hikmah dan manfaat pernikahan

4
Hikmah dan Manfaat Pernikahan. Segala hukum dalam syariat Islam, baik perintah maupun larangan, kewajiban maupun sunnah memiliki hikmah, faedah serta manfaat yang besar baik bagi insan pelaku secara individu maupun masyarakat secara universal, dan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagitu juga pernikahan (perkawinan) dalam agama Islam, banyak memiliki hikmah dan manfaatnya, tentunya jika dilakukan secara sah dan benar disertai maksud menjalankan ibadah, jauh dari tujuan-tujuan yang diluar dari yang telah ditetapkan oleh ajaran agama. Di antara hikmah dan manfaat pernikahan adalah sbb: Pertama: Meneruskan Keturunan (Anak). Meneruskan keturunan (anak) untuk melestarikan eksistensi jenis manusia dengan cara yang sah, dan sempurna. Sebagai estapet tugas sebagai (Khalifah Allah swt) di muka bumi, untuk memelihara dan membangun dunia. Sebenarnya bisa saja meneruskan keturunan tanpa adanya ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan seperti yang dilakukan hewan atau sebagian orang tanpa adanya ikatan nikah yang syah, hidup bersama atau istilah “kumpul kebo”. Namun, Allah swt dengan rahmat-Nya menghormati dan memuliakan manusia serta membedakan dengan makhluk-makhluknya yang lain, maka disyariatkannya pernikahan untuk merealisasikan pelestarian jenis manusia dalam bentuk dan cara yang begitu sempurnanya. Meneruskan keturunan (anak) merupakan tujuan dan manfaat utama perkawinan, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, saat mengatakan:” Faedah pertama yaitu anak. Faedah ini merupakan dasar disyariatkannya nikah, maksudnya adalah untuk meneruskan keturuan dan janga sampai dunia ini kosong dari jenis manusia, rasa syahwat kebutuhan biologis diciptakan hanyalah sebagai alat pendorong untuk faidah tersebut…. ([1] ) Untuk mencapai mengharapkan anak dalam suatu perkawinan dapat dijadikan sebagai upaya pendekatan kepada Allah SWT (qurbah) dengan 4 cara: yaitu: ([2] ) 1. Dorongan dan harapan kecintaan Allah SWT dalam mencari (berupaya) meneruskan keturunan (anak) guna melestarikan jenis manusia di muka bumi;

Upload: ikafia-maulidia

Post on 13-Apr-2017

25 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hikmah dan manfaat pernikahan

Hikmah dan Manfaat Pernikahan. Segala hukum dalam syariat Islam, baik perintah maupun larangan, kewajiban maupun sunnah memiliki hikmah, faedah serta manfaat yang besar baik bagi insan pelaku secara individu maupun masyarakat secara universal, dan baik secara langsung  maupun tidak langsung.Bagitu juga pernikahan (perkawinan) dalam agama Islam, banyak memiliki hikmah dan manfaatnya, tentunya jika dilakukan secara sah dan benar disertai maksud menjalankan ibadah, jauh dari tujuan-tujuan yang diluar dari yang  telah ditetapkan oleh ajaran agama.  Di antara hikmah dan manfaat pernikahan adalah sbb:Pertama: Meneruskan Keturunan (Anak).Meneruskan keturunan (anak) untuk melestarikan eksistensi jenis manusia dengan cara yang sah, dan sempurna. Sebagai estapet tugas sebagai (Khalifah Allah swt) di muka bumi, untuk memelihara dan membangun dunia.Sebenarnya bisa saja meneruskan keturunan tanpa adanya ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan seperti yang dilakukan hewan atau sebagian orang tanpa adanya ikatan nikah yang syah, hidup bersama atau istilah “kumpul kebo”.Namun, Allah swt dengan rahmat-Nya menghormati dan memuliakan manusia serta membedakan dengan makhluk-makhluknya yang lain, maka disyariatkannya pernikahan untuk merealisasikan pelestarian jenis manusia dalam bentuk dan cara yang begitu sempurnanya.  Meneruskan keturunan (anak) merupakan tujuan dan manfaat utama perkawinan, sebagaimana yang  dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, saat mengatakan:” Faedah pertama yaitu anak. Faedah ini merupakan dasar disyariatkannya nikah, maksudnya adalah untuk meneruskan keturuan dan janga sampai dunia ini kosong dari jenis manusia, rasa syahwat kebutuhan biologis diciptakan hanyalah sebagai alat pendorong untuk faidah tersebut….([1])

Untuk mencapai mengharapkan anak dalam suatu perkawinan dapat dijadikan sebagai upaya pendekatan kepada Allah SWT (qurbah) dengan 4 cara: yaitu:([2])

1. Dorongan dan harapan kecintaan Allah SWT dalam mencari (berupaya) meneruskan keturunan (anak) guna melestarikan jenis manusia di muka bumi;2. Mengharapkan kecintaan Rasul SAW dimana beliau berbangga dengan banyaknya kuantitas umat, dalam sabdanya,”Kawinlah dan berketurunanlah saya bangga mempunyai umat yang banyak pada hari kiamat”; ([3])

3. Mengharapkan keberkahan doa anak yang shaleh setelah kematiannya;([4])

4. Mengharapkan syafaat dari anak kecil yang wafat sebelum wafat orang tuanya.Kedua: Benteng Bagi Suami Istri.Perkawinan merupakan benteng atau tameng bagi suami istri untuk jatuh dalam kenistaan menyalurkan kebutuhan biologi syahwat pada jalan yang tepat serta dapat membantu dalam menjaga pandangan terhadap yang dilarang Agama. Sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya bahwa Rasul SAW bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu ada yang mampu untuk berumah tangga (nikah), hendaklah ia nikah, karena nikah itu akan lebih menjaga pandangan dan akan lebih memelihara kemaluan, dan barangsiapa belum mampu nikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat tameng pelindung”.   Ketiga : Penghibur Jiwa Bagi Kedua Pasangan.Saling menghibur antara suami istri akan membuahkan kenyaman, ketentraman dan ketenangan jiwa. Hal tersebut dapat menghilangkan rasa kejemuan dalam tugas dan kehidupan.

Page 2: Hikmah dan manfaat pernikahan

Tidak hanya itu, kedua pasangan dapat menyalurkan keinginan fitrah yang diberikan Tuhan. Karenanya, disyariatkan akad pernikahan yaitu (termasuk) untuk memenuhi kebutuhan biologis antara suami istri. Dalam kaitan ini agama Islam menyalurkan hasrat tersebut dengan cara yang terhormat, dan menjadikan pernikahan sebagai bagian dari ibadah. Lebih dari itu, agama  Islam bahkan melarang  manusia untuk tabattul (membujang) terus.Keempat : Saling Kerjasama Dalam Tugas Rumah Tangga.Dalam hidup rumah tangga yang ada hanyalah saling kerjasama dan bantu membantu dalam urusan rumah tangga (keluarga). Masing-masing pihak mempuyai tugas, hak dan kewajiban masing-masing. Istri akan tenang bekerja mengatur urusan rumah, dengan kemampuan yang  terbatas yang ia miliki.Suami yang bertugas bekerja mencari nafkah juga dapat bertugas dengan tenang. Kendatipun demikian, ia juga diminta untuk dapat membantu pekerjaan rumah sesuai yang dapat dikerjakan. Baginda Rasulullah saw, manusia agung pilihan Tuhan, kerap kali membantu tugas-tugas para isteri beliau.Tugas tugas rumah tangga bukan hanya milik ibu rumah tangga (istri). Tugas tersebut harus dilakukan bersama. Suami yang memiliki kekuatan fisik yang lebih besar dibanding istri diharapkan dapat membantu pekerjaan rumah tangga. Dengan demikian tugas-tugas rumah tangga dapat dilakukan akan menjadi ringan, terutama jika dilakukan dengan niat amal ibadah.Kelima : Saling Nasihat Dalam Ketaatan dan Taqwa.Dalam kehidupan berkeluarga seorang suami berkewajiban untuk mengajak istri dan anak-anak untuk senantiasa taat dan takwa kepada Pencipta. Selalu mengajak dan mengingatkan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama sebagaimana firman Allah swt:

للتقوى ﴿ والعاقبة نرزقك نحن رزقا نسألك ال عليها واصطبر الة بالص أهلك ﴾وأمر Artinya,”Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Tahaa: 132)Tentunya manusia juga diharapkan untuk bersabar dalam melakukan kewajiban-kewajiban ibadah lainnya, serta bersabar untuk mengajak keluarga dalam menunaikan ibadah-ibadah tersebut.  Juga dalan ayat yang  lain Allah SWT berfirman:

عليها ﴿ والحجارة الناس وقودها نارا وأهليكم أنفسكم قوا آمنوا الذين أيها يايؤمرون ما ويفعلون أمرهم ما الله يعصون ال شداد غالظ ﴾مالئكة

Artinya:,”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At.Tahrim: 6)Tidak hanya itu, istri juga diminta untuk dapat memberikan nasihat kepada sang suami sekiranya melihat suami “menyimpang” dari ketaatan dan ketakwaan. Diharapkan agar senantiasa kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan tersebut terus terjalin dalam hubungan suami istri (rumah tangga).Keenam : Memperluas Jaringan Kerabat dan Persaudaraan.Dengan adanya ikatan tali perkawinan maka keluarga akan memiliki jaringan kerabat dan keluarga baru yang meluas dan meluas. Hal ini sesuai dengan semangat syariat yang menganjurkan untuk saling kenal mengenal Allah SWT berfirman:

لتعارفوا ﴿ وقبائل شعوبا وجعلناكم وأنثى ذكر من خلقناكم إنا الناس أيها ﴾يا Artinya:” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”. (QS. Al-Hujaraat: 13)Dengan adanya ikatan tali perkawinan akan menambah dan menyatukan dua keluarga, serta mempererat hubungan saling kasih sayang antara kedua keluarga.

Page 3: Hikmah dan manfaat pernikahan

Sebenarnya manfaat dan hikmah perkawinan sangat luas dan banyak, apa diketengahkan hanyalah sekelumit diantara manfaat dan hikmah tersebut.

([1]) Ihya Ulumuddin, Abu Hamid al-Ghazali: 2/22.([2]) Mukhtashar Minhaj alQashidin, Ibn Qudamah alMaqdisi: 76 .([3])Tentunya hadits ini tidak dipahami secara kasat mata bahwa Rasul SAW hanya menginginkan kwantitas umat yang banyak. Yang dimaksud Rasulullah SAW adalah manusia muslim banyak dan berkualitas sebagaimana terdapat dalam makna hadits yang lain seperti sabda beliau yang mencela manusia-manusia muslim yang hanya banyak tapi seperti ombak di lautan. Juga pencelaannya terhadap muslim yang lemah dan memuji muslim atau mukmin yang kuat saat mengatakan ,” mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah. Tentunya kuat dalam segala hal.([4]) Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul SAW bersabda: Jika anak Adam meninggal dunia, terputus semua amalnya kecuali tiga hal: Sedekah yang terus mengalir, Ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya”. Shahih Muslim, Kitab Wasiat, Bab: Ma yulhaq al insan mi alstawab ba’da wafatihi, No. 1631.Ihya Ulumuddin, Abu Hamid al-Ghazali: 2/22.