hidrologi
DESCRIPTION
qwdukqwyfvchvcfhwcvfyewicryTRANSCRIPT
HIDROLOGI
I. Pendahuluan
1.1 Definisi Hidrologi
Hidrologi berasal dari kata : “Hidro” yang berarti air dan “logi” yang
berarti ilmu / pengetahuan.
Hidrologi : Ilmu pengetahuan tentang air.
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan
distribusinya serta sifat air di bumi, baik di atmosfir dalam bentuk uap air,
dipermukaan bumi dalam bentuk air, salju atau es, maupun di bawah
permukaan bumi sebagai air tanah.
Dengan demikian hidrologi adalah ilmu yang mempelajari :
1. Presipitasi (hujan)
2. Evaporasi dan transpirasi (penguapan)
3. Aliran permukaan
4. Air tanah
Ilmu-ilmu penunjang hidrologi adalah :
Meteorologi : Mempelajari fisik atmosfir
Misal : tekanan gas, kelembaban, kejenuhan, titik pengembunan,
temperatur, dll.
Klimatologi : Membahas segala sesuatu tentang cuaca
Misal : Radiasi matahari, angin, hujan, temperatur rata-rata bulanan,
harian, maupun maksimum/minimum, serta penguapan.
Geografi dan Agronomi : Mengetahui tentang ciri-ciri fisik dari
permukaan bumi dan dunia tumbuh-tumbuhan yang besar
pengaruhnya thd distribusi air hasil persipitasi setelah mencapai tanah.
Geologi dan Ilmu Tanah : Mempelajari komposisi dari kerak bumi yang
berperan pada distribusi air permukaan, air bawah tanah.
Hidrolika : Mempelajari tentang gerakan air beraturan dalam sistem
sederhana.
Statistik : Mempelajari tentang teknik memproses data numerik
menjadi informasi yang berguna dalam penelitian ilmiah, pengambilan
keputusam, dll.
1.2 Ketersediaan Air
Di Bumi terdapat kira-kira 1,4 milyar km3 air, 97% berupa air laut dan
hanya 3% berupa air tawar dengan distribusi sebagai berikut :
Tabel : Distribusi air tawar di bumi.Lokasi Ketersediaan air (%)
Berbentuk Es 75Sub – soil 24
Danau 0.3Soil – moisture 0.06
Atmosfir 0.035Sungai – sungai 0.03
Sebagai gambaran umum :
Luas total daratan = 136 x 106 km2 (26.7%)
Luas total lautan = 374 x 106 km2 (73.3%)
Hujan yang jatuh di daratan = 750 mm/tahun
Penguapan dari permukaan daratan = 545 mm/tahun
Penguapan dari permukaan laut = 940 mm/tahun
Hujan yang jatuh di laut = 970 mm/tahun
1.3 Hidrologi Dalam Perencanaan Sumber Air
Bangunan air yang umum dijumpai antara lain : Jembatan, Bendung,
Saluran Irigasi, Bangunan Pengatur, Bendungan.
Untuk merencanakan bangunan-bangunan tersebut diperlukan
informasi antara lain :
Banjir dengan periode ulang tertentu.
Perencanaan jembatan, bendung, spillway (pembuangan), saluran
drainase.
Debit harian Perencanaan volume / kapasitas waduk.
Debit tersedia Selama periode tertentu. Misal 90% ketersediaan air
yang diperlukan untuk merencanakan PLTA di sungai (tanpa storage).
Pada perencaan Irigasi, PLTA, PLTA Pengendalian banjir, besarnya banjir
rencana sangat penting.
Bila Q rencana terlalu tinggi, bangunan rencana akan mahal.
Bila Q rencana terlalu kecil, resiko gagalnya bangunan tinggi (tidak
aman).
Istilah sebabnya pengkajian hidrologi secara praktis menjadi sangat penting.
Umumnya data yang diperlukan pada perencanaan bangunan air adalah data
aliran (debit) bukan data hujan.
Timbul pertanyaan : Kenapa tidak digunakan debit aliran pada lokasi yang
ditinjau, akan tetapi lebih sering digunakan data hujan untuk analisa debit
aliran yang sangat rumit?
Jawabab dari pertanyaan di atas sebagai berikut :
a) Debit aliran pada lokasi tertentu bervariasi dari waktu ke waktu.
b) Distribusi debit aliran tidak tentu. Perlu pencatatan debit dengan
periode yang panjang untuk mengetahui sifat-sifat aliran.
c) Pencatatan data iklim seperti : curah hujan, temperatur, kelembapan,
tekanan, dll. Telah tersedia jauh sebelum ada pencatatan debit aliran.
d) Untuk pengoperasian alat-alat pengukur data iklim tak diperlukan
pengamat dengan keahlian khusus, tidak demikian untuk pencatatan
debit aliran yang memerlukan kecakapan khusus dari pengamat.
Dengan demikian hampir dapat dipastiakan kita akan memerlukan pencatatan
data hujan untuk analisa debit aliran yang memerlukan pengetahuan
hubungan antara hujan dan run-off yang rumit dalam siklus hidrologi.
1.4 Siklus Hidrologi
Untuk memahami hubungan antara hujan dan limpasan (runoff) yang
sangat rumit, harus diketahui terlebih dahulu adanya proses siklus hidrologi.
Siklus hidrologi ini adalah suatu proses berkesinambungan dimana air dari
laut menguap ke udara (atmosfir) kemudian berubah menjadi awan sesudah
melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju di
daratan atau laut. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung
menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.
Tidak semua bagian dari hujan yang jatuh mencapai permukaan tanah,
sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan
menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke
permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan meresap ke
dalam tanah (infiltrasi).
Bagian lain akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian
mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan
akhirnya menuju ke laut. Dalam perjalanannya ke laut ini sebagian air akan
menguap kembali ke udara.
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah mengalir melalui pori-pori
tanah (perkolasi) dan keluar kembali ke sungai (interflow). Tetapi sebagian
besar akan tersimpan sebagai air tanah (ground water) yang akan keluar
sedikit demi sedikit sebagai aliran dasar (baseflow) pada sungai-sungai.
Siklus hidrologi yang telah disederhanakan ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1
1.5 Data Hidrologi
Data hidrologi yang umum dijumpai adalah data yang berupa variabel
acak (peubah acak). Sehingga suatu analisa hidrologi selalu dimulai dari :
Analisa data pengamatan menganalisa data-data tersebut secara statistik
menarik kesimpulan terhadap hukum-hukum yang mengatur fenomena
Aliran Bawah Tanah
Evaporasi
Sungai / Danau
AwanAwan
Hujan
Aliran Permukaan
Transpirasi
hidrologi menghasilkan suatu putusan yang dapat dupertanggung
jawabkan.
Dengan demikia tanpa data berdasarkan sejarah (historik / kronologis)
pada daerah yang dikaji seorang hidrograf akan mengalami kesulitan.
Penyelesaian persoalan hidrologi berdasarkan atas :
1. Penumpulan dan kompilasi data secara sistematis.
2. Analisa data dan interpretasi hasil analisa secara tepat.
Oleh karena variabel hidrologi adalah variabel acak, maka umumnya
suatu besaran variabel denyatakan dalam suatu probabilitas yang dinyatakan
secara matematis :
dimana :
P = Menunjukkan suatu probabilitas.
X = Variabel acak, misalkan debit, hujan.
x = Nilai dari variabel x.
p = Besarnya probabilitas.
Menurut tipenya, data dapat dikategorikan dalam :
1. Data berdasarkan sejarah yang telah ada. Misal : Debit sungai, Hujan.
2. Data hasil pengukuran / pengumpulan di lapangan. Misal : sifat-sifat
sedimen di sungai.
3. Data hasil percobaan di lab.
4. Data hasil pengukuran serempak 2 variabel atau lebih.
1.6 Ruang Lingkup Hidrologi
1. Pengukuran, pencatatan dan publikasi data.
2. Analisa data untuk menghasilkan hukum / prinsip.
3. Apliaksi dari hukum / prinsip tersebut.
2. Meteorologi
Unsur-unsur meteorologi dan pengamatannya :
2.1 Persipitasi :
Persipitasi : Uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian
proses siklus hidrologi.
Jumlah persipitasi dinyatakan dalam persipitasi (mm).
Daerah yang cocok untuk pertanian bila presipitasi tahunan > 450 mm
Intensitas Curah Hujan :
Intensitas curah hujan : Jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu.
Biasanya dalam mm/jam.
JamSelang waktu (menit)
Jam / waktu (menit)
Hujan selama selang
waktu (mm)
Jam / Hujan (mm)
Intensitas (mm/jam)
6.12116 0.75 2.81
6.28 16 0.7518 2.5 8.33
6.46 34 3.2517 1.0 3.53
7.03 51 4.2510 2.0 12.0
7.13 61 6.259 1.0 6.67
7.22 70 7.25
Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan.Derajat Hujan Intensitas Curah
Hujan (mm/jam) Kondisi
Hujan sangat lemah < 1.2 Tanah agak basahHujan lemah 1.2 – 3 Tanah menjadi basah, sulit membuat puddle
Hujan normal 3 – 15 Dapat dibuat puddle dan bunyi curah hujan kedengaran
Hujan deras 15 – 60Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan kedengaran dari genangan
Hujan sangat deras > 60 Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan drainase meluap
Ukuran butir hujan :
Butir hujan dengan diameter > 0.5 mm disebut hujan.
Butir hujan dengan diameter 0.1 – 0.5 mm disebut gerimis.
Ukuran, massa dan kecepatan jatuh butir hujan
Jenis Diameter bola (mm) Massa (mg) Kecepatan jatuh
(m/det)Hujan gerimis 0.15 0.0024 0.5Hujan halus 0.5 0.065 2.1Hujan normal Lemah 1 0.521 4.0Hujan normal Deras 2 4.2 6.5Hujan sangat deras 3 14 8.1
Hubungan antara topografi dan hujan :
menit
hujan(mm)
16 34 51 61
waktu
jumlahhujan
Umumnya curah hujan di pegunungan lebih tinggi dari pada di daratan
rendah.
Hubungan antara ketinggian dan curah hujan :
R = a + b x h
Dimana :
R : Curah hujan (mm)
h : Ketinggian (m)
a & b : Koefisien
Hubungan antara arah angin dan curah hujan :
Hujan kebanyakan jatuh di bagian lereng yang menghadap arah angin dan
sebagian kecil jatuh di lereng belakang.
Pengamatan curah hujan :
Pengamatan curah hujan dengan : alat ukur curah hujan.
Ada 2 jenis alat :
Biasa
Otomatis
Alat pengukur hujan biasa :
Pada prinsipnya, alat terdiri dari corong
dengan diameter tertentu (umumnya 8”)
dan sebuah gelas ukur.
GelasUkur
Yang diukur : Jumlah curah hujan dalam 1 hari sebelum pengukuran (hujan
kumulatif untuk periode 24 jam) ketelitian 1/10 mm.
Kekurangan alat pengukur hujan biasa :
1. Pada hujan lebat kemungkinan air meluap (hasil pengukuran salah).
2. Intensitas tidak bisa diperoleh dengan merata-ratakan jumlah hujan
dalam 1 hari (24 jam).
3. Sangat tergantung kedisiplinan pengamat.
Alat pengukur hujan otomatis :
1. Weighting Bucket Type Rain Gauge.
Pergerakan ember dikarenakan
pertambahan berat akibat air,
diteruskan ke pena yang akan
merekam gerakan tersebut
diatas grafik.
2. Alat pengukur hujan jenis sifon.
3. Alat pengukur hujan jenis penampung bergerak (tiliting bucket).
Penadah
Tabung Gelas
d 20 mm
P = ∑d Garismassa
Hasil pencatatan t
t
Pemberat
Silinder yang dibungkus kertas milimeter block
Lengan Pena
Pengukuran hujan dengan radar :
Cara terbaru pengukuran hujan : dengan microwave radar.
Dengan alat ini dapat diperkirakan distribusi hujan.
Prinsip kerja : Layar radar menginterpretasikan intensitas hujan. Jumlah
pantulan energi tergantung kepada butir-butir hujan dan jarak terhadap
pemancar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk penentuan lokasi alat pengukur hujan :
1. Menghindari tempat dimana sering terjadi angin kencang.
2. Menghindari tempat dimana sering terjadi arus angin naik.
Pendekatan syarat penempatan alat ukur dari pohon-pohon atau gedung-
gedung di beberapa negara :
d > 2h ditetapkan oleh 14 negara.
d > h ditetapkan oleh 7 negara.
d > 4h ditetapkan oleh WMO
d : jarak alat ukur dari pohon atau gedung.
h : tinggi pohon / gedung
Menurut Dr. Koshmieder, alat ukur yang dipasang sama tinggi dengan
permukaan tanah menjunjukkan kira-kira harga yang benar.
Bila alat ukur dipasang pada ketinggian 1 m atau lebih, hasil pengukuran
harus dikoreksi sebagai berikut :
Bila v angin = 9 m/det, hasil pengukuran dikalikan 1,5
Bila v angin = 12 m/det, hasil pengukuran dikalikan 2
Bila v angin = 15 m/det, hasil pengukuran dikalikan 3
2.2 Penguapan / Evaporasi
Kecepatan dan jumlah penguapan tergantung pada : suhu, kelembaban,
kecepatan angin, tekanan atmosfir.
# Hubungan penguapan dengan kelembaban.
Hubungan tersebut dapat diperkirakan dengan rumus eksperimental
dari Mitscherirch :
D = (12,3 + 0,1) V
Dimana :
D = Selisih kejenuhan
= Selisih berat antara jumlah uap yang jenuh dalam satuan isi (gr)
dengan jumlah uap pada saat itu (gr).
V = Jumlah penguapan dalam 24 jam (mm).
# Hubungan kecepatan penguapan dan kecepatan angin.
Digunakan rumus Trabert yang menyatakan :
Kecepatan penguapan berbanding lurus dengan akar dari kecepatan angin :
Dimana :
V = Kecepatan penguapan
c = Koefisien alat ukur penguapan yang tergantung lokasi alat, di tempat
yang disinari matahari atau tempat yang ternaung (c = 0,237 sangkar
meteorologi).
= Koefisien pengembangan volume 1/271
t = Suhu (oC)
v = Kecepatan angin (m/det)
Pw = Tekanan maksimum uap di permukaan air pada suhu t oC.
P = Tekanan uap pada saat pengamatan pada suhu t oC.
Pengamatan penguapan :
Pengamatan penguapan dengan panci penguapan dan altometer.
Beberapa tipe pan yang sering digunakan :
a. US Weather Bureau Class A Land Pan (Pan A)
Pan terbuat dari logam dengan
diameter 4’ dan kedalaman 10”
yang dipasang di atas rangka kayu
setinggi 6” dari muka tanah.
Maksud pemasangan di atas rangka kayu supaya mengurangi terjadinya
turbulensi angin yang dapat mempengaruhi terhadap kecepatan penguapan.
b. US Bureau of Plant Industry Sunken Pan (BPI Pan)
Pan ini berdiameter 6’, tinggi 2’ tertanam
dalam tanah sebagian sehingga masih
muncul 4” di atas tanah. Muka air dijaga
jangan sampai lebih 5” di atas atau di
bawah muka tanah. Karena ukurannya, pan ini memberikan indeks terbaik.
4’
10”
6”
6’
2”
c. USSR CCI – 3000 Pan
Tiga tangki 11.8 cm, dasar berbentuk
kerucut. Dibuat dari bahan logam/
besi. Luas permukaan 0.3 m3.
d. Colorado Sunken Pan
Pada pan ini dicoba memasukkan
pengaruh tanah terhadap penguapan.
Koefisien pan : 0.75 – 0.86
e. Floating Pan
Pan jenis ini dibuat untuk memasukkan faktor pengaruh massa air. Pan
diapungkan di danau, sungai.
Penguapan dari pan evaporasi lebih besar dari evaporasi sesungguhnya
karena :
1. Luas permukaan sempit, tak timbul gelombang frekuensi udara di atas
permukaan air lebih kecil.
2. Kemampuan menyimpan panas (heat storage capacity) berbeda
antara pan dan danau.
10cm
11.8 cm
3’
3’
3. Terjadi pertukaran panas antara pan dengan tanah, air dan udara
sekitar.
4. Pengaruh panas, kelembaban dan angin berbeda bagi permukaan
kecil dengan permukaan yang besar.
Lysimeter
Merupakan suatu bejana yg diisi dgn
tanah yg ditanami dengan tanaman yg
sesuai dengan sekitarnya. Air dari bejana
bila perlu dapat dikeluarkan.
Besarnya PET dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan
keseimbangan air :
Jumlah air yang masuk = jumlah air yang keluar perubahan simpanan air
E = p ± s – T
p = presipitasi dan irigasi bila ada ( hasil pengukuran )
s = perubahan tinggi air dalam bejana hasil pengukuran perubahan berat
bejana
T = perkolasi ( = Drain )
PE = P + W – T
Dimana :
P : Presipitasi dan irigasi bila ada hasil pengukuran dengan
mempertahankan kebasahan tanah (soil moisture) tetap (konstan).
W : Perubahan tinggi air.
T : Perkolasi
Pengukuran klimatologi :
Untuk mendapatkan gambaran lokal tentang cuaca di suatu daerah,
pengukuran yang dilakukan :
Pengukuran lama penyinaran matahari, temperatur udara, kelembapan udara,
serta penguapan.
1. Pengukuran lama penyinaran matahari :
Alat “Campbell Stakes Recorder” : Alat terdiri dari bola gelas padat dengan
diameter 4” yang dipasang konsentris pada suatu bidang cekung, berbentuk
bola, dengan diameter sedemikian sehingga sinar matahari difokuskan
dengan tajam.
Kertas dimasukkan di dalam saluran di bidang
cekung. Sinar matahari yang difokuskan akan
membakar kertas dan membentuk tanda.
Alat harus disetel terhadap : garis horizontal,
garis lintang (latitude), bidang meridian (garis
bujur), potongan klimatologi.
2. Pengukuran temperatur udara :
Temperatur udara harus diukur 2 meter di atas permukaan tanah.
Temperatur diukur secara kontinu atau dengan interval 1, 2 atau 6 jam bila
tidak bisa kontinu.
Temperatur udara diukur dengan sepasang termometer (maks dan min) yang
dipasang dalam sangkar metio.
Temperatur rata-rata harian : Temp. maks + Temp. min2
3. Pengukuran kelembaban udara :
Kelembaban mutlak ( absolut ) : massa uap yang terdapat dalam 1 m3 udara.
Kelembaban relatif : perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan
volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang
sama. Kelembaban relatif ini disebut sebagai kelembaban.
Kelembaban dinyatakan sebagai berikut :
Dimana :
H = kelembaban relatif ( % )
e = tekanan uap pada waktu pengukuran
E = tekanan uap jenuh pada waktu pengukuran
Pagi hari suhu rendah, kelembaban paling tinggi.
Siang hari suhu tinggi, kelembaban paling rendah.
Kelembaban diukur dengan alat psychrometer yang dilengkapi dengan
thermometer yang serupa (thermometer thermocouple) yang mencatat
temperatur bola basah dan temperatur bola kering.
Temp Max
Temp Min
3. Curah hujan
Curah hujan daerah
Curah hujan yang diukur dengan alat pengukur hujan adalah hujan lokal.
Untuk keperluan analisa, yang diperlukan adalah data hujan daerah aliran.
Cara perhitungan curah hujan daerah aliran dari data pengamatan hujan dari
stasiun pengamat hujan yang terletak pada DAS adalah sbb :
1. Cara rata-rata aljabar / aritmatik
Cara ini adalah membagi rata pengukuran pada semua stasiun hujan dengan
jumlah stasiun dalam dan di sekitar daerah aliran sungai yang bersangkutan.
R = ( R1 + R2 + …. + Rn )
Dimana :
R = curah hujan daerah ( mm )
n = jumlah stasiun hujan
R1, R2, …, Rn = curah hujan di setiap
titik
pengamatan (mm)
Metode ini digunakan di daerah-daerah datar dengan stasiun hujan tersebar
merata dan di setiap stasiun mempunyai hasil pengamatan yang tidak
berbeda jauh dengan hasil rata-ratanya.
2. Cara Poligon Thiessen
R1
R2
R3
R4
R5R6
R7
R8
R9
Cara ini digunakan bila curah hujan tidak merata dan bila titik-titik
pengamatan di DAS tidak tersebar merata di daerah itu.
Cara perhitungan dilakukan dengan mempertimbangkan daerah pengaruh
tiap titik pengamatan.
= A1 R1 + A2 R2 + A3 R3 + … + An Rn
A1 + A2 + A3 + … + An
= curah hujan daerah ( mm )
R1, R2, … = curah hujan di setiap titik pengamatan
A1, A2, … = luas poligon yang mewakili titik pengamatan A, B, C
3. Cara garis Isohiet
Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
tinggi hujan yang sama.
Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis-garis yang membagi daerah
aliran sungai menjadi beberapa daerah yang luasnya dipakai sebagai faktor
bobot (weighting factor) dalam perhitungannya.
= A1 R1 + A2 R2 + A3 R3 + … + An Rn
A
= curah hujan daerah ( mm )
R1, R2, … = Curah hujan rata-rata pada baigan-bagian A1, A2 …. An
A1, A2, … = Luas bagian-bagian antara garis-garis isohiet
Cara ini adalah cara terbaik dari cara-cara yang lain.
4. Cara garis potongan antara
Cara ini adalah untuk menyederhanakan cara isohiet dengan jalan membuat
garis-garis potong pada peta isohiet. Curah hujan pada titik-titik potong
dihitung dari perbandingan jarak titik itu ke garis isohiet yang terdekat.
= rata-rata hitung dari curah hujan dari titik-titik perpotongan.
Ketelitian cara ini agak kurang dibanding cara isohiet
Pengisian kembali data tahunan YF Hrang
1. Normal ratio method.
Metode ini dikembangkan oleh Lindsley, Kohler dan Pailtius (1958)
Dimana :
Rx : Hujan yang diperkirakan pada stasiun X
Nx : Hujan tahunan normal stasiun X
NA, NB, NC : Hujan tahunan normal stasiun A, B dan C
RA, RB, RC : Hujan pada saat yang sama dengan hujan yang dipertanyakan
pada stasiun A, B dan C
2. Inverse square distance method.
Dimana :
RX : Tinggi hujan yang dipertanyakan
RA, RB, RC : Tinggi hujan pada satsiun A, B dan C
dXA, dXB, dXC : Jarak dari stasiun X ke masing-masing stasiun A, B, C
Memperkirakan garis massa hujan
Misalkan A dan B adalah stasiun pengamat hujan otomatis. C adalah stasiun
pengamat hujan biasa dimana yang diketahui tinggi hujan RC.
Kita dapat memperkirakan garis massa stasiun C dengan mengasumsi bahwa
topografi dan faktor-faktor lain stasiun A, B dan C hampir sama sehingga
garis massa pada C dapat digambar sebagai garis paralel terhadap garis
massa A dan B.
Analisa massa ganda (double mass analysis)
Apabila terjadi penggantian alat ukur, perubahan penempatan alat (pindah
tempat, ketinggian diubah) perubahan lingkungan dan sebagainya, dapat
menyebabkan perubahan terhadap “consistency” dari data hujan dimaksud.
Hal ini dapat diketahui dengan metode analisa massa ganda yaitu dengan
membandingkan hujan rata-rata kumulatif dari stasiun yang dimaksud,
dengan rata-rata kumulatif stasiun-stasiun disekitarnya.
4. Evapotranspirasi
Beberapa istilah evapotranspirasi :
R(mm)
Waktu
RC (diketahui)
Garis massa A
Garis massa B
Evapotranspirasi : peristiwa evaporasi dan transpirasi yang terjadi
bersama-sama.
Evapotranspirasi potensial ( Potensial Evapotranspiration = PET )
= ET0
= evapotranspirasi yang terjadi bila tersedia cukup air
untuk memenuhi pertumbuhan optimum.
Evapotranspirasi sesungguhnya ( Actual Evapotranspiration )
= evapotranspirasi yang sesungguhnya terjadi dengan
pemberian air seadanya.
Perkiraan perhitungan evapotranspirasi potensial secara empiris :
1. Cara Thornthwaite
Cara untuk memperkirakan PET ini dikembangkan oleh Dr. Thornthwaite
berdasarkan pengukuran Evapotranspirasi dengan Lysimeter pada 4 daerah
di AS.
Banyaknya Evapotranspirasi yang diperoleh berdasarkan :
- Suhu udara rata-rata bulan
- Standar 1 bulan = 30 hari
- Jam penyinaran selama 12 jam
Rumus umum :
PET = C x t a
Dimana :
PET = evapotranspirasi potensial bulanan ( cm/bulan )
C dan a = koefisien yang tergantung dari tempat
t = suhu udara rata-rata bulanan
a = 675 x 10-9 3 – 771 x 10-72 – 0.01792
∑( tc / 5 ) 1.514 ; C = 1/
Sehingga didapatkan : PET = 1.6 ( 10t /) a
Harga PET masih harus dikoreksi mengingat jumlah hari per bulan antara 28
dan 31 dan jam penyinaran matahari berbeda menurut musim dan jaraknya
dari katulistiwa. Sehingga :
PE = PET x (S TZ / (30 x 12))
PE : Evapotranspirasi bulanan yang telah dikoreksi (cm/bulan)
S : Jumlah hari dalam 1 bulan
TZ : Jumlah jam rata-rata per hari
Nilai S TZ / (30 x 12) dapat dilihat pada tabel.
Contoh : Stasiun rentang terletak pada 60 40’ LS dengan rata-rata iklim untuk
tahun 1973 sbb :
Elemen Iklim Bulan1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Temperatur udara (0C) 26.9 26.6 27.1 2.8 27.9 27.2 27.1 28.3 28.4 27.6 27.9 27
Sinar matahari (%) 35 32 40 51 60 67 64 71 43 43 46 16
Kelembaban udara (%) 89 94 90 91 86 91 90 86 83 77 72 67
Kecepatan angin (m/det) 0.74 2.9 3.3 3.6 2.2 1.1 2.1 2.3 2.6 1.6 2.1 2
Hujan (mm) 15.6 7.8 12.8 7.9 8.2 0.9 0.2 0.2 3.3 10 11.7 10Hitung : Evapotranspirasi bulanan dan rata-rata tahunan stasiun tersebut
dengan cara Thornthwaite.
Penyelesaian :
Bulan T (0C) I = (t/5)1.514
PET =1.6 (10t/I)a
(cm/30 hari)Koreksi(tabel)
PE(cm/bulan)
Jam/Hari
PE(mm/hari)
Jan 26.9 12.78 13.87 1.07 14.84 31 4.787Feb 26.6 12.56 13.25 0.96 12.72 28 4.543Mar 27.1 12.92 14.30 1.04 14.87 31 4.800Apr 28 13.58 16.34 0.99 16.18 30 5.393Mei 27.9 13.50 16.11 1.01 16.27 31 5.248
Jun 27.2 12.99 14.52 0.97 14.08 30 4.693Jul 27.1 12.92 14.30 1.01 14.44 31 4.658Ags 28.3 13.80 17.07 1.02 17.41 31 5.616Sep 28.4 13.87 17.32 1.00 17.32 30 5.773Okt 27.6 13.28 15.41 1.05 16.18 31 5.219Nop 27.9 13.50 16.11 1.04 16.75 30 5.583Des 27 12.85 14.09 1.07 15.08 31 4.865
I = 158.55 ; PE per tahun = 1861.4 mm
a = 675 x 10-9 (158.55)3 – 771 x 10-7 (158.55)2 + 1792 x 10-5 (158.55) +
0.49239 = 4.086
2. Metode Blaney – Criddle
Blaney – Criddle telah mengadakan percobaan dan penelitian di bagian barat
AS dengan beberapa tumbuh-tumbuhan untuk memeperkirakan
evapotranspirasi.
Ditemukan besarnya evapotranspirasi bervariasi sesuai :
Keadaan temperatur
Lamanya penyinaran matahari
Kelembaban udara yang dibutuhkan oleh berbagai macam tanaman
Rumus evapotranspirasi potensial menurut Blaney – Criddle :
PET = K P ( 0.4572 t + 8.128 ) mm
Dimana :
K = Koefisien empiris dari penggunaan konsumtif yang tergantung pada
tipe dan lokasi tanaman.
P = Presentasi jumlah jam penyinaran matahari per bulan dalam 1 tahun
(%) tabel.
T = Temperatur rata-rata bulanan ( C )
Blaney – Criddle menyarankan besarnya koefisien K sbb:
K = 0.80 untuk daerah pantai
K = 0.85 untuk daerah kering
K = 0.75 untuk daerah tropis dengan tanaman alfafa
3. Metode Turc
Metode ini dikembangkan oleh Turc, berdasarkan atas kelembaban udara :
Bila kelembaban udara > 50% rumusnya adalah :
PET = a ( q + 50 ) ( t / t + 15 ) mm
Bila kelembaban udara < 50% rumusnya adalah :
PET = a ( q + 50 ) ( t / t + 15 ) ( 1 + 50 - rh / 70 ) mm
Cara Penman :
Bila tersedia data : temperatur, kelembaban, kecepatan angin, lamanya
penyinaran matahari atau radiasi. Maka untuk menghitung evapotranspirasi
potensial dianjurkan menggunakan cara penman. Dibandingkan dengan
metode lain, cara ini memberikan hasil terbaik.
Cara ini dikembangkan berdasarkan keseimbangan energi.
Persamaan Evapotranspirasi Potensial dari Penman :
Dimana :
PET = evapotranspirasi potensial (mm/hari)
W = faktor efek radiasi pada PET
Rn = jumlah radiasi setara dengan evaporasi (mm/hari)
f(u) = faktor pengaruh angin
ea = tekanan uap jenuh (mbar)
ed = tekanan uap sebenarnya di udara (mbar)
C = faktor koreksi karena pengaruh kondisi cuaca siang dan
malam hari
Mencari (ea – ed) :
Diketahui : Tmaks = 35C
Tmin = 22C
RHmaks = 80 %
RHmin = 30 %
Ditanya : (ea – ed)
Perhitungan :
Trata-rata =
RH rata-rata =
Tabel 5 ea pada 28.5 C = 38.9 mbar
ed = = = 21.4 mbar
(ea – ed) = (38.9 – 21.4) = 17.5 mbar
Mencari f(u) :
Besarnya f(u) adalah :
f(u) = 0.27 ( 1 + u.c / 100 ) c = faktor koreksi
u = Kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m di atas tanah (km/hari).
Bila kecepatan angin tidak diukur pada ketinggian 2 m di atas tanah, maka u harus
dikoreksi sebagai berikut :
Tinggi pengukuran (m) 0.5 1 1.5 2.0 3.0 4.0 5.0Faktor koreksi 1.35 1.15 1.06 1 0.93 0.88 0.83
Contoh :
U3m = 250 km/hari
U = 0.93 * 250 = 232.5 km/hari
f(u) = 0.898
Mencari (1 – W)
(1 – W) adalah faktor bobot pengaruh angin dan kelembaban pada PET.
Besarnya (1 – W) pada temperatur dan tinggi tempat tertentu diberikan pada
tabel 8.
Contoh :
Diketahui : Ketinggian = 95 m ; Trata2 = 28.5 oC
Tabel 8 (1 – W) = 0.23
W = 0.77
Mencari W
Hubungan antara W dan temperatur dan ketinggian diberikan pada tabel 9.
Contoh :
Ketinggian 95 m
T rata-rata = 28.5 0C
Tabel 9 W = 0.77
Mencari radiasi bersih (Rn) :
Radiasi bersih Rn adalah selisih antara radiasi datang dan radiasi pergi.
Rn dapat dihitung dari jumlah penyinaran matahari, temperatur dan
kelembaban.
Jumlah radiasi yang sampai di puncak atmosfir (Ra) tergantung dari
ketinggian dan waktu diberikan pada tabel 10.
Sebagian dari Ra akan diserap dan disebarkan selama memasuki
atmosfir. Sisanya yang sampai bumi disebut Solar Radiation (Rs).
Sebagian dari Rs dipantulkan kembali oleh tanah dan tumbuhan yang
akhirnya hilang di atmosfir.
Koefisien tergantung jenis permukaan :
= 5% sampai 7% untuk air (air bersifat memantulkan).
= 15% sampai 25% untuk tumbuhan.
Sisanya adalah Net Shortwave Solar Radiation (Rns).
Net Long WaveRnsRn1
Long Wave
Rns
Net Short Wave
Extra TerestrealRa
Kehilangan radiasi juga terjadi pada permukaan bumi karena bumi
memancarkan kembali sebagian energi yang diserap ke atmosfir sebagai
Longwave Radiation. Umumnya radiasi yang dipancarkan > daripada
Longwave atmospheric Radiation. Beda Longwave radiation yang
dipancarkan dan yang datang disebut Net Longwave Radiation (Rn1).
Sehingga Radiasi bersih Rn = Rns – Rn1
Langkah menghitung Rn :
1. Bila data Rs tidak ada, estimasi Ra dari tabel 10.
2. Untuk menghitung Rs, koreksi Ra dengan perbandingan antara lamanya
jam siang hari sesungguhnya (n) dan lamanya jam siang hari maksimum
yang mungkin terjadi (N) tabel 11 hubungan antara N dan lintang.
Rs = (0.25 + 0.5 n / N) Ra
3. Rns = ( 1 - ) Rs ; = 0.25 untuk sebagian besar tumbuhan.
4. Rn1 dapat dihituhng dengan T, ed dan n/N dengan tabel 13, 14 dan 15.
5. Rn = Rns – Rn1
Contoh : Kairo Tinggi = 95 m ; Lintang 300 LU
Trata2 = 28.5 oC
RH rata2 = 55%
n rata2 = 11.5 jam/hari
Bulan Juli
Perhitungan :
Tabel 10 Ra = 16.8 mm/hari
30o LU & Juli tabel 11 N = 13.9 jam ; n = 11.5 jam
Rs = (0.25 + 0.5 x 11.5/13.9) x 16.8 = 11.2 mm/hari
Rns = (1 – 0.25) x 11.2 = 8.4 mm/hari
T = 28.5 oC tabel 13 f(T) = 16.4
T = 28.5 oC tabel 5 ea = 38.9 mbar ed = 21.4 mbar
Ed = 21.4 mbar tabel 14 f(ed) = 0.13
n/N = 0.83 tabel 15 f(n/N) = 0.85
Rn1 = f(T) x f(ed) x f(n/N) = 16.4 x 0.13 x 0.85 = 1.8 mm/hari
Rn = Rns - Rn1 = 8.4 – 1.8 = 6.6 mm/hari
Faktor koreksi C :
Persamaan Penman diturunkan dengan asumsi :
- Radiasi sedang sampai tinggi
- RH sedang sampai tinggi
- Usiang = 2 Umalam
Kondisi di atas tidak selalu terpenuhi, karena itu perlu dikoreksi dengan
faktor C tabel 16.
Contoh :
RH max = 90%
Rs = 12 mm
Usiang = 3 m/det
Usiang / Umalam = 3
Tabel 16 C = 1.28
5. Infiltrasi
Infiltrasi : Proses meresapnya air ke dalam tanah melewati permukaan tanah.
Air hujan yang jatuh akan hilang sebagian sebagai :
Evaporasi
Transpirasi
Intersepsi
Depression Storage
Infiltrasi
Intersepsi tergantung dari :
Jenis tanaman
Tingkat pertumbuhan
Penampungan cekungan (depression storage) tergantung dari :
Sifat permukaan tanah
Jenis tanaman
Kemiringan
Cara pengolahan tanah
Perkolasi
AwanAwan
Aliran air tanah
Infiltrasi
Intersepsi
DepressionStorage
Aliran Permukaan
Besarnya : 2 – 5 mm dari tiap hujan.
Beberapa definisi :
1. Kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) : fp :
Adalah kecepatan infiltrasi maksimum yang bisa terjadi pada suatu kondisi
yang tertentu.
Kecepatan maksimum ini terjadi pada awal hujan besar, kemudian nilainya
makin lama makin kecil mendekati kecepatan infiltrasi yang tetap dan rendah,
pada saat tanah menjadi jenuh (setelah + 1 – 2 jam terjadi hujan).
2. Kecepatan Infiltrasi (infiltration rate) : fa :
Adalah kecepatan infiltrasi yang sesungguhnya.
Besarnya dipengaruhi oleh :
Intensitas hujan
Kapasitas infiltrasi
# Bila intensitas hujan I < fp maka fa < fp
# Bila intensitas hujan I > fp maka fa = fp
3. Perkolasi :
Adalah air yang mengalir melalui pori-pori tanah.
4. Kapasitas Perkolasi (percolation capacity) : Pp :
Adalah kecepatan perkolasi maksimum. Perkolasi tidak akan terjadi lagi bila
unsaturated zone mencapai kapasitas lapangan, sehingga : Jumlah perkolasi
(mm) = jumlah infiltrasi (mm) – jumlah air yang diperlukan untuk mengisi
kelembaban tanah.
5. Kecepatan Perkolasi (percolation rate) : Pa :
Adalah kecepatan perkolasi yang sesungguhnya terjadi.
6. Kapasitas Lapangan (field capacity) :
Adalah besarnya kandungan air maksimum yang dapat ditahan oleh tanah
terhadap gaya tarik gravitasi.
Nilai kapasitas lapangan bervariasi dari 0% s/d porositas tanah.
Contoh :
- Kerikil : 1 – 10%
- Pasir : 5 – 20%
- Clay : 25 – 50%
7. Porositas (porosity) :
Adalah prosentase bagian suatu material yang berupa pori-pori terhadap
volume totalnya.
Porositas = volume pori-pori dalam suatu material volume keseluruhan dari meterial
8. Kelembaban kritis (wilting point) :
Adalah kandungan air pada tanah saat tumbuhan dalam keadaan layu
permanen dan akan mati bila tidak ditambahkan air.
9. Abstraksi awal (initial abstraction) :
Adalah jumlah dari intersepsi dan penampungan cekungan yang harus
dipenuhi lebih dahulu sebelum terjadinya limpasan hujan.
10. Lembab tanah (soil misture content) :
Adalah nilai prosentase kebasahan / kelembaban tanah.
SMC = berat air di dalam tanah . berat tanah total dalam keadaan basah
Pengaruh Infiltrasi :
Tergantung dari jumlah hujan yang jatuh. Air hujan mungkin akan meresap ke
dalam tanah sebagai infiltrasi atau menggenang pada permukaan tanah dan
mengalir sebagai aliran permukaan.
Bila intensitas hujan dengan mengabaikan intersepsi dan evaporasi lebih kecil
daripada kecepatan infiltrasi maka semua air akan meresap ke dalam tanah.
Sebaliknya bila intensitas hujan lebih besar daripada kecepata infiltrasi,
serangkaian peristiwa seperti pada gambar akan terjadi yang akhirnya akan
menghasilkan limpasan permukaan.
Infiltrasi berpengaruh pada :
1. Pengurangan debit banjir dan erosi.
2. Sumber air di musim kemarau.
3. Sumber air tanaman.
4. Pengisian air tanah.
1. Intensitas Hujan
2. Infiltrasi
3. Soil Moisture
4. Perkolasi ke air tanah
5. Aliran air tanah
Kecepatan infiltrasi :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan infiltrasi :
Kondisi permukaan tanah dan jenis tumuhan penutup.
Sifat-sifat tanah :
- Porositas
- Konduktifitas Hidraulik
Kelengasan tanah.
Tanah tersusun dari lapisan-lapisan tanah denga sifat yang berbeda-
beda. Misal tanah lanau dengan konduktifitas tinggi di atas lapisan lempung
dengan konduktifitas hidraulik rendah.
Disamping itu jenis tanah dapat bervariasi sangat besar pada suatu
areal yang relatif kecil.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Intensitas Hujan Kecil Intensitas Hujan Tinggi
Sebagai akibat dari variasi spatial yang sangat besar dan sifat tanah
yang berubah dari waktu ke waktu. Sesuai perubahan kelengasan tanah
menyebabkan proses infiltrasi menjadi sangat rumit sehingga hanya dapat
diselesaikan secara pendekatan dengan persamaan matematik.
Distribusi kelengasan tanah dalam profil tanah pada saat air bergerak
ke bawah ditunjukkan pada gambar berikut :
Terdapat 4 daerah :
1. Daerah jenuh dekat
permukaan.
2. Daerah transisi tak jenuh
dengan kelengasan seragam.
3. Daerah basah dimana
kelengasan berkurang
berdasar kedalaman.
4. Wetting Front, dimana perubahan kelengasan demikian besar sehingga
terjadi perbatasan yang sangat jelas antara tanah basah di atas dan
tanah kering di bawah.
Kecepatan infiltrasi f, dinyatakan dalam cm/jam adalah kecepatan
masuknya air pada permukaan tanah.
Bila air tergenang pada permukaan tanah, maka infiltrasi terjadi pada
kecepatan infiltrasi potensial (kapasitas infiltrasi).
Bila suplai air di permukaan tanah, misalnya dari air hujan, lebih kecil
dari kecepatan infiltrasi potensial maka infiltrasi yang terjadi lebih kecil dari
infiltrasi potensial.
Kelengasan
Daerah jenuh
Daerah transisi
Daerah basah
Wetting front
dalam
Transisi
Umumnya persamaan infiltrasi yang ada adalah untuk infiltrasi
potensial.
Jumlah infiltrasi F adalah jumlah kedalaman air yang masuk ke dalam
tanah selama waktu tertentu.
= variabel dummy
Sebaliknya kecepatan infiltrasi adalah turunan waktu dari jumlah infiltrasi.
f() = dF(t) / dt
Persamaan Horton :
Salah satu persamaan infiltrasi yang dikembangkan dari Horton (1933, 1939)
mengamati bahwa infiltrasi mulai pada suatu kecepatan f0 dan berkurang
secara eksponensial sampai mencapai suatu harga tetap fc.
f = fc + (f0 – fc) e-kt
Dimana :
f = Kecepatan infiltrasi pada suatu saat t
f0 = Kecepatan infiltrasi awal
fc = Kecepatan infiltrasi akhir
k = Konstanta, menggambarkan pengurangan f(T-1)
Persamaan Phillip :
f0
fC
t
K2 > K1K1
K2
f0
f
t
F
f F
Variasi Parameter K Kecepatan Infiltrasidan
Jumlah Infiltrasi
Menurut Phillip :
F(t) = St1/2 + Kt
Dimana S adalah parameter yang disebut sorptivity yang merupakan fungsi
dari potensi isapan tanah, sedang K adalah konduktifitas hidraulik.
Dengan differensial F(t) diperoleh f(t) sbb :
f(t) = ½ St-1/2 + K
untuk t , f(t) K
Untuk kolom tanah mendatar, maka isapan tanah satu-satunya gaya
mendorong air ke dalam tanah, sehingga persamaan Phillip menjadi :
F(t) = St1/2
PENGUKURAN INFILTRASI
Beberapa cara menentukan infiltrasi :
1. Infiltrometer : - Ring Infiltrometer
- Rainfall Simulator
2. Dengan analisa hidrograf.
3. Dengan indeks infiltrometer ()
1. Infiltrometer tipe gelang (ring infiltrometer)
Alat berupa pipa besi 30 cm, panjang 60
cm, dipancang masuk ke dalam tanah
sedalam + 50 cm. Air dituang ke dalam pipa
sampai sedalam 5 cm dan setiap kali ditambah
sehingga muka air tetap.
Pembacaan pada jam-jam pertama dilakukan
dengan interval yang lebih pendek daripada pembacaan berikutnya
mengingat infiltrasi menurun dengan cepat pada periode berikutnya.
Kelemahan cara ini :
a. Karena air dituang, besarnya pengaruh tumbukan akibat jatuhnya butir-
butir air hujan pada infiltrasi tidak dapat ditentukan.
b. Struktur tanah akan berubah pada saat memancangkan pipa ke dalam
tanah.
c. Terjadi aliran mendatar sesudah air melewati ujung pipa sebelah bawah.
2. Rain Simulator :
Untuk mengatasi kelemahan ring infiltrometer, maka dilakukan percobaan
dengan alat ini.
Ada 2 tipe simulator yaitu tipe F dengan ukuran petak tanah 6 x 12 feet dan
tipe FA dengan ukuran 1 x 2.5 feet.
10 cm
50 cm
5cm
30 cm
Alat terdiri dari 1 set sprinkle yang memancarkan air ke dalam suatu bidang
tanah sampel pada suatu watershed. Petak tanah diisolasikan dari bidang
tanah sekitarnya, sehingga air limpasannya dapat diukur dengan teliti.
Prinsip percobaan :
1. Hujan buatan dibuat dengan i > fp, sehingga rumus Horton berlaku.
i dijaga agar konstan.
2. Sebagian dari (i – fp) dapat mengalir di permukaan kemudian diukur dan
dihitung. Limpasan (q) hasil pengukuran ini dapat dinyatakan dalam
intensitas (mm/jam).
3. Plot niali i dan q sebagai berikut :
4. Sesudah hujan buatan dihentikan, limpasan tidak langsung berhenti,
tetapi mengalami resesi karena masih ada sisa air yang tertahan di
permukaan sebagai air detensi (detentian).
Selama masih ada air di permukaan tanah, infiltrasi masih terus terjadi,
meskipun kecepatannya kecil.
Kurva resesi dari infiltrasi ini dapat didekati dengan fungsi :
fr = (fc / qc) x qr
Garis massa fci konstan
fp
Garis limpasan qc fc
tt0
tcDipindahkan dengan luas sama
fc dan qc : Infiltrasi dan limpasan yang tercapai pada saat hujan
dihentikan.
fr dan qr : Infiltrasi dan limpasan yang terjadi pada saat resesi.
5. Volume total dari limpasan dan infiltrasi setelah penghentian hujan
buatan = simpanan (storage) air yang terjadi pada awal percobaan
sehingga dengan mengoreksi volume simpanan terhadap selisih (i – fp)
didapat kurva yang menyatakan fp sebagai ordinat bagian atas.
3. Analisa Hidrograf
Keuntungan cara ini : Faktor-faktor alami yang ada pada daerah aliran akan
dapat dicakup.
Ada beberapa cara untuk analisa ini, salah satunya adalah cara yang
diutarakan oleh Schultz (1976) sebagai berikut :
a. Hidrograf aliran diukur setelah dikurangi baseflow diperoleh aliran
langsung.
b. Hujan diambil yang cukup besar meliputi seluruh daerah alirannya dan
dihitung hujan rata-rata wilayah.
c. Aliran langsung dirubah menjadi tebal lapisan, air di atas permukaan
daerah aliran agar dapat dibandingkan secara langsung dengan
hujannya. Grafik hujan dan grafik alirannya digambarkan pada satu grafik
dengan skala yang sama.
fcP, Q
(mm
)
IS
d. Pada grafik lain dilukis masa hujan dan garis masa alirannya.
e. Garis masa infiltrasi = garis masa hujan, garis masa aliran.
Laju infiltrasinya = kemiringan garis masa hujan.
4. Indeks Infiltrasi ( indeks) :
Data hujan dan data aliran umumnya tak tersedia cukup untuk dapat
digunakan, menentukan lengkung infiltrasi. Sehubungan dengan itu, untuk
mm
/jam
waktu
hujan
aliran
kapasitasinfiltrasi
hujan kumulatif R
aliran kumulatif Q
R – Q
hujan kumulatif
F + Ia kumulatif
F = infiltrasi
Q
aliran kumulatif
Ia Qwaktu
memperkirakan besarnya infiltrasi dari suatu hujan, digunakan yang disebut
indeks .
Kalau hidrograf-hidrograf banjir dan hujan-hujan yang menyebabkan banjir-
banjir itu dianalisa, selisih antara jumlah besarnya hujan and jumlah besarnya
aliran dapat dinyatakan dengan indeks .
Indeks adalah hujan rata-rata minimum yang mengakibatkan volume aliran
seimbang dengan volume hujan.
Bila masa infiltrasi disebut basin recharge, maka indeks dapat dihitung dari:
= Basin recharge . lama waktu hujan
5. Ineks W
Di dalam basin recharge termasuk air karena : intersepsi, dentention storage
dan infiltrasi.
Beberapa hidrolog lebih menghendaki untuk memudahkan kehilangan air
permukaan dari infiltrasi sebenarnya dengan menggunakan indeks W sebagai
berikut :
Inte
nsita
s (m
m/ja
m)
Histogram dari curah hujan
Limpasan
Basin recharge
Waktu
W = Basin recharge – I a Lama waktu infiltrasi
Dengan indeks atau indeks W, didapatkan suatu cara untuk menggantikan
fungsi infiltrasi yang berubah-ubah, dengan suatu harga rata-rata, seperti
halnya dengan hujan rata-rata ekuivalen pada analisa hujan.
Contoh :
Suatu banjir diukur pada daerah aliran seluas 375 km2. Limpasan langsung dari
bajir ini adalah 3.58 cm. Kedalaman hujan ekuivalen pada seluruh daerah aliran
adalah 11.90 cm. Distribusi waktu hujan sebagai berikut :
Jam 9-10 10-11 11-12 12-13 13-14 14-15 TotalHujan (cm) 1.02 1.50 3.68 1.60 2.60 1.50 11.90
Hitung indeks untuk hujan tersebut !
Kecepatan infiitrasi :
Telah diuraikan di muka bahwa fa < fp atau fa = fp tergantung dari intensitas
hujannya.
Bila i > fp maka infiltrasi akan mengikuti kurva seperti tergambar dengan f
besar pada permulaan kemudian berkurang dan akirnya mendekati angka
konstan fc. Bila i < fp, pengurangan f akan terjadi tetapi lebih lambat.
Horton (1430) menyajikan kurva kapasitas infiltrasi sebagai berikut :
f = fc + (f0 – fc) e-kt
Dimana :
f = Kapastias infiltrasi pada suatu saat t.
k = Konstanta, menggambarkan pengurangan f.
f0 = Kapasitas infiltrasi mula-mula.
fc = Kapasitas infiltrasi akhir (seimbang).
Rumus berlaku untuk i > fp
Penyelesaian :
Basin Recharge : R – Q = 11.90 – 3.58 = 8.32 cm
Dimisalkan lama waktu hujan limpas = 6 jam.
Sehingga indeks = 8.32 / 6 = 1.39 cm/jam
Hasil perhitungan dicek pada tabel berikut :
Jam(1)
Hujan(2)
Hujan limpas pada berbagai = 1.39(2) – 1.39
= 1.46(2) – 1.46
9 – 10 1.02 - -10 – 11 1.50 0.11 0.0411 – 12 3.68 2.29 2.2212 – 13 1.60 0.21 0.1413 – 14 2.60 1.21 1.1414 – 15 1.50 0.11 0.04
fc
tKurva Infiltrasi
i < fp
i > fp
Jumlah 11.90 3.93 3.58 cm
Karena hujan yang limpas sebesar 3.58 cm Limpasan langsung 3.58 cm
pada = 1.46 cm/jam, maka indeks = 1.46 cm/jam.
Ditunjukkan secara diagram pada gambar di bawah ini :
1.02
1.50
3.65
1.60
2.60
1.50
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
9 10 11 12 13 14 15
Limpasan (Run-off)
Masa Limpasan(hujan efektif)
Basin Recharge
Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan :
Secara garis besar faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan
menjadi 2 :
1. Elemen-elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan.
2. Elemen-elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik
daerah pengaliran.
Elemen-elemen meteorologi :
1. Jenis persipitasi :
Persipitasi berasal dari :
- Hujan Pengaruhnya berbeda
- Salju
Hujan : Berpengaruh langsung, hidrograf hanya dipengaruhi oleh :
intensitas dan besarnya curah hujan.
2. Intensitas curah hujan :
Pengaruh intensitas curah hujan terhadap limpasan tergantung dari
kapasitas infiltrasi.
Intensitas > kapasitas infiltrasi Limpasan permukaan akan meningkat
sebanding dengan intensitas curah hujan.
3. Lamanya curah hujan :
Di setiap daerah aliran terdapat suatu lamanya curah hujan kritis.
Bila thujan < tkritis lamanya limpasan praktis sama, tak tergantung dari
intensitas curah hujan.
Bila thujan > tkritis lamanya limpasan permukaan lebih panjang.
Lamanya curah hujan juga akan mengakibatkan penurunan kapasitas
infiltarsi bila thujan panjang limpasan permukaan menjadi lebih besar
meskipun intensitasnya relatif sedang.
4. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran :
Limpasan akibat curah hujan sangat dipengaruhi oleh distribusi curah
hujan. Debit banjir maksimum biasanya dihasilkan oleh curah hujan yang
merata walaupun intensitasnya tidak begitu tinggi dibanding dengan
curah hujan yang lebat tetapi tidak merata.
5. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah :
Bila kadar kelembaban tanah tinggi, mudah terjadi banjir karena kapasitas
infiltrasi kecil. Demikian pula bila kelembaban tanah meningkat dan
mencapai kapasitas lapangan, air infiltrasi akan mencapai permukaan air
tanah memperbesar aliran air tanah.
Elemen daerah pengaliran :
1. Tata guna lahan (land use)
Hidrograf sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah dalam
daerah pengaliran itu.
Misal : Daerah berhutan, limpasan permukaan lebih kecil karena kapasitas
infiltrasinya besar.
2. Daerah pengaliran
Bila elemen-elemen meteorologi pada suatu DAS dianggap tetap maka
limpasan sebanding dengan luas DAS.
3. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
Corak : Faktor bentuk, perbandingan panjang sungai utama terhadap lebar
rata-rata daerah pengaliran.
Elevasi : Besar pengaruhnya terhadap suhu dan curah hujan.
Gradien : Berpegaruh terhadap infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban
dan pengisian air tanah.
4. Jenis tanah
Menentukan kapasitas infiltrasi
Konsep hidrograf :
Diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut
waktu disebut hidrograf.
Laut Laut Laut
Debit banjir kecilBanjir berlangsung lama
Debit banjir besar dekat titik pertemuan anak sungai
Banjir terjadi di hilir titik pertemuan dua sungai
Aliran dasar (baseflow) adalah debit minimum yang masih ada karena
adanya aliran yang keluar dari akifer.
Periode pemusatan (time of consentration) : Waktu yang diperlukan oleh
air untuk mengalir dari titik yang terjauh dari suatu DAS sampai di stasiun
pengukuran.
Pandang suatu daerah aliran seperti gambar di bawah yang terbagi menjadi 4
bagian sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan oleh air yang jatuh
di tanah untuk mencapai titik P adalah sbb :
Untuk setiap titik pada garis BB : 1 jam.
Untuk setiap titik pada garis CC : 2 jam.
Untuk setiap titik pada garis DD : 3 jam.
Untuk setiap titik pada garis EE : 4 jam.
Dimisalkan perbandingan antara hujan dan limpasan adalah tetap untuk
seluruh DAS
t
Q
t
H
Hidrograf Debit Hidrograf Muka Air
XP
B
B C
C
D
D
E
E
Misalkan terjadi hujan selama 1 jam di daerah PBB, curah hujan merata.
Pengaruh air yang jatuh di X adalah :
1. Aliran di P tidak berubah sampai air yang jatuh di X mencapai P.
2. Aliran di P mulai terpengaruh secara tetap selama 1 jam setelah air
pertama yang jatuh di X mencapai P.
Hidrograf banjir di P akibat hujan selama 1 jam tersebut adalah :
Bila hujan berlangsung selama 2 jam, dasar hidrograf akan bertambah
panjang dengan debit maksimum tetap. Debit puncak tercapai setelah satu
jam, pada saat seluruh daerah mempunyai andil terhadap aliran di P.
Bila hujan 1 jam terjadi di wilayah BBCC, CCDD, atau DDEE, hidrografnya
akan sama seperti gambar 1 di atas, hanya hidrografnya menggeser ke
kanan sesuai dengan waktu antara mulai hujan sampai akhir hujan pertama
mencapai P.
0 1 2 3
500
1000Gambar 1
Waktu (jam)
0 1 2 3
500
1000Gambar 2
Waktu (jam)
Gambar berikut adalah hidrograf banjir akibat hujan selama 1 jam yang jatuh
di daerah DDEE.
Gambar berikut adalah hidrograf banjir di P akibat hujan menerus selama 3
jam di seluruh wilayah PEE.
Gambar 4 : Hidrograf banjir di P akibat hujan di PEE.
Hubungan antara air permukaan dan air tanah selama terjadinya banjir
Selama banjir, tinggi aliran sungai ditentukan oleh surface run-off (DRO) dan
ground water base flow.
Pemisahan hidrograf kedalam komponen : DRO dan baseflow dapat
dilakukan dalam berbagai cara, antara lain :
0 1 2 3 4 5 6 7
500
1000Gambar 3
Waktu (jam)
0 1 2 3 4 5 6 7
500
1000
Gambar 4
Waktu (jam)
1500
a. Straight line method :
Pemisahan paling sederhana yaitu dengan menghubungkan titik dimana
limpasan permukaan mulai terjadi dengan titik pemisah aliran dasar pada
lengkung resesi.
b. Fixed based length method :
Diutarakan oleh Linsley et al.
Pemisahan : Meneruskan garis resesi
dari hidrograf sebelumnya sampai titik
di bawah puncak dan menghubungkan
dengan satu titik pada lengkung resesi
berjarak T dari puncak.
T = A0.2
T = Dinyatakan dalam hari
A = Luas DAS (mil2)
Hidrograf terdiri dari 3 komponen :
1. Bagian naik = Lengkung konsentrasi (Rising limb, A)
2. Bagian puncak = (Crest, B)
3. Bagian resesi = lengkung resesi (Recession limb, C)
T
QSemilog Hidrograf
T
T
Q
Bagian naik dipengaruhi :
Intensitas hujan
Lama hujan
Keadaan aderah sebelum hujan
Makin kering bagian A makin datar, hujan efektif makin kecil.
Bagian resesi dipengaruhi : Sifat dan keadaan akifer, bagian ini tidak
terpengaruh oleh intensitas dan lama hujan.
Analogi hidraulik untuk lengkung resesi(Schulz 1973)
Model analogi daerah aliran
Storage Tank
Q
T
Q0
Q = Q0 e-t/K
PenampunganCekungan Penampungan
Saluran PenampunganAliran antara Penampungan
Air tanah
Q
T
Komponen Hidrograf :
Umumnya bentuk hidrograf adalah sebagai berikut :
1
2
3
A B C
Aliran Puncak
Berdasar kontinuitas aliran, sinyai bisa ditempatkan menjadi 3 yaitu :
1. Sungai Ephemsal
Sungai yang mengalir hanya pada saat ada hujan saja. MAT selalu di bawah
dasar sungai.
2. Sungai Intermitten
Sungai yang mengalirkan air pada musim hujan saja, sedang pada musim
kemarau tidak mengalirkan (kecuali air dari hujan) karena MAT musim hujan
di atas dasar sungai dan MAT masa kering di bawah dasar sungai.
2. Sungai Pereminal
Adalah sungai yang mengalirkan airnya sepanjang tahun, karena MAT tak
pernah di bawah dasar sungai.
MAT Musim HujanMAT Kemarau Hidrograf Sungai
MAT Musim Hujan
MAT Kemarau
Hidrograf Sungai
MAT Musim HujanMAT Kemarau
Hidrograf Sungai
Pencatat muka air dengan pengapung :
Pencatat Pneumatik :
Pipa Plastik
Silinder Gas
Nanometer
Pencatat
Baterai
Pengukuran Debit :
Tak langsung :
a. Velocity head rod :
b. Pilot Meter
c. Pengapung
D1 D2
D2 – D1
v = 0 v 0
H
gh2v
g2VH2
I II III IV
D
Area velocity Method :
Kecepatan diukur dengan current meter :
- Tipe Current Meter
- Tipe sumbu mendatar Price’s Current Meter
Rumus : v = a + b x n
n = jumlah putaran per detik
a = v awal untuk mengatasi gesekan
Contoh : n < 0.71 v = 0.014 + 0.2460 n
n > 0.71 v = 0.004 + 0.26 n
Contact Box
Contact Box
Cup
Cara pengukuran :
a. Satu titik :
b. Dua titik :
c. Tiga titik :
d. Lima titik :
vs = v permukaan
vb = v dasar
Vila D < 0.6 m pengukuran satu titik
Vila D> 0.6 m pengukuran dua titik
Pemilihan jumlah vertikal tergantung :
- Bentuk dan ukuran penampang sungai
- Sifat aliran
- Waktu yang tersedia
Penampang sungai dibagi menjadi beberapa sub bagian sehingga debit pada
tiap sub bagian < 10% debit total pada bagian penampang yang dalam
lebih rapat.
Garis vertikal
Perhitungan debit :
Mid section method :
Lebar 1 sub seksi ditentukan oleh :
½ jarak pengukuran vertikal di sebelah kiri
½ jarak pengukuran vertikal di sebelah kanan
Mean section method :
Pengukuran langsung :
Volumetric method :
- Untuk saluran kecil
- Biasa digunakan di lab
Hydraulic structure :
Debit dihitung pada bangunan ukur :
- Cipotelli
- Thomson
Hi
Wi kiriWi kanan
Hi+1
Wi kanan
- Bendung / pelimpah
Lengkung debit :
Adalah lengkung hubungan antara muka air dan debit.
Hubungan Q dan H tergantung dari :
- Bentuk penampang melengkung
- Kekasaran dasar sungai
Grafik bisa berubah karena :
- Perubahan morfologi sungai endapan, gerusan
- Perubahan kekasaran dasar sungai pengerukan matrial
- Tumbuhnya tanaman air
- Akibat back water
Grafik diperoleh dari serangkaian pengukuran debit pada berbagai taraf muka
air. Data kemudian digambarkan dan dicari suatu hubungan fungsional dari
variabel tersebut dalam bentuk kurva atau persamaan matematis.
Q1
H1
Hubungan disebut : Kurva / garis regresi atau persamaan regresi
Ada 2 cara untuk mendapatkan kurva regresi :
1. Secara grafis
Variabel digambar pada :
- kertas normal
- semi log (log-normal)
- log-log
Kurva digambar secara manual yang sedapat mungkin mengikuti data-
datanya.
2. Secara matematis
Ditinjau letak titik-titik di atas kertas grafik.
Bila :
- Data-data tersebar mengikuti garis lurus regresi linier
- Data-data tersebar mengikuti garis lengkung regresi non linier
Beberapa persamaan garis regresi :
1. Q = aH + b linier
2. = aH + b eksponensial
3. Q = aH2 + bH + c parabola
4. Q = aHb fungsi pangkat
5. Q = a (H – H0)b fungsi pangkat
Dimana :
Q = debit
H = dalam air
a, b, c = konstanta / parameter persamaan
Parameter persamaan dihitung dengan metoda tertentu, misal : metoda
kwadrat terkecil (least squares method).
Misal persamaan kurva Q = aH2 + bH + c
Parameter a, b, c harus ditetapkan sedemikian sehingga jumlah kwadrat sisa
terkecil :
V12 + V2
2 + V32 + …………. + Vn
2 minimum
minimum
V12 = [Q1 – (aH1
2 + bH1 + c)]2 …… (1)
V12 = [Q2 – (aH2
2 + bH2 + c)]2 …… (2)
Vi2 = [Qi – (aHi
2 + bHi + c)]2 …… (3)
Misal : = s
Untuk memperoleh a agar s min maka :
Persamaan 3 dapat dikembangkan :
Vi2 = Qi
2 – 2Qi (aHi2 + bHi + c) + (aHi
2 + bHi + c)2
Bila di definisikan ke a, suku yang tak mengandung a menjadi suku-suku
yang mengandung a :
a2 Hi4 + a (-2QiHi
2 + 2bHi3 + 2cHi
2)
Karena s adalah jumlah dari i = 1 s/d n, maka :
dengan cara yang sama :
Dari 3 persamaan di atas diperoleh a, b dan c.
Bila rumus kurva debit linear :
Q = aH + b
Maka :
Bila persamaan Q = aHb :
Fungsi pangkat ditransformasikan ke fungsi linier :
log Q = log a + b log H
Q’ = a’ + bH’
Bila persamaan Q = a (H – H0)b :
log Q = log a + b log (H – H0)
Q’ = a’ + bH’
qp = 2.75 cp/tp (m3/det/km2)
tp = ct (L x Lc)n (jam)
dimana :
qp = debit maksimum unit hidrograf dengan durasi tr (m3/det/km2)
tp = time log (jam)
L = panjang sungai (km)
Lc = panjang sungai dari bag terhilir sampai titik berat daerah aliran (km)
n = koefisien yang bersifat proporsional terhadap ct
ct, cp = koefisien yang tergantung pada karakteristik daerah aliran
Menurut snyder :
n = 0.3
cp = 0.56 – 0.69
ct = 1.1 – 1.4
Lamanya hujan efektif tc dipengaruhi langsung oleh time log tp dalam
hubungan berikut :
Tp
tT
Q
qp
tp
tc = tp / 5.5 (jam)
Apabila lamanya curah hujan efektif tc > lamanya curah hujan tr yang telah
ditentukan, maka perlu dilakukan koreksi pada hasil time log sebagai berikut :
tc > tr tp’ = tp + (tr – tc)/4
Sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai debit puncak :
TP = tp’ + 0.5 tr (jam)
Untuk membuat SUH pada daerah yang tidak ada data debitnya, hitung
koefisien cp dan ct pada daerah aliran yang ada data debitnya (yang
mempunyai sifat-sifat hidrologis dan klimatologis yang sama dengan daerah
yang ditinjau) dengan cara membandingkan unit hidrograf dari pengamatan
dengan SUH dengan metode snyder. Koefisien yang diperoleh kemudian
dapat digunakan pada daerah yang ditinjau.
Debit puncah SUH :
Qp = qp x A x hef (m3/det)
dengan qp (m3/det/km2), A (km2), hef (m)
Waktu dasar SUH :
T = 3 (1 + tp/24) (hari)
SUH digambar dengan menentukan dahulu titik-titik pokoknya, kemudian
dihubungkan sedemikian rupa sehingga volume SUH = hefektif
Hidrograf satuan (Unit Hydrograph)
Untuk mendapatkan suatu banjir rencana dari hujan dapat dipakai cara
dengan mentransformir hyerograph hujan menjadi hidrograf aliran sungai.
Untuk ini dipakai hidrograf satuan.
Teori hidrograf satuan dikemukakan oleh L.K. Sherman (1932).
Tujuan : mencari hubungan antara limpasan permukaan dan hujan sebagai
penyebabnya.
Teori hidrograf satuan didasarkan pada beberapa prinsip / permisalan
sebagai berikut :
1. Hujan efektif terdistribusi dengan intensitas sama (uniform) selama
periode yang ditentukan.
2. Hujan efektif didistribusi merata pada seluruh DAS.
3. Hujan efektif yang terjadi dengan durasi yang sama, akan menghasilkan
run-off dengan durasi (time base) yang sama pula. Tetapi jumlah
limpasan yang terjadi tergantung dari intensitas hujannya.
Qp
Tp T
4. Dengan kenaikan intensitas hujan efektif secara proporsional i2 = n i1
dengan durasi yang sama, akan didapat hidrograf limpasan dengan
ordinat Q2 = n Q1 pula (kenaikan Q sebanding dengan kenaikan i).
5. Berlaku prinsip superposisi.
Untuk suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan bahwa i satuan hujan
efektif (mm, cm atau inch) yang berlangsung selama t jam akan menghasilkan
suatu karakteristik hidrograf limpasan langsung yang disebut : t jam unti
hidrograf sehingga dapat didefinisikan :
T
t t'
T’
Q t = t’ T = T’
T
Q
T
Q
“t jam unit hidrograf adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh i
satuan hujan efektif (mm, cm atau inch) yang jatuh merata di DAS selama t
jam”
Volume dari unit hidrograf = volume dari satu satuan tebal air yang tersebar
merata di seluruh luas DAS.
Analisa hidrograf satuan :
1. Analisa data hujan :
Dari hidrograf aliran sungai
Dari grafik hujan
Pilih hujan tunggal dengan intensitas besar dan merata di seluruh DAS
yang menyebabkan banjir tunggal tersebut.
Dari hujan di berbagai tempat pengamatan, hujan dihitung rata-ratanya
untuk seluruh DAS dengan metode Thiessen atau Isohiet.
2. Dibuat garis masa hujan setiap pos dibuat rata-ratanya.
3. Dari garis masa hujan rata-rata disusun hidrograf.
Menyusun hidrograf satuan :
1. Hidrograf banjir digambar.
2. Pisahkan aliran dasar (baseflow) dari aliran langsung.
3. Hitung volume aliran langsung = Luas hidrograf aliran langsung = Q m3.
4. Bila luas DAS = A km2 maka tinggi aliran langsung seluruhnya = (Q/A) m.
5. Bagi ordinat dari hidrograf banjir dengan (Q/A) maka didapat hidrograf
satuan.
6. Lamanya waktu hujan efektif ditentukan dengan cara coba-coba dengan
menarik garis horisontal sedemikian sehingga luas bidang di atas garis
tersebut = volume limpasan langsung.
Menyusun hidrograf satuan untuk lama waktu hujan efektif lain.
Hidrograf satuan untuk aliran akibat hujan yang berlangsung lama dapat
disusun dengan menggunakan hidrograf satuan untuk lama waktu hujan yang
pendek sebagai berikut :
Contoh : Tersedia hidrograf satuan 1t jam.
t
Garis masa rata-rataCur
ah h
ujan
(mm
)
jam
Hujan efektif
Inte
nsita
s hu
jan
1 1 jam
i
Akan dicari hidrograf satuan 22t jam.
Caranya :
1. Gambarkan hidrograf satuan 1t jam.
2. Gambarkan hidrograf satuan kedua dengan waktu mulai 1 t jam lebih
lambat dari hidrograf kesatu.
3. Kedua hidrograf disuperposisi (ordinat dijumlah), kemudian ordinat hasil
superposisi dibagi dua.
Pada metode ini tidak boleh hidrograf kedua dimulai pada waktu < t sesudah
hidrograf kesatu, sehingga terjadi overlap.
Cara ini hanya berlaku mengikuti rumusan berikut :
D’ = n x D
D’ = Ddurasi dari hidrograf satuan yang mungkin akan diperoleh dari durasi
hidrograf satuan yang lain.
D = Durasi dari hidrograf satuan mula-mula.
n = 1, 2, 3
Bila diinginkan hidrograf satuan dengan durasi 1.5 t, 2.5 t, dan seterusnya
digunakan metode hidrograf S.
Metode lengkung S (metode hidrograf S) :
Lengkung S ialah hidrograf aliran dari suatu seri hidrograf hidrograf satuan
dengan lama waktu hujan efektif tertentu berurutan.
Suatu hidrograf S untuk hujan efektif D jam didapat dengan menjumlahkan
ordinat-ordinat dari suatu seri hidrograf satuan dengan hujan efektif D jam
dengan titik-titik permulaannya bergeser D jam. Ordinat terbesar dari
lengkung S terjadi pada waktu D sebelum akhir dari hidrograf mula-mula. Bila
ordinat terbesar sudah tercapai, lengkung S akan berlangsung dengan harga
tetap ini.
Banyaknya hidrograf satuan yg dijumlah = basis waktu dari hidrograf satuan lama waktu hujan efektifnya
Untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan untuk hujan efektif t jam, kita
dapat mengurangkan dua lengkung S yang titik-titik permulaannya saling
berselisih 4 jam dan hasil pengurangannya dikalikan dengan D/t
Bila hujan terjadi dengan beberapa periode lama hujan berturutan, hidrograf
banjirnya merupakan superposisi dari serangkaian hidrograf akibat hujan
pada masing-masing periode.
Waktu
Deb
it
D jam
Hidrograf satuan sintetis (synthetic unit hydrograph)
Unit hidrograf yang dikembangkan berdasar curah hujan dan debit banjir pada
suatu DAS hanya berlaku pada DAS tersebut.
Untuk sungai-sungai yang tak ada pengukuran debitnya dikembangkan suatu
cara dengan karakteristik DAS
U1 U2
U3
Limpasan hujan (hujan efektif)
Q1
Q2
Q3
U1 x unit hidrograf
U2 x unit hidrograf
U3 x unit hidrograf
Hidrograf banjir
Base flow
Ada 3 jenis SUH :
1. Karakteristik hidrograf (debit puncak, waktu dasar) dihubungkan dengan
karakteristik DAS cara Snyder.
2. Berdasarkan pada unit hidrograf yang tak berdimensi cara soil
conservation service : s.c.s.
3. Berdasarkan model tampungan cara Clark.
Akan dibahas cara 1 dan 2 saja.
Cara Snyder :
Snyder menyelidiki sejumlah besar hidrograf banjir pada daerah appalochian
di amerika dengan luas berkisar antara 30 sampai dengan 30.000 km2.
Snyder mengembangkan rumus-rumus empiris sebagai berikut :
SUH Snyder (1938) dengan modifikasi US Army Corps of Engineer (1959).
tr
qp
tp
tR
tpR
qpR
W75
W50
tb
Hidrograf Standar
tp = 5.5 tr
tp = 0.75 ct (L x Lc)0.3
qp = 2.75 cp / tp
Hidrograf yang dicari
tpR 5.5 tr
tp = tpR + (tr – tR)/4
qpR = qp x tp / tpR
tb = 5.56 / qpR
w50 = 2.14 qpR-1.08
w75 = 1.22 qpR-1.08
Untuk suatu unit hidrograf standar dengan durasi hujan tr dan basin log tp
dimana tp = 5.5 tr ……….(1)
Berlaku :
tp = c1 ct (L x Lc)0.3 ………….(2)
dimana :
tp = basin log (jam)
L = panjang sungai (km atau mil)
Lc = panjang sungai dari bagian hilir sampai titik berat DPS (km atau mil)
ct = koefisien, tergantung karakteristik DPS
c1 = 0.75 (metrik) ; 1.0 (imperial)
Debit puncak per satuan luas untuk standar UH adalah :
qp = c2 x cp / tp …………(3)
dimana :
qp = debit puncak (m3/det/km2 cm) atau (ft3/det/mil2 inchi)
c2 = 2.75 (metrik) ; 640 (imperial)
tp = basin log (jam)
cp = koefisien, tergantung dari DPS
tr
qp
tp
qp
UH Standar
ct dan cp umumnya dihitung dari actual
unit hidrograf dari DPS pada daerah
yang sama.
tpR 5.5 tR
Dari aktual UH diperoleh data sebagai berikut :
- Durasi hujan efektif : tR (jam)
- Basin log : tpR (jam)
- Debit puncak / luas : qpR (m3/det/km2 cm)
Bila : tpR = 5.5 tR maka : tR = tr ; qpR = qp
ct dan cp dihitung dengan rumus 1 dan 2.
Bila tpR berbeda cukup besar dari 5.5 tR maka basin log standar dikoreksi sbb:
tp = tpR + (tr – tR)/4 …………..(4)
Persamaan 1 dan 4 diselesaikan secara simultan untuk mendapatkan harga t r
dan tp.
Kemudian koefisien ct dan cp dihitung dari persamaan 1 dan 2 dengan qp = qpR
dan tp = tpR.
Koefisien ct dan cp yang diperoleh dari DPS yang lengkap datanya dapat
digunakan pada DPS lain pada daerah yang sama untuk membuat sintetik
unit hidrograf daerah tersebut.
qpR
tR
tpR
W75
W50
tb
Hubungan antara qp dan debit puncak untuk unit hidrograf adalah :
qpR = qp x tp / tpR …………(5)
Waktu dasar UH tb (jam) dihitung dengan dasar bahwa volume UH adalah
setara dengan limpasan langsung sebesar 1 cm atau 1 inchi. Dengan
menganggap bentuk UH adalah segitiga, maka tb adalah :
tb = c3 / qpR …............(6)
dimana :
c3 = 5.56 (metrik) ; 1290 (imperial)
Lebar UH pada debit tertentu sebesar prosentase tertentu terhadap debit
puncak qpR adalah : W = cw qpR-1.08 …………..(7)
Dimana :
cw = 1.22 (metrik) ; 440 (imperial) pada q = 75% qpR
cw = 2.14 (metrik) ; 770 (imperial) pada q = 50% qpR
SUH digambar dengan menentukan dahulu titik-titik pokoknya, kemudian
dihubungkan sedemikian rupa sehingga volume UH = 1 cm atau 1 inchi.
Cara lain untuk menggambarkan bentuk SUH adalah dengan persamaan
Alexseyev.
Data yang diperlukan :
Qp = debit puncak (m3/det)
Tp = waktu sampai puncak (jam)
Untuk hujan 1 cm pada daerah seluas A km2, didapat persamaan :
Qp = qp x A (m3/det)
qp = debit puncak UH
A = luas DPS (km2)
Alexseyev menggambarkan hubungan antara debit dan waktu dengan
persamaan eksponensial dengan persamaan :
dimana :
y = Q / Qp
X = t / Tp
a = f(x)
= 1.32 2 + 0.15 + 0.045
= Qp x Tp / (h x A) h = hujan efektif ; A = luas DAS
qp
Tp t
Q
Cara SCS :
Cara ini dikembangkan oleh soil conservation service (scs) berdasarkan
hidrograf tak berdimensi.
Hidrograf tak berdimensi ini merupakan hasil analisis dari hidrograf-hidrograf
satuan berasal dari berbagai ukuran DAS dan berbagai kondisi geologi.
Data yang diperlukan adalah waktu samapai pincak banjir dan debit puncak
dari persamaan berikut :
tpr = tr + tp
tr = 1.33 tc
qp = 5.36 A / tpr
dimana :
tpr = waktu dari awal hujan sampai puncak banjir (jam)
tr = lamanya curah hujan (jam)
tc = waktu konsentrasi (jam)
tp = waktu dari pusat massa hujan sampai debit puncak (jam)
qp = debit puncak (m3/det)
A = luas DAS (km2)
Metode Statistik
Beberapa definisi :
Data : Kumpulan keterangan atau fakta mengenai suatu persoalan.
Variabel : Suatu hal yang menguraikan fenomena hidrologi, misal : debit,
evaporasi, infiltrasi, dll.
Populasi : Kumpulan objek yang ikut dipertimbangkan.
Sampel : Bagian dari populasi yang mempunyai satu atau lebih sifat-sifat
yang berkaitan. Sampel merupakan sebagian pengamatan acak dari
variabel tertentu.
Variabel : Merupakan satu nilai dari suatu variabel tertentu (X).
Variabel tertentu : Variabel yang nilainya diukur selama selang waktu yang
kontinu. Contoh : pencatatan muka air.
Variabel dikrit : Variabel dengan pengukuran terbatas pada ruang sample
tertentu.
Frekuensi : Jumlah kejadian suatu harga tertentu.
Distribusi frekuensi : Adalah bentuk yang didapat bila jumlah kejadian
digamabar terhadap nilai variabel yang absis.
Kurva probabilitas : Betuk / fungsi yang didapat bila probabilitas kumulatif
kejadian-kejadian diplot sebagai absis dengan variabel (X) sebagai
ordinat.
Populasi
Sampel
Kurva distribusi kerapatan probabilitas (density probability distribution) =
p’(x) : Bentuk / fungsi probabilitas suatu kejadian dari variabel acak yang
kontinu.
Probabilitas :
Probabilitas : Perbandingan antara jumlah terjadinya suatu peristiwa tertentu
(n) terhadap total terjadinya semua peristiwa yang mungkin terjadi (N).
Prob (X) = n/N
Untuk memperkirakan probabilitas dari suatu sampel digunakan apa yang
disebut frekuensi relatif. Jadi bila terjadinya suatu peristiwa adalah n1 pada
suatu sampel N, maka n1 adalah frekuensi absolut dan n1/N adalah frekuensi
relatif, sehingga :
Probalilitas = (frekuensi relatif) = (n1/N)
Hukum-hukum probabilitas :
1. Probabilitas suatu kejadian adlah selalu positif dan lebih kecil atau sama
dengan 1
0 < P(xi) < 1
2. Jumlah probabilitas dari semua peristiwa yang mungkin terjadi = 1
3. P(x1 U x2) = P(x1) + p(x2) – P( x1 x2)
Bila x1 dan x2 “mutually exclusive” yaitu
bila x1 terjadi maka x2 tak terjadi dan
sebaliknya, maka :
x1 x2 = 0
atau P(x1 U x2) = P(x1) + P(x2)
x1 dan x2 “mutually exclusive”
4. x U xc = S
xc semua elemen dalam S yang tak termasuk dalam x
P(x U xc) = P(x) + P(xc) = 1
atau P(x) = 1 – P(xc)
5. Bila probabilitas terjadinya x2 tergantung dari terjadinya x1 yang ditulis
seagai P(x2/X1).
Terjadinya x2 bila x1 terjadi dilukiskan sebagai
x1 x2
X1 U X2
X1
X2
X1 X2 S
X1
X2
S
X1
Sxc
X1
X2
Sehingga : P(x2/x1) = P(x1 x2) / P(x1)
atau : P(x1 x2) = P(x1) P(x2/x1)
6. Periode ulang :
Adalah waktu rata-rata (tahun) dimana suatu peristiwa dengan nilai tertentu
dianggap mungkin akan berulang kembali atau dilampaui satu kali.
P(x) = 1/T
Probabilitas untuk tidak dilampaui :
P(x) = 1 – 1/T
Probabilitas R disebut resiko bahwa peristiwa dengan periode ulang T akan
terjadi sekurangnya sekali dalam n tahun :
R = 1 – (1 – 1/T)n
Distribusi Probabilitas
Distribusi diskrit :
Variabel diskrit adalah variabel yang nilainya spesifik pada ruang sampel
tertentu.
Contoh : jika N adalah jumlah hari hujan dalam bulan Desember, maka N
adalah variabel diskrit karena nilainya tak mungkin berupa pecahan.
Gambar di bawah ini menggambarkan distribusi probabilitas dari jumlah hari
hujan pada bulan Desember di New Delhi.
Disimpulkan dari data historis bahwa jumlah hari hujan dalam bulan
desember tak lebih dari 7 hari dengan probabilitas sbb :
P(0) = 0.05 P(4) = 0.15
P(1) = 0.15 P(5) = 0.10
P(2) = 0.25 P(6) = 0.08
P(3) = 0.20 P(7) = 0.02
Jumlah dari probabilitas seluruh peristiwa adalah 1.
Bentuk lain dari distribusi probabilitas adalah distribusi probabilitas kumulatif,
dinyatakan dengan F(x) = P(X < x)
x P(x) F(x)0 0.05 0.051 0.15 0.22 0.25 0.453 0.2 0.654 0.15 0.85 0.1 0.96 0.08 0.987 0.02 1
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0 1 2 3 4 5 6 7
P(x)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 1 2 3 4 5 6 7
F(x)
Distribusi kontinu
Variabel kontinu adalah variabel yang nilainya bisa berharga berapapun
dalam suatu interval yang terjadi.
Contoh Q adalah variabel kontinu, karena bisa bernilai berapapun termasuk
dalam bentuk pecahan misalnya Q = 1500.20 m3/det.
Umumnya variabel kontinu ini dianalisis dengan membuat pengelompokan
data dalam kelas dengan interval tertentu. Dihitung frekuensi absolut dalam
setiap kelas (ni) dan frekuensi relatif (ni/N).
5
8
15
18
13
8
10
5
3
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Debit tahunan rata-rata (x)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Debit tahunan rata-rata
Bila jumlah sampel (pengamatan) N semakin besar dan jarak interval masing-
masing kelas diperkecil maka akan terbentuk kurbva distribusi yang kontinu
seperti gambar berikut :
Karena frekuensi relatif identik dengan
probabilitas lebih baik bila histogram
dirubah sedemikian rupa sehingga
luas diagram pada setiap interval
meyatakan suatu probabilitas. Dengan
demikian luas total diagram sama
dengan satu.
Untuk maksud tersebut, ordinat pada
setiap interval mis n1/N dibagi dengan
lebar intervalnya.
Dengan demikian perbandingan n1/xN adalah probabilitas per satuan lebar
interval sehingga menyatakan rata-rata kerapatan probabilitas (average
density of probability).
Probabilitas n1/N dalam interval ditunjukkan pada fungsi distribusi probabilitas
kumulatif (CDF) sebagai F(x) = F(x + x/2) – F(x - x/2)
Dengan demikian dapat didefinisikan :
f(x) = F(x) / x = dF(x) / dx
f(x) disebut fungsi distribusi kerapatan (probability density function) PDF.
f(x)dx disebut differensial probability.
f(x)
F(x)
F(x)
x
CDF
Suatu fungsi f(x) disebut PDF bila dan hanya bila :
1. f(x) > 0 untuk semua x
2.
Hubungan antara CDF dan PDF :
dF(x) = f(x) dx
F(x) =
F(x) = P(X < x)
Dengan demikian :
P(a < x < b) = = F(b) – F(a)
P(X = d) = = F(d) – f(d) = 0
Dengan demikian :
P(a < x < b) = P(a < x < b) = P(a < x < b) = P(a < x < b)
F(x) = P(x < x) atau P(x < x)
Untuk distribusi diskrit :
a b
Luas total = 1
Luas = Prob(a < x < b)
P(a < x < b) =
P(x < xj) =
Momen dari distribusi
Salah satu cara yang cocok untuk mengukur lokasi dan ukuran dari suatu
bentuk distribusi probabilitas adalah dengan menghitung momen dari
distribusi tersebut.
Secara umum, momen ke r terhadap titik asal :
r’ =
Untuk distribusi diskrit :
A
dA
x
x
y
x
a bLx
f(x)
Momen pertama dari elemen dA terhadap titik asal :
d1’ = x dA
Momen seluruh kiasan :1’ = dA
Momen pertama dari suatu variabel acak dan PDF nya :
1’ = dA
d = x dA
dA = f(x) dx
sehingga :u1’ = dx
1’ =
Momen ke r terhadap rata-rata dihitung (mean) :
r = kontinu
r = kontinu, data dikelompokkan. k = jumlah kelas.
Beberapa hubungan antara r’ dan r
1 = 0
2 = 2’ – (1’)2
3 = 3’ – 3 2’ 1’ + 2 (1’)3
4 = 4’ – 4i 3’ 1’ + bi 2’ (1’)2 + 3 (1’)3
Sifat-sifat variabel
Ukuran gejala pusat :
Rata-rata hitung (arithmetic mean)
ungrouped
grouped ; k jumlah kelas interval
Rata-rata ukur (geometric mean) :
Adalah akar pangkat n dari hasil perkalian mereka.
= (x1 . x2 . x3 . x4…………..xN)1/N
Median :
Adalah nilai yang didefinisikan sebagai nilai hasil pengukuran menengah atau
nilai rata-rata aljabar dua nilai tengah. Untuk mencari median, urutkan data
dari nilai kecil ke besar atau sebaliknya, kemudian nilai tengah adakah
median.
Ukuran penyimpangan
Rentang :
Adalah selisih antara nilai variabel yang terbesar (x maks) dan nilai variabel
terkecil (x min).
R = xmaks – xmin
Variance :
Adalah momen pangkat dua terhadap nilai rata-rata.
xi = nilai variabel ke i
= nilai rata-rata hitung
n = jumlah kejadian
2 didapat didekati dari sampel sebagai S2 dimana :
S2 = ungrouped
S2 = grouped
Simpangan baku (standard deviation) :
Adalah akar pangkat-pangkat dari variance.
=
S =
S =
Koefisien variasi (coefficient of varitation)
Adalah variasi relatif dari variabel terhadap nilai rata-rata aljabar.
Cu = s/X
Ukuran ketidak simetrian : koefisien skewnees
Koefisien skewness = 3 / (2)3/2 = 3/r3
Pendekatan yang tak menyimpang dari berdasar sampel ukuran n adalah :
cs =
=
A c
A : Distribusi condong ke kanan
(right skewed) cs > 0
B : Distribusi simetris cs = 0
C : Distribusi condong ke kiri (left
skewed) cs < 0
Ukuran ketajaman : koefisien kurtosis
Ketajaman dari grafik distribusi diukur dengan kurtosis.
Koefisien kurtosis = K = 4/22
Pendekatan K berdasar sampel ukuran n adalah :
Ck =
A : Leptokrutic, lebih tajam dari
distribusi normal ck < 3
B : Normal ck = 3
C : Platykurtic, lebih datar dari
distribusi normal ck > 3
Macam-macam distribusi probabilitas
A c
A
B
C
Fungsi distribusi probabilitas dapat berbentuk :
- Kontinu, atau
- Diskrit
Distribusi probabilitas kontinu antara lain :
- Distribusi normal
- Distribusi log normal
2 parameter
3 parameter
- Distribusi Pearson tipe III
- Distribusi log Pearson tipe III
- Distribusi Gumbel
Distribusi probabilitas diskrit antara lain :
- Distribusi binomial
- Distribusi poisson
Distribusi probabilitas diskrit :
Distribusi Binomial :
Distribusi (sebaran) ini digunakan untuk variabel diskret yang mempunyai 2
kemungkinan : terjadi (ya) atau tidak terjadi (tidak), misalnya untuk
menentukan hari hujan atau tidak hujan.
Rumus distribusi binomial :
P(X = x) =
Dimana :
P(X = x) : probabilitas terjadinya x dalam n observasi
P : probabilitas terjadinya 1 kejadian x
(1 – p) : probabilitas kegagalan (tak terjadi)
X : variabel
X : kejadian yang diharapkan
n : jumlah kejadian
Distribusi Poisson :
Bila jumlah kejadian n dalam distribusi binomial besar menuju tak hingga,
sedangkan p kecil menuju 0 dengan hasil kali n.p konstan = maka distribusi
X mengikuti distribusi Poisson sbb :
P(X = x) =
P(X = x) = probabilias terjadinya X = x dalam n observasi
x = kejadian yang diharapkan
= rata-rata hitung (mean) dari distribusi Poisson
n = Jumlah kejadian
Paremeter statistik distribusi Poisson :
Rata-rata hitung (mean) =
Variance =
Koefisien sekwen cs = 1/1/2
Distribusi Poisson dapat dipakai pada kejadian berikut :
1. Menentukan probabilitas kekeringan pada suatu periode.
2. Menentukan probabilitas hari hujan pada lokasi tertentu.
3. Menentukan probabilitas banjir yang jarang terjadi mis : 100 tahunan.
4. Menentukan probabilitas bahwa suatu bendungan kosong dalam 1
tahun selama jangka waktu tertentu.
Distribusi probabilitas kontinu
Distribusi normal :
Distribusi normal juga dikenal sebagai distribusi gaussian adalah distribusi
simetris berbentuk seperti genta.
Persamaan PDF distribusi normal :
f(x) =
dimana :
f(x) = PDF distribusi normal
x = variabel anak kontinu
= nilai rata-rata hitung variabel x dari populasi
= simpangan baku variabel x dari populasi
Parameter dari distribusi normal adalah dan yang dapat didekati dengan
dan s dari sampel.
Persamaan CDF distribusi normal :
F(x) =
Sayang persamaan F(x) tidak dapat diselesaikan secara analitis sehingga
diperlukan metode pendekatan untuk integrasi dengan transformasi linier sbb:
t = sehingga dt = dx/ atau dx = dt
Batas-batas integral :
x = - t = -
x = t =
x = xp t = = tp
Dengan transormasi di atas variabel acak t mempunyai = 0 dan = 1
Persamaan PDF menjadi : f(t) =
Persamaan CDF menjadi : F(t) =
Luas daerah di bawah lengkung distribusi normal standar ditabelkan pada
tabel.
Ciri-ciri distribusi normal :
1. Mempunyai 2 parameter : dan
2. cs = 0, ck = 3
3. Semua harga pengamatan mengelompok simetris di sekitar harga rata-
ratanya
4. Jumlah seluruh kejadian ialah luas antara sumbu x & lengkungnya = 1
5. Probabilitas bahwa angka-angka pengamatan terletak antara :
Lengkung probabilitas kumulatif berbentuk s.
Ordinat menyatakan : penjumlahan dari besarnya probabilitas-probabilitas.
timbulnya unsur-unsur di sebelah kiri ordinat yang bersangkutan
menunjukkan probabilitas untuk variabel bebas berharga < suatu harga
tertentu : P(X < x) disebut duration curve.
f(x)
68.27%
95.45%
99.73%