.4 5,64 11992 4,391982 15.3 6.37 12674 5,691983 16.61 8,20 13556 6.961984 17.9 7,50 14783 9,051985 17.77 -0,48 15807 6,931986 18.5 3,98 16068 1,651987 17.57 -4,92 16650 3.621988 16.9 -3.54 16541 -0,661989 17.1 0,89 16742 1,221990 17.5 2,27 17552 4,861991 17.8 1,91 18112 3,171992* 13.7 -23,12 17806 -1,70Rerata 0.93 4.33

    i :ii

    1I.I.i Keterangan: *) Mulai digunakan klasifikasi ISlC yang berbeda dan tahun-tabun sebe-

    lumnya sehingga ni Iai indeks Herfindahl maupun IIH2 harus disesuaikandengan penggolongan ISIC tahun-tahun sebelumnya.

    Sumber: Data Backcasting Statistik Industri Indonesia 1975-1992, BPS, diolah., .Ibesar Indonesia ada1ahkonglomerat, yangmemi1iki berbagai perusahaan yang ber-gerak di berbagai sektor. Apabila perhi-tungan penguasaan pasar tersebu tmemper-timbangkan pengelompokkan usaha, makanilai indeks Herfindabl akan lebih besarlagi.

    Pemerintah turut andil dalam men-ciptakan struktur industri yang oligopo-listiklmonopolistik tersebut, BerdasarkanSK Mendagkop No. 75/KP1II83, peme-rintah rnelegitimasi keberadaan asosiasi-asosiasi bagi para pengusaha dan pelakubisnis di sektor riil. Pad a tahun 1980, ter-catat hanya ada satu jenis asosiasi yang

    didirikan, yaitu GKBI (Gabungan KoperasiBatik Indonesia). Sejak penetapan ke-bijakan tersebut, pada tahun 1983 muncul70 asosiasi baru. Jumlah asosiasi tersebutterns bertambah, dan hingga tahun 1994.tercatat 377 asosiasi yang tersebar di ber-bagai propinsi di Indonesia. Jumlah aso-siasi tersebuthanyadidasarkan padajumlahseluruh asosiasi yang terdapat di berbagaidaerah, tanpamemperhitungkan penyatuanasosiasi karena pendirian cabang asosiasidi daerah-daerah.

    Dari jumlah 377 asosiasi di seluruhIndonesi a,masih terkandung beberapa aso-siasi yang sarna dan beroperasi di kawasan

    l S SN : 0 8 53 7 0 4 6 4 3

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    11/30

    P r a d i p t y o , D a m p a k K e b ij a k a n S e k to r R i l lTabel 5. Perkembangan Struktur Industri Manufaktur Indonesia 1975-1991

    -Tahun Lebih 1 0 KuranglO N.A. - - % Jumlah-Perusabaan %: -Perusahaan %1975 42 -30.58 77 62.817 8 6.61 1271976 52 40.94 68 53.54 7 5.51 1271977 50 39.37 70 55.12 7 5.51 1271978 51 40.94 69 53.54 7 ~.51 1271979 52 40.94 68 53.54 7 5.51 1271980 50 39.37 71 55.91 6 4.72 1271981 56 47.86 65 47.01 6 5.13 1271982 58 44.88 63 50.39 6 4.72 1271983 54 42.06 67 53.17 6 4.76 1271984 57 44.88 64 50.39 6 4.72 1271985 64 51.53 58 44.62 5 3.85 1271986 57 44.88 65 51.18 5 3.94 1271987 52 40.94 70 55.12 5 3.94 1271988 55 43.31 67 52.76 5 3.94 1271989 59 45.31 63 50.78 5 3.91 1271990 59 46.83 65 50.79 3 2.38 1271991 63 49.21 64 50.79 0 0 1271992 47 62.99 80 37.01 2 1.57 127

    Sumber: Data Industri BPS, diolah.regional yang berbeda. Dalam hal ini tidakdilakukan agregasi pengelompokan aso-siasi yang didasarkan pada jenis asosiasitanpa menghiraukan kawasan operasi, se-bab di tiap-tiap kawasan regional kebe-radaan koperasi tentunya akan berpengaruhterhadap perekonomian di kawasan regio-nal terse but.

    Berdasarkan sektor usaha, terdapatlima kelompok asosiasi, yaitu asosiasi im-partir, eksportir, distributor, pengusahadanasosiasi lain-lain yang sulit digolongkandalarn empat golongan asosiasi yang lain.Asosiasi pengusaba dan asosiasi lain-lainmerupakan jenis asosiasi terbesar. Aso-siasi produsen adalah wadah bagi para

    K E LO l A N o . 1 1 /V /1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    12/30

    '1r : 1ur i1 1I'I,I',i ~I'\ . :i 'I'11", 'I

    \ i \IiIi! 1I :I ~I,I'n

    t I!: (!;- ;~n , 'i,n I'1.n-

    .a"

    6 i:"~;. '"ljI

    dusen untuk membuat forum komu-pro .nikasi antar para produsen dengan tujuanru k meningkatkan kemampuan usaha.un I .Namun demikian, pada tahap anjut per-

    ubaban arab menuju pem?e~~ukan ~arteltetap dimungkin kan. Asosiasnmporur dandistributor merupakan je rn s a so sia si yangpada dasarnya memiJiki potensi terb~s.aruntuk mendistorsi pasar. Secara teontrs,distributor merupakan pihak yang selalumendapat porsi keuntun~an terb~sar dalarnsistem tataniaga. Importir sebagai pemasokkomoditas impor, terlebih jika importirtersebut pemegang lisensi impor, meru-pakan salah satu sumber yang dapat ?1em-pengaruhi harga produk-produk imporyang berdarnpak pa~a prod uk domes.tiksejenis di dalarn negen. Keberadaan ketigajenis asosiasi ini patut dipertanyakan,karenamemungkinkan pengendalian pasaroleh pelaku-pelaku ekonomi terutarnasektor swasta, meski diasumsikan secarariil penguasaan pasar oleh masing-masingpelaku relatif rendah.

    Asosiasi lain-lain merupakan asosiasiyang aggotanya bergerak di bidang jasa,ataupun juga asosiasi profesi (IkatanWanitaPengusahalndonesiaIW API, Him-punan Pengusaha Muda Indonesia HIPMIdan lain sebagainya). Berbeda dengan ke-tiga asosiasi lainnya yang cenderung men-ciptakanintegrasi vertikal, asosiasi profesimemiliki kecenderungan untuk mernben-tuk integrasi harisontal antarbidang usaha,meski kedua integrasi tersebut tidak dila-kukan secara resmi, Dengan kata lain.kolusi antarpengusaha, khususnya padausaha skala menengah dan besar, justrusemakin meningkat, yang pada akhirnyamerugikan pihak konsumen, dan dalamjangka panjang menurunkan keunggulankompetitif sektor industri.

    Keberadaan asosiasi pada dasarnyamemungki nkan bagi para pengusaha untukberkumpul dan membentuk kesepakatanpemasaran. Pada skala usaha kecil, asosiasisangat membantu pengembangan usaha

    Pradipt} 'o, D a m p ak K e bl j a k an S ek to r R i l ltanpa mengakibatkan distorsi harga dankesejahteraan masyarakat yang signifikan.Permasalahan krusial dalarn asosiasi akantimbul, j ika para anggota asosiasi teisebutadalah para pengusaha besar. Adam Smithsekitar 250 tahun yang lalu telah meng-isyaratkan bahwa (Martin, 1988):

    People of the same trade seldommeet together. even for merritmentand diversion. but the conversationends ina conspiracy againts thepub-lic, or in some contrivance. to raiseprice.Lembaga asosiasi yang semula ditu-

    jukan untuk memperkuat basis usaha parapengusaba dalarn negeri, justru akan ber-balik menjadi sumber dominan ketidak-sempurnaan pasar, Paktek penetapan kese-pakatan harga dian tara para pengusahasangat dimungkinkan terjadi. Jika hal ituterjadi, makaasosiasi tidaklebih dari karteldagang yang akan merugikan konsumendan produsen input. Kesepakatan dalamkartel didasarkan pada tujuan untuk me-maksimalkan keuntungan dengan meng-hilangkan iklim persaingan yang digantidengan kesepakatan-kesepakatan, Pihakpengusaha yang berada dalam asosiasiyang sarna, akan memiliki bargaining posi-tion terkuat dalarn sistem tata niaga, baikterhadap konsumen akhirmaupun terhadapprodusen penyedia bahan baku.

    Konsekuensi logis dari situasi ter-sebut adalah tidak adanya dorongan bagipengusaha untuk mengefisienkan sistemproduksinya. Keberadaan asosiasi yangpada hakekatnya merupakan kartel,justrumeningkatkan distorsi pasar, sertasemakinmeningkatkan derajat penguasaan pasaroleh pengusaha besar. Pada bab sebelum-nya telah dibabas tentang kebijakan penge-naan tarif dan harnbatan perdagangan lainyang sangat protektif. Dengan demikianlengkaplah fasilitas proteksi dan kemu-dahan yang dinikmati oleh pengusaha disektor riiI.

    I S SN : 0 85 3 - 7 04 6J

    MIL!K.'OIIU P T ? E ! ( t : m S T A K A A N ~

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    13/30

    Pradipl)'o, D a m p a k K e b lj a k a n S e k to r R i l lTabel6. Jumlah Asosiasi Berdasarkan Tahun Pendirian

    Tabun Jumlah PersentaseAsosiasi Baru Terhadap

    Total1980 1 0,265%1983 70 .18,57%1984 23 6,10%1985 3 0,795%1986 45 11,94%1987 67 17,78%1988 36 9,55%1989 18 4,77%1990 36 9,55%1991 8 3,12%1992 8 3,12%1993 17 4,51%1994 45 11.94%Total 377 100%

    Sumber: Daftar Usaha Organisasi Usaha NiagaiAsosiasi, Depdag, diolah.

    Tabel 7. Jenis dan Jumlah Asosiasi Menurut UsahaJ ellis Asosiasi Jumlah Persentase

    Asosiasi Eksportir 28 5,84%Asosiasi Importir 4 1,06%Asosiasi Distributor 42 11,14%Asosiasi Produsen 111 29.44%Asosiasi lain-lain 191 50,66%Total Asosiasi 376 100%

    Sumber: Daftar Usaha Organisasi Usaha NiagaiAsosiasi, Depdag, diolah.

    4 6 K E L O I A N o . 1 1 /V /1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    14/30

    Daya Saing Industri Indonesia!Rata-rata nilai E ffect ive R ate of P r o-

    tect ion (ERP) pada kondisi pemerintahmenetapkanbargapadatahun 1989,1992,1994 dan 1995, berturut-turut adalab 69,7persen, 43,03 persen, 53,5 persen, dan35,05 persen. Berdasarkan asumsi perda-gangan bebas, makarara-rata nilai proteksiefekrifnyaadalah 34,4 persen, 26,8 persen,35,93 persendan 24,05 persen, Nilai rerataERP pada rabun 1994 meningkat diban-dingkan nilai yang sarna pada tabun 1992disebabkan adanya peningkatan BM danBMT pada beberapa komoditas sepertihalnya minuman beralkohol yang semuladlkenai tarif 40 persen pada tahun 1992untuk kemudian dibebani tarif 175 persenpada tahun 1994.Untuk mengetahui perkembangannilai ERP secara lebih rinei, maka dila-kukan pengelompokan komoditas. Penge-lornpokan ini didasarkan pada ketentuanCEPT (C ommon E ffe ct ive ly P r efe re nt ia lTariff) yaltu skala prioritas penurunan tarifdalam rangka AFTA (A S EAN F ree Trad eArea). Dalam kerangka CEPT, komoditasyang memiliki tarif nominal kurang dari20 persen akan diturunkan hingga men-capai 0-5 persen selama 7 tahun, sementaraproduk dengan tarif nominallebih dari 20persen akan diturunkan hingga 0-5 persenselama I0 tahun. Analog dengan ketentuan~!, "~

    PradlplyO, D a m p a k K e b ij a k an S c :k to r Ri l ltersebut, pengelompokan komoditasditentukan sebagai berikut :1. Komoditas dengan tarif efektif kurang

    dari 0 persen;2. Komoditas dengan tarif antara 0 persen

    hingga 5 persen3. Komoditas dengan tarif antara 5 persen

    hingga 20 persen4. Komoditas dengan tarif 'lebih dari

    20persen.Penyesuaian tarif nominal yang di-

    lakukan pemerintah ternyata tidak mem-bawa peru bahan mendasar dalam strukturproteksi di Indonesia. Hal ini dapat dilihatdari data pad aTabel8, praktis hanya paketderegulasi Mei 1995 yang menyebabkanpenurunan ERP relatif efektif dibanding-kan penyesuaian tarif sebelumnya. Padatabun 1989, 11,95 persen komoditas Indo-nesia menerima proteksi kurang dari 0persen, yang kemudian meningkat menjadi13,15 persen pada tahun 1995. Di sisi lain,terjadi penurunanjumlah komoditas yangmerniliki tarif efektif di atas 20 persen.Pad a tahun 1989,jumlab komoditas pene-rima tarifefektiflebih dari 20 persen adalah121 jenis (48,21 persen), dan mengalamipenurunan hingga mencapai 107 komo-ditas (42,63 persen) pada tahun 1995. Pe-nurunan kelornpok komoditas penerimatarif efektiflebih dan 20 persen pada tahun1995 dikompensasikan dengan peningkat-

    1E ffe ct ive R at e o f P r ot ec ti on (E RP ) dan Dom est ic R eso urc e C ost s (D RC ) yang dibobot dengan ShadowExchange R at e (S ER ) merupakan aim analisis untuk rnenilai daya saing komoditas/industri. ERP menilai tarifefektif yang diterima suatu industri, Sernakin tinggi nilai ERP, semakin tinggi proteksi yang diterima oleh suatusektor, DRC rnenghitung oportunltas pengorbanan surnberdaya domestik untuk mendapatkan 1 satuan devisa,SER rnerupakan parameter untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan nilai tukar resmi, yakni harga pasardevisa, dari oppo rt un i ty c o st dalarn rrmta uang nasional, yang disebabkan oleh beban yang dikenakan pernerintahterhadap barang danjasa irnpor (Clive Gray, et.al, 1992, hal 128). Suatu industri memiliki daya saing jika ERPIebih kecil daripada (SER-r)/r, berarti :

    I! ,,,

    :I, ;I1I"ri', .i ~1 ,

    ~ 9 6 l \ ,

    (1 + ERP - SERlr) < 0sehingga kornoditas tersebut tidak mernerlukan proteksi yang ditetapkan agar harga berada di aras SER. Jikanilai DRC dibagi dengan SER, maka dapat diketahui apakah industri tersebut memiliki keunggulan komparatifatau tidak. Jika nilai (DRClSER < I) rnaka dapat disimpulkan bahwa induslri yang didirikan memilikikeunggulan kompararif, namun apabila (DRC/SER > I) rnaka industri tersebut didirikan tanpa mernilikikeunggulan komparatif (Romeo, M, Bautista, et.al, 1979, hal 239).

    I S S N : 0 85 3 7 0 4 6 4 7

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    15/30

    Pradiptyo, D a m p a k K e b ij a k a n S e k t o r Ril lTabel8. Penggolongan Komoditas DidasarkanPada KelompokNiiai ERP, 1989-

    1995ERP 1 9 8 9 % 1 9 9 2 % 1 9 9 4 % 1 9 9 5 %20 121 48.21 126 50.2 128 51 107 42.63Total 251 100 251 100 251 100 251 100

    Sumber: Data tarif 1989, 1992, 1994,1995 dan 1-0 1990 161 sektor BPS, diolah,an jumlah kornoditas yang memiliki ERPantara 0 persen - 5 persen dan 5 persen - 20persen.

    Nilai kurs resrni pada tahun observasiadalah Rp 1.684,85 (l989), Rp 2.070,20(1992), Rp2190,78 (1994)danRp2190,78(1995). Kurs resrni untuk tahun 1994 dan1995 bernilai sarna, karena tidak tersedia-nya data kurs resrni hingga akhir tahun1995, sehingga diasumsikan bahwa nilaikurs resrni dan SER pada tahun 1995 sarnadengan nilai kurs resrni dan SER padatahun 1994. Nilai SER pada tahun obser-vasi adalah Rp 1.724,46, Rp 2.115,48,Rp 2.251,86 dan Rp 2.251,86.

    Berdasarkan analisis kelayakan ter-sebut komoditas Indonesia yang memilikidaya saing layak adalah 42 (l989), 33(1992),38 (1994), dan 47 (1995). Hasil inirnenunjukkan, tidak adanya perkembanganberarti pada peningkatan daya saing indus-tri Indonesia. Meski pemerintah telahmenggulirkan deregulasi sektor riil sejak1986, narnun kenyataan menun jukkan bah-wa deregulasi terse but tidak efektif terha-dap peningkatan daya saing.Berdasarkan data 1995, praktis hanya47 kornoditas (18,73 persen) yang mernilikidaya saing memadai untuk masuk dalarnpersaingan pasar bebas dunia. Artinya pe-

    merintah harus berusaha meningkatkandaya saing pada 204 jenis komoditas(81,27 persen) agar mampu bersaing dipasar bebas pada abad ke-21 denganjalanmenurunkan proteksi dan hambatan per-dagangan nontarif. Namun dernikian, ter-dapat pesimisme bahwa pada awal abadke-21 perekonomian Indonesia marnpusurvive dalam kancah persaingan global diperdagangan bebas. Hal ini didasarkanpada kenyataan bahwa penurunan tarifnominal dari tahun ke tahun temyata tidakrnarnpu mengubah struktur tarif efektifyang ada. Tercatathanya PaketDeregulasiMei 1995 yang rnenurunkan tarif padalebih dari 6.000 jenis komoditas. Berda-sarkan kenyataan tersebut, patut diperta-nyakan ketepatan arah, efektivitas, dankemauan pemerintah dalam melakukanpeningkatan efisiensi sektor riil melaluideregulasi. Akurasi sistem perencanaanyan gdibangun pemerintah selama ini, khu-susnya pada sektor riil, perlu diperta-nyakan.

    DRCrnerupakan metode perhitunganrasio manfaat dan biaya yang rnewakilinilai sosial dari penggunaan surnberdayadalarn negeri per unit devisa yang di-hasilkan (dihemat) dari ekspor (substitusiirnpor) prcduk-produk tertentu (Bautistadan Tecson, 1979). Kriteria DRC, seperti

    4 8 K E L O L l N o . 1 1 1 1 '1 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    16/30

    IffIat-l-nnilInJ-a-iniIiali-lsi;ta

    \ :rti9 6 l

    P r a d l p l J O , D a m p a k K e b ij a k an S ek to r R I l l

    Tabel9. Rekapitulasi Kelayakan Bersaing Komoditas Indonesia 1989-1995 ..."..- 1989 % 1992. % 1994 %> 1995 %,'_:'(l+~RP;SERJr)_ . ,. . .. '.:'_' ,",,-. ."' ,~. -. 0 (Tak Layak) 209 83,27 218 86,85 213 84,86 204 81,27

    Total 251 100 251 100 251 100 251' 100

    halnyaERP, merupakan a1atanalisis yangdapat menjelaskan kemampuan daya saingsuatu komoditas di kawasan intemasional.Artinya, apakah biaya produksi riil yangterdiri dari pemakaian sumber-sumberna-sional, terutama tenaga kerja dan modal,cukup rendah, sehingga daya jualnyadalamrupiah (setelah dipotong segala macampajak) tidak melebihi tingkat border priceyang relevan (dinyatakan dalam dollardikalikan dengan shadow price devisa(Gray, et.al, 1992)).

    Rata-rata nilai DRC adalah Rp2.858,6(1989),Rp2.961 (1992), Rp3.363(1994) dan Rp 2.958,73 (1995). Hal iniberarti untuk m endapatkan satu satuan de-visa (dalam hal ini dinyatakan dalarn US$),pada tahun 1989, diperlukan pengorbanansumberdaya domestik senilai Rp 2.858,6.Fakta menunjukkan bahwa kurs resmi dankurs bayangan US dollar terhadap rupiahadalah Rp.1.684,85 dan Rp 1.724.46. Halini berarti terjadi pemborosan devisa,karena untuk mendapatkan satu satuandevisa yang sebenamya hanya bemilaisekitar Rp 1.700,- harus diperoleh denganmengorbankan sumberdaya domestik se-besar Rp 2.858,6.

    Besarnya pengorbanan sumberdayadomestik yang lebih besar dari pada biayayang seharusnya dikeluarkan, tidak terle-pas dari kebijakan pemerintah yang mene-rapkan hambatan perdagangan. Disatu sisi,hal ini memberikan proteksi kepada peng-usaha dalam negeri, namun di sisi lain

    merupakan beban beratyangharusditang-gung oleh perekonomian aki bat inefi siensialokasi sumberdaya. Pengorbanan sum-berdaya domestik akan sarna dengan nilaitukar resmi devisa, apabila pemerintahtidakmenetapkan hambatan perdagangan.Proteksi yang dinikmati pengusaha lewatpengenaan hambatan perdagangan, me-nimbulkan beban lebih pada konsumen.Pemborosan sumberdaya domestik padadasamya tidak lebih dari pemberian subsididari masyarakat kepada para pengusaha.Masyarakat harus membayar lebih untukmendapatkan barang yang sebenarnyabemilai lebih rendah dari harga yang dite-tapkan.

    Seperti halnya dengan ERP, DRCsensitifterhadap nilai SER. Jika nilai DRCdibagi dengan nilai SER, maka dapatdiketahui apakah industri tersebut memilikikeunggulan komparatif atau tidak. Jikanilai (DRC/SER < 1)makadapat disimpul-kan bahwa industri yang didirikan mernilikikeunggulan komparatif, namun apabiIa(DRC/SER > 1) maka industri tersebutdidirikan tanpa memiliki keunggulan kom-paratif (Bautista, et.al, 1979). Keunggulankomparatifyang dimiIiki oIeh suatu indus-tri, merupakan salah satu sumber keung-gulan kompetitif yang terdapat pada in-dustri tersebut, Perhitungan DRC/SERdapat digunakan sebagai salah satu indi-kator kemampuan daya saing suatu produkdi pasar intemasional.

    lS S N : 0 8 5 3 7 04 6 4 9

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    17/30

    Pradlpt} 'o, D a m p a k K e b ij a k a n S e k t o r Ril lTabel 10. Rekapitulasi Komoditas yang Memiliki Keunggulan Komparatif 1989-

    1995.DRC/SER 1 9 8 9 % 1 9 9 2 % 1 9 9 4 % 1995. %.

    < 0 (Layak) 47 18,73 34 13,55 40 15,94 47 18,73> 0 (Tak Layak) 204 81,27 217 86,45 211 84,06 204 81,27TOTAL 251 100 251 100 251 100 251 100

    Nilai rerata DRC/SER menunjukkanbahwa sebagian besar komoditas eksporIndonesia tidak memiliki keunggulankomparatif. Artinya, pengembangan in-dustri selama ini tidak pernah memper-timbangkan aspekjactorelldowmentyangdimiliki, Apabila ditinjau lebih jauh, pad atahun 1989, tercatat 47 komoditas (18,73persen) yang dikembangkan dan memilikikeunggulan komparatif. Pada tahun 1992dan 1994, hanya terdapat 34 komoditas(13,55 persen) dan 40 komoditas (15,94persen) yang memiliki kemampuan dayasaing memadai untuk bersaing di pasarinternasional. Pada tahun 1995, hanya 47komoditas (18,73 persen) yang memilikidaya saing dan keunggulan komparatif.Nilai pengorbanan domestik untuk sektor-sektor yang memiliki keunggulan kom-paratif, adalah lebih keeil dari nilai SER,atau bahkan nilai kurs resmi. Hal in i menun-jukkan bahwa terjadi efisiensi alokasisumberdaya pada sektor-sektor yang ber-sangkutan.

    Tabel 10 rnenunjukkan, bahwa dere-gulasi sektor riil ternyata tidak mampumengubah kinerja industri yang ada. Disisi lain, selama periode 1989 hingga 1995tidak terjadi perubahan struktural dalarnsektor industri, meski berbagai deregulasitelah digulirkan. Deregulasi sektor riil da-pat dikatakan ''jalan di tempat", karenatidak marnpu meningkatkan kinerja dayasaing komoditas/industri ekspor Indone-sia.

    Hasil analisis DRC/SER men un-jukkan bahwa deregulasi tidak berpengaruhsignifikan terhadap peningkatan dayasaing, dan pengembangan industri Indo-nesia pada dasarnya tidak didasarkan padakeunggulan komparatif yang dimiliki olehbangsa ini. Hal ini tentunya merupakanhasil dari proses panjang strategi pemba-ngunan industri di Indonesia. Penerapanstrategi Industri Substitusi Impor yang ba-nyak mengalami distorsi pada awal pe-merintahan Orde Baru hingga pertengahandasawarsa 1980-an, telah memacu turn-buhnya industri penghasil barang mewah,padat modal dan padat teknologi tinggi,dengan derajat ketergantungan terhadapimpor yang tinggi. Proses penyimpanganstrategi industrialisasi, di samping lemah-nya fungsi perencanaan sektor riil, meru-pakan penyebab munculnya fenomenapembangunan sektor industri yang tidakdidasarkan pada keunggulan komparatiftersebut, Meski disadari bahwakeunggulankomparatif bukanlah satu-satunya sumberkeunggulan kompetitif, namun Porter(1991) mengungkapkan, bahwa pemba-ngunan industri yang didasarkan padakeunggulan komparatif merupakan salahsatu faktor penentu keunggulan kornpetitif.

    SimpulanBerdasarkan hasil analisis d i atas

    dapat disimpulkan bahwa:

    5 0 K E L O U N o . 1 l/V IJ 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    18/30

    J"

    1 . Kebijakan perdagangan luarnegeri In-donesiasangat protektif terhadap sektorindustri domestik. Perkembangankebijakkan ekonomi pemerintah me-nunjukkan. bahwa sektor-sektor eko-nomi mendapat proteksi melalui duarnetode, yai ru pemberlakuan harnbatantarif dan nontarif, dalam hal ini kuota,Pemerintah banyakmenerbitkan lisensiimpor yang khusus diberikan kepadaimportir yang ditunjuk.

    2. Penetapan kebijakan pemerintah dibidang ekonomi kurang konsisten dantidak didasarkan pada suatu sistemperencanaan yang mendalam. Halter-sebutditandai oleh penerbitan beberapakeputusan dalam waktu yang sangatpendek, penyesuaian tarif, pemberiankuota, pengaturan tata niaga ekspordan impor pada produk-produk ter-tentu, dan tidak melakukannya secara

    Referensi

    Pradlptyo, D a m p a k K e b lj a k a n S e k t o r RliIbersamaan pada banyak produk. Disisi lain, kebijakan pemerintah tersebutbersifat diskriminatif, yang ditunjuk-kan oIeh pemberian keringanan ham-batan tarifkepada para pengusaha ter-tentu. Penetapankebijakan pemerintahseringkali tidak konsisten. Pada tahun1986, ketikakrisis minyak berIangsungdan pemerintah mencanangkan pro-gram peningkatan ekspor nonmigas,justru diterbitkan kebijakan baru yangmengatur tentang pengenaan Bea Ma-suk Tambahan pada beberapa produktertentu.

    3. Kebijakan pemerintah di sektor industrimaupun deregulasi yang digulirkanselama ini tidak mendukung terhadappenciptaan struktur pasar yang efisiendan mendorong peningkatan dayasaingindustri Indonesia.

    Arief, S ritu a (l 988), Prestasi Pembangunan Sampai Ekonomi Politik, Kumpulan Karangan,ill Press, Jakarta

    Basri, Faisal H., (1992), "Perkembangan Terbaru Teori Perdagangan Internasional,"Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vo1. 40, No.3.

    Bautista, M. Romeo and R. Gwendolyn, Tecson (1979), "Domestic Resource Costs inPhilippine Manufacturing, 1969 and 1974," Industrial Promotion Policies in thePhilippine, Philippine Institute for Development Studies.

    Bawazier, Fuad (l989),"Effective Rate of Protection," Jurnal Keuangan dan Moneter,Juli.. .Gray, Clive, et.al (1992), Pengantar Evaluasi Proyek, edisi kedua, PT Gramedia, Jakarta.Hill, Hal (1987), "Concentration in Indonesian Manufacturing," Bulletin of Indonesian

    Economic Studies, Vol. 23 No.2, August.Karseno, AriefRamelan (1984), "Bilateral Export Performance Between Indonesia and

    Japan", Thesis S-2, tidak dipublikasikan, University of Philippines.

    1 6 I S S N : 0 8 5 3 7 0 4 6 51

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    19/30

    ~ iIIP r a d l p l } ' O , D a m p ak K e b ij a k a n S ek to r R i l lMartin, Stephen (l988),lndustrial Economics; Economic Analysis and Public Policy,

    Macmillan Publishing Company.Pangestu, Mari (1988), "Deregulation of Foreign Investment Policy: Past, Present and

    Future," makalah dipresentasekan dalam Conference on Economic Deregulation inIndonesia, ISEI, Jakarta.

    Poot, Huib (1991), "Interindustry Linkage in Indonesian Manufacturing," Bulletin ofIndonesian Economic Studies, Vol 27 No.2 August.

    Porter, Michael E. (1990), Competitive Advantage of the Nations, The Free Press; NewYork.

    Prad iptyo, Rirnawan .(1993), "Analisis Kinerj a Day a Saing Produk Ekspor Indonesia diKawasan ASEAN; Studi Kelayakan Menyongsong Era ASEAN Free Trade Area(AFTA)," Skripsi, tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi DGM, Yogyakarta,Oktober.

    Tan, A, Norma (1979), "The Structure of Protection and Resource in the Philippine,"dalam Bautista M. Romeo, R.G. Tecson (1979), Industrial Promotion Policies in thePhilippine, Philippine Institute for Development Studies.

    5 2 K E L O IA N o . 1 1 / V / 1 9 f J 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    20/30

    }',

    ldin

    oj

    :w

    dieaa,

    ""' ,'h e

    V / 1 9 9 6

    P r a d i P t y o , O a m p ak K e b ij a k a n S ek to r R i l lLampiran 1. Kebijakan Tarif Pada Berbagai Komoditas Impor Indonesia tahun

    1983-1994 .... '~Mr/'N~:;BM*).TU~

    iII

    Bahan plastik tiruan

    BM

    RS KertergantunganObat Jakarta

    1 Ka rfl in er , c or ru ga ti ng2 Industri pelampung BM

    Turun IT

    .. P enerima ' ;'.: . ; o P e ~ a t u r a n '.F a sm t a s : , .91KMK.05 / 83

    BMTurun Induk Koperasi

    Perikanan Indonesia941KMK.05 / 83931KM K05/83

    3 Alum inium venet ianbl in d state

    Turon IT4 Benang tekstur

    polyester filamenBM Turun IT 2f7 /KMK.05/83

    5 Barang pameran PRJ BM Turun Panitia PRJ313 /KMK05 /832531K M K. 05 /83

    6 Buldoser, MotorGrader. dJI

    7 Aluminium pastaBM Naik ITBM Turun Pabrik cat 3591KMK.05 / 83

    8 Elektrometer (ckd)9 Mesin pabrik susu (PT

    Banyumanik Dairy Ind.)BM Turun IT 369 IKMK05 /83

    4061KM,01 l83M Turun PT BanyumanikDairy Industries

    !O Kraft l iner dancormga t ing mediumPolyre thaneshes t

    BM Naik ITBM Naik IT

    484 /KMK.05 / 834851KMK.05 / 83

    11 P lug paper (rokok filter)12 Cat carrie r truck Isuzu

    487 /KMK.05 / 83M Turun BentoelBM Turun PT Multi Gemini

    Motor5291KMK.05 / 83

    13 Kertas karton bahan bakuIndustri Rokok

    BM Turun PT Gudang Garam 5771KMK.05 / 8314 Galvan ize l stee l w ire BM Turun IT 681/KMK.05/831 5 sisa potongan besilbaja BM

    untuk re ro ll ln g m at eri alNaik PT Krakatau Steel, PT 702 lKMK.05 / 83

    Growth Sumatra Ind.16 Barang pameran InterteJec BM1 7 Alat medis BM

    TurunTurun

    Panitia Interlec 785 /KMK.05 / 83

    1 9 Barang keperluan BPPT BM18 Kendaraan Bermotor BM20 Barang keperluan Nurtanio BM21 P lug wrap paper BM

    TurunTurunTUTUnTuron

    IT 734 /KMK.05 / 83

    22 Kacang kedelai BM2 3 KWH meter BM

    TurunTurun

    BPPT 842/KM.OI /83

    24 Hand Rubber m erk BMCrocod i l l e

    Turun

    Nurtanio 8991KM.O l / 83

    2 5 Peralatan H and Spray er2 6 Bleached K raft pulp27

    BM TurunTurunNaik

    IT 858 IKMK05 /83

    IS S N : 0 8 5 3 7 0 4 6 53

    BMBM

    BULDG 8651KMK. 01/83PT Sigma TirtaEnaineerinz

    8 721 KM K .O 1 /8 3Inkud 873 /KMK01 l83PTTelaga Sewu 8751KMK.0 l / 83PT Tamara Indah 8771KMK.05 / 83

    946/KM K 05183T

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    21/30

    P m d i p l ) , o , D am p ak K e b i j a k a n S ek to r RillLanjutan larnpiran 1 .1984 Komoditas BMTI Naikl Penerima Peraturan

    BM" ' ) Turon FasilitasI Amplifier (CKD) BM Turun PT N asional G obel 9/KMK.OSJ842 Alat kedokteran B M Turun K im ia Farma S9/KM.Ol /843 Stearic Acid B M Naik IT 102/KMK.OS/844 Obat Kanker B M Turun PT R uskin N usantara 217/KM.Ol/845 Pame ra n In te rn asio na l B M Turun Panitia 449/KMK.05/84

    tahun 1984/198S6 BawangjJ_ulih B M Turun IT 4S0/KMK.OS/847 AC dan spare part-nya B M Naik IT 460/KMK.OS/848 Kawat Timah BM Naik IT 46l fKMK.05/849 Serbuk Jeruk B M Naik IT 462/KMK.05/8410 KedeIai BM Turun B uIog 469/KM.0 1/8411 Kertas untuk Rokok BM Turun PT G udang G aram 485/KMK.05/8412 Produk cepat aus untuk BM TUfUn IT S76JKMK.OS/84

    industri orieniasi ekspor13 B awang m erah BM Turun CVTribudi U tama, S897/KM K. 1/84

    PT Cempaka PutihS aran a,CV . H idup Sejahtera

    14 Kertas Tulis dan cetak BM Turun IT 667/KMK.OS/84IS Ternbakau BM Naik IT 783/KMK.OS/8416 Kertas karton untuk BM Turun PT G udang G ararn 84l fKMK.OS/84

    in du stri ro ko k17 K acang Ercis BM Turun PT Fortuna Sari, 844/KM.1/84

    PerdanaPT Benteng B ajaPT H usein & Co

    1 8 B arang Cetakan BM Turun PJK A B andung 845/K M .1/841 9 B ahan baku m akanan BM Turun PT Fortuna Sari 4308/D/S KIV 184

    kec il S imp Iis ia Perdana,PT Benteng B aja

    20 Truck Crane BM Turun PT Angkutan JKT 846/KM.Ol /84Per tambangan

    21 M e sin P en gg ali BM Turun IT 902/KMK.OS/8422 Setrika Listrik (CKD) BM Turun IT 9111KMK.OS/8423 Basic Crome Sulphate BM Turun IT 919/KMK.05/8424 Kertas Rokok BM Turun PT G udang G aram 101SIKMK.OS/8425 Jagung BM Turun B ulog lO25/KM.l !8426 Tem bakau dalam negeri BM Turun - 1282/KMK.OS/83

    5 4 K E L O L A N o . I l I V / 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    22/30

    44,4

    14~l4

    184

    ~'8 41845/8445/83

    ( V f 1 9 9 6

    Lanjutan lampiran IP r a d i p t y o , D a m p a k KebiJakanektorR i l l

    1986 ~ , > ~ , ~o J;D od it8 S ,"" ..:.',~'-~~ -_, "~. . ,_c < ~: ., .~

    . ~.~Mrl Nalkl.Penerllna,B*) TU(1lDI'" '..F~iUtas '

    BMBM Turun Koperasi PengemudiTaxiNaik

    IT

    1 M obil rakitan untukkepe rl uan tak siPP 30 tho 1986

    2 Pengenaan Bea M asukT ambah an (B M T )PP 46 tho 1 986

    3 P erk ak as rumah ta ng ga:(CKD) BM Turun IT 31 /KMK05/86

    96 /KMK.05 /864 B an dan inputnya BM Naik IT 87 /KMK05 /86273 /KMK.05 /865 Blend ed tobbaco6 B ilet b aja da n in pu tmdu st ri b es i b eto nBM Turun ITBM Turun IT

    7 P enunaian pem bayaranBM dan BM T3221KMK01 l 86M Naik ITBM T8 P en un da an p aja k imp orbarang modal PMAIPMDN

    Turun PM AlPM DN 3 25 IKMK .0 1 18 6

    9 Sigaret Pu[ih M esin(SPM) 496 /KMK 0 1I86M Naik IT1 0 Input pem bangunanto ko d an sup ermark et BM Turun IT 6 32 1KMK .0 1 I8 61 1 Jenis kain ban 748IKMK.01 /86BM Turun IT1 2 Kopra BM " N aik ITI3 D iesel berkekuatan kecil BM Turun IT 766 /KMK.01 l86775IKMK.01 l8614 Crude palm oil BM T Naik IT 767 /KMK.01 l86776 /KMK.0 l /861 5 M ak an an un tu k U dan g BM Turun IT

    1 7 Bes i Ba tangan 879IKM K01/8616 I npu t Bear ing BM Turun ITBM Turun IT

    " , 'BMTI Naikl ' Penerlma'~BM*}Tumn '; . Fasilitas

    1987 .._ ,'Koiriodiias'

    I Datsu n S un ny , F ordLaser,dllj"~

    ;. 1

    II1i 1, I~ 4'1]. {'1

    BM Turun Koperas i Penge rnudiTaxi K ep re s 2 81 1 9 87

    I 1IKMK.01 /872 Beberapa ienis brz. (CKD) BM Turun IT 70 /KMK.05 /87711KMK.05 / 873 Plastik Container BM Turun PTINHUTANI4 Spare Part Sepeda M otor BM Turun1161KM.01 l 87

    5 B enan_g_SpullSilk BM Turun PT Kerta Niaga 95 /KMK.05 /871821KMK.05 / 87

    6 Korma kering BM Turun PT Tiipta N iaga7 Ternbakau da lam nezeri BM Turun -8 Refer Container "Daikin" BM Turun Friedrich EbertStiftung-Pasmakop 344 /KM.01 l879 Transparansi &OHP/CKD BM Turun lT 388 /KMK.05 /87

    390 /KM.0 l /871 0 S pa re p ar t kapa l pat ro li BM Turun B ea C ukai 3891KM.0 l /87II M esin Pengolah K Ip Sawit BM T u r u n BPPMedan

    403 /KMK.05 /871 2 Kaset V ideo BM Thrun BKPM 4 0 0 IKMK .O 1 /8 713 Blend ed Tobbaco BM Turun IT1 4 An jin g P ela ca k Na rk ot ik a BM Turun D irektorat P2 K antorPusat Sea C ukai 4 151KMK.01 l 8715 Z at P ew am a R eak tif BM T Naik IT 6491KMK.05 / 871 6 Sirnpai & ja lu r lemba ra nbesi-baia1 7 Input di K awasan B erikat BM Turun IT

    Naik IT 660IKMK.05 /87849IKMKOIl l987

    I S S N : 0 8 5 3 7 0 4 6 55

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    23/30

    Pradip lyo, D a m p a k K e b i j a k a n S ek to r R iU

    Lanjutan lampiran I.1 9 8 8 Komodilas BMTI Naik/ Penerima PeraturanBM*) Turon FasilitasI Vaksin hewan BM Naik IT 229/KMK05/882 Kertas Rokok BMT Naik IT 230/KMK05/883 Alkyl Benzene BMT Naik IT 337/KMK05/884 Bahan celup terdispersi BM& Naik IT 338/KMK05/88

    BMT5 Cukai tambakau BM Turun IT 545/KMKOO/886 Amino Penicillanis Acid, BM Naik IT 664/KMK05/88

    Ampicilin. Amoxicilin7 Kertas Semen berlapis BM Naik PT Indocement 873/KMK.05/88

    plastik Tunggal Perkasa8 Blended Tobbaco jenis BM Turun IT 890/KMK05/88

    Burley9 Cukai ternbakau BM Turun - 911/KMKOS/88

    domestik10 Amino penicillanis BMT Naik IT 11541KMKOO/88II Produk perdagangan BM Turon IT 1257/KMKOO/88

    RI dan PNG12 Ubi Kayu BMT Naik IT 726/KMKOS/88

    1 9 9 0 Komodilas BMfI NaikI Penerima PeraturanBM*) Turun Fasilitas

    1 Alkohol sulingan BM Turun IT PP 9/19902 Stainless Steel Wire Rod BM Turon IT 4/KMK 00/903 Polml BMT Naik IT 3441KMK.00/904 Kertas Cellophane BM Naik IT 371/KMK.00/90S Mesin, alat dan suku BM Turun IT 432/KMK05/90cadang untuk industri

    olah raga6 Truck BM Turun IT 5421KMKOO/907 Bunga, bibit dari USA, BM Turon (Yayasan Bunga 933/KMK05/90Ja na n, B ela nd a Nusantara)8 Barang Keselamatan BM Turun IT 432/KMK05/90Pelayaran': J Soda kostrk .I:lM 'iurun rr 4"/ti/KMK.[)(]fYU10 Truck BM Turun IT 542/KMKOO19011 Semen BM Turun IT 385/KMKOO/9012 DOP BM Turun IT I146/KMK 00/9013 Kayu Bulat BM Turun IT I2S/KMK 00/9014 Aluminium BM Turon IT 1320/KMKOO/9015 Obat Tertentu BMT Turon IT 1346/KMK 00/9016 Produk Farmasi BM Turon IT 1348/KMK 00/9017 Kertas Koran BM Turon (PT Inpres dan Dasar 1503/KMK 05/90

    Utama Pers )18 Aluminium plate BM& Turon (PT Alumindo Light lS04/KMK.OO/90BMT Metal Industry)

    5 6 K E L O lA N o . l 1 /V 1 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    24/30

    P T a d l p t J O , D a m p a k K e b i J a k an S e k to r R i l l

    Lanjutan lampiran 1.1 9 9 1 , Koilioditas ' BMTJ N 8ik i Penerinla ".PeratUrariT L l l ' l l D " ";'Fasilitas ' ,BM) . , " "'~~ c

    I Diesel pembangkit listrik BM Turon IT 82lKMK.OO/91kawasan industri> 375 KVA

    2 Bungkil dan ampas BM Naik IT 715a/KMK.OO/93 Spare part pesawat BM Turon IT 848IKMK.OO/91

    terbang ,4 Tenaga Listrik Turbin BM Turon IT 1 I 181KMK.05 /91uap dan air5 Benur Udang BM Turon IT 12051KMK.OO/911 9 9 2 Komoditas' BMI! JIlaiki .Peaerima " Peraturan

    ,, BM) Tnrun .. "J?asilitas ,, " ' ' ,_,1 Keju BM Turon 168 /KMK.OO/922 Polymersation BM Turon IT 6061KMK.OO/92

    polypropylene '3 Benang Karet BM Naik IT 677IKMK.OO/924 Kompresor (SPBG) BM Naik rr 8101KMK.OO/925 Kertas Koran BM ' Naik IT 10521KMKOO/926 Polypropylene BM Turon IT 677IKMK.OO/92

    1 9 9 3 ' ',KomOditiis . BMT/' 'NalkI, ". Penerima 'P e r a t u ra n ". ,'J;ilr~,,BM"') Fasilltas ',"., ,,"

    J Profit I & H besi & baia BMT Naik 41KMK.OO/932 Natrium Hidroksida BMT Turon IT 791KMK.OO/933 Bearing BM Turon IT I 191KMKOO/934 Menthol Oil BM Turon IT 120IKMKOO/935 Polypropilena BMT Turon IT I 22IKMKOO/936 Polietilena dan Stirena BM& Turon IT 274IKMKOO/93

    Monomer BMT7 Polyethilen untuk BM Turon IT 2771KMK.OO/93industri kabel

    8 Input industri otomotif BM Turon IT 851IKMK01l939 Komponen Elektronik BM Turon IT 853 /KMKOO/93

    1 9 9 4 Kiimoditas BMTI Nailit ' ,P ene I'i.I nB : ,';. ~ ,Pel-atUran :-JBM.,) T u r u n t ; : , : ' , ,FasilitaS '" , , , ~,::-._..

    J OtomotiJ Rakitan BMT Turon IT 287/KMK.Ol/942 Alat-alat besar BM TUTUn IT 288IKMKOl /943 Produk beralkohol BM Naik IT 290IKMK01l94

    Keterangan: IT=Importir TerdaftarSumber: Berbagai Kebijakan Pemerintah 1980 1994, diolah.

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    25/30

    . Prml ip l) ' o , D a m p a k K e b ij a k an S e k to r R i i l

    Lampiran 2. Pengenaan Kebijakan Kuota dan Lisensi Impor di Indonesia1983 Komoditas Peoerima Peraturan

    Lisensi1 Besi-Baja Kerta niaga M endagkop 0 2/Kp/1 I832 Kacang Tanah Tjipta N iaga M endagkop 1 2/KplI/833 Keturubar Kerta N iaga, M endagkop 61/Kp/IJ83

    Cipta N iaga4 Asam G lutam ic Panca N iaga Mendagkop 62/Kp/835 K raftliner d an Importir . M end ag ko p I 58/KplIV83

    C orrugatin g m ediu m Terdaftar (IT)6 M inyak pelurnas C ipta N iaga, M endagkop I 84/Kp/l l l83

    P anca N iaga,D harm a N iaga,K erta N iaga

    7 M csin penggilng padi Importir 22/DAGLU-4/KpIXW83Tcrdaftar (IT)

    8 Alai Sernprot Importir 23/DAGLU-4/KpIXW83Terdaftar (IT)

    9 Traklor tangan Importir 2 5/DAGL U -4 /K pIX IV 83T erd aftar (IT )

    10 Produk kim ia Importir 26/DAGL U -4 /KpIXIV83Terdaftar (IT)

    II Kaca Importir 27 /DAG LU-Terdaftar (IT) 4/KpIXIII83

    1 2 Barang jadi dari besi PT Dharma N iaga, I3 /KPIIV83atau baja yang bcrasal Kerta N iagadari im por (kawat sekrupkayu, paku kawat dankokot)

    1 3 B ahan baku besi baja PT Dharma N iaga, 162JKP/III83K erta N iaga

    1 4 B ara ng b esi/b aja PT K rakatau 343/KP/IXl83Steel (Pusat dan 21IDAGLU-4JKPIXl /83pengadaan besibaja)

    15 Industri barang listrik Importir 717/KPIXIV83dan elektro Terdaftar (IT),

    ImportirProdusen (IP)

    1 6 K im ia Importir 718/KPIXIIJ83Terdaftar (IT),ImportirProdusen (IP)

    5 8 K E L O IA N o . J 1 / V / 1 9 9 6

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    26/30

    / V / 1 9 9 6

    Pradlptyo, D a m p a k K e b lj a k a n S e k to r R i l l

    Lanjutan Iarnpiran 2.

    I!II1aj

    17 Logam Importir 719/KPIXIIJ83Terdaftar (IT),ImportirProdusen (IP)1 8 Mesin, mesin Importir 7201KP1XI IJ83perlengkapan dan suku Terdaftar (IT),

    cadang ImportirProdusen (IP)1 9 Alat besar dan suku Importir 721/KP IXIII83cadang Terdaftar (IT),

    ImportirProdusen (IP)

    20 Suku cadang kendaraan Importir 722IKP1XII/83bennotor Terdaftar (IT),ImportirProdusen (IP)

    21 Tekstil Importir 7231KP1XI IJ83Terdaftar (IT),ImportirProdusen (IP)

    1~84 .Komoditas ..Penerima . P e ra t!I ~ .... Lisensi c , .. c..~~. ... "' ~'/' .1 Siklamat Importir MenperdagTerdaftar (IT) 588/KpNI842 Kapsul kosong Kimia farma dan Menperdag

    Panca Niaga 1071/K_QNIII I843 Oriented polyprophylene Irnportir Menperdag

    Terdaftar (IT) 73/KpNIW844 Bahan baku plastik Cipta Niaga, Menperdag

    Panca Niaga, 1208/KplXl84Mega Altra

    5 Korekapi Importir MenperdagTerdaftar (IT) 524/KplXII l84

    6 PVC Importir 16IDaglulKpNIIII84Terdaftar (IT)

    7 Prod uk kimia (Chrome, Importir 20fDaglulKpNIIMolibdate, dll) Terdaftar (IT) II84

    8 Bulldozer, Wheel Loader, Importir 2IDaglulKpNIIdB Terdaftar (IT) II849 Bahan baku plastik Cipta Niaga, 28/DagluIKpNII

    Me_g_aEltra II8410 Simplisia (bahan baku Irnportir 4 30 8fD ISKIV 1 84makanan) Terdaftar (IT)

    I S S N : 0 8 5 3 7 0 4 6 5 9

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    27/30

    P r a d i p t Y I J , D a m p a k K e b ij a Iw J . S e k t o r R i ll

    Lanjutan lampiran 2.11 Pestisida non subsidi Tidak Perlu Ijin KUM.

    OIIDAGLUIl177/841 9 8 6 Koinoditas Penerima Peraturan

    ...Lisensi1 Serat Kapas Cerat Bina MenperdagTekstil 70/Kp1IIl86Indonesia

    2 Bearing Importir MenperdagTerdaftar (IT) 78/K p/IIII86

    3 Serat Tyre Cord Importir MenperdagTerdaftar (IT) 79/K_Q_1III /86

    4 Kertas koran Importir MenperdagTerdaftar (IT) 80/Kp/ l lU86

    5 DOP (Dioctyl Phthalate) Mega Eltra Menperdag8I1Kp1III/86

    6 Polyester Cerat Bina MenperdagTekstil 82/KplIIV86Indonesia

    7 Rayon Viskosa Cerat Bina MenperdagTekstil 83/KplIIV86Indonesia

    8 Besi baja dan logam non Krakatau Steel, Menperdagbesi Tambang timah, 227/KpNIlIl86PTGiwang

    9 Zat warna reaktif Importir MenperdagTerdaftar (IT) 246/KpNIIU86

    10 Bearing Mega Eltra, 23IDAGLUlKplIIU86Kerta Niaga,Darma Niaga

    1 1 Serat Tyre Cord Darma Niaga, 24IDAGLU/KplI lU86Panea Niaga,Cipta Niaza12 Kertas koran Panea Niaga, 25IDAGLU/KplIIII86Inpres, DasarUtamaPers

    13 DOP Cipta Niaga, 26261DAGLU/Kp/ I IU86Panea Niaga,Darma Niaga

    14 Staple Polyester Cerat Bina 27/DAGLU/KplI l lJ86TekstilIndonesia

    15 Rayon Vikosa Cerat Bina 83/KplIIV86TekstilIndonesia

    6 0 KELOLANo.l1/V/1996

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    28/30

    Lanjutan lampiran 2.P r a d l p t y a , D am p ak K e b ij a k an S ek !o r Ri l l

    Aspex Paper, 35IDAGLU/Kp l I I I l 86Eureka Aba,Pakerin, PTPelita, PTSurabaya Mekabox

    16 Kertas Bekas

    1 7 Kimia1 8 Piston ring19 Alkyl Benzena20 Bahan Baku Plastik1987 .Komoditas .

    .,1 Polystyrene, PVC, Semen

    Importir 57IDAGLU/Kp l IV /86Terdaftar (IT)Importir 95IDAGLU/KpNII I86Terdaftar (IT)PTMega Eltra, 97IDAGLU/KpNII I86PT Danna NiazaPT Mega Eltra 98IDAGLUlKpNIII86.. Penerlma

    "" .''.. , : .j"isensi: :PTMega El tra Menperdag

    02IDAGLUIKplIl871989 Komoditas .Penerfma .. Lisensi1 Pelumas

    1990. .Komoditas . .jleneriina. Peraturan-' , c o ,I.. '...:.Lisensi .. '" ,... . :, ' '..

    IT

    Toyota AstraMotorKrama Yuda TigaBerlianStar MotorNational Motor, CoPantja MotorNasinonal AstraMotorAlun Indah MotorUnited imerMotorPantja MotorKrama Yuda TigaBerlian

    829K10041MPE/89_iSKB~

    131 /KPIV/80ruk ringan dan sedangSedang:a. Toyotab. Mitsubhisic. Mercedesd.Hinoe. Jsuzuf. Daihatsug.Barlieth.DieselRingan :a.Isuzub. Mitsubhisi

    lS S N : 0 8 5 3 - 7 04 6 61

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    29/30

    P r a d l p t y o , D a n l p a k K e b ij a k an S e k to r R I l lLanjutan lampiran 2.2 Truk dan Traktor jalan 255 /KPIXI90

    utk semi Trailera.Truk diesel < 5 ton Krakatau SteelTruk bensin < 5 ton PT Pantja Niaga,

    b.Truk diesel 5

  • 5/11/2018 Hubungan Bea Masuk Dan Kualitas Ekspor

    30/30

    P r l l l l l p t ) ' o , D a m p a k Kebij abn Sek to r Rll I

    Lanjutan lampiran 2.Industri pengolahan susu PT Persero Food

    Specialities Indonesia,Indomilk,Friesehe Vlag Indonesia,Foremost Indonesia,Ultra Jaya, Dava,Sari Husada, Mirota,Nutrieia Indonesia,Sugisindo

    d. Importir Terdaftar PT Persero Pantjasusujadi Niaga, Kerta Niaga

    e. Importir Terdaftar PT Cempaka Putihbawang putih Prim, CV Tri Budi

    Utama, PT Sarana HidupSejahtera

    f. Importir Terdaftar PT Mereu Buana,Cengkeh PTMega

    Sumber: Berbagai kebijakan pemerintah tahun 1980-1994.

    l S S N : 0 8 5 3 7 0 4 6 63