highlightojuni 2011 - pbpapdi.org highlight edisi... · askes (persero) baru menjamin sekitar...

12
Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru. W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP *Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. lndra Marki, SpPD, FINASIM; Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM; Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD *Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalselteng, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya Yustikasari *Alamat: PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755; SMS 085695785909; Email: [email protected]; Website: www.pbpapdi.org Highlight Juni 2011

Upload: doanque

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru. W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP *Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. lndra Marki, SpPD, FINASIM;Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM; Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD *Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, CabangSemarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalselteng, CabangPalu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, CabangMaluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya Yustikasari *Alamat: PB PAPDI, Gedung ICBBumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755; SMS 085695785909; Email: [email protected]; Website: www.pbpapdi.org

Highlight Juni 2011

Page 2: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

2

Halo INTERNIS Highlight

Juni 2011

Dari San Diego, Amerika Serikat pole-mik internis umum versus subspe-sialis terkuak. Para dokter, terutamainternis dari pelbagai penjuru dunia

yang hadir di The American College ofPhysicians Internal Medicine 2011, pada 5-9 April lalu, dalam sessi khusus membahaspolemik tersebut. Intinya, internis umumsudah tidak populer, para internis lebihmemilih subspesialis. Pasien akan bebaskonsultasi ke berbagai subspesialis. Dandokter umum akan merujuk pasien ke satukonsultan atau lebih. Padahal untuk kasus-kasus yang tidak sulit, internis umum me-miliki kompetensi disana. Kondisi ini beru-jung pada tingginya beban biaya pelayanankesehatan.

Ialah DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP Ketua Umum PBPAPDI, Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Wakil Sekretaris Jenderal PBPAPDI, dan Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB yang mewakili PAPDIdalam event tahunan ACP itu. Pada kesem-patan itu, Dr. Aru mendapat kehormatansebagai pembicara bersama dengan ketuaperhimpunan penyakit dalam Jepang danAfrika Selatan.

Menurut Dr. Aru, praktik internis umumdi negara maju telah banyak ditinggalkan.Bahkan beberapa negara Eropa dannegara persemakmuran Inggris, karenamodel pendidikan kedokterannya, tidakmengenal internis umum. Sedari awal me-reka sudah membatasi kompetensinya.Sementara di negara tetangga, seperti Fi-lipina dari sekitar 7.000 internis, sete-ngahnya telah menjadi konsultan. “Hampirdi semua negara maju dan beberapanegara berkembang pertambahan internisumum lebih rendah dibanding sub-spesialis,” kata Konsultan Hematologidan Onkologi Medik ini.

Seiring waktu, lanjut Dr. Aru, telah ter-jadi fragmentasi di bidang penyakit dalam.Keberadaan internis umum makin sulit dite-mukan, sedang praktik subspesialis kianmenjamur. Di samping hitung-hitungan prof-it, secara alamiah mereka lebih mudah me-nguasai satu disiplin ilmu ketimbang ba-nyak bidang. Keadaan ini akan mening-katkan frekuensi rujukan ke berbagai sub-spesialis. Pasien, pihak asuransi ataunegara yang mesti menanggung tingginyabiaya pelayanan kesehatan.

Dokter BerperanMengendalikan BiayaKesehatan

Seperti diketahui hampir di seluruh ne-gara biaya kesehatan selalu meningkat se-tiap tahunnya. Negara maju, seperti Ameri-

ka Serikat misalnya, pada 2008 anggarankesehatannya sekitar $ 2,3 trilyun atau me-ningkat 4,4 persen dari tahun sebelumnya.Negeri Paman Sam ini menjadi negara de-ngan anggaran kesehatan tertinggi di du-nia, sekitar $ 7.681 per penduduk.

Besarnya biaya kesehatan ditengaraitak lepas dari peran dokter. Dari data sta-tistik menunjukan bahwa dokter menem-pati posisi kedua terbesar dari biaya kese-hatan, setelah biaya rumah sakit. Bagi ne-gara maju yang sistem kesehatannya telahtertata baik dan kesehatan penduduknyadijamin negara, meningkatnya biaya kese-hatan menambah beban bagi anggaran ne-gara. Sementara, di negara berkembang,termasuk Indonesia, yang belum memilikisistem pelayanan kesehatan rujukan de-ngan baik dan penduduknya sebagian be-sar belum terlindungi asuransi, masyarakatakan menanggung sendiri biaya kesehatantersebut. Beban ini bertambah berat de-ngan pendapatan per kapita pendudukyang rendah.

Dengan begitu, dokter memiliki peranpenting menekan biaya kesehatan. Bebera-pa negara maju, Amerika misalnya, mela-kukan reformasi di bidang kesehatan. Se-dangkan Australia memberi remunerasi ba-gi dokter yang tetap melakukan praktik in-ternis umum. Presiden ISIM pada ACP kaliini menghimbau agar para internis back togeneral internist. (HI)

Meningkatnya rujukanke subspesialis, akibatnyapasien, pihak asuransiatau negara yang mestimenanggung tingginyabiaya pelayanan kese-hatan.

◆ Dr. Aru menjadi pembicara di hadapan para spesialis penyakit dalam Amerika.

Fragmentasidi Induk Ilmu Kedokteran

Diagram Anggaran Kesehatan AS th. 2008

Sumber: Center for Medicare and Medicaid Services US

DO

K.

HI

Page 3: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

3

Highlight Halo INTERNIS

Polemik internis umum versus subspe-sialis yang santer di Negara maju, ti-dak terasa imbasnya di Indonesia. Per-bedaan jumlah dokter internis umum

dengan subspesialis masih signifikan, 75persen internis umum dan 25 persen kon-sultan. Berbeda di negara maju, menjadisubspesialis di Indonesia lebih dikarena-kan kewajiban akademik di pusat pendi-dikan kedokteran. Para konsultan sebagaipengajar untuk melahirkan internis. Namunbelakangan, mulai ada kebutuhan konsul-tan dalam pelayanan kesehatan tertentu dirumah sakit. ”Permintaan menjadi subspe-sialis karena kewajiban sebagai staf penga-jar di pusat pendidikan,” ujar DR. Dr. Aru W.Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP

Lebih lanjut Dr. Aru menambahkan,PAPDI mendorong anggotanya tetap ber-praktik internis umum. Pasalnya, Indonesiadengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, 237,5 juta jiwa, dan angkapendapatan perkapita yang rendah, belummemiliki pembiayaan kesehatan berbasisasuransi nasional. Masyarakat mesti mero-goh koceknya sendiri untuk membiayaipelayanan kesehatannya. Sementara, me-nurut data Badan Pusat Statistik, jumlahmasyarakat miskin yang tercatat hinggaMaret 2010 mencapai 31,02 juta jiwa. Danmasyarakat dengan pendapatan $ 2 perhari jumlahnya sekitar 50 % dari jumlahpenduduk negeri ini. Populasi pas-pasan inisangat rentan, dan apabila mengalamisakit sedikit saja maka mereka akan jatuhmiskin. “Rakyat Indonesia belum mampumembeli jasa subspesialis. Yang dibutuh-kan adalah dokter spesialis penyakit dalam

”Subspesialis dibutuhkan,tapi pertambahannyamesti diatur, supaya nan-tinya tidak merepotkanmasyarakat.”

umum,” tegas Ketua Umum PB PAPDI ini. Dalam hal ini, tambah Dr Aru, bukan

berarti konsultan tidak diperlukan. Negeriini masih memerlukan subspesialis seba-gai staf pengajar karena jumlah internis ma-sih belum mencukupi untuk kebutuhan pen-dudukan Indonesia. Ratio internis terhadapjumlah penduduk belum berimbang. Apalagidengan penyebaran internis yang lebihterkonsentrasi di kota besar. “Subspesialisdibutuhkan, tapi pertambahannya mesti di-atur, supaya nantinya tidak merepotkanmasyarakat.”

Out of PocketTak sedikit, masyarakat Indonesia keti-

ka sakit langsung jatuh miskin. Pasalnya,masih banyak penduduk Indonesia yangbelum terjangkau asuransi, mereka mem-bayar sendiri biaya kesehatannya. SistemJaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaipayung jaminan kesehatan nasional masihmenjadi polemik, bahkan RUU BadanPenyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) teran-cam deadlock di Dewan. Sementara PTAskes (Persero) baru menjamin sekitar100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlahkeseluruhan masyarakat Indonesia. Darijumlah tersebut, sekitar 76,4 juta jiwasudah terlindungi oleh Jaminan KesehatanMasyarakat (Jamkesmas) yang preminya di-subsidi oleh pemerintah. Sisanya, masih

banyak penduduk belum tersen-tuh jaminan kesehatan.

Hal ini terkait dengan ter-batasnya anggaran kesehatandi Indonesia. Bila negara majuyang sistem asuransinya telahberjalan baik, merasa berat de-ngan terus meningkatnya biayakesehatan, bagaimana denganIndonesia. Untuk itu, Dr. Arumengatakan seluruh stake-holder kesehatan, termasukdokter perlu mendorong tercip-tanya kebijakan yang arif dalamsistem pelayanan kesehatan dinegeri ini.

(HI)

Berikut hasil survey melaluitelepon terhadap internisumum yang mewakili cabang-cabang PAPDI di seluruh In-donesia. Survey ini antara

lain bertujuan untuk memperkuat indukorganisasi PAPDI, memberi pandanganpelayanan kesehatan oleh internis dan sub-spesialis di rumah sakit, dan meningkatsistem pendidikan kedokteran di pusat-pusat pendidikan.

Pertanyaan: Dalam perjalan karir seba-gai internis, kemana minat sejawat selan-jutnya : A. Internis Umum

B. Subspesialis

Internis Lebih BerminatMenjadi Subspesialis!

n= 100

Survey:

Juni 2011

Indonesia Masih Butuh BanyakInternis Umum

Page 4: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

4

Halo INTERNIS Highlight

Nekad. Barangkali ini kata yangpaling tepat saat itu, ketikaberada di pesawat yang lepaslandas meninggalkan Bandara

Soekarno Hatta, Jakar ta pukul08.20 WIB menuju Hongkong.Sebelum melanjutkan sebuah per-jalanan panjang dengan tujuanakhir San Diego, CA, Amerika Seri-kat. Satu hal yang baru disadaribahwa pada perjalanan panjang ini,saya benar-benar sendirian, kecualitentu saja dengan para penumpang

lainnya. Kesibukan sehari-hari sangat menyita waktu, ditam-bah lagi harus mempersiapkan diri untuk menempuh perjalan-an panjang tersebut. Tapi dalam hidup ini kadang-kadang ataubahkan seringkali kenekadan dibutuhkan untuk mencapaisuatu tujuan tertentu. No problem! Semua mesti dihadapi.

Sebenarnya, bukan perjalanan ini yang menjadi masalah,tetapi beberapa tugas yang harus saya jalankan nantisetibanya di San Diego. Ini kali pertama aku akan menghadirikongres atau pertemuan akbar para Internis Amerika yang di-adakan oleh organisasi mereka yang sangat besar dalam jum-lah dan sangat professional dalam menjalankan roda organi-sasi tersebut, American Collegeof Physicians (ACP). Kantor pusatmereka berada di Philadelphia,sedangkan kongres diadakan se-tiap tahun dengan tempat di kota-kota yang berbeda. Internis Indo-nesia yang dalam hal ini diwakilioleh PAPDI sejak tiga tahun bela-kangan selalu menghadiri kong-res akbar ini dan kerap mendapatkehormatan untuk menghadiri se-buah acara khusus yaitu Convoca-tion. Yaitu acara pelantikan ataupemberian gelar Fellow, Masteratau beberapa gelar penghargaanlainnya. Dan dalam prosesi upa-cara tersebut ada prosesi yangterdiri dari apa yang disebut Spe-cial Representatives yaitu paraKetua/President dari organisasi-

organisasi profesi para internis di semua belahan dunia. Nah,di sini masalah sebenarnya. Tahun ini President of IndonesianSociety of Internal Medicine atau nama lainnya adalah Dr. AruSudoyo (he he heh) tidak dapat hadir pada acara convocationtersebut, sedangkan Secretary General nya juga mesti men-jalankan tugas negara yang penting di Kemenkes RI. Jadi… yaitulah yang terjadi, Wasekjen harus diekspor ke San Diegodan mengikuti prosesi tersebut bersama-sama dengan parapresident society dari negara-negara lain. Hanya satu yangsaya harapkan, semoga saat mencoba toga kehormatan, me-reka tidak menanyakan paspor saya karena penampilan ku-rang meyakinkan (hal ini sering terjadi!).

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di tujuan akhir. Sayatiba di San Diego Airport sekitar pukul 19.30 waktu setempat,kembali lagi kecewa dengan ramalan cuaca dari internet, ter-nyata udara cukup sejuk 12 C, padahal menurut berita sekitar21-24 C. Sebagai manusia berdarah dingin (he he he...), sayasih lebih happy walaupun sedikit salah kostum. Jarak daribandara ke hotel tempat menginap sangat dekat, tidak sam-pai 20 menit perjalanan (tentu saja karena bandingannyaadalah bandara Soetta ke rumahku). Tidak banyak yang dapatdilihat malam-malam begini, yang jelas keinginan utama ada-lah istirahat setelah terbang kira-kira 30 jam dari Jakarta.

Sebelum acara puncak, yaitu pembukaan dan convocation,

Juni 2011

Internal Medicine:Doctors for Adults(Catatan Perjalanan dari ACP Meeting San Diego 2011)Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM

◆ Dr. Sally di tengah Prof. R. Streuli, Past President ISIM (kiri) dan Prof. Hans P. Kohler, MD, FACP, Sekjen ISIM pada acara Convocation ACP San Diego AS.

DO

K.

HI

Page 5: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

5

saya mengikuti beberapa workshop yang diadakan sebelumkongres utama dimulai.

Saat menuju venue di San Diego Convention Centre yangkonon berkapasitas sampai lebih dari 10. 000 peserta itu, akubaru menyadari bahwa kota ini memang indah dan menyenang-kan, tidak salah mereka menyebutnya America’s Finest City.Daerah Gaslamp Quarter yang berada di depan venue menjan-jikan banyak hal, tempat makanan yang beraneka ragam ter-utama hidangan Mexico (kota ini berbatasan langsung denganTijuana, Mexico) dan tentu saja tempat belanja, dan menurutpeta yang saya peroleh di hotel, ada House of Blues di ujungjalan, hhmm… itu akan jadi destinasi berikutnya.

Hal yang menarik adalah pada saat acara Opening Cere-mony, yang dihadiri hampir seluruh peserta kongres. Dan per-nyataan dari para pimpinan organisasi bahwa internal medi-cine is still alive… ada rasa haru yang mampir di dada. Terba-yang para sejawat di tanah air yang dari data terakhir berjum-lah sekitar 2.300 orang anggota PAPDI, ini salah satu kebang-gaan kita.

Acara convocation berlangsung pada malam hari, ada seki-tar 600-an anggota ACP yang dilantik menjadi fellow dan ber-gelar FACP. Dan sesuai misi yang pertama, saya ikut dalamprosesi bersama para pimpinan organisasi profesi dari nega-ra lain dan duduk di panggung. Saat prosesi tersebut sayamerasa sangat di bawah umur bila dibandingkan denganteman-teman di kanan dan kiri saya (he he he ...). Tapi banyaksekali hal positif yang akan dibawa pulang, yang utama mere-ka jadi kenal bahwa kita ada, saling bertukar informasi me-ngenai berbagai hal, sistem pendidikan, distribusi para spe-sialis, sistem kesehatan, sampai hal-hal spesifik seperti isuinternis umum dan subspesialisasi.

Misi berikutnya adalah acara International Forum, yaitumeeting yang dihadiri oleh para delegasi negara-negara yangmalam sebelumnya mengikuti acara convocation. Tapi kali iniaku lebih tenang karena Pak Ketua Umum dan Ketua bidangadvokasi PB PAPDI (Dr. Ari Fahrial Syam) sudah hadir dan ber-sama-sama menghadiri acara tersebut.

Ada beberapa hal tertentu yang sempat kami diskusikaninformal dengan beberapa sejawat dari negara lain, sepertidari Afrika Selatan berkeluh kesah tentang masalah HIV/AIDSyang masih merupakan masalah besar, demikian pula segala

penyakit ikutan dan penyulitnya seperti TB Paru yang resistenobat dan sebagainya. Sedangkan sejawat-sejawat dari negaraASEAN lain (Filipina, Thailand dan Singapore) dengan seman-gat menyatakan akan bertemu lagi dengan kita dari Indonesiadalam AFIM (Asean Federation of Internal Medicine) Meetingyang akan diadakan bulan berikutnya di Manila.

Dari hasil diskusi forum internasional tersebut, beberapafakta yang ditemukan di negara lain khususnya yang menyang-kut keilmuan penyakit dalam, seperti sejawat delegasi dariUni Emirat Arab menyatakan isu fragmentasi yang mulai ber-kembang disana, dan salah satu kelompok yang mulai memi-sahkan diri adalah subspesialisasi kardiologi. Demikian puladi beberapa Negara Eropa. Informasi dari Filipina bahwa disa-na minat menjadi internis umum dibandingkan dengan sub-spesialisasi masih 50-50. Bagaimana dengan Internist di In-donesia?

Satu keinginan lagi apabila memungkinkan kita di Indone-sia bisa menjadi salah satu chapter dari ACP (AmericanCollege of Physician), dan hal tersebut memungkinkan bilasudah ada minimal 30 member ACP disini.

Setelah forum diskusi ini, masih ada kegiatan penting lagi.Salah satu workshop akan membahas masalah kondisi spe-sialis penyakit dalam di beberapa negara dan Pak KetuaUmum PB PAPDI merupakan salah seorang pembicara.

Sebagai moderator pada sesi ini adalah Dr. William Hallyang saat ini sebagai President of ISIM (International Society ofInternal Medicine) dan sebelumnya beliau pernah menjadiketua dari ACP. Pembicara lain adalah ketua dari organisasi pro-fesi Spesialis Penyakit Dalam Negara Afrika Selatan dan ketuadari organisasi profesi Spesialis Penyakit Dalam Jepang.

Hari yang cukup melelahkan, tetapi seimbang dengan man-faat dari kesempatan yang diperoleh pada saat itu. Yang akanmenjadi oleh-oleh buat para sejawat di tanah air. Jangan kha-watir, kita masih berada di jalur yang benar, baik dari segi pen-didikan maupun sistem pelayanan yang berjalan di Indonesia.

Berhubung masih ada beberapa destinasi yang menungguuntuk dikunjungi seperti House of Blues, Old Town Market,Little Italy, Seaport Village sehabis makan siang kami mening-galkan convention centre dan memulai perjalanan berikutnya,sebelum meninggalkan San Diego the America’s finest city.

(HI)

Juni 2011

Highlight Halo INTERNIS

DO

K.

HI

◆ San Diego the America’s finest city.

Page 6: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

6

Halo INTERNIS Highlight

Juni 2011

Pencabangan spesialisasi dalam ilmupenyakit dalam, berjalan sesuai de-ngan perkembangan ilmu itu sendiri.Pada era tahun 1950-an, terdapat pro-

gram magang untuk para ahli penyakit da-lam, saat senior harus mengajarkan ilmu-nya kepada yuniornya. Hal tersebut, menu-rut Prof. Dr. Harry Isbagio, SpPD, K-R,FINASIM berlangsung hingga era 1960-an,hingga digulirkan program yang lebih formaldan terstruktur yang pelaksananya adalahPAPDI.

Sekitar tahun1970, peran ter-sebut diambilalih oleh univer-sitas, termasukuntuk pendidik-an spesialis 1.Subspesia l is ,papar Prof. Har-ry, berkembangdi senter-senterpendidikan yangd imaksudkanuntuk mendidik calon internis dan PAPDI te-tap membuat pengaturan termasuk dalamkurikulum. Secara resmi, tahun 1984 dila-kukan pengakuan adanya subspesialis ter-hadap 7 orang perintis subspesialisasi.”Dahulu subspesialis tidak dibuka untuk in-ternis non pendidik, semua untuk stafpengajar,” ujar Prof. Harry. Baru pada tahun2003, pendidikan subspesialis dibuka un-tuk non pengajar.

Perkembangan percabangan ilmu danspesialisasi dalam pendidikan kedokteran,menurut DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger,FINASIM, MEpid, tidak hanya memungkin-kan terjadinya pendalaman ilmu yang ber-manfaat untuk pengembangan ilmu, tetapijuga akan berpengaruh terhadap tuntutanmasyarakat akan jenis dan kualitas pela-yanan kesehatan.

Prof. Harry mengatakan, pendidikan ke-dokteran jelas akan memerlukan subspe-sialis karena mereka merupakan guru parainternis. ”Hal tersebut sesuai dengan UUSisdiknas bahwa yang memberikan penga-

jaran adalah mereka yang pendidikannyaminimal satu tingkat lebih tinggi,” ujarnya.

Nah, menyinggung peran spesialisumum dan subspesialis untuk pelayanankesehatan masyarakat Indonesia, Dr. Se-tiati yang akrab dipanggil Dr. Ati ini menga-takan spesialis generalis seperti internisumum atau bedah umum, masih merupa-kan spesialis yang dibutuhkan oleh sebagi-an besar rakyat Indonesia karena lebih efi-sien dan tidak mahal, lebih komprehensif

dan terintegrasi dalam penatalaksanaanpasien. Hal yang sama juga diungkap Prof.Harry bahwa untuk pelayanan secaraumum, internis umum akan lebih murah.

Dalam sistem kesehatan nasional, Indo-nesia mengenal pelayanan primer, sekun-der, dan tersier. Subspesialis diperlukanuntuk pelayanan tersier. ”Idealnya, pelayan-an masyarakat hingga tingkat tersier, ada diibukota propinsi,” ujar Prof. Harry. Kenya-taannya, sebagian konsultan memang ma-sih tinggal di kota besar. Kebutuhan inter-nis umum juga masih belum terpenuhi. Se-tiap ibukota kabupaten seharusnya terda-pat internis dan ada subspesialis di setiapibukota propinsi.

Berpatokan pada IDI, menurut Prof.Harry, jumlah ideal ahli menurut percabang-an ilmu adalah sepertiga dari dokter umumadalah spesialis, dan sepertiga dari spesia-lis tersebut adalah subspesialis atau kon-sultan.

Prof. Harry mengatakan internis umumsebagian besar pasti memiliki minat untuk

melanjutkan ke jenjang subspesialisasi, na-mun hal tersebut akan bergantung padakemampuan penerimaan dalam pendidikankonsultan. ”Secara alamiah jumlah subspe-sialis akan terbatasi,” ujar Prof. Harry.

Kolegium membuat semacam urutanprioritas untuk pendidikan Sp2. Prof. Har-ry mengatakan, prioritas pertama adalahuntuk internis pengajar fakultas kedokter-an. Prioritas kedua adalah internis yangbekerja di RS ibukota propinsi, prioritasketiga adalah internis yang dikirim oleh RSpemerintah, selanjutnya untuk RS pendi-dikan kedokteran swasta, dan baru untukinternis RS swasta. ”Kami belum meneri-ma internis freelance,” ujar Prof. Harry.

Dr. Ati mengatakan yang masih menjadipe-er adalah apakah seorang dokter spe-sialis yang kemudian memperdalam spesia-lis tertentu, tetap diperbolehkan untuk ber-praktik sebagai spesiais induknya atau ge-neral spesialis? Pertanyaan lebih lanjut lagiapakah seorang dokter spesialis dapatberpraktik sebagai dokter umum? Kalau sis-tem tersebut belum tertata dengan baik,sebaiknya ditetapkan dulu kebijakan semen-tara, sambil menunggu kesiapan sistem.”Bila dirasakan jumlah spesialis generalisyang ada mencukupi untuk melakukan pela-yanan spesialisasi tersebut untuk masyara-kat, maka dokter subspesialis seyogyanyamemfokuskan diri pada bidang subspesiali-sasinya saja,” ujar Dr. Ati. Demikian pula se-baliknya. Bila melihat kondisi di Indonesia,yang jumlah dan distribusi dokter dan dokterspesialis sangat tidak merata, maka pene-rapan praktik dokter umum, spesialis, dansubspesialis mungkin dapat berbeda di satudaerah dengan daerah lain. (HI)

Seleksi Alamiuntuk Subspesialis

Bila melihat kondisi diIndonesia, yang jumlahdan distribusi dokter dandokter spesialis sangattidak merata, maka pe-nerapan praktik dokterumum, spesialis, dan sub-spesialis mungkin dapatberbeda di satu daerahdengan daerah lain.

◆ Prof. Dr. Harry Isbagio, SpPD, K-R, FINASIM ◆ DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid.

FO

TO

-FO

TO

: D

OK

. H

I

Page 7: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

7Juni 2011

Highlight Halo INTERNIS

Internis tetap menjadi dasar ilmu dalampenyakit dalam. Sebelum subspesialis, te-tap harus memiliki basis ilmu penyakit da-

lam. Penyakit dalam merupakan dasar dariilmu klinik di samping ilmu bedah. Selanjut-nya, ada tuntutan dari segi pelayanan danpendidikan, maka ada subspesialisasi. Ja-di, subspesialisasi dulu dibentuk untuk ke-pentingan pendidikan dan masyarakat jugabisa mendapatkan pelayanan subspesialis.

Adanya subspesialisasi atau konsultantidak berarti merendahkan atau mengabur-kan internis umum, tetapi justru mem-perkuat penyakit dalam secara keseluruh-an. Adanya subspesialisasi justru untukperkembangan penyakit dalam.

Seorang internis, sudah memiliki kom-petensi untuk melayani kasus yang me-nyangkut kardio, pulmo, ginjal, dan seterus-nya. Seorang internis umum mampu untukmelayani kasus-kasus penyakit dalam dari

segi apapun. Jadi internis umum di daerah-daerah itu tidak main-main, sudah kita ja-min untuk memberikan pelayanan yang di-butuhkan dalam bidang penyakit dalam. Ko-legium sudah membuat kurikulum dan pro-gram untuk kompetensi mereka.

Nah, subspesialisasi sangat dibutuhkanuntuk mendidik internis yang menguasaibidangnya secara keseluruhan. Dalam halini, tidak mungkin mendidik seorang in-ternis minus (ilmu) kardio atau pulmo. Pe-nyakit dalam harus dipahami secara terpa-du tidak bisa dipisah-pisahkan, namun da-lam pembelajarannya memang seolah ter-pisah-pisah. Dan tetap, setiap internis mes-ti dididik oleh seorang internis.

Di daerah, tidak banyak subspesialisasi.Hanya sedikit konsultan di Indonesia, yangumumnya ‘berkumpul’ di Jakarta. Di dae-rah, unit dialisa, misalnya tetap akan me-merlukan konsultan sebagai supervisor.

Untuk menjawab kebutuhan di daerahakan tenaga internis yang lebih mendalamibidangnya, dibuat internist plus artinya seo-rang internis umum yang mengambil keah-lian tambahan yang menunjang ilmunya un-tuk pelayanan masyarakat. Idealnya semuadivisi penyakit dalam ada di daerah danmesti exist. Dan ini belum terpenuhi juga.

Tapi kondisinya internis umum pun didaerah masih kekurangan. Bahkan di Uni-versitas Sumatera Utara misalnya, untukmemperkuat pendidikan kami melakukanpengangkatan untuk calon internis meskibelum menjadi internis.

Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD, K-GH (RS Pringadi, Medan)

Penyakit Dalam Harus DipahamiSecara Terpadu

Prof. DR. Dr. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR (RS Moewardi, Surakarta)

Harus Diperbanyak dan DipermudahUntuk memasuki subspesialis, maka jen-

jang yang harus dilalui adalah terlebihdahulu menjadi internis umum. Meski

telah memiliki keahlian khusus, tapi umum-nya kelainan-kelainan yang diderita pasienitu ada kaitannya. Jadi, tetap harus me-nguasai keahlian sebagai general internistdulu, dan jika ada kesempatan memang ha-rus bisa melanjutkan ke jenjang pendidikansebagai subspesialis.

Jika dikatakan biaya untuk mendapat-kan layanan konsultan itu mahal, saya kiraitu relatif, karena di daerah, kita lihat (tarif)konsultan itu murah. Begitu pula jika dika-takan tidak ada peralatan untuk konsultanbekerja, saya kira tidak juga, karena di dae-rah-daerah ada juga yang memiliki peralat-an seperti endoskopi. Jadi himbauan sayamungkin mirip himbauan Menkes, bahwa

subspesialisasi harus diperbanyak dan di-permudah.

Ditilik dari keilmuan, dengan luasnya ca-bang ilmu penyakit dalam, tidak mungkinpula dapat menguasai keseluruhan ilmuhingga mendalam dalam tempo sesingkat-singkatnya, terlebih paradigmanya sampaisaat ini sudah biomolekuler. Tapi tetap, se-orang ahli penyakit dalam harus menguasaiilmu penyakit dalam secara keseluruhan,namun kesempatan untuk mendalami sub-spesialis dipermudah, agar lebih khusus.

Terlebih lagi, kita dilihat dari sisi rumahsakit pendidikan, yang memerlukan tenagapendidik. Sp 1 tidak mungkin mendidik Sp1 juga. Sedangkan Sp 2 yang ada mendidikterlalu banyak Sp 1. Selama ini, yang sayarasakan sulit untuk mendapatkan tenagapendidik subspesialisasi, apalagi jika men-

cari lulusan UI atau Unair. Kita mau me-ngambil dari daerah terpencil, bahkan (me-reka) membuka internet pun belum bisa.

Meski animo untuk mendalami subspe-sialis tinggi tapi ada beberapa hambatan,misalnya ada yang sudah sibuk denganprakteknya atau terkait dana. Jadi, sayakira, kita belum banyak memiliki Sp 2, ti-dak bisa membandingkan dengan negaramaju seperti Amerika.

DO

K.

HI

DO

K.

HI

Page 8: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

8

Halo INTERNIS Highlight

Juni 2011

Jumlah penduduk yang besar dan kon-disi geografis menjadi kendala tersen-diri dalam distribusi internis di Indo-

nesia. Pertumbuhan dan perkembanganpembangunan yang tidak adil antar daerahmenjadi faktor penyebab tidak meratanyapenyebaran dokter, termasuk ahli penyakitdalam. Kota-kota besar, seperti Jakarta,dengan daya tariknya, membuat internisdan subspesialis terkonsentrasi di sana.Sementara di daerah, perbandingan popu-lasi penduduk terhadap internis masih sa-ngat kurang. Padahal, menurut Dr. HabibWicaksono, SpPD, di daerah-daerah yangbutuhkan adalah internis umum. Para in-ternis umum cukup menambah ketram-pilan melalui short course yang diadakanpusat-pusat pendidikan. ”Bukannya ikut-ikutan menjadi subspesialis,” tegas Inter-nis asal Kulon Progo, Yogyakarta ini.

(HI)

Daerah Masih PerluInternisUmum

Subspesialis memang memiliki kemam-puan lebih dibanding internis umum.Subspesialis jelas diperlukan namun ja-

ngan sampai semua ahli penyakit dalamadalah subspesialis, apalagi di daerah de-ngan kondisi sosial ekonomi masyarakatyang cenderung rendah, maka diharapkancost untuk pelayanan kesehatan lebih kecil.

Jadi, pasien lebih baik ditangani terle-bih dahulu oleh internis umum, lalu jikaada penyakit tertentu yang memerlukantata laksana khusus yang tidak dimilikioleh general internist, maka bisa dirujuk.Satu pasien tidak harus ditangani oleh 4subspesialis misalnya.

Tapi, jumlah internis umum sendiri juga

masih kurang, seperti di Papua, misalnyageneral internist hanya ada 2 orang, di-bandingkan obgyn yang berjumlah 7 orang.Minat untuk mengambil subspesialisasi je-las ada, tapi kami di daerah melihat bebe-rapa pertimbangan misalnya keterbatasanfasilitas kesehatan. Bagaimana jika sudahcape-cape malah tidak bisa diaplikasikan.Mungkin saja kalau di Jawa, Bali, dan Su-matera animo menjadi subspesialis besartidak seperti di kawasan Indonesia Timur.

Untuk mendukung kepentingan pendi-dikan, jumlah subspesialis harus ditam-bah. Fasilitas yang mendukung kerja ahlipenyakit dalam maupun subspesialis jugaharus diperhatikan.

Dr. Afifah, SpPD (Internis RSUD Dok II Jayapura)

Pasien Ditangani Internis Umum Dahulu

DO

K.

HI

Page 9: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

9Juni 2011

J ika dikatakan internis umum mulai ‘di-tinggalkan’, saya kira tidak begitu kon-disinya di daerah. Kecenderungannya

masih internis umum. Masyarakat kita diumumnya adalah golongan menengah kebawah. Dengan demikian layanan kese-hatan yang lebih sesuai adalah internisumum, yang cenderung ‘satu untuksemua’.

Bisa jadi, di kota besar subspesialis

lebih menarik minat pasien, tapi di dae-rah, seorang internis umum lebih banyakberperan. Bahkan untuk jabatan-jabatantertentu banyak dipegang oleh internist,karena mungkin lebih punya pemahamanyang menyeluruh.

Tapi, kebutuhan internis umum punmasih belum terpenuhi di beberapa dae-rah. Masih banyak daerah yang belum me-miliki ahli penyakit dalam.

P ilihan menjadi internis umum atau kon-sultan, tergantung visi, keinginan, ataukonsep yang bersangkutan. Kalau untuk

kebutuhan masyarakat umum, seorang in-ternis umum, jika dia menghayati dan mela-kukan profesinya secara baik dan benarmaka itu sudah cukup memadai.

Tetapi, ada hal-hal tertentu terkait de-ngan teknis medis, maka akan lebih baikjika mendalami sebagai subspesialis. Ma-salahnya baru muncul, jika kita membuatkebijakan yang menetapkan bahwa hanyainternis subspesialis yang berhak mena-ngani suatu penyakit tertentu misalnya:kasus DM hanya KEMD yang boleh mena-ngani, kasus ginjal hanya KGEH saja dst,maka dalam hal ini yang akan menjadi kor-ban adalah konsumen/pasien. Jika kondi-sinya seperti itu, maka ilmu penyakit da-lam menjadi terkotak-kotak, pelayanan ti-dak menjadi holistik, manusia akan diang-gap seperti barang komoditi. Sebagai con-toh seorang pasien yang sekaligus men-derita 4 penyakit yg berbeda: DM, CHF,Rematik, Hipertensi, bila hanya boleh dila-yani oleh Internist Subspesialis, dapat di-bayangkan betapa sulit dan mahalnya pe-layanan dibidang penyakit dalam. Padahal,mungkin saja, hanya dengan InternisUmum sudah cukup memadai.

Memang,kalau melihat kecenderunganpenyakit yang semakin spesifik maka ke-butuhan akan keahlian khusus/subspe-sialis sangat diperlukan.

Dilihat dari sisi jumlah konsultan yangkita miliki memang juga masih kurang di-banding Malaysia, Singapura. Namun da-lam praktek sehari-hari untuk daerah-dae-rah di Indonesia apalagi pedesaan dengantingkat ekonomi yang belum mencukupisangat memberatkan jika dilayani konsul-tan. Jadi, saat ini yang diperlukan bangsaini memang lebih banyak internis umum.

Sementara ini, tidak perlu khawatirbahwa menjadi internis umum akan diting-galkan dan akan lebih banyak konsultan.

Pada internis umum, keinginan untukmeningkatkan jenjang pendidikan dan ke-ahlian ke subspesialis sangat tinggi. Apa-lagi mencari ilmu diwajibkan sampai keliang lahat. Tapi, tidak semua internisumum memiliki kesempatan terlebih jikapusat pendidikan jauh dari tempatnya be-kerja. Jadi, hingga saat ini akan lebih ba-nyak internis umum karena kesempatanuntuk menjadi konsultan juga tidak mu-dah. Mungkin hanya di tempat-tempat ter-tentu saja, ada kecenderungan memilikijumlah konsultan yang cukup banyak di-banding daerah lain.

Baik internis umum maupun konsultankita masih kurang dalam jumlah kedua-nya. Banyak daerah yang tidak memiliki in-ternis. Keduanya harus kita pacu, artinyamenambah jumlah internis umum sekali-gus meningkatkan kompetensi Sp 1 danmenambah jumlah konsultan yang me-mang juga masih kurang. Sekali lagi iniadalah soal kebijakan.

Untuk memberikan pelayanan, keahlianlulusan Sp 1 kita sudah memiliki kompe-tensi yang memadai. Tidak perlu khawatir.Apalagi sekarang sudah banyak workshop,seminar, juga program P2KB untuk me-ningkatkan kompetensi internis kita. Ka-sus-kasus di masyarakat sedapat mung-kin ditangani internis baru kemudian diru-juk. Mengutip dari sebuah buku, saya ka-takan “General practitioner is someonewho knows something about everything”dan spesialis adalah “Someone whoknows everything about something.”

Dr. Zaini Dahlan, H, SpPD, FINASIM (RSUD M. Yunus Bengkulu)

Menangani PenyakitSecara Holistik

Dr. Suherdi, SpPD (RSUD Abdya Nangroe Aceh Darussalam)

Internis UmumSatu Untuk Semua

DO

K.

HI

DO

K.

HI

Highlight Halo INTERNIS

Page 10: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum

Bagi masyarakat Indonesia, kebutuhantenaga internis umum (general inter-nist) masih sangat besar karena setiap

pasien dapat memiliki lebih dari satu pe-nyakit atau masalah kesehatan. Seorangguru besar pernah berkata kepada kami

bahwa seorang ahli penyakit dalam, mes-kipun sudah ahli di bidang tertentu (sub-spesialisasi), akan tetap kuat konsep danpemahaman ilmu penyakit dalamnya. Itu-lah yang membedakan seorang spesialispenyakit dalam dengan spesialis lainnya.

Seorang lulusan penyakit dalam memi-liki kompetensi medis untuk menanganipasien secara lengkap (beragam masalahyang terjadi). Dengan demikian, pasien-pasien Indonesia yang sebagian besarberasal dari kelompok ekonomi menengahke bawah tidak diberatkan dengan kunjun-gan ke berbagai dokter spesialis. Adanyadokter spesialis jantung-pembuluh darahkhusus atau dokter paru khusus saja su-dah sangat memberatkan pasien-pasienkita di berbagai rumah sakit di tanah air.Pasien bisa diperebutkan oleh mereka,padahal seorang ahli penyakit dalamumum atau subspesialis di bidang penya-kit dalam tentu bisa dan cukup kemam-

puan untuk menangani pasien-pasien inisecara lebih baik.

Peran seorang internis umum adalahmenghadapi hal-hal yang disebutkan diatas. Melalui seorang internis umum, pe-nanganan pasien dapat lebih sistematis,satu pintu masuk dan satu pintu keluar,dan terpantau dengan baik, tanpa sibuk ja-lan-jalan ke dokter-dokter lain yang akanmenambah biaya pengobatan pasien. Ten-tu saja konsultasi diperlukan bila masalahyang dihadapi sulit dan membutuhkankompetensi subspesialis penyakit dalam.Kebutuhan masyarakat Indonesia masihpada ahli penyakit dalam umum. Namundemikian, bukan berarti kita dapat meng-abaikan peran seorang subspesialis. Se-orang subspesialis sangat diperlukan da-lam bidang pendidikan, penelitian, jugapelayanan kesehatan ketika masalah yangdihadapi pasien sulit dan membutuhkankompetensi subspesialis.

10

Halo INTERNIS Highlight

Juni 2011

P ilihan untuk tetap menjadi internisumum atau melanjutkan menjadi sub-spesialis harus mempertimbangkan ki-

ta akan bertugas di mana? Jika di daerah,kita harus melihat bagaimana kebutuhanmasyarakat di sana akan pelayanan dan ju-ga fasilitas kesehatan yang dimiliki. Internisumum mungkin lebih sesuai. Sementara ji-ka di kota besar, lebih tepat mengambilspesialisasi karena kebutuhan masyarakat-nya memang seperti itu.

Subspesialis jelas dibutuhkan juga didaerah, tetapi lihat ada berapa ahli penya-kit dalam di sana? Misalnya hanya ada satuorang internis umum, dan jika ia mengambilsubspesialisasi, maka internis umumnyasiapa? Kecuali jika ia pindah ke sentra yang

lebih besar yang memiliki cukup internisumum.

Jadi untuk di daerah harus harus lebihbanyak internis umum, tapi tetap diperlu-kan subspesialisasi dengan memperhati-kan beberapa kebutuhan misalnya untukpendidikan. Apalagi hampir setiap daerahkini memiliki fakultas kedokteran.

Era 10 tahun ke depan pun saya kiramasih lebih dibutuhkan internis umum meli-hat kondisi negara kita. Karena, lebih mu-dah untuk mengirim internis umum ketim-bang konsultan ke daerah-daerah. Yang ter-penting menurut saya, adalah bagaimanamemperlengkapi internis umum dengan‘alat perang’ yang cukup. Artinya, internisumum di daerah terutama yang tidak memi-

liki subspesialis harus dibekali lebih dalamagar bisa melakukan tindakan-tindakanyang diperlukan pasien seperti kemoterapiatau tindakan lain. Barangkali yang menjadipertanyaan adalah, batasan-batasan manayang dilakukan oleh konsultan, dan manayang bisa dilakukan oleh internis umum.

(HI)

Dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid (Peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI)

Internis Umum MemilikiKompetensi yang Lengkap

Dr. Riahdo J. Saragih (PPDS Tugas Belajar Depkes dari Kalimantan Tengah)

Beri Senjata pada Internis Umum di Daerah

DO

K.

HI

DO

K.

HI

Page 11: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum
Page 12: HighlightOJuni 2011 - pbpapdi.org Highlight Edisi... · Askes (Persero) baru menjamin sekitar 100,26 juta jiwa atau 41,8 % dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari ... Sebelum