hospital
DESCRIPTION
Hospitalisasi KeperawatanTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang
berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah
(Supartini, 2004). Selama proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai
kejadian yang menunjukan pengalaman yang sangat trauma dan penuh
dengan stress. Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab stress baik pada
anak maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri (Nursalam,
2005).
Saat anak dirawat di rumah sakit ( hospitalisasi ) memaksa anak untuk
berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman
sepermainannya. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak
sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Oleh
karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,
ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja
sama dengan perawat, apabila kondisi itu terjadi maka akan mempengaruhi
proses perawatan saat di rumah sakit ( Supartini, 2004 ).
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu
permasalahan yang menimbulkan trauma baik bagi anak maupun orang tua
sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada
kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
(Halstroom & Elander, 1997, dalam Supartini, 2004). Berdasarkan survei dari
WHO pada tahun 2008, hampir 80% anak mengalami perawatan di rumah
sakit. Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan survei kesehatan ibu dan
anak tahun 2010 didapatkan hasil bahwa dari 1.425 anak mengalami dampak
hospitalisasi, dan 33,2% diantaranya mengalami dampak hospitalisasi berat,
2
41,6% mengalami dampak hospitalisasi sedang, dan 25,2% mengalami
dampak hospitalisasi ringan (Rahma & Puspasari, 2010).
Di Indonesia jumlah anak usia prasekolah (3-5 tahun) berdasarkan
Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2001 sebesar 20,72% dari
jumlah total penduduk Indonesia (Badan Perencanaan Nasional, 2004, dalam
Purwandari, 2009). Berdasarkan data tersebut, diperkirakan 35 per 100 anak
mengalami hospitalisasi (Sumaryoko, 2008, dalam Purwandari, 2009).
Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan
lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini,
2004). Hospitalisasi dapat dianggap sebagai pengalaman yang mengancam
dan menjadi stressor sehingga dapat menimbulkan krisis bagi anak dan
keluarga. Bagi anak, hal ini mungkin terjadi karena anak tidak memahami
mengapa ia dirawat atau terluka, stres dengan adanya perubahan akan status
kesehatan, lingkungan, kebiasaan sehari-hari dan keterbatasan mekanisme
koping (Soetjiningsih, 2001).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
oleh anak karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit.
Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Reaksi anak
terhadap hospitalisasi pada masa prasekolah adalah menolak makan, sering
bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perawatan di rumah sakit menjadi kehilangan
kontrol dan terjadi pembatasan aktivitas (Jovan, 2007).
Reaksi anak pra sekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit
adalah dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa dan
regresi. Hal ini bisa dibuktikan dengan anak tampak tidak aktif, sedih, tidak
tertarik pada lingkungan, tidak komunikatif, mundur ke perilaku sebelumnya
(misalnya: menghisap ibu jari, mengompol dan lain-lain) dan juga perilaku
regresi seperti: ketergantungan, menarik diri dan ansietas (Wong, 2003).
3
Menurut Nelson (2004), terapi bermain merupakan terapi yang efektif
digunakan pada anak yang menjalani hospitalisasi. Ketika menjalani proses
perawatan di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan tidak
menyenangkan seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Permainan akan
melepaskan anak dari ketegangan dan stres yang dialaminya. Permainan, akan
mengalihkan rasa sakit anak pada permainannya dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan. Bermain tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak, karena bermain sangat diperlukan untuk perkembangan
anak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2008),
menunjukkan bahwa terapi bermain merupakan terapi yang efektif untuk
mengobati anak yang sedang sakit. Karena pada saat dirawat di rumah sakit,
anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan
seperti cemas, takut, dan sakit. Berdasarkan hal tersebut, dengan melakukan
permainan maka akan mengurangi dampak hospitalisasi yang dialami anak,
karena dengan melakukan permainan maka anak akan dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainan dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan. Walaupun anak dalam kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit,
tetapi bermain perlu dilaksanakan agar anak tidak merasa cemas. Untuk itu
perlu diperhatikan jenis permainan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada (Wong, 2003).
Anak usia prasekolah pada umumnya senang mengembangkan daya
imajinasinya. Ditambah dengan keterampilan verbalnya yang semakin baik,
sehingga anak mampu menceritakan atau mengeluarkan ide yang ada dalam
fikiranya. Berimajinasi atau mengeluarkan ide-ide adalah bagian dari tugas
perkembangan di usia prasekolah, hal ini menunjukkan kecerdasan si anak.
Oleh karena itu, apapun ide anak orang tua tak boleh mengabaikanya. Justru
orang tua harus mengoptimalkan potensi anak (Hartono, 2005).
Anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan
halus yang lebih matang dari pada usia Toddler. Sejalan dengan pertumbuhan
dan perkembangannya anak usia prasekolah sudah lebih aktif, kreatif dan
4
imajinatif. Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam
kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk menghadapi dan mengatasi stres. Berdasarkan hal tersebut, walaupun
anak dalam kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit, tetapi bermain perlu
dilaksanakan agar anak tidak merasa cemas. Untuk itu perlu diperhatikan
permainan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Secara psikologis
membaca atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang paling
sehat (Hurlock, 2005).
Melalui cerita, emosi anak selain dapat disalurkan juga dilatih, emosi
dapat diajak mengarungi berbagai perasaan manusia. Anak dapat dididik
untuk menghayati kesedihan, kemalangan, derita nestapa, anak dapat juga
diajak untuk berbagi kegembiraan, kebahagiaan, keberuntungan, dan
keceriaan. Melalui cerita perasaan atau emosi dapat dilatih untuk merasakan
dan menghayati berbagai peran dalam kehidupan (Sudarmadji dkk. 2010).
Dengan bercerita, anak melepaskan ketakutan, kecemasan, mengekspresikan
kemarahan dan permusuhan. Hal ini karena bercerita adalah media
komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau
petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan
pikiran anak melalui ekspresi non verbal yang ditunjukkan selama melakukan
permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan
teman kelompok bermainnya. Dengan demikian bercerita merupakan cara
koping yang paling efektif untuk mengurangi kecemasan (Hurlock, 2005).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Rumah Sakit
Bhakti Wira Tamtama Semarang didapatkan data pada tahun 2009 jumlah
anak pra sekolah yang mengalami hospitalisasi sebanyak 87 anak, 2010
jumlah anak 98, 2011 jumlah anak 101, 2012 jumlah anak mencapai 142
anak, jumlah ini dalam tiga bulan terakhir yaitu pada bulan Oktober
sebanyak 18 anak, bulan November sebanyak 21 anak, dan pada bulan
Desember sebanyak 14 anak.
Berdasarkan jumlah pasien anak usia prasekolah tersebut, kecemasan
merupakan perasaan yang paling umum yang dialami oleh pasien anak
5
terutama usia pra sekolah yang dirawat di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama
Semarang. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan takut pada
orang baru. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap
perawat, didapatkan hasil bahwa tidak adanya ruang khusus yang digunakan
sebagai tempat untuk terapi bermain bagi anak yang menjalani perawatan,
selain itu juga belum ada perlakuan atau tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah hospitalisasi serta tidak adanya Standart Prosedur
Operasional (SPO) terhadap pasien anak yang mengalami dampak
hospitalisasi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran kecemasan pada anak usia
pra sekolah yang dilakukan terapi bermain bercerita diRuang Nusa Indah
Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Hospitalisasi pada anak prasekolah sering menimbulkan kecemasan,
memberikan respon fisik dan fisiologis, dan mengancam kesejahteraan anak.
Fakta dilapangan menunjukkan anak usia pra sekolah mengalami kecemasan
selama dirawat dirumah sakit, sedangkan tindakan meminimalkan kecemasan
tersebut belum optimal.
Lingkungan rumah sakit merupakan penyebab stress dan kecemasan
pada anak. Kecemasan yang paling besar dialami pada anak prasekolah
adalah ketika pertama kali mereka masuk sekolah dan dirawat di rumah sakit.
Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat dirawat dirumah sakit, maka
besar sekali kemungkinan anak akan mengalami disfungsi perkembangan
akibat hospitalisasi. Terapi bermain merupakan salah satu modalitas
keperawatan yang memberikan efek relaksasi dan diharapkan mampu
menurunkan kecemasan pada anak. Berdasarkan hal tersebut, peneliti dapat
merumuskan masalah penelitian yaitu “Gambaran kecemasan kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan pada anak usia prasekolah di Ruang Nusa
Indah Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang”.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitan ini adalah untuk menggambarkan kecemasan pada
kelompok kontrol dan kecemasan pada kelompok perlakuan pada anak
usia prasekolah diRuang Nusa Indah Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama
Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan kecemasan pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Bhakti
Wira Tamtama Semarang.
b. Mendeskripsikan kecemasan pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi pada kelompok perlakuan di Rumah Sakit
Bhakti Wira Tamtama Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Orang Tua
Diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada
orang tua tentang pengaruh metoda bermain terhadap dampak
hospitalisasi yang dapat mempercepat proses penyembuhan anak, dan
diharapkan orang tua dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan
dalam menerapkan prosedur perawatan ini.
b. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif perawatan
dan diharapkan perawat dapat mengaplikasikan metoda terapi bermain
dalam proses pelayanan keperawatan pada anak untuk mengurangi
dampak hospitalisasi pada anak prasekolah dan mendukung proses
penyembuhan.
c. Bagi Instansi
7
Sebagai salah satu alternatif manajemen RS Bakti Wira Tamtama untuk
membuat standart prosedur operasional (SPO) terapi bermain pada anak
yang mengalami hospitalisasi.
2. Manfaat Keilmuan
a. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literature dalam
keperawatan anak dan menjadi tambahan informasi tentang gambaran
terapi bermain untuk menurunkan dampak hospitalisasi pada anak
prasekolah.
b. Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
menambah khasanah dibidang penelitian keperawatan anak.
E. Ruang Lingkup.
Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu
keperawatan anak.
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Nama/Tahun Judul Metode/Sampel Hasil
1. Rahmatulloh
chairus sofa
/2012
Perbedaan
Efektivitas Terapi
Bermain
Menggambar
dengan Lego
Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada
Anak Toddler
Akibat
Hospitalisasi di
RSUD Ungaran
Desain penelitian
dengan quasi
eksperiment
Pretest-Postest
group design.
Populasi yang akan
diteliti adalah
seluruh anak usia
toddler di RSUD
Ungaran sebanyak
55 anak. Sampel
yang diambil
sebanyak 28
responden yang
dibagi dalam
kelompok
menggambar dan
kelompok lego.
Dengan menggunakan
uji t independent
didapatkan t hitung = -
5,536 dengan p-value
sebesar 0,000. Oleh
karena p-value 0,000 <
(0,05), berarti terdapat
perbedaan yang
signifikan efektivitas
terapi bermain
menggambar dengan
lego terhadap tingkat
kecemasan anak usia
toddler (2-3 tahun)
Akibat Hospitalisasi di
Rumah Sakit Umum
Daerah Ungaran
dimana terapi bermain
menggambar lebih
8
efektif dalam
menurunkan kecemasan
anak dibandingkan
dengan terapi bermain
lego.
2. Ahmad Barokah
/2010
Pengaruh terapi
bermain puzzle
terhadap perilaku
kooperatif anak
usia prasekolah
selama
hospitalisasi di
RSUD Tugurejo
Semarang
Jenis penelitian ini
menggunakan
rancangan one
group pre test-post
test, dengan sampel
sebanyak 27
responden yang
diambil dengan
menggunakan
teknik total
sampling.
Berdasarkan hasil
analisis uji Wilcoxon
untuk terapi bermain
puzzle dan tingkat
kooperatif
menunjukkan nilai p =
0,000 (<0,05).
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada
pengaruh terapi
bermain puzzle
terhadap tingkat
kooperatif anak usia
prasekolah.
3. Peny Imelda/
2010
pengaruh terapi
bermain dengan
bercerita terhadap
penurunan
kecemasan akibat
hospitalisasi pada
anak usia 4-6
tahun di BP
RSUD Kraton
Pekalongan tahun
2010
Desain penelitian
ini menggunakan
Quasy Experiment
dengan rancangan
Time Series Design.
Pengambilan
sampel penelitian
ini dengan cara
quota sampling
yang berjumlah 30
responden
Tingkat kecemasan
sebelum diberi terapi
bermain dengan
bercerita 80,0%
mengalami cemas
sedang dan 20,0%
mengalami cemas
ringan. Sesudah diberi
terapi bermain dengan
bercerita, kecemasan
menjadi 76,6%
mengalami cemas
ringan dan tidak cemas
sebanyak 23,3%. Hasil
perhitungan dengan uji
Spearman Rank
menunjukkan adanya
penurunan tingkat
kecemasan pada anak
usia 4-6 tahun sesudah
diberi terapi bermain
dengan bercerita
dengan ρ value 0,000.