hipoksia dan penanganannya
DESCRIPTION
ANESTRANSCRIPT
MAKALAH
(TINJAUAN PUSTAKA)
HIPOKSIA DAN PENANGANANNYA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT
KEPANITERAAN KLINIK
BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF
BLU RSUD KOTA SEMARANG
Oleh :
Adelia Melianti
406107010
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Adelia Melianti
NIM : 406107010
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Tarumanagara Jakarta
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Anestesiologi dan Rawat Intensif
Periode Kepaniteraan Klinik : 12 Maret 2012 – 31 Maret 2012
Judul Makalah : Hipoksia dan Penanganannya
Diajukan : Maret 2012
Pembimbing : Dr. Wahyu Hendarto, Sp.An. , MH.Kes
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : …………………………
Mengetahui :
Ketua SMF Anestesiologi dan Rawat Intensif PEMBIMBING :
BLU RSUD Kota Semarang
Dr. Purwito Nugroho Sp. An. MM Dr. Wahyu Hendarto, Sp.An. , MH.Kes
NIP : 19551221 198301 1 002 NIP. 19531105 198111 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah dengan judul “Hipoksia dan Penanganannya” ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang
Anestesiologi dan Rawat Intensif FK UNTAR di BLU RSUD Kota Semarang periode 12 Maret
2012 – 31 Maret 2012. Di samping itu, makalah ini ditujukan untuk menambah pengetahuan
bagi kita semua tentang hipoksia dan penanganannya.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan
kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan makalah ini, kepada:
1. Dr. Hj. Nanik Sri Mulyani, Sp.M, selaku YMT Direktur RSUD Kota Semarang.
2. Dr. Wahyu Hendarto, Sp.An. MH.Kes, selaku Ka Instalasi Anestesiologi dan
pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota
Semarang.
3. Dr. Purwito Nugroho, Sp. An. MM, selaku Ketua SMF Anestesiologi dan Rawat Intensif
dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota
Semarang.
4. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp. An. Msi. Med, selaku Ka Unit Rawat Intensif dan
pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota
Semarang.
5. Dr. Derajad Bayu, selaku Residen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Diponogoro serta Staff Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota
Semarang.
6. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Rawat Intensif di
RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun supaya makalah ini dapat menjadi lebih baik, dan berguna bagi
semua yang membacanya.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam makalah ini.
Semarang, Maret 2012
Penulis
HIPOKSIA DAN PENANGANANNYA
Adelia Melianti*, Wahyu Hendarto**
ABSTRACT : Oxygen is the element most necessary for human life, not just to breathe and
sustain life, oxygen is also required for metabolism. Hypoxia is a pathological condition in the
body or parts of the body (tissue or cells) are caused by lack of inadequate intake of oxygen. O2
in the body of a deficiency can lead to hypoxia, which is in the process may further lead to tissue
death can even be life threatening. Many factors can lead to hypoxia that are grouped into
several types. One of the signs of hypoxia such as cyanosis, can also be found post mortem.
Rapid and precise handling is required to achieve optimal results.
Keywords : hypoxia, oxygen, post mortem
ABSTRAK : Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tidak
hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk
metabolisme tubuh. Hipoksia adalah keadaan patologis di dalam tubuh atau bagian dari tubuh
(jaringan atau sel) yang disebabkan kurang adekuatnya asupan oksigen. Adanya kekurangan O2
dalam tubuh dapat menyebabkan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hipoksia sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Salah satu tanda hipoksia
seperti sianosis, juga bisa ditemukan post mortem. Penanganan secara cepat dan tepat dibutuhkan
untuk mencapai hasil yang optimal.
Kata Kunci : hipoksia, oksigen, post mortem
* Coassistant Anestesi FK Untar 12 Maret 2012 – 31 Maret 2012
** Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang
PENDAHULUAN
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat
fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai yang terjadi akibat berkurangnya
tekanan oksigen di udara. Tujuan akhir pernafasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi
oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau
ion hidrogen mempengaruhi pernafasan terutama efek perangsangan pusat pernafasannya sendiri,
yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat ke otot-otot pernafasan.
Akibat peningkatan ventilasi, pelepasan karbondioksida dari darah meningkat, ini juga
mengeluarkan ion hidrogen dari darah karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi
asam karbonat darah. Berbagai keadaan yang menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan
termasuk anemia, dimana jumlah total hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen
berkurang, keracunan karbondioksida, sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi tidak
mampu mengangkut oksigen, dan penurunan aliran darah ke jaringan dapat disebabkan oleh
penurunan curah jantung atau iskemi lokal jaringan.1
Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan
menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai
gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan
gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan
penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah, pusat batang otak akan terkena, dan
kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernafasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi
dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral menurun dan
hipoksia bertambah.2
HIPOKSIA
Definisi
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat
fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai.3,4
Etiologi
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel
tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Hipoksia dapat
disebabkan karena:
(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena
kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf
otot).
(2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran nafas atau
compliance paru menurun. Rasio ventilasi –perfusi tidak sama. Berkurangnya
membran difusi respirasi
(3) shunt vena ke arteri (shunt dari “kanan ke kiri’ pada jaringan)
(4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memadai (inadekuat). Hal ini terjadi pada
anemia, penurunan sirkulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral,
pembuluh darah jantung), edem jaringan
(5) pemakaian oksigen yang tidak memadai pada jaringan, misal pada kekurangan
enzim sel karena defisiensi vitamin B.1
Hipoksia dapat disebabkan oleh gagal kardiovaskuler misalnya syok, hemoglobin
abnormal, penyakit jantung, hipoventilasi alveolar, lesi pirau, masalah difusi, abnormalitas
ventilasi-perfusi, pengaruh kimia misal karbonmonoksida, ketinggian, faktor jaringan lokal misal
peningkatan kebutuhan metabolisme, dimana hipoksia dapat menimbulkan efek-efek pada
metabolisme jaringan yang selanjutnya menyebabkan asidosis jaringan dan mengakibatkan efek-
efek pada tanda vital dan efek pada tingkat kesadaran.5
Dalam anestesi, gagal pernafasan/sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh tindakan
operasi itu sendiri misalnya karena obat pelumpuh otot, karena muntahan atau lendir, suatu
penyakit (koma, stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala,
keracunan).6
Gambar 1. Penyebab Hipoksia
(Dikutip dari Silbernagl/Lang, Color Atlas of Pathophysiology)
Klasifikasi
Hipoksia di bagi dalam 4 tipe :
(1) hipoksia hipoksik, dimana PO2 darah arteri berkurang. Hipoksia hipoksik adalah
keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru
sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk sirkulasi
darah.Kegaga l an i n i b i s a d i s ebabkan adanya sumbatan atau obstruksi di
saluran pernafasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai
dengan penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis difteri, status
asmatikus, karsinoma dan sebagainya) atau oleh trauma atau kekerasan yang
bersifat mekanik, seperti sumbatan jalan nafas, tercekik, penggantungan, tenggelam
dan sebagainya.
(2) hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang
tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang, s e p e r t i p a d a k e r a c u n a n
k a r b o n monoksida karena afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi
dibandingkan afinitas oksigen dengan hemoglobin.
(3) hipoksia stagnant, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah
(hemoglobin) tidak mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena
kegagalan sirkulasi seperti pada heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena
maupun emboli lemak walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin normal.
(4) hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah
adekuat tetapi oleh karena kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai
oksigen yang disediakan, contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh
akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal
terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferricheme group dari oksigen
yang dibawa darah. Dengan demikian, proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat
berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan
oksigen ke sel jaringan sehingga timbul hipoksia jaringan. Hal ini merupakan
keadaaan paradoksal, karena korban meninggal keracunan sianida mengalami
hipoksia meskipun dalam darahnya kaya akan oksigen. 7
Patofisiologi
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita
trauma kepala/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah
akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup
orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan nafas. Sphincter cardia yang relaks,
menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan
ancaman terjadinya sumbatan jalan nafas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh
aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.6
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi.
Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh:
(1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi.
(2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri.
(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena
tercampur darah yang mengandung oksigen rendah.
(4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.
(5) hipoventilasi alveoler. 8
Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35.
Kegagalan ventilasi terjadi bila “minute ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak
dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau
pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot
respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak
mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah
cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului
penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap
awal berupa pernafasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi
yang tidak terkoordinasi berupa alterans respirasi (pernafasan dada dan perut bergantian), dan
gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat
menunjukkan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti nafas.8
Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah
yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan nafas
bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain. Penyebab lain yang
terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk
inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan
otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan
syaraf yang baik. Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat
menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas, bila disertai hipoksemia keadaan akan makin
buruk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan
dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat
terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-
45 mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%).6
Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan
menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai
gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan
gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan
penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah, pusat batang otak akan terkena, dan
kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernafasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi
dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral berkurang
dan hipoksia bertambah.2
Hipoksia juga mengakibatkan konstriksi arteri pulmoner yang selanjutnya mengakibatkan
shunt darah dari daerah yang miskin ventilasi ke daerah paru yang ventilasinya lebih baik.
Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan afterload ventrikel kanan.
Glukosa secara normal akan dipecah menjadi asam piruvat. Selanjutnya pemecahan piruvat dan
pembentukan ATP membutuhkan oksigen, keadaan hipoksia meningkatkan piruvat yang diubah
menjadi asam laktat yang selanjutnya tidak dapat diubah lagi, mengakibatkan asidosis metabolik.
Energi total yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat akan berkurang dan jumlah energi yang
dibutuhkan untuk produksi ATP menjadi tidak cukup.Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan
vasodilatasi lokal dan vasodilatasi difus yang terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan
cardiac output. Pada pasien dengan didasari penyakit jantung, kebutuhan jaringan perifer untuk
meningkatkan cardiac output dalam keadaan hipoksia dapat mencetuskan gagal jantung
kongestif. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, PaO2 yang menurun akan memperberat
iskemi miokard dan selanjutnya memperburuk fungsi ventrikel kiri. Hipoksia yang lama atau
berat juga dapat mengganggu fungsi hepar dan ginjal. 2
Gejala Klinis
- Sistem saraf pusat : gangguan mental, gelisah, mudah tersinggung,berkeringat, apatis hingga
koma bila berlanjut.
- Sistem kardiovaskuler : takikardi, bradikardi (bila berlanjut), aritmia, mula-mula hipertensi
sampai hipotensi.
- Sistem pernafasan : hiperventilasi, dyspnea, nafas cepat dan dangkal (pernafasan
Kaussmaul), gerak nafas cuping hidung, retraksi sela iga.
- Kulit : sianosis.4
Diagnosis
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong dilakukannya
analisis gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SpO2) kurang dari 90% yang
biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg sangat
mengganggu oksigenasi CO2 arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45-50 mmHg mengandung arti
bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan pernafasan terjadi karena PaO2 kurang dari
60mmHg pada udara ruangan, atau pH kurang dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari
50mmHg. Dimana daya penyampaian oksigen ke jaringan tergantung pada:
(1) sistem pernafasan yang utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi hemoglobin
(2) kadar hemoglobin
(3) curah jantung dan mikrovaskular
(4) mekanisme pelepasan oksihemoglobin.8
Post Mortem
Pemeriksaan post mortem pada hipoksia :
1. Pemeriksaan Luar
a. Lebam mayat jelas terlihat (livide) karena kadar karbondioksida yang tinggi
dalam darah
b. Sianosis
Sianosis adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang merupakan
akibat dari konsentrasi yang berlebihan dari deoksihemoglobin atau hemoglobin
tereduksi pada pembuluh darah kecil. Sianosis terjadi jika kadar deoksihemoglobin
sekitar 5 g/dL. Dapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung jari dan bibir.
c. Pada mulut bisa ditemukan busa.
d. Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses, urin atau
cairan sperma
e. ‘Bercak Tardieu’ yaitu bercak peteki di bawah kulit atau konjungtiva.
Gambar 2. Bercak Tardieu
2. Pemeriksaan Dalam
a. Mukosa saluran pernafasan bisa tampak membengkak
b. Jantung dilatasi, pembendungan sirkulasi organ dalam tubuh
c. Paru-paru mengalami edema. Hal ini disebabkan dari efek hipoksia pada pusat
vasomotor dengan berbagai macam derajatnya, bila udem paru berat maka
akan tampak buih berwarna merah muda keluar dari hidung dan mulut,
bila udem paru ringan maka pemeriksaan hanya dapat dilihat dengan
pemeriksaan histologi paru.
d. Edema otak. Permeabilitas kapiler kemudian meningkat menyebabkan pelemahan dari
sawar otak yang terdiri dari endotel kapiler dan membrana basalis beserta astrosit. Bisa
karena trauma maupun hipoksia.
e. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran mukosa pada
beberapa organ
f. Hiperemi lambung, hati dan ginjal
g. Darah menjadi lebih encer 9,10,11
Penatalaksanaan
Penilaian dari pengelolaan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat.
Tindakan ditujukan untuk membuka jalan nafas dan menjaga agar jalan nafas tetap bebas dan
waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan nafas. Membuka jalan nafas tanpa alat
dilakukan dengan cara Chin lift yaitu dengan empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah
rahang ibu jari diatas dagu, kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Manuver Chin lift
ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust yaitu dengan
mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua
telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala.
Tindakan jaw thrust dan head tilt disebut airway manuver.6
Jalan nafas orofaringeal : alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga
menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan nafas nasofaringeal : alat di pasang lewat
salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak
menutup hipofaring. Untuk sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat
dilakukan dengan menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap
yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk
menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk
menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip.
Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan jari-jari.
Bila terjadi tersedak umumnya didaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows,
abdominal thrust.6
Terapi Oksigen
Tujuan :
1. Mempertahankan oksigen jaringan yang kuat
2. Menurunkan kerja nafas
3. Menurunkan kerja jantung 12
Indikasi terapi oksigen :
1. Gagal nafas akut
2. Syok oleh berbagai penyebab
3. Infark miokard akut
4. Keadaan dimana metabolisme rate tinggi
5. Keracunan gas CO
6. Tindakan preoksigenasi menjelang induksi anestesi
7. Penderita tidak sadar
8. Untuk mengatasi keadaan-keadaan : emfisema pasca bedah, emboli udara, pneumotoraks
9. Asidosis
10. Anemia berat 12
Metode Pemberian Oksigen :
1. Sistem aliran rendah
a. Low flow low concentration (kateter nasal, kanul binasal)
b. Low flow high concentration (sungkup muka sederhana, sungkup muka kantong
rebreathing, sungkup muka kantong non rebreathing) 12
2. Sistem aliran tinggi
a. High flow low concentration (sungkup venturi)
b. High flow high concentraton (head box, sungkup CPAP) 12
Kanul binasal : paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, dengan aliran 1-6
liter/menit dengan konsentrasi 24-44%. Keuntungan : pemberian oksigen stabil, baik diberikan
pada jangka waktu lama, pasien dapat bergerak bebas. Kerugian : iritasi hidung, konsentrasi
oksigen akan berkurang bila pasien bernafas dengan mulut. 12
Sungkup muka sederhana : aliran diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen
mencapai 60%.12
Sungkup muka dengan kantong rebreathing : aliran diberikan 6-10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen mencapai 80%.12
Sungkup muka dangan kantong non rebreathing : aliran diberikan 8-12 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen mencapai 100%.12
Bahaya dan efek samping pemberian oksigen :
1. Kebakaran
2. Hipoksia
3. Hipoventilasi
4. Atelektasis paru
5. Keracunan oksigen 12
KESIMPULAN
Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2. Bila terjadi
kegagalan pernafasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami defisiensi
akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya. Terjadinya hipoksia banyak faktor yang
mempengaruhinya diantaranya karena tindakan anestesi (anestesi yang terlalu dalam, sisa obat
pelemas otot, obat narkotik), suatu penyakit (radang otak, radang syaraf, stroke, tumor otak,
edema paru, gagal jantung, miastenia gravis), trauma/kecelakaan (cedera kepela, cedera tulang
leher, cedera thorak, keracunan obat). Prinsip penanganan hipoksia adalah dengan membebaskan
jalan nafas dengan mencari penyebabnya, bisa dengan cara Chin lift, Jaw thrust, jalan nafas
orofaringeal, jalan nafas nasofaringeal, atau dengan suction.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Guyton. Pengangkutan Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh,
Pengaturan Pernafasan. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. ed.7. Bag II. Cet.I. Jakarta :
EGC ;1994, 181-207
2. Kurt J.I. Hipoksia, Polisitemia dan Sianosis. In : Harrison, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Vol. I. Jakarta : EGC;1999, 208-212
3. Rima. Hipoksia. Kamus Kedokteran Dorlan. Cetakan II. Jakarta : EGC; 1996, 898
4. Sylvia A.P., Lorraine M.W. Tanda dan Gejala Penyakit Pernafasan, Hiperkapnea dan
Hipokapnea, In : Fisiologis Proses-Proses Penyakit. ed. 4. Buku II. Jakarta :EGC; 1995,
685
5. Carolyn M.H., Barbara M.G. Gagal Pernafasan Akut. In: Keperawatan Kritis, Pendekatan
Holistik. ed.VI. Vol. I. Jakarta: EGC;1995, 563
6. Karjadi W. Sumbatan Jalan Nafas, Gawat Nafas Akut. In: Anestesiologi dan Reaminasi
Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional;2000, 17-34
7. Ganong M.D. Penyesuaian Pernafasan Pada Orang Sehat dan Sakit, Hipoksia. In:
Fisiologi Kedokteran. ed.10. Cetakan IV. Jakarta: EGC; 1988, 586-597
8. Michele W.M.D., Alison W.M.D. Pedoman Pengobatan Kegagalan Respirasi Akut. ed.
1, Cet.1. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica; 1995, 277-302
9. Apuranto H, Asphyxia. In: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga;2007, 71-99
10. Chadha PV. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya Medika;
1995, 47-8
11. Porth CM. Alterations in Respiratory Function: Disorders of Gas Exchange. In: :
Essential of Pathophysiology, Concepts of Altered Health States. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins; 2004, 397
12. Nurcahyo W.I., Susilowati D., Sutiyono D. Terapi Oksigen. Semarang : IDSAI; 2010,
219-226