hubungan antara parenting self-efficacy dan dukungan

20
Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan Sosial pada Ibu dengan HIV/AIDS yang Memiliki Anak Usia Kanak-Kanak Madya Shabrina Adzhani Awanis Latief*, Erniza Miranda Madjid, dan Efriyani Djuwita Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Depok 16424, Indonesia *E-mail: [email protected] Abstrak Meningkatnya jumlah ibu penderita HIV/AIDS di Indonesia membuat perlunya untuk mengetahui dinamika kehidupan mereka, terutama keyakinannya dalam melakukan parenting terhadap anak. Keyakinan dalam melakukan parenting ini disebut sebagai parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan parenting self-efficacy dan dukungan sosial pada ibu dengan HIV/AIDS yang memiliki anak usia kanak-kanak madya. Pengukuran parenting self-efficacy dilakukan melalui alat ukur Self- Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), sedangkan dukungan sosial diukur melalui dua komponenyaitu persepsi terhadap jumlah orang yang dapat diandalkan dan kepuasan akan dukungan yang adadalam alat ukur Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). Partisipan penelitian ini berjumlah 30 ibu yang terinfeksi HIV dan memiliki anak usia lima hingga dua belas tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parenting self-efficacy dengan persepsi jumlah dukungan sosial (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) dan juga kepuasan akan dukungan sosial (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Artinya, semakin tinggi parenting self-efficacy ibu, semakin tinggi pula dukungan sosial yang ibu persepsikan; begitu pula sebaliknya. Ditemukan pula bahwa domain parenting self-efficacy tertinggi adalah nurturance sedangkan yang terendah adalah disiplin. Analisis tambahan juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada parenting self-efficacy ibu dengan HIV/AIDS berdasarkan urutan kelahiran anak mereka yang berusia kanak-kanak madya. The Relationship between Parenting Self-Efficacy and Social Support among HIV/AIDS Mothers with Middle Childhood Children Abstract Mothers living with HIV/AIDS are significantly increasing in Indonesia. By then, it’s important to know further about their life, including their belief in parenting their children. The mother’s belief in parenting is called parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). This study examined the relationship between parenting self-efficacy and social support among HIV/AIDS mothers with middle childhood children. Parenting self- efficacy was measured by Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), while social support measured through it’s two elements (the perception of available others to whom one can turn in times of need and the degree of satisfaction with the available support) in Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). The participants in this study were 30 mothers infected HIV with middle childhood children. The result shows that there is a significant, positive relationship between parenting self-efficacy and both of the elements of social support, which are the perception of social support numbers (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) and the satisfaction of the support (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Those indicates that the higher mothers’ parenting self efficacy, the higher they perceive social support, and vice versa. This study also found that the highest domain in parenting self-efficacy is nurturance, while the lowest is discipline. Furthermore, this study found that there is a difference between mothers’ parenting self-efficacy based on their middle childhood child’s ordinal position. Keywords: Parenting self-efficacy; social support; mother with HIV/AIDS; middle childhood Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan Sosial pada Ibu

dengan HIV/AIDS yang Memiliki Anak Usia Kanak-Kanak Madya

Shabrina Adzhani Awanis Latief*, Erniza Miranda Madjid, dan Efriyani Djuwita

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

Depok 16424, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Meningkatnya jumlah ibu penderita HIV/AIDS di Indonesia membuat perlunya untuk mengetahui dinamika

kehidupan mereka, terutama keyakinannya dalam melakukan parenting terhadap anak. Keyakinan dalam

melakukan parenting ini disebut sebagai parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). Penelitian ini

bertujuan untuk melihat hubungan parenting self-efficacy dan dukungan sosial pada ibu dengan HIV/AIDS yang

memiliki anak usia kanak-kanak madya. Pengukuran parenting self-efficacy dilakukan melalui alat ukur Self-

Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), sedangkan dukungan sosial diukur

melalui dua komponen—yaitu persepsi terhadap jumlah orang yang dapat diandalkan dan kepuasan akan

dukungan yang ada—dalam alat ukur Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason,

Shearin & Pierce, 1987). Partisipan penelitian ini berjumlah 30 ibu yang terinfeksi HIV dan memiliki anak usia

lima hingga dua belas tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan

antara parenting self-efficacy dengan persepsi jumlah dukungan sosial (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) dan

juga kepuasan akan dukungan sosial (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Artinya, semakin tinggi parenting

self-efficacy ibu, semakin tinggi pula dukungan sosial yang ibu persepsikan; begitu pula sebaliknya. Ditemukan

pula bahwa domain parenting self-efficacy tertinggi adalah nurturance sedangkan yang terendah adalah disiplin.

Analisis tambahan juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada parenting self-efficacy ibu dengan

HIV/AIDS berdasarkan urutan kelahiran anak mereka yang berusia kanak-kanak madya.

The Relationship between Parenting Self-Efficacy and Social Support among HIV/AIDS

Mothers with Middle Childhood Children

Abstract

Mothers living with HIV/AIDS are significantly increasing in Indonesia. By then, it’s important to know further

about their life, including their belief in parenting their children. The mother’s belief in parenting is called

parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). This study examined the relationship between parenting

self-efficacy and social support among HIV/AIDS mothers with middle childhood children. Parenting self-

efficacy was measured by Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), while

social support measured through it’s two elements (the perception of available others to whom one can turn in

times of need and the degree of satisfaction with the available support) in Social Support Questionnaire-Short

Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). The participants in this study were 30 mothers

infected HIV with middle childhood children. The result shows that there is a significant, positive relationship

between parenting self-efficacy and both of the elements of social support, which are the perception of social

support numbers (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) and the satisfaction of the support (r = 0,409 ; n = 30; p <

0,05, two-tail). Those indicates that the higher mothers’ parenting self efficacy, the higher they perceive social

support, and vice versa. This study also found that the highest domain in parenting self-efficacy is nurturance,

while the lowest is discipline. Furthermore, this study found that there is a difference between mothers’

parenting self-efficacy based on their middle childhood child’s ordinal position.

Keywords: Parenting self-efficacy; social support; mother with HIV/AIDS; middle childhood

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 2: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Pendahuluan

HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan yang tak asing lagi bagi seluruh

penduduk di dunia. Tercatat pada tahun 2011, di Asia terdapat hampir lima juta orang yang

terinfeksi HIV (UNAIDS, 2012). Perkembangannya pun cukup pesat karena khususnya di

Asia Selatan dan Asia Tenggara, dalam kurun waktu 10 tahun, terdapat peningkatan estimasi

jumlah kasus sebanyak 300.000 jiwa (UNAIDS, 2012). Indonesia sendiri merupakan salah

satu negara dengan epidemi HIV/AIDS yang paling cepat berkembang di Asia (UNAIDS,

2012). Dalam Laporan Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2013) dikatakan bahwa kasus jumlah

infeksi HIV tertinggi berada di Jakarta, sementara kasus AIDS paling banyak dilaporkan dari

Papua (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013). Akhir-akhir ini, dalam media marak diberitakan

mengenai adanya peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS dari kalangan ibu rumah tangga.

Data statistik terkini pun menunjukkan bahwa ternyata dalam periode Juni tahun 2012 hingga

Maret 2013 peningkatan terbesar jumlah kasus AIDS adalah pada ibu rumah tangga, yaitu

sebesar 1.575 jiwa, dari 3.368 jiwa menjadi 4.943 jiwa (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2012;

2013). HIV/AIDS yang diderita oleh para ibu rumah tangga ini dapat berpengaruh terhadap

kondisi kesehatan fisik dan psikologis mereka yang akhirnya berdampak pada peran dan

produktivitasnya sebagai seorang ibu.

Seorang ibu yang terkena HIV/AIDS, selain kondisi kesehatan fisiknya yang

melemah, ia juga menghadapi berbagai tantangan praktis dan psikologis. Di antaranya adalah

ketidakberfungsian peran dalam keluarga, stres dalam hal ekonomi, kehidupan sosial, dan

emosi (Riedinger, 2001 dalam Rai, Dutta & Gulati, 2010), konfrontasi dengan adanya stigma

dan diskriminasi (Armistead & Forehand, 1995), serta perencanaan akan masa depan anak

apabila ibu meninggal (Dorsey, Klein, Forehand & Family Health Project Research Group,

1999). Keluarga ini pun biasanya berada pada strata sosioekonomi yang paling rendah,

sehingga mereka lebih mudah terekspos dengan lebih dari satu stressor (Armistead &

Forehand, 1995). Hal-hal ini lah yang dapat menyebabkan ibu dengan HIV/AIDS ini relatif

lebih banyak memunculkan gejala depresi dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi HIV

(Brackis-Cott, Mellins, Dolezal & Spiegel, 2007). Dorsey, et al. (1999) pun mengatakan

bahwa ibu dengan HIV ini biasanya memiliki peran ganda karena mayoritas dari mereka

merupakan orangtua tunggal. Banyak dari mereka yang terinfeksi HIV akibat tertular

pasangannya, lalu pasangannya lebih dahulu meninggal (Nelms, 2005). Akibatnya, selain

harus menghadapi penyakitnya, ibu lah yang memegang kendali dalam membesarkan anak

(Oswalt & Biasimi, 2012).

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 3: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Coleman dan Karraker (1997) mengatakan bahwa menjadi ibu adalah suatu peran

yang berkelanjutan, terdapat komitmen yang harus dijalankan yaitu untuk secara teratur

menyediakan perlindungan, pemeliharaan, dan perawatan pada anak. Peran ini pun berubah

seiring dengan perkembangan anak, salah satunya dalam melakukan parenting. Akibat dari

infeksi HIV dapat memengaruhi bagaimana ibu melakukan parenting dan juga berdampak

pada seluruh anggota keluarganya, terutama anak, karena adanya stres dari penyakit yang ibu

derita (Kotchik, Forehand, Brody, Armistead, Simon, Morse & Clark, 1997). Ibu dengan

HIV/AIDS ini pun ditemukan memiliki kualitas hubungan yang rendah antara dirinya dengan

anak (Oswalt & Biasini, 2012). Kotchik, et al. (1997) dan Murphy, Roberts, dan Herbeck

(2011) menemukan bahwa ibu yang terinfeksi HIV memiliki kemampuan yang kurang baik

dalam beberapa area parenting. Misalnya dalam melakukan tugas parenting pada anak usia

sekolah atau kanak-kanak madya, ibu dengan HIV/AIDS ini kurang baik dalam melakukan

pengawasan terhadap anak (Kotchik, et al., 1997). Infeksi HIV ini juga dapat berimbas pada

hambatan bagi ibu untuk terlibat langsung dengan anak baik dalam beraktivitas maupun

rekreasi. Kondisi fisik yang lemah pada ibu menyebabkan aktivitas yang bisa ia lakukan

sangat terbatas. Akibatnya, ibu dengan HIV/AIDS ini tidak bisa memenuhi kebutuhan anak

(Bauman, Camacho, Silver, Hudis & Draimin, 2002). Damar dan du Plessis (2010) pun

mengatakan bahwa stigma mengenai HIV/AIDS ini di Indonesia masih sangat tinggi. Akibat

tingginya stigma ini dapat menyebabkan keengganan bagi ibu untuk berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya, sehingga anak dari ibu dengan HIV/AIDS ini pun dapat terkena

imbasnya akibat pergaulan yang terbatas.

Anak berusia kanak-kanak madya dari ibu dengan HIV/AIDS ini memiliki

kemungkinan untuk menghadapi masalah dalam penyesuaian diri serta adanya potensi

kesehatan mental yang buruk disamping masalah dalam perilaku dan sosialnya (Bauman, et

al., 2002). Selain karena dihadapkan oleh banyaknya stressor, menerima kenyataan bahwa ibu

yang mendapatkan diagnosis HIV/AIDS merupakan suatu hal yang sulit diterima bagi anak,

terutama pada anak usia kanak-kanak madya (Bauman, et al., 2002). Jika dibandingkan

dengan tahapan usia anak setelah kanak-kanak madya, anak yang berada pada usia kanak-

kanak madya ini belum sepenuhnya memiliki pemahaman mengenai HIV/AIDS serta belum

mampu untuk berempati terkait penyakit yang diderita oleh ibu (Bauman, et al., 2002).

Salah satu potensi yang penting dalam melakukan parenting dan dapat meningkatkan

kesejahteraan ibu dan anak adalah parenting self-efficacy (Dorsey, et al, 1999). Parenting

self-efficacy berangkat dari teori self-efficacy Bandura yang dikembangkan dalam ranah

parenting. Bandura (1977, dalam Coleman & Karraker, 1997) mendefinisikan self-efficacy

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 4: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk menghasilkan performa yang

diharapkan. Kemudian Coleman dan Karraker (2000) mendefinisikan parenting self-efficacy

sebagai estimasi kompetensi orangtua dalam menjalankan perannya atau persepsi mereka

terhadap kemampuannya dalam memberikan pengaruh yang positif dalam perilaku serta

perkembangan anak. Saat ibu memiliki parenting self-efficacy yang tinggi, ia akan melakukan

parenting yang positif walaupun dihadapkan dengan berbagai macam stressor (Coleman &

Karraker, 1997). Selain itu, ia juga memiliki minat, komitmen, dan persistensi yang tinggi

dalam melakukan parenting, toleran terhadap tantangan yang dihadapi serta mampu

mengatasi stressor dengan efektif (Coleman & Karraker, 2005). Ibu juga dapat menunjukkan

kompetensi yang lebih baik dalam perilaku parenting, termasuk meningkatnya pengawasan

dan responsif terhadap anak (Bogenschneider, Small & Tsay, 1997 dalam Dorsey, et al.,

1999) serta membuat strategi parenting yang lebih baik (Elder, Eccles, Ardelt & Lord, 1995

dalam Dorsey, et al., 1999). Rodrique, Geffken, Clark, Hunt, dan Fishel (1994) dalam Dorsey,

et al. (1999) juga menemukan bahwa semakin tinggi tingkat parenting self-efficacy yang

dimiliki ibu, berhubungan dengan psychosocial adjustment anak yang lebih baik. Dari

penelitian yang dilakukan oleh Armistead dan Forehand (1995), ditemukan bahwa bagi ibu

yang terinfeksi HIV, anak dan parenting merupakan prioritas utama dalam hidup mereka.

Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan diri untuk mengasuh anak atau parenting

efficacy menjadi penting. Tidak hanya berpengaruh pada anak, tapi keyakinan ibu akan

perannya dalam mengasuh anak dapat membuat dirinya sadar mengenai pentingnya peran

dirinya dalam keluarga maupun lingkungan sosial (Dorsey, et al., 1999).

Elder, et al. (1995) dalam Dorsey, et al. (1999) mengemukakan bahwa salah satu

faktor yang berhubungan positif dengan parenting self-efficacy adalah dukungan sosial yang

diterima oleh orangtua. Dukungan sosial didefinisikan sebagai eksistensi atau keberadaan

orang-orang yang bisa diandalkan, yaitu orang-orang yang peduli, menghargai, dan

menyayangi kita (Sarason, Levine, Basham & Sarason, 1983). Dukungan sosial terkadang

lebih menguntungkan saat seseorang mempersepsikannya daripada menggunakannya, karena

ketika seseorang percaya bahwa ada orang lain yang peduli terhadap keadaannya, stres yang

dirasakan akan berkurang (Taylor, Sherman, Kim, Jarcho, Takagi & Dunagan, 2004). Persepsi

akan dukungan sosial ini merupakan salah satu faktor protektif bagi ibu dengan HIV/AIDS,

karena dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun dalam melakukan parenting (Levy-Shiff,

Dimitrovsky, Shulman & Har-Even, 1998 dalam Respler-Herman, 2009). Mereka akan lebih

memandang hidup secara positif saat ibu dengan HIV/AIDS ini percaya bahwa dirinya tidak

sendirian dan akan ada orang yang dapat diandalkan saat dibutuhkan (Edwards, 2006).

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 5: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Permasalahan dan stres yang dihadapi ibu akibat penyakitnya ini dapat terbantu sehingga ibu

akan lebih dapat berfokus untuk melakukan parenting yang baik terhadap anak (Brackis-Cott,

et al., 2007). Teti dan Gelfland (1991) dalam Holloway, Suzuki, Yamamoto, dan Behrens

(2005) mengatakan bahwa ketika puas terhadap dukungan sosial yang diterima, ibu akan

merasa lebih sejahtera secara emosional dan juga percaya diri karena merasa akan selalu ada

orang yang berada di sisinya. Oleh karena itu, ketika ia dihadapkan dengan berbagai macam

stressor, ia tetap dapat berfungsi dengan baik, termasuk keyakinannya dalam melakukan

parenting. Dengan demikian, seperti apa yang dikatakan Young (2011) bahwa dukungan

sosial dapat melindungi parental self-efficacy dari dampak negatif yang diakibatkan oleh

sumber stres dalam hidup.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, terlihat bahwa dukungan sosial berhubungan

positif dengan parenting self-efficacy pada ibu dengan HIV/AIDS. Akan tetapi Dorsey, et al.

(1999) justru menemukan hubungan yang negatif antara dukungan sosial dan parenting self-

efficacy pada ibu yang terinfeksi HIV. Dalam penelitiannya, Dorsey et al. melihat hubungan

antara parenting self-efficacy ibu yang terinfeksi HIV dan received social support yang

spesifik terkait parenting. Ditemukan bahwa saat ibu yang terinfeksi HIV diberikan banyak

dukungan secara aktual dan terkait dengan pengasuhan, mereka justru merasa dipertanyakan

kemampuannya dan merasa tidak berdaya dalam mengasuh anak, sehingga mereka merasa

tidak memiliki self-efficacy dalam parenting yang tinggi (Dorsey, et al., 1999). Hal ini sesuai

dengan apa yang dikatakan oleh Sarason, Sarason, Shearin, dan Pierce (1987) bahwa saat

dukungan sosial dispesifikkan terhadap suatu fungsi tertentu, akan ada kemungkinan

dukungan sosial diberikan di waktu yang tidak tepat atau dipaksakan sehingga menimbulkan

dampak negatif. Dorsey, et al. (1999) mengatakan bahwa terdapat banyak sudut pandang

dukungan sosial yang mungkin akan membuat hasil penelitian lanjutan berbeda. Oleh karena

itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara parenting self-efficacy dan dukungan

sosial namun dari sudut pandang lain, yaitu dukungan sosial secara perceived pada ibu dengan

HIV/AIDS yang memiliki anak usia kanak-kanak madya.

Tinjauan Teoretis

Parenting Self-Efficacy

Parenting self-efficacy berawal dari teori perceived self-efficacy milik Bandura

(Coleman & Karraker, 1997). Bandura (1986) menjelaskan perceived self-efficacy sebagai

penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menghasilkan performa atau tingkah laku

yang diharapkan. Menurut Bandura (1989) dalam Coleman dan Karraker (1997), self-efficacy

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 6: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

dalam aspek parenting—atau parenting self-efficacy—melibatkan pengetahuan yang

berkaitan dengan tingkah laku yang terlibat dalam proses pengasuhan anak serta tingkat

kepercayaan terhadap kemampuan diri untuk menampilkan tingkah laku yang diharapkan.

Kemudian Coleman dan Karraker (2000) mendefinisikan parenting self-efficacy sebagai

estimasi orangtua akan kompetensinya dalam menjalankan perannya atau persepsi mereka

terhadap kemampuannya dalam memberikan pengaruh yang positif dalam perilaku dan

perkembangan anak. Terdapat lima domain dalam parenting self-efficacy, yaitu achievement,

rekreasi, disiplin, nurturance, dan kesehatan. Kelima domain ini mencakup hal-hal yang

berkaitan dengan parenting pada anak usia kanak-kanak madya (Coleman & Karraker, 2000).

Dukungan Sosial

Salah satu cara yang dapat membantu seseorang mampu menghadapi kejadian yang

menimbulkan stres dan mempertahankan kesehatan yang baik adalah dukungan sosial

(Sarafino & Smith, 2012). Dukungan sosial dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu yang

diberikan secara aktual (received social support) dan yang dipersepsikan (perceived social

support). Saat seseorang diberikan dukungan secara aktual, terdapat kemungkinan dampak

negatif yang dapat dialami, yaitu adanya perasaan bersalah, keharusan untuk balas budi, dan

terancamnya self-esteem (Taylor, 2012). Lain halnya dengan perceived social support. Ketika

seseorang tahu bahwa ada orang lain yang peduli terhadap keadaannya tanpa secara langsung

meminta bantuan yang spesifik atau meminta seseorang untuk menghibur, stres yang

dirasakan akan berkurang dan ia juga akan merasa lebih terbantu atau terhibur (Taylor, et al.,

2004). Menurut Sarason, Levine, Basham, dan Sarason (1983), dukungan sosial adalah

eksistensi atau keberadaan orang-orang yang bisa diandalkan, yaitu orang-orang yang peduli,

menghargai, dan mencintai kita. Sarason, et al. (1983) mengatakan bahwa terdapat dua

komponen dalam dukungan sosial, yaitu persepsi individu akan adanya sejumlah orang yang

dapat diandalkan ketika ia membutuhkan dukungan dan tingkat penilaian akan kepuasan

terhadap dukungan yang ada.

Parenting pada Ibu dengan HIV/AIDS yang Memiliki Anak Usia Kanak-Kanak Madya

Anak usia kanak-kanak madya, atau lebih umum dikenal dengan anak usia sekolah

adalah mereka yang berusia lima hingga dua belas tahun (Coleman & Karraker, 2000). Pada

masa ini, orangtua memiliki beberapa tugas parenting di antaranya adalah perhatian,

responsif, selalu ada untuk anak, menjadi model untuk tingkah laku yang diharapkan

dilakukan anak, melakukan pengawasan dan pengarahan terhadap tingkah laku anak dari jarak

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 7: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

tertentu, mendorong anak untuk melakukan aktivitas baru dan memeroleh keahlian baru,

mengembangkan kemampuan bersosialisasi kepada teman-teman seusianya, serta melakukan

aktivitas yang menyenangkan di waktu senggang (Brooks, 2011). Pada ibu dengan

HIV/AIDS, ada beberapa tugas parenting yang terhambat akibat penyakit yang ia derita.

Misalnya dalam memberikan pengawasan dan pengarahan kepada anak ketika beraktivitas di

luar rumah (Kotchik, et al., 1997). Ketika kesehatan ibu menurun, ibu akan menghabiskan

banyak waktunya untuk beristirahat atau melakukan perawatan, sehingga akhirnya ibu tidak

dapat melakukan tugasnya (Armistead & Forehand, 1995 dalam Dorsey, et al., 1999).

Aktivitas yang bisa ibu lakukan pun sangat terbatas, baik waktu maupun jenisnya, sehingga ia

tidak bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan anak (Bauman, et al., 2002).

Metode Penelitian

Variabel Penelitian, Partisipan Penelitian, dan Prosedur

Variabel dalam penelitian ini adalah parenting self-efficacy (terdiri dari lima domain,

yaitu achievement, rekreasi, disiplin, nurturance, dan kesehatan) dan dukungan sosial (terdiri

dari dua komponen yaitu persepsi jumlah orang yang dapat diandalkan dan kepuasan terhadap

dukungan yang ada). Partisipan penelitian ini adalah tiga puluh ibu yang terinfeksi HIV dan

memiliki anak usia lima hingga dua belas tahun. Peneliti memilih partisipan dengan bantuan

dari salah satu yayasan yang bergelut di bidang HIV/AIDS di Jakarta Selatan untuk menjaring

partisipan yang sesuai dengan karakteristik sampel. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini dengan metode convenience sampling karena partisipan dipilih berdasarkan

ketersediaan dan keinginannya untuk terlibat dalam penelitian (Gravetter & Forzano, 2009).

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Cara administrasi

kuesioner dalam penelitian ini menurut Kumar (2005) adalah dengan collective

administration, yaitu memberikan kuesionernya langsung pada sekelompok ibu yang berada

di yayasan HIV/AIDS yang peneliti tuju.

Pengukuran

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur parenting self-efficacy adalah Self-Efficacy

Parenting Tasks Index (SEPTI) yang dikembangkan oleh Coleman & Karraker (2000) dan

telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Alat ukur SEPTI terdiri dari 36 item yang

mencakup lima domain, yaitu achievement, rekreasi, disiplin, nurturance, dan kesehatan.

Setiap item dinilai menggunakan 6 poin skala Likert, yaitu ―sangat tidak sesuai‖ dengan nilai

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 8: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

1 hingga ―sangat sesuai‖ dengan nilai 6. Untuk item unfavorable, nilai aturan skoring dibalik

yaitu nilai 1 untuk ―sangat sesuai‖ hingga nilai 6 ―sangat tidak sesuai‖.

Untuk pengukuran dukungan sosial, alat ukur yang digunakan adalah Social Support

Questionnaire-Short Form (SSQSR) oleh Sarason, et al. (1987) dan telah diadaptasi ke dalam

Bahasa Indonesia. Alat ukur ini terdiri dari dua komponen, yaitu: 1) Komponen number

(SSQN), yang mengukur jumlah orang yang dipersepsikan dapat diandalkan. Partisipan

diminta untuk menuliskan secara spesifik inisial nama dan hubungan dari orang-orang yang

dianggap dapat diandalkan dalam beberapa situasi yang disebutkan pada item-item dalam alat

ukur. Setiap inisial nama yang dituliskan diberi skor 1, dan jika tidak ada diberi skor 0. Di

setiap itemnya, partisipan dapat menuliskan maksimal 9 inisial nama; 2) Komponen

satisfaction / kepuasan (SSQS), yang mengukur tingkat kepuasan partisipan terhadap

dukungan yang ada. Partisipan diminta untuk melingkari salah satu dari angka 1-6 untuk

menilai seberapa puaskah dirinya atas dukungan yang ada di beberapa situasi yang disebutkan

pada tiap item. Pilihan angka 1 untuk ―sangat tidak puas‖ hingga 6 ―sangat puas‖.

Metode Analisis Data

Data dari kuesioner yang didapatkan, kemudian diskor sesuai ketentuan masing-

masing alat ukur. Skor tersebut kemudian diolah dengan menggunakan aplikasi IBM

Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20 untuk melakukan beberapa teknik

statistik, yaitu: 1) Statistik deskriptif, untuk mengetahui gambaran umum karakteristik

partisipan dan gambaran skor parenting self-efficacy yang diperoleh partisipan; 2) Partial

correlation, untuk melihat hubungan dan signifikansi dari dua variabel yang diteliti dengan

mengontrol variabel lainnya (Field, 2009). Dalam penelitian ini, pengukuran dukungan sosial

terdiri dari dua komponen yang tidak dapat digabung, maka perlu adanya kontrol atas salah

satu komponen agar tidak mengontaminasi atau memengaruhi hubungan dan signifikansi

antarvariabel yang diukur; 3) Independent sample t-test, untuk mengetahui perbandingan rata-

rata skor variabel berdasarkan aspek demografis terhadap dua kelompok sampel; dan 4) One-

Way Analysis of Variance (ANOVA), untuk mengetahui perbandingan rata-rata skor variabel

berdasarkan aspek demografis terhadap lebih dari dua kelompok sampel.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang akan dipaparkan adalah gambaran umum karakteristik partisipan

penelitian, hasil penghitungan antarvariabel yang diteliti, gambaran persebaran skor domain

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 9: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

dalam parenting self-efficacy, dan perbedaan rata-rata skor parenting self-efficacy yang

signifikan berdasarkan aspek demografis.

Tabel 1. Gambaran Umum Karakteristik Partisipan

Karakteristik Frekuensi Persentase

Usia Partisipan

21-25 tahun 1 3,33%

26-30 tahun 14 46,67%

31-35 tahun 7 23,33%

36-40 tahun 8 26,67%

Agama Partisipan

Islam 28 93,33%

Kristen 2 6,67%

Status Pernikahan Partisipan

Janda 11 36,67%

Menikah 19 63,33%

Status HIV Suami (atau Alm. Suami) Partisipan

Negatif 6 20%

Positif 24 80%

Suku Partisipan

Batak 1 3,33%

Betawi 5 16,67%

Betawi – Pakistan 1 3,33%

Jawa 9 30%

Manado 2 6,67%

Padang 1 3,33%

Sunda 9 30%

Sunda – Betawi 2 6,67%

Pekerjaan Partisipan

Guru TK 1 3,33%

Ibu Rumah Tangga 20 66,67%

Pegawai swasta 5 16,67%

Wiraswasta 2 6,67%

Lain-lain 2 6,67%

Jumlah Anak Partisipan

1 11 36,67%

2 11 36,67%

3 7 23,33%

>3 1 3,33%

Usia Anak Partisipan yang Berusia Kanak-Kanak Madya

5 tahun 5 16,67%

6 tahun 4 13,33%

7 tahun 2 6,67%

8 tahun 5 16,67%

9 tahun 4 13,33%

10 tahun 3 10%

11 tahun 3 10%

12 tahun 4 13,33%

Urutan Kelahiran Anak Partisipan yang Berusia Kanak-Kanak Madya

Sulung 10 33,33%

Tengah 4 13,33%

Bungsu 5 16,67%

Tunggal 11 36,67%

Status HIV Anak Partisipan yang Berusia Kanak-Kanak Madya

Negatif 21 70%

Positif 9 30%

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 10: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa mayoritas partisipan berusia 26-30 tahun,

beragama Islam, menikah, memiliki suami atau almarhum suami yang berstatus HIV positif,

bersuku Jawa dan Sunda, berprofesi sebagai ibu rumah tangga, memiliki satu atau dua anak,

memiliki anak yang berusia kanak-kanak madya dengan urutan lahir sulung dan tunggal, serta

memiliki anak berusia kanak-kanak madya yang berstatus HIV negatif.

Tabel 2. Hasil Penghitungan Antarvariabel yang Diteliti

Variabel R Sig. (p) r2

Parenting Self-Efficacy dan Persepsi Jumlah Dukungan

Sosial 0,386 0,039* 0,149

Parenting Self-Efficacy dan Kepuasan Dukungan Sosial 0,409 0,028* 0,167

* Signifikan pada L.o.S 0,05

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa parenting self-efficacy berkorelasi positif

secara signifikan baik dengan persepsi jumlah dukungan sosial (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05,

two-tail) maupun kepuasan akan dukungan sosial (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) itu

sendiri. Oleh karena itu, dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi parenting self-efficacy

ibu, maka semakin tinggi dukungan sosial yang ibu persepsikan, begitu pula sebaliknya.

Selain itu, pada hubungan antara parenting self-efficacy dengan persepsi jumlah

dukungan sosial ditemukan nilai coefficient of determination (r2) sebesar 0,149, yang berarti

sebanyak 14,9% variansi skor parenting self-efficacy dapat dijelaskan oleh skor persepsi

jumlah dukungan sosial. Adapun 86,1% variansi lainnya dapat dijelaskan melalui faktor

kebetulan, eror, atau faktor-faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Kemudian,

pada hubungan antara parenting self-efficacy dengan kepuasan dukungan sosial, nilai

coefficient of determination (r2) yang ditemukan adalah sebesar 0,167, yang berarti sebanyak

16,7% variansi skor parenting self-efficacy dapat dijelaskan oleh skor kepuasan dukungan

sosial. Adapun 83,3% variansi lainnya, dapat dijelaskan melalui faktor kebetulan, eror, atau

faktor-faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

Tabel 3. Gambaran Persebaran Skor Domain Parenting Self-Efficacy Partisipan

Domain Parenting Self-Efficacy Jumlah

Item

Skor

Terendah

Skor

Tertinggi

Skor

Rata-rata

Standar

Deviasi

Disiplin 8 2,5 5,38 3,97 0,87

Achievement 7 2,57 5,71 4,63 0,72

Rekreasi 7 3 5,71 4,63 0,72

Nurturance 7 2,43 6 4,69 0,69

Kesehatan 7 2,71 5,86 4,53 0,76

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 11: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa skor rata-rata parenting self-efficacy tertinggi

yang diperoleh partisipan adalah pada domain nurturance dan yang terendah adalah domain

disiplin.

Tabel 4. Perbandingan Skor Parenting Self-Efficacy berdasarkan Urutan Kelahiran

Urutan Kelahiran dari Anak Partisipan

(Usia Kanak-Kanak Madya) M F / t dan p Keterangan

Sulung 4,43

F = 3,36

(p = 0,03) Signifikan

Tengah 3,84

Bungsu 4,73

Tunggal 4,63

Setelah dilakukan penghitungan untuk melihat signifikansi perbedaan rata-rata skor

variabel berdasarkan aspek demografis, ditemukan adanya perbedaan rata-rata skor parenting

self-efficacy berdasarkan urutan kelahiran anak yang berusia kanak-kanak madya. Dari tabel

4, dapat dilihat bahwa partisipan yang memeroleh rata-rata skor tertinggi adalah partisipan

yang memiliki anak usia kanak-kanak madya dengan urutan lahir bungsu, sedangkan yang

terendah adalah dengan urutan lahir tengah.

Pembahasan

Dari hasil dan analisis penelitian, diketahui bahwa parenting self-efficacy memiliki

korelasi positif yang signifikan dengan dukungan sosial, baik itu dari persepsi jumlah orang

yang ada untuk diandalkan maupun kepuasan akan dukungan yang ada. Hasil ini

menunjukkan bahwa partisipan yang memiliki tingkat parenting self-efficacy yang tinggi akan

memiliki dukungan sosial yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan

dengan beberapa penelitian lain yang juga melihat dukungan sosial secara perceived, di

antaranya yaitu Holloway, et al. (2005), Cutrona dan Troutman (1986), Junttila, Vauras, dan

Laakkonen (2007), Leahy-Warren, McCarthy, dan Corcoran (2009), dan Young (2011). Akan

tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Dorsey, et al. (1999) yang juga

meneliti parenting self-efficacy dan dukungan sosial pada ibu yang terinfeksi HIV.

Dorsey, et al. (1999) menemukan bahwa dukungan sosial berkorelasi negatif dengan

parenting self-efficacy. Salah satu alasan mengapa ada perbedaan dengan penelitian ini adalah

karena adanya perbedaan sudut pandang dari dukungan sosial yang digunakan. Dorsey, et al.

(1999) melihat dukungan sosial secara received dan terkait dengan parenting saja, sedangkan

penelitian ini melihat dukungan sosial secara perceived. Dikatakan dalam Sarason, et al.

(1987) bahwa ketika dukungan sosial secara aktual diberikan (seperti dalam penelitian

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 12: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Dorsey, et al. yakni received social support) dan dispesifikkan terhadap suatu fungsi tertentu

(dalam penelitian Dorsey, et al. yaitu dukungan yang terkait dengan parenting), maka ada

kemungkinan dukungan sosial tersebut diberikan di waktu yang tidak tepat atau dipaksakan,

sehingga justru menimbulkan dampak negatif. Dorsey, et al. mengatakan bahwa bantuan yang

diberikan kepada ibu secara langsung terkait pengasuhan anak dapat membuat ibu dengan

HIV/AIDS ini justru merasa sangsi akan kemampuan dirinya dalam parenting dan juga

mengingatkan akan ketidakberdayaannya akibat penyakit yang dideritanya itu. Adapun ketika

individu menangkap dukungan sosial secara perceived atau perceived social support, ia

percaya bahwa ada orang lain yang peduli terhadap keadaannya tanpa ia minta secara

langsung sehingga stres yang dirasakan akan berkurang dan ia juga akan merasa lebih

terbantu atau terhibur (Taylor, et al., 2004). Perceived social support ini juga membuat ibu

merasa lebih dihargai, disayangi, dan dipedulikan sehingga ibu merasa bahwa dirinya

berharga. Hal ini mendorong ibu untuk memberikan kasih sayang dan kepedulian kepada

orang lain pula, salah satunya terhadap anak mereka (Crockenberg, 1988 dalam Cochran &

Niego, 2002). Dengan kata lain, perceived social support secara umum dapat membantu ibu

dengan HIV/AIDS ini dalam mengurangi stres yang ia rasakan sehingga ia memiliki penilaian

bahwa dirinya berharga dan mampu dalam menjalankan perannya sebagai ibu. Dengan

demikian, adanya dukungan sosial secara perceived dan umum ini dapat berhubungan pada

penilaian diri ibu dengan HIV/AIDS sebagai orangtua.

Adanya hubungan positif yang signifikan antara parenting self-efficacy dan dukungan

sosial dalam penelitian ini dapat terjadi karena beberapa alasan. Salah satunya adalah karena

seperti apa yang dikatakan Bandura (1977, 1982 dalam Cutrona & Troutman, 1986), bahwa

hubungan dengan orang lain akan memberikan pengaruh terhadap self-efficacy seseorang.

Saat pengambilan data, peneliti mengobservasi bahwa partisipan berada di dalam suatu

support group yang secara tidak langsung membuat mereka terpapar terhadap bagaimana ibu

dengan HIV/AIDS ini berinteraksi dan melakukan parenting terhadap anak mereka. Adanya

paparan dalam support group ini dapat membuat ibu belajar melalui observasi dan

mendapatkan persuasi verbal seperti pujian atau feedback terhadap parenting yang dilakukan.

Dengan melihat ibu lain dengan kondisi yang sama dan tetap bisa melakukan parenting

dengan baik, membuat ibu dengan HIV/AIDS ini memersepsikan bahwa ia tidak sendirian

dan memiliki panutan. Sesuai dengan apa yang dikatakan Bandura (1986) serta Coleman dan

Karraker (2005), bahwa vicarious learning, persuasi verbal, dan umpan balik positif dapat

memberikan pengaruh dan juga memelihara parenting self-efficacy.

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 13: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Alasan berikutnya adalah bahwa persepsi akan dukungan sosial bagi ibu dapat

mencegah stres yang berlebihan dan depresi, sehingga self-efficacy ibu dalam melakukan

parenting tidak terganggu. Menurut Coleman dan Karraker (2003) serta Suzuki (2010),

kecemasan dan depresi dapat mengganggu self-efficacy. Oleh karena itu, dukungan sosial

dapat berperan untuk mencegah ibu mengalami kedua hal tersebut. Ditemukan oleh Serovich,

Kimberly, Mosack, dan Lewis (2001) bahwa individu dengan HIV/AIDS mengalami stres

yang rendah ketika ia memersepsikan banyak jumlah orang yang ada untuk diandalkan. Jones

(2006) dan Respler-Herman (2009) mengatakan bahwa ibu yang memersepsikan adanya

dukungan sosial akan memiliki psychological distress dan parental stress yang rendah

sehingga ia akan melakukan perilaku parenting yang lebih positif. Persepsi adanya dukungan

sosial bagi ibu dengan HIV/AIDS ini membuat ia merasa dirinya tidak sendirian, karena akan

ada orang yang dapat ia andalkan dan juga dapat mendukungnya serta menerimanya dalam

keadaan apapun. Oleh karena itu, persepsi dukungan sosial dapat mencegah ibu dengan

HIV/AIDS ini dari stres yang berlebihan dan akhirnya ibu dapat lebih fokus melakukan

parenting terhadap anak ketimbang terokupasi pada dirinya sendiri. Sesuai dengan apa yang

dikatakan Cutrona dan Troutman (1986) bahwa wanita yang memersepsikan ada orang yang

dapat ia andalkan untuk membantunya ketika dibutuhkan, lebih memiliki kepercayaan akan

kemampuannya dalam berperan sebagai ibu.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepuasan terhadap dukungan yang ada

juga berhubungan positif dengan parenting self-efficacy, sejalan dengan hasil penelitian Teti

dan Gelfland (1991) dalam Holloway, et al. (2005) dan Suzuki, Holloway, Yamamoto, dan

Mindnich, (2009). Saat ibu menilai bahwa ia puas terhadap dukungan yang ada, ia merasa

bahwa kebutuhannya sudah terpenuhi dan sudah cukup menerima hiburan, perhatian, dan

adanya penerimaan dari orang lain. Kepuasan terhadap dukungan yang ada, berhubungan

dengan kemampuan seseorang dalam mengatasi stres (Vyaharkar, et al, 2010). Hal-hal ini

dapat membantu ibu lebih percaya bahwa ia mampu untuk menghadapi stressor yang ada

serta lebih yakin dalam menjalankan perannya sebagai ibu.

Hasil penelitian ini pun menunjukkan bahwa di antara kelima domain yang terdapat

pada parenting self-efficacy, domain nurturance adalah domain yang paling tinggi rata-rata

skornya, sedangkan domain yang paling rendah rata-rata skornya adalah domain disiplin.

Domain nurturance mencakup hal-hal terkait pengasuhan secara emosional seperti sensitif

terhadap kebutuhan anak, memberikan kehangatan secara emosional, serta sadar dan tertarik

pada perasaan anak. Hal ini bisa diyakini tinggi oleh ibu dengan HIV/AIDS karena mereka

merasa bahwa mengasuh anak merupakan prioritas utama dalam dirinya. Barnes dan Murphy

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 14: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

(2009) mengatakan bahwa mengasuh anak merupakan kesempatan bagi mereka untuk tetap

hidup dan mengenyampingkan sikap bahwa dirinya akan menghadapi kematian. Ibu dengan

HIV/AIDS melihat kesempatan ini sebagai kesempatan terakhir mereka untuk melakukan

pengasuhan yang terbaik bagi anak mereka (Barnes & Murphy, 2009). Dalam Tompkins, et

al. (1999) juga dikatakan bahwa setelah ibu didiagnosis terkena HIV, ibu yang tadinya merasa

mengabaikan anak mereka kemudian berusaha memperbaiki hubungannya dengan anak. Oleh

karena itu, ibu dapat memiliki keyakinan yang tinggi dalam menyediakan pengasuhan secara

emosional karena penyakitnya membuat dirinya lebih fokus untuk mengasuh anak mereka.

Adapun keyakinan ibu dalam domain disiplin didapatkan rendah rata-rata skornya,

dapat dikarenakan oleh ketidakmampuan ibu untuk mengawasi anaknya karena terlalu lemah

secara fisik atau menghabiskan banyak waktu untuk merawat dirinya. Penyakit ini dan

bayangan akan kematian membuat dirinya terlalu sayang kepada anak, sehingga membuat ibu

terlalu toleran dan sulit untuk membuat batasan terhadap anak. Dalam Faithfull (1997)

dikatakan bahwa ibu dengan HIV/AIDS ini seringkali sulit untuk melakukan tugas parenting

yang terasa tidak menyenangkan seperti mendisiplinkan anak. Mereka tidak ingin melakukan

hal-hal yang sekiranya dapat membuat mereka terlihat buruk karena mereka tidak ingin ketika

meninggal nanti diingat sebagai ibu yang pemarah, kasar, atau penghukum. Hal ini dapat

menjadi kemungkinan mengapa ia tidak sering melarang anaknya dalam melakukan berbagai

macam hal sehingga hal ini kemudian kembali berdampak pada anak yang bermasalah dalam

kedisiplinan (Faithfull, 1997).

Hasil tambahan berdasarkan aspek demografis ditemukan bahwa terdapat perbedaan

rata-rata skor yang signifikan pada parenting self-efficacy berdasarkan urutan kelahiran anak.

Ditemukan bahwa ibu dengan anak bungsu di usia kanak-kanak madya memiliki rata-rata

skor parenting self-efficacy ibu yang tertinggi, sedangkan rata-rata skor parenting self-efficacy

yang terendah adalah pada ibu dengan anak tengah di usia kanak-kanak madya. Hal ini dapat

terjadi karena beberapa alasan, salah satunya adalah karena pengalaman. Semakin banyak

pengalaman yang ibu miliki terhadap anak, ia akan memiliki parenting self-efficacy yang

lebih tinggi (Coleman & Karraker, 1997). Oleh karena itu, ibu dengan HIV/AIDS yang

memiliki anak bungsu usia kanak-kanak madya memiliki skor rata-rata parenting self-efficacy

yang tinggi karena mereka sudah memiliki pengalaman sebelumnya dalam melakukan

parenting. Coleman dan Karraker (2005) pun mengatakan bahwa urutan kelahiran anak dapat

berpengaruh terhadap parenting self-efficacy ibu. Adapun skor parenting self-efficacy yang

rendah pada ibu dengan anak tengah usia kanak-kanak madya, mungkin diakibatkan oleh

kurangnya frekuensi pengasuhan langsung yang diberikan ibu kepada anak. Dalam Furman

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 15: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

dan Lanthier (2002) dikatakan bahwa anak yang paling muda lebih membutuhkan atensi dan

menghabiskan banyak waktu dalam pengasuhannya. Kemudian Shaffer dan Kipp (2007)

mengatakan bahwa anak yang lebih tua seringkali mengasuh adiknya yang lebih muda. Oleh

karena itu, ketika ibu fokus mengurus anaknya yang paling muda, anak yang tertua akan

mengurus adiknya yang pertama atau anak tengah. Dengan demikian, ibu bisa jadi tidak

menghabiskan banyak waktu untuk mengasuh anak tengahnya karena ia lebih banyak

menaruh atensinya pada anak bungsu, sedangkan anak tengah lebih sering diurus oleh anak

sulungnya. Dalam Coleman dan Karraker (1997; 2005) dikatakan bahwa pengalaman

langsung dengan anak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi parenting self-efficacy.

Keterlibatan langsung dengan tugas-tugas yang dikerjakan adalah sumber utama untuk

pembentukan efficacy (Bandura, 1986). Akibat pengalaman ibu untuk melakukan parenting

secara langsung terhadap anak tengah berkurang karena seringkali dilakukan oleh anak

sulungnya, maka ibu dapat memiliki keyakinan yang rendah terhadap kemampuannya dalam

parenting pada anak tengah usia kanak-kanak madya.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data terhadap tiga puluh ibu dengan

HIV/AIDS yang memiliki anak usia kanak-kanak madya, diperoleh kesimpulan berikut:

adanya hubungan positif yang signifikan antara parenting self-efficacy dan dukungan sosial

pada ibu dengan HIV/AIDS yang memiliki anak usia kanak-kanak madya. Dalam parenting

self-efficacy, domain yang memiliki skor rata-rata tertinggi adalah nurturance, sedangkan

skor rata-rata terendah adalah domain disiplin. Dari hasil tambahan juga ditemukan adanya

perbedaan parenting self-efficacy berdasarkan urutan kelahiran anak usia kanak-kanak madya.

Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain adanya penelitian dengan metode

kualitatif untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif mengenai gambaran

parenting pada ibu dengan HIV/AIDS, penyesuaian usia anak kanak-kanak madya yang

dibatasi hanya pada anak yang sudah memasuki sekolah dasar, melihat parenting self-efficacy

dan dukungan sosial dari sudut pandang lainnya (misalnya mengetahui jenis dukungan apa

yang sesuai untuk ibu dengan HIV/AIDS) atau konstruk lainnya (misalnya self-disclosure,

religiusitas, dan sebagainya).

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk yayasan atau

lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menangani ibu dengan HIV/AIDS untuk

memberikan penyuluhan mengenai cara mendisiplinkan anak, agar ibu dapat memberikan

aturan dan batasan terhadap anak dengan efektif, tanpa takut dipandang buruk oleh anak atau

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 16: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

menyakiti perasaan anak. Yayasan atau LSM juga dapat lebih gencar untuk menampung

penderita, terutama para ibu rumah tangga dan mengadakan program bagi ibu dengan

HIV/AIDS ini untuk saling berbagi informasi terkait parenting serta sharing mengenai

kehidupan sehari-hari terhadap anak. Selain itu, significant others ibu, yayasan atau LSM, dan

pihak ahli yang berkaitan, dapat lebih spesifik menanyakan kebutuhan apa yang memang

benar-benar dibutuhkan ibu sehingga bermanfaat bagi mereka.

Daftar Referensi

Armistead, L. & Forehand, R. (1995). For whom the bell tolls: Parenting decisions and

challenges faced by mothers who are HIV seropositive. Clinical Psychology: Science

and Practice, 2, 239-250.

Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. New

Jersey: Prentice-Hall.

Barnes, D. B. & Murphy, S. (2009). Reproductive decisions for women with HIV:

Motherhood’s role in envisioning a future. Qual Health Res, 19:481. doi

10.1177/1049732309332835

Bauman, L. J., Camacho, S., Silver, E. J., Hudis, J., Draimin, B. (2002). Behavioral problems

in school-aged children of mothers with HIV/AIDS. Clin Child Psychol Psychiatry,

7:39.

Brackis-Cott, E., Mellins, C. A., Dolezal, C., Spiegel, D. (2007). The mental health risk of

mothers and children: The role of maternal HIV infection. The Journal of Early

Adolescence, 27:67. doi: 10.1177/0272431606294824

Brooks, J. B. (2011). The process of parenting. New York: The McGraw-Hill Companies,

Inc.

Cochran, M. & Niego, S. (2002). Parenting and social networks. (M.H. Bornstein, Penyunt.).

Handbook of Parenting Second Edition, Volume 4, Social Conditions and Applied

Parenting. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Coleman, P. K. & Karraker, K. H. (1997). Self-efficacy and parenting quality: findings and

future applications. Developmental Review, 18, 47-85.

Coleman, P. K. & Karraker, K. H. (2000). Parenting self-efficacy among mothers of school

age children: conceptualization, measurement, and correlates. Family Relations, 49

(01), 13-24. doi: 10.1111/j.1741-3729.2000.00013.x

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 17: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Coleman, P. K. & Karraker, K. H. (2003). Maternal self-efficacy beliefs, competence in

parenting, and toddlers' behavior and developmental status. Infant Mental Health

Journal, 24 (2), 126-148. doi: 10.1002/imhj.10048

Coleman, P. K. & Karraker, K. H. (2005). Parenting self-efficacy, competence in parenting,

and possible links to children's social and academic outcomes. (O.N. Saracho & B.

Spodek, Penyunt.). Contemporary Perspectives on Families and Communities in Early

Childhood Education. Diakses pada 27 Oktober 2012 dari

http://books.google.co.id/books?id=

lkv5J3BpbrMC&pg=PA88&dq=parenting+self+efficacy&hl=id&sa=X&ei=kOLOT72

cIoHQrQfl24SVDA&ved=0CC8Q6AEwAA#v=onepage&q=parenting%20self%20eff

icacy&f=false

Cutrona, C. E. & Troutman, B. R. (1986). Social support, infant temperament, and parenting

self-efficacy: A meditational model of postpartum depression. Child Development,

Vol. 57, No. 6, 1507-1518.

Damar, A. P. & du Plessis, G. (2010). Coping versus grieving in a 'death-accepting' society:

AIDS-bereaved women living with HIV in Indonesia. Journal of Asian and African

Studies, 45, 424-431. doi: 10.1177/0021909610373904

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Laporan perkembangan HIV-AIDS, triwulan ii, tahun

2012. Diunduh dari

http://www.aidsindonesia.or.id/download/perpustakaan/LAPORAN_HIV-

AIDSTRIWULAN_II_2012.pdf, 5 September 2012.

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2013). Laporan Kasus HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan

Desember 2012. Diakses dari http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id, 29 April

2013.

Dorsey, S., Klein, K., Rex, F. & Family Health Project Research Group. (1999). Parenting

self-efficacy of HIV-infected mothers: The role of social support. Journal of Marriage

and Family, Vol. 61, No. 2, 295-305.

Edwards, L. V. (2006). Perceived social support and HIV/AIDS medication adherence among

African American women. Qualitative Health Research, Vol. 16, No. 5, 679-691. doi:

10.1177/1049732305281597

Faithfull, J. (1997). HIV-positive and AIDS-infected women: Challenge and difficulties of

mothering. American Journal of Orthopsychiatry, Vol. 6, No. 1, 144-151.

Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS (3rd

edition). London: SAGE Publications,

Ltd.

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 18: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Furman, W. & Lanthier, R. (2002). Parenting siblings. (M.H. Bornstein, Penyunt.). Handbook

of Parenting Second Edition, Volume 1, Children and Parenting. New Jersey:

Lawrence Erlbaum Associates.

Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences, (3rd

edition). CA: Wadsworth.

Holloway, S. D., Suzuki, S., Yamamoto, Y., Behrens, K. Y. (2005). Parenting self-efficacy

among Japanese mothers. Journal of Comparative Family, 36, 61-76. doi:

10.1002/cd.42

Jones, T. (2006). Examining potential determinants of parental self-efficacy. University of

South Carolina. ProQuest Dissertations and Theses. Diunduh dari

http://search.proquest.com/docview/305281405? accountid=17242

Junttila, N., Vauras, M., Laakkonen, E. (2007). The role of parenting self-efficacy in

children’s social and academic behavior. European Journal of Psychology of

Education, Vol. XXII, No. 1, 41-61.

Kotchik, B. A., Forehand, R., Brody, G., Armistead, L., Simon, P., Morse, E., Clark, L.

(1997). The impact of maternal HIV infection on parenting in inner-city African

American families. Journal of Family Psychology, Vol. 11, No.4, 447-461.

Kumar, R. (2005). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London:

SAGE Publications, Ltd.

Leahy-Warren, P., McCarthy, G., Corcoran, P. (2011). First-time mothers: Social support,

maternal parental self-efficacy and postnatal depression. Journal of Clinical Nursing,

Blackwell Publishing Ltd. doi: 10.1111/j.1365-2702.2011.03701.x

Murphy, D. A., Roberts, K. J., Herbeck, D. M. (2011). HIV disease impact on mothers: What

they miss during their children’s developmental years. Journal of Child and Family

Studies, 20, 361-369. doi: 10.1007/s10826-010-9400-9

Nelms, T.P. (2005). Burden: The phenomenon of mothering with HIV. Journal of The

Association of Nurses in AIDS Care, Vol. 16, No. 4, 3-13. doi:

10.10.16/j.jana.2005.05.001

Oswalt, K.L. & Biasini, F.J. (2012). Characteristics of HIV-infected mothers associated with

increased risk of poor mother-infant interactions and infant outcomes. Journal of

Pediatric Health Care, Vol. 26, No. 2, 83-91. doi:10.1016/j.pedhc.2010.06.014

Rai, Y., Dutta, T. Gulati, A.K. (2010). Quality of life of HIV-infected people across different

stages of infection. J Happiness Stud. 11, 61–69.

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 19: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Respler-Herman, M. (2009). Parenting beliefs, parental stress, and social support

relationships. New York: Pace University.

Sarafino, E. & Smith, T. (2012). Health psychology (7th

edition). Danver: John Wiley and

Sons, Inc.

Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., Sarason, B. R. (1983). Assessing social support:

the social support questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.

44, No.1, 127-139.

Sarason, I. G., Sarason, B. R., Shearin, E. N., Pierce, G. R. (1987). A brief measure of social

support: practical and theoretical implications. Journal of Social and Personal

Relationships, 4: 497.

Schaffer, D. R. & Kipp, K. (2007). Developmental psychology: Childhood and adolescence

(7th

edition). Canada: Wadsworth.

Serovich, J. M., Kimberly, J. A., Mosack, K. E., Lewis, T. L. (2001). The role of family and

friend social support in reducing emotional distress among HIV-positive women.

AIDS Care, Vol. 13, No. 3, 335-341.

Suzuki, S., Holloway, S., Yamamoto, Y., Mindnich, J. D. (2009). Parenting self-efficacy and

social support in Japan and the United States. Journal of Family Issues, Vol. 30, No.

11, 1505-1526. doi: 10.1177/0192513X09336830

Suzuki, S. (2010). The effects of marital support, social network support, and parenting stress

on parenting: self-efficacy among mothers of young children in Japan. Journal of

Early Childhood Research, Vol. 8, No. 1, 40-66.

Taylor, S.E., Sherman, D.K., Kim, H.S., Jarcho, J., Takagi, K., Dunagan, M.S. (2004).

Culture and social support: who seeks it and why?. Journal of Personality and Social

Psychology, Vol. 87, No. 3, 354-362.

Tompkins, T. L., Henker, B., Whalen, C. K., Axelrod, J. E., Comer, L. K. (1999).

Motherhood in the context of HIV infection: Reading between the numbers. Cultural

Diversity and Ethnic Minority Psychology. Vol. 5, No. 3, 197-208.

Tompkins, T. L. & Wyatt, G. E. (2008). Child psychosocial adjustment and parenting in

families affected by maternal HIV/AIDS. J Child Fam Stud, 17, 823-838. doi:

10.1007/s10826-008-9192-3

UNAIDS. (2012). Global reports: UNAIDS report on the global AIDS epidemic. Diunduh

pada 13 Februari 2013 dari

http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epidemiology/2012/

gr2012/20121120_UNAIDS_Global_Report_2012_en.pdf

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013

Page 20: Hubungan antara Parenting Self-Efficacy dan Dukungan

Vyaharkar, M., Moneyham, L., Corwin, S., Saunders, R., Annang, L., Tavakoli, A. (2010).

Relationships between stigma, social support, and depression in HIV-infected african

american women living in the rural southeastern united states. Journal of the

Association of Nurses in AIDS Care, 21, 144-152.

Young, S. L. (2011). Exploring the relationship between parental self-efficacy and social

support systems. Iowa: Iowa State University.

Hubungan antara..., Shabrina Adzhani Awanis Latief, FPsi UI, 2013