hubungan antara self-efficacy dengan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN
KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA
MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
ASTRID INDI DWISTY ANWAR
051301007
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GANJIL, 2009/2010
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Hubungan antara Self-efficacy dengan Kecemasan Berbicara Di depan
Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Univeristas Sumatera Utara
Astrid Indi Dwisty Anwar dan Rr. Lita Hadiati W.
ABSTRAK
Kecemasan berbicara di depan umum merupakan salah satu ketakutan
terbesar yang dialami oleh manusia. Kecemasan ini menghasilkan pengaruh yang
negatif terhadap berbagai aspek kehidupan, salah satunya aspek akademis.
Penanganan kecemasan antara satu individu dengan individu lainnya dapat
berbeda tergantung pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuannya yang
disebut self-efficacy (Sarafino, 1994). Self-efficacy akan mempengaruhi cara
individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997)
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan
berbicara di depan umum pada mahasiswa.
Sampel penelitian ini adalah 184 orang mahasiswa Fakultas Psikologi
USU. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala
Self-efficacy dan Skala Kecemasan berbicara di depan umum yang disusun sendiri
oleh peneliti dalam bentuk Skala Likert berdasarkan aspek-aspek self-efficacy
(Bandura, 1997) dan komponen kecemasan berbicara di depan umum (Rogers,
2004). Skala Self-efficacy nilai reliabilitas (rxx)=0.907 dan terdiri dari 39 aitem,
sedangkan Skala Kecemasan Berbicara Di Depan Umum nilai reliabilitas
(rxx)=0.948 dan terdiri dari 52 aitem.
Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment.
Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara self-
efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum dengan nilai r = -0,670, ρ
(0,01). Artinya semakin tinggi self-efficacy mahasiswa maka akan semakin rendah
tingkat kecemasannya berbicara di depan umum, dan sebaliknya, semakin rendah
self-efficacy mahasiswa maka tingkat kecemasan berbicara di depan umum akan
semakin tinggi.
Kata kunci : self-efficacy, kecemasan berbicara di depan umum
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Relationship between self-efficacy and public speaking anxiety among
students in Psychology Faculty of North Sumatera University
Astrid Indi Dwisty Anwar dan Rr. Lita Hadiati W.
ABSTRACT
Public speaking anxiety is one of greater fear that human faced. This
anxiety causes the negative influence for some aspects of life, one of them is
academic aspect. The handling of the anxiety is different between one person to
others depends on their individual assessment of their ability called self-efficacy
(Sarafino, 1994). Self-efficacy will affect their way reacting to pressured situation
(Bandura, 1997).
This research is a correlational research that aims to understand the
correlation between self-efficacy and public speaking anxiety among student in
Faculty of Psychology of Norh Sumatera University.
The subjects of this research were 184 students in Psychology Faculty of
North Sumatera University. This research using two scale as a measuring tools,
namely Self-efficacy Scale and Public Speaking Anxiety Scale organized by
researcher based on the aspects that formed Self-efficacy (Bandura, 1997) and
Public Speaking Anxiety (Rogers, 2004). The Self-efficacy Scale has a value of
reliability (rxx)=0.907 and consist of 39 items, whereas the Public Speaking
Anxiety Scale reliability value is (rxx)=0.948 and consist of 52 items.
The analysed of research data using Pearson Product Moment correlation
method. The result showed that there was a negative correlational between self-
efficacy and public speaking anxiety with correlation coefficient r = -0,670, ρ
(0,01). It means the higher student’s self-efficacy then their public speaking
anxiety level becomes lower, and on the contrary, lower student’s self-efficacy
then they public speaking anxiety level becomes higher.
Keywords : self-efficacy, public speaking anxiety
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas ridha-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini
adalah ”Hubungan Antara Self-efficacy dengan KecemasanBerbicara di depan
umum PadaMahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Skripsi
di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat disangkal butuh
usaha yang keras, kegigihan dan kesabaran untuk menyelesaikannya. Namun
disadari, karya ini tidak akan selesai tanpa orang-orang tercinta di sekeliling
penulis yang telah mendukung dan membantu.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
Keluarga penulis (Ayah, Mama, Bang Andrie, Ananda) yang telah
memberikan dukungan moril dan materil selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi
Ibu Rr. Lita H. Wulandari, S.Psi., Psi, selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan yang
telah diberikan kepada penulis
Ibu Dra. Josetta M. R. T., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.
Terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas kesabaran dan bimbingan,
serta dukungannya selama ini.
Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si., Psi, Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd.,
Ibu Sri Supriyantini, S.Psi., Psi, Bang Tarmidi, M.Psi, Psi , kak Fasti Rola,
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
M.Psi, Psi, dan Kak Dian Ulfa Sari, M.Psi, Psi, selaku dosen Departemen
Psikologi Pendidikan.
Untuk dosen-dosen Psikologi USU atas semua ilmu yang telah diberikan,
mudah-mudahan ilmu ini dapat berguna dan dapat diterapkan dengan baik.
Untuk Sevi, Kinan, Roro, Raisa, Enni, Vicky, Mirna, Desti, dan Mitha,
yang selalu menemani, memberikan support, masukan, dan memberikan
semangat.
Untuk Teman-teman angkatan 2005 yang selalu memberikan dukungan
dan semangat.
Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah
dari Allah SWT. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu
penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan penelitian ini.
Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Medan, serta para pembaca pada umumnya.
Medan, Desember 2009
Penulis
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah ................................................................. 1
B. Perumusan masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
E. Sistematika Penelitian ..................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum ....................................... 11
1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum ...................... 11
2. Komponen kecemasan berbicara di depan umum ..................... 14
3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan
umum ........................................................................................ 15
B. Self-efficacy ................................................................................... 18
1. Pengertian self-efficacy .............................................................. 18
2. Klasifikasi self-efficacy ............................................................. 19
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Tahap perkembangan self-efficacy ........................................... 21
4. Faktor yang mempengaruhi self-efficacy .................................. 22
5. Aspek-aspek self-efficacy ......................................................... 24
C. Mahasiswa ..................................................................................... 25
1. Pengertian mahasiswa ............................................................... 25
2. Mahasiswa Fakultas Psikologi USU ......................................... 26
D. Hubungan Self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan
umum pada mahasiswa fakultas psikologi USU ........................... 27
E. Hipotesa ......................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi variabel ....................................................................... 30
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 30
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 32
D. Metode pengambilan data ............................................................. 35
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .............................................. 39
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .................................................... 45
1. Tahap Persiapan ......................................................................... 45
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian .................................................... 46
G. Metoda Analisis Data .................................................................... 46
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................. 48
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ............................................... 48
2. Usia Subjek Penelitian .............................................................. 49
3. Stambuk Subjek Penelitian........................................................ 49
B. Hasil Penelitian .............................................................................. 50
1. Uji Asumsi................................................................................. 50
2. Hasil Analisa Data ..................................................................... 53
C. Hasil Tambahan ............................................................................. 58
1. Gambaran Skor self-efficacy berdasarkan jenis kelamin ........... 58
2. Gambaran Skor Kecemasan berbicara di depan umum
Berdasarkan jenis kelamin ............................................................. 59
3. Gambaran Skor Kecemasan berbicara di depan umum
berdasarkan stambuk ..................................................................... 60
D. Pembahasan ................................................................................... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 64
B. Saran .............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jumlah Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara 27
Tabel 2 Blueprint Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum 37
Tabel 3 Blueprint Skala Self-efficacy 38
Tabel 4 Distribusi Aitem-aitem Skala Self-efficacy setelah
uji coba 41
Tabel 5 Distribusi Aitem-aitem Skala Self-efficacy pada
saat penelitian 42
Tabel 6 Distribusi Aitem-aitem Skala Kecemasan Berbicara
di Depan Umum setelah uji coba 43
Tabel 7 Distribusi Aitem-aitem Skala Kecemasan Berbicara
di Depan Umum pada saat penelitian 44
Tabel 8 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 48
Tabel 9 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia 49
Tabel 10 Gambaran Subjek Berdasarkan Stambuk 50
Tabel 11 Normalitas Sebaran Variabel Self-efficacy dan
Kecemasan berbicara di depan umum 51
Tabel 12 Linearitas Hubungan Kedua Variabel 52
Tabel 13 Korelasi Pearson 54
Tabel 14 Gambaran Skor Empirik dan Hipotetik Self-efficacy 55
Tabel 15 Kategorisasi Data Empirik Self-efficacy 56
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tabel 16 Gambaran Skor Empirik dan Hipotetik Kecemsan
Berbicara di Depan Umum 57
Tabel 17 Kategorisasi Data Empirik Kecemasan Berbicara di
Depan Umum 57
Tabel 18 Gambaran Skor Self-efficacy Berdasarkan Jenis Kelamin 58
Tabel 19 Perbedaan Self-efficacy berdasarkan jenis kelamin 58
Tabel 20 Gambaran Skor Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Berdasarkan Jenis Kelamin 59
Tabel 21 Perbedaan Kecemasan Berbicara di depan umum
berdasarkan Jenis Kelamin 59
Tabel 22 Gambaran Skor Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Berdasarkan Stambuk 60
Tabel 23 Perbedaan Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Berdasarkan Stambuk 60
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Scatter Plot Self-efficacy dan Kecemasan
Berbicara di depan umum 52
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Tidak ada
perilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik komunikasi
verbal, nonverbal, maupun komunikasi melalui media pembelajaran. Bidang
pendidikan tidak akan bisa berjalan tanpa dukungan komunikasi (Jourdan dalam
Yusuf, 1990). Komunikasi menggambarkan bagaimana seseorang memahami,
melihat, mendengar, dan merasakan tentang dirinya (sense of self) serta
bagaimana cara individu tersebut berinteraksi dengan lingkungan, dari
mengumpulkan dan mempresentasikan informasi, hingga menyelesaikan konflik.
Berbicara, mendengar, dan kemampuan memahami media (media literacy)
merupakan tiga elemen dari komunikasi. Seorang mahasiswa diharapkan dapat
menjadi pembicara, pendengar, dan pelaku media (media participant) yang
kompeten dalam berbagai setting lingkungan, seperti dalam situasi personal dan
sosial, di dalam kelas, di tempat kerja, maupun sebagai anggota masyarakat. Di
dalam setting kelas pada khususnya, esensi dari proses belajar mengajar adalah
komunikasi, yang terdiri dari transaksi verbal dan nonverbal antara dosen dan
mahasiswa maupun antar mahasiswa (Connor, 1996).
Elliot, Kratochwill, Littlefield Cook & Travers, (2000) menyatakan bahwa
komunikasi memegang peranan dalam pemantapan pembelajaran dan perilaku
yang diharapkan, hubungan interpersonal antara guru dengan siswa, dan
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
penyampaian instruksi, termasuk di dalamnya bertanya, memuji, dan umpan balik
individu. Selanjutnya, Arismunandar (2003) mengemukakan bahwa komunikasi
dan interaksi di dalam kelas sangat menentukan efektivitas dan mutu pendidikan.
Dosen yang menjelaskan, mahasiswa yang bertanya; berbicara dan mendengarkan
yang terjadi silih berganti, semuanya itu merupakan bagian penting dari
pendidikan.
Bertanya kepada dosen, mempresentasikan tugas, melakukan diskusi
kelompok, merupakan beberapa bentuk komunikasi yang dilakukan oleh
mahasiswa di dalam kelas, dimana mahasiswa tidak hanya berinteraksi dengan
dosen, tetapi juga dituntut untuk berbicara, mengemukakan pendapat dan ide-
idenya secara lisan di depan orang banyak. Demikian halnya pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU), dimana sebagai calon
psikolog, mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan berbicara baik dalam
situasi personal maupun di depan umum, di samping keahlian mengungkapkan
pikirannya secara tertulis. Pada buku Panduan Perkuliahan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara (2008) juga disebutkan bahwa salah satu kompetensi
lulusan Sarjana Psikologi USU yang diharapkan adalah mampu berpikir kritis,
berkomunikasi lisan dan tulis, kepemimpinan, percaya diri, penelurusan informasi
berdasarkan perubahan yg terjadi serta mengembangkan diri sebagai penyelesai
masalah. Oleh karena itu, seorang mahasiswa jurusan psikologi seharusnya
memiliki kemampuan berbicara di depan umum yang baik.
Demi memenuhi tuntutan tersebut, metode pembelajaran di Fakultas
Psikologi USU kebanyakan menggunakan sistem diskusi kelompok dan presentasi
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
guna membiasakan mahasiswa berbicara di depan umum. Namun, tidak jarang
mahasiswa merasa cemas untuk mengungkapkan pikirannya secara lisan, baik
pada saat diskusi kelompok, bertanya pada dosen, maupun ketika harus berbicara
di depan kelas saat mempresentasikan tugas. Ketiga kegiatan tersebut menuntut
mahasiswa untuk berbicara di depan umum, dan ketika mahasiswa merasa cemas
saat melakukannya dapat dikatakan mahasiswa tersebut mengalami kecemasan
berbicara di depan umum yang merupakan salah satu bentuk dari hambatan
komunikasi (communication apprehension).
Burgoon dan Ruffner (dalam Dewi & Andrianto, 2003) menyatakan
communication apprehension sebagai suatu reaksi negatif dari individu berupa
kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar
pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi masa. McCroskey
(dalam Byers dan Weber, 1995) mendefinisikan communication apprehension
sebagai tingkat kecemasan individu yang diasosiasikan dengan salah satu
komunikasi, baik komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang diharapkan
dengan individu lain maupun dengan orang banyak.
Motley (dalam Byers dan Weber, 1995) menegaskan bahwa ketakutan atau
kecemasan berbicara di depan umum, mungkin adalah bentuk communication
apprehension yang paling umum. Kecemasan berbicara di depan umum dikatakan
sebagai salah satu ketakutan terbesar yang dialami oleh warga Amerika. Motley
juga menyatakan bahwa sekitar 85 % dari kita mengalami kecemasan yang tidak
menyenangkan berkenaan dengan berbicara di depan umum tersebut. Pada 15 %
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
sampai 20 % mahasiswa Amerika, ketakutan ini melemahkan, dan sangat
mengganggu pekerjaan individu.
Selain itu, Flax (dalam Tilton, 2002) menegaskan bahwa berdasarkan
penelitian terakhir, masyarakat Amerika menggolongkan berbicara di depan
umum sebagai ketakutan terbesar mereka. Tilton (2002) menambahkan, dalam
kenyataannya, banyak individu yang menyatakan lebih takut untuk berbicara di
depan umum dibanding ketakutan lainnya seperti kesulitan ekonomi, menderita
suatu penyakit, bahkan ketakutan terhadap kematian.
Penelitian mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat
kecemasan berbicara yang tinggi biasanya tidak dianggap secara positif oleh
orang lain (McCroskey dalam Byers & Weber, 1995). Mereka dianggap tidak
responsif, tidak komunikatif, sulit untuk mengerti, tidak memiliki ketertarikan
sosial dan seksual, tidak kompeten, tidak dapat dipercaya, tidak berorientasi pada
tugas, tidak suka bergaul, tidak suka menjadi pemimpin dan tidak produktif dalam
kehidupan profesionalnya (Merrill; Mulac & Sherman; McCroskey & Richmond,
dalam Byers & Weber, 1995). Intinya adalah bahwa kecemasan berbicara
menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap kehidupan ekonomi, akademis,
politik, dan sosial individu (McCroskey dalam Byers & Weber, 1995).
Hal senada juga disampaikan oleh Bandura (1997) bahwa individu yang
mengalami kecemasan menunjukkan ketakutan dan perilaku menghindar yang
sering mengganggu performansi dalam kehidupan mereka, begitu pula dalam
situasi akademis. Lebih lanjut, Elliot, dkk (2000) menyatakan bahwa mahasiswa
sering mengalami kecemasan saat akan menghadapi ujian ataupun pada saat harus
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
berbicara di depan orang banyak, dan kecemasan tersebut akan mempengaruhi
perfomansinya. Ericson dan Gardner (dalam Tussey, 2002) menambahkan bahwa
kecemasan terbukti menimbulkan banyak efek yang merugikan terhadap
mahasiswa di dalam kelas.
Kecemasan berbicara di depan umum yang terjadi pada diri individu bisa
disebabkan oleh berbagai macam hal. Menurut Geist (dalam Gunarsa, 2000)
kecemasan tersebut dapat bersumber dari berbagai hal seperti tuntutan sosial yang
berlebihan dan tidak mau atau tidak mampu dipenuhi oleh individu yang
bersangkutan, standar prestasi individu yang terlalu tinggi dengan kemampuan
yang dimilikinya seperti kekurangsiapan untuk menghadapi situasi yang ada, pola
berpikir, dan persepsi negatif terhadap situasi atau diri sendiri. Beberapa
penelitian bahkan menghubungkan kecemasan berbicara dengan karakteristik
individu. MacIntyre dan Thivierge misalnya, mereka menemukan bahwa ciri
umum ekstraversi, kestabilan emosi, dan intelektulitas secara signifikan
berhubungan dengan kecemasan berbicara di depan umum (dalam Roach, 1999).
Ketika merasa cemas ataupun ketika dihadapkan dengan situasi-situasi yang
menekan, individu akan mengalami gejala-gejala fisik maupun psikologis. Nevid,
dkk. (1997) menyatakan bahwa kecemasan berbicara di depan umum biasanya
ditandai dengan gejala fisik seperti tangan berkeringat, jantung berdetak lebih
cepat, dan kaki gemetaran. Gitomer dan Plourde (dalam Boyce, dkk. 2007)
menambahkan bahwa mual, berkeringat, lutut lemas, dan mulut kering adalah
simptom-simptom yang diasosiasikan dengan ketakutan saat berdiri di hadapan
publik.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Di samping itu, kecemasan berbicara di depan umum juga ditandai dengan
adanya gejala-gejala psikologis, seperti takut akan melakukan kesalahan, tingkah
laku yang tidak tenang, dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik (Matindas,
2003). Individu yang merasa cemas baik secara psikis maupun biologis, dalam
dirinya akan terjadi gangguan antisipasi atau harapan pada masa yang akan
datang. Keadaan ini ditandai dengan adanya rasa khawatir, gelisah, dan perasaan
akan terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan dan individu menjadi tidak
mampu menemukan penyelesaian terhadap masalahnya (Hurlock, 1997).
Penanganan kecemasan antara satu individu dengan individu lainnya dapat
berbeda tergantung pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuan yang
dimilikinya yang disebut dengan self-efficacy (Sarafino, 1994). Bandura (1997)
mendefiniskan self-efficacy sebagai keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai
situasi dan memperoleh hasil yang positif. Penilaian seseorang terhadap self-
efficacy memainkan peranan besar dalam hal bagaimana seseorang melakukan
pendekatan terhadap berbagai sasaran, tugas, dan tantangan.
Ketika menghadapi tugas yang menekan, dalam hal ini berbicara di depan
umum, keyakinan individu terhadap kemampuan mereka (self-efficacy) akan
mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan
(Bandura, 1997). Menurut Prakosa (1996) keyakinan terhadap diri sendiri sangat
diperlukan oleh pelajar ataupun mahasiswa. Keyakinan ini akan mengarahkan
kepada pemilihan tindakan, pengerahan usaha, serta keuletan individu. Keyakinan
yang didasari oleh batas-batas kemampuan yang dirasakan akan menuntut kita
berperilaku secara mantap dan efektif.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tingginya self-efficacy yang dimiliki akan memotivasi individu secara
kognitif untuk bertindak lebih bertahan dan terarah terutama apabila tujuan yang
hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas. Tidak mengherankan apabila
ditemukan hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan prestasi dan
perfomansi individu tersebut (Bandura, 1997).
Lebih lanjut, Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy berguna untuk
melatih kontrol terhadap stressor, yang berperan penting dalam keterbangkitan
kecemasan. Individu yang percaya bahwa mereka mampu mengadakan kontrol
terhadap ancaman tidak mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi.
Sebaliknya mereka yang percaya bahwa bahwa mereka tidak dapat mengatur
ancaman, mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi.
Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Feist & Feist (2002), bahwa
ketika seseorang mengalami ketakutan yang tinggi, kecemasan yang akut atau
tingkat stress yang tinggi, maka biasanya mereka mempunyai self-efficacy yang
rendah. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi merasa mampu
dan yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan dan menganggap
ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan
berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
B. Identifikasi Permasalahan
Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Apakah terdapat hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di
depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu, khususnya
dalam bidang psikologi pendidikan mengenai hubungan antara sef-efficacy
dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa.
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a. Pihak fakultas dapat mengetahui tingkat self-efficacy dan tingkat kecemasan
berbicara di depan umum pada mahasiswa di Fakultas Psikologi USU. Hal
ini berguna dalam memberikan pembinaan pada mahasiswa dalam
mengembangkan self-efficacy dan mengurangi kecemasan berbicara di depan
umum.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
b. Penelitian ini berguna sebagai input bagi mahasiswa tentang self-efficacy dan
kecemasan berbicara di depan umum, sehingga diharapkan dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan diri mahasiswa terutama dalam
meningkatkan self-efficacy dan mengurangi kecemasan berbicara di depan
umum.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab I terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II : Landasan Teori
Bagian II berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam
pembahasan masalah serta hipotesa. Teori-teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori kecemasan dalam berbicara di
depan umum dan teori self-efficacy.
BAB III : Metode Penelitian
Bab III berisi uraian yang menjelaskan tentang identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan
sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, validitas dan
reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
analisis data untuk melakukan pengujian hipotesis yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian.
BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data
Bab IV berisi uraian gambaran subjek penelitian, hasil penelitian,
dan deskripsi data penelitian.
BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Bab V berisi uraian mengenai kesimpulan hasil penelitian, serta
saran metodologis dan praktis.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum
1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum
Dalam kamus istilah psikologi, Chaplin (2000) mendefinisikan kecemasan
sebagai perasaan campuran berisi ketakutan dan keprihatinan mengenai rasa-rasa
mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Daradjat (1969)
menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan
(frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Ada beberapa jenis rasa cemas, yaitu
cemas akibat mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya, rasa cemas berupa
penyakit yang dapat mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. Selanjutnya, rasa
cemas karena perasaan berdosa atau bersalah yang nantinya dapat menyertai
gangguan jiwa.
Sementara itu, menurut Lazarus (1976) kecemasan mempunyai dua arti,
yaitu:
a. Kecemasan sebagai respon, digambarkan sebagai suatu pengalaman yang
dirasakan tidak menyenangakan serta diikuti dengan suasana gelisah,
bingung, khawatir dan takut. Bentuk kecemasan ini dibedakan menjadi dua,
yaitu:
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
(1) State anxiety, merupakan gejala kecemasan yang sifatnya tidak menetap pada
diri individu ketika dihadapkan pada situasi tertentu, gejala ini akan tampak
selama situasi tersebut masih ada.
(2) Trait anxiety, kecemasan yang tidak tampak langsung dalam tingkah laku
tetapi dapat dilihat frekuensi dan intensitas keadaan kecemasan individu
sepanjang waktu, merupakan kecemasan yang sifatnya menetap pada diri
individu dan timbul dari pengalaman yang tidak menyenangkan pada awal
kehidupan. Kecemasan tersebut berhubungan dengan kepribadian individu
yang merupakan disposisi pada individu untuk menjadi cemas.
b. Kecemasan sebagai intervening variable, disini kecemasan lebih mempunyai
arti sebagai motivating solution, artinya situasi kecemasan tersebut dapat
mendorong individu agar dapat mengatasi masalah.
Sementara itu, Nevid, dkk. (1997) menganggap kecemasan sebagai suatu
keadaan takut atau perasaan tidak enak yang disebabkan oleh banyak hal seperti
kesehatan individu, hubungan sosial, ketika hendak menjalankan ujian sekolah,
masalah pekerjaan, hubungan internal dan lingkungan sekitar. Lebih lanjut,
Hudaniah dan Dayakisni (2003) menyatakan bahwa pada umumnya kecemasan
berwujud ketakutan kognitif, keterbangkitan syaraf fisiologis dan suatu
pengalaman subjektif dari ketegangan atau kegugupan. Beberapa individu juga
mengalami perasaan tidak nyaman dengan kehadiran orang lain, biasanya disertai
dengan perasaan malu yang ditandai dengan kekakuan, hambatan dan
kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Keadaan individu yang seperti
ini dianggap mengalami kecemasan sosial.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Salah satu bentuk kecemasan yang sering terjadi adalah kecemasan dalam hal
berkomunikasi. Burgoon dan Ruffner (dalam Dewi & Andrianto, 2003)
mendefinisikan communication apprehension sebagai suatu reaksi negatif dari
individu berupa kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik
komunikasi antar pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi masa.
Pada penelitian kali ini penulis akan menekankan pada kecemasan berbicara di
depan umum.
Selanjutnya, McCroskey (1984) menyebutkan ada empat jenis
Communication Apprehension (CA), yaitu CA as a trait, CA in generalized
context, CA with generalized people, CA as a state. Kecemasan berbicara di depan
umum termasuk dalam jenis CA in generalized context, dimana individu
mengalami kecemasan berbicara saat berada pada satu situasi tertentu, tapi tidak
pada situasi lainnya.
McCroskey menambahkan, beberapa individu mengalami kecemasan hanya
pada kondisi tertentu, maksudnya ada tipe general dari kondisi komunikasi yang
menimbulkan kecemasan, yaitu komunikator. Penekanannya adalah bahwa
fenomena kecemasan berbicara di depan umum berpusat pada pembicara. Konteks
yang paling banyak ditemui adalah berbicara di depan umum (Public Speaking),
misalnya memberikan pidato, presentasi di depan kelas, pada saat pertemuan atau
meeting. Individu akan mengalami kecemasan ketika mulai membayangkan
sampai berlangsungnya pengalaman berbicara di depan umum.
Sejalan dengan itu, Beaty (Opt & Loffredo, 2000) juga menyebut kecemasan
berbicara di depan umum dengan istilah “communication apprehension”. Beaty
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
menjelaskan bahwa kecemasan berbicara di depan umum merupakan bentuk dari
perasaan takut atau cemas secara nyata ketika berbicara di depan orang-orang
sebagai hasil dari proses belajar sosial.
Terdapat perbedaan antara berbicara di depan umum dengan pembicaraan
biasa, pada konteks pembicaraan biasa individu merasa aman untuk
menyampaikan pikiran-pikirannya. Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pembicaraan biasa adalah adanya proses memberi dan menerima, proses
komunikasi dua arah (dialog). Berbeda dengan berbicara di depan umum, begitu
individu mulai berbicara di depan umum, secara otomatis individu tersebut
menjadi pemimpin dan memegang kendali penuh dari banyak orang. Proses
komunikasi berubah menjadi satu arah (monolog). Ketakutan dan kecemasan
berbicara di depan umum ditandai dengan perasaan gelisah dan perasaan tertekan
(Rogers, 2004).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara
di depan umum adalah suatu keadaaan tidak nyaman yang sifatnya tidak menetap
pada diri individu, baik ketika membayangkan maupun pada saat berbicara di
depan orang banyak. Hal ini akan ditandai dengan reaksi fisik dan psikologis.
2. Komponen kecemasan berbicara di depan umum
Rogers (2004) membagi komponen kecemasan berbicara di depan umum
menjadi tiga, yaitu :
a. Komponen fisik yang biasanya dirasakan jauh sebelum memulai
pembicaraan. Gejala fisik tersebut dapat berbeda setiap orangnya. Beberapa
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
contoh gejala fisik yang dimaksud adalah detak jantung yang semakin cepat,
suara yang bergetar, kaki gemetar, kejang perut, sulit untuk bernafas dan
hidung berlendir.
b. Komponen proses mental, misalnya : sering mengulang kata atau kalimat,
hilang ingatan secara tiba-tiba sehingga sulit untuk mengingat fakta secara
tepat dan melupakan hal-hal yang sangat penting. Selain itu juga
tersumbatnya pikiran sehingga membuat individu yang sedang berbicara tidak
tahu apa yang harus diucapkan selanjutnya.
c. Komponen emosional, yang termasuk dalam komponen emosional adalah
adanya rasa tidak mampu, rasa takut yang biasa muncul sebelum individu
tampil dan rasa kehilangan kendali. Biasanya secara mendadak muncul rasa
tidak berdaya seperti anak yang tidak mampu mengatasi masalah, munculnya
rasa panik dan rasa malu setelah berakhirnya pembicaraan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bawah komponen
kecemasan berbicara di depan umum terdiri dari komponen fisik, komponen
proses mental, dan komponen emosional.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan
umum
Kecemasan berbicara di depan umum dipengaruhi oleh berbagai macam hal.
Beberapa penelitian menghubungkan kecemasan berbicara dengan karakteristik
kepribadian individu. MacIntyre dan Thivierge (dalam Roach, 1999) misalnya,
menemukan bahwa ciri umum ekstraversi, kestabilan emosi, dan intelektualitas
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
secara signifikan berhubungan dengan kecemasan berbicara di depan umum.
Weaver, Sarget, dan Kiewitz juga menemukan hubungan antara tipe kepribadian
(Tipe A dan Tipe B) dengan kecemasan berbicara, dimana dilaporkan bahwa
individu Tipe A memiliki tingkat kecemasan berbicara yang lebih rendah
dibandingkan dengan individu Tipe B (dalam Roach, 1999).
Rogers (2004) meyakini bahwa yang sangat berpengaruh terhadap kecemasan
berbicara di depan umum adalah pola pikir yang keliru. Seseorang yang hendak
berbicara di depan umum berpikir bahwa dirinya sedang “diadili”, merasa bahwa
penampilan dan gerak-gerik dan ucapannya sedang menjadi perhatian banyak
orang. Sama halnya dengan pendapat Rahayu, dkk (2004) yang menyatakan
bahwa kecemasan berbicara di depan umum bukan disebabkan oleh
ketidakmampuan individu, tetapi disebabkan pada pikiran-pikirannya yang negatif
dan tidak rasional. Hasil penelitiannya yang dilakukan pada mahasiswa
Universitas Islam Negeri Malang juga menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara pola pikir positif dengan kecemasan berbicara di depan umum.
Maksudnya semakin tinggi pola pikir positif seseorang maka semakin rendah
kecemasan berbicara di depan umum, sebaliknya semakin rendah pola pikir
positifnya maka semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum.
Pada bukunya yang berjudul “Human Communication”, Burgoon dan Ruffner
(dalam Dewi & Andrianto, 2003) menyebutkan adanya satu faktor yang
menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum, yaitu kurangnya pengalaman
atau adanya pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakan individu. Hal
ini mengakibatkan individu cenderung mempunyai pikiran dan perasaan yang
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
negatif terhadap dirinya dan kemudian menghindari bicara di depan umum.
Individu meyakini bahwa kejadian yang buruk akan terjadi. Meskipun pada
kenyataannya tidak semua pikirannya akan menjadi kenyataan (McCroskey,
1984).
Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum adalah
citra raga individu (Triana, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan pada
mahasisiwa Universitas Islam Indonesia menunjukkan bahwa semakin positif citra
raga individu maka semakin rendah kecemasannya dalam berbicara di depan
umum. Sebaliknya semakin negatif citra raga individu, maka kecemasan berbicara
di depan umum semakin tinggi.
Sejalan dengan penelitian Triana (2005), Matindas (2003) memandang
keyakinan atau kepercayaan diri seseorang sangat berpengaruh terhadap
kecemasannya berbicara di depan umum. Ketidakyakinan yang muncul dalam
bentuk rasa takut atau cemas menandakan adanya ketegangan yang sangat besar
dalam dirinya. Ketegangan inilah yang menyebabkan tersumbatnya memori atau
terganggunya kemampuan mengingat, keluar keringat dingin, dan jantung
berdebar.
Menurut Geist (dalam Gunarsa, 2000) kecemasan tersebut dapat bersumber
dari berbagai hal seperti tuntutan sosial yang berlebihan dan tidak mau atau tidak
mampu dipenuhi oleh individu yang bersangkutan, standar prestasi individu yang
terlalu tinggi dengan kemampuan yang dimilikinya seperti kekurangsiapan untuk
menghadapi situasi yang ada, pola berpikir, dan persepsi negatif terhadap situasi
atau diri sendiri.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Selain faktor-faktor di atas, perbedaan jenis kelamin juga telah menjadi fokus
dalam beberapa penelitian mengenai kecemasan berbicara di depan umum. Elliot
dan Chong (2004) menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum
dimana wanita memiliki tingkat kecemasan berbicara yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum antara lain adalah pola pikir
yang keliru, pengalaman individu, citra diri individu, jenis kelamin, dan
keyakinan atau kepercayaan diri seseorang.
B. Self-Efficacy
1. Pengertian self-efficacy
Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang
kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya
mempengaruhi cara mereka berperilaku (Bandura, 1977). Dalam teori sosial
kognitif, Bandura (1986) menyatakan bahwa self-efficacy ini membantu seseorang
dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan ketekunan
yang mereka tunjukkan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau
ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas yang
mencakupi kehidupan mereka. Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa
self-efficacy merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan
memperoleh hasil yang positif. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan
kita dalam mengatasi kehidupan.
Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan
penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan
suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Sedangkan, Feist
& Feist (2002) menyatakan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu bahwa
mereka memiliki kemampuan dalam mengadakan kontrol terhadapa pekerjaan
mereka terhadap peristiwa lingkungan mereka sendiri.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang
dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia hadapi,
sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkannya.
2. Klasifikasi self-efficacy
Secara garis besar, self-efficacy terbagi atas dua bentuk yaitu self-efficacy
yang tinggi dan self-efficacy yang rendah. Dalam mengerjakan suatu tugas,
individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan cenderung memilih terlibat
langsung, sementara individu yang memiliki self-efficacy rendah cenderung
menghindari tugas tersebut.
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung mengerjakan
suatu tugas tertentu, sekalipun tugas-tugas tersebut merupakan tugas yang sulit.
Mereka tidak memandang tugas sebagai suatu ancaman yang harus mereka
hindari. Selain itu, mereka mengembangkan minat intrinsik dan ketertarikan yang
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
mendalam terhadap suatu aktivitas, mengembangkan tujuan, dan berkomitmen
dalam mencapai tujuan tersebut. Mereka juga meningkatkan usaha mereka dalam
mencegah kegagalan yang mungkin timbul. Mereka yang gagal dalam
melaksanakan sesuatu, biasanya cepat mendapatkan kembali self-efficacy mereka
setelah mengalami kegagalan tersebut (Bandura, 1997).
Individu yang memiliki self-efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai
akibat dari kurangnya usaha yang keras, pengetahuan, dan keterampilan. Individu
yang ragu akan kemampuan mereka (self-efficacy yang rendah) akan menjauhi
tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman bagi
mereka. Individu seperti ini memiliki aspirasi yang rendah serta komitmen yang
rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan. Ketika
menghadapi tugas-tugas yang sulit, mereka sibuk memikirkan kekurangan-
kekurangan diri mereka, gangguan-gangguan yang mereka hadapi, dan semua
hasil yang dapat merugikan mereka. Individu yang memiliki self-efficacy yang
rendah tidak berpikir tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas-
tugas yang sulit. Saat menghadapi tugas yang sulit, mereka mengurangi usaha-
usaha mereka dan cepat menyerah. Mereka juga lamban dalam membenahi
ataupun mendapatkan kembali self-efficacy mereka ketika menghadapi kegagalan
(Bandura, 1997).
Dari hal-hal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang memiliki
self-efficacy tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Dapat menangani secara efektif situasi yang mereka hadapi.
b. Yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
c. Ancaman dipandang sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari.
d. Gigih dalam berusaha.
e. Percaya pada kemampuan diri yang dimiliki.
f. Hanya sedikit menampakkan keragu-raguan.
g. Suka mencari situasi baru.
Individu yang memiliki self-efficacy rendah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lamban dalam membenahi atau mendapatkan kembali self-efficacy ketika
menghadapi kegagalan.
b. Tidak yakin dapat menghadapi rintangan.
c. Ancaman dipandang sebagai sesuatu yang harus dihindari.
d. Mengurangi usaha dan cepat menyerah.
e. Ragu pada kemampuan diri yang dimiliki.
f. Tidak suka mencari situasi baru.
g. Aspirasi dan komitmen pada tugas lemah.
3. Tahap perkembangan self-efficacy
Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy berkembang secara teratur.
Bayi mulai mengembangkan self-efficacy sebagai usaha untuk melatih pengaruh
lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai
kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial, dan kecakapan
berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan pada lingkungan.
Awal dari pertumbuhan self-efficacy dipusatkan pada orang tua kemudian
dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya, dan orang dewasa lainnya.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Self-efficacy pada masa dewasa meliputi penyesuaian pada masalah
perkawinan dan peningkatan karir. Sedangkan self-efficacy pada masa lanjut usia,
sulit terbentuk sebab pada masa ini terjadi penurunan mental dan fisik, pensiun
kerja, dan penarikan diri dari lingkungan sosial.
Berdasarkan hal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tahap perkembangan
self-efficacy dimulai dari masa bayi, kemudian berkembang hingga masa dewasa
sampai pada masa lanjut usia.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy
Bandura (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
self-efficacy pada diri individu antara lain :
a. Budaya
Budaya mempengaruhi self-efficacy melalui nilai (values), kepercayaan
(beliefs), dan proses pengaturan diri (self-regulatory process) yang berfungsi
sebagai sumber penilaian self-efficacy dan juga sebagai konsekuensi dari
keyakinan akan self-efficacy.
b. Gender
Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self-efficacy. Hal ini dapat
dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang menyatakan bahwa wanita lebih
efikasinya yang tinggi dalam mengelola perannya. Wanita yang memiliki
peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai wanita karir akan
memiliki self-efficacy yang tinggi dibandingkan dengan pria yang bekerja.
c. Sifat dari tugas yang dihadapi
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan
mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan dirinya
sendiri. Semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka
akan semakin rendah individu tersebut menilai kemampuannya. Sebaliknya,
jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan
semakin tinggi individu tersebut menilai kemampuannya.
d. Insentif eksternal
Faktor lain yang dapat mempengaruhi self-efficacy individu adalah insentif
yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat
meningkatkan self-efficacy adalah competent contingens incentive, yaitu
insentif yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan
seseorang.
e. Status atau peran individu dalam lingkungan
Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat
kontrol yang lebih besar sehingga self-efficacy yang dimilikinya juga tinggi.
Sedangkan individu yang memiliki status yang lebih rendah akan memiliki
kontrol yang lebih kecil sehingga self-efficacy yang dimilikinya juga rendah.
f. Informasi tentang kemampuan diri
Individu akan memiliki self-efficacy tinggi, jika ia memperoleh informasi
positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki self-efficacy
yang rendah, jika ia memperoleh informasi negatif mengenai dirinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi self-efficacy adalah budaya, gender, sifat dari tugas yang
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
dihadapi, insentif eksternal, status dan peran individu dalam lingkungan, serta
informasi tentang kemampuan dirinya.
5. Aspek-aspek self-efficacy
Menurut Bandura (1997) terdapat tiga aspek dari self-efficacy pada diri
manusia, yaitu :
a. Tingkatan (Level)
Adanya perbedaan self-efficacy yang dihayati oleh masing-masing individu
mungkin dikarenakan perbedaan tuntutan yang dihadapi. Tuntutan tugas
merepresentasikan bermacam-macam tingkat kesulitan atau kesukaran untuk
mencapai perfomansi optimal. Jika halangan untuk mencapai tuntutan itu
sedikit, maka aktivitas lebih mudah untuk dilakukan, sehingga kemudian
individu akan memiliki self-efficacy yang tinggi.
b. Keadaan Umum ( Generality)
Individu mungkin akan menilai diri merasa yakin melalui bermacam-macam
aktivitas atau hanya dalam daerah fungsi tertentu. Keadaan umum bervariasi
dalam jumlah dari dimensi yang berbeda-beda, diantaranya tingkat kesamaan
aktivitas, perasaan dimana kemampuan ditunjukkan (tingkah laku, kognitif,
afektif), ciri kualitatif situasi, dan karakteristik individu menuju kepada siapa
perilaku itu ditujukan. Pengukuran berhubungan dengan daerah aktivitas dan
konteks situasi yang menampakkan pola dan tingkat generality yang paling
mendasar berkisar tentang apa yang individu susun pada kehidupan mereka.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
c. Kekuatan (Strength)
Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini
seseorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinannya pula.
Individu yang memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan mereka akan
teguh dalam berusaha untuk mengenyampingkan kesulitan yang dihadapi.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tiga aspek self-
efficacy yaitu level (tingkat kesulitan tugas), generality (keadaan umum suatu
tugas), dan strength (kekuatan atau keyakinan seseorang dalam menyelesaikan
tugas) .
C. Mahasiswa
1. Pengertian mahasiswa
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan
tinggi tertentu (Basir, 1992). Menurut Winkel (1997) masa mahasiswa meliputi
rentang umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang umur mahasiswa ini
masih dapat dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa
dari semester 1 sampai dengan semester IV, dan periode 21/22 tahun sampai
24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII.
2. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah mereka
yang terdaftar dan belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Dalam buku Panduan Perkuliahan Program Studi Strata 1 (S-1) Fakultas Psikologi
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Universitas Sumatera Utara (2008) ditegaskan bahwa kompetensi lulusan Sarjana
Psikologi Universitas Sumatera Utara yang diharapkan adalah :
a. Mampu menguasai konsep-konsep umum, perspektif umum, hasil-hasil
penelitian empiris, dan sebagainya dalam bidang psikologi
b. Mampu menguasai penelitian dasar, memiliki keterampilan wawancara,
observasi, desain penelitian mengenai skala, alat ukut psikologi dan
sejenisnya, dan mampu melakukan analisis baik dalam bentuk metode
kuantitatif maupun kualitatif
c. Mampu menguasai prinsip psikodiagnostik dasar serta mampu melakukan
pengamatan secara obyektif dan sistematis mengenai bakat, minat, dan
kepribadian
d. Mampu melakukan intervensi dalam bidang non klinis dan pelatihan
e. Mampu membangun hubungan yang konstruktif supaya memiliki
keterampilan dan menjaga hubungan interpersonal dan mengkomunikaskan
apa yang dimiliki
f. Mampu beretika dalam memberikan pelayanan kepada individu dan
kelompok, memahami perbedaan dan tidak membeda-bedakan
g. Mampu berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulis, kepemimpinan, percaya
diri, penelusuran informasi berdasarkan perubahan yang terjadi serta
mengembangkan diri sebagai penyelesai masalah.
Jumlah mahasiswa Fakultas Psikologi USU saat ini mencapai 515 orang yang
terdiri dari dari angkatan 2003 sampai dengan 2009. Perincian jumlah mahasiswa
Fakultas Psikologi USU digambarkan dalam tabel 1 berikut:
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tabel 1. Jumlah Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Angkatan Jumlah
2003 1
2004 20
2005 76
2006 102
2007 116
2008 102
2009 98
TOTAL : 515
Dari pemaparan di atas disebutkan bahwa seorang lulusan Sarjana Psikologi
Universitas Sumatera Utara yang diharapkan salah satunya adalah yang mampu
berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulis, kepemimpinan, percaya diri,
penelusuran informasi berdasarkan perubahan yang terjadi serta mengembangkan
diri sebagai penyelesai masalah. Oleh karena itu, seorang mahasiswa jurusan
psikologi diharapkan memiliki kemampuan berbicara di depan umum yang baik.
D. Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan
Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Sebagai calon lulusan Sarjana Psikologi Universitas Sumatera Utara dan
sebagai calon psikolog, setiap mahasiswa diharapkan mampu berkomunikasi
secara lisan maupun tulisan, baik dalam komunikasi antar pribadi, komunikasi di
depan umum maupun komunikasi masa. Demi memenuhi harapan tersebut,
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
metode pembelajaran di Fakultas Psikologi USU kebanyakan menggunakan
sistem diskusi kelompok dan presentasi guna membiasakan mahasiswa berbicara
di depan umum. Namun, tidak jarang mahasiswa merasa cemas untuk
mengungkapkan pikirannya secara lisan, baik pada saat diskusi kelompok,
bertanya pada dosen, maupun ketika harus berbicara di depan kelas saat
mempresentasikan tugas. Dalam hal penanganan kecemasan ini, antara satu
individu dengan individu lainnya dapat berbeda tergantung pada penilaian pribadi
individu terhadap kemampuan yang dimilikinya yang disebut dengan self-efficacy
(Sarafino, 1994)
Ketika menghadapi situasi yang menekan, dalam hal ini berbicara di depan
umum, keyakinan individu terhadap kemampuan mereka (self-efficacy) akan
mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi tersebut (Bandura,
1997). Menurut Bandura, self-efficacy berguna untuk melatih kontrol terhadap
stressor yang berperan penting dalam keterbangkitan kecemasan. Individu yang
percaya bahwa mereka mampu mengadakan kontrol terhadap ancaman tidak
mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi. Sebaliknya mereka yang
percaya bahwa bahwa mereka tidak dapat mengatur ancaman, mengalami
keterbangkitan kecemasan yang tinggi. Pendapat yang sama dikemukakan juga
oleh Feist & Feist (2002), bahwa ketika seseorang mengalami ketakutan yang
tinggi, kecemasan yang akut atau tingkat stress yang tinggi, maka biasanya
mereka mempunyai self-efficacy yang rendah. Sementara mereka yang memiliki
self-efficacy yang tinggi merasa mampu dan yakin terhadap kesuksesan dalam
mengatasi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
tidak perlu dihindari. Dengan kata lain, semakin tinggi self-efficacy seseorang,
maka tingkat kecemasannya ketika berbicara di depan umum semakin rendah,
begitu pula sebaliknya.
Bandura (1997) berasumsi bahwa harapan mengenai kemampuan untuk
melakukan tindakan yang diperlukan itu menentukan apakah orang yang
bersangkutan akan berusaha untuk melakukannya, seberapa tekun ia
melakukannya, dan pada akhirnya akan menentukan seberapa keberhasilan yang
akan diperolehnya, jika ia memang memiliki kemampuan insentif yang layak. Hal
ini juga sesuai dengan pendapat Lent (1991) bahwa keyakinan yang kuat dalam
diri untuk mencapai performansi yang diharapkan akan memberi dorongan dan
kekuatan pada diri individu itu sendiri. Selain itu, Myers (1996) menambahkan
bahwa individu dengan self-efficacy yang tinggi tidak mudah mengalami depresi
dan kecemasan serta memiliki pola hidup yang terfokus, sehingga dapat hidup
lebih sehat dan sukses dalam bidang akademis.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan antara negatif antara self-
efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas
Psikologi USU. Semakin tinggi self-efficacy maka tingkat kecemasan berbicara di
depan umum semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy maka
tingkat kecemasan di depan umum semakin tinggi.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB III
METODE PENELITIAN
Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode
penelitian, karena melalui proses tersebut dapat ditentukan apakah hasil dari suatu
penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000). Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk
untuk melihat hubungan antara satu varibel dengan variabel lain. Pembahasan
dalam penelitian ini meliputi identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional
variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode
pengambilan data, validitas dan reliabilitas, dan metode analisis data.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian.
Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan yaitu :
1. Variabel terikat : Kecemasan berbicara di depan umum
2. Variabel bebas : Self-efficacy
B. Definisi Operasional
1. Kecemasan berbicara di depan umum
Kecemasan berbicara di depan umum adalah suatu keadaan tidak nyaman
yang sifatnya tidak menetap pada diri individu, baik ketika membayangkan
maupun pada saat berbicara di depan orang banyak. Kecemasan berbicara di
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
depan yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah kecemasan yang terjadi
pada individu ketika melakukan presentasi di depan kelas.
Kecemasan berbicara di depan umum diukur dengan menggunakan skala
kecemasan berbicara di depan umum yang disusun berdasarkan komponen-
komponen kecemasan berbicara di depan umum yang dikemukakan oleh Rogers
(2004), yaitu komponen fisik, komponen proses mental, dan komponen
emosional. Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala kecemasan berbicara di
depan umum berarti semakin tinggi pula kecemasan berbicara yang dimiliki dan
sebaliknya semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala kecemasan berbicara di
depan umum menunjukkan semakin rendah pula kecemasan berbicara yang
dimiliki.
2. Self-efficacy
Self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu terhadap
kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang
dihadapinya sehingga dapat mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang
diharapkannya.
Self-efficacy diukur dengan menggunakan skala self-efficacy yang disusun
berdasarkan aspek-aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997),
yaitu tingkat (Level/Magnitude), keadaan umum (generality), dan kekuatan
(strength). Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala self-efficacy berarti
semakin tinggi pula self-efficacy yang dimiliki dan sebaliknya semakin rendah
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
nilai yang diperoleh dari skala self-efficacy menunjukkan semakin rendah pula
self-efficacy yang dimiliki.
C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi dan sampel
Dalam penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai merupakan
salah satu faktor yang harus diperhatikan. Populasi adalah sejumlah individu yang
paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian
ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki
penulis maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan
populasi yang dinamakan sampel. Sampel merupakan sebagian dari populasi atau
sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Sampel
sedikitnya harus memiliki satu sifat yang sama dengan populasi (Hadi, 2000).
Selain itu, Hadi juga menambahkan bahwa syarat utama agar hasil penelitian
dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar
mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar
representatif.
Adapun karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Mahasiswa Fakultas Psikologi USU angkatan 2005 s/d 2008
Burgoon dan Ruffner (dalam Dew i & Andrianto, 2003) menyebutkan bahwa
pengalaman individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kecemasan berbicara di depan umum. Ini dapat berarti bahwa semakin ke atas
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
tingkat perkuliahan seorang mahasiswa Fakultas Psikologi USU maka
pengalaman berbicara di depan umum (dalam hal ini melakukan presentasi di
depan kelas) akan semakin banyak. Dengan kata lain angkatan atau stambuk
dapat mewakili pengalaman individu dalam melakukan presentasi. Mengingat
mahasiswa angkatan 2009 baru mengikuti kegiatan perkuliahan selama satu
semester dimana pengalaman melakukan presentasi di depan kelas belum
terlalu banyak, dan untuk menghindari kesenjangan yang terlalu tinggi
dengan angkatan-angkatan di atasnya, maka peneliti membatasi subjek
penelitiannya hanya dari mahasiswa angkatan 2005 sampai dengan 2008 saja.
b. Masih aktif dalam perkuliahan/tidak sedang dalam masa Penundaan Kegiatan
Akademik (PKA)
2. Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil
sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang
sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh
sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability sampling, yaitu teknik pengembilan sampel yang tidak memberi
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2007). Teknik nonprobability sampling yang
digunakan adalah teknik sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
peneliti tidak mengambil sampel dari setiap angkatan mahasiswa Fakultas
Psikologi USU yang masih aktif yaitu dari angkatan 2003 sampai dengan 2009,
namun peneliti hanya mengambil sampel dari angkatan 2005, 2006, 2007, dan
2008 saja. Peneliti mempertimbangkan beberapa hal dalam pengambilan sampel
ini. Sampel dari angkatan 2003 dan 2004 tidak diambil karena alasan terlalu
sedikitnya jumlah mahasiswa dan kesulitan untuk menemui mahasiswa dari
angkatan tersebut. Angkatan 2009 tidak diikutsertakan karena mengingat
mahasiswa angkatan 2009 baru mengikuti kegiatan perkuliahan selama satu
semester dimana pengalaman melakukan presentasi di depan kelas belum terlalu
banyak, dan untuk menghindari kesenjangan yang terlalu tinggi dengan angkatan-
angkatan di atasnya, maka peneliti membatasi subjek penelitiannya hanya dari
mahasiswa angkatan 2005 sampai dengan 2008 saja.
3. Jumlah sampel penelitian
Azwar (2007) menyatakan bahwa secara tradisional, statistik menganggap
jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Sampel dalam
penelitian ini adalah 184 orang. Pengambilan jumlah sampel mengacu pada tabel
Nomogram Herry King dengan taraf kesalahan 5%. Jumlah mahasiswa dari
angkatan 2005 sampai dengan 2008 adalah 416 orang. Taraf kesalahan 5% berarti
interval kepercayaannya adalah 95%, sehingga faktor pengalinya adalah 1,195.
Dengan melihat nomogram Herry King tersebut, maka dari angka 416 ditarik
garis lurus melewati taraf kesalahan 5% dan ditemukan titik angka di atas 40,
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
kurang lebih ada di titik 37. Maka jumlah sampel yang diambil adalah 0,37 x 416
x 1,195 = 183,9 dibulatkan menjadi 184 orang.
D. Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah melalui
metode skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa
konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-
indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan
(Azwar, 2000).
Menurut Hadi (2002), skala psikologis mendasarkan diri pada laporan–
laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan
dengan asumsi sebagai berikut :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Apa yang dikatakan oleh subjek tentang kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan–pernyataan yang diajukan sama
dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Selain itu metode skala psikologis digunakan dalam penelitian atas dasar
pertimbangan:
1. Metode skala psikologis merupakan metode yang praktis.
2. Dalam waktu yang relatif singkat dapat dikumpulkan data yang banyak.
3. Metode skala psikologis merupakan metode yang dapat menghemat tenaga
dan ekonomis.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini
merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi
respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000). Prosedur penskalaan
dengan metode Likert didasari oleh dua asumsi yaitu :
1. Setiap pernyataan sikap yang disepakati sebagai pernyataan yang favorable
(mendukung) atau yang unfavorable (tidak mendukung).
2. Jawaban dari individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot yang
lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang
mempunyai sikap negatif.
Dalam penelitian ini, akan digunakan dua buah skala, yaitu skala kecemasan
berbicara di depan umum dan skala self-efficacy.
1. Skala kecemasan berbicara di depan umum
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kecemasan berbicara di depan
umum adalah skala kecemasan berbicara di depan umum yang dirancang sendiri
oleh peneliti dengan berdasarkan pada komponen-komponen kecemasan berbicara
di depan umum yang dikemukakan oleh Rogers (2004), yaitu komponen fisik,
komponen proses mental, dan komponen emosional.
Model skala ini menggunakan model skala Likert. Aitem-aitem dalam skala
ini merupakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu SL (selalu), SR
(sering), KD (kadang), dan TP (tidak pernah). Skala disajikan dalam bentuk
pernyataan favorable dan unfavorable. Skor yang diberikan bergerak dari 1
sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu : SL = 4, SR = 3, KD
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
= 2, TP = 1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu : SL =
1, SR = 2, KD = 3, TP = 4.
Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang berarti semakin tinggi kecemasan
yang dimilikinya ketika harus berbicara di depan umum. Sebaliknya, semakin
rendah skor yang dicapai seseorang maka semakin rendah pula tingkat kecemasan
yang dimilikinya dalam berbicara di depan umum.
Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk Blue
Print pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Blue Print Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum
No Aspek Indikator perilaku Jumlah aitem F
Fav Unfav
1. Komponen
fisik
1. Jantung jantung cepat
2. Suara yang bergetar
3. Kaki gemetar
4. Kejang perut
5. Sulit bernafas
6. Berkeringat
3
3
3
3
3
4
2
2
2
2
2
1
30
2. Komponen
proses mental
1. Sering mengulang kata atau
kalimat
2. Sulit untuk mengingat fakta
secara tepat
3. Melupakan hal-hal yang penting
4. Tidak tahu apa yang harus
diucapkan selanjutnya
3
3
3
3
2
2
2
2
20
3. Komponen
Emosional
1. Munculnya rasa tidak mampu
2. Munculnya rasa takut
3. Munculnya rasa kehilangan
kendali
2
3
3
3
2
15
Total 39 26 65
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
2. Skala self-efficacy
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-efficacy adalah skala self-
efficacy yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan berdasarkan pada aspek-
aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu level,
generality, dan strength.
Model skala ini menggunakan model skala Likert. Aitem-aitem dalam skala
ini merupakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu SS (sangat
sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), STS (sangat tidak sesuai). Skala disajikan
dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Skor yang diberikan
bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu : SS =
4, S = 3, TS = 2, STS = 1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan
unfavorable yaitu : SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4.
Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang berarti semakin tinggi self-
efficacy yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai
seseorang berarti semakin rendah self-efficacy yang dimilikinya.
Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk Blue
Print pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Blue Print Skala Self-Efficacy
No Aspek Jumlah Item
Total Fav Unfav
1. Level 10 10 20
2. Generality 10 10 20
3. Strength 10 10 20
T O T A L 60
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada
mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki
dengan tepat (Azwar, 2000). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi (content validity). Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi
lewat pengujian terhadap isi tes dengan analis rasional atau lewat professional
judgment (Azwar, 2000). Professional jugement di dalam penelitian ini adalah
dosen pembimbing penelitian ini.
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat yang
bersangkutan, bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi,
2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas
merupakan indikator konsistensi atau alat kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna kecermatan pengukur (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
internal consistency (Cronbach’s alpha coefficient) yang hanya memerlukan satu
kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan
tujuan untuk melihat konsistensi di dalam tes itu sendiri. Teknik ini dipandang
ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi, sehingga hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada populasi (Azwar, 2000).
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Daya beda aitem
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki satu atau yang tidak
memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini
adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur
oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2007).
Pengujian daya beda aitem ini menghendaki dilakukannya komputasi
koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria
yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan
koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula
koefisien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan
menghasilkan koefisen korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda
aitem (Azwar, 2007).
4. Hasil uji coba alat ukur
Uji coba skala self-efficacy dan kecemasan berbicara di depan umum
dilakukan terhadap 170 mahasiswa dari beberapa fakultas di USU meliputi
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Soasial dan Ilmu Politik, Fakultas
Ekonomi, dan Program Studi Keperawatan.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
a. Hasil uji coba skala self-efficacy
Hasil ujicoba skala self-efficacy menunjukkan bahwa alat ukur valid dan
reliabel, dimana nilai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,907 dengan kisaran
nilai corrected item total correlation yang bergerak dari 0,305 – 0,570.
Jumlah aitem skala self-efficacy yang di ujicobakan adalah 60 aitem. setelah
dilakukan ujicoba jumlah aitem yang baik adalah sebanyak 39 aitem dengan
koefisien korelasi rxx minimal 0,300. Jumlah aitem yang baik tersebut didasarkan
pendapat Azwar (2000) yang menyatakan bahwa semua aitem yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,300, daya pembedanya dianggap memuaskan.
Distribusi aitem yang dipakai pada skala self-efficacy dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Aitem-aitem Skala Self-efficacy setelah uji coba
No. Aspek Aitem Jlh
F UF
1. Level 2, 13, 14, 25, 26, 37, 38,
50
7, 8, 19, 20, 31, 32, 44,
55
16
2. Generality 3, 4, 16, 27, 28, 39, 51,
52
9, 10, 22, 33, 34, 46, 57 15
3. Strength 5, 29, 41 12, 23, 24, 35, 47 8
Total 19 20 39
Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu aitem disusun
kembali seperti pada tabel 5.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tabel 5. Distribusi Aitem-aitem Skala Self-efficacy pada saat penelitian
No. Aspek Aitem Jlh
F UF
1. Level 1, 10, 11, 18, 19, 28, 29,
35
5, 6, 13, 14, 23, 24,
32, 38
16
2. Generality 2, 3, 12, 20, 21, 30, 36,
37
7, 18, 15, 25, 26, 33,
39
15
3. Strength 5, 29, 41 12, 23, 24, 35, 47 8
Total 19 20 39
a. Hasil uji coba skala kecemasan berbicara di depan umum
Hasil ujicoba skala kecemasan berbicara di depan umum menunjukkan bahwa
alat ukur valid dan reliabel, dimana nilai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,948
dengan kisaran nilai corrected item total correlation yang bergerak dari 0,324 –
0,669.
Jumlah aitem skala kecemasan berbicara di depan umum yang di ujicobakan
adalah 65 aitem. setelah dilakukan ujicoba jumlah aitem yang baik adalah
sebanyak 52 aitem dengan koefisien korelasi rxx minimal 0,300. Jumlah aitem
yang baik tersebut didasarkan pendapat Azwar (2000) yang menyatakan bahwa
semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,300, daya pembedanya
dianggap memuaskan.
Distribusi aitem yang dipakai pada skala kecemasan berbicara di depan
umum dapat dilihat pada tabel 6.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tabel 6. Distribusi Aitem-aitem Skala Kecemasan berbicara di depan umum
setelah uji coba
No. Aspek Indikator
perilaku
Aitem Jlh
F UF
1. Komponen
Fisik
Jantung jantung
cepat
1, 14, 10 25 4
Suara yang
bergetar
3, 21, 27 8, 15 5
Kaki gemetar 4, 16, 30 9, 26 5
Kejang perut 5, 10, 17 - 3
Sulit bernafas 2, 11, 18 13, 29 5
Berkeringat 7, 19, 23, 28 - 4
2. Komponen
Proses Mental
Sering
mengulang kata
atau kalimat
31, 37, 42 34 4
Sulit untuk
mengingat fakta
secara tepat
33,44, 48 39, 50 5
Melupakan hal-
hal yang
penting
32, 41, 45 36 4
Tidak tahu apa
yang harus
diucapkan
selanjutnya
35, 43, 49 40, 47 5
3. Komponen
Emosional
Munculnya rasa
tidak mampu
54, 57 51, 60 4
Munculnya rasa
takut
56, 59, 64 - 3
Munculnya rasa
kehilangan
kendali
52 - 1
Total 37 15 52
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu aitem disusun
kembali seperti pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Aitem-aitem Skala Kecemasan berbicara di depan
umum pada saat penelitian
No. Aspek Indikator perilaku Aitem Jlh
F UF
1. Komponen
Fisik
Jantung jantung
cepat
1, 12, 40 21 4
Suara yang
bergetar
23, 31, 45 7, 13 5
Kaki gemetar 4, 14, 26 33, 38 5
Kejang perut 9, 15, 39 - 3
Sulit bernafas 10, 16, 27 26, 46 5
Berkeringat 17, 24, 44, 52 - 4
2. Komponen
Proses Mental
Sering mengulang
kata atau kalimat
2, 22, 48 30 4
Sulit untuk
mengingat fakta
secara tepat
5, 29, 42 20, 34 5
Melupakan hal-
hal yang penting
18, 36, 51 32 4
Tidak tahu apa
yang harus
diucapkan
selanjutnya
8, 19, 43 35, 41 5
3. Komponen
Emosional
Munculnya rasa
tidak mampu
47, 49 3, 28 4
Munculnya rasa
takut
6, 37, 50 - 3
Munculnya rasa
kehilangan
kendali
11 - 1
Total 37 15 52
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap tersebut
yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.
1. Persiapan penelitian
Tahap persiapan penelitian terdiri dari:
a. Pembuatan alat ukur
Sebelum alat ukur dibuat maka hal pertama yang dilakukan oleh peneliti
adalah menentukan aspek-aspek dari suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala self-efficacy dan skala kecemasan
berbicara di depan umum. Skala skala self-efficacy disusun berdasarkan pada
aspek-aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997). Skala self-
efficacy yang disusun oleh peneliti berjumlah 60 aitem.
Skala kecemasan berbicara di depan umum disusun berdasarkan pada
komponen-komponen kecemasan berbicara di depan umum yang dikemukakan
oleh Rogers (2004). Skala perilaku diet yang disusun oleh peneliti berjumlah 65
aitem.
b. Uji coba alat ukur
Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah
melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 3
November 2009 sampai 10 Oktober 2009 kepada 170 mahasiswa dari beberapa
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
fakultas di USU meliputi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Soasial
dan Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi, dan Program Studi Keperawatan.
c. Revisi alat ukur
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur maka peneliti menguji validitas
dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan
reliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut ke dalam
alat ukur yang digunakan untuk mengambil data penelitian. Skala dibuat dalam
bentuk buku dari kertas berukuran A4 yang dibagi dua dengan huruf Times New
Roman ukuran 14.
2. Pelaksanaan penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 18 November 2009
sampai dengan 24 November 2009 kepada 184 mahasiswa Fakultas Psikologi
USU dari angkatan 2005 sampai dengan 2008.
G. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk melihat hubungan antara self-efficacy
dengan kecemasan berbicara di depan umum adalah dengan menggunakan
korelasi Pearson product moment. Cara penghitungannya dibantu dengan
menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Sebelum dilakukan analisa data terlebih dahulu akan dilakukan uji asumsi
terhadap hasil penelitian yang meliputi uji normalitas dan linearitas.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
1. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi dari
penelitian masing-masing variabel yaitu variabel bebas dan terikat telah
menyebar secara normal. Uji Normalitas sebaran dianalisis dengan
menggunakan Kolmogorov-Smirnov, dengan bantuan SPSS for windows
versi 16.
2. Uji linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian, yaitu variabel bebas (self-efficacy) dan variabel terikat
(kecemasan berbicara di depan umum) memiliki hubungan linear. Uji
linearitas dilakukan dengan menggunakan analisa varians (ANAVA) dan
Scatter Plot dengan bantuan SPSS for windows versi 15.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian.
Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian
dilanjutkan dengan analisa dan pembahasan hasil penelitian.
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara. Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, 2007, 2006, dan 2005 berjumlah 184
orang.
Dari 184 orang subjek diperoleh gambaran subjek sebagai berikut.
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran
penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel berikut:
Tabel 8.Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N Persentase
Perempuan 159 86,4 %
Laki – laki 25 13,6 %
Total 184 100%
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Berdasarkan data pada tabel 8, diketahui bahwa jumlah subjek berjenis
kelamin perempuan sebanyak 159 orang (86,4%), sedangkan subjek yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (13,6 %).
2. Usia Subjek Penelitian
Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran
subjek seperti terdapat pada tabel berikut:
Tabel 9.Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Usia N Persentase
18 10 5,4 %
19 44 23,9 %
20 54 29,3 %
21 42 22,8 %
22 26 14,1 %
23 8 4,3 %
Total 184 100%
Berdasarkan data pada tabel 9, maka subjek yang paling banyak adalah
subjek yang berusia 20 tahun sebanyak 54 orang (29,3%), sedangkan yang paling
sedikit adalah subjek yag berusia 23 tahun yakni 8 orang (4,3 %).
3. Stambuk Subjek Penelitian
Berdasarkan stambuk subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran
subjek seperti terdapat pada tabel berikut:
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tabel 10.Gambaran Subjek Berdasarkan Stambuk
Stambuk N Persentase
2005 34 18,5 %
2006 45 24,5 %
2007 51 27,7 %
2008 54 29,3 %
Total 184 100%
Berdasarkan data pada tabel 10, maka subjek yang paling banyak adalah
subjek yang berasal dari stambuk 2008 yaitu sebanyak 54 orang (29,3 %), dan
yang paling sedikit berasal dari stambuk 2005 yaitu sebanyak 34 orang (18,5 %)
B. Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi
Jumlah skala yang disebarkan kepada sampel penelitian sebanyak 184 skala
dan dari 184 skala yang disebarkan semuanya dikembalikan dan dapat tercapai
keseluruhannya. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap skala tersebut maka
keseluruhan skala telah memenuhi syarat untuk dilakukan analisis.
Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan
terlebih dahulu yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada kedua variabel penelitian,
baik variabel tergantung (kecemasan berbicara di depan umum) maupun variabel
bebas (self-efficacy). Selain itu dilakukan juga uji linearitas untuk mengetahui
bentuk korelasi antara masing-masing variabel. Pengujian asumsi dan analisa data
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16,0 for windows.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Uji Normalitas Sebaran
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian
telah menyebar secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
metode Kolmogorov - Smirnov. Alasan peneliti menggunakan metode ini karena
kedua data penelitian merupakan data ordinal. Data dikatakan terdistribusi normal
jika harga ρ > 0,05. Untuk data self-efficacy diperoleh ρ = 0,272. Hasil ini
menunjukkan bahwa penyebaran data self-efficacy terdistribusi normal. Untuk
data kecemasan berbicara di depan umum diperoleh ρ = 0,250. Hasil ini
menunjukkan bahwa penyebaran data kecemasan berbicara di depan umum
terdistribusi normal.
Tabel 11. Normalitas Sebaran Variabel Self-efficacy dan Kecemasan berbicara di
depan umum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Variabel Z ρ Keterangan
Self-efficacy 0.998 0.272 Sebaran normal
Kecemasan berbicara
di depan umum
1.019 0250 Sebaran normal
3. Uji Linearitas Hubungan
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian,
yaitu variabel self-efficacy dan variabel kecemasan berbicara di depan umum
memiliki hubungan linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan teknik
interactive graph yang menghasilkan diagram pencar (scatterplot) dan dengan
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Analisa Varians (ANAVA) dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows
16.00.
Gambar 1. Scatter Plot Self-efficacy dan Kecemasan berbicara di depan umum
Tabel 12. Linearitas hubungan kedua variabel
F ρ Keterangan
Kecemasan berbicara
di depan umum*
self-efficacy
153.932 0.000 Linear
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dapat dikatakan linear
apabila nilai signifikansi ρ < 0.05. Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai
signifikansi yang diperoleh yaitu 0.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel self-efficacy dan variabel kecemasan berbicara di depan umum memiliki
hubungan yang linear.
B. 2. Hasil Analisa Data
1. Hasil Perhitungan Korelasi
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan
kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini mengandung pengertian bahwa semakin
tinggi self-efficacy maka semakin rendah tingkat kecemasan dalam diri individu,
Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy maka semakin tinggi tingkat kecemasan
yang dialami.
Untuk pengujian statistik, maka dilakukan perumusan hipotesa statistik
sebagai berikut :
Ho : ρ = 0
Ha : ρ > 0
Hipotesa nol (Ho) mengandung pengertian bahwa tidak ada hubungan antara
self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa
Fakultas Psikologi USU. Hipotesa alternatif (Ha) mengandung pengertian bahwa
ada hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum
pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Berdasarkan tujuan penelitian, maka dilakukan analisa statistik dengan
menggunakan uji Pearson Correlation. Hasil uji statistik ini dapat dilihat pada
tabel 16 di bawah ini.
Tabel 13. Korelasi Pearson
Self-efficacy Kecemasan berbicara
di depan umum
Self-efficacy
Pearson
Correlation 1 -.670*
Sig. (2-tailed) .000
Kecemasan berbicara
di depan umum
Pearson
Correlation -.670* 1
Sig. (2-tailed) .000
* Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil pengujian statistik yang telah dilakukan dengan
menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 16.0 for windows, diperoleh
nilai r = -0.670 dengan ρ (0,01) untuk korelasi antara self-efficacy dengan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.
Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesa nol (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif
(Ha) diterima yang artinya ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU,
dimana semakin tinggi self-efficacy mahasiswa maka tingkat kecemasan mereka
akan semakin rendah dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah self-efficacy
maka tingkat kecemasannya akan semakin tinggi.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
2. Kategorisasi
Berdasarkan data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu
pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor
populasi terdistribusi normal. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi dalam tiga kategori yaitu tinggi, rendah dan sedang.
Kategorisasi ini dapat diperoleh melalui uji signifikansi perbedaan antara mean
skor empiris dan mean hipotetik.
a. Gambaran Skor Self-efficacy
Skala self-efficacy terdiri dari 39 aitem dengan empat pilihan jawaban yang
bergerak dari 1 sampai 4. Dari skala self-efficacy yang diisi oleh subjek maka
diperoleh gambaran skor empirik dan hipotetik seperti di bawah ini.
Tabel 14. Gambaran Skor Empirik dan Hipotetik Self-efficacy
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Empirik 184 75 150 109.55 10.487
Hipotetik 184 39 156 97.5 19.5
Berdasarkan hasil penelitian, didapat hasil perbandingan mean empirik dan
mean hipotetik dari variabel self-efficacy yang menunjukkan E>H yaitu
109.55 > 97.5 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor self-efficacy pada
subjek penelitian lebih tinggi daripada self-efficacy pada populasi umumnya.
Rangkuman data penelitian tersebut selanjutnya digunakan oleh peneliti
untuk mengkategorisasikan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Psikologi
USU dalam tingkatan-tingkatan untuk kemudian disusun norma. Subjek
dikategorikan menjadi tiga kategori dengan rumus:
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
a. Rendah = X < Mean – 1 (SD)
b. Sedang = Mean – 1 (SD) ≤ X < Mean + 1 (SD)
c. Tinggi = Mean + 1 (SD) ≤ X
Dengan memperhatikan mean empirik sebesar 109.55 dan standar deviasi
sebesar 10.487 maka kriteria kategorisasi untuk variabel self-efficacy pada
mahasiswa Fakultas Psikologi USU dengan jumlah dan pesentasi subjek di
dalamnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 15. Kategorisasi Data Empirik Self-efficacy
Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase
self-
efficacy
120,037 ≤ X Tinggi 16 8,7 %
99,063 ≤ X < 120,037 Sedang 141 76,6 %
X < 99,063 Rendah 27 14,7 %
Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel, dapat dilihat bahwa sebagian
besar subjek penelitian termasuk dalam kategori self-efficacy sedang yaitu
berjumlah 141 orang (76,6%). Selebihnya, 16 orang subjek penelitian (8,7 %)
termasuk dalam kategori self-efficacy tinggi, dan 27 orang (14,7%) berada
pada kategori rendah.
b. Gambaran Skor Kecemasan berbicara di depan umum
Skala kecemasan berbicara di depan umum terdiri dari 52 aitem dengan
empat pilihan jawaban yang bergerak dari 1 sampai 4. Dari skala kecemasan
berbicara di depan umum yang diisi oleh subjek maka diperoleh gambaran skor
empirik dan hipotetik seperti di bawah ini.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Tabel 16. Gambaran Skor Empirik dan Hipotetik Kecemasan berbicara di depan
umum
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Empirik 184 59 177 107,29 22,994
Hipotetik 184 52 208 130 19,5
Berdasarkan hasil penelitian, didapat hasil perbandingan mean empirik dan
mean hipotetik dari variabel kecemasan berbicara di depan umum yang
menunjukkan E<H yaitu 107,29 > 130 sehingga dapat disimpulkan bahwa
kecemasan berbicara di muka umum pada subjek penelitian lebih rendah
daripada kecemasan berbicara di depan umum pada populasi umumnya.
Cara mengelompokkan skor untuk kecemasan berbicara di depan umum
sama dengan skor self-efficacy. Dengan memperhatikan nilai mean empirik
sebesar 107,29 dan standar deviasi sebesar 22,994 maka kriteria kategorisasi
untuk variabel kecemasan berbicara di depan umum dengan jumlah persentase
subjek di dalamnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 17. Kategorisasi Data Empirik Kecemasan berbicara di depan umum
Variabel Rentang nilai Kategori Frekuensi Persentase
Kecemasan
berbicara di
depan umum
130,284 ≤ X Tinggi 30 16.3 %
84,296 ≤ X < 130,284 Sedang 123 66.9%
X < 84,296 Rendah 31 16.8%
Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel, dapat dilihat bahwa sebagian
besar subjek penelitian termasuk dalam kategori kecemasan berbicara di
depan umum sedang yaitu berjumlah 123 orang (66.9%). Selebihnya, 30 orang
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
subjek penelitian (16.3%) termasuk dalam kategori tinggi, dan 31 orang
(16.8%) berada pada kategori rendah.
C. Hasil Tambahan
Setelah dilakukan pengujian statistik untuk data utama dalam penelitian ini,
maka diperoleh hasil bahwa ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Ada
beberapa hasil tambahan dalam penelitian ini yang diharapkan dapat memperkaya
hasil penelitian, antara lain perbedaan self-efficacy ditinjau dari jenis kelamin,
juga perbedaan kecemasan berbicara di depan umum ditinjau dari jenis kelamin
dan stambuk.
1. Gambaran Skor Self-efficacy Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 18. Gambaran Skor Self-efficacy Berdasarkan Jenis Kelamin
Variabel Skor Empirik
N Min Maks Mean SD
Laki-Laki 25 96 145 112.24 11.315
Perempuan 159 75 150 109.13 10.325
Tabel 19. Perbedaan Self-efficacy Berdasarkan Jenis Kelamin
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 209.516 1 209.516 1.915 .168
Within Groups 19916.044 182 109.429
Total 20125.560 113
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki
memiliki mean score yang lebih tinggi (112.24), jika dibandingkan dengan mean
score subjek yang berjenis kelamin perempuan (109.13). Dan dari tabel 19
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan self-efficacy yang signifikan (ρ = 0, 168
> α = 0,05) antara siswa perempuan dan siswa laki-laki.
2. Gambaran Skor Kecemasan Berbicara di depan umum Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 20. Gambaran Skor Kecemasan Berbicara di depan umum
Berdasarkan Jenis Kelamin
Variabel Skor Empirik
N Min Maks Mean SD
Laki-Laki 25 80 163 105.76 21.667
Perempuan 159 59 177 107.53 23.251
Tabel 21. Perbedaan Kecemasan Berbicara di depan umum
Berdasarkan Jenis Kelamin
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 67.551 1 67.551 .127 .722
Within Groups 96686.183 182 531.243
Total 96753.734 183
Melalui tabel 20 dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki
memiliki mean score kecemasan yang lebih rendah (105.76), daripada mean score
kecemasan yang dimiliki oleh subjek yang berjenis kelamin perempuan (107.53).
Tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan (ρ = 0, 722 > α = 0,05)
antara siswa perempuan dan siswa laki-laki.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Gambaran Skor Kecemasan Berbicara di depan umum Berdasarkan
Stambuk
Tabel 22. Gambaran Skor Kecemasan Berbicara di depan umum
Berdasarkan Stambuk
Variabel Skor Empirik
N Min Maks Mean SD
2005 34 60 166 111.21 24.374
2006 45 69 163 100.56 20.630
2007 51 61 177 109.98 22.765
2008 54 59 163 107.89 23.615
Tabel 23. Perbedaan Kecemasan Berbicara di depan umum
Berdasarkan Stambuk
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2950.750 3 983.583 1.887 .133
Within Groups 93802.984 180 521.128
Total 96753.734 183
Melalui tabel 22 dapat dilihat bahwa stambuk 2006 memiliki mean score
kecemasan yang paling rendah (100.56), sedangkan mean score kecemasan paling
tinggi berada pada stambuk 2005 (111.21). Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat
bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan (ρ = 0, 133 > α =
0,05) antara mahasiswa dari setiap stambuk.
D. Pembahasan
Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa ada hubungan negatif
antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa
Fakultas Psikologi USU. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis yang
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
diajukan yaitu terdapat hubungan negatif antara self-efficacy dengan kecemasan
berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Ini berarti
bahwa semakin tinggi self-efficacy mahasiswa maka akan diikuti pula dengan
semakin rendahnya tingkat kecemasan mereka dalam berbicara di depan umum.
Dimana tingkat korelasi antara kedua variabel ini adalah -0,670.
Menurut Geist (dalam Gunarsa, 2000), salah satu faktor yang mempengaruhi
kecemasan berbicara di depan umum adalah persepsi negatif seseorang terhadap
dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan Matindas (2003) yang memandang bahwa
keyakinan atau kepercayaan diri seseorang sangat berpengaruh terhadap
kecemasannya berbicara di depan umum. Self-efficacy sendiri merupakan
keyakinan individu terhadap kemampuan mereka yang mempengaruhi cara
individu tersebut dalam bereaksi terhadap suatu situasi (Bandura, 1997). Menurut
Bandura, self-efficacy berguna untuk melatih kontrol terhadap keterbangkitan
kecemasan. Feist & Feist (2000) mengemukakan bahwa ketika seseorang
mengalami kecemasan yang tinggi maka mereka biasanya memiliki self-efficacy
yang rendah, sementara mereka yang memiliki self-efficacy tinggi merasa mampu
mengatasi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang
tidak perlu dihindari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa semakin tinggi
self-efficacy seseorang maka tingkat kecemasannya dalam berbicara di depan
umum semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian juga ditemukan
bahwa pengaruh self-efficacy terhadap kecemasan berbicara di depan umum
adalah sebesar 44,9%. Ini berarti bahwa self-efficacy memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap kecemasan seseorang dalam berbicara di depan umum.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Menurut Bandura (1997) perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap
self-efficacy dimana perempuan memiliki self-efficacy yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Pernyataan Bandura tersebut tidak sesuai dengan
hasil tambahan penelitian. Tabel 18 menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki
ternyata memiliki self-efficacy lebih tinggi jika dilihat dari mean score yang
diperoleh. Selain itu, ditemukan juga bahwa tidak terdapat perbedaan self-efficacy
yang signifikan antara mahasiswa perempuan dan laki-laki.
Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan kecemasan berbicara di
depan umum yang antara mahasiswa perempuan dan laki-laki. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Elliot dan Chong (2004) yang menyebutkan bahwa perbedaan
jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan
berbicara di depan umum dimana wanita memiliki tingkat kecemasan berbicara
yang lebih tinggi dibandingkan pria. Meskipun begitu, terdapat beberapa
penelitian yang menyebutkan bahwa memang perbedaan jenis kelamin tidak
mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum. Philips, Jones, Rieger, &
Snell (dalam Elliot dan Chong, 2004) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
jenis kelamin pada hasil pengukuran self-report mengenai kecemasan presentasi
pada mahasiswa di Amerika. Sejalan dengan itu Pribyl, Keaten, & Sakamoto
(dalam Elliot dan Chong, 2004) tidak menemukan adanya perbedaan jenis
kelamin di antara mahasiswa Jepang yang menggunakan Personal Report of
Public Speaking Anxiety versi Bahasa Jepang.
Burgoon dan Ruffner (dalam Dewi & Andrianto, 2003) menyebutkan bahwa
pengalaman individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
berbicara di depan umum. Ini dapat berarti bahwa semakin ke atas tingkat
perkuliahan seorang mahasiswa Fakultas Psikologi USU maka pengalaman
berbicara di depan umum (dalam hal ini melakukan presentasi di depan kelas)
akan semakin banyak. Dengan kata lain angkatan atau stambuk dapat mewakili
seberapa banyak pengalaman individu dalam melakukan presentasi. Jika dilihat
dari mean score pada tabel 22 mahasiswa dari angkatan 2006 memiliki skor
kecemasan yang paling rendah, dan skor kecemasan yang paling rendah berada
pada mahasiswa 2005. Hal ini dapat berarti bahwa ternyata semakin banyak
pengalaman seseorang dalam berbicara di depan umum belum tentu tingkat
kecemasannya semakin rendah. Berdasarkan tabel 20 juga dapat dilihat bahwa
tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara mahasiswa dari setiap
stambuk.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan, diskusi dan saran-saran sehubungan
dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan
dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini yang dilanjutkan dengan diskusi
mengenai hasil yang diperoleh dan pada bagian akhir akan dikemukakan saran-
saran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang mungkin dapat berguna
bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat dibuat
beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara self-efficacy dengan kecemasan
berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara, dengan nilai r = -0.670 dengan ρ (0,01). Hal ini
mengandung pengertian semakin tinggi self-efficacy seorang mahasiswa maka
semakin rendah tingkat kecemasan mereka dalam berbicara di depan umum.
2. Tidak terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara self-efficacy
mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan mahasiswa berjenis kelamin
laki-laki.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Tidak terdapat perbedaan kecemasan berbicara di depan umum yang
signifikan baik berdasarkan jenis kelamin maupun stambuk mahasiswa.
4. Sumbangan efektif variabel self-efficacy terhadap kecemasan berbicara di
depan umum sebesar 44,9 %. Hal ini terlihat dari nilai R-square (r²) yang
diperoleh dari hubungan antara self-efficacy dan kecemasan berbicara di
depan umum sebesar 0,31.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka peneliti akan memberikan saran-
saran buat peneliti selanjutnya. Adapun saran-saran tersebut adalah:
1. Saran Metodologis
Untuk peneliti selanjutnya yang ingin membuat penelitian yang sejenis, maka
disarankan agar:
a. Mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi kecemasan
berbicara di depan umum maupun self-efficacy.
b. Menggunakan subjek penelitian yang cakupannya lebih luas untuk
dibandingkan hasilnya, seperti dari beberapa fakultas lain dari berbagai
jurusan.
c. Sebaiknya menggunakan jumlah sampel yang proporsional jumlahnya baik
dari segi usia, maupun variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi, agar
mendapatkan hasil penelitian yang lebih representatif.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
2. Saran Praktis
a. Self-efficacy memiliki pengaruh terhadap kecemasan berbicara di depan
umum. Oleh karena itu, para mahasiswa diharapkan bisa lebih menghargai
diri dan yakin akan kemempuan yang dimiliki agar dapat mengurangi tingkat
kecemasan saat harus berbicara di depan umum.
b. Kecemasan berbicara di depan umum dapat dikurangi dengan melakukan
latihan. Bagi para mahasiswa yang akan melakukan presentasi di depan kelas,
diharapkan agar berlatih terlebih dahulu sebelum tampil guna membiasakan
diri berbicara di depan umum dan mengurangi kecemasan.
c. Insentif yang diberikan orang lain terhadap keberhasilan individu dalam
menghadapi tantangan dapat meningkatkan self-efficacy individu tersebut.
Oleh karena itu, suatu insentif baik dari pihak keluarga maupun tenaga
pengajar sangat dibutuhkan oleh mahasiswa guna meningktakan self-efficacy-
nya.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Prof. W. (2003). Makalah Apresiasi Guru Besar Teknik Mesin:
Komunikasi dalam Pendidikan. Departemen Teknik Mesin ITB.
Azwar, S. (2000). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya (Edisi Kedua).
Yogyakarta : Pustaka Belajar.
------------- (2007). Penyusunan Skala Psikologi (Edisi Pertama). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral
Change. Psychology Review, 84, 191-215.
--------------- (1986). Social Foundation of Thought and Action: A Social
Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
--------------- (1997). Self-efficacy: The Exercise of Control. New York: Freeman
and Company.
Baron, R.A.,& Byrne, P.(1994). Social Psychology : Understanding Human
Interaction. Boston : Allyn and Bacon Inc.
Basir, B. (1992). Perguruan Tinggi Swasta Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Boyce, J. S., Alber-Morgan, S. R., & Riley, J. G. (2007). Fearless Public
Speaking: Oral Presentation Activities for the Elementary Classroom.
Childhood Education, 83, 142-150.
Byers, P.Y & Weber, C. S. (1995). The Timing of Speech Anxiety Reduction
Treatments in the Public Speaking Classroom. The Southern
Communication Journal, 60, 246-256.
Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Connor, M. A. (1996). The Importance of Speaking, Listening, and Media
Literacy. [On-line]. http://www.scassn.org/K12Stds.htm. Tanggal akses :
11 Januari 2009.
Darajdat, Z. (1969). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung
Dewi, A. P. & Andrianto, S. (2007). Hubungan Antara Pola Pikir dengan
Kecemasan Berbicara di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas
Keguruan. [On-line].
http://www28.indowebster.com/ac2d8c89734f144a40a1a4f5790e6a83.p
hdf. Tanggal Akses: 7 Februari 2009.
Elliot, J. & Chong, J. L.Y. (2004). Presentation Anxiety: A challenge for some
student and a pit of despair for others. Curtin University of Technology.
Elliot, S. N., Kratochwill, T. R., Cook, J. L., & Travers, J. F. (2000). Educational
Psychology: Effective Teaching, Effective Learning (Third Edition).
United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Feist, J. & Feist, G. J. (2002). Theories of Personality (5th
ed). Boston: McGraw
Hill.
Gunarsa, S. (2000). Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta:
Penerbit PT. BPK Gunung Mulia.
Hadi, S. (2000). Methodology Research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hudaniah & Dayakisni, T. (2003). Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Malang:
Penerbitan Universitas Muhammadiyah.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Lazarus, R. S. (1976). Pattern Of Adjusment and Human Efectivenees. New York
: Kogakusha McGraw Hill Book Company.
Lent, N. (1991). The Foundation of Social Research. New York: McGraw Hill.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Matindas, D. (2003). Psikologi: Menghilangkan Grogi di Depan Umum. [On-
line]. http://www.Kompas.com/Kesehatan/news/0302/28/020443.htm.
Tanggal akses : 11 Januari 2009.
McCroskey, J. (1984). The Communication Apprehension Perspective. [On-line].
http://www.jamescmccroskey.com/publications/bookchapters/003_1984_
C1.pdf. Tanggal akses : 7 Februari 2009.
Nevid, J. S., Rathus, S. A. and Greene, B. 1(997). Abnormal Psychology in a
Changing World (Third Edition). Prentice–Hall, Inc.
Opt, S. K. & Loffredo, D. A. (2000). Rethinking Communication Apprehension: A
Myers-Briggs Perspective. The Journal Psychology, 134(5), 556-570.
Panduan Perkuliahan Program Studi Strata 1 (S-1) Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara. (2008). [On-line].
http://www.usu.ac.id/id/files/panduan/psikologi.pdf. Tanggal akses: 9
April 2009.
Prakosa, H. (1996). Cara Penyampaian Hasil Belajar Untuk Meningkatkan Self-
efficacy Mahasiswa. Jurnal Psikologi No. 2, 11-22.
Rahayu, I.T., Ardani, T.A. dan Sulistyaningsih. (2004). Hubungan Pola Pikir
Positif Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi
UNDIP, Vol. 1, No. 2, 131-134.
Roach, K. D. (1999). The Influence of Teaching Assistant Willingness to
Communicate and Communication Anxiety in the Classroom.
Communication quarterly, 47, 166-182.
Sarafino, E. (1994). Health Psychology (2nd
ed). New York: John Wiley & Sons.
Schultz, D. & Schultz, E. S. (1994). Theories of Personality (5th
ed). California:
Brooks/Cole Publishing Company.
Sugiyono (2007). Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Tilton, J. E. (2002). Adventures in Public Speaking: A Guide for the Beginning
Instructor or Public Speaker. FBI Law Enforcement Bulletin, 71, 15-19.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.
Triana, Ridha. 2005. Hubungan Antara Citra Raga dengan Kecemasan Berbicara
di Muka Umum. [On-line]. http://www.pdf-search-engine.com/berbicara-
di-depan-umum-pdf.html. Tanggal akses: 7 Februari 2009.
Tussey, J. (2002). Predicting Communication Anxiety through Students’
Motivational Variables. University of Kentucky.
Winkel, W. S. (1997). Bimbingan & Konseling di Institusi Pendidikan (Edisi
Revisi). Jakarta: PT Gramedia Wirasarana Indonesia.
Yusuf, P.M. (1990). Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Intruksional.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Astrid Indi Dwisty Anwar : Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009.