pengaruh tarif bea masuk, kurs dan volume impor

84
TESIS PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR TERHADAP PENERIMAAN BEA MASUK DI INDONESIA I MADE ARYANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Upload: ngokhue

Post on 31-Dec-2016

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

TESIS

PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR TERHADAP PENERIMAAN BEA MASUK

DI INDONESIA

I MADE ARYANA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 2: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan Pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan

UUD 1945, yaitu “Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial”. Telah disadari bahwa untuk merealisasikannya perlu diambil

usaha-usaha nyata yang tidak lain adalah pembangunan nasional yang menyangkut

semua aspek kehidupan masyarakat. Selanjutnya dirumuskan bahwa pembangunan

nasional itu merupakan rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan seluruh

kehidupan bangsa dan negara hal mana oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat

digariskan dalam GBHN untuk dilaksanakan oleh Pemerintah.

Dalam rangka melaksanakan tugas pembangunan tersebut, dengan

sendirinya pemerintah memerlukan dana yang cukup besar dan meningkat setiap

tahunnya sehingga semua sumber dana yang ada harus digerakkan dan sedapat

mungkin menggali potensi sumber-sumber dana baru baik dari dalam maupun luar

negeri. Kegiatan pembangunan yang beraneka ragam dan kompleks tersebut harus

dilakukan berdasarkan suatu rencana kerja yang lengkap disertai dengan rencana

keuangan atau rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan uang yang lebih

dikenal dengan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dalam APBN

1

Page 3: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

3

terkandung perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk

menutupi pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada

pemerintah.

Sejak tahun anggaran 2000, struktur dan format APBN diubah dari

bentuk scontro (T-account) menjadi bentuk stafel untuk menyesuaikan dengan

standar yang berlaku secara internasional sebagaimana digunakan dalam statistik

keuangan pemerintah (Government Financial Statistics) dimana pada point

Pendapatan Negara dan Hibah disusun sebagai berikut :

I.Penerimaan Dalam Negeri.

1.Penerimaan Perpajakan.

a.Pajak Dalam Negeri.

i.Pajak Penghasilan.

- Migas.

- Non Migas.

ii.Pajak Pertambahan Nilai.

iii.PBB dan BPHTB.

iv.Cukai.

v.Pajak lainnya.

b.Pajak Perdagangan Internasional.

i.Bea Masuk.

ii.Pajak Ekspor.

2.Penerimaan Negara Bukan Pajak.

II.Hibah.

Dari susunan tersebut di atas, nampak bahwa salah satu pos penerimaan

dalam negeri yang berasal dari perpajakan khususnya pajak perdagangan

Page 4: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

4

internasional adalah Bea Masuk yang pelaksanaan pengumpulannya dibebankan

kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu berupa penerimaan yang berasal

dari pembayaran bea masuk oleh para importir sehubungan dengan kegiatan

memasukkan barang-barang ke dalam daerah pabean.

Anggaran yang diperkirakan dengan akurat mutlak diperlukan dalam

setiap organisasi atau kegiatan, yaitu harus dapat memperkirakan berapa jumlah

yang akan diterima dengan mempertimbangkan faktor-faktor terkait yang

mempengaruhinya. Anggaran yang over estimate atas pos penerimaan di samping

menimbulkan frustasi, juga dapat berakibat pada macetnya penyelenggaraan

kegiatan dan untuk level APBN maka dapat mengakibatkan tersendatnya roda

pembangunan yang pada gilirannya memperlambat tercapainya tujuan

pembangunan nasional. Demikian pula sebaliknya, anggaran yang under estimate

atas pos penerimaan dapat mengakibatkan tidak optimalnya penggunaan potensi-

potensi sumber daya yang berarti pula terjadinya inefisiensi sehingga pencapaian

tujuan nasional menjadi lebih lambat.

Dengan penetapan anggaran yang tepat diharapkan dapat memberikan

motivasi dan gairah tantangan untuk memanfaatkan segenap potensi sumber daya

yang tersedia untuk mencapai pemenuhannya serta lebih menjamin lancarnya

penyelenggaraan pemerintahan sesuai yang telah dianggarkan. Dengan demikian

dapatlah dipahami bahwa penerimaan bea masuk merupakan bagian dari

keseluruhan penerimaan negara yang akan dialokasikan untuk membiayai

pembangunan. Target penerimaan bea masuk, sebagaimana target mata anggaran

lainnya seperti PPh, PPN dan Cukai selalu saja mengalami trend kenaikan secara

Page 5: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

5

proporsional terhadap perkembangan jumlah APBN sesuai tuntutan pembangunan

nasional.

Berdasarkan data target, realisasi, dan persentase tingkat pencapaian bea

masuk dapat dilihat dalam Tabel 1.1, sebagai berikut :

Tabel 1.1Target, Realisasi dan Persentase Pencapaian Target BM Indonesia

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2001-2010

Tahun Anggaran

Target(Juta Rupiah)

Realisasi(Juta Rupiah)

Pencapaian Target

2001 10.398.100,00 7.520.117,84 72,32%2002 11.839.200,00 10.399.133,00 87,84%2003 11.332.600,00 10.847.262,07 95,72%2004 11.837.600,00 12.444.003,76 105,12%2005 14.646.500,00 14.920.655,70 101,87%2006 13.583.300,00 12.141.649,38 89,39%2007 14.417.600,00 16.672.469,14 115,64%2008 15.820.900,00 22.761.308,14 143,87%2009 16.123.500,00 18.101.227,82 112,27%2010 15.106.813,00 19.956.186,15 132,10%

Sumber : Data Penerimaan Kantor Pusat DJBC, 2011

Dari perkembangan target dan realisasi penerimaan bea masuk tersebut

rata-rata realisasi penerimaan bea masuk adalah 105,61 persen yang artinya

pencapaian penerimaan bea masuk sesuai harapan dengan target yang ditetapkan,

akan tetapi tahun 2001, 2002, 2003 dan 2006 target tidak terpenuhi .

Di sisi lain pada bidang hubungan internasional, pada tingkat regional

ASEAN telah diupayakan beberapa kerjasama industri dan perdagangan dalam

bentuk skema-skema seperti AIP (ASEAN Industrial Project – Juni 1978) dan

skema AIJV (ASEAN Industrial Join Venture - Oktober 1983) yang pada tahun

1996 keduanya dilebur menjadi skema AICO (ASEAN Industrial Cooperation).

Page 6: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

6

Skema yang banyak terkait dengan masalah kepabeanan adalah ASEAN-PTA

(ASEAN Preferential Trading Arrangement – Februari 1977) dengan bentuk kerja

sama saling memberikan keringanan tarif bea masuk hingga 50% atas impor

barang-barang tertentu antar masing-masing negara anggota dengan harapan

terciptanya peningkatan perdagangan antar negara anggota ASEAN yang berhasil

dirumuskan pada Deklarasi Manila pada bulan Desember 1987. Namun demikian,

setelah beberapa tahun berjalan tidak juga tampak peningkatan angka statistik yang

signifikan, hal ini diperkirakan karena daftar barang yang diberikan

keringanan/penurunan bea masuk justru didominasi oleh produk yang tingkat

perdagangan regionalnya rendah atau tidak ada sama sekali sehingga terkesan

sekedar basa-basi dalam pergaulan regional saja.

Salah satu faktor yang ikut menentukan penerimaan bea masuk di

Indonesia adalah pengenaan pajak terhadap produk-produk impor. Peranan pajak

terhadap perekonomian sangat penting karena berdasarkan pasal 1 Undang–Undang

Nomor 28 Tahun 2007 bahwa Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma

hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk

mencapai kesejahteraan umum. Salah satu potensi pajak yang ditetapkan oleh

Pemerintah adalah pajak yang dibebankan kepada barang–barang impor yang masuk

ke Indonesia. Pengenaan tarif bea masuk bertujuan untuk meningkatkan daya saing

industry dalam negeri dan mendorong investasi. Dalam rangka meningkatkan daya

saing industri, pemerintah memberikan insentif bea masuk pada tahun 2008

berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM-DTP). Kebijakan ini berdasarkan

UU No. 16 tahun 2008 tentang APBN-P tahun 2008 Pasal 3 ayat (3) huruf a

Page 7: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

7

Penerimaan bea masuk yang ditanggung Pemerintah (DTP) sebagaimana

dimaksud diatas tersebut dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah

yang sama. Sementara untuk mendorong investasi dilakukan pembebasan atau

keringanan bea masuk yang dapat diberikan atas impor: (a) barang dan bahan

untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal;

(b) mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri; (c) barang dan bahan

dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu

tertentu.

Sekitar tahun 1990-an, para pejabat tinggi ASEAN meluncurkan gagasan

baru, yaitu mewujudkan suatu pasar bersama yang terintegrasi dan bebas hambatan

yang dinamakan AFTA (ASEAN Free Trade Area). Resminya skema kesepakatan

yang diberi judul “The Agreement on Common Effective Preferential Tariff (CEPT)

Scheme for the ASEAN Free Trade Area” ini dihasilkan dalam sidang ke-4 ASEAN

Summit di Singapura tanggal 28 Januari 1992 dan menyatakan kesepakatan bahwa

dengan menggunakan skema CEPT sebagai kesepakatan utama, yaitu program

penurunan tarif bea masuk untuk 15 kelompok produk secara bertahap antar negara

ASEAN hingga pada tahun 2008 kelak tarif bea masuk antar negara ASEAN

menjadi 0 sampai 5 persen saja. Pembatasan kuantitatif dan hambatan non tarif juga

dieliminasi hingga tercapainya status free trade area yang sudah mulai sejak tahun

2002.

Page 8: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

8

Tabel 1.2 Perkembangan Tarif Bea Masuk Indonesia Tahun 2001-2010

Tahun Tarif Bea Masuk Perkembangan % (%)

2001 2.81 -2002 3.89 38.432003 4.29 10.072004 3.41 -20.472005 3.04 -10.972006 2.71 -10.602007 2.41 -11.142008 2.12 -12.282009 2.54 20.102010 1.99 -21.60

Sumber: Data Penerimaan Kantor Pusat DJBC, 2011

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pengenaan tarif bea masuk

cenderung mengalami penurunan. Hal ini membuktikan bahwa program penurunan

tarif bea masuk untuk 15 kelompok produk secara bertahap antar negara ASEAN

telah berjalan dengan baik. Dengan menurunnya tarif bea masuk akan

mengakibatkan volume impor meningkat. Hal ini akan membawa pengaruh buruk

bagi perkembangan industri di Indonesia karena barang-barang hasil dalam negeri

akan kalah saing dengan produk impor yang harganya jauh lebih murah.

Di sisi lain, sebagaimana diketahui bahwa kondisi perekonomian

nasional sejak tahun 1997 yang lalu telah menurunkan kepercayaan semua pihak

terhadap perekonomian dari tingkat pelaku ekonomi internasional hingga

masyarakat di seluruh Indonesia. Nilai tukar mata uang Rupiah melemah secara

drastis, industri perbankan merosot tajam dengan dilikuidasinya beberapa bank

bermasalah dan transaksi perdagangan internasional macet yang salah satunya

Page 9: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

9

disebabkan karena pelaku ekonomi di luar negeri tidak mempercayai L/C (Letter of

Credit) yang diterbitkan oleh perbankan dan pelaku ekonomi di Indonesia. Nilai

tukar rupiah yang semula stabil dan dinamis ditetapkan menjadi mengambang

mengikuti harga pasar uang internasional sehingga setiap saat nilai tukar rupiah

selalu berubah-ubah sampai saat ini. Dalam kaitannya dengan proses penetapan

APBN, tentu saja hal ini turut mempersulit proses perencanaan penganggaran baik

penerimaan maupun pengeluaran belanja negara yang selalu menggunakan asumsi

patokan nilai mata uang Rupiah yang diperkirakan berlaku untuk satu tahun

anggaran, padahal jangankan dalam kurun waktu satu tahun, dalam kurun waktu

satu minggu saja sudah bisa terjadi perubahan nilai mata uang yang sangat tajam.

Tabel 1.3Perkembangan Nilai Kurs Dolar Tahun 2001-2010

Di Indonesia

Tahun Nilai Kurs Perkembangan Rp/$ (%)

2001 10,400 -2002 8,940 -14.042003 8,465 -5.312004 9,290 9.752005 9,830 5.812006 9,020 -8.242007 9,419 4.422008 10,950 16.252009 9,400 -14.162010 9,078 -3.42

Sumber : Data Penerimaan Kantor Pusat DJBC, 2011

Dalam data yang dikutip dari Bank Indonesia diambil nilai rata-rata kurs /

nilai tukar mata uang Rupiah terhadap US $ per tahunnya dimana seperi kita ketahui

bersama bahwa nilai tukar mata uang bersifat dinamis bisa berubah sewaktu-waktu

Page 10: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

10

setiap harinya sehingga untuk mempermudah diambil angka rata-rata per tahunnya

saja. Kurs Rupiah terhadap US $ dalam kurun waktu 2001 – 2010 relatif stabil

karena apresiasi maupun depresiasi mata uang Rupiah tidak terlalu jauh berbeda.

Hanya pada tahun 2001 dan 2008 yang mencapai angka Rp. 10.000,- per 1 US $.

Hal ini memberikan peluang bagi segala bidang sektor perekonomian termasuk

impor dimana jika nilai kurs meningkat maka nilai impor barang akan memiliki

kecenderungan menurun dan biaya produksi barang dalam negeri akan

menyesuaikan, sehingga penerimaan bea masuk akan menurun.

Mulai 1 Januari 2010 Indonesia harus membuka pasar dalam negeri

secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini

merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara

anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei

Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN China Free Trade

Agreement (ACFTA). Produk-produk impor dari ASEAN dan China akan lebih

mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan

penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga

tahun (Dewitari,dkk 2009). Sebaliknya, Indonesia juga memiliki kesempatan yang

sama untuk memasuki pasar dalam negri negara-negara ASEAN dan Cina.

Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai

kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai

ancaman. Dalam ACFTA, kesempatan atau ancaman (Jiwayana, 2010) ditunjukkan

bahwa bagi kalangan penerima, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan

banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, Indonesia akan memiliki pemasukan

Page 11: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

11

tambahan dari PPN produk-produk baru yang masuk ke Indonesia. Tambahan

pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan

jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk China yang masuk ke

Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah.

Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu

persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan

konsumen (penduduk/pedagang Indonesia).

Bila kalangan penerima memandang ACFTA sebagai kesempatan,

kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai

alasan. ACFTA, di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan

dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari

membanjirnya produk China yang ditakutkan dan memang sudah terbukti

memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan industri

mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam pemutusan

hubungan kerja (PHK).

Tekanan dari kalangan pengusaha industri agar pelaksanaan ACFTA

ditunda menandakan besarnya pengaruh negatif terhadap industri di Indonesia.

Sementara itu pemerintah tetap menjalankan kesepakatan dengan tetap mengkaji

dan mengevaluasi berbagai hal untuk dapat tetap meningkatkan daya saing

Indonesia antara lain terkait dengan prasarana, biaya ekonomi tinggi, biaya

transportasi, dan sektor makro lainnya. (Nova dan Kirana, 2010). Karena sekalipun

pemerintah menunda pelaksanaan ACFTA untuk waktu tertentu bagi produk-

produk tertentu, pada akhirnya perlindungan tersebut juga harus dihilangkan

Page 12: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

12

sesuai kesepakatan. Jika pemerintah melanggar kesepakatan dan melindungi

industri dalam negeri, konsumen dirugikan karena harus membayar produk

dengan harga lebih mahal dan perekonomian menjadi tak berkembang.

Tabel 1.4Perkembangan Volume Impor Indonesia Tahun 2001-2010

Tahun Volume Impor Perkembangan (Ton) (%)

2001 51,510,364.88 -2002 39,156,039.46 -23.982003 28,392,253.53 -27.492004 50,643,547.05 78.372005 113,860,097.54 124.832006 117,010,502.32 2.772007 120,822,391.60 3.262008 133,923,275.52 10.842009 125,724,693.80 -6.122010 146,122,786.15 16.22

Sumber: Data Penerimaan Kantor Pusat DJBC, 2011

Berdasarkan Tabel 1.4 terlihat bahwa volume impor dari tahun 2001 sampai

2003 mengalami penurunan. Namun dari tahun 2003 sampai dengan 2010

cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan volume impor barang ke Indonesia

di tahun 2010 disebabkan sebagai akibat dari penerapan ASEAN-China Free Trade

Agreement (AC-FTA).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, untuk usulan penelitian ini penulis memilih

judul “Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pencapaian Target Penerimaan

Bea Masuk Pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta”.

Page 13: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

13

1.2 Rumusan Masalah

Pencapaian target penerimaan pada sektor bea masuk yang merupakan salah

satu mata penerimaan dalam APBN mempunyai andil dalam keberhasilan

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di samping sebagai

salah satu tolok ukur terpenting dalam pengukuran kinerja (benchmarking)

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kapasitasnya sebagai pengumpul

keuangan negara. Realisasi penerimaan bea masuk diperkirakan berhubungan

dengan tarif bea masuk, nilai kurs rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat

dan volume impor.

Berangkat dari hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1.Apakah tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan

volume impor berpengaruh secara simultan terhadap realisasi penerimaan bea

masuk periode 2001 sampai dengan 2010?

2.Bagaimanakah pengaruh tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar

Amerika Serikat dan volume impor secara parsial terhadap realisasi penerimaan

bea masuk periode 2001 sampai dengan 2010?

3.Bagaimanakah tren penerimaan bea masuk untuk tahun 2011 dan 2012?

Page 14: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

14

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh tarif bea masuk, nilai kurs rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat dan volume impor secara simultan terhadap

realisasi penerimaan bea masuk periode 2001 sampai dengan 2010.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh tarif bea masuk, nilai kurs rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat dan volume impor secara parsial terhadap

realisasi penerimaan bea masuk periode 2001 sampai dengan 2010.

3. Untuk mengetahui tren penerimaan bea masuk untuk tahun 2011 dan 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain :

1. Penulis, untuk menambah pengetahuan tentang penelitian ilmiah yang

dibahas dalam bentuk laporan yang terstruktur secara sistematis dan

menambah wawasan mengenai beberapa hal berkaitan dengan pencapaian

target penerimaan bea masuk.

2. Pemerintah Republik Indonesia dan pihak terkait, untuk menjadi masukan

dan sumbangan pemikiran sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam

menetapkan Rancangan Undang-Undang, APBN dan kebijakan.

3. Peneliti lain, untuk menjadi sumber informasi dan referensi bagi penelitian

mengenai penerimaan bea masuk.

Page 15: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Keuangan Negara

Menurut kaidah tata bahasa Indonesia kata keuangan negara merupakan

bentuk kata majemuk yang berasal dari gabungan dua buah kata tunggal yang

memiliki arti sendiri-sendiri, yaitu kata keuangan dan negara. Kata keuangan sendiri

berasal dari kata dasar uang dan mendapat imbuhan ke- dan -an. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia kata uang memiliki arti :

“Alat penukar; standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah yang dikeluarkan oleh suatu pemerintah negara berupa kertas, emas, perak, dan logam lainnya yang dicetak dalam bentuk dan gambar tertentu”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997).

Sementara dalam teori moneter kata uang selalu dikaitkan dengan bank.

Dimana menurut Abdurrachman (2002) dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan

dan perdagangan menjelaskan bahwa, “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan

yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman,

mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat

penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan

lain-lain”.

Definisi bank menurut UU No. 14/1967 Pasal 1 tentang Pokok-Pokok

Perbankan adalah “lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan

jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”, dan pengertian bank

menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yaitu : bank adalah badan usaha

15

Page 16: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

16

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan

kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan kata keuangan memiliki arti :

“seluk beluk uang; segala urusan uang, atau keadaan uang” (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 1997).

Kata negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti :

“Suatu kesatuan sosial yang menempati suatu wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dalam lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat, sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya; organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997).

Sehingga dengan demikian keuangan negara merupakan segala sesuatu

yang berkaitan dengan keadaan uang dari suatu negara.

Keuangan negara sering disebut “public finance”. Istilah public atau

publik sering membingungkan dan bukanlah merupakan istilah yang pas. Dalam

literatur keuangan negara (public finance), istilah publik biasa diartikan pemerintah

(government). Dalam arti luas sebenarnya istilah publik tidak hanya

menggambarkan kegiatan pemerintah saja, namun menggambarkan pula utility

(yang menangani kebutuhan atau hajat hidup orang banyak) seperti perusahaan-

perusahaan kereta api, telepon, listrik, air minum dan lain sebagainya. Di luar negeri

perusahaan “utility” tidak selalu dimiliki pemerintah dan juga kegiatan

perhimpunan amal (charitable associations).

Menurut Arsjad (1992) keuangan negara adalah sebagai “government

finance” (keuangan pemerintah), yakni “menggambarkan segala kegiatan

Page 17: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

17

(pemerintah) di dalam mencari sumber-sumber dana (source of fund) untuk

mencapai tujuan-tujuan (pemerintah tertentu)”.

Jadi, keuangan negara mencerminkan kegiatan-kegiatan pemerintah,

sedangkan kegiatan pemerintah itu sendiri berada dalam sektor publik (public

sector), bukan berada dalam sektor swasta (private sector). Kegiatan-kegiatan yang

berada di sektor swasta dilakukan oleh individu-individu dan perusahaan-

perusahaan swasta. Kegiatan-kegiatan pemerintah di sektor publik menurut sifatnya

juga berbeda dari kegiatan-kegiatan di sektor swasta. Kegiatan pemerintah di sektor

publik banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang serba politis. Pemerintah

harus memperhatikan preferensi para pemilih (voters) yang memilih orang-orang

yang akan duduk di pemerintahan. Dengan demikian, negara-negara demokrasi

seperti Indonesia, harus memperhatikan hak-hak individu rakyatnya.

Kegiatan-kegiatan di sektor swasta banyak dipengaruhi oleh mekanisme

pasar di mana pasar merupakan organisasi berlangsungnya keputusan-keputusan

swasta. Kelemahan (mekanisme) pasar sebagai dasar keputusan kegiatan swasta

adalah tidak memperhatikan hak-hak individu. Mereka yang berhak menikmati

barang-barang dan jasa-jasa yang dijual di pasar adalah mereka yang memiliki

sejumlah uang (rupiah) yang cukup. Antara kegiatan di sektor publik dan di sektor

swasta terdapat suatu interaksi, bukanlah terpisah dan tertutup.

Selanjutnya menurut Arsjad (1992) yang menjadi kegiatan-kegiatan yang

dilakukan pemerintah di sektor publik adalah meliputi kegiatan-kegiatan (i)

transaksi-transaksi melalui anggaran (budgetary transaction) meliputi transaksi

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (ii) kegiatan-kegiatan perusahaan negara

Page 18: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

18

(public enterprises) milik pusat dan daerah, dan (iii) peraturan-peraturan pemerintah

(public regulation) yang dibuat pemerintah pusat dan daerah untuk mempengaruhi

kehidupan ekonomi, sosial dan politik masyarakat dalam suatu negara.

Untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah di sektor

publik maka pemerintah harus menyiapkan anggaran pendapatan dan belanja negara

. Pengeluaran negara merupakan sisi pertama dari anggaran pendapatan dan belanja

negara dan sisi lainnya yaitu perpajakan.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Pasal 23 ayat (1)

menyatakan bahwa:

“Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-

Undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah

menjalankan anggaran tahun yang lalu”.

Apabila kita teliti dengan seksama, maka ayat ini secara implisit

mengartikan keuangan negara sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

yang mengandung unsur periodik dalam penetapannya yakni setahun sekali.

Penetapan APBN mutlak terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPR. Sifat

mutlak ini dapat disimpulkan dari bunyi kalimat kedua pasal 23 ayat (1) UUD 1945

dimana Pemerintah tidak mungkin melaksanakan APBN tanpa persetujuan DPR.

Oleh karena itu khusus persetujuan RUU APBN oleh DPR, mempunyai makna

tersendiri, yakni bukan hanya sekedar consent, akan tetapi mempunyai hak dan

kewajiban dimana sanksi dapat diberlakukan yaitu Pemerintah berkewajiban

menjalankan anggaran tahun yang lalu, bilamana anggaran yang diusulkan oleh

Page 19: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

19

Pemerintah ditolak oleh DPR. Pengertian anggaran tahun lalu adalah anggaran yang

telah mendapatkan persetujuan DPR.

Dengan demikian bila kita berbicara mengenai keuangan negara maka

kita tidak akan lepas dari hal-hal yang berkaitan dengan sumber penerimaan dan

pengeluaran negara. Salah satu sumber penerimaan negara adalah berasal dari pajak

baik berupa pajak langsung maupun tidak langsung.

2.2 Pengertian Bea Masuk sebagai Penerimaan Pajak

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara dibutuhkan sumber-sumber penerimaan negara

yang berupa uang. Untuk mendapatkan uang selain dengan mencetak sendiri atau

meminjam, dalam zaman modern ini banyak cara yang dapat ditempuh oleh

Pemerintah, yaitu melalui pajak baik yang berupa pajak langsung maupun pajak

tidak langsung, retribusi, sumbangan, dan penghasilan negara lainnya seperti hasil-

hasil perusahaan negara dan daerah, hasil barang-barang milik pemerintah atau yang

dikuasai pemerintah, denda-denda dari perampasan untuk kepentingan umum, hak

waris atas harta peninggalan terlantar, hibah, wasiat, dan lain-lain. Salah satu

penerimaan pajak yang dalam pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai adalah bea masuk. Sebelum membahas secara rinci tentang

bea masuk, maka akan terlebih dahulu diulas mengenai pajak secara umum.

Page 20: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

20

2.2.1 Pajak Sebagai Penerimaan Negara

Banyak sekali definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, khususnya

ahli di bidang keuangan negara (public finance), ekonomi, maupun hukum.

Diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Adriani bahwa definisi pajak adalah

sebagai berikut:

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib

pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan

prestasi secara kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara

menjalankan pemerintahan.

Menurut Guritno, pengertian pajak adalah suatu pungutan yang

merupakan hak prerogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada Undang

Undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak untuk mana tidak ada

balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya.

Pajak bagi suatu negara pada prinsipnya mempunyai peran ganda, yaitu

fungsi fiskal (budgetair) dan fungsi mengatur (regurelend). Dari kedua fungsi

tersebut, kadang-kadang fungsi budgetair lebih menonjol dari pada fungsi

regurelend; misalnya pada pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun demikian

fungsi regulerend kadang-kadang sangat diutamakan seperti dalam pemungutan bea

masuk dan cukai. Penekanan mana yang diutamakan tergantung pada karakter dari

pajak itu, kondisi perekonomian negara, dan luasnya keterkaitan pajak tersebut

Page 21: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

21

dengan hal-hal lain. Dalam hal ini pemerintah mengadakan prioritas-prioritas sesuai

dengan tujuan jangka pendek, jangka panjang dan sasaran mikro dan makro.

2.2.2 Bea Masuk

Pengertian bea masuk berdasarkan Ensiklopedia Indonesia, diartikan

sebagai pajak yang dipungut atas barang-barang impor. Sedangkan pengertian bea

masuk berdasarkan Pasal 1 UU No. 17/2006 perubahan dari UU No. 10/1995

adalah “Pungutan negara berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan terhadap

barang yang diimpor”. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa

pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean

dan menetapkan saat barang tersebut wajib bea masuk. Jadi bea masuk merupakan

pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas barang-barang

yang memasuki daerah pabean.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 2/KMK.02/2001 mempunyai tugas merumuskan dan

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kepabeanan dan cukai

berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri dan perundang-undangan yang

berlaku. Salah satu fungsi utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai

pengumpul penerimaan yang merupakan pendapatan negara untuk membiayai

pembangunan nasional. Peranan fungsi ini berubah sesuai dengan perubahan situasi

perkonomian dan sosial negara. Pada saat ini dimana Indonesia dalam keadaan

krisis di segala bidang khususnya di bidang ekonomi,fungsi ini menjadi salah satu

prioritas yang harus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Page 22: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

22

Penerimaan yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa bea

masuk yang merupakan pajak atas perdagangan internasional dan cukai yang

merupakan pajak spesifik terhadap barang-barang tertentu.

2.3 Prosedur Kepabeanan di Bidang Impor

Barang-barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia

(diimpor), wajib memenuhi ketentuan pabean dan menjadi subjek bagi pemeriksaan

pabean (penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik). Kompleksitas sistem dan

prosedur pemenuhan kewajiban pabean termasuk pelaksanaan pemeriksaan pabean,

dimasa lalu, telah menyebabkan terhambatnya kelancaran arus barang dan

menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2006 perubahan dari Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995

tentang Kepabeanan, sistem dan prosedur pemenuhan kewajiban pabean tersebut

telah disempurnakan dan disederhanakan sehingga dapat mengatasi terhambatnya

kelancaran arus barang dan menurunnya biaya dalam proses pengeluaran barang

impor. Diantara karakteristik yang menonjol dalam sistem dan prosedur yang secara

efektif diberlakukan sejak tanggal 1 April 1997 dan terakhir disempurnakan dengan

KEP-07/BC/2003 adalah sebagai berikut :

a. Penerapan konsep self assessment yang memberikan kepercayaan penuh

pada imporir untuk memberitahukan barang impor melalui dokumen

Pemberitahuan Impor Barang dan menghitung serta membayar sendiri bea

masuk dan pajak-pajak dalam rangka impor;

Page 23: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

23

b. Penggunaan teknologi komunikasi dan komputer dalam proses pengiriman

dokumen dan penelitian dokumen Pemberitahuan Impor Barang;

c. Prenotification yaitu prosedur yang memungkinkan importir untuk

memberitahukan impornya meskipun kapal yang mengangkut barang impor

yang bersangkutan belum tiba di pelabuhan;

d. Preentry classification yaitu penetapan tarif oleh pejabat bea cukai sebelum

dokumen Pemberitahuan Impor Barang diajukan atau sebelum kedatangan

kapal yang membawa impor yang bersangkutan;

e. Penyederhanaan tata cara penelitian dokumen PIB (Pemberitahuan Impor

Barang) dan penyederhanaan penelitian terhadap substansi yang diperlukan

dalam rangka pengeluaran barang;

f. Pemeriksaan selektif terhadap fisik barang berdasarkan konsep risk

management. Pemeriksaan fisik terhadap barang impor hanya dilakukann

terhadap importasi beresiko tinggi dan random sampling yang ditentukan

secara acak oleh komputer;

g. Penerapan harga transaksi, atau harga yang sebenarnya dibayar oleh pembeli

kepada penjual, sebagai harga yang digunakan sebagai dasar dalam

penghitungan bea masuk dan pajak-pajak lainnya dalam rangka impor;

h. Deffered/Periodic payment adalah kemudahan bagi importir produsen untuk

secara periodik (tidak setiap importasi) melakukan pembayaran bea masuk

dan pajak-pajak lainnya dalam rangka impor;

Page 24: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

24

i. Pelayanan segera adalah kemudahan pengeluaran barang terlebih dahulu yang

diberikan untuk barang-barang yang sifatnya urgent dengan hanya

menggunakan dokumen pelengkap pabean disertai jaminan;

j. Pemerikaan phisik barang di gudang importir diberikan dalam rangka

percepatan pengeluaran barang dari pelabuhan dan mengurangi biaya yang

keluarkan oleh importir.

2.3 Penetapan Nilai Pabean

Dewasa ini dikenal ada tiga jenis sistem penetapan nilai pabean untuk

penghitungan Bea Masuk, dua diantaranya berasal dari konvensi internasional, yaitu

Brussels Definition of Value (BDV), yang mengatur bahwa nilai pabean

berdasarkan harga normal/harga patokan yang terjadi di pasaran bebas antara

penjual dan pembeli yang saling tidak berhubungan dan WTO/GATT Valuation

Agreement, yang mengatur bahwa nilai pabean adalah nilai transaksi barang impor

yang bersangkutan serta Sistem Nasional yang ketentuannya diserahkan masing-

masing negara yang menerapkannya. Ketiga sistem penetapan nilai pabean di atas

dewasa ini masih diterapkan. Namun setelah ditanda tanganinya Final Act Uruguay

Round yang mengesahkan pembentukan WTO pada tanggal 15 April 1994 di

Maroko oleh 125 negara, sejak tanggal 1 Januari 2000, semua negara anggota WTO

telah melaksanakannya dalam sistem penetapan nilai pabean mereka.

Berdasarkan ketentuan WTO Valuation Agreement, negara berkembang

dapat menunda pelaksanaan Agreement tersebut paling lama lima tahun sejak

tanggal pemberlakuan WTO (1 Januari 1995). Dengan adanya kelonggaran ini,

Page 25: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

25

Indonesia sebenarnya dapat menerapkan ketentuan Agreement tersebut pada tahun

2000, tetapi berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 perubahan dari

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang mengakomodir

prinsip-prinsip WTO Valuation Agreement, Indonesia telah menerapkan sistem

penetapan nilai pabean ini sejak 1 April 1997. Untuk memberlakukan prinsip-

prinsip WTO Valuation Agreement sesuai Undang Undang Kepabeanan, Pemerintah

dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, telah melakukan berbagai kegiatan

yang meliputi penyusunan perangkat hukum, perubahan struktur organisasi,

penyusunan sistem dan prosedur serta sistem komputerisasi, pelatihan baik kepada

pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun dunia usaha.

Secara garis besar Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 perubahan dari Undang-

Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan mengatur bahwa penetapan

nilai pabean barang impor untuk penghitungan Bea Masuk menggunakan enam

metode yang diterapkan sesuai hirarki penggunaannya, yaitu:

a. Metode I, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi dari barang impor

yang bersangkutan. Nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya atau yang

seharusnya dibayar dari barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean

yang ditambah dengan biaya tertentu, sepanjang biaya tertentu tersebut belum

termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar. Yang

dimaksud dengan harga yang sebenarnya adalah harga barang impor yang pada

waktu importasinya telah dilunasi (actually paid), sedangkan yang dimaksud

dengan harga yang seharusnya dibayar adalah harga barang impor yang pada

waktu importasinya belum dilunasi (payable) atau dibeli secara kredit;

Page 26: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

26

b. Metode II, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang identik;

c. Metode III, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang serupa;

d. Metode IV, nilai pabean ditetapkan berdasarkan metode deduksi, yaitu harga

transaksi dalam negeri dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sejak

barang tiba di daerah pabean;

e. Metode V, nilai pabean ditetapkan berdasarkan metode komputasi, yaitu dengan

cara menghitung biaya produksi dan biaya-biaya lainnya sampai barang tiba di

daerah pabean Indonesia;

f. Metode VI, nilai pabean ditetapkan berdasarkan data yang tersedia di Daerah

Pabean secara fleksibel.

Diantara keenam metode penetapan nilai pabean, maka metode

pertamalah yang paling sering digunakan, karena sebagian besar barang impor

berasal dari transaksi jual-beli. Penghitungan nilai pabean berdasarkan Metode I

juga sangat mudah dilakukan karena didasarkan pada masing-masing kondisi

transaksi jual-beli barang impor yang bersangkutan.

Dalam menetapkan nilai pabean, disamping mengikuti metode penetapan tersebut

diatas, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. fair, nilai pabean harus ditetapkan secara adil dan transparan,

2. unifrom, nilai pabean ditetapkan berdasarkan enam metode yang diterapkan

secara seragam di seluruh Indonesia dengan memperhatikan hirarki

penggunaannya,

3. neutral, nilai pabean ditetapkan tanpa memperhatikan kepentingan tertentu,

misalnya kepentingan politis atau ekonomi,

Page 27: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

27

4. nilai pabean tidak diizinkan ditetapkan secara fiktif atau sewenang-wenang.

5. dasar penetapan nilai pabean sedapat mungkin adalah berdasarkan nilai

transaksi barang impor yang bersangkutan nilai pabean harus ditetapkan

berdasarkan kriteria yang sederhana dan konsisten dengan praktik perdagangan

yang terjadi,

6. nilai pabean tidak diizinkan digunakan untuk mengatasi dumping.

Adanya prinsip-prinsip yang perlu ditaati oleh setiap Pejabat Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai pada waktu menetapkan nilai pabean menandakan bahwa

penetapan nilai pabean yang mengadopsi ketentuan WTO Valuation Agreement

sejauh mungkin mencerminkan realitas perdagangan, dilakukan dengan fair dan

trasnparan serta tidak dilakukan dengan cara sewenang-wenang atau fiktif .

Dengan diberlakukannya satu sistem penetapan nilai pabean yang seragam dalam

prinsip dan metode oleh semua negara anggota WTO diharapkan dapat lebih

memperlancar arus barang dan dokumen yang selanjutnya berdampak positif

terhadap perkembangan perdagangan internasional.

2.5 Hubungan Tarif Bea Masuk dengan Penerimaan Bea Masuk

Seperti diketahui bahwa pengenaan tarif bea masuk yang ditetapkan Pemerintah

sangat mempengaruhi besar kecilnya penerimaan Negara khususnya penerimaan

bea masuk. Semakin tinggi tarif bea masuk yang ditetapkan maka penerimaan bea

masuk akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tarif bea masuk

maka penerimaan Negara khususnya bea masuk akan turun. Hal ini dapat

Page 28: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

28

disimpulkan bahwa antara tarif bea masuk dan penerimaan bea masuk memiliki

hubungan yang positif.

2.6 Penetapan Kurs

Valas atau foreign exchange (forex) atau foreign currency

diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang

digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan

internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi

pada Bank Sentral atau Bank Indonesia. Nopirin (1987) mendefinisikan kurs

valuta asing adalah perbandingan atau harga antara dua mata uang.

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan

kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut

sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan

kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang

lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri

maju, seperti USD, JPY, DEM, GBP, FRF, AUD, dan SFR.

Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang

digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya

relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai

terhadap mata uang lainnya. Soft currency ini pada umumnya berasal dari

negara-negara yang sedang berkembang, seperti Rupiah - Indonesia, Peso -

Filipina, Bath - Thailand, dan Rupee - India.

Page 29: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

29

Sebagaimana halnya dengan perdagangan barang dan jasa di pasar

barang, mata uang dapat juga diperdagangkan karena ada permintaan dan

penawaran terhadap mata uang di pasar uang. Dan sebetulnya perdagangan valuta

asing terjadi sebagai akibat dari aktivitas penjualan dan pembelian barang dan jasa

di pasar barang, kegiatan investasi antar negara, dan lalu lintas mata uang antar

negara.

Perubahan permintaan dan penawaran terhadap valuta asing

mempengaruhi harga atau kurs valuta asing. Mata uang tiap-tiap negara yang

tercatat di bank sentral dan terkumpul di bank sentral maupun terkumpul di bank-

bank pelaksana, merupakan stock valuta asing (devisa) bagi suatu negara. Stock

devisa tersebut terbentuk karena adanya transaksi ekonomi antar negara.

Para peserta dalam pasar valuta asing terdiri dari Bank Sentral, Pedagang

Valuta Asing atau Money Changer, Bank-Bank selain Bank Indonesia, Eksportir,

Importir dan mungkin juga termasuk rumah tangga-rumah tangga karena mereka

melakukan kegiatan spekulasi valuta asing. Dalam hal pemerintah membiarkan

kurs valuta asing berubah-ubah atau tidak akan sangat tergantung dari sistem kurs

yang ditetapkan oleh negara yang bersangkutan, misalnya ditetapkan sistem kurs

yang berubah-ubah, sistem kurs yang perubahannya sedikit atau kecil atau sistem

kurs tetap.

Harga (kurs) mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya

pada saat tertentu dan pada saat tersebut juga dilakukan transaksi perdagangan

barang dan jasa antar negara, saat dilakukan realisasi investasi antar negara dan saat

terjadi lalu lintas uang antar negara, disebut Kurs Spot. Kurs Spot dapat dibaca pada

Page 30: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

30

suatu pengumuman di papan pengumuman yang dibuat oleh peserta pasar valuta

asing, seperti yang dibuat oleh bank-bank dan oleh money changer.

Berdasarkan perkembangan sistem moneter internasional sejak

berlakunya Bretton Woods System pada tahun 1947, pada umumnya dikenal dua

macam sistem penepatan kurs valas atau forex rate berikut : (Hamdy, 2001)

1) Sistem kurs mengambang atau berubah (floating exchange rate) system)

Pasar valuta asing yang tidak dicampuri oleh pemerintah sehingga

kekuatan permintaan dan penawaran terhadap valuta asing di pasar

valuta asing berinteraksi secara bebas. Perubahan kurs valuta asing

dalam pasar yang demikian tergantung beberapa faktor seperti terlihat

pada bagan berikut.

Gambar 2.1Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kurs Valuta Asing

Kegiatan Ekonomi

Perubahan ekspor, Perubahan impor,

Perubahan aliran modal, sistem kurs Valuta Asing

Kebijaksanaan Pemerintah

Kurs Valuta Asing

Faktor psikologis

Pendapatan Harga dan

Tingkat Bunga

Pasar Valuta Asing, Perubahan permintaan

dan penawaran terhadap Valuta Asing

Page 31: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

31

Tinggi rendahnya kurs valuta asing, merupakan cermin atau tanda kuat

lemahnya mata uang suatu negara dibanding dengan mata uang negara lain

dalam transaksi ekonomi antar negara.

2) Sistem kurs tetap atau stabil (fixed exchange rate system).

Umumnya kurs tetap dilaksanakan dengan menetapkan suatu standar tertentu

seperti dengan standar harga emas dan juga melalui pengawasan jumlah devisa.

Yang dimaksud dengan standar tertentu (misalnya standar emas) adalah

penetapan nilai mata uang domestik atau mata uang sendiri maupun uang

negara lain dengan seberat emas tertentu.Oleh karena itu diperlukan syarat

bahwa setiap mata uang dijamin dengan seberat emas tertentu, setiap orang

boleh membuat atau melebur uang emasnya dan pemerintah sanggup membeli

atau menjual emas dalam jumlah yang tidak terbatas pada harga tertentu.

Untuk saat ini Indonesia menggunakan sistem kurs mengambang atau

berubah-ubah dan untuk kurs penghitungan pemungutan pajak, pemerintah

melalui Departemen Keuangan menerbitkan kurs setiap hari Senin dan berlaku

seminggu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI.

Menurut Winarno (2006) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan

pedoman untuk menentukan sistem kurs, yaitu sebagai berikut.

1) Besarnya perekonomian dan tingkat keterbukaan.

Pada struktur ekonomi sebuah negara, perdagangan internasional merupakan

bagan terbesar dalam konfigurasi PDB, gejolak kurs mata uang bisa

merepotkan. Hal itu disebabkan oleh potensi pengaruh yang bisa mengena

berbagai sektor perekonomian.

Page 32: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

32

2) Tingkat inflasi.

Jika inflasi suatu negara lebih besar daripada nilai inflasi mitra dagangnya,

sistem kurs fleksibel lebih mudah untuk menyesuaikan ketika terjadi penurunan

daya saing.

3) Sifat peraturan perburuhan.

Apakah kaku atau fleksibel lebih mudah dilakukan adaptasi agar mampu

berdaya saing.

4) Tingkat kemajuan pasar uang.

Di negara berkembang dengan pasar uang yang belum terlalu maju, sistem kurs

bebas kurang cocok, karena volume perdagangan uang yang kecil dapat

menimbulkan gejolak yang cukup besar.

5) Kredibilitas otoritas moneter.

Bila otoritas moneter dianggap kurang memiliki kredibilitas, sistem kurs bebas

mengakibatkan lonjakan kurs yang tinggi.

6) Mobilitas modal.

Di negara yang lalu lintas modalnya tidak memiliki mekanisme pembatasan

akan sulit mempertahankan sistem kurs tetap.

2.7 Hubungan Kurs dengan Penerimaan Bea Masuk

Teori permintaan menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara permintaan

dengan harga. Bahkan semakin tinggi harga komoditas maka semakin rendah

kuantitas permintaan terhadap komoditas tersebut. Demikian sebaliknya semakin

rendah harga komoditas akan dapat meningkatkan permintaan terhadap komoditas

Page 33: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

33

tersebut dengan asumsi ceteris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak

mengalami perubahan). Harga yang dimaksud adalah kurs valas sedangkan

permintaannya adalah impor dari negara yang bersangkutan. Jika kurs valas

meningkat maka impor cenderung menurun, sebaliknya jika kurs valas menurun

maka impor akan meningkat (Sukirno, 1997). Dengan meningkatnya impor maka

penerimaan bea masuk pun akan meningkat. Jadi kurs valuta asing mempunyai

hubungan yang berlawanan arah atau negatif dengan penerimaan bea masuk.

2.8 Volume Impor

Menurut Boediono (1993) perdagangan diartikan sebagai proses tukar

menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak.

Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi

pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian

menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya

pertukaran atau perdagangan timbul karena kedua belah pihak melihat adanya

manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut

(gains from trade).

Tambunan (2001), mendefinisikan perdagangan internasional sebagai

perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor.

Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang

(fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya

transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga dan remittance seperti

gaji tenaga kerja serta fee atau royalty teknologi (lisensi).

Page 34: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

34

Nopirin (1996) menyatakan perdagangan internasional antar dua negara

akan timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan

permintaan bisa disebabkan oleh jumlah dan jenis kebutuhan, jumlah pendapatan,

kebudayaan, selera, dan sebagainya. Dari segi penawaran, disebabkan oleh

perbedaan faktor produksi baik kualitas, kuantitas, maupun dalam hal komposisi

faktor produksi tersebut. Perbedaan faktor produksi akan membedakan tingkat

produktivitas tiap negara. Faktor harga juga menentukan adanya perbedaan harga

komparatif antar negara yang menyebabkan timbulnya arus perdagangan

internasional.

Jadi, perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai

suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa

yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan

tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga.

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

perekonomian suatu negara. Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang

tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa

setiap negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri secara efektif tanpa

bantuan negara lainnya. Perdagangan luar negeri memiliki dampak yang luas

terhadap perekonomian suatu negara terutama di negara berkembang dengan

pendapatan yang rendah yang tidak memungkinkan untuk melakukan akumulasi

tabungan dan modal. Perdagangan luar negeri memberikan harapan bagi negara

untuk bisa menutupi kekurangan tabungan domestik yang diperlukan bagi

pembentukkan modal dalam rangka meningkatkan produktivitas

Page 35: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

35

perekonomiannya. Impor adalah kegiatan perdagangan dari luar negeri ke dalam

negeri melalui mekanisme yang hampir sama dengan ekspor, namun dengan

beberapa aturan tambahan yang berisi pembatasan-pembatasan yang bertujuan

untuk melindungi produsen di dalam negeri (Tambunan, 2001).

Dalam bukunya (Murni, 2006) menyatakan bahwa kegiatan ekspor dan impor

mempengaruhi agregat demand (AD) yaitu pengeluaran secara keseluruhan yang

berhubungan langsung dengan pendapatan nasional. Jika ekspor lebih besar dari

impor maka neraca perdagangan akan surplus dan meningkatkan pendapatan

nasional. Jika ekspor lebih kecil dari impor maka neraca perdagangan akan defisit

dan akan mengurangi pendapatan nasional.

Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut golongan

penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu sebagai

berikut.

1) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum

dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan

yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan

dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat

angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta

barang tidak tahan lama.

2) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan

minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan baker dan pelumas,

serta suku cadang dan perlengkapan.

Page 36: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

36

3) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil

penumpang dan alat angkut untuk industri.

2.9 Hubungan Volume Impor dengan Penerimaan Bea Masuk

Volume impor memiliki hubungan yang positif dengan penerimaan bea

masuk. Apabila volume impor meningkat maka penerimaan bea masuk juga akan

meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila volume impor mengalami penurunan

maka penerimaan bea masuk pun akan turun.

2.10 Penelitian Sebelumnya

1. Penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

penerimaan bea masuk sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Untuk mendukung penelitian ini sebuah hasil penelitian oleh Anton (2003)

dijadikan referensi dengan judul : “Pengaruh Harga Rata-rata Barang Impor,

Kurs Rupiah, Tarif BM dan Volume Impor Terhadap Penerimaan Bea Masuk

Indonesia dari tahun 2002-2003”. Variabel penelitian yang digunakan meliputi

Harga Rata-rata barang impor, Kurs Rupiah, tarif BM dan Volume Impor.

Teknik analisis digunakan regresi berganda, dimana hasil penelitiannya dapat

disimpulkan sebagai berikut. Realisasi penerimaan bea masuk dipengaruhi

antara lain oleh Harga Rata-rata barang impor, Kurs Rupiah, tarif BM dan

Volume Impor. Tingkat tarif rata-rata bea masuk setiap bulan ternyata tidak

selalu mengalami trend penurunan meskipun pemerintah menerapkan CEPT

dalam konteks AFTA karena besaran tersebut bergantung pada pola

pengimporan barang berdasarkan klasifikasi jenis barang yang diimpor apakah

Page 37: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

37

termasuk kategori bahan baku/barang antara yang dibebani tarif rendah ataukah

termasuk kategori barang jadi dan konsumsi yang bertarif sedang dan tinggi.

Penerimaan Bea Masuk ternyata tidak dipengaruhi secara signifikan oleh harga

rata-rata impor dan fluktuasi nilai kurs.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Eddy Wahyudi, Bunasor Sanim, Hermanto

Siregar, Nunung Nuryartono (2008) yang berjudul “Dampak Fluktuasi

Ekonomi terhadap Penerimaan Pajak di Indonesia”. Teknik analisis yang

digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM) dengan

menggunakan data bulanan dari Bulan Januari 1993 sampai Desember 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 (dua belas) variabel yang

digunakan yaitu konsumsi minyak, harga minyak dan gas, inflasi US, inflasi

Indonesia, suku bunga luar negeri (SIBOR), nilai tukar rupiah, WPI/PPI, nilai

ekspor-impor, jumlah uang beredar, suku bunga dalam negeri, GDP, dan

tingkat hunian hotel, terdapat 3 (tiga) variabel yang memberikan gejolak

signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia, yaitu tingkat hunian hotel,

jumlah uang beredar, dan konsumsi minyak. Hal ini disebabkan karena

peningkatan tingkat hunian hotel merupakan indikasi awal bahwa telah terjadi

peningkatan aktivitas bisnis. Dimana peningkatan aktivitas bisnis akan

berdampak pada siklus bisnis dan peningkatan penerimaan pajak dari berbagai

sektor. Sementara, perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan PDB

mengalami penurunan. Turunnya PDB disebabkan oleh nilai tukar yang

terdepresiasi ketika terjadi guncangan. Perubahan konsumsi minyak akan

berdampak sangat signifikan pada peningkatan penerimaan pajak.

Page 38: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

38

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Besaran bea masuk sebagai salah satu mata anggaran penerimaan negara,

secara mikro jika dilihat dalam setiap transaksi impor barang maka dipengaruhi oleh

beberapa elemen, yaitu antara lain harga transaksi atas barang yang diperdagangkan

disebut CIF (Cost, Insurrance and Freight), nilai kurs mata uang yang digunakan

dalam transaksi dan besarnya tarif bea masuk yang dibebankan sesuai

pengklasifikasian barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia atau lebih dikenal

sebagai HS (Harmonized System). Dengan demikian fungsi antar elemen-elemen

tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

Bea Masuk = Tarif BM x Kurs x CIF

Jika ditinjau secara makro, maka agregat penerimaan bea masuk di seluruh

Indonesia dalam kurun waktu tertentu dapat dirumuskan dengan menambah elemen

volume impor sebagai berikut :

Σ Bea Masuk = Tarif BM x Kurs x CIF x Volume Impor

dimana besaran tarif bea masuk, kurs dan volume impor merupakan besaran rata-

rata dalam kurun waktu yang sama. Dengan demikian diperkirakan bahwa tarif bea

masuk, kurs dan volume impor mempunyai pengaruh terhadap penerimaan bea

masuk.

Page 39: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

39

Dari uraian tersebut di atas maka akan diteliti pengaruh antara tarif bea

masuk, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume impor dalam

dimensi devisa bayar maupun tonagenya seperti terlihat pada Gambar 3.1, 3.2 dan

Gambar 3.3.

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Pengaruh Simultan

Pengaruh Parsial

3.2 Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut pada latar belakang masalah dan kerangka pemikiran,

maka penulis mencoba mengajukan hipotesis sebagai berikut.

1. Tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan volume

impor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan bea

masuk.

X1 = tarif BM

X2 = kurs rupiah

X3 = volume impor

Y = Realisasi Target Penerimaan Bea Masuk

Page 40: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

40

2. Tarif bea masuk dan volume impor secara parsial berpengaruh positif dan

signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk dan nilai kurs rupiah secara

parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap realisasi penerimaan bea

masuk.

Page 41: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

41

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk

mendapatkan data yang berkaitan dengan penerimaan bea masuk, tarif bea masuk

dan volume impor, sedangkan data mengenai kurs rupiah yang dijadikan sebagai

Nilai Dasar Pengenaan Bea Masuk diperoleh dari website DJBC

(http://www.beacukai.go.id). Waktu penelitian adalah bulan Juni sampai Juli 2011.

4.2 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini berkaitan dengan pencapaian/realisasi target

penerimaan negara dari sektor bea masuk yang merupakan salah satu mata

anggaran penerimaan negara yang seringkali pula dianggap sebagai salah satu

tolok ukur utama dari kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

4.3 Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu

variabel terikat dan tiga variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah realisasi penerimaan bea masuk yang dinotasikan sebagai (Y) yang

merupakan jumlah penerimaan bea masuk dalam kurun waktu satu bulan.

Variabel bebas dalam penelitian ini ada tiga buah, yaitu sebagai berikut.

a. Tarif Bea Masuk (X1) merupakan persentase dari harga pabean sebagai dasar

pengenaan bea masuk. Untuk setiap jenis klasifikasi barang dikenakan

41

Page 42: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

42

persentase tarif tertentu yang bervariasi dari 0 % sampai 200%. Tingkat

persentase tarif secara agregat dalam kurun waktu satu bulan dinyatakan dalam

flat rate tariff karena volume dan harga setiap jenis/barang tidak merata.

b. Kurs (X2) yang merupakan Nilai Dasar Pengenaan Bea Masuk (NDPBM) yaitu

nilai kurs USD atas IDR yang ditetapkan setiap minggu berdasarkan Keputusan

Menteri Keuangan untuk menetapkan pengenaan bea masuk sebagai faktor

pengalihan dari CIF (dalam USD) menjadi Harga Pabean (dalam rupiah).

c. Volume Impor (X3) merupakan jumlah kegiatan impor yang dinyatakan dalam

jumlah tonage barang impor selama satu bulan. Volume impor dapat pula

dinyatakan dalam jumlah devisa bayar selama satu bulan.

4.4 Definisi Operasional

Penelitian ini memerlukan pembatasan atas definisi variabel yang digunakan

agar tidak menjadi perluasan masalah. Adapun variabel penelitian yang akan

dirumuskan adalah sebagai berikut.

4.4.1 Penerimaan Bea Masuk

Penerimanan Bea Masuk adalah salah satu mata anggaran pendapatan negara yang

awalnya ditargetkan pada APBN. Target penerimaan bea masuk merupakan jumlah

yang diperkirakan dan atau diharuskan diterima oleh negara sebagai salah satu mata

anggaran pendapatan yang dimuat dalam UU APBN. Tercapainya target pendapatan

dalam APBN harus benar-benar dapat direalisasikan karena berjalannya roda

pemerintahan membutuhkan dana paling tidak sebesar yang telah dianggarkan

dalam anggaran belanja dan hal itu akan sangat bergantung pada pendanaan yang

Page 43: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

43

berasal dari mata anggaran pendapatan sehingga jika mata anggaran pendapatan

tidak terealisasi sepenuhnya akan mengakibatkan sebagian kegiatan yang telah

dianggarkan tidak jadi terlaksana karena ketidaktersediaan dana yang pada

gilirannya menghadapkan pemerintah pada posisi pertanggungjawaban kegiatan dan

keuangan yang sulit.

Pencapaian target penerimaan juga dijadikan tolok ukur utama dalam mengukur

kinerja DJBC selama ini, jika realisasi penerimaan mencapai atau bahkan

melampaui target yang telah ditetapkan maka DJBC dianggap telah berhasil

menjalankan tugasnya.

4.4.2 Tarif Bea Masuk.

Tarif bea masuk merupakan salah satu komponen yang menentukan besarnya

pungutan bea masuk atas barang yang diimpor. Dalam perkembangannya, tarif bea

masuk selalu diupayakan untuk diturunkan serendah mungkin sesuai ketentuan yang

telah disetujui dalam perjanjian-perjanjian kepabeanan internasional seperti APEC

dan AFTA sementara target penerimaan bea masuk yang disetujui dan ditetapkan

dalam APBN menunjukkan trend yang selalu meningkat. Secara mikro, setiap

transaksi impor akan menghasilkan penerimaan negara sebesar persentase tarif bea

masuk dari nilai barang impor (dalam rupiah). Untuk barang-barang yang berupa

bahan baku, barang antara dan barang modal pada umumnya dikenakan tarif yang

rendah karena pengimporan barang tersebut dianggap sebagai impor yang produktif

dimana barang-barang impor tersebut akan diolah di dalam negeri untuk

mendapatkan nilai tambah sedangkan atas barang jadi umumnya dikenakan tarif

sedang sampai tinggi karena dianggap bersifat konsumtif dan khusus untuk barang

Page 44: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

44

mewah dikenakan tarif sangat tinggi. Dengan demikian apabila masyarakat

Indonesia bersikap konsumtif akan mengakibatkan penerimaan bea masuk

cenderung tinggi disamping memboroskan devisa dan sebaliknya apabila

masyarakat Indonesia mencintai produk dalam negeri dan bersikap produktif maka

penerimaan bea masuk cenderung turun dan sebagai kompensasinya maka

penerimaan negara di bidang perpajakan akan meningkat, yaitu pajak yang berasal

dari pertambahan nilai barang di dalam negeri dan pajak penghasilan akibat

pertumbuhan ekonomi disamping membaiknya kondisi neraca pembayaran ke arah

yang lebih menguntungkan.

4.4.3 Penetapan Kurs

Kurs yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan setiap minggu sebagai Nilai Dasar Pengenaan Bea Masuk (NDPBM).

Kurs ini merupakan salah satu elemen dalam menentukan besarnya bea masuk yang

harus dipungut dalam setiap transaksi pengimporan barang. Secara teoritis makro,

fluktuasi nilai rupiah yang terjadi seharusnya mempengaruhi demand atas barang

impor karena kurs secara langsung mempengaruhi nilai/harga barang impor yang

menggunakan pembayaran dengan mata uang asing halmana berdasarkan hukum

permintaan dan penawaran, semakin tinggi nilai barang maka permintaan atas

barang akan semakin berkurang, artinya volume impor akan berkurang dan

demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini kurs tidak saja mempengaruhi volume

impor tetapi juga secara langsung mempengaruhi besarnya pungutan bea masuk

karena dasar penetapan bea masuk adalah harga pabean dalam mata uang rupiah

Page 45: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

45

sehingga harga barang impor dalam mata uang lain harus dikonversikan kedalam

rupiah berdasarkan NDPBM.

4.4.4 Volume Impor

Volume impor merupakan agregat transaksi impor barang yang secara langsung

mempengaruhi besarnya penerimaan bea masuk, namun besarnya pengaruh volume

impor terhadap realisasi penerimaan negara akan sangat bergantung pada nilai

masing-masing barang yang impor dan tingkat pembebanan tarif bea masuknya.

Jika nilai barang yang diimpor tinggi, diimpor dalam jumlah besar dan dikenakan

beban tarif yang tinggi maka penerimaan negara akan tinggi pula dan demikian pula

sebaliknya. Dalam pengukuran volume impor tersebut dalam penelitian ini

digunakan volume dalam arti fisik, yaitu berat barang dalam satuan ton (tonage)

maupun volume dalam arti nilai transaksi, yaitu jumlah devisa bayar yang

digunakan.

4.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data-data yang bersifat kuantitatif dinyatakan

dalam angka-angka, menunjukkan nilai terhadap besaran atau variabel yang

diwakilinya. Data bersifat time-series yaitu data yang merupakan hasil pengamatan

dalam suatu periode tertentu, misalnya data mingguan, bulanan atau tahunan. Data

yang digunakan berkategori sekunder karena berasal dari data yang dikumpulkan

oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah mengalami proses

pengolahan seperti misalnya data mengenai flat-rate tariff yang merupakan rata-rata

dari tarif yang dikenakan atas seluruh barang impor dalam kurun waktu tertentu.

Data berupa realisasi penerimaan bea masuk, tarif rata-rata dan volume impor

Page 46: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

46

dikumpulkan dari Direktorat Pengkajian Peraturan Kepabeanan dan Cukai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sedangkan data berupa kurs NDPBM

dikumpulkan dari website http://www.beacukai.go.id.

4.6. Metode Pengumpulan Data

Realisasi penerimaan bea masuk yang diamati merupakan jumlah populasi

penerimaan bea masuk dari seluruh kantor pelayanan di Indonesia. Dalam penelitian

ini dilakukan pengumpulan data dan informasi melalui studi kepustakaan dan

pengumpulan data sekunder. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca,

mendalami dan menelaah berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian yang

dilakukan untuk memperoleh informasi yang sifatnya teoritis dan digunakan sebagai

pembanding dalam pembahasan.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan melakukan penelitian

lapangan dan pemanfaatan laporan mingguan, bulanan, tahunan serta jurnal guna

memperoleh data sekunder.

4.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

a. Deskripsi data dan hasil perhitungan (analisis deskriptif).

b. Menentukan model penelitian yang sesuai antara variabel terikat dengan

variabel bebas dan validasi model penelitian.

c. Menguji hipotesis penelitian.

Page 47: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

47

Tahap pertama dari analisis adalah secara deskriptif yaitu memberikan

gambaran awal atas data yang telah dikumpulkan mengenai hubungan antara tarif

bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan volume impor

dengan realisasi penerimaan bea masuk. Analisis ini juga bertujuan mencari

temuan-temuan yang tidak diperkirakan sebelumnya yang berguna untuk analisa

lebih lanjut.

4.7.1 Analisis Regresi

Tahap kedua dari analisis adalah menentukan model penelitian yang

sesuai dan melakukan validasi atas model tersebut sebagai berikut :

a.Estimasi Koefisien dan Validasi Model Regresi

Model :

Y = β0 + β1.X1 + β2.X2 + β3.X3 + εi

Dimana :

Y = Penerimaan Bea Masukβ0 = Konstantaβ1, β2, β3 = Koefisien regresiX1 = Tarif Bea MasukX2 = KursX3 = Volume Imporεi = Error

Koefisien regresi menunjukkan tingkat hubungan yang terjadi diantara

variabel-variabel yang diteliti tersebut. Setiap variabel yang diteliti (X1, X2, X3)

merupakan variabel bebas terhadap penerimaan bea masuk. Mengamati realisasi

penerimaan bea masuk dimaksudkan untuk mengamati variabel-variabel tersebut

terhadap pencapaian target/realisasi penerimaan bea masuk. Dari model tersebut

langkah awal yang dilakukan adalah mengestimasi koefisien regresi masing-

Page 48: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

48

masing variabel bebas dan selanjutnya melakukan validasi atas model yang

digunakan.

Dalam model regresi linear dengan k variabel ( Y, X1, X2, . . . , Xk ) untuk

mempermudah dalam mengestimasi koefisien regresi digunakan alat bantu berupa

komputer dengan memanfaatkan software SPSS versi 10.05. Dalam penelitian ini

variabel-variabel yang digunakan adalah satu variabel terikat dan tiga variabel

bebas. Disamping didapatkan hasil koefisien regresi, output SPSS memberikan

pula standart error masing-masing variabel bebas, nilai t hitung dan nilai F hitung

serta Eigen Value dan Condition Index yang diperlukan untuk melakukan

pengujian/validasi.

Salah satu asumsi penting dari model regresi linear klasik adalah bahwa

tidak ada autokorelasi atau kondisi yang berurutan di antara gangguan atau

disturbansi yang masuk kedalam fungsi regresi populasi. Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak

dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan

pengamatan lain yang manapun. Uji autokorelasi yang digunakan adalah Durbin-

Watson statistik dengan membandingkan nilai d hasil output komputer dengan

yang tertera pada tabel Durbin-Watson dengan tingkat kepercayaan 95% dan 99%.

Page 49: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

49

Gambar 4.1 Kurva Durbin Watson

Sumber : Gujarati, (1999)

Asumsi penting lainnya dalam model regresi linear klasik adalah bahwa

gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah heteroskedastisitas;

uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara

untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser yang dilakukan

dengan meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel bebas. Jika tidak ada

satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (nilai

absolut residual), maka tidak ada heteroskedastisitas.

Meskipun tidak ada metode yang pasti dalam mendeteksi

multikolinearistas namun software SPSS menyediakan rambu-rambu untuk

mendeteksi adanya gejala multikolinearitas, yaitu dengan memberikan nilai Eigen

dan Condition Index. Apabila nilai Eigen lebih kecil dari 0,0001 atau mendekati

nol dan atau Condition Index lebih besar dari 15 maka ada kemungkinan terdapat

gejala multikolinearitas dan benar-benar merupakan problem yang serius jika nilai

Condition Index sampai lebih besar dari 30.

Tahap ketiga atau yang terakhir dalam analisis penelitian ini adalah

pengujian hipotesis penelitian yang dilakukan dengan pola sebagai berikut.

Daerah bebasautokorelasi Daerah

Keragu-raguan

Daerah Keragu-raguan

Terjadiautokorelasi

negatif

Terjadiautokorelasi

positif

dl du 2 4-du 4-dl

Page 50: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

50

1) Menentukan parameter yang akan diuji, dalam hal ini adalah koefisien regresi.

2) Menerjemahkan dugaan penelitian ke dalam hipotesis statistik dalam bentuk Ho

dan Hi.

3) Menentukan tingkat kepercayaan yang akan digunakan, dalam hal ini digunakan

95% untuk menjaga tingkat keakuratan penelitian.

4) Mengumpulkan data data, dalam hal ini adalah data bulanan.

5) Menentukan statistik uji yang digunakan, yaitu : F dan t statistik serta d (Durbin-

Watson).

b.Uji F

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik inferensial.

Pengujian hipotesis yang pertama adalah menguji hipotesis penelitian yang

menyatakan bahwa variabel-variabel bebas berupa tarif bea masuk, nilai kurs

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan volume impor secara bersama-sama

mempunyai hubungan linear dan dapat menjelaskan variabel terikat yakni realisasi

penerimaan bea masuk. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan pendekatan

pengujian tingkat penting (test of significance) yaitu suatu pengujian atas statistik

uji (estimator) yaitu keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis (H0) atas

dasar nilai statistik uji yang diperoleh dari data yang dimiliki.

Pengujian hipotesis ini menggunakan statistik uji F melalui pendekatan

analysis of variance (anova). Uji F dengan pendekatan anova ini bertujuan

menguji apakah ada pengaruh variabel terikat terhadap variabel bebas.

Hipotesis :

Page 51: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

51

H0 : βi = 0 : artinya variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap

variabel terikat (i = 1,2,3).

Hi : minimal satu atau βi ≠ 0, artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh

terhadap variabel terikat (i = 1,2,3).

Gambar 4.2Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

dengan Uji F

Sumber: Nata Wirawan (2002)

c.Uji t

Pengujian terhadap parameter secara parsial dilakukan dengan uji t. Analisis ini

bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh tarif bea masuk, nilai kurs rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume impor secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

1) Menguji pengaruh tarif bea masuk terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

(1) Formula hipotesisnya

H0 : β1 = 0 ; berarti tarif bea masuk tidak berpengaruh secara parsial

terhadap realisasi penerimaan bea masuk.H1 : β1 > 0 ; berarti tarif bea masuk berpengaruh positif dan

DaerahPenerimaan Ho

f (F)

DaerahPenolakan Ho

0 F Tabel F

Page 52: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

52

signifikan secara parsial terhadap realisasi penerimaan

bea masuk.(2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df (n-k) = (10-4) = 6, dengan uji sisi kanan maka diperoleh ttabel.

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila thitung ≤ ttabel

Ho ditolak apabila thitung > ttabel

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS, diperoleh hasil thitung

(5) Kesimpulan

Jika thitung < ttabel maka Ho diterima, yang berarti tarif bea masuk tidak

berpengaruh secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak, yang berarti tarif bea masuk berpengaruh

positif dan signifikan secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea

masuk.

Daerah penerimaan dan penolakan Ho dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3

Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

(Variabel Tarif Bea Masuk) f(t)

Daerah Daerah Penolakan Ho

Penerimaan Ho

0 t-tabel t Sumber : Nata Wirawan (2002)

Page 53: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

53

2) Pengujian pengaruh nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat secara

parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

(1) Formula hipotesisnya

H0 : β2 = 0 ; berarti nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat tidak berpengaruh secara parsial terhadap

realisasi penerimaan bea masuk.H1 : β2 < 0 ; berarti nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat berpengaruh negatif dan signifikan secara

parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.(2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df (n-k) = (10-4) = 6, dengan uji sisi kiri maka diperoleh ttabel.

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila thitung ≤ ttabel

Ho ditolak apabila thitung > ttabel

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS, diperoleh hasil thitung

(5) Kesimpulan

Jika thitung < ttabel maka Ho ditolak, yang berarti nilai kurs rupiah terhadap

dolar Amerika Serikat tidak berpengaruh secara parsial terhadap realisasi

penerimaan bea masuk.

Jika thitung ≥ ttabel maka Ho diterima, ini berarti nilai kurs rupiah terhadap

dolar Amerika Serikat berpengaruh negative dan signifikan secara parsial

terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

Page 54: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

54

Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

(Variabel Kurs)

f(t)

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penerimaan Ho

T- t-tabel 0

Sumber : Nata Wirawan (2002)

3) Pengujian pengaruh volume impor secara parsial terhadap realisasi penerimaan

bea masuk.

(1) Formula hipotesisnya

H0 : β3 = 0 ; berarti volume impor tidak berpengaruh secara parsial

terhadap realisasi penerimaan bea masuk.H1 : β3 > 0 ; berarti volume impor berpengaruh positif dan signifikan

secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.(2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df (n-k) = (10-4) = 6, dengan uji sisi kanan maka diperoleh ttabel.

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila thitung ≤ ttabel

Ho ditolak apabila thitung > ttabel

Page 55: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

55

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS, diperoleh hasil thitung.

(5) Kesimpulan

Jika thitung < ttabel maka Ho diterima, yang berarti volume impor tidak

berpengaruh secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak, yang berarti volume impor berpengaruh

positif dan signifikan secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea

masuk.

Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

(Variabel Volume Impor) f(t)

Daerah Daerah Penolakan Ho

Penerimaan Ho

t 0 t-tabel

Sumber : Nata Wirawan (2002)

Koefisien determinasi dari suatu regresi berganda, R2, adalah koefisien

yang mengukur proporsi variabel dari variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh

kombinasi dari variabel bebas yang ada pada model regresi. R2 merupakan indikator

seberapa baik model regresi tersebut sesuai data. Semakin besar nilainya berarti

Page 56: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

56

semakin tepat model regresi yang dikembangkan tersebut sebagai alat untuk

menjelaskan prilaku variabel terikat atas dasar variabel bebas, karena sebagian besar

dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas.

4.7.2 Analisis Trend Linier

Untuk mengetahui proyeksi penerimaan bea masuk di masa mendatang

digunakan rumus trend sebagai berikut.

Y’ = a + bX

Keterangan:

Y’ = Nilai proyeksi realisasi penerimaan bea masuk.Xi = Tahun setelah ditransformasikan, jadi dalam bentuk koding.a = Konstanta dari persamaan trend yang akan di dapat.b = Koefisien penaksir untuk meramalkan proyeksi penerimaan bea masuk.

Dari persamaan satu (1) tersebut maka nilai a dan b bisa dicari dengan (Nata

Wirawan, 2002):

a = nYiΣ

b = 2XiXiYi

ΣΣ

Page 57: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Perkembangan Penerimaan Pajak di Indonesia

Sejarah perkembangan dunia perpajakan di Indonesia secara garis besar

terbagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum tahun 1984 dan periode setelah

tahun 1984. Periode sebelum tahun 1984, sistem perhitungan pajak masih

menggunakan sistem office assessment, dimana dalam menghitung pajak terutang

dari Wajib Pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui kantor inspeksi

pajak (fiskus). Disini Wajib Pajak hanya membayar pajak sesuai dengan

perhitungan dari fiskus sehingga apabila fiskus tidak menghitung dengan cermat

maka akan ada yang dirugikan baik dari segi pemerintah maupun Wajib Pajak.

Berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, penerimaan pajak terdiri

atas dua penerimaan, yaitu penerimaan pajak dalam negeri dan penerimaan pajak

perdagangan internasional. Pajak dalam negeri berasal dari PPH, PPN, PBB,

BPHTB, Cukai, dan Pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan internasional

terdiri dari bea masuk, yang berasal dari impor, dan pajak ekspor.

Perkembangan penerimaan bea masuk dari tahun 2001 sampai dengan 2010

cenderung mengalami kenaikan dengan rata-rata per tahun sebesar 12,22 persen.

Hal ini disebabkan karena Indonesia masih bergantung pada produk-produk impor

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2006 penerimaan bea masuk

mengalami penurunan dari Rp 14.920.655,70 juta rupiah pada tahun 2005 menjadi

Rp 12.141.649,38 juta rupiah atau perkembangannya sebesar minus 19,63 persen.

57

Page 58: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

58

Kemudian pada tahun 2007 mengalami peningkatan lagi sampai tahun 2008

menjadi Rp 22.761.308,14 juta rupiah atau sebesar 36,52 persen. Namun, pada

tahun 2009 kembali mengalami penurunan menjadi Rp 18.101.227,82 juta rupiah

atau sebesar minus 20,47 persen.

Berkurangnya penerimaan bea masuk di Indonesia disebabkan karena

Indonesia melakukan pengurangan terhadap produk-produk impor guna

meningkatkan kualitas produksi dalam negeri. Sementara, bertambahnya

penerimaan bea masuk seperti pada tahun 2007-2008 disebabkan karena Indonesia

sedang dilanda bencana alam sehingga melakukan perdagangan impor khususnya

impor produk beras, white sugar dan raw sugar untuk memenuhi kebutuhan

sandang.

Dengan semakin menurunnya produksi dalam negeri maka peranan

penerimaan bea masuk untuk menunjang pelaksanaan pembangunan semakin besar,

sehingga diperlukan analisa terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penerimaan bea masuk di Indonesia. Beberapa faktor-faktor tersebut yang sedang

dilakukan penelitian ini yaitu tarif bea msuk, kurs, dan volume impor. Diharapkan

faktor-faktor yang diteliti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

penerimaan bea masuk di Indonesia.

5.2 Perkembangan Struktur Tarif Bea Masuk

Implementasi Skema Tarif Bea Masuk berlaku Umum (MFN) berdasarkan

Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk 2005-2010. Implementasi Tarif Bea

Masuk Preferensi dalam skema:

Page 59: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

59

a. Common Effective Preferential Tariff for AFTA (CEPT-AFTA)

b. ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)

c. ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA)

d. Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)

Dalam rangka pengamanan perdagangan menyangkut Bea Masuk Anti

Dumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Pembalasan, dan Bea Masuk Tindakan

Pengamanan. Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang impor dalam

hal :

a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan

b. impor barang tersebut : menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri

yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; mengecam

terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang

sejenis dengan barang tersebut; dan menghalangi pengembangan industri

barang sejenis di dalam negeri.

Produk yang masuk dalam bea masuk anti dumping adalah tepung gandum,

paracetamol, pisang cavendish, dan hot rolled coil.

Bea masuk imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal :

a. ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang

tersebut; dan

b. impor barang tersebut :

(i) menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi

barang sejenis dengan barang tersebut;

Page 60: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

60

(ii) mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau

(iii) menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Bea

masuk imbalan dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya

sebesar selisih antara subsidi dengan :

c. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk

memperoleh subsidi; dan/atau

d. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk mengganti subsidi yang

diberikan kepada barang ekspor tersebut.

Bea masuk tindakan pengamanan dapat dikenakan terhadap barang impor

dalam terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap

barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung

bersaing, lonjakan barang impor tersebut:

a. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut dan/atau barang yang

secara langsung bersaing; atau

b. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung bersaing.

Produk yang termasuk dalam bea masuk tindakan pengamanan adalah keramik

tableware. Bea Masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasal

dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.

Tarif bea masuk dari tahun 2001-2010 cenderung mengalami penurunan.

Pada tahun 2001 sampai 2003 tarif bea masuk mengalami peningkatan. Peningkatan

Page 61: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

61

tajam terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 38,43 persen, sementara dari tahun 2004

terus mengalami penurunan hingga tahun 2008. Tahun 2009 kembali mengalami

peningkatan dari 2,12 persen menjadi 2,54 persen atau sebesar 20,10 persen.

Penurunan tajam kembali terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar minus 21,60 persen.

Hal ini berdasarkan implementasi program penurunan tarif bea masuk sejak tahun

1995 sampai dengan tahun 2003 (sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor

378/KMK.0l/1996) secara konsisten dan berkesinambungan telah menghasilkan

tingkat tarif bea masuk yang rendah hingga mencapai 1,99 persen pada tahun

2010. Pengenaan tarif bea masuk berbeda-beda untuk setiap produk-produk impor

sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

5.3 Perkembangan Kurs

Dalam transaksi perdagangan antar negara baik ekspor maupun impor, akan

memerlukan valuta asing dalam proses pertukarannya. Agar kegiatan perdagangan

dapat berjalan dengan mantap diperlukan adanya kestabilan nilai tukar mata uang

dalam negeri terhadap mata uang asing (kurs valuta asing).

Perkembangan pasar uang di Indonesia semenjak krisis diwarnai dengan

perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar Amerika

yang selalu berfluktuasi dan cenderung merosot. Hal ini sebagai dampak dari

krisis moneter yang melanda negara ASEAN dan Asia lainnya serta kondisi sosial

politik negara Indonesia yang tak kunjung membaik. Nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asing sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan keamanan negara

bersangkutan, terutama berhubungan dengan kebijakan pemerintah.

Page 62: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

62

Dalam kondisi yang tidak mengembirakan tersebut pemerintah terus

berupaya untuk mempertahankan nilai tukar rupiah agar berada pada tingkat yang

wajar yaitu melalui serangkaian kebijaksanaan. Diantaranya kebijaksanaan nilai

tukar mengambang sepenuhnya dimana nilai tukar rupiah terhadap valuta asing

terutama dollar Amerika sepenuhnya ditentukan oleh pasar. Dengan demikian

pemerintah dapat lebih fleksibel dalam mengantisipasi fluktuasi rupiah di pasar

uang.

Pada tahun 2000 nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp 9.595,- per dolar

AS. Penurunan ini berlanjut hingga tahun 2001 menjadi Rp 10.400,- per dolar AS.

Pada tahun 2002 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terus menguat menjadi

Rp 8.940,- per dolar AS dan hingga tahun 2003 menjadi Rp 8.465,- per dolar AS.

Pada tahun 2004 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika melemah menjadi Rp

9.290,- per dolar AS dan berlanjut hingga tahun 2005 sebesar Rp 9.830,- per dolar

AS. Hal ini disebabkan akibat adanya Bom Bali II yang terjadi pada 1 Oktober 2005

lalu.

Selama tahun 2010, nilai tukar rupiah menguat cukup signifikan terutama

disebabkan oleh derasnya aliran masuk modal asing. Pergerakan nilai tukar rupiah

juga ditopang oleh keseimbangan interaksi permintaan dan penawaran valuta asing

di pasar domestik serta fundamental perekonomian domestik yang kuat. Nilai tukar

rupiah mulai mengalami apresiasi sejak awal tahun dan mencapai level Rp 9.078

per dolar AS atau menguat secara rata-rata sebesar 3,8 persen dibandingkan dengan

akhir tahun 2009. Secara point-to-point rupiah terapresiasi sebesar 4,4 persen.

Page 63: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

63

5.4 Perkembangan Volume Impor

Volume impor Indonesia pada tahun 2010 tumbuh sebesar 16,22 persen,

meningkat dibanding tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar minus 6,12 persen.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan impor ini adalah pertumbuhan impor

produk-produk pertanian, seperti beras, gula, tepung, buah, dan lain-lain. Hal ini

menunjukkan bahwa impor pada laporan tahunan didominasi oleh produk-produk

yang memiliki kandungan impor (import content) tinggi, jika dilihat dari impor

per komoditi utama, terlihat bahwa hanya komoditi beras dan gula yang tumbuh

positif. Hal ini disebabkan karena pemerintah melakukan antisipasi untuk

menghadapi peristiwa yang tidak terduga seperti bencana alam, sehingga bahan

kebutuhan pokok tersebut sudah tersedia di dalam negeri untuk beberapa tahun

kedepan.

Volume impor dari tahun 2001-2010 tumbuh dengan rata-rata sebesar 17,87

persen per tahun. Volume impor tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar

146.122.786,15 ton. Terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 28.392.253,53

ton atau tumbuh sebesar minus 27,49 persen. Kemudian meningkat kembali pada

tahun 2004 menjadi 50.643.547,05 ton atau tumbuh sebesar 78,37 persen. Lonjakan

volume impor tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 124,83 persen atau

menjadi 113.860.097,54 ton dari tahun sebelumnya. Kemudian terus meningkat

hingga tahun 2008. Selanjutnya mengalami penurunan lagi di tahun 2009 sebesar

minus 6,12 persen. Dan mengalami peningkatan di tahun 2010 dengan pertumbuhan

sebesar 16,22 persen.

Page 64: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

64

5.4 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif yang digunakan terdiri dari rata-rata (mean), Standard

Deviasi, Minimum dan Maksimum terhadap data masing masing variabel

penelitian. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini tampak dalam tabel

berikut.

Tabel 5.1 Data Variabel Penelitian

Obs. Y X1 X2 X32001 7,520,117.84 2.81 10,400 51,510,364.882002 10,399,133.00 3.89 8,940 39,156,039.462003 10,847,262.07 4.29 8,465 28,392,253.532004 12,444,003.76 3.41 9,290 50,643,547.052005 14,920,655.70 3.04 9,830 113,860,097.542006 12,141,649.38 2.71 9,020 117,010,502.322007 16,672,469.14 2.41 9,419 120,822,391.602008 22,761,308.14 2.12 10,950 133,923,275.522009 18,101,227.82 2.54 9,400 125,724,693.802010 19,956,186.15 1.99 9,078 146,122,786.15

Sumber: Data Digabung, 2011

Keterangan:

Y = Realisasi penerimaan Bea Masuk (Miliar Rupiah)X1 = Tarif Bea Masuk (Persen)X2 = Nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (Rupiah/Dolar)X3 = Volume Impor (Ton)

Statistik deskriptif masing-masing variabel selama periode pengamatan

tampak dalam Tabel 5.2.

Page 65: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

65

Tabel 5.2 Hasil Analisis Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. DeviationY 10 7520.12 22761.31 14577.1240 4767.30056X1 10 1.99 4.29 2.9210 .74817X2 10 8465.00 10950.00 9479.2250 735.66622X3 10 28392253.53 1.46E8 92716595.1850 44648469.64390Valid N (listwise)

10

Sumber: Hasil Perhitungan SPSS (Lampiran 1)

Tabel 5.2 menunjukkan rata-rata realisasi penerimaan bea masuk periode

pengamatan 2001 sampai dengan 2010 adalah Rp 14.577,12 Miliar, rata-rata tarif

bea masuk 2,92 persen, rata-rata nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat

Rp 9.479,22 per Dolar AS, dan rata-rata volume impor 92.716.595,19 ton.

5.6 Analisis Regresi Linier Berganda

Berdasarkan hasil olahan data dengan menggunakan program SPSS maka

dapat disusun estimasi model regresi linear berganda sebagai berikut.

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3

Y = -15496,300 + 2489,873 X1 + 1,237 X2 + 0,000 X3 SE (30119,993) (3864,208) (1,875) (0,000)Sig. (0,543) (0,534) (0,021)t (0,644) (0,660) (2,086) F = 5,041 Prob. = 0,044R2 = 0,716 = 71,6 persen

Sebelum diinterpretasikan lebih lanjut terhadap model regresi tersebut

dilakukan agar model regresi estimasi dapat memberikan hasil estimasi yang akurat,

maka model tersebut seharusnya memenuhi uji asumsi klasik sebagai berikut.

Page 66: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

66

1) Uji autokorelasi

Autokorelasi dapat dilihat pada hasil Regression Analysis dengan bantuan

program SPSS dimana didalamnya terdapat nilai yang menjadi tolok ukur

autokorelasi yaitu nilai uji Durbin Watson. Dengan sistematika pengujian

sebagai berikut. (Lampiran 2)

(1) Rumusan hipotesis

Ho : E (μiμj) = 0, artinya tidak ada autokorelasi dalam model baik

autokorelasi positif atau negatif.

H1 : E (μiμj) ≠ 0, artinya ada autokorelasi dalam model baik autokorelasi

positif atau negatif.

(2) Dengan tingkat kepercayaan 95 persen (α = 5 persen)

Tabel Durbin Watson (k variabel = 4 ; n = 10), maka: (Lampiran 8)

dl = 0,38

du = 1,59

4-du = 2,41

4-dl = 3,62

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima jika du < d < 4-du (tidak ada autokorelasi positif/negatif)

Ho ditolak jika :

d < dl (ada autokorelasi positif)

d > 4-dl (ada autokorelasi negatif)

dl ≤ d ≤ du atau 4-du ≤ d ≤ 4-dl (daerah keragu-raguan)

Page 67: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

67

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS maka hasil olah data penelitian ini

diperoleh d-hitung sebesar 1,343. (Lampiran 2)

(5) Kesimpulan

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa dl (0,38) < d-hitung (1,343) < du

(1,59). Ini berarti d-hitung berada pada daerah keragu-raguan. Oleh karena

d-hitung berada pada daerah keragu-raguan maka dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif/negatif.

Daerah ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada Gambar 5.1

Gambar 5.1 Kurva Durbin Watson

1,343

Sumber : Gujarati, (1999)

2) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan

uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan nilai absolut residual terhadap

variabel bebas. Jika tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh

Daerah bebasautokorelasi Daerah

Keragu-raguan

Daerah Keragu-raguan

Terjadiautokorelasi

negatif

Terjadiautokorelasi

positif

0,38 1,59 2 2,41 3,62

Page 68: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

68

signifikan terhadap variabel terikat (nilai absolut residual), maka tidak ada

heteroskedastisitas.

Tabel 5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser

Sumber : Lampiran 4

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa koefisien baik tarif bea masuk, nilai kurs

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume impor tidak berpengaruh

signifikan terhadap nilai absolut residual yang dari model regresi yang

digunakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

3) Uji multikolinearitas

Oleh karena multikolinearitas pada dasarnya merupakan gejala sampel,

berasal dari data non experimental yang besar, maka kita tidak memiliki

metode unik untuk mendeteksi atau mengukur kekuatannya. Untuk mengujinya

digunakan Eigen Value dan Condition Index. Apabila nilai Eigen lebih besar

dari 0,0001 atau menjauhi nol dan atau Condition Index lebih kecil dari 30

maka tidak terdapat gejala multikolinearitas.

Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan program SPSS

diperoleh perhitungan Eigen Value dan Condition Index yang ditunjukkan pada

Tabel 5.4 berikut.

Variabel Sig

Tarif Bea Masuk (X1)Nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (X2)

Volume Impor (X3)

0.745

0.348 0.752

Page 69: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

69

Tabel 5.4 Perhitungan Eigen Value dan Condition Index

VariabelCollinearity Statistics

Eigen Value Condition IndexTarif Bea Masuk (X1)

Nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (X2)

Volume Impor (X3)

0.210

0.0100.001

4.238

19.38727.024

Sumber : Lampiran 3

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap

dolar Amerika Serikat, dan volume impor Eigen Value-nya lebih besar dari

0,0001 dan Condition Index-nya lebih kecil dari 30. Ini berarti tidak terjadi

multikolinearitas antara tarif bea masuk, kurs, dan volume impor.

5.6.2 Uji F

Pengujian terhadap parameter secara simultan dilakukan dengan uji F. Adapun

langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut.

1) Formula hipotesis:

H0 : βi = 0 ; berarti tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat, dan volume impor secara simultan tidak berpengaruh

signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

H1 : minimal satu dari βi ≠ 0 ; berarti tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap

dolar Amerika Serikat, dan volume impor secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk

(i = 1, 2, 3).

Page 70: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

70

2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df = (k-1) (n-k) maka Ftabel = (4-1)(10-4) = (3)(6) = 4,76 (Lamp. 7)

3) Kriteria pengujian

H0 diterima jika Fhitung ≤ Ftabel (4,76)

H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel (4,76)

4) Statistik uji:

Dengan menggunakan program SPSS maka diperoleh Fhitung sebesar 5,041.

5) Kesimpulan

Oleh karena Fhitung (5,041) > Ftabel (4,76) maka Ho ditolak, ini berarti tarif bea

masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume impor

secara simultan berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan bea

masuk.

Daerah penerimaan dan penolakan H0 dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

pada Pengujian secara Simultan

DaerahPenerimaan Ho

f (F)

DaerahPenolakan Ho

0 4,76 5,041 F

Page 71: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

71

5.6.3 Uji t

Pengujian terhadap parameter secara parsial dilakukan dengan uji t. Analisis ini

bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh tarif bea masuk, nilai kurs rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume impor secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

1) Menguji pengaruh tarif bea masuk terhadap penerimaan bea masuk.

(1) Formula hipotesisnya

H0 : β1 = 0 ; berarti tarif bea masuk tidak berpengaruh signifikan

secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.H1 : β1 > 0 ; berarti tarif bea masuk berpengaruh positif dan

signifikan secara parsial terhadap realisasi penerimaan

bea masuk.(2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df (n-k) = (10-4) = 6, dengan uji sisi kanan maka diperoleh ttabel

sebesar 1,934. (Lampiran 6)

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila thitung ≤ ttabel (1,934)

Ho ditolak apabila thitung > ttabel (1,934)

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS, diperoleh hasil thitung sebesar 0,644

(5) Kesimpulan

Oleh karena thitung (0,644) < ttabel (1,934) maka Ho diterima, ini berarti tarif

bea masuk tidak berpengaruh secara parsial terhadap realisasi penerimaan

bea masuk.

Page 72: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

72

Daerah penerimaan dan penolakan Ho dapat dilihat pada Gambar 5.3

Gambar 5.3Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

(Variabel Tarif Bea Masuk)

f(t)

Daerah Daerah Penolakan Ho

Penerimaan Ho

0 0,644 1,934 t

2) Pengujian pengaruh nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat secara

parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

(1) Formula hipotesisnya

H0 : β2 = 0 ; berarti nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat tidak berpengaruh secara parsial terhadap

realisasi penerimaan bea masuk.H1 : β2 < 0 ; berarti nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat berpengaruh negatif dan signifikan secara

parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.(2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df (n-k) = (10-4) = 6, dengan uji sisi kanan maka diperoleh ttabel

sebesar 1,934. (Lampiran 6)

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila thitung ≤ ttabel (1,934)

Page 73: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

73

Ho ditolak apabila thitung > ttabel (1,934)

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS, diperoleh hasil thitung sebesar 0,660.

(5) Kesimpulan

Oleh karena thitung (0,660) > ttabel (-1,934) maka Ho diterima, ini berarti nilai

kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak berpengaruh secara

parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

(Variabel Kurs)

f(t)

Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho

-1,934 0 0,660 t

3) Pengujian pengaruh volume impor secara parsial terhadap realisasi penerimaan

bea masuk.

(1) Formula hipotesisnya

H0 : β3 = 0 ; berarti volume impor tidak berpengaruh secara parsial

terhadap realisasi penerimaan bea masuk.H1 : β3 > 0 ; berarti volume impor berpengaruh positif dan signifikan

secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

Page 74: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

74

(2) Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan derajat

kebebasan df (n-k) = (10-4) = 6, dengan uji sisi kanan maka diperoleh ttabel

sebesar 1,934. (Lampiran 6)

(3) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila thitung ≤ ttabel (1,934)

Ho ditolak apabila thitung > ttabel (1,934)

(4) Perhitungan

Dengan menggunakan program SPSS, diperoleh hasil thitung sebesar 2,086.

(5) Kesimpulan

Oleh karena thitung (2,086) > ttabel (1,934) maka Ho ditolak, ini berarti volume

impor berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap realisasi

penerimaan bea masuk.

Daerah pengujian dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5Daerah Penerimaan dan Penolakan H0

(Variabel Volume Impor)

f(t)

Daerah Daerah Penolakan Ho

Penerimaan Ho

t 0 1,934 2,086

Page 75: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

75

5.6.4 Koefisien Determinasi (R2)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya variasi variabel terikat yang

dapat dijelaskan oleh variasi seluruh variabel bebas. Nilai koefisien determinasi

berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati angka 1 semakin besar

variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas.

Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan SPSS (Lampiran 2),

diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,716 yang artinya bahwa 71,6 persen

variasi naik turun realisasi penerimaan bea masuk dijelaskan oleh variabel tarif bea

masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan volume impor.

Sedangkan sisanya sebesar 28,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan ke dalam model.

5.7 Analisis Trend Linier

Untuk mengetahui proyeksi penerimaan bea masuk di masa mendatang

digunakan rumus trend sebagai berikut.

Y’ = a + bX

Y’ = 11.010,968 + 1.426,462 (t) Tahun

Berdasarkan persamaan trend ini maka realisasi penerimaan bea masuk

tahun 2011 dan 2012, sebagai berikut.

1) Prediksi Penerimaan Bea Masuk tahun 2011 :

Y’ = 11.010,968 + 1.426,462 (t) Tahun

= 11.010,968 + 1.426,462 (8)

= 22.422,664

Page 76: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

76

2) Prediksi Penerimaan Bea Masuk tahun 2012 :

Y’ = 11.010,968 + 1.426,462 (t) Tahun

= 11.010,968 + 1.426,462 (9)

= 23.849,126

Page 77: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

77

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Tarif Bea Masuk, Nilai Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, dan Volume Impor secara Simultan terhadap Realisasi Penerimaan Bea Masuk Periode 2001-2010

Hasil analisis pengujian regresi simultan dengan uji-F, menunjukkan bahwa

nilai Fhitung (5,041) > Ftabel (4,76) dengan probability 0,044. Hal ini berarti bahwa tarif

bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume impor

secara simultan berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

1) Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,716 berarti bahwa variasi naik

turunnya realisasi penerimaan bea masuk sebesar 71,6 persen dipengaruhi oleh

tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan volume

impor, sedangkan sisanya sebesar 28,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Perkembangan penerimaan

bea masuk dari tahun 2001 sampai dengan 2010 cenderung mengalami kenaikan

dengan rata-rata per tahun sebesar 12,22 persen. Hal ini disebabkan karena

Indonesia masih bergantung pada produk-produk impor untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2006 penerimaan bea masuk mengalami

penurunan dari Rp 14.920.655,70 juta rupiah pada tahun 2005 menjadi Rp

12.141.649,38 juta rupiah atau perkembangannya sebesar minus 19,63 persen.

Kemudian pada tahun 2007 mengalami peningkatan lagi sampai tahun 2008

menjadi Rp 22.761.308,14 juta rupiah atau sebesar 36,52 persen. Namun, pada

Page 78: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

78

tahun 2009 kembali mengalami penurunan menjadi Rp 18.101.227,82 juta

rupiah atau sebesar minus 20,47 persen.

Berkurangnya penerimaan bea masuk di Indonesia disebabkan karena Indonesia

melakukan pengurangan terhadap produk-produk impor guna meningkatkan

kualitas produksi dalam negeri. Sementara, bertambahnya penerimaan bea masuk

seperti pada tahun 2007-2008 disebabkan karena Indonesia sedang dilanda bencana

alam sehingga melakukan perdagangan impor khususnya impor produk beras, white

sugar dan raw sugar untuk memenuhi kebutuhan sandang.

Dengan semakin menurunnya produksi dalam negeri maka peranan

penerimaan bea masuk untuk menunjang pelaksanaan pembangunan semakin besar,

sehingga diperlukan analisa terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penerimaan bea masuk di Indonesia. Beberapa faktor-faktor tersebut yang sedang

dilakukan penelitian ini yaitu tarif bea msuk, kurs, dan volume impor. Diharapkan

faktor-faktor yang diteliti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

penerimaan bea masuk di Indonesia.

Penelitian oleh Anton (2003) dijadikan referensi dengan judul : “Pengaruh

Harga Rata-rata Barang Impor, Kurs Rupiah, Tarif BM dan Volume Impor

Terhadap Penerimaan Bea Masuk Indonesia dari tahun 2002-2003”. Variabel

penelitian yang digunakan meliputi Harga Rata-rata barang impor, Kurs Rupiah,

tarif BM dan Volume Impor. Realisasi penerimaan bea masuk dipengaruhi antara

lain oleh Harga Rata-rata barang impor, Kurs Rupiah, tarif BM dan Volume Impor.

Page 79: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

79

6.2 Pengaruh Tarif Bea Masuk, Nilai Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, dan Volume Impor secara Parsial terhadap Realisasi Penerimaan Bea Masuk Periode 2001-2010

Uji regresi secara parsial dengan uji-t untuk melihat satu per satu pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat, seperti yang tercantum dalam Lampiran 1,

yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut.

1) Koefisien regresi X1 untuk variabel tarif bea masuk bernilai 2489,873

(probability = 0,543), ini menunjukkan bahwa tarif bea masuk tidak berpengaruh

signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk. Hal ini tidak sesuai dengan

hipotesis yang menyatakan hubungan yang positif dan signifikan antara tarif bea

masuk dengan realisasi penerimaan bea masuk. Ini disebabkan karena realisasi

penerimaan bea masuk dari tahun ke tahun selama periode pengamatan tetap

menunjukkan kecenderungan yang meningkat meskipun tarif bea masuk tinggi.

Sehingga tarif bea masuk tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan bea

masuk. Seperti yang kita ketahui bahwa pengenaan tarif bea masuk yang

ditetapkan Pemerintah sangat mempengaruhi besar kecilnya penerimaan Negara

khususnya penerimaan bea masuk. Semakin tinggi tarif bea masuk yang

ditetapkan maka penerimaan bea masuk akan semakin besar. Begitu pula

sebaliknya, semakin rendah tarif bea masuk maka penerimaan Negara khususnya

bea masuk akan turun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa antara tarif bea masuk

dan penerimaan bea masuk memiliki hubungan yang positif.

Dirjen Bea Cukai mengakui peningkatan penerimaan bea masuk sulit

tercapai sehubungan dengan berlakunya pembebasan 57 pos tarif bea masuk

Page 80: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

80

sesuai dengan PMK Nomor 13/PMK.011/2011. "Bea masuk masih ada

peningkatan tapi ada kendala terkait apresiasi rupiah dan Free Trade Agreement

yang ditandatangani ASEAN, China, Jepang, Korea yang merupakan

kesapakatan bilateral atau multilateral yang membuat skedulnya menurun, dari

sisi bea masuk, ruang peningkatan sangat kecil. Berdasar data terakhir Bea

Cukai, sisa target bea masuk yang harus dicapai hingga akhir tahun sebesar Rp

9,7 triliun untuk bisa mancapai target RAPBN-P sebesar Rp 21,5 triliun.

2) Koefisien regresi X2 untuk variabel nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat bernilai 1,237 (probability = 0,534), ini menunjukkan bahwa nilai kurs

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak berpengaruh signifikan terhadap

realisasi penerimaan bea masuk. Hal ini disebabkan karena peningkatan atau

penurunan realisasi penerimaan bea masuk tidak ditentukan oleh besar kecilnya

nilai kurs, namun lebih kepada banyak sedikitnya jumlah produk atau barang

yang diimpor ke Indonesia. Tinggi rendahnya kurs valuta asing, merupakan

cermin atau tanda kuat lemahnya mata uang suatu negara dibanding dengan

mata uang negara lain dalam transaksi ekonomi antar negara. Selama periode

penelitian, meskipun kurs turun, namun penerimaan bea masuk tetap naik

sehingga kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan bea masuk.

Jika kurs valas meningkat maka impor cenderung menurun, sebaliknya jika kurs

valas menurun maka impor akan meningkat (Sukirno, 1997). Dengan

meningkatnya impor maka penerimaan bea masuk pun akan meningkat. Jadi

kurs valuta asing mempunyai hubungan yang berlawanan arah atau negatif

dengan penerimaan bea masuk. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian

Page 81: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

81

yang dilakukan oleh Eddy Wahyudi, dkk (2007) yang menyatakan bahwa nilai

kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak sektor PPN.

3) Koefisien regresi X3 untuk variabel volume impor bernilai 0,0001 (probability =

0,021), ini menunjukkan bahwa volume impor berpengaruh positif dan

signifikan terhadap realisasi penerimaan bea masuk. Ini berarti bahwa semakin

tinggi volume impor, maka akan menyebabkan realisasi penerimaan bea masuk

akan naik. Hal ini disebabkan karena tingginya volume impor menyebabkan

pengenaan pajak perdagangan internasional juga makin tinggi, sehingga akan

berpengaruh pada penerimaan bea masuk yang mengalami peningkatan. Hasil

penelitian ini telah sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa volume

impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan bea masuk.

Salah satu faktor yang ikut menentukan penerimaan bea masuk di Indonesia

adalah pengenaan pajak terhadap produk-produk impor. Peranan pajak terhadap

perekonomian sangat penting karena berdasarkan pasal 1 Undang–Undang

Nomor 28 Tahun 2007 bahwa Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-

norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif

untuk mencapai kesejahteraan umum. Salah satu potensi pajak yang ditetapkan

oleh Pemerintah adalah pajak yang dibebankan kepada barang–barang impor

yang masuk ke Indonesia. Pengenaan tarif bea masuk bertujuan untuk

meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong investasi.

Dalam rangka meningkatkan daya saing industri, pemerintah memberikan

insentif bea masuk pada tahun 2008 berupa Bea Masuk Ditanggung

Pemerintah (BM-DTP). Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang

Page 82: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

82

dilakukan oleh Eddy Wahyudi (2007) yang menyatakan bahwa nilai impor

berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak sektor PPN.

6.3 Trend Realisasi Penerimaan Bea Masuk Tahun 2011 dan 2012

Hasil taksiran trend penerimaan bea masuk tahun 2011 dan 2012 adalah positif.

Oleh karena itu, dalam realisasi target penerimaan bea masuk diharapkan dapat

melebihi prediksi, sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan yang

lebih baik. Realisasi penerimaan bea masuk tahun 2011 diperkirakan sebesar Rp

22.422,664 miliar, dan tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp 23.849,126 miliar.

Berdasarkan hasil prediksi tersebut, menunjukkan bahwa realisasi penerimaan

bea masuk adalah baik karena menunjukkan kecenderungan yang semakin

meningkat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012, dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 11,74 persen per tahun. Hal ini berarti bahwa penerimaan bea

masuk tersebut akan mampu membiayai pengeluaran pemerintah yang juga semakin

meningkat. Namun, peningkatan tersebut tidak lepas dari tantangan yang harus

dihadapi pemerintah di masa mendatang, seperti penurunan kualitas produk dalam

negeri akibat impor meningkat.

Page 83: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

83

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Variabel tarif bea masuk, nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan

volume impor berpengaruh signifikan secara simultan terhadap realisasi

penerimaan bea masuk.

2) Variabel tarif bea masuk dan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat

tidak berpengaruh secara parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk,

sedangkan variabel volume impor berpengaruh positif dan signifikan secara

parsial terhadap realisasi penerimaan bea masuk.

3) Proyeksi realisasi penerimaan bea masuk pada tahun 2011 sampai dengan

2012 semakin meningkat, yaitu tahun 2011 sebesar Rp 22.422,664 miliar

diprediksi menjadi Rp 23.849,126 miliar di tahun 2012, dengan rata-rata

pertumbuhan 11,74 persen per tahun.

7.2 Saran

Berbagai kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini mengandung beberapa

implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

1) Bagi pemerintah, penelitian ini hendaknya menjadi acuan dalam mengambil

kebijakan dengan mempertimbangkan pengenaan tarif bea masuk terhadap

barang-barang impor yang sesuai, pengendalian sistem kurs, serta pengetatan

Page 84: PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR

84

kualitas terhadap produk-produk impor, artinya produk yang diimpor harus

memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), namun apabila ada yang tidak

memenuhi persyaratan SNI maka tidak akan memperoleh Sertifikat

Kesesuaian Mutu (SM) dan tidak dapat masuk ke Indonesia. Hal ini

diharapkan mampu meningkatkan penerimaan bea masuk yang berdampak

pada meningkatan pendapatan bagi negara. Kebijakan menjadi faktor yang

penting dalam pembangunan. Oleh sebab itu, dalam merumuskan suatu

kebijakan ekonomi perlu diadakan perencanaan yang koordinasi bersama

antara pihak-pihak terkait. Pemerintah harus bersinergi dengan kalangan bisnis

supaya kebijakan yang dihasilkan benar-benar tepat sasaran dan tidak

merugikan kedua negara.

2) Pemerintah hendaknya dalam meningkatkan jumlah impor untuk

meningkatkan penerimaan bea masuk harus diimbangi dengan peningkatan

kualitas produk-produk produksi dalam negeri agar mampu bersaing dalam

perdagangan internasional dan produksi dalam negeri tidak lagi lesu akibat

kualitasnya kalah saing dengan produk-produk impor.

3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan bisa meneliti faktor-faktor lain yang

mempengaruhi penerimaan yang berasal dari pajak, khususnya penerimaan bea

masuk, tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga bisa dilihat dari faktor sosial-

budaya, politik dan hukum. Dapat juga dilihat dari segi kondisi negara

pengimpor. Sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi penerimaan negara dari pajak.